Laporan Kasus Besar ALL

65
KASUS BESAR SEORANG PEREMPUAN 32 TAHUN DENGAN ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROM, LEUKOSITOSIS DENGAN SPLENOMEGALI, DAN SEVERE TROMBOSITOPENIA DiajukanuntukmelengkapisyaratkepaniteraanKlinik Senior DibagianIlmuPenyakitDalam Pembimbing: Prof. dr. Catharina Soeharti,PhD, SpPD, K-HOM Disusunoleh: Artika Ramadhani 22010113210050 BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM 1

description

interna

Transcript of Laporan Kasus Besar ALL

Page 1: Laporan Kasus Besar ALL

KASUS BESAR

SEORANG PEREMPUAN 32 TAHUN DENGAN

ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROM, LEUKOSITOSIS

DENGAN SPLENOMEGALI, DAN SEVERE

TROMBOSITOPENIA

DiajukanuntukmelengkapisyaratkepaniteraanKlinik Senior

DibagianIlmuPenyakitDalam

Pembimbing:

Prof. dr. Catharina Soeharti,PhD, SpPD, K-HOM

 

Disusunoleh:

Artika Ramadhani

22010113210050

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2015

1

Page 2: Laporan Kasus Besar ALL

HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Artika Ramadhani

N.I.M : 22010113210050

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam RSDK / FK UNDIP

Judul Kasus : SEORANG PEREMPUAN 32 TAHUN DENGAN

ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROMIK,

LEUKOSITOSIS DENGAN SPLENOMEGALI,

SEVERE TROMBOSITOPENIA

Pembimbing : Prof. Dr. Catharina Soeharti, PhD, Sp.PD, K-HOM

2

Semarang, 7 April 2015Pembimbing

Prof.dr. Catharina Soeharti, PhD,SpPD, K-HOM

Page 3: Laporan Kasus Besar ALL

LAPORAN KASUS

 

I.  IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. E

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 32 tahun

Alamat : Kedungsukun Tegal Jateng

Agama : Islam

Pendidikan : Tidak sekolah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Bangsal : Rajawali 6A

Masuk RS : 19 Maret2015

No CM : C526455

II.  DATA DASAR

A. Anamnesis

Autoanamnesis pada tanggal19 Maret 2015, pukul 14.00 WIB

Keluhan Utama :Lemas

Riwayat Penyakit Sekarang:

1 bulan yang lalu pasien merasa lemas pada seluruh tubuh.

Lemas dirasakan semakin memberat dan terus menerus sehingga

membuat pasien sulit beraktivitas. Lemas berkurang bila pasien istirahat.

Lemas disertai dengan pandangan berkunang (+), gusi berdarah (+), mual

(+), muntah (+) setiap kali makan, lebam pada tangan dan kaki (+)

semakin lama bertambah banyak, penurunan berat badan (+), kulit pucat

(-),mimisan (-), gusi bengkak (-), demam (-), keringat pada malam hari(-),

nyeri tulang (-), muntah darah (-), BAK seperti teh (-), BAB hitam (-).

Pasien kemudian memeriksakan diri ke RSUD Tegal dikatakan kelainan

darah kemudian dirujuk ke RSUP dr Kariadi Semarang.

3

Page 4: Laporan Kasus Besar ALL

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat transfusi berulang di RSUD Tegal

- Rawat inap I : 6 kantung darah merah dan 6 kantung darah kuning

- Rawat inap II : 4 kantung darah kuning

Riwayat menorrhagia (+) 1 bulan yang lalu, ganti pembalut >8x sehari

Riwayat kelainan darah (-)

Riwayat perdarahan tidak berhenti (-)

Riwayat darah tinggi (-)

Riwayat kencing manis (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit kelainan darah (-)

Riwayat keganasan (-)

Riwayat darah tinggi (-)

Riwayat kencing manis(-)

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien seorang ibu rumah tangga,Mempunyai seorang anak. Tinggal

di rumah sederhana, makan 3 kali sehari. Biaya pengobatan dengan

BPJS. Kesan sosial ekonomi kurang.

B. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan tanggal19 Maret2015 pukul 14.00 WIB :

Keadaan umum

Kesadaran

Tanda vital

:

:

Lemah

Composmentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,6oC aksiler

Status Gizi :

4

Page 5: Laporan Kasus Besar ALL

BB : 43Kg

TB : 150cm

BMI

Kesan

:

:

19.1 kg/m2

Normoweight

Kepala

Wajah

:

:

Alopesia (-)

Pucat (-)

Kulit

Mata

:

:

Ekhimosis (+) pada tangan dan kaki

Konjungtiva palpebra pucat (-/-)

Telinga : Discharge (-), nyeri tekan tragus (-)

Hidung : Discharge (-), mimisan (-)

Mulut : Bibir sianosis (-), Mukosa mulut pucat (-), Hipertrofi

ginggiva (-), Perdarahan gusi (-), atrofi papil lidah (-)

Tenggorokan : T1-1, faring hiperemis (-)

Leher : Trakea di tengah, JVP R+1, pembesaran KGB(-)

Thorax : Bentuk normal, pembesaran nnll axilla (-)

Cor

Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

Palpasi : Iktus cordis teraba di SIC V2cm medial LMCS, tidak

kuat angkat, thrill(-), pulsasi parasternal

(-), pulsasi epigastrial (-), sternal lift (-).

Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra

Batas kanan : Linea parasternalis dextra

Batas kiri : SIC V 2 cm medial LMCS

Pinggang jantung : cekung

Auskultasi

Paru depan

: HR 80x/menit, BJ I-II normal, bising (-), gallop

(-)

5

Page 6: Laporan Kasus Besar ALL

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : SD: Vesikuler, ST: (-)

Paru belakang

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : SD: Vesikuler, ST: (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar, venektasi (-)

Auskultasi

Perkusi

Palpasi

:

:

BU (+) normal

Timpani, PS (+)N, PA (-), area traube pekak

Supel, hepar tak terabadan lien membesar 4

cm dibawah arcus costa (schuffner II) dengan

tepi tumpul, konsistensi kenyal, nyeri tekan

(-), permukaan rata, incisura lienalis (-)

Teraba 4 cm dibawah arcus costa

Oedem -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Akral dingin -/- -/-

6

Page 7: Laporan Kasus Besar ALL

Pucat

Ekhimosis

-/-

+/+

-/-

+/+

Ekstremitas superior Inferior

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah Rutin dan Kimia Klinik

19/03/2015 ( pada saat masuk ) Nilai Normal/Satuan

HEMATOLOGIHemaglobin 8.1 (↓) 12.0-15.0 g/dlHematokrit 22,6 (↓) 35-47%Eritrosit 2,6 (↓) 4,4-5,9 jt/mmkMCH 30,5 27-32 PgMCV 85,1 76-96 fLMCHC 35,8 29-36 g/dlLeukosit 9.8 3,6-11 ribu/mmkTrombosit 16,0 (↓) 150-400 ribu/mmkRDW 16,5 (↑) 11,6 – 14,8 %

MPV 12,3 (↑) 4 – 11 fL

7

Page 8: Laporan Kasus Besar ALL

KIMIA KLINIKGlukosa sewaktu 114 80 – 160 mg/dlUreum 39 15-39 mg/dLKreatinin 0,4 0,60-1,30 mg/dLELEKTROLITNatrium 141 136-145 mmol/LKalium 4,0 3,5-5,1 mmol/LChlorida 99 98-107 mmol/L

HEMATOLOGIHITUNG JENIS

Eosinofil 2%Basofil 0%Batang 0%Segmen 37%Limfosit 51%Monosit 1%AMC 7%BLAST 1%MIELOSIT 1%ERITROSIT BERINTI 38/100

Gambaran darah tepiEritrosit Anisositosis ringan (Normokrom

mikrositik)Poikiositosis ringan (ovalosit, pear shape cell, tear drop cell)Polikromasi (+)Eritrosit muda (+)

Trombosit Estimasi jumlah menurunBentuk besar (+)

Leukosit Estimasi jumlah leukosit normalLimfositotosis (+)Atypical mononuclear cell 7 % dengan ratio inti sitoplasma besar, kromatin agak padat, anak inti tak jelas, sitoplasma kebiruan, Blast 1%

Kesan Curiga keganasan hematologi akut

8

Page 9: Laporan Kasus Besar ALL

Pemeriksaan X-Foto Thoraks AP (19 Maret 2015)

Cor : Bentuk dan letak jantung normalPulmo : Corakan vaskuler normal

Tak tampak bercak pada kedua lapangan paru Hemidiafragma kanan setinggi costa 9 posterior Sinus costofrenikus kanan, kiri lancip

Kesan : Cor tidak membesar Pulmo tak tampak kelainan

RESUME

1 bulan yang lalu pasien merasa lemas pada seluruh tubuh.

