Laporan He Kekompok 5

41
LAPORAN PRAKTIKUM UOB 2 MODUL HEAT EXCHANGER Kelompok 5 Fachryan Zuhri / 1106012224 Tatia Chairunissa / 1106012924 Lita Lianti / 1106011120 Rosyida Khusniatul A / 1106012432 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2014

description

sfasdfadfadfas

Transcript of Laporan He Kekompok 5

  • 1 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    LAPORAN PRAKTIKUM

    UOB 2

    MODUL HEAT EXCHANGER

    Kelompok 5

    Fachryan Zuhri / 1106012224

    Tatia Chairunissa / 1106012924

    Lita Lianti / 1106011120

    Rosyida Khusniatul A / 1106012432

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES

    FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

    DEPOK, 2014

  • 2 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    Daftar Isi

    Halaman Muka ........................................................................................................................... 1

    Daftar Isi .................................................................................................................................... 2

    BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 3

    I.1. Tujuan .......................................................................................................................... 3

    I.2. Teori Dasar ................................................................................................................... 3

    BAB II PROSEDUR DAN PERALATAN PERCOBAAN ................................................ 21

    II.1 Peralatan Percobaan ................................................................................................... 21

    II.2 Prosedur Percobaan .................................................................................................... 22

    BAB III PENGOLAHAN DATA .......................................................................................... 23

    III.1 Data Pengamatan ...................................................................................................... 23

    III.2 Pengolahan Data ....................................................................................................... 23

    BAB IV ANALISIS ................................................................................................................ 32

    IV.1 Analisis Percobaan ................................................................................................... 32

    IV.2 Analisis Data dan Hasil ........................................................................................... 33

    IV.3 Analisis Kesalahan ................................................................................................... 38

    BAB V KESIMPULAN ......................................................................................................... 39

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 40

  • 3 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1. Tujuan

    Untuk mengetahui unjuk kerja alat penukar kalor jenis pipa ganda (double pipe heat

    exchanger) dengan menghitung koefisien perpindahan panas, faktor kekotoran, efisiensi, dan

    perbandingan untuk aliran searah dan berlawanan arah.

    I.2. Teori Dasar

    I.2.1. Definisi Alat Penukar Kalor

    Alat penukar kalor atau heat exchanger (HE) adalah suatu alat yang digunakan

    untuk menukarkan kalor dari suatu fluida ke fluida lain baik dari fasa cair ke cair maupun

    dari fasa uap ke cair. Pengertian lainnya adalah suatu alat yang dapat menyerap ataupun

    memberikan panas pada fluida yang mengalir. Mekanisme perpindahan kalor pada alat

    penukar kalor yaitu secara konveksi pada kedua fluida yang mengalir dan secara

    konduksi pada dinding pemisah kedua fluida.

    I.2.2. Prinsip Kerja Heat Exchanger

    Pada dasarnya prinsip kerja dari alat penukar kalor yaitu memindahkan panas dari

    dua fluida padatemperatur berbeda di mana transfer panas dapat dilakukan secara

    langsung ataupun tidak langsung.

    a. Secara kontak langsung

    Panas yang dipindahkan secara kontak langsung berarti perpindahan kalor

    terjadi antara fluida bersuhu lebih tinggi dan bersuhu lebih rendah melalui kontak

    langsung (tidak ada dinding pemisah antara kedua fluida).

    Transfer panas yang terjadi yaitu melalui interfase/penghubung antara kedua

    fluida. Contoh aliran pada kontak langsung yaitu dua zat cair yang immiscible, gas-

    liquid, dan partikel padat-kombinasi fluida.

    b. Secara kontak tak langsung

    Panas yang dipindahkan secara kontak langsung berarti perpindahan kalor

    terjadi antara fluida bersuhu lebih tinggi dan bersuhu lebih rendah melalui sebuah

    dinding pemisah. Skema perpindahan kalor seacar kontak tak langsung dapat dilihat

    pada gambar di bawah ini.

  • 4 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    Gambar 1.1. Perpindahan Kalor secara Tak Langsung pada Heat Exchanger

    (Sumber: Ikhsan, 2012. http://beck-fk.blogspot.com/2012/05/alat-heat-exchanger.html)

    I.2.3. Jenis-jenis Alat Penukar Kalor

    Alat penukar kalor atau Heat Exchanger (HE) sering dinamakan dengan lebih

    spesifik sesuai dengan aplikasinya. Kondenser merupakan HE di mana fluida didinginkan

    dan berkondensasi ketika mengalir melalui HE. Boiler merupakan HE di mana fluidanya

    mengabsorbsi panas dan menguap. Sedangkan space radiator merupakan HE yang

    menukar kalor dari fluida panas ke lingkungan melalui radiasi. Berikut ini adalah jenis

    alat penukar kalor berdasarkan kompleksitas alat:

    1. Double pipe HE

    Terdiri dari satu buah pipa yang diletakkan di dalam sebuah pipa lainnya yang

    berdiameter lebih besar secara konsentris. Fluida yang satu mengalir di dalam pipa

    kecil sedangkan fluida yang lain mengalir di bagian luarnya.

    Pada alat penukar kalor ini, salah satu fluida mengalir melalui pipa kecil

    sedangkan yang satu lagi melalui annulus. Pada bagian pipa kecil biasanya dipasang

    fin atau sirip memanjang, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan permukaan panas

    yang lebih luas. Double pipe ini dapat digunakan untuk memanaskan atau

    mendinginkan fluida hasil proses yang membutuhkan area perpindahan panas yang

    kecil (biasanya hanya mencapai 50 m2). Double pipe ini juga dapat digunakan untuk

    mendidihkan atau mengkondensasikan fluida proses tapi dalam jumlah yang sedikit.

  • 5 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    Ada dua jenis arah aliran yang dapat mungkin terjadi, yaitu aliran paralel dan

    aliran counter.

    (a) (b)

    Gambar 1.2. (a) Parallel flow, (b) Counter flow pada double-pipe HE

    (Sumber: Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th

    ed.)

    Pada alat ini, mekanisme perpindahan kalor terjadi secara tidak langsung

    (indirect contact type), karena terdapat dinding pemisah antara kedua fluida sehingga

    kedua fluida tidak bercampur. Fluida yang memiliki suhu lebih rendah (fluida

    pendingin) mengalir melalui pipa kecil, sedangkan fluida dengan suhu yang lebih

    tinggi mengalir pada pipa yang lebih besar (pipa annulus).

    Penukar kalor demikian mungkin terdiri dari beberapa lintasan yang disusun

    dalam susunan vertikal. Perpindahan kalor yang terjadi pada fluida adalah proses

    konveksi, sedang proses konduksi terjadi pada dinding pipa. Kalor mengalir dari fluida

    yang bertemperatur tinggi ke fluida yang bertemperatur rendah.

    Kerugian yang ditimbulkan jika memakai heat exchanger ini adalah kesulitan

    untuk memindahkan panas dan mahalnya biaya per unit permukaan transfer. Tetapi,

    double pipe ini juga memiliki keuntungan yaitu heat exchanger ini dapat dipasang

    dengan berbagai macam fitting (ukuran). Selebihnya kelebihan dan kekurangan dari

    double pipe HE akan dijabarkan lebih lanjut pada Tabel 1.1

  • 6 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    Tabel 1.1. Kelebihan dan Kekurangan Double Pipe HE

    Kelebihan Kekurangan

    Dapat diatur sedemikian rupa agar

    diperoleh batas pressure drop dan LMTD

    sesuai keperluan

    Mahal

    Dapat digunakan untuk fluida bertekanan

    tinggi

    Biasanya digunakan untuk sejumlah kecil

    fluida yang akan dipanaskan atau

    dikondensasikan

    Bisa dipasang secara seri atau paralel Terbatas untuk fluida yang membutuhkan

    area perpindahan kalor kecil (

  • 7 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    Gambar 1.3. Konfigurasi aliran menyilang pada Compact HE: (kiri) kedua fluida tidak bercampur,

    (kanan) satu fluida bercampur, satu lagi tidak

    (Sumber: Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th

    ed.)

    3. Shell and Tube HE

    Alat penukar kalo jenis ini adalah alat penukar kalor yang umum digunakan

    dalam industri. Secara sederhana, prinsip kerja HE adalah sebagai berikut. Terdapat

    dua fluida yang berbeda temperatur; yang satu dialirkan dalam tube dan yang lainnya

    dalam shell hingga bersentuhan secara tidak langsung. Panas dari fluida yang

    temperaturnya lebih tinggi berpindah ke fluida yang temperaturnya lebih rendah.

