LAPORAN FISIOLOGI 11.doc

21
Praktikum ke-11 Hari, Tanggal : Kamis, 7 Mei 2015 MK. Fisiologi, Formasi, dan Asisten : Mely Shara Bangun Degradasi Metabolit Hasil Perairan PROSES KEMUNDURAN MUTU IKAN Akhmad Sudadi C3413008 Kelompok 7 PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) adalah salah satu ikan yang banyak ditemukan di perairan umum di Indonesia seperti sungai, waduk dan rawa. Ikan patin juga memiliki sifat yang menguntungkan, antara lain fekunditas yang tinggi, bersifat omnivora dan laju pertumbuhannya cepat sehingga dapat dibudidayakan secara masal. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ikan yang semakin meningkat, maka budidaya ikan patin dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif yang menguntungkan (Martha 2006). Salah satu masalah yang sering timbul pada sektor perikanan adalah dalam mempertahankan mutu. Analisis kemunduran mutu pada ikan dapat dilakukan dengan pengujian secara objektif dan subjektif. Pengujian kemunduran mutu menurut Widiani (2010) adalah dengan cara subjektif dengan uji organoleptik dan pengujian

Transcript of LAPORAN FISIOLOGI 11.doc

Page 1: LAPORAN FISIOLOGI 11.doc

Praktikum ke-11 Hari, Tanggal : Kamis, 7 Mei 2015MK. Fisiologi, Formasi, dan Asisten : Mely Shara BangunDegradasi Metabolit Hasil Perairan

PROSES KEMUNDURAN MUTU IKAN

Akhmad SudadiC3413008

Kelompok 7

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) adalah salah satu ikan yang banyak ditemukan di perairan umum di Indonesia seperti sungai, waduk dan rawa. Ikan patin juga memiliki sifat yang menguntungkan, antara lain fekunditas yang tinggi, bersifat omnivora dan laju pertumbuhannya cepat sehingga dapat dibudidayakan secara masal. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ikan yang semakin meningkat, maka budidaya ikan patin dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif yang menguntungkan (Martha 2006).

Salah satu masalah yang sering timbul pada sektor perikanan adalah dalam mempertahankan mutu. Analisis kemunduran mutu pada ikan dapat dilakukan dengan pengujian secara objektif dan subjektif. Pengujian kemunduran mutu menurut Widiani (2010) adalah dengan cara subjektif dengan uji organoleptik dan pengujian kemunduran mutu ikan dengan cara objektif dapat digunakan dengan pengujian TPC, TVB, dan pH.

Pengujian kemunduraan mutu ikan menurut Sedarwangi (2011) yaitu dengan uji organoleptik yang merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Sedangkan analisis TVB dan pH pada ikan merupakan cara pengujian kemunduran mutu ikan dengan menggunakan bahan kimia. Total volatile bases (TVB) atau disebut juga basa yang mudah menguap terbentuk dalam otot jaringan ikan yang sebagian besar terdiri dari amonia, trimethylamine (TMA) dan dimethylamine (DMA) yang kadarnya berbeda-beda antara jenis ikan bahkan dalam suatu jenis ikan yang sama. Selain itu jenis enzim yang berperan dalam proses kemunduran mutu ikan adalah enzim-enzim pengurai protein. Diantara enzim proteolitik tersebut adalah enzim katepsin dan kolagenase. Enzim ini sangat berperan dalam proses pelunakan tekstur daging ikan akibat degradasi protein.

Page 2: LAPORAN FISIOLOGI 11.doc

Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari pola kemunduran mutu ikan dari segi organoleptik, kimiawi, biokimiawi, serta aktivitas enzim proteolitik.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum proses kemunduran mutu ikan dilaksanakan pada hari Jumat, 23 April 2015 pada pukul 14.00-16.00 WIB. Kamis, 29 April 2015 pukul 14.00-16.00 WIB dan 7 Mei 2015 pukul 14.00-16.00 WIB. Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum proses kemunduran mutu ikan yaitu ikan patin (pre rigor, rigor, dan post rigor), akuades, TCA 7%, K2CO3, asam borat, dan HCL, cusein, TSA, Folin. Alat yang digunakan pada praktikum yaitu scoresheet organoleptik, alat bedah, wadah, homogenizer, pH meter, kertas saring, dan cawan Conway,

