Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

41
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL “Sediaan Gel Steril” Disusun oleh: Nama : Ajeng Septhiani NIM : P17335114034 Kelas : 2-A Dosen Pembimbing: Angreni Ayuhastuti, M. Si., Apt.

Transcript of Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

Page 1: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

“Sediaan Gel Steril”

Disusun oleh:

Nama : Ajeng Septhiani

NIM : P17335114034

Kelas : 2-A

Dosen Pembimbing: Angreni Ayuhastuti, M. Si., Apt.

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

JURUSAN D-III FARMASI

2015

Page 2: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

GEL STERIL DENGAN BAHAN AKTIF FLUOSINOLON ASETONIDA DENGAN

KADAR 0,025%

I. TUJUAN PRAKTIKUM

Untuk mampu menentukan formula yang tepat, mampu membuat sediaan dan

mampu mengevaluasi sediaan gel steril bahan aktif Fluosinolon Asetonida 0,025%.

II. PENDAHULUAN

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan

mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan

oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi (Ansel, 1989).

Beberapa keuntungan sediaan gel diantaranya kemampuan penyebarannya baik

pada kulit, memberikan efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit,

tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis, kemudahan pencuciannya dengan

air yang baik dan pelepasan obatnya baik (Voigt, 1994). Sediaan gel dapat digunakan

secara oral, topikal, intranasal, vaginal dan rektal. Umumnya digunakan sebagai sediaan

dermatologi topikal dan kosmetik.

Gel yang dibuat steril adalah gel untuk penggunaan pada mata atau untuk lubrikan

alat/kateter yang dimasukkan ke dalam tubuh. Pada praktikum ini akan dibuat sediaan gel

steril dengan bahan aktif fluosinolon asetonida.

Fluocinolon asetonida merupakan kortikosteroid digunakan secara topikal untuk

efek glukokortikoidnya dalam pengobatan berbagai gangguan kulit. Fluosinolon asetonid

biasanya digunakan sebagai krim, gel, lotion, salep, atau aplikasi kulit kepala; konsentrasi

biasanya berkisar dari 0,0025 sampai 0,025%. Ketika dioleskan, terutama untuk daerah

yang luas, ketika kulit rusak, atau di bawah dressing oklusif, kortikosteroid dapat diserap

dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan efek sistemik. Kortikosteroid topikal

dipakai untuk mengobati radang kulit yang bukan disebabkan oleh infeksi. Kortikosteroid

menekan berbagai komponen reaksi pada saat digunakan saja; kortikosteroid sama sekali

tidak menyembuhkan, dan bila pengobatan dihentikan kondisi semula mungkin muncul

kembali. Obat-obat ini diindikasikan untuk menghilangkan gejala dan penekanan tanda-

tanda penyakit bila cara lain seperti pemberian emolien tidak efektif (BPOM, 2015).

Tetapi Fluosinolon asetonid juga digunakan secara topikal dengan antibakteri dalam

pengobatan gangguan infeksi radang mata, telinga, dan hidung (Sweetmen, 2009).

Page 3: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

Gel Fluosinolon setonida digunakan dua kali sehari selama satu minggu pada area

kulit yang terjadi inflamasi.

III. TINJAUAN PUSTAKA

Gel, kadang-kadang disebut Jeli, merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi

yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang

terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya Gel Aluminium Hidroksida).

Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel

kadang-kadang dinyatakan sebagai magma (misalnya Magma Bentonit). Baik gel maupun

magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair

pada pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin

homogenitas dan hal ini tertera pada etiket (lihat Suspensi) (Kemenkes RI, 2014).

Gel fase tungal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam

suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang

terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya

Karbomer) atau dari gom alam (misalnya Tragakan). Sediaan tragakan disebut juga

musilago. Walaupun gel-gel ini umumnya mengandung air, etanol dan minyak dapat

digunakan sebagai fase pembawa. Sebagai contoh, minyak mineral dapat dikombinasi

dengan resin polietilena untuk membentuk dasar salep berminyak. Gel dapat digunakan

untuk obat yang diberikan secara topikal atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh

(Kemenkes RI, 2014).

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan

mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan

oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi (Ansel, 1989). Zat-zat pembentuk

gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi,

pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis supositoria. Secara luas sediaan gel banyak

digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses

industri. Pada kosmetik yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan

pewangi dan pasta gigi (Herdiana, 2007).

Makromolekul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan sampai tidak terlihat

ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika masa gel terdiri dari kelompok-

kelompok partikel kecil yang berbeda, maka gel ini dikelompokkan dalam sistem dua fase

Page 4: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

(Ansel, 1989). Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik

meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis

dan semisintetis seperti metil selulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan

karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi.

Gel dibuat dengan proses peleburan, atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan

dengan sifat mengembang dari gel (Lachman, dkk, 1994).

Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.

1. Dasar gel hidrofobik Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel

anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi

antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara

spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel,

1989).

2. Dasar gel hidrofilik Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul

organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase

pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik

pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik

menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk

dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik

umummnya mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan

pengawet (Voigt, 1994).

Keuntungan Sediaan Gel (Voigt, 1994) adalah sebagai berikut:

- kemampuan penyebarannya baik pada kulit

- efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit

- tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis

- kemudahan pencuciannya dengan air yang baik

- pelepasan obatnya baik

Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya

kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan bahan

pengawet. Untuk upaya stabilisasi dari segi mikrobial di samping penggunaan bahan-bahan

pengawet seperti dalam balsam, khususnya untuk basis ini sangat cocok pemakaian metil

dan propil paraben yang umumnya disatukan dalam bentuk larutan pengawet. Upaya lain

Page 5: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

yang diperlukan adalah perlindungan terhadap penguapan yaitu untuk menghindari

masalah pengeringan. Oleh karena itu untuk menyimpannya lebih baik menggunakan tube.