    Dengan demikian fluida panas yang masuk akan menjadi lebih dingin dan

    fluida dingin yang masuk akan menjadi lebih panas. Untuk menjamin fluida di sebelah

    shell mengalir melintasi tube (agar perpindahan kalornya tinggi), maka dalam shell

    dipasang sekat-sekat (baffles) seperti terlihat pada Gambar 1.4.

    Gambar 1.4. Skematik shell-and-tube heat exchanger (one-shell-pass dan one-tube-pass)

    (Sumber: Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th

    ed.)

  • 8 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    4. Plate and Frame HE

    Alat penukar kalor jenis ini terdiri dari rangkaian plat dengan corrugated flat.

    terdiri dari rangkaian plat dengan corrugated flat. Pada konstruksi ini terdapat coil

    pipa bersirip plat untuk mengalirkan fluida yang berlainan.

    Gambar 1.5. Bentuk Fisik & Skema Aliran Fluida pada Plate-And-Frame Heat Exchanger

    (Sumber : Anonim, 2012. http://www.brighthubengineering.com)

    Adapun jika dilihat berdasarkan aliran dan distribusi temperatur idealnya, dibagi

    menjadi:

    1. Parallel flow

    Kedua fluida mengalir dalam heat exchanger dengan aliran yang searah.

    Kedua fluida memasuki HE dengan perbedaan suhu yang besar. Perbedaan temperatur

    yang besar akan berkurang seiring dengan semakin besarnya x, jarak pada HE.

    Temperatur keluaran dari fluida dingin tidak akan melebihi temperatur fluida panas.

    2. Counter flow

    Aliran jenis ini berlawanan dengan parallel flow, kedua aliran fluida yang

    mengalir dalam HE masuk dari arah yang berlawanan. Aliran keluaran yang fluida

    dingin ini suhunya mendekati suhu dari masukan fluida panas sehingga hasil suhu

    yang didapat lebih efekrif dari parallel flow. Mekanisme perpindahan kalor jenis ini

    hampir sama dengan parallel flow, di mana aplikasi dari bentuk diferensial dari

    persamaan steady-state:

    dLatTUdQ " (1.1)

    wcdtWCdTdQ (1.2)

    3. Cross flow HE

    Aliran jenis ini terjadi jika di mana satu fluida mengalir tegak lurus dengan

    fluida yang lain. Biasa dipakai untuk aplikasi yang melibatkan dua fasa. Sebagai

    contoh yaitu pada sistem kondensor uap (tube and shell heat exchanger), di mana uap

    memasuki shell, air pendingin mengalir di dalam tube dan menyerap panas dari uap

    sehingga uap menjadi cair.

  • 9 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    Dari ketiga tipe aliran pada heat exchanger diatas maka dapat disimpulkan

    bahwa tipe counterflow yang paling efisien ketika kita membandingkan laju

    perpindahan kalor per unit area. Dengan beda temperatur fluida yang paling maksimal

    di antara kedua tipe heat exchanger lainnya, maka beda temperatur rata-rata (log mean

    temperature difference) akan maksimal.

    I.2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja HE

    Di bawah ini merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dari

    suatu heat exchanger yaitu sebagai berikut:

    1. Fouling factor

    Setelah dipakai beberapa lama, permukaan perpindahan kalor alat penukar

    kalor mungkin dilapisi oleh berbagai endapan yang biasa terdapat dalam sistem

    aliran; atau permukaan itu mungkin mengalami korosi sebagai akibat interaksi

    antara fluida dengan bahan yang digunakan dalam konstruksi penukar kalor.

    Dalam kedua hal di atas, lapisan itu memberikan tahanan tambahan terhadap

    aliran kalor, dan hal ini menyebabkan menurunnya kemampuan kerja alat itu.

    Pengaruh menyeluruh daripada hal tersebut di atas biasa dinyatakan dengan faktor

    pengotoran (fouling factor), atau tahanan pengotoran, Rf, yang harus

    diperhitungkan bersama tahanan termal lainnya, dalam menghitung koefisien

    perpindahan kalor menyeluruh.

    Faktor pengotoran harus didapatkan dari percobaan, yaitu dengan

    menentukan U (koefisien perpindahan kalor keseluruhan/ overall coefficient of

    heat transfer) untuk kondisi bersih (UC) dan kondisi kotor (UD) pada penukar

    kalor itu. Oleh karena itu, faktor pengotoran didefinisikan sebagai:

    bersihkotor UU

    Rf11

    (1.3)

    dimana U pipa yang kotor tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus

    sebagai berikut :

    Rfhr

    r

    k

    rrr

    k

    rrr

    h

    Ui

    pipe

    ipj

    insulator

    pi

    i 00

    0 )/ln()/ln(1

    1

    (1.4)

    Sementara itu, untuk U

  • 10 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    exchanger di mana nilai U terletak sekitar 2000 maka fouling factor akan menjadi

    penting. Pada finned tube heat exchanger di mana gas panas mengalir di dalam

    tube dan gas yang dingin mengalir melewatinya, nilai U mungkin sekitar 200, dan

    fouling factor akan menjadi signifikan.

    Fouling dapat didefinisikan sebagai pembentukan lapisan deposit pada

    permukaan perpindahan panas dari suatu bahan atau senyawa yang tidak

    diinginkan. Pembentukan lapisan deposit ini akan terus berkembang selama alat

    penukar kalor dioperasikan. Akumulasi deposit pada alat penukar kalor

    menimbulkan kenaikan pressure drop dan menurunkan efisiensi perpindahan

    panas. Keterlibatan beberapa faktor di antaranya: jenis alat penukar kalor, jenis

    material yang dipergunakan, dan fluida kerja (jenis fluida, temperatur fluida, laju

    alir massa, jenis, dan konsentrasi kotoran yang ada dalam fluida).

    Nilai fouling factor yang disarankan untuk beberapa fluida diberikan dalam

    Tabel 1.2.

    Tabel 1.2. Daftar Fouling Factor Normal

    Jenis Fluida Fouling Factor

    R.ft2.O

    F/Btu m2.O

    C/W

    Air laut, di bawah 125oF 0,0005 0,00009

    Air laut, di atas 125oF 0,001 0,002

    Air umpan ketel yang diolah 0,001 0,0002

    Minyak bakar 0,005 0,0009

    Minyak celup 0,004 0,0007

    Uap alcohol 0,0005 0,00009

    Uap, tidak mengandung minyak 0,0005 0,00009

    Udara industri 0,002 0,0004

    Zat cair pendingin 0,001 0,0002

    (Sumber: Heat Transfer, J.P. Holman )

    Lapisan fouling dapat berasal dari partikel-partikel atau senyawa lainnya

    yang terangkut oleh aliran fluida. Pertumbuhan lapisan tersebut dapat meningkat

    apabila permukaan deposit yang terbentuk mempunyai sifat adhesif yang cukup

    kuat. Gradien temperatur yang cukup besar antara aliran dengan permukaan dapat

    juga meningkatkan kecepatan pertumbuhan deposit. Pada umumnya, proses

    pembentukan lapisan fouling merupakan phenomena yang sangat kompleks

    sehingga sukar sekali dianalisa secara analitik. Selain itu, mekanisme

    pembentukannya sangat beragam dan metode pendekatannya juga berbeda-beda.

  • 11 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    Gambar 1.6. Proses Pembentukan Fouling dan Faktor Pengotoran pada Pipa

    2. Penurunan tekanan heat exchanger

    Pressure drop merupakan banyaknya penurunan tekanan yang terjadi akibat

    heat transfer dalam pipa. Penurunan tekanan ini dikarenakan adanya perubahan

    suhu secara tiba-tiba karena beban kecepatan dan faktor friksi dalam aliran kedua

    fluida. Pressure drop dapat digunakan rumus sebagai berikut :

    fu

    D

    Lp av

    2.

    2

    (1.5)

    dimana L adalah panjang pipa, D adalah jari-jari pipa, adalah masa jenis fluida,

    Uav adalah kecepatan rata-rata dan f adalah faktor friksi.

    a. Penurunan tekanan pada sisi shell

    Apabila dibicarakan besarnya penurunan tekanan pada sisi shell alat alat

    penukar panas, masalahnya proporsional dengan beberapa kali fluida itu

    menyebrangi pipa bundle diantara sekat-sekat. Besarnya penurunan tekanan

    pada isothermal untuk fluida yang dipanaskan atau didinginkan, serta kerugian

    saat masuk dan keluar, adalah :

    (1.6)

    dimana:

    = faktor friksi pada shell

    = laju alir massa di shell

    = jumlah baffle

    = diameter dalam shell

  • 12 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    = diameter ekivalen

    = luas laluan aliran di shell

    = spesific gravity

    = faktor koreksi viskositas pada shell

    b. Penurunan tekanan pada sisi pipa

    Besarnya penurunan tekanan pada sisi pipa alat penukar panas telah

    diformulasikan, persamaan terhadap faktor gesekan dari fluida yang dipanaskan

    atau yang didinginkan di dalam pipa.

