Laporan Kakao Fix

36
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupkan Negara terbesar ke tiga penghasil biji kakao, namun, produksi biji kakao yang tinggi tidak dapat menjadikan Indonesia sebagai produsen coklat terbesar didunia. Negara penghasil produk coklat terbesar dan paling terkenal adalah swis. Hal ini disebabkan karena kebanyakan biji kakao Indonesia diperuntukkan diekspor ke Negara lain sebagai bahan baku pembatan produk coklat. Ini menunjukkan bahwa pengolahan biji kakao menjadi produk hilir di Indonesia masih kurang. Komoditas kakao mempunyai peranan penting sebagai sumber pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Produksi kakao nasional meningkat pesat dengan rata-rata 7,78 persen per tahun (Nurasa, 2011). Coklat merupakan poduk makanan yang banyak digemari oleh masyarakat luas, mulai dari anak anak hingga orang dewasa..Coklat dihasilkan dari biji pohon kakao yang telah melewati proses fermentasi. Coklat dikonsumsi dalam berbagai bentuk seperti coklat batang,coklat liquor, bubuk coklat dan minuman coklat. selain itu coklat yang terbuat dari 70% biji kakao bermanfaat bagi kesehatan,karena kandungan antioksidan yaitu fenoldan flavonoid yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh sangat besar. Cokelat di dalam industri pembuatannya, terbagi menjadi tiga tipe yakni: Dark chocolate, milk chocolate, dan white chocolate. Tahapan proses pembuatan coklat sangat menentukan mutu coklat yang dihasilkan. Secara umum tahapan dalam proses pengolahan kakao menjadi coklat batang meliputi pencampuran, pelembutan, penghalusan (conching), tempering, dan pencetakan. Sedangkan Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cokelat antara lain bubuk kakao, lesitin, susu bubuk, gula tepung, lemak kakao dan penambah rasa (Minifie, 1970). Tahapan proses pembuatan coklat sangat menentukan mutu colat batang yang dihasilkan. Dimana mutu yang dikehendaki konsumen yaitu mempunyai cita rasa yang khas, teksturnya berbentuk padat pada suhu kamar, cepat meleleh di mulut, menjadi cair dan terasa lembut di lidah. Proses yang paling

description

pengolahan coklat

Transcript of Laporan Kakao Fix

  • BAB 1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Indonesia merupkan Negara terbesar ke tiga penghasil biji kakao, namun,

    produksi biji kakao yang tinggi tidak dapat menjadikan Indonesia sebagai produsen

    coklat terbesar didunia. Negara penghasil produk coklat terbesar dan paling terkenal

    adalah swis. Hal ini disebabkan karena kebanyakan biji kakao Indonesia

    diperuntukkan diekspor ke Negara lain sebagai bahan baku pembatan produk coklat.

    Ini menunjukkan bahwa pengolahan biji kakao menjadi produk hilir di Indonesia

    masih kurang. Komoditas kakao mempunyai peranan penting sebagai sumber

    pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Produksi kakao nasional meningkat pesat

    dengan rata-rata 7,78 persen per tahun (Nurasa, 2011).

    Coklat merupakan poduk makanan yang banyak digemari oleh masyarakat

    luas, mulai dari anak anak hingga orang dewasa..Coklat dihasilkan dari biji pohon

    kakao yang telah melewati proses fermentasi. Coklat dikonsumsi dalam berbagai

    bentuk seperti coklat batang,coklat liquor, bubuk coklat dan minuman coklat. selain

    itu coklat yang terbuat dari 70% biji kakao bermanfaat bagi kesehatan,karena

    kandungan antioksidan yaitu fenoldan flavonoid yang dapat meningkatkan sistem

    kekebalan tubuh sangat besar. Cokelat di dalam industri pembuatannya, terbagi

    menjadi tiga tipe yakni: Dark chocolate, milk chocolate, dan white chocolate.

    Tahapan proses pembuatan coklat sangat menentukan mutu coklat yang

    dihasilkan. Secara umum tahapan dalam proses pengolahan kakao menjadi coklat

    batang meliputi pencampuran, pelembutan, penghalusan (conching), tempering, dan

    pencetakan. Sedangkan Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cokelat

    antara lain bubuk kakao, lesitin, susu bubuk, gula tepung, lemak kakao dan penambah

    rasa (Minifie, 1970). Tahapan proses pembuatan coklat sangat menentukan mutu

    colat batang yang dihasilkan. Dimana mutu yang dikehendaki konsumen yaitu

    mempunyai cita rasa yang khas, teksturnya berbentuk padat pada suhu kamar, cepat

    meleleh di mulut, menjadi cair dan terasa lembut di lidah. Proses yang paling

  • berpengaruh terhadap mutu coklat adalah tahapan penghalusan (conching) dan

    tempering karena pada tahapan ini berkaitan pembentukan Kristal lemak kakao

    ekuivalen.

    Praktikum ini dilakuakan untuk memahami proses pembuatan coklat susu,

    ukuran partikel pada saat penghalusan (conching) dan suhu yang digunakan selama

    tempering terhadap mutu coklat yang dihasilkan.

    1.2 Tujuan

    Adapun praktikum ini memiliki tujuan yaitu:

    1. Memahami perubahan yang terjadi selama penyangraian

    2. Mengetahui efisiensi pemisahan kulit biji

    3. Mengetahui ukuran partikel pasta hasil pemastaan dibandingkan dengan pasta

    komersial

    4. Mengetahui ukuran partikel adonan coklat selama pelembutan

    5. Mengetahui sifat coklat yang dihasilkan dengan suhu akhir tempering berbeda

  • BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Biji Kakao (Theobroma cacao L)

    Biji Kakao adalah bahan utama pembuatan bubuk kakao (coklat), bubuk kakao

    adalah bahan dalam pebuatan kue, es krim, makanan ringan, susu dll. atau dalam

    bahasa keseharian masyarakat kita menyebutnya coklat. Karakter rasa coklat adalah

    gurih, dengan aroma yang khas sehingga disukai banyak orang khususnya anak-anak

    dan remaja (Nuraeni, 1995). Beberapa macam produk dapat dihasilkan dari kakao,

    baik yang berasal dari kulit, pulp maupun dari biji. Biji kakao dapat diolah menjadi

    tiga olahan akhir, yaitu lemak kakao, bubuk kakao dan permen atau makanan cokelat

    yang dalam pengolahannya saling tergantung satu dengan yang lainnya (Wahyudi,

    T., dkk, 2008).

