Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx
-
Upload
ajengsepthiani -
Category
Documents
-
view
53 -
download
0
Transcript of Laporan gel fluonisolon asetonida 0,025%_Angreni Ayuhastuti, M.Si., Apt._Ajeng Septhiani_2A.docx
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
“Sediaan Gel Steril”
Disusun oleh:
Nama : Ajeng Septhiani
NIM : P17335114034
Kelas : 2-A
Dosen Pembimbing: Angreni Ayuhastuti, M. Si., Apt.
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
JURUSAN D-III FARMASI
2015
GEL STERIL DENGAN BAHAN AKTIF FLUOSINOLON ASETONIDA DENGAN
KADAR 0,025%
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Untuk mampu menentukan formula yang tepat, mampu membuat sediaan dan
mampu mengevaluasi sediaan gel steril bahan aktif Fluosinolon Asetonida 0,025%.
II. PENDAHULUAN
Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan
mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan
oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi (Ansel, 1989).
Beberapa keuntungan sediaan gel diantaranya kemampuan penyebarannya baik
pada kulit, memberikan efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit,
tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis, kemudahan pencuciannya dengan
air yang baik dan pelepasan obatnya baik (Voigt, 1994). Sediaan gel dapat digunakan
secara oral, topikal, intranasal, vaginal dan rektal. Umumnya digunakan sebagai sediaan
dermatologi topikal dan kosmetik.
Gel yang dibuat steril adalah gel untuk penggunaan pada mata atau untuk lubrikan
alat/kateter yang dimasukkan ke dalam tubuh. Pada praktikum ini akan dibuat sediaan gel
steril dengan bahan aktif fluosinolon asetonida.
Fluocinolon asetonida merupakan kortikosteroid digunakan secara topikal untuk
efek glukokortikoidnya dalam pengobatan berbagai gangguan kulit. Fluosinolon asetonid
biasanya digunakan sebagai krim, gel, lotion, salep, atau aplikasi kulit kepala; konsentrasi
biasanya berkisar dari 0,0025 sampai 0,025%. Ketika dioleskan, terutama untuk daerah
yang luas, ketika kulit rusak, atau di bawah dressing oklusif, kortikosteroid dapat diserap
dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan efek sistemik. Kortikosteroid topikal
dipakai untuk mengobati radang kulit yang bukan disebabkan oleh infeksi. Kortikosteroid
menekan berbagai komponen reaksi pada saat digunakan saja; kortikosteroid sama sekali
tidak menyembuhkan, dan bila pengobatan dihentikan kondisi semula mungkin muncul
kembali. Obat-obat ini diindikasikan untuk menghilangkan gejala dan penekanan tanda-
tanda penyakit bila cara lain seperti pemberian emolien tidak efektif (BPOM, 2015).
Tetapi Fluosinolon asetonid juga digunakan secara topikal dengan antibakteri dalam
pengobatan gangguan infeksi radang mata, telinga, dan hidung (Sweetmen, 2009).
Gel Fluosinolon setonida digunakan dua kali sehari selama satu minggu pada area
kulit yang terjadi inflamasi.
III. TINJAUAN PUSTAKA
Gel, kadang-kadang disebut Jeli, merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi
yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,
terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang
terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya Gel Aluminium Hidroksida).
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel
kadang-kadang dinyatakan sebagai magma (misalnya Magma Bentonit). Baik gel maupun
magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair
pada pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin
homogenitas dan hal ini tertera pada etiket (lihat Suspensi) (Kemenkes RI, 2014).
Gel fase tungal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam
suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang
terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya
Karbomer) atau dari gom alam (misalnya Tragakan). Sediaan tragakan disebut juga
musilago. Walaupun gel-gel ini umumnya mengandung air, etanol dan minyak dapat
digunakan sebagai fase pembawa. Sebagai contoh, minyak mineral dapat dikombinasi
dengan resin polietilena untuk membentuk dasar salep berminyak. Gel dapat digunakan
untuk obat yang diberikan secara topikal atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh
(Kemenkes RI, 2014).
Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan
mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan
oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi (Ansel, 1989). Zat-zat pembentuk
gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi,
pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis supositoria. Secara luas sediaan gel banyak
digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses
industri. Pada kosmetik yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan
pewangi dan pasta gigi (Herdiana, 2007).
Makromolekul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan sampai tidak terlihat
ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika masa gel terdiri dari kelompok-
kelompok partikel kecil yang berbeda, maka gel ini dikelompokkan dalam sistem dua fase
(Ansel, 1989). Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik
meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis
dan semisintetis seperti metil selulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan
karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi.
Gel dibuat dengan proses peleburan, atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan
dengan sifat mengembang dari gel (Lachman, dkk, 1994).
Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.
1. Dasar gel hidrofobik Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel
anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi
antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara
spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel,
1989).
2. Dasar gel hidrofilik Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul
organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase
pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik
pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik
menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk
dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik
umummnya mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan
pengawet (Voigt, 1994).
Keuntungan Sediaan Gel (Voigt, 1994) adalah sebagai berikut:
- kemampuan penyebarannya baik pada kulit
- efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit
- tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis
- kemudahan pencuciannya dengan air yang baik
- pelepasan obatnya baik
Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya
kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan bahan
pengawet. Untuk upaya stabilisasi dari segi mikrobial di samping penggunaan bahan-bahan
pengawet seperti dalam balsam, khususnya untuk basis ini sangat cocok pemakaian metil
dan propil paraben yang umumnya disatukan dalam bentuk larutan pengawet. Upaya lain
yang diperlukan adalah perlindungan terhadap penguapan yaitu untuk menghindari
masalah pengeringan. Oleh karena itu untuk menyimpannya lebih baik menggunakan tube.
