Laporan Kakao Fix
-
Upload
pungky-wildan-zain-zeen -
Category
Documents
-
view
182 -
download
25
description
Transcript of Laporan Kakao Fix
-
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupkan Negara terbesar ke tiga penghasil biji kakao, namun,
produksi biji kakao yang tinggi tidak dapat menjadikan Indonesia sebagai produsen
coklat terbesar didunia. Negara penghasil produk coklat terbesar dan paling terkenal
adalah swis. Hal ini disebabkan karena kebanyakan biji kakao Indonesia
diperuntukkan diekspor ke Negara lain sebagai bahan baku pembatan produk coklat.
Ini menunjukkan bahwa pengolahan biji kakao menjadi produk hilir di Indonesia
masih kurang. Komoditas kakao mempunyai peranan penting sebagai sumber
pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Produksi kakao nasional meningkat pesat
dengan rata-rata 7,78 persen per tahun (Nurasa, 2011).
Coklat merupakan poduk makanan yang banyak digemari oleh masyarakat
luas, mulai dari anak anak hingga orang dewasa..Coklat dihasilkan dari biji pohon
kakao yang telah melewati proses fermentasi. Coklat dikonsumsi dalam berbagai
bentuk seperti coklat batang,coklat liquor, bubuk coklat dan minuman coklat. selain
itu coklat yang terbuat dari 70% biji kakao bermanfaat bagi kesehatan,karena
kandungan antioksidan yaitu fenoldan flavonoid yang dapat meningkatkan sistem
kekebalan tubuh sangat besar. Cokelat di dalam industri pembuatannya, terbagi
menjadi tiga tipe yakni: Dark chocolate, milk chocolate, dan white chocolate.
Tahapan proses pembuatan coklat sangat menentukan mutu coklat yang
dihasilkan. Secara umum tahapan dalam proses pengolahan kakao menjadi coklat
batang meliputi pencampuran, pelembutan, penghalusan (conching), tempering, dan
pencetakan. Sedangkan Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cokelat
antara lain bubuk kakao, lesitin, susu bubuk, gula tepung, lemak kakao dan penambah
rasa (Minifie, 1970). Tahapan proses pembuatan coklat sangat menentukan mutu
colat batang yang dihasilkan. Dimana mutu yang dikehendaki konsumen yaitu
mempunyai cita rasa yang khas, teksturnya berbentuk padat pada suhu kamar, cepat
meleleh di mulut, menjadi cair dan terasa lembut di lidah. Proses yang paling
-
berpengaruh terhadap mutu coklat adalah tahapan penghalusan (conching) dan
tempering karena pada tahapan ini berkaitan pembentukan Kristal lemak kakao
ekuivalen.
Praktikum ini dilakuakan untuk memahami proses pembuatan coklat susu,
ukuran partikel pada saat penghalusan (conching) dan suhu yang digunakan selama
tempering terhadap mutu coklat yang dihasilkan.
1.2 Tujuan
Adapun praktikum ini memiliki tujuan yaitu:
1. Memahami perubahan yang terjadi selama penyangraian
2. Mengetahui efisiensi pemisahan kulit biji
3. Mengetahui ukuran partikel pasta hasil pemastaan dibandingkan dengan pasta
komersial
4. Mengetahui ukuran partikel adonan coklat selama pelembutan
5. Mengetahui sifat coklat yang dihasilkan dengan suhu akhir tempering berbeda
-
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biji Kakao (Theobroma cacao L)
Biji Kakao adalah bahan utama pembuatan bubuk kakao (coklat), bubuk kakao
adalah bahan dalam pebuatan kue, es krim, makanan ringan, susu dll. atau dalam
bahasa keseharian masyarakat kita menyebutnya coklat. Karakter rasa coklat adalah
gurih, dengan aroma yang khas sehingga disukai banyak orang khususnya anak-anak
dan remaja (Nuraeni, 1995). Beberapa macam produk dapat dihasilkan dari kakao,
baik yang berasal dari kulit, pulp maupun dari biji. Biji kakao dapat diolah menjadi
tiga olahan akhir, yaitu lemak kakao, bubuk kakao dan permen atau makanan cokelat
yang dalam pengolahannya saling tergantung satu dengan yang lainnya (Wahyudi,
T., dkk, 2008).
Biji kakao yang sudah dipanen dari pohonnya akan berwarna ungu bila di belah.
Sebelum digunakan sebagi bahan untuk pembuatan produk coklat, biji kakao terlebih
dahulu difermentasi untuk membentuk warna, flavor dan cita rasa yang khas. Biji
kakao yang tidak difermentasi warnanya lebih pucat bila dibandingkan dengan biji
yang difermentasi. Biji kakao yang tidak mengalami fermentasi warnanyacenderung
keunguan, sedangkan yang mengalami fermentasi sempurna warnanya akan berubah
menjadi coklat bukan ungu (Nuraeni, 1995).
2.2. Karakteristik dan Sifat Lemak Kakao
Lemak kakao (cocoa butter) merupakan campuran trigliserida yang didominasi
oleh trigliserida yang terdiri atas asam stearat (34%), palmitat (27%) dan oleat (34%)
yang bersi fat padat pada suhu ruang dan meleleh pada suhu 37oC (suhu tubuh) dan
memberikan tekstur yang smooth saat dimulut (Indarti, E., dkk, 2013).
Lemak kakao memiliki sifat khas yakni bersifat plastis, dan memiliki
kandungan lemak padat yang relative tinggi (Wahyudi, 2008). Sifat lemak kakao
disajikan pada table 1, Sedangkan komposisi asam lemak disajikan pada table 2.
