Laporan Kanal Modul 2

33
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Bumi ini terdapat banyak sekali unsur-unsur senyawa kimia. Unsur-unsur tersebut berada di setiap bagian yang ada di bumi seperti di udara, darat, dan laut. Namun fokus kali ini akan dilakukan pada daerah perairan. Seperti yang diketahui bahwa terdapat unsur dalam bentuk zat hara yang merupakan zat-zat yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap proses dan perkembangan hidup organisme seperti fitoplankton, terutama zat hara nitrat dan fosfat. Kedua zat hara ini berperan penting terhadap sel jaringan jasad hidup organisme serta dalam proses fotosintesis. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tergantung pada kandungan zat hara di perairan antara lain nitrat dan fosfat. Karena fitoplanton menjadi salah satu parameter biologi yang erat hubungannya dengan fosfat. Dalam melakukan analisa dalam membuktikan kandungan fosfat dari suatu perairan dibutuhkan sampel air yang akan dianalisa, hal ini perlu dilakukan karena berfungsi dalam mengontrol kualitas suatu perairan. Karena dari hasil yang didapat nanti dapat ditentukan konsentrasi fosfat apakah sudah melebihi batas kewajaran atau tidak. Karena fosfat juga mempunyai efek tidak bagus jika berlebihan diantaranya dapat menimbulkan blooming algae. Selain itu dapat juga diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi fosfat di suatu perairan dengan begitu dapat dilakukan pencegahan jika kandungan fosfat akan melebihi batas kewajaran.

description

Laporan Kanal Modul 2

Transcript of Laporan Kanal Modul 2

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Di Bumi ini terdapat banyak sekali unsur-unsur senyawa kimia. Unsur-unsur tersebut berada di setiap bagian yang ada di bumi seperti di udara, darat, dan laut. Namun fokus kali ini akan dilakukan pada daerah perairan. Seperti yang diketahui bahwa terdapat unsur dalam bentuk zat hara yang merupakan zat-zat yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap proses dan perkembangan hidup organisme seperti fitoplankton, terutama zat hara nitrat dan fosfat. Kedua zat hara ini berperan penting terhadap sel jaringan jasad hidup organisme serta dalam proses fotosintesis. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tergantung pada kandungan zat hara di perairan antara lain nitrat dan fosfat. Karena fitoplanton menjadi salah satu parameter biologi yang erat hubungannya dengan fosfat.

Dalam melakukan analisa dalam membuktikan kandungan fosfat dari suatu perairan dibutuhkan sampel air yang akan dianalisa, hal ini perlu dilakukan karena berfungsi dalam mengontrol kualitas suatu perairan. Karena dari hasil yang didapat nanti dapat ditentukan konsentrasi fosfat apakah sudah melebihi batas kewajaran atau tidak. Karena fosfat juga mempunyai efek tidak bagus jika berlebihan diantaranya dapat menimbulkan blooming algae. Selain itu dapat juga diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi fosfat di suatu perairan dengan begitu dapat dilakukan pencegahan jika kandungan fosfat akan melebihi batas kewajaran.1.2 Tujuan

1. Mahasiswa diharapkan dapat membuat larutan yang dibutuhkan dalam analisa fosfat.2. Mahasiswa diharapkan mampu menganalisa kandungankandungan fosfat inorganik terlarut dalam sampel air dengan menggunakan spektrofotometer.1.3 Lokasi dan Waktu penelitianHari / Tanggal: Sabtu, 19 Oktober 2013

Waktu

: 08.00 11.00 WIB

Tempat

: Laboratorium Kimia (Gedung E) Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Tembalang, Semarang.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Nitrat2.1.1 FosfatFosfat merupakan unsur yang penting dalam daur organik suatu perairan karena bersama-sama dengan karbon melalui proses fotosintesis membentuk jaringan tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan bagi hewan dan akan menghasilkan zat organik jika organisme tersebut mengalami kematian. Bahan mentah untuk memulai daur organik dihasilkan setelah mereka mengalami proses pembusukan dan daur organik (Romimohtarto dan Juwana, 2001).

Fosfat merupakan salah satu unsur esensial bagi metabolisme dan pembentukan protein, fosfat yang diserap oleh jasad hidup nabati perairan (makro maupun makrofita) adalah fosfat dalam bentuk orto-fosfat yang larut dalam air. Orto-fosfat dalam jumlah yang kecil, yang merupakan faktor pembatas bagi produktivitas perairan (Hatchinsons, 1967).