Pengisian ke dalam botol, meskipun telah tertutup baik tetap tidak menjamin perlindungan

yang memuaskan (Voigt, 1994).

Pengolongan (Liebermann, 1989) :

1. Berdasarkan sifat fasa koloid :

Gel anorganik,  contoh : bentonit magma

Gel organik, pembentuk gel berupa polimer

2. Berdasarkan sifat pelarut :

Hidrogel (pelarut air).

Contoh : bentonit magma, gelatin

Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik). Contoh : plastibase (suatu polietilen

dengan BM rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan

secara  shock cooled), dan dispersi logam stearat dalam minyak.

Xerogel.

Contoh : gelatin kering, tragakan ribbons dan acacia tears, dan sellulosa kering dan

polystyrene.

3. Berdasarkan bentuk struktur gel:

Kumparan acak

Heliks

Batang

Bangunan kartu

4. Berdasarkan jenis fase terdispersi:

Gel fase tunggal

Gel sistem dua fasa

Sifat dan Karakteristik Gel (Liebermann, 1989) :

1. Swelling

2. Sineresis

3. Efek suhu

4. Efek elektrolit

5. Elastisitas dan rigiditas

6. Rheologi

Page 6: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

Fluocinolone asetonid merupakan kortikosteroid digunakan secara topikal untuk

efek glukokortikoidnya dalam pengobatan berbagai gangguan kulit. Fluosinolon asetonid

biasanya digunakan sebagai krim, gel, lotion, salep, atau aplikasi kulit kepala; konsentrasi

biasanya berkisar dari 0,0025 sampai 0,025%. Ketika dioleskan, terutama untuk daerah

yang luas, ketika kulit rusak, atau di bawah dressing oklusif, kortikosteroid dapat diserap

dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan efek sistemik (Sweetmen, 2009).

Kortikosteroid topikal dipakai untuk mengobati radang kulit yang bukan

disebabkan oleh infeksi. Kortikosteroid menekan berbagai komponen reaksi pada saat

digunakan saja; kortikosteroid sama sekali tidak menyembuhkan, dan bila pengobatan

dihentikan kondisi semula mungkin muncul kembali. Obat-obat ini diindikasikan untuk

menghilangkan gejala dan penekanan tanda-tanda penyakit bila cara lain seperti

pemberian emolien tidak efektif (BPOM, 2015). Tetapi Fluocinolone asetonid juga

digunakan secara topikal dengan antibakteri dalam pengobatan gangguan infeksi radang

mata, telinga, dan hidung (Sweetmen, 2009).

Dosis

Gel Fluosinolon setonida digunakan dua kali sehari selama satu minggu pada area kulit

yang terjadi inflamasi (patient.info/medicine/fluosinolone-for-inflamatory-skin-condition-

synalar)

IV. FORMULASI

1. Fluosinolon Asetonida (RM: C24H30F2 O2 BM: 452,50)

Pemerian Fluosinolon asetonida berbentuk serbuk hablur dalam air;

putih atau praktis putih, tidak berrbau; stabil (FI V hlm. 460,

pdf).

Kelarutan Fluosinolon asetonida tidak larut dalam air; larut dalam

metanol, sukar larut dalam eter dan kloroform (FI V hlm.

460, pdf).

Stabilitas:

Panas Fluosinolon asetonida meleleh pada suhu 270℃ disertai

dekomposisi (FI V hlm. 460, pdf).

Hidrolisis Tidak ditemukan pada literatur FI V, Martindale 36th ed., BP

2009, JP 15th ed., TPC 12th ed.

Page 7: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

Cahaya Fluosinolon asetonida tidak stabil terhadap cahaya. (BP

2009)

pH Tidak ditemukan pada literatur FI V, Martindale 36th ed., BP

2009, JP 15th ed., TPC 12th ed. Sehingga pH sediaan

mengikuti pH kulit yaitu 4,5-6,5.

Penyimpanan Fluosinolon asetonida harus disimpan dalam wadah

terlindung dari cahaya. (BP 2009)

Kesimpulan :

Bentuk zat aktif yang digunakan (basa/asam/garam/ester) : Garam

Bentuk sediaan (lar/susp/emulsi/serbuk rekonstitusi) :Gel

Cara sterilisasi sediaan : Sediaan disterilisasi dengan metode radiasi menggunakan

sinar Gamma Co60 dengan dosis minimum 25 kGy.

Kemasan : Sediaan disimpan dalam tube tertutup rapat, terlindung dari cahaya.

2. Na CMC

Pemerian Berwarna putih atau hampir putih, tidak berwarna, tidak

berbau, tidak berasa, granul serbuk higroskopik setelah

pengeringan. (HOPE 6th ed. 2009 p. 118)

Kelarutan Praktis larut dalam aseton, etanol 95%, eter dan toluena.

(HOPE 6th ed. 2009 p. 119)

Stabilitas Na CMC stabil meskipun material bersifat higroskopik.

Dibawah kondisi kelembapan yang tinggi dapat menyerap air

dalam jumlah besar >50%. Larutan stabil pada pH 2-10,

endapan dapat terjadi pada pH dibawah 2 dan kekentalan

larutan menurun dengan cepat diatas pH 10. Umumnya

larutan menunjukan kekentalan maksimum dan stabil pada

pH 7-9. (HOPE 6th ed. 2009 p. 120)

Kegunaan Suspending agent, floculating agent, viscosity-increasing

agent. (HOPE 6th ed. 2009 p. 120)

Inkompabilitas Na CMC tidak kompatibel dengan larutan asam kuat dan

dengan garam besi dan beberapa metal lainnya, sperti

Page 8: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

alumunium, merkuri dan seng. Tidak kompatibel juga dengan

xanthan gum. Endapan dapat terjadi pada pH <2 dan juga

ketika diaduk dengan etanol 95%. Na CMC membentuk

konservatif kompleks dengan gelatin dan pektin juga

membentuk kompleks dengan kolagen dan mampun

mengendapkan protein tertentu yang bermuatan positif.