Selain itu ciri ciri fisik lemak kakao yaitu mempunyai tekstur yang keras dan
-
sedikit rapuh, serta warnanya tidak buram dan tetap cerah jika dicampur pada bahan
lain serta memadat pada suhu kamar. Retensi waktu untuk penyimpanan juga harus
disesuaikan dengan kondisi cokelat, karena jika tidak maka dapat menyebabkan
cokelat akan melekat pada cetakan, menghasilkan warna yang buram serta
menimbulkan blooming di permukaan cokelat. Dimana fungsi dari lemak kakao
pada pembuatan coklat yakni untuk memadatkan (Ketaren,1986). Lemak diartikan
sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang benda dalam keadaan padat.
Dalam teknologi pengolahan es krim dan coklat lemak dan minyak memberikan
tekstur yang lembut Halus dan lunak (Sudarmadji,dkk, 1996).
Tabel 1. Karakteristik fisik dan kimia lemak kakao
Komposisi Nilai Pengukuran
Kadar lemak total (g/100g biji kakao) 46.08 56.42
Bilangan iod (g I2/100g Lemak kakao) 33-42
Bilangan penyabunan (mg KOH/g lemak cokelat) 193.02-195.89
Titik leleh (0C) 32-35
oC
Sumber : Liendo, dkk (1997)
Tabel 2. Komposisi Asam Lemak (%/100g)
Komposisi asam lemak Nilai
Asam miristat (14:10) 0-0.09*
Asam palmitat (16:0) 24.78-26.91*
Asam palmitoleat (16:1) 0.2
Asam stearat (18:0) 32.86-37.68*
Asam oleat (18:1) (trans) t/t*
Asam oleat (18:1) (cis) 32.70-37.08*
Asam linoleat (18:2) 1.09-3.36*
Asam linolenat (18:3) 0.1
Asam linolenat (20:0) 0.82-1.10*
Sumber : Brien (2008) ; * Lipp, dkk (2001). t/t = tidak terdeteksi
2.3. Karakteristik Kristal Lemak Coklat
Produk cokelat yang baik tersusun atas struktur Kristal yang stabil. Karakteristik
produk cokelat ini dipengaruhi oleh karakteristik Kristal lemak cokelat yang
-
terbentuk. Ada 6 jenis Kristal trigliserida antara lain dapat dilihat pada table 3 dan
karakteristik sensoris Kristal coklat yang dapat dilihat pada table 4.
Tabel 3. Kristal Lemak Dalam Coklat dan Titik Lelehnya
No. Kristal Jenis Kristal Titik Leleh (O
C)
I Gamma 17.3
II Alfa 23.3
III Beta Prime 1 25.5
IV Beta Prime 2 27.3
V Beta 2 33.8
VI Beta 1 36.3
Sumber : Alex (2003)
Tabel 4. Karakteristik Sensoris Kristal Coklat
Kristal Suhu Leleh Efek Rasa
I 17 C (63 F) Lunak, mudah hancur, terlalu mudah lumer
II 21 C (70 F) Lunak, mudah hancur, terlalu mudah lumer
III 26 C (78 F) Padat, patah kurang sempurna, terlalu mudah lumer
IV 28 C (82 F) Padat, patah kurang sempurna, terlalu mudah lumer
V 34 C (94 F) Mengkilap, padat, renyah, leleh pada suhu tubuh (37 C)
VI 36 C (97 F) Keras, sulit menjadi padat
Sumber : Susanto (1992)
Titik leleh lemak kakao yang baik untuk makanan cokelat adalah yang
mendekati suhu badan manusia (37oC) dengan tingkat kekerasan minimum pada
suhu kamar. Berdasarkan jeni skristal, kristal yang paling bai k dalam menyusun
produk coklat adalah kristal Beta. Kristalbeta memiliki struktur yang kecil sehingga
menghasilkan tekstur yang glossy dan mampu membentuk kelompok kristal yang
besar. Untuk mendapatkan Kristal yang stabil maka pembentukan Kristal
membutuhkan waktu yang lebih lama. Ukuran Kristal yang terlalu besar akan
menghasilkan produk cokelat yang tidak padat dan mudah hancur saat di patahkan
(Mulato., dkk, 2002).
2.4. Faktor Yang Mempengaruhi Kristalisasi Lemak
-
Menurut Meti n & Hartel (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi kristalisasi
lemak, yaitu:
1. Laju Pendinginan
Kristalisasi lemak sangat dipengaruhi oleh laju pendinginan. Laju pendinginan
berpengaruh pada laju pembentukkan inti kristal , yang mempengaruhi ukuran kristal.
2. Komponen Minor
Komponen minor yang dapat mempengaruhi kristalisasi lemak adalah lemak yang
lebih polar seperti diasilgliserol, monoasilgliserol, asam lemak bebas, fosfolipid, dan
sterol .
3. Komponen Pengotor
Semakin banyak pengotor maka kristalisasi akan berlangsung semakin cepat.
4. Agitasi
Laju agitasi tinggi menghasilkan laju kristalisasi yang tinggi pula dan Kristal
lemak yang kecil.
5. Suhu Kristalisasi
Ketika suhu kristalisasi dinaikkan, maka suhu pembentukkan inti Kristal meningkat
dan waktu induksi untuk kristalisasi bertambah.
2.5. Proses Pengolahan Produk Coklat
2.5.1. Penyangraian
Penyangraian bertujuan untuk membentuk aroma dan cita rasa
khas cokelat dari biji kakao. Selain itu, proses ini juga memudahkan
untuk mengeluarkan lemak dari dalam biji.