Lemas dirasakan semakin memberat dan terus menerus sehingga

9

Page 10: Laporan Kasus Besar ALL

membuat pasien sulit beraktivitas. Lemas berkurang bila pasien istirahat.

Lemas disertai dengan pandangan berkunang (+), gusi berdarah (+), mual

(+), muntah (+) setiap kali makan, lebam pada tangan dan kaki (+)

semakin lama bertambah banyak, penurunan berat badan (+).

Pasien memiliki riwayat transfusi berulang (+) di RSUD tegal,

pada rawat inap pertama pasien ditransfusi 6 kantung darah merah dan 6

kantung darah kuning, pada rawat inap kedua pasien ditransfusi 4 kantung

darah kuning. Pasien memiliki riwayat menorrhagia (+) 1 bulan yang lalu,

ganti hingga pembalut > 8x sehari.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan ekhimosis pada ekstremitas

superior dan inferior, pada pemeriksaan abdomen ditemukan lien

membesar 4 cm dibawah arcus costae (schuffner II) dengan tepi tumpul,

konsistensi kenyal, nyeri tekan (-), permukaan rata, incisura lienalis (-).

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan anemia normositik

normokrom dengan hemoglobin 6,19 gr%, trombositopenia 7,0 ribu/mmk,

dan leukositosis 25,7 ribu/mmk. Pada gambaran darah tepi leukosit

didapatkan limfositosis (+), atypical mononuclear cell 7% dan blast 1 %.

DAFTAR ABNORMALITAS

1. Lemas

2. Pandangan berkunang

10

Page 11: Laporan Kasus Besar ALL

3. Lebam pada tangan dan kaki

4. Penurunan berat badan

5. Riwayat mual muntah

6. Riwayat gusi berdarah

7. Riwayat menorrhagia

8. Riwayat transfusi berulang

9. Splenomegali (schuffner II)

10. Ekstremitas superior dan inferior ekhimosis (+/+)

11. Anemia normositik normokrom

12. Severe trombositopenia 7 ribu/mm3

13. Leukositosis 25,7 ribu/mmk

14. Hitung jenis : blast 1%

15. Gambaran darah tepi : limfositosis (+), AMC 7 % dan blast 1 %

I. DAFTAR MASALAH

No Masalah Aktif Tgl No Masalah Pasif Tgl

1 Anemia normositik normokrom 19/03/2015

2 Leukositosis dengan

splenomegali, gambaran darah

tepi blast 1 %

19/03/2015

3 Severe trombositopenia 19/03/2015

II. RENCANA PEMECAHAN MASALAH

1. Problem 1 : Anemia normositik normokrom

Assessment : Perdarahan akut

11

Page 12: Laporan Kasus Besar ALL

Tanda hemolisis positif

Kelainan sumsum tulang

Ip Dx : Retikulosit

Ip Rx : Infus RL 20 tpm

Diet biasa 1500 kkal

Transfusi PRC 2 kolf

Ip Mx : Keadaan umum, tanda vital, cek lab darah rutin post transfusi

Ip Ex :Menjelaskan tanda-tanda reaksi transfusi.

2. Problem 2: Leukositosis dengan splenomegali, blast 1% pada gambaran darah

tepi

Assesment : Keganasan hematologi akut

Keganasan hematologi kronis

Ip Dx : BMP, BMB, asam urat, LDH, USG abdomen

Ip Rx : -

Ip Mx : Keadaan umum, tanda vital, darah rutin

Ip Ex : Menjelaskan tentang prosedur BMP dan informed consent

3. Problem 3 : Severe trombositopenia

Assessment : Gangguan produksi trombosit sekunder problem 2

Ip Dx : BMP, BMB

Ip Rx : Transfusi trombosit 8 kolf

Ip Mx : Keadaan umum, tanda vital, tanda tanda perdarahan, darah rutin

post transfusi

Ip Ex : Menjelaskan tanda-tanda reaksi transfusi

Catatan Kemajuan

Tanggal

Keadaan Klinis Assesment Terapi dan Tindakan

12

Page 13: Laporan Kasus Besar ALL

23/03/2015

S : Lemas (+),O :TD:110/70 mmHgN : 80x/ menitRR : 20x/ menitTemp: 36,6°C

1. Anemia normositik normokromik Ass: Perdarahan akut Tanda hemolisis positif Kelainan sumsum tulang

2. Leukositosis dengan splenomegali,gambaran darah tepi blast 1% Ass :Keganasan hematologi akut Keganasan hematologi kronis

3. Severe trombositopeniaAss : Gangguan produksi trombositsekunder problem 2

Infus RL 20 tpmDiet lunak 1500 kkalBMP, BMB

Monitor:

Keadaan umum, tanda vital,darah rutin

25/03/2015

S : Lemas (+),O : TD : 130/70 mmHg N : 86x/ menit RR : 20x/ menit Temp: 36,6°C Hb : 6.19 g/dl Ht : 17,4 % Eritrosit : 1,97 jt /mmk Trombosit : 7000 /mmk Leukosit : 25.700 /mmk

1. Anemia normositik normokromik Ass: Perdarahan akut Tanda hemolisis positif Kelainan sumsum tulang

2. Leukositosis dengan splenomegali,gambaran darah tepi blast 1% Ass :Keganasan hematologi akut Keganasan hematologi kronis

3. Severe trombositopeniaAss : Gangguan produksi trombosit

sekunder problem 2

Infus RL 20 tpmDiet lunak 1500 kkalTransfusi PRC 2 kolfTransfusi TC 8 kolfPremedikasi difenhidramin 10 mg iv

Monitor:

Keadaan umum, tanda vital,Cek darah rutin post transfusiTunggu hasil BMP, BMB

28/3/2015

S : Lemas (+),O : TD:110/70 mmHg N : 80x/ menit RR : 20x/ menit Temp: 36,5°C Hb: 9.5 g/dl Ht: 28.8 % Eritrosit: 3,4 jt/mmk Trombosit: 11.000/mmk Leukosit:25.900/mmk

1. Anemia normositik normokromik Hb naik menjadi 9,5 g/dl

2. Leukositosis dengan splenomegali, gambaran darah tepi blast 1% Ass : Keganasan hematologi akut Keganasan hematologi kronis

3. Severe trombositopenia Trombosit naik menjadi 11.000/mmk

Infus RL 20 tpmDiet lunak 1500 kkalTransfusi TC 8 kolf premedikasi difenhidramine 10 mg iv

Monitor:

Keadaan umum, tanda vital, cek darah rutin post transfusiTunggu hasil BMP, BMB

30/3/2015

S : Lemas (+),O : TD:110/70 mmHg N : 80x/ menit RR : 20x/ menit Temp: 36,3°C Hb: 9,78 g/dl Ht: 27,3 %

