Laporan Hasil Penelitian Tahun ke 2 HIBAH...
Transcript of Laporan Hasil Penelitian Tahun ke 2 HIBAH...
V 3
Infra struktur, transportasi, dan
Industri pertahanan
Laporan Hasil Penelitian Tahun ke 2
HIBAH KOMPETENSI
P E M B U A T A N P R O T O T Y P E S E N S O R G A S N O X M E N G G U N A K A N
M A T E R I A L K O N D U K T O R IONIK B E R B A S I S ION N A +
H A S I L P R E P A R A S I
Ketua Tim Pengusul
Dr. Agus Setiabudi, M.Si
( A n g a k a t a n II T a h u n 2 0 1 0 )
Dibiayai oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan Nasional
Sesuai dengan Surat Perjanjian Tugas Pelaksanaan Penelitian
Nomor: 256/SP2HI/PP/DP2MA/I/2010 Tanggal 1 Maret2010
Hibah Kompetensi,
U n i v e r s i t a s P e n d i d i k a n I n d o n e s i a ( U P I )
Lembar Pengesahan
HIBAH KOMPETENSI
I . Judul Kegiatan
2. Jenis Kegiatan 3. Nama Ketua Tim Pengusul 4. Jurusan
Fakultas Perguruan Tinggi
5. Alamat No. Telepon/Faks E-mail No. Telepon
6. Lamanya Kegiatan 7. Nama dan alamat lengkap
peers - dari dalam negeri
- dari luar negeri
Pembuatan Prototype Sensor Gas NOx Menggunakan Material Konduktor Ionik Berbasis Ion Na+ Hasil Preparasi Penelitian Dr. Agus Setiabudi Pend. Kimia/Prodi Kimia Pend. MI PA Universitas Pendidikan Indonesia (UP1 Jl. Dr. Setiabudhi 229, Bandung 40154 0222000579/0222000579 [email protected] 08157193569 3 (tiga) tahun
Dr. Bambang Soegijono Program Studi Material Sains, Pasca Sarjana Universitas Indonesia (Ul) J I. Salemba Raya No 4 Depok Phone/Fax, E-mail Dr. lr. Michiel Makkee Delft University of Technology Julianalaan 136, Delft 2628 BM The Netherlands E-mail: [email protected]
Mengetahui, IIP,
0IDIO0^
• ( D ^ f ^ s e p Kadarohman, M.Si.) 987031002
Bandung, 16 November 2010 Ketua Tim Pelaksana,
( Dr. Agus Setiabudi, M.Si) NIP 196808031992031002
Mengetahui Ketua Lembaga Penelitian/Pengabdian Kepada Masyarakat
(Prof. Dr. H. Sumarto,MSIE) NIP 195507051981031
DAFTAR T A B E L
Tabel 4.1. Nilai AEMF/dec untuk NASICON yang telah dimodifikasi 23 denganNaN02, Pt dan AgCl, Ag pada variasi suhu operasi.
Tabel 4 .2. Jumlah mol KNO3 yang bereaksi dan konsentrasi gas N 0 2 25 yang dihasilkan
Tabel 4 .3. Jumlah mol, konsentrasi dan perubahan arus deteksi (AI) 31
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Prinsip kerja sensor amperometric gas NOx 2 Gambar 2.1 Sekema umum yang disederhanakan sensor amperometri 5 Gambar 2.2. Struktur NASICON. dari J .B. Goodenough et al, (1976).
Material Research Bulletin Vol. 11 halaman. 203-220 7 Gambar 3.1. Tahapan umum penelitian 12 Gambar 3.2. Tahap Sintesis dan tahap karakterisasi 13 Gambar 3.3. Tahap uji kinerja NASICON 14 Gambar 3.4. Skema bagian-bagian rancangan Sel 15 Gambar 3.5. Penampang lintang rancangan sel sensor 15 Gambar 3.6. Peralatan yang digunakan untuk pengujian kinerja NASICON 16
Gambar 4.1. a), sol saat ditambahkan ZrOCl2.8H20 (b). sol setelah didiamkan beberapa detik sebelum dilakukan pengocokan ... 18
Gambar 4.2. Konduktifitas material konduktor ionic yang dipreparasi dengan asam fa). Xerogel, (b). Pelet xerogel setelah kalsinasi 18 pada suhu 750°C, (c). Pelet NASICON
Gambar 4.3. Spektra F T - I R xerogel, material hasil kalsinasi 750°C, dan material hasil kalsinasi 1000 °C 19
Gambar 4.4. Pola difraktogram material konduktor ionik NASICON dengan penambahan konsentrasi asam sitrat 6M 21
Gambar 4.5. Konduktifitas NASICON yang disintesis dengan penambahan asam sitrat 6 M 22
Gambar 4.6. Nilai beda potensial (AE ) pada berbagai suhu dibandingkan secara teoritis 24
Gambar 4.7. (a)Deteksi gas N 0 2 oleh sel sensor (N02(g), Pt, NaN027NASICON/AgCl, Ag) sebagai fungsi waktu, (b) 26 hubungan AE dengan konsentrasi gas N 0 2 pada suhu 200°C
Gambar 4.8. (a)Deteksi gas N 0 2 oleh sel sensor (N02(g), Pt, NaN02 / 27 NASICON/AgCl, Ag) sebagai fungsi waktu, (b) hubungan AE dengan konsentrasi gas N 0 2 pada suhu 250°C
Gambar 4.9. (a)Deteksi gas N 0 2 oleh sel sensor (N02(g), Pt, NaN02 / NASICON / AgCl, Ag) sebagai fungsi waktu, (b) hubungan 25 AE dengan konsentrasi gas N 0 2 pada suhu 300°C
Gambar 4.10. Reaksi yang terjadi antara NASICON dengan gas N 0 2 27 Gambar 4.11. Konduktifitas NASICON hasil preparasi yang dialiri berbagai
variasi konsentrasi gas N 0 2 32 Gambar 4.12. Respon arus sel NASICON hasil preparasi yang dialiri
berbagai variasi konsentrasi gas N 0 2 33
i i i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Oksida Nitrogen (NOx) merupakan komponen polusi udara yang
menyebabkan terjadinya hujan asam dan kabut fotokimia. Senyawa oksida ini
juga dapat menyebabkan gangguan syaraf dan organ pernapasan. NOx di udara
terutama bersumber dari emisi gas buang kendaraan bermotor dan fasilitas mesin
bakar tak bergerak seperti tungku bakar dan mesin diesel (Miura N. et.al, 1994).
Monitoring dan kontrol emisi gas pencemar dari sumbernya merupakan aktivitas
penting dalam upaya menekan laju pencemaran udara.
Deteksi kadar gas NOx dapat dilakukan dengan instrument spektroskopi.
Peralatan pengukur kadar NOx ini bekerja berdasarkan sistem luminisensi kimia
atau absorpsi sinar infra merah. Pengukuran gas NOx secara tidak langsung juga
dapat dilakukan dengan instrument kromatografi gas. Tetapi peralatan-peralatan
tersebut biasanya tidak cocok digunakan sebagai sistem kontrol 'on-site' karena
waktu pengukuran yang lama, ukuran peralatan yang besar dan biaya yang relatif
mahal (Jiang M.R.M, et.al, 1996; Miura N, 1998).
Alternatif pengukuran gas NOx yang lain adalah mengunakan sensor
amperometrik. Sensor amperometrik merupakan sensor yang berbasis
elektrokimia. Konsentrasi gas NOx yang diukur merupakan variable yang
menentukan besarnya arus listrik yang dihasilkan oleh sel elektrokimia.
Komponen utama dalam pembuatan sensor amperometrik untuk deteksi NOx
adalah konduktor ionik Na3Zr2Si2POi2 atau dikenal dengan sebutan NASICON
(Natrium Super Ionic Conductor).
