LAPORAN HASIL PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG …
Transcript of LAPORAN HASIL PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG …
Unggul Dalam IPTEK
Kokoh Dalam IMTAQ
LAPORAN HASIL PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)
PADA KARYAWAN BADAN SAR NASIONAL
2015
Di SUSUN OLEH :
SRI PUJIATI
2013727039
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015
iv
PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Riset Keperawatan , Maret 2015
SRI PUJIATI
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI
SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA KARYAWAN BADAN SAR
NASIONAL TAHUN 2015
VII BAB+52 halaman+5 lampiran
ABSTRAK
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung sampai
alveoli termasuk adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA
ini disebabkan oleh jasad renik atau bakteri, virus maupun riketsia. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan dan faktor prilaku dengan
kejadian ISPA badan SAR Nasional. Desain yang dipakai dalam penelitian ini yaitu
crossectional dengan metode chi square. Hasil penelitian yang dilakukan di sana
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara faktor lingkungan dan faktor
prilaku dengan kejadian ISPA di sana. Pada faktor lingkungan didapatkan Pvalue
0,799, sehingga H0 gagal ditolak(diterima) yang berarti tidak ada hubungan antara
faktor lingkungan dengan kejadian ISPA. Pada faktor prilaku di dapatkan Pvalue
0,290, sehingga H0 gagal ditolak(diterima) yang berarti tidak ada hubungan antara
faktor prilaku dengan kejadian ISPA. Saran ditujukan kepada Institusi pendidikan
perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian ISPA di Badan SAR Nasional yang membuat
penyakit ISPA banyak diderita di sana, dan dapat di gunakan untuk pengembangan
pembelajaran dan penelitian. Untuk institusi pelayanan dapat digunakan sebagai
bahan masukan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
Kata kunci : Kejadian ISPA, Faktor lingkungan, Faktor prilaku
Daftar pustaka : 22 (2004-2013)
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur Saya panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini di lakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Keperawatan pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Muhammmadiyah Jakarta.
Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah
memberikan bantuan dan bimbingan dari mulai perkuliahan sampai dengan
penyusunan skripsi ini berakhir.Terima kasih saya tujukan kepada :
1. Bapak Dr. Muhammad Hadi, SKM, M.Kep selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Program Study Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
2. Ibu Irna Nursanti, M.Kep.,Sp.Kep.Mat selaku ketua Program Study Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
3. Ibu Diana Irawati, M.Kep.,Sp.KMB selaku pembimbing atas segala pengarahan,
perhatian dan saran yang diberikan selama penyusunan skripsi penelitian ini
4. Bapak MARSDYA.TNI F.H Bambang Sulistiyo,S.Sos.,M.A.P selaku Kepala
Badan SAR Nasional yang telah memberikan ijin penelitian di Badan SAR
Nasional
5. Bapak Agus Sukarno,S.H.,M.M selaku Kepala Biro Umum yang telah memberika
ijin dan dukungan moral sampai dengan penelitian ini selesai
6. Seluruh Staff Pengajar Program Study Ilmu Keperawatan Fakultas Kesehatan
vi
Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah memberikan dukungan dan
kerjasamanya sehingga penelitian mendapat bekal dalam penyusunan proposal
penelitian ini
7. Ibu dr Dian Andriani selaku Penanggung Jawab Balai Kesehatan Karyawan
Badan SAR Nasional
8. Seluruh karyawan yang terlibat dalam penelitian yang telah membantu dalam
pembuatan skripsi ini
9. Petugas kesehatan di poliklinik Badan SAR Nasional yang telah membantu dalam
pengambilan data untuk skripsi ini
10. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan semangat hinga proposali ini
selesai
11. Semua teman-teman seperjuangan Program Study Ilmu Keperawatan Universitas
Muhammadiyah angkatan 2013 yang selalu mendukung dan memberikan
semangat dalam penyelesaian proposali ini
12. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah membantu
terselesainya pendidikan dan proposal penelitian ini
Akhir kata, Saya berharap ALLAH SWT berkenan membalas semua kebaikan yang
telah diberikan kepada Saya . Semoga proposal ini bisa membawa manfaat khususnya
bagi pembaca dan Masyarakat pada umumnya guna pengembangan ilmu
keperawatan dan dalam memberikan pelayan keperawatan.
Jakarta , Maret 2015
Peneliti
vii
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL…………………………………………………. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………. …. ii
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………… iii
KATA PENGATAR ………………………………………………… iii
ABSTRAK ………………………………………………………… v
DAFTAR ISI ………………………………………………………… vii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………… 1
A. Latar Belakang ………………………….............................. …… 1
B. Masalah Penelitian ……………………………………………… 6
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………. 7
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………… 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………. 9
A. TEORI DAN KONSEP TERKAIT………………………………. 9
1. Definisi ISPA…………………………………………………….. 9
2. Etiologi ISPA…………………………………………………… 10
3. Tanda dan Gejala Terjadinya ISPA …….……………………. 11
4. Penyebaran dan Penularan ISPA …………………………….. 12
5. Faktor Resiko Terjadinya ISPA ……………………………… 12
6. Pencegahan ISPA ……………………………………………. 15
B. PENELITIAN TERKAIT ………………………………………… 16
C. PERAN PERAWAT ……………………………………………… 18
BAB III KERANGKA KONSEP,
HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL …………………….. 20
A. Kerangka Konsep…………………………………………………. 20
B. Hipotesis………………………………………………………….. 21
viii
C. Definisi Operasional …………………………………………… 22
BAB IV METODE PENELITIAN …………………………………. 24
A. Desain Penelitian ………………………………………………. 24
B. Populasi dan Sampel ……………………………………………… 24
C. Tempat Penelitian…………………………………………………. 27
D. Waktu Penelitian …………………………………………………. 27
E. Etika Penelitian…………………………………………………… 27
F. Alat dan Pengumpulan Data …………………………………… 29
G. Pengolahan Data ……………………………………………….. 31
H. Analisa Data………………………………………………………. 32
I. Validitas dan Reabilitas ………………………………………… 34
BAB V HASIL PENELITIAN …………………………………….. 36
A. Analisa Univariat…………………………………………………. 36
B. Analisa Bivariat…………………………………………………… 39
BAB VI PEMBAHASAN..................................................................... 41
A. Hasil Penelitian ............................................................................... 41
B. Hubungan Teori Dan Penelitian...................................................... 42
C. Keterbatasan Penelitian ................................................................... 44
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN……………………………… 45
A. Kesimpulan ………………………………………………………. 45
B. Saran………………………………………………………………. 46
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi akut yang menyerang salah satu
bagian /lebih dari saluran nafas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya seperti
sinus,rongga telinga tengah dan pleura (DEPKES RI, 2012). Infeksi/radang ini dapat terjadi
pada bagian atas saluran nafas maupun pada bagian bawah pada saluran nafas. ISPA bagian
atas sering orang menyebutnya dengan pilek atau selesma. ISPA ini sendiri mempunyai
nama-nama lain yang artinya sama. Seperti influenza akut /flu ,coryza “batuk berat “, infeksi
karena virus, infeksi dada dan sakit kerongkongan. Penyakit ini juga disebut dengan
IRA(Infeksi Respiratori Akut) . Atau juga dalam bahasa Inggris disebut ARI (Acut
Respiratory Infection ).
ISPA ini dapat mengenai semua umur, dari anak sampai orang tua. Bahkan kadang dalam
satu keluarga bisa terkena ISPA semua. Tapi penyakit ini lebih sering diderita anak-anak
daripada orang dewasa. Hal ini di karenakan pada anak-anak belum memperoleh kekebalan
alamiah sehingga pada anak dapat menyebabkan infeksi yang berat. Sedangkan pada orang
dewasa karena daya tahan tubuhnya lebih baik dari anak dan orang tua , hanya menyebabkan
ketidaknyamanan saja.
Berbagai data menunjukkan bahwa penyakit ISPA ini sangat banyak jumlahnya, karena
hampir sering terjadi di masyarakat. Setiap tahunnya hampir empat juta orang meninggal
akibat ISPA , 98 % -nya disebabkan oleh infeksi saluran nafas bawah. Tingkat mortalitas
sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara – negara dengan
2
pendapatan perkapita rendah dan menengah ( WHO tahun 2008). Di Negara Amerika ,
kejadian pneumoni pada comuniti adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan
penyebab kematian utama akibat infeksi , pada orang dewasa . Dan 15 % merupakan angka
kematian karena Pneumonia (Wibisono.,M.J, Winarni & Hariadi.,S, 2010).