Pengisian ke dalam botol, meskipun telah tertutup baik tetap tidak menjamin perlindungan
yang memuaskan (Voigt, 1994).
Pengolongan (Liebermann, 1989) :
1. Berdasarkan sifat fasa koloid :
Gel anorganik, contoh : bentonit magma
Gel organik, pembentuk gel berupa polimer
2. Berdasarkan sifat pelarut :
Hidrogel (pelarut air).
Contoh : bentonit magma, gelatin
Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik). Contoh : plastibase (suatu polietilen
dengan BM rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan
secara shock cooled), dan dispersi logam stearat dalam minyak.
Xerogel.
Contoh : gelatin kering, tragakan ribbons dan acacia tears, dan sellulosa kering dan
polystyrene.
3. Berdasarkan bentuk struktur gel:
Kumparan acak
Heliks
Batang
Bangunan kartu
4. Berdasarkan jenis fase terdispersi:
Gel fase tunggal
Gel sistem dua fasa
Sifat dan Karakteristik Gel (Liebermann, 1989) :
1. Swelling
2. Sineresis
3. Efek suhu
4. Efek elektrolit
5. Elastisitas dan rigiditas
6. Rheologi
Fluocinolone asetonid merupakan kortikosteroid digunakan secara topikal untuk
efek glukokortikoidnya dalam pengobatan berbagai gangguan kulit. Fluosinolon asetonid
biasanya digunakan sebagai krim, gel, lotion, salep, atau aplikasi kulit kepala; konsentrasi
biasanya berkisar dari 0,0025 sampai 0,025%. Ketika dioleskan, terutama untuk daerah
yang luas, ketika kulit rusak, atau di bawah dressing oklusif, kortikosteroid dapat diserap
dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan efek sistemik (Sweetmen, 2009).
Kortikosteroid topikal dipakai untuk mengobati radang kulit yang bukan
disebabkan oleh infeksi. Kortikosteroid menekan berbagai komponen reaksi pada saat
digunakan saja; kortikosteroid sama sekali tidak menyembuhkan, dan bila pengobatan
dihentikan kondisi semula mungkin muncul kembali. Obat-obat ini diindikasikan untuk
menghilangkan gejala dan penekanan tanda-tanda penyakit bila cara lain seperti
pemberian emolien tidak efektif (BPOM, 2015). Tetapi Fluocinolone asetonid juga
digunakan secara topikal dengan antibakteri dalam pengobatan gangguan infeksi radang
mata, telinga, dan hidung (Sweetmen, 2009).
Dosis
Gel Fluosinolon setonida digunakan dua kali sehari selama satu minggu pada area kulit
yang terjadi inflamasi (patient.info/medicine/fluosinolone-for-inflamatory-skin-condition-
synalar)
IV. FORMULASI
1. Fluosinolon Asetonida (RM: C24H30F2 O2 BM: 452,50)
Pemerian Fluosinolon asetonida berbentuk serbuk hablur dalam air;
putih atau praktis putih, tidak berrbau; stabil (FI V hlm. 460,
pdf).
Kelarutan Fluosinolon asetonida tidak larut dalam air; larut dalam
metanol, sukar larut dalam eter dan kloroform (FI V hlm.
460, pdf).
Stabilitas:
Panas Fluosinolon asetonida meleleh pada suhu 270℃ disertai
dekomposisi (FI V hlm. 460, pdf).
Hidrolisis Tidak ditemukan pada literatur FI V, Martindale 36th ed., BP
2009, JP 15th ed., TPC 12th ed.
Cahaya Fluosinolon asetonida tidak stabil terhadap cahaya. (BP
2009)
pH Tidak ditemukan pada literatur FI V, Martindale 36th ed., BP
2009, JP 15th ed., TPC 12th ed. Sehingga pH sediaan
mengikuti pH kulit yaitu 4,5-6,5.
Penyimpanan Fluosinolon asetonida harus disimpan dalam wadah
terlindung dari cahaya. (BP 2009)
Kesimpulan :
Bentuk zat aktif yang digunakan (basa/asam/garam/ester) : Garam
Bentuk sediaan (lar/susp/emulsi/serbuk rekonstitusi) :Gel
Cara sterilisasi sediaan : Sediaan disterilisasi dengan metode radiasi menggunakan
sinar Gamma Co60 dengan dosis minimum 25 kGy.
Kemasan : Sediaan disimpan dalam tube tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
2. Na CMC
Pemerian Berwarna putih atau hampir putih, tidak berwarna, tidak
berbau, tidak berasa, granul serbuk higroskopik setelah
pengeringan. (HOPE 6th ed. 2009 p. 118)
Kelarutan Praktis larut dalam aseton, etanol 95%, eter dan toluena.
(HOPE 6th ed. 2009 p. 119)
Stabilitas Na CMC stabil meskipun material bersifat higroskopik.
Dibawah kondisi kelembapan yang tinggi dapat menyerap air
dalam jumlah besar >50%. Larutan stabil pada pH 2-10,
endapan dapat terjadi pada pH dibawah 2 dan kekentalan
larutan menurun dengan cepat diatas pH 10. Umumnya
larutan menunjukan kekentalan maksimum dan stabil pada
pH 7-9. (HOPE 6th ed. 2009 p. 120)
Kegunaan Suspending agent, floculating agent, viscosity-increasing
agent. (HOPE 6th ed. 2009 p. 120)
Inkompabilitas Na CMC tidak kompatibel dengan larutan asam kuat dan
dengan garam besi dan beberapa metal lainnya, sperti
alumunium, merkuri dan seng. Tidak kompatibel juga dengan
xanthan gum. Endapan dapat terjadi pada pH <2 dan juga
ketika diaduk dengan etanol 95%. Na CMC membentuk
konservatif kompleks dengan gelatin dan pektin juga
membentuk kompleks dengan kolagen dan mampun
mengendapkan protein tertentu yang bermuatan positif.