Penelitian mengenai sensor amperometrik ini merupakan aplikasi dari
prinsip-prinsip dalam ilmu elektrokimia. Melalui penelitian terdahulu, kelompok
peneliti pengusul telah mengembangkan material konduktor ionik untuk sensor
gas NOx baik melalui metode padat-padat maupun melalui metode sol-gel
anorganik dan diperoleh karakter material yang sangat mirip dengan NASICON.
Untuk menguji kinerjanya pada kondisi aplikasi dan untuk mengevaluasi peluang
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 1
penggunaan material hasil preparasi tersebut perlu dilakukan studi kinerja material
dalam rangkaian sel sensor pada kondisi pengukuran kadar gas NOx.
B. Tujuan Khusus
Penelitian yang diusulkan ini bertujuan untuk mengaplikasikan material
hasil preparasi sendiri yang telah berhasil dibuat melalui metode sol-gel anorganik
pada penelitian sebelumnya, terhadap prototype sensor gas NOx hasil rakitan.
Evaluasi peluang penggunaan material hasil preparasi pada sel sensor perlu
dilakukan pada pengukuran berbagai kadar gas NOx.
C. Urgensi Penelitian
Konduktor ionik NASICON merupakan komponen paling penting dalam
sensor gas. Pada sel sensor yang menggunakan NASICON, ion natrium
merupakan spesi ion penghantar arus listrik. Material ini juga berperan sebagai
membran yang memisahkan dua setengah sel elektrokimia (Jiang M.R.M, et.al,
1996; Miura N , 1998; Yang Y et.al, 2000). Untuk sensor gas NOx prinsip kerja
sensor ini ditunjukkan pada Gambar 1.1.
NO, Na* + N 0 2 + e -> NaN02
Na3Zr2Si2P01-
e-elektroda NaN02 N 0 2 + e- +Na+
Gambar 1.1. Prinsip kerja sensor amperometric gas NOx
Penelitian NASICON hasil preparasi melalui reaksi padat-padat yang
dimodifikasi telah diuji karakternya serta nilai konduktivitasnya pada sel sensor
hasil rakitan. Hasil yang telah diperoleh menunjukan bahwa material NASICON
yang dibuat menunjukan si fat kristalinitas yang sangat mirip dengan material yang
dipreparasi melalui metode sol-gel (Traversa E et.al, 2000). Sedangkan pengujian
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 2
terhadap NASICON hasil preparasi melalui reaksi sol-gel anorganik menunjukan
kestabilan yang lebih tinggi dengan adanya modifikasi berupa penambahan zat
aditif asam (Setiabudi, 2006). NASICON hasil perparasi dengan metode padat-
padat menunjukkan nilai konduktivitas pada rentang 10 S/m baik diukur
dengan Impedance spectroscopy maupun dengan menggunakan sel hasil rakitan.
Sedangkan NASICON hasil preparasi melalui metode sol-gel anorganik
menunjukan nilai konduktifitas pada rentang 10"3 S/m.
Peralatan sensor yang berbasis NASICON merupakan peralatan yang
penting untuk memonitor kadar pencemaran udara oleh polutan NOx . Penguasaan
dan pengembangan teknologi sensor untuk deteksi polutan sangat penting untuk
dilakukan karena merupakan langkah awal dalam pengendalian masalah
lingkungan.
D. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka secara lebih
terperinci permasalahan dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana kecenderungan perubahan potensial sell dan arus (AI) deteksi yang terjadi seiring naiknya konsentrasi gas NOx pada rentang 30 - 2700 ppm?
b. Bagaimanakah sifat linieritas sel sensor terhadap konsentrasi NOx?
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 3
BAB II
STUDI PUSTAKA
A. Sensor Elektrokimia
Sensor adalah peralatan yang digunakan untuk merubah suatu besaran fisik
menjadi besaran listrik sehingga dapat dianalisa dengan rangkaian listrik tertentu.
Sensor elektrokimia dengan elektrolit padatan dapat digolongkan sebagai sel
elektrokimia yang mampu mengkonversi potensial suatu spesies kimia tertentu
yang tidak diketahui kedalam signal elektris yang terukur mengikuti persamaan
Nernst. Persamaan ini menerangkan bahwa bila terdapat gradient konsentrasi
kimia melewati suatu elektrolit maka akan terbentuk potensial elektris.
RT P}
Dalam membangun sistem sensor, beberapa parameter harus dipenuhi agar
sensor bekerja dengan baik. Parameter itu antara lain sensitifitas, selektifitas dan
waktu respon. Sensitifitas yaitu seberapa sensitif sensor dapat mengetahui
perubahan kondisi alam yang akan dideteksi. Dalam sistem gas, sensitifitas
ditunjukkan dari kemampuan sensor untuk mendeteksi gas dalam jumlah yang
sedikit.
Selektifitas adalah kemampuan sensor untuk memisahkan perubahan
kondisi yang ingin dideteksi dibandingkan dengan gangguan-gangguan yang ada.
Beberapa sensor gas menggunakan teknik katalitik untuk meningkatkan
selektifitas sensor. Sedangkan waktu respon adalah waktu yang dibutuhkan sensor
untuk merespon perubahan kondisi alam yang ada. Tentunya semakin cepat nilai
waktu respon ini, berarti akan semakin baik sensor tersebut.
Sensor elektrokimia dapat dikelompokan menjadi sensor potensiometri
dan sensor amperometri. Sensor potensiometric bekerja berdasasarkan keadaan
kesetimbangan pada interface konduktor padatan ionik dengan medium yang
dianalisa, melalui pertukaran spesi elektrokimia. Pada sensor potensiometri,
besaran yang diukur adalah beda potensial, EMF (gaya gerak listrik), dari sel
galvanik yang merupakan fungsi logaritma dari rasio P2 /P| , dimana P| dan P 2
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 4
adalah tekanan gas parsial dari komponen aktif pada kedua elektroda.
Sebagaimana diterangkan sebelumnya, hubungan antara logaritma tekanan parsial
dan EMF dikenal sebagai persamaan Nernst. Biasanya sensor potensiometri
digunakan untuk mengukur rentang konsentrasi yang rendah (W.Weper, 1987).
Sensor amperometric bekerja berdasarkan reaksi elektrokimia yang
tergantung pada difusi spesi elektroaktif melalui suatu barier (Fabry P, 1997).
Barier ini biasanya terdiri atas suatu lapisan porous yang netral. Tegangan sel
dibuat tetap pada nilai plateu diffusi dari kurva I (V) . Struktur umum rakitan sel
sensor elektrokimia ditunjukan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Sekema umum yang disederhanakan sensor amperometri
Dalam sensor amperometri, limit arus yang mengalir, 1(V) melalui
elektrolit padatan diukur sebagai nilai preset dari voltage yang digunakan.
Besarnya limit arus proporsional dengan tekanan parsial dari komponen aktif gas
(Jacob K . T et.al, 1989. Kondisi operasi pengukuran biasanya pada temperatur
tinggi (Dietz H, 1982). Karena respon dari sensor amperometrik adalah linier,
dimana signal elektrik menunjukkan besarnya tekanan parsial gas, maka
perubahan tekanan parsial yang kecil sekalipun dapat diamati. Sehingga
pengukuran dengan sensor ini mempunyai presisi yang sangat tinggi (Fray D.J.,
Dalam sel elektrokimia, elektrolit padat dapat digunakan bersama-sama
dengan reaktan kimia baik dalam bentuk gas maupun cairan. Elektolit padat yang
Gas Inlet
Insulator Aliran Eelktron
"Solid Ionic Conductor
1996).
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 5
digunakan dalam sensor galvanik menghasilkan beberapa fungsi kritis antara lain:
(a) memisahkan reaktan; (b) voltage pada circuit terbuka melalui elektrolit
padatan adalah suatu ukuran potensial kimia dan (c) muatan yang melewati
elektrolit padatan ditentukan oleh transport ion. Dengan konsep sel galvanik ini,
pemanfaatan elektrolit padat semakin berkembang (Bruce P.G., 1995).