1. Anemia normositik normokromik Hb naik menjadi 9,78 g/dl

2. Leukositosis dengan splenomegali, gambaran darah tepi blast 1% Ass : Keganasan hematologi akut

Infus RL 20 tpmDiet lunak 1500 kkal

MonitorKeadaan umum, tanda vital,Tunggu hasil BMP,

13

Page 14: Laporan Kasus Besar ALL

Eritrosit: 3, 15 jt/mmk Leukosit: 21.900 /mmk Trombosit: 25.300/mmk

Keganasan hematologi kronis

3. Severe trombositopenia Trombosit naik menjadi 25.300/mmk

BMB

31/3/2015

S : Lemas (+),O : TD:110/70 mmHg N : 82x/ menit RR : 20x/ menit Temp: 36,4°C

Pembacaan Preparat BMPTempat Aspirasi SIPS Dextra,konsistensi tulang keras, aspirasi sulit,fragmen sumsum tulang sedikit,selularitas hiperselulerJumlah sel yang dihitung:300 sel

Blas 0 %

Promielosit 0 %

Mielosit neutrofil 1 %

Mielosit eosinofil 0 %

Mielosit basofil 0 %

Metamielosit neutrofil 1 %

Metamielosit eosinofil 0 %

Metamielosit basofil 0 %

Staff neutrofil 1 %

Staff eosinofil 0 %

Staff basofil 0 %

Segmen neutrofil 5 %

Segmen eosinofil 1 %

Segmen basofil 0 %

Total granulosit 9 %

Limfoblas 42 %

Prolimfosit 0 %

Limfosit 30 %

Plasmoblas 0 %

Proplasmosit 0 %

Plasmosit 0 %

Sel retikulum 0 %

Monoblas 0 %

Promonosit 0 %

Monosit 1 %

Proeritroblas 0 %

Basofilik eritroblas 0 %

Polikromatik eritroblas 5 %

Ortokromatik eritroblas 13 %

Total eritroid 18 %

1. Anemia normositik normokromik Akibat kelainan sumsum tulang (ALL L1)

2. Leukositosis dengan splenomegali,gambaran darah tepi blast 1% ALL L1

3. Severe trombositopenia Gangguan pada produksi trombosit

oleh karena ALL L1

Infus RL 20 tpmDiet lunak 1500 kkalPRC 1 kolfPro kemoterapiHyper CVAD

MonitorKeadaan umum, tanda vital,Cek darah rutin post transfusi

14

Page 15: Laporan Kasus Besar ALL

M : E ratio = 0,5 :1Megakariosit tampakSBB : predominan positifSmudge sel (+)/positif

Resume:Megakariosit tampak,maturasi normal, trombosit menurun,Maturasi diseritropoesis(inti ganda),simpanan besi +3 tanpa kontrol,granulopoiesis aktifitas menurun,maturasi normal,Dispersi neutrofilik ratio M:E =0.5:1Limfoblas 42%, limfosit 30%, monosit 0% ,sel plasma 0%

Kesimpulan :Sumsum tulang hiperselulerPeningkatan aktivitas seri limfositdengan limfoblast 42% ukurankecil-kecil monotonKesan: sesuai gambaran ALL L1

2/4/2015

S : Lemas (+),O : TD:110/70 mmHg N : 80x/ menit RR : 20x/ menit Temp: 36,2°C Hb: 12,2 g/dl Ht: 36,9 % Eritrosit: 4,29 jt/mmk Leukosit: 14.100 /mmk Trombosit:15.900/mmk

Analisa Patologi Anatomi:Sediaan biopsi SIPS kanandengan diagnosa klinis bisitopenia

Makroskopik:1 keping jaringan panjang 0,6 cmdiameter 3 cm putih keras

MikroskopikSelularitas :hiposelular ringan menurut umurLemak :sel: sulit dinilaiMieloid:eritoid : 2:1

Hasil BMB mendukung diagnosisAcute Lymphoblastic Leukemia (ALL)

Infus RL 20 tpmDiet lunak 1500 kkalPro kemoterapi hyper CVAD

Monitor:Keadaan umum, tanda vital

15

Page 16: Laporan Kasus Besar ALL

Sel blast > 30% terutama sel limfoblastMegakariosit atipik: dapat ditermukanLimfosit matur : dapat ditemukanTrabekula tulang: melebarParatrabekular space : melebarStroma sumsum tulang : fibrotik

Kesimpulan:sumsum tulang hiposeluler ringandapat menyokong akut limfoblastik leukemia

BAB II

16

Page 17: Laporan Kasus Besar ALL

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anemia

Anemia adalah keadaan dimana massa eritrosit dan atau massa hemoglobin

yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi

jaringan tubuh. Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan dibawah kadar

normal hemoglobin, hitung eritrosit dan hematokrit.1,2

Untuk menjabarkan definisi anemia diatas maka perlu ditetapkan batas

hemoglobin atau hematokrit yang kita anggap sudah terjadi anemia. Batas ini disebut

cut off point, yang umum dipakai adalah kriteria WHO tahun 1968 yaitu dinyatakan

anemia apabila1:

- Laki dewasa : Hb < 13 g/dl

- Perempuan dewasa tak hamil : Hb < 12 g/dl

- Perempuan hamil : Hb < 11 g/dl

- Anak umur 6-14 tahun : Hb < 12 g/dl

- Anak umur 6 bulan-6 tahun : Hb < 11 g/dl

Sedangkan untuk alasan praktis kriteria klinis dirumah sakit di Indonesia

pada umumnya

- Hb < 10 g/dl

- Ht < 30 %

- Eritrosit < 2,8 juta/mmk

Derajat anemia antara lain ditentukan oleh kadar hemoglobin. Klasifikasi

derajat anemia yang umum dipakai adalah sebagai berikut:

- Ringan sekali : Hb 10 g/dl – cut off point

- Ringan : Hb 8 g/dl – Hb 9.9 g/dl

- Sedang : Hb 6 g/dl – Hb 7.9 g/dl

- Berat : Hb < 6 g/dl

Anemia dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, klasifikasi yang sering

dipakai adalah:

1. Klasifikasi morfologik yang berdasarkan morfologi eritrosit pada

pemeriksaan apusan darah tepi atau dengan melihat indeks eritrosit.