Di Indonesia sendiri dengan kondisi Negara kepulauan yang tingkat kelembabanya tinggi
dan memiliki musim kemarau yang menyebabkan kekeringan dan menimbulkan kebakaran
di mana-mana ,yang asapnya menyebabkan gangguan pada pernafasan, penyakit ini lebih
sering terjadi. Dari hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 prevalensi ISPA adalah
25,5 % , sedangkan berdasarkan diagnose tenaga kesehatan dan keluhan penduduk adalah
25,0%. Data Riskesdas pada bulan Mei-Juni tahun 2013 mengungkapkan bahwa prevalensi
pneumonia semua umur mengalami peningkatan dari 2,1% menjadi 2,7 %.
Fenomena di Balai Kesehatan Karyawan Badan SAR Nasional sendiri penderita ISPA
berdasarkan data di Medical Record pada tahun 2013 sebanyak 513 kunjungan dari 525
orang karyawan, dan selama Januari sampai dengan Juli 2014 sebanyak 275 kunjungan.
Jumlah tersebut menempati urutan pertama dari berbagai penyakit disana. Studi pendahuluan
yang dilakukan oleh peneliti pada 5 orang pasien yang datang ke poliklinik didapatkan
1orang ISPA disebabkan kontak dengan penderita ISPA ,1 orang karena sering terpapar
asap/udara di sekitar dan saat itu kondisi tubuh sedang turun, 2 orang karena merokok, dan 1
orang karena kelelahan.
Pada orang dewasa dampak ISPA ini tidak seberat yang diderita pada anak-anak , namun
akibat /efek dari penyakit tersebut menjadikan berkurangnya aktifitas fisik karyawan dan
menimbulkan ketidak nyaman. Manifestasi klinis yang dirasakan pasien meliputi:
3
batuk,flu,tenggorokan sakit, deman sampai dengan sakit kepala menjadikan mereka yang
terkena tidak merasa nyaman, walaupun penyakit ISPA ini dapat sembuh sendiri, namun
dalam kondisi yang memberat diperlukan penangganan serius. Karena tanda dan gejala yang
sama tapi kondisi makin berat ditakutkan seseorang terdapat komplikasi. Secara umum ISPA
sembuh dalam waktu kurang lebih 2 minggu/14 hari tanpa pengobatan dan dengan gejala
ringan.
Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinnya penyakit meliputi faktor usia, faktor polusi
udara, faktor lingkungan, faktor adanya penyakit kronis, faktor daya tahan tubuh dan faktor
kontak dengan orang yang terinfeksi (Wong,2003). Lingkungan yang udaranya telah
tercemar oleh polutan membuat sel-sel epitel mukosa menjadi rusak, dengan rusaknya epitel
mukosa infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas. Begitu juga dengan pencahayaan,
bila rumah atau kantor pencahayaan kurang serta sirkulasi udara kurang atau bahkan tidak
ada akan berpengaruh pada kesehatan. Begitu juga dengan penyakit kronis , daya tahan tubuh
rendah serta kontak dengan orang yang terinfesi akan mempercepat /mempermudah
seseorang tertular infeksi ini.
Hal ini telah dibuktikan pada penelitian yang di lakukan oleh The Swiss Cohort Study On
Air Pollution and Lung Disease In Adult (SAPALDIA) Pada America journal of Epidemology
(Team: Bayer – Oglesby,L.,Schindler,C.,Hazenkamp-von Arx ME.,Braun-
Fahrlender,C,Dec15,2006) yang dimulai pada tahun 1991 sampai dengan tahun 2002
menunjukkan bahwa tinggal di dekat jalan utama (20 M) meningkatkan resiko dahak rutin
sebanyak 15 %( 95 % confidence interval :0,31) tanpa merokok. Sedangkan mengi pada
pernafasan sebesar 34 % (95% confidence interval :0,79 ) dan pernah merokok. Hal ini
berarti tinggal di dekat jalan menyebabkan gangguan pada pernafasan.
4
Pada penelitian yang dilakukan pada Latihan Dasar Angkata Darat pada Barak Latihan
Tempur yang di lakukan oleh Fort Jackson di Carolina Selatan (pada bulan Februari-Mei
2004) membuktikan bahwa kepadatan jumlah orang yang tinggal dalam satu tempat atau
barak resiko terjadi ISPA lebih tinggi. Sampel yang diambil dari barak I yang dihuni 60
orang dengan barak II yang dihuni 8 orang menunjukan bahwa ISPA lebih banyak di derita
pada barak I. Dari penelitian tersebut juga menyebutkan dengan sering kontak dengan
penderita serta kurangnya sirkulasi menjadikan resiko ISPA meningkat. Hal ini juga sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardianto & Yudhastuti ( 2009 ) di mana dapatkan
hasil penelitian yang menunjukan faktor utama/dominan yang mempengaruhi kejadian
ISPA adalah kebiasaan merokok dan ventilasi.
Terjadinya infeksi saluran pernafasan ini dapat dicegah dengan menghindari factor resiko
seperti : lingkungan padat yang kurang sirkulasi udaranya, balita dan anak yang daya tahan
tubuh rendah yang di karenakan kurang gizi , berat badan rendah ataupun imunisasinya
tidak lengkap serta pemberian ASI yang kurang, mencuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan suatu tindakan misalnya makan, menutup hidung dan mulut saat batuk dan bersin
serta tidak meludah sembarangan.
Penatalaksanan untuk ISPA yang ringan cukup dengan istirahat, minum yang banyak dan
terapi suportif sesuai dengan gejala yang timbul, begitu pula dengan ISPA sedang. Bedanya
hanya pada ISPA sedang diberikan obat anti biotik. Untuk ISPA berat segera dirujuk ke
rumah sakit untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
5
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan data WHO tahun 2008 dan angka kejadian di Amerika menunjukan bahwa
angka prevalensi untuk ISPA sangat tinggi, dan bahkan pada anak –anak menyebabkan
kematian. Banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan jumlah penderita ISPA di semua
negara. Menurut Wong tahun 2003, faktor yang menyebabkan infeksi saluran nafas meliputi
faktor usia, faktor polusi udara, faktor lingkungan, faktor adanya penyakit kronis, faktor daya
tahan tubuh dan faktor kontak dengan orang yang terinfeksi.
Berdasarkan bukti –bukti penelitian yang telah dilakukan baik di dalam maupun di luar
negeri menunjukan bahwa penyakit ISPA di sebabkan oleh banyak faktor, seperti faktor
lingkungan yang kurang ventilasi untuk pertukaran udara, kepadatan penghuni dalam suatu
tempat dan pulusi udara di sekitar, faktor prilaku yang biasa merokok serta faktor kontak
langsung dengan penderita ISPA itu sendiri.
Dari data –data tersebut membuat penulis tertarik untuk tahu lebih dalam tentang penyebab
ISPA yang terjadi di Basarnas. Dimana angka kunjungan di sana sangat tinggi dan
merupakan urutan pertama pada data penyakit di poliklinik tersebut. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk mencari jawaban atas pertanyaan sebagai berikut : Apakah
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada karyawan Badan SAR
Nasional tahun 2015.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh data dan gambaran tentang Faktor-Faktor yang
berhubungan dengan banyaknya penderita/pasien ISPA pada karyawan Badan SAR Nasional.
6
2. Tujuan khusus
a. Teridentifikasinya gambaran data demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, status
perkawinan, pekerjaan,) pasien ISPA di Badan SAR Nasional
b. Teridentifikasinya gambaran kejadian ISPA di Badan SAR Nasional
c. Teridentifikasinya hubungan faktor Lingkungan dengan kejadian ISPA di Badan
SAR Nasional
d. Teridentifikasinya hubungan faktor Prilaku dengan kejadian ISPA di Badan SAR
Nasional
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :
1. Institusi Pendidikan Informasi yang
di dapat dalam penelitian ini dapat sebagai masukan dalam pengembangan
pembelajaran tentang infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada orang dewasa
didalam masyarakat dan pada Instansi pemerintah.
2. Institusi Pelayanan
Penelitian dapat digunakan untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan atau masukan
dalam memberikan pelayan kepada penderita infeksi saluran nafas akut (ISPA) pada
masyarakat umum dan di poliklinik – poliklinik pada Instansi pemerintah.
7
3. Pengembangan Ilmu Keperawatan
Penelitian ini dapat menjadi dasar atau rujukan bagi penelitian lebih lanjut tentang
infeksi saluran nafas akut (ISPA) yang terjadi orang dewasa yang mempunyai
kesibukan dan rutinitas kerja setiap hari. Dan diharapkan menjadi tambahan bahan
untuk pengembangan ilmu keperawatan terutama yang berhubungan dengan infeksi
saluran nafas akut ( ISPA).
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan konsep dasar yang melandasi penelitian yang dilakukan tentang
Faktor –Faktor yang menyebabkan terjadinya ISPA di Poliklinik Badan SAR Nasional.
