Laporan Hidropan Kel 4

39
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM HIDROLIKA PANTAI SEDIMENTASI DAN KELANDAIAN Oleh : Kelompok 4 PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN Herni C. Sidabutar K2E0090xx Kastiyan Yudha P K2E009052 Rizky Amalia K2E009004 M. Husni Maulana K2E009014

Transcript of Laporan Hidropan Kel 4

Page 1: Laporan Hidropan Kel 4

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

HIDROLIKA PANTAI

SEDIMENTASI DAN KELANDAIAN

Oleh :

Kelompok 4

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2011

Herni C. Sidabutar K2E0090xx

Kastiyan Yudha P K2E009052

May Trio VM

K2E0090xx

Rizky Amalia K2E009004

M. Husni Maulana K2E009014

Diyan M Ramdhani K2E009025

Muhammad Iqbal K2E0090xx

Page 2: Laporan Hidropan Kel 4

LEMBAR PENILAIAN

Kelompok : 4

Judul : Sedimentasi dan Kelandaian Pantai

No Keterangan Nilai

1 Pendahuluan

2 Tinjauan Pustaka

3 Materi dan Metode

4 Hasil dan Pembahasan

5 Kesimpulan

6 Daftar Pustaka

Total

Semarang, 21 Desember 2011

Asisten Asisten

Riska Yulianti Syaiful Bahri

K2E007028 K2E006046

Mengetahui,

Koordinator Mata Kuliah

Hidrolika Pantai

Denny Nugroho S, ST, M.Si

197408102001121001

Rizky Amalia K2E009004

M. Husni Maulana K2E009014

Diyan M Ramdhani K2E009025

Muhammad Iqbal K2E009033

Herni C. Sidabutar K2E009044

Kastiyan Yudha P K2E009052

May Trio VM K2E009082

Wisman Fabrise DP K2E009070

Page 3: Laporan Hidropan Kel 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi morfologi pantai merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi tingginya run up gelombang tsunami pada saat mencapai daratan.

Gelombang tersebut merayap mengikuti kelandaian pantai dengan kecepatan yang

relatif cepat dan meng hanyutkan serta merobohkan rumah-rumah nelayan serta

menyeret benda-benda sampai ke daratan.

Dengan kondisi alam sekarang ini yang makin berubah drastis, seperti

pemanasan global mempengaruhi kondisi perairan diseluruh dunia. Perubahan ini

mempengaruhi parameter-paremeter fisika, kimia dan biologi diperairan tersebut.

Maka dari itu perlulah ditinjau perubahan apa saja yang terjadi diperairan Teluk

Awur khusunya di pantai Kampus Teluk Awur Jepara, seperti parameter kimia,

topografi serta sedimentasi dipantai tersebut.

1.2 Tujuan Praktikum

Praktikum Hidrolika Pantai ini bertujuan untuk :

1. Agar mahasiswa dapat mengetahui proses sedimentasi yang terjadi

dipantai Teluk Awur.

2. Agar mahasiswa dapat mengetahui tipe dari kelandaian dipantai Teluk

Awur Kampus Jepara.

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Hari / Tanggal : Sabtu, 10 Desember 2011

Waktu : Pukul 09.00-17.00

Tempat : Dermaga Pantai Teluk Awur Kampus Kelautan Jepara,

Universitas Diponegoro Semarang.

Page 4: Laporan Hidropan Kel 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pantai Utara Jawa

Secara umum morfologi topografi pantai utara Jawa Barat merupakan suatu

daerah dataran dengan lebar dataran yang bervariasi. Dataran sempit dibagian

timur (sekitar Kota Cirebon) dan bagian barat, dan meluas pada bagian tengah.

Pada dataran yang lebar banyak dijumpai sungai-sungai yang mengalir dan

bermuara dibagian tersebut, diantaranya Sungai Cimanuk, S. Cipunagara, S.

Citarum, dan S. Bekasi. Berdasarkan proses pembentukannya dataran yang ada

dapat dibedakan menjadi : dataran limpah banjir, kipas aluvial, endapan rawa,

endapan laut dan dataran pantai-pematang pantai. Secara rinci endapan yang

terdapat di pantai utara Jawa Barat disusun oleh :

• Endapan Kipas Aluvial

Endapan ini umumnya terbentuk dari hasil vulkanik terdiri dari lempung, pasir

campur kerikil, daya dukung tinggi, nilai keterusan terhadap air kecil sampai

sedang.

• Endapan Limpah Banjir

Endapan ini umumnya disusun oleh lempung, lanau, kadang-kadang pasir

halus, agak plastik sampai plastik, keras dalam keadaan kering, lunak dalam

keadaan basah, daya dukung terhadap pantai rendah sampai sedang, keterusan

terhadap sumber air kecil. Di atas endapan ini umumnya dimanfaatkan

masyarakat sebagai daerah pertanian.

• Endapan Sungai

Endapan ini disusun oleh pasir sampai kerikil, lepas daya dukung terhadap

pondasi sedang sampai besar. Permeabilitas besar, dapat bertindak sebagai

akuifer, diatas endapan ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai

daerah pemukiman, hal ini bisa dimaklumi karena kemudahan untuk

memperoleh air.

• Endapan Rawa dan Rawa Bakau

Endapan ini disusun oleh lempung, lanau, lempung organik, pasiran,

plastisitas sedang, sifat rekah kerutnya tinggi, daya dukung terhadap pondasi

Page 5: Laporan Hidropan Kel 4

sangat kecil, nilai keterusan terhadap air sangat kecil. Di atas lahan ini banyak

dipergunakan penduduk sebagai lahan tambak.

