LAPORAN FINAL - sipdas- · PDF filedapat dijadikan panduan, ... serta penanggulangan banjir...
Transcript of LAPORAN FINAL - sipdas- · PDF filedapat dijadikan panduan, ... serta penanggulangan banjir...
LAPORAN FINAL
RENCANA PENGELOLAAN DAS TERPADU
PADA DAS PRIORITAS I KANDILO KABUPATEN PASER
Tana Paser , Desember 2012
KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAS DAN PERHUTANAN SOSIAL BALAI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
MAHAKAM BERAU Alamat : Jl. MT. Haryono No. 21 , Telp./Fax. (0541) 734950
SAMARINDA - KALIMANTAN TIMUR
ii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Lokasi pekerjaan penyusunan rencana pengelolaan DAS terpadu adalah DAS Kandilo, karena DAS Kandilo termasuk salah satu DAS prioritas I di wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang luasnya sekitar 354.600 Ha, yang terdapat di wilayah Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur.
Maksud penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu ini adalah
melakukan analisis karakteristik sistem DAS (biofisik, sosial ekonomi budaya dan kelembagaan), analisis permasalahan dan merumuskan strategi, melakukan sinkronisasi program dan rencana jangka panjang pengelolaan DAS Kandilo yang bersifat multi para pihak, multi sumberdaya alam dan multi sektoral.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk memfasilitasi penyusunan Rencana
Pengelolaan DAS Terpadu dan tersedianya Rencana Pengelolaan DAS Terpadu di DAS Kandilo sebagai rencana pengelolaan jangka panjang yang dapat dijadikan panduan, masukan dan pertimbangan bagi para pemangku kepentingan dalam menyusun rencana teknis yang lebih detil.
Rumusan permasalahan DAS Kandilo sebagai berikut :
(1). Bagaimana menekan laju perluasan dan memperbaiki/menghijaukan kembali lahan kritis dan laju sedimentasi, serta penanggulangan banjir dan pencemaran air yang terjadi di DAS Kandilo ?
(2). Bagaimana mengatasi degradasi keanekaragaman hayati yang terjadi di DAS Kandilo ?
(3). Bagaimana menata/mengatur ruang wilayah dan penggunaan/ pemanfaatan lahan yang memperhatikan kesesuaian aspek ekonomi, sosial dan lingkungan di dalam DAS Kandilo ?
(4). Bagaimana mengatasi kebutuhan lahan untuk penghidupan masyarakat di sektor pertanian, serta meningkatkan pemahaman budaya konservasi di sektor pertanian, perkebunan, pertambakan, kehutanan dan pertambangan di DAS Kandilo ?
(5). Bagaimana mewujudkan suatu lembaga yang mengkoordinasikan parapihak terkait dalam pengelolaan DAS Kandilo dan pendanaannya, serta dapat menangani permasalahan hulu - hilir DAS Kandilo (misalnya pemanfaatan DAS untuk keperluan air bersih) dan pelibatan masyarakat ?
Didasarkan rumusan permasalahan tersebut di atas, dapat dirumuskan
tujuan pengelolaan DAS Kandilo sebagai berikut :
iii
(1). Terwujudnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi para pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS Kandilo;
(2). Terwujudnya kondisi tata air DAS Kandilo yang optimal meliputi jumlah, kualitas dan distribusi berdasarkan ruang dan waktu;
(3). Terwujudnya kondisi lahan yang produktif sesuai daya dukung dan daya tampung DAS Kandilo;
(4). Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam wilayah DAS Kandilo dari hulu sampai hilir.
Berdasarkan kondisi obyektif seperti tersebut di atas, maka sasaran jangka panjang (15 tahun) yang ingin dicapai sesuai lingkup waktu rencana pengelolaan DAS Kandilo sebagai berikut: (1). Terbangunnya model kelembagaan pengelolaan DAS yang akomodatif,
partisipatif, terpadu dan berorientasi pada pencapaian tujuan pengelolaan DAS;
(2). Terkendalinya laju erosi dan sedimentasi, bencana banjir dapat ditekan seminimal mungkin, serta laju pencemaran air pada tingkat ambang batas yang diperkenankan di DAS Kandilo;
(3). Meningkatnya kualitas air DAS Kandilo sebagai bahan baku untuk PDAM Kabupaten Paser dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Paser;
(4). Terkendalinya degradasi keanekaragaman hayati dan meningkatnya kualitas habitat untuk berkembangnya kehidupan liar di wilayah DAS Kandilo;
(5). Adanya kesesuaian penggunaan/pemanfaatan lahan di DAS Kandilo dengan RTRW Kabupaten Paser dan RTRW Provinsi Kalimantan Timur;
(6). Meningkatkan kesejahteran masyarakat di wilayah DAS Kandilo, serta meningkatkan partisipasi para pihak yang memanfaatkan sumberdaya alam (SDA) dan jasa lingkungan di DAS Kandilo.
Unsur-unsur utama dalam startegi pencapaiannya sebagai berikut : (1). Adanya struktur pengelola (lembaga) dan mekanisme kerja yang jelas:
siapa yang melaksanakan apa, monitoring dan evaluasi, sehingga terwujud suatu sistem pengelolaan DAS terpadu dan berkelanjutan yang dalam hal ini sering disebut sebagai “One River One Plan, One Management”;
(2). Rencana pengelolaan DAS dilaksanakan secara bertahap dengan menggunakan skala prioritas yang diselaraskan dengan sistem perencanaan pembangunan nasional dan lokal;
(3). Partisipasi dan pelibatan berbagai pihak dalam pengelolaan DAS dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan.
iv
Program dan kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka Pengelolaan DAS Terpadu pada DAS Kandilo dapat dikelompokkan melalui analisis permasalahan biofisik dan analisis permasalahan sosial ekonomi dan kelembagaan yang secara rinci disajikan pada Tabel berikut: Tabel: Analisis Permasalahan Biofisik
No. Permasalahan Pokok Penyebab Utama Program/Kegiatan
yang dapat dilakukan 1. Lahan Kritis a. Curah hujan relatif tinggi.
b. Kondisi geofisik yang rentan seperti topografi/kelerengan bergelombang dan jenis tanah relatif rentan erosi.
c. Pembukaan hutan dan lahan termasuk perambahan hutan (illegal logging).
d. Kegiatan perladangan yang tidak ramah lingkungan.
e. Aktivitas perkebunan sawit dan pertambangan batubara.
f. Bencana kebakaran hutan dan lahan.
a. Reboisasi dan penghijauan. b. Reklamasi lahan dan
revegetasi. c. Penerapan prinsip
Konservasi Tanah dan Air dalam penggunaan/ pemanfaatan lahan.
d. Penyuluhan kehutanan, pertanian dan perkebunan.
e. Pengamanan dan penyelamatan hutan dari bencana kebakaran hutan dan lahan.
2. Sedimentasi (DAS/Sungai)
a. Aliran permukaan, erosi, dan longsor.
b. Aktivitas perladangan, penyiapan lahan perkebunan, aktivitas pertambangan batubara dan emas.
c. Pembukaan lahan untuk pembangunan (pemukiman, fasilitas industri).
d. Pembuangan limbah sampah rumah tangga ke sungai.
a. Pengerukan sedimen di sungai.
b. Pengendalian erosi dan sedimentasi.
c. Penyuluhan upaya- upaya penekanan laju erosi dan sedimentasi.
d. Pengaturan pembuangan limbah sampah yg ramah lingkungan.
3. Kualitas Air (DAS/Sungai)
a. Aktivitas/limbah eksploitasi hutan (pembusukan sisa penebangan dan limbah workshop).
b. Aktivitas perkebunan (pestisida, herbisida dan pupuk, dan perlakuan pasca panen).
c. Aktivitas/limbah pertambangan batubara dan emas.
d. Pembuangan limbah sampah rumah tangga ke sungai.
a. Penanganan pembuangan limbah yg ramah lingkungan.
b. Penyuluhan dan pelatihan terkait penanganan limbah/sampah.
c. Pemantauan dan pengawasan kualitas air sungai secara periodik.
4. Banjir a. Curah hujan tinggi. b. Perluasan lahan terbuka. c. Pengurukan daerah/kawasan
penyimpan air. d. Drainase/kapasitas tampung
saluran air yang tidak memadai. e. Terjadinya pasang surut air yang
a. Penataan ruang/ kawasan dan pemanfaatan sumberdaya alam berbasis DAS.
b. Normalisasi saluran drainage.
c. Pembangunan bangunan
v
cukup tinggi (”banjir ROP”). f. Pembuangan sampah rumah
tangga ke sungai.
pengendali banjir. d. Pengaturan pembuangan
sampah yg ramah lingkungan.
5. Degradasi Keaneka-ragaman Hayati
a. Pembukaan lahan yang tidak terarah.
b. Aktivitas penebangan pohon hutan, penyiapan lahan perkebunan, pembukaan lahan tambang batu bara, dan pembukaan tambak.
c. Kejadian bencana kebakaran hutan dan lahan.
a. Pengaturan teknik pembukaan lahan yang berwawasan lingkungan.
b. Penyuluhan dan pelatihan teknik penebangan dan penyiapan lahan yang ramah lingkungan.
c. Sosialisasi pengamanan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
Tabel: Analisis Permasalahan Sosial Ekonomi dan Kelembagaan
No. Permasalahan Pokok Penyebab Utama Program atau Kegiatan
yang Dapat Dilakukan 1. Tata Ruang dan
Penggunaan Lahan
a. Adanya tumpang tindih/ overlapping pemanfaatan ruang/kawasan.
b. Adanya kawasan pinggir/ sempadan sungai sebagai kawasan budidaya non kehutanan.
c. Masih belum selesainya secara menyeluruh realisasi tata batas fungsi/peruntukan kawasan.
d. Penataan ruang/ penggunaan lahan belum sepenuhnya berbasis ekosistem DAS.
a. Pengembalian status kawasan/lahan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku melalui instansi yang berwenang.
b. Penyelesaian realisasi tata batas fungsi/ peruntukan kawasan.
c. Penataan ruang/ penggunaan lahan berbasis ekosistem DAS.
d. Sosialisasi peraturan perundangan terkait.
2. Konflik Pemanfaatan Sumberdaya Alam (SDA) dan Lahan
a. Adanya egosektoral dalam pemanfaatan SDA.
b. Maraknya pemanfaatan lahan seperti untuk aktivitas pertambangan dan perkebunan yang menimbulkan konflik dengan masyarakat.
c. Usaha penguasaan lahan oleh masyarakat.
a. Implementasi koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar sektor dalam pemanfaatan SDA.
b. Pemantapan dan pemasyarakatan RTRW di wilayah DAS Kandilo.
c. Manajemen konflik. d. Redistribusi lahan.
3. Permasalahan Hulu – Hilir DAS
a. Belum adanya mekanisme/pengaturan kompensasi.
b. Belum optimalnya peran lembaga terkait dalam menangani masalah hulu – hilir DAS Kandilo.
c. Belum terpolanya pemahaman ”One River, One Plan, One Management”.
a. Penyusunan kesepakatan pengaturan kompensasi antara hulu – hilir DAS Kandilo.
b. Optimalisasi peran lembaga terkait dalam penanganan masalah hulu – hilir DAS Kandilo.
c. Sosialisasi pemahaman
vi
”One River, One Plan, One Management”.
4. Ketergan-tungan Penduduk pada Lahan
a. Mata pencaharian mayoritas penduduk di sektor pertanian.
b. Budaya teknik perladangan gilir balik.
a. Pemberdayaan masyarakat petani.
b. Penyuluhan dan peningkatan keterampilan petani.
c. Pendidikan dan keterampilan kewirausahaan.
d. Aplikasi Agroforestry. 5. Pemahaman
Budaya Konservasi yang Masih Lemah
a. Adanya praktik kegiatan pertanian, perkebunan, pertambakan dan kehutanan serta pertambangan batubara yang belum sepenuhnya menerapkan teknik konservasi tanah dan air.
b. Praktik kegiatan pertanian, perkebunan, pertambakan dan kehutanan serta pertambangan batubara yang tidak ramah lingkungan.
a. Penyuluhan dan pelatihan penerapan teknik Konservasi Tanah dan Air.
b. Sosialisasi tentang pemahaman praktik kegiatan pemanfaatan SDA yang ramah lingkungan.
6. Kelembagaan a. Belum optimalnya kerjasama/koordinasi lembaga-lembaga terkait dalam penanganan DAS Kandilo.
b. Terbatasnya instrumen peraturan perundangan yang mengatur kelembagaan DAS Kandilo.
a. Optimalisasi koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi (KISS) antar lembaga terkait dalam penanganan DAS Kandilo.
b. Penyusunan kebijakan/ peraturan yang mengatur kelembagaan DAS Kandilo.
7. Pelibatan Masyarakat Sekitar dalam Dunia Usaha
a. Tidak terpenuhinya persyaratan pendidikan dan keterampilan minimal yang dibutuhkan perusahaan.
b. Keterbatasan masyarakat sekitar dalam mendapatkan informasi perusahaan.
a. Pemberdayaan masyarakat. b. Penyuluhan dan pelatihan
untuk meningkatkan keterampilan masyarakat.
c. Revitasisasi Kantor Kecamatan/Desa sebagai sumber informasi.
8. Pendanaan a. Terbatasnya dana pemerintah. b. Adanya ketergantungan
pendanaan pengelolaan DAS dari Pemerintah Daerah /Pusat.
c. Keterlibatan pihak pengguna jasa lingkungan DAS dalam pendanaan kegiatan belum diatur secara baik (misal PDAM & Perusahan lainnya).
d. Penyaluran dan penggunaan dana belum efisien dan efektif.
a. Kerjasama para pihak untuk penggalangan dana dari sumber-sumber lain seperti dari sektor swasta, luar negeri dan lain-lain.
b. Penyusunan peraturan tentang pengguna jasa lingkungan DAS terkait pendanaan pengelolaan DAS Kandilo.
c. Pengaturan penyaluran dan penggunaan dana secara efisien dan efektif.
vii
KATA PENGANTAR
Rencana pengelolaan terpadu DAS Kandilo merupakan rencana
umum jangka panjang pengelolaan DAS yang telah mengacu pada
berbagai peraturan perundangan yang berlaku dan dijabarkan secara
menyeluruh dan terpadu yang memuat perumusan masalah spesifik di
dalam DAS Kandilo, sasaran dan tujuan pengelolaan, arahan kebijakan,
program dan kegiatan dalam pemanfaatan, perlindungan dan pelestarian
sumberdaya alam, pengembangan sumberdaya manusia, arahan model
kelembagaan pengelolaan DAS serta rumusan sistem monitoring dan
evaluasi kegiatan pengelolaan DAS.
Proses penyusunan dilakukan secara partisipatif melibatkan
seluruh instansi terkait, LSM dan perguruan tinggi sehingga diharapkan
dokumen ini dapat diterima dan menjadi acuan dalam penyusunan
rencana-rencana sektoral yang lebih detail seperti RPJM, RKPD dan
rencana spesifik lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan hutan, tanah
dan air.
Disadari bahwa sebagai rencana yang bersifat terpadu, maka
dibutuhkan penyempurnaan-penyempurnaan seiring dengan waktu,
terutama dalam kaitan dengan kelembagaan yang diusulkan. Kendala
yang akan timbul diharapkan akan terpecahkan melalui kegiatan
koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi melalui wadah Forum DAS
viii
Provinsi Kalimantan Timur dan Forum DAS Kabupaten Paser selaku
pemeran utama dalam pengaturan keterpaduan program dan kegiatan.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada seluruh stakholders yang
telah berperan aktif dalam penyusunan rencana pengelolaan terpadu
DAS Kandilo ini. Semoga dokumen ini bermanfaat bagi terwujudnya
pengelolaan DAS Kandilo yang lebih efektif, efisien dan berkelanjutan.
Samarinda, September 2012
Kepala Balai Pengelolaan DAS
Mahakam Barau,
Ir. Irwansyah Windu Asmoro, M.Si NIP. 196107051989031002
viii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL DAN PENGESAHAN ....................................... iRINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................... iiKATA PENGANTAR ..................................................................... viiDAFTAR ISI .................................................................................. viiiDAFTAR TABEL ........................................................................... xDAFTAR GAMBAR ...................................................................... xi
I. PENDAHULUAN ................................................................. I – 1 A. Latar Belakang ............................................................... I – 1 B. Maksud dan Tujuan ........................................................ I – 4 C. Sasaran Lokasi .............................................................. I – 4
II. METODA PENYUSUNAN RENCANA ................................ II – 1 A. Kerangka Pendekatan Pengelolaan DAS ...................... II – 1 1. Pendekatan Sistem .................................................. II – 1 2. Pendekatan Teknologi ............................................. II – 1 3. Pendekatan Institusi/Kelembagaan ......................... II – 2 4. Pendekatan Partisipatif ............................................ II – 3 B. Tahapan Kegiatan Penyusunan Pengelolaan DAS ........ II – 4 1. Inventarisasi Karakteristik DAS ................................ II – 4 2. Identifikasi Masalah ................................................. II – 4 3. Identifikasi Para Pihak ............................................. II – 5 4. Perumusan Tujuan dan Sasaran ............................. II – 5 5. Perumusan Kebijakan dan Program ........................ II – 5 6. Perumusan Kelembagaan ....................................... II – 6 7. Perumusan Sistem Pemantauan dan Evaluasi ........ II – 6 8. Penyusunan Sistem Insentif dan Disinsentif ............ II – 7 9. Perumusan Pendanaan ........................................... II – 7
III. KONDISI DAN KARAKTERISTIK DAS ............................... III – 1 A. Kondisi Biofisik ............................................................... III – 1 1. Letak Geografis dan Wilayah Administrasi
Pemerintahan ........................................................... III – 1 2. Iklim .......................................................................... III – 2 3. Fisiografi dan Topografi ........................................... III – 5 4. Geologi dan Jenis Tanah ......................................... III – 7 5. Pola Jaringan Sungai (Drainage Network Pattern)... III – 11 6. Penutupan/Penggunaan Lahan ............................... III – 11 B. Kondisi Sosial Ekonomi .................................................. III – 13 1. Kependudukan ......................................................... III – 13 2. Mata Pencaharian/Tenaga Kerja ............................. III – 14 3. Pertanian .................................................................. III – 17 4. Perkebunan .............................................................. III – 19 5. Kehutanan ................................................................ III – 21 6. Peternakan ............................................................... III – 22
ix
7. Perikanan ................................................................. III – 23 8. Ketersediaan Energi Listrik dan Air Bersih ………… III – 24 9. Perekonomian Wilayah ………………………………. III – 26 10. Kelembagaan …………………………………………. III – 30
IV. ANALISIS DAN PERUMUSAN MASALAH ......................... IV – 1 A. Identifikasi Masalah ........................................................ IV – 1 1. Biofisik ...................................................................... IV – 1 2. Sosial Ekonomi dan Kelembagaan .......................... IV – 6 B. Kajian dan Analisis ......................................................... IV – 15 C. Rumusan Permasalahan ................................................ IV – 19 V. RENCANA DAN STRATEGI PENGELOLAAN ................... V – 1 A. Tujuan dan Sasaran ....................................................... V – 1 B. Strategi Pencapaian ....................................................... V – 3 C. Kebijakan, Program dan Kegiatan ................................. V – 9 1. Kebijakan Pengembangan Kelembagaan
Pengelolaan DAS ..................................................... V – 9
2. Kebijakan Pemantapan Tata Ruang Wilayah DAS .. V – 12 3. Konservasi dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan ........ V – 14 D. Analisis Peran dan Kelembagaan .................................. V – 15 1. Identifikasi Para Pihak, Fungsi dan Peran ................ V – 15 2. Rumusan Kelembagaan Pengelolaan DAS Kandilo
secara Terpadu ......................................................... V – 35 VI. RENCANA IMPLEMENTASI PROGRAM DAN KEGIATAN.. VI – 1 A. Tahapan Pelaksanaan .................................................. VI – 1 1. Tahapan Persiapan Pengelolaan ............................. VI – 2 2. Tahapan Identifikasi Khusus dan Sosialisasi ........... VI – 6 3. Tahapan Penyusunan Rencana Jangka Menengah.. VI – 6 4. Tahapan Implementasi Kegiatan ............................. VI – 8 B. Organisasi Pelaksana ................................................... VI – 13 C. Rencana Investasi dan Pembiayaan ............................ VI – 14 D. Mekanisme Pelaksanaan dan Pendanaan ................... VI – 16 VII. PEMANTAUAN DAN EVALUASI ........................................ VII – 1 A. Standar, Kriteria dan Indikator ...................................... VII – 2 1. Kriteria Penggunaan Lahan DAS ............................. VII – 8 2. Kriteria Tata Air DAS ................................................ VII – 10 3. Kriteria Sosial Ekonomi DAS ................................... VII – 13 4. Kriteria Kelembagaan DAS ...................................... VII – 15 B. Cara Pengukuran dan Penetapan Kriteria …………….. VII – 17 C. Lembaga Monitoring dan Evaluasi ................................ VII – 18 VIII. REKOMENDASI ................................................................. VIII – 1 DAFTAR PUSTAKA
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Nilai Unsur-unsur Iklim di Sekitar Wilayah
Kabupaten Paser .................................................... III - 3Tabel 3.2. Curah Hujan Bulanan yang Tercatat pada
Beberapa Wilayah Kecamatan di DAS Kandilo ...... III - 4Tabel 3.3. Sebaran Kelas Kelerengan dan Luasannya di DAS
Kandilo .................................................................... III - 6Tabel 3.4. Jenis Penutupan Lahan di DAS Kandilo ................. III - 12Tabel 3.5. Jumlah Penduduk pada Kelima Kecamatan ........... III - 13Tabel 3.6. Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Kelima
Kecamatan ............................................................. III - 14Tabel 3.7. Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas yang
Bekerja Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Paser 2011 ........................................................... III - 15
Tabel 3.8. Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur Produktif di Kabupaten Paser 2011 ........................ III - 15
Tabel 3.9. Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Kelima Kecamatan di Kabupaten Paser 2011 .................... III - 16
Tabel 3.10. Luas Panen dan Produksi Tanaman Pertanian Kelima Kecamatan yang Terkait DAS Kandilo di Kabupaten Paser 2011 ........................................... III - 18
Tabel 3.11. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Kelima Kecamatan yang Terkait DAS Kandilo di Kabupaten Paser 2011 .......................................... III - 20
Tabel 3.12. Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsinya di Wilayah Kabupaten Paser 2011 ............................. III - 21
Tabel 3.13. Realisasi Produksi Kayu Bundar di Kabupaten Paser 2011 ……………………………………………
III - 22
Tabel 3.14. Populasi Ternak Kelima Kecamatan di Kabupaten Paser 2011 .......................................................... III - 23
Tabel 3.15. Produksi Perikanan Kelima Kecamatan di Kabupaten Paser 2011 ........................................... III - 24
Tabel 3.16. Produksi, Pelanggan, Kapasitas Tersambung, Kapasitas Terpasang dan Daya Mampu Listrik PLN pada Beberapa PLN Ranting di Kabupaten Paser 2011 …………………………………………… III - 25
Tabel 3.17. Produksi, Kapasitas, Pelanggan dan Distribusi Air Minum PDAM pada Beberapa Kecamatan di Kabupaten Paser 2011 ……………………………… III - 26
Tabel 3.18. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Paser Tahun 2007–2011 (000.000 Rp). III - 29
xi
Tabel 3.19. Klasifikasi Tingkat Keberdayaan Lembaga Lokal / Adat di Wilayah DAS Kandilo ………………………. III - 31
Tabel 3.20. Klasifikasi Tingkat Ketergantungan Masyarakat pada Pemerintah di Wilayah DAS Kandilo ……...... III - 31
Tabel 3.21. Klasifikasi Tingkat Konflik Antar Lembaga / Stakeholders di Wilayah DAS Kandilo …………….. III - 33
Tabel 3.22. Klasifikasi Tingkat Perkembangan Kegiatan Usaha Bersama di Wilayah DAS Kandilo …………………. III - 34
Tabel 4.1. Analisis Permasalahan Biofisik ............................... IV - 17Tabel 4.2. Analisis Permasalahan Sosial Ekonomi dan
Kelembagaan ......................................................... IV - 18Tabel 5.1. Analisis Permasalahan Biofisik ............................... V - 5Tabel 5.2. Analisis Permasalahan Sosial Ekonomi dan
Kelembagaan ........................................................ V - 7Tabel 6.1. Rencana Tahapan Penyiapan Kelembagaan
Pengelolaan Terpadu DAS Kandilo ...................... VI - 5Tabel 6.2. Rencana Kerja Kegiatan Pengelolaan Terpadu
DAS Kandilo ........................................................... VI - 9Tabel 7.1. Kriteria yang digunakan dan dianggap relevan
untuk menentukan tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan pada masing-masing komponen pengelolaan DAS ................................ VII - 4
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1. Peta Wilayah Administrasi Kecamatan di DAS
Kandilo .............................................................. III - 1Gambar 3.2. Peta Kelas Kelerengan di DAS Kandilo ............. III - 6Gambar 3.3. Peta Sebaran Kondisi Geologi di DAS Kendilo .. III - 7Gambar 3.4. Peta Sebaran Jenis Tanah / Land System di
DAS Kandilo ………………………………………. III - 10
I – 1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang
berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari
curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan
pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang
masih terpengaruh aktivitas di daratan.
Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan
hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam
DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan
keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam
bagi manusia secara berkelanjutan. Pengelolaan DAS melibatkan banyak
pihak dan multi disiplin ilmu, maka diperlukan adanya koordinasi,
sinkronisasi dan keterpaduan dari berbagai sektor, baik pada tingkat
kebijakan maupun dalam pelaksanaannya termasuk juga dalam
pendanaannya.
Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan DAS
seperti erosi, menurunnya kualitas air, sedimentasi, banjir dan lahan kritis
merupakan indikator betapa tidak optimalnya pengelolaan sumberdaya
alam dalam DAS tersebut. Penyebabnya antara lain karena belum
terwujudnya keterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam
I – 2
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS. Dengan kata lain,
masing-masing sektor masih berjalan sendiri-sendiri dengan tujuan yang
kadangkala bertolak belakang.
Dengan adanya otonomi daerah, operasional pengelolaan DAS
menjadi kewenanganan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan
Pemerintah Pusat mempunyai kewenangan yang bersifat regulasi/
kebijakan, fasilitasi dan supervisi yang dalam pelaksanaannya dibantu
oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT). Pengelolaan DAS yang lintas
Kabupaten bahkan lintas Provinsi dalam penyusunan rencana kegiatan
diperlukan adanya koordinasi dan keterpaduan. Pengelolaan DAS dan
Rehabilitasi Lahan perlu dilaksanakan secara terpadu, sehingga perlu
dilakukan koordinasi antara pusat dan daerah, hulu dan hilir, agar
kegiatan yang dilakukan atau direncanakan saling mendukung dan
sinkron dengan instansi terkait lainnya.
Perencanaan merupakan proses awal dalam suatu pengelolaan
sumberdaya, termasuk pengelolaan sumberdaya DAS, sebagai instrumen
pencapaian tujuan secara sistematik dan instrumen pertanggung-jawaban/
pertanggung-gugatan (accountability) pengelolaan sumberdaya. Dalam
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 52/Kpts-II/2001 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan DAS disebutkan bahwa salah
satu rencana jangka panjang pengelolaan DAS adalah Rencana
Pengelolaan DAS Terpadu.
Pengelolaan DAS Terpadu adalah rangkaian upaya perumusan tujuan,
sinkronisasi program, pelaksanaan dan pengendalian pengelolaan sumber
I – 3
daya DAS lintas para pemangku kepentingan secara partisipatif berdasarkan
kajian kondisi biofisik, ekonomi, sosial, politik dan kelembagaan guna
mewujudkan tujuan Pengelolaan DAS.
Rencana Pengelolaan DAS Terpadu merupakan rencana
multipihak yang disusun dengan pendekatan partisipatif dan multidisiplin,
sehingga memuat berbagai kepentingan, tujuan dan sasaran. Rencana
pengelolaan DAS Terpadu bersifat umum yang dapat dijadikan sebagai
acuan, masukan dan pertimbangan bagi rencana sektoral di wilayah Sub
DAS/Sub SWP DAS serta bagi kabupaten/kota dalam penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Menengah dan Rencana
Kegiatan Pembangunan Daerah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor; P.39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu, maka Balai Pengelolaan
DAS sebagai salah satu stakeholder pengelolaan DAS yang mempunyai
tugas melaksanakan penyusunan rencana, pengembangan kelembagaan,
dan evaluasi pengelolaan DAS, yang dapat berperan sebagai fasilitator
dan lembaga inisiator dalam proses partisipasi awal perencanaan
pengelolaan DAS Terpadu. Oleh karena itu, pada Tahun 2010 Balai
Pengelolaan DAS Mahakam Berau merencanakan untuk memfasilitasi
pelaksanaan penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu bersama-
sama dengan pihak terkait lainnya.