Menurut Hutagalong dan Rozak (1997), fosfat yang terkandung dalam air laut baik bentuk terlarut maupun tersupsensi keduanya berada dalam bentuk anorganik dan organik. Bentuk senyawa anorganik terutama terdiri atas gula fosfat dan hasilnya-hasil oksidasi, nucleoprotein dan fosforprotein. Senyawa fosfat organik yang terkandung dalam air laut umumnya berbentuk ion (ortro) asam fosfat, H3PO4. Kira-kira 10% dari fosfat anorganik, terdapat sebagai ion PO43- dan sebagai besar kira-kira 90% dalam bentuk HPO42-. Zat hara merupakan zat-zat yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap proses dan perkembangan hidup organisme seperti fitoplankton, terutama zat hara nitrat dan fosfat. Kedua zat hara ini berperan penting terhadap sel jaringan jasad hidup organisme serta dalam proses fotosintesis. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tergantung pada kandungan zat hara di perairan antara lain nitrat dan fosfat. Fosfat dalam bentuk ortofosfat merupakan salah satu unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme. Keberadaan siklus P (fosfor) di alam sangat singkat dan mudah mengendap dalam sedimen dan dalam bentuk organik yang berada pada mikroorganisme. Bentuk unsur P di perairan selalu berubah karena aktivitas mikroba dalam proses dekomposisi/penguraian (Abreu et al. 1992).Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan (Dugan, 1972). Fosfat terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terfiltrasi dalam air tanah dan akhirnya masuk ke dalam sistem perairan terbuka. Selain itu juga dapat berasal dari atmosfer bersama air hujan masuk ke sistem perairan (Barus, 2004). Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang baku mutu air kelas III kadar fosfat 1 mg/L. Kadar fosfat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan perairan mengalami keadaan eutrofikasi sehingga menjadi blooming dari salah satu jenis fitoplankton yang mengeluarkan toksin. Kondisi seperti itu bisa merugikan hasil kegiatan perikanan pada daerah perairan (Wibisono, 2005. Hlm :66).

Kadar fosfat di lapisan permukaan laut tersubur di dunia mendekati 0,6 g/l dan kadar fosfat di laut normal 0,01-1,68 g.at/l dan antar 0,01-4 g.at/l (Sutamihardja, 1987). Di perairan laut dalam, kandungan fosfat di lapisan permukaan dapat mencapai 0,01 g.at/l dan di lapisan yang lebih dalam dapat mencapai 3,0 g.at/l. Kadar fosfat yang tinggi pada permukaan umumnya dijumpai di perairan di mana terjadi kenaikan massa air. Perubahan kandungan fosfat di laut dapat dijadikan sebagai indikator dari pergerakan massa air dan indek pertumbuhan tanaman dan produktivitas (Amstrong 1969 dalam Artawan, 1992).

Kandungan fosfat umumnya semakin menurun semakin jauh ke arah laut (off shore). Di perairan pesisir dan paparan benua, sungai sebagai pembawa hanyutan-hanyutan sampah maupun sumber fosfat daratan lainnya akan mengakibatkan konsentrasi di muara lebih besar dari sekitarnya. Secara umum kandungan fosfat di lapisan dasar adalah lebih tinggi dibandingkan di lapisan permukaan, di mana rata-rata kandungan fosfat di permukaan adalah sebesar 0,11 g-at P/L, sedangkan ratarata di lapisan dasar sebesar 0,14 g-at P/L. Seperti halnya pada nitrat, tingginya kandungan fosfat di dasar perairan karena dasar perairan umumnya kaya akan zat hara, baik yang berasal dari dekomposisi sedimen maupun senyawa-senyawa organik (Ulqodry et al, 2010).

Hutagalung dan Rozak (1997) mengatakan bahwa kosentrasi fosfat di perairan akan berkurang seiring dengan tingginya pengambilan fosfat untuk sintesa bahan organik melalui proses fotosintesis. Boyd (1989) menambahkan kosentrasi orto-fosfat di dalam air dapat berkurang karena penyerapan oleh fitoplankton, lamun dan bakteri.

Fosforus diperairan umumnya ditemukan dalam bentuk fosfat. Jumlah fosfat di perairan harusnya rendah, tetapi pada kenyatannya konsentrasi fosfat meningkat dikarenakan kegiatan manusia seperti kegiatan rumah tangga, pemupukan, dan penanggulangan limbah. Peningkatan konsentrasi fosfat terus-menerus dapat menyebabkan ternjadinya eutrofikasi, batas konsentrasi fosfor dalam perairan adalah 10-30 mg/L (Corbitt, 1999).

Senyawaan fosfat dibagi menjadi dua jenis yaitu fosfat anorganik dan fosfat organik. Fosfat anorganik adalah fosfat yang tidak bergabung dengan material organik. Terdapat dua macam fosfat anorganik dalam perairan yaitu ortofosfat dan polfosfat. Ortofosfat merupakan fosfor yang reaktif, stabil, dan diperlukan oleh tanaman. Ortofosfat dihasilkan secara alami, selain itu ortofosfat digunakan dalam bentuk pupuk untuk keperluan pertanian. Polifosfat yang dikenal sebagai metafosfat merupakan agen pengkompleks yang kuat untuk beberapa ion logam. Polifosfat digunakan dalam penanganan air ketel dan dalam detergen, bentuk fosfat ini tidak stabil dan berubah bentuk menjadi ortofosfat. Fosfat organik adalah fosfat yang terikat pada jaringan tumbuhan atau jaringan hewan. Fosfat organik dibentuk terutama dari proses biologi, fosfat organik dikontribusikan sebagai kotoran akibat kumpulan limbah dan sisa makanan dan dapat terbentuk oleh ortofosfat dalam proses perlakuan secara biologi atau dengan penerimaan air biota. Fosfat organik dapat terjadi sebagai akibat dari gangguan pestisida organik yang mengandung fosfat (Murphy, 2003).