B. Konduktor Ionik
Konduktor ionik adalah konduktor yang daya hantarnya dihantarkan oleh
ion. Ion-ion ini dapat bergerak dengan mudah karena adanya ketidakteraturan atau
cacat dalam struktur kristal bahan tersebut baik diakibatkan oleh cacat Schottky
maupun cacat Frenkel.. Ketidakteraturan posisi atom atau adanya cacat dalam
struktur menyebabkan tersedianya posisi kosong pada tempat-tempat tertentu
dalam kristal. Posisi yang kosong ini dapat diisi oleh atom lain di sekitarnya dan
meninggalkan posisi kosong yang baru, demikian seterusnya sehingga ion dalam
kristal tersebut dapat berpindah-pindah. Inilah yang berperan dalam tingginya
konduktifitas ionik elektrolit padat.
Nilai konduktifitas konduktor ionik adalah 10"3 S/cm - 10 S/cm, sedangkan
konduktor ionik yang memiliki nilai konduktivitas lebih besar dari 10"4 - 10"5
S/cm pada suhu ruangan disebut fast ion atau superionic conductor (Nalbandyan
dan Rao, tanpa tahun). Fast ion conductors dapat berasal dari bahan organik
maupun anorganik. Contoh fast ion conductors dari bahan organik antara lain gel
poliakrilamida, litium perklorat dalam polietilen oksida dan ionomer seperti
nafion. Sedangkan fast ion conductors dari bahan anorganik antara lain natrium
klorida, zirkonium dioksida, elektrolit padat alumina, lanthanum florida, perak
sulfida, perak iodida, timbal klorida, rubidium perak iodida, beberapa keramik
perovskite serta keramik konduktif seperti NASICON (Na3Zr2Si2P012).
Setiap material mempunyai karakteristik yang khas dan untuk mengetahui
karakteristik NASICON dapat dilihat dari pola X R D dan spektra inframerahnya.
Pola X R D untuk NASICON berada pada puncak 29 = 14, 19, 20, 22, 27.5, 32, 41,
46, dan 53 (Mouzer et al, 2003). Sedangkan untuk mengetahui gugus fungsi pada
NASICON digunakan spektroskopi inframerah. NASICON memberikan serapan
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 6
pada bilangan gelombang 400-1600 cm'1. Serapan pada bilangan gelombang 420-
750 cm"1 menunjukkan vibrasi tekuk (bending) Zr06, , dan Serta serapan dengan
bilangan gelombang sekitar 800-1091 menunjukkan adanya vibrasi ulur
(stretching) Z r 0 6 , , dan (Zhang et al, 2003).
C. Natrium Super Ionic Conductor (NASICON)
NASICON adalah akronim dari Natrium Super Ionic Conductor.
NASICON memiliki network tiga dimensi kaku yang dibangun dari tetrahedral
P 0 4 dan S i 0 4 . Sudut tetra hedral P 0 4 dan S i 0 4 , gugus O, berbagi dengan sudut
oktahedral Zr06 dan sebuah hubungan ruang interstisi yang terhubung secara tiga
dimensi sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.2. Area cross-section terkecil
interstisi membentuk "bottleneck" dengan diameter terkecilnya lebih besar
daripada dua kali jumlah jari-jari anion dan ion alkali. Bottleneck ini berbentuk
heksagon seperti terlihat pada gambar 2.4. Diameter terkecil dari "bottlenecks"
adalah 4.9 A yang melebihi dua kali jumlah jari-jari Na+ dan 02"(Hong , 1976).
Gambar 2.2. Struktur NASICON. dari J .B . Goodenough et al, (1976). Material Research Bulletin Vol. 11 halaman. 203-220
Sejak ditemukannya NASICON oleh Hong dan Goodenough pada tahun
1976, penelitian tentang NASICON sudah mengalami banyak perkembangan.
Metode sol-gel dan metode reaksi padat-padat adalah dua metode yang banyak
digunakan. Sintesis NASICON dengan metode sol-gel dilakukan dengan beberapa
pereaksi yang berbeda. Fabin Qiu et al (2003) mensintesis NASICON dengan
pereaksinya adalah ZrO(N0 3 ) 2 , NaN03 , S i ( C 2 H 5 0 ) 4 dan ( N H 4 ) 2 H P 0 4 . Sedangkan
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 7
Youichi Shimizu dan Takashi Usijima (2000) memvariasikan beberapa
hidroksiacid dengan ZrO(N0 3 ) 2 8H 2 0, (NH 4 ) 2 HP0 4 dan Na 2 Si0 3 9H 2 0 . Satu lagi
contoh keragaman pereaksi dalam sintesis NASICON dengan metode sol-gel
adalah Zr (OC 3 H 7 ) 4 , Na 2 0-3H 2 0 dan N H 4 H 2 P 0 4 (Yang, Y dan Liu, C.C., 2000).
Sintesis NASICON dengan reaksi padat-padat juga telah dikembangkan.
Hong (1976) menggunakan Na 2 C0 3 , Z r 0 2 dan N H 4 H 2 P 0 4 sebagai material
awalnya, sedangkan Z r 0 2 , S i 0 2 , Na 2 C0 3 . dan N H 4 H P 0 4 dijadikan pereaksi oleh
Lee et al (2004). Campuran Na 3 P0 4 dan ZrS i0 4 juga digunakan sebagai pereaksi
oleh Ono et al (2000) dalam proses sintesis NASICON untuk membuat sensor gas
NOx .
D. Konduktor Ionik Sensor gas NOx dan Hasil yang Telah Dicapai
Terdapat beberapa pilihan material sensor untuk gas NOx. Telah
dilaporkan dalam literature bahwa Ag0 .4Na7 .6(AlSiO4)6(NO)2 dapai digunakan
sebagai konduktor ionic pada peralatan sensor gas NOx (Jiang M.R.M, et.al,
1996). Akan tetapi tidak ditemukan literatur-literatur lain yang menunjukan
pengembangan lebih lanjut aplikasi material ini sebagi sensor.
Material konduktor ionik lain yang banyak diteliti adalah, konduktor ionik
berbasis ion Natrium (Natrium Superionik Konduktor/ NASICON) ( Miura N ,
1998; . Yang Y et.al, 2000; Traversa E , 2000). Material ini memiliki rumus kimia
Na 3Zr 2Si 2POi 2 . Untuk mendapatkan NASICON yang memiliki porositas yang
tinggi, telah dikembangkan metode preparasi sol-gel (Zhang S, 2003; Shimizu, Y ,
2000). Hasil preparasi berbagai teknik ini telah diujicoba sebagai sensor gas C 0 2
(Zhang S, 2003), dan gas NOx (Miura N, 199, Yang Y . , 1999, Qui F., 2002).
Metode pembuatan NASICON menggunakan reaksi padatan yang
dimodifikasi telah berhasil dikembangkan oleh kelompok penelitian pengusul
(Setiabudi, 2005). Modifikasi yang dilakukan diantaranya. kontrol luas kontak
antara prekursor zat padat yang bereaksi (luas permukaan padatan), prosedur
pencampuran, dan perlakuan panas. Pembuatan NASICON menggunakan metode
sol-gel anorganik juga telah dikembangkan oleh kelompok penelitian pengusul.
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 8
Pada penelitian-penelitian yang dilaporkan (Zhang S, 2003; Miura N,
1999; Yang Y . , 1999; Qui F. , 2002), material yang diperoleh melalui metode
padat-padat masih menunjukan ketidakmurnian akibat adanya Z r 0 2 sebagaimana
ditunjukan melalui pengukuran dengan X R D . Sedangkan pada material hasil
preparasi tim peneliti pengusul puncak difraktogram karakteristik Z r 0 2 tidak lagi
tampak walaupun muncul puncak baru yang belum diketahui jenis spesinya
(Setiabudi, 2005).