(HOPE 6th ed. 2009 p. 120)
3. Metilparaben
Pemerian Hablur kecil, tidak berwara atau serbuk hablur, putih; tidak
berbau atau berbau khas lemah; sedikit rasa terbakar (FI V
hlm.856).
Kelarutan Sukar larut dalam air, dalam benzen dan dalam karbon
tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam eter (FI IV
hlm.856).
Stabilitas Larutan encer metilparaben pada pH3-6 disterilisasi dengan
autoklaf pada 1200C selama 20 menit, tanpa dekomposisi.
Larutan encer metilparaben pada pH 3-6 stabil (kurang dari
10% dekomposisi) sampai sekitar 4 tahun di suhu kamar,
sedangkan larutan metilparaben pada pH 8 atau di atas terjadi
hidrolisis cepat (10% atau lebih setelah sekitar 60
penyimpanan hari pada suhu kamar) (HOPE 6th ed. 2009
p.443).
Kegunaan Kegunaan: Pengawet antimikroba (HOPE 6th ed. 2009 p.441).
Inkompabilitas Metilparaben telah dilaporkan tidak dapat bercampur dengan
bahan lain, seperti bentonit, magnesium trisilikat, talk,
tragakan, natrium alginat, minyak esensial, sorbitol, dan
atropin. Metilparaben juga bereaksi dengan berbagai gula dan
alkohol gula yang terkait Penyerapan Metilparaben oleh
plastik juga telah dilaporkan.; jumlah yang diserap tergantung
pada jenis plastik. Telah dinyatakan bahwa low-density dan
high-density polietilen botol tidak menyerap metilparaben.
Metilparaben berubah warna dengan adanya besi dan tunduk
pada hidrolisis oleh basa lemah dan asam kuat (HOPE 6th ed.
2009 p.443).
4. Propilparaben
Pemerian Serbuk atau hablur kecil, tidak berwarna (FI V hlm 1072).
Kelarutan Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam air mendidih,
mudah larut dalam etanol dan dalam eter (FI V hlm 1072).
Stabilitas Larutan encer propilparaben pada pH 3-6 dapat disterilkan
dengan autoklaf, tanpa dekomposisi. Pada pH 3-6, larutan
stabil (kurang dari 10% dekomposisi sampai sekitar 4 tahun
pada suhu kamar, sedangkan pada pH 8 atau diatas akan
terjadi hidrolisis cepat (10% atau lebih setelah 60 hari pada
suhu kamar (HOPE 6th ed. 2009 p.597).
Kegunaan Pengawet antimikroba (HOPE 6th ed. 2009 p. 596).
Inkompabilitas Aktivitas antimikroba dari propilparaben berkurang jauh pada
surfaktan nonionik sebagai akibat dari micellization.
Penyerapan propilparaben oleh plastik telah dilaporkan,
dengan jumlah yang diserap tergantung pada jenis plastik.
Magnesium silikat alumunium, magnesium trisilikat, oksida
besi kuning, dan biru laut juga telah dilaporkan dapat
menyerap propilparaben sehingga mengurangi efektivitas
pengawet. Propilparaben berubah warna dengan adanya besi
dan terjadi hidrolisis cepat oleh basa lemah dan asam kuat
(HOPE 6th ed. 2009 p. 597).
5. Propilenglikol
Pemerian Tidak berwarna, kental, cairan praktis tidak berbau jelas
dengan manis, rasa sedikit pedas menyerupai glisein. (HOPE
6th ed. 2009 p. 592)
Kelarutan Larut dalam aseton, kloroform, etanol 95%, gliserin, air, larut
pada 1 dalam 6 bagian eter, tidak larut dalam minyak mineral
ringan atau minyak tetap, tetapi akan melarutkan beberapa
minyak esensial. (HOPE 6th ed. 2009 p. 592)
Stabilitas Pada suhu dingin, propilen glikol stabil dalam wadah yang
tertutup, tetapi pada suhu tinggi, ditempat terbuka cenderung
mengoksidasi sehingga menimbulkan produk seperti
propionaldehida, asam laktat, asam piruvat, asam asetat.
Propilen glikol secara kimiawi stabil bila dicampur dengan
etanol 95%, gliserin, air. Larutan dalam air dapat disterilkan
dengan autoklaf. Propilen glikol higroskopis dan harus
disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk dan kering. (HOPE 6th ed. 2009 p. 593)
Kegunaan Pelarut metilparaben dan propilparaben. (HOPE ed. 6th p.
592)
Inkompabilitas Propilen glikol tidak kompatibel dengan reagen pengoksidasi
seperti kalsium permanganat. (HOPE 6th ed. 2009 p. 593)
6. Na2EDTA
Pemerian Kristal putih, bubuk, tidak berbau dengan rasa sedikit asam.
(HOPE 6th ed. 2009 p. 243)
Kelarutan Na-EDTA praktis tidak larut dalam dalam kloroform dan
eter, sedikit larut dalam etanol (95%), 1 bagian larut dalam
11 bagian air. (HOPE 6th ed. 2009 p. 243)
Stabilitas Na-EDTA kehilangan air kristal jika dipanaskan sampai
120ºC. Larutan encer dinatrium edetat dapat disterilkan
dengan autoclaving. Harus disimpan dalam wadah bebas
alkali. Na-EDTA higroskopis dan tidak stabil bila terkena air.