I – 4
B. Maksud dan Tujuan
Maksud kegiatan ini adalah melakukan analisis karakteristik sistem
DAS (biofisik, sosial ekonomi budaya dan kelembagaan), analisis
permasalahan dan merumuskan strategi, melakukan sinkronisasi program
dan rencana jangka panjang pengelolaan DAS Kandilo yang bersifat multi
para pihak, multi sumberdaya alam dan multi sektoral.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk memfasilitasi penyusunan
Rencana Pengelolaan DAS Terpadu dan tersedianya Rencana
Pengelolaan DAS Terpadu di DAS Kandilo sebagai rencana pengelolaan
jangka panjang yang dapat dijadikan panduan, masukan dan
pertimbangan bagi para pemangku kepentingan dalam menyusun rencana
teknis yang lebih detil.
C. Sasaran Lokasi
Sasaran lokasi pekerjaan penyusunan rencana pengelolaan DAS
terpadu adalah DAS Kandilo, karena DAS Kandilo termasuk salah satu
DAS prioritas I di wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang luasnya sekitar
354.600 Ha, yang terdapat di wilayah Kabupaten Paser, Provinsi
Kalimantan Timur.
II – 1
II. METODA PENYUSUNAN RENCANA
A. Kerangka Pendekatan Pengelolaan DAS
1. Pendekatan Sistem
DAS merupakan suatu ekosistem yang di dalamnya terdapat
aktivitas abiotik (Abiotic), biotik (Biotic) dan kultur (Culture)
membentuk suatu sistem yang dikenal ABC. Dari aspek ruang
wilayah DAS dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri atas
bagian hulu, tengah dan hilir yang saling mempengaruhi, sehingga
membutuhkan satu rencana dan satu pengelolaan (one watershed,
one plan, one management). Masing-masing ruang tersebut memiliki
aktivitas sosial ekonomi yang berbeda, demikian juga kebutuhan dan
peran yang berbeda. Namun dalam konteks pengelolaan terpadu
harus dirancang dengan prinsip kesetaraan antara masyarakat hulu
dan hilir.
2. Pendekatan Teknologi
Pendekatan teknologi dalam pengelolaan DAS mengacu
pada prinsip bahwa perubahan lingkungan fisik akibat adanya
interaksi dengan aspek sosial ekonomi dapat diatasi dengan
teknologi lingkungan. Penerapan teknologi ramah lingkungan dalam
pengendalian kelebihan aliran permukaan, penurunan erosi dan
peningkatan daya dukung lingkungan merupakan paket rekomendasi
dalam pengelolaan DAS Terpadu.
II – 2
3. Pendekatan Institusi/Kelembagaan
Kelembagaan yang memiliki mekanisme koordinasi yang
jelas dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik merupakan
kebutuhan yang utama dalam pengelolaan DAS. Berbagai
rekomendasi kebijakan dan operasional serta koordinasi sering tidak
dapat terjalin disebabkan oleh alasan-alasan kelembagaan seperti:
peraturan perundangan, kebijakan dan instrumen kebijakan, faktor-
faktor yang menentukan kapasitas dan kapabilitas organisasi publik
khususnya dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, dalam
penyusunan rencana pengelolaan terpadu perlu dilakukan pengkajian,
baik terhadap kendala peraturan perundangan maupun kendala
kelembagaan seperti tumpang tindih peran dan pembiayaan. Sasaran
akhir dari rencana pengelolaan terpadu dari aspek kelembagaan yang
memungkinkan berjalannya mekanisme kooperatif dan koordinatif
antar lembaga pada setiap jenjang pemerintahan. Aktivitas-aktivitas
yang dilakukan oleh masing-masing pihak dalam pengelolaan DAS
harus terorganisir dan terintegrasi secara solid satu sama lainnya,
sehingga kinerja setiap pihak mendukung ke arah tercapainya tujuan
pengelolaan DAS terpadu yang telah disepakati.
Persoalan Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi dan Sinergi
(KISS) antar lembaga publik sudah menjadi masalah umum yang
sering dibahas, namun tidak pernah terwujud dalam aplikasi.
Koordinasi memerlukan komitmen yang tinggi dan pertukaran
II – 3
informasi secara intensif untuk mengkonfirmasikan waktu, biaya, dan
aktivitas yang dilakukan oleh setiap instansi/lembaga untuk mencapai
tujuan dengan ukuran kinerja yang disepakati bersama. Hambatan
koordinasi biasanya terletak di dalam struktur organisasi atau
lembaga masing-masing, yaitu pertentangan antara fleksibilitas yang
diperlukan dengan kekakuan tugas pokok dan fungsi yang telah
ditetapkan, dan bukan terletak pada tingkat kebijakan dan tujuan-
tujuannya.
4. Pendekatan Partisipatif
Proses partisipatif yang bertujuan untuk membangun
kapasitas bersama dalam mencapai tujuan. Persoalan utama ego
sektoral sering muncul pada semua rencana pengelolaan yang dibuat
oleh instansi tertentu. Oleh karena itu, prinsip partisipatif merupakan
ciri utama yang harus menjadi acuan dalam proses penyusunan
rencana pengelolaan DAS secara terpadu. Pendekatan partisipatif,
agar diakui dan dijalankannya kegiatan-kegiatan yang sifatnya bukan
struktural/ administratif, tetapi pada program yang dirumuskan dengan
tujuan yang diartikulasikan secara jelas melalui proses pertukaran
(sharing), pengetahuan, pencarian informasi secara sistematis, serta
mekanisme umpan baik (feedback) yang terjadi di antara para
pemangku kepentingan. Proses partisipatif memungkinkan terjadi
pertukaran informasi dan pengetahuan akan mamfasilitasi proses
balajar bersama bagi seluruh pemangku kepentingan untuk
II – 4
memastikan partisipasinya dalam menjalankan kegiatan dan
melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan berdasarkan
pada hasil penilaian masing-masing, sehingga kinerjanya dapat
ditingkatkan. Proses-proses koordinasi tersebut juga menjadi ajang
pertanggunggugatan publik bagi seluruh pemangku kepentingan
dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi masing-masing.
B. Tahapan Kegiatan Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS
Tahapan penyusunan rencana pengelolaan DAS Terpadu
meliputi rangkaian kegiatan sebagai berikut :
1. Inventarisasi Karakteristik DAS
Inventarisasi karakteristik DAS dilaksanakan untuk
mengetahui dan memperoleh data informasi tentang biofisik, sosial
ekonomi dan kelembagaan dalam suatu DAS.
Data biofisik meliputi : sumberdaya air, kerapatan drainase,
topografi, tanah, iklim serta flora dan fauna.
Data Kelembagaan meliputi: organisasi, tugas dan peran
multi pihak serta peraturan yang terkait dengan pengelolaan DAS.
Data yang dibutuhkan tersebut di atas diperoleh melalui survey
(wawancara dan pengukuran langsung) dan pengumpulan data
skunder.
II – 5
2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dimaksudkan untuk mengetahui
struktur permasalahan yang berhubungan dengan sumberdaya air,
lahan, investigasi, sosial ekonomi dan kelembagaan. Proses
identifikasi masalah dilakukan dengan pendekatan parstipatif melalui
"Focus Group Discusion" (FGD), pendapat ahli atau hasil-hasil
penelitian. Metode identifikasi masalah dilakukan dengan
pendekatan Problem Tree dan Objective Tree.
3. Identifikasi Para Pihak
Identifikasi para pihak dilakukan untuk mengetahui tugas
dan fungsi serta keterkaitan aktivitas unsur pemerintah maupun non
pemerintah yang terkait dalam pengelolaan DAS. Dalam hal ini
mencakup identifikasi strategi (program, kegiatan dan pendanaan)
masing-masing pihak. Pemetaan peran para pihak yang terkait
dalam pengelolaan DAS dilakukan dengan metode Analisis
Stakeholders (SA) yang dilakukan dengan pendekatan FGD (Focus
Group Discusion).
4. Perumusan Tujuan dan Sasaran
Perumusan tujuan dan sasaran pengelolaan DAS Terpadu
dilakukan setelah mempelajari permasalahan yang urgen dalam DAS
untuk mewujudkan kondisi yang diharapkan. Perumusan tujuan
dilakukan untuk menyepakati kondisi DAS yang ingin dicapai pada
II – 6
akhir periode rencana pengelolaan terpadu yang dinyatakan dalam
indikator dan kriteria. Proses perumusan tujuan dan sasaran
pengelolaan dilakukan melalui lokakarya yang melibatkan seluruh
stakeholders utama yang mewakili pihak pemerintah, non pemerintah
dan perguruan tinggi. Pendekatan Logical Frame Analysis / Analisis
Kerangka Logis digunakan untuk membantu perumusan tujuan dan
sasaran secara sistematis.
5. Perumusan Kebijakan dan Program
Perumusan kebijakan dan program dilakukan untuk
menyusun dan menyepakati, kebijakan, program dan kegiatan lintas
sektoral, lintas wilayah administrasi dan lintas disiplin ilmu, guna
mencapai tujuan yang telah disepakati. Perumusan kebijakan ini
dilakukan lewat forum diskusi baik lewat lokakarya ataupun suatu
Focus Group Discusion (FGD) yang melibatkan seluruh stakeholders
pengelolaan DAS. Pendekatan analisis Kerangka Logis (LogFrame)
dilakukan untuk mempertajam kebijakan dan program hingga pada
tahap evaluasi dan monitoring.
6. Perumusan Kelembagaan
Perumusan kelembagaan dilakukan untuk menganalisis dan
menyepakati peran masing-masing pihak terkait dengan
perancanaan, pengorganisasian, pendanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi pengelolaan DAS. Analisis kelembagaan
dilakukan dengan melakukan kajian tupoksi serta peran seluruh
II – 7
instansi terkait dalam konteks POAC (Planning, Organizing, Actuiting,
Controling), baik instansi pemerintah maupun lembaga swadaya
masyarakat, serta baik formal maupun informal melalui FGD dan
Lokakarya.
Tahapan analisis kelembagaan dilakukan dengan cara
memetakan peran yang ada saat ini menurut tupoksi masing-masing,
selanjutnya dipetakan peran secara terpadu pada setiap aspek
POAC sebagaimana yang diharapkan. Analisis KISS dilakukan untuk
mendekati suatu kelembagaan yang ideal sesuai tupoksi masing-
masing instansi terkait.
7. Perumusan Sistem Pemantauan dan Evaluasi
Perumusan sistem pemantauan dan evaluasi dilakukan
untuk menyusun dan menyepakati peran multipihak, kriteria dan
metode pengukuran serta mekanisme pelaporan kinerja DAS.
Penyusunan sistem pemantauan dan evaluasi dilakukan dalam suatu
forum Lokakarya atau FGD.
8. Penyusunan Sistem Insentif dan Disinsentif
Perumusan sistem insentif dan disinsentif dilakukan untuk
menyepakati perangkat kebijakan yang memberikan dorongan
terhadap kegiatan yang selaras dengan pengelolaan DAS dan
membatasi atau mengurangi kegiatan yang tidak selaras dengan
rencana pengelolaan DAS.
II – 8
9. Perumusan Pendanaan
Perumusan Pendanaan dilakukan untuk menyusun dan
menyepakati kebutuhan, mengidentifikasi sumber, mekanisme dan
alokasi pendanaan dalam pengelolaan DAS.
III – 1
III. KONDISI DAN KARAKTERISTIK DAS A. Kondisi Biofisik
1. Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Pemerintahan
DAS Kandilo memiliki luas sekitar ± 354.600 Ha. Secara
geografis terletak antara 00° 45' 18.37” - 02° 27' 20.82” LS Lintang
Selatan (LS) dan antara 115° 36' 14.5” - 116° 57' 35.03” Bujur Timur
(BT). Menurut administrasi pemerintahan, DAS Kandilo termasuk
dalam wilayah Kabupaten Paser yang mencakup 5 (lima) wilayah
kecamatan, yaitu: Kecamatan Muara Komam, Kecamatan Batu
Sopang, Kecamatan Muara Samu, Kecamatan Paser Belengkong
dan Kecamatan Tanah Grogot. Letak/posisi DAS Kandilo dan wilayah
administrasi pemerintahan disajikan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Peta Wilayah Administrasi Kecamatan di DAS Kandilo
III – 2
2. Iklim
Kondisi iklim pada DAS Kandilo relatif sama dengan kondisi
iklim di wilayah Provinsi Kalimantan Timur pada umumnya, yakni
beriklim tropis dan mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan
musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Mei
sampai dengan bulan Oktober, sedangkan musim penghujan terjadi
pada bulan November sampai dengan bulan April. Keadaan ini terus
berlangsung setiap tahun yang diselingi dengan musim peralihan
pada bulan-bulan tertentu. Selain itu, berhubung letaknya di sekitar
daerah khatulistiwa, maka iklim di wilayah Provinsi Kalimantan Timur
juga dipengaruhi oleh angin Muson, yaitu angin Muson Barat
November-April dan angin Muson Timur Mei - Oktober. Namun
demikian, pada tahun-tahun terakhir ini, keadaan musim di wilayah
tersebut kadang kala tidak menentu. Pada bulan-bulan yang
seharusnya turun hujan dalam kenyataannya tidak ada hujan sama
sekali, atau sebaliknya pada bulan-bulan yang seharusnya kemarau
justru terjadi hujan dengan musim yang jauh lebih panjang.
Sehubungan dengan keterbatasan alat pengukur nilai unsur-
unsur iklim di wilayah Kabupaten Paser, maka untuk nilai unsur-unsur
iklim sekitar wilayah Kabupaten Paser menggunakan pendekatan
dengan data unsur-unsur iklim terdekat yakni dari data Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) stasiun Balikpapan.
Secara umum nilai unsur-unsur iklim seperti suhu udara, kelembaban
III – 3
udara, tekanan udara, kecepatan angin, curah hujan bulanan dan
penyinaran matahari pada stasiun tersebut disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Nilai Unsur-unsur Iklim di Sekitar Wilayah Kabupaten Paser
No. Unsur Iklim Kisaran/Rataan
1. Suhu Udara (oC) 22,88 – 32,62 2. Kelembaban Udara (%) 87,07 3. Tekanan Udara (mb) 1.011,32 4. Kecepatan Angin (knot) 6,30 5. Curah Hujan Bulanan (mm) 267,32 6. Penyinaran Matahari (%) 11,33
Sumber: Kalimantan Timur Dalam Angka, 2008.
Tabel 3.1. menunjukkan bahwa secara umum di wilayah Kabupaten
Paser beriklim panas dengan suhu udara berkisar dari 22,88ºC –
32,62ºC, kelembaban udara sekitar 87,07 %, tekanan udara sekitar
1.011,32 mb, kecepatan angin sekitar 6,3 knot, curah hujan bulanan
sekitar 267,32 mm dan penyinaran matahari sekitar 11,33%.
Khususnya unsur curah hujan pada DAS Kandilo di wilayah
Kabupaten Paser, curah hujan tahunan di wilayah DAS Kandilo
sekitar 2.373 mm, musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Mei
sampai dengan Oktober, sedangkan musim penghujan terjadi pada
bulan November sampai dengan April (Kabupaten Paser Dalam
Angka, 2012). Data curah hujan bulanan di wilayah DAS Kandilo
secara lebih rinci disajikan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. ini menunjukkan
bahwa curah hujan bulanan sepanjang tahun 2011 yang terendah
pada bulan Agustus sekitar 16,0 mm, sedangkan yang tertinggi pada
bulan November sekitar 377,0 mm. Selain itu, rataan curah hujan
bulanan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 yang terendah
sebesar 107,9 mm terjadi pada tahun 2010, yang tertinggi sebesar
III – 4
444,6 mm terjadi pada tahun 2009, sedangkan rataan curah hujan
bulanan secara keseluruhan di DAS Kandilo sekitar 194,1 mm.
Tabel 3.2. Curah Hujan Bulanan yang Tercatat pada Beberapa
Wilayah Kecamatan di DAS Kandilo
Bulan Curah Hujan Bulanan (mm)
Muara Komam
Batu Sopang
Muara Samu*)
Paser Belengkong Tanah Grogot
1. Januari 172,0 190,0 - 246,0 256,0
2. Februari 116,0 209,0 - 270,0 296,0
3. Maret 165,0 185,0 - 245,0 206,0
4. April 127,0 188,0 - 167,0 200,0
5. Mei 60,0 229,2 - 40,0 121,0
6. Juni 54,0 61,0 - 70,0 96,0
7. Juli 90,0 69,0 - 96,0 77,0
8. Agustus 21,0 39,0 - 0,0 16,0
9. September 123,0 125,0 - 50,0 114,0
10.Oktober 82,0 171,0 - 357,0 247,0
11. November 228,0 377,0 - 171,0 193,0
12. Desember 147,0 115,0 - 193,0 245,0
Rata-rata 2011 115,4 163,2 - 158,8 172,3
2010 146,4 192,8 - 107,9 203,6
2009 126,1 444,6 - 132,6 172,0
2008 165,5 333,1 - 184,5 220,9
2007 175,7 265,8 - 178,0 222,7
Keterangan *) Masih bergabung dengan kecamatan induk Sumber: Kabupaten Paser Dalam Angka 2012
III – 5
3. Fisiografi dan Topografi
Secara fisiografis, kenampakan atau ciri-ciri fisik DAS
Kandilo secara umum dapat dibedakan menjadi 4 (empat) bagian,
yaitu daerah pegunungan atau berbukit, daerah dataran aluvial,
daerah dataran berombak, dan daerah rawa pasang surut. Daerah
pegunungan berada di bagian hulu DAS Kandilo dengan ketinggian
antara 25 - 500 m dpl dan kemiringan lahan antara 30 - 65%.
Daerah dataran aluvial terdapat di bagian hulu maupun hilir DAS,
daerah tersebut terbentuk dari proses pengendapan baik di daerah
muara maupun pedalaman dengan bentuk wilayah datar dan
variasi lereng antara 0 - 3%. Daerah dataran berombak terdapat di
bagian hulu maupun hilir DAS dengan bentuk wilayah berombak
sampai bergelombang. Daerah dataran berombak merupakan
daerah endapan,dataran karst, dataran batuan beku masam dan
dataran batuan basalt. Daerah rawa pasang surut terdapat di
bagian hilir DAS dengan bentuk wilayah datar dan variasi lereng
antara 0 - 3%. Daerah rawa pasang surut merupakan dataran
rendah di tepi pantai yang selalu dipengaruhi oleh pasang surut air
laut dengan vegetasi hutan bakau atau nipah.
Mengenai kondisi topografi atau kelas lereng DAS Kandilo
dan luasannya secara rinci disajikan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3.
menunjukkan bahwa luasan kelas kelerengan pada DAS Kandilo
yang termasuk kategori datar sampai landai sekitar 46,17%,
III – 6
sedangkan yang lebih besar termasuk kategori curam sampai
sangat curam sekitar 53,04%.
Gambar 3.2. Peta Kelas Kelerengan di DAS Kandilo
Tabel 3.3. Sebaran Kelas Kelerengan dan Luasannya di DAS Kandilo
No. Kelas Kelerengan
(%)
Kategori Luas (Ha)
Luas (%)
1. 0 – 8% Datar 69.218 19,52 2. 8 – 15% Landai 94.501 26,65 3. 15 – 25% Agak Curam 2.801 0,79 3. 25 – 40% Curam 106.841 30,13 4. > 40% Sangat Curam 81.239 22,91
Total 354.600 100,00
Kondisi topografi atau kelas lereng DAS Kandilo secara
keseluruhan mengindikasikan bahwa karakteristik DAS Kandilo
sebagian besar wilayahnya relatif curam, sehingga kondisi ini
III – 7
dapat memudahkan terjadinya erosi dan sedimentasi (rentan
terhadap kemungkinan terjadi erosi), selain itu juga dapat
mempercepat laju limpasan air permukaan (surface runoff) yang
mempengaruhi fluktuasi debit air Sungai Kandilo atau
menyebabkan rentan terhadap kemungkinan terjadi bencana
banjir.
4. Geologi dan Jenis Tanah
Gambaran sebaran kondisi geologi dari dataran rendah
sampai dengan daerah perbukitan di DAS Kandilo tersusun oleh
dataran alluvial, bukit basalt-clay shale, perbukitan batuan
sedimen dan perbukitan kapur yang disajikan pada Gambar 3.3.
Stratifikasi formasi geologi wilayah DAS
Gambar 3.3. Peta Sebaran Kondisi Geologi di DAS Kendilo
III – 8
Kandilo dari tua ke muda menurut Dinas PU dan Kimpraswil
Provinsi Kalimantan Timur (2006) secara berurutan yaitu Formasi
Warukin (Tmw), Formasi Pulau Balang (Tmpb), Formasi
Balikpapan (Tmbp), Formasi KampungBaru (Tpkb), dan Aluvium
(Qa). Batuan yang terdapat dalam Formasi Warukin berumur
Tersier Miosen Tengah, batuan tersebut terdiri atas perselingan
batu pasir dan batu lempung dengan sisipan batubara
terendapkan di daerah lingkungan delta, tidak dijumpai adanya
fosil, tebal formasi tersebut antara 300 – 500 m. Batuan yang
terdapat dalam Formasi Pulau Balang berumur Tersier Miosen
Tengah, batuan tersebut terdiri atas perselingan batu pasir kuarsa,
batu pasir dan batu lempung dengan sisipan batu bara
mengandung fosil, tebal formasi tersebut 900 m. Formasi
Balikpapan disusun oleh Formasi Meragoh (Tmm) yang berumur
Miosen Bawah, satuan batuan tersebut terdiri atas lava, diabas,
breksi gunung api, dan konglomerat. Singkapan batuan tersebut
sangat luas, mulai dari puncak sampai dengan kaki Gunung
Meragoh dan Gunung Lalang. Pada bagian lain juga terdapat
Formasi Kampung Baru yang berumur Pliosen dimana singkapan
batuan banyak terdapat di bagian Timur Laut dan bagian Selatan
Tenggara DAS Kandilo. Satuan batuan termuda berupa endapan
sungai dan rawa yang terdapat sepanjang aliran Sungai Kandilo
yang terdiri dari lumpur, lempung, pasir, kerikil, dan kuarsa.
III – 9
Struktur batuan yang tertua (Formasi Warukin) umumnya
terlipat kuat dengan kemiringan bervariasi antara 250 – 300 m,
sedangkan satuan batuan yang termuda (Formasi Meragoh dan
Formasi Kampung Baru) terlipat lemah dan secara keseluruhan
hampir mendatar. Struktur antiklin dan siklin mempunyai arah
umum antara Timur Laut – Barat Daya. Sesar turun terdapat di
wilayah DAS Kandilo dan sekitarnya, pada wilayah lain terdapat
sesar naik yang mempunyai arah antara Utara Timur Laut –
Selatan Barat Daya dan kemiringan ke Timur Tenggara, demikian
pula sesar geser dan sesar terbalik. Penyesaran batuan tersebut
terjadi sesudah Miosen, kemungkinan terjadi pada pengangkatan
kala Pli-Pliosen bersama dengan pengangkatan terakhir tinggian
Kucing dan Pegunungan Meratus. Pengangkatan Pli-Pliosen
tersebut terjadi secara regional pada cekungan Kutai.
Sebaran Jenis Tanah / Land System yang terdapat di
wilayah DAS Kandilo disajikan pada Gambar 3.4. Menurut Dinas
PU dan Kimpraswil Provinsi Kalimantan Timur (2006) secara garis
besar dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu jenis tanah alluvial,
Podzolik Merah Kuning, dan tanah komplek. Jenis tanah alluvial
menyebar pada daerah dataran rendah, landai, dan bergelombang
di bagian Timur, pada lembah-lembah aliran sungai dan pantai.
Jenis tanah Podzolik Merah Kuning terdapat di daerah-daerah
bergelombang dan berbukit pada bagian Barat DAS Kandilo. Jenis
III – 10
tanah komplek terdiri dari podzolik coklat (andosol), lithosol,
organosol (organo gambut), podzolik, regosol, gleisol dan
mediteran.
Gambar 3.4. Peta Sebaran Jenis Tanah / Land System di DAS
Kandilo
Menurut RePPProT (1987) terdapat 10 (sepuluh) jenis tanah
di wilayah DAS Kandilo, yaitu jenis dystropepts, eutropepts,
fluvaquents, humitropepts, hydraquents, tropaquepts, tropofluvents,
tropohemists, troporthents, dan tropudults. Jenis tropudults dan
dystropepts merupakan jenis tanah dominan dengan ketebalan
solum >90 cm yang termasuk kelas solum dalam. Lebih lanjut
III – 11
disebutkan bahwa jenis bebatuan di wilayah DAS tersebut
didominasi oleh kombinasi jenis batu pasir, lanau, batu lumpur, dan
marl.
Sistem lahan (Land System) yang terdapat di DAS Kandilo
yaitu Bakunan (BKN), Beliti (BLI), Bukit Pandan (BPD), Beriwit
(BRW), Honja (HJA), Kahayan (KHY), Kajapah (KJP), Lohai (LHI),
Luang (LNG), Lawanguwang (LWW), Mendawai (MDW), Maput
(MPT), Mantalat (MTL), Okki (OKI), Pendreh (PDH), Pakalunai
(PLN), Sungai Seratai (SST), Tandur (TDR), Tewai Baru (TWB) dan
Teweh (TWH).
5. Pola Jaringan Sungai (Drainage Network Pattern)
Pola Jaringan Sungai Kandilo menurut Dinas PU dan
Kimpraswil Provinsi Kalimantan Timur (2006) mengikuti suatu
aturan jaringan satu arah, dimana cabang dan anak sungai
mengalir ke sungai utama dan membentuk pola aliran trellis
dendritik. Pola tersebut biasa dijumpai pada daerah dengan
lapisan sedimen di daerah pegunungan lipatan (trellis) dan daerah
dengan batuan sejenis yang penyebarannya cukup luas,
disamping juga ditutupi sedimen yang luas dan terletak pada suatu
bidang horizontal di daerah dataran rendah (dendritic). Terdapat
11 Sub DAS Kandilo, yaitu Sub DAS Kandilo bagian hulu,Sub DAS
Kuaro, Sub DAS Komam, Sub DAS Kesungai, Sub DAS Setiu,
III – 12
Sub DAS Samurangau, Sub DAS Biu, Sub DAS Samu, Sub DAS
Seratai, Sub DAS Pasir, dan Sub DAS Suliliran.
6. Penutupan/Penggunaan Lahan
Jenis penutupan lahan di DAS Kandilo secara rinci disajikan
pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Jenis Penutupan Lahan di DAS Kandilo
No. Jenis Penutupan Lahan Luas Penutupan Lahan (Ha) (%)
1. Belukar 83.579.22 23,57 2. Belukar Rawa 3.758.76 1,06 3. Hutan Sekunder 68.366.88 19,28 4. Hutan Rawa Sekunder 17.836.38 5,03 5. Hutan Mangrove Sekunder 5.744.52 1,62 6. Pertanian dan Perkebunan 125.209,26 35,31 7. Permukiman 26.630,46 7,51 8. Sawah 7.517.52 2,12 9. Rawa 141.84 0.04
10. Lahan Terbuka 9.325.98 2,63 11. Tambak 2.730.42 0,77 12. Awan 3.758.76 1,06
Jumlah 354.600,00 100,00
Tabel 3.4. menunjukkan bahwa jenis penutupan lahan yang
mendominasi DAS Kandilo yakni pertanian dan perkebunan sekitar
125.209,27 Ha (35,31%), belukar sekitar 83.579,22 Ha (23,57%)
dan hutan sekunder sekitar 68.366.88 Ha (19,28%). Hal ini
mengindikasikan bahwa perkembangan di sektor pertanian dan
perkebunan relatif cukup pesat yang dapat mendominasi luasan
tutupan lahan di DAS Kandilo, serta terjadinya kecenderungan
III – 13
luasan tutupan hutan berkurang karena setelah dieksploitasi
biasanya dapat menyebabkan peningkatan luasan tutupan lahan
belukar. Tutupan lahan di DAS Kandilo dari yang terbesar sampai
yang terkecil secara berurutan yaitu pertanian dan perkebunan,
belukar, hutan sekunder, permukiman, hutan rawa sekunder, lahan
terbuka, sawah, hutan mangrove sekunder, belukar rawa, tambak
dan rawa.
E. Kondisi Sosial Ekonomi
1. Kependudukan
Kelima kecamatan yang sebagian wilayahnya masuk ke
dalam kawasan DAS Kandilo adalah Kecamatan Muara Komam,
Kecamatan Batu Sopang, Kecamatan Muara Samu, Kecamatan
Paser Balengkong, dan Kecamatan Tanah Grogot. Jumlah
penduduknya telah mencapai ribuan KK (Kepala Keluarga) dengan
rata-rata jumlah anggota keluarga 4 jiwa/KK, sedangkan gambaran
jumlah penduduk pada masing-masing kecamatan tersebut secara
rinci disajikan pada Tabel 3.5.
III – 14
Tabel 3.5. Jumlah Penduduk pada Kelima Kecamatan
No.