17

Page 18: Laporan Kasus Besar ALL

Dengan melihat morfologi anemia maka dapat diduga penyebab anemia

tersebut.1,2,3

A. Anemia hipokromik mikrositer ( MCV < 80 fl ; MCH < 27 pg)

1. Anemia defisiensi besi

2. Thalasemia

3. Anemia akibat penyakit kronik

4. Anemia sideroblastik

B. Anemia normokromik normositer ( MCV 80-95 fl; MCH 27-34 pg)

1. Anemia pasca perdarahan akut

2. Anemia aplastik-hipoplastik

3. Anemia hemolitik – terutama bentuk yang didapat

4. Anemia akibat penyakit kronik

5. Anemia mieloplastik

6. Anemia pada gagal ginjal kronik

7. Anemia pada mielofibrosis

8. Anemia pada sindrom mielodisplastik

9. Anemia pada leukemia akut

C. Anemia makrositer ( MCV > 95 fl )

1. Megaloblastik

a. Anemia defisiensi folat

b. Anemia defisiensi vitamin B12

2. Nonmegaloblastik

a. Anemia pada penyakit hati kronik

b. Anemia pada hipotiroid

c. Anemia pada sindroma mielodisplastik

2. Klasifikasi etiopatogenesis yang berdasarkan etiologi dan patogenesis

18

Page 19: Laporan Kasus Besar ALL

terjadinya anemia

A. Produksi eritrosit menurun

1. Kekurangan bahan untuk eritrosit

a. Anemia defisiensi besi

b. Vitamin B12 dan asam folat disebut sebagai anemia megaloblastik

2. Gangguan utilisasi besi

a. Anemia akibat penyakit kronik

b. Anemia sideroblastik

3. Kerusakan jaringan sumsum tulang

a. Atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemak: anemia

aplastik/hipoplastik

b. Penggantian oleh jaringan fibrotik/tumor: Anemia

leukoeritoblastik/mieloptisik

4. Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui

a. Anemia diseritropoetik

b. Anemia pada sindrom mielodisplastik

B. Kehilangan eritrosit dari tubuh

1. Anemia pasa perdarahan akut

2. Anemia pasca perdarahan kronik

C. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh

1. Faktor ekstrakorpuskuler

a. Antibodi terhadap eritrosit

i. Autoantibodi-AIHA

ii Isoantibodi-HDN

b. Hipersplenisme

c. Pemaparan terhadap bahan kimia

d. Akibat infeksi bakteri/parasit

e. Kerusakan mekanik

2. Faktor intrakorpuskulr

a. Gangguan membran

i. Hereditary spherocytosis

ii. Hereditary eliptocytosis

19

Page 20: Laporan Kasus Besar ALL

b. Ganggua enzim

i. Defisiensi pyruvate kinase

ii. Defisiensi G6PD

c. Gangguan hemoglobin

i. Hemoglobinopati struktural

ii. Thalasemia

D. Bentuk campuran

E. Bentuk yang patogenesisnya belum jelas

Pada dasarnya anemia timbul karena2 :

1. Anoksia organ target, karena berkurangnya jumlah oksigen yang

dapat dibawa oleh darah ke jaringan menimbulkan gejala pada organ

yang terkena.

2. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia:

- Penurunan afinitas Hb terhadap oksigen dengan meningkat enzim

2,3 DPG (2,3 diphospho glycerate)

- Meningkatkan curah jantung

- Redistribusi aliran darah

- Menurunkan tekanan oksigen darah

Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut

dengan sindrom anemia.

Eritrosit/hemoglobin menurun

Kapasitas angkut oksigen menurun

Anoksia organ target Mekanisme kompensasi tubuh

Gejala anemia

Gejala anemia biasanya timbul apabila hemoglobin menurun kurang dari 7

20

Page 21: Laporan Kasus Besar ALL

atau 8 g/dl. Berat ringannya gejala tergantung pada berikut2:

1. Beratnya penurunan kadar hemoglobin

2. Kecepatan penurunan hemoglobin

3. Umur: adaptasi orang tua lebih jelek, gejala lebih cepat timbul

4. Adanya kelainan kardiovaskular sebelumnya

Gejala umum anemia (sindrom anemia) adalah gejala yang timbul pada

setiap kasus anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun di

bawah nilai tertentu. Gejala umum anemia ini timbul karena: anoksia organ,

mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen.2

Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simptomatik) apabila kadar

hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dL. Berat ringannya gejala umum anemia

tergantung pada: derajat penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan

hemoglobin, usia, adanya kelainan jantung paru sebelumnya.2

Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenia gejala yaitu:

1. Gejala umum anemia.

Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena

iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap

penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia

setelah penurunan hemoglobin <7g/dL. Sindrom anemia terdiri dari rasa

lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendengin, mata berkunang-kunang, kaki

terasa dingin, sesak nafas, dan dispepsia. Pada pemeriksaan pasien

tampak pucat, dilihat dari konjunctiva, mukosa mulut, telapak tangan dan

jaringan di bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik.

2. Gejala khas masing-masing anemia.

- Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis

dan kuku sendok.

- Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada defisiensi

vitamin B12.

- Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali, hepatomegali.

21

Page 22: Laporan Kasus Besar ALL

3. Gejala Penyakit Dasar

Diagnosis1,2

Langkah – langkah untuk menegakkan diagnosis anemia :

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan fisik

Warna kulit : pucat, plethora, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning

seperti jerami

Purpura : petechia dan echymosis

Kuku : koilonychias (kuku sendok)

Mata : ikterus, kunjungtiva pucat, perubahan fundus

Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, perdarahan gusi, atrofi papil lidah, glossitis

dan stomatitis angularis

Limfadenopati, splenomegali dan hepatomegali.

3. Pemeriksaan laboraturium hematologik

- Tes penyaring : kadar Hb, indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC), apusan

darah tepi

- Pemeriksaan rutin : LED, hitung diferensial, hitung retikulosit

- Pemeriksaan sumsum tulang

- Pemeriksaan atas indikasi khusus

Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi tranferin dan

feritin serum

Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12

Anemia hemolitik hitung retikulosit, tes Coombs, elektroforsis Hb

Anemia pada leukemia akut : pemeriksaan sitokimia

- Pemeriksaan laboratorium nonhematologik : faal ginjal, faal endokrin,

asam urat, faal hati, biakan kuman, dll

- Pemeriksaan penunjang lain :

Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi

Radiologi : toraks, bone survey, USG, limfangiografi

Pemeriksaan sistogenetik

22

Page 23: Laporan Kasus Besar ALL

Pemeriksaan biologi molekuler (PCR, FISH)

Transfusi Darah

Transfusi adalah proses pemindahan darah atau komponen darah dari donor

kepada resipien.

Jenis-Jenis Transfusi Darah

Bahan-bahan yang dapat ditranfusikan antara lain:4

a. Darah (whole blood), u unit darah (250-450 ml) dengan antikoagulan

sebanyak 15 ml / 100 cc darah. Dilihat dari masa penyimpanannya maka

whole blood dapat dibagi dua, yaitu:

darah segar (fresh blood) yaitu darah yang disimpan kurang dari 6

jam, masih lengkap mengandung trombosit dan faktor pembekuan.

darah yang disimpan (stored blood): darah yang sudah disimpan

lebih dari 6 jam. Darah dapat disimpan sampai 35 hari tetapi

kandungan trombosit dan sebagian faktor pembekuan sudah

menurun jumlahnya.

Indikasi :

Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma

atau luka bakar.

Pasien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari

25% dari volume darah total.

b. Komponen darah

preparat sel darah merah

o Sel darah merah yang dimampatkan (packed red cell) . Darah

dipekatkan sehingga mencapai hematokrit 70-80 % yang

berarti menghilangkan 125-150 ml plasma dari satu unit nya.

PRC merupakan pilihan untuk anemia kronik karena

volumenya yang lbih kecil dibandingkan dengan whole blood.

Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien

23

Page 24: Laporan Kasus Besar ALL

tanpa menaikkan volume darah secara nyata. Keuntungan

menggunakan PRC dibandingkan dengan darah jenuh adalah:

- Mengurangi kemungkinan penularan penyakit

- Mengurangi kemungkinan reaksi imunologis

- Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga

kemungkinan overload berkurang

- Komponen darah lainnya dapat diberikan pada pasien lain.

Indikasi: :

- Kehilangan darah >20% dan volume darah lebih dari 1000

ml.

- Hemoglobin <8 gr/dl.

- Hemoglobin <10 gr/dl dengan penyakit-penyakit utama :

(misalnya empisema, atau penyakit jantung iskemik)

- Hemoglobin <12 gr/dl dan tergantung pada ventilator.

o Sel darah merah yang dicuci (washed red cell) atau

leucocyte-platelet and plasma poor RBC. Preparat ini

berguna untuk mencegah reaksi tranfusi. Dapat diberikan

pada Autoimmune Hemolytic Anemia dan untuk

mengurangi sensitisasi terhadap antigen leukosit.

Diberikan untuk penderita yang alergi terhadap protein

plasma.

Konsentrat trombosit (platelet concentrate) preparat ini dipakai

untuk mengatasi keadaan trombositopenia berat, misalnya pada

leukemia akut, anemia aplastik, atau ITP.

Indikasi pemberian komponen trombosit ialah :

1. Setiap perdarahan spontan atau suatu operasi besar dengan

jumlah trombositnya kurang dari 50.000/mm3. Misalnya

perdarahan pada trombocytopenic purpura, leukemia, anemia

aplastik, demam berdarah, DIC dan aplasia sumsum tulang

karena pemberian sitostatika terhadap tumor ganas.