(HOPE 6th ed. 2009 p. 120)

3. Metilparaben

Pemerian Hablur kecil, tidak berwara atau serbuk hablur, putih; tidak

berbau atau berbau khas lemah; sedikit rasa terbakar (FI V

hlm.856).

Kelarutan Sukar larut dalam air, dalam benzen dan dalam karbon

tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam eter (FI IV

hlm.856).

Stabilitas Larutan encer metilparaben pada pH3-6 disterilisasi dengan

autoklaf pada 1200C selama 20 menit, tanpa dekomposisi.

Larutan encer metilparaben pada pH 3-6 stabil (kurang dari

10% dekomposisi) sampai sekitar 4 tahun di suhu kamar,

sedangkan larutan metilparaben pada pH 8 atau di atas terjadi

hidrolisis cepat (10% atau lebih setelah sekitar 60

penyimpanan hari pada suhu kamar) (HOPE 6th ed. 2009

p.443).

Kegunaan Kegunaan: Pengawet antimikroba (HOPE 6th ed. 2009 p.441).

Inkompabilitas Metilparaben telah dilaporkan tidak dapat bercampur dengan

bahan lain, seperti bentonit, magnesium trisilikat, talk,

tragakan, natrium alginat, minyak esensial, sorbitol, dan

atropin. Metilparaben juga bereaksi dengan berbagai gula dan

alkohol gula yang terkait Penyerapan Metilparaben oleh

plastik juga telah dilaporkan.; jumlah yang diserap tergantung

pada jenis plastik. Telah dinyatakan bahwa low-density dan

Page 9: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

high-density polietilen botol tidak menyerap metilparaben.

Metilparaben berubah warna dengan adanya besi dan tunduk

pada hidrolisis oleh basa lemah dan asam kuat (HOPE 6th ed.

2009 p.443).

4. Propilparaben

Pemerian Serbuk atau hablur kecil, tidak berwarna (FI V hlm 1072).

Kelarutan Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam air mendidih,

mudah larut dalam etanol dan dalam eter (FI V hlm 1072).

Stabilitas Larutan encer propilparaben pada pH 3-6 dapat disterilkan

dengan autoklaf, tanpa dekomposisi. Pada pH 3-6, larutan

stabil (kurang dari 10% dekomposisi sampai sekitar 4 tahun

pada suhu kamar, sedangkan pada pH 8 atau diatas akan

terjadi hidrolisis cepat (10% atau lebih setelah 60 hari pada

suhu kamar (HOPE 6th ed. 2009 p.597).

Kegunaan Pengawet antimikroba (HOPE 6th ed. 2009 p. 596).

Inkompabilitas Aktivitas antimikroba dari propilparaben berkurang jauh pada

surfaktan nonionik sebagai akibat dari micellization.

Penyerapan propilparaben oleh plastik telah dilaporkan,

dengan jumlah yang diserap tergantung pada jenis plastik.

Magnesium silikat alumunium, magnesium trisilikat, oksida

besi kuning, dan biru laut juga telah dilaporkan dapat

menyerap propilparaben sehingga mengurangi efektivitas

pengawet. Propilparaben berubah warna dengan adanya besi

dan terjadi hidrolisis cepat oleh basa lemah dan asam kuat

(HOPE 6th ed. 2009 p. 597).

5. Propilenglikol

Page 10: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

Pemerian Tidak berwarna, kental, cairan praktis tidak berbau jelas

dengan manis, rasa sedikit pedas menyerupai glisein. (HOPE

6th ed. 2009 p. 592)

Kelarutan Larut dalam aseton, kloroform, etanol 95%, gliserin, air, larut

pada 1 dalam 6 bagian eter, tidak larut dalam minyak mineral

ringan atau minyak tetap, tetapi akan melarutkan beberapa

minyak esensial. (HOPE 6th ed. 2009 p. 592)

Stabilitas Pada suhu dingin, propilen glikol stabil dalam wadah yang

tertutup, tetapi pada suhu tinggi, ditempat terbuka cenderung

mengoksidasi sehingga menimbulkan produk seperti

propionaldehida, asam laktat, asam piruvat, asam asetat.

Propilen glikol secara kimiawi stabil bila dicampur dengan

etanol 95%, gliserin, air. Larutan dalam air dapat disterilkan

dengan autoklaf. Propilen glikol higroskopis dan harus

disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya,

ditempat sejuk dan kering. (HOPE 6th ed. 2009 p. 593)

Kegunaan Pelarut metilparaben dan propilparaben. (HOPE ed. 6th p.

592)

Inkompabilitas Propilen glikol tidak kompatibel dengan reagen pengoksidasi

seperti kalsium permanganat. (HOPE 6th ed. 2009 p. 593)

6. Na2EDTA

Pemerian Kristal putih, bubuk, tidak berbau dengan rasa sedikit asam.

(HOPE 6th ed. 2009 p. 243)

Kelarutan Na-EDTA praktis tidak larut dalam dalam kloroform dan

eter, sedikit larut dalam etanol (95%), 1 bagian larut dalam

11 bagian air. (HOPE 6th ed. 2009 p. 243)

Stabilitas Na-EDTA kehilangan air kristal jika dipanaskan sampai

120ºC. Larutan encer dinatrium edetat dapat disterilkan

dengan autoclaving. Harus disimpan dalam wadah bebas

alkali. Na-EDTA higroskopis dan tidak stabil bila terkena air.