Kecamatan
Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah
(Jiwa) Jumlah
KK
Rataan Anggota Keluarga
(jiwa) Laki-laki
Perem-puan
1. Muara
Komam 6.911 6.030 12.941 3.235
4
2. Batu
Sopang 13.646 9.766 23.412
5.853 4
3. Muara
Samu 2.373 2.011 4.384 1.096
4
4. Paser
Balengk
ong
13.082 11.37
1 24.453 6.113
4
5. Tanah
Grogot 34.487
31.27
2 65.759 16.440
4
Sumber : Kabupaten Paser Dalam Angka 2012
Kepadatan penduduk pada kelima kecamatan tersebut
beserta luas wilayahnya secara rinci disajikan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Kelima Kecamatan
No. Kecamatan Luas Wilayah
(Km2)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)
1. Muara Komam 1.753,40 7,38 2. Batu Sopang 1.111,38 21,07 3. Muara Samu 855,25 5,13 4. Paser Balengkong 990,11 24,70 5. Tanah Grogot 335,58 195,96
Sumber : Kabupaten Paser Dalam Angka 2012
Kepadatan penduduk yang tertinggi terdapat di Kecamatan
Tanah Grogot yakni sebesar 195,96 jiwa/km2, sedangkan yang
III – 15
terjarang terdapat pada Kecamatan Muara Samu yakni sebesar
5,13 jiwa/km2. Dengan kepadatan penduduk dan luasan wilayah
Kecamatan seperti disajikan pada Tabel 3.6. di atas, maka
perkembangan masing masing kecamatan tersebut juga memiliki
laju pertumbuhan penduduk yang cukup pesat, terutama pada
Kecamatan Tanah Grogot. Perkembangan ini dimungkinkan karena
letak wilayah Kecamatan yang dekat dengan pusat Kabupaten
Paser, serta dengan memiliki wilayah yang “nampaknya” kosong
(menurut pandangan masyarakat awam), karena banyak lahan
yang “tidur” yang belum termanfaatkan. Ini merupakan daya tarik
tersendiri bagi para pendatang yang belum memiliki lahan baik
sebagai tempat tinggal maupun untuk penghidupan.
2. Mata Pencaharian/Tenaga Kerja
Proporsi pekerja menurut lapangan pekerjaan merupakan
salah satu ukuran untuk melihat potensi perekonomian suatu
wilayah. Hal ini karena indikator tersebut merupakan cerminan
perekonomian suatu wilayah. Mata pencaharian/tenaga kerja di
wilayah Kabupaten Paser secara umum masih sama dengan tahun-
tahun sebelumnya, sektor pertanian (40,08%) masih merupakan
sektor dominan yang paling banyak menyerap tenaga kerja.
Gambaran persentase penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja
menurut lapangan usaha Kabupaten Paser, 2011 secara rinci
disajikan pada Tabel 3.7.
III – 16
Tabel 3.7. Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Paser 2011
No. Lapangan Usaha Persentase Penduduk
15 Tahun ke Atas yang Bekerja (%)
1. Pertanian 40,08 2. Pertambangan dan Penggalian 14,79 3. Industri 7,29 4. Konstruksi 2,56 5. Perdagangan 18,51 6. Transportasi dan Komunikasi 1,47 7. Jasa 12,70 8. Lainnya 2,60
Jumlah 100,00 Sumber : Kabupaten Paser Dalam Angka 2012
Tabel 3.8. Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur
Produktif di Kabupaten Paser 2011
No. Kelompok Umur
(Tahun)
Laki-laki (%)
Perempuan (%)
Rataan (%)
1. 0 - 14 33,12 30,41 31,76 2. 15 - 64 64,59 68,15 66,37 3. > 65 2,29 1,44 1,87
Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber : Kabupaten Paser Dalam Angka 2012
Tabel 3.7. menunjukkan bahwa penduduk yang berusia 15 tahun
ke atas yang bekerja pada beberapa jenis lapangan usaha dari
yang terbesar sampai yang terkecil secara berurutan yakni pada
sektor pertanian, perdagangan, pertambangan dan penggalian,
jasa, industri, konstruksi dan sektor lainnya.
Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu
negara adalah tersedianya cukup sumberdaya manusia (SDM)
yang berkualitas. Merujuk pada amanat UUD 1945 beserta
amandemennya (pasal 31 ayat 2), maka melalui jalur pendidikan
III – 17
pemerintah secara konsisten berupaya meningkatkan SDM
penduduk. Program wajib belajar 6 tahun dan 9 tahun, Gerakan
Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA), dan berbagai program
pendukung lainnya adalah bagian dari upaya pemerintah
mempercepat peningkatan kualitas SDM, yang pada akhirnya akan
menciptakan SDM yang tangguh, yang siap bersaing di era
globalisasi. Peningkatan SDM sekarang ini lebih difokuskan pada
pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada penduduk untuk
mengecap pendidikan, terutama penduduk kelompok usia sekolah
(umur 7-24 tahun), sedangkan gambaran banyaknya sekolah,
murid dan guru pada kelima kecamatan di Kabupaten Paser secara
rinci disajikan pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9. Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Kelima Kecamatan di Kabupaten Paser 2011
Kabupaten/
Kota Jumlah Sekolah Jumlah Murid Jumlah Guru
SD SLTP SMU SD SLTP SMU SD SLTP SMU 1. Muara Komam 18 5 2 1.859 593 157 187 62 15 2. Batu Sopang 14 3 2 3.047 869 471 164 45 35 3. Muara Samu 8 2 1 656 125 80 71 17 13 4. Paser Balengkong 26 7 3 3.143 949 483 285 61 47 5. Tanah Grogot 40 20 13 9.056 3.960 4.230 586 290 380
Total 106 37 21
17.761 6.496 5.421
1.293 475 490
Sumber : Kabupaten Paser Dalam Angka 2012
Tabel 3.9. menunjukkan bahwa secara umum kecamatan-
kecamatan yang terletak pada daerah hulu DAS Kandilo seperti
Kecamatan Muara Komam, Batu Sopang dan Muara Samu
III – 18
terdapat jumlah sekolah, murid dan guru lebih sedikit dibanding
dengan kecamatan-kecamatan yang terletak di daerah hilir/muara
DAS Kandilo yakni Kecamatan Paser Balengkong dan Tanah
Grogot. Kondisi seperti ini memang dipengaruhi oleh antara lain
jumlah penduduk, keberadaan kota, sarana prasarana dan
aksesibilitas pada daerah hulu DAS Kandilo relatif lebih sedikit bila
dibandingkan dengan di bagian hilir/muara DAS.
3. Pertanian
Produksi padi di wilayah Kabupaten Paser pada tahun 2011
sekitar 34.445 ton. Angka ini jika dibandingkan dengan tahun 2010
mengalami penurunan sebesar 16,79 persen. Penurunan produksi
ini tidak hanya terjadi pada komoditas padi, tetapi juga beberapa
palawija kecuali ubi kayu dan ubi jalar.
Khususnya mengenai gambaran luas panen dan produksi
tanaman pertanian seperti padi sawah, padi ladang, jagung, ubi
kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai dan kacang hijau pada kelima
kecamatan yang juga terdapat di wilayah DAS Kandilo, Kabupaten
Paser secara rinci disajikan pada Tabel 3.10.
III – 19
Tabel 3.10. Luas Panen dan Produksi Tanaman Pertanian Kelima Kecamatan yang Terkait DAS Kandilo di Kabupaten Paser 2011
No. Luas Panen
dan Produksi Tanaman Pertanian
Kecamatan Muara
Komam Batu
Sopang Muara Samu
Pasir Belengkong
Tanah Grogot
1. Padi Sawah Luas Panen (Ha) - 5 12 1.824 1.292 Produksi (Ton) - 20 48 7.330 5.196
2. Padi Ladang Luas Panen (Ha) 590 348 1.015 28 17 Produksi (Ton) 1.721 1.024 2.664 75 45
3. Jagung Luas Panen (Ha) 1 11 32 - - Produksi (Ton) 3 38 112 - -
4. Ubi Kayu Luas Panen (Ha) 6 9 7 9 57 Produksi (Ton) 84 125 96 125 773
5. Ubi Jalar Luas Panen (Ha) 5 2 3 5 44 Produksi (Ton) 48 19 29 48 426
6. Kacang Tanah Luas Panen (Ha) 12 8 20 3 - Produksi (Ton) 15 10 27 4 -
7. Kedelai Luas Panen (Ha) 87 - 2 - - Produksi (Ton) 98 - 2 - -
8. Kacang Hijau Luas Panen (Ha) 4 8 21 - - Produksi (Ton) 4 9 23 - -
Sumber : Kabupaten Paser Dalam Angka 2012
Tabel 3.10. menunjukkan bahwa luas panen dan produksi padi sawah dari
kelima kecamatan yang terkait dengan DAS Kandilo sebagian besar
terdapat di wilayah Kecamatan Pasir Belengkong dan Kecamatan Tanah
Grogot. Wilayah kedua kecamatan ini kebetulan terdapat di bagian hilir
DAS Kandilo, sehingga relatif cocok untuk usaha pertanian tanaman padi
sawah yang relatif lebih banyak membutuhkan suplai air untuk
III – 20
aktivitasnya, tentu saja ketersediaan air di bagian hilir/muara sungai relatif
lebih banyak. Sebaliknya, luas panen dan produksi tanaman padi ladang
dan jagung dari kelima kecamatan yang terkait dengan DAS Kandilo
sebagian besar terdapat di wilayah Kecamatan Muara Komam,
Kecamatan Batu Sopang dan Kecamatan Muara Samu. Wilayah ketiga
kecamatan ini kebetulan terdapat di bagian hulu sampai bagian tengah
dari DAS Kandilo, sehingga relatif cocok untuk usaha pertanian tanaman
padi ladang yang kondisi fisik lahannya relatif sedikit ketersediaan airnya
dan biasanya tanaman padi gogo hanya mengandalkan air hujan. Jenis-
jenis tanaman pertanian lainnya seperti ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,
kedelai dan kacang hijau tersebar merata, baik di bagian hulu, tengah dan
hilir wilayah DAS Kandilo.
4. Perkebunan
Produk unggulan sektor perkebunan sampai dengan tahun 2011 di
Kabupaten Paser masih didominasi oleh tanaman kelapa sawit. Produksi
kelapa sawit Kabupaten Paser tahun 2011 mencapai 918.680,44 Ton.
Jumlah produksi ini jika dibandingkan dengan tahun 2010 mengalami
peningkatan sebesar 10,60 persen. Tahun 2010, nilai produksi kelapa
sawit 830.648,57 Ton. Tanaman perkebunan lain yang juga merupakan
tanaman unggulan di Kabupaten Paser adalah tanaman karet.
Dibandingkan tahun 2010, produksi tanaman perkebunan karet di
Kabupaten Paser tahun 2011 mengalami kenaikan hingga 31,90 persen.
Produksi karet tahun 2010 mencapai 8.017,00 Ton namun pada 2011
III – 21
produksinya telah mencapai 10.574,07 Ton. Gambaran luas panen dan
produksi tanaman perkebunan seperti karet, kopi, kelapa, kelapa sawit,
kakao, lada dan lainnya pada kelima kecamatan yang juga terdapat di
wilayah DAS Kandilo, Kabupaten Paser secara rinci disajikan pada Tabel
3.11.
Tabel 3.11. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Kelima Kecamatan yang Terkait DAS Kandilo di Kabupaten Paser 2011
No. Luas Areal dan
Produksi Tanaman Perkebunan
Kecamatan Muara
Komam Batu
Sopang Muara Samu
Pasir Belengkong
Tanah Grogot
1. Karet Luas (Ha) 3.250,00 368,00 465,66 769,55 243,00 Produksi (Ton) 774,31 383,73 645,94 750,90 58,16
2. Kopi Luas (Ha) 576,50 108,00 150,00 296,44 38,00 Produksi (Ton) 137,86 19,61 37,20 111,26 14,98
3. Kelapa Luas (Ha) 89,00 70,35 52,00 441,69 856,00 Produksi (Ton) 162,39 98,50 84,13 796,62 1.544,12
4. Kelapa Sawit Luas (Ha) 557,00 1.367,00 308,00 22.369,00 1.262,00 Produksi (Ton) 5.815,70 2.119,90 1.637,70 179.433,57 10.056,63
5. Kakao Luas (Ha) 72,00 10,00 25,00 172,30 2,00 Produksi (Ton) 13,67 2,17 1,79 47,59 0,63
6. Lada Luas (Ha) 51,00 5,00 - 47,36 4,50 Produksi (Ton) 19,40 1,44 - 21,08 1,97
7. Lainnya Luas (Ha) 33,50 32,50 11,00 38,50 7,50 Produksi (Ton) 99,53 29,43 29,21 27,64 9,30
Sumber : Kabupaten Paser Dalam Angka 2012
Tabel 3.11. menunjukkan bahwa tanaman perkebunan seperti karet, kopi,
kelapa, kelapa sawit, kakao dan lada hampir tersebar merata pada kelima
kecamatan yang juga terdapat di wilayah DAS Kandilo, Kabupaten Paser.
III – 22
Luas tanaman perkebunan secara keseluruhan dari yang terluas sampai
tersempit pada kelima kecamatan di wilayah Kabupaten Paser secara
berurutan yaitu kelapa sawit, karet, kopi, kelapa, kakao,lada dan tanaman
perkebunan lainnya.
5. Kehutanan
Kawasan hutan berdasarkan fungsinya di wilayah Kabupaten
Paser secara rinci disajikan pada Tabel 3.12. Tabel 3.12. menunjukkan
bahwa luas kawasan hutan berdasarkan fungsinya secara keseluruhan
sekitar 679.873,87 Ha, sedangkan kawasan hutan dari yang terluas
sampai yang tersempit yakni Hutan Produksi, Hutan Produksi Terbatas,
Hutan Lindung, Cagar Alam dan Taman Hutan Raya. Sehubungan
dengan adanya kawasan hutan produksi dan hutan produksi terbatas,
Tabel 3.12. Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsinya di Wilayah
Kabupaten Paser 2011
No. Fungsi Hutan Lokasi Luas (Ha)
1. Hutan Konservasi 1). Cagar Alam 107.786,93 a). Cagar Alam Adang 59.400,00 b). Cagar Alam Apar 48.386,93
2). Taman Hutan Raya 3.015,41 2. Kawasan Budidaya
Kehutanan (KBK) 1). Hutan Lindung 123.805,23
a). Beratus 4.128,43 b). Lumut 41.684,22 c). Kandilo – Ketan 37.087,09 d). Hilir Sungai Rawang 14.597,65 e). Sungai Samu 26.307,84
2). Hutan Produksi 268.275,83 3). Hutan Produksi Terbatas 176.990,47
Jumlah 679.873,87 Sumber : Kabupaten Paser Dalam Angka 2012
III – 23
maka kedua kawasan hutan tersebut dapat dimanfaatkan untuk produksi
kayu. Gambaran realisasi produksi kayu bundar di wilayah Kabupaten
Paser dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 secara rinci disajikan
pada Tabel 3.13.
Tabel 3.13. Realisasi Produksi Kayu Bundar di Kabupaten Paser 2011
No. Izin Pengu- sahaan Hutan
Tahun Realisasi Produksi Kayu Bundar (m3) 2007 2008 2009 2010 2011
1. HPH / IUPHHK 203.097,29 203.097,29 143.975,04 96.878,59 86.372,75 2. Non HPH / IPK - - 10.885,73 3.739,49 23.843,29 3. Hutan Hak (KR) - - - - 22.996,19
Sumber : Kabupaten Paser Dalam Angka 2012
Tabel 3.13. menunjukkan bahwa realisasi produksi kayu bundar di wilayah
Kabupaten Paser sebagian besar diproduksi oleh HPH / IUPHHK, namun
demikian realisasi produksi kayu bundar dari tahun 2007 sampai dengan
2011 cenderung mengalami penurunan, walaupun ada tambahan produksi
kayu bundar oleh Non HPH / IPK dan Hutan Hak (KR).
6. Peternakan
Secara umum, populasi ternak di Kabupaten Paser tahun 2011
mengalami penurunan dibandingkan tahun 2010, hanya sapi potong dan
itik yang mengalami kenaikan populasi. Jumlah sapi potong pada tahun
2011 mencapai 12.189 ekor atau naik 17,95. Gambaran banyaknya
populasi jenis-jenis ternak pada kelima kecamatan yang juga terdapat di
wilayah DAS Kandilo, Kabupaten Paser secara rinci disajikan pada Tabel
3.14.
III – 24
Tabel 3.14. Populasi Ternak Kelima Kecamatan di Kabupaten Paser 2011
No. Populasi
Jenis-jenis Ternak
Kecamatan Muara
Komam Batu
Sopang Muara Samu
Pasir Belengkong
Tanah Grogot
1. Sapi (ekor) 602 389 80 1.669 1.055 2. Kerbau (ekor) 48 - - - 4 3. Kambing (ekor) 423 281 120 729 992 4. Domba (ekor) - - - 10 20 5. Ayam Ras (ekor) 829 832 - 2.861 38.649 6. Ayam Kampung (ekor) 126.884 10.630 8.550 85.260 118.824 7. Ayam Petelur (ekor) 88 - - - 912 8. Itik (ekor) 4.748 62 - 1.440 3.711
Sumber : Kabupaten Paser Dalam Angka 2012
7. Perikanan
Kondisi perikanan di wilayah Kabupaten Paser dapat
dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu perikanan air laut dan
perikanan air darat. Perikanan air laut yaitu semua jenis perikanan yang
diambil dari laut, sedangkan perikanan darat dibedakan menjadi perikanan
umum, tambak, kolam, dan keramba. Tahun 2010 produksi perikanan laut
Kabupaten Paser sebanyak 16.369,40 ton dan tahun 2011 turun hingga
19.027,60 ton, sedangkan produksi perikanan darat mengalami kenaikan
dari 9.707,00 Ton pada 2010 menjadi 9.714,96 Ton pada 2011.
Gambaran produksi perikanan pada kelima kecamatan yang berkaitan
juga dengan wilayah DAS Kandilo di Kabupaten Paser secara rinci
disajikan pada Tabel 3.15. Tabel 3.15. menunjukkan bahwa sebagian
besar produksi perikanan yang dihasilkan dari perikanan tangkap di laut,
perikanan tangkap di perairan umum, tambak dan kolam secara umum
diperoleh dari wilayah Kecamatan Tanah Grogot dan Pasir Belengkong.
III – 25
Kondisi geografis kedua wilayah kecamatan ini selain letaknya di bagian
hilir dan muara DAS Kandilo yang relatif banyak ketersediaan air, juga
ditopang oleh keberadaannya yang relatif dekat dengan pantai / laut.
Tabel 3.15. Produksi Perikanan Kelima Kecamatan di Kabupaten Paser
2011
No. Produksi Perikanan
Kecamatan Muara
Komam Batu
Sopang Muara Samu
Pasir Belengkong
Tanah Grogot
1. Perikanan Tangkap di Laut Produksi (Ton) - - - - 1.284,4
2. Perikanan Tangkap di Perairan Umum Produksi (Ton) 36,3 - - 37,5 52,4
3. Tambak Produksi (Ton) - - - 662,0 2.365,0 Potensi Luas (Ha) - - - 2.400,0 4.500,0
4. Kolam Produksi (Ton) 6,1 - - 5,5 11,0 Potensi Luas (Ha) 70,0 40,0 10,0 98,0 60,0
5. Keramba Produksi (Ton) - - 2,1 - - Potensi (Unit) - - 20,0 - -
Sumber : Kabupaten Paser Dalam Angka 2012
8. Ketersediaan Energi Listrik dan Air Bersih
Saat ini energi listrik merupakan kebutuhan vital bagi kehidupan
manusia, baik untuk aktifitas rumah tangga sehari-hari maupun aktifitas
perekonomian masyarakat dan dunia usaha (perusahaan). Keterbatasan
pasokan energi listrik suatu daerah tak jarang membuat para investor
yang ingin menanamkan modal mengurungkan niatnya untuk berinvestasi
khususnya kegiatan usaha yang membutuhkan pasokan energi listrik yang
cukup besar. Pasokan listrik di Kabupaten Paser sebagian besat dipenuhi
oleh PT. PLN. Gambaran produksi, pelanggan, kapasitas tersambung,
III – 26
kapasitas terpasang dan daya mampu listrik PLN pada beberapa PLN
Ranting di wilayah Kabupaten Paser secara rinci disajikan pada Tabel
3.16.
Tabel 3.16. Produksi, Pelanggan, Kapasitas Tersambung, Kapasitas Terpasang dan Daya Mampu Listrik PLN pada Beberapa PLN Ranting di Kabupaten Paser 2011
No. Produksi, Pelanggan, KapasitasTersambung, Kapasitas Terpasang dan Daya Mampu Listrik PLN
PLN Ranting
Muara Komam Batu Sopang Tanah Grogot
1. Produksi Listrik PLN (Kwh)
2.268.000 11.232.000 8.697.9
2. Banyaknya Pelanggan Listrik
1.325 1.812 15.740
3. Kapasitas Tersambung (VA)
1.125.650 2.526.650 18.120.180
4. Kapasitas Terpasang (Kw)
840 3.590 14.738
5. Daya Mampu (Kw)
620 1.130 12.520
Sumber : Kabupaten Paser Dalam Angka 2012
Kondisi kesehatan merupakan syarat mutlak bagi peningkatan
kualitas hidup masyarakat. Kondisi sehat itu sendiri sangat tergantung
pada faktor lingkungan, terutama ketersediaan air bersih. Satu-satunya
perusahaan yang mengelola air bersih di Kabupaten Paser adalah
Perusahaan Daerah Milik Daerah (PDAM). Jumlah pelanggan keseluruhan
pada tahun 2011 sebanyak 12.350 pelanggan. Seiring dengan tingkat
kebutuhan masyarakat akan air bersih, PDAM terus berupaya menaikkan
produksi air minum. Dibanding tahun sebelumnya, produksi PDAM pada
tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 7,41 persen. Gambaran
produksi, kapasitas, pelanggan dan distribusi air minum PDAM pada
III – 27
beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Paser secara rinci disajikan
pada Tabel 3.17.
Tabel 3.17. Produksi, Kapasitas, Pelanggan dan Distribusi Air Minum PDAM pada Beberapa Kecamatan di Kabupaten Paser 2011
No. Produksi, Kapasitas,
Pelanggan dan Distri-busi Air Minum PDAM
Kecamatan Muara
Komam Pasir
Belengkong Tanah Grogot
1. Produksi Air Minum per Tahun (m3)
71.345 1.272.886 3.915.816
2. Kapasitas Air Minum per Bulan (liter/detik)
5,00 44,20 130,80
3. Banyaknya Pelanggan Air Minum
279 904 8.125
4. Distribusi Air Minum per Bulan (m3)
6.804 105.691 334.381
Sumber : Kabupaten Paser Dalam Angka 2012
Tabel 3.17. menunjukkan bahwa baik produksi, kapasitas, pelanggan dan
distribusi air minum PDAM sebagian besar tedapat di wilayah Kecamatan
Tanah Grogot, hal ini antara lain dipengaruhi oleh keberadaan kota Tanah
Grogot sebagai ibukota Kabupaten Paser yang penduduknya relatif lebih
padat bila dibandingkan dengan wilayah kecamatan lainnya yang masuk
Kabupaten Paser.
9. Perekonomian Wilayah
Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan hasil
penjumlahan nilai tambah bruto seluruh sektor ekonomi yang dihasilkan
selama satu tahun. Hasil perhitungan sementara angka nominal PDRB
Kabupaten Paser tahun 2011 sebesar 16,68 triliyun rupiah. Bila dilihat
perkembangannya dari tahun ke tahun nilai PDRB ini selalu mengalami
III – 28
kenaikan. Kenaikan PDRB atas dasar harga berlaku ini berpengaruh
langsung terhadap Pendapatan perkapita masyarakat Kabupaten Paser.
Namun seperti kita ketahui bersama bahwa di Kabupaten Paser
terdapat tambang non migas (batubara) yang memiliki konstribusi sangat
besar dalam pembentukan nilai PDRB, sehingga perlu kita lihat angka
PDRB jika dihitung tanpa subsektor pertambangan non migas. Pada tahun
2010 angka PDRB ADHB tanpa non migas sebesar 3,15 riliyun rupiah dan
pada tahun 2011 naik menjadi 3,63 triliyun rupiah. Terjadinya selisih
antara kedua angka PDRB tersebut menunjukkan dominasi pertambangan
non migas.
Penghitungan PDRB atas dasar harga konstan ditujukan untuk
melihat pertumbuhan ekonomi secara riel tanpa dipengaruhi perubahan
harga barang dan jasa yang dihasilkan dalam proses kegiatan ekonomi.
Berdasarkan hasil perhitungan PDRB ADHK tahun 2011, pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Paser sebesar 10,85 persen.
Struktur ekonomi merupakan indikator untuk melihat peranan
masing-masing sektor terhadap pembentukan PDRB. Sektor
Pertambangan dan Penggalian merupakan sektor yang cukup besar
memberikan konstribusi terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Paser.
Besaran nilai konstribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap
struktur perekonomian Kabupaten Paser adalah sebesar 78,42 persen.
Sedangkan sektor lain yang juga memberikan nilai konstribusi cukup
besar terhadap pembentukan perekonomian Kabupaten Paser adalah
sektor pertanian (11,52 persen).
III – 29
Hasil perhitungan pendapatan perkapita diperoleh dari PDRB atas
Dasar Harga Berlaku (ADHB) dikurangi dengan penyusutan dan pajak tak
langsung neto, dibagi jumlah penduduk pertengahan tahun. Data
pendapatan perkapita sering digunakan untuk mengukur tingkat
kesejahteraan masyarakat suatu daerah, meskipun rata-rata perkapita
yang tinggi tidak menjamin bahwa daerah tersebut telah dapat mencapai
tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi. Seperti telah diuraikan di
atas, peningkatan PDRB ADHB memberi pengaruh positif terhadap
pendapatan perkapita penduduk. Tahun 2011 Pendapatan Perkapita
Kabupaten Paser telah mencapai 60,85 juta pertahun.
Namun seperti kita ketahui bersama bahwa di Kabupaten Paser
terdapat tambang non migas (batubara) yang memiliki konstribusi sangat
besar dalam pembentukan nilai PDRB, sehingga perlu kita lihat angka
pendapatan perkapita jika dihitung tanpa subsektor pertambangan non
migas. Pada tahun 2011 angka pendapatan perkapita tanpa non migas
sebesar 13,24 juta rupiah. Gambaran PDRB Kabupaten Paser Tahun
2007 – 2011 menurut lapangan usaha berdasarkan atas dasar harga
berlaku secara rinci disajikan pada Tabel 3.18.
III – 30
Tabel 3.18. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Paser Tahun 2007 – 2011 (000.000 Rp)
No. Lapangan Usaha Jumlah PDRB
2007 2008 2009 r) 2010 x) 2011 xx)
1. Pertanian 1.218.513 1.322.963 1.522.538 1.671.646 1.921.518
2. Pertambangan dan Penggalian 4.056.147 6.305.986 7.181.386 10.086.581 13.081.015
3. Industri Pengolahan 86.921 94.196 105.573 113.884 134.522
4. Listrik , Gas dan Air Bersih 11.957 13.880 15.551 17.038 20.463
5. Bangunan 194.593 216.367 238.773 268.921 298.738
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 282.299 337.061 409.189 474.009 546.134
7. Pengangkutan dan Komunikasi 56.243 63.408 71.612 80.817 90.019
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 78.173 90.142 103.941 119.761 139.528
9. Jasa-jasa 166.543 252.801 323.649 374.512 448.355
PDRB /Gross Regional Domestic Product
6.151.390 8.696.804 9.972.212 13.207.170 16.680.292
PDRB@/Gross Regional Domestic Product @
2.115.788 2.412.982 2.814.844 3.147.802 3.630.631
Sumber : Kabupaten Paser Dalam Angka 2012
Keterangan : xx) Angka Sangat Sementara x) Angka Sementara r) Angka Revisi @ Tanpa Batu Bara
III – 31
10. Kelembagaan
Merujuk Laporan Monitoring dan Evaluasi Kinerja Daerah Aliran
Sungai (DAS) Kandilo Tahun 2011 yang diterbitkan oleh Balai
Pengelolaan DAS Mahakam Berau, 2011 menyebutkan bahwa hasil
monitoring kelembagaan di wilayah DAS Kandilo dan sekitarnya dengan
menggunakan indikator-indikator seperti Keberdayaan Lembaga Lokal /
Adat (KLL), Ketergantungan Masyarakat pada Pemerintah (KMP),
Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi dan Sinergi (KISS) dan Kegiatan Usaha
Bersama (KUB) dapat diuraikan secara rinci sebagai berikut:
10.1. Keberdayaan Lembaga Lokal / Adat (KLL)
Pengamatan terhadap indikator keberdayaan lembaga lokal / adat
(KLL) dalam kegiatan pengelolaan DAS Kandilo dilakukan melalui
beberapa tahapan,yaitu:
Identifikasi jenis dan keberadaan lembaga-lembaga lokal / adat yang
terkait dalam kegiatan pengelolaan DAS;
Identifikasi tugas lembaga lokal dan/atau jenis kegiatan yang dilakukan
terkait pengelolaan DAS;
Identifikasi manfaat dan/atau permasalahan yang ada pada masing-
masing lembaga lokal / adat.
Klasifikasi tingkat keberdayaan lembaga lokal / adat di wilayah
DAS Kandilo disajikan padaTabel 3.19.