• Endapan Pantai dan Pematang Pantai

Endapan ini disusun oleh pasir berukuran halus sampai kasar, kadang-kadang

mengandung lanauan lempung, daya dukung pondasi kecil sampai sedang,

nilai keterusan terhadap air sedang sampai besar. Di atas endapan ini banyak

dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan pemukiman, karena letaknya

relatif lebih tinggi dari daerah sekitarnya, dan kemudahan untuk memperoleh

air.

• Endapan Laut

Endapan laut terbentuk dari lempung abu-abu sampai biru, lunak, daya

dukung terhadap pondasi kecil, keterusan terhadap air kecil, biasanya endapan

laut ini terletak dibawah endapan-endapan lain yang telah dijelaskan diatas.

(Badan Geologi-DESDM, 2000)

Berikut adalah parameter - parameter oseanografi untuk perairan daerah pantai

utara jawa :

Bathimetri

Perairan laut wilayah barat Indonesia termasuk bagian dari paparan benua dan

umumnya mempunyai karakteristik perairan yang relatif dangkal. Morfologi

perairan pantai juga dipengaruhi karakteristik wilayah pantai seperti

keberadaan aliran sungai, terutama sungai-sungai yang membawa material

erosi dari bagian hulu, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap

kelandaian, pembentukan lekukan teluk dan ujung di sepanjang pantai. Hal ini

seperti terlihat pada perairan pesisir utara Propinsi Jawa Barat, dimana kondisi

pantai umumnya landai dengan kemiringan antara 0,06 % di wilayah Teluk

Cirebon sampai 0,4 % di wilayah Ujung Karawang. Perbedaan kelandaian

pantai ini biasanya berkaitan dengan dinamika perairan pantai, dimana

wilayah teluk umumnya menunjukkan wilayah yang relatif lebih landai

dibandingkan dengan wilayah ujung. Diperkirakan bahwa pada jarak rata-rata

4 km (2,3 mil laut) dari garis pantai kedalaman mencapai 5 meter, kemudian

pada jarak rata-rata 13 km (7 mil laut) kedalaman menjadi 10 meter, dan pada

Page 6: Laporan Hidropan Kel 4

jarak 21 km (~ 13 mil laut) kedalaman mencapai 20 meter. Kontur kedalaman

kurang dari 5 meter memperlihatkan kondisi yang relatif sejajar dengan garis

pantai. Demikian juga pada garis kedalaman antara 5 - <10 meter dan 10 - <20

meter, kecuali pada perairan sekitar Cirebon pada kedalaman antara 5 - <10

meter.

Pasang surut

Pasang surut (pasut) merupakan gerakan permukaan air laut yang teratur

secara periodik. Walaupun secara umum pergerakan pasang dan surut ini

dapat dipengaruhi oleh posisi bulan dan matahari, namun karakter perairan

pantai seperti wilayah kepulauan dan kedalaman juga memberikan sumbangan

terhadap sifat pasut secara lokal. Kompleksitas faktor fisik ini menyebabkan

perubahan sifat pasut yang bervariasi dari wilayah satu ke wilayah lainnya.

Paling tidak pengaruh posisi bulan dapat dicirikan dengan adanya pasang

purnama dan pasang perbani, sedangkan karakteristik pantai akan

mempengaruhi tipe pasut seperti sifat diurnal, semidiurnal, dan campuran

(baik yang mengarah ke diurnal atau ke diurnal atau ke bentuk semidiurnal).

Sifat diurnal apabila wilayah pantai hanya mengalami satu kali pasang dan

satu kali surut dalam satu hari, semidiurnal terjadi jika pantai mengalami dua

kali pasang dan dua kali surut dengan ketinggian yang sama. Sifat pasut

campuran terjadi apablia pada wilayah pantai mengalami dua kali pasang dan

dua kali surut dengan ketinggian yag berbeda. Berdasarkan data prakiraan dari

dua stasiun (Tanjung Priok dan Cirebon), tipe pasut di wilayah pantai Jawa

Barat bagian utara termasuk kategori campuran mengarah ke semidiurnal.

Kisaran maksimum tinggi pasang dan surut terbesar adalah 1 meter dan

kisaran tinggi pasang dan surut kedua adalah 0,5 - 0,7 meter (Deshidros-AL,

2000).

Iklim dan cuaca

Seperti wilayah Indonesia lainnya, iklim di pesisir Jawa Barat bagian utara

dipengaruhi oleh angin muson yang mengakibatkan dua musim yaitu musim

barat dan musim timur. Informasi iklim dan cuaca pada setiap wilayah pesisir

pantai utara Jawa Barat masih terbatas, namun hasil studi di wilayah

Indramayu menunjukkan bahwa selama periode 14 tahun (1980-1993) angin

Page 7: Laporan Hidropan Kel 4

umumnya berasal dari barat laut (29,35 %), timur laut (22,01 %) dan Utara

(18,32 %) (Pemerintah Kabupaten Indramayu, 1996). Kecepatan angin

umumnya (41,35 %) bertiup dengan kisaran antara 3-5 m/det, sedangkan (0,62

%) kecepatan angin sangat lemah yaitu < 1 m/det yang dapat diklasifikasikan

pada kondisi teduh. Selanjutnya atas dasar kajian terhadap wilayah tersebut,

bahwa musim barat terjadi pada bulan Desember sampai bulan Februari,

dimana angin umumnya (30-40 %) bertiup dari arah barat laut dengan

kecepatan 4-6 m/det. Hanya sebagian kecil (10 %) angin bertiup dari arah

barat daya dengan kecepatan 3 m/det. Selanjutnya pada bulan Maret sampai

bulan Mei merupakan musim peralihan antara musim barat ke musim timur.