(HOPE 6th ed. 2009 p. 243)
Kegunaan Chellating agent. (HOPE ed. 6th p. 242)
Inkompabilitas Dinatrium edetat sebagai asam lemah menggeser
karbondioksida dari karbonat dan bereaksi dengan logam
untuk membentuk hidrogen. Hal ini tidak sesuai dengan zat
pengoksidasi kuat, basa kuat, ion logam dan paduan logam.
(HOPE 6th ed. 2009 p. 243)
7. Aqua pro injeksi
Pemerian Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
(HOPE 6th ed. 2009 p. 766)
Kelarutan Bercampur dengan sebagian besar pelarut polar. (HOPE 6th
ed. 2009 p. 766)
Stabilitas Air secara kimiawi stabil disemua keadaan fisiknya, (cair, es
dan uap). (HOPE 6th ed. 2009 p. 766)
Kegunaan Pelarut. (HOPE 6th ed. 2009 p. 766)
Inkompabilitas Dalam formulasi farmaseitka air dapat bereaksi dengan obat-
obatan dan eksipien lain yang rentan terhadap hidrolisis
(terdekomposisi dengan adanya air atau uap air) pada
peningkatan suhu, air bereaksi secara kuat dengan logam
alkali dan bereaksi cepat dengan alkali tanah dan oksidasinya
seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga
bereaksi dengan komposisi yang bervariasi, dengan beberapa
bahan organik dan kalsium karbida. (HOPE 6th ed. 2009 p.
768)
V. PENDEKATAN FORMULA
No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan
1. Fluosinolon Asetonida 0,0275% b/v Bahan Aktif
2. Metilparaben 0,1% b/v Pengawet
3. Propilparaben 0,01% b/v Pengawet
4. Propilenglikol 0,55% b/v Pelarut metilparaben dan propilparaben
5. Na2EDTA 0,05% Pengkompleks
5. HCl 2N q.s Adjust pH (bila perlu)
6. NaOH 2N q.s Adjust pH (bila perlu)
7. Na CMC 5% Ad 100% b/v Basis gel dan peningkat konsistensi
VI. PENIMBANGAN
Penimbangan
Dibuat 3 tube (@5 gram) = 15 gram
Tiap tube dilebihkan 10%:
5 g+(10 g
100 g×5 g )=5,5 gram
Total sediaan dilebihkan 20%:
(5 g × 3) = 16,5 g
16,5 g+20 g
100 g×16,5 g=19,8 g 20 g
Penimbangan dibuat sebanyak 20 g, karena untuk memenuhi syarat isi minimum,
bobot tiap tube dilebihkan 10% . Untuk mencegah kehilangan bobot selama proses
pembuatan maka bobot total sediaan dilebihkan 2%, sehingga bobot total yang
dibuat 20 g.
No. Nama Bahan Jumlah yang ditimbang
1. Fluonisolon
asetonida
Untuk memenuhi syarat kadar ZA dalam sediaan
otik (90-110%). ZA dilebihkan 10%
0,025g100 g
×20 g=0,005 g
0,005 g+( 10 g100 g
× 0,005 g)=0,0055 g
2. Metilparaben 0,1 g100 g
×20 g=0,02 g
Kelarutan dalam propilenglikol 1:5
propilenglikol untuk melarutkan:
0,02 × 5 ml = 0,1 g
3. Propilparaben 0,01 g100 g
×20 g=0,002 g
Kelarutan dalam propilenglikol 1:3,9
propilenglikol untuk melarutkan:
0,002 × 3,9 ml = 0,0078 g 0,01 g
5. Basis gel (mucilago
Na CMC 5%)
20 g−(0,0055 g+0,02 g+0,1 g+0,002 g+0,1 g ) =
18,852 gram
Pembuatan basis gel (Mucilago Na CMC 5%)
Dibuat 25 gram
Na CMC 5%
5g100 g
×25 g=1,25 g
Aqua pro injeksi untuk mengembangkan
ad 25 ml
25 g-1,25 g= 23,75 ml
VIII. STERILISASI
a. Alat
Nama Alat Cara Sterilisasi
Waktu
Sterilisasi Jumlah
Beaker glass 50 ml Dengan menggunakan oven pada suhu 170℃ 1 jam 3
Gelas ukur 10 ml
Dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121
℃, tekanan 15 psi 15 menit 1
Gelas ukur 25 ml Dengan menggunakan autoklaf suhu 121℃ 15 menit 1
Kaca arloji Dengan menggunakan oven pada suhu 170℃ 1 jam 3
Sudip
Desinfeksi dengan cara direndam dalam
alkohol 70% 3
Spatel Dengan menggunakan oven pada suhu 170℃ 1 jam 3
Batang pengaduk Dengan menggunakan oven pada suhu 170℃ 1 jam 1
Pipet Dengan menggunakan oven pada suhu 170℃ 1 jam 1
Karet pipet
Desinfeksi dengan cara direndam dalam
alkohol 70% 24 jam 1
Erlenmeyer 50 ml Dengan menggunakan oven pada suhu 170℃ 1 jam 1
Mortir Dengan menggunakan oven pada suhu 170℃ 15 menit 1
Stamper Dengan menggunakan oven pada suhu 170℃ 15 menit 1
b. Wadah
No. Nama alat Jumlah Cara sterilisasi
1. Tube 3
Dengan menggunakan oven pada suhu 170
℃ selama 1 jam
2. Tutup tube 3
Desinfeksi dengan cara direndam dalam
alkohol 70% selama 24 jam
c. Bahan
No. Nama bahan Jumlah Cara sterilisasi
1. Fluosinolon asetonida 0,055 g
Dengan menggunakan oven pada suhu 170
℃ selama 1 jam
2. Metilparaben 0,02 g
Dengan menggunakan oven pada suhu 170
℃ selama 1 jam
3. Propilparaben 0,002 g
Dengan menggunakan oven pada suhu 170
℃ selama 1 jam
4. Propilenglikol 0,11 g Radiasi dengan dosis 25 kGy
5. Na2EDTA 0,01 g
Dengan menggunakan oven pada suhu 170
℃ selama 1 jam
6. Na CMC 1,25 g Dengan menggunakan oven pada suhu 170
℃ selama 1 jam
7. Aqua pro injeksi 30 ml
Dengan menggunakan autoklaf pada suhu
121℃ selama 15 menit, tekanan 15 psi.