Page 11: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

(HOPE 6th ed. 2009 p. 243)

Kegunaan Chellating agent. (HOPE ed. 6th p. 242)

Inkompabilitas Dinatrium edetat sebagai asam lemah menggeser

karbondioksida dari karbonat dan bereaksi dengan logam

untuk membentuk hidrogen. Hal ini tidak sesuai dengan zat

pengoksidasi kuat, basa kuat, ion logam dan paduan logam.

(HOPE 6th ed. 2009 p. 243)

7. Aqua pro injeksi

Pemerian Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.

(HOPE 6th ed. 2009 p. 766)

Kelarutan Bercampur dengan sebagian besar pelarut polar. (HOPE 6th

ed. 2009 p. 766)

Stabilitas Air secara kimiawi stabil disemua keadaan fisiknya, (cair, es

dan uap). (HOPE 6th ed. 2009 p. 766)

Kegunaan Pelarut. (HOPE 6th ed. 2009 p. 766)

Inkompabilitas Dalam formulasi farmaseitka air dapat bereaksi dengan obat-

obatan dan eksipien lain yang rentan terhadap hidrolisis

(terdekomposisi dengan adanya air atau uap air) pada

peningkatan suhu, air bereaksi secara kuat dengan logam

alkali dan bereaksi cepat dengan alkali tanah dan oksidasinya

seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga

bereaksi dengan komposisi yang bervariasi, dengan beberapa

bahan organik dan kalsium karbida. (HOPE 6th ed. 2009 p.

768)

V. PENDEKATAN FORMULA

No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan

1. Fluosinolon Asetonida 0,0275% b/v Bahan Aktif

2. Metilparaben 0,1% b/v Pengawet

3. Propilparaben 0,01% b/v Pengawet

Page 12: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

4. Propilenglikol 0,55% b/v Pelarut metilparaben dan propilparaben

5. Na2EDTA 0,05% Pengkompleks

5. HCl 2N q.s Adjust pH (bila perlu)

6. NaOH 2N q.s Adjust pH (bila perlu)

7. Na CMC 5% Ad 100% b/v Basis gel dan peningkat konsistensi

VI. PENIMBANGAN

Penimbangan

Dibuat 3 tube (@5 gram) = 15 gram

Tiap tube dilebihkan 10%:

5 g+(10 g

100 g×5 g )=5,5 gram

Total sediaan dilebihkan 20%:

(5 g × 3) = 16,5 g

16,5 g+20 g

100 g×16,5 g=19,8 g 20 g

Penimbangan dibuat sebanyak 20 g, karena untuk memenuhi syarat isi minimum,

bobot tiap tube dilebihkan 10% . Untuk mencegah kehilangan bobot selama proses

pembuatan maka bobot total sediaan dilebihkan 2%, sehingga bobot total yang

dibuat 20 g.

No. Nama Bahan Jumlah yang ditimbang

1. Fluonisolon

asetonida

Untuk memenuhi syarat kadar ZA dalam sediaan

otik (90-110%). ZA dilebihkan 10%

0,025g100 g

×20 g=0,005 g

0,005 g+( 10 g100 g

× 0,005 g)=0,0055 g

Page 13: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

2. Metilparaben 0,1 g100 g

×20 g=0,02 g

Kelarutan dalam propilenglikol 1:5

propilenglikol untuk melarutkan:

0,02 × 5 ml = 0,1 g

3. Propilparaben 0,01 g100 g

×20 g=0,002 g

Kelarutan dalam propilenglikol 1:3,9

propilenglikol untuk melarutkan:

0,002 × 3,9 ml = 0,0078 g 0,01 g

5. Basis gel (mucilago

Na CMC 5%)

20 g−(0,0055 g+0,02 g+0,1 g+0,002 g+0,1 g ) =

18,852 gram

Pembuatan basis gel (Mucilago Na CMC 5%)

Dibuat 25 gram

Na CMC 5%

5g100 g

×25 g=1,25 g

Aqua pro injeksi untuk mengembangkan

ad 25 ml

25 g-1,25 g= 23,75 ml

VIII. STERILISASI

a. Alat

Nama Alat Cara Sterilisasi

Waktu

Sterilisasi Jumlah

Beaker glass 50 ml Dengan menggunakan oven pada suhu 170℃ 1 jam 3

Gelas ukur 10 ml

Dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121

℃, tekanan 15 psi 15 menit 1

Gelas ukur 25 ml Dengan menggunakan autoklaf suhu 121℃ 15 menit 1

Kaca arloji Dengan menggunakan oven pada suhu 170℃ 1 jam 3

Page 14: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

Sudip

Desinfeksi dengan cara direndam dalam

alkohol 70% 3

Spatel Dengan menggunakan oven pada suhu 170℃ 1 jam 3

Batang pengaduk Dengan menggunakan oven pada suhu 170℃ 1 jam 1

Pipet Dengan menggunakan oven pada suhu 170℃ 1 jam 1

Karet pipet

Desinfeksi dengan cara direndam dalam

alkohol 70% 24 jam 1

Erlenmeyer 50 ml Dengan menggunakan oven pada suhu 170℃ 1 jam 1

Mortir Dengan menggunakan oven pada suhu 170℃ 15 menit 1

Stamper Dengan menggunakan oven pada suhu 170℃ 15 menit 1

b. Wadah

No. Nama alat Jumlah Cara sterilisasi

1. Tube 3

Dengan menggunakan oven pada suhu 170

℃ selama 1 jam

2. Tutup tube 3

Desinfeksi dengan cara direndam dalam

alkohol 70% selama 24 jam

c. Bahan

No. Nama bahan Jumlah Cara sterilisasi

1. Fluosinolon asetonida 0,055 g

Dengan menggunakan oven pada suhu 170

℃ selama 1 jam

2. Metilparaben 0,02 g

Dengan menggunakan oven pada suhu 170

℃ selama 1 jam

3. Propilparaben 0,002 g

Dengan menggunakan oven pada suhu 170

℃ selama 1 jam

4. Propilenglikol 0,11 g Radiasi dengan dosis 25 kGy

5. Na2EDTA 0,01 g

Dengan menggunakan oven pada suhu 170

℃ selama 1 jam

6. Na CMC 1,25 g Dengan menggunakan oven pada suhu 170

Page 15: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

℃ selama 1 jam

7. Aqua pro injeksi 30 ml

Dengan menggunakan autoklaf pada suhu

121℃ selama 15 menit, tekanan 15 psi.