Prosedur Kerja

Organoleptik

Ikan patin yang digunakan dimatikan terlebih dahulu. Setelah dimatikan, ikan patin kemudian ditimbang dan diukur morfometriknya. Setelah diukur morfometriknya, kemunduran mutu ikan diuji secara organoleptik tiap satu jam sekali. Pengujian dilakukan hingga ikan mencapai fase post rigor. Diagram alir prosedur kerja Praktikum Proses Kemunduran Mutu Ikan dapat dilihat pada Gambar 1.

Pematian ikan

Ikan patin

Page 3: LAPORAN FISIOLOGI 11.doc

Keterangan: : Awal dan akhir proses : Proses : Lanjutan proses

Gambar 1 Diagram alir prosedur kerja analisis organoleptik

Analisis pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter dengan cara dikalibrasi terlebih dahulu. Sampel sebanyak 10 gram digiling dan dihomogenisasi dengan 90 ml air destilat. Homogenate diukur dengan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan buffer standar pH 4 da 7. Diagram alir prosedur pengukuran pH dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan: : Awal dan akhir proses : Proses : Lanjutan proses

Gambar 2 Diagram alir prosedur kerja pengukuran pH

Pengukuran morfometrik

Pengujian organoleptik tiap satu jam sekali

Data organoleptik kemunduran mutu

ikan

Homogenisasi dengan akuades 90 ml

Sampel 10 gram

Pengukuran pH dengan pH meter

Data pH ikan patin

Page 4: LAPORAN FISIOLOGI 11.doc

Analisis TVB

Sebanyak 15 gram adging ikan patin yang sudah dicacah dihomogenasi dengan 45 ml TCA 7%. Campuran tersebut disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit, sehingga didapatkan supernatant yang siap untuk dianalisis. Sebanyak 1 ml larutan asam borat dimasukkan ke inner chamber cawan conway. Sementara itu larutan sampel jernih dimasukkan dengan jumlah yang sama ke outer chamber cawan conway. Dalam kondisi setengah tertutup, 1 ml larutan K2CO3 jenuh dimasukkan ke dalam outer chamber cawan conway yang lain, cawan segera ditutup. Blanko dikerjakan seperti contoh, namun menggunakan larutan TCA 5%. Cawan disimpan selama 2 jam pada suhu 37 0C. titrasi dilakukan terhadap larutan asam borat menggunakan HCL 0.02 N hingga mencapai warna merah muda. Diagram alir prosedur pengukuran TVB dapat dilihat pada Gambar 3.

Homogenisasi dengan TCA 7% 45 ml

Penyaringan

15 gram sampel

Filtrat

Pemasukan 1 ml lar. asam borat ke inner chamber

Pemasukan 1 ml filtrat sampel ke outer chamber

Pemasukan 1 ml K2CO3 jenuh ke outer chamber lainnya

Page 5: LAPORAN FISIOLOGI 11.doc

Keterangan: : Awal dan akhir proses : Proses : Lanjutan proses

Gambar 3 Prosedur kerja pengukuran kadar TVB

Analisis Enzim Kaptesin

Kasein dilarutkan ke dalam akuades dengan perbandingan 1:3, kemudian pH dibuat menjadi 2,0 dengan HCl 1 N dan konsentrasi akhir hemoglobin dibuat sebesar 2% dengan akuades. Sebanyak 1 ml dari larutan diinkubasi dengan sejumlah larutan enzim pada 370C selama 10 menit. Reaksi dihentikan dengan penambahan 2 ml TCA 7% . campuran disaring dan hasil reaksi yang dapat larut ditambah dengan pereaksi folin serta diukur pada 720 nm. Diagram alir prosedur kerja uji aktivitas enzimka tepsin dapat dilihat pada Gambar 4