Keuntungan reaksi padat-padat yang telah dimodifikasi dibandingkan
metode sol-gel organik adalah teknik yang lebih sederhana dan bahan baku yang
relatif murah. Sedangkan keuntungan dari metode sol-gel anorganik diantaranya
adalah temperatur reaksi yang rendah, mudah untuk di doping, dan mudah dalam
pembuatan film. Metode sol-gel anorganik juga terbukti mempunyai homogenitas
dan konduktifitas yang lebih baik. Karena itu material (serupa) NASICON yang
dihasilkan berpotensi untuk dikembangkan sebagai komponen sensor gas NOx.
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 9
BAB III
M E T O D E PENELITIAN
A. Tempat Penelitian
Penelitian mengenai material konduktor ionik ini dilaksanakan di
laboratorium Riset (Research Laboratory) Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA
UPI. Karakterisasi FT-IR dilakukan di laboratorium Kimia Instrumen Jurusan
Pendidikan Kimia FPMIPA UPI, karakterisasi IS dan uji kinerja dilakukan di
laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI , Gedung J I C A lantai
5, JL Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung. Karakterisasi X R D dilaksanakan di
laboratorium Pusat Penelitian Geologi, Pasteur Bandung.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya:
• peralatan gelas, tungku (Uchida, IMF-72),
• lumpang alu dan cawan crus, alat FTIR (SHIMADZU, FTIR-8400),
• magnetic stirrer, X-ray difraktometer, dan
• alat pembuat pelet, set alat pengukur konduktifitas
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
• Na 2 Si0 3 p.a (Aldrich), NaN02 p.a,
• ZrO(N0 3 ) 2 p.a (Aldrich), Ba(N0 3 ) 2 p.a,
• NH 4 H 2 P0 4 , Aquades, dan
Asam Sitrat p.a (Merck), Fiber keramik
C. Desain Penelitian
Secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
1. Tahap sintesis material konduktor ionik
2. Tahap karakterisasi material konduktor ionik
3. Tahap uji kinerja material konduktor ionik
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 10
Sintesis Material Konduktor Ionik
Pada penelitian ini NASICON dibuat dengan menggunakan metode sol gel
melalui penambahan larutan Na 2 Si0 3 , ZrO(N0 3 ) 2 , N H 4 H 2 P 0 4 dan larutan aditif
dengan perbandingan molar untuk asam malonat dan asam tartarat 2:2:1:3,
sedangkan asam sitrat dibuat tiga perbandingan 2:2:1:3, 2:2:1:5.5, dan 2:2:1:6.5.
Ke dalam larutan Na 2 Si0 3 ditambahkan larutan NH 4 H 2 P0 4 . Setelah larutan
tercampur, terlebih dahulu ditambahkan larutan asam hidroksi baru kemudian
ditambahkan larutan ZrO(N0 3 ) 2 . Campuran kemudian distirer hingga terbentuk
sol (Gambar 1).
Setelah sol terbentuk, sol dikeringkan dengan menggunakan oven pada
suhu 120°C. Pemanasan berlangsung kurang lebih 13 jam sehingga diperoleh gel.
Gel F ini ketika dipanaskan kembali akan membentuk gel kering (xerogel). Setiap
xerogel yang dihasilkan dibuat pelet dengan tekanan 60 psi. Pelet-pelet yang
dihasilkan (pelet 1) dikalsinasi pada suhu 750°C selama 1 jam. Pelet-pelet hasil
kalsinasi pertama di gems dan dibuat pelet kembali (pelet 2). Pelet 2 kemudian
dikalsinasi kembali pada suhu 1000°C selama 3 jam sehingga diperoleh material
konduktor ionik.
Karakterisasi Material Konduktor Ionik
Pada tahap karakterisasi, material hasil sintesis dianalisis menggunakan
FTIR, X R D , dan IS serta tahap akhir adalah uji kinerja NASICON. Dalam bentuk
skema tahapan umum penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.1. Secara lebih rinci,
tahap sintesis dan karakterisasi ditunjukkan pada Gambar 3.2. sedangkan tahap uji
kinerja NASICON ditunjukkan pada Gambar 3.3.
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 11
Tahap Sintesis
Tahap Ka rakterisasi
Pelarutan bahan baku Pencampuran bahan baku Variasi konsentrasi asam sitrat
Uji Kinerja NASICON
Analisis - FTIR - XRD - Pengukuran Konduktifitas
Uji kinerja terhadap gas inert - Pengukuran respon arus terhadap
keberadaan gas inert
Uji kinerja terhadap gas NOx - Pengukuran respon arus terhadap
konsentrasi gas NOx (linieritas) - Pengukuran waktu respon untuk
berbagai konsentrasi gas NOx
Gambar 3.1. Garis Besar tahapan penelitian
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 12
Larutan Na>SiO? Larutan KH4H3PO4 (Pelarut air) (Pelarut air)
dicmnpurkan
Caiupuran N'asSiOj dengan XH4H2PO4
dicampnrkan
Campnran NajSiO.v KHoILPCh dan asam sinat
Lanitan Asam Sitrat (Pelarut air)
clicampurknu Larutan ZrOfNO})j (Pelanit air)
.Analisis FTIR
Analisis • FTIR • X R D • Pengukuran
konduktifitas • Uji kinerja
Campuran NajSiOj. NH4H2PO4 a sain hidroksi dan ZrO(NO;)j
distirer 10 nienit
Sol
dikeringkan pada suhu 120*C selama 16 jam
Xeiosel
T dibuat pelet dengan tekanan 60 psi
Pelet xerogel
I dikalsinasi pada ?50CC selama 1 jam
Pelet hasil kalsinasi pertama
digenis dan dibuat pelet kembali dengan tekanan 60 psi dikalsinasi pada 1000:C selama 3 jam
X AS ICON"
Gambar 3.2.. Tahap Sintesis dan tahap karakterisasi
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 13
NASICON
NASICON yang sudah dilapisi Pt
dicoating dengan Pt
• diukur konduktifitasnya
dilapisi NaNO?
NASICON yang sudah dilapisi Pt dan NaN02
> diukur kinerjanya
dirangkai pada alat sensor dialirkan gas inert (N2) diukur respon arusnya
dirangkai pada alat sensor dialirkan gas NOx diukur respon arusnya diukur waktu responnya
Gambar 3.3. Tahap uji kinerja NASICON
Uji Kinerja NASICON
Sebelum dilakukan uji kinerja NASICON, terlebih dahulu dilakukan
pengukuran nilai konduktifitas. Pada pengukuran konduktifitas ini NASICON
dilapisi dengan Pt dan pengukuran dilakukan pada suhu 150°C, 175°C, 200°C,
225°C, 250°C, 275°C, 300°C, 325°C, 350°C, 375°C dan 400°C. Setelah nilai
konduktifitas NASICON diketahui, langkah selanjutnya adalah menguji respon
NASICON terhadap gas NOx yang dialirkan. Pada uji kinerja ini NASICON yang
sudah dilapisi Pt dilapisi lagi dengan NaN02 sebagai fasa pendukung. NASICON
yang sudah dilapisi Pt dan NaN02 dimasukan ke dalam alat uji kemudian dialiri
gas N 0 2 yang berasal dari hasil pemanasan Ba(N0 3 ) 2 dan juga berasal dari hasil
pemanasan K N 0 3 . Respon dari NASICON terhadap gas yang dialirkan dapat
terlihat dari adanya peningkatan nilai arus. Skema bagian-bagian alat pengukur
konduktifitas dan uji kinerja diperlihatkan pada Gambar 3.4 dan Gambar 3.5.