    (1.7)

    dimana:

    = faktor friksi pada tube

    = panjang tube

    = laju alir massa di tube

    = jumlah aliran tube

    = massa jenis fluida dalam tube

    Mengingat bahwa fluida itu mengalami belokan pada saat pass-nya, maka

    akan terdapat kerugian tambahan penurunan tekanan:

    (1.8)

    dimana:

    = kecepatan fluida dalam tube

    Penurunan tekanan pada heat exchanger khususnya pada tabung dan

    rangkunan tabung dapat menyebabkan perubahan faktor gesek (friction factor).

    Pada tabung hubungan antara faktor friksi dan penurunan tekanan dituliskan

    sebagai berikut :

    2

    2 c

    pf

    L V

    D g

    (1.9)

    Perubahan faktor friksi ini mengakibatkan berubahnya angka Reynold dan

    angka Nusselt, sehingga nilai koefisien perpindahan kalor konveksinya berubah.

    Dengan berubahnya koefisien perpindahan kalor konveksi maka kofisien

    perpindahan kalor menyeluruhpun ikut berubah. Pressure drop dapat

  • 13 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    menurunkan kinerja dari alat penukar kalor dan membuat nilai U (koefisien heat

    transfer overall) menjadi berkurang, yang akibatnya perpindahan kalor antara

    kedua fluida juga akan makin sedikit. Dengan demikian, proses tidak akan

    berjalan secara efisien. Oleh karena itu, semakin besar nilai pressure drop,

    semakin rendah kinerja alat penukar kalor.

    3. Koefisien perpindahan panas

    Pada aliran di mana satu fluida mengalir pada bagian dalam tabung yang lebih

    kecil di mana fluida yang lain mengalir dalam ruang anular diantara dua tabung,

    maka perpindahan kalor dapat dideskripsikan dengan:

    oo

    rr

    BA

    AhkLAh

    TTq

    i

    o 1

    2

    ln1

    1 (1.10)

    4. Jumlah lintasan

    Di dalam alat penukar kalor, jumlah lintasan sangat menentukan kecepatan

    perpindahan kalor. Apabila jumlah lintasan yang ada banyak, maka akan

    berpengaruh pada luas permukaan yang melepas kalor. Seperti yang diketahui,

    apabila luas permukaan yang terkena fluida panas semakin banyak atau luas,

    maka perpindahan kalor akan terjadi lebih cepat.

    5. Kecepatan

    Kecepatan dari fluida mempengaruhi bilangan reynoldnya. Sementara itu,

    angka reynold sangat berpengaruh dalam perhitungan matematis.

    6. Distribusi temperatur

    Apabila distribusi temperatur di dalam fluida tidak merata, maka perpindahan

    kalor yang terjadi tidak merata di beberapa permukaan. Ada permukaan yang

    lebih banyak aliran konveksinya apabila distribusi suhu di tempat tersebut cukup

    besar, begitu pula sebaliknya.

    7. Luas permukaan perpindahan panas

    Semakin tinggi luas permukaan panas, semakin besar panas yang dipindahkan.

    Luas perpindahan panas ini tergantung pada jenis tube dan ukuran tube yang

    digunakan suatu heat exchanger.

    8. Beda suhu rata-rata

    Temperatur fluida panas maupun fluida dingin yang masuk heat exchanger

    biasanya selalu berubah-ubah. Untuk menentukan perbedaan temperatur tersebut

    digunakan perbedaan temperatur rata-rata atau Logarithmic Mean Temperature

  • 14 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    Difference (LMTD). LMTD digunakan dalam perhitungan-perhitungan heat

    exchanger yang menunjukkan panas yang dipindahkan.

    11

    22

    1122

    lnch

    ch

    chchm

    TTTT

    TTTTT

    (1.11)

    I.2.5. Perpindahan Kalor HE

    Jumlah kalor yang dipindahkan dalam alat penukar kalor dapat dihitung

    dengan LMTD metode NTU efektivitas.

    1. Beda Suhu Rata-rata Logaritmik (LMTD)

    Dalam penukar kalor pipa ganda, fluidanya dapat mengalir dalam aliran

    sejajar maupun aliran lawan arah. Profil suhu untuk kedua kasus ini telah

    ditunjukkan sebelumnya pada gambar 1 yang (a) dan juga (b).

    Kita dapat menghitung perpindahan kalor dalam susunan pipa ganda ini

    dengan

    mTUAq (1.12)

    di mana:

    U = koefisien perpindahan kalor menyeluruh

    A = luas permukaan perpindahan-kalor yang sesuai dengan definisi U

    Tm = beda suhu rata-rata yang tepat untuk digunakan dalam penukar kalor

    Beda suhu rata-rata yang dimaksud di atas adalah beda suhu rata-rata log

    (LMTD = log mean temperature difference), yaitu :

    11

    22

    1122

    lnch

    ch

    chchm

    TT

    TT

    TTTTT

    (1.13)

    Subskrib 1 dan 2 menunjukkan masuk dan keluar, subskrib h dan c

    menunjukkan panas dan dingin. Penurunan LMTD di atas berkenaan dengan dua

    asumsi:

    a. kalor spesifik fluida tidak berubah menurut suhu.

    b. koefisien perpindahan kalor konveksi tetap, untuk seluruh penukar kalor.

    Asumsi kedua biasanya sangat penting karena pengaruh pintu-masuk,

    viskositas fluida, perubahan konduktivitas-termal, dan sebagainya. Biasanya untuk

  • 15 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    memberikan koreksi atas pengaruh-pengaruh tersebut perlu digunakan metode

    numerik.

    Jika suatu penukar-kalor yang bukan jenis pipa-ganda digunakan,

    perpindahan kalor dihitung dengan menerapkan faktor koreksi terhadap LMTD

    untuk susunan pipa ganda aliran-lawan-arah dengan suhu fluida panas dan suhu

    fluida dingin yang sama. Bentuk persamaan menjadi:

    mTUAFq

    (1.14)

    Nilai faktor koreksi F digambarkan dalam gambar di lampiran untuk berbagai

    jenis penukar-kalor. Bila terdapat perubahan fase, seperti kondensasi atau

    penguapan, fluida biasanya berada pada suhu yang sebenarnya tetap, dan

    persamaan-persamaan itu menjadi lebih sederhana. Untuk kondisi ini P atau R

    menjadi nol, dan kita dapatkan 0.1F untuk pendidihan atau kondensasi.

    2. Metode NTU-Efektivitas

    Pendekatan LMTD dalam analisis penukar kalor berguna bila suhu masuk

    dan suhu keluar diketahui atau dapat ditentukan dengan mudah, sehingga LMTD

    dapat dengan mudah dihitung, dan aliran kalor, luas permukaan, dan koefisien

    perpindahan kalor menyeluruh dapat ditentukan. Bila kita harus menentukan suhu

    masuk atau suhu keluar, analisis kita akan melibatkan prosedur iterasi karena

    LMTD itu suatu fungsi logaritma. Dalam hal demikian, analisis akan lebih mudah

    dilaksanakan dengan menggunakan metode yang berdasarkan atas efektivitas

    penukar-kalor dalam memindahkan sejumlah kalor tertentu. Metode efektivitas ini

    juga mempunyai beberapa keuntungan untuk menganalisis soal-soal di mana kita

    harus membandingkan berbagai jenis penukar kalor guna memilh jenis yang

    terbaik untuk melaksanakan sesuatu tugas pemindahan kalor tertentu.

    Efektivitas penukar-kalor (heat exchanger effectiveness) didefinisikan

    sebagai berikut:

    (1.15)

    untuk penukar kalor aliran searah, persamaan ini dapat diturunkan menjadi:

    (1.16)

    untuk penukar kalor aliran lawan arah:

    (1.17)

  • 16 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    dengan cmC , dinamakan laju kapasitas. Subskrib min dan max menunjukkan

    aliran yang mempunyai cmC minimum dan cm maksimum. Kelompok suku

    min/ CUA disebut jumlah satuan perpindahan (number of transfer unit = NTU) karena

    memberi petunjuk tentang ukuran penukar-kalor.