Melalui proses fermentasi dan pengeringan yang tepat, biji kakao
mengandung cukup banyak senyawa calon pembentuk cita rasa dan
aroma khas cokelat antara lain asam amino dan gula reduksi. Selama
proses sangrai, keduanya akan bereaksi membentuk senyawa Maillard.
Menurut Winarno (2001), reaksi Maillard adalah reaksi yang terjadi
antara gugus amina primer pada lantai protein dengan gula reduksi
-
sehingga terbentuk senyawa mellanoidin (pigmen coklat). Sedangkan
senyawa gula non-reduksi (sukrosa) akan terhidrolisa oleh air
membentuk senyawa gula reduksi dan kemudian akan melanjutkan
reaksi Maillard. Selain keberadaan senyawa calon pembentuk aroma dan
cita rasa, kesempurnaan reaksi sangrai dipengaruhi oleh tiga faktor,
yaitu panas, waktu dan kadar air (Lees and Jackson, 1973 dalam Mulato
dkk, 2004).
Susut sangrai berkaitan erat dengan adanya penguapan air dan
pirolisis bahan-bahan organik. Nilai susut organik sering digunakan
sebagai ukuran untuk mengetahui lamanya penyangraian disamping juga
mempertimbangkan kadar air awalnya. Biji yang berbentuk relatif bulat,
pada suhu dan lama penyangraian yang sama akan lebih cepat
mengalami perubahan daripada yang berbentuk hemiellipsoida. Biji
berukuran lebih kecil juga akan lebih cepat berubah warna daripada
yang berukuran lebih besar. Jika penyangraian biji-biji yang lebih kecil
dicampur dengan biji yang berukuran lebih besar, maka biji yang lebih
kecil akan tersangrai lebih gelap warnanya (Widyotomo dan Mulato,
2003).
2.5.2. Pemisahan Nib
Kulit biji kakao tidak cocok untuk dikonsumsi oleh manusia
karena memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi yang dapat
mengakibatkan rasa pedih. Kulit biji juga dapat menyebabkan kapasitas
penghancuran biji secara mekanis menjadi rendah (Bekckett, 2000 dalam
Mulato dkk, 2004).
Menurut Minife (1980), pemisahan kulit biji secara manual pada
biji kakao berkadar air 6,5 persen diperoleh komponen nib sebanyak
87,1 persen sedangkan pemisahan secara mekanis jarang dapat mencapai
lebih dari 83 persen dan nib lazimnya masih mengandung 1,5-2 persen
kulit biji. Hal ini berarti kandungan murni tidak lebih dari 82 persen.
-
Penghancuran dalam proses pengolahan kakao bertujuan untuk
memperbesar luas permukaan nib, sehingga pada saat perlakuan
pengepresan dengan bantuan pemanasan massa kakao akan memberikan
pengaruh semakin banyaknya kakao yang dapat diekstrak. Kadar kulit
dan kadar air biji kakao akan mempengaruhi tingkat kesulitan dalam
penghancuran nib menjadi massa kakao (Beckett, 2000 dalam Mulato
dkk, 2004).
2.5.3. Pemastaan
Sebagai bahan baku makanan dan minuman, nib yang semula
berbentuk butiran padat kasar harus dihancurkan sampai ukuiran tertentu
(40 m dengan menggunakan mesin pemasta silinder. Kemudian
disusul proses pelumatan dengan alat penghalus pasta atau refiner untuk
menghasilkan kehalusan pasta dengan ukuran partikel
-
selama 24 jam pada suhu hangat (45 50oC) sebelum masuk ketahapan
proses penghalusan (conching). Proses pemeraman ini dikenal dengan
sistem dutch, kadang dilakukan untuk membuat coklat bubuk (Abigor,
2003).
2.5.5. Penghalusan (conching)
Proses penghalusan (conching) adalah proses pencampuran untuk
menghasilkan coklat dengan flavor yang baik dan tekstur yang halus.
Biasanya dilakukan dua tahap, proses dilakukan pada suhu 80oC selama
24 96 jam. Adonan coklat dihaluskan terus-menerus dan lesitin
ditambahkan pada akhir conching untuk mengurangi kekentalan coklat.
Pada tahapan ini, air dan senyawa pengganggu flavor menguap, lemak
kakao akan menyelimuti partikel coklat, gula dan susu secara sempurna
sehingga memberikan sensasi tekstur yang halus (Abigor, 2003).
Lemak coklat memiliki beberapa bentuk polimorfik dan proses
pendinginan yang dilakukan akan sangat mempengaruhi bentuk
kristalnya. Jika pemadatan (kristalisasi) coklat cair dilakukan dengan
proses pendinginan yang tidak terkontrol, akan dihasilkan coklat padat
dengan tekstur yang bergranula dan spot-spot warna kelabu dipermukaan
(Abigor, 2003).
2.5.6. Tempering
Tempering bertujuan untuk membentuk salah satu jenis kristal
tertentu yang terdapat pada lemak cokelat. Cara yang paling umum
adalah pertama-tama memanaskan cokelat sampai bersuhu lebih dari
450C untuk melelehkan keenam jenis kristal. Melalui proses thermal
ini, struktur cokelat akan leleh. Pendinginan cepat menjadi suhu 26-270C
akan menyebabkan pembentukan polimorf stabil dan tidak stabil menjadi
kristal. Suhu dipertahankan pada titik ini untuk meratakan pembentukan
kristal secara menyeluruh pada campuran pasta dan untuk pembentukan
kristal secara lengkap. Selanjutnya suhu dinaikkan kembali menjadi 30-
-
320C untuk melelehkan semua kristal yang tidak stabil. Tempering akan
membentuk kristal cokelat yang lebih stabil. Ketika melakukan proses
tempering, cokelat dipertahankan agar dalam keadaan kering oleh karena
itu dibutuhkan proses conching sebelum dilakukan tempering (Faridah,
2008).