Kondisi angin sangat berubah-ubah, walaupun masih didominasi (30-50 %)

dari arah timur laut dengan kecepatan angin 2-4 m/det. Pada musim tersebut

juga diindikasikan adanya angin dari arah utara (20 %) dengan kecepatan 3

m/det, sedang dari arah barat laut (20 %) juga dengan kecepatan 3 m/det.

Bulan Juni sampai bulan Agustus merupakan puncak musim timur dimana

angin umumnya (30-40%) bertiup dari arah timur laut dengan kecepatan 3-6

m/det. Disamping itu juga terdapat angin berasal dari utara dan barat laut

masing-masing 20 % dengan kecepatan 2 m/det. Sebelum kembali ke musim

barat, terjadi musim peralihan dari timur ke barat yang terjadi antara bulan

September sampai bulan November dengan kecepatan 4-6 m/det, dan hanya

sebagian yang berasal dari angin timur laut (18 %) dengan kecepatan 1-3

m/det. Pergantian musim juga ikut memberikan pengaruh terhadap pergerakan

masa air seperti arus. Pada musim barat pergerakan arus umumnya menuju ke

arah timur atau arus timur dengan kecepatan berkisar antara 3-14 mil per hari.

Musim timur arus bergerak sebaliknya yaitu menuju arah barat dengan

kecepatan berkisar antara 1 - 13 mil per hari. Musim peralihan I (bulan Maret

sampai bulan Mei) dan peralihan II (bulan September sampai bulan

November) kecepatan arus laut masing-masing adalah 1 mil per jam dan 6 mil

per jam. Di wilayah pantai arus umumnya merupakan arus gabungan yang

ditimbulkan oleh arus regional dan arus pasut.

Page 8: Laporan Hidropan Kel 4

Gelombang

Gelombang laut merupakan suatu gerakan masa air yang juga dapat

disebabkan karena tiupan angin. Kekuatan gelombang laut dipengaruhi oleh

kecepatan angin, periode angin dan kondisi terbuka dan tertutupnya perairan

terhadap angin. Dengan memperhatikan penyebab timbulnya gelombang,

maka secara tidak langsung kondisi gelombang perairan dapat diperoleh dari

data angin yang bertiup pada perairan tersebut. Dengan demikian kondisi

gelombang juga akan menunjukkan pola musiman. Kajian yang dilakukan

terhadap wilayah Indramayu dengan metode SMB (Sverdrup Munk Bretch

Neider) menunjukkan bahwa umumnya gelombang sesuai dengan arah angin

yaitu dari arah barat laut, utara dan timur laut masing-masing sebanyak 22,25

%, 10,88 % dan 20,10 % (Pemerintah Kabupaten Indramayu, 1996). Secara

keseluruhan yaitu sebanyak 28,40 % tinggi gelombang mencapai antara 0,5-

0,8 meter, sedang gelombang teduh dengan ketinggian < 0,3 m sebanyak

28,40 %. Secara rinci ketinggian gelombang musiman adalah sebagai berikut:

Pada musim barat gelombang dari barat dengan ketinggian > 1,7 m (45 %),

sedangkan gelombang teduh antara 30 - 50 %. Musim peralihan I gelombang

tetap dari barat namun ketinggian dan frekuensinya semakin kecil. Gelombang

dari timur makin dominan (40 %). Musim timur gelombang dari timur (40 %).

Musim peralihan II walaupun masih terdapat gelombang dari arah timur,

namun masih didominasi oleh gelombang dari arah barat.

• Suhu dan salinitas

Seperti telah dideskripsikan sebelumnya, perairan di pantai Jawa Barat bagian

utara tidak terlepas dari pengaruh perairan regional, dengan demikian suhu

perairanpun menunjukkan karakteristik yang tidak jauh berbeda. Kisaran suhu

ini bervariasi dari 25 - 32 °C yang merupakan karakteristik dari perairan

daerah tropis. Secara rinci kisaran suhu pada daerah pantai yang pernah

dilakukan pengamatan dapat dilihat dalam Tabel 5.1. Variasi nilai juga terjadi

pada parameter salinitas, terutama pada perairan yang terletak dekat muara

sungai dimana umumnya didapatkan nilai relatif rendah (< 20‰). Perubahan

nilai salinitas di daerah muara sungai dapat disebabkan oleh pengaruh pasang

surut.

Page 9: Laporan Hidropan Kel 4

Pada saat surut, nilai salinitas air laut menjadi relatif rendah, sebaliknya

pada saat pasang nilai salinitas akan meningkat bahkan sampai mencapai

puluhan meter dari garis tepi pantai. Kisaran salinitas pada wilayah yang

pernah diamati secara rinci dapat dilihat dalam Tabel 5.1.

2.2 Kelandaian Pantai

Beach, yaitu pantai yang tersusun oleh material lepas. Pantai tipe ini dapat

dibedakan menjadi:

1. Sandy beach (pantai pasir), yaitu bila pantai tersusun oleh endapan pasir.

2. Gravely beach (pantai gravel, pantai berbatu), yaitu bila pantai tersusun oleh

gravel atau batuan lepas. Seperti pantai kerakal.