III – 32
Tabel 3.19. Klasifikasi Tingkat Keberdayaan Lembaga Lokal / Adat di Wilayah DAS Kandilo
No. Kecamatan Tingkat Keberdayaan Lembaga Lokal / Adat
(KLL) Kategori
1. Muara Komam Berperan Baik
2. Batu Sopang Berperan Baik
3. Muara Samu Berperan Baik
4. Pasir Balengkong Berperan Baik
5. Tanah Grogot Berperan Baik
Sumber: Balai Pengelolaan DAS Mahakam Berau, 2011 10.2. Ketergantungan Masyarakat pada Pemerintah (KMP)
Pengamatan terhadap indikator ketergantungan masyarakat pada
pemerintah dilakukan dengan mengidentifikasi kelompok-kelompok
masyarakat / individu yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan DAS
Kandilo, untuk mengetahui sejauh mana peran pemerintah dalam kegiatan
pengelolaan DAS tersebut.
Klasifikasi tingkat ketergantungan masyarakat pada pemerintah di
wilayah DAS Kandilo disajikan padaTabel 3.20.
Tabel 3.20. Klasifikasi Tingkat Ketergantungan Masyarakat pada Pemerintah di Wilayah DAS Kandilo
No. Kecamatan Tingkat Ketergantungan
Masyarakat pada Pemerintah (KMP)
Kategori
1. Muara Komam Sedang Sedang
2. Batu Sopang Tinggi Jelek
3. Muara Samu Tinggi Jelek
4. Pasir Balengkong Tinggi Jelek
5. Tanah Grogot Rendah Baik
Sumber: Balai Pengelolaan DAS Mahakam Berau, 2011
III – 33
10.3. Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi dan Sinergi (KISS)
Pengamatan terhadap indikator koordinasi, integrasi, sinkronisasi
dan sinergi (KISS) dalam kegiatan pengelolaan DAS Kandilo dilakukan
melalui tahapan sebagai berikut:
Analisis dan identifikasi lembaga-lembaga / instansi pemerintah dan
non pemerintah yang terkait dengan pelaksanaan pengelolaan DAS;
Identifikasi TUPOKSI, kepentingan, kegiatan, dan tingkat pengaruh
masing-masing termasuk lembaga yang ada terhadap DAS;
Identifikasi pandangan lembaga-lembaga tersebut terhadap
permasalahan dan pengelolaan DAS.
Melalui analisis KISS tersebut dapat diketahui ada / tidaknya
konflik dan tingkatan konflik tersebut( tinggi, sedang, atau rendah). Pada
tingkat konflik yang rendah, dapat dikatakan bahwa kegiatan dari masing-
masing lembaga telah sesuai dengan perannya dalam penanganan dan
pengelolaan DAS, dengan kata lain sudah ada keterpaduan (integrasi).
Sebaliknya, jika ada konflik antar lembaga maka belum ada keterpaduan
dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS, sehingga tujuan dan
sasaran pengelolaan DAS seperti keterpaduan dalam penanganan
masalah banjir, kekeringan, sedimentasi, dan tanah longsor tidak akan
tercapai sesuai rencana yang diharapkan. Klasifikasi tingkat konflik antar
lembaga-lembaga / stakeholders di wilayah DAS Kandilo disajikan pada
Tabel 3.21.
III – 34
Tabel 3.21. Klasifikasi Tingkat Konflik Antar Lembaga / Stakeholders di Wilayah DAS Kandilo
No. Kecamatan Tingkat Konflik Antar
Lembaga (KISS)
Kategori
1. Muara Komam Tinggi Jelek
2. Batu Sopang Sedang Sedang
3. Muara Samu Rendah Baik
4. Pasir Balengkong Rendah Baik
5. Tanah Grogot Sedang Sedang
Sumber: Balai Pengelolaan DAS Mahakam Berau, 2011 10.4. Kegiatan Usaha Bersama (KUB)
Pengamatan terhadap indikator kegiatan usaha bersama (KUB)
dalam kaitannya dengan kegiatan pengelolaan DAS Kandilo dilakukan
melalui tahapan sebagai berikut:
Identifikasi bentuk (kelembagaan) dan keberadaan KUB (pemerintah /
non pemerintah masyarakat) yang ada di DAS;
Identifikasi jenis dan peran kegiatan usaha yang dilakukan serta
keterkaitannya dengan kegiatan pengelolaan DAS;
Identifikasi dan evaluasi perkembangan KUB tersebut dari waktu ke
waktu.
Klasifikasi tingkat perkembangan kegiatan usaha bersama di
wilayah DAS Kandilo disajikan pada Tabel 3.22.
III – 35
Tabel 3.22. Klasifikasi Tingkat Perkembangan Kegiatan Usaha Bersama di Wilayah DAS Kandilo
No. Kecamatan Tingkat Perkembangan
Kegiatan Usaha Bersama (KUB)
Kategori
1. Muara Komam Berkembang (Ada dan Aktif) Baik
2. Batu Sopang Berkembang (Ada dan Aktif) Baik
3. Muara Samu Berkembang (Ada dan Aktif) Baik
4. Pasir Balengkong Berkembang (Ada dan Aktif) Baik
5. Tanah Grogot Berkembang (Ada dan Aktif) Baik
Sumber: Balai Pengelolaan DAS Mahakam Berau, 2011
IV – 1
IV. ANALISIS DAN PERUMUSAN MASALAH A. Identifikasi Masalah
Didasarkan atas uraian karakteristik DAS Kandilo pada Bab
III sebelumnya, sehingga dapat teridentifikasi beberapa isu pokok
permasalahan, yang diduga dapat mengancam antara lain terhadap
kelestarian fungsi dan manfaat serta ekosistem DAS Kandilo. Isu-isu
pokok permasalahan tersebut diantaranya dapat diuraikan seperti di
bawah ini.
1. Biofisik
1.1. Lahan Kritis
Keberadaan lahan kritis pada suatu DAS dapat
menimbulkan terjadinya permasalahan di DAS, antara lain
peningkatan laju limpasan air permukaan, erosi dan
sedimentasi, serta kemungkinan bencana banjir. Luas lahan
kritis pada DAS merupakan kriteria utama dalam penentuan
DAS prioritas, yang menggambarkan beberapa hal yang
berkaitan dengan kemampuan, kesesuaian penggunaan dan
produktivitas lahan. Tingkat kekritisan lahan pada akhirnya
akan memberi dampak terhadap aspek hidro-orologi wilayah
DAS, khususnya berkaitan dengan banjir dan kekeringan dan
produktivitas lahan yang pada akhirnya mempengaruhi
kesejahteraan masyarakat.
IV – 2
Secara umum, penyebab lahan kritis di Kaltim
diakibatkan dari curah hujan yang relatif tinggi dan dengan
kondisi geofisik yang rentan seperti topografi/kelerengan yang
relatif curam dan dengan jenis tanah yang rentan terhadap
erosi. Hal tersebut akan sangat meningkat pada saat terjadi
pada wilayah-wilayah yang sebelumnya telah terbuka, yaitu
akibat dari aktivitas eksploitasi hutan, penyiapan lahan untuk
perkebunan, perladangan, penambangan batubara,
perambahan hutan/lahan, konversi lahan dan pembukaan
lahan lainnya yang tidak ramah lingkungan dan tidak
menerapkan prinsip kelestarian lingkungan, serta akibat dari
kebakaran hutan dan lahan.
Hasil analisis kekritisan lahan yang termasuk kritis
sampai sangat kritis di DAS Kandilo seluas sekitar 70.920 Ha
atau 20% dari luas DAS Kandilo (Laporan BPDAS Mahakam –
Berau Provinsi Kalimantan Timur, 2004). Perluasan lahan kritis
ini diduga karena laju perluasan lahan kritis lebih cepat bila
dibanding dengan laju pelaksanaan rehabilitasi (reboisasi dan
penghijauan).
1.2. Sedimentasi
Laju sedimentasi di Sungai Kandilo beserta anak
sungainya di DAS Kandilo dari waktu ke waktu cenderung
meningkat pada sungai tersebut, hal ini terjadi karena antara
IV – 3
lain adanya aktivitas pembukaan lahan hutan, penyiapan lahan
untuk perkebunan dan pemanfaatan lahan pertanian yang tidak
sesuai dengan kemampuan lahannya dan tidak menerapkan
teknik konservasi tanah dan air, serta aktivitas pertambangan
dan pembangunan fisik lainnya yang tidak ramah lingkungan
bahkan merubah bentang alam. Aktivitas pemanfaatan
sumberdaya alam seperti ini, manakala turun hujan yang relatif
deras dapat mempermudah terjadinya peningkatan laju erosi
tanah yang merupakan sumber/asal terjadinya sedimentasi.
Peningkatan laju sedimentasi/pendangkalan di Sungai
Kandilo dapat diindikasikan oleh dari tahun ke tahun kondisi air
sungai semakin keruh (berwarna kecoklatan). Selain itu, akibat
terjadinya sedimentasi di Sungai Kandilo dan anak sungainya
dapat mempersempit kapasitas tampung saluran sungainya,
yang selanjutnya dapat menopang terjadinya banjir.
1.3. Kualitas Air
Secara sederhana, air sungai Kandilo masih bisa
digunakan sebagai sumber bahan baku air minum dan air
bersih, khususnya bagi masyarakat yang berada di wilayah
sungai ini dan umumnya bagi masyarakat Kabupaten Paser.
Namun demikian, apabila merujuk beberapa hasil penelitian
mengindikasikan bahwa kualitas air pada sebagian sungai
Kandilo sudah tercemar.
IV – 4
Seperti diketahui bahwa fungsi dan peruntukan
kawasan di wilayah DAS Kandilo termasuk Kawasan Budidaya
Kehutanan (KBK) dan Kawasan Budidaya Non Kehutanan
(KBNK) serta permukiman, di mana dalam aktivitas
pembuangan limbahnya masih langsung ke sungai, walaupun
mereka tidak bermukim di pinggir sungai. Sungai Kandilo
dengan anak-anak sungainya membentuk jaringan alur sungai
(jaringan hidrologi) di bagian hilir yang sebagian besar
wilayahnya merupakan kawasan permukiman penduduk kota
Tana Paser.
Selanjutnya, dapat dilihat pada muara Sungai Kandilo, yang
kondisinya perlu diwaspadai pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada
saat hujan di hulu dan air turun ke Muara Kandilo. Pada saat seperti itu,
partikel-partikel/bahan-bahan hasil sisa buangan berasal dari berbagai
industri dan aktivitas pertambangan, perkebunan, limbah eksploitasi hutan
yang telah terjadi pembusukan dari sisa penebangan. Demikian pula
dengan limbah dari workshop pada perusahaan dan limbah bahan kimia
dari penambangan emas, akan turut larut bersama arus air yang cukup
deras, dengan membawa berbagai partikel yang dapat menurunkan
kualitas air.
Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan pencemaran air di
Sungai Kandilo seperti diuraikan tersebut di atas, diantaranya perlu
mengatur dan menekan seminimal mungkin aktivitas pembuangan limbah
ke Sungai Kandilo, serta memperketat kegiatan monitoring dan
IV – 5
pengawasan terhadap aktivitas-aktivitas pembuangan limbah dan bahan
pecemar dengan menerapkan peraturan perundangan yang terkait.
1.4. Banjir
Dewasa ini, permasalahan banjir di kawasan perkotaan dan
permukiman di DAS Kandilo relatif sama/mirip dengan kawasan perkotaan
dan permukiman lainnya yang terjadi di wilayah di Kalimantan Timur.
Kejadian banjir tersebut umumnya diakibatkan oleh adanya curah hujan
yang relatif tinggi dan air sungai menjadi meluap, apalagi bila air sungai
sedang pasang naik maka terjadilah arus balik air sungai (back water).
Penyebab banjir lainnya adalah karena perluasan lahan terbuka dan lahan
kritis, adanya pengurukan daerah/kawasan penyimpan air, pembuatan
drainase/kapasitas tampung saluran air yang tidak memadai, serta
ditambah lagi dengan budaya menjadikan sungai sebagai tempat
pembuangan sampah, hal ini berakibat pada tidak lancarnya saluran dan
aliran air.
1.5. Kondisi Habitat (Daerah Perlindungan Keanekaragaman Hayati)
Permasalahan pada kawasan hutan yang berfungsi sebagai habitat
(daerah perlindungan keanekaragaman hayati) di DAS Kandilo
disebabkan oleh antara lain adanya permasalahan perambahan dan
tumpang tindih pemanfaatan kawasan tersebut serta para pemanfaat
sumberdaya alam maupun masyarakat belum sepenuhnya memahami arti
penting dari manfaat keanekaragaman hayati. Selain membuka wilayah
IV – 6
hutan dengan tidak terarah, pada eksploitasi hutan dan penyiapan lahan
HTI dan perkebunan serta aktivitas pertambangan telah pula memberikan
kontribusi pada pengrusakan daerah perlindungan bagi keanekaragaman
hayati di DAS Kandilo. Kemudian ditunjang pula oleh kebakaran hutan
yang sering terjadi pada saat musim kemarau panjang, sehingga
kesemuanya ini dapat mengakibatkan degradasi keanekaragaman hayati
di DAS Kandilo.
Ancaman lain terhadap keanekaragaman hayati khususnya satwa
liar/satwa yang dilindungi terjadi antara lain karena adanya aktivitas
pembukaan hutan yang dapat mengganggu dan mempersempit habitat
satwa langka. Selain itu, dewasa ini satwa liar/satwa yang dilindungi juga
ada beberapa yang terancam punah, hal ini karena terganggu kondisi
habitatnya di sebagian kawasan yang berhutan, dan disebabkan oleh
adanya pengrusakan pada wilayah tempat tinggal satwa dan akibat
perburuan yang belum sepenuhnya dapat dihentikan.
2. Sosial Ekonomi dan Kelembagaan
2.1. Tata Ruang dan Penggunaan Sumberdaya Alam dan Lahan
Salah satu komponen penting dalam pengelolaan DAS adalah
mengatur agar penggunaan lahan sesuai dengan kemampuan. Setiap unit
lahan di dalam wilayah DAS memiliki kelas kemampuan/kesesuaian
penggunaan lahan untuk menjamin pemanfaatan lahan yang lestari.
Berbagai bentuk tata guna lahan dalam konsep pengelolaan DAS antara
lain tata guna hutan, peta arahan penggunaan lahan wilayah DAS dan
IV – 7
peta Tata Ruang wilayah provinsi/kabupaten/kota dapat menjadi acuan
penilaian seberapa besar tingkat kepatuhan pengguna lahan dalam
wilayah DAS sesuai dengan tataguna lahan yang ada.
Masing-masing kabupaten/kota telah menyusun tata ruang wilayah
menurut RTRW Kabupaten/Kota, namun dalam kenyataannya banyak
terjadi ketidaksesuaian penggunaan lahan pada RUTR dan aktual yang
terjadi di lapangan terutama pada arahan penggunaan kawasan-kawasan.
Akibatnya banyak terjadi tumpang-tindih/overlapping pemanfaatan ruang
dan kawasan.
Dewasa ini, banyak permasalahan tata ruang dan penggunaan
sumberdaya alam dan lahan yang dihadapi khususnya di DAS Kandilo
dan umumnya di wilayah Kalimantan Timur. Diantara permasalahan
tersebut antara lain karena adanya kawasan pinggir/sempadan sungai
sebagai kawasan budidaya non kehutanan (sumber : TGHK), serta belum
selesainya permasalahan tata batas, sehingga hal ini berakibat pada
timbulnya masalah-masalah lain seperti terjadinya konflik pemanfaatan
sumberdaya alam dan lahan oleh masyarakat karena penggunaannya
bertentangan dengan teori konservasi.
Banyak permasalahan yang terjadi pada saat tata ruang belum
diselesaikan. Konflik konflik yang terkait dengan sumberdaya alam dan
lahan semakin tinggi, karena tidak adanya pegangan kuat untuk
penyelesaian. Masing-masing pihak merasa hak mereka untuk menguasai
lahan dan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada. Konflik ini semakin
meningkat ketika aktivitas pertambangan dan perkebunan semakin marak
IV – 8
di wilayah Kalimantan Timur. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa konflik
antara perusahaan dan masyarakat juga terjadi.
Akibat lainya adalah bahwa masyarakat membuka lahan dan untuk
dikuasai, dengan harapan bahwa bila nanti ada perusahaan (seperti
tambang dan perkebunan) yang akan beroperasi di wilayah itu, maka
masyarakat akan dapat menjualnya pada perusahaan tersebut. Dengan
demikian, banyak wilayah yang terbuka tanpa diberi perlakuan konservasi
yang memadai.
2.2. Pengaturan pemanfaatan DAS Kandilo sebagai Sumber Air Bersih
Salah satu prinsip pembangunan berkelanjutan adalah keadilan,
dimana prinsip ini menuntut agar ada distribusi manfaat dan beban secara
proporsional antara semua orang dan kelompok masyarakat. DAS Kandilo
berada pada 5 (lima) wilayah Kecamatan yang dominan dan sebagian
kecil ada pada 2 (dua) kecamatan di Kabupaten Paser yakni Kecamatan
Muara Komam, Kecamatan Batu Sopang, Kecamatan Muara Samu,
Kecamatan Pasir Balengkong, Kecamatan Tanah Grogot dan sebagian
kecil di Kecamatan Batu Engau dan Kecamatan Kuaro.
Daerah hulu Sungai Kandilo terdapat Hutan Lindung Muara
Komam. Selain itu, daerah hulu DAS Kandilo adalah daerah yang secara
umum masih ditumbuhi hutan yang masih baik penutupan lahannya,
sedangkan bagian hilir DAS Kandilo sudah banyak yang terbuka sebagai
IV – 9
tambak, dan di wilayah muara dari sungai Kandilo terdapat permukiman
penduduk Kecamatan Tanah Grogot, Kabupaten Paser.
Saat ini DAS Kandilo telah memberikan kontribusi pada wilayah
hilirnya dan penduduk Kabupaten Paser pada umumnya (ada sekitar 70%
kebutuhan air bersih Kabupaten Paser disuplai dari DAS Kandilo).
Dengan demikian, DAS Kandilo sangat penting untuk dijaga
keberadaannya. Wilayah hulu DAS harus pula dijaga untuk tetap bisa
mempertahankan ketersediaan air DAS, dengan jalan konservasi
terhadap tanah dan lahan. Hal ini bisa terwujud bila masyarakat yang
berada di sekitar atau di wilayah tersebut dapat menjaganya, kalau tidak
maka dampak negatiflah yang akan diterima oleh wilayah hilir atas
kerusakan wilayah hulu DAS ini.
Oleh karena itu, perlu segera diupayakan agar wilayah hulu dapat
selalu hijau, sehingga keberadaan air bersih DAS terus terjaga, dengan
demikian perlu adanya kerjasama/koordinasi secara sinergis antar
masing-masing wilayah administrasi dalam rangka pengelolaan DAS
Kandilo secara terpadu. Sehingga, diharapkan dapat menghindari ego
masing-masing wilayah administrasi, sebaliknya semakin terjamin
peningkatan kerjasama dan sinkronisasi antar wilayah administrasi
tersebut dalam memecahkan permasalahan yang timbul di DAS Kandilo
secara bersama-sama.
2.3. Ketergantungan Penduduk Terhadap Lahan
IV – 10
Keberadaan manusia memiliki pengaruh besar terhadap lingkungan
dan sumberdaya alam, terutama lingkungan dan sumberdaya alam di
sekitarnya. Pemakaian sumberdaya alam bagi kehidupan manusia
berbanding lurus dengan kemampuan menggunakan dan jumlah
penduduk. Makin besar jumlah penduduk kebutuhan akan sumberdaya
alam semakin tinggi, dengan demikian tekanan terhadap sumberdaya
alam juga semakin meningkat. Demikian pula dengan kemampuan
manusianya dalam mengambil/memanfaatkan sumberdaya alam, semakin
tinggi kemampuannya akan semakin besar sumberdaya alam yang
dikeluarkan. Oleh karena itu, kemampuan manusia dalam memanfaatkan
sumberdaya alam ini haruslah diiringi dengan kemampuan mengelola
secara bijak.
Ledakan penduduk adalah merupakan salah satu permasalahan
yang akan memberikan dampak terhadap lahan dan sumberdaya alam,
sedangkan lahan yang menjadi sasaran utama dari penduduk adalah
lahan pertanian. Kecamatan Muara Komam yang memiliki luas 2.244,3 Ha
(yang termasuk ke dalam Hutan Lindung) merupakan bagian hulu dari
DAS Kandilo yang memiliki jumlah penduduk sebesar 12.941 jiwa (tahun
2012) atau dengan kepadatan penduduk sekitar 7,38 jiwa/km2. Sementara
itu, di Kalimantan Timur, bidang pertanian (dalam arti luas) menempati
urutan kedua dalam struktur perekonomian daerah setelah bidang
pertambangan dan galian. Dengan demikian, mayoritas penduduk adalah
petani dan sangat tergantung akan lahan.
IV – 11
Perlu digarisbawahi bahwa khususnya masyarakat di dalam/di
sekitar DAS Kandilo dan umumnya masyarakat di Kalimantan Timur masih
melakukan pertanian lahan kering atau perladangan. Pertanian lahan
kering (upland-farming systems) yang dilakukan di Kalimantan Timur
sebagian besar dalam bentuk perladangan gilir balik (shifting cultivation
atau swidden agriculture), dengan teknik tebas-bakar (slash and burn).
Pola pertanian lahan kering dalam bentuk perladangan gilir balik ini
menyebabkan setiap kepala keluarga menguasai lahan untuk perladangan
mereka dalam areal yang agak luas (umumnya mencapai 10 Ha), sebagai
penyesuaian pola yang digunakan. Sehingga, dengan pertumbuhan
penduduk setiap tahunnya dan dengan lahan yang tersedia tetap maka
lahan yang akan dibuka oleh masyarakat semakin luas. Demikian pula
apabila di daerah yang sudah banyak terbuka dan menyebabkan lahan
yang dapat dipakai untuk perladangan sudah berkurang, maka akan
menyebabkan masa ”bera” (masa istirahat lahan) semakin pendek, hal ini
menyebabkan kesuburan lahanpun semakin turun, yang pada akhirnya
akan berakibat pada pembukaan lahan yang lebih subur oleh masyarakat,
yang berarti pula bahwa lahan tersebut bisa terjadi pada lahan yang
berada di wilayah hutan.
2.4. Budaya Konservasi
Pada dasarnya sistem usaha tani yang berkembang di suatu
wilayah merupakan hasil interaksi dari potensi fisik lingkungan, biologi dan
IV – 12
orientasi, serta kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki oleh petani itu
sendiri. Secara umum di Kalimantan Timur (termasuk di Kabupaten Paser)
jelas terlihat bahwa sistem usaha tani yang diterapkan di suatu wilayah
disesuaikan dengan karakteristik fisik seperti kondisi lereng, curah hujan
serta kemampuan tanah. Sistem pertanian ladang gilir balik merupakan
sistem usaha tani yang dianggap paling tepat bagi masyarakat lokal di
wilayah ini.
Nilai tradisional yang berkaitan dengan konservasi pada dasarnya
pernah hidup di masyarakat Kalimantan Timur, yaitu berupa kepercayaan
animisme sebelum agama masuk dan pengaruh agama merubah cara
pandang masyarakat. Ada kepercayaan yang berkembang bahwa dalam
membuka lahan harus meminta izin lebih dahulu pada ”penunggu/
penguasa” wilayah tersebut, dan bila tidak diijinkan maka perlu mencari
lahan lainnya untuk dibuka menjadi perladangan. Tanda-tanda lahan tidak
boleh dibuka berbagai macam, misalnya bila ada ular atau dengan ada
tanda-tanda khusus ketika menancapkan ”parang” ke tanah yang akan
dibuka, maka lahan tersebut tidak boleh dibuka, kalau dipaksakan juga
dibuka maka ladang tidak akan memberikan hasil. Demikian pula dalam
menebang pohon. Ada kepercayaan terhadap pohon-pohon tertentu
terutama pohon besar (khususnya pohon madu) tidak boleh ditebang.
Dengan tumbuhnya pemikiran rasional nilai tradisional tersebut dapat
diterima masyarakat bahwa jika pohon ditebang akan mempengaruhi
hidrologi, erosi dan kerusakan alam.
IV – 13
Dari uraian tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa nilai
tradisional yang dikemukakan tersebut relatif masih dipercayai dan
diaplikasikan oleh sebagian besar masyarakat, sehingga banyak sumber-
sumber air dan sempadan sungai dalam kondisi yang terjaga lingkungan
sekitarnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nilai tradisional
masyarakat menguntungkan menjaga kelestarian ekosistem DAS
terutama sumberdaya lahannya.
Pada masa berikutnya munculah beberapa permasalahan baru
yang diakibatkan oleh semakin meningkatnya arus migran dari luar Kaltim
serta adanya praktik kegiatan pertanian, perkebunan, pertambakan dan
kehutanan skala besar, yang ternyata belum sepenuhnya menerapkan
teknik konservasi tanah dan air, selain itu maraknya aktivitas
pertambangan dan perkebunan yang ternyata juga tidak ramah
lingkungan, sehingga budaya konservasi masyarakat mulai luntur seiring
lajunya aktivitas-aktivitas tersebut yang mengakibatkan lingkungan
menjadi rusak.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, usaha pendidikan
lingkungan yang sudah mulai dirintis dan diterapkan seperti telah tertuang
dalam kebijakan Kabupaten Paser patut didukung dan lebih ditingkatkan
lagi, agar budaya konservasi sudah dapat difahami sejak dini bagi
penerus bangsa dan penyadaran bagi masyarakat umum.
2.5. Kelembagaan dan Pelibatan Stakeholders serta Masyarakat Sekitar
IV – 14
Persoalan utama kelembagaan pengelolaan DAS Kandilo antara
lain:
(1). Belum adanya keterpaduan pelaksanaan kegiatan/program dimana
masing-masing instansi yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya
alam di dalam DAS menggunakan pendekatan komoditi dan sektoral
serta terkotak-kotak pada wilayah administrasi masing-masing tanpa
melihat DAS sebagai suatu ekosistem yang utuh dari hulu hingga
hilir. Akibatnya anggaran pengelolaan yang digunakan kurang efektif
untuk meningkatkan kualitas ekosistem DAS (misalnya bagi instansi-
instansi yang terkait dengan peningkatan kualitas ekosistem DAS);
(2). Terjadi overlap program karena masing-masing instansi
memperjuangkan anggaran sendiri-sendiri tanpa adanya koordinasi
dengan instansi lain yang memiliki tupoksi yang hampir sama;
(3). Pelaksanaan kegiatan pengelolaan yang penanganannya masih
mengandalkan pendekatan keproyekan tidak menyelesaikan tujuan
pengelolaan secara tuntas;
(4). Penanganan masalah DAS tidak fokus terutama disebabkan karena
belum adanya SIM (sistem informasi manajemen) DAS.
Pelaksanaan kegiatan dalam bentuk proyek sering mematikan
potensi partisipasi masyarakat secara sukarela akibat adanya bentuk-
bentuk insentif pada setiap pelaksaaan kegiatan. Kegiatan konservasi dan
advokasi lingkungan dan sumberdaya alam saat ini lebih dominan
diperankan oleh berbagai kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat
IV – 15
(LSM) yang sengaja dibentuk untuk mendukung suatu proyek tertentu,
namun kenyataannya sulit eksis selama proyek tersebut berlangsung,
sehingga pada saat proyek tersebut selesai maka aktifitas juga tersendat.
Secara singkat peran serta partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
DAS belum terbangun secara berkesinambungan.
Oleh sebab itu, permasalahan dasar yang harus dipahami dan
disepakati oleh berbagai pihak yang terkait dalam pengelolaan DAS
Kandilo yaitu:
(1). Bagaimana mengintegrasikan barbagai kepentingan ke dalam suatu
program pengelolaan DAS yang optimal; dan
(2). Bagaimana program tersebut dapat didistribusikan ke dalam pokok-
pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak,
agar jelas siapa, berbuat apa dan bagaimana para pihak dapat
berkoordinasi dan dikoordinasikan dalam suatu sistem kelembagaan,
sehingga penyelenggaraan pengelolaan DAS dapat berlangsung
secara efisien dan efektif, serta dapat membantu partisipasi
masyarakat secara luas dalam penyelamatan lingkungan DAS.
B. Kajian dan Analisis
Berdasarkan hasil identifikasi masalah yang terlihat dari kondisi
keragaman DAS Kandilo tergambar bahwa terdapat 5 (lima) kelompok
masalah, yaitu masalah yang terkait dengan hidroorologi, tata ruang dan
penggunaan lahan, keanekaragaman hayati, sosial dan ekonomi, serta
manajemen termasuk di dalamnya kelembagaan.
IV – 16
Masalah hidroorologi selain diindikasikan oleh meluasnya lahan
kritis oleh erosi, meningkatnya sedimentasi dan peristiwa banjir yang
frekuensi kejadiannya semakin sering, fluktuasi aliran sungai yang
semakin tajam, serta adanya kecederungan peningkatan bahan pencemar
terutama di sungai Kandilo.