    Biji kakao yang sudah dipanen dari pohonnya akan berwarna ungu bila di belah.

    Sebelum digunakan sebagi bahan untuk pembuatan produk coklat, biji kakao terlebih

    dahulu difermentasi untuk membentuk warna, flavor dan cita rasa yang khas. Biji

    kakao yang tidak difermentasi warnanya lebih pucat bila dibandingkan dengan biji

    yang difermentasi. Biji kakao yang tidak mengalami fermentasi warnanyacenderung

    keunguan, sedangkan yang mengalami fermentasi sempurna warnanya akan berubah

    menjadi coklat bukan ungu (Nuraeni, 1995).

    2.2. Karakteristik dan Sifat Lemak Kakao

    Lemak kakao (cocoa butter) merupakan campuran trigliserida yang didominasi

    oleh trigliserida yang terdiri atas asam stearat (34%), palmitat (27%) dan oleat (34%)

    yang bersi fat padat pada suhu ruang dan meleleh pada suhu 37oC (suhu tubuh) dan

    memberikan tekstur yang smooth saat dimulut (Indarti, E., dkk, 2013).

    Lemak kakao memiliki sifat khas yakni bersifat plastis, dan memiliki

    kandungan lemak padat yang relative tinggi (Wahyudi, 2008). Sifat lemak kakao

    disajikan pada table 1, Sedangkan komposisi asam lemak disajikan pada table 2.

    Selain itu ciri ciri fisik lemak kakao yaitu mempunyai tekstur yang keras dan

  • sedikit rapuh, serta warnanya tidak buram dan tetap cerah jika dicampur pada bahan

    lain serta memadat pada suhu kamar. Retensi waktu untuk penyimpanan juga harus

    disesuaikan dengan kondisi cokelat, karena jika tidak maka dapat menyebabkan

    cokelat akan melekat pada cetakan, menghasilkan warna yang buram serta

    menimbulkan blooming di permukaan cokelat. Dimana fungsi dari lemak kakao

    pada pembuatan coklat yakni untuk memadatkan (Ketaren,1986). Lemak diartikan

    sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang benda dalam keadaan padat.

    Dalam teknologi pengolahan es krim dan coklat lemak dan minyak memberikan

    tekstur yang lembut Halus dan lunak (Sudarmadji,dkk, 1996).

    Tabel 1. Karakteristik fisik dan kimia lemak kakao

    Komposisi Nilai Pengukuran

    Kadar lemak total (g/100g biji kakao) 46.08 56.42

    Bilangan iod (g I2/100g Lemak kakao) 33-42

    Bilangan penyabunan (mg KOH/g lemak cokelat) 193.02-195.89

    Titik leleh (0C) 32-35

    oC

    Sumber : Liendo, dkk (1997)

    Tabel 2. Komposisi Asam Lemak (%/100g)

    Komposisi asam lemak Nilai

    Asam miristat (14:10) 0-0.09*

    Asam palmitat (16:0) 24.78-26.91*

    Asam palmitoleat (16:1) 0.2

    Asam stearat (18:0) 32.86-37.68*

    Asam oleat (18:1) (trans) t/t*

    Asam oleat (18:1) (cis) 32.70-37.08*

    Asam linoleat (18:2) 1.09-3.36*

    Asam linolenat (18:3) 0.1

    Asam linolenat (20:0) 0.82-1.10*

    Sumber : Brien (2008) ; * Lipp, dkk (2001). t/t = tidak terdeteksi

    2.3. Karakteristik Kristal Lemak Coklat

    Produk cokelat yang baik tersusun atas struktur Kristal yang stabil. Karakteristik

    produk cokelat ini dipengaruhi oleh karakteristik Kristal lemak cokelat yang

  • terbentuk. Ada 6 jenis Kristal trigliserida antara lain dapat dilihat pada table 3 dan

    karakteristik sensoris Kristal coklat yang dapat dilihat pada table 4.

    Tabel 3. Kristal Lemak Dalam Coklat dan Titik Lelehnya

    No. Kristal Jenis Kristal Titik Leleh (O

    C)

    I Gamma 17.3

    II Alfa 23.3

    III Beta Prime 1 25.5

    IV Beta Prime 2 27.3

    V Beta 2 33.8

    VI Beta 1 36.3

    Sumber : Alex (2003)

    Tabel 4. Karakteristik Sensoris Kristal Coklat

    Kristal Suhu Leleh Efek Rasa

    I 17 C (63 F) Lunak, mudah hancur, terlalu mudah lumer

    II 21 C (70 F) Lunak, mudah hancur, terlalu mudah lumer

    III 26 C (78 F) Padat, patah kurang sempurna, terlalu mudah lumer

    IV 28 C (82 F) Padat, patah kurang sempurna, terlalu mudah lumer

    V 34 C (94 F) Mengkilap, padat, renyah, leleh pada suhu tubuh (37 C)

    VI 36 C (97 F) Keras, sulit menjadi padat

    Sumber : Susanto (1992)

    Titik leleh lemak kakao yang baik untuk makanan cokelat adalah yang

    mendekati suhu badan manusia (37oC) dengan tingkat kekerasan minimum pada

    suhu kamar. Berdasarkan jeni skristal, kristal yang paling bai k dalam menyusun

    produk coklat adalah kristal Beta. Kristalbeta memiliki struktur yang kecil sehingga

    menghasilkan tekstur yang glossy dan mampu membentuk kelompok kristal yang

    besar. Untuk mendapatkan Kristal yang stabil maka pembentukan Kristal

    membutuhkan waktu yang lebih lama. Ukuran Kristal yang terlalu besar akan

    menghasilkan produk cokelat yang tidak padat dan mudah hancur saat di patahkan

    (Mulato., dkk, 2002).