Pantai dapat dibedakan menjadi:

Pantai hasil proses erosi, yaitu pantai yang terbentuk terutama melalui proses

erosi yang bekerja di pantai. Termasuk dalam kategori ini adalah pantai batu

(rocky shore).

Pantai hasil proses sedimentasi, yaitu pantai yang terbentuk terutama kerena

prose sedimentasi yang bekerja di pantai. Termasuk kategori ini adalah beach.

Baik sandy beach maupun gravely beach.

Pantai hasil aktifitas organisme, yaitu pantai yang terbentuk karena aktifitas

organisme tumbuhan yang tumbuh di pantai. Termasuk kategori ini adalah

pantai mangrove.

Bila dilihat dari sudut morfologinya, pantai dapat dibedakan menjadi:

Pantai bertebing (cliffed coast), yaitu pantai yang memiliki tebing vertikal.

Keberadaan tebing ini menunjukkan bahwa pantai dalam kondisi erosional.

Tebing yang terbentuk dapat berupa tebing pada batuan induk, maupun

endapan pasir.

Page 10: Laporan Hidropan Kel 4

Pantai berlereng (non-cliffed coast), yaitu pantai dengan lereng pantai. Pantai

berlereng ini biasanya merupakan pantai pasir.

Secara sederhana, pantai dapat diklasifikasikan berdasarkan material

penyusunnya, yaitu menjadi:

Pantai Batu (rocky shore), yaitu pantai yang tersusun oleh batuan induk yang

keras seperti batuan beku atau sedimen yang keras. Pantai ini dicirikan oleh

pantai berawa, pantai berpasir yang sempit dengan kemiringan bibir pantai

landai yaitu berkisar antara 3° hingga 5°. Morfologi belakang pantai umumnya

curam, merupakan tebing yang tersusun oleh batuan gunung api (breksi dan

aglomerat) dengan relief yang tinggi. memiliki bentuk garis pantai berteluk

dan berkantong pantai. Vegetasi penutup terdiri dari nipah dan bakau dan

sebagian wilayah tipe pantai ini sangat sempit sehingga jarang dijadikan

daerah pemukiman warga.

Pantai landai berpasir, yaitu pantai yang tersusun oleh endapan pasir halus

hingga kasar berwarna kuning kecoklatan hingga keabu-abuan. Pantai ini

memiliki morfologi landai dengan relief rendah hingga menengah, dan

memiliki pedataran pantai yang cukup luas sehingga dapat dijadikan sebagai

tempat pemukiman warga dan sarana umum lainnya. Pantai tipe ini umumnya

memiliki garis pantai lurus, dengan kemiringan bibir pantai yang landai

hingga curam. Nilai minimum kemiringan 4° terdapat di pantai Lolong dan

maksimum 21°

Kondisi morfologi pantai merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi tingginya run up gelombang tsunami pada saat mencapai daratan.

Gelombang tersebut merayap mengikuti kelandaian pantai dengan kecepatan yang

relatif cepat dan meng hanyutkan serta merobohkan rumah-rumah nelayan serta

menyeret benda-benda sampai ke daratan.

Dari hasil analisis batimetri diketahui bahwa kondisi batimetri di perairan

memperlihatkan adanya perbedaan yang memisahkan antara laut dalam (merah),

kepulauan busur muka, dan cekungan busur muka. Karakteristik kontur batimetri

memperlihatkan bahwa perairan di selatan lebih rapat dibandingkan dengan di

bagian utaranya.

Page 11: Laporan Hidropan Kel 4

Hal ini menunjukkan bahwa gelombang tsunami akan memiliki kecepatan

lebih besar dan lebih dulu tiba di wilayah tersebut dibandingkan dengan daerah

lainnya. Namun ketinggian gelombang tsunami akan lebih tinggi di bagian utara

karena kedalaman dasar laut di daerah ini relatif lebih dangkal. Bagian tengah

yang memiliki bentuk pantai berteluk dan berkantong pantai memiliki potensi

besar akan gelombang tinggi. Namun, batuan beku yang menjadi penyusun

sebagian daerah ini akan meredam daya jangkau gelombang tsunami untuk

mencapai daratan, sehingga jarak genangan akan lebih sempit. Sementara itu, di

tempat lain yang memiliki ketinggian elevasi terhadap muka laut lebih landai akan

berpotensi mengalami genangan gelombang tsunami lebih jauh ke arah darat.

2.3 Sedimen

Sedimen adalah bahan alami yang dipecah oleh proses pelapukan dan erosi ,

dan kemudian diangkut oleh aksi cairan seperti angin, air, atau es, dan / atau oleh

kekuatan gravitasi yang bekerja pada partikel itu sendiri.

Sedimen pantai dapat berasal dari erosi pantai, dari daratan yang terbawa oleh

sungai, dan dari laut dalam yang terbawa oleh arus ke daerah pantai. Dalam ilmu

teknik pantai dikenal istilah pergerakan sedimen pantai atau transpor sedimen

pantai.  Bambang Triatmodjo (1999) menjelaskan bahwa definisi dari transpor

sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh

gelombang dan arus yang dibangkitkannya.  Transpor sedimen pantai inilah yang

akan menentukan terjadinya sedimentasi atau erosi di daerah pantai.

Transpor sedimen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu transpor sedimen

menuju dan meninggalkan pantai (onshore - offshore transport) yang memiliki

arah rata-rata tegak lurus pantai dan transpor sepanjang pantai (longshore

transport) yang memiliki arah rata-rata sejajar pantai.