A. TEORI DAN KONSEP TERKAIT
1. Definisi Infeksi Saluran Nafas Akut (ISPA)
Infeksi saluran nafas akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah
satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk
adneksanya seperti sinus,rongga telinga tengah dan pleura (Kemenkes RI, Dirjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2012).
Infeksi saluran nafas (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun
bawah yang disebabkan oleh jasad renik atau bakteri, virus maupun riketsia, tanpa
atau disertai radang parenkim paru ( Alsagaff,H.,Mukty,Abdul,H, 2010).
ISPA akibat polusi udara adalah ISPA yang disebabkan oleh factor resiko polusi
udara, seperti asap rokok, asap pembakaran rumah tangga, gas buang sarana
transportasi dan industry, kebakaran hutan dan lain –lain ( Depkes, 2009).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ISPA adalah penyakit infeksi /radang
pada saluran nafas baik bagian atas ataupun bagian bawah yang bersifat akut yang
disebabkan oleh jasad renik atau bakteri, virus maupun riketsia dan di pengaruhi oleh
polusi udara.
9
2. Etiologi ISPA
Infeksi ini dapat terjadi pada saluran nafas atas ataupun bawah tergantung pada
daerah atau organ yang terkena infeksi. Infeksi tersebut disebabkan oleh bakteri,
virus dan riketsia. Jenis bakteri yang menyebabkan infeksi saluran nafas antara lain
dari jenis Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus, Bordetella dan
Korinebakterium. Sedangkan dari jenis virus antara lain dari golongan Miksovirus,
Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma Herpesvirus dan lain –lain.
Pada program penanggulangan penyakit ISPA di Indonesia, ISPA juga disebabkan
oleh akibat polusi udara. Bahan pencemar (polutan) yang ada diudara dicurigai
menjadikan salah satu penyebab masalah kesehatan di masyarakat, salah satunya
adalah ISPA. Bahan pencemar (polutan) itu yaitu : Partikulat (PM10 atau PM2,5),
Carbon Monoksida (CO), Ozon (O3), Nitrogen dioksida (NO2), dan Sulfur Dioksida
(SO2).
Infeksi bakteri sering menjadi penyulit pada ISPA yang disebabkan virus. Karena
pada infeksi bakteri umumnya disertai dengan peradangan pada parenkim . Pada
infeksi karena bakteri dapat dilihat dari sputum yang semula berwarna jernih berubah
menjadi kuning atau hijau.
ISPA ini disebut akut karena rentang sakitnya yang kurang dari 14 hari dengan gejala
ringan dan dapat sembuh dengan sendiri. Akan tetapi untuk mencegah perluasan
infeksi ini, biasanya dokter memberikan antibiotik sesuai dengan penyebabnya.
Walaupun infeksi ini dapat sembuh dalam jangka waktu tersebut. Bila infeksi ini
berlanjut bisa menjadi infeksi yang kronis.
10
3. Tanda dan Gejala Terjadinya ISPA
Gambaran infeksi saluran nafas akut dapat dilihat dari tanda dan gejala yang
ditimbulkan. Secara umum pada infeksi saluran nafas didapat rhinitis, nyeri pada
tenggorokan, batuk-batuk dengan dahak kuning/putih kental, nyeri retrosternal dan
konjungtivitis. Suhu tubuh kadang mengalami peningkatan yang di sertai malaise,
mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Kadang juga disertai
dengan diare. Peningkatan suhu biasanya berlangsung 4-7 hari, bila berlangsung lama
menunjukkan adanya penyulit.
4. Penyebaran dan Penularan ISPA
Penyebaran dan penularan infeksi saluran nafas akut ini dapat terjadi melalui udara
ataupun secara langsung karena kontak dengan orang yang terinfeksi saluran
nafasnya. Sedangkan secara tidak langsung penularan melaui udara terjadi dalam
bentuk droplet yang keluar dari mulut ataupun hidung pada saat batuk dan bersin –
bersin. Karena sangat kecilnya partikel yang dikeluarkan sehingga tidak terlihat dan
dapat terhisap pada waktu bernafas dan masuk ke saluran pernafasan. Tempat- tempat
umum adalah faktor yang sangat penting dan berpengaruh dalam penyebaran dan
penularan ISPA ini.
5. Faktor Resiko Terjadinya ISPA
Faktor yang menjadikan pencetus timbulnya ISPA menurut WHO pada pencegahan
dan pengendalian ISPA (2007) meliputi : faktor penyebab, faktor lingkungan, faktor
penjamu. Sedangkan menurut Mayunani (2010), mengatakan faktor resiko terjadinya
ISPA meliputi : faktor lingkungan, faktor individu, faktor prilaku. Sedangkan dari
11
Depkes RI (2005) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran
ISPA antara lain faktor lingkungan, faktor prilaku dan rendahnya gizi.
Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya ISPA
meliputi :
a. Faktor Lingkungan.
Lingkungan kerja yang tidak sehat karena pulusi udara menyebabkan terganggunya
saluran pernafasan. Lingkungan yang telah tercemar dapat menimbulkan berbagai
penyakit salah satunya Infeksi saluran nafas itu sendiri. Polusi udara didapatkan dari
asap kendaraan, asap pembakaran ataupun asap rokok.
Berikut ini criteria polutan pencemar udara serta konsentrasi standard menurut :
Jusuf , Winariani & Slamet (2010).
12
Tabel 2.1
Kriteria Polutan Pencemar Udara Serta Konsentrasi Standart
Polutan Standard Efek terhadap kesehatan
Ozon(O3) 0,12 ppm konsentrasi
maksimum 1 jam dan
0,08 ppm sebagai 8
jam konsentrasi rerata
peningkatan gejala respirasi
penurunan fungsi paru
peradangan saluran nafas
peningkatan respon saluran nafas terhadap
rangsangan non spesifik
Nitrogen
dioksid (Nox)
0,053 ppm konsentrasi
rerata
Meningkatkan gejala respirasi dan kesakitan
pada anak
Partikulate
matter
PM 10
PM 2,5
50 µg/m3 sebagai
konsentrasi rerata tahunan
dan 150 µg/m3 sebagai
konsentrasi rerata 24 jam
15µg/m3 sebagai
konsentrasi rerata dan 150
µg/m3 sebagai konsentrasi
rerata 24 jam
Peningkatan gejala respirasi
Peningkatan penyakit respirasi
Peningkatan respirasi morbidity pada
penderita asma dan COPD
Peningkatan pada kaeriovaskuler
Morbiditi pada penderita penyakit jantung
Iskemik.
Peningkatan kematian
Penyakit kardiovaskuler pada orang tua
Sulfur dioksida
(SO2)
0,03ppm sebagai
konsentrasi reratatahunan
dan 0,14ppm sbg
konsentrasi rerata 24 jam
Peningkatan gejala respirasi
Peningkatan morbidity dan mortaliti respirasi
Penurunan fungsi paru pada penderita asma
Lead (timah) 1,5µg/m3 konsentrasi rerata
quarter
Penurunan kognitif(pengertian) pada anak
Karbon
monosida (CO)
9 ppm sebagai konsentrasi
rerata 8 jam dan 35 ppm
sebagai konsentrasi rerata
dalam 1 jam
Meningkatkan efek samping thd reproduksi
Mengurangi kapasitas kerja orang dewasa
Memperpendek durasi onset dan peningkatan
angina pada penderita PJK
COPD= cronic obstruksi pulmonary disease; PM 10 = particulate matter diameter < 10µm;
PM 2,5 = particulate matter diameter < 2,5 µm; ppm = part per million
b. Faktor Prilaku
Prilaku dan gaya hidup masyarakat sangat mempengaruhi sehat dan sakit seorang
individu, baik prilaku yang positif yang meningkatkan kesehatan ataupun prilaku
negative yang menyebabkan sakit. Prilaku merokok, memasak dengan bahan
13
bakar kayu, sisa pembuangan bahan bakar pada transportasi yang berlebihan ,
pembukaan lahan dengan pembakaran hutan menyebabkan polusi udara yang
berpengaruh pada kesehatan. Kebiasaan mencuci tangan sebelum dan sesudah
makan, menggunakan APD (alat proteksi diri),menjaga kebersihan pernafasan dan
etika saat batuk serta tidak sembarangan meludah merupakan prilaku yang baik
yang harus kita dukung dan kita sebar luaskan.
Faktor pendukung dalam berperilaku di Indonesia telah banyak dilakukan seperti
adanya Jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat), Askes(ansuransi kesehatan),
BPJS(badan penyelengara jaminan social) dan lain–lain. Namun untuk gaya hidup
masih tergantung pada individu masing-masing. Gaya hidup yang kurang
memperhatikan kesehatan menjadikan resiko tinggi menderita suatu penyakit.