Terdapat beberapa bentuk fosforus yang dapat diukur. Fosforus total adalah pengukuran pada seluruh bentuk fosforus terlarut atau partikulat yang ditemukan pada sampel. Fosforus terlarut adalah pengukuran ortofosfat, fraksi yang dapat disaring (terlarut inorganik) dari fosforus, bentuk langsung yang dapat diambil oleh sel tumbuhan. Beberapa metode standar yang digunakan untuk penetuan fosfat adalah berdasarkan pembentukan warna serta dilakukan pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer. Terdapat beberapa macam metode standar untuk penentuan fosfat, yaitu metode kolorimeter asam vanamolibdofosforat, metode stanus klorida, dan metode asam askorbat. Prinsip dari ketiga metode adalah pembentukan warna yang terjadi pada fosfat dengan pereaksi. Metode penentuan fosfat sudah banyak dikembangkan baik dari segi metode ataupun alat yang digunakan, contohnyha dengan metode elektrokimia ataupun dengan kromatografi. Sementara itu unutk metode klasik seperti kolorimeter terus dikembangkan saat ini, mencakup pada masalah kestabilan senyawa kompleks fosformolibdat. Metode lain yang juga telah dikembangkan baik secara konvesional maupun modern adalah metode kromatografi dan metode elektrokimia. Metode kromatografi dilaporkan telah dilakukan dengan kromatografi lapis tipis maupun kromatografi pemikat ion. Dengan menggunakan penjerap yang tepat fosfat dapat dipisahkan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (Seiler, 1969).

Fosfat alam (rock phosphate) adalah nama umum yang digunakan untuk beberapa jenis batuan yang mengandung mineral fosfat dalam jumlah yang cukup signifikan, atau nama mineral yang mengandung ion fosfat dalam struktur kimianya. Banyak jenis batuan mempunyai komponen yang mengandung fosfat, akan tetapi batuan yang mengandung sejumlah fosfat yang mempunyai nilai ekonomi sebagai bahan tambang atau bijih tambang tidak banyak dijumpai (Kasno et al, 2012).

Definisi fosfat alam menurut American Geological Institute adalah batuan sedimen yang tersusun terutama oleh mineral fosfat (Gary at al., 1974). Berdasarkan pada komposisi mineralnya batuan sedimen fosfat dapat dibedakan atas fosfat-Ca, fosfat Ca-Al-Fe dan fosfat Fe-Al (McClellan dan Gremillon, 1980). Ketiga jenis fosfat tersebut dapat merupakan suatu sekuen pelapukan dengan fosfat Fe-Al adalah yang paling lapuk. Berdasarkan proses-proses pembentukannya fosfat alam dapat dibedakan atas tiga:

Fosfat primer terbentuk dari pembekuan magma alkali yang mengandung mineral fosfat apatit, terutama fluor apatit {Ca5(PO4)3F}. Apatit dapat dibedakan atas Chlorapatite 3Ca3(PO4)2CaCl2 dan Flour apatite 3Ca3(PO4)2CaF2.

Fosfat sedimenter (marin), merupakan endapan fosfat sedimen yang terendapkan di laut dalam, pada lingkungan alkali dan lingkungan yang tenang. Fosfat alam terbentuk di laut dalam bentuk calcium phosphate yang disebut phosphorit. Bahan endapan ini dapat diketemukan dalam endapan yang berlapis-lapishingga ribuan milpersegi. Elemen P berasal dari pelarutan batuan, sebagian P diserap oleh tanaman dan

sebagian lagi terbawa oleh aliran ke laut dalam.

Fosfat guano, merupakan hasil akumulasi sekresi burung pemakan ikan dan kelelawar yang terlarut dan bereaksi dengan batu gamping akibat pengaruh air hujan dan air tanah.

Fosfor merupakan salah satu unsur hara (nutrisi) yang dibutuhkan oleh organisme perairan (Nybakken, 1985). Fosfor di alam tidak dijumpai dalam keadaan bebas, akan tetapi berada dalam bentuk terikat dengan unsur lain membentuk senyawa. Di laut fosfor dijumpai dalam keadaan terlarut dan tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Fosfor terlarut hampir semuanya ditentukan oleh persentase ion-ion ortofosfat yaitu H2PO4 (-), HPO4 (-), dan PO4 (-3) (Alert et al, 1984).Fosfor (P) termasuk unsur hara makro yang sangat penting untuk pertumbuhan

tanaman, namun kandungannya di dalam tanaman lebih rendah dibanding nitrogen (N),

kalium (K), dan kalsium (Ca). Tanaman menyerap P dari tanah dalam bentuk ion fosfat,

terutama H2PO4- dan HPO42- yang terdapat dalam larutan tanah. Ion H2PO4- lebih banyak dijumpai pada tanah yang lebih masam, sedangkan pada pH yang lebih tinggi (lebih besar dari 7) bentuk HPO42- lebih dominan. Disamping ion-ion tersebut, tanaman dapat menyerap P dalam bentuk asam nukleat, fitin dan fosfohumat (Havlin et al., 1999).

2.1.2 Sumber FosfatSumber fosfat diperairan laut pada wilayah pesisir dan paparan benua adalah sungai. Karena sungai membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat daratan lainnya, sehingga sumber fosfat dimuara sungai lebih besar dari sekitarnya. Keberadaan fosfat didalam air akan terurai menjadi senyawa ionisasi, antara lain dalam bentuk ion H2PO4-, HPO42-, PO43-. Fosfat diabsorpsi oleh fitoplankton dan seterusnya masuk kedalam rantai makanan. Senyawa fosfat dalam perairan berasal daari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan tumbuhan, dan dari laut sendiri. Peningkatan kadar fosfat dalam air laut, akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi (blooming) fitoplankton yang akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan secara massal. Batas optimum fosfat untuk pertumbuhan plankton adalah 0,27 5,51 mg/liter (Hutagalung et al, 1997).