Tempering sangat mempengaruhi coklat karena jika tempering
kurang baik maka dapat menyebabkan coklat melekat pada cetakan,
memiliki warna yang buram serta terbentuk blooming dikarenakan
bentuk kristal lemak pada coklat belum stabil. Selain itu tempering
juga berfungsi untuk mendistribusikan kristal lemak secara menyeluruh
pada campuran bahan (Ketaren, 1986).
Tempering dilakukan dengan tujuan untuk memberikan perubahan
bentuk kristal pada lemak karena jika tidak dilakukan tempering maka
bentuk kristal lemak tidak stabil sehingga coklat yang dihasilkan akan
mudah meleleh (Minifie, 1999).
2.5.7. Penyimpanan Coklat
Semua produk coklat, mulai dari kakao (mentah) sampai produk
olahannya disimpan ditempat dingin, kering dan dengan sirkulasi udara
ruangan yang baik, terlindungi dari cahaya dan bahan-bahan berbau
tajam. Suhu 10 12oC dengan kelembaban 55 65% adalah kondisi
ruang penyimpanan coklat yang ideal.
Coklat yang disimpan pada kondisi penyimpanan yang tidak tepat
akan memiliki warna permukaan yang kusam keabuan. Pembentukan
spot-spot gula (sugar bloom) disebabkan oleh penyimpanan coklat pada
kelembaban tinggi (RH diatas 75%) atau karena terjadinya penumpukan
uap air, yang menyebabkan partikel gula berukuran kecil yang ada di
permukaan mencair dan kemudian membentuk kristal berukuran besar
ketika terjadi proses evaporasi. Spot-spot lemak (fat bloom) terjadi pada
kondisi suhu penyimpanan diatas 30oC dan berfluktuasi mengakibatkan
-
lemak mencair lalu mengkristal kembali dengan ukuran yang lebih besar.
Fat bloom juga mungkin terjadi karena proses tempering dan
pendinginan yang tidak tepat (Minife, 1999).
-
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
1. Roaster
2. Pisau
3. Timbangan
4. Mesin Winnowing
5. Alat Pemasta
6. Thickness meter
7. Ball mill refiner
8. Mesin conching
9. Wadah staintless steel
10. Pengaduk
11. Cetakan
12. Termometer
13. Kamera
3.1.2. Bahan
1. Biji kakao
2. Pasta kakao komersial
3. Lemak kakao
4. Susu full crim
5. Fine sugar
6. Lesitin
7. Vanili
8. Soda kue
-
3.2. Skema Kerja Dan Fungsi Perlakuan
3.2.1. Penyangraian
Praktikum acara penyangraian diawali dengan persiapan bahan. biji kakao
ditimbang sebanyak 100 gram dengan menggunakan neraca analitik, hal bertujuan
untuk mendapatkan berat biji kakao sesuai dengan kebutuhkan. Kemudian dilakukan
penyangraian dalam roaster dengan suhu 1100C 1150C dalam waktu 15 menit.
Selama proses penyangraian, biji kakao akan mengalami proses dekomposisi
sehingga terjadi pembentukan rasa, aroma, dan warna. Selain itu proses
penyangraian bertujuan untuk memudahkan pelepasan kulit dari biji, mengurangi
kadar air, dan mengendorkan kulit. Setelah dilakukan penyangraian selama 15 menit,
Dibandingkan dengan biji kakao yang tidak disangrai
100 gram biji kakao
Penyangraian dalam roaster, T=110-115C, t=15 menit
Dikeluarkan dari roaster
Pendinginan
Penimbangan biji kakao
Diamati perubahan warna, aroma dan tekstur biji kakao
sangrai utuh dan dibelah.
-
biji kakao dikeluarkan dari roaster dan didinginkan agar panas dalam biji berkurang.
Lalu biji kakao yang telah dingin ditimbang beratnya menggunakan neraca analitik
untuk mengetahui perubahan berat biji kakao selama proses penyangraian. Kemudian
dilakukan pengamatan biji kakao yang meliputi warna, aroma dan tekstur yang
berubah selama proses penyangraian.
3.2.2. Pemisahan
Praktikum pemisahan kulit biji diawali dengan penimbangan bahan. Biji
kakao ditimbang sebanyak 100 gram dengan menggunakan neraca analitik, hal ini
bertujuannya untuk mendapatkan berat biji kakao sesuai yang dibutuhkan. Kemudian
biji kakao sangrai dimasukkan kedalam mesin winnowing yaitu mesin yang
100 g Biji kakao sangrai
Dimasukkan kedalam mesin winnowing
Ditimbang nib dan kulit
Timbang 50 gram nib
Dipisahkan kulit yang terikut
Ditimbang kulit yang terikut
Hitung efisiensi kulit yang terikut
-
digunakan untuk pemisahan biji kakao. Setelah biji kakao masuk mesin winnowing
maka akan terpisah antara nib dan kulit. Kemudian dilakukan penimbangan nib
sebanyak 50 gram menggunakan neraca analitik, kulit yang terikut dipisahkan dari
nib. Setelah itu dilakukan penimbangan kulit yang terikut menggunakan neraca
analitik sehingga kita dapat mengetahui berat kulit yang terikut serta dapat dilakukan
perhitungan efisiensi kulit yang terikut. Pemisahan dikatakan baik apabila kulit yang
terikut maksimal 1, 75%.