    2.4. Faktor Yang Mempengaruhi Kristalisasi Lemak

  • Menurut Meti n & Hartel (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi kristalisasi

    lemak, yaitu:

    1. Laju Pendinginan

    Kristalisasi lemak sangat dipengaruhi oleh laju pendinginan. Laju pendinginan

    berpengaruh pada laju pembentukkan inti kristal , yang mempengaruhi ukuran kristal.

    2. Komponen Minor

    Komponen minor yang dapat mempengaruhi kristalisasi lemak adalah lemak yang

    lebih polar seperti diasilgliserol, monoasilgliserol, asam lemak bebas, fosfolipid, dan

    sterol .

    3. Komponen Pengotor

    Semakin banyak pengotor maka kristalisasi akan berlangsung semakin cepat.

    4. Agitasi

    Laju agitasi tinggi menghasilkan laju kristalisasi yang tinggi pula dan Kristal

    lemak yang kecil.

    5. Suhu Kristalisasi

    Ketika suhu kristalisasi dinaikkan, maka suhu pembentukkan inti Kristal meningkat

    dan waktu induksi untuk kristalisasi bertambah.

    2.5. Proses Pengolahan Produk Coklat

    2.5.1. Penyangraian

    Penyangraian bertujuan untuk membentuk aroma dan cita rasa

    khas cokelat dari biji kakao. Selain itu, proses ini juga memudahkan

    untuk mengeluarkan lemak dari dalam biji.

    Melalui proses fermentasi dan pengeringan yang tepat, biji kakao

    mengandung cukup banyak senyawa calon pembentuk cita rasa dan

    aroma khas cokelat antara lain asam amino dan gula reduksi. Selama

    proses sangrai, keduanya akan bereaksi membentuk senyawa Maillard.

    Menurut Winarno (2001), reaksi Maillard adalah reaksi yang terjadi

    antara gugus amina primer pada lantai protein dengan gula reduksi

  • sehingga terbentuk senyawa mellanoidin (pigmen coklat). Sedangkan

    senyawa gula non-reduksi (sukrosa) akan terhidrolisa oleh air

    membentuk senyawa gula reduksi dan kemudian akan melanjutkan

    reaksi Maillard. Selain keberadaan senyawa calon pembentuk aroma dan

    cita rasa, kesempurnaan reaksi sangrai dipengaruhi oleh tiga faktor,

    yaitu panas, waktu dan kadar air (Lees and Jackson, 1973 dalam Mulato

    dkk, 2004).

    Susut sangrai berkaitan erat dengan adanya penguapan air dan

    pirolisis bahan-bahan organik. Nilai susut organik sering digunakan

    sebagai ukuran untuk mengetahui lamanya penyangraian disamping juga

    mempertimbangkan kadar air awalnya. Biji yang berbentuk relatif bulat,

    pada suhu dan lama penyangraian yang sama akan lebih cepat

    mengalami perubahan daripada yang berbentuk hemiellipsoida. Biji

    berukuran lebih kecil juga akan lebih cepat berubah warna daripada

    yang berukuran lebih besar. Jika penyangraian biji-biji yang lebih kecil

    dicampur dengan biji yang berukuran lebih besar, maka biji yang lebih

    kecil akan tersangrai lebih gelap warnanya (Widyotomo dan Mulato,

    2003).

    2.5.2. Pemisahan Nib

    Kulit biji kakao tidak cocok untuk dikonsumsi oleh manusia

    karena memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi yang dapat

    mengakibatkan rasa pedih. Kulit biji juga dapat menyebabkan kapasitas

    penghancuran biji secara mekanis menjadi rendah (Bekckett, 2000 dalam

    Mulato dkk, 2004).

    Menurut Minife (1980), pemisahan kulit biji secara manual pada

    biji kakao berkadar air 6,5 persen diperoleh komponen nib sebanyak

    87,1 persen sedangkan pemisahan secara mekanis jarang dapat mencapai

    lebih dari 83 persen dan nib lazimnya masih mengandung 1,5-2 persen

    kulit biji. Hal ini berarti kandungan murni tidak lebih dari 82 persen.

  • Penghancuran dalam proses pengolahan kakao bertujuan untuk

    memperbesar luas permukaan nib, sehingga pada saat perlakuan

    pengepresan dengan bantuan pemanasan massa kakao akan memberikan

    pengaruh semakin banyaknya kakao yang dapat diekstrak. Kadar kulit

    dan kadar air biji kakao akan mempengaruhi tingkat kesulitan dalam

    penghancuran nib menjadi massa kakao (Beckett, 2000 dalam Mulato

    dkk, 2004).

    2.5.3. Pemastaan

    Sebagai bahan baku makanan dan minuman, nib yang semula

    berbentuk butiran padat kasar harus dihancurkan sampai ukuiran tertentu

    (40 m dengan menggunakan mesin pemasta silinder. Kemudian

    disusul proses pelumatan dengan alat penghalus pasta atau refiner untuk

    menghasilkan kehalusan pasta dengan ukuran partikel

  • selama 24 jam pada suhu hangat (45 50oC) sebelum masuk ketahapan

    proses penghalusan (conching). Proses pemeraman ini dikenal dengan

    sistem dutch, kadang dilakukan untuk membuat coklat bubuk (Abigor,

    2003).

    2.5.5. Penghalusan (conching)

    Proses penghalusan (conching) adalah proses pencampuran untuk

    menghasilkan coklat dengan flavor yang baik dan tekstur yang halus.

    Biasanya dilakukan dua tahap, proses dilakukan pada suhu 80oC selama

    24 96 jam. Adonan coklat dihaluskan terus-menerus dan lesitin

    ditambahkan pada akhir conching untuk mengurangi kekentalan coklat.

    Pada tahapan ini, air dan senyawa pengganggu flavor menguap, lemak

    kakao akan menyelimuti partikel coklat, gula dan susu secara sempurna

    sehingga memberikan sensasi tekstur yang halus (Abigor, 2003).

    Lemak coklat memiliki beberapa bentuk polimorfik dan proses

    pendinginan yang dilakukan akan sangat mempengaruhi bentuk

    kristalnya. Jika pemadatan (kristalisasi) coklat cair dilakukan dengan

    proses pendinginan yang tidak terkontrol, akan dihasilkan coklat padat

    dengan tekstur yang bergranula dan spot-spot warna kelabu dipermukaan

    (Abigor, 2003).