Masalah tata ruang dan penggunaan lahan, permasalahan yang
terjadi ditandai oleh semakin banyaknya konflik penggunaan/pemanfaatan
yang terjadi, baik konflik vertikal maupun horizontal yang tidak
berkesudahan. Akibatnya usaha perlakuan konservasi terhadap lahan
menjadi terbengkalai karena masing-masing sibuk dengan mempertahan-
kan wilayah penguasaan kegiatan.
Masalah degradasi keanekaragaman hayati dan terganggunya
habitat satwa liar/satwa khususnya satwa endemik yang diakibatkan oleh
pembukaan wilayah yang tidak terarah oleh kegiatan eksploitasi hutan dan
lahan oleh berbagai aktivitas perusahaan, yang ditandai oleh berkurang-
nya populasi flora dan fauna yang ada di sekitar DAS Kandilo.
Masalah sosial dan ekonomi diindikasikasikan oleh antara lain
terkait permasalahan tata ruang dan penggunaan lahan, adanya konflik
pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) dan lahan, belum adanya
mekanisme/pengaturan antara daerah hulu dan hilir DAS Kandilo, adanya
ketergantungan penduduk terhadap lahan, pemahaman budaya
konservasi yang masih relatif lemah, pelibatan masyarakat sekitar belum
maksimal dalam dunia usaha, dan permasalahan pendanaan yang belum
memadai.
IV – 17
Masalah manajemen dan kelembagaan ditandai oleh beberapa
indikasi sebagai berikut:
(1). Kegiatan pengelolaan selalu dibatasi oleh pertimbangan administrasi
bukan pada pertimbangan ekosistem, sehingga dampak yang
ditimbulkan oleh program/tindakan pengelolaan belum bisa efektif;
(2). Belum adanya sistem informasi manajemen, sehingga sering terjadi
lokasi kegiatan tidak terarah pada lahan yang bermasalah;
(3). Lemahnya koordinasi antar pihak/instansi yang terlibat dalam
pengelolaan DAS;
(4). Sistem Monev yang belum terpadu, sehingga pekerjaan yang sama
dilakukan oleh instansi yang berbeda, serta menggunakan standar
dan kriteria yang berbeda, juga data hasil Monev tidak
terdokumentasi dengan baik dan benar.
Tabel 4.1. Analisis Permasalahan Biofisik
No. Permasalahan
Pokok Penyebab Utama
(1) (2) (3) 1. Lahan Kritis a. Curah hujan relatif tinggi.
b. Kondisi geofisik yang rentan seperti topografi/kelerengan bergelombang dan jenis tanah relatif rentan erosi.
c. Pembukaan hutan dan lahan termasuk perambahan hutan (illegal logging).
d. Kegiatan perladangan yang tidak ramah lingkungan. e. Aktivitas perkebunan sawit dan pertambangan batubara. f. Bencana kebakaran hutan dan lahan.
2. Sedimentasi (DAS/Sungai)
a. Aliran permukaan, erosi, dan longsor. b. Aktivitas perladangan, penyiapan lahan perkebunan, serta
pembukaan dan aktivitas pertambangan batubara dan emas. c. Pembukaan lahan untuk pembangunan (pemukiman, industri). d. Pembuangan limbah sampah rumah tangga ke sungai.
IV – 18
3. Kualitas Air (DAS/Sungai)
a. Aktivitas/limbah eksploitasi hutan (pembusukan sisa penebangan dan limbah workshop).
b. Aktivitas perkebunan (pestisida, herbisida dan pupuk, dan perlakuan pasca panen).
c. Aktivitas/limbah pertambangan batubara dan emas. d. Pembuangan limbah sampah rumah tangga ke sungai.
4. Banjir a. Curah hujan tinggi. b. Perluasan lahan terbuka. c. Pengurukan daerah/kawasan penyimpan air. d. Drainase/kapasitas tampung saluran air yang tidak memadai. e. Terjadinya pasang surut air yang cukup tinggi (”banjir ROP”). f. Pembuangan sampah rumah tangga ke sungai.
Lanjutan Tabel 4.1. (1) (2) (3) 5. Degradasi
Keaneka-ragaman Hayati
a. Pembukaan lahan yang tidak terarah. b. Aktivitas penebangan pohon hutan, penyiapan lahan perkebunan,
pembukaan lahan tambang batu bara, dan pembukaan tambak. c. Kejadian bencana kebakaran hutan dan lahan.
Tabel 4.2. Analisis Permasalahan Sosial, Ekonomi dan Kelembagaan No. Permasalahan
Pokok Penyebab Utama
(1) (2) (3) 1. Tata Ruang dan
penggunaan Lahan
a. Adanya tumpang tindih/overlapping pemanfaatan ruang/kawasan. b. Adanya kawasan pinggir/sempadan sungai sebagai kawasan
budidaya non kehutanan. c. Masih belum selesainya secara menyeluruh realisasi tata batas
fungsi/peruntukan kawasan. d. Penataan ruang/penggunaan lahan belum sepenuhnya berbasis
ekosistem DAS. 2. Konflik
pemanfaatan Sumberdaya Alam (SDA) dan lahan
a. Adanya egosektoral dalam pemanfaatan SDA. b. Maraknya pemanfaatan lahan seperti untuk aktivitas
pertambangan dan perkebunan yang menimbulkan konflik dengan masyarakat.
c. Usaha penguasaan lahan oleh masyarakat. 3. Permasalahan
Hulu – Hilir DAS a. Belum adanya mekanisme/pengaturan kompensasi. b. Belum optimalnya peran lembaga terkait dalam menangani
masalah hulu – hilir DAS Kandilo. c. Belum terpolanya pemahaman ”One River, One Plan, One
Management”. 4. Ketergantungan
penduduk terhadap lahan
a. Mata pencaharian mayoritas penduduk di sektor pertanian. b. Budaya teknik perladangan gilir balik.
5. Pemahaman Budaya
a. Adanya praktik kegiatan pertanian, perkebunan, pertambakan dan kehutanan serta pertambangan batubara yang belum sepenuhnya
IV – 19
Konservasi yang masih lemah
menerapkan teknik konservasi tanah dan air. b. Praktik kegiatan pertanian, perkebunan, pertambakan dan
kehutanan serta pertambangan batubara yang tidak ramah lingkungan.
6. Kelembagaan a. Belum optimalnya kerjasama/koordinasi lembaga-lembaga terkait dalam penanganan DAS Kandilo.
b. Terbatasnya instrumen peraturan perundangan yang mengatur kelembagaan DAS Kandilo.
7. Pelibatan masyarakat sekitar dalam dunia usaha
a. Tidak terpenuhinya persyaratan pendidikan dan keterampilan minimal yang dibutuhkan perusahaan.
b. Keterbatasan masyarakat sekitar dalam mendapatkan informasi perusahaan.
Lanjutan Tabel 4.2. (1) (2) (3) 8. Pendanaan a. Terbatasnya dana pemerintah.
b. Adanya ketergantungan pendanaan pengelolaan DAS dari Pemerintah Daerah /Pusat.
c. Keterlibatan pihak pengguna jasa lingkungan DAS dalam pendanaan kegiatan belum diatur secara baik (misal PDAM & Perusahan lainnya).
d. Penyaluran dan penggunaan dana belum efisien dan efektif.
C. Rumusan Permasalahan
Didasarkan atas permasalahan-permasalahan pokok dari hasil
analisis permasalahan biofisik beserta sosial, ekonomi dan kelembagaan
seperti yang diuraikan tersebut di atas, sehingga dapat dirumuskan
beberapa masalah yang berkaitan dengan pengelolaan DAS Kandilo
sebagai berikut :
(1). Bagaimana menekan laju perluasan dan memperbaiki/menghijaukan
kembali lahan kritis dan laju sedimentasi, serta penanggulangan
banjir dan pencemaran air yang terjadi di DAS Kandilo ?
(2). Bagaimana mengatasi degradasi keanekaragaman hayati yang
terjadi di DAS Kandilo ?
IV – 20
(3). Bagaimana menata/mengatur ruang wilayah dan penggunaan/
pemanfaatan lahan yang memperhatikan kesesuaian aspek
ekonomi, sosial dan lingkungan di dalam DAS Kandilo ?
(4). Bagaimana mengatasi kebutuhan lahan untuk penghidupan
masyarakat di sektor pertanian, serta meningkatkan pemahaman
budaya konservasi di sektor pertanian, perkebunan, pertambakan,
kehutanan dan pertambangan di DAS Kandilo ?
(5). Bagaimana mewujudkan suatu lembaga yang mengkoordinasikan
parapihak terkait dalam pengelolaan DAS Kandilo dan
pendanaannya, serta dapat menangani permasalahan hulu - hilir
DAS Kandilo (misalnya pemanfaatan DAS untuk keperluan air
bersih) dan pelibatan masyarakat ?
V – 1
V. RENCANA DAN STRATEGI PENGELOLAAN
A. Tujuan dan Sasaran
Berdasarkan hasil analisis dan perumusan masalah pengelolaan
DAS Kandilo seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya serta
mengacu pada hasil rumusan diskusi dari para pihak terkait dalam
pengelolaan DAS Kandilo, maka dapat dirumuskan tujuan pengelolaan
DAS Kandilo sebagai berikut :
1). Terwujudnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi para pihak
dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS Kandilo;
2). Terwujudnya kondisi tata air DAS Kandilo yang optimal meliputi
jumlah, kualitas dan distribusi berdasarkan ruang dan waktu;
3). Terwujudnya kondisi lahan yang produktif sesuai daya dukung dan
daya tampung DAS Kandilo;
4). Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam
wilayah DAS Kandilo dari hulu sampai hilir.
Hal tersebut di atas sesuai dengan Pedoman Penyusunan
Rencana Pengelolaan DAS Terpadu yang tercantum dalam Permenhut
Nomor: P.39/Menhut-II/2009. Dalam lampiran Permenhut tersebut
dinyatakan bahwa upaya memperbaiki kondisi DAS pada dasarnya
bertujuan untuk mewujudkan perbaikan lingkungan seperti
penanggulangan bencana alam banjir, tanah longsor, dan kekeringan
secara terpadu, transparan dan partisipatif, sehingga sumberdaya hutan
V – 2
dan lahan berfungsi optimal untuk menjamin keseimbangan lingkungan
dan tata air DAS, serta memberikan manfaat sosial ekonomi yang nyata
bagi masyarakat.
DAS Kandilo merupakan salah satu DAS yang terdapat di wilayah
Kabupaten Paser, Kalimantan Timur yang memiliki luas sekitar ± 354.600
Ha. Pada DAS Kandilo terdapat lahan kritis yang dapat dikategorikan:
agak kritis 301.164 Ha (84,93% dari luas DAS Kandilo), kritis 7.650 Ha
(2,16%) dan sangat kritis 177 Ha (0,05%) (Laporan BPDAS Mahakam –
Berau, 2010), sedangkan lahan kritis di Kalimantan Timur secara
keseluruhan menurut laporan BPDAS Mahakam-Berau (2004) telah
mencapai luasan ± 6.402.471 Ha yang diakibatkan oleh kebakaran hutan,
pembalakan haram (illegal logging), pembukaan lahan untuk permukiman
dan kepentingan sektor lainnya, serta setiap tahunnya tidak kurang dari
350.000 Ha hutan yang terdegradasi di berbagai wilayah provinsi ini.
Khususnya pada DAS Kandilo, selain terdapat lahan kritis yang relatif
cukup luas, juga terjadi peningkatan laju erosi dan sedimentasi, serta
fluktuasi limpasan air sungainya yang semakin tinggi. Sehingga, secara
simultan rentan terhadap terjadinya bencana banjir, bahkan juga
diindikasikan sebagian air sungai tersebut mengalami pencemaran.
Berdasarkan kondisi obyektif seperti tersebut di atas, maka
sasaran jangka panjang (15 tahun) yang ingin dicapai sesuai lingkup
waktu rencana pengelolaan DAS Kandilo sebagai berikut:
V – 3
1). Terbangunnya model kelembagaan pengelolaan DAS yang
akomodatif, partisipatif, terpadu dan berorientasi pada pencapaian
tujuan pengelolaan DAS;
2). Terkendalinya laju erosi dan sedimentasi, bencana banjir dapat
ditekan seminimal mungkin, serta laju pencemaran air pada tingkat
ambang batas yang diperkenankan di DAS Kandilo;
3). Meningkatnya kualitas air DAS Kandilo sebagai bahan baku untuk
PDAM Kabupaten Paser dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
Kabupaten Paser;
4). Terkendalinya degradasi keanekaragaman hayati dan meningkatnya
kualitas habitat untuk berkembangnya kehidupan liar di wilayah DAS
Kandilo;
5). Adanya kesesuaian penggunaan/pemanfaatan lahan di DAS Kandilo
dengan RTRW Kabupaten Paser dan RTRW Provinsi Kalimantan
Timur;
6). Meningkatkan kesejahteran masyarakat di wilayah DAS Kandilo,
serta meningkatkan partisipasi para pihak yang memanfaatkan
sumberdaya alam (SDA) dan jasa lingkungan di DAS Kandilo.
B. Strategi Pencapaian
Strategi yang digunakan dalam upaya untuk mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan, yakni berupa perumusan dalam bentuk
program dan kegiatan selama kurun waktu 15 tahun. Oleh karena itu,
V – 4
sikronisasi program nasional dengan program lokal perlu dilaksanakan
dalam rangka memperoleh manfaat yang berkesinambungan, serta
efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan anggaran. Demikian juga
perlu digalang partisipasi dari masyarakat dan berbagai pihak yang
berkepentingan dalam pemanfaatan DAS Kandilo. Upaya pengelolaan
DAS yang efektif dan efisien serta terpadu ini bertujuan untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi para pihak, dalam hal
ini seperti sektor pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan dan
pertambangan, serta para petani yang menetap maupun petani gilir-balik.
Sehubungan dengan tujuan dan sasaran pengelolaan yang telah
dirumuskan seperti diuraikan dalam bab sebelumnya, maka unsur-unsur
utama dalam startegi pencapaian sebagai berikut :
1). Adanya struktur pengelola (lembaga) dan mekanisme kerja yang
jelas: siapa yang melaksanakan apa, monitoring dan evaluasi,
sehingga terwujud suatu sistem pengelolaan DAS terpadu dan
berkelanjutan yang dalam hal ini sering disebut sebagai “One River
One Plan, One Management”;
2). Rencana pengelolaan DAS dilaksanakan secara bertahap dengan
menggunakan skala prioritas yang diselaraskan dengan sistem
perencanaan pembangunan nasional dan lokal;
3). Partisipasi dan pelibatan berbagai pihak dalam pengelolaan DAS
dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial, budaya dan
lingkungan.
V – 5
Didasarkan atas permasalahan yang ada pada saat ini dan arahan
program utama, maka disusun program dan kegiatan yang dapat
dilakukan dalam rangka Pengelolaan DAS Terpadu demi tercapainya
tujuan pemanfaatan yang optimal dan lestari pada DAS Kandilo seperti
yang disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Analisis Permasalahan Biofisik
No. Permasalahan
Pokok Penyebab Utama
Program/Kegiatan yang dapat dilakukan
(1) (2) (3) (4) 1. Lahan Kritis a. Curah hujan relatif tinggi.
b. Kondisi geofisik yang rentan seperti topografi/kelerengan bergelombang dan jenis tanah relatif rentan erosi.
c. Pembukaan hutan dan lahan termasuk perambahan hutan (illegal logging).
d. Kegiatan perladangan yang tidak ramah lingkungan.
e. Aktivitas perkebunan sawit dan pertambangan batubara.
f. Bencana kebakaran hutan dan lahan.
a. Reboisasi dan penghijauan.
b. Reklamasi lahan dan revegetasi.
c. Penerapan prinsip Konservasi Tanah dan Air dalam penggunaan/ pemanfaatan lahan.
d. Penyuluhan kehutanan, pertanian dan perkebunan.
e. Pengamanan dan penyelamatan hutan dari bencana kebakaran hutan dan lahan.
2. Sedimentasi (DAS/Sungai)
a. Aliran permukaan, erosi, dan longsor.
b. Aktivitas perladangan, penyiapan lahan perkebunan, aktivitas pertambangan batubara dan emas.
c. Pembukaan lahan untuk pembangunan (pemukiman, fasilitas industri).
d. Pembuangan limbah sampah rumah tangga ke sungai.
a. Pengerukan sedimen di sungai.
b. Pengendalian erosi dan sedimentasi.
c. Penyuluhan upaya- upaya penekanan laju erosi dan sedimentasi.
d. Pengaturan pembuangan limbah sampah yg ramah lingkungan.
V – 6
Lanjutan Tabel 5.1. (1) (2) (3) (4) 3. Kualitas Air
(DAS/Sungai) a. Aktivitas/limbah eksploitasi hutan
(pembusukan sisa penebangan dan limbah workshop).
b. Aktivitas perkebunan (pestisida, herbisida dan pupuk, dan perlakuan pasca panen).
c. Aktivitas/limbah pertambangan batubara dan emas.
d. Pembuangan limbah sampah rumah tangga ke sungai.
a. Penanganan pembuangan limbah yg ramah lingkungan.
b. Penyuluhan dan pelatihan terkait penanganan limbah/sampah.
c. Pemantauan dan pengawasan kualitas air sungai secara periodik.
4. Banjir a. Curah hujan tinggi. b. Perluasan lahan terbuka. c. Pengurukan daerah/kawasan
penyimpan air. d. Drainase/kapasitas tampung
saluran air yang tidak memadai. e. Terjadinya pasang surut air yang
cukup tinggi (”banjir ROP”). f. Pembuangan sampah rumah
tangga ke sungai.
a. Penataan ruang/ kawasan dan pemanfaatan sumberdaya alam berbasis DAS.
b. Normalisasi saluran drainage.
c. Pembangunan bangunan pengendali banjir.
d. Pengaturan pembuangan sampah yg ramah lingkungan.
5. Degradasi Keaneka-ragaman Hayati
a. Pembukaan lahan yang tidak terarah.
b. Aktivitas penebangan pohon hutan, penyiapan lahan perkebunan, pembukaan lahan tambang batu bara, dan pembukaan tambak.
c. Kejadian bencana kebakaran hutan dan lahan.
a. Pengaturan teknik pembukaan lahan yang berwawasan lingkungan.
b. Penyuluhan dan pelatihan teknik penebangan dan penyiapan lahan yang ramah lingkungan.
c. Sosialisasi pengamanan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
V – 7
Tabel 5.2. Analisis Permasalahan Sosial Ekonomi dan Kelembagaan
No. Permasalahan
Pokok Penyebab Utama
Program atau Kegiatan yang Dapat Dilakukan
(1) (2) (3) (4) 1. Tata Ruang dan
Penggunaan Lahan
a. Adanya tumpang tindih/ overlapping pemanfaatan ruang/kawasan.
b. Adanya kawasan pinggir/ sempadan sungai sebagai kawasan budidaya non kehutanan.
c. Masih belum selesainya secara menyeluruh realisasi tata batas fungsi/peruntukan kawasan.
d. Penataan ruang/ penggunaan lahan belum sepenuhnya berbasis ekosistem DAS.
a. Pengembalian status kawasan/lahan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku melalui instansi yang berwenang.
b. Penyelesaian realisasi tata batas fungsi/ peruntukan kawasan.
c. Penataan ruang/ penggunaan lahan berbasis ekosistem DAS.
d. Sosialisasi peraturan perundangan terkait.
2. Konflik Pemanfaatan Sumberdaya Alam (SDA) dan Lahan
a. Adanya egosektoral dalam pemanfaatan SDA.
b. Maraknya pemanfaatan lahan seperti untuk aktivitas pertambangan dan perkebunan yang menimbulkan konflik dengan masyarakat.
c. Usaha penguasaan lahan oleh masyarakat.
a. Implementasi koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar sektor dalam pemanfaatan SDA.
b. Pemantapan dan pemasyarakatan RTRW di wilayah DAS Kandilo.
c. Manajemen konflik. d. Redistribusi lahan.
3. Permasalahan Hulu – Hilir DAS
a. Belum adanya mekanisme/pengaturan kompensasi.
b. Belum optimalnya peran lembaga terkait dalam menangani masalah hulu – hilir DAS Kandilo.
c. Belum terpolanya pemahaman ”One River, One Plan, One Management”.
a. Penyusunan kesepakatan pengaturan kompensasi antara hulu – hilir DAS Kandilo.
b. Optimalisasi peran lembaga terkait dalam penanganan masalah hulu – hilir DAS Kandilo.
c. Sosialisasi pemahaman ”One River, One Plan, One Management”.
4. Ketergan-tungan Penduduk pada Lahan
a. Mata pencaharian mayoritas penduduk di sektor pertanian.
b. Budaya teknik perladangan gilir balik.
a. Pemberdayaan masyarakat petani.
b. Penyuluhan dan peningkatan keterampilan petani.
c. Pendidikan dan keterampilan kewirausahaan.
d. Aplikasi Agroforestry.
V – 8
Lanjutan Tabel 5.2. (1) (2) (3) (4) 5. Pemahaman
Budaya Konservasi yang Masih Lemah
a. Adanya praktik kegiatan pertanian, perkebunan, pertambakan dan kehutanan serta pertambangan batubara yang belum sepenuhnya menerapkan teknik konservasi tanah dan air.
b. Praktik kegiatan pertanian, perkebunan, pertambakan dan kehutanan serta pertambangan batubara yang tidak ramah lingkungan.
a. Penyuluhan dan pelatihan penerapan teknik Konservasi Tanah dan Air.
b. Sosialisasi tentang pemahaman praktik kegiatan pemanfaatan SDA yang ramah lingkungan.
6. Kelembagaan a. Belum optimalnya kerjasama/koordinasi lembaga-lembaga terkait dalam penanganan DAS Kandilo.
b. Terbatasnya instrumen peraturan perundangan yang mengatur kelembagaan DAS Kandilo.
a. Optimalisasi koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi (KISS) antar lembaga terkait dalam penanganan DAS Kandilo.
b. Penyusunan kebijakan/ peraturan yang mengatur kelembagaan DAS Kandilo.
7. Pelibatan Masyarakat Sekitar dalam Dunia Usaha
a. Tidak terpenuhinya persyaratan pendidikan dan keterampilan minimal yang dibutuhkan perusahaan.
b. Keterbatasan masyarakat sekitar dalam mendapatkan informasi perusahaan.
a. Pemberdayaan masyarakat.
b. Penyuluhan dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat.
c. Revitasisasi Kantor Kecamatan/Desa sebagai sumber informasi.
8. Pendanaan a. Terbatasnya dana pemerintah.
b. Adanya ketergantungan pendanaan pengelolaan DAS dari Pemerintah Daerah /Pusat.
c. Keterlibatan pihak pengguna jasa lingkungan DAS dalam pendanaan kegiatan belum diatur secara baik (misal PDAM & Perusahan lainnya).
d. Penyaluran dan penggunaan dana belum efisien dan efektif.
a. Kerjasama para pihak untuk penggalangan dana dari sumber-sumber lain seperti dari sektor swasta, luar negeri dan lain-lain.
b. Penyusunan peraturan tentang pengguna jasa lingkungan DAS terkait pendanaan pengelolaan DAS Kandilo.
c. Pengaturan penyaluran dan penggunaan dana secara efisien dan efektif.
V – 9
C. Kebijakan, Program dan Kegiatan
1. Kebijakan Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS
Menteri Kehutanan Republik Indonesia dalam Kabinet Bersatu Jilid
I telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor : P.39/Menhut-II/2009
tentang Pedoman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai terpadu sebagai
penyempurnaan serta pengganti dari Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 52/Kpts-II/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai.
Selama tahun 2009 s/d 2014, Kementrian Kehutanan pada Kabinet
Indonesia Bersatu Jilid II menetapkan 6 (enam) misi yang akan menjadi
pedoman melangkah mengurus sektor kehutanan Indonesia yang misinya
sebagai berikut :
1). Memantapkan kepastian status kawasan hutan serta kualitas data
dan informasi kehutanan;
2). Meningkatkan produksi dan diversifikasi hasil hutan dan daya saing
kehutanan;
3). Memantapkan penyelenggaraan perlindungan dan konservasi SDA;
4). Memelihara dan meningkatkan daya dukung DAS;
5). Meningkatkan ketersediaan produk teknologi dasar terapan dan
kompetensi SDA;
6). Memantapkan kelembagaan penyelenggaraan tata kola kehutanan.
V – 10
Sejalan dengan 6 (enam) misi tersebut di atas, ditetapkan juga
adanya 8 (delapan) program kerja yang mencakup :
1). Pemantapan kawasan hutan yg berbasis pengelolaan hutan lestari;
2). Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung DAS;
3). Perlindungan dan pengamanan hutan;
4). Konservasi SDA hayati dan ekosistemnya;
5). Revitalisasi hutan dan produk kehutanan;
6). Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan;
7). Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sector perhutanan; dan
8). Penguatan kelembagaan kehutanan.
Terlihat bahwa masalah konservasi, perlindungan dan penguatan
kelembagaan kehutanan menjadi program nasional yang tujuannya untuk
memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal dan lestari. Dalam
kaitannya dengan pengelolaan DAS juga ditengarai bahwa pengelolaan
DAS di Indonesia kurang optimal yang mengakibatkan rusaknya dan
kritisnya kondisi DAS. Muncul suatu kesadaran bahwa dalam mengelola
DAS harus dilaksanakan secara terpadu sebagai penerapan falsafah
pengelolaan sungai “one river, one plan, one management”.
Pengelolaan DAS secara terpadu ini diharapkan demi terwujudnya
koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi (KISS) antar berbagai pihak
dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS. Untuk
keperluan ini, maka suatu wadah yang mempunyai wewenang melakukan
V – 11
koordinasi dan sinkronisasi dari berbagai pihak, baik itu lembaga
kedinasan maupun lembaga swadaya masyarakat perlu diwujudkan.
Pada saat ini telah dibentuk di tingkat Provinsi Kalimantan Timur yakni
Forum Daerah Aliran Sungai Provinsi Kalimantan Timur (Forum DAS
Prov. Kaltim), demikian juga adanya lembaga bentukan Kementrian
Pekerjaan Umum suatu lembaga yang bernama Dewan Sumber Daya Air.
Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa kebijakan dalam
pengembangan kelembagaan terpadu dalam pengelolaan DAS dapat
dilakukan dengan cara mengefektifkan kelembagaan formal yang ada
seperti Bappeda tingkat Provinsi, BP-DAS Mahakam Berau, Dinas
Kehutanan Provinsi, BKSDA Kaltim, Bappeda Kabupaten Paser.
Fungsi dan wewenang lembaga yang dibentuk hanya bersifat
koordinatif serta mensinkronkan kegiatan sektoral agar lebih terarah pada
pemecahan masalah di dalam DAS Kandilo, sedangkan implementasi
kegiatan POAC dilaksanakan oleh masing-masing sektor/instansi sesuai
dengan Tupoksi. Oleh karena itu, kebijakan pengembangan kelembagaan
pengelolaan DAS dalam jangka panjang agar mencakup :
1). Optimalisasi fungsi lembaga forum dan lembaga informal yang ada
dan mensinkronkan dengan fungsi dan peran pengelolaan DAS yang
akan dibentuk;
2). Mengembangkan struktur kelembagaan DAS Kandilo yang mencakup
pada tingkat Kota sampai ke tingkat kecamatan;
V – 12
3). Mendayagunakan SDM dan sarana pendukung yang telah ada serta
para pihak yang berkepentingan dengan pemanfaatan produk air dari
sungai Kandilo. Sehingga, diperlukan kerjasama dengan LSM yang
bergerak dalam konservasi SDA serta dengan perguruan tinggi
seperti Uniba, Politeknik Kabupaten Paser, Universitas Mulawarman.
4). Membangun sistem koordinasi pengelolaan DAS terpadu dan
berkesinambungan serta menyusun tata kerja hubungan antar
lembaga yang dapat mendukung pengelolaan Sungai Kandilo dalam
Satu Manajemen (One River, One Plan, One Management).
Program-program yang perlu dikembangkan dalam rangka
pengembangan dan pembentukan kelembagaan seperti yang telah di
sajikan pada Tabel 5.1 di atas.
2. Kebijakan Pemantapan Tata Ruang Wilayah DAS
Provinsi Kalimantan Timur memiliki luas daratan 19.884.117 Ha
dengan wilayah laut seluas 1.021.657 Ha. Dari hasil paduserasi tahun
1999, Kalimantan Timur memiliki kawasan budidaya non kehutanan
(KBNK) seluas 5.170.784,60 Ha, kawasan budidaya kehutanan (KBK)
seluas 9.774.753,19 Ha, hutan lindung 2.816.319,73 Ha, cagar alam
1.478.367,79 Ha, taman hutan raya 71.099,80 Ha, Taman Nasional
204.399,06 Ha dan hutan produksi 25.786,38 Ha. Hamparan hutan yang
didominasi oleh hutan dipterokarpa, yang saat ini sebagian besar telah
mengalami degradasi.
V – 13
RTRWP Kaltim yang diharapkan menjadi sebuah dokumen publik
sebagai pegangan arah pembangunan berdasarkan keruangan, saat ini
masih dibahas dan belum disyahkan oleh Pemerintah. Menjadi harapan
kita semua bahwa RTRWP Kaltim dapat disyahkan secepatnya, sehingga
ke depan pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota seperti
Kabupaten Paser dapat merencanakan pembangunan wilayah dengan
dasar hukum yang jelas.