Gaya hidup sehat dan berolah raga secara teratur dapat meningkatkan kesehatan
seseorang.
6. Pencegahan ISPA
Pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan berbagai cara meliputi :
a. Menjaga gizi agar tetap baik
Gizi yang terpenuhi untuk kebutuhan tubuh dapat meningkatkan dan
mencegah tertularnya atau berkembangbiaknya suatu penyakit.
b. Imunisasi/Pemberian Vaksin
Imunisasi dibutuhkan oleh tubuh untuk memberikan kekebalan terhadap suatu
penyakit. Program imunisasi/vaksinansi di Indonesia telah di adakan sejak
14
anak lahir, hal tersebut bertujuan untuk mengurangi angka kesakitan dan
kematian dari penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi. Untuk ISPA
sendiri imunisasi belum ada secara lengkap, hanya ada beberapa saja yang
telah ada di Indonesia seperti : pertusis, BCG dan Influenza. Kekebalan
seseorang terhadap suatu penyakit dipengaruhi oleh : usia, jenis kelamin,
kehamilan gizi dan trauma. Apabila kekebalan seseorang atau masyarakat
rendah akan mudah terjangkit penyakit atau akan lebih mudah terjadi suatu
wabah penyakit. Begitu pula sebaliknya. Untuk itu jika terlalu lelah dalam
bekerja beristirahatlah , karena terlalu lelah bekerja dapat menurunkan daya
tahan tubuh.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
Dengan menjaga kebersihan perorangan seperti cuci tangan sebelum dan
sesudah makan, tidak meludah sembarangan , memakai APD seperti masker
dapat mengurangi resiko tertular ISPA. Kebersihan perorangan dimulai dari
ujung rambut sampai dengan ujung kaki. Sedangkan kebersihan lingkungan
harus dijaga agar tetap terjadi keseimbangan didalamnya. Karena lingkungan
yang tidak bersih dan telah tercemar polusi sangat beresiko timbulnya suatu
penyakit.
d. Mencegah kontak dengan penderita ISPA.
Sebisa mungkin menghindari kontak langsung dengan penderita ISPA dengan
cara memakai masker/penutup hidung untuk mengurangi resiko penularan.
Apalagi kalau kondisi badan sedang tidak bagus.
15
B. PENELITIAN TERKAIT
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui factor yang menyebabkan
penularan dan penyebaran penyakit ISPA ini, Seperti pada :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Sakti, tahun 2012 tentang kwalitas udara dengan
kejadian ISPA di kota Bekasi tahun 2004-2011 yang berhubungan secara signifikan
berdasarkan hasil analisa korelasi dan regresi. Dimana konsentrasi zat pencemar
udara yang cenderung mengalami peningkatan akan berdampak negative pada
kesehatan terutama pada saluran pernafasan yang berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sukamawa,Sulistyorini & Keman (2006) yang mengatakan tidak ada
pengaruh pencemaran udara dalam rumah terhadap kejadian ISPA.
2. Penelitian oleh Halim,tahun 2012 di Desa Bondo Bngsi Jepara Jawa Tengah dengan
jumlah responder ± 97 orang, mengungkapkan bahwa prilaku merokok memiliki
resiko 14,02 kali untuk terkena ISPA dibandingkan dengan responder yang tidak
merokok.
3. Penelitian yang di lakukan oleh The Swiss Cohort Study on Air pollution and Lung
Disease in Adult ( SAPALDIA) pada America journal of Epidemology (Team ,
Bayer – Oglesby,L., Schindler,C., Hazenkamp-von Arx ME., Braun-Fahrlender,C ,
Dec 15,2006 )yang dimulai pada tahun 1991 sampai dengan tahun 2002
menunjukkan bahwa tinggal di dekat jalan utama (20 M) meningkatkan resiko dahak
rutin sebanyak 15 %( 95 % confidence interval :0,31)tanpa merokok. Sedangkan
mengi pada pernafasan sebesar 34 % (95% confidence interval :0,79 ) dan pernah
merokok.Hal ini berarti tinggal di dekat jalan menyebabkan gangguan pada
pernafasan.
16
4. Penelitian yang dilakukan pada latihan Dasar Angkata Darat pada Barak Latihan
tempur yang dilakukan oleh Fort Jackson di Carolina selatan (pada bulan Februari-
Mei 2004) membuktikan bahwa kepadatan jumlah orang yang tinggal dalam satu
tempat atau barak resiko terjadi ISPA lebih tinggi.Sampel yang diambil dari barak I
yang dihuni 60 orang dengan barak II yang dihuni 8 orang menunjukan bahwa Ispa
lebih banyak di derita pada barak I. Dari penelitian tersebut juga menyebutkan
bahwa kepadatan, sering kontak dengan penderita serta kurangnya sirkulasi
menjadikan resiko ISPA meningkat. Hal ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sukamawa ,dkk(2006) serta Susilo, dkk (2011) yang keduanya
menyatakan kepadatan hunian tidak berpengaruh pada kejadian ISPA.
C. PERAN PERAWAT
Perawat sebagai tenaga kesehatan menjadi jembatan bagi para pekerja dengan perusahan
atau penyelenggara yang bertanggung jawab akan kesehatan dan keselamatan pekerja.
Kesehatan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja. Upaya
pengenalan, penilaian/pengujiandan pengendalian lingkungan kerja dan pemeriksaan
kesehatan dan pemantauan biomedik pekerja sangat diperlukan sebagai upaya untuk
pencegahan dan deteksi dini terhadap kemungkinan timbulnya masalah gangguan
kesehatan pekerja.
Untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan karyawan diperlukan program
kesehatan kerja. Program kesehatan kerja menurut Budiono, Jusuf & Pusparini dalam
Bunga Rampai Hiperkes & KK, tahun 2005 meliputi :
17
1. Identifikasi potensi bahaya yakni dengan mengenal kondisi di tempat kerja
2. Analisa resiko melalui penilaian kemungkinan potensi bahaya
3. Survailan kesehatan pekerja melalui pengujian kesehatan secara awal
4. Pemantauan biologik yaitu upaya yang lebih spesifik untuk memantau pengaruh
pekerjaan atau lingkungan kerja pada kesehatan pekerja
5. Pengendalian lingkungan kerja dengan kerja sama dengan bagian lain
6. Pelayanan kesehatan yang bersifat komprehensif
7. Konsultasi dan komunikasi yang berkelanjutan
8. Pelatihan kesehatan kerja
Dengan program yang terencana di harapkan adanya peningkatan kesehatan para
pekerja terutama di Badan SAR Nasional.
Perawat berperan sebagai tenaga promotif dan preventive dapat melakukan Program
kesehatan kerja yang dapat di terapakan pada lingkungan kerja di manapun.
18
BAB III
KERANGKA KONSEP,HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
Pada bab ini membahas tentang kerangka konsep yang menjelaskan variabel independent,
dependent, hipotesis penelitian dan definisi operasional.
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal yang khusus,
yang hanya dapat di amati atau diukur melalui konstruktur atau yang lebih dikenal dengan
nama variabel (Notoatmodjo,2005). Variabel adalah symbol atau lambang yang
menunjukan nilai atau bilangan dari konsep( Notoatmodjo,2005). Variabel tersebut terdiri
dari variabel independent dan variabel dependent.
1. Variabel Independent ( bebas)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependent (terikat). Dinamakan sebagai variabel
bebas karena bebas dalam mempengaruhi variabel lain (Notoatmodjo, 2010).
Variabel independent pada penelitian ini adalah faktor lingkungan dan faktor prilaku.
2. Variabel dependen (terikat)
Variabel dependent adalah variabel yang di pengaruhi atau menjadi akibat karena
adanya variabel bebas. Dinamakan terikat karena variabel ini dipengaruhi oleh variabel
bebas/independent (Notoatmodjo, 2010). Variabel dependen pada penelitian ini adalah
kejadian ISPA.
19
Hubungan antara variabel independent dan variabel dependent dijabarkan pada bagan
dibawah ini :
Bagan 3.1
Hubungan antara variabel independen dan variabel dependet
Hubungan tersebut dijabarkan pada bagan di bawah ini
Sumber : Mayunani, 2010 & Depkes RI, 2005
Keterangan : Diteliti & dihubungkan
B. Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu masalah
penelitian yang kebenarannya masih lemah (belum tentu kebenarannya) sehingga harus diuji
secara empiris (Purwanto & Sulistyastuti, 2007).
Hipotesis pada penelitian ini adalah :
- Adanya hubungan antara faktor lingkungan dengan kejadian ISPA di Badan SAR
Nasional.
Faktor Lingkungan
Faktor Prilaku
Kejadian ISPA
20
- Adanya hubungan antara faktor prilaku dengan kejadian ISPA di Badan SAR Nasional
C. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan
karakteristik yang diamati yang memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena (Hidayat, 2007).