IX. PROSEDUR PEMBUATAN
RUANG PROSEDUR
Grey area
(Ruang sterilisasi)
1. Semua alat dan wadah dicuci bersih, dibilas dengan aquadest
dan dikeringkan.
2. Bagian mulut beaker glass, erlenmeyer, gelas ukur dan pipet
tetes disumbat dengan kertas perkamen atau alumunium foil.
3. Dilakukan sterilisasi dengan cara:
- Gelas ukur disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada
suhu 121℃ selama 15 menit, tekanan 15 psi.
-Batang pengaduk, spatel, beaker glass, tube, mortir, stamper
dan erlenmeyer disterilisasi dengan menggunakan oven pada
suhu 170℃ selama 1 jam.
-Karet pipet dan tutup tube didesinfeksi dengan alkohol 70%
selama 24 jam.
4. Pembuatan aqua pro injeksi 30 ml
Aqua bidest dalam beaker glass 50 ml disterilisasi dengan
menggunakan autoklaf pada suhu 121℃ selama 15 menit,
tekanan 15 psi.
5. Setelah sterilisasi, semua alat dan wadah dimasukkan ke
transfer box menuju ke white area.
Grey Area
(Ruang
penimbangan)
1. Fluosinolon asetonida ditimbang sebanyak 0,0055 gram pada
kaca arloji, ditutup dengan alumunium foil dan diberi label nama
dan jumlah bahan.
2. Metilparaben ditimbang sebanyak 0,02 gram pada kaca arloji,
ditutup dengan alumunium foil dan diberi label nama dan jumlah
bahan.
3. Propilparaben ditimbang sebanyak 0,002 gram pada kaca arloji,
ditutup dengan alumunium foil dan diberi label nama dan jumlah
bahan.
4. Propilenglikol ditimbang sebanyak 0,11 gram pada kaca arloji,
ditutup dengan alumunium foil dan diberi label nama dan jumlah
bahan.
5. Na CMC ditimbang sebanyak 1,25 gram pada kaca arloji,
ditutup dengan alumunium foil dan diberi label nama dan jumlah
bahan.
6. Na2EDTA ditimbang sebanyak 0,01 gram pada kaca arloji,
ditutup dengan alumunium foil dan diberi label nama dan jumlah
bahan.
7. Setelah dilakukan penimbangan, bahan-bahan dimasukkan ke
dalam transfer box menuju ke white area.
White area
(Ruang
pencampuran)
Grade C
1. Siapkan aqua pro injeksi. Buat aqua pro injeksi pH 7 dengan
cara:
Siapkan aqua p.i. sebanyak 30 ml pada beaker glass 50 ml. Cek
pHnya dengan menggunakan pH meter. Bila pH aqua p.i. kurang
atau lebih dari 7 tambahkan adjust pH sampai pHnya 7.
2. Geliing agent yaitu NaCMC dikembangkan dengan cara:
23,75 ml aqua p.i pH 7 dimasukkan ke dalam mortir, sedikit demi
sedikit NaCMC dimasukkan. Kemudian digerus kuat hingga
terbentuk mucilago.
3. Basis gel yang telah dikembangkan ditimbang sejumlah yang
diperlukan yaitu 18,852 gram.
4. Metilparaben dilarutkan dengan propilenglikol pada kaca arloji.
Diaduk ad larut.
5. Propilparaben dilarutkan dengan propilenglikol pada kaca arloji.
Diaduk ad larut.
6. Na2EDTA dilarutkan dengan aqua p.i. pH 7 pada kaca arloji.
Diaduk ad larut.
7. Sedikit basis gel yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam
mortir steril.
8. Bahan tambahan lainnya seperti metilpraben, propilparaben dan
Na2EDTA dimasukkan ke dalam mortir dengan menggunakan
sudip sampai bersih. Campuran dalam mortie digerus ad
homogen.
9. Sediaan gel dalam mortir digenapkan hingga kira-kira sampai
80% dengan basis gel. Lakukan pengecekan pH dengan
menggunakan pH meter. Tambahkan adjust pH bila pH sediaan
tidak sesuai dengan syarat pH yang ditentukan.
10.Semua basis gel yang tersisa dimasukkan ke dalam mortir.
11. Gel ditimbang diatas perkamen steril sebanyak 5,5 gram.
Kemudian kertas perkamen digulung untuk menutupi sediaan gel.
12. Gulungan kertas perkamen yang berisi gel tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam tube steril dalam kondisi ujung tube keluar
dalam keadaan tertutup. Ujung tube ditekan dengan pinset steril
dan keluarkan kertas perkamen dengan cara menarik kertas
perkamen keluar.
13. Tube ditutup dengan melipat bagian belakang yang terbuka
dengan menggunakan pinset steril.
14. Sediaan yang telah ditutup ditransfer ke ruang sterilisai melalui
transfer box,
Grey area
(Ruang sterilisai)
Sediaan disterilisasi menggunakan radiasi sinar gamma Co60 dengan
dosisminimum 25 kGy.