    Meskipun bagan-bagan efektivitas NTU sangat bermanfaat dalam soal

    merancang alat penukar kalor, ada pula penerapan lain yang memerlukan ketelitian

    yang lebih tinggi dari yang biasa didapatkan dari grafik. Selain itu, prosedur

    merancang mungkin banyak menggunakan komputer, yang memerlukan adanya

    persamaan analitis untuk kurva-kurva itu. Persamaan-persamaan efektivitas

    dirangkum dalam daftar di lampiran. Dalam banyak hal, tujuan analisis ialah untuk

    menentukan NTU dan untuk itu dapat dibuat suatu persamaan eksplisit untuk NTU

    dengan menggunakan efektivitas dan perbandingan kapasitas.

    I.2.6. Efisiensi Alat Penukar Kalor

    Pendekatan LMTD dalam analisis penukar kalor berguna bila suhu masuk

    dan suhu keluar diketahui atau dapat ditentukan dengan mudah, sehingga LMTD

    dapat dengan mudah dihitung, dan aliran kalor, luas permukaan, dan koefisien

    perpindahan kalor menyeluruh dapat ditentukan. Namun, pada kondisi dimana hanya

    suhu masuk atau suhu keluar yang diketahui, maka dapat digunakan metode lain

    yakni metode NTU yang merupakan salah satu metode analisis pada alat penukar

    kalor berdasarkan pada efektivitas jumlah kalor yang dapat dipindahkan antar fluida.

    Efektivitas penukar kalor dapat dirumuskan sebagai berikut :

    mungkinyangmaksimumkalornperpindaha

    nyatakalornperpindaha

    Perpindahan kalor yang sebenarnya dapat dihitung dari energi yang dilepaskan

    oleh fluida panas (subscript h) atau energi yang diterima oleh fluida dingin

    (subscript c). Untuk penukar kalor aliran sejajar, kalor tersebut dapat dinyatakan

    dengan:

    1221 cccchhhhTTcmTTcmq

    dan untuk penukar kalor aliran lawan arah:

    (1.18)

    (1.19)

  • 17 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    2121 cccchhhhTTcmTTcmq

    Besar perpindahan kalor maksimum dapat terjadi ketika fluida mengalami perubahan

    suhu yang setara dengan perbedaan suhu maksimum antar fluida yaitu tepat saat

    kedua fluida masuk ke dalam alat penukar panas. Perpindahan kalor maksimum akan

    terjadi apabila fluida mempunyai nilai massa dikali dengan kalor jenis yang minimum.

    Kalor maksimum dapat dinyatakan dengan:

    masukcmasukhmaksTTmcq min

    Dengan definisi tersebut, maka besar efektivitas dapat dinyatakan dengan:

    Untuk penukar kalor aliran sejajar:

    11

    21

    11

    21

    ch

    hh

    chhh

    hhhhh

    TT

    TT

    TTcm

    TTcm

    11

    12

    11

    21

    ch

    cc

    chcc

    ccccc

    TT

    TT

    TTcm

    TTcm

    Untuk penukar kalor aliran lawan arah:

    21

    21

    21

    21

    ch

    hh

    chhh

    hhhhh

    TT

    TT

    TTcm

    TTcm

    21

    21

    21

    21

    ch

    cc

    chcc

    ccccc

    TT

    TT

    TTcm

    TTcm

    Secara umum efektivitas dapat dinyatakan sebagai:

    T (fluida minimum)=

    beda suhu maksimum di dalam penukar kalor

    Setelah beberapa penurunan, maka didapat persamaan efisiensi:

    maxmin

    maxminmin

    /1

    )/1(/exp1

    CC

    CCCUA

    (1.21)

    (1.22)

    (1.27)

    (1.26)

    (1.25)

    (1.24)

    (1.23)

    (1.20)

  • 18 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    Adapun untuk fluida dengan aliran lawan arah, hubungan efisiensinya:

    )/1(/exp)/(1

    )/1(/exp1

    maxminminmaxmin

    maxminmin

    CCCUACC

    CCCUA

    Suku UA/Cmin inilah yang dikenal dengan jumlah satuan perpindahan atau NTU

    (Number of Transfer Units) karena memberi petunjuk tentang ukuran alat penukar

    kalor. Cmin merupakan nilai C terkecil antara Ch dan Cc, sedangkan Cmax merupakan

    nilai yang terbes\ar.

    Dengan menggunakan metode NTU-efektivitas ini akan didapat beberapa

    manfaat. Diantaranya adalah memudahkan analisis dalam penyelesaian soal untuk

    menentukan suhu masuk ataupun suhu keluar. Metode ini juga mempermudah dalam

    menganalisa soal yang membandingkan berbagai jenis alat penukar kalor untuk

    memilih yang terbaik dalam melaksanakan suatu tugas pemindahan kalor tertentu.

    I.2.7. Koefisien perpindahan kalor keseluruhan

    Koefisien perpindahan kalor keseluruhan (U) terdiri dari dua macam yaitu:

    1. UC adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor

    masih baru

    2. UD adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor

    sudah kotor.

    Secara umum kedua koefisien itu dirumuskan sebagai:

    I.2.8. Perpindahan Kalor pada Alat Penukar Kalor

    (1.22)

    (1.25)

    (1.24)

    (1.23)

    (1.26)

  • 19 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    dimana tm adalah suhu rata-rata log atau Log Mean Temperature Difference

    (LMTD). Untuk shellandtubeheat exchanger, nilai LMTD harus dikoreksi dengan

    faktor yang dicari dari grafik yang sesuai (Fig 18 s/d Fig 23 Kern). Caranya adalah

    dengan menggunakan parameter R dan S.

    Nilai LMTD dapat dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :

    a. Bila konstan pada aliran searah atau aliran berlawanan arah

    Aliran Searah (cocurrent)

    atau

    Aliran Berlawanan Arah (countercurrent)

    (1.27)

  • 20 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    dan harga tm =FT.LMTD

    b. Bila dinyatakan dalam UD maka persamaan LMTD berupa persamaan implisit:

    Nilai LMTD yang diperoleh ini harus dikoreksi dengan faktor FT yang dicari dari

    grafik yang sesuai. Caranya yaitu dengan menggunakan parameter R dan S.

    (1.29)

    (1.28)

    (1.30)

  • 21 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    BAB II

    PROSEDUR DAN PERALATAN PERCOBAAN

    II.1. Peralatan Percobaan

    Skema alat percobaan berupa ditunjukkan oleh Gambar 2.1 di bawah ini:

    Gambar 2.1. Double Pipe Heat Exchanger

    Heat Exchanger

    Double Pipe Heat Eexchanger adalah alat yang didisain untuk mempelajari dan

    mengevaluasi pengaruh perbedaan laju alir dan material teknik pada laju transfer panas

    melalui dinding tipis.

    Pengaturan Pipa

    Alat ini terdiri atas dua pipa logam berdinding tipis yang tersusun dalam suatu panel

    vertikal. Pipa dapat beroperasi dengan baik pada aliran searah maupun berlawanan.

    Dalam percobaan ini kami melakukan pengaturan untuk aliran searah. Setiap pipa

    terdiri dari sebuah pipa tembaga luar dan dalam. Fluida panas mengalir melalui pipa

    bagian dalam, sedangkan fluida dingin mengalir melalui annulus, yakni antara pipa luar

    dan dalam.

    Sambungan (Fitting)

    Heat exchanger mempunyai sambungan pipa standar yang terletak sepanjang siku yang

    paling rendah dari panel. Tiga sambungan masuk dialokasikan di sebelah kanan panel.

  • 22 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    Valves

    Valve digunakan untuk mengatur kondisi aliran yang diinginkan dan untuk mengatur

    laju alir dari fluida.

    Termometer

    Digunakan untuk mengukur suhu steam yang masuk dan keluar pipa serta mengukur

    suhu air yang masuk dan keluar pipa. Terdapat pengukur referensi di tengah antara

    thermometer masuk dan keluar, hal ini bertujuan untuk membandingkan apakah suhu

    aliran sudah stabil atau belum.

    II.2. Prosedur Percobaan

    II.2.1. Percobaan Aliran Searah (cocurrent)

    1. Aliran steam: membuka penuh semua aliran di bawah ini secara berurutan: 1, 8, 10,

    12, 13.

    2. Aliran air: membuka penuh semua aliran di bawah ini secara berurutan: 4, 6 dan

    buka kran 14 sebanyak 1/5 putaran.

    3. Mengamati dan mencatat T3, T4, T2, T1 setelah suhu tersebut konstan.

    4. Mengamati dan mencatat kecepatan alir air pada flowmeter.

    5. Dengan menggunakan gelas ukur dan stopwatch, mengukur laju uap air, dengan

    mengukur kondensat yang terjadi.

    6. Melakukan percobaan ini untuk 3 macam bukaan kran 14.

    II.2.2. Percobaan Aliran Berlawanan (countercurrent)

    1. Aliran steam: membuka penuh semua aliran di bawah ini secara berurutan: 1, 8, 11,

    9, 13.