3. Konservasi dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Konservasi maupun rehabilitasi hutan dan lahan merupakan
kegiatan pokok dalam pengelolaan DAS. Hasil dari kegiatan ini akan
dapat memberikan dampak positif pada sistem tata air, produktivitas
hutan dan lahan serta dapat menurunkan tingkat erosi sekaligus
sedimentasi.
Pada saat ini di DAS Kandilo terjadi suatu aktivitas pembangunan
ekonomi yang menjadi sumber pendapatan, baik bagi masyarakat
maupun pendapatan daerah, diantaranya aktivitas pertanian, perkebunan
terutama kebun kelapa sawit, pengusahaan hutan, pengusahaan
pertambangan batu bara, dan perikanan. Aktivitas eksploitasi hutan,
penyiapan lahan dan aktivitas perkebunan, serta aktivitas eksploitasi batu
bara, diduga dapat menimbulkan dampak negatif antara lain peningkatan
lahan kritis, laju erosi dan sedimentasi, banjir dan pencemaran air sungai,
serta kemerosotan keaneka-ragaman hayati dan terganggunya satwa liar.
V – 14
Terutama mengenai perluasan lahan kritis ini diduga salah satunya
karena laju perluasan lahan kritis lebih cepat bila dibandingkan dengan
laju pelaksanaan rehabilitasi (reboisasi dan penghijauan).
Sasaran yang ingin dicapai dari usaha konservasi dan rehabilitasi
hutan antara lain sebagai berikut:
1). Terwujudnya kualitas kawasan hutan yang mampu berfungsi optimal
sebagai sistem penyangga kehidupan, yakni hutan sebagai fungsi
hidroorologis dan penopang kelestarian keanekaragaman hayati;
2). Terwujudnya manfaat jasa lingkungan yang optimal dalam mendukung
kehidupan sosial ekonomi dan budaya;
3). Terwujudnya partisipasi aktif masyarakat sekitar hutan yang sekaligus
juga dapat memanfaatkan hasil hutan non kayu yang dapat menopang
kehidupan serta kesejahteraannya.
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dalam upaya konservasi
lahan sebagai areal budidaya antara lain:
1). Meningkatkan produktivitas pertanian;
2). Menurunkan laju erosi tanah pada lahan pertanian;
3). Mewujudkan suatu kesadaran bagi masyarakat betapa pentingnya
konservasi tanah dan air dalam mendukung pemanfaatan lahan yang
lestari.
Selain upaya konservasi lahan pada areal budidaya, baik pertanian
maupun perkebunan, juga pada kawasan pertambangan batubara perlu
V – 15
komitmen secara serius terhadap upaya tindakan reklamasi lahan dan
revegetasi.
Oleh karena itu, terkait dengan kebijakan konservasi dan
rehabilitasi terhadap hutan dan lahan, sehingga beberapa program yang
perlu dilakukan antara lain program konservasi dan rehabilitasi terhadap
hutan dan lahan yang meliputi kegiatan reboisasi, penghijauan,
penyuluhan dan pembangunan demplot, serta program konservasi tanah
dan air.
D. Analisis Peran dan Kelembagaan
1. Identifikasi Para Pihak, Fungsi dan Peran
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mencanangkan suatu “Visi
Kaltim Bangkit 2013” yaitu "Mewujudkan Kaltim sebagai Pusat
Agroindustri dan Energi Terkemuka Menuju Masyarakat Adil dan
Sejahtera", selain itu juga mencanangkan Kaltim Hijau (Kaltim Green)
dan program REDD (Reducing Emission from Deforestation and
Degradation). Untuk mewujudkan visi dan program tersebut berkaitan
dengan pengelolaan DAS terpadu di DAS Kandilo dapat diidentifikasi
SKPD-SKPD maupun para pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak yang
berkepentingan terutama masyarakat yang mendiami kawasan DAS
Kandilo, demikian juga kalangan dunia usaha dan instansi pemerintah
baik pusat maupun instansi daerah. Selain itu, dalam pengelolaan DAS
Kandilo harus didasarkan pada Visi Pembangunan Kabupaten Paser
V – 16
Tahun 2011-2015 yaitu: “Menuju Masyarakat Kabupaten Paser yang
Agamais, Sejahtera dan Berbudaya”. Berdasarkan Visi Pembangunan
tersebut, maka ditetapkan Misi dan Tujuan Pembangunan Kabupaten
Paser tahun 2011-2015 sebagai berikut:
1). Misi Mengembangkan Ekonomi Kerakyatan, yang bertujuan untuk
memperbaiki perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat
golongan ekonomi lemah yang pada umumnya berdomisili di
perdesaan, melalui upaya-upaya peningkatan kuantitas dan kualitas
lapangan usahanya, seperti pembangunan pertanian terpadu,
pengembangan usaha kecil dan menengah, pengembangan industri
kecil, peningkatan peran koperasi dan peningkatan penguasaan
keterampilan masyarakat sehingga masyarakat dapat memanfaatkan
dan memberikan nilai tambah terhadap potensi ekonomi yang
tersedia di lingkungannya. Sedangkan pengembangan ekonomi
berskala menengah dan besar dilakukan sebagai upaya menunjang
pengembangan ekonomi lemah. Sasaran pengembangan ekonomi
kerakyatan ialah berkurangnya persentase kepala keluarga miskin di
Kabupaten Paser;
2). Misi Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia,
yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi
sumber daya manusia agar warga masyarakat Kabupaten Paser
memiliki daya saing yang tinggi sehingga mampu menghadapi
persaingan hidup yang cenderung makin keras pada masa yang akan
V – 17
datang. Sasaran misi ini adalah terpenuhinya pelayanan kesehatan
yang bermutu, tersedianya pelayanan pendidikan dasar yang bermutu
dan merata, tersedianya pusat-pusat latihan keterampilan,
terbangunnya sistem perlindungan sosial, dan meningkatnya
kesejahteraan keluarga;
3). Misi Menumbuhkembangkan Kehidupan Masyarakat yang
Berbudaya, yang bertujuan untuk mewujudkan ketahanan sosial
sehingga masyarakat Kabupaten Paser mampu berkembang dan
meraih kemajuan di atas landasan nilai-nilai kepribadiannya sendiri
yang sanggup menghadapi berbagai tantangan perubahan zaman.
Sasaran misi ini adalah tertanamnya nilai-nilai budaya yang sanggup
mengantarkan setiap warga masyarakat Kabupaten Paser memasuki
dunia modern dan era globalisasi, yaitu nilai-nilai ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, taat terhadap norma-norma hukum,
berdisiplin, setiakawan dan tenggang rasa, demokratis, gemar
bekerja keras, gemar memperdalam pengetahuan dan meningkatkan
penguasaan teknologi;
4). Misi Mewujudkan Kabupaten Konservasi, yang bertujuan
menjadikan Kabupaten Paser sebagai kabupaten yang menjunjung
tinggi prinsip-prinsip konservasi, sehingga dalam memanfaatkan
sumber daya untuk pembangunan senantiasa berlandaskan kepada
pemanfaatan berkelanjutan, perlindungan sistem penyangga
kehidupan, dan pengawetan keanekaragaman hayati. Sedangkan
V – 18
sasaran misi ini adalah terjaganya kawasan konservasi sehingga
kawasan tersebut dapat berperan dan berfungsi dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat;
5). Misi Meningkatkan Pelayanan Prasarana Wilayah, yang bertujuan
untuk mewujudkan Kabupaten Paser sebagai kabupaten yang
mempunyai infrastruktur yang secara riil dapat menggerakkan
ekonomi, meningkatnya peran ekonomi kerakyatan, berkurangnya
kesenjangan pembangunan antar kawasan (pedalaman, tengah dan
pantai) serta terbukanya wilayah yang terbelakang, terpencil dan
daerah pedalaman.
Beberapa para pihak terkait (stakeholders) yang sangat erat
hubungannya dengan pengelolaan DAS Kandilo secara terpadu antara
lain: BAPPEDA Kabupaten Paser, BLH Kabupaten Paser, PDAM
Kabupaten Paser, Dinas Bina Marga, Pengairan dan Tata Ruang
Kabupaten Paser, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Paser,
Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi Kabupaten Paser, Dinas
Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Paser, Badan
Pertanahan (BPN) Kabupaten Paser, Badan Pemberdayaan Masyarakat
dan Desa (BPMD) Kabupaten Paser, SKPD-SKPD terkait lainnya di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Paser, BPDAS Mahakam-Berau, Balai
Wilayah Sungai (BWS) III Kalimantan Timur, BKSDA Kalimantan Timur,
SKPD-SKPD Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang terkait,
V – 19
masyarakat setempat, lembaga swadaya masyarakat, pihak swasta dan
pihak lainnya yang terkait.
Beberapa contoh: visi, misi, fungsi dan peran dari instansi-instansi
yang terkait dengan pengelolaan DAS, seperti pengelolaan DAS Kandilo
dapat diuraikan antara lain sebagai berikut:
1). Badan Perencaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi BAPPEDA berdasarkan
Peraturan Gubernur Nomor 46 tahun 2008, maka Visi BAPPEDA Provinsi
Kalimantan Timur yaitu "Terwujudnya Perencanaan Pembangunan
Daerah yang Berkualitas Dalam Rangka Mewujudkan Kalimantan Timur
Sebagai Pusat Agroindustri dan Energi Terkemuka.
Visi tersebut dicapai melalui 4 (empat) Misi, yaitu :
(1). Menyusun perencanaan pembangunan daerah tepat guna dan
komprehensif sesuai dengan rencana strategis yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah;
(2). Mengkoordinasikan, mengintegrasikan dan mensinkronkan
perencanaan pembangunan regional dan sektoral;
(3). Mengoptimalkan evaluasi dan pengendalian pembangunan;
(4). Meningkatkan pengelolaan data statistik serta hasil kajian
pembangunan guna penyusunan perencanaan yang lebih berkualitas.
Sedangkan dalam menyelenggarakan tugas pokok tersebut,
BAPPEDA mempunyai fungsi:
V – 20
(1). Perumusan kebijakan bidang perencanaan pembangunan daerah
sesuai dengan rencana strategis yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah;
(2). Pemberian dukungan atas perencanaan, pembinaan dan
pengendalian kebijakan bidang perencanaan pembangunan daerah;
(3). Perumusan, perencanaan, pembinaan, koordinasi dan pengendalian
bidang ekonomi;
(4). Perumusan, perencanaan, pembinaan, koordinasi dan pengendalian
bidang pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM);
(5). Perumusan, perencanaan, pembinaan, koordinasi dan pengendalian
bidang pemerintahan dan aparatur;
(6). Perumusan, perencanaan, pembinaan, koordinasi dan pengendalian
bidang prasarana dan pengembangan wilayah;
(7). Perumusan, perencanaan, pembinaan, koordinasi dan pengendalian
bidang statistik dan pengendalian pembangunan;
(8). Perumusan, perencanaan, pembinaan, koordinasi dan pengendalian
bidang pengkajian dan pembiayaan pembangunan daerah;
(9). Peyelenggaraan urusan kesekretariatan;
(10). Penyelenggaraan unit pelaksana teknis badan;
(11). Pembinaan Kelompok Jabatan Fungsional;
(12). Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan
bidang tugas dan fungsinya.
V – 21
Berdasarkan tugas pokok dan fungsinya, BAPPEDA Provinsi
Kalimantan Timur melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
daerah di bidang perencanaan dan statistik daerah.
2). Badan Lingkungan Hidup (BLH)
Visi dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Kalimantan
Timur adalah "Keseimbangan Pembangunan dan Kelestarian Lingkungan
Hidup" dengan misi sebagai berikut :
(1). Meningkatkan Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup;
(2). Mengembangkan Kapasitas Lingkungan Hidup;
(3). Melaksanakan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup;
(4). Melaksanakan Pengendalian Kerusakan Lingkungan hidup;
(5). Melaksanakan Penaatan Hukum Lingkungan Hidup secara tegas;
(6). Mengembangkan koordinasi, kerjasama dan kemitraan di bidang
lingkungan hidup;
(7). Melaksanakan tugas pokok dan fungsi secara profesional dan
bertanggungjawab.
Sedangkan tugas pokok Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi
Kalimantan Timur melaksanakan pembinaan dan koordinasi pelaksanaan
pengelolaan dan pengendalian dampak lingkungan di Provinsi
Kalimantan Timur dan oleh BLH (Instansi Lingkungan Hidup)
Kabupaten/Kota di wilayahnya.
V – 22
Secara rinci fungsi dari BLH Provinsi Kalimantan Timur adalah :
(1). Perencanaan pengelolaan lingkungan hidup Provinsi Kalimantan
Timur, dan Koordinasi perencanaan pengelolaan lingkungan hidup
Kabupaten/Kota;
(2). Perumusan kebijaksanaan operasional pencegahan dan
penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan dan
pemulihan kualitas lingkungan;
(3). Pelaksanaan koordinasi pelaksanaan pencegahan dan
penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan dan
pemulihan kualitas lingkungan;
(4). Pengembangan program kelembagaan, peningkatan kapasitas dan
SDM, serta peran serta seluruh mitra lingkungan dalam
pengendalian dampak lingkungan;
(5). Pelaksanaan pembinaan teknis pencegahan dan penanggulangan
pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas
lingkungan;
(6). Pembinaan dan pengendalian teknis Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL);
(7). Pengawasan pelaksanaan pengelolaan dan pengendalian dampak
lingkungan;
(8). Peningkatan Pelatihan terhadap aparat Bapedalda Provinsi dan
Kabupaten/Kota dalam upaya meningkatkan keterampilan dan
V – 23
profesionalisme terhadap kebijaksanaan operasional pengelolaan
lingkungan;
(9). Pelaksanaan Penaatan Hukum Lingkungan;
(10). Pengembangan system dan layanan informasi kepada masyarakat
dalam rangka pelaksanaan pengelolaan pengendalian dampak
lingkungan hidup;
(11). Pelaksanaan tugas - tugas kesekertariatan dalam rangka
peningkatan kinerja Bapedalda dalam pengelolaan dan
pengendalian dampak lingkungan hidup;
(12). Pelaksanaan tugas - tugas lain yang diberikan oleh Gubernur.
3). Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) Mahakam-Berau
Visi Balai Pengelolaan DAS Mahakam-Berau adalah terwujudnya
fungsi DAS yang optimal melalui optimalisasi fungsi hutan dan lahan
untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan visi tersebut, Balai Pengelolaan DAS Mahakam-
Berau menetapkan misi dengan dasar-dasar pemikiran sebagai berikut :
(1). Mengembangkan kelembagaan dan kemitraan dalam pengelolaan
DAS;
(2). Mengembangkan Sistem Informasi Pengelolaan DAS;
(3). Mengembangkan Model Pengelolaan DAS;
(4). Meningkatkan kerjasama dengan para pihak dalam optimalisasi
fungsi hutan dan lahan;
V – 24
(5). Memantapkan sistem monitoring dan evaluasi pengelolaan DAS;
(6). Meningkatkan peras serta masyarakat dalam optimalisasi fungsi
hutan dan lahan.
Sedangkan Tugas Pokok dan Fungsi dari BP-DAS Mahakam
Berau adalah melaksanakan Penyusunan Rencana, Pengembangan
Kelembagaan dan Evaluasi Pengelolaan DAS. Balai Pengelolan DAS
Mahakam Berau menyelenggarakan fungsi :
(1). Penyusunan rencana pengelolaan daerah aliran sungai:
(2). Penyusunan dan penyajian informasi daerah aliran sungai:
(3). Pengembangan model pengelolaan daerah aliran sungai:
(4). Pengembangan kelembagaan kemitraan pengelolaan daerah aliran
sungai;
(5). Pemantauan dan evaluasi pengelolaan daerah aliran sungai;
(6). Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai.
4). Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Paser
Visi BLH Kabupaten Paser yaitu: “Terwujudnya Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Paser yang handal dan proaktif serta
berperan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di
Kabupaten Paser”. Untuk mewujudkan visi BLH Kabupaten Paser
sebagaimana yang telah digariskan di atas, maka dipandang perlu untuk
menggariskan beberapa misi yang harus dilaksanakan oleh seluruh
jajaran BLH Kabupaten Paser sebagai berikut:
V – 25
(1). Mewujudkan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup yang terintergrasi, guna mendukung tercapainya
pembangunan berkelanjutan;
(2). Melakukan koordinasi dan kemitraan dalam rantai nilai proses
pembangunan untuk mewujudakan integrasi, sinkronisasi antara
ekonomi dan ekologi dalam pembangunan berkelanjutan;
(3). Mewujudkan pencegahan kerusakan dan pengendalian
pencemaran, sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam
rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup;
(4). Mengembangan kapasitas kelembangan dalam pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup secara terintegrasi
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Paser mempunyai tugas
melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang Lingkungan Hidup
sesuai dengan prinsip otonomi daerah dan tugas pembantuan. Untuk
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Paser menyelenggarakan fungsi :
(1). Penyusunan perencanaan program di bidang lingkungan hidup
sesuai dengan rencana strategis pemerintah daerah;
(2). Penetapan kebijakan teknis dibidang pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan norma, standar, kriteria dan prosedur yang
ditetapkan pemerintah;
(3). Pelaksanaan urusan pemeintahan daerah dan pelayanan umum
dibidang Lingkungan Hidup Kabupaten Paser;
V – 26
(4). Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati yang memiliki
relevansi dengan tugas dan fungsinya.
5). Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Paser
Visi Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Paser yaitu:
“Terwujudnya Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura yang Berbasis Agribisnis”, sedangkan misi yang diemban
yaitu:
(1). Meningkatkan kualitas SDM aparatur, kelembagaan dan petani/
kelompok tani;
(2). Meningkatkan ketahanan pangan masyarakat;
(3). Menciptakan sistem dan usaha agribisnis tanaman pangan dan
hortikultura;
(4). Meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi tanaman pangan dan
hortikultura;
(5). Pencapaian peningkatan pendapatan petani dan keluarganya.
Sasaran yang ingin dicapai bertambahnya kawasan sentra
produksi dan sentra/terminal agribisnis di pedesaan, sedangkan
tujuannya yaitu:
(1). Meningkatnya kemampuan SDM;
(2). Mempercepat terwujudnya industrialisasi tanaman pangan dan
hortikultura berbasis pedesaan;
V – 27
(3). Meningkatkan daya saing produksi tanman pangan dan hortikultura
serta mengurangi ketergantungan terhadap produksi dari luar
daerah/negeri;
(4). Meningkatnya kesejahteraan petani dan keluarganya yang berbasis
pada usaha tani tanaman pangan hortikultura di pedesaan.
6). Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi Kabupaten Paser
Visi Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi Kabupaten Paser
yaitu: “Optimalisasi Pengelolaan Sumberdaya Hutan, Tambang
dan Energi yang Berwawasan Lingkungan untuk Meningkatan
Kesejahteraan Masyarakat”. Misi yang akan dijalankan oleh Dinas
Kehutanan, Pertambangan dan Energi Kabupaten Paser yaitu :
(1). Melaksanakan penataan dan pengendalian dalam pemanfaatan
sumberdaya hutan maupun sumberdaya mineral agar dapat
dipertahankan daya dukungnya, baik untuk pelaksanaan
pembangunan maupun kehidupan sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat;
(2). Melaksanakan upaya pengamanan, perlindungan, rehabilitasi dan
konservasi terhadap sumberdaya hutan dan lahan;
(3). Melaksanaan pembinaan dan pengawasan penatausahaan hutan
maupun hasil hutan;
(4). Melaksanakan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan
usaha pertambangan;
V – 28
(5). Melaksanakan upaya pengembangan dan konservasi terhadap
sumberdaya mineral serta rehabilitasi lingkungan pasca tambang.
(6). Melaksanakan pengembangan, pembinaan dan pengawasan
kegiatan di sektor kelistrikan dan energi.
Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi Kabupaten Paser
merumuskan dan menetapkan tujuan yang ingin dicapai sebagai berikut :
(1). Terjaga dan terpeliharanya keutuhan dan fungsi hutan untuk
mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi yang
seimbang dan lestari baik di daerah hulu dan hilir kawasan DAS;
(2). Terciptanya pengaturan kewilayahan / zonasi serta batas-batas
wilayah dari kegiatan usaha pertambangan untuk menekan
perluasan dampak negatif dari kegiatan tersebut;
(3). Meningkatnya luas daerah yang telah mendapat rehabilitasi hutan
dan lahan maupun yang melaksanakan upaya konservasi hutan
dan lahan, serta menurunnya luasan lahan kritis;
(4). Meningkatnya upaya pengamanan hutan dan menurunnya
pelanggaran hukum di bidang kehutanan;
(5). Terlaksananya penatausahaan hutan yang sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan oleh pelaku usaha kehutanan, yang meliputi
pelaksanaan kewajiban kegiatan usaha dan kewajiban keuangan
kepada negara;
(6). Terlaksananya kewajiban perizinan usaha dan kegiatan usaha
pertambangan;
V – 29
(7). Meningkatnya pelaksanaan kewajiban teknis pertambangan,
Kesehataan dan Keselamatan Kerja , Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan serta Pengembangan Masyarakat oleh pelaku kegiatan
pertambangan;
(8). Terwujudnya sistem data dan informasi di bidang kehutanan dan
pertambangan.
(9). Meningkatnya pelaksanaan kewajiban reklamasi dan pasca
tambang oleh pelaku usaha pertambangan;
(10). Meningkatnya prosentase elektrifikasi daerah dan terkendalinya
kegiatan usaha di bidang migas;
(11). Meningkatnya penerimaan pembangunan daerah dari sektor
kehutanan dan pertambangan.
Strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan yaitu:
(1). Meningkatkan kemampuan aparatur dalam pengembangan, penataan
pembinaan dan pengawasan pengelolaan hutan serta pengelolaan
kegiatan usaha pertambangan;
(2). Memperkuat kapasitas kelembagaan dalam bidang perlindungan
hutan dan pengelolaan sumberdaya mineral;
(3). Meningkatkan kualitas aparatur serta kapasitas sarana dan prasarana
kelembagaan dalam pelayanan masyarakat, serta pembinaan dan
pengawasan kegiatan;
(4). Meningkatkan kapasitas pengelolaan dan perlindungan serta
konservasi SDA;
V – 30
(5). Mendayagunakan pemanfaatan sumberdaya hutan secara lestari dan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
(6). Mensosialisasikan peraturan perundangan-undangan dan petunjuk
teknis di bidang kehutanan dan pertambangan dan penegakan
hukumnya;
(7). Meningkatkan kemampuan dan peran serta masyarakat dalam
rehabilitasi SDA dan Lingkungan Hidup;
(8). Meningkatkan kemampuan, kesepahaman dan kesepakatan
masyarakat sasaran penyuluhan kehutanan;
(9). Mengembangkan kapasitas masyarakat dalam usaha perhutanan
sosial;
(10). Mengembangkan kapasitas masyarakat dalam hutan
kemasyarakatan;
(11). Mengembangkan kapasitas masyarakat dalam aneka usaha
kehutanan;
(12). Meningkatkan kesepahaman, kesepakatan dan kerjamsama lintas
sektoral, dunia usaha dan LSM.
(13). Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam usaha peningkatan
taraf hidup masyarakat sekitar kegiatan tambang.
Sedangkan kebijakan yang ditetapkan oleh Dinas Kehutanan,
Pertambangan dan Energi Kabupaten Paser yaitu:
V – 31
(1). Pengembangan sumber daya manusia, khususnya aparatur Dinas
Kehutanan, Pertambangan dan Energi dalam bidang pengetahuan
teknis kehutanan maupun pertambangan;
(2). Pemantapan kawasan hutan dan pengendalian usaha/kegiatan
pembukaan hutan/lahan;
(3). Penetapan zonasi/wilayah kegiatan usaha pertambangan,
khususnya untuk usaha pertambangan rakyat;
(4). Revitalisasi sektor kehutanan khususnya industri kehutanan dan
perhutanan sosial;
(5). Melaksanakan pemberantasan pencurian kayu (illegal logging),
perdagangan kayu illegal (illegal trade), illegal mining (peti) serta
pencegahan dan pengendalian kerusakan hutan dan lahan serta
tambang;
(6). Peningkatan upaya rehabilitasi dan konservasi SDH;
(7). Pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam dan sekitar kawasan
hutan serta pertambangan;
(8). Peningkatan upaya pembinaan dan pengawasan usaha / kegiatan di
bidang kehutanan dan pertambangan;
(9). Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan
dan Pertambangan;
(10). Peningkatan upaya pembinaan dan pengembangan sarana
kelistrikan dan kegiatan energi.
V – 32
(11). Peningkatan kualitas sarana dan prasarana kerja serta disiplin
pegawai.
7). Dinas Bina Marga, Pengairan dan Tata Ruang Kabupaten Paser
Visi Dinas Bina Marga, Pengairan Dan Tata Ruang Kabupaten
Paser Tahun 2011-2015 sebagai berikut: “Tersedianya Infrastruktur
Bina Marga, Pengairan dan Tata Ruang yang Bermanfaat dan
Berkelanjutan untuk mendukung Terwujudnya Masyarakat yang
Sejahtera“. Sedangkan misi yang telah ditetapkan Dinas Bina Marga,
Pengairan dan Tata Ruang Kabupaten Paser yaitu:
(1). Meningkatkan kualitas dan kinerja Sumber Daya Manusia Aparatur;
(2). Meningkatkan kualitas dan terkondisinya jalan/jembatan menjadi baik
dalam rangka pengembangan wilayah dan kelancaran trasportasi
barang/jasa dan manusia;
(3). Memenuhi kebutuhan infrastruktur dibidang sumber daya air, untuk
mendukung ketahanan pangan melalui pengembangan dan
terkondisinya jaringan irigasi, serta mengamankan pusat-pusat
produksi dan permukiman dari bahaya daya rusak air;
(4). Mewujudkan system Penataan Ruang wilayah Kabupaten Paser yang
efektif, efesien, akomodatif dan aplikatif berdasarkan proses
perencanaan tata ruang yang berkualitas, proses pemanfaatan ruang
yang tertib dan proses pengendalian pemamfaatan ruang yang
transparan dan berkesinambungan;
V – 33
(5). Proaktif dan responsive terhadap aspirasi masyarakat dibidang
Jalan/Jembatan, sumber daya air dan Penataan ruang.
Dinas Bina Marga, Pengairan Dan Tata Ruang Kabupaten Paser
merumuskan dan menetapkan tujuan yang ingin dicapai sebagai berikut :
(1). Terpenuhinya kebutuhan belanja pegawai untuk rutinitas dalam
rangka pelaksanaan tupoksi dan pelaksanaan kegiatan lainnya;
(2). Terpenuhinya kebutuhan tenaga teknis dibidang Bina Marga,
Pengairan dan Tata Ruang untuk menangani kegiatan perencanaan
hingga pelaksanaan baik untuk pembangunan maupun
pemeliharaan;
(3). Tersedianya Standar Operasional dan Prosedur (SOP) Kerangka
Acuan Kerja ( KAK ) untuk pelaksanaan Tupoksi;
(4). Terwujudnya Rencana Kerja Tahunan dan Laporan Akuntabilitas
pada setiap tahunnya secara tepat waktu;
(5). Tersedianya Data harga Bahan Konstruksi;
(6). Terwujudnya jaringan jalan Kabupaten dalam kondisi mantap;
(7). Terpenuhinya kebutuhan air irigasi pada daerah-daerah irigasi yang
menjadi kewenangan Kabupaten Paser;
(8). Terkondisinya Daerah Irigasi (DI) bebas banjir;
(9). Terciptanya struktur ruang dan pola ruang pada rencana tata ruang
umum dan rencana tata ruang terinci yang berkualitas dengan
didukung oleh kualitas sember daya manusia yang profesional
dibidang tata ruang;
V – 34
(10). Terciptanya wujud struktur ruang dan pola ruang internal wilayah
Kabupaten Paser yang terinci dengan pemanfaatan ruang lintas
wilayah administrasi berdasarkan rencana tata ruang umum dengan
rinci;
(11). Tertibnya Tata Ruang yang transparan dan berkesinambungan bagi
seluruh stakeholder pemanfaatan ruang berdasarkan norma dan
prosedur pemanfaatan ruang;
(12). Terpenuhinya sarana dan prasarana pada kawasan-kawasan cepat
tumbuh;
(13). Tersedianya kebutuhan operasional dinas untuk penanganan
tanggap darurat.
Strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan yaitu:
(1). Koordinasi dan kerjasama antar bidang menjadi optimal;
(2). Penguasaan teknis Bidang Ke Pu-an dan TI yang lebih optimal;
(3). Peralatan yang dimiliki dalam kondisi baik lengkap;
(4). Pelaksanaan tupoksi lebih optimal;
(5). Capaian target kinerja yang optimal.
Kebijakan yang ditempuh oleh Dinas Bina Marga Pengairanan Tata
Ruang Kabupaten Paser sebagai penjabaran dari strategi yang telah
ditetapkan adalah sebagai berikut:
(1). Membangun koordinasi dan kerjasama antar bidang;
(2). Meningkatkan kualitas sumber daya dan Penguasaan teknis Bidang
ke PU-an dan TI;
V – 35
(3). Meningkatkan kemampuan peralatan yang dimiliki;
(4). Meningkatkan pemahaman terhadap pelaksanaan Tupoksi;
(5). Akhirnya Dinas Bina Marga, Pengairan dan Tata Ruang Kabupaten
Paser mampu meningkatkan capaian target kinerja.