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 14
A NAS«COM t-toHK-f
B Honl»r
Sal tampok samp^ng
Gambar 3.4. Skema bagian-bagian rancangan Sel
70 mr
Gambar 3.5. Penampang lintang rancangan sel sensor A : Tempat sampel, B : pemanas, C : Alas, D : Selimut, E : Lubang gas keluar)
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 15
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Sintesis dan Karakterisasi NASICON
4.1.1 Sintesis NASICON
Pada penelitian ini material super konduktor ionik berbasis ION natrium
(NASICON) disintesis menggunakan metode sol gel. metode ini mempunyai
beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode padat-padat, yaitu memiliki
kehomogenan dan kemurnian yang tinggi serta menghasilkan material antara yang
bersifat amorf dan nanopori. Akan tetapi sintesis NASICON menggunakan
metode sol-gel dengan larutan bahan baku Na2Si03 , ZrOCl 2 .8H 2 0, dan
N H 4 H 2 P 0 4 yang perbandingan molarnya 2:2:1 mempunyai kelemahan yaitu
sulitnya memperoleh sol yang stabil.
Sol yang stabil sulit diperoleh disebabkan karena terbentuknya zirkonil
posfat (ZrOHP0 4 ) atau zirkonium posfat (Zr (HP0 4 ) 2 ) ketika larutan ZrOC1.8H20
dan larutan N H 4 H 2 P 0 4 ditambahkan. Ion Z r 4 + di dalam larutan lebih mudah
bereaksi dengan OH" dari basa membentuk Z r O H 3 + yang kemudian akan terurai
menjadi Z r 0 2 + . Ion Z r 0 2 + dalam larutan inilah yang akan bereaksi dengan ion
HP0 42" membentuk ZrOHP0 4 (Mouazer et al.,2003).
Z r 4 + + OH" ~ ZrOH 3 + K = 1014 (1)
Z r O H 3 + ~ Z r 0 2 + + H + K = 10°7 (2)
Z r 0 2 + + HP0 42 " «-> ZrOHP0 4 K = 1019 5 (3)
Jumlah endapan ZrOHP0 4 atau Z r ( H P 0 4 ) 2 dapat dikurangi dengan
membentuk senyawa kompleks antara ion Zr 4 + dengan menambahkan senyawa
asam, yaitu asam sitrat. Pemilihan asam sitrat dengan perbandingan konsentrasi
2:2:1:6 dengan larutan bahan bakunya didasarkan pada penelitian sebelumnya,
dimana konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi optimum untuk kestabilan sol
(Okto R, 2009). Sehingga pada reaksi pembentukkan kompleks ini Zr 4 + akan
bereaksi dengan gugus karbonil pada asam sitrat membentuk kompleks
{(CH 2 ) 2 COH}COOZr . Reaksi yang terjadi adalah:
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 17
Z r 4 + + ( C H 2 ) 2 C O H (COOH)(COO)22" ~ [Zr(COO)2(COOH) ( C H 2 ) 2 C O H ] 2 +
[Zr(COO)2(COOH) ( C H 2 ) 2 C O H ] 2 + + H + - [Zr(COO)(COOH)2 ( C H 2 ) 2 C O H ] 3 +
Pencampuran dari larutan bahan baku dan asam sitrat tersebut
menghasilkan sol yang stabil sebelum dilakukan pengocokan terlebih dahulu,
namun agar lebih optimal maka dilakukan pengocokan selama 10 menit.
Perubahan sol menjadi gel dilakukan melalui pemanasan selama 16 jam pada suhu
120°C. Pemanasan gel secara berkelanjutan menghasilkan gel kering atau xerogel.
Gambar 4.1 dan 4.2 berturut-turut menunjukkan sol sebelum pengocokan, gel,
pelet xerogel dan pelet NASICON yang disintesis menggunakan asam sitrat 6 M.
Gambar 4.2. (a). Xerogel. (b). Pelet xerogel setelah kalsinasi pada suhu 750 C, (c). Pelet NASICON
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 18
Xerogel yang dihasilkan dari pemanasan sol berwama kuning dan lengket.
Xerogel tersebut selanjutnya dipelet dengan tekanan 60 psi dan dikalsinasi pada
suhu 750°C menghasilkan pelet yang berwama abu dan rapuh. Tetapi
NASICON yang berwama putih dan keras diperoleh setelah pemanasan pada suhu
1000°C.
4.1.2 Karakterisasi NASICON dengan F T I R
Analisis FT-IR berfungsi untuk mengetahui gugus fungsi pada material
hasil sintesis. Analisis F T - I R pada sintesis NASICON ini dilakukan pada tiga
sampel, yaitu xerogel (gel yang sudah dikeringkan pada suhu 120°C), material
hasil kalsinasi 750°C, dan material hasil kalsinasi 1000 °C. Hasil analisis F T - I R
dari ketiga material tersebut diperlihatkan pada Gambar 4.3.
\ e.\j
120°C 750°C
100 - 1000°C y — 1
A i l J 80 -
JC-^ Y A \ / ff 60 -
40 -Is
20 - \\ \VA/ • V
0 -4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
Bilangan gelombang (cm' 1 )
Gambar 4.3 Spektra FT-IR xerogel, material hasil kalsinasi 750°C, dan material hasil kalsinasi 1000 °C
Gambar 4.3 menunjukkan spektra FT-IR pada xerogel, xerogel hasil
kalsinasi pada suhu 750°C, dan NASICON yang dikalsinasi pada suhu 1000°C.
Puncak-puncak serapan pada daerah panjang gelombang 400-750 cm"1,
850-1100 cm-1, 3300-3500 cm'1 menunjukkan serapan NASICON yang
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 19
dikalsinasi pada suhu 1000°C. Puncak-puncak pada gelombang 400-750 cm"1
menunjukan adanya vibrasi tekuk dari Zr-O, P-O-P, dan Si-O, sedangkan puncak-
puncak pada daerah 850-1100 cm'1 merupakan vibrasi ulur dari Zr-O, P-O-P, dan
Si-O, dan pada daerah 3300-3500 cm"1 menunjukan adanya gugus O-H yang
berasal dari ikatan air yang teradsorpsi dalam material.
Vibrasi-vibrasi yang terdapat pada NASICON diantaranya panjang
gelombang 800-1091 cm"1 yang merupakan Z r 0 6 , S i0 44 " , P 0 4
3 ' strecing, dan
Zr0 6 , S i0 44 " , P0 4
3 " bending pada panjang gelombang 420-780 cm"1 (Zhang et al,
2003), pada panjang gelombang 890-1200 cm"1 merupakan daerah Z r 0 6 , S i0 44 " ,
P0 43 " strecing dan mendekati 470 cm"1 merupakan daerah P 0 4 tetrahedral
(Rao et al, 2001). Pada panjang gelombang 560 cm"1 terdapat P-O-P bending,
panjang gelombang 890-920 cm"1 terdapat P-O-P bending dan 940-1051 cm"1
terdapat ion P0 43 " (Qui et al, 2003). Hal serupa terjadi pada kalsinasi 750°C, akan
tetapi belum terbentuk ikatan P-O-P bending yang maksimal, yang ditandai
adanya spektra yang masih membahu (shoulder) pada panjang gelombang
850-1100°C. Hal ini mengindikasikan masih terdapat pengotor hidrokarbon,
selain itu ikatan-ikatan yang membentuk NASICON belum maksimal, karena
suhu yang dibutuhkan untuk menaikkan energi ikatan antar unsur-unsur pengusun
kerangka kaku tiga dimensi NASICON belum cukup. Pada suhu pemanasan
xerogel (120°C), spektra FT- IR memperlihatkan bahwa belum ada panjang
gelombang yang identik dengan pola spektra NASICON. Dimana pada panjang
gelombang 400-550 cm"1; 650 cm"1; 1010-1240 cm"1; 1350 cm"1; 1748 cm'1; dan
3500 cm"1, berturut-turut merupakan gugus organik C-Cl , CH 2 . C-O, N-O, C=0
dan OH.
Berdasarkan hasil analisis FT-IR dapat disimpulkan bahwa material yang
dikalsinasi pada suhu 1000°C memiliki spektra yang sesuai dengan spektra
NASICON.