    2. Aliran air: membuka penuh semua aliran di bawah ini secara berurutan: 4, 6 dan

    buka kran 14 sebanyak 1/5 putaran.

    3. Mengamati dan mencatat T3, T5, T2, T1 setelah suhu tersebut konstan.

    4. Mengamati dan mencatat kecepatan alir air pada flowmeter.

    5. Dengan menggunakan gelas ukur dan stopwatch, mengukur laju uap air, dengan

    mengukur kondensat yang terjadi.

    6. Melakukan percobaan ini untuk 3 macam bukaan kran 14.

  • 23 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    BAB III

    PENGOLAHAN DATA

    III.1. Data Pengamatan

    Di (pipa) = 0.014 m

    Do (annulus) = 0.025 m

    L = 2.05 m

    Tabel 3.1 Data Percobaan Aliran Searah

    Bukaan

    Valve

    Suhu Air

    (

    Suhu Steam

    ( Volume

    Air (ml/5s)

    Rata-rata

    (ml/s)

    Volume

    Kondensat

    (ml/s)

    Rata-rata

    (ml/s) h1 h2 c1 c2

    0.2 35 45 93 44

    400

    80

    12

    3,06 400 15

    400 19

    0.4 35 40 93 42

    520

    106.67

    12

    2.8 540 14

    540 16

    0.6 33 37 93 38

    660

    134

    12

    2.46 650 14

    700 11

    0.8 32 35 93 36

    920

    182.6

    16

    2,8 920 12

    900 14

    1 32 34 93 34

    1200

    233.334

    13

    2.334 1160 11

    1140 11

    III.2. Pengolahan Data

    III.2.1. Perhitungan LMTD

    Untuk LMTD Aliran searah, berikut adalah persamaannya:

    (3.1)

  • 24 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    Tabel 3.2. Perhitungan LMTD aliran searah

    Th1-

    Tc2

    Th2-

    Tc1 (Th1-Tc2)-(Th2-Tc1) (th1-tc2)/(th2-tc1) ln ((th1-tc2)/(th2-tc1))

    LMTD

    (

    48 9 39 5,33 1,67 23,30

    53 7 46 7,57 2,02 22,72

    56 5 51 11,20 2,42 21,11

    58 4 54 14,50 2,67 20,19

    59 2 57 29,50 3,38 16,84

    III.2.1. Perhitungan Suhu Keluar Steam (Th2) dari persamaan LMTD

    Pada perhitungan nilai Th2 secara teori dilakukan dengan menggunakan persamaan 1

    dengan memasukkan nilai LMTD yang telah dihitung untuk bukaan valve sebesar 1.

    LMTD Th1 Tc1 Tc2 Th2

    16,84203 93 32 34 ?

    Kedua ruas diturunkan sehingga,

    Dengan cara yang sama, dihitung nilai dengan memasukkan nilai LMTD yang didapat dari

    perhitungan sebelumnya untuk bukaan valve: 0,4; 0,6; 0,8 dan 1. Didapat nilainya yang

    disajikan pada tabel 3.3.

  • 25 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    Tabel 3.3. Perhitungan Suhu keluaran steam secara teori (menggunakan nilai LMTD)

    Bukaan valve LMTD Th1 Th2 Tc1 Tc2 Th2 teori

    0,2 23,29782 93 44 35 45 32,9

    0,4 22,72299 93 42 35 40 32,6

    0,6 21,11002 93 38 33 37 30,3

    0,8 20,19334 93 36 32 35 29,1

    1 16,84203 93 34 32 34 28,5

    III.2.2. Perhitungan nilai hi dan ho

    III.2.2.1 Menentukan nilai hi

    Penentuan nilai hi dilakukan dengan meninjau uap air sebagai fluida kerja.

    Sebelum menghitung nilai hi , lebih dahulu dicari sifat fisik dari uap air pada suhu

    rata-rata dari suhu masuk dan suhu keluar steam. Kemudian, dilakukan

    perhitungan untuk mencari nilai bilangan Reynold berdasarkan rumus:

    (3.2)

    Dengan nilai Dh atau diameter hidraulik adalah:

    (3.3)

    Dari hasil perhitungan bilangan Reynold diketahui bahwa jenis aliran adalah

    laminer, untuk itu dilakukan perhitungan bilangan Nusselt dengan rumus sebagai

    berikut:

    (3.4)

    Dengan nilai diameter ekuivalen (De) adalah sebagai berikut:

    (3.5)

    Dari hasil bilangan Nusselt yang diperoleh, dilakukan perhitungan untuk

    menhitung nilai hi dengan rumus sebagai berikut:

    (3.6)

  • 26 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    III.2.2.2. Menentukan nilai ho

    Langkah-langkah yang dilakukan sama seperti diatas, hanya saja terdapat

    perbedaan ketika menghitung nilai bilangan Reynold. Perhitungan bilangan

    Reynold dipengaruhi oleh nilai diameter hidrolik. Air mengalir di dalam anulus,

    sehingga perhitungan diameter hidroliknya menjadi:

    (3.7)

    (3.8)

    Kemudian, terlihat dari hasil perhitungan bilangan Reynold, jenis aliran air adalah

    turbulen. Karenanya, perhitungan untuk bilangan Nusselt dilakukan dengan rumus

    berikut:

    (3.9)

    Setelah mendapatkan nilai Nu barulah kita mencari nilai ho dengan rumus berikut

    ho = NuD . k/D (3.10)

  • 27 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    Tabel 3.4. Hasil Perhitungan Nilai Re, Nu, hi Steam Pada Aliran Searah

    valve Tavg Q V (m/s) Re K Pr Ho Hi

    0.2

    water (c) 40 992.44 0.00008 0.0008 0.0006424 387.882 0.6342 4.236 105.94

    stream (h) 68.5 979.06 3.06667E-06 0.000031 0.000415 22.706 0.662 2.64

    82.83

    0.4

    water (c) 37.5 995.00 0.000106667 0.0011 0.00076 438.276 0.62335 5.1 121.39

    stream (h) 67.5 978.35 0.0000028 0.000028 0.000411 20.918 0.663 2.6

    80.56

    0.6

    water (c) 35 993.95 0.00013 0.0013 0.0007235 560.506 0.626 4.825 145.97

    stream (h) 65.5 980.3 2.46667E-06 0.000025 0.00043 17.649 0.659 2.73

    77.22

    0.8

    water (c) 33.5 993.43 0.000182667 0.0018 0.000701 812.437 0.627 4.67 194.84

    stream (h) 64.5 982.73 0.0000028 0.000028 0.0004632 18.644 0.6549 2.957

    79.90

    1

    water (c) 32.5 993.09 0.000233333 0.0024 0.000686 1060.114 0.628 4.56 239.73

    stream (h) 63.5 982.19 2.33333E-06 0.000024 0.000456 15.773 0.656 2.907

    75.74

    Nilai didapat dari interpolasi Appendix A-9 di buku Heat Transfer, 10th Edition karangan J.P. Holman.

  • 28 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    III.2.2.3 Menentukan Uc dan Ud

    Dengan asumsi bahwa seluruh panas berpindah dari steam ke air tanpa ada

    yang terlepas ke lingkungan, maka nilai kalor yang dilepaskan oleh steam akan

    sama dengan nilai kalor yang diterima oleh air. Rumus yang dapat digunakan

    dalam perhitungan kalor tersebut adalah:

    (3.11)

    (3.12)

    Dengan nilai Cp = 4,2 kJ/kg.K. Nilai q yang positif yang diperoleh dari hasil

    perhitungan menandakan kalor yang diterima dari steam oleh air.

    Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Kalor yang Diserap Oleh Air

    Aliran Air T

    (K)

    (kg/m3)

    Q

    (m3/s)

    q

    (kJ) In Out

    Searah

    35 45 10 1000 0.00008 3.36

    35 40 5 1000 0.000106667 2.240007

    33 37 4 1000 0.00013 2.184

    32 35 3 1000 0.000182667 2.3016042

    32 34 2 1000 0.000233333 1.9599972

    Kemudian dihitung nilai UC atau koefisien perpindahan panas menyeluruh

    dalam kondisi pipa bersih:

    (3.13)

    Tabel 3.6. Hasil Perhitungan Ai, Ao dan ln (ro/ri)

    Ai = .Di.L ln (ro/ri) Ao = .Do.L

    0.045059 0.579 0.0804625

    Tabel 3.7. Hasil Perhitungan Uc

    valve 1/hi Ai ln (ro/ri) 2 .k.L (Ai/Ao)*(1/ho) UC

    0.2 0.01207294 0.026089161 4.261294 0.005286 42.58709066

    0.4 0.01241171 0.026089161 4.267731 0.004613169 43.21893709

    0.6 0.01294929 0.026089161 4.241983 0.003836296 43.59993593

    0.8 0.0125142 0.026089161 4.2155913 0.002874125 46.34553277

    1 0.01320325 0.026089161 4.222672 0.00233598 46.04563763

  • 29 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    Tabel 3.8. Tabel bilangan Reynold dan Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh Bersih

    Re Uc

    387.882 42.587

    438.276 43.219

    560.506 43.600

    812.437 46.346

    1060.114 46.046

    Gambar 3.1. Grafik hubungan antara Re dan Uc

    Selanjutnya, dilakukan perhitungan untuk Ud sebagai berikut:

    (3.14)

    Tabel 3.9. Hasil Perhitungan Ud

    q (kJ) A (m2) LMTD Ud

    3.36 0.0804625 23,30 1.792213871

    2.240007 0.0804625 22,72 1.225314369

    2.184 0.0804625 21,11 1.285792472 2.3016042 0.0804625 20,19 1.416774724

    1.9599972 0.0804625 16,84 1.446504675

    42.000

    42.500

    43.000

    43.500

    44.000

    44.500

    45.000

    45.500

    46.000

    46.500

    47.000

    0 200 400 600 800 1000 1200

    Uc

    Re

    Re Vs Uc

  • 30 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    III.2.2.4 Menentukan Rd

    Fouling Factor atau Rd dengan rumus sebagai berikut:

    (3.15)

    Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

    Tabel 3.11. Hasil Perhitungan Rd

    1.792213871 42.58709066 0.534

    1.225314369 43.21893709 0.793

    1.285792472 43.59993593 0.754

    1.416774724 46.34553277 0.684

    1.446504675 46.04563763 0.670

    Berikut adalah tabel Rd dan Re:

    Tabel 3.11. Hasil Perhitungan Rd

    Re

    387.882 0.534

    438.276 0.793

    560.506 0.754

    812.437 0.684

    1060.114 0.670

    Gambar 3.1. Grafik hubungan antara Re dan Rd

    0

    0.1

    0.2

    0.3

    0.4

    0.5

    0.6

    0.7

    0.8

    0.9

    0 200 400 600 800 1000 1200

    Rd

    Re

    Re Vs Rd

  • 31 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    III.2.2.5 Menentukan nilai efektifitas

    Penentuan nilai efektifitas dilakukan dengan rumus:

    (3.16)

    Fluida minimum yang dimaksud adalah fluida dengan hasil kali laju alir massa

    dengan kalor jenis yang paling besar. Tanpa perlu melakukan perhitungan, dapat

    dipastikan bahwa nilai m.Cp dari air jauh lebih besar lebih besar dari steam karena

    beda densitas antara steam dan air sangat jauh. Maka ditetapkan air sebagai fluida

    minimum.

    (3.17)

    (3.18)

    Sehingga perhitungan efisiensi untuk tiap laju alir menjadi:

    Tabel 3.12. Hasil Perhitungan Efisiensi Heat Exchanger

    Aliran

    Perhitungan Suhu (0C)

    Steam Air Tfluida min

    T max In Out In Out

    Searah

    93 44 35 45 10 58 0.172

    93 42 35 40 5 58 0.086

    93 38 33 37 4 60 0.0667

    93 36 32 35 3 61 0,049

    93 34 32 34 2 61 0.0327

  • 32 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    BAB IV

    ANALISIS

    IV.1. Analisis Percobaan

    Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui cara kerja alat penukar kalor jenis pipa

    ganda (double pipe heat exchanger) dengan menghitung koefisien perpindahan panas,

    faktor kekotoran, efisiensi, dan perbandingannya untuk aliran searah dan berlawanan

    arah. Perpindahan kalor yang terjadi pada alat ini bersifat tidak langsung, artinya kalor

    berpindah dari fluida satu ke fluida lainnya melalui sebuah dinding pembatas yang

    menjaga agar kedua fluida tidak bercampur.

    Fluida yang digunakan pada praktikum ini adalah air. Alasan pemilihan air adalah

    ia tergolong fluida yang banyak diketahui data-data propertisnya dalam literatur, produk

    keluaran tidak mencemari lingkungan, serta lebih ekonomis dibandingkan bahan kimia

    lain.

    Alat double pipe heat exchanger terdiri dari dua pipa, yaitu pusat tabung dan pipa

    anulus. Air sebagai fluida pendingin mengalir melalui pipa anulus, sedangkan steam

    sebagai fluida pemanas mengalir pada pusat tabung (pipa kecil). Penempatan ini

    dilakukan karena steam memiliki tekanan yang lebih tinggi sehingga menjaga agar alat

    tidak cepat rusak akibat tekanan tinggi. Selain itu, kalor steam akan memanaskan air

    dalam pipa anulus terlebih dahulu sebelum berpindah ke lingkungan sehingga

    menghindari terbuangnya kalor ke lingkungan karena peristiwa konveksi alami,

    mengingat pemanasan air menjadi steam membutuhkan energi yang besar. Apabila steam

    diletakkan di dalam pipa anulus, maka volume air yang dipanaskan dalam heater

    menjadi lebih besar sehingga energi yang dibutuhkan juga lebih banyak (hubungannya

    dengan biaya).

    Percobaan Aliran Searah

    Percobaan diawali dengan membuka penuh aliran steam di valve 1, 8, 10, 12, 13

    dan aliran air di valve 4, 6, serta membuka kran sumber air sebesar 1/5 putaran. Hal ini

    dilakukan agar aliran steam dan air dalam alat penukar kalor memiliki arah yang sama

    (cocurrent). Suhu untuk steam masuk dan keluar serta air masuk dan keluar diukur pada

    T3, T4, T2 dan T1 setelah suhu tersebut konstan. Data suhu akan digunakan untuk

    menghitung koefisien perpindahan panas konveksi (h). Volume air dan kondensat yang

    keluar diukur dalam rentang 5 detik, lalu melakukan variasi bukaan valve sebanyak 5 kali

    untuk mengetahui pengaruh perbedaan laju alir air.

  • 33 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    Percobaan Aliran Berlawanan

    Untuk percobaan aliran berlawanan (countercurrent), aliran steam dibuka penuh

    pada valve 1, 8, 11, 9, 13 dan aliran air di valve 4, 6, serta membuka kran sumber air

    sebesar 1/5 putaran. Hal ini dilakukan agar aliran steam dan air dalam alat penukar kalor

    memiliki arah yang berlawanan. Suhu untuk steam masuk dan keluar serta air masuk dan

    keluar diukur pada T3, T5, T2 dan T1 setelah suhu tersebut konstan. Selanjutnya

    melakukan variasi bukaan valve sebanyak 5 kali untuk mengetahui pengaruh perbedaan

    laju alir air.

    Secara teori, semakin besar bukaan valve akan menyebabkan laju alir massa

    semakin besar sehingga akan semakin banyak kalor yang berpindah. Namun, kesimpulan

    sementara dari percobaan ini adalah bahwa lamanya kontak permukaan menentukan

    besarnya perpindahan kalor yang terjadi. Variasi jenis aliran (cocurrent atau

    countercurrent) dilakukan untuk mengetahui pengaruh kedua jenis aliran terhadap

    peristiwa perpindahan kalor.

    IV.1. Analisis Data dan Hasil

    IV1.1. Perhitungan LMTD

    Hasil dari perhitungan nilai perbedaan suhu rata-rata atau Logarithmic Mean

    Temperature Difference dapat dilihat pada tabel 3.2. Perbedaan suhu ini digunakan

    sebagai petunjuk nilai suhu fluida panas maupun fluida dingin yang keluar heat

    exchanger. Pada hasil perhitungan data yang telah dilakukan, semakin besar bukaan

    valve maka trend nilai LMTD semakin kecil. Nilai LMTD terbesar didapat ketika valve

    dibuka sebesar 0.2. Hal tersebut dikarenakan jika valve semakin terbuka maka laju alir

    fluida dingin akan semakin besar. Jika laju alir fluida dingin semakin besar maka

    penurunan suhu fluida panas akan semakin tinggi sehingga nilai Th2 (suhu keluaran

    steam) akan semakin kecil pula. Dapat dilihat pada persamaan 1 jika nilai Th2 semakin

    kecil maka nilai LMTD akan semakin kecil dengan nilai koefisien yang lain tetap.