    2.5.6. Tempering

    Tempering bertujuan untuk membentuk salah satu jenis kristal

    tertentu yang terdapat pada lemak cokelat. Cara yang paling umum

    adalah pertama-tama memanaskan cokelat sampai bersuhu lebih dari

    450C untuk melelehkan keenam jenis kristal. Melalui proses thermal

    ini, struktur cokelat akan leleh. Pendinginan cepat menjadi suhu 26-270C

    akan menyebabkan pembentukan polimorf stabil dan tidak stabil menjadi

    kristal. Suhu dipertahankan pada titik ini untuk meratakan pembentukan

    kristal secara menyeluruh pada campuran pasta dan untuk pembentukan

    kristal secara lengkap. Selanjutnya suhu dinaikkan kembali menjadi 30-

  • 320C untuk melelehkan semua kristal yang tidak stabil. Tempering akan

    membentuk kristal cokelat yang lebih stabil. Ketika melakukan proses

    tempering, cokelat dipertahankan agar dalam keadaan kering oleh karena

    itu dibutuhkan proses conching sebelum dilakukan tempering (Faridah,

    2008).

    Tempering sangat mempengaruhi coklat karena jika tempering

    kurang baik maka dapat menyebabkan coklat melekat pada cetakan,

    memiliki warna yang buram serta terbentuk blooming dikarenakan

    bentuk kristal lemak pada coklat belum stabil. Selain itu tempering

    juga berfungsi untuk mendistribusikan kristal lemak secara menyeluruh

    pada campuran bahan (Ketaren, 1986).

    Tempering dilakukan dengan tujuan untuk memberikan perubahan

    bentuk kristal pada lemak karena jika tidak dilakukan tempering maka

    bentuk kristal lemak tidak stabil sehingga coklat yang dihasilkan akan

    mudah meleleh (Minifie, 1999).

    2.5.7. Penyimpanan Coklat

    Semua produk coklat, mulai dari kakao (mentah) sampai produk

    olahannya disimpan ditempat dingin, kering dan dengan sirkulasi udara

    ruangan yang baik, terlindungi dari cahaya dan bahan-bahan berbau

    tajam. Suhu 10 12oC dengan kelembaban 55 65% adalah kondisi

    ruang penyimpanan coklat yang ideal.

    Coklat yang disimpan pada kondisi penyimpanan yang tidak tepat

    akan memiliki warna permukaan yang kusam keabuan. Pembentukan

    spot-spot gula (sugar bloom) disebabkan oleh penyimpanan coklat pada

    kelembaban tinggi (RH diatas 75%) atau karena terjadinya penumpukan

    uap air, yang menyebabkan partikel gula berukuran kecil yang ada di

    permukaan mencair dan kemudian membentuk kristal berukuran besar

    ketika terjadi proses evaporasi. Spot-spot lemak (fat bloom) terjadi pada

    kondisi suhu penyimpanan diatas 30oC dan berfluktuasi mengakibatkan

  • lemak mencair lalu mengkristal kembali dengan ukuran yang lebih besar.

    Fat bloom juga mungkin terjadi karena proses tempering dan

    pendinginan yang tidak tepat (Minife, 1999).

  • BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

    3.1. Alat dan Bahan

    3.1.1. Alat

    1. Roaster

    2. Pisau

    3. Timbangan

    4. Mesin Winnowing

    5. Alat Pemasta

    6. Thickness meter

    7. Ball mill refiner

    8. Mesin conching

    9. Wadah staintless steel

    10. Pengaduk

    11. Cetakan

    12. Termometer

    13. Kamera

    3.1.2. Bahan

    1. Biji kakao

    2. Pasta kakao komersial

    3. Lemak kakao

    4. Susu full crim

    5. Fine sugar

    6. Lesitin

    7. Vanili

    8. Soda kue

  • 3.2. Skema Kerja Dan Fungsi Perlakuan

    3.2.1. Penyangraian

    Praktikum acara penyangraian diawali dengan persiapan bahan. biji kakao

    ditimbang sebanyak 100 gram dengan menggunakan neraca analitik, hal bertujuan

    untuk mendapatkan berat biji kakao sesuai dengan kebutuhkan. Kemudian dilakukan

    penyangraian dalam roaster dengan suhu 1100C 1150C dalam waktu 15 menit.

    Selama proses penyangraian, biji kakao akan mengalami proses dekomposisi

    sehingga terjadi pembentukan rasa, aroma, dan warna. Selain itu proses

    penyangraian bertujuan untuk memudahkan pelepasan kulit dari biji, mengurangi

    kadar air, dan mengendorkan kulit. Setelah dilakukan penyangraian selama 15 menit,

    Dibandingkan dengan biji kakao yang tidak disangrai

    100 gram biji kakao

    Penyangraian dalam roaster, T=110-115C, t=15 menit

    Dikeluarkan dari roaster

    Pendinginan

    Penimbangan biji kakao

    Diamati perubahan warna, aroma dan tekstur biji kakao

    sangrai utuh dan dibelah.

  • biji kakao dikeluarkan dari roaster dan didinginkan agar panas dalam biji berkurang.

    Lalu biji kakao yang telah dingin ditimbang beratnya menggunakan neraca analitik

    untuk mengetahui perubahan berat biji kakao selama proses penyangraian. Kemudian

    dilakukan pengamatan biji kakao yang meliputi warna, aroma dan tekstur yang

    berubah selama proses penyangraian.