2. Splenektomi pada hipersplenisme penderita talasemia maupun

24

Page 25: Laporan Kasus Besar ALL

hipertensi portal juga memerlukan pemberian suspensi

trombosit prabedah.

Konsentrat granulosit (granulocyte concentrate) Dipakai untuk

leukopenia berat dengan netrofil <0,5 x 109/L

Five percent albumin solution = plasma protein fraction: preparat

ini dipakai untuk penggantian volume plasma pada luka bakar,

kedaruratan abdomen, dan trauma jaringan yang luas

Fresh frozen plasma (plasma segar dibekukan): mengandung

plasma dan faktor koagulasi labil (faktor V dan faktor VIII).

Preparat ini dibuat dari donor tunggal sehingga resiko penularan

hepatitis rendah. Efek samping berupa urtikaria, menggigil,

demam, hipervolemia.

Indikasi :

1. Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B)

2. Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat

perdarahan yang mengancam nyawa.

3. Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang

abnormal setelah transfusi massif

4. Pasien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor

pembekuan

Cryoprecipitate: mengandung F VIII (80-100 unit), faktor von

Willebrand, F. XIII, fibronectin dan fibrinogen.

Indikasi :

1. Hemophilia A

2. Perdarahan akibat gangguan faktor koagulasi

3. Penyakit von wilebrand

Lyophylized (freeze dried) factor VIII concentrate: dipakai untuk

terapi Hemofili A. Preparat ini dibuat dari pooled plasma sehingga

ada risiko penularan hepatitis B dan HIV

Lyophylized (freeze dried) factor IX – prothrombin complex

concentrate: dipakai untuk terapi Hemofili B. Mengandung

25

Page 26: Laporan Kasus Besar ALL

prothrombin, F IX, F VII, dan F X

Fibrinogen (Freeze dried) dipakai untuk mengatasi DIC

Immunoglobulin (gamma globuline)

o Immune gamma globulin

o hyperimmune gamma globulin

o Rh immunoglobulin

Indikasi Transfusi Darah

Transfusi darah dapat menyelamatkan penderita jika diberikan dengan tepat,

tetapi juga dapat menimbulkan reaksi tranfusi yang dapat mengakibatkan

kematian. Indikasi transfusi perlu diketahui dengan baik

Indikasi pemberian sel darah merah4

Indikasi Transfusion guidelines

Anemia simptomatik (pusing, takikardi,

takipneu, sianosis

indikasi jelas

Kehilangan darah > 15% volume darah transfusi diindikasikan jika kehilangan

darah terus berlanjut

Anemia hipoproliferatif kronik mungkin memerlukan transfusi

periodik

Penyakit sel sabit Mungkin memerlukan tranfusi selama

krisis atau untuk mencegah krisis

Indikasi pemberian transfusi plasma:4

defisiensi faktor pembekuan

DIC

mengatasi efek warfarin berlebih

koagulopati dilusional

perdarahan pada penyakit hati

TTP

26

Page 27: Laporan Kasus Besar ALL

Prosedur Transfusi Darah

Transfusi darah harus melalui prosedur yang ketat untuk mencegah efek samping

(reaksi transfusi yang dapat timbul. Prosedur tersebut antara lain:4

1. Penentuan Golongan darah ABO dan Rh. Baik donor maupun reipien

harus mempunyai golongan darah yang sama.

2. Pemeriksaan untuk donor terdiri atas

a. Penapisan terhadap antibodi dalam serum donor dengan tes

antiglobulin indirek (tes coomb indirek)

b. tes serologik untuk hepatitis B dan C, HIV, sifilis (VDRL), dan CMV

3. Pemeriksaan untuk resipien terdiri atas

a. Major side crossmatch: serum reisipien diinkubasikan dengan RBC

donor untuk mencari antibodi dalam serum resipien.

b. minor side crossmatch: mencari antibodi dalam serum donor.

4. Pemeriksaan klerikal (identifikasi) yaitu memeriksa dengan teliti dan

mecocokkan label darah resipien dan donor. Reaksi transfusi berat

sebagian besar timbul akibat kesalahan identifikasi (klerikal)

5. Prosedur pemberian darah

a. Hangatkan darah perlahan-lahan

b. Catat nadi, tensi, suhu, dan resipirasi sebelum transfusi

c. Pasang transfusi set

d. Pertama diberi larutan NaCl fisiologik

e. Pada 5 menit pertama pemberian darah, berikan tetesan pelan-pelan

awasi adanya urtikaria, bronkhospasme, rasa tidak nyaman, menggigil,

selanjutnya awasi tensi, nadi, suhu, dan respirasi.

6. Kecepatan transfusi, yaitu:

a. tetesan cepat untuk syok hipovolemik

b. 500 ml/6jam untuk normovolemi

c. tetesan perlahan 500ml/24 jam untuk anemia kronik, penyakit jantung,

dan paru, atau beri diuretika (furosemid) sebelum transfusi

Komplikasi Transfusi

27

Page 28: Laporan Kasus Besar ALL

Komplikasi yang dapat timbul akibat transfusi darah disebut sebagai reaksi

transfusi, berupa:

1. Reaksi segera (immediate reactions)

reaksi hemolitik akibat lisis eritrosit donor oleh antibodi dalam

serum resipien

reaksi febril karena antibodi terhadap leukosit atau trombosit

reaksi sensitivitas paru dan bronkhospasme karena antibodi

terhadap leukosit

reaksi alergik anafilaktoid terhadap suatu antigen protein dalam

plasma

endotoksinemia akibat transfusi memakai darah yang

terkontaminasi kuman gram negatif

edema paru karena volume overload

reaksi keracunan sitrat

reaksi akibat transfusi masif

2. Reaksi lambat (delayed reactions)

reaksi hemolitik lambat

penularan infeksi: hepatitis Bdan C, CMV, malaria, dan sifilis

graft versus host disease

Reaksi Hemolitik Terhadap Transfusi

Reaksi Hemolitik akut terjadi dalam waktu 24 jam dari transfusi . Sebagian besar

reaksi hemolitik terjadi akibat kesalahan identifikasi. Patogenesisnya sebagai

berikut:4

a. terjadi hemolisis intravaskuler masif akibat antibodi IgM/ IgG dengan aktivasi

komplemen, misal antibodi ABO.

b. terjadi hemolisis ekstravaskuler akibat antibodi IgG terhadap faktor rhesus.

Gejala reaksi transfusi :

1. Reaksi Hemolitik Akut

Gejala yang timbul pada reaksi hemolisis akut:

a. Fase syok hemolitik akut, timbul 1-2 jam setelah transfusi, disertai urtikaria,

28

Page 29: Laporan Kasus Besar ALL

nyeri pinggang, flushing, sakit kepala, nyeri dada, sesak nafas, muntah, mengigil,

febris, hipotensi, sampai syok. Dapat terjadi hemoglobinemia, bilirubinemia,

ikterus, atau DIC

b. Fase oliguria: timbul akibat acute tubular necrosis yang dapat menimbulkan

gagal ginjal akut

c. Fase diuresis: timbul setelah rekoveri dari gagal ginjal akut

Tindakan pada reaksi hemolitik akut:

a. Segera hentikan transfusi. Kerusakan berbanding lurus dengan jumlah darah

yang masuk. Ganti infus set.

b. Berikan terapi penanggulangan

c. Ambil contoh darah dari penderita

d. Ambil serum, antara lain:

satu dikirim kembali ke dinas transfusi untuk pemeriksaan ulang golongan

darah dan pemeriksaan serologik

satu lagi dikirim ke laboratorium klinik untuk pemeriksaan bilirubin,

hemoglobinemia, dan methemalbuminemia

e. Serahkan kembali sisa darah ke dinas transfusi untuk pemeriksaan kembali

golongan darah dan serologik

f. Periksa adanya hemoglobinuria

g. Setelah 8-10 jam ambil contoh darah kedua untuk pemeriksaan kembali

bilirubin dan methalbuminemia

2. Reaksi Hemolitik Lambat

Reaksi hemolisis terjadi setelah satu hari sampai beberapa minggu. reaksi ini

timbul karena hemolisis ekstravaskuler dengan penurunan kadar hemoglobin dan

peningkatan bilirubin indirek dalam serum. Reaksi timbul karena adanya antibodi

dalam bentuk IgG yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan pretransfusi. Sering

bersifat silent atau timbul gejala berupa anemia dan ikterus ringan. Lebih sering

tidak memerlukan terapi dan cukup dilakukan observasi saja, kecuali jika terjadi

anemia atau ikterus berat.