Penyimpanan selama 2 jam pada suhu 37 0C

Titrasi dengan HCL 0.02 N

Data

Kasein

Perlakuan sampel1 ml buffer tris

1 ml kasein 1 ml katepsin

Perlakuan standar1 ml buffer tris

1 ml kasein 1 ml tirosin

Perlakuan blanko1 ml buffer tris

1 ml kasein 1 ml akuades

Inkubasi pada suhu 370C, 10 menit

Penambahan TCA 7% 1 ml

Penyaringan

Page 6: LAPORAN FISIOLOGI 11.doc

Keterangan: : Awal dan akhir proses : Proses : Lanjutan proses

HASIL DAN PEMBAHASAN

Organoleptik

Praktikum yang dilakukan kali ini menggunakan sampel ikan patin. Ikan patin tersebut sebelum dilakukan pengujian organoleptik untuk proses kemunduran mutu ikan, diukur morfometrik dan meristik terlebih dahulu. Data morfometrik dan meristik ikan patin dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Data morfometrik ikan patinIkan Berat(g) P.total(cm) P.baku (cm) Lebar (cm) Tinggi(cm)Patin 303 32.7 28.5 3.2 10.8

Hasil tabel diatas dapat dilihat bobot sampel ikan patin yaitu 303 g, dengan panjang total 32,7 g. Selain pengukuran morfometrik proses kemunduran ikan selanjutnya dilakukan pengamatan tiap fase kemunduran mutu yang dihitung setiap 1 jam sekali dengan tiga fase yaitu : fase prerigor, rigormortis dan post rigor . Waktu proses kemunduran mutu ikan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Data waktu proses kemunduran mutu ikanFase kemunduran mutu Waktu

Pre rigor <4Rigor 4

Post rigor 10

Filtrat

Penambahan folin 1 ml

Inkubasi selama 10 menit

Pengukuran absorbansi pada 720 nm

Data

Page 7: LAPORAN FISIOLOGI 11.doc

Fase kemunduran mutu ikan patin hingga mencapai post rigor terjadi hingga jam ke 10. Pre rigor terjadi pada saat waktu ke 0 sampai 4 dengan ciri ikan masih dalam keadaan segar baik lihat dari warna insang dan mata. Rigormortis terjadi pada waktu ke 4 dengan ditandai kaku pada ikan.

Praktikum uji organolpetik pada ikan patin menggunakan sampel ikan dengan fase pre rigor, fase rigor, dan fase post rigor. Parameter untuk pengujian organoleptik ikan tersebut dengan melihat kondisi fisik dari ikan tersebut. Data analisis organoleptik pada praktikum pengujian organoleptik disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Grafik nilai organoleptik ikan patin

Hasil nilai organolepetik pada praktikum kali ini menghasilkan nilai yang bervariasi. Uji organolpetik menggunakan beberapa parameter, diantaranya melihat mata, insang, lendir, daging, bau, dan tekstur. Nilai akhir organoleptik dari semua parameter berbeda-beda. Nilai akhir organoleptik bau, insang, lendir, mata, daging, dan tekstur secara berturut-turut adalah 3, 3, 4, 6, 7, 1

Ikan merupakan produk yang sangat cepat dalam mengalami kemunduran mutu. Kemunduran mutu ikan menurut Widiani (2010) dapat di analisis dengan cara objektif dan cara subjektif. Pengujian ikan dengan cara subjektif dapat dilakukan dengan cara organoleptik, sedangkan pengujian kemunduran mutu ikan dengan cara objektif dapat digunakan dengan pengujian TPC, TVB, dan Ph.

Metode-metode pengujian mutu pada ikan menurut Munandar et al (2009) dapat dilakukan dengan pengujian organoleptik, Total Plate Count (TPC), Total Volatile Base (TVB), dan nilai pH. Pengujian organoleptik merupakan pengujian yang melibatkan pengindraan. Selain mudah pengujian ini hanya melihat dari nilai score sheet. Pengujian ini membutuhkan ketelitian agar hasil yang didapat maksimal. TVB merupakan salah satu metode penentuan kesegaran ikan yang dilakukan secara kimia. Nilai pH merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan tingkat kesegaran ikan. Pada proses pembusukan ikan, perubahan pH daging ikan sangat besar peranannya karena berpengaruh terhadap proses autolisis dan penyerangan bakteri.

Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian terhadap suatu produk (termasuk produk perikanan) dengan menggunakan indera manusia sebagai alat

Page 8: LAPORAN FISIOLOGI 11.doc

utama seperti : kenampakan, bau, rasa dll. Cara ini sangat murah, mudah dan sangat praktis untuk dikerjakan, tetapi ketelitiannya sangat tergantung pada tingkat kepandaian orang yang melaksanakannya. Dengan metode penilaian organolepti ikan busuk dapat diketahui. Penilaian mutu/kualitas ikan dengan menggunakan cara pengujian organoleptik ternyata juga memiliki kekurangan diantaranya adalah sifat pengujiannya yang cenderung subyektif. Oleh karena itu, hasil akhir dari penilaian organoleptik ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman panjang untuk menjadi seorang penguji/panelis yang baik (Yunizal 1998).

Urutan proses perubahan yang terjadi pada ikan meliputi perubahan prerigor, rigor mortis, dan post rigor. Praktikum proses kemunduran mutu ikan dengan sampel ikan patin dengan berat rata-rata 303 g membutuhkan waktu hingga 10 jam sampai ketahap post rigor. Pre rigor ikan dimulai dengan waktu ke 0 hingga 4 dengan jumlah rata-rata score sheet 9 hingga 8, Penampakan umum Pre rigor dan rigormortis hamper sama yaitu memiliki warna yang terang dengan kilau metalik, Lendir dipermukaan pada fase ini masih jelas dan transfaran, mata cerah dan cembung. Insang berwarna merah cerah dengan aroma yang masih segar. Keadaan daging masih keras (Nurmala et al 2009). Rigormortis terjadi pada waktu ke 4 ditandai dengan kakunya badan ikan patin scor sheet 7 hingga 5. Post rigor terjadi pada jam ke 10 dengan score sheet 3 sampai 1 dengan dicirikan warna insang yang berwarna kecoklatan dan berlendir, aroma yang ditimbulkan berbau busuk dan jika tubuh ikan ditekan bekas jari tidak kembali kebentuk semula. Perubahan post rigor dipengaruhi oleh adanya aktivitas enzim dan bakteri yang terpusat pada 3 tempat yaitu kulit, insang, dan isi perut (Ilyas 1983). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Munandar et al (2009). Parameter utama untuk menentukan tingkat kesegaran ikan adalah daging dan isi perut. Daging ikan yang segar sayatannya masih cemerlang sedangkan ikan busuk warna dagingnya kusam.

Kemunduran mutu ikan digolongkan menjadi 4 tahap, yaitu prerigor, rigormortis, postrigor dan pembusukan oleh bakteri (Junianto 2003). Menurunnya tingkat kesegaran atau kemunduran mutu pada ikan disebabkan adanya reaksi kimia dan pembusukan oleh mikroba (Gram dan Dalgaard 2002). Prerigor Tahap prerigor merupakan perubahan yang pertama kali terjadi setelah ikan mati. Fase ini ditandai dengan pelepasan lendir cair, bening, atau transparan yang menyelimuti seluruh tubuh ikan.  Rigormortis adalah tahap yang terjadi ketika ikan mengalami kekakuan (kekejangan). Fase ini ditandai dengan terjadinya penurunan pH akibat akumulasi asam laktat. Nilai pH daging ikan selama fase rigormortis turun dari 7-6,5 . Postrigor, Fase postrigor merupakan fase awal kebusukan ikan. Fase ini terjadi ketika daging dan otot ikan secara bertahap menjadi lunak kembali. Busuk Mikroorganisme dominan yang berperan penting di dalam proses penurunan kesegaran ikan adalah bakteri. Dekomposisi berjalan intensif, khususnya setelah ikan melewati fase rigormortis,pada saat jaringan otot longgar dan jarak antar serta diisi oleh cairan (Irianto dan Giyatmi 2009).

Pengolahan ikan patin diindustri sangat beragam, ikan patin biasa diolah menjadi fillet serta dibuat olahan makanan seperti menjadi produk ikan salai Patin, fillet salai, dan nugget. Dalam SNI 01-2346-2006 mutu ikan segar ditandai oleh daging berwarna putih, cemerlang, bersih, dan rapih. Sehingga fillet ikan patin ini layak untuk di konsumsi dan menjadi komoditi eksport.