Grey area
(Ruang evaluasi)
1. Lakukan evaluasi sediaan.
2. Sediaan diberi etiket dan brosur kemudian dikemas dalam wadah
sekunder.
X. DATA PENGAMATAN EVALUASI SEDIAAN
No. Jenis evaluasi Prinsip evaluasi Jumlah
sampel
Hasil
pengamata
n
Syarat
1. Evaluasi Fisika
a. Organoleptik Pengamatan fisik
mengenai warna
dan bau pada
sediaan.
3 tube Warna:
Bening
Bau: Tidak
berbau
Warna: Bening
Bau: Tidak
berbau
b. Penetapan pH Sedkit sdiaan
diencerkan terlebih
dahulu dengan
sejumlah aqua p.i,
kemudian dicek
pHnya dengan
menggunakan pH
meter
3 tube pH sediaan
6,46
pH sediaan 4,5-
6,5
c. Viskositas Dengan
menggunakan
viskometer stormer
3 tube Dispensasi Viskositas
sediaan 10.000-
20.000 CPs.
d. Homogenitas Mengamati
keseragaman
ukuran partikel di
kaca arloji.
3 tube Partikel pada
sediaan
homogen
Partikel pada
sediaan homogen
e. Distribusi
ukran partikel
Mengamati
distribusi ukuran
partikel di kaca
arloji/ dengan
menggunakan
mikroskop
3 tube Dispensasi Partikel
berukuran
seragam dan
terdistribusi
merata
f. Isi minimum Ambil contoh 3
wadah berisi zatuji.
Hilangkan etiket
3 tube Bobot tube
kosong:
1: 2,053 g
Bobot bersih
tidak kurang dari
80% dari bobot
yang dpat
mempengaruhi
bobot pada waktu
isi wadah
dikeluarkan. Bersih
dan keringkan
wadah, timbang
satu persatu.
Keluarkan isi
wadah secara
kuantitatif dari
masing-masing
wadah. Potong
ujung wadah, cuci
dengan pelarut
yang sesuai, hati-
hati agar bagian
tutup wadah dan
bagian lain tidak
terpisahkan.
Keringkan dan
timbang wadah
kosong tersebut.
Perbedaan antara
dua penimbangan
adalah bobot
bersih.
2: 2,063 g
3: 1,986 g
Bobot tube
tambah
sediaan:
1: 6,953 g
2: 7,316 g
3: 7,260 g
Isi sediaan:
1: 4,9 g
2: 5,253 g
3: 5,274 g
yang tertera pada
etiket.
g. Uji kebocoran
tube
Menggunakan
desikator vakum
dan penambahan
methylen blue. Jika
tube mengalami
kebocoran maka
isinya akan
3 tube Dispensasi Tidak terjadi
kebocoran pada
tube
berwaena biru.
h. Uji
pelepasahZA
Dengan
menggunakan kulit
ular atau selofan
3 tube Dispensasi Waktu ZA dapat
melewati kulit
ular atau selofan
kecil.
i. Uji difusi ZA Dengan
menggunakan
membran yang
memiliki komposisi
yang lemak yang
sama dengan
manusia.
3 tube Dispensasi ZA mudah
terdifusi pada
membran.
j. Stabilitas gel Yield value sediaan
viskoelastis dapat
ditentukan dengan
penetrometer.
Dilakukan uji
dipercepat dengan
sentrifugasi atau
agitasi (kec. 30.000
RPM)
3 tube Dispensasi Yield value antara
100-1000
dines/cm3
menunjukkan
kemampuan
mudah tersebar.
2. Evaluasi Kimia
a. Identifikasi
bahan aktif
Dengan cara
absorpsi inframerah
3 tube Dispensasi Sesuai dengan
monografi
Fluosinolon
asetonida
b. Penetapan
kadar
Dengan cara
kromatografi
kinerja tinggi
3 tuve Dispensai Kadar antara
98,0%-102,0%.
(USP 30 NF-25)
3. Evaluasi Biologi
a. Uji sterilitas Dilakukan dengan
inokulasi langsung
ke dalam media uji
menggunakan
3 wadah Dispensai Sediaan harus
steril dan tidak
terjadi
pertumbuhan
media trioglikonat
cair dan soybean
kasein digest.
bakteri pada
media selama 14
hari.
b. Uji
kandungan zat
AM
Dengan
menggunakan
kromatografi gas.
3 wadah Dispensasi Tidak lebih dari
20% dari jumlah
yang tertera pada
etiket.
c. Uji efektivitas
pengawet
Inokulasi tiap
wadah dengan
suspensi inokula
antara 0,5% dan
1%.
3 wadah Dispensasi Tidak terjadi
peningkatan lebih
tinggi dari log 0,5
unit terhadap nilai
log mikroba awal.
XI. PEMBAHASAN
Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan
mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan
oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi (Ansel, 1989). Gel yang dibuat
steril adalah gel untuk penggunaan pada mata atau untuk lubrikan alat/kateter yang
dimasukkan ke dalam tubuh. Pada praktikum ini akan dibuat sediaan gel steril dengan
bahan aktif fluosinolon asetonida.