3.2.3. Pemastaan
Praktikum pemastaan diawali dengan persiapan bahan. Nib yang diperoleh
dari hasil pemisahan biji ditimbang sebanyak 50 gram menggunakan neraca analitik,
hal ini bertujuan untuk mendapatkan berat nib sesuai yang dibutuhkan. Kemudian
nib dimasukkan dalam alat pemasta. Pisau ulir yang terdapat dalam mesin pemasta
akan menghancurkan nib sehingga ukuranya menjadi butiran-butiran yang halus.
50 gr nib
Ditimbang
Dimasukkan dalam alat pemasta
Ditimbang pasta yang diperoleh
Diukur besar partikel pasta dengan thickness meter
Dibandingkan dengan ukuran pasta komersial
-
Selain itu gesekan antara pisau berputar yang terdapat di dalam alat dengan
dindingnya akan menghasilkan panas sehingga mengakibatkan lemak kakao yang
terdapat di dalam nib meleleh dan keluar dari alat dalam bentuk pasta. Kemudian
pasta yang diperoleh ditimbang dengan menggunakan neraca analitik. Tujuannya
yaitu untuk mengetahui berat pasta yang diperoleh. berat pasta yang dihasilkan tidak
sama dengan berat nib yang dimasukkan. Hal ini disebabkan karena selama proses
pemastaan terjadi pengurangan jumlahnya karena pada saat dilakukan pemastaan
terdapat beberapa nib atau pasta yang menempel pada dinding mesin sehingga
jumlah outputnya berkurang. Lalu pasta yang dihasilkan diukur besar partikelnya
dengan thickness meter. Tujuannya yaitu untuk mengetahui besar partikel pasta yang
dihasilkan. Kemudian dilakukan perbandingan dengan ukuran partikel pasta
komersial.
-
3.2.4. Coklat
Tempering Penimbangan biji kakaoPenimbangan biji
kakao
Pasta kakao, lemak kakao, susu full krim, fine sugar
Pencampuran dalam mesin ball mill refiner @6jam
Penyangraian dalam roaster, T=110-115C, t=15
Dipindahkan ke mesin conchingDikeluarkan dari
Dikeluarkan dari roaster
Conching 4 jam suhu 60 Pendinginan
Setelah 2 jam
conching
ditambahkkan
lesitin, vanili dan
soda kue
Pendiaman selama sehari
Pencetakan
Suhu 25oC Suhu 30
oC Suhu 35
oC
Penyimpanan seminggu
Pengamatan
-
Praktikum acara pembuatan coklat diawali dengan penyiapan bahan. Pasta
kakao, lemak kakao, susu bubuk full cream, dan fine sugar yang masing masing
bahan yang telah ditimbang, kemudian dimasukkan kedalam mesin penggiling.
Masing masing bahan memiliki fungsi tersendiri, Pasta kakao berfungsi sebagai
pengisi cokelat dan menentukan kualitas warna yang dihasilkan serta citarasa produk.
Fungsi fungsi bahan pemnuatan yaitu. Gula berfungsi sebagai pemanis,
memperkeras tekstur, dan sebagai pengawet alami. Susu berfungsi sebagai penambah
cita rasa dan kelezatan. Lemak cokelat berfungsi untuk menghomogenkan bahan baku
pada proses pencampuran, meningkatkan kadar lemak, dan menentukan kepadatan
cokelat yang berpengaruh terhadap tekstur produk. Semua bahan dimasukkan
kedalam mesin yang menggunakan ball mill selama 6 jam, hal ini bertujuan untuk
menyeragamkan ukuran partikel pasta. kemudian pasta dipindahkan kedalam mesin
conching. Conching dilakukan selama 4 jam pada suhu 60 oC, setelah 2 jam conching
berjalan ditambahkan lesitin,vanili, dan soda kue, Lesitin berfungsi
menghomogenkan seluruh bahan baku dan bahan penunjang dan menstabilkan
adonan serta menurunkan viskositas adonan, vanili berfungsi sebagai penambah
flavor. Kemudian pasta yang telah jadi ditempering dengan perbedaan suhu yaitu 25
oC, 30
oC dan 35
oC, perbedaan suhu tempering berfungsi untuk mengetahui pengaruh
suhu tempering terhadap mutu coklat yang dihasilkan. Lalu setelah masing masing
perlakuan mencapai suhu yang di tentukan, liquor dicetak dalam wadah atau alat
pencetakkan. Selanjutnya coklat yang telah dicetak diiamkan selama satu hari untuk
memberikan kesempatan kristal lemak tumbuh. Kemudian penyimpanan dilakukan
selama seminggu untuk menentukan mutu coklat yang berubah selama penyimpanan.
-
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
4.1.1. Penyangraian
Berat Awal (gram) Berat Akhir (gram)
100 90,50
Biji Pembeda Kakao Sangrai Kakao Tidak Sangrai
Utuh
Warna Kulit lebih putih coklat
Aroma Coklat berkurang Coklat lebih kuat
Tekstur Keras dan rapuh Lunak dan pejal
Dibelah Warna coklat hitam
Gambar
4.1.2. Pemisahan Kulit
Berat Awal Berat Akhir
Kulit Biji Nib
90,50 gram 19,39 gram 63,80 gram
Berat Awal Kulit Biji yang Terikut Efisiensi
50 gram 4,73 gram 9,46%
-
4.1.3. Pemastaan
Berat Awal Berat Pasta Ukuran Partikel Ukuran Partikel
Pasta Komersial
50 gram 37,52 gram 65 m 2 m
4.1.4. Ukuran Partikel (Refining)
Waktu Ball Mill Ukuran Partikel
Jam ke-
0,5 25m
2 15m
4 8m
6 6,2m
4.1.5. Uji Organoleptik Coklat
A. Penyimpanan Suhu Kamar (Ruang)
Perlakuan 25C 30C 35C
Kenampakan 2,9 2,1 2,3
Tekstur 3,6 3,0 1,9
Keseluruhan 3,5 2,7 2,3
Kecepatan
Leleh (detik) 38,94 28,49 34,46
Gambar
-
B. Penyimpanan Suhu Dingin (Kulkas)
Perlakuan 25C 30C 35C
Kenampakan 3,4 2,4 1,9
Tekstur 3,6 2,9 2,4
Keseluruhan 3,9 2,7 2,8
Kecepatan
Leleh (detik) 42,24 36,34 33,93
Gambar
4.2. Pembahasan
4.2.1. Penyangraian
Pengamatan pada proses penyangraian menunjukkan bahwa berat
awal biji kakao mengalami penyusutan selama penyaraian. Hal ini
ditunjukkan dari berat biji kakao sebanyak 100 gram setelah disangrai
beratnya menjadi 90,50 gram atau penurunan berat sebesar 9,5 gram.