Page 9: LAPORAN FISIOLOGI 11.doc

Analisis pH

Praktikum analisis pH pada ikan patin menggunakan sampel ikan dengan fase pre rigor, fase rigor, dan fase post rigor. pH yang dihasilkan dimasing-masing fase menghasilkan pH yang beragam. Data analisis pH pada praktikum analisis pH disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Grafik nilai pH ikan patinGrafik diatas menjelaskan tentang pH yang didapat dari hasil pengukuran

nilai pH pada ikan patin dengan fase kemunduran mutu yang berbeda. Nilai pH yang dihasilkan pada berbagai macam fase tersebut juga menghasilkan nilai pH yang bervariasi. Nilai pH pada fase pre rigor adalah 6,42 , pH fase rigor 6,32, dan nilai pH fase post rigor adalah 6,32.

Derajat keasaman atau pH yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Penurunana pH merupakan salah satu indikator mulai masuknya fase rigor mortis. Pada fase post rigor nilai pH daging ikan patin akan terus meningkat nilai pH nya hingga ikan busuk. Peningkatan tersebut diduga terjadi karena adanya peningkatan aktivitas bakteri pengurai senyawa nitrogen non protein yang menghasilkan basa volatil. Menurut Zakaria (2008), aksi bakteri dimulai pada saat hampir bersamaan dengan terjadinya autolisis dan yang kemudian berjalan sejajar.

Nilai rata-rata pH daging ikan patin setelah mati hingga 1,5 jam masih relative konstan, yaitu 6,42. Kemudian dua jam setelah ikan mati terjadi penurunan nilai pH. Hasil pengamatan diperoleh terjadi penurunan pH setelah ikan mati pada jam ke 4, dan penurunan terus terjadi hingga jam ke 12 dimana pH turun dari 6,42 menjadi 6,32. Umumnya menurut penelitian Susanto et al (2011). saat setelah ikan mati pH ikan mendekati netral, yaitu sekitar 6,8 hingga netral, selanjutnya adanya pemecahan glikogen yang menghasilkan asam laktat akan meningkatkan keasaman daging yang mengakibatkan pH daging akan menjadi menurun (Lawrie 1995). Hasil pengamatan berdasarkan derajat keasaman daging ikan patin, diperoleh bahwa dua jam setelah ati ikan patin dari fase pre-rigor mortis mulai memasuki fase rigir mortis hingga 12 jam setelah mati, ini dicirikan dengan msih menurunnya pH. Penurunan nilai pH masih berlangsung karena

Page 10: LAPORAN FISIOLOGI 11.doc

perombakan oleh enzim masih menghasikan senyawa bersifat asam, pada suhu rendah enzim masih tetap aktif.

Nilai pH akan semakin menurun seiring semakin banyaknya asam laktat yang terbentuk dan penurunan ATP. Pada akhirnya pH akan semakin asam yaitu pada fase rigor mortis. Pada fase post rigor nilai pH daging ikan patin akan terus meningkat nilai pHnya hingga ikan busuk. Peningkatan tersebut diduga terjadi karena adanya peningkatan aktivitas bakteri pengurai senyawa nitrogen non protein yang menghasilkan basa volatil. Menurut Ilyas (1983) dalam Zakaria (2008), aksi bakteri dimulai pada saat hampir bersamaan dengan terjadinya autolisis dan yang kemudian berjalan sejajar. Ikan yang baru mati dan masih dalam fase pre-rigormortis mempunyai tekstur daging yang sama dengan ikan hidup, yaitu kenyal, elastic dan lentur, hal ini berhubungan dengan masih adanya kontraksi dan relaksasi yang terjadi pada otot ikan. Perubahan pH ikan selama kemunduran mutu menurut Liviawaty dan Afrianto (2010) diantaranya dipengaruhi beberapa faktor-faktor suhu lingkungan, kondisi ikan, dan jenis ikan (ilyas 1983).