Berdasarkan perbedaan basisnya, gel dapat dibedakan menjadi dua yaitu basis
hodrofobik (organogel) dan basis hidrofilik (hidrogel) (Ansel, 1994). Basis hidrofobik
biasanya mengandung solven selain air, bahan pembentuk gel berupa senyawa hidrokarbon
atau lemak. Kerugian basis gel hidrofob antara lain berminyak, lengket, tidak mudah
dihilangkan dari permukaan kulit dan kurang akseptabel. Sedangkan basis hidrofilik
biasanya memiliki kandungan air yang cukup besar, sediaan gel yang dibuat dengan
menggunakan basis hidrofilik biasanya mudah tercucikan, memberikan sensasi dingin pada
kulit dan meninggalkan lapisan tipis dan transparan di kulit. Sehingga dalam hal ini dibuat
sediaan gel dengan basis hidrofilik. Dalam basis gel diperlukan bahan pembentuk gel yang
disebut gelling agent, maka pada sediaan ditambahkan zat pembentuk gel yang juga
merupakan basis gel yaitu Na CMC, Na CMC merupakan bahan pembentuk gel untuk
golongan hidrogel dan merupakan basis gel hidrofilik.
Bahan aktif yaitu fluosinolon asetonida memiliki kelarutan yang tidak larut dalam
air, jika bahan aktif dalam sediaan gel steril dilarutkan dalam pelarut bukan air
dikhawatirkan terjadinya iritasi sehingga dalam pembuatannya bahan aktif yaitu
fluosinolon asetonida didispersikan dalam basis gelnya. Sediaan gel dengan bahan aktif
fluosinolon asetonida kadar kemurniannya harus tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari
110%. Bahan yang tersedia untuk pembuatan sediaan kadar kemurniaanya 100%, sehingga
pada penimbangannya bahan aktif dilebihkan 10%.
Fluosinolon asetonid meleleh pada suhu 270℃ disertai dekomposisi, sehingga
bahan aktif dapat disterilisai dengan menggunakan oven. Namun sediaan akhir disterilisasi
dengan cara radiasi karena untuk menghindari rusaknya sediaan.
Fluosinolon asetonid merupakan kortikosteroid digunakan secara topikal untuk
efek glukokortikoidnya dalam pengobatan berbagai gangguan kulit. Fluosinolon asetonid
biasanya digunakan sebagai krim, gel, lotion, salep, atau aplikasi kulit kepala;
konsentrasi biasanya berkisar dari 0,0025 sampai 0,025%. Ketika dioleskan, terutama
untuk daerah yang luas, ketika kulit rusak, atau di bawah dressing oklusif, kortikosteroid
dapat diserap dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan efek sistemik.
Kortikosteroid topikal dipakai untuk mengobati radang kulit yang bukan disebabkan oleh
infeksi. Kortikosteroid menekan berbagai komponen reaksi pada saat digunakan saja;
kortikosteroid sama sekali tidak menyembuhkan, dan bila pengobatan dihentikan kondisi
semula mungkin muncul kembali. Obat-obat ini diindikasikan untuk menghilangkan
gejala dan penekanan tanda-tanda penyakit bila cara lain seperti pemberian emolien tidak
efekti (BPOM, 2015). Tetapi Fluocinolone asetonid juga digunakan secara topikal
dengan antibakteri dalam pengobatan gangguan infeksi radang mata, telinga, dan hidung.
(Sweatmen,2009)
Tujuan umum penggunaan obat pada terapi dermatologi adalah untuk
menghasilkan efek terapetik pada tempat-tempat spesifik di jaringan epidrrmis. Absorbsi
perkutan didefinisikan sebagai absorbsi yang dapat menembus lapisan stratum korneum
(lapisan tanduk) dan berlanjut menembus lapisan di bawahnya dan akhirnya masuk ke
sirkulasi darah (Lachman, dkk, 1994).
Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya
kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan bahan
pengawet. Selain itu, sediaan digunakan sebagai multiple dose dan disimpan dalam jangka
waktu lama. Oleh karena itu pada sediaan ditambahkan bahan pengawet yaitu metilparaben
dan propilparaben.
Metil paraben adalah pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. Jenis
paraben lainnya efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang
kuat. Kombinasi metilparaben dan propilparaben sebagai pengawet digunakan untuk
meningkatkan aktivitas pengawet dan spektrum yang lebih luas.
Metilparaben memiliki kelarutan yang sukar larut dalam air dan propilparaben
memiliki kelarutan yang sangat sukar larut dalam air (Kemenkes RI, 2014). Metilparaben
dan propilparaben memiliki kelarutan yang mudah larut dalam propilen glikol. Maka
dalam hal ini, pada sediaan digunakan propilen glikol yang berfungsi sebagai pelarut
metilparaben dan propil paraben. Selain itu penambahan propilen glikol juga dapat
meningkatkan kemampuan pengawet metilparaben (Rowe, dkk, 2009).
Propilenglikol 10% dapat ditambahkan pada sediaan sebagai penetration enhancer,
namun hal ini tidak dilakukan pada sediaan gel steril yang digunakan untuk pengobatan
inflamasi atau luka terbuka. Sehingga pada sediaan tidak ditambahkan propilenglikol 10%
sebagai penetration enhancer. Sediaan gel steril yang digunakan untuk pengobatan
inflamasi atau luka terbuka juga tidak boleh mengandung emolien karena dikhawatirkan
akan terjadinya iritasi bila ditambahkan emolien pada sediaan.
Sediaan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat sehingga mencegah penguapan
dan kontaminasi isinya. Maka sediaan disimpan dalam tube yang terbuat dari logam
alumunium. Penyimpannya lebih baik menggunakan tube. Pengisian ke dalam botol,
meskipun telah tertutup baik tetap tidak menjamin perlindungan yang memuaskan (Voigt,
1994). Tetapi pengunaan wadah yang terbuat dari logam dapat menimbulkan terbentuknya
kelat, untuk mencegah hal tersebut pada sediaan harus ditambahkan pengompleks, maka
pada sediaan ditambahkan chelating agent yaitu Na EDTA.
pH stabilitas bahan aktif dan pH sediaan gel dengan bahan aktif fluosinolon
asetonida tidak ditemukan, sehingga digunakan pH kulit sebagai pH target sediaan yaitu
4,5-6,5. Target pH tersebutmemiliki rentang yang lebih dari satu, sehingga pada sediaan
tidaak perlu penambahan zat dapar. Namun untuk dapat dengan mudah mencapai target pH
tersebut, aqua pro injeksi yang digunakan dibuat netral atau pH 7.