    3.2.2. Pemisahan

    Praktikum pemisahan kulit biji diawali dengan penimbangan bahan. Biji

    kakao ditimbang sebanyak 100 gram dengan menggunakan neraca analitik, hal ini

    bertujuannya untuk mendapatkan berat biji kakao sesuai yang dibutuhkan. Kemudian

    biji kakao sangrai dimasukkan kedalam mesin winnowing yaitu mesin yang

    100 g Biji kakao sangrai

    Dimasukkan kedalam mesin winnowing

    Ditimbang nib dan kulit

    Timbang 50 gram nib

    Dipisahkan kulit yang terikut

    Ditimbang kulit yang terikut

    Hitung efisiensi kulit yang terikut

  • digunakan untuk pemisahan biji kakao. Setelah biji kakao masuk mesin winnowing

    maka akan terpisah antara nib dan kulit. Kemudian dilakukan penimbangan nib

    sebanyak 50 gram menggunakan neraca analitik, kulit yang terikut dipisahkan dari

    nib. Setelah itu dilakukan penimbangan kulit yang terikut menggunakan neraca

    analitik sehingga kita dapat mengetahui berat kulit yang terikut serta dapat dilakukan

    perhitungan efisiensi kulit yang terikut. Pemisahan dikatakan baik apabila kulit yang

    terikut maksimal 1, 75%.

    3.2.3. Pemastaan

    Praktikum pemastaan diawali dengan persiapan bahan. Nib yang diperoleh

    dari hasil pemisahan biji ditimbang sebanyak 50 gram menggunakan neraca analitik,

    hal ini bertujuan untuk mendapatkan berat nib sesuai yang dibutuhkan. Kemudian

    nib dimasukkan dalam alat pemasta. Pisau ulir yang terdapat dalam mesin pemasta

    akan menghancurkan nib sehingga ukuranya menjadi butiran-butiran yang halus.

    50 gr nib

    Ditimbang

    Dimasukkan dalam alat pemasta

    Ditimbang pasta yang diperoleh

    Diukur besar partikel pasta dengan thickness meter

    Dibandingkan dengan ukuran pasta komersial

  • Selain itu gesekan antara pisau berputar yang terdapat di dalam alat dengan

    dindingnya akan menghasilkan panas sehingga mengakibatkan lemak kakao yang

    terdapat di dalam nib meleleh dan keluar dari alat dalam bentuk pasta. Kemudian

    pasta yang diperoleh ditimbang dengan menggunakan neraca analitik. Tujuannya

    yaitu untuk mengetahui berat pasta yang diperoleh. berat pasta yang dihasilkan tidak

    sama dengan berat nib yang dimasukkan. Hal ini disebabkan karena selama proses

    pemastaan terjadi pengurangan jumlahnya karena pada saat dilakukan pemastaan

    terdapat beberapa nib atau pasta yang menempel pada dinding mesin sehingga

    jumlah outputnya berkurang. Lalu pasta yang dihasilkan diukur besar partikelnya

    dengan thickness meter. Tujuannya yaitu untuk mengetahui besar partikel pasta yang

    dihasilkan. Kemudian dilakukan perbandingan dengan ukuran partikel pasta

    komersial.

  • 3.2.4. Coklat

    Tempering Penimbangan biji kakaoPenimbangan biji

    kakao

    Pasta kakao, lemak kakao, susu full krim, fine sugar

    Pencampuran dalam mesin ball mill refiner @6jam

    Penyangraian dalam roaster, T=110-115C, t=15

    Dipindahkan ke mesin conchingDikeluarkan dari

    Dikeluarkan dari roaster

    Conching 4 jam suhu 60 Pendinginan

    Setelah 2 jam

    conching

    ditambahkkan

    lesitin, vanili dan

    soda kue

    Pendiaman selama sehari

    Pencetakan

    Suhu 25oC Suhu 30

    oC Suhu 35

    oC

    Penyimpanan seminggu

    Pengamatan

  • Praktikum acara pembuatan coklat diawali dengan penyiapan bahan. Pasta

    kakao, lemak kakao, susu bubuk full cream, dan fine sugar yang masing masing

    bahan yang telah ditimbang, kemudian dimasukkan kedalam mesin penggiling.

    Masing masing bahan memiliki fungsi tersendiri, Pasta kakao berfungsi sebagai

    pengisi cokelat dan menentukan kualitas warna yang dihasilkan serta citarasa produk.

    Fungsi fungsi bahan pemnuatan yaitu. Gula berfungsi sebagai pemanis,

    memperkeras tekstur, dan sebagai pengawet alami. Susu berfungsi sebagai penambah

    cita rasa dan kelezatan. Lemak cokelat berfungsi untuk menghomogenkan bahan baku

    pada proses pencampuran, meningkatkan kadar lemak, dan menentukan kepadatan

    cokelat yang berpengaruh terhadap tekstur produk. Semua bahan dimasukkan

    kedalam mesin yang menggunakan ball mill selama 6 jam, hal ini bertujuan untuk

    menyeragamkan ukuran partikel pasta. kemudian pasta dipindahkan kedalam mesin

    conching. Conching dilakukan selama 4 jam pada suhu 60 oC, setelah 2 jam conching

    berjalan ditambahkan lesitin,vanili, dan soda kue, Lesitin berfungsi

    menghomogenkan seluruh bahan baku dan bahan penunjang dan menstabilkan

    adonan serta menurunkan viskositas adonan, vanili berfungsi sebagai penambah

    flavor. Kemudian pasta yang telah jadi ditempering dengan perbedaan suhu yaitu 25

    oC, 30

    oC dan 35

    oC, perbedaan suhu tempering berfungsi untuk mengetahui pengaruh

    suhu tempering terhadap mutu coklat yang dihasilkan. Lalu setelah masing masing

    perlakuan mencapai suhu yang di tentukan, liquor dicetak dalam wadah atau alat

    pencetakkan. Selanjutnya coklat yang telah dicetak diiamkan selama satu hari untuk

    memberikan kesempatan kristal lemak tumbuh. Kemudian penyimpanan dilakukan

    selama seminggu untuk menentukan mutu coklat yang berubah selama penyimpanan.

  • BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil Pengamatan

    4.1.1. Penyangraian

    Berat Awal (gram) Berat Akhir (gram)

    100 90,50

    Biji Pembeda Kakao Sangrai Kakao Tidak Sangrai

    Utuh

    Warna Kulit lebih putih coklat

    Aroma Coklat berkurang Coklat lebih kuat

    Tekstur Keras dan rapuh Lunak dan pejal

    Dibelah Warna coklat hitam

    Gambar

    4.1.2. Pemisahan Kulit

    Berat Awal Berat Akhir

    Kulit Biji Nib

    90,50 gram 19,39 gram 63,80 gram

    Berat Awal Kulit Biji yang Terikut Efisiensi

    50 gram 4,73 gram 9,46%

  • 4.1.3. Pemastaan

    Berat Awal Berat Pasta Ukuran Partikel Ukuran Partikel

    Pasta Komersial

    50 gram 37,52 gram 65 m 2 m

    4.1.4. Ukuran Partikel (Refining)

    Waktu Ball Mill Ukuran Partikel

    Jam ke-

    0,5 25m

    2 15m

    4 8m

    6 6,2m

    4.1.5. Uji Organoleptik Coklat

    A. Penyimpanan Suhu Kamar (Ruang)

    Perlakuan 25C 30C 35C

    Kenampakan 2,9 2,1 2,3

    Tekstur 3,6 3,0 1,9

    Keseluruhan 3,5 2,7 2,3

    Kecepatan

    Leleh (detik) 38,94 28,49 34,46

    Gambar

  • B. Penyimpanan Suhu Dingin (Kulkas)

    Perlakuan 25C 30C 35C

    Kenampakan 3,4 2,4 1,9

    Tekstur 3,6 2,9 2,4

    Keseluruhan 3,9 2,7 2,8

    Kecepatan

    Leleh (detik) 42,24 36,34 33,93

    Gambar

    4.2. Pembahasan

    4.2.1. Penyangraian

    Pengamatan pada proses penyangraian menunjukkan bahwa berat

    awal biji kakao mengalami penyusutan selama penyaraian. Hal ini

    ditunjukkan dari berat biji kakao sebanyak 100 gram setelah disangrai

    beratnya menjadi 90,50 gram atau penurunan berat sebesar 9,5 gram.

    Penyusutan ini dapat disebabkan karena penguapan air dan senyawa

    volatil pada biji kakao. Menurut widyotomo dan Mulato (2003), selama

    proses penyangraian, terdapat beberapa tahapan reaksi fisik dan kimia

    berjalan secara berurutan yaitu penguapan air dari dalam biji yang

    menyebabkan susut sangrai, pelepasan kulit dari permukaan biji,

    pencoklatan inti dan penguapan senyawa volatile.

    Perubahan lain yang terjadi pada biji kakao yang disangrai yaitu

    aroma coklat tidak terlalu nampak bila dibanding biji yang tanpa

    disangrai dan warna biji semakin coklat gelap. Pengurangan aroma

  • coklat disebabkan karena penguapan senyawa volatile (senyawa yang

    mudah menguap) antara lain asam aldehid, furan, pirain, alkohol dan

    ester pada saat penyangraian. Sedangkan perubahan warna biji kakao

    disebabkan karena reaksi maillard. Maillard adalah reaksi yang terjadi

    antara gugus amina primer pada lantai protein dengan gula reduksi

    sehingga terbentuk senyawa mellanoidin (pigmen coklat).

    4.2.2. Pemisahaan Kulit

    Biji kakao sebanyak 90,50 gram dipisahkan untuk memperoleh nib

    dan kulit. Dari biji kakao tersebut menghasilkan nib biji kakao sebanyak

    63,80 gram dan kulit ikutan sebanyak 19,39 gram. Nilai persentase kulit

    terikut sebanyak 9,46% sedangkan batas nilai persentase yang

    disarankan adalah 1,75%. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut

    pemisahan kulit yang dilakukan memiliki efisiensi yang sangat rendah.

    Menurut Minife (1980), pemisahan kulit biji secara manual pada biji

    kakao berkadar air 6,5 persen diperoleh komponen nib sebanyak 87,1%

    sedangkan pemisahan secara mekanis jarang dapat mencapai lebih dari

    83 persen dan nib lazimnya masih mengandung 1,5-2% kulit biji. Hal ini

    berarti kandungan murni tidak lebih dari 82%.

    4.2.3. Pemastaan

    Berat nib awal adalah 50 gram, stelah dimasukkan mesin pemasta

    diperoles pasta sebanyak 37,52 gram. Hal ini menunjukkan adanya

    pengurangan berat nib terhadap pasta yang dihasilkan. Pengurangan

    berat selama pemastaan sebesar 12,48 gram. Hal ini disebabkan karena

    pasta yang dihasilkan menempel pada dinding mesin pemastaan. Desain

    mesin pemastaan juga mempengaruhi banyaknnya pasta yang tertahan

    dalam mesin pemastaan.

  • 05

    10

    15

    20

    25

    30

    0,5 2 4 6

    Uk

    ura

    n p

    art

    ikel

    (

    m)

    Jam Ke-

    Ukuran Partikel

    Ukuran Partikel

    Menurut Azizah (2005), pasta komersial memiliki ukuran partikel

    sebesar 2 m. perbedaan ukuran ini disebakan karena perbedaan proses

    pemastaan. Dimana pada praktikum dilakuakan satu kali tahapan.

    Sedangkan pada pasta komersial yang merupakan pasta yang diproduksi

    dalam skala industri dilakukan dua tahapan. dilakuakan proses

    pemastaan dan penghalusan dalam dua tahap, yaitu penghancuran untuk

    merubah biji kakao padat menjadi pasta dengan kehalusan butiran >40

    m dengan menggunakan mesin pemasta silinder. Kemudian disusul

    proses pelumatan dengan alat penghalus pasta atau refiner untuk

    menghasilkan kehalusan pasta dengan ukuran partikel < 20 m.

    4.2.4. Ukuran Partikel Coklat

    Proses pelembutan dilakuakan dengan menggunakan refiner yang

    terdiri dari beberapa roll besi yang berputar dan hasil mixer dilewatkan

    pada roll tersebut sehingga diperolah adonan yang sangat halus.

    Berdasarkan hasil pengamatan pada 0,5; 2; 4; dan 6 menit ukuran

    partikel berturut turut sebesar 25 m; 15 m; 8 m; dan 6,2 m. Tabel

    ukuran partikel disajikan gambar 1.

    Gambar 1. Tabel ukuran partikel pada waktu tertentu

  • Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu pelembutan

    berbanding lurur dengan ukuran partikel yang semakin kecil.

    4.2.5. Kenampakan

    Kenampakan coklat merupakan tampilan luar coklat secara

    keseluruhan. Penilaian kenampakan dilakukan oleh panelis yang

    berjumalah 10 orang, masing masing panelis memberikan skor 1 5

    berdasarkan tingkat kesukaan panelis. Grafik tingkat kesukaan panelis

    terhadap kenampakan coklat disajikan pada gambar 2.

    Gambar 2. Kenampakan Coklat

    Berdasarkan grafik tersebut panelis cenderung menyukai coklat

    yang disimpan pada suhu 250C dengan nilai skor sebanyak 3,4. Secara

    keseluruhan panelis menyukai coklat yang disimpan pada suhu dingin (

    kulkas ). Hal ini disebabkan karena suhu pendinginan yang mencapai

    10oC merupakan proses pendinginan terkontrol Sehingga dihasilkan

    coklat padat dengan kristal lemak yang halus dan struktur yang stabil

    terhadap panas, terlihat dari sifat lelehnya yang baik dan permukaan yang

    mengkilap. Menurut Feridah (2008) bahwa pendinginan cepat menjadi

    0

    0,5

    1

    1,5

    2

    2,5

    3

    3,5

    4

    25 30 35

    Ken

    amp

    akan

    (S

    ko

    r)

    Suhu (C)

    Kenampakan

    Suhu Ruang (C)

    Suhu Dingin (C)

  • suhu 26-27oC akan menyebabkan pembentukan polimorf stabil dan tidak

    stabil menjadi kristal.

    4.2.6. Tekstur

    Tekstur adalah segi penting mutu makanan. Ciri paling penting untuk

    penilaian suatu makanan adalah kekerasan dan kandungan air. Tekstur

    kadang-kadang lebih penting daripada bau, rasa, dan warna (deMan,

    1997). Pengukuran tekstur dilakukan oleh panelis yang berjumalah 10

    orang, masing masing panelis memberikan skor 1 5 bergantung

    tingkat kesukaan terhadap tekstur coklat.

    Gambar 3. Tekstur Coklat

    Berdasarkan garfik tersebut panelis cenderung menyukai tekstur coklat

    yang disimpat pada suhu ruang. Hal ini disebabkan coklat yang disimpan

    pada suhu ruang akan menyebabkan teksturnya agak lunak.

    4.2.7. Kecepatan Leleh

    Titik leleh coklat berupa kisaran suhu tertentu saat cokleat mencair

    seluruhnya. Titik leleh awal adalah suhu saat terjadi tetesan pertama

    lemak. Sedangkan titik leleh akhir adalah suhu saat seluruh lemak telah

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    25C 30C 35C

    Tek

    stu

    r (s

    ko

    r)

    Suhu

    Tekstur

    Suhu Ruang C

    Suhu Dingin C

  • meleleh sempurna (Beckett, 2008). Gambar 4 menunjukkan titik leleh

    lemak kakao pada suhu tempering yang berbeda dan temapt

    penyimpanan.

    Gambar 4. Kecepatan Leleh Coklat

    Berdasarkan kecepatan leleh coklat yang disimpan pada ruang

    dingin memiliki kecepatan leleh yang lebih lama dibanding dengan

    coklat yang disimpan pada suhu ruang. Berdasarkan perbedaan suhu

    coklat yang menggunakan waktu tempering 25 o

    C lebih disukai oleh

    panelis.

    Proses tempering merupakan proses untuk mengatur ikatan krista

    pada lemak kakao. Setelah pemanasan lemak struktur ikatan masing

    masing terlepas sesuai dengan jenis kristal lemak. Bentuk adalah

    bentuk yang paling diinginkan oleh industri kakao karena memiliki titik

    leleh 29,5 36 oC dan paling stabil pada suhu ruang (Talbot, 1999).

    Menurut Vazquez (2000) karater kristal lemak pada coklat batang

    juga dipengaruhi oleh komponen lain selain lemak yang terdapat

    campuran.

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    25C 30C 35C

    Kec

    epa

    tan

    Lel

    eh (

    men

    it)

    Suhu

    Kecepatan Leleh

    Suhu Ruang C

    Suhu Dingin C

  • BAB 5. PENUTUP

    5.1. Kesimpulan

    1. Penyangrai dapat menyebabkan perubahan pada biji kakao. Perubahan

    yang terjadi selama penyangraian meliputi susut bobot, perubahan warna

    dan terbentuknya aroma.

    2. Efisiensi pemisahan kulit kakao pada praktiku sebanyak 9,46%, nilai

    batas yang diperbolehkan adalah 1,75%.

    3. Ukuran partikel yang diperoleh pada saat pelembutan berturut turut

    sebesar 25 m; 15 ; 8 m; dan 6,2 m.

    4. Coklat yang dibuat dengan bentuk kristal akan menghasilkan coklay

    yang mengkilap, padat, renyah, leleh pada suhu tubuh (37 C).

    5.2. Saran

    Praktikum selanjutnya harus lebih lengkap, agar semua mahasiswa bisa

    merasakan proses pembuatan coklat.

  • DAFTAR PUSTAKA

    A l ex, K. B. C., 2003. A n Undergraduate Thesi s Submi tted to the University of

    Queensl and as arequi rement for the Degree of Bachel or of Engi neeri ng

    (Chemical).http://www.cheque.uq.edu.au/ugrad/theses/2003/pdf/CHE4007/4021

    9358/40219358.pdf. Di akses pada tanggal 29 April 2015.

    Beckett, T. S. 2008. The Science of Chocolate. Second edition. Formerly Nestle

    Product Technology Center. New York, United Kingdom.

    Hatta, Sunanto., 1992. Cokelat Budidaya, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonomisnya.

    Kanisius, Yogyakarta.

    Indarti, E.,Arpi, N., Budijanto,S. 2013. KAJIAN PEMBUATAN COKELAT

    BATANG DENGAN METODE TEMPERING DAN TANPA TEMPERING,

    vol. 5:1. Di akses pada tanggal 28 A pri l 2015.

    Ketaren, S., 1986.Pengantar Minyak dan Lenak Pangan. Universitas Indonesia Press,

    Jakarta.

    Liendo, R., Padilla, F.C., Quintana, A. 1997. Characterization of cocoa butter

    extracted from Criolo cultivars of Theobroma cacaoL. Food Res. Int. 30(9):727-

    731.

    Lipp, M., Simonaeu, C., Ulberth, F., Anklam, E., Crews, C., Brereton, P., De Greyt,

    W., Schwack, W., Wiedmaier, C. 2001. Composition of Genuine Cocoa Butter

    and Cocoa Butter Equivalents. J. Food Composition and Anal. 14: 399-408.

    Minifie, W. Belnard., 1999. Chocolate, cocoa and Confectinery Sains Technology.

    An Aspen Publication, London.

    Mulato, S., Wi dyotomo, S., H andaka., (2002), Desai n teknol ogi pengol ahan

    pasta, l emak, dan bubuk cokel at untuk kel ompok tani , Warta Penel i ti an

    dan Pengembangan Pertani an. http://pustaka.bogor.net/w261041.pdf(SECU

    RED). Di akses pada tanggal 28 A pri l 2015.

    M eti n, S. and H artel , R.W. (2005) Bai l ey's I ndustri al Oi l and Fat Products.

    John Wi l ey and Sons. chap. Crystal l i zati on of Fats and Oi l s, pp. 45-76.

    Nurasa, T., (2011), Perkembangan Kakao Indonesia, Badan Litbang Pertanian,

    Bogor.

    Nuraeni, 1995.CoklatPembudidayaan, Pengolahan, danPemasaran. Penebar Swdaya.

    Jakarta.

  • Sudarmadji, Slamet., Bambang Haryono dan Suhardi, 1996. Analisa Bahan Makanan

    dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

    Smanda, W., (2008), Kadar l emak dan organol epti k, Chocol ate dan Cokl at.

    http://cokl at-chocol ate.bl ogspot.com/2008/03/kadar-l emak-dan-organol epti k-

    bi j i -kakao.html . Di akses pada tanggal 5 A pri l 2014.

    Talbot, G., 1999. Chocolate tempering S. T. Becket (Ed) industrial chocolate

    manufacture and use. Tried edition. Oxford.

    Wahyudi, T, PangabeandanPujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Penebar

    Swadaya. Jakarta.

  • LAMPIRAN

    1. Efisiensi kulit =

    =

    = 9,46 %

    2. a. Kenampakan (Suhu Ruang)

    Rata-rata pada suhu ruang 250 C =

    = 2,9

    Rata-rata pada suhu ruang 300C =

    Rata-rata pada suhu ruang 350C =

    b. Kenampakan ( Suhu Dingin)

    Rata-rata pada suhu dingin 250 C =

    = 3,4

    Rata-rata pada suhu dingin 300C =

    Rata-rata pada suhu dingin 350C =

    3. a. Tekstur (Suhu Ruang)

    Rata-rata pada suhu ruang 250 C =

    = 3,6

    Rata-rata pada suhu ruang 300C =

    Rata-rata pada suhu ruang 350C =

  • b. Tekstur ( Suhu Dingin)

    Rata-rata pada suhu dingin 250 C =

    = 3,6

    Rata-rata pada suhu dingin 300C =

    Rata-rata pada suhu dingin 350C =

    4. a.Keseluruhan (Suhu ruang)

    Rata-rata pada suhu ruang 250 C =

    = 3,5

    Rata-rata pada suhu ruang 300C =

    Rata-rata pada suhu ruang 350C =

    b. Keseluruhan ( Suhu Dingin)

    Rata-rata pada suhu dingin 250 C =

    = 3,9

    Rata-rata pada suhu dingin 300C =

    Rata-rata pada suhu dingin 350C =

    5. a.Kecepatan Leleh dimulut (Suhu Ruang)

    Rata-rata pada suhu ruang 250 C

    = 38,94

    Sekon

  • Rata-rata pada suhu ruang 300C

    =

    Sekon

    Rata-rata pada suhu ruang 350C

    =

    b. Kecepatan Leleh dimulut ( Suhu Dingin)

    Rata-rata pada suhu dingin 250 C

    =

    = 42,24

    Sekon

    Rata-rata pada suhu dingin 300C

    =

    Sekon

    Rata-rata pada suhu dingin 350C

    =

  • LAMPIRAN GAMBAR PRAKTIKUM HILIR KAKAO

    1. Penyangraian

    1. Mesin sangrai biji kakao

    2. 100 gram biji kakao dimasukkan dalam

    roaster 110-115oC

    3. Pengeluaran biji kakao dari roaster

    dan pendinginan

    4. Penimbangan setelah disangrai

    5. Pengamatan kakao sangrai dan non

    sangrai

    2. Pemisahan Kulit

  • 1. Penimbangan biji kakao setelah

    disangrai

    2. Pemasukan dalam mesin winnowing

    3. Proses penyedotan kulit pada mesin

    winnowing

    4. Nib kakao

    3. Pemastaan

    1. Nib kakao ditimbang 100 gram

    2. Pemasukan nib dalam alat pemasta dan

    kemudian dikeluarkan

    3. Pengukuran partikel pasta dengan

    thickness meter

    4. Proses Pembuatan Coklat

    1. Persiapan bahan

    2. Penimbangan bahan

    3. Lemak kakao dan pasta kako dicairkan dengan

    pemanasan

  • 4. Pemasukan bahan dan pengoperasian

    ball mill suhu 60oC

    5. Pengambilan sampel pasta setiap 0,5; 2; 4 dan

    6 jam

    6. Dilanjutkan pengukuran besar

    partikel setiap jam

    pengamatan

    7. Pengeluaran pasta dari ball mil

    8. Pemindahan pasta dalam mesin conching

    9. Pemasukan lesitin dan soda kue 2 jamsebelum

    coanching berakhir

    10. Perlakuan tempering 3 sampel

    dengan suhu berberda

    11. Pencetakan coklat dan didiamkan 1

    hari

    12. Penyimpanan coklat dalam wadah kedap

    udara selama 1

    minggu (dalam suhu

    rendah dan suhu

    ruang)

  • 13. Uji kenampakan, tekstur dan kecepatan leleh dari masing-masing penyimpanan suhu ruang dari ketiga sampel coklat dengan suhu tepering yang

    berbeda

    (oleh panelis)