4.1.3 Karakterisasi XRD
Analisis X R D terhadap material konduktor ionik hasil sintesis NASICON
adalah untuk mengetahui keberhasilan sintesis material hasil sintesis dengan
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 20
melihat pola difraksi sinar-X dari NASICON hasil sintesis. Pola difraktogram
sinar-x terhadap material yang dihasilkan dengan penambahan asam sitrat 6 M
menghasilkan puncak 26 = 14, 19, 20, 22, 27.7, 32, 35, 35.5, 41 , 46, 50, 53, 60
dan 62. Pola difraktogram dari NASICON hasil sintesis dengan penambahan asam
sitrat 6 M dapat dilihat pada Gambar 4.4.
10 20 30 40 50 60 70 80 2 teta
Gambar 4.4 Pola difraktogram material konduktor ionik NASICON dengan penambahan konsentrasi asam sitrat 6M
Gambar 4.4 menunjukkan pola difraktogram sinar x dari NASICON yang
disintesis dengan penambahan asam sitrat 6M. Puncak-puncak yang menunjukan
NASICON berada pada 20 = 14, 19, 20, 22, 27.5, 32, 41, 46, dan 53. Sedangkan
Z r 0 2 berada pada 20 = 35, 35.5, 50, 60 (Mouzer et al, 2003). Dari gambar 4.4
diperoleh puncak-puncak NASICON yang ditunjukan pada 20 = 14. 19, 20, 27.7.
32, 41, 46, dan 53, sedangkan pada puncak-puncak dengan nilai 20 = 35. 35.5, 50,
60, 62 menunjukan adanya zat pengotor zirkonia. Adanya kompleks zirkonia
dalam NASICON dapat mempengaruhi nilai pergerakan ion Na' pada NASICON
hasil sintesis.
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 21
4.2 Pengukuran Konduktivitas dan Nilai Beda Potensial (AE)
4.2.1 Pengukuran Konduktivitas NASICON
Pengukuran konduktifitas dilakukan untuk mengetahui kelayakan dari
material konduktor ionik yang dihasilkan sebagai komponen sensor gas NOx.
Pengukuran konduktifitas dilakukan dengan menggunakan alat IS (Impendancy
Spectroscopy). Nilai konduktifitas ionik dari NASICON yang dihasilkan diukur
sebagai fungsi waktu. Gambar 4.5 merupakan hasil pengukuran konduktifitas
NASICON pada suhu 200°C, 250°C, dan 300°C.
-3 .6
-3 8 -
E (73 -4.2 -
suhu 2 0 0 ' C suhu 2 5 0 ' C suhu 3 0 0 ' C
60 t ( s e k o n )
120
Gambar 4.5 Konduktifitas NASICON yang disintesis dengan penambahan asam sitrat 6 M
Pada gambar 4.5 diperoleh nilai konduktifitas pada NASICON yang
disintesis dengan penambahan asam sitrat 6 M, dengan nilai terendah pada
log o = -3,04 pada suhu 200°C, dan nilai konduktifitas paling tinggi berada pada
log o = -2,55 pada suhu 300°C. Sedangkan pada suhu 250°C diperoleh nilai
konduktifitas log a = -2.56. Nilai konduktifitas pada suhu 250°C dan 300°C tidak
menunjukkan peningkatan yang signifikan. Dari nilai konduktifitas yang
dihasilkan maka NASICON dapat digolongkan sebagai fast ionic conductor yang
memiliki rentang nilai konduktifitas sebesar o =10"4—10*" S/cm dan dapat
digunakan sebagai komponen sensor gas NOx.
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 22
4.2.2 Pengukuran Beda Potensial (AE)
Pengukuran nilai beda potensial dimaksudkan untuk mengetahui
kelayakan dari material konduktor ionik yang dihasilkan sebagai komponen
sensor gas NOx. Material konduktor ionik yang digunakan telah dimodifikasi
dengan NaN02 , Pt sebagai elektroda sensor dan AgCl, Ag sebagai elektroda
referen yang diagram selnya sebagai berikut:
N02(g), Pt, NaN02 / NASICON / AgCl, Ag
Pengukuran AE dilakukan pada beberapa suhu yaitu 27°C, 200°C, 250°C,
dan 300°C menggunakan multimeter digital model DT8302B. Variasi suhu
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara nilai potensial sel dengan kenaikan
suhu. Nilai-nilai AE yang diperoleh sensor bervariasi sesuai meningkatnya suhu
(Whyo et al, 2005), hal ini diperlihatkan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4 .1 . Nilai AEMF/dec untuk NASICON yang telah dimodifikasi denganNaN02, Pt dan AgCl, Ag pada variasi suhu operasi.
Suhu (°C) A EMF (mV)
27 18.60
200 65.65
250 82.38
300 84.86
Nilai AE meningkat seiring dengan meningkatnya suhu dan
peningkatannya cenderung stabil pada suhu diatas 250°C. Secara teoritis kalkulasi
dari nilai Aemf ditunjukkan pada gambar sebagai garis kontinu. Nilai teoritis
tersebut dapat dihitung dari persamaan 2.3 (RT / nF). di mana n sama dengan 1
mewakili jumlah reaksi elektron yang berpartisipasi dalam reaksi sel pada
berbagai suhu (whyo et al, 2005).
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 23
Eksperimen
Teoritis
Suhu (°C)
Gambar 4.6. Nilai beda potensial (AE ) pada berbagai suhu dibandingkan secara teoritis
Adapun nilai teoritis itu diperoleh untuk suhu operasi 27°C, 200°C, 250°C
dan 300°C berturut-turut adalah 59.45 mV, 93.73 mV, 103.64 mV, dan 113.54
mV. Pada suhu antara 250°C, nilai-nilai eksperimental mendekati sekitar 79%
dari nilai teoritis. Namun, nilai AE di bawah suhu 250°C sangat rendah dan
banyak menyimpang dari nilai teoritis. Hal ini berhubungan dengan efek energi
kinetik yang rendah yang dihasilkan antara masing-masing elektroda dengan
elektrolit sehingga mencapai titik yang tidak berkesetimbangan.
4.3 Deteksi Gas Nox dengan Sell Potensiometri
Untuk mengetahui kelayakan NASICON sebagai komponen sensor gas
N02 /NO maka dilakukan pengaliran gas N02 /NO terhadap NASICON yang telah
dimodifikasi dengan NaN02 , Pt dan AgCl, Ag . Melalui uji ini dapat diketahui
seberapa besar kinerja NASICON dalam mendeteksi gas NOx. Pengaliran gas
N 0 2 pada sel sensor dihasilkan dari pemanasan KNO3 hingga pada tekanan 1 bar.
Persamaan reaksi yang terjadi dari pemanasan KNO3 adalah (Restiana, 2008):
2 K N 0 3 (s) • K 2 0 (s) + 2N0 2 (g) + Vi 02 (g) (reaksi 4.1)
Banyaknya mol KNO3 yang bereaksi dan konsentrasi gas N 0 2 yang dihasilkan
dari pemanasan K N 0 3 awal dan setelah pengenceran dapat dilihat pada tabel 4.2.
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 24
Tabel 4.2 Jumlah mol K N 0 3 yang bereaksi dan konsentrasi gas N 0 2 yang dihasilkan
Pengenceran Konsentrasi gas yang dihasilkan
ke- suhu 200UC suhu 250°C suhu 300°C
Sebelum pengenceran 0,0000495 mol 0,0000396 mol 0,0000396 mol
1 1479 ppm 1184 ppm 1184 ppm
2 989 ppm 792 ppm 792 ppm
3 668 ppm 529 ppm 529 ppm
4 446 ppm 353 ppm 353 ppm
Berdasarkan besarnya konsentrasi gas N 0 2 dalam tabel 4.2 yang dialirkan
pada rangkaian sel N02(g) , Pt, NaN02 / NASICON / AgCl, Ag diperoleh nilai-
nilai beda potensial yang diukur pada suhu 200°C, 250 °C, dan 300 °C yang
diperlihatkan oleh Gambar 4.6, 4.7, dan 4.8.