    Berdasarkan teori semakin besar nilai LMTD maka semakin besar pula jumlah

    kalor yang berpindah. Berdasarkan hasil pengolahan data didapat nilai LMTD terbesar

    adalah pada laju alir fluida dingin yang paling kecil. Maka apabila kita menginginkan

    jumlah kalor yang berpindah dari fluida panas ke fluida dingin paling besar maka kita

    pilih laju alir fluida dingin yang paling kecil. Hal tersebut terjadi dikarenakan prinsip

    perpindahan panas. Pada sistem heat exchanger aliran searah ini menerapkan prinsip

    perpindahan panas secara konveksi paksa.

  • 34 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    Hasil menjelaskan bahwa laju alir fluida dingin yang kecil atau lebih lambat akan

    menghasilkan perpindahan panas yang lebih besar. Analisis kami adalah bahwa apabila

    kontak antara fluida dingin dengan fluida panas yang terjadi semakin lama (karena air

    mengalir lebih lambat) maka molekul-molekul dari steam melakukan kontak dengan

    molekul air lebih sering, sehingga panas dari steam berpindah ke air akan lebih banyak.

    Analisis berikutnya adalah berdasarkn teori perpindahan panas secara konveksi paksa

    dalam aliran baik laminer dan turbulen. Pada perpindahan panas konveksi secara paksa

    besar kalor yang berpindah ditentukan oleh koefisien perpindahan kalor konveksi yang

    dimiliki oleh kedua fluida. Untuk aliran yang memiliki laju alir lebih rendah (laminer)

    perhitungan nilai koefisiennya berbeda dengan nilai koefisien dengan laju alir lebih

    tinggi (turbulen). Koefisien perpindahan panas fluida yang sama dengan laju alir lebih

    rendah akan lebih kecil dibandingkan dengan koefisien laju alir yang lebih tinggi. Selain

    itu koefisien perpindahan panas fluida dengan densitas lebih besar akan lebih tinggi

    nilainya dibandingkan dengan koefisien perpindahan panas fluida dengan densitas lebih

    kecil. Sehingga dalam hal ini laju alir fluida dingin (air) sangat menentukan perpindahan

    panas dalam sistem, yang akhirnya akan menentukan nilai LMTD nya juga.

    Dari hasil perhitungan didapat nilai suhu keluar steam teori berbeda dengan hasil

    dari percobaan. Hasil perhitungan secara teoritis nilai adalah sebesar 35,38oC

    sedangkan pada percobaan didapat nilai sebesar 34 o

    C. Menurut analisis kami hal tersebut

    dapat terjadi karena beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah dimungkinkan aliran steam

    yang bekerja tidak stabil atau mengalami fluktuasi kecepatan sehingga dapat memepengaruhi

    proses dalam sistem penukar kalor. Fluktuasi tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, salah

    satunya adalah daya yang besarnya tidak selalu sama yang bekerja pada mesin pengalir steam.

    Faktor kedua, perhitungan secara teoritis diperlukan faktor koreksi untuk memasukkan pengaruh-

    pengaruh yang terjadi dalam sistem. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh pintu

    masuk, perubahan konduktivitas termal dan sebagainya.

    IV1.2. Perhitungan Uc dan Ud , Rd dan

    Merujuk pada data yang telah diamati dan diolah, kita dapat melihat sebuah

    kecenderungan bahwa bahwa semakin tinggi aliran air, suhu steam keluaran akan

    semakin kecil hal ini disebabkan karena makin banyak kalor yang dibutuhkan untuk

    memanaskan air dalam pipa, yang berakibat pada makin berkurangnya suhu steam. Hal

    ini juga mempengaruhi nilai hi dan h0. Nilai h1 dan h0 sangat dipengaruhi oleh jenis

    aliran (terlihat dari bilangan Reynold) dan sifat-sifat thermal fluida tersebut, jadi

  • 35 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    perubahan aliran yang mengakibatkan perubahan suhu akan mengakibatkan perubahan

    pada h1 dan h0. Jika dilihat berdasarkan persamaan, bilangan Reynold sangat dipengaruhi

    oleh laju alir. Semakin besar laju alirnya maka semakin besar nilai bilangan Reynoldnya.

    Begitu juga yang terjadi dalam percobaan. Sehingga secara tidak langsung, nilai hi

    dipengaruhi oleh laju alir fluida. Dimana hi dengan laju alir akan berbanding lurus.

    Nilai Uc berbanding lurus dengan hi dan ho. Dan berdasarkan data hasil

    perhitungan, semakin tinggi nilai hi dan ho, maka nilai Uc juga akan semakin besar.

    Dengan kata lain, percobaan dengan teori memiliki kesamaan. Nilai Uc tidak hanya

    dipengaruhi oleh nilai hi dan ho, secara tidak langsung, nilai Uc juga dipengaruhi faktor-

    faktor yang mempengaruhi hi dan ho, yaitu sifat termal fluida, dan jenis aliran.

    Dari perhitungan tersebut, terlihat bahwa steam dan water mengalir dalam aliran

    laminar, hal ini terlihat dari nilai Re steam yang dibawah 2100. Akan tetapi walaupun

    seluruh aliran yang terjadi cenderung laminar, tapi semakin besar bukaan valve aliran

    yang terbentuk nilai Reynoldnya juga semakin besar. Dari gambar 3.1, dapat dilihat

    grafik bahwa semakin besar nilai bilangan Reynoldnya maka semakin besar pula nilai

    koefisien perpindahan panasnya (Uc). Hal ini menunjukan bahwa semakin turbulen

    (cepat) alirannya, akibat bilangan reynold yang semakin meningkat karena kecepatan

    aliran yang meningkat pula maka perpindahan panasnya pun akan lebih baik, hal ini

    ditunjukkan dari nilai koefisien perpindahan panas yang semakin besar. Nilai Uc

    menunjukan koefisien perpindahan panas saat HE dalam kondisi bersih. Efek dari kita

    mengetahui hal ini adalah kita bisa menjadikan basis Uc sebagai dasar untuk

    dibandingkan dengan nilai Ud, dan apakah nilai alat kita sudah sangat kotor sehingga

    terjadi terjadi penurunan efisiensi alat dan kita harus segera membersihkan atau

    mengganti alatnya.

    Dari hasil perhitungan Ud atau koefisien perindahan kalor menyeluruh dalam

    keadaan kotor, bisa dilihat hasilnya lebih rendah dibandingkan nilai Uc. Hal ini terjadi

    karena memang perhitungan koefisien perpindahan ini didapat dari data perhitungan

    eksperimental dimana mungkin kondisi HE nya pun sudah dalam keadaan tidak baik atau

    sudah mengalami penurunan kinerja akibat penempelan fouling dan faktor penghambat

    lainnya. Bisa dibilang Uc itu koefisien HE dalam keadaan bersih atau seperti alat baru

    yang belum ada faktor pengotor apapun. Uc dihitung berdasarkan persamaan teoritis.

    Semakin jauh perbedaan antara Uc dan Ud, maka semakin menunjukan perbedaan

    performa transfer panas yang terjadi pada alat yang mana apabila nilai U nya kecil maka

    proses trandser panasnya pun kecil. Untuk data Ud yang didapatkan agak sedikit

  • 36 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    mengalami penyimpangan dari yang seharusnya. Harusnya datanya membentuk

    hubungan linear yang baik. Hal ini karena perhitungan energi (q) membutuhkan data

    debit atau volume air dan dalam percobaan perhitungan volume air yang didapatkan

    tidak konstan karena dipengaruhi beberapa hal. Grafik hubungan antara Re dengan Rd

    seperti yang terlihat pada gambar 3.2.

    Faktor kekotoran berkisar antara 0,53-0,79 dengan faktor kekotoran terbesar terjadi

    pada bukaan valve sebesar 0,4. Secara umum, faktor kekotoran pada variasi besarnya

    bukaan valve cenderung konstan karena perbedaannya tidak terlalu besar. Jika dirata-rata

    maka faktor kekotorannya sebesar 0,687. Jika dilihat dari hasil ini, terlihat bahwa nilai

    faktor kekotoran dari alat yang digunakan sangat besar, hal ini menunjukan bahwa

    banyak zat fouling pada alat yang digunakan. Atau kemungkinan kedua adalah kesalahan

    praktikan dalam melakukan pengamatan dan pengolahan data. Apabila benar terjadi nilai

    Rd maka alat tersebut seharusnya sudah tidak layak digunakan sebagai alat penukar kalor

    atau membersihkan alat tersebut dari segala macam faktor yang mempengaruhi supaya

    alat tersebut menjadi baik kembali dalam menjalankan fungsinya. Efisiensi maksimum

    terjadi saat bukaan valve sebesar 0,2, nilai efisiensi sebesar 25,76%. Nilai efisiensi

    cenderung menurun seiring dengan berjalannya waktu dan tidak terlalu besar terhadap

    besarnya bukaan valve. Hal ini disebabkan pula karena bilangan reynold yang terjadi

    pada aliran. Besarnya bilangan reynold juga mempengaruhi nilai efisiensi. Pada valve

    sebesar 0,2 efisiensinya besar juga karena Re terbesar ada pada bukaan valve tersebut,

    yitu 0.793.