3. Reaksi Alergi dan reaksi Febris non-Hemolitik

29

Page 30: Laporan Kasus Besar ALL

Reaksi febris umumnya timbul karena antibodi dalam serum resipien

terhadap leukosit donor oleh karena itu dapat dicegah dengan leukocyte

depletet packed red cell. Reaksi febris memberikan gejalademam yang timbul

segera setelah transfusi berjalan, sering disertai menggigil. reaksi ini harus

dibedakan dengan demam karena bakteriemia akibat pemberian darah yang

terkontaminasi bakteri. Reaksi alergi dapat terjadi dalam bentuk gatal-gatal,

urtikaria, hingga syok anafilaktik.

Syok anafilaktik dijumpai pada reispien yang mengalami defisiensi

IgA akibat sensitisasi tranfusi sebelumnya. Pada transfusi ulangan maka terjadi

reaksi antigen antibodi yang menimbulkan reaksi anafilaksis.

Terapi untuk reaksi febris adalah smptomatik berupa kompres atau

paracetamol. Untuk reaksi alergi dapat diberikan hidrokortison atau

antihistamin. Pada syok anafilaktik segera harus diberikan adrenalin serta

dilakukan tindakan untuk mengatasi syok anafilaktik.

B. Leukemia

30

Page 31: Laporan Kasus Besar ALL

Leukemia ialah keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang

disertai gangguan diferensiasi (maturation arrest) pada berbagai tingkatan sel

hemopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok (clone) sel ganas

tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik2

Sel induk pluripoten

Sel induk limfoid Sel induk myeloid

Prekursor sel B Prekursor sel T Prekursor Prekursor prekursor

granulosit eritoid megakariosit

monosit

Limfosit B Limfosit T

Klasifikasi leukemia2

Akut Kronik1. Acute myeloid leukemia/acute

nonlymphoblastic leukemia (ANLL)

1.Chronic myeloid leukemia2. Chronic lymphocytic leukemia3. Bentuk yang tidak biasa

31

CML

AML (M0)

Common ALL

Pre –B ALLB-ALL

CLL B-ALLMycosis funguidesT-prolympocyticT-CLL

AMLM1-5

Erythroleukemia

Acute Megaka-riocytic

Thy-ALL

Page 32: Laporan Kasus Besar ALL

Klasifikasi FAB1. M0-myeloblastic without

differentiation2. M1-myeloblastic without

maturation3. M2-myeloblastic with

maturation4. M3- acute promyelocytic5. M4-acute myelomonocytic6. M5-monocytic7. M6-erythroleukemia8. M7-acute megakaryocytic

leukemia

a. hairy cell leukemia b. prolymphocytic c. cutaneus cell leukemia d. mycosis funguides

2. Acute lymphoblastic leukemia (ALL)

1. Common – ALL2. Null-ALL3. Thy – ALL4. B- ALLVarian menurut FAB:a. L1b. L2c. L3

3. Sindrom preleukemia/sindrom mielodisplastic

Leukemia akut

Leukemia akut merupakan leukemia dengan perjalanan klinis yang cepat.

Leukemia akut dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi FAB, tetapi dalam

praktik klinik dibagi menjadi 2 golongan besar2

1. Acute lymphoblastic leukemia (ALL)

Secara morfologik, menurut FAB ALL dibagi menjadi tiga yaitu :

1. L1: ALL dengan sel limfoblas kecil-kecil dan merupakan 84% dari

ALL

2. L2: sel lebih besar, inti reguler, kromatin bergumpal, nukleoli

prominen dan sitoplasma agak banyak. Merupakan 14% dari ALL

3. L3: ALL mirip dengan limfoma burkitt, yaitu sitoplasma basofil

dengan banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari ALL

2. Acute myeloid leukemia ( AML) atau acute nonlymphoblastic leukemia

(ANLL)

32

Page 33: Laporan Kasus Besar ALL

Klasifikasi morfologik umumnya dengan FAB yaitu

1. M0: acute myeloid leukemia without differentiation

2. M1: acute myeloid leukemia without maturation

3. M2: acute myeloid leukemia with maturation

4. M3: acute promyelocytic leukemia

5. M4: acute myelomonocytic leukemia

6. M5: acute monocytic leukemia

7. M6: erythroleukemia

8. M7: megakaryocytic leukemia

M1+M2+M3 disebut sebagai acute myeloblastic leukemia yang merupakan 75%

dari seluruh ANLL.

Proses patofisiologi leukemia akut dimulai dari transformasi ganas sel

induk hematologik atau turunannya.Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan

sel leukemia akan mengakibatkan:

1. Penekanan hemopoesis normal sehingga terjadi bone marrow failure

2. Infiltrasi sel leukemia ke dalam organ sehingga menimbulkan

organomegali

3. Katabolisme sel meningkat sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik

Skema patofisilogi timbulnya gejala klinik leukemia akut adalah2

Faktor predisposisiFaktor etiologiFaktor pencetus

33

Page 34: Laporan Kasus Besar ALL

Mutasi somatik sel induk

Proliferasi neoplastik& differentiation arrest

Akumulasi sel muda dalam sumsum tulang

Kaheksia Gagal sumsum tulang

Katabolisme AnemiaKeringat malam hiperkatabolik perdarahan&infeksi Gagal ginjal Asam uratsel leukemia inhibisi homopoesis normal Gout

Infiltrasi ke organ

Tulang Darah RES Tempat ekstra meduler lain

Nyeri sindroma limfadenopati meningitis, lesi kulittulang hiperviskositas hepatomegali pembesaran testis splenomegali

Gejala klinik leukemia akut pada umumnya timbul cepat. Gejala leukemia akut

dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar2,5:

1. Gejala kegagalan sumsum tulang, yaitu:

a. Anemia menimbulkan gejala pucat dan lemah

b. Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksi

rongga mulut, tenggorok, kulit, saluran napas, sepsis sampai syok

septik

c. Trombositopenia menimbulkan easy bruising, perdarahan kulit,

perdarahan mukosa, seperti perdarahan gusi dan epistaksis

2. Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai oleh

a. Kaheksia

b. Keringat malam

c. Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal

34

Page 35: Laporan Kasus Besar ALL

3. Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain

seperti:

a. Nyeri tulang dan nyeri sternum

b. Limfadenopati superfisisal

c. Splenomegali atau hepatomegali, biasanya ringan

d. Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit

e. Sindrom meningeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku

kuduk

4. Gejala lain yang dapat dijumpai adalah:

a. Leukositosis terjadi jika leukosit melebihi 50.000/L.Penderita

dengan leukositosis serebral ditandai oleh sakit kepala, confusion,

dan gangguan visual. Leukositosis pulmoner ditandai oleh sesak

nafas, takipneu, ronkhi dan adanya infiltrat pada foto rontgen

b. Koagulasi dapat berupa DIC atau fibrinolisis primer.

c. Hiperurikemia

d. Sindroma lisis tumor

Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik2:

1. Darah tepi

a. Dijumpai anemia normokromik normositer, anemia sering berat dan

timbul cepat

b. Trombositopenia, sering sangat besar dibawah 10 x 10 6

c. Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun

d. Apusan sel darah tepi: khas menunjukkan adanya sel muda

( mieloblast, promielosit, limfoblast, monoblast, eritroblast, atau

megakariosit) yang melebihi 5% dari sel berinti pada darah tepi.