2. Rumusan Kelembagaan Pengelolaan DAS Kandilo Terpadu
Dalam upaya merumuskan Kelembagaan Pengelolaan DAS
Kandilo secara terpadu, perlu terlebih dahulu di sini mengutip beberapa
definisi tentang lembaga atau institusi. Menurut Tony Djogo, dkk (2003)
bahwa lembaga adalah :
1). Aturan di dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang
menfasilitasi dan koordinasi antar anggotanya untuk membantu
mereka dengan harapan di mana setiap orang dapat bekerjasama
atau berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan
bersama yang diinginkan (Ruttan dan Hayami, 1984). Aturan dan
rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai oleh para anggota;
2). Suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling
mengikat atau saling tergantung satu sama lain. Penataan institusi
(institutional arrangements) dapat ditentukan oleh beberapa unsur:
aturan operasional untuk pengaturan pemanfaatan sumber daya,
aturan kolektif untuk menentukan, menegakan hokum atau aturan itu
sendiri dan untuk merubah aturan operasional serta mengatur
hubungan kewenangan organisasi (Ostrom, 1985; 1986);
V – 36
3). Suatu himpunan atau tatanan norma–norma dan tingkah laku yang
bias berlaku dalam suatu periode tertentu untuk melayani tujuan
kolektif yang akan menjadi nilai bersama. Institusi ditekankan pada
norma-norma prilaku, nilai budaya dan adat istiadat (Uphoff, 1986);
4). Sekumpulan batasan atau faktor pengendali yang mengatur
hubungan perilaku antar anggota atau antar kelompok.
Dengan definisi ini kebanyakan organisasi umumnya adalah
institusi karena organisasi umumnya mempunyai aturan yangmengatur
hubungan antar anggota maupun dengan orang lain di luar organisasi situ
(Nabli dan Nugent, 1989). Aturan main di dalam suatu kelompok sosial
dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sosial dan politik.
Institusi dapat berupa aturan formal atau dalam bentuk kode etik informal
yang disepakati bersama. North (1990) membedakan antara institusi dari
organisasi dan mengatakan bahwa institusi adalah aturan main
sedangkan organisasi adalah pemainnya, yang mencakup penataan
institusi (institutional arrangement) untuk memadukan organisasi dan
institusi. Penataan institusi adalah suatu penataan hubungan antara unit-
unit ekonomi yang mengatur cara unit-unit ini apakah dapat bekerjasama
dan atau berkompetisi. Dalam pendekatan ini organisasi adalah suatu
pertanyaan mengenai aktor atau pelaku ekonomi di mana ada kontrak
atau transaski yang dilakukan dan tujuan utama kontrak adalah
mengurangi biaya transaksi (Williamson, 1985).
V – 37
Lebih lanjut dikemukakan oleh Tony Djogo, dkk (2003) bahwa
umumnya definisi lembaga mencakup konsep pola perilaku sosial yang
sudah mengakar dan berlangsung terus menerus atau berulang. Dalam
hal ini sangat penting diperhatikan bahwa perilaku sosial tidak membatasi
lembaga pada peraturan yang mengatur perilaku tersebut atau
mewajibkan orang atau organisasi untuk harus berpikir positif ke arah
norma-norma yang menjelaskan perilaku mereka tetapi juga pemahaman
akan lembaga ini memusatkan perhatian pada pengertian mengapa orang
berprilaku atau bertindak sesuai dengan atau bertentangan dengan
peraturan yang ada.
Secara lebih jelas maka yang dimaksud dengan kelembagaan
dapat dinyatakan: “suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota
masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat
menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antara organisasi yang
diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-
faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal
maupun informal untuk pengendalian prilaku sosial serta insentif untuk
bekerjasama dan mencapai tujuan bersama”.
.Menurut Daihuri dkk (2001) bahwa kelembagaan dapat diartikan
sebagai institusi, lembaga/organisasi berbadan hukum untuk mengelola
suatu kegiatan yang memiliki personil, pendanaan dan fasilitas, dan arti
yang kedua kelembagaan nilai-nilai (institutionaloization). Apakah
Pengelolaan DAS Kandilo Terpadu memerlukan kelembagaan/organisasi
V – 38
sendiri seperti misalnya yang di Pulau Jawa misalnya ada Badan Otorita
Sungai Brantas atau yang mengelola Jatiluhur yaitu Badan Otorita DAS
Jatiluhur yang mengelola sebagian dari DAS Sungai Citarum.
Mengamati permasalahan yang kompleks dan kondisi riil bahwa
DAS Kandilo terbagi menjadi DAS yang ada di bagian atas DAS Kandilo
(DAS Kandilo Hulu) dan DAS Kandilo yang terletak di bawahnya DAS
Kandilo yang dapat disebut sebagai DAS Kandilo Hilir.
Berkenaan dengan tujuan dari pengelolaan DAS Kandilo secara
terpadu yaitu terwujudnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergi
(KISS) antar pihak dalam pengelolaan sunberdaya alam dan lingkungan
DAS Kandilo, sehingga diperlukan adanya suatu lembaga atau badan
yang diharapkan dapat menjalankan fungsi fasilitasi keterlibatan para
pihak dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan.
Keberadaan Forum DAS Kabupaten Paser yang dibentuk oleh
Pemerintah Kabupaten Paser berdasarkan Keputusan Bupati Paser No. 6
Tahun 2012 tentang Pembentukan Forum DAS Kabupaten Paser
bersama-sama dengan instansi-instansi pemerintahan dan swasta serta
para pihak terkait lainnya dapat menjadi inisiator dan fasilitator dalam
pembentukan lembaga atau badan pengelola DAS Kandilo.
Di Kalimantan Timur telah dibentuk juga suatu Forum yang
bernama Forum Daerah Aliran Sungai Provinsi Kalimantan Timur (Forum
DAS Prov. Kaltim) yang merupakan tindak lanjut dari SK Menhut No.
S.652/Menhut-V/2006 tentang penbentukan wadah koordinasi
V – 39
pengelolaan DAS. Sekarang ini juga ada organisasi yang bernama
Dewan Sumber Daya Air yang merupakan organ yang berinduk pada
Kementrian Pekerjaan Umum yang berkaitan dengan adanya UU
Sumberdaya Air. Kedua Forum ini ruang lingkup kerjanya meliputi seluruh
Kalimantan Timur. Jadi bila ingin ada lembaga yang lebih fokus dan
khusus untuk menangani pengelolaan secara terpadu pada DAS Kandilo,
maka diperlukan adanya kelompok kerja atau sekaligus lembaga/badan
pengelola khusus.
Beberapa prinsip yang perlu menjadi dasar lembaga pengelolaan
DAS Kandilo secara terpadu yaitu:
1). Profesional, keterbukaan, independent, akutanbilitas, berkeadilan;
2). Kejelasan batas wilayah kewenangan, peran serta tanggung jawab;
3). Mampu mengakomodasi dan memfasilitasi norma dan institusi sosial
setempat;
4). Bekerja berdasarkan aturan yang telah disepakati dan menerapkan
prinsip dan norma hukum dalam pengelolaannya;
5). Menerapkan sistem manajemen stratejik dan terpadu serta modern.
VI – 1
VI. RENCANA IMPLEMENTASI PROGRAM DAN KEGIATAN
A. Tahapan Pelaksanaan
Seperti telah disebutkan dalam Bab III bahwa DAS Kandilo yang
berada di wilayah Kabupaten Paser sangat penting artinya bagi
masyarakat warga Kabupaten Paser. Di kawasan DAS Kandilo ini terdapat
beberapa aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) seperti
kehutanan, pertanian, perkebunan, pertambangan, pertambakan dan lain-
lainnya, selain itu juga terdapat permukiman masyarakat dan wilayah
administrasi pemerintahan seperti desa dan kecamatan. Sementara itu,
dari hasil identifikasi permasalahan secara umum dapat dikelompokan
menjadi 2 (dua) kelompok permasalahan umum yakni permasalahan
biofisik serta permasalahan sosial, ekonomi dan kelembagaan.
Permasalahan biofisik terdiri atas 5 (lima) permasalahan pokok yaitu lahan
kritis, sedimentasi, kualitas air, banjir dan degradasi keanekaragaman
hayati, sedangkan permasalahan sosial, ekonomi dan kelembagaan terdiri
atas 8 (delapan) permasalahan pokok yaitu tata ruang dan penggunaan
lahan, konflik pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) dan lahan,
permasalahan hulu – hilir DAS, ketergantungan penduduk terhadap lahan,
pemahaman budaya konservasi yang masih lemah, kelembagaan,
pelibatan masyarakat sekitar dalam dunia usaha, dan pendanaan.
Sampai saat ini belum ada keterpaduan antara liputan
perwilayahan dengan permasalahan-permasalahan tersebut, karena
permasalahan dalam wilayah DAS Kandilo tidak dapat dipisahkan dengan
VI – 2
liputan wilayahnya. Oleh karena itu, dalam Rencana Pengelolaan DAS
Kandilo secara terpadu, rencana implementasinya dapat disusun menjadi
4 (empat) tahapan, yaitu dimulai dengan tahapan persiapan pengelolaan,
tahapan identifikasi khusus dan sosialisasi, tahapan penyusunan rencana
jangka menengah, dan tahapan implementasi kegiatan.
1. Tahapan Persiapan Pengelolaan
Dalam tahapan persiapan pengelolaan DAS Kandilo secara
terpadu, yang menjadi tahapan awal adalah program pengembangan
kelembagaan pengelolaan DAS Kandilo. Saat ini, telah ada Forum DAS
Kabupaten Paser yang salah satu aktivitasnya memberikan masukan dan
rekomendasi dalam pengelolaan DAS Kandilo.
Pengelolaan suatu wilayah sangatlah tergantung dengan lembaga
pengelolanya, apabila pengelola tidak mempunyai motivasi atau tujuan
dalam mengelola suatu wilayah, maka wilayah tersebut akan tidak tentu
arah pengembangannya. Terlebih lagi bila wilayah tersebut banyak
mempunyai permasalahan atau mengalami penekanan, apabila lembaga
pengelolanya tidak mempunyai gerakan, maka wilayah tersebut akan
mengalami kondisi yang semakin parah.
Dalam rangka pengelolaan DAS Kandilo secara terpadu, lembaga
pengelola yang dibentuk haruslah lembaga yang mempunyai gerak yang
leluasa dan berperan aktif, karena lembaga ini selain harus mampu untuk
mengkoordinasikan parapihak yang terkait dalam pengelolaan DAS
Kandilo, juga dapat menangani permasalahan hulu-hilir dan pelibatan
VI – 3
masyarakat, serta harus sanggup mengatur pendanaanya, misalnya
bagaimana mendapatkan dananya dan bagaimana mengatur pembiaya-
annya. Seperti telah disebutkan dalam Bab V bahwa tujuan pengelolaan
DAS Kandilo yaitu:
1). Terwujudnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi (KISS)
para pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS
Kandilo;
2). Terwujudnya kondisi tata air DAS Kandilo yang optimal meliputi
jumlah, kualitas dan distribusi berdasarkan ruang dan waktu;
3). Terwujudnya kondisi lahan yang produktif sesuai daya dukung dan
daya tampung DAS Kandilo;
4). Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam wilayah
DAS Kandilo dari hulu sampai hilir.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka lembaga pengelola DAS Kandilo
haruslah dalam bentuk badan usaha yang bersifat corporate yang mampu
untuk menyusun suatu rangkaian program, pemantauan dan evaluasi,
analisis dan telaah, serta dokumentasi dari hasil kegiatan pengelolaan
DAS Kandilo. Sehubungan dengan DAS Kandilo terletak di dalam wilayah
Kabupaten Paser, maka lembaga pengelola DAS Kandilo perlu
dipersiapkan di tingkat Kabupaten Paser dengan menyempurnakan
lembaga pengelola yang sudah ada dan lebih mengkhususkan pada
pengelolaan DAS Kandilo secara terpadu.
VI – 4
Secara prinsip, lembaga ini bukanlah lembaga pelaksana kegiatan
melainkan bagaimana lembaga ini dapat memadukan segala kegiatan
yang berkaitan dengan perwilayahan DAS Kandilo. Untuk itu penyiapan
kelembagaan pengelolaan DAS Kandilo haruslah seefektif mungkin dan
memberikan hasil yang seoptimal mungkin. Diyakini bahwa dengan
dibentuk lembaga pengelolanya secara khusus, maka lembaga tersebut
akan melakukan geraknya dan bahkan mungkin akan dapat lebih efektif
dalam implementasi di lapangan, karena dapat diharapkan dukungan dari
instansi-instansi pemerintah dan swasta serta parapihak terkait lainnya.
Oleh karena itu, tahapan penyiapan lembaga pengelolaan DAS Kandilo ini
meliputi:
1). Penyusunan model kelembagaan koordinasi pengelolaan DAS
Kandilo, yang tersusun atas kelompok kebijakan dan kelompok
eksekutif kelembagaan;
2). Penyusunan organisasi dan tata kerja secara keterpaduan dengan
Dinas dan Instansi terkait di lingkungan Pemerintahan Kabupaten
Paser;
3). Pembuatan Keputusan dan Peraturan Bupati Kabupaten Paser
tentang kebijakan tata kelola dan tata kerja pengelolaan DAS Kandilo
secara terpadu;
4). Pembuatan Peraturan Daerah Kabupaten Paser tentang Pengelolaan
DAS Kandilo untuk dapat memberikan payung hukum bagi lembaga
pengelola DAS tentang organisasi maupun tata kerjanya;
VI – 5
5). Pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS Kandilo yang akan
terbentuk secara terus menerus, guna peningkatan kemampuan,
efisiensi dan efektifitas kerja dalam upaya untuk memajukan
kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Rencana tahapan penyiapan kelembagaan pengelolaan terpadu
DAS Kandilo secara rinci disajikan pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1. Rencana Tahapan Penyiapan Kelembagaan Pengelolaan Terpadu DAS Kandilo.
No. Tahapan Kegiatan
Pelaksana Indikator Pencapaian
(ovi) Tahun
Pelaksanaan 1. Penyusunan
Model Kelembagaan
Pemkab. Paser BAPPEDA dan BLH
Kab. Paser Forum DAS Kab. Paser Forum DAS Prov. Kaltim BPDAS Mahakam-Berau
Tersusunnya model kelembagaan koordinasi pengelolaan DAS Kandilo.
2012/2013 – 2014
2. Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja
Pemkab. Paser BAPPEDA dan BLH
Kab. Paser Forum DAS Kab. Paser Forum DAS Prov. Kaltim BPDAS Mahakam-Berau
Tersusunnya organisasi dan tata kerja secara terpadu antar instasi- instansi terkait.
2013 – 2014
3. Pembuatan Keputusan dan Peraturan Bupati tentang Kebijakan Tata Kelola dan Tata Kerja
Biro Hukum, Biro Ortal, BAPPEDA dan BLH Kab. Paser
Forum DAS Kab. Paser Forum DAS Prov. Kaltim BPDAS Mahakam-Berau
Terbitnya Keputusan Bupati Paser tentang susunan organisasi lembaga pengelola-an DAS Kandilo.
Terbitnya Peraturan Bupati tentang tata kerja lembaga pengelolaan DAS Kandilo.
2014 – 2015
4. Pembuatan Peraturan Daerah
Biro Hukum, BLH dan BAPPEDA Kab. Paser
Forum DAS Kab. Paser
Forum DAS Prov. Kaltim
BPDAS Mahakam-Berau
Terbitnya Peraturan Daerah (PERDA) tentang Pengelolaan DAS Kandilo.
2014 – 2015
5. Pengembangan Kelembagaan
Pemkab. Paser BPDAS Mahakam-Berau
Lembaga yang efektif dan efisien.
2014 dan seterusnya
VI – 6
2. Tahapan Identifikasi Khusus dan Sosialisasi
Seperti telah disebutkan sebelumnya, pengelolaan secara terpadu
DAS Kandilo memerlukan prioritas yang tinggi, karena adanya berbagai
permasalahan dan tekanan yang telah disebutkan secara umum.
Permasalahan yang utama di DAS Kandilo di bidang biofisik meliputi:
lahan kritis, sedimentasi, kualitas air, banjir dan degradasi
keanekaragaman hayati, sedangkan permasalahan utama di bidang
sosial, ekonomi dan kelembagaan meliputi: tata ruang dan penggunaan
lahan, konflik pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) dan lahan,
permasalahan hulu – hilir DAS, ketergantungan penduduk terhadap lahan,
pemahaman budaya konservasi yang masih lemah, kelembagaan,
pelibatan masyarakat sekitar dalam dunia usaha, dan pendanaan.
Untuk lebih memantapkan rencana kerja pengelolaan DAS Kandilo,
perlu adanya kegiatan identifikasi secara khusus mengenai
permasalahan-permasalahan yang banyak muncul di lapangan termasuk
dengan melakukan pengukuran terhadap parameter yang dapat lebih
mempertegas permasalahan tersebut, sekaligus dengan melakukan
sosialisasi untuk dapat memberikan solusi yang terbaik bagi masyarakat
serta untuk menentukan skala prioritas dalam pelaksanaan solusinya.
3. Tahapan Penyusunan Rencana Jangka Menengah
Rencana pengelolaan terpadu DAS Kandilo ini merupakan rencana
jangka panjang yakni jangka 15 tahun. Rencana yang disusun lebih
bersifat makro atau program indikatif untuk penyusunan rencana kerja
VI – 7
jangka menengah yakni jangka 5 tahun. Penyusunan rencana
pengelolaan jangka 5 tahun tahap pertama akan disusun dengan
menargetkan:
1). Terbangunnya model kelembagaan pengelolaan DAS Kandilo secara
terpadu yang akomodatif, partisipatif, dan berorientasi pada
pencapaian tujuan pengelolaan DAS;
2). Terkendalinya laju erosi dan sedimentasi, serta bencana banjir yang
dapat ditekan seminimal mungkin;
3). Terkendalinya laju pencemaran air pada tingkat ambang batas yang
diperkenankan;
4). Terkendalinya degradasi keanekaragaman hayati;
5). Adanya kesesuaian penggunaan lahan yang berbasis kelestarian
lingkungan dengan merujuk RTRW Provinsi Kalimantan Timur dan
RTRW Kabupaten Paser;
6). Peningkatan kesejahteran masyarakat di DAS Kandilo;
7). Peningkatan partisipasi para pihak yang memanfaatkan sumberdaya
alam (SDA) dan jasa lingkungan di DAS Kandilo.
Pada rencana pengelolaan DAS Kandilo jangka 5 tahun tahap
kedua adalah untuk melanjutkan program kegiatan pengelolaan jangka
menengah tahap pertama, diantaranya sebagai berikut:
1). Mengefektifkan kelembagaan pengelolaan DAS terpadu yang
akomodatif, partisipatif, dan berorientasi pada pencapaian tujuan
pengelolaan DAS;
VI – 8
2). Pengendalian laju erosi dan sedimentasi semakin diintensifkan,
sehingga laju erosi dan sedimentasi dapat ditekan seminimal mungkin
dan kemungkinan terjadinya banjir dapat diminimalkan;
3). Mengefektifkan pemantauan dan pengawasan terhadap terjadinya
pencemaran air sungai, sehingga tingkat pencemaran airnya dapat
mencapai tingkat ambang batas yang diperkenankan;
4). Memulihkan kembali kondisi habitat yang lebih baik bagi
keanekaragaman hayati di DAS Kandilo;
5). Mengupayakan penyelesaian konflik pemanfaatan lahan dengan
penggunaan lahan yang sesuai berdasarkan RTRWP Kabupaten
Paser;
6). Melanjutkan peningkatan kesejahteran masyarakat di DAS Kandilo;
7). Melanjutkan peningkatan partisipasi para pihak yang memanfaatkan
sumberdaya alam (SDA) dan jasa lingkungan di DAS Kandilo.
Pada rencana pengelolaan jangka 5 tahun tahap ketiga masih
melanjutkan rencana pengelolaan jangka 5 tahun kedua dengan
peningkatan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan maupun pendanaannya.
4. Tahapan Implementasi Kegiatan
Implementasi kegiatan pengelolaan terpadu DAS Kandilo juga
mengikuti 6 (enam) misi Kehutanan sebagai berikut:
1). Memantapkan kepastian status kawasan hutan;
2). meningkatkan daya saing kehutanan;
VI – 9
3). Perlindungan dan konservasi sumberdaya alam (SDA);
4). Meningkatkan daya dukung DAS;
5). Meningkatkan produk teknologi dasar;
6). Memantapkan kelembagaan pengelolaan kehutanan.
Berdasarkan misi tersebut telah disusun 15 program kerja pengelolaan
DAS Kandilo yang secara rinci disajikan pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2. Rencana Kerja Kegiatan Pengelolaan Terpadu DAS Kandilo
No. Program Kerja Target Kerja Pelaksana Tahun Pelaksanaan
(1) (2) (3) (4) (5) 1. Rehabilitasi Hutan dan
Lahan Kritis di DAS Kandilo: a. Reboisasi dan
penghijauan. b. Reklamasi lahan dan
revegetasi. c. Penerapan prinsip
Konservasi Tanah dan Air dalam penggunaan/ pemanfaatan lahan.
d. Penyuluhan kehutanan, pertanian dan perkebunan.
e. Pengamanan dan penyelamatan hutan dari bencana keba-karan hutan dan lahan.
Keberadaan lahan kritis di DAS Kandilo dapat diminimalkan.
BPDAS Mahakam-Berau
BLH Kab. Paser Dinas Pertanian
dan PerkebunanKab. Paser
Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi Kab. Paser
2013/2014 – Seterusnya
2. Pengendalian Sedimentasi di DAS Kandilo: a. Pengerukan sedimen
di sungai. b. Pengendalian erosi
dan sedimentasi. c. Penyuluhan upaya-
upaya penekanan laju erosi dan sedimentasi.
d. Pengaturan pembuangan limbah sampah yg ramah lingkungan.
Laju sedimentasi di DAS Kandilo dapat ditekan seminimal mungkin.
BWS III Kaltim Dinas Bina
Marga, Pengairan dan Tata Ruang Kab. Paser
BPDAS Mahakam- Berau
BLH Kab. Paser
2013/2014 – Seterusnya
VI – 10
Lanjutan Tabel 6.2. (1) (2) (3) (4) (5) 3. Pengendalian Kualitas Air
Sungai di DAS Kandilo: a. Penanganan
pembuangan limbah yang ramah lingkungan.
b. Penyuluhan dan pelatihan terkait penanganan limbah/sampah.
c. Pemantauan dan pengawasan kualitas air sungai secara periodik.
Tingkat pencemaran air Sungai Kandilo dapat ditekan seminimal mungkin.
BLH Prov. Kaltim
BLH Kab. Paser Dinas
Kesehatan Kab. Paser
PDAM Kab. Paser
2013/2014 – Seterusnya
4. Pengendalian Banjir di DAS Kandilo: a. Penataan ruang/
kawasan dan pemanfaatan sumberdaya alam berbasis DAS.
b. Normalisasi saluran drainage.
c. Pembangunan bangunan pengendali banjir.
d. Pengaturan pembuangan sampah yang ramah lingkungan.
Kemungkinan bencana banjir di DAS Kandilo dapat ditekan seminimal mungkin.
BWS III Kaltim BAPPEDA
Kab. Paser Dinas Bina
Marga, Pengairan dan Tata Ruang Kab. Paser
2013/2014 – Seterusnya
5. Pengendalian degradasi Keanekaragaman hayati di DAS Kandilo: a. Pengaturan teknik
pembukaan lahan yang berwawasan lingkungan.
b. Penyuluhan dan pelatihan teknik penebangan dan penyiapan lahan yang ramah lingkungan.
c. Sosialisasi pengamanan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
Laju degradasi keanekaragaman hayati di DAS Kandilo dapat ditekan seminimal mungkin.
BKSDA Kaltim BLH Kab. Paser Dinas Pertanian
dan PerkebunanKab. Paser
Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi Kab. Paser
Lembaga Lain yang Terkait.
2013/2014 – Seterusnya
VI – 11
Lanjutan Tabel 6.2. (1) (2) (3) (4) (5) 6. Penanganan tata ruang
dan penggunaan lahan di DAS Kandilo: a. Pengembalian status
kawasan/ lahan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku melalui instansi yang berwenang.
b. Penyelesaian realisasi tata batas fungsi/ peruntukan kawasan.
c. Penataan ruang/ penggunaan lahan berbasis ekosistem DAS.
d. Sosialisasi peraturan perundangan terkait.
Pemanfaatan Ruang/ kawasan dan penggunaan lahan di DAS Kandilo sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
BAPPEDA Kab. Paser
BPN Kab. Paser
Dinas/Instansi lainnya yang Terkait.
2013/2014 - 2018
7. Penanganan konflik pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) dan lahan di DAS Kandilo: a. Implementasi
koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar sektor dalam pemanfaatan SDA.
b. Pemantapan dan pemasyarakatan RTRW di wilayah DAS Kandilo.
c. Manajemen konflik. d. Redistribusi lahan.
Konflik pemanfaat-an sumberdaya alam (SDA) dan lahan di DAS Kandilo dapat diatasi dan diselesaikan.
BAPPEDA Kab. Paser
BPN Kab. Paser
Dinas/Instansi lainnya yang Terkait.
2013/2014 - 2018
8. Penanganan permasalahan hulu-hilir DAS Kandilo: a. Penyusunan
kesepakatan pengaturan kompensasi antara hulu – hilir DAS Kandilo.
b. Optimalisasi peran lembaga terkait dalam penanganan masalah hulu – hilir DAS Kandilo.
c. Sosialisasi pemahaman ”One River, One Plan, One Management”.
Permasalahan hulu-hilir di DAS Kandilo dapat diselesaikan dan disepakati antara masyarakat yang berdomi-sili di bagian hulu dan masyarakat yang berdomisili di bagian hilir DAS Kandilo.
Pemkab. Paser BAPPEDA
Kab. Paser Dinas/Instansi
lainnya yang Terkait.
2013/2014 - 2018
VI – 12
Lanjutan Tabel 6.2. (1) (2) (3) (4) (5) 9. Penanganan
ketergantungan penduduk pada lahan di DAS Kandilo: a. Pemberdayaan
masyarakat petani. b. Penyuluhan dan
peningkatan keterampilan petani.
c. Pendidikan dan keterampilan kewirausahaan.
d. Aplikasi Agroforestry.
Tercapainya efektivitas peran sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja.
Dinas Pertanian dan PerkebunanKab. Paser
Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi Kab. Paser
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BPMD) Kab. Paser
Dinas/Instansi lainnya yang Terkait.
2013/2014 - Seterusnya
10. Peningkatan pemahaman budaya konservasi yang masih lemah di DAS Kandilo: a. Penyuluhan dan
pelatihan penerapan teknik Konservasi Tanah dan Air.
b. Sosialisasi tentang pemahaman praktik kegiatan pemanfaatan SDA yang ramah lingkungan.
Pemahaman dan perilaku masyarakat tentang budaya konservasi semakin meningkat.
BLH Kab. Paser Dinas Pertanian
dan PerkebunanKab. Paser
Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi Kab. Paser
BKSDA Kaltim BPDAS
Mahakam-Berau
Lembaga lain yang terkait
2013/2014 - 2018
11. Mewujudkan lembaga pengelola DAS Kandilo: a. Optimalisasi koordinasi,
integrasi, sinkronisasi dan sinergi (KISS) antar lembaga terkait dalam penanganan DAS Kandilo.
b. Penyusunan kebijakan/peraturan yang mengatur kelembagaan DAS Kandilo.
Terwujudnya lembaga pengelola DAS Kandilo.
BAPPEDA Kab. Paser
BLH Kab. Paser
Forum DAS Kab. Paser
BPDAS Mahakam-Berau
Forum DAS Prov. Kaltim
Dinas/Instansi lainnya yang Terkait.
2013/2014
VI – 13
Lanjutan Tabel 6.2. (1) (2) (3) (4) (5)
12. Peningkatan pelibatan masyarakat sekitar dalam dunia usaha di DAS Kandilo: a. Pemberdayaan
masyarakat. b. Penyuluhan dan
pelatihan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat.
c. Revitasisasi Kantor Kecamatan/Desa sebagai sumber informasi.
Semakin meningkat masyarakat lokal/tenaga kerja lokal dapat ditampung dalam kegiatan usaha/ industri yang ada di sekitarnya.
Dinas Tenaga Kerja Kab. Paser
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BPMD) Kab. Paser
Dinas Perindustrian Kab. Paser
Dinas/Instansi Lain yang terkait.
2013/2014 – seterusnya.
13. Peningkatan kemampuan pendanaan untuk pengelolaan DAS Kandilo: a. Kerjasama para pihak
untuk penggalangan dana dari sumber-sumber lain seperti dari sektor swasta, luar negeri dan lain-lain.
b. Penyusunan peraturan tentang pengguna jasa lingkungan DAS terkait pendanaan pengelolaan DAS Kandilo.
c. Pengaturan penyaluran dan penggunaan dana secara efisien dan efektif.