Senyawa nitrat dan fosfat secara alamiah berasal dari perairan itu sendiri melalui proses-proses penguraian pelapukan ataupun dekomposisi tumbuh-tumbuhan, sisa-sisa organism mati dan buangan limbah baik limbah daratan seperti domestik, industri, pertanian, dan limbah peternakan ataupun sisa pakan yang dengan adanya bakteri terurai menjadi zat hara (Ulqodry et al, 2010).

Sumber fosfat di perairan pesisir dan paparan benua adalah sungai, karena sungai membawa hanyutan-hanyutan sampah maupun sumber fosfat lainnya dari darat. Disamping itu dapat pula berasal dari hutan bakau dan lamun melalui dekomposisi searah. Di laut dalam, sumber fosfat adalah batu-batuan dan endapan-endapan atau sedimen yang terbentuk pada tahun geologi masa lalu yang secara berangsur-angsur mengalami pengkikisan dan melepaskan fosfat ke perairan. Dengan demikian sedimen berperan utama dalam menyediakan fosfor di banyak perairan (Connel et al, 1995).

Menurut Raymont (1963) yang menyatakan bahwa daerah lintang menegah dan tropis kadar fosfat akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Kadar fosfat yang tinggi pada kedalaman tertentu dapat berasal dari penguraian senyawa-senyawa organik (hewan, tumbuhan, dsb). Pengadukan dari lapisan-lapisan yang lebih dalam yang kaya akan fosfat, sedang pada lapisan dekat dasar dapat berasal dari peluruhan sedimen di dasar perairan. Adanya kadar fosfat yang tinggi, khususnya pada lapisan permukaan akibat belum dimanfaatkan oleh fitoplankton. Hubungan antara kepadatan fitoplankton pernah diungkapkan pakar-pakar kelautan sebelumnya.Menurut Chaniago (1994) sumber utama fosfat terlarut dalam perairan adalah hasil pelapukan, mineral yang mengandung fosfor serta bahan organik seperti hancuran tumbuh-tumbuhan. Fosfat yang terdapat dalam air laut berasal dari hasil dekomposisi organisme, run-off dari daratan (erosi tanah), hancuran dari bahan-bahan organik dan mineral fosfat serta masukan limbah domestik yang mengandung fosfat. Kematian biota, lamun dan mikroorganisme lainnya memberikan masukan kuantitas nutrient dimana fosfor organik dalam jaringannya secara cepat berubah menjadi fosfat melalui enzim fosfatase. Senyawa nitrat dan fosfat secara alamiah berasal dari perairan itu sendiri melalui proses-proses penguraian pelapukan ataupun dekomposisi tumbuhtumbuhan, sisa-sisa organism mati dan buangan limbah baik limbah daratan seperti domestik, industri, pertanian, dan limbah peternakan ataupun sisa pakan yang dengan adanya bakteri terurai menjadi zat hara.

Kandungan fosfat dan nitrat di suatu daerah estuari selain berasal dari perairan itu sendir juga tergantung kepada keadaan sekelilingnya antara lain, sumbangan dari daratan melalui sungai yang bermuara keperairan tersebut, juga tergantung kepada hutan mangrove yang serasahnya membusuk, karena adanya bakteri terurai menjadi zat hara fosfat dan nitrat (Wattayakorn, 1988).2.1.3 Peranan Fosfat di Perairan LautZat hara merupakan zat-zat yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap proses dan perkembangan hidup organisme seperti fitoplankton, terutama zat hara nitrat dan fosfat. Kedua zat hara ini berperan penting terhadap sel jaringan jasad hidup organisme serta dalam proses fotosintesis. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tergantung pada kandungan zat hara di perairan antara lain nitrat dan fosfat (Ulqodry et al, 2010).Pengkayaan zat hara di lingkungan perairan memiliki dampak positif, namun pada tingkatan tertentu juga dapat menimbulkan dampak negatif. Dampak positifnya adalah adanya peningkatan produksi fitoplankton dan total produksi ikan (Jones-Lee & Lee, 2005; Gypens et al., 2009) sedangkandampak negatifnya adalah terjadinya penurunan kandungan oksigen di perairan, penurunan biodiversitas dan terkadang memperbesar potensi muncul dan berkembangnya jenis fitoplankton berbahaya yang lebih umum dikenal dengan istilah Harmful Algal Blooms atau HABs (Howart et al., 2000; Gypens et al., 2009).Zat hara yang umum menjadi fokus perhatian di lingkungan perairan adalah fosfor dan nitrogen. Kedua unsur ini memiliki peran vital bagi pertumbuhan fitoplankton atau alga yang biasa digunakan sebagai indikator kualitas air dan tingkat kesuburan suatu perairan (Howart et al., 2000; Fachrul et al., 2005). Di dalam alga, perbandingan nitrogen dan fosfor mendekati rasio Redfield sebesar 16:1 (basis atom) atau 7,5:1 (basis massa) (Vaulot, 2001; Jones-Lee dan Lee, 2005). Selain fosfor dan nitrogen, unsur lain yang juga cukup mendapat perhatian adalah silikon. Silikon terlarut merupakan unsur hara yang penting bagi produktivitas primer (Papush & Danielsson, 2006). Silikon juga merupakan unsur hara yang berperan sebagai regulator bagi kompetisi fitoplankton, di mana diatom selalu mendominasi populasi fitoplankton pada konsentrasi silikat yang tinggi (Egge dan Aksnes,1992).