Analisis TVB

Praktikum analisis TVB pada praktikum kali ini menggunakan sampel ikan dengan fase pre rigor, fase rigor, dan fase post rigor. Nilai TVB yang dihasilkan dimasing-masing fase menghasilkan hasil yang beragam. Data analisis TVB pada praktikum analisis TVB disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Grafik kadar TVB ikan patin

Hasil yang diperoleh pada praktikum analisis TVB dengan sampel ikan patin yang terdiri dari tiga macam fase kemunduran mutu memperoleh nilai TVB yang berbeda. Tiga macam fase kemunduran mutu tersebut yaitu fase pre rigor langsung setelah mati, fase rigor 4 jam setelah mati, dan fase post rigor 12 jam setelah mati. Nilai TVB pada fase pre rigor adalah 10,70, nilai TVB pada fase rigor adalah 11,24 mg, dan nilai TVB pada fase post rigor adalah 12,84 mg.

TVB merupakan hasil dekomposisi protein oleh aktivitas bakteri dan enzim. Pemecahan protein menurut Farahita et al (2012) dapat menghasilkan 95 %

Page 11: LAPORAN FISIOLOGI 11.doc

amonia dan CO2, disamping itu akibat langsung pemecahan protein menjadi total N non protein tubuh ikan menjadi basis dengan pH 7,1-7,2. Hasil pemecahan protein bersifat volatile dan menimbulkan bau busuk seperti ammonia, H2S, merkaptan, phenol, kresol, indol dan skatol.

Kadar TVB menurut Nagai et al (2006) ikan patin meningkat seiring bertambahnya waktu penyimpanan. Kadar TVB terus mengalami peningkatan hingga jam ke 11. Kadar TVB pada jam ke 0 hingga jam ke 4 mengalami peningkatan yaitu 10,70 menjadi 11,24. Peningkatan juga terjadi pada jam ke 4 hingga jam ke 12 yaitu 11,24 menjadi 12,84. Kadar TVB ini dipengaruhi oleh jumlah bakteri yang tahan hidup sehingga hasil metabolisme bakteri berupa TVB juga berbeda. Kadar TVB menurut Nurilmala et al (2009)merupakan indikator kualitas ikan.Batas maksimum untuk TVB yaitu 20-30 mg/100 g merupakan batas layak dikonsumsi.

Hubungan sangat kuat dan signifikan antara kadar TVB terhadap mutu ikan. Kadar TMA yang tinggi akan berpengaruh terhadap kenampakan; bau; tekstur daging ikan ,Kenaikan TVB akibat enzim protein secara autolisis menjadi asam karboksilat, asam sulfida, NH3 dan sebagainya. Meningkatnya TVB disebabkan oleh terbentuknya amoniak dan senyawa trimetilamin dan basa volatil lainnya yang mengandung nitrogen, secara keseluruhan dinyatakan sebagai basa volatil total (TVB) (Suryawan 2004). Peningkatan nilai TVB diikuti dengan peningkatan nilai pH dan total koloni bakteri akibat dari aktivitas bakteri dan enzimatik. Adanya bakteri berhubungan dengan proses penanganan selama pemanenan,pembongkaran, dan penanganan yang sesuai dengan prinsip GHP (Good Handling Practices) karena belum diterapkannya prinsip rantai dingin serta sanitasi dan higienis.

Aktivitas Enzim Kaptesin

Praktikum aktivitas enzim ketepsin menggunakan sampel ikan patin dengan fase pre rigor, fase rigor, dan fase post rigor. Aktivitas enzim katepsin yang dihasilkan dimasing-masing fase menghasilkan hasil yang beragam. Data aktivitas enzim katepsin pada praktikum disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Data aktivitas enzim katepsinHasil yang diperoleh pada praktikum aktivitas enzim katepsin dengan

sampel ikan patin yang terdiri dari tiga macam fase kemunduran. Tiga macam fase kemunduran mutu tersebut yaitu fase pre rigor dengan nilai enzim katepsin yaitu

Page 12: LAPORAN FISIOLOGI 11.doc

0,02 U/ml pada jam ke 0, Fase rigor mengalami peningkatan menjadi 0,174 U/ml pada waktu jam ke 4, Fase post rigor terjadi pada jam ke 12 dengan nilai aktivitas enzim katepsin yang dihasilkan yaitu 0,181 U/ml. Kemunduran mutu mengalami kenaikan pada setiap fase yang dilewati