Tercukupinya dana yang tersedia untuk pengelolaan DAS Kandilo secara memadai dan berkelanjutan.
Pemerintah Kab. Paser
BAPPEDA Kab. Paser
Dinas/Instansi terkait, Lembaga Swasta, Lembaga Internasional lainnya yang terkait.
2013/2014 – seterusnya.
B. Organisasi Pelaksana
Pengorganisasian dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan
sebagaimana disampaikan sebelumnya dilaksanakan oleh SKPD terkait di
lingkungan Kabupaten Paser. Rencana kegiatan tahunan dibuat oleh
masing-masing SKPD terkait dengan mengacu pada kegiatan prioritas
yang tercantum pada program pengelolaan terpadu. Lembaga pengelola
DAS Kandilo diharapkan dapat berkoordinasi dengan BPDAS Mahakam-
VI – 14
Berau, Forum DAS Kabupaten Paser dan Forum DAS Provinsi Kalimantan
Timur dalam melakukan analisis dan telaah dari hasil kegiatan tahunan,
kemudian dipadukan secara menyeluruh dalam suatu perwilayahan di
DAS Kandilo, sehingga dapat diketahui kegiatan-kegiatan mana yang
perlu dilanjutkan dan penentuan prioritasnya. Dari hasil telaah tersebut
kemudian dapat disusun program kerja bersama di masa mendatang
untuk kemudian dikoordinasikan dengan masing-masing SKPD terkait di
lingkungan Kabupaten Paser.
Lembaga Pengelola DAS Kandilo yang terbentuk dapat melakukan
koordinasi sedikitnya 2 (dua) kali setahun yaitu masing-masing pada saat
menyusun rencana kegiatan tahun anggaran dan akhir tahun anggaran
untuk kegiatan evaluasi, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan kegiatan.
C. Rencana Investasi dan Pembiayaan
Pengelolaan DAS secara terpadu memerlukan sarana dan
prasarana, baik yang berupa sarana dan prasarana untuk kegiatan
pengelolaan DAS itu sendiri, juga sarana dan prasarana dalam upaya
untuk pemulihan maupun penjagaan terhadap kawasannya.
DAS Kandilo meliputi wilayah yang relatif luas dengan kondisi yang
cukup memprihatinkan akibat adanya masalah-masalah seperti hidrologi,
lahan, sosial ekonomi dan kelembagaan, sehingga dalam pengelolaannya
sendiri sampai saat ini belum mempunyai bentuknya. Tentunya investasi
dan pembiayaan yang diperlukan juga sangat besar, itupun sampai saat
ini belum ada keinginan secara nyata dalam investasi dan pembiayaan.
VI – 15
Sementara itu, permasalahan-permasalahan juga semakin meningkat,
khususnya yang berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan, misalnya
degradasi lahan, bencana banjir dan tanah longsor, rusaknya hábitat
satwa-satwa yang dilindungi maupun konflik-konflik tentang pemanfaatan
sumberdaya alam dan lahan di DAS Kandilo. Oleh karena itu, rencana
investasi dan pembiayaan untuk pengelolaan DAS Kandilo dan
implementasi program kegiatan di lapangan akan disusun secara
bertahap berdasarkan prioritas tentang pentingnya program, apalagi
dengan kemampuan pendanaan yang sangat terbatas. Sehingga, perlu
diupayakan penggalian dana dari sumber-sumber lain selain dari APBD
dan APBN, misalnya dari perusahaan-perusahan swasta yang lokasi dan
aktivitasnya berada di DAS Kandilo, juga dapat memanfaatkan isu-isu
penting tentang program-program konservasi dengan promosi
keanekaragaman hayati yang pembiayaannya dapat digabungkan dengan
kegiatan pemulihan hábitat yang berkaitan langsung dengan pengelolaan
DAS Kandilo, serta program pengurangan emisi karbon yang dapat
dikaitkan dengan program rehabilitasi kawasan-kawasan yang termasuk
kritis, yang pembiayaannya dapat menjadi investasi bila kawasannya
merupakan milik masyarakat dan sekaligus untuk penyelesaian dalam
masalah sosial ekonomi kemasyarakatan.
Namun demikian, dalam waktu yang dekat investasi untuk sarana
dan prasarana pengelolaan DAS Kandilo secara terpadu perlu
dilaksanakan, antara lain untuk pemantauan kondisi hidro-orologi atau
degradasi lahan dan terganggunya keseimbangan tata air di DAS Kandilo.
VI – 16
D. Mekanisme Pelaksanaan dan Pendanaan
Pelaksanaan implementasi program kegiatan pengelolaan DAS
terpadu di DAS Kandilo pada dasarnya sangat tergantung pada sumber
pendanaan untuk program kegiatan tersebut. Sumber pendanaan untuk
penyelenggaraan pengelolaan DAS terpadu di DAS Kandilo dapat
bersumber antara lain dari:
1). Dana Pemerintah melalui APBN dan/atau pemerintah daerah melalui
APBD;
2). Dana pihak-pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan SDA dan
pengguna jasa lingkungan di DAS Kandilo;
3). Dana lainnya yang dapat digali dari sumber pendanaan internasional,
lembaga swasta dan lain-lainnya.
Khususnya mekanisme pendanaan dari APBN dan/atau APBD
harus mengikuti prosedur yang berlaku, instansi/lembaga yang terkait
dengan pengelolaan DAS terpadu dapat mengusulkan program kegiatan
berdasarkan arahan prioritas program kegiatan dari pengelolaan DAS
terpadu, sedangkan pendanaan yang bersumber dari pihak-pihak
pemanfaat SDA dan jasa lingkungan serta dana lainnya dapat
dikoordinasikan dengan lembaga pengelola DAS Kandilo.
VII – 1
VII. PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pemantauan dan evaluasi merupakan rangkaian proses
pengawasan yang berperan sebagai masukan dan umpan balik untuk
efektifnya penyelenggaraan pengelolaan DAS. Berfungsinya pemantauan
dan evaluasi yang efektif yang memenuhi tuntutan standar kriteria dan
indikator kinerja pengelolaan DAS akan turut memberi jaminan
berjalannya fungsi pengendalian pengelolaan DAS.
Pemantauan pengelolaan DAS adalah proses pengamatan dan
pencatatan data dan fakta yang dapat digunakan untuk mengukur kriteria
dan indikator kinerja pengelolaan yang pelaksanaannya dilakukan secara
periodik dan terus-menerus terhadap: jalannya kegiatan, penggunaan
input, hasil kegiatan (output), dampak kegiatan (impact and outcome) dan
faktor luar atau kendala. Pelaksanaan pemantauan dilakukan oleh unit
pemantauan dan evaluasi (monev) internal maupun oleh para pihak
(stakeholders) terhadap seluruh rangkaian kegiatan pengelolaan DAS,
yang meliputi aspek: biofisik, sosial, ekonomi dan kelembagaan.
Evaluasi pengelolaan DAS adalah penilaian terhadap kinerja
program kegiatan melalui proses analisis data dan fakta dari hasil
pemantauan, yang pelaksanaannya dilakukan menurut kepentingannya
mulai dari penyusunan rencana program, pelaksanaan program (post
evaluation), dan pengembangan program pengelolaan DAS. Evaluasi
meliputi proses pengumpulan data dan informasi secara sistematis
(dengan metode tertentu), serta analisisnya untuk menilai kinerja
VII – 2
pengelolaan DAS dan/atau kinerja DAS. Evaluasi dilakukan dengan
membandingkan pencapaian sasaran/kinerja dengan rencana, atau antara
realisasi dengan kriteria dan standar pengelolaan DAS yang telah
ditentukan. Evaluasi kinerja pengelolaan DAS meliputi aspek
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian dengan
kriteria penilaian yang mencakup ekosistem, kelembagaan, teknologi dan
dana, sedangkan evaluasi kinerja DAS (kesehatan DAS) meliputi aspek
biofisik, sosial, ekonomi dan kelembagaan dibandingkan dengan kriteria
standar yang telah ditetapkan.
A. Standar, Kriteria dan Indikator
Kriteria dan standar pengelolaan DAS perlu ditentukan karena
keberhasilan maupun kegagalan hasil kegiatan pengelolaan DAS dapat
dimonitor dan dievaluasi melalui kriteria, indikator dan standar evaluasi
yang telah ditetapkan. Kriteria dan standar pengelolaan DAS terdiri dari
kriteria dan standar penyelenggaraan pengelolaan DAS, dan kriteria dan
standar kinerja DAS (Permenhut RI No. P.42/Menhut-II/2009).
Secara umum dalam pengelolaan DAS yang berkelanjutan
mempersyaratkan dipenuhinya kriteria dan standar untuk setiap
komponen atau aktivitas pengelolaan DAS yang terdiri atas perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian (MONEV dan penertiban).
Untuk masing-masing komponen pengelolaan DAS tersebut di atas,
kriteria yang digunakan dan dianggap relevan untuk menentukan
VII – 3
tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan adalah: ekosistem,
kelembagaan, teknologi dan pendanaan yang disajikan pada Tabel 7.1.
Kriteria dan standar kinerja DAS perlu ditentukan untuk mengetahui
status kondisi “kesehatan” DAS yang dapat mencerminkan keberhasilan
maupun kegagalan kegiatan pengelolaan DAS dalam kurun waktu
tertentu.
Penetapan kriteria, standar dan indikator kinerja DAS diupayakan
agar relevan dengan prinsip dan tujuan pengelolaan DAS terpadu, yang di
dalamnya ditekankan pada DAS sebagai satu kesatuan ekosistem dimana
terdapat keterkaitan yang kuat antar aktivitas hulu-hilir dalam rangka
mencapai tujuan pengelolaan DAS yaitu untuk mewujudkan kondisi tata
air yang optimal, lahan yang produktif sesuai daya dukungnya (carrying
capacity) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan.
Secara umum mengenai kriteria, indikator dan standar kinerja DAS
secara garis besar dan kualitatif meliputi kriteria pokok penggunaan lahan,
tata air, sosial ekonomi dan kelembagaan.
VII – 4
Tabel 7.1. Kriteria yang digunakan dan dianggap relevan untuk menentukan tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan pada masing-masing komponen pengelolaan DAS
Aktivitas Kriteria Ekosistem Kelembagaan Teknologi Dana
(1) (2) (3) (4) (5) Perencanaan
Menggunakan pendekatan ekosistem dari hulu sampai hilir.
Memadukan rencana pemanfaatan/penggunaan, konservasi, rehabilitasi, restorasi dan reklamasi sumber daya hutan, lahan dan air.
Mempertimbangkan kondisi biofisik, sosial ekonomi dan kelembagaan secara komprehensif.
Melibatkan partisipasi aktif para
pihak yang berkepentingan dari hulu sampai hilir (lintas sektor dan lintas wilayah administrasi pemerintahan).
Memuat kejelasan wewenang (siapa berbuat apa).
Rencana yang disusun disyahkan oleh pejabat yang berwenang sehingga mempunyai kekuatan hukum yang jelas.
Didukung oleh sumberdaya manusia yang mempunyai kompetensi dan kapabilitas yang memadai.
Memanfaatkan
teknologi pengumpulan dan pengolahan data dan informasi yang tepat guna dan berhasilguna (GIS, remote sensing, Modelling, dll.).
Mempertimbangkan kearifan lokal dan rencana harus bersifat adaptif terhadap perubahan yang terjadi.
Pembinaan sumberdaya manusia oleh pihak yang berwenang.
Pendanaan
dapat bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah dan non pemerintah.
Pendanaan dikelola secara transparan dan akuntabel.
VII – 5 Lanjutan Tabel 7.1.
(1) (2) (3) (4) (5) Pengorganisasian
Mencakup Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi dan Sinergi (KISS) berbagai sektor yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya alam di DAS dari hulu sampai hilir.
Melibatkan berbagai disiplin ilmu/kepakaran baik dari biofisik, sosial ekonomi maupun budaya.
Pembentukan lembaga koordinasi
PDAS pada berbagai tingkat (misal Forum PDAS) yang anggotanya dari perwakilan para pihak berkepentingan.
Terdapat kejelasan hubungan tata kerja (fungsi dan peran para pihak dalam lembaga koordinasi pengelolaan DAS).
Harus ada komitmen dan loyalitas dari para anggota untuk melaksanakan kesepakatan-kesepakatan.
Membangun sistem
kerja antar para pihak yang memungkinkan KISS bisa berjalan optimal dan efektif .
Memanfaatkan teknologi tepat guna untuk KISS pada setiap tahapan penyelenggaraan pengelolaan DAS
Pendanaan
dapat bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah dan non pemerintah.
Identifikasi potensi penerapan cost sharing dengan menerapkan beneficiaries – and polluters- pay principles.
Dana harus dikelola secara transparan dan akuntabel.
VII – 6 Lanjutan Tabel 7.1.
(1) (2) (3) (4) (5) Pelaksanaan Pelaksanaan PDAS oleh
setiap sektor didasarkan pada rencana operasional sektoral yang mengacu pada rencana PDAS terpadu yang telah disepakati dan disahkan.
Setiap kegiatan pemanfa-atan/penggunaan sumber-daya alam di DAS harus sesuai dg daya dukung & peruntukkan fungsi ruang dalam DAS (RTRW).
Kegiatan PDAS harus bisamewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara bagian hulu dan hilir DAS.
Kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam harus diimbangi dengan kegiatankonservasi, rehabilitasi, restorasi dan reklamasi sumber daya alam secara memadai.
Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan/penggunaan, konservasi, rehabilitasi, restorasi dan reklamasi dilakukan oleh instansi teknis pemerintah, swasta dan masyarakat sesuai kewenangannya.
Kinerja setiap lembaga/instansi dan pihak berkepentingan (stakeholders) harus menunjang pencapaian tujuan PDAS terpadu yang telah disepakati.
Lembaga koordinasi PDAS misalnya Forum DAS membantu pejabat berwenang dalam KISS para pihak berkepentingan dalam pelaksanaan kegiatan PDAS.
Pengembangan sistem insentif dan disinsentif.
Dapat ditunjuk lembaga pengelola dari non pemerintah untuk kepentingan pengelolaan DAS.
Dilakukan pembinaan dan pemberdayaan terhadap pihak yang terkait.
Penerapan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan.
Mengembangkan potensi kearifan lokal untuk pemanfaatan/ penggunaan, konservasi dan rehabilitasi, reklamasi, restorasi sumberdaya alam DAS.
Pembinaan dan pemberdayaan untuk meningkatkan kapasitas para pihak berkepentingan.
Pendanaan berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan non pemerinta.
Penerapan prinsip “beneficiaries and polluters pay principles” secara bertahap.
Pembiayaan harus berkesinambungan, berorientasi program bukan keproyekan.
Pengelolaan dana harus transparan dan akuntabel.
VII – 7 Lanjutan Tabel 7.1.
(1) (2) (3) (4) (5) MONEV
Menggunakan ekosistem DAS atau Sub DAS sebagai unit MONEV.
MONEV dilakukan terhadap faktor biofisik, sosial ekonomi dan kelembagaan untuk menentukan kinerja/kesehatan DAS.
MONEV harus dilakukan secara berkesinambungan.
Dilakukan oleh berbagai instansi
sesuai tugas dan fungsinya. Dibangun jejaring data dan informasi
oleh lembaga koordinasi/forum DAS sehingga terdapat integrasi data dan informasi dari semua pihak.
Hasil MONEV (laporan) harus menjadi umpan balik untuk penentuan kebijakan, program dan kegiatan PDAS terpadu.
Mendorong partisipasi masyarakat untuk melakukan MONEV PDAS.
Sarana dan prasarana
pengumpulan dan analisa/pengolahan data harus memadai.
Mempergunakan software yang mudah dalam pengoperasian dan pemeliharaannya.
Ditunjang oleh SDM yang memadai melalui rekruitment dan diklat teknis yang sesuai dengan kebutuhan.
Pembiayaan
berasal dari berbagai sumber Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan non pemerintah.
Dana harus memadai dan berkesinam-bungan.
Dikelola secara transparan dan akuntabel.
Penertiban Dilakukan agar
pelaksanaan pemanfaatan/penggunaan sumberdaya alam tidak menyalahi ketentuan dan tidak menimbulkan kerusakan ekosistem DAS.
Setiap instansi/para pihak berfungsi dan berperan sesuai ketentuan yang ada.
Lembaga koordinasi/forum DAS membantu instansi pemerintah dalam pengendalian PDAS terpadu.
Dilakukan penertiban terhadap penyimpangan secara adil.
Menggunakan teknik-teknik penelitian, penyelidikan, pemeriksaan dan penyidikan yang tepat dan akurat.
Pemerintah wajib menyediakan dana untuk pengendalian PDAS secara berkesinam-bungan.
Dikelola secara transparan dan akuntabel.
VII – 8
1. Kriteria Penggunaan Lahan DAS
Kriteria penggunaan lahan DAS ditujukan untuk mengetahui
perubahan kondisi lahan yang sedang terjadi serta dampaknya pada
degradasi DAS. Evaluasi penggunaan lahan DAS dapat dilakukan dengan
mengukur beberapa indikator antara lain penutupan lahan oleh vegetasi,
kesesuaian penggunaan lahan, indeks erosi atau pengelolaan lahan dan
kerawanan tanah longsor.
Indikator penutupan lahan oleh vegetasi suatu DAS mencerminkan
seberapa luas bagian DAS yang ditumbuhi vegetasi pohon-pohonan atau
tanaman tahunan. Standar evaluasi penutupan lahan DAS oleh vegetasi
permanen adalah semakin tinggi luas penutupan lahan bervegetasi
permanen di DAS, dapat menyebabkan semakin baik dalam mengurangi
erosi, sedimentasi dan aliran permukaan, sehingga dapat berkontribusi
positif pada peningkatan kinerja DAS. Sebaliknya, semakin kecil luas
penutupan vegetasi permanen di suatu DAS, dapat menyebabkan
semakin tinggi potensi erosi, sedimentasi dan aliran permukaan yang
ditimbulkannya, sehingga fluktuasi debit maksimum dan debit minimum
akan semakin besar, yang berarti DAS menjadi kurang sehat.
Indikator kesesuaian penggunaan lahan DAS ditujukan untuk
mengetahui kesesuaian penggunaan lahan dengan rencana tata ruang
wilayah (RTRW) dan/atau zona kelas kemampuan lahan yang ada di DAS.
Standar evaluasi indikator kesesuaian penggunaan lahan dalam DAS
adalah semakin tinggi kesesuaian penggunaan lahan di DAS, maka
semakin baik kinerja DAS tersebut dan sebaliknya semakin kecil
VII – 9
kesesuaian penggunaan di suatu DAS, maka kinerja DAS tersebut
semakin tidak sehat karena lahan yang diusahakan tidak sesuai dengan
peruntukan atau arahannya, sehingga akan mengandung resiko
kerusakan/degradasi ekosistem DAS.
Indikator indeks erosi pada DAS adalah perbandingan antara
besarnya erosi aktual (ton/ha/tahun) terhadap nilai batas erosi yang bisa
ditoleransi (ton/ha/tahun) di DAS. Apabila semakin tinggi nilai indeks erosi
di DAS, maka semakin jelek kinerja DAS tersebut dan sebaliknya semakin
kecil indeks erosi di suatu DAS, maka kinerja DAS tersebut semakin
sehat. Erosi yang lebih tinggi dari yang ditoleransi (nilai indeks erosi > 1)
akan menurunkan kesuburan tanah, penurunan produktivitas lahan yang
dalam jangka panjang akan menyebabkan lahan kritis. Dari segi indikator
hidrologi, erosi yang berlebihan akan menyebabkan sedimentasi di waduk/
danau atau saluran air (drainase) yang akhirnya mengurangi daya
tampungnya.
Indikator pengelolaan lahan ditujukan untuk mengetahui tingkat
pengelolaan lahan di DAS yang merupakan fungsi dari faktor penutupan
lahan oleh vegetasi dengan faktor praktek konservasi tanah. Tingkat
pengelolaan lahan ini mempengaruhi terhadap potensi terjadinya erosi
tanah, aliran permukaan dan infiltrasi air ke dalam tanah. Nilai
pengelolaan lahan merupakan perkalian faktor penutupan lahan (vegetasi)
dengan faktor praktek konservasi tanah dan air. Variasi nilai pengelolaan
lahan berkisar antara 0 – 1. Nilai pengelolaan lahan yang semakin kecil di
dalam DAS, maka kinerja DAS semakin baik dan sebaliknya semakin
VII – 10
besar nilai pengelolaan lahan di suatu DAS, maka kinerja DAS tersebut
semakin tidak sehat karena infiltrasi air ke dalam tanah menurun, tetapi
limpasan permukaan (runoff) dan erosi tanah akan semakin besar,
sehingga potensi banjir, sedimentasi dan kekeringan semakin besar.
2. Kriteria Tata Air DAS
Indikator-indikator yang berkaitan dengan tata air DAS adalah
koefisien regim sungai, indeks penggunaan air, koefisien limpasan, laju
sedimentasi dan kandungan pencemar.
Koefisien regim sungai adalah perbandingan debit maksimum
(Qmaks) dengan debit minimum (Qmin) dalam suatu DAS. Standar
evaluasi indikator koefisien regim sungai adalah jika semakin kecil nilai
koefisien regim sungai dalam suatu DAS, maka semakin baik kinerja tata
air dalam suatu DAS yang mengalir dalam suatu aliran sungai.
Sebaliknya, jika semakin besar nilai koefisien regim sungai dalam suatu
DAS, maka semakin jelek kinerja tata air dalam suatu DAS yang dicirikan
dengan kejadian banjir.
Banjir adalah debit aliran sungai yang secara relatif lebih besar dari
biasanya akibat hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu
secara terus menerus, sehingga air limpasan tidak dapat ditampung oleh
alur/palung sungai yang ada, lalu air melimpah keluar dan menggenangi
daerah sekitarnya. Disamping itu, juga terdapat banjir bandang yang pada
dasarnya adalah banjir besar yang datang dengan tiba-tiba dan mengalir
deras menghanyutkan benda-benda besar seperti kayu dan sebagainya.
VII – 11
Dengan demikian banjir harus dilihat dari besarnya pasokan air
banjir yang berasal dari air hujan yang jatuh dan diproses oleh daerah
tangkapan airnya (catchment area), serta kapasitas tampung palung
sungai dalam mengalirkan pasokan air tersebut. Perubahan penutupan
lahan di DAS dari hutan ke lahan terbuka atau pemukiman, menyebabkan
air hujan yang jatuh di atasnya secara nyata meningkatkan jumlah aliran
pemukaan (runoff) yang selanjutnya bisa memicu terjadinya banjir di hilir.
Indikator indeks penggunaan air ditujukan untuk mengetahui jumlah
air yang dibutuhkan untuk berbagai keperluan/penggunaan lahan di DAS,
misalnya untuk tanaman, rumah tangga, industri, dan lain-lain
dibandingkan dengan persediaan air di DAS yang bersangkutan. Standar
evaluasi indikator indeks penggunaan air adalah jika semakin kecil (< 1),
maka semakin baik kinerja tata air dalam suatu DAS yang berarti bahwa
persediaan air di DAS masih bisa memenuhi kebutuhan/permintaan air
yang ada. Sebaliknya indeks penggunaan air yang besar menunjukkan
kondisi tata air yang jelek dalam suatu DAS, karena air di DAS tersebut
tidak mampu memenuhi kebutuhan dan terjadi potensi kekeringan.
Kekeringan adalah suatu keadaan di mana curah hujannya lebih
rendah dari biasanya/normalnya. Klasifikasi kekeringan biasanya
ditunjukkan dengan jumlah curah hujan yang akan mempunyai nilai
impasnya dengan laju evapotranspirasi rata-rata bulanan. Jika semakin
sering terjadi kekeringan dalam suatu DAS, maka semakin buruk kinerja
DAS tersebut.
VII – 12
Indikator koefisien limpasan merupakan salah satu indikator di
dalam kriteria tata air. Koefisien limpasan mencerminkan seberapa besar
jumlah curah hujan yang jatuh di suatu DAS berubah menjadi aliran
permukaan. Nilai koefisien limpasan air berkisar dari 0 (nol) sampai
dengan 1 (satu). Standar evaluasi indikator koefisien limpasan dalam
aliran sungai adalah jika semakin kecil nilai koefisien tersebut, maka
semakin baik kinerja suatu DAS, sebaliknya jika semakin besar nilai
koefisien limpasan, maka semakin jelek kinerja suatu DAS. Nilai koefisien
limpasan yang bertambah besar bisa disebabkan oleh semakin banyak
permukaan tanah yang tertutup oleh lapisan kedap air seperti beton, aspal
dan bangunan atau perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi
penggunaan lain.
Indikator kandungan sedimen adalah jumlah material tanah yang
terangkut (kadar lumpur) dalam aliran air sungai yang berasal dari proses
erosi di hulu, yang diendapkan pada suatu tempat di hilir yang kecepatan
pengendapan butir-butir material suspensi telah lebih kecil dari kecepatan
air yang membawanya. Indikator terjadinya sedimentasi dapat dilihat dari
besarnya kadar lumpur (kekeruhan) air sungai atau banyaknya endapan
sedimen pada badan-badan air dan atau waduk. Manakala semakin tinggi
kadar sedimen yang terbawa oleh aliran berarti kondisi DAS semakin tidak
sehat, demikian sebaliknya semakin kecil kadar sedimen yang terbawa
oleh aliran berarti semakin sehat kondisi suatu DAS.
Indikator lain dalam kriteria tata air adalah tingkat pencemaran air
sungai di DAS yang dievaluasi dengan melihat parameter kualitas air atau
VII – 13
mutu air dari suatu badan air atau aliran air di sungai. Kondisi kualitas air
disamping dipengaruhi oleh jenis penutupan vegetasi, tanah/geologi, juga
dipengaruhi oleh limbah buangan domestik, buangan industri, limbah
pertanian, dan lain-lain. Kualitas air dapat dilihat dari kondisi kualitas air
limpasan, air sungai, dan/atau air sumur. Kondisi DAS tidak sehat jika nilai
unsur-unsur fisika, kimia, dan biologi yang ada dalam tubuh air telah
melebihi nilai ambang batas standar untuk penggunaan tertentu.
3. Kriteria Sosial Ekonomi DAS
Kriteria sosial ekonomi digunakan untuk memperoleh gambaran
tentang pengaruh dan hubungan timbal balik antara faktor-faktor sosial
ekonomi dengan sumber daya alam (tanah, air dan vegetasi), baik secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kinerja DAS.
Indikator untuk mengetahui pengaruh sosial pada kinerja DAS yaitu
kepedulian individu, partisipasi masyarakat dan tekanan penduduk,
sedangkan untuk indikator ekonomi yaitu ketergantungan penduduk
terhadap lahan dan tingkat pendapatan.
Indikator kepedulian individu di DAS dinilai untuk mengetahui ada
atau tidaknya kegiatan positif konservasi tanah dan air secara mandiri
yang telah dilakukan oleh masyarakat di DAS. Standar evaluasi indikator
kepedulian individu yang berada dalam suatu DAS dinyatakan baik bila
terdapat kepedulian individu terhadap upaya konservasi tanah dan air
lebih tinggi. Sebaliknya, kondisi DAS diperkirakan sangat tidak sehat
VII – 14
apabila tidak ada individu yang hidup dalam suatu komunitas masyarakat
DAS peduli terhadap upaya-upaya konservasi hutan, tanah dan air.
Indikator partisipasi masyarakat di DAS dievaluasi dengan
mengetahui keikutsertaan masyarakat dalam suatu kegiatan pengelolaan
DAS yaitu tingkat kehadiran masyarakat dalam kegiatan bersama dalam
pengelolaan DAS. Jika semakin tinggi tingkat kehadiran dan/atau
partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan bersama, maka kondisi DAS
akan menunjukkan kinerja yang baik, sebaliknya jika semakin rendah
tingkat kehadiran dan/atau partisipasi masyarakat dalam suatu untuk
kegiatan bersama, maka kondisi DAS akan menunjukkan kinerja yang
kurang baik
Indikator tekanan penduduk terhadap lahan bisa diukur dengan
membandingkan ketersediaan lahan pertanian dan perkebunan dengan
jumlah kepala keluarga petani. Makin besar jumlah penduduk makin besar
pula kebutuhan akan sumberdaya lahan, sehingga tekanan terhadap
lahan juga meningkat sebanding dengan kenaikan jumlah penduduk.
Apabila semakin sempit ketersediaan lahan pertanian dan perkebunan
untuk tiap keluarga petani dalam suatu DAS, maka semakin besar potensi
kerusakan DAS tersebut, hal ini karena semakin intensif masyarakat
memanfaatkan lahan dan hutan, yang dapat mengakibatkan keberadaan
hutan semakin terancam. Sebaliknya, jika terdapat cukup luas lahan
pertanian dan perkebunan untuk setiap keluarga petani di suatu DAS,
maka kondisi kesehatan DAS diasumsikan akan lebih baik.
VII – 15
Ketergantungan penduduk terhadap lahan dicerminkan oleh
proporsi kontribusi pendapatan dari usaha tani (bertani) terhadap total
pendapatan keluarga. Apabila semakin tinggi