Nitrogen dan fosfor di dalam sistem perairan ada dalam berbagai bentuk, namun hanya beberapa saja yang dapat dimanfaatkan oleh alga dan tumbuhan air. Untuk nitrogen, beberapa yang dapat dimanfaatkan adalah nitrit dan nitrat, sementara untuk fosfor berupa senyawa orto fosfat (Jones-Lee & Lee, 2005).

Pertumbuhan lamun dibatasi oleh suplai nutrien antara lain partikulat nitrogen dan fosfat yang berfungsi sebagai energi untuk melangsungkan fotosintesis. Spesies lamun yang sama dapat tumbuh pada habitat yang berbeda dengan menunjukan bentuk pertumbuhan yang berbeda dan kelompok-kelompok spesies lamun membentuk zonasi tegakan yang jelas (Kiswara, 1992).Hutagalung dan Rozak (1997) mengatakan bahwa kosentrasi fosfat di perairan akan berkurang seiring dengan tingginya pengambilan fosfat untuk sintesa bahan organik melalui proses fotosintesis. Boyd (1989) menambahkan kosentrasi orto-fosfat di dalam air dapat berkurang karena penyerapan oleh fitoplankton, lamun dan bakteri.

Konsentrasi nitrat di lapisan permukaan yang lebih rendah dibandingkan di lapisan dekat dasar disebabkan karena nitrat di lapisan permukaan lebih banyak dimanfaatkan atau dikonsumsi oleh fitoplankton. Selain itu, konsentrasi nitrat yang sedikit lebih tinggi di dekat dasar perairan juga dipengaruhi oleh sedimen. Di dalam sedimen nitrat diproduksi dari biodegradasi bahan-bahan organik menjadi ammonia yang selanjutnya dioksidasi menjadi nitrat (Seitzinger,1988).

Keberadaan senyawa fosfat dalam air sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem perairan. Bila kadar fosfat dalam air rendah (< 0,01 mg P/L), pertumbuhan ganggang akan terhalang, kedaan ini dinamakan oligotrop. Sebaliknya bila kadar fosfat dalam air tinggi, pertumbuhan tanaman dan ganggang tidak terbatas lagi (kedaaan eutrop), sehingga dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut air. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi kelestrian ekosistem perairan. Kadar fosfat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan perairan mengalami keadaan eutrofikasi sehingga menjadi blooming dari salah satu jenis fitoplankton yang mengeluarkan toksin. Kondisi seperti itu bisa merugikan hasil kegiatan perikanan pada daerah perairan (Wibisono, 2005. Hlm :66).Fosfat dalam air laut berbentuk ion fosfat. Ion fosfat dibutuhkan pada proses fotosintesis dan proses lainnya dalam tumbuhan (bentuk ATP dan Nukleotid koenzim). Penyerapan dari fosfat dapat berlangsung terus walaupun dalam keadaan gelap. Ortofosfat (H3PO4) adalah bentuk fosfat anorganik yang paling banyak terdapat dalam siklus fosfat. Distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di air laut dipengaruhi oleh proses biologi dan fisik. Dipermukaan air, fosfat di angkut oleh fitoplankton sejak proses fotosintesis. Konsentrasi fosfat di atas 0,3 m akan menyebabkan kecepatan pertumbuhan pada banyak spesies fitoplankton. Untuk konsentrasi dibawah 0,3 m ada bagian sel yang cocok menghalangi dan sel fosfat kurang diproduksi. Mungkin hal ini tidak akan terjadi di laut sejak NO3selalu habis sebelum PO4jatuh ke tingkat yang kritis. Pada musimpanas, permukaan air mendekati 50% seperti organik-P. Di laut dalam kebanyakan P berbentuk inorganik. Di musim dingin hampir semua P adalah inorganik. Variasi di perairan pantai terjadi karena prosesupwellingdan kelimpahan fitoplankton. Pencampuran yang terjadi dipermukaanpadamusim dingin dapat disebabkan oleh bentuk linear di air dangkal. Setelah musim dingin dan musim panas kelimpahan fosfat akan sangat berkurang (Anonim, 2010).Sulaeman (2005), mengemukakan pembagian tipe perairan berdasarkan kandungan fosfat di perairan sebagai berikut :

Tabel 1. penggolongan kesuburan perairan berdasarkan kandungan fosfatnya

NoKandungan FosfatTingkat Kesuburan

121 ppmKesuburan sangat baik

Salah satu unsur penting sebagai makro nutrien adalah fosfor. Studi mengenai transformasi, pertukaran dan dinamika dari unsur fosfor diketahui sangat penting dalam membicarakan persediaan untuk keperluan organisme yang hidup di laut. Sumber utama unsur fosfor di laut berasal dari endapan terestrial yang mengalami erosi dan pupuk pertanian yang dibawah oleh aliran sungai. Disamping hal tersebut fosfor dalam lingkungan laut juga mengalami siklus yang meliputi interaksi antara suatu organisme dengan organisme yang lain dan antara organisme dengan lingkungannya. Siklus fosfor mempertahankan fosfor bagi organisme. Hal ini penting pada lingkungan laut yang jauh dari daerah pantai, karena tidak adanya sumber utama fosfor yang di bawa oleh aliran sungai (Horax, 1998).