IX. PROSEDUR PEMBUATAN

RUANG PROSEDUR

Grey area

(Ruang sterilisasi)

1. Semua alat dan wadah dicuci bersih, dibilas dengan aquadest

dan dikeringkan.

2. Bagian mulut beaker glass, erlenmeyer, gelas ukur dan pipet

tetes disumbat dengan kertas perkamen atau alumunium foil.

3. Dilakukan sterilisasi dengan cara:

- Gelas ukur disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada

suhu 121℃ selama 15 menit, tekanan 15 psi.

-Batang pengaduk, spatel, beaker glass, tube, mortir, stamper

dan erlenmeyer disterilisasi dengan menggunakan oven pada

suhu 170℃ selama 1 jam.

-Karet pipet dan tutup tube didesinfeksi dengan alkohol 70%

selama 24 jam.

4. Pembuatan aqua pro injeksi 30 ml

Aqua bidest dalam beaker glass 50 ml disterilisasi dengan

menggunakan autoklaf pada suhu 121℃ selama 15 menit,

tekanan 15 psi.

5. Setelah sterilisasi, semua alat dan wadah dimasukkan ke

transfer box menuju ke white area.

Grey Area

(Ruang

penimbangan)

1. Fluosinolon asetonida ditimbang sebanyak 0,0055 gram pada

kaca arloji, ditutup dengan alumunium foil dan diberi label nama

dan jumlah bahan.

2. Metilparaben ditimbang sebanyak 0,02 gram pada kaca arloji,

ditutup dengan alumunium foil dan diberi label nama dan jumlah

bahan.

3. Propilparaben ditimbang sebanyak 0,002 gram pada kaca arloji,

Page 16: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

ditutup dengan alumunium foil dan diberi label nama dan jumlah

bahan.

4. Propilenglikol ditimbang sebanyak 0,11 gram pada kaca arloji,

ditutup dengan alumunium foil dan diberi label nama dan jumlah

bahan.

5. Na CMC ditimbang sebanyak 1,25 gram pada kaca arloji,

ditutup dengan alumunium foil dan diberi label nama dan jumlah

bahan.

6. Na2EDTA ditimbang sebanyak 0,01 gram pada kaca arloji,

ditutup dengan alumunium foil dan diberi label nama dan jumlah

bahan.

7. Setelah dilakukan penimbangan, bahan-bahan dimasukkan ke

dalam transfer box menuju ke white area.

White area

(Ruang

pencampuran)

Grade C

1. Siapkan aqua pro injeksi. Buat aqua pro injeksi pH 7 dengan

cara:

Siapkan aqua p.i. sebanyak 30 ml pada beaker glass 50 ml. Cek

pHnya dengan menggunakan pH meter. Bila pH aqua p.i. kurang

atau lebih dari 7 tambahkan adjust pH sampai pHnya 7.

2. Geliing agent yaitu NaCMC dikembangkan dengan cara:

23,75 ml aqua p.i pH 7 dimasukkan ke dalam mortir, sedikit demi

sedikit NaCMC dimasukkan. Kemudian digerus kuat hingga

terbentuk mucilago.

3. Basis gel yang telah dikembangkan ditimbang sejumlah yang

diperlukan yaitu 18,852 gram.

4. Metilparaben dilarutkan dengan propilenglikol pada kaca arloji.

Diaduk ad larut.

5. Propilparaben dilarutkan dengan propilenglikol pada kaca arloji.

Diaduk ad larut.

6. Na2EDTA dilarutkan dengan aqua p.i. pH 7 pada kaca arloji.

Diaduk ad larut.

7. Sedikit basis gel yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam

mortir steril.

8. Bahan tambahan lainnya seperti metilpraben, propilparaben dan

Na2EDTA dimasukkan ke dalam mortir dengan menggunakan

Page 17: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

sudip sampai bersih. Campuran dalam mortie digerus ad

homogen.

9. Sediaan gel dalam mortir digenapkan hingga kira-kira sampai

80% dengan basis gel. Lakukan pengecekan pH dengan

menggunakan pH meter. Tambahkan adjust pH bila pH sediaan

tidak sesuai dengan syarat pH yang ditentukan.

10.Semua basis gel yang tersisa dimasukkan ke dalam mortir.

11. Gel ditimbang diatas perkamen steril sebanyak 5,5 gram.

Kemudian kertas perkamen digulung untuk menutupi sediaan gel.

12. Gulungan kertas perkamen yang berisi gel tersebut kemudian

dimasukkan ke dalam tube steril dalam kondisi ujung tube keluar

dalam keadaan tertutup. Ujung tube ditekan dengan pinset steril

dan keluarkan kertas perkamen dengan cara menarik kertas

perkamen keluar.

13. Tube ditutup dengan melipat bagian belakang yang terbuka

dengan menggunakan pinset steril.