Penimbangan dibuat sebanyak 20 g, karena untuk memenuhi syarat isi minimum,
bobot tiap tube dilebihkan 10%. Untuk mencegah kehilangan bobot selama proses
pembuatan maka bobot total sediaan dilebihkan 2%, sehingga bobot total yang dibuat 20 g.
Setelah sediaan selesai dibuat dilakukan evaluasi. Pada evaluasi organoleptik,. hasil
evaluasinya yaitu sediaan berwarna bening, tidak berbau dan massa sediaan semi solida
gel, sediaan dinyatakan homogen karena dapat dilihat secara visual, partikel berukuran
seragam dan terdidtribusi merata., pada evaluasi uji isi minimum isi sediaan tidak kurang
dari 80% dan pH sediaan 6,46.
Berdasarkan hasil tersebut, sediaan gel steril yang dibuat dinyatakan memenuhi
syarat karena hasil evaluasi sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan.
XII. KESIMPULAN
Formulasi yang tepat untuk sediaan steril injeksi/ infus adalah sebagai berikut.
No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan
1. Fluosinolon Asetonida 0,0275% b/v Bahan Aktif
2. Metilparaben 0,1% b/v Pengawet
3. Propilparaben 0,01% b/v Pengawet
4. Propilenglikol 0,55% b/v Pelarut metilparaben dan propilparaben
5. Na2EDTA 0,05% Pengkompleks
5. HCl 2N q.s Adjust pH (bila perlu)
6. NaOH 2N q.s Adjust pH (bila perlu)
7. Na CMC 5% Ad 100% b/v Basis gel dan peningkat konsistensi
Jenis sterilisasi yang digunakan dalam pembuatan gel steril dengan bahan aktif
fluosinolon asetonida adalah dengancara radiasi menggunakan sinar gamma Co60 dengan
dosis minimum 25 kGy.
Pada evaluasi organoleptik, hasil evaluasinya yaitu sediaan berwarna bening, tidak
berbau dan massa sediaan semi solida gel, sediaan dinyatakan homogen karena dapat
dilihat secara visual, partikel berukuran seragam dan terdidtribusi merata., pada evaluasi
uji isi minimum isi sediaan tidak kurang dari 80% dan pH sediaan 6,46.
Berdasarkan hasil tersebut, sediaan gel steril yang dibuat dinyatakan memenuhi
syarat karena hasil evaluasi sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan.
XIII. DAFTAR PUSTAKA
Ansel, C. Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta:
Departemen Kesehatan.
Lachman dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri II . Jakarta: Universitas
Indonesia-press.
Liebermann, Hebert A., Martin M. R., Gilber S. 1989. Pharmaceutical Dossage From
Disperse System Vol. II. New York: Macel Dekker Inc.
Rowe, Raymond C, dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition.
London: Pharmaceutical Press and American Pharmacist Association.
The Council of The Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. 1994. The
Pharmaceutical Codex, 12th ed. London: The Pharmaceutcical Press.
The Departement Of Health British. 2009. British Pharmacopoeia 15th edition. London:
British Pharmacopoeia Commission.
The United State Pharmacopeia Converention. 2007. The United State Pharmacopeia 30
National Formulary 25. US: United States Pharmacopeia Converention, Inc.
Voight, Rudolf. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Emis Group. 2015. Fluocinolone. Tersedia: http://patient.info/medicine/fluosinolone-for-inflamatory-skin-condition-synalar, diakses tanggal 1 Desember pukul 16.30.
XIV. LAMPIRAN
Kemasan
Etiket
Brosur
FLUZINOL®
Fluosinolon Asetonida 0,025%Gel
Tiap gram mengandung:Fluosinolon Asetonida..................................................................................0,275 mg
FARMAKOLOGIKortikosteroid digunakan secara topikal untuk efek glukokortikoidnya dalam pengobatan berbagai gangguan kulit. Ketika dioleskan, terutama untuk daerah yang luas, ketika kulit rusak, atau di bawah dressing oklusif, kortikosteroid dapat diserap dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan efek sistemik.
INDIKASIDermatosis alergi dan dermatosis yang meradang, psoriasis.
KONTRA INDIKASIPenyakit akibat virus, infeksi kulit akibat bakteri & jamur, jerawat, rosase dan dermatitis perioral.
EFEK SAMPING Perubahan atrofi lokal (pengobatan jangka panjang & intensif). Kehilangan kolagen kulit. Hiperkortisisme. Gatal-gatal, folikulitis, hipertrikosis, erupsi akneiforme, hipopigmentasi,
dermatitis perioral & dermatitis kontak alergi, pengelupasan kulit, infeksi sekunder, stria & biang keringat.
PERHATIANPenggunaan jangka panjang atau luas selama hamil, penggunaan pada wajah.
DOSISDigunakan 2 kali sehari selama satu minggu pada area kulit yang terjadi inflamasi.
KEMASANTube dengan isi bersih 5 gram.No. Reg. DKL1512300728A1
PENYIMPANANSimpan pada suhu kamar (250C), terlindung dari cahaya.Dibuat oleh: PT Pharafam FarmaBandung – Indonesia