Gambar 4.7 menunjukkan peningkatan nilai AE terhadap peningkatan
konsentrasi gas N 0 2 pada suhu 200°C. Konsentrasi gas N 0 2 yang dialirkan mulai
dari 446 ppm hingga 1479 ppm. Kemiringan kurva nernst sebesar 65.18 mV/dec
diperoleh dengan memplotkan AE rata-rata terhadap konsentrasi gas N0 2 . Nilai
AE pada konsentrasi gas N 0 2 1497 ppm sebesar 76.6 mV. Nilai AE ini menurun
setelah gas N 0 2 diencerkan dengan menambahkan gas nitrogen. Pengenceran
selanjutnya menghasilkan gas N 0 2 dengan konsentrasi 989 ppm, 668 ppm, dan
446 ppm dan nilai AE yang terukur dari konsentrasi gas N 0 2 yang diencerkan
berturut-turut sebesar 73.6 mV. 71.5 mV. dan 70.6 mV.
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 25
so
7 8 -|
7 6 -
7 4 -
7 2 -
7 0 -
6 8
6 6 H
2 0 0 ° C
> E UJ
<1
G a s N . - G a s N O , 4 4 6 p p m
G a s N O , 6 6 8 p p m — G a s N O , 9 8 9 p p m — G a s N O , 1 4 7 9 p p m
6 0 8 0
t ( s e k o n )
1 2 0
(a)
faktor nerst = 65.28 mV/dec
10 100 1000
log PNO2 (ppm)
10000
(b)
Keterangan : Perhitungan besarnya konsentrasi gas N 0 2 yang dialirkan terdapat di lampiran
Gambar 4.7.(a)Deteksi gas N 0 2 oleh sel sensor I N( )2^g), Pt. NaN02 / NASICON / AgCl, Ag) sebagai fungsi waktu. (b) hubungan AE dengan konsentrasi gas N 0 2 pada suhu 200°C.
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 26
EX3
1 0 O 2 5 0 ° C
1 4 0
G a s N . G a s N O j 3 5 3 p p m G a s N O , 5 2 9 p p m G a s N O . 7 9 2 p p m G a s N 0 2 1 1 8 4 p p m
(a)
faktor Nerst = 82.27
10 100 1000
Log P N 0 2 (ppm)
10000
I
(b)
Keterangan : Perhitungan besarnya konsentrasi gas N 0 2 yang dialirkan terdapat di lampiran
Gambar 4..S. (a)Deteksi gas N 0 2 oleh sel sensor (N02(g), Pt, NaN02 / NASICON / AgCl. Ag) sebagai fungsi waktu. (b) hubungan AE dengan konsentrasi gas N 0 2 pada suhu 250°C.
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch 11 tahun 2 Page 27
Gambar 4.8 dan 4.9 menunjukkan adanya peningkatan nilai A E pada
rangkaian sel Pt, NaN02 / NASICON / AgCl, Ag tanpa dialiri gas N 0 2 dan
dengan dialiri gas N 0 2 pada suhu 250°C dan 300°C. Konsentrasi gas N 0 2 yang
dialirkan mulai dari 353 ppm hingga 1184 ppm. Kemiringan kurva nernst
berturut-turut pada suhu oprasi 250°C dan 300°C sebesar 82.37 mV/dec dan
84.57 mV/dec diperoleh dengan memplotkan AEMF rata-rata terhadap konsentrasi
gas N0 2 .
Nilai AE tertinggi diperoleh pada suhu pengujian 300°C dengan
mengalirkan gas N 0 2 sebesar 1189 ppm yaitu 99.90 mV dan pada suhu pengujian
250°C nilai AE yang diperoleh sebesar 98.08 mV. Nilai ini cenderung menurun
setelah dilakukan pengenceran gas N 0 2 dengan menambahkan gas nitrogen
masing-masing hingga tekanan 2 bar. Konsentrasi gas N 0 2 yang dihasilkan dari
pengenceran tersebut adalah 792 ppm, 529 ppm, 353 ppm dan nilai AEMF yang
terukur berturut-turut yaitu 96.03 mV, 95.06 mV dan 92.75mV pada suhu 250°C.
Pada suhu 300°C nilai AEMF yang diperoleh adalah 98.15 mV, 96.16 mV, dan
94.85 mV.
Adanya peningkatan beda potensial yang dihasilkan dari rangkaian sel
sensor tersebut menunjukkan adanya reaksi antara NASICON dengan gas N 0 2 .
Dimana semakin besar konsentrasi gas N 0 2 yang dialirkan, semakin besar pula
potensial sel yang terukur. Hal ini sesuai dengan persamaan Nernst E =E° + R T /
nF In PNO2- Berikut merupakan reaksi pada masing-masing elektroda dan
mekanisme kerja dari sel sensor dapat dilihat pada gambar 4.10.
elektroda sensor : N 0 2 ( g ) + Na+ + e" •NaNO;. (reaksi 4.3)
elektroda referen : Ag (s) + CI" — A g C l + e" (reaksi 4.4)
Reaksi total : N 0 2 (g) + Na++ CI" • NaN02 + AgCl
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 28
LU
1 0 5
1 0 0 -
3 0 0 ° C
1 AO
G a s N -G a s N O ; 1 1 8 4 p p m G a s N O ; 7 9 2 OOm G a s N O . 5 2 9 p p m G a s N O , 3 5 3 p p m
t ( s e k o n )
(a)
102,0000 100,0000 98,0000 96,0000 94,0000 92,0000 90,0000 88,0000 86,0000 84,0000 82,0000
10 100 1000 10000
(b)
Keterangan : Perhitungan besarnya konsentrasi gas N 0 2 yang dialirkan terdapat di lampiran
Gambar 4.9. (a)Deteksi gas N 0 2 oleh sel sensor (N02 (g) , Pt, NaNG2 / NASICON / AgCl, Ag) sebagai fungsi waktu, (b) hubungan AE dengan konsentrasi gas N 0 2 pada suhu 300°C.
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Botch II tahun 2 Page 29
Elektroda sensor, elektrolit padat Na+ , elektroda referen
Gambar 4.10 Reaksi yang terjadi antara NASICON dengan gas N 0 2 (Yao et al, 2002)
Ketika kedalam rangkaian sensor dialiri gas N 0 2 , maka gas N 0 2 akan
bereaksi dan mendapatkan elektron dari Pt membentuk N02" pada lapisan NaN02 ,
untuk menyeimbangkan muatan negatif yang dihasilkan pada oleh N02" maka
muatan dari Na+ pada NASICON akan bermigrasi ke lapisan NaN02 . Pada saat
yang bersamaan muatan A g + dalam AgCl akan berpindah ke NASICON untuk
menyeimbangkan perubahan muatan yang disebabkan karena kehilangan ion Na+ .
secara sederhana dapat dilihat pada persamaan dibawah:
Na* (NaN02) +=> Na+(NASICON)
Ag + (NASICON) +=* Ag + (AgCl)
Akibat dari adanya perpindahan ion Ag + ke NASICON, maka lapisan Ag akan
teroksidasi membentuk Ag+dalam AgCl untuk menjaga netralitas listrik.
4.3 Deteksi Gas NOx berdasarkan pengukuran arus (Sell Amperometrik)
Untuk mengetahui kelayakan NASICON sebagai sensor gas NOx maka
dilakukan pengaliran gas NOx terhadap NASICON hasil preparasi. Melalui uji ini
dapat diketahui seberapa besar kinerja NASICON dalam mendeteksi gas NOx.
Pengaliran gas N 0 2 dilakukan pada NASICON yang dipreparasi dengan
penambahan asam sitrat 6 M pada suhu 350°C. Pengaliran gas NOx dihasilkan
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 30
dari pemanasan KNO3 yang dilakukan sampai pada tekanan 2 bar. Persamaan
reaksi yang terjadi dari pemanasan KN0 3 adalah :
2KN03(S) • K 2 0 { „ + 2N02(g) + Yi 0 2 ( g )
Banyaknya mol, konsentrasi gas N 0 2 dan perubahan arus deteksi (Al) yang
dihasilkan dari pemanasan KN0 3 awal dan setelah pengenceran dapat dilihat pada
tabel 4.1.