Gambar 1. Siklus Fosfat di Laut (Millero dan Sohn, 1992).

Siklus fosfor juga dapat terjadi dalam sedimen laut. Hal ini menyebabkan banyak mikro organisme dapat hidup dalam sedimen, seperti mikrobentos (bakteri dan fungi, protozoa flagellate, amoeba, Alga flamenthous), meiobentos (foraminifera, jenis-jenis crustaceae dan organisme-organisme kecil lainnya), dan makrobentos (binatang dengan ukuran lebih besar dari 500 mikron). Siklus ini menjadi lebih penting terutama pada lapisan sedimen yang jauh dari permukaan laut karena lapisan sedimen tersebut tidak mendapat masukan unsur fosfor dari fosfor partikulat yang terdapat dalam kolom air. Dengan adanya siklus fosfor maka keberadaan unsur fosfor dapat dipertahankan sehingga dapat diambil oleh mikroorganisme sebagai mikronutrien untuk kelangsungan hidupnya. Fosfat dengan mudah di hidrolisis dari senyawa organik yaitu pada pH alkalis dari air laut atau oleh enzim fosfalase yang merupakan enzim hidrolitik yang terdapat pada bakteri dan pada permukaan beberapa jenis fitoplankton terutama pada lingkungan yang rendah fosfat anorganiknya. Fraksi lain dari fosfat terlarut yang sebagian berbentuk koloid terdiri dari ester fosfat organik yang berasal dari organisme hidup. Fraksi ini disamping merupakan hasil ekskresi organisme, juga terbentuk dari hasil autolisis organisme yang mati (Horax, 1998).Di alam, fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah). Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh dekomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk fosfat anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus. Lihat Gambar

Gambar 2. Siklus Fosfor di Alam (Anonim, 2012)BAB III

MATERI DAN METODE

3.1. Alat dan Bahan

Tabel 1. Alat dan BahanNamaGambarKeterangan

DesikatorSebagai alat pendingin sampel setelah di keluarkan dari oven

Filter HolderSebagai alat penyaring sampel yang terlarut dalam air

Vacum pumpUntuk menyedot air hasil penyaringan dari filter holder

Labu ukur

(100 ml)Wadah untuk melakukan pengenceran

Pipet gondok

(1, 2, 5 ml)Untuk mengambil larutan standar yang akan diencerkan

Pipet tetesUntuk mengambil larutan standar atau aquades dalam jumlah kecil

Gelas BekerMemudahkan pemindahan larutan standar yang telah diencerkan dari labu ukur ke botol sampel

Botol SampelSebagai wadah larutan standar yang telah diencerkan sebelum dituangkan ke dalam cuvet.

CuvetSebagai wadah larutan standar saat di uji dalam Spektrofotometer

SpektrofotometerUntuk menghitung nilai absorbansi larutan standar berdasarkan pangjang gelombangnya

AquadesBerfungsi untuk mengencerkan larutan standar

Larutan Standar fosfat

(30m)Sebagai larutan Pembanding

Larutan Mix ReagenSebagai indicator uji fosfat

Sampel Air LautSebagai sampel air yang akan ditentukan kadar fosfatnya (ppm)

3.2 Metode

1. Menyiapkan sampel aira. Meletakan kertas saring pada mulut filter holder

b. Memasukkan sampel air kedalam filter holderc. Menyedot sampel tersebut dengan menggunakan vacum pump sampai seluruh air berpindah ke bagian bawah filter holder

d. Memindahkan sampel air ke dalam erlenmeyer

2. Membuat kalibarisi curvea. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

b. Mengencerkan larutan standar mengggunakan aquades dengan voulume yang berbeda-beda yaitu 0,1,3,5,10 mL hingga batas tera labu.

c. Menggojok larutan standar yang telah diencerkan sampai homogen

d. Menuangkan larutan standar yang telah diencerkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 mL.

e. Memasukan air sample ke dalam tabung reaksi.

f. Meneteskan 1 mL larutan mix reagent pada semua larutan standard dan air sampel yang berada di tabung reaksi.

g. Menunggu larutan bereaksi selama 15 menit (larutan berubah warna menjadi biru).

h. Menuangkan masing-masing larutan ke dalam cuvet (ingat! Harus memegang cuvet pada bagian yang buram).

i. Memasukan cuvet kedalam spektrofotometri secara berurut berdasarkan konsentrasi ,untuk air sampel dimasukan terakhir.

j. Mengukur nilai absorbansi pada panjang gelombang 883 nm.

k. Mencari nilaii regresi R2 dan persamaan kurva dari data absorbansi yang telah diketahui menggunakan excel

3.3. Diagram Alir Praktikum

3.3.1 Metode Persiapan Sampel Air

3.3.2 Metode Pengukuran Larutan Standar

3.3.3 Metode Pengukuran Sample Air

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Tabel Hasil PengamatanBerdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil sebagai berikut:Tabel 2. Data pengamatan nilai absorbansi