Penyusutan ini dapat disebabkan karena penguapan air dan senyawa
volatil pada biji kakao. Menurut widyotomo dan Mulato (2003), selama
proses penyangraian, terdapat beberapa tahapan reaksi fisik dan kimia
berjalan secara berurutan yaitu penguapan air dari dalam biji yang
menyebabkan susut sangrai, pelepasan kulit dari permukaan biji,
pencoklatan inti dan penguapan senyawa volatile.
Perubahan lain yang terjadi pada biji kakao yang disangrai yaitu
aroma coklat tidak terlalu nampak bila dibanding biji yang tanpa
disangrai dan warna biji semakin coklat gelap. Pengurangan aroma
-
coklat disebabkan karena penguapan senyawa volatile (senyawa yang
mudah menguap) antara lain asam aldehid, furan, pirain, alkohol dan
ester pada saat penyangraian. Sedangkan perubahan warna biji kakao
disebabkan karena reaksi maillard. Maillard adalah reaksi yang terjadi
antara gugus amina primer pada lantai protein dengan gula reduksi
sehingga terbentuk senyawa mellanoidin (pigmen coklat).
4.2.2. Pemisahaan Kulit
Biji kakao sebanyak 90,50 gram dipisahkan untuk memperoleh nib
dan kulit. Dari biji kakao tersebut menghasilkan nib biji kakao sebanyak
63,80 gram dan kulit ikutan sebanyak 19,39 gram. Nilai persentase kulit
terikut sebanyak 9,46% sedangkan batas nilai persentase yang
disarankan adalah 1,75%. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut
pemisahan kulit yang dilakukan memiliki efisiensi yang sangat rendah.
Menurut Minife (1980), pemisahan kulit biji secara manual pada biji
kakao berkadar air 6,5 persen diperoleh komponen nib sebanyak 87,1%
sedangkan pemisahan secara mekanis jarang dapat mencapai lebih dari
83 persen dan nib lazimnya masih mengandung 1,5-2% kulit biji. Hal ini
berarti kandungan murni tidak lebih dari 82%.
4.2.3. Pemastaan
Berat nib awal adalah 50 gram, stelah dimasukkan mesin pemasta
diperoles pasta sebanyak 37,52 gram. Hal ini menunjukkan adanya
pengurangan berat nib terhadap pasta yang dihasilkan. Pengurangan
berat selama pemastaan sebesar 12,48 gram. Hal ini disebabkan karena
pasta yang dihasilkan menempel pada dinding mesin pemastaan. Desain
mesin pemastaan juga mempengaruhi banyaknnya pasta yang tertahan
dalam mesin pemastaan.
-
05
10
15
20
25
30
0,5 2 4 6
Uk
ura
n p
art
ikel
(
m)
Jam Ke-
Ukuran Partikel
Ukuran Partikel
Menurut Azizah (2005), pasta komersial memiliki ukuran partikel
sebesar 2 m. perbedaan ukuran ini disebakan karena perbedaan proses
pemastaan. Dimana pada praktikum dilakuakan satu kali tahapan.
Sedangkan pada pasta komersial yang merupakan pasta yang diproduksi
dalam skala industri dilakukan dua tahapan. dilakuakan proses
pemastaan dan penghalusan dalam dua tahap, yaitu penghancuran untuk
merubah biji kakao padat menjadi pasta dengan kehalusan butiran >40
m dengan menggunakan mesin pemasta silinder. Kemudian disusul
proses pelumatan dengan alat penghalus pasta atau refiner untuk
menghasilkan kehalusan pasta dengan ukuran partikel < 20 m.
4.2.4. Ukuran Partikel Coklat
Proses pelembutan dilakuakan dengan menggunakan refiner yang
terdiri dari beberapa roll besi yang berputar dan hasil mixer dilewatkan
pada roll tersebut sehingga diperolah adonan yang sangat halus.
Berdasarkan hasil pengamatan pada 0,5; 2; 4; dan 6 menit ukuran
partikel berturut turut sebesar 25 m; 15 m; 8 m; dan 6,2 m. Tabel
ukuran partikel disajikan gambar 1.
Gambar 1. Tabel ukuran partikel pada waktu tertentu
-
Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu pelembutan
berbanding lurur dengan ukuran partikel yang semakin kecil.
4.2.5. Kenampakan
Kenampakan coklat merupakan tampilan luar coklat secara
keseluruhan. Penilaian kenampakan dilakukan oleh panelis yang
berjumalah 10 orang, masing masing panelis memberikan skor 1 5
berdasarkan tingkat kesukaan panelis. Grafik tingkat kesukaan panelis
terhadap kenampakan coklat disajikan pada gambar 2.