2. Sumsum tulang

Hiperseluler, hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia

(blast), tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya leukemia gap

( terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang,

tanpa sel antara).sustem hemopoesis normal mngalami depresi.

3. Pemeriksaan immunophenotyping

35

Page 36: Laporan Kasus Besar ALL

Untuk pemeriksaan surface marker guna membedakan jenis leukemia

4. Pemeriksaan sitogenik

Tahap-tahap diagnosis leukemia akut

1. Tentukan adanya leukemia akut

a. Klinis

- Adanya gejala gagal sumsum tulang anemia, perdarahan, dan infeksi,

sering disertai tanda-tanda hiperkatabolik

- Sering dijumpai organomegali: limfadenopati, hepatomegali,

splenomegali

b. Darah tepi dan sumsum tulang

- Blast dalam darah tepi lebih 5%

- Blast dalam sumsum tulang lebih dari 30%

c. Tentukan jenisnya:

- Immunophenotyping

- Pemeriksaan sitogenik

Perbedaan ALL dan AML2

ALL AML1. Morfologi Limfoblast Mieloblast

Kromatin: bergumpal Lebih halusNukleoli: lebih samar, lebih sedikit

Lebih prominen, lebih banyak

Auer rod: negatif PositifSetelah pengiring: limfosit Netrofil

2. Sitokimiaa. Mieloperoksidase - +b. Sudan black - +c. Esterase non spesifik - +d. PAS (kasar) + (monositik)e. Acid phosphatase + (Thy ALL) + (halus)f. Platelet peroxidase - + M73. Enzima. Tdt + -b. Serum lysozime - + (monositik)4. Imunofenotipe

Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu1,2:

1. terapi spesifik : kemoterapi

36

Page 37: Laporan Kasus Besar ALL

a. fase induksi remisi

berupa kemoterapi untuk mencapai remisi, yaitu suatu keadaan

dimana gejala klinis menghilang, disertai blast dalam sumsum tulang

kurang dari 5%. Dalam pemeriksaan morfologi tidak dijupai sel

leukemia dalam sumsum tulang dan darah tepi.

b. Fase postremisi

Suatu fase pengobatan untuk mempertahankan remisi selama mungkin

yang pada akhirnya akan menuju kesembuhan.hal ini dicapai dengan

- kemoterapi lanjutan, terdiri atas :

terapi konsolidasi

terapi pemeliharaan

late intensification

- transplantasi sumsum tulang: merupakan terapi konsolidasi yang

memberikan penyembuhan permanen pada sebagian penderita

yang berusia dibawah 40 tahun

2. terapi suportif : untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik karena

proses leukemia sendiri atau sebagai akibat terapi

a. terapi untuk mengatasi anemia:transfusi PRC untuk mempertahankan

hemoglobin sekitar 9-10 g/dl. Untuk calon transplantasi sumsum

tulang, transfusi darah sebaiknya dihindari

b. terapi untuk mengatasi infeksi

- antibiotik adekuat

- transfusi konsentrat granulosit

- perawatan khusus ( isolasi )

- hemopoietic growth factor

c. terapi untuk mengatasi perdarahan terdiri atas

- transfusi konsentrat trombosit untuk mempertahankan trombosit

minimal 10x 106/ml

- pada M3 diberikan heparin untuk mengatasi DIC

3. Terapi untuk mengatasi hal-hal lain:

37

Page 38: Laporan Kasus Besar ALL

a. Pengelolaan leukositosis: dilakukan dengan hidrasi intravenous dan

leukapharesis. Segera lakukan induksi remisi untuk menurunkan

jumlah leukosit

b. Pengelolaan sindrom lisis tumor : dengan hidrasi yang cukup,

pemberian alopurinol dan alkalinasi urin

Kemoterapi

Kemoterapu untuk ALL yang paling mendasar terdiri dari panduan obat

(regimen)2:

I. Induksi remisi

a. Obat yang dipakai terdiri atas:

- Vincristine (VCR) 1,5 mg/m2/minggu iv

- Prednison (Pred) 6 mg/m2/hari oral

- L asparaginase 10.000U/m2

- Daunorubicin (DNR) 25 mg/m2/minggu-4 minggu

b. Regimen yang dipakai untuk ALL dengan risiko standar terdiri

atas:

- Pred +VCR

- Pred+ VCR + Lasp

c. Regimen untuk ALL dengan risiko tinggi atau ALL pada orang

dewasa

- Pred+VCR+DNR dengan atau tanpa L-asp

2. Terapi postremisi

a. Terapi untuk sanctuary phase (membasmi sel leukemia yang

bersembunyi di SSP dan testis)

i. Triple IT yang terdiri atas intrathecal methotrexate (MTX)

ii. Cranial radiotherapy (CRT)

b. Terapi intensifikasi/konsolidasi: pemberian regimen

noncrossresitant terhadap regimen induksi remisi

c. Terapi pemeliharaan (maintenance): umumnya dipakai 6

mercaptopurine (6 MP) per oral dan MTX tiap minggu.Diberikan

38

Page 39: Laporan Kasus Besar ALL

selama 2-3 tahun dengan diselingi terapi konsolidasi atau

intensifikasi.

Leukemia Mieloid Kronik

Leukemia mieleoid kronik atau chronic myeloid leukemia (CML)

merupakan leukemia kronik, dengan gejala yang timbul perlahan-lahan dan sel

leukemia yang berasal dari transformasi sel induk mieloid.

CML termasuk kelainan klonal ( clonal disorder ) dari pluripotent

stem cell dan tergolong sebagai salah satu kelainan mieloproliferatif.

Fase perjalanan penyakit CML dibagi menjadi 2 fase yaitu2,5:

1. Fase kronik: fase ini berjalan selama 2-5 tahun dan responsif terhadap

kemoterapi

2. Fase akselerasi atau transformasi akut

a. Pada fase ini perangai klinik CML berubah mirip leukemia akut

b. Proporsi sel muda meningkat dan akhirnya masuk dalam ‘blast crisis’

atau krisis blastik

c. Sekitar 2/3 menunjukkan sel blast seri myeloid sedangkan 1/3

menunjukkan seri limfoid

Gejala klinik CML tergantung pada fase yang dijumpai pada penyakit tersebut,

yaitu2,5 :

a. Fase kronik

1. Gejala hiperkatabolik : berat badan menurun, lemah, anoreksia,

berkeringat malam

2. Splenomegali hampir selalu ada, sering masif

3. Hepatomegali lebih jarang atau ringan

4. Gejala gout, gangguan penglihatan dan priapismus

5. Anemia pada fase awal sering hanya ringan

6. Kadang asimtomatik

b. Fase transformasi akut

39

Page 40: Laporan Kasus Besar ALL

1. Perubahan terjadi pelan-pelan dengan prodormal selama 6 bulan,

disebut fase akselerasi.timbul keluhan baru: demam, lelah, nyeri

tulang yang semakin progresif. Respon terhadap kemoterapi menurun,

leukositosis meningkat, trombosit menurun dan akhirnya menjadi

gambaran leukemia akut

2. Tanpa didahului masa prodormal keadaan ini disebut krisis blastik.

Tanpa pengobatan adekuat penderita sering meninggal dalam 1-2

bulan

Kelainan laboratorik yang dapat dijumpai:

1. Darah tepi

- Leukositosis berat

- Apusan darah tepi; yang paling menonjol segmen netrofil dan

mielosit

- Anemia mula-mula ringan jadi progresif pada fase lanjut bersifat

normokromik normositer

- Trombosit bis ameningkat, normal, atau menurun.