No.Larutan yang diamatiNilai AbsorbansiPanjang GelombangKonsentrasi

1.Larutan blank08830

2.Larutan standar 10.0138830.9 mol

3.Larutan standar 20.0368832.7 mol

4.Larutan standar 30.0628834.5 mol

5.Larutan standar 40.1388839 mol

6.Larutan sampel0.0478833.26 mol

7. = 0.996

8.Persamaan garis regresi : y = 0.015 x 0.002

4.1.2 Perhitungan

4.1.2.1 Konsentrasi Larutan Standar

1) 0 ml

2) 3 ml

V1.N1 = V2.N2

V1.N1 = V2.N2

0 . 30mol = 100ml.N2

3 . 30mol = 100ml. N2

N2 = 0

N2= 0.9 mol

3) 9 ml

4) 15 ml

V1.N1 = V2.N2

V1.N1 = V2.N2

9. 30mol = 100ml.N2

15. 30mol = 100ml.N2

N2 = 2.7 mol

N2 = 4.5 mol

5) 30 ml

6) Larutan Sampel

V1.N1 = V2.N2

V1.N1 = V2.N2 30. 30mol = 100ml.N2

10,86. 30mol = 100ml.N2 N2 = 9 mol

N2 = 3,26 mol4.1.2.2 Konsentrasi pada sampel air laut

Persamaan gradient garis ; y = 0.015 x 0.002

dengan y sebagai nilai absorbansi dan x nilai konsentrasi.

Sehingga ;

Nilai absorbansi sampel : 0.047 (y)

y = 0.015 x 0.002

0.047 = 0.015 x 0.002

0.015 x = 0.047 + 0.002

x = 3.26 m

4.1.3 Grafik

Grafik 1. Grafik Absorbansi

4.2 PembahasanPraktikum Kimia Analitik modul 2 tentang pengukuran konsentrasi fosfat, langkah awal adalah melakukan penyaringan sampel air yang telah disediakan menggunakan alat filter holder dan vacum. Hal ini dilakukan agar sampel air menjadi lebih bersih karena kandungan sedimen pada air tidak bisa melewati kertas saring. Setlah itu siapkan larutan mix reagent yang merupakan kombinasi dari beberapa larutan yang telah menjadi satu. Larutan mix reagent ini akan digunakan untuk menentukan kandungan fofat pada sampel air. Selain mix reagent dibutuhkan juga larutan standar fosfat yang nantinya akan digunakan dalam beberapa sampel yaitu 3ml, 9ml, 15ml, dan 30ml. Setelah tersedia larutan standar fosfat akan dihomogenisasi dengan aquadest, lalu setelah itu hasil homogenisasi tersebut akan ditambahkan larutan mix reagent dan simasukan kedalam cuvet. Hasil yang ada didalam cuvet akan digunakan dalam proses selanjutnya yaitu dimasukan ke dalam spektrofotometer untuk dilakukan pengukuran nilai absorbansinya. Panjang gelombang yang digunakan adalah 883 untuk warna biru. Warna biru digunakan karena pada sampel setelah ditambahkan mix reagen warnanya berubah menjadi biru, itu terjadi karena terdapat phosphomolybdate komplek yang mengahasilkan warna biru. Nilai absorbansi yang didapat adalah 0.013, 0.036, 0.062, 0.138 dan untuk larutan sampel adalah 0.047 ini berarti letak nilai absorbansi larutan sampel berada diantara larutan standar kedua dan ketiga.Ketika pengukuran nilai absorbansi telah selesai lalu catat hasil pengukurannya dan melakukan perhitungan untuk nilai regresi dan membuat scatter grafik. Nilai regresi yang ideal adalah mendekati 1. Apabila nilai regresinya (R2) lebih besar dari 1 (terlalu besar) maka larutan sampel yang digunakan harus diencerkan, sedangkan bila nilai regresinya (R2) jauh dari 1 (terlalu rendah) maka larutan sampel yang digunakan perlu dibuat ulang atau diencerkan kembali. Hasil yang didapat untuk pengukuran nilai regresi adalah sebesar 0,96 dengan persamaan garis regresinya adalah y = 0,015 x 0,002. hasil yang didapatkan sudah mendekati nilai 1. Ini menunjukan praktikum berjalan lancar dan tidak terjadi kontaminasi pada sampel ataupun terjadi sampel yang tertukar ketika pengukuran nilai absorbansi dilakukan.Hasil perhitungan untuk konsentrasi fosfat dari larutan standar yang diteliti adalah 0,9 mol, 2,7 mol, 4,5 mol, dan 9 mol sedangkan untuk konsentrasi pada sampel air adalah 3,26 mol. Dari hasil konsentrasi ini dapat kita bandingkan terhadap nilai baku mutu fosfat. Nilai baku mutu air kelas III kadar fosfat 1 mg/L, sedangkan menurut Sutamihardja (1987) Kadar fosfat di lapisan permukaan laut tersubur di dunia mendekati 0,6 g/l dan kadar fosfat di laut normal 0,01-1,68 g.at/l dan antar 0,01-4 g.at/l (Sutamihardja, 1987). Di perairan laut dalam, kandungan fosfat di lapisan permukaan dapat mencapai 0,01 g.at/l dan di lapisan yang lebih dalam dapat mencapai 3,0 g.at/l. Dari hasil yang didapat diketahui bahwa nilai konsentrasi pada sampel jauh diatas nilai baku mutu fosfat. Hal ini sangat berbahaya karena jika kandungan fosfat pada suatu perairan melebihi ambang batasnya maka akan terjadi keadaan eutrofikasi sehingga menjadi blooming dari salah satu jenis fitoplankton yang mengeluarkan toksin. Ini akan sangat membawa dampak ngetaif bagi biota dan masyarakat diperairan tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan atas berlebihnya konsentrasi fosfat pada perairan tersebut agar kualitas perairan tersebut tetap terjaga.BAB V