Tabel 4.3 Jumlah mol, konsentrasi dan perubahan arus deteksi (Al)
Pengen Proses pengenceran KNO3 Konsentrasi perubahan arus
ceran ke: gas N 0 2 yang deteksi (Al)
ke : terdeteksi
1 0,0000864mol/0,00398 gr (1) 2652 ppm 1.388 x 10"JA
2 (l)diencerkan dengan 1,5 barN2(2) 137 ppm 5.35 x 10"5A
3 (2)diencerkan dengan 1 bar N 2 (3) 89 ppm 2.84 x 10'5A
4 (3)diencerkan dengan 1 bar N 2 (4) 58 ppm OA
5 (4)diencerkan dengan 1 bar N 2 (5) 38 ppm 2.4 x 10"6A
Pada Gambar 4.5 dapat dilihat nilai konduktivitas pengaliran gas NOx
dari pemanasan KNO3. Nilai arus paling tinggi yang diperoleh dari hasil
pengaliran gas NOx yang berasal dari pemanasan KNO3 hingga tekanan 2 bar
sebesar 0,00999 A. Kemudian nilai arus deteksinya semakin kecil seiring makin
kecilnya konsentrasi N 0 2 yang dialirkan pada saat dilakukan pengenceran dengan
gas N 2 . Setelah pengenceran terus-menerus pada akhirnya diperoleh nilai arus
yang harganya konstan. Penurunan nilai arus ini disebabkan oleh karena semakin
sedikitnya gas N 0 2 yang berinteraksi dengan lapisan NaN02 sehingga pergerakan
ion Na+ berkurang, sehingga konduktivitasnyapun mengecil, demikian sebaliknya
hal ini terjadi untuk kondisi yang berlawanan. Pada kondisi konsentrasi gas N 0 2
terkecil nilai konduktivitasnya cenderung konstran, karena merupakan batas
kemampuan NASICON dalam mendeteksi gas NOx. Hal ini menunjukan
terjadinya reaksi antara gas N 0 2 dengan NASICON. Pada saat N 0 2 bereaksi
dengan NaN02 sebagai elektroda kerja, N 0 2 akan beraksi dengan Na+. Sedangkan
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2
NaN02 pada elektroda pembantu terurai menjadi Na+ dan N 0 2 . Reaksi yang
terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Elektroda kerja NO,(g) + Na* + e"
Elektroda pembantu • NaNOj
NaNO,
NO z (g) + Na* * e"
N O . , 0 + N:>' + e • N a N O , ( e l e k t r o d a / k e r j a )
P t ( e l e k t r o d a r e f e r e n c e ) N A S I C O N ( N a . Z r ^ S i ^ P O , , )
Gambar 4.11 Reaksi yang terjadi antara NASICON dengan gas N 0 2
Deteksi gas NOx oleh NASICON hasil preparasi dilakukan untuk
mengetahui seberapa efektif kinerja NASICON yang dihasilkan dalam mendeteksi
gas NOx. Kemampuan NASICON sebagai material konduktor ionik untuk
mendeteksi gas NOx dapat dilihat setelah NASICON hasil preparasi dialirkan gas
NOx. Pengaliran gas NOx dilakukan dengan pemanasan KNO3 sampai pada
tekanan tertentu. Gambar 4.6 menunjukan nilai konduktivitas yang dihasilkan
dengan pengaliran gas NOx terhadap NASICON yang dipreparasi dengan
penambahan asam sitrat 6 M pada suhu 350°C.
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 32
Grafik deteksi gas N 0 2 pada suhu 350°C
1.8e-4 - I
l.6e-4 -
1.4e-4 -
1.2e-4 -
_ 1.0e-4 -< ^ 3.0e-5 H
6.0e-5 -
4.0e-5 -
2.0e-5 -
0.0
20
Tanpa gas N 0 2 2652 ppm 137 ppm 89 ppm 58 ppm 38 ppm
40 60
t ( sekon) 80 100 120
Keterangan : Perhitungan besarnya gas N02yang dialirkan terdapat di lampiran
Gambar 4. Respon arus sel NASICON hasil preparasi yang dialiri berbagai variasi konsentrasi gas N 0 2
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Paee 33
DAFTAR PUSTAKA
Bruce, P.G, Solid State Electrochemistry (Cambridge University Press, Camridge,
(1995) 1-4.
Dietz H., Solid State Ionics 6 (1982) 175.
Fray D.J. , "The use of solid electrolytes as sensor for aplication in molten metal",
Solid State Ionics 86-88 (1996) 1045-1054.
Fabry P. and Siebert E . , Electrochemical Sensor, in P. J . Gellings and H.J.M.,
Bouwmeester, The C R C Handbook of Solid State Electrochemistry, C R C Press,
Bocaraton: 1997
Goodenough, J .B. , Hong, H.Y.P. dan Kafalas, J.A. (1976). "Fast Na+ Ion
Transport in Skeleton Structures". Material Research Bulletin. 11, 203-220.
Hong, H.Y.P. (1976). "Crystal Structure and Crystal Chemistry in the System
Nai+xSixP3-xOi2w . Material Research Bulletin. 11, 173-182.
Jacob K . T . and Mathews T., High Conductivity Solid Ionic Conductors (Elsevier,
North Holland Inc., Amsterdam, 1989) 513-563.
Jiang M.R.M. and Weller M.T, A nitrite solidate N 0 2 gas sensor. Sensors and
Actuator B: Chemical 30 (1996) 3-6
Lee, J.S. et al. (2003). "NASICON-Based Amperometric C 0 2 Sensor Using
Na 2 C0 3 -BaC0 3 . Sensor and Actuators B 96, 663-668.
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 35
Miura N., Ono M., Shimanoe K, and Yamazoe N., "A compact amperometric N 0 2
sensor based on Na + conductive solid electrplyte", Journal of Applied
Electrochemistry 2% (1998) 863-865
Miura M, Yao S., Shimizu Y . , and Yamazoe N, "New auxiliary sensing material
for solid electrolyte N02 sensors", Solid State Ionic, 70/71 (1994) 572-577
Ono, M. et al. (2000). "Amperometric Sensor Based on NASICON and NO
Oxidation Catalysts for Detection of Total NOx in Atmospheric Environment".
Solid State Ionic. 136-137, 583-588.
Setiabudi A, Nahadi, dan Bambang Soegijono, "Preparasi dan Karakterisasi
Material konduktor Ionik Berbasis Ion Natrium", Laporan Penelitian Hibah
Pekerti, 2005.
Shimizu, Y . dan Ushijima,T. (2000). "Sol-gel Processing of NASICON Thin Film
Using Aqueous Complex Precursor". Solid State Ionics. 132, 143-148.
Traversa E . , Aono H., Sadaoka Y. , and Montanaro L , "Electrical properties of sol-
gel processed NASICON having new composition", Sensor and Actuators B: 65
Chemical (2000) 204-20
Qiu, F. et al. (2004). "Preparation of planar C 0 2 Sensor Based on Solid-
Electrolyte NASICON Synthesized by Sol-Gel Process". Materials Chemistry
and Physics. 83, 193-198.
West, A.R. (1989). Solid State Chemistry and Its Aplications. Singapore: John
Wiley & Sons.
Weppner W., "Solid state electrochemical gas sensor", Sensors and Actuators 12
(1987) 107.
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 36
Yang,Y. dan Liu, C.C. (2000). "Development of A NASICON-Based
Amperometric Carbon Dioxide Sensor". Sensors and Actuators B. 62,30-34.
Zhang S, Quan B . , Zhao Z., Zhao B. , He Y . , and Chen W, (2003), "Preparation
and characterisation of NASICON with a new sol-gel proses", Material Letters
58, 226-229
Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Batch II tahun 2 Page 37