Gambar 2. Kenampakan Coklat
Berdasarkan grafik tersebut panelis cenderung menyukai coklat
yang disimpan pada suhu 250C dengan nilai skor sebanyak 3,4. Secara
keseluruhan panelis menyukai coklat yang disimpan pada suhu dingin (
kulkas ). Hal ini disebabkan karena suhu pendinginan yang mencapai
10oC merupakan proses pendinginan terkontrol Sehingga dihasilkan
coklat padat dengan kristal lemak yang halus dan struktur yang stabil
terhadap panas, terlihat dari sifat lelehnya yang baik dan permukaan yang
mengkilap. Menurut Feridah (2008) bahwa pendinginan cepat menjadi
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
25 30 35
Ken
amp
akan
(S
ko
r)
Suhu (C)
Kenampakan
Suhu Ruang (C)
Suhu Dingin (C)
-
suhu 26-27oC akan menyebabkan pembentukan polimorf stabil dan tidak
stabil menjadi kristal.
4.2.6. Tekstur
Tekstur adalah segi penting mutu makanan. Ciri paling penting untuk
penilaian suatu makanan adalah kekerasan dan kandungan air. Tekstur
kadang-kadang lebih penting daripada bau, rasa, dan warna (deMan,
1997). Pengukuran tekstur dilakukan oleh panelis yang berjumalah 10
orang, masing masing panelis memberikan skor 1 5 bergantung
tingkat kesukaan terhadap tekstur coklat.
Gambar 3. Tekstur Coklat
Berdasarkan garfik tersebut panelis cenderung menyukai tekstur coklat
yang disimpat pada suhu ruang. Hal ini disebabkan coklat yang disimpan
pada suhu ruang akan menyebabkan teksturnya agak lunak.
4.2.7. Kecepatan Leleh
Titik leleh coklat berupa kisaran suhu tertentu saat cokleat mencair
seluruhnya. Titik leleh awal adalah suhu saat terjadi tetesan pertama
lemak. Sedangkan titik leleh akhir adalah suhu saat seluruh lemak telah
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
25C 30C 35C
Tek
stu
r (s
ko
r)
Suhu
Tekstur
Suhu Ruang C
Suhu Dingin C
-
meleleh sempurna (Beckett, 2008). Gambar 4 menunjukkan titik leleh
lemak kakao pada suhu tempering yang berbeda dan temapt
penyimpanan.
Gambar 4. Kecepatan Leleh Coklat
Berdasarkan kecepatan leleh coklat yang disimpan pada ruang
dingin memiliki kecepatan leleh yang lebih lama dibanding dengan
coklat yang disimpan pada suhu ruang. Berdasarkan perbedaan suhu
coklat yang menggunakan waktu tempering 25 o
C lebih disukai oleh
panelis.
Proses tempering merupakan proses untuk mengatur ikatan krista
pada lemak kakao. Setelah pemanasan lemak struktur ikatan masing
masing terlepas sesuai dengan jenis kristal lemak. Bentuk adalah
bentuk yang paling diinginkan oleh industri kakao karena memiliki titik
leleh 29,5 36 oC dan paling stabil pada suhu ruang (Talbot, 1999).
Menurut Vazquez (2000) karater kristal lemak pada coklat batang
juga dipengaruhi oleh komponen lain selain lemak yang terdapat
campuran.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
25C 30C 35C
Kec
epa
tan
Lel
eh (
men
it)
Suhu
Kecepatan Leleh
Suhu Ruang C
Suhu Dingin C
-
BAB 5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Penyangrai dapat menyebabkan perubahan pada biji kakao. Perubahan
yang terjadi selama penyangraian meliputi susut bobot, perubahan warna
dan terbentuknya aroma.
2. Efisiensi pemisahan kulit kakao pada praktiku sebanyak 9,46%, nilai
batas yang diperbolehkan adalah 1,75%.
3. Ukuran partikel yang diperoleh pada saat pelembutan berturut turut
sebesar 25 m; 15 ; 8 m; dan 6,2 m.
4. Coklat yang dibuat dengan bentuk kristal akan menghasilkan coklay
yang mengkilap, padat, renyah, leleh pada suhu tubuh (37 C).
5.2. Saran
Praktikum selanjutnya harus lebih lengkap, agar semua mahasiswa bisa
merasakan proses pembuatan coklat.
-
DAFTAR PUSTAKA
A l ex, K. B. C., 2003. A n Undergraduate Thesi s Submi tted to the University of
Queensl and as arequi rement for the Degree of Bachel or of Engi neeri ng
(Chemical).http://www.cheque.uq.edu.au/ugrad/theses/2003/pdf/CHE4007/4021
9358/40219358.pdf. Di akses pada tanggal 29 April 2015.
Beckett, T. S. 2008. The Science of Chocolate. Second edition. Formerly Nestle
Product Technology Center. New York, United Kingdom.
Hatta, Sunanto., 1992. Cokelat Budidaya, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonomisnya.
Kanisius, Yogyakarta.
Indarti, E.,Arpi, N., Budijanto,S. 2013. KAJIAN PEMBUATAN COKELAT
BATANG DENGAN METODE TEMPERING DAN TANPA TEMPERING,
vol. 5:1. Di akses pada tanggal 28 A pri l 2015.
Ketaren, S., 1986.Pengantar Minyak dan Lenak Pangan. Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
Liendo, R., Padilla, F.C., Quintana, A. 1997. Characterization of cocoa butter
extracted from Criolo cultivars of Theobroma cacaoL. Food Res. Int. 30(9):727-
731.