Transport sedimen tegak lurus pantai dapat dilihat pada kemiringan pantai dan

bentuk dasar lautnya.  Proses transpor sedimen tegak lurus biasanya terjadi pada

daerah teluk dan pantai – pantai yang memiliki gelombang yang relatif tenang. 

Pada saat musim ombak, energi yang terdapat pada gelombang akan menggerus

bibir pantai dan menimbulkan erosi. Penggerusan tersebut akan menimbulkan

lembah (trough) namun hal itu juga akan dibarengi dengan terbentuknya

Page 12: Laporan Hidropan Kel 4

punggungan (bar) di samping lembah tersebut akibat adanya hukum kekekalan

massa.  Adanya punggungan tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi

gelombang pecah karena pada umumnya gelombang akan pecah sebelum

mencapai punggungan.

Gambar 1.  Proses transpor sedimen tegak lurus pantai

Hukum kekekalan massa berlaku pada transpor sedimen tegak lurus pantai. 

Hukum kekekalan massa menyatakan bahwa sedimen tidak dapat hilang namun

hanya dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lainnya.  Dari gambar

terlihat timbulnya erosi pada daerah bibir pantai akan diikuti dengan proses

sedimentasi di laut.

Transpor sedimen sejajar pantai (longshore transport) terjadi pada daerah

pantai yang langsung berbatasan dengan samudera.  Transpor sedimen jenis ini

dapat lebih mudah terlihat karena transpor sedimen jenis ini memberi pengaruh

terhadap bangunan – bangunan pantai yang menjorok ke laut.  Akibat adanya

transpor sedimen sejajar pantai maka pada bangunan pantai yang menjorok ke laut

akan terlihat perbedaan pada kedua sisi bangunan pantai tersebut.  Pada satu sisi

bangunan tersebut akan di jumpai proses sedimentasi sedangkan pada sisi lainnya

terjadi proses erosi.  Oleh karena itu dalam perencanaan untuk mendirikan

bangunan pantai harus diperkirakan seberapa besar pengaruh dari transpor

sedimen sebagai fungsi dari gelombang dan arus.  Hal itu harus dilakukan untuk

mencegah kerusakan pada daerah pantai.

Efek lain yang terjadi pada daerah pantai akibat adanya transpor sedimen

sejajar pantai adalah terbentuknya daratan antara suatu pulau dengan daratan

utama.  Efek ini biasa di kenal dengan nama tombolo.

Sedimen yang di jumpai di dasar lautan dapat berasal dari beberapa sumber

yang menurut Reinick (Dalam Kennet, 1992) dibedakan menjadi empat yaitu :

Page 13: Laporan Hidropan Kel 4

1. Lithougenus sedimen yaitu sedimen yang berasal dari erosi pantai dan material

hasil erosi daerah up land. Material ini dapat sampai ke dasar laut melalui proses

mekanik, yaitu tertransport oleh arus sungai dan atau arus laut dan akan

terendapkan jika energi tertransforkan telah melemah.

2. Biogeneuos sedimen yaitu sedimen yang bersumber dari sisa-sisa organisme

yang hidup seperti cangkang dan rangka biota laut serta bahan-bahan organik

yang mengalami dekomposisi.

3. Hidreogenous sedimen yaitu sedimen yang terbentuk karena adanya reaksi

kimia di dalam air laut dan membentuk partikel yang tidak larut dalam air laut

sehingga akan tenggelam ke dasar laut, sebagai contoh dan sedimen jenis ini

adalah magnetit, phosphorit dan glaukonit.

4. Cosmogerous sedimen yaitu sedimen yang berasal dari berbagai sumber dan

masuk ke laut melalui jalur media udara/angin. Sedimen jenis ini dapat bersumber

dari luar angkasa, aktifitas gunung api atau berbagai partikel darat yang terbawa

angin. Material yang berasal dari luar angkasa merupakan sisa-sisa meteorik yang

meledak di atmosfir dan jatuh di laut. Sedimen yang berasal dari letusan gunung

berapi dapat berukuran halus berupa debu volkanik, atau berupa fragmen-fragmen

aglomerat. Sedangkan sedimen yang berasal dari partikel di darat dan terbawa

angin banyak terjadi pada daerah kering dimana proses eolian dominan namun

demikian dapat juga terjadi pada daerah subtropis saat musim kering dan angin

bertiup kuat. Dalam hal ini umumnya sedimen tidak dalam jumlah yang dominan

dibandingkan sumber-sumber yang lain (Sugeng Widada).

Sedimen yang masuk ke dalam laut dapat terdistribusi pada :

1. Daerah perairan dangkal, seperti endapan yang terjadi pada paparan benua

(Continental Shelf) dan lereng benua (Continental Slope).

Dijelaskan oleh Hutabarat (1985) dan Bhatt (1978) bahwa ‘Continental Shelf’

adalah suatu daerah yang mempunyai lereng landai kurang lebih 0,4% dan

berbatasan langsung dengan daerah daratan, lebar dari pantai 50 – 70 km,

kedalaman maksimum dari lautan yang ada di atasnya di antara 100 – 200 meter.

‘Continental Slope’ adalah daerah yang mempunyai lereng lebih terjal dari

continental shelf, kemiringannya anatara 3 – 6 %.