Pada penelitian ini akan di teliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya
ISPA ,meliputi faktor dependen dan independen. Di bawah ini merupakan variabel yang akan
di pakai dalam penelitian.
21
Tabel.3.1
Definisi operasional variabel independen dan variabel dependen
No Variabel
Definisi Operasional Alat ukur &
cara ukur
Skala
ukur
Hasil ukur
Independen
1
2
Lingkungan
Prilaku
Merupakan segala
sesuatu yang ada
disekitar manusia
dan mempengaruhi
kesehatan yang
meliputi lingkungan
rumah dan
lingkungan kerja.
Semua kegiatan atau
aktivitas manusia
yang berhubungan
dengan kejadian
ISPA
Kuisioner
Dengan
pilihan
jawaban
Ya dan tidak
Kuisioner
dengan
penjelasan :
-skore 5 =
Sangat setuju
-skore 4 =
Setuju
-skore 3 =
Kurang
setuju
-skore 2 =
Tidak setuju
-skore 1 =
Sangat tidak
setuju
Ordinal
Ordinal
Skore
< 2=Baik
≥ 2=Tidak
Baik
Skore
≥ 32= tidak
beresiko
<32=
beresiko
Dependen
3 Kejadian
ISPA
Suatu keadaan
terganggunya
saluaran pernafasan
yang bersifat akut
yang didiagnosa dan
berdasarkan rekam
medis
Kuesioner Ordinal Skore
0=tidak
ISPA
1=ISPA
22
BAB IV
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan membahas tentang desain penelitian, populasi, sampel, tempat penelitian,
waktu penelitian, alat dan cara pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, bahan dan
cara penelitian, pengolahan data, analisa data,validitas dan reabilitas.
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Chi Square. Analisis ini bertujuan untuk menguji
perbedaan proporsi dua atau lebih kelompok sampel. Di lihat dari datanya Chi Square
dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variable katagorik dengan variable
katagorik.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang akan kita lakukan
(Hastono & Sabri, 2013). Hal ini juga ditegaskan oleh Nursalam, 2010 yang
mengatakan bahwa populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut
masalah diteliti. Adapun populasi penelitian ini adalah karyawan Badan SAR
Nasional. Dimana populasi ini diambil pada 2 bulan terakhir, pada awal bulan Januari
sampai dengan bulan Februari 2015.
23
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai /karakteristik nya kita ukur dan yang
nanti nya kita pakai untuk menduga karakteristik dari populasi ( Hastono & sabri,
2013). Tehnik sampling yang digunakan dengan tehnik Probability Sampling, yaitu
tehnik pengambilan sampil yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur
(anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampling. Tehniknya menggunakan
simple random sampling, karena pengambilan anggota sample dari populasi
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu
(Sugiyono, 2011).
a. Besar sampel
Besarnya sampel menurut Notoatmodjo (2010) rumus sederhana untuk
menentukannya yaitu :
Keterangan :
n = Besarnya sampel
N= Besarnya populasi
d =Presisi (tingkat error) 5 %
Pada penelitian ini populasi sampel yang diambil pada bulan Januari- Februari
2015 dengan jumlah 84 kunjungan. Jadi sampel yang didapat :
n =N/1+N(d)2
24
Maka sampel yang akan diambil sebanyak 69 responden, pada karyawan di Badan
SAR Nasional. Untuk mengantisipasi terjadinya responden yang drop out atau
keluar dari penelitian ini maka peneliti menambahkan 10 % dari jumlah sampel.
Sampel pada penelitian ini berjumla 76 responden
b. Kriteria Sampel
Kriteria sampel yang digunakan meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
1. Kriteria inklusi yaitu kriteria umum subyek penelitian dari suatu populasi target
yang terjangkauyang akan diteliti (Nursalam, 2013).
Pada penelitian ini kriteria tersebut adalah :
a. Semua karyawan Badan SAR Nasional di Basement, lobby, lantai 2, lantai 4,
lantai 5, lantai 6, lantai 7 dan di lantai 8
b. Dapat membaca, menulis dan memahami kuisioner yang diberikan oleh
peneliti.
c. Bersedia menjadi responden penelitian.
n=N/1+N(d)2
n= 84/1+84(0,05)2
n=84/1,21
n=69,421
25
2. Kriteria Eksklusi yaitu karakteristik sampel yang tidak dapat di masukkan atau
tidak layak diteliti (Nursalam, 2013). Pada penelitian ini kriteria tersebut
mencakup semua karyawan di luar kantor pusat Badan SAR Nasional.
C. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di lantai Basement, lobby, lantai 2, lantai 4, lantai 5, lantai 6, lantai
7 dan di lantai 8 Badan SAR Nasional.
D. Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan pembuatan proposal pada bulan Oktober yang berakhir
pada bulan Februari. Penelitian dan penggumpulan data di ambil pada bulan Maret,
kemudian di lanjutkan pengolahan data, pembahasan dan membuat kesimpulan .
E. Etika Penelitian
Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku setiap kegiatan yang
melibatkan antara pihak peneliti, yang diteliti, dan masyarakat yang akan memperoleh
dampak dari hasil penelitian tersebut(Notoatmodjo, 2010). Etika penelitian bertujuan
26
untuk melindungi hak-hak subyek dan peneliti selama kegiatan penelitian(Notoatmodjo,
2010). Adapun etika penelitian tersebut menurut Nursalam tahun 2013 yaitu :
1. Right to self determination
Right to self determination adalah hak untuk ikut atau tidak menjadi responden. Right
to self determination ini meliputi : subyek harus diperlakukan secara
manusiawi,subyek mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi
subyek atau tidak, tanpa adanya sanksi apapun atau akan berakibat terhadap
kesembuhannya, jika mereka seorang klien.
2. Right to privasi and dignity
Right to privasi and dignity adalah hak untuk dijaga kerahasiaan. Subyek juga harus
mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan
dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi
responden melalui informed consent.
3. Right to anonymity & Confidentiality atau tanpa nama
Right to anonymity & Confidentiality adalah hak untuk dijaga kerahasiaan identitas
subyek, maka peneliti tidak akan mencantumkan nama subyek, pada lembar
pengumpulan data atau lembar observasi yang diisi hanya diberi nomor kode tertentu.
4. Right to fair treatment or respenct to justice
Right to fair treatment or respenct to justice adalah hak untuk mendapatkan
27
pengobatan, dan harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah
keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila mereka tidak
bersedia atau dikeluarkan dalam penelitian.
5. Right to protection from discomfort & harm
Right to protection from discomfort & harm adalah hak pasien untuk dilindungi dari
ketidaknyamanan terhadap tindakan yang dilakukan dan mendapat jaminan dari
perlakuan yang diberikan. Seorng peneliti harus bertanggung jawab jika ada sesuatu
yang terjadi kepada subyek.
F. Alat dan Pengumpulan Data
1. Alat
Alat pada pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner yang di
berikan kepada karyawan di Badan SAR Nasional. Kuesioner penelitian ini berisikan
tentang data demografi, faktor lingkungan dan faktor prilaku yang berhubungan
dengan kejadian ISPA di Badan SAR Nasional tersebut. Pada data demografi
berisikan umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, merokok, lamanya
merokok dan kejadian ISPA pada responden. Pada faktor lingkungan kuesioner
berisikan pertanyaan dengan jawaban ya dan tidak. Pada faktor prilaku kuesioner
berisikan pernyataan dengan sangat setuju, setuju, kurang setuju, tidak setuju, sangat
tidak setuju.
2. Pengumpulan data
Pada pengumpulan data terdiri dari tiga tahap meliputi :
28
a. Persiapan
Persiapan penelitian dimulai pembuatan kuesioner yang akan digunakan untuk
mengumpulkan data. Kemudian dilanjutkan dengan meminta ijin untuk
melakukan penelitian di Badan SAR Nasional melalui Biro Umum dengan
menyerahkan surat pengantar dari Universitas Muhammadiyah Jakarta. Surat
pengantar diserahkan ke Biro Umum dengan menjelaskan maksud dan tujuan dari
penelitian. Setelah surat ijin dari Biro Umum jadi mulailah ke tahap pelaksanaan
b. Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti membawa kuesioner untuk disebarkan di beberapa lantai di
gedung Badan SAR Nasional. Sebelum memberikan kuesioner, peneliti meminta
ijin terlebih dahulu kepada KABAG/KASUBBAG ditiap lantai dengan
menunjukkan surat ijin penelitian dari Umum. Setelah mendapatkan ijin kuesioner
dibagikan ke beberapa karyawan secara acak yang terlebih dahulu peneliti
menerangkan maksud dan tujuan serta cara pengisian kuesioner. Bila responden
tidak bersedia ikut peneliti tidak memaksa dan bila bersedia responden
menandatangani surat persetujuan menjadi responden. Kuesioner ini berisi
tentang hal yang berhubungan dengan lingkungan baik di tempat kerja maupun di
lingkungan rumah, dan kuesioner yang berhubungan dengan prilaku responden.