KESIMPULAN

1) Mahasiswa telah mengetahui bagaimana cara melakukan filter terhadap sampel air.2) Mahasiswa telah mengetahui cara pembuatan larutan mix reagen dalam melakukan analisa fosfat. 3) Mahasiswa telah berhasil melakukan analisa kandungan fosfat pada sampel air dengan menggunakan alat spektrofotometer.4) Konsentrasi fosfat pada sampel diketahui melebihi ambang batas mutu fosfat. DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2010. http://seandy-laut-biru.blogspot.com/2010/10/fosfat.html. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2013 pukul 20.00 WIBAnonim. 2012. Siklus Hidrologi. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2013 pukul 20.30 WIB

Alaert, G. 1984. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya : 309

Boyd,C. E., 1985. Water Quality Management in Ponds for Aquculter Alabamat. Teluk Kuta. Lombok selatan.

Chaniago, W., 1994. Studi Kualitas Fisika Kimia air di Daerah Estuaria Sungai Teko yang Mendapt Limbah Pabrik Gula Arasoe Bone untuk Pembangunan Budidaya Pantai. Skiripsi Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Connel, W. Des. 1995. Kimia dan Eekootoksikologi Pencemaran. Universitas Indonesia : 520

Egge J.K., & D.L. Aksnes. 1992. Silicate as regulating nutrient in phytoplankton competition. Mar.Gary, M., R. McAfee Jr., and C. L. Walf (eds). 1974. Glossary of Geology. Amer. Geolog. Ins. Washington D.C.Hatchinson, G. E., 1967. Trealise on Limnology. Vol 2. Jhon Walley and Sons. Inc. New York.

Hutagalung, H. P. dan Rozak, A., 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota Laut. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Horax, R. 1998. Penarikan Ion Ortofosfat Oleh Sedimen CaCo3 Dan Penentuan Kadar Fofor Di Perairan Ujung Pandang Dengan Metode Kalori Metri Reduksi Amino. Skripsi fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Howarth, R., D. Anderson, J. Cloern, C. Elfring, C. Hopkinson, B. Lapointe, T. Malone, N. Marcus, K. McGlathery, A. Sharpley, & D. Walker. 2000.

Jones-Lee, A., & G.F. Lee. 2005. Eutrophication (Excessive Fertilization).Water Encyclopedia: Surface and Agricultural Water. Wiley, Hoboken, NJ. p 107-114.

Kasno et al. 2012. Deposit Penyebaran dan Karakteristik Fosfat Alam.

Kiswara, W. 1992. Community Structure and Biomass Distribution of Seagrass at Banten Bay. West Java. Indonesia.

Millero, F.J. And M.L. Sohn., 1992. , Chemical Oceanographyhal. Hal. 323-333. CRC Press. Boca Raton Ann Arbor London.

Nybakken JW. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit PT. Gramedia Jakarta.

Papush, L. & A. Danielsson. 2006. Silicon in the marine environment: Dissolved silica trends in the Baltic Sea. Estuarine, Coastal and Shelf Science., 67: 53-66.

Raymont, J.E.G. 1963. Plankton and Productivity in the ocean. Mc. Millan Co. New YorkRomimohtarto, K.S. Juwana. 2001. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.Penerbit Djambatan. Jakarta.

Seitzinger, S. P. 1988. Denitrification in freshwater and marine coastal ecosystems : Ecological and geochemical significance. Limnol. Oceanogr. 33(4, Part 2): 702-724.

Sulaeman. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Balai Penilitian Tanah

dan Pengembangan Paertanian, Departemen Pertanian. BogorSutamihardja, R.T.M. 1987. Kualitas Pencemaran Lingkungan. Institute pertanian Bogor. Bogor Ulqodry et al.2012. Karakterisitik dan Sebaran Nitrat, Fosfat, dan Oksigen Terlarut

di Perairan Karimunjawa Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Sains Volume 13 Nomer 1(D) 13109.Wattayakorn, G. 1988. Nutrient Cycling in estuarine. Paper presented in the Project on Research and its Application to Management of the Mangrove of Asia and Pasific. Ranong. Thailand. 17 pp.

Mulai

Penyaringan dengan filter holder dan vacum pump

Hasil

Mulai

Larutan standar 0,1,3,5,10 ml

Aquades

Pengenceran hingga 100ml

1 ml Larutan mix reagent

Didiamkan selama 15 menit

Pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer

Pembuatan kurva kalibrasi dan perhitungan regresi

Hasil

Mulai

1 ml larutan mix reagen

Sampel air laut

Pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer

Pembuatan kurva kalibrasi dan perhitungan regresi

Hasil