Lipp, M., Simonaeu, C., Ulberth, F., Anklam, E., Crews, C., Brereton, P., De Greyt,
W., Schwack, W., Wiedmaier, C. 2001. Composition of Genuine Cocoa Butter
and Cocoa Butter Equivalents. J. Food Composition and Anal. 14: 399-408.
Minifie, W. Belnard., 1999. Chocolate, cocoa and Confectinery Sains Technology.
An Aspen Publication, London.
Mulato, S., Wi dyotomo, S., H andaka., (2002), Desai n teknol ogi pengol ahan
pasta, l emak, dan bubuk cokel at untuk kel ompok tani , Warta Penel i ti an
dan Pengembangan Pertani an. http://pustaka.bogor.net/w261041.pdf(SECU
RED). Di akses pada tanggal 28 A pri l 2015.
M eti n, S. and H artel , R.W. (2005) Bai l ey's I ndustri al Oi l and Fat Products.
John Wi l ey and Sons. chap. Crystal l i zati on of Fats and Oi l s, pp. 45-76.
Nurasa, T., (2011), Perkembangan Kakao Indonesia, Badan Litbang Pertanian,
Bogor.
Nuraeni, 1995.CoklatPembudidayaan, Pengolahan, danPemasaran. Penebar Swdaya.
Jakarta.
-
Sudarmadji, Slamet., Bambang Haryono dan Suhardi, 1996. Analisa Bahan Makanan
dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Smanda, W., (2008), Kadar l emak dan organol epti k, Chocol ate dan Cokl at.
http://cokl at-chocol ate.bl ogspot.com/2008/03/kadar-l emak-dan-organol epti k-
bi j i -kakao.html . Di akses pada tanggal 5 A pri l 2014.
Talbot, G., 1999. Chocolate tempering S. T. Becket (Ed) industrial chocolate
manufacture and use. Tried edition. Oxford.
Wahyudi, T, PangabeandanPujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Penebar
Swadaya. Jakarta.
-
LAMPIRAN
1. Efisiensi kulit =
=
= 9,46 %
2. a. Kenampakan (Suhu Ruang)
Rata-rata pada suhu ruang 250 C =
= 2,9
Rata-rata pada suhu ruang 300C =
Rata-rata pada suhu ruang 350C =
b. Kenampakan ( Suhu Dingin)
Rata-rata pada suhu dingin 250 C =
= 3,4
Rata-rata pada suhu dingin 300C =
Rata-rata pada suhu dingin 350C =
3. a. Tekstur (Suhu Ruang)
Rata-rata pada suhu ruang 250 C =
= 3,6
Rata-rata pada suhu ruang 300C =
Rata-rata pada suhu ruang 350C =
-
b. Tekstur ( Suhu Dingin)
Rata-rata pada suhu dingin 250 C =
= 3,6
Rata-rata pada suhu dingin 300C =
Rata-rata pada suhu dingin 350C =
4. a.Keseluruhan (Suhu ruang)
Rata-rata pada suhu ruang 250 C =
= 3,5
Rata-rata pada suhu ruang 300C =
Rata-rata pada suhu ruang 350C =
b. Keseluruhan ( Suhu Dingin)
Rata-rata pada suhu dingin 250 C =
= 3,9
Rata-rata pada suhu dingin 300C =
Rata-rata pada suhu dingin 350C =
5. a.Kecepatan Leleh dimulut (Suhu Ruang)
Rata-rata pada suhu ruang 250 C
= 38,94
Sekon
-
Rata-rata pada suhu ruang 300C
=
Sekon
Rata-rata pada suhu ruang 350C
=
b. Kecepatan Leleh dimulut ( Suhu Dingin)
Rata-rata pada suhu dingin 250 C
=
= 42,24
Sekon
Rata-rata pada suhu dingin 300C
=
Sekon
Rata-rata pada suhu dingin 350C
=
-
LAMPIRAN GAMBAR PRAKTIKUM HILIR KAKAO
1. Penyangraian
1. Mesin sangrai biji kakao
2. 100 gram biji kakao dimasukkan dalam
roaster 110-115oC
3. Pengeluaran biji kakao dari roaster
dan pendinginan
4. Penimbangan setelah disangrai
5. Pengamatan kakao sangrai dan non
sangrai
2. Pemisahan Kulit
-
1. Penimbangan biji kakao setelah
disangrai
2. Pemasukan dalam mesin winnowing
3. Proses penyedotan kulit pada mesin
winnowing
4. Nib kakao
3. Pemastaan
1. Nib kakao ditimbang 100 gram
2. Pemasukan nib dalam alat pemasta dan
kemudian dikeluarkan
3. Pengukuran partikel pasta dengan
thickness meter
4. Proses Pembuatan Coklat
1. Persiapan bahan
2. Penimbangan bahan
3. Lemak kakao dan pasta kako dicairkan dengan
pemanasan
-
4. Pemasukan bahan dan pengoperasian
ball mill suhu 60oC
5. Pengambilan sampel pasta setiap 0,5; 2; 4 dan
6 jam
6. Dilanjutkan pengukuran besar
partikel setiap jam
pengamatan
7. Pengeluaran pasta dari ball mil
8. Pemindahan pasta dalam mesin conching
9. Pemasukan lesitin dan soda kue 2 jamsebelum
coanching berakhir
10. Perlakuan tempering 3 sampel
dengan suhu berberda
11. Pencetakan coklat dan didiamkan 1
hari
12. Penyimpanan coklat dalam wadah kedap
udara selama 1
minggu (dalam suhu
rendah dan suhu
ruang)
-
13. Uji kenampakan, tekstur dan kecepatan leleh dari masing-masing penyimpanan suhu ruang dari ketiga sampel coklat dengan suhu tepering yang
berbeda
(oleh panelis)