14. Sediaan yang telah ditutup ditransfer ke ruang sterilisai melalui

transfer box,

Grey area

(Ruang sterilisai)

Sediaan disterilisasi menggunakan radiasi sinar gamma Co60 dengan

dosisminimum 25 kGy.

Grey area

(Ruang evaluasi)

1. Lakukan evaluasi sediaan.

2. Sediaan diberi etiket dan brosur kemudian dikemas dalam wadah

sekunder.

Page 18: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

X. DATA PENGAMATAN EVALUASI SEDIAAN

No. Jenis evaluasi Prinsip evaluasi Jumlah

sampel

Hasil

pengamata

n

Syarat

1. Evaluasi Fisika

a. Organoleptik Pengamatan fisik

mengenai warna

dan bau pada

sediaan.

3 tube Warna:

Bening

Bau: Tidak

berbau

Warna: Bening

Bau: Tidak

berbau

b. Penetapan pH Sedkit sdiaan

diencerkan terlebih

dahulu dengan

sejumlah aqua p.i,

kemudian dicek

pHnya dengan

menggunakan pH

meter

3 tube pH sediaan

6,46

pH sediaan 4,5-

6,5

c. Viskositas Dengan

menggunakan

viskometer stormer

3 tube Dispensasi Viskositas

sediaan 10.000-

20.000 CPs.

d. Homogenitas Mengamati

keseragaman

ukuran partikel di

kaca arloji.

3 tube Partikel pada

sediaan

homogen

Partikel pada

sediaan homogen

e. Distribusi

ukran partikel

Mengamati

distribusi ukuran

partikel di kaca

arloji/ dengan

menggunakan

mikroskop

3 tube Dispensasi Partikel

berukuran

seragam dan

terdistribusi

merata

f. Isi minimum Ambil contoh 3

wadah berisi zatuji.

Hilangkan etiket

3 tube Bobot tube

kosong:

1: 2,053 g

Bobot bersih

tidak kurang dari

80% dari bobot

Page 19: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

yang dpat

mempengaruhi

bobot pada waktu

isi wadah

dikeluarkan. Bersih

dan keringkan

wadah, timbang

satu persatu.

Keluarkan isi

wadah secara

kuantitatif dari

masing-masing

wadah. Potong

ujung wadah, cuci

dengan pelarut

yang sesuai, hati-

hati agar bagian

tutup wadah dan

bagian lain tidak

terpisahkan.

Keringkan dan

timbang wadah

kosong tersebut.

Perbedaan antara

dua penimbangan

adalah bobot

bersih.

2: 2,063 g

3: 1,986 g

Bobot tube

tambah

sediaan:

1: 6,953 g

2: 7,316 g

3: 7,260 g

Isi sediaan:

1: 4,9 g

2: 5,253 g

3: 5,274 g

yang tertera pada

etiket.

g. Uji kebocoran

tube

Menggunakan

desikator vakum

dan penambahan

methylen blue. Jika

tube mengalami

kebocoran maka

isinya akan

3 tube Dispensasi Tidak terjadi

kebocoran pada

tube

Page 20: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

berwaena biru.

h. Uji

pelepasahZA

Dengan

menggunakan kulit

ular atau selofan

3 tube Dispensasi Waktu ZA dapat

melewati kulit

ular atau selofan

kecil.

i. Uji difusi ZA Dengan

menggunakan

membran yang

memiliki komposisi

yang lemak yang

sama dengan

manusia.

3 tube Dispensasi ZA mudah

terdifusi pada

membran.

j. Stabilitas gel Yield value sediaan

viskoelastis dapat

ditentukan dengan

penetrometer.

Dilakukan uji

dipercepat dengan

sentrifugasi atau

agitasi (kec. 30.000

RPM)

3 tube Dispensasi Yield value antara

100-1000

dines/cm3

menunjukkan

kemampuan

mudah tersebar.

2. Evaluasi Kimia

a. Identifikasi

bahan aktif

Dengan cara

absorpsi inframerah

3 tube Dispensasi Sesuai dengan

monografi

Fluosinolon

asetonida

b. Penetapan

kadar

Dengan cara

kromatografi

kinerja tinggi

3 tuve Dispensai Kadar antara

98,0%-102,0%.

(USP 30 NF-25)

3. Evaluasi Biologi

a. Uji sterilitas Dilakukan dengan

inokulasi langsung

ke dalam media uji

menggunakan

3 wadah Dispensai Sediaan harus

steril dan tidak

terjadi

pertumbuhan

Page 21: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

media trioglikonat

cair dan soybean

kasein digest.

bakteri pada

media selama 14

hari.

b. Uji

kandungan zat

AM

Dengan

menggunakan

kromatografi gas.

3 wadah Dispensasi Tidak lebih dari

20% dari jumlah

yang tertera pada

etiket.

c. Uji efektivitas

pengawet

Inokulasi tiap

wadah dengan

suspensi inokula

antara 0,5% dan

1%.

3 wadah Dispensasi Tidak terjadi

peningkatan lebih

tinggi dari log 0,5

unit terhadap nilai

log mikroba awal.

XI. PEMBAHASAN

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan

mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan

oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi (Ansel, 1989). Gel yang dibuat

steril adalah gel untuk penggunaan pada mata atau untuk lubrikan alat/kateter yang

dimasukkan ke dalam tubuh. Pada praktikum ini akan dibuat sediaan gel steril dengan

bahan aktif fluosinolon asetonida.