Salah satu jensi enzim yang berperan penting dalam proses kemunduran mutu ikan menurut Salamah et al (2010) adalah enzim-enzim pengurai protein (enzim proteolitik) yang menguraikan protein menjadi pepton, polipeptida, dan asam-asam amino. Diantara enzim proteolitik tersebut adalah enzim katepsin. Katepsin merupakan enzim proteolitik yang terdapat pada jatingan tubuh ikan. Enzim ini sangat berperan dalam proses pelunakan tekstur daging ikan akibat degradasi protein myofibril sehingga turut mempercepat proses kemunduran mutu ikan (Jing 2000).

Aktivitas enzim katepsin ikan patin pada fase pre rigor, rogor mortis dan post rogor mengalami peningkatan dengan aktivitas masing-masing yaitu 0,022 U/ml, 0,174 U/ml dan 0,181 U/ml. Aktivitas enzim katepsin tertinggi pada fase post rigor dengan aktivitas 0,181 U/ml. Hal ini diduga karena pengaruh suhu, aktivitas enzim katepsin menurut Salamah et al (2010) akan optimum pada suhu 370C. Menurut penelitian yang dilakukan Salamah et al (2010) aktivitas enzim tertinggi terdapat pada fase post rigor dengan aktivitas 0,929 U/ml. Berdasarkan hasil uji ragam (ANOVA α =0,05) perlakuan kombinasi kondisi ikan sebelum dipanen dan suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang tidak berbeda dnyata terhadap aktivitas enzim katepsin pada tingkat kepercayaan 95%. Fase kemunduran mutu ikan (pre rigor, rigormortis, post rigor, dan busuk) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap aktivitas katepsin pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini dapat disebabkan karena pengaruh lama penyimpanan, dan kualitas daging, pH asam, konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, dan suhu.

Katepsin merupakan salah satu enzim yang berperan dalam proses pelunakan tekstur daging ikan akibat degradasi protein myofibril sehingga kemunduran mutu ikan terjadi lebih cepat (Jing 2000). Katepsin menurut Nurhayati et al (2011) dihasilkan oleh organel di dalam sel yang disebut dengan lisosom. Katepsin lisosomal seperti B, D, dan L mempunyai peran dalam pelunakan dan penguraian daging ikan selama post mortem ikan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh akumulasi metabolit, perubahan rasa, terbentuknya komponen volatile serta peningkatan jumlah bakteri yang pada akhirnya menimbulkan kerugian karena nilai jual ikan menurun dan ikan tidak sehat untuk dikonsumsi, sehingga diperlukan senyawa penghambat yang disebut dengan inhibitor. Katepsin sebagian terikat pada otot ikan dalam keadaan tidak aktif sebagai kompleks enzim-inhibitor.

KESIMPULAN DAN SARAN

Page 13: LAPORAN FISIOLOGI 11.doc

Kesimpulan

Kondisi pre rigor ,rigor mortis, dan post rigor dan busuk pada penyimpanan suhu ruang terjadi selama 10 jam dengan interval waktu pengamatan satu jam tejadi berturut-turut <4 , 4, dan 10 pada jam penyimpanan. Nilai organoleptik ikan patin mengalami penurunan dari fase pres rigor hingga busuk yang diikuti dengan kenaikan nilai TVB. Nilai PH mengalami penurunan pada fase rigor mortis dan mengalami kenaikan pada fase post rigor hingga busuk. Aktivitas enzim katepsin tertinggi dtemukan pada saat fase post rigor yaitu sebesar 0,818 U/ml.

Saran

Sampel yang digunakan lebih bervariasi. Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan dengan aplikasi inhibitor enzim untuk menghambat kemunduran mutu ikan patin. Disarankan juga untuk dilakukan penelitian dengan menggunakan aktivitas enzim lainnya, missal tripsin, kemotripsin, dan pepsin

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional [BSN]. 2006. Petunjuk Uji Organoleptik Ikan Segar StandarNasional Indonesia. SNI-01-2346-2006. Jakarta:Standar Nasional Indonesia.