2. Daerah perairan dalam, seperti endapan yang terjadi pada laut dalam.

Page 14: Laporan Hidropan Kel 4

Endapan Sedimen pada Perairan Dangkal :

Pada umumnya ‘Glacial Continental Shelf’ dicirikan dengan susunan

utamanya campuran antara pasir, kerikil, dan batu kerikil. Sedangkan ‘Non

Glacial Continental Shelf’’ endapannya biasanya mengandung lumpur yang

berasal dari sungai. Di tempat lain (continental shelf) dimana pada dasar laut

gelombang dan arus cukup kuat, sehingga material batuan kasar dan kerikil

biasanya akan diendapkan.

Sebagian besar pada ‘Continental slope’ kemiringannya lebih terjal

sehingga sedimen tidak akan terendapkan dengan ketebalan yang cukup tebal.

Daerah yang miring pada permukaannya dicirikan berupa batuan dasar (bedrock)

dan dilapisi dengan lapisan lanau halus dan lumpur. Kadang permukaan batuan

dasarnya tertutupi juga oleh kerikil dan pasir.

Endapan Sedimen pada Perairan Laut Dalam

Sedimen laut dalam dapat dibagi menjadi 2 yaitu Sedimen Terigen Pelagis dan

Sedimen Biogenik Pelagis.

1. Sedimen Biogenik Pelagis

Dengan menggunakan mikroskop terlihat bahwa sedimen biogenik terdiri

atas berbagai struktur halus dan kompleks. Kebanyakan sedimen itu berupa sisa-

sisa fitoplankton dan zooplankton laut. Karena umur organisme plankton hannya

satu atau dua minggu, terjadi suatu bentuk ‘hujan’ sisa-sisa organisme plankton

yang perlahan, tetapi kontinue di dalam kolam air untuk membentuk lapisan

sedimen. Pembentukan sedimen ini tergantung pada beberapa faktor lokal seperti

kimia air dan kedalaman serta jumlah produksi primer di permukaan air laut. Jadi,

keberadan mikrofil dalam sedimen laut dapat digunakan untuk menentukan

kedalaman air dan produktifitas permukaan laut pada zaman dulu.

2. Sedimen Terigen Pelagis

Hampir semua sedimen Terigen di lingkungan pelagis terdiri atas materi-

materi yang berukuran sangat kecil. Ada dua cara materi tersebut sampai ke

lingkungan pelagis.

Page 15: Laporan Hidropan Kel 4

Pertama dengan bantuan arus turbiditas dan aliran grafitasi. Kedua melalui

gerakan es yaitu materi glasial yang dibawa oleh bongkahan es ke laut lepas dan

mencair. Bongkahan es besar yang mengapung, bongkahan es kecil dan pasir

dapat ditemukan pada sedimen pelagis yang berjarak beberapa ratus kilometer

dari daerah gletser atau tempat asalnya.

2.4 Proses Sedimen

• Erosi

Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan

partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan,

creep pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh

makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-

erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan

proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik,

atau gabungan keduanya.

Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di

kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata

guna lahan yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan pertambangan,

perkebunan dan perladangan, kegiatan konstruksi / pembangunan yang tidak

tertata dengan baik dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk

menghasilkan tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih

besar dari tanah dengan vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang

pertanian meningkatkan erosi, karena struktur akar tanaman hutan yang kuat

mengikat tanah digantikan dengan struktur akar tanaman pertanian yang lebih

lemah. Bagaimanapun, praktik tata guna lahan yang maju dapat membatasi

erosi, menggunakan teknik semisal terrace-building, praktik konservasi ladang

dan penanaman pohon.

Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas,

yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan).

Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk

meresapkan air (infiltrasi).

Page 16: Laporan Hidropan Kel 4

Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan

meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di

sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada

akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat

tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga

akan memengaruhi kelancaran jalur pelayaran.

Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan

baik untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang

lebih rendah melalui angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat

menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem

dan kehilangan air secara serentak.

Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk

besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu

pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe

sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor

biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan

tersebut dan tata guna lahan oleh manusia.

Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah

hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai

tentunya lebih terkena erosi. sedimen yang tinggi kandungan pasir atau silt,

terletak pada area dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi,

begitu pula area dengan batuan lapuk atau batuan pecah. porositas dan

permeabilitas sedimen atau batuan berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan

dengan mudah tidaknya air meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di

bawah tanah, limpasan permukaan yang terbentuk lebih sedikit, sehingga

mengurangi erosi permukaan. Sedimen yang mengandung banyak lempung

cenderung lebih mudah bererosi daripada pasir atau silt. Dampak sodium

dalam atmosfir terhadap erodibilitas lempung juga sebaiknya diperhatikan

Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan

lahan. pada hutan yang tak terjamah, minerla tanah dilindungi oleh lapisan

humus dan lapisan organik. kedua lapisan ini melindungi tanah dengan

meredam dampak tetesan hujan.

Page 17: Laporan Hidropan Kel 4

lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat porus dan mudah

menyerap air hujan. Biasanya, hanya hujan-hujan yang lebat (kadang disertai

angin ribut) saja yang akan mengakibatkan limpasan di permukaan tanah

dalam hutan. bila Pepohonan dihilangkan akibat kebakaran atau penebangan,

derajat peresapan air menjadi tinggi dan erosi menjadi rendah. kebakaran yang

parah dapat menyebabkan peningkatan erosi secara menonjol jika diikuti

denga hujan lebat. dalam hal kegiatan konstruksi atau pembangunan jalan,

ketika lapisan sampah / humus dihilangkan atau dipadatkan, derajad

kerentanan tanah terhadap erosi meningkat tinggi.

jalan, secara khusus memungkinkan terjadinya peningkatan derajat erosi,

karena, selain menghilangkan tutupan lahan, jalan dapat secara signifikan

mengubah pola drainase, apalagi jika sebuah embankment dibuat untuk

menyokong jalan. Jalan yang memiliki banyak batuan dan hydrologically

invisible ( dapat menangkap air secepat mungkin dari jalan, dengan meniru

pola drainase alami) memiliki peluang besar untuk tidak menyebabkan

pertambahan erosi.