Berdasarkan perbedaan basisnya, gel dapat dibedakan menjadi dua yaitu basis

hodrofobik (organogel) dan basis hidrofilik (hidrogel) (Ansel, 1994). Basis hidrofobik

biasanya mengandung solven selain air, bahan pembentuk gel berupa senyawa hidrokarbon

atau lemak. Kerugian basis gel hidrofob antara lain berminyak, lengket, tidak mudah

dihilangkan dari permukaan kulit dan kurang akseptabel. Sedangkan basis hidrofilik

biasanya memiliki kandungan air yang cukup besar, sediaan gel yang dibuat dengan

menggunakan basis hidrofilik biasanya mudah tercucikan, memberikan sensasi dingin pada

kulit dan meninggalkan lapisan tipis dan transparan di kulit. Sehingga dalam hal ini dibuat

sediaan gel dengan basis hidrofilik. Dalam basis gel diperlukan bahan pembentuk gel yang

disebut gelling agent, maka pada sediaan ditambahkan zat pembentuk gel yang juga

merupakan basis gel yaitu Na CMC, Na CMC merupakan bahan pembentuk gel untuk

golongan hidrogel dan merupakan basis gel hidrofilik.

Page 22: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

Bahan aktif yaitu fluosinolon asetonida memiliki kelarutan yang tidak larut dalam

air, jika bahan aktif dalam sediaan gel steril dilarutkan dalam pelarut bukan air

dikhawatirkan terjadinya iritasi sehingga dalam pembuatannya bahan aktif yaitu

fluosinolon asetonida didispersikan dalam basis gelnya. Sediaan gel dengan bahan aktif

fluosinolon asetonida kadar kemurniannya harus tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari

110%. Bahan yang tersedia untuk pembuatan sediaan kadar kemurniaanya 100%, sehingga

pada penimbangannya bahan aktif dilebihkan 10%.

Fluosinolon asetonid meleleh pada suhu 270℃ disertai dekomposisi, sehingga

bahan aktif dapat disterilisai dengan menggunakan oven. Namun sediaan akhir disterilisasi

dengan cara radiasi karena untuk menghindari rusaknya sediaan.

Fluosinolon asetonid merupakan kortikosteroid digunakan secara topikal untuk

efek glukokortikoidnya dalam pengobatan berbagai gangguan kulit. Fluosinolon asetonid

biasanya digunakan sebagai krim, gel, lotion, salep, atau aplikasi kulit kepala;

konsentrasi biasanya berkisar dari 0,0025 sampai 0,025%. Ketika dioleskan, terutama

untuk daerah yang luas, ketika kulit rusak, atau di bawah dressing oklusif, kortikosteroid

dapat diserap dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan efek sistemik.

Kortikosteroid topikal dipakai untuk mengobati radang kulit yang bukan disebabkan oleh

infeksi. Kortikosteroid menekan berbagai komponen reaksi pada saat digunakan saja;

kortikosteroid sama sekali tidak menyembuhkan, dan bila pengobatan dihentikan kondisi

semula mungkin muncul kembali. Obat-obat ini diindikasikan untuk menghilangkan

gejala dan penekanan tanda-tanda penyakit bila cara lain seperti pemberian emolien tidak

efekti (BPOM, 2015). Tetapi Fluocinolone asetonid juga digunakan secara topikal

dengan antibakteri dalam pengobatan gangguan infeksi radang mata, telinga, dan hidung.

(Sweatmen,2009)

Tujuan umum penggunaan obat pada terapi dermatologi adalah untuk

menghasilkan efek terapetik pada tempat-tempat spesifik di jaringan epidrrmis. Absorbsi

perkutan didefinisikan sebagai absorbsi yang dapat menembus lapisan stratum korneum

(lapisan tanduk) dan berlanjut menembus lapisan di bawahnya dan akhirnya masuk ke

sirkulasi darah (Lachman, dkk, 1994).

Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya

kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan bahan

pengawet. Selain itu, sediaan digunakan sebagai multiple dose dan disimpan dalam jangka

waktu lama. Oleh karena itu pada sediaan ditambahkan bahan pengawet yaitu metilparaben

dan propilparaben.

Page 23: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

Metil paraben adalah pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. Jenis

paraben lainnya efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang

kuat. Kombinasi metilparaben dan propilparaben sebagai pengawet digunakan untuk

meningkatkan aktivitas pengawet dan spektrum yang lebih luas.

Metilparaben memiliki kelarutan yang sukar larut dalam air dan propilparaben

memiliki kelarutan yang sangat sukar larut dalam air (Kemenkes RI, 2014). Metilparaben

dan propilparaben memiliki kelarutan yang mudah larut dalam propilen glikol. Maka

dalam hal ini, pada sediaan digunakan propilen glikol yang berfungsi sebagai pelarut

metilparaben dan propil paraben. Selain itu penambahan propilen glikol juga dapat

meningkatkan kemampuan pengawet metilparaben (Rowe, dkk, 2009).

Propilenglikol 10% dapat ditambahkan pada sediaan sebagai penetration enhancer,

namun hal ini tidak dilakukan pada sediaan gel steril yang digunakan untuk pengobatan

inflamasi atau luka terbuka. Sehingga pada sediaan tidak ditambahkan propilenglikol 10%

sebagai penetration enhancer. Sediaan gel steril yang digunakan untuk pengobatan

inflamasi atau luka terbuka juga tidak boleh mengandung emolien karena dikhawatirkan

akan terjadinya iritasi bila ditambahkan emolien pada sediaan.

Sediaan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat sehingga mencegah penguapan

dan kontaminasi isinya. Maka sediaan disimpan dalam tube yang terbuat dari logam

alumunium. Penyimpannya lebih baik menggunakan tube. Pengisian ke dalam botol,

meskipun telah tertutup baik tetap tidak menjamin perlindungan yang memuaskan (Voigt,

1994). Tetapi pengunaan wadah yang terbuat dari logam dapat menimbulkan terbentuknya

kelat, untuk mencegah hal tersebut pada sediaan harus ditambahkan pengompleks, maka

pada sediaan ditambahkan chelating agent yaitu Na EDTA.

pH stabilitas bahan aktif dan pH sediaan gel dengan bahan aktif fluosinolon

asetonida tidak ditemukan, sehingga digunakan pH kulit sebagai pH target sediaan yaitu

4,5-6,5. Target pH tersebutmemiliki rentang yang lebih dari satu, sehingga pada sediaan

tidaak perlu penambahan zat dapar. Namun untuk dapat dengan mudah mencapai target pH

tersebut, aqua pro injeksi yang digunakan dibuat netral atau pH 7.