- Fosfatase alkali netrofil selalu rendah

2. Sumsum tulang : hiperseluler dengan sistem granulosit dominan

3. Sitogenik: Ph1 kromosome pada 95% kasus

4. Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat

5. Pemeriksaan PCR dapat mendeteksi adanya chimeric protein ber-abl pada

99% kasus

6. Kadar asam urat serum meningkat

Tanda-tanda transformasi akut ditandai oleh:

1. Demam yang tidak jelas penyebabnya

2. Respon penurunan leukosit terhadap kemoterapi yang sebelumnya baik

jadi tidak adekuat

3. Splenomegali membesar yang sebelumnya sudah mengecil

4. Blast dalam sumsum tulang >10%

Diagnosis CML dalam fase akselerasi menurut WHO adalah

Blast 10%-19% dari WBC darah tepi

40

Page 41: Laporan Kasus Besar ALL

1. Basofil darah tepi ≥ 20%

2. Trombositopenia persisten (<100x109/L)yang tidak dihubungkan dengan

terapi, atau trombositosis (>1000x109/L) yng tidak responsif pada terapi

3. Peningkatan ukuran lien atau WBC yang tidak responsif pada terapi

4. Bukti sitogenik adanya evolusi klonal

Diagnosis CML fase krisis blastik menurut WHO adalah

1. Blast ≥ 20% dari darah putih pada darah perifer atau sel sumsum tulang

berinti

2. Profilerasi blast ekstrameduler

3. Fokus besar atau cluster sel blast dalam biopsi sumsum tulang

Terapi CML tergantung pada dari fase penyakit, yaitu: 1. Fase kronik

Obat pilihan:

a. Busulphan, dosis: 0,1 – 0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap

minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya.

Obat dihentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit

naik menjadi 50.000/mm3. Efek samping dapat berupa aplasia sumsum

tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut.

b. Hydroxiurea, memerlukan pengaturan dosis lebih sering, tetapi efek

samping minimal. Dosis mulai dititrasi dari 500 mg sampai 2000 mg.

Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-

15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit dan bahaya keganasan sekunder

hampir tidak ada.

c. Interferon α biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh

hidroksiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat memberikan remisi

hematologik pada 80% kasus, tetapi remisi sitogenetik hanya tercapai

pada 5 – 10% kasus.

2. Fase akselerasi

Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.

3.Transplantasi sumsum tulang

41

Page 42: Laporan Kasus Besar ALL

Memberikan harapan penyembuhan jangka panjang terutama untuk

penderita yang berumur kurang dari 40 tahun. Sekarang yang umum

diberikan adalah allogenic peripheral blood stem cell transplantation.

Modus terapi ini merupakan satu-satunya yang dapat memberikan

kesembuhan total.

4. Sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi

molekuler (targeted therapy). Suatu obat baru imatinib mesylate

(Gleevec) dapat menduduki ATP-binding site of abl oncogen sehingga

dapat menekan aktivitas tyrosine kinase sehingga menekan proliferasi

seri mieloid.

4.

42

Page 43: Laporan Kasus Besar ALL

BAB III

PEMBAHASAN

1 bulan yang lalu pasien merasa lemas pada seluruh tubuh.

Lemas dirasakan semakin memberat dan terus menerus sehingga

membuat pasien sulit beraktivitas. Lemas berkurang bila pasien istirahat.

Lemas disertai dengan pandangan berkunang (+), gusi berdarah (+), mual

(+), muntah (+) setiap kali makan, lebam pada tangan dan kaki (+)

semakin lama bertambah banyak, penurunan berat badan (+).

Pasien memiliki riwayat transfusi berulang (+) di RSUD tegal,

pada rawat inap pertama pasien ditransfusi 6 kantung darah merah dan 6

kantung darah kuning, pada rawat inap kedua pasien ditransfusi 4 kantung

darah kuning. Pasien memiliki riwayat menorrhagia (+) 1 bulan yang lalu,

ganti hingga pembalut > 8x sehari.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan ekhimosis pada ekstremitas

superior dan inferior, pada pemeriksaan abdomen ditemukan lien

membesar 4 cm dibawah arcus costae (schuffner II) dengan tepi tumpul,

konsistensi kenyal, nyeri tekan (-), permukaan rata, incisura lienalis (-).

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan anemia normositik

normokrom dengan hemoglobin 6,19 gr/dl, trombositopenia 7,0

ribu/mmk, dan leukositosis 25,7 ribu/mmk. Pada gambaran darah tepi

leukosit didapatkan limfositosis (+), atypical mononuclear cell 7% dan

blast 1 %.

Dari temuan temuan yang didapat dari anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka dibuat diagnosis kerja anemia

normositik normokromik, leukositosis dengan splenomegali dan

gambaran darah tepi blast 1%.

Untuk menegakkan diagnosis dari gejala anemia normositik

normokromik, leukositosis dengan splenomegali dan gambaran darah tepi

blast 1% dilakukan pemeriksaan BMP ( Bone marrow puncture) pada

tanggal 23 maret 2015 dengan hasil sumsum tulang hiperseluler,

43

Page 44: Laporan Kasus Besar ALL

peningkatan aktivitas seri limfosit dengan limfoblast 42% ukuran kecil-

kecil monoton memberikan kesan sesuai gambaran ALL L1.

Terapi spesifik yang akan dilakukan untuk acute limfoblastic

leukemia (ALL) adalah kemoterapi, dimana pada pasien ini dipilih

protokol hyper CVAD (Hyperfractionated cyclophosphamide, vincristine,

doxorubicin & dexamethason).

Selain itu, juga diberikan terapi suportif yaitu transfusi Packed

Red Cell (PRC) untuk mengatasi kondisi anemia pasien, dengan estimasi

1 kantong PRC dapat menaikkan Hb sejumlah 1 gr%, dengan target Hb

post tranfusi: 10 gr%. Pada tanggal 2 April 2015 didapatkan Hb post

transfusi 12,2 gr% dan secara klinis pasien merasakan lemas membaik

setelah mendapatkan transfusi darah.

Untuk indikasi anemia PRC memiliki keunggulan dari whole

blood karena memiliki volume yang lebih kecil sehingga tidak

membebani preload jantung dan memiliki jumlah komponen plasma yang

lebih kecil sehingga lebih meminimalisir reaksi transfusi karena jumlah

antibodi pada plasma yang lebih sedikit.

Pasien juga diberikan terapi transfusi Trombosit Concentrate (TC)

untuk mengatasi trombositopenia berat, dengan estimasi 1 kantung TC

dapat menaikkan trombosit sejumlah 10 ribu/mmk dengan target

trombosit post transfusi 80 ribu/mmk. Pada tanggal 2 April 2015

didapatkan trombosit post transfusi masih menurun yaitu 15,9 ribu /mmk,

masih tampak tanda perdarahan yaitu ekhimosis pada tangan dan kaki

pasien.

44

Page 45: Laporan Kasus Besar ALL

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu

penyakit dalam Jilid II.Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2009:1112-1275.

2. Bakta IM Prof.Hematologi Klinik.Jakarta:EGC.2006

3. Warsono B, Sugianto, Ashariati A, Sedana MP, Ugroseno.Naskah Lengkap

Hematologi Onkologi Medik Update-III.Surabay:HOM.2006

4. Blood transfusion safety [internet]. World health organization; 2014 [cited

2015 jan 28]. Available from:

http://www.who.int/bloodsafety/en/Blood_Transfusion_Safety.pdf

5. Supandiman I, Sumantri R, Fadjari TH, Fianza PI, Oedihan A.Pedoman

Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi Medik 2003.Bandung:Q-

communication.2003

6. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Diktat

Pegangan Kuliah Patologi Klinik I Jilid II. Semarang : Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro.2009

45