Untuk di tiap lantai , peneliti menunggu beberapa saat sampai kuesioner terisi.
Baru kemudian berpindah ke lantai lain. Setelah semua kuesioner terkumpul
selanjutnya masuk ketahap terminasi.
29
c. Terminasi
Pada tahap terminasi, peneliti menggumpulkan semua kuesioner setelah di isi dan
mengucapkan terima kasih kepada setiap responden yang telah ikut serta dalam
penelitian ini. Selanjutnya peneliti mulai dengan mengolah data dari hasil
kuesioner tersebut.
G. Pengolahan Data
Setelah kuisioner diberikan dan telah diisi oleh responden , selanjutnya peneliti akan
melakukan pengolahan data yang meliputi : Editing, Coding, Prosesing dan terakhir
Cleaning.
1. Editing
Editing yaitu melakukan pengecekan pengisian data apakah data tersebut lengkap,
jelas dan relevan
2. Coding
Coding yaitu mengklarifikasi jawaban-jawaban para responden ke dalam kategori.
Klarifikasi dilakukan dengan cara member tanda/kode berbentuk angka pada masing-
masing jawaban.
3. Procesing
Prosessing yaitu memproses data yang dilakukan dengan cara melakukan entry data
dari data yang sudah di dapat dari eksperiment ke paket program komputerisasi.
30
4. Cleaning
Cleaning yaitu membersihkan data yang merupakan kegiatan pengecekan kembali
data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak.
H. Analisa Data
Data yang telah terkumpul kemudian di beri skore tberdasarkan skala agar dapat
menafsirkan data dan memahami arti data. Selanjutnya dianalisa dan diolah dengan uji
statistik. Analisa meliputi analisa univariat dan analisa bivariat .
1. Analisa Univariat
Analisa ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan setiap variabel
penelitian. Pada umumnya adalam analisis ini hanya menghasilkan
distribusi/prosentase dari setiap variabel(Notoatmodjo, 2010). Langkah-langkah
analisa variabel adalah sebagai berikut :
a. Distribusi frekuensi
Keterangan:
P = proposi
f = frekuensi kategori
n = jumlah sampel
P = f/n x 100%
31
b. Membuat table distribusi
Distribusi ini berdasarkan prosentase masing-masing variabel
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2010). Uji yang dipakai adalah Chi
Square dengan kemaknaan α = 0,05. Dengan mengunakan rumus Sabri &
Hastomo(2006)
Keterangan :
X2 = Nilai Chi Square
E = Nilai harapan
O = Nilai observasi
b = Jumlah baris
k = Jumlah kolom
Untuk uji kemaknaan dilakukan dengan membandingkan nilai P(P value) dengan nilai
α = 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%. Dengan hasil uji statistik sebagai berikut :
X2 = ∑ (O-E)/E
Df =(b-1)(k-1)
32
a. Nilai P (P value) ≤ 0,05 H0 ditolak, yang berarti ada hubungan bermakna antara
variabel bebas dengan variabel terikat
b. Nilai P (P value) ≥ 0,05 H0 diterima ,yang berarti tidak ada hubungan yang
bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat.
I. Validitas dan Reabilitas
1. Validitas
Validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan
instrument dalam pengumpulan data (Nursalam, 2013).
Pada penelitian ini sebagai instrument yang digunakan adalah kuisioner yang diisi
oleh responden di Badan SAR Nasional. Dari kuisioner akan diukur apakah hasil
kuisioner menunjukan adanya hubungan antara faktor lingkungan serta faktor prilaku
dengan kejadian ISPA di Badan SAR Nasional. Pertanyaan dan pernyataan dari
kuesioner di dapatkan dari penelitian–penelitian sebelumnya yang di sederhanakan
dan di sesuaikan dengan penelitian ini. Pada kuesioner tentang faktor lingkungan Dari
13 pertanyaan setelah dilakukan uji validitas tinggal 8 pertanyaan yang valid dan bisa
dipakai dalam penelitian ini. Nilai korelasi pada pertanyaan 1 sampai dengan 8 nilai
korelasinya > 0,3. Pada kuesioner tentang faktor prilaku dari 12 penyataan setelah di
lakukan uji validitas tinggal 8 pernyataan yang valid dan bisa dipakai. Nilai
korelasinya > 0,3.
33
2. Reabilitas
Reabilitas ( keandalan) adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta
atau kenyataan tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan
(Nursalam, 2013).
Pada penelitian ini untuk mencari apakah ada hubungan antara faktor lingkungan
dan faktor prilaku dengan kejadian ISPA di Badan SAR Nasional yang di lakukan
pengukuran atau pengamatan sekali untuk mendapatkan gambaran tentang kejadian
ISPA tersebut.
34
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA di Badan SAR
Nasional di mulai dengan permintaan ijin yang dilanjutkan dengan memberikan kuesioner
kepada karyawan di Badan SAR tersebut. Kuesioner di sebar secara acak yang di lakukan selama
1 hari. Sampel diambil sebanyak 76 responden dari beberapa lantai yang berada di Badan SAR
Nasional. Dari kuesioner yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis oleh peneliti untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara kejadian ISPA di Badan SAR Nasional dengan faktor
lingkungan dan faktor prilaku.
Berdasarkan tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk memperoleh data dan gambaran tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA di Badan SAR Nasional, maka hasil
penelitian adalah sebagai berikut :
A. Analisa univariat
Analisa univariat dilakukan peneliti untuk mendapatkan gambaran karakteristik
responden berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan,status perkawinan, merokok dan
pernah Diaqnosa ISPA dalam 3-6 bulan sebelumnya. Distribusi frekuensi tersebut yaitu :
1. Hasil analisa univariat
Hasil analisa univariat berupa data demografi yang meliputi umur, jenis kelamin,
pendidikan, status perkawinan, merokok, lamanya merokok dan kejadian ISPA. Data
tersebut sebagai berikut :
35
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi data demografi karyawan Badan SAR Nasional tahun 2015
No Variabel Kategori Jumlah
n = 76
Prosentase
1 Umur < 30
30-40
> 40
18
47
11
23,68
61,84
14,47
2 Jenis kelamin Laki-laki
Perempuan
46
30
60,53
39,47
3 Pendidikan SLTA
AKADEMI
SARJANA
26
9
41
34,21
11,84
53,95
4 Status perkawinan Tidak kawin
Kawin
13
63
17,11
82,89
5 Merokok
Lamanya merokok
Tidak
Ya
< 10 tahun
>10 tahun
56
20
5
15
73,68
26,32
6,58
19,74
6 Kejadian ISPA Tidak
Ya
36
40
47,36
52,63
Berdasarkan table 5.1 hasil analisis dengan 76 orang responden didapatkan distribusi
umur terbanyak kelompok umur 30-40 tahun sebanyak 47 responden (61,84%), jenis
kelamin terbanyak kelompok laki-laki sebanyak 46 responden (60,53%), tingkat
pendidikan responden terbanyak adalah Sarjana yaitu 41 respponden (53,95%),
status perkawinan terbanyak yaitu kawin yaitu 63 responden (82,89%), tidak merokok
sebanyak 56 responden (73,68%) dengan lama merokok > 10 Tahun sebanyak 15
responden(19,74%) dan pernah terdiaqnosa ISPA sebanyak 40 responden (52,63%).
36
2. Distribusi Berdasarkan Faktor Lingkungan
Distribusi berdasarkan faktor lingkungan adalah sebagai berikut :
Tabel 5.2
Distribusi frekuensi menurut faktor lingkungan di Badan SAR Nasional tahun 2015
Variabel Kategori Jumlah Prosentase
(n = 76)
Faktor Lingkungan Tidak baik 36 47,37
Baik 40 52,63
Berdasarkan table 5.2 hasil analisis didapatkan prosentase nilai kuesioner tentang
faktor lingkungan dengan skor tidak baik sejumlah 36 responden (47,37%) dan skor
baik 40 responden (52,63%).
3. Distribusi Berdasarkan Faktor Prilaku
Distribusi berdasarkan faktor prilaku adalah sebagai berikut :
Tabel 5.3
Distribusi frekuensi menurut faktor prilaku di Badan SAR Nasional tahun 2015
Variabel Kategori Jumlah Prosentase
(n = 76)
Faktor prilaku Beresiko 29 38,16
Tidak beresiko 47 61,84
Berdasarkan table 5.3 hasil analisis didapatkan prosentase nilai kuesioner tentang
faktor prilaku dengan skor beresiko sejumlah 29 responden (38,16%) dan skor tidak
beresiko sebanyak 47 responden (61,84%).