Penimbangan dibuat sebanyak 20 g, karena untuk memenuhi syarat isi minimum,

bobot tiap tube dilebihkan 10%. Untuk mencegah kehilangan bobot selama proses

pembuatan maka bobot total sediaan dilebihkan 2%, sehingga bobot total yang dibuat 20 g.

Setelah sediaan selesai dibuat dilakukan evaluasi. Pada evaluasi organoleptik,. hasil

evaluasinya yaitu sediaan berwarna bening, tidak berbau dan massa sediaan semi solida

Page 24: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

gel, sediaan dinyatakan homogen karena dapat dilihat secara visual, partikel berukuran

seragam dan terdidtribusi merata., pada evaluasi uji isi minimum isi sediaan tidak kurang

dari 80% dan pH sediaan 6,46.

Berdasarkan hasil tersebut, sediaan gel steril yang dibuat dinyatakan memenuhi

syarat karena hasil evaluasi sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan.

XII. KESIMPULAN

Formulasi yang tepat untuk sediaan steril injeksi/ infus adalah sebagai berikut.

No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan

1. Fluosinolon Asetonida 0,0275% b/v Bahan Aktif

2. Metilparaben 0,1% b/v Pengawet

3. Propilparaben 0,01% b/v Pengawet

4. Propilenglikol 0,55% b/v Pelarut metilparaben dan propilparaben

5. Na2EDTA 0,05% Pengkompleks

5. HCl 2N q.s Adjust pH (bila perlu)

6. NaOH 2N q.s Adjust pH (bila perlu)

7. Na CMC 5% Ad 100% b/v Basis gel dan peningkat konsistensi

Jenis sterilisasi yang digunakan dalam pembuatan gel steril dengan bahan aktif

fluosinolon asetonida adalah dengancara radiasi menggunakan sinar gamma Co60 dengan

dosis minimum 25 kGy.

Pada evaluasi organoleptik, hasil evaluasinya yaitu sediaan berwarna bening, tidak

berbau dan massa sediaan semi solida gel, sediaan dinyatakan homogen karena dapat

dilihat secara visual, partikel berukuran seragam dan terdidtribusi merata., pada evaluasi

uji isi minimum isi sediaan tidak kurang dari 80% dan pH sediaan 6,46.

Berdasarkan hasil tersebut, sediaan gel steril yang dibuat dinyatakan memenuhi

syarat karena hasil evaluasi sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan.

Page 25: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

XIII. DAFTAR PUSTAKA

Ansel, C. Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia Press.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta:

Departemen Kesehatan.

Lachman dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri II . Jakarta: Universitas

Indonesia-press.

Liebermann, Hebert A., Martin M. R., Gilber S. 1989. Pharmaceutical Dossage From

Disperse System Vol. II. New York: Macel Dekker Inc.

Rowe, Raymond C, dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition.

London: Pharmaceutical Press and American Pharmacist Association.

The Council of The Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. 1994. The

Pharmaceutical Codex, 12th ed. London: The Pharmaceutcical Press.

The Departement Of Health British. 2009. British Pharmacopoeia 15th edition. London:

British Pharmacopoeia Commission.

The United State Pharmacopeia Converention. 2007. The United State Pharmacopeia 30

National Formulary 25. US: United States Pharmacopeia Converention, Inc.

Voight, Rudolf. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press.

Emis Group. 2015. Fluocinolone. Tersedia: http://patient.info/medicine/fluosinolone-for-inflamatory-skin-condition-synalar, diakses tanggal 1 Desember pukul 16.30.

Page 26: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

XIV. LAMPIRAN

Kemasan

Etiket

Page 27: Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx

Brosur

FLUZINOL®

Fluosinolon Asetonida 0,025%Gel

Tiap gram mengandung:Fluosinolon Asetonida..................................................................................0,275 mg

FARMAKOLOGIKortikosteroid digunakan secara topikal untuk efek glukokortikoidnya dalam pengobatan berbagai gangguan kulit. Ketika dioleskan, terutama untuk daerah yang luas, ketika kulit rusak, atau di bawah dressing oklusif, kortikosteroid dapat diserap dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan efek sistemik.

INDIKASIDermatosis alergi dan dermatosis yang meradang, psoriasis.

KONTRA INDIKASIPenyakit akibat virus, infeksi kulit akibat bakteri & jamur, jerawat, rosase dan dermatitis perioral.

EFEK SAMPING Perubahan atrofi lokal (pengobatan jangka panjang & intensif). Kehilangan kolagen kulit. Hiperkortisisme. Gatal-gatal, folikulitis, hipertrikosis, erupsi akneiforme, hipopigmentasi,

dermatitis perioral & dermatitis kontak alergi, pengelupasan kulit, infeksi sekunder, stria & biang keringat.

PERHATIANPenggunaan jangka panjang atau luas selama hamil, penggunaan pada wajah.

DOSISDigunakan 2 kali sehari selama satu minggu pada area kulit yang terjadi inflamasi.

KEMASANTube dengan isi bersih 5 gram.No. Reg. DKL1512300728A1

PENYIMPANANSimpan pada suhu kamar (250C), terlindung dari cahaya.Dibuat oleh: PT Pharafam FarmaBandung – Indonesia