    IV1.3. Perbandingan dengan aliran berlawanan arah (conter-current)

    Untuk perbandingan LMTD arus searah dengan berlawanan arah Hasil

    perhitungan menunjukkan bahwa nilai yang ditunjukkan aliran secara searah dengan

    berlawanan memiliki trend yang sama yaitu semakin besar bukaan valve (semakin tinggi

    laju alir) maka nilai LMTD semkin kecil. Walaupun pada aliran berlawanan arah

    nilainya pada beberapa aliran terjadi fluktuasi. Jika dibandingkan, nilai LMTD aliran

    berlawanan arah lebih besar dibandingkan dengan nilai aliran searah. Hal ini sama

    artinya nilai suhu keluaran steam lebih kecil dan nilai aliran kondensat lebih besar. Hal

    tersebut dapat terjadi karena driving force pada aliran searah lebih kecil dibandingkan

    pada aliran berlawanan arah.

  • 37 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    Tabel 4.1. Perhitungan LMTD aliran berlawanan arah

    Bukaan

    Valve 0.2 0.4 0.6 0.8 1

    LMTD 26,954 17,312 15,365 19,576 15,148

    Fenomena ini terjadi karena pada aliran searah, di bagian inlet terdapat aliran

    steam masuk dan aliran air masuk. Di bagian ini, terdapat perbedaan suhu yang paling

    besar sehingga driving force untuk terjadinya perpindahan kalor pun besar. Namun,

    setelah itu aliran steam akan mengalir dan bertemu dengan air yang telah dipanaskan,

    menyebabkan driving force untuk terjadinya perpindahan kalor semakin kecil. Sementara

    itu, pada aliran berlawanan arah, di bagian inlet terdapat aliran steam masuk dan aliran

    air keluar. Di bagian ini, perbedaan suhu yang terjadi tidak terlalu besar, sehingga

    driving force terjadinya perpindahan panas pun tidak besar. Namun, setelah itu aliran

    steam akan mengalir bertemu dengan aliran air yang lebih dingin, sehingga driving force

    perpindahan kalor yang terjadi lebih besar jika dibandingkan dengan driving force pada

    aliran searah.

    Tabel 4.2. Data keluaran suhu pada aliran berlawanan arah

    Bukaan Steam Air

    T1 T2 t1 t2

    1/5 96 32 27 61

    2/5 97 32 27 64

    3/5 96 30 27 60

    4/5 96 30 26 42

    5/5 97 30 27 39

    Bisa dilihat untuk aliran berlawanan arah, kenaikan suhu air akibat kalor dari

    steam cukup tinggi dibandingkan dengan aliran searah. Pada aliran searah terjadi sangat

    kecil penaikan suhu air. Hal ini menunjukan kalor yang berpindah dari steam ke air

    kurang efektif pada aliran searah. Suhu masukan antara fluida panas dan dingin pada

  • 38 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    fluida searah. Berikut adalah profil perubahan suhu terhadap waktu pada kedua tipe

    aliran.

    Gambar 4.1. (a) Parallel flow, (b) Counter flow pada double-pipe HE

    (Sumber: Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th

    ed.)

    Tabel 4.2. Perbandingan Data Ud, Uc, dan Rd aliran berlawanan arah dan aliran searah

    Bukaan Aliran berlawanan arah Aliran searah

    Ud Uc Rd

    1/5 2,621 487,2351 0,379 1.792213871 42.58709066 0.534

    2/5 3,267 586,1566 0,304 1.225314369 43.21893709 0.793

    3/5 2,955 591,7924 0,337 1.285792472 43.59993593 0.754

    4/5 2,218 674,5351 0,449 1.416774724 46.34553277 0.684

    5/5 2,613 732,5733 0,381 1.446504675 46.04563763 0.670

    Dari tabel diatas didadapatkan bahwa nilai Rd percobaan ini untuk aliran

    berlawanan arah berkisar antara 0.304-0.449 sedangkan pada aliran searah berkisar antara

    0.534-0.793. Hal ini menunnjukan bawa nilai Rd pada aliran searah lebih besar dan nilai

    koefisien perpindahan kalor menyeluruh pada aliran berlawanan arah lebih besar dibanding

    pada aliran searah. Hal ini dikarenakan beberapa hal diantaranya ada kaitannya dengan profil

    perubahan suhu yang terjadi.

    IV.1. Analisis Kesalahan

    Dalam analisis hasil yang tidak sesuai dengan teori yang seharusnya ini, mungkin

    disebabkan karena beberapa hal saat praktikum terjadi, hal-hal tersebut adalah:

    1) Kesalahan adalah antara lain kesalahan ketika melihat atau mengukur suhu dan

    volum air.

    2) Kesalahan pada saat menghitung debit air dan kondensat dapat terjadi yang

    disebabkan oleh ketidaktepatan dalam perhitungan waktu dan pengukuran volume

    air/steam.

  • 39 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    3) Pada saat mengukur suhu kondensat menggunakan termometer, kesalahan dapat

    terjadi karena pengukuran yang tidak dilakukan secara langsung melainkan

    menunggu beberapa saat karena penggunaan thermometer yang bergantian sehingga

    memungkinkan terjadi transfer panas ke udara.

    4) Kesalahan pengamatan suhu yang terukur pada pengukur suhu yang terdapat pada

    HE dapat terjadi karena suhu diamati ketika belum mencapai kondisi stabil sehingga

    masih mungkin untuk berubah.

    5) Tidak stabilnya laju alir steam yang masuk dari alat penyedia steam sehingga

    menyebabkan fluktuasi volume kondensat steam yang keluar sehingga

    mempengaruhi perhitungan energi panas yang berpindah.

  • 40 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    BAB V

    KESIMPULAN

    Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal seperti:

    1. Faktor yang mempengaruhi proses perpindahan panas pada double pipe heat exchanger,

    diantaranya adalah koefisien perpindahan panas, jenis aliran fluida, beda temperature

    rata-rata, luas permukaan perpindahan kalor, faktor kekotoran, dan arah aliran (searah

    atau berlawan arah).

    2. Semakin besar laju alir air dengan kondisi laju alir steam tetap, maka semakin kecil

    perpindahan panas yang terjadi untuk menaikkan suhu air.

    3. Semakin besar beda temperatur antara fluida pendingin dan fluida pemanas akan

    mempercepat proses perpindahan panas sehingga lebih banyak panas yang dipindahkan

    serta meningkatkan efisiensi heat exchanger.

    4. Faktor kekotoran dapat menghambat proses perpindahan panas karena memperkecil

    koefisien perpindahan panas menyeluruh.

    5. Aliran counter current lebih efektif daripada aliran co current. Perpindahan panas yang

    terjadi pada aliran berlawanan lebih menyeluruh, fluida panas dan fluida dingin saling

    bertukar panas pada titik-titik yang memiliki perbedaan suhu yang besar sehingga jarak

    suhu steam dan air keluar cukup dekat.

    6. Laju alir fluida yang memasuki heat exchanger akan mempengaruhi koefisien

    perpindahan panas sehingga mempengaruhi efektifitas heat exchanger. Laju alir yang

    meningkat menyebabkan koefisien perpindahan kalor meningkat dan efektifitas heat

    exchanger meningkat. laju air meningkat Re meningkat h0 dan hi meningkat Uc

    meningkat Rd meningkat UD menurun LMTD meningkat meningkat. Jika

    efektifitas HE baik, maka alat tersebut masih efektif untuk digunakan. Namun, jika yang

    terjadi adalah yang sebaliknya, maka alat HE tersebut perlu dilakukan treatment

    7. Efisiensi Heat Exchanger aliran searah pada percobaan ini masih rendah yakni di bawah

    20%. Hal ini disebabkan oleh adanya fouling factor (faktor kekotoran) yang

    menyebabkan efisiensi kerja Heat Exchanger rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan

    pembersihan dan pemeilharaan Heat Exchanger agar efisiensinya meningkat.

  • 41 |

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    DAFTAR PUSTAKA

    Buku Panduan Praktikum Proses Operasi Teknik I. 1989. Teknik Gas dan Petrokimia UI.

    Holman,J.P. 2002. Heat Transfer. New York: McGraw Hill International Company.

    Incropera, Frank P., et.al. 2011. Fundamentals of Heat and Mass Transfer. New Jersey: John

    Wiley & Sons, Inc.

    Kern,D.Q. 1981. Process Heat Transfer. New York: Mc-Graw Hill International Company.