37
B. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas yaitu
kejadian ISPA dengan variabel terikat yaitu faktor lingkungan dan faktor prilaku.
1. Hubungan faktor lingkungan dengan kejadian ISPA
Hubungan antara lingkungan dengan kejadian ISPA di buktikan dengan
menggunakan uji kai kuadrat sebagai berikut :
Tabel 5.4
Tabel hubungan antara faktor lingkungan dengan kejadiaan ISPA
Berdasarkan table 5.4 diatas hasil uji statistic diperoleh nilai p value 0,799 maka dapat
disimpulkan bahwa H0 diterima yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara
faktor lingkungan dengan kejadian ISPA .
2. Hubungan faktor prilaku dengan kejadian ISPA
Hubungan antara prilaku dengan kejadian ISPA di terangkan dalam tabel berikut :
No Variabel dependen Kejadian ISPA
Ya Tidak
N % n %
Total
N %
OR 95%
CI
P
VALUE
1 Lingkungan
Baik
Tidak baik
20 55,56 16 44,44
20 50 20 50
36 100
40 100
0,800
0,324
-
1,975
0,799
38
Tabel 5.5
Tabel hubungan antara faktor prilaku dengan kejadian ISPA
No Variabel
dependen
Kejadian ISPA
Ya Tidak
N % n %
Total
N %
OR 95%
CI
P
VALUE
1 Prilaku
Tidak
beresiko
Beresiko
22 48,65 25 51,35
18 56,41 11 43,58
47 100
29 100
1,860
0,724
-
4,779
0,290
Berdasarkan table 5.5 diatas hasil uji statistic diperoleh nilai Pvalue 0,290, maka dapat
disimpulkan bahwa H0 diterima yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara
faktor prilaku dengan kejadian ISPA.
39
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menguraikan tentang pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan
terdiri dari hasil penelitian dengan tinjauan teori dan hasil penelitian sebelumnya. Bab ini
juga berisi tentang keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian.
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Analisa Univariat
Analisa univariat berisikan gambaran demografi /karakteristik responden. Hasil
penelitian menunjukka bahwa, pada kelompok umur didapatkan umur 30-40
tahun terbanyak dengan jumlah responden 47 (61,84%). Jenis kelamin terbanyak
pada laki-laki berjumlah 46 responden (60,84). Pendidikan terbanyak adalah
sarjana dengan jumlah 41 responden (53,95%). Status perkawinan 63 responden
kawin (82,89). Untuk merokok 56 responden (73,68) tidak merokok. Kejadian
ISPA sebanyak 40 responden(52,63%). Pada faktor lingkungan dengan kategori
tidak baik sebanyak 36 responden (47,37%). Dan pada faktor prilaku beresiko
sebanyak 29 responden(38,16%).
2. Analisa Bivariat
Pada analisa bivariat didapatkan bahwa pada faktor lingkungan tidak ada
hubungan dengan kejadian ISPA. Hal ini dapat dilihat pada Pvalue yang lebih
40
besar dari pada α. Pvalue 0,799 sehingga H0 diterima. Pada faktor prilaku juga
tidak ada hubungan dengan kejadian ISPA . Pvalue 0,290 > α.
B. Hubungan dengan teori dan penelitian
Pada teori yang tertulis pada bab sebelumnya menerangkan bahwa faktor
lingkungan,faktor prilaku menyebabkan ISPA, begitu juga dari hasil penelitian
sebelumnya disebutkan bahwa lingkungan dan prilaku menyebabkan penyakit
tersebut. Tapi pada pendelitian yang telah dilakukan di Badan SAR Nasional tidak
ditemukan adanya hubungan tersebut. Dalam hal ini, dapat dilihat dari hasil kuesioner
yang di isi oleh responden. Pada faktor lingkungan responden banyak yang
menyebutkan bahwa mereka tinggal di perumahan yang tidak padat penduduknya,
memiliki ventilasi cukup, petugas kebersihan sendiri dan lokasi rumahnya berada
jauh dari jalan utama/jalan raya. Jumlah responden kategori baik dan tidak baik
jumlahnya tidak beda jauh. Responden dengan lingkungan baik berjumlah 40
responden(52,63%) sedangkan responden dengan lingkungan tidak baik berjumlah 36
responden (47,37%). Sebagian besar responden mengatakan terpapar asap rokok dan
lokasi tempat kerja dekat dengan jalan raya.
Pada faktor prilaku responden telah berprilaku baik yang berusaha untuk
meningkatkan kesehatan mereka. Hal ini dapat dilihat dari hasil kuesioner yang
menunjukan jumlah responden yang beresiko dengan yang tidak beresiko tidak beda
jauh. Yang tidak beresiko berjumlah 47 responden (61,84%) dan yang beresiko
berjumlah 29 responden (38,16%). Responden memakai masker saat berkendara dan
saat batuk, mereka juga menutup mulut saat bersin dan batuk. Mencuci tangan
41
sebelum dan sesudah makan serta berolah raga minimal 2 x seminggu. Responden
juga segera berobat jika flu/batuk.
Dari teori yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya menerangkan bahwa ISPA di
sebabkan oleh berbagai faktor yang salah satunya adalah faktor lingkungan dan
prilaku. Banyak penelitian menyebutkan memang ada hubungan antara kedua faktor
tersebut dengan kejadian ISPA. Penelitian itu dilakukan oleh Sakti (2012) tentang
konsentrasi zat pencemar yang berdampak pada saluran pernafasan, Halim (2012)
yang mengatakan bahwa merokok memiliki resiko lebih besar dibandingkan denagan
yang tidak merokok, SAPALDIA juga mengatakan bahwa tinggal di dekat jalan raya
/ jalan utama menyebabkan gangguan pada pernafasan. Untuk kepadatan, sering
kontak dan kurangnya sirkulasi juga menjadikan resiko ISPA meningkat (Militay
Medicine, 2011). Akan tetapi ada juga penelitian yang mengatakan bahwa lingkungan
dan prilaku tidak ada hubungannya dengan kejadian ISPA. Penelitian tersebut di
lakukan oleh Sukamawa,Sulistyorini & Keman (2006) yang mengatakan bahwa dari
uji statistik yang mereka lakukan menunjukkan tidak ada pengaruh pencemaran udara
dalam rumah terhadap kejadian ISPA pada anak Balita Dan kepadatan hunian tidak
ada pengaruh terhadap kejadian ISPA. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian
yang di lakukan oleh Oktaviani, Fajar & purba (2010) yang mendapatkan hasil bahwa
tempat pembuangan sampah tidak ada hubungannya dengan kejadian ISPA. Begitu
juga dengan prilaku merokok , pemakaian bahan bakar kayu, dan obat nyamuk bakar
tidak ada pengaruhnya terhadap kejadian ISPA(Sukamawa, Sulistyorini & Keman,
2006)
42
C. Keterbatasan penelitian
Peneliti ingin mengungkapkan keterbatasan-keterbatasan yang dirasakan saat
melakukan penelitian antara lain :
1. Keterbatasan buku tentang ISPA pada dewasa
Penelitian ini kesulitan untuk mendapatkan buku /literature tentang ISPA pada
orang dewasa, paling banyak ditemui hanya buku-buku ISPA pada bayi dan anak
Balita. Untuk orang dewasa hanya sepintas saja karena mungkin ISPA pada orang
dewasa sering dianggap sepele.
2. Keterbatasan kemampuan
Kemampuan peneliti yang terbatas dalam menggali konsep dan teori yang
berkaitan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA ,serta
baru pertama kali peneliti melakukan riset.
43
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini peneliti akan menyimpulkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan
memberikan beberapa saran
A. Kesimpulan
1. Analisa Univariat
Hasil penelitian pada analisa univariat mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian ISPA di Badan SAR Nasional berdasarkan :
a. Data demografi
kategori umur terbanyak pada umur 30-40 tahun dengan jumlah responden 47
(61,84%), kategori jenis kelamin 46 responden (60,53%) berjenis kelamin laki-
laki, kategori pendidikan terbanyak berpendidikan SARJANA dengan jumlah
responden 41 (53,95%), status perkawinan 63 responden (82,89%) berstatus
kawin. Untuk merokok 56 responden (73,68%) tidak merokok dan kejadiaan
ISPA dengan kategori ya berjumlah 40 (52,63%).
b. Faktor lingkungan
Distribusi berdasarkan faktor lingkungan dengan kategori baik berjumlah 40
responden (52,63%).
c. Faktor prilaku
Distribusi berdasarkan faktor prilaku dengan kategori tidak beresiko berjumlah
47 responden (61,84%).