Farahita Y,Junianto, Kurniawati.2012.Karakteristik kimia caviar nilem dalam perendaman campuran larutans asam asetat dengan larutan garam selama penyimpanan suhu dingin(5-100C).jurnal Perikanan dan Kelautan.3(4):165-170.

Gram L, dan Dalgaard, P 2002.Fish spoilage bacteria - problems and solutions.Current Opinion in Biotechnology.13(3):262-266.

Ilyas S. 1983. Teknologi Refrigasi Hasil Perikanan. Jilid I. Teknik Pendinginan Ikan. Jakarta: CV Paripurna.

Irianto, H.E. danS. Giyatmi. 2009. Teknologi PengolahanHasil Perikanan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Jing ST. 2000. Enzymes and their effect on seafood texture. Di dalam: Haard NF, Simpson BK, editor. Seafood Enzymes. New York: Marcel Dekker, Inc.

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.Lawrie RA. 1995. Ilmu Daging. Jakarta(ID): UI-Press.Liviawaty E dan Afrianto E. 2010. Penanganan Ikan Segar. Bandung(ID): Widya

Padjadjaran.Martha R. 2006. Analisa Kelayakan Industri Fillet Ikan Patin Beku (Pangasius

Hypophthalmus) Di Kabupaten Bogor [Skripsi] Bogor (Id) : Fakultas Teknologi Pertanian,Institiut Pertanian Bogor.

Munandar A, Nurjanah, Nurilmala M .2009. Kemunduran mutu ikan nila(Oreochromis niloticus) pada penyimpanan suhu rendah dengan perlakuan cara kematian dan penyiangan. Jurnal Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia.11(2):88-101

Page 14: LAPORAN FISIOLOGI 11.doc

Nagai T, Inoue N, Kanamori N, Suzuki T, Nagashima. 2006. Characterization on honey from different floral sources. Its functional properties and effects of honey species on storage of meats. Food Chem 96 (2) : 256-262.

Nurhayati T, Salamah E, Tampubolon K, Apriland A. 2011. Peranan inhibitor katepsin dari ikan patin (Pangasius hypophthalmus) untuk menghambatKemunduran mutu ikan bandeng (Chanos chanos forskal). Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia.14 (1): 49-55.

Nurilmala M, Nurjanah, Rahadian H. 2009. Kemunduran mutu ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) pada penyimpanan suhu chilling dengan perlakuan cara mati. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 7(1):1-16.

Salamah E, Nurhayati T, dan Rustamaji.2010. Aktivitas enzim katepsin dan kolagenase pada ikan Bandeng (Chanos chanos) selama periode kemunduran mutu. Jurnal Logika .7(2):073.079

Sedarwangi. 2011. Kemunduran mutu ikan patin (Pangasius sp.) dengan pengujian secara objektif dan subjektif. [skripsi]. Bandung (ID) : Fakultas Perikanan, Universitas Padjajaran.

Suryawan AG. 2004. Karakteristik Perubahan Mutu Ikan Selama PenangananOleh Nelayan tradisional Dengan Jaring Rampus (Studi Kasus di Kaliadem, Muara Angke, DKI Jakarta). [Sripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Susanto E, Agustini TW, Swastawati F, Surti T, Fahmi AS, Albar MF, Nafis MK. 2011. Pemanfaatan bahan alami untuk memperpanjang umur simpan ikan kembung (Rastrelliger neglectus). Jurnal Perikanan 13(2): 60-69.

Widiani S. 2010. Kemunduran mutu ikan bandeng (Chanos chanos) dengan perlakuan penyiangan dan suhu chilling. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 7(11):11-16.

Yunizal, Wibowo S. 1998. Penanganan Ikan Segar. Jakarta:Pusat Penelitian danPengembangan Perikanan.

Zakaria R. 2008. Kemunduran mutu ikan gurami (Osphronemus gouramy) pasca panen pada penyimpanan suhu chilling. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Contoh perhitungan kadar TVB

Page 15: LAPORAN FISIOLOGI 11.doc

Kadar TVB (%) =

= x 100%

= 10.70%

Lampiran 2 Contoh perhitungan aktivitas enzim katepsin

UA1 =

=

= 0

UA2 =

=

= 0.044

UArata-rata =

=

= 0.022