• Abrasi

Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus

laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai.

Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya

keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan

oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai penyebab utama

abrasi. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya abrasi adalah dengan

penanaman hutan mangrove.

Page 18: Laporan Hidropan Kel 4

BAB III

MATERI DAN METODE

3.1 Materi

Alat dan Bahan

3.1.1 Sedimentasi

No Alat dan Bahan Gambar Fungsi

1 Plastik 1kg Untuk wadah

sedimen

2 Serokan Sampah Untuk menangkap

sedimen

3 Kertas Label Untuk memberi

keterangan pada

sampel

3.1.2 Kelandaian Pantai

No Alat dan Bahan Gambar Fungsi

1 Palem Gelombang

2m

Untuk

menentukan

tinggi (H)

2 Selang 25m Untuk

menentukan

Kelandaian

Page 19: Laporan Hidropan Kel 4

3 Roll Meter Untuk mengukur

jarak Palem

4 Kertas Catatan Untuk Mencatat

Data Pengamatan

3.2 Metode

3.2.1 Sedimentasi

Cara Kerja :

1. Dua orang memegang serokan sampah.

2. Serokan sampah diarahkan ke dua sisi yang berbeda, satu

menghadap tepi pantai dan yang satu menghadap perairan lepas

pantai.

3. Ketika gelombang dari lepas pantai datang kearah serokan, serokan

ditarik keatas hingga didapat sampel sedimen.

4. Sampel sedimen dimasukkan ke dalam plastik 1kg.

5. Kemudian plastik diberi label keterangan waktu dan stasiun.

6. Pengambilan sampel dilakukan di 5 titik dengan jarak 320m,

340m, 360m, 380m, dan 400m dari dermaga Kampus Teluk Awur.

7. Lalu sampel ditimbang beratnya di Lab dan dianalisa.

Page 20: Laporan Hidropan Kel 4

3.2.2 Kelandaian Pantai

Cara Kerja :

1. Palem gelombang didirikan tegak dengan yang sati berada di tepi

pantai dan yang satu di daerah gelombang tertinggi sampai

kedaratan.

2. Selang 25m di letakkan ujungnya masing-masing pada palem

gelombang hingga stabil.

3. Kemudian tinggi dan jaraknya dari palem 1 ke palem 2 diukur

menggunakan roll meter.

4. Hasil pengamatan dicatat dikertas catatn lalu diolah.

Page 21: Laporan Hidropan Kel 4

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

4.1.1 Sedimen

Backswash

A= 40 T = 10 menit m = 68,06 gr

No Ukuran Sedimen + Plastik (gr)

Plastik (gr)

Sedimen (gr)

1 2 mm 1,32 0,97 0,352 500 µm 8,43 0,97 7,463 300 µm 36,49 0,97 35,524 125 µm 21,16 0,97 20,195 63 µm 1,77 0,97 0,86 <63 µm 4,7 0,97 3,74

Swash

A= 40 T = 10 menit m = 64,32 gr

No Ukuran Sedimen + Plastik (gr)

Plastik (gr)

Sedimen (gr)

1 2 mm 0,99 0,97 0,022 500 µm 21,60 0,97 20,633 300 µm 35,46 0,97 34,494 125 µm 9,22 0,97 8,255 63 µm 1,07 0,97 0,16 <63 µm 1,9 0,97 0,93

4.1.2 Kelandaian

Stasiun H1 (m) H2(m) Koordinat S Koordinat E1 1.61 0.87 06P 37’12.1’’ 110˚36’17.3’’2 1.44 0.65 06P 37’12.8’’ 110˚38’17.3’’3 1.32 0.73 06P 37’13.4’’ 110˚38’17.4’’4 1.32 0.74 06P 37’14.1’’ 110˚38’17.3’’5 1.46 0.80 06P 37’14.7” 110˚38’17.4’’

Stasiun 1 :

Page 22: Laporan Hidropan Kel 4

I 1=∆ H

L ¿

0.745.26

=¿ 0.14

Stasiun 2 :

I 2=∆ H

L ¿

0.795.51

=¿ 0.14

Stasiun 3 : ? ΔH

I 3=∆ H

L ¿

0.595.20

=¿ 0.11

Stasiun 4 : L H2

I 4=∆ H

L ¿

0.584.75

=¿ 0.12 H1

Stasiun 5 :

I 5=∆ H

L ¿

0.664.25

=¿ 0.16

Stasiun ΔH (H1-H2) L(m) I=ΔH/L1 0.74 5.26 0.142 0.79 5.51 0.143 0.59 5.20 0.114 0.58 4.75 0.125 0.66 4.25 0.16

Page 23: Laporan Hidropan Kel 4

4.2 PEMBAHASAN

4.2.1 Sedimen

Dari hasil pengayakan diatas dapat diketahui bahwa massa sedimen yang terperangkap di alat penangkap sedimen pada saat gelombang naik ke pantai (swash) lebih kecil daripada massa sedimen pada saat gelombang turun dari pantai (backswash) dengan berat masing-masing yaitu 64,32 gr dan 68,08 gr. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada saat gelombang turun dari pantai atau kembali ke laut (backswash), ukuran pengangkutan sedimennya lebih besar daripada sewaktu gelombang mulai naik ke pantai (swash) di daerah antara gelombang pecah dan garis pantai (surf zone). Jika massa air pada saat backswash mengangkut lebih banyak sedimen daripada saat swash, maka dapat diprediksi bahwa daerah daratan pantai tersebut mengalami erosi oleh gelombang datang dimana massa air yang terkumpul menghantam dan mengangkut material pantai menuju ke tengah laut atau ke tempat lain yang lebih tenang. Pada backswash maupun swash sedimen dominan berukuran 125 µm - 500 µm,dimana hal ini menunjukkan bahwa pada pantai tersebut di dominasi oleh pasir halus dan pasir sedang.

4.2.2 Kelandaian

Pada hasil pengolahan kelandaian pantai didapatkan hasil sebagai berikut :

I1 = 0.14, I2= 0.14, I3 = 0.11, I4 = 0.12, I5 = 0.16. Dapat disimpulkan dari hasil tersebut kelandaian di pantai Kampus Teluk Awur berkisar pada slope = 0.1. Dengan kata lain slope di tepi pantai Teluk Awur termasuk dalam kategori sangat landai, karena kemiringannya yang sangat kecil.

Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti arus, gelombang, angin serta pasang surut didaerah tersebut. Dari kondisi pantai teluk awur sendiri arus dan gelombangnya termasuk kategori arus dan gelombang yang kecil, sehingga mempengaruhi topografi dari pantai itu sendiri. Yang mana apabila topografi pantai tersebut masuk dalam kategori landai, maka arus dan gelombangnya kecil.

Dilihat dari faktor biologis, di sekitar pantai Teluk Awur mulai dari dermaga sampai menuju kampus terdapat banyak vegetasi, salah satunya vegetasi bakau. Jarak antara vegetasi tersebut dengan bibir pantai kurang dari 10m. Yang mana bakau sendiri merupakan vegetasi yang dapat menampung material-material bawaan dari arus dan gelombang seperti sedimen. Sedimen yang terangkut dan kemudian terendapkan di Pohon bakau membuat daratan sekitar bibir pantai menjadi naik, sehingga menyebabkan topografinya menjadi landai.

Page 24: Laporan Hidropan Kel 4

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Dari berat massa sedimen lebih banyak sedimen yang terangkut pada saat

Back Swash, sehingga dapat disimpulkan terjadi erosi pada pantai Kampus

Teluk Awur Jepara.

2. Kelandaiann di pantai Teluk Awur Kampus Jepara termasuk kategori

sangat landai karena nilai I nya berada pada kisaran 0.1

3. Kelandaian itu sendiri dipengaruhi oleh faktor dari lingkungan sekitar,

seperti Arus dan Gelombangnya yang kecil, serta terdapat banyak vegetasi

bakau disekitar bibir pantai.

5.2 Saran

1. Untuk praktikum-praktikum berikutnya alangkah baiknya alat-alat

praktikum dipersiapkan jauh hari sebelum dilaksanakan, agar tidak

terdapat kekurangan alat.

2. Alat-alat praktikum yang sudah ada harusnya dicek ulang atau dikalibrasi

supaya pada saat praktikum dilaksanakn tidak terjadi error data dan alat

tidak bisa digunakan secara tiba-tiba.

Page 25: Laporan Hidropan Kel 4

DAFTAR PUSTAKA

http://sipla.pksplipb.or.id/?grup=jawa_barat&menu_aktif=35&dok=jawa_barat/BAB3/bab3.htm (diunduh 21 Desember pukul 19.00 WIB)

http://diskanlut-jateng.go.id/index.php/read/kp3k/profil_detail/45 (diunduh 21 Desember pukul 19.00 WIB)

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=morfologi%20pantai%20utara%20%20jawa&source=web&cd=30&ved=0CFkQFjAJOBQ&url=http%3A%2F%2Fwww.bpdas-pemalijratun.net%2Fdata%2Fi_mangrove%2FMicrosoft%2520Word%2520-%252002_Kondisi%2520Umum.pdf&ei=gNbxTv_IDaL4mAX1wLmSAg&usg=AFQjCNFCv_CROMGXmr_r8m7O63dwiYDBAw&sig2=Bk757Vuv0cxfS6AkFKFLXA (diunduh 21 Desember pukul 19.00 WIB)

http://xaudiostone.blogspot.com/2011_06_01_archive.html (diunduh 21 Desember pukul 19.00 WIB)

http://www.ilmukelautan.com/oseanografi/fisika-oseanografi/410-transpor-sedimen (diunduh 21 Desember pukul 19.00 WIB)

http://en.wikipedia.org/wiki/Sediment (diunduh 21 Desember pukul 19.00 WIB)

http://dhamadharma.wordpress.com/2010/04/19/analisis-proses-sedimentasi-yang-terjadi-akibat-adanya-breakwater-di-pantai-balongan-indramayu/ (diunduh 21 Desember pukul 19.00 WIB)

http://id.wikipedia.org/wiki/Erosi (diunduh 21 Desember pukul 19.00 WIB)

Page 26: Laporan Hidropan Kel 4

LAMPIRAN

Stasiun 1 Stasiun 5

Stasiun 2 Stasiun 4

Page 27: Laporan Hidropan Kel 4

Stasiun 3

SEDIMEN

Peta letak titik pengambilan sampel