44
2. Analisa Bivariat
a. Hubungan faktor lingkungan dengan kejadian ISPA
Dari hasil kuesioner yang telah diisi oleh 76 responden di peroleh bahwa
lingkungan yang baik serta pernah didiagnosa ISPA jumlahnya sama 20
responden (55,56 %) sedangkan lingkungan yang baik dan tidak pernah
terdiagnosa ISPA sebesar 16 responden (44,4%) . Sedangkan lingkungan yang
tidak baik dan pernah terdiagnosa ISPA dan yang tidak pernah ISPA sama
jumlahnya sebesar 20 responden(50%).
Dari data tersebut disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara ISPA dengan lingkungan. Nilai P value 0,799 sehingga H0 diterima.
b. Hubungan faktor prilaku dengan kejadian ISPA
Pada faktor prilaku yang beresiko dan pernah terdiagnosa ISPA sebesar 18
responden (56,41%) sedangkan prilaku yang beresiko dan tidak terdiagnosa ISPA
sebesar 11 responden (43,58%) . Untuk prilaku yang tidak beresiko dan pernah
terdiagnosa ISPA sebesar 22 responden ( 48,65%) sedangkang prilaku yang tidak
beresiko dan tidak terdiagnosa ISPA sebesar 25 responden(51,35%). Uji statistic
yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
ISPA dengan prilaku. Karena nilai P value 0,290 sehingga H0 diterima.
45
B. Saran
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang sudah dipaparkan, peneliti ingin
menyampaikan saran sebagai berikut :
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat di perbanyak buku-buku tentang infeksi saluran pernafasa akut yang terjadi
pada orang dewasa. Walaupun penyakit ini sering disepelekan akan tetapi dengan
berkembanganya ilmu pengetahuan semakin banyak penemuan tentang penyebab
infeksi saluran pernafasan ini yang menyebabkan suatu wabah dan kematian.
2. Bagi Institusi Pelayanan
Penelitian berharap hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan masukan untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan Karyawan di Badan SAR Nasional
dengan mengurangi atau bila mungkin menghilangkan faktor-faktor yang
menyebabkan peningkatan jumlah penderita ISPA.
3. Pengembangan Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar atau rujukan bagi penelitian lebih lanjut
tentang ISPA yang terjadi di Badan SAR Nasional, sehingga di ketemukan /diketahui
penyebab banyaknya penderita ISPA di sana.
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff,H.,Mukty,Abdul,H. (2010). Dasar-dasar ilmu penyakit paru. (Cetakan
ketujuh). Surabaya: Airlangga University Press
Budiono,Sugeng,A.M.,Jusuf,R.M.S.danPusparini,A. (2005). Bunga rampai hiperkes
& KK ; Higiene perusahaan,ergonomi, Kesehatan kerja, Keselamatan kerja
(Edisi Kedua). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang
BudimandanRiyanto,A. (2013). Kapita selakta kuesioner pengetahuan dan sikap
dalam penelitian kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Depkes RI. (2004). Pedoman pemberantasan penyakit saluran nafas akut untuk
penanggulangan pneumonia pada balita. Jakarta
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik , Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI. (2005).
Pharmaceutical care untuk penyakit infeksi saluran pernafasan
Dinkes Kabupaten Gianyar Propinsi Bali. (2006). Jurnal kesehatan lingkungan
,volume 3
Hastono dan Sabri ,L. (2013). Statistik kesehatan. (Cetakan ke- 7). Jakarta: Rajawali
Pers
Halim,F. (2012). Hubungan faktor lingkungan fisik dengan kejadian infeksi saluran
nafas akut (ISPA) pada pekerja di industri mebel Dukuh Tukrejo Desa Bondo,
Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Universitas
Indonesia
Irianto,K. (2014). Ilmu kesehatan masyarakat. ( Cetakan kesatu). Bandung: Alfabeta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. (2012). Pedoman pengendalian infeksi
saluran pernafasan akut
Maryunani,A. (2010). Ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta: CV. Trans Info
Media
Manurung,S.,Suratun.,dkk . (2013). Gangguan sistem pernafasan akibat infeksi.
(Cetakan kedua). Jakarta: CV. Trans Info Media
Mubarak dan Chayatin,N. (2009). Ilmu keperawatan komunitas; Pengantar dan teori.
Jakarta: Salemba Medika
Military Medicine. (2011). Association between barracks type and acut respiratory
infection ina gender integrated army basic combat training population. http://
Search.Proquest.Com
Noor. (2013). Pengantar epidemiologi penyakit menular. Jakarta: PT.Rineka Cipta
Nursalam. (2013). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan;
pedoman skripsi, Tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. (Edisi ke 6).
Jakarta: Salemba Medika
Oktaviani,D.,Fajar N.A & G Purba.I. (2010). Hubungan kondisi fisik rumah dan
prilku keluarga terhadap kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Cambai
Kota Prabumulih. Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
Ronald. (2005). Gejala penyakitdan pencegahannya. Bandung: Yrama Widya
Syaifuddin. (2006). Anatomi fisiologi; Untuk mahasiswa keperawatan (Edisi 3),
Jakarta: EGC
SAPALDIA Team. (2006). American journal of epidemiologi. http:// Search .
Proquest . Com
Sakti. (2012). Tinjauan tentang kualitas Udara Ambien (NO2, SO2, total suspended
partikulate) terhadap kejadian ISPA di Kota Bekasi Tahun 2004-2011.
Universitas Indonesia
Wibisono,Jusuf,M.,Winarnidan Hariadi, Slamet. (2010). Buku ajar ilmu penyakit
paru. (Cetakan ke II).Surabaya : Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair-
RSUD Dr. Soetomo
KUASIONER PENELITIAN
FAKTOR –FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI
SALURAN NAFAS AKUT DI BADAN SAR NASIONAL
TAHUN 2015
Petunjuk Pengisian :
1. Isilah semua nomor yang berbentuk pertanyaan dan pernyataan yang ada pada kuisioner
dengan jawaban yang jujur sesuai dengan kondisi yang ada.
2. Pilihlah salah satu kotak kosong yang disediakan di samping pertanyaan atau pernyataan
dengan memberi tanda chek list (v) dengan menggunakan bolpoin.
3. Isilah sesuai dengan nomor pertanyaan atau pernyataan.
4. Bila ada pertanyaan atau pernyataan yang tidak dimengerti silahkan tanyakan langsung
pada peneliti.
I. Identitas Responden
a. Nomor Responden * : *(Diisi peneliti)
b. Nama (inisial) :
c. Tanggal Lahir :
d. Jenis Kelamin : Laki-Laki
Perempuan
e. Pendidikan : SLTA
Akademi
Sarjana/Magister
f. Pekerjaan :
g. Status perkawinan : Tidak kawin
Kawin
Janda/Duda
h. Merokok : Tidak
Ya
i. Jika merokok berapa batang sehari : batang/hari
j. Sejak kapan mulai merokok : bulan tahun
k. Terdiagnosa ISPA* : Tidak *(Di isi peneliti)
Ya
II. Kuisioner penilaian faktor lingkungan
1. Apakah ditempat kerja Bapak/Ibu/Saudara terpapar oleh asap rokok ?
tidak Ya
2. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mudah tertular orang yang sedang sakit batuk/flu ?
tidak Ya
3. Apakah Bapak/Ibu/Saudra tinggal di pemukiman padat ?
tidak Ya
4. Apakah tempat tinggal Bapak/Ibu/Saudara dekat dengan jalan raya atau jalan
utama ?
Tidak Ya
5. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mempunyai tempat pembuangan sampah sendiri ?
Tidak Ya
6. Apakah memiliki petugas kebersihan dilingkungan rumah ?
Tidak Ya
7. Apakah pengolahan sampah Bapak/Ibu/Saudara dibakar didekat rumah ?
Tidak Ya
8. Apakah tempat bekerja Bapak/Ibu/Saudara memiliki ventilasi udara yang cukup ?
Tidak Ya
III. Kuisioner penilaian faktor prilaku
No Pernyataan Sangat
setuju
Setuju Kurang
setuju
Tidak
setuju
Sangat
tidak
setuju
1 Saya merasa rileks atau nyaman saat
merokok
2 Saya selalu menutup hidung bila ada
asap atau debu
3 Saya selalu memakai masker saat
berkendara dan saat batuk
4 Saya segera berobat saat saya
flu/batuk
5 Saya selalu menutup mulut & hidung
saat bersin dan batuk dan saya tidak
meludah sembarangan
6 Saya selalu mencuci tangan sebelum
dan sesudah makan
7 Saya selalu melakukan olah raga
secara rutin
8 Frekuensi olah raga saya lakukan
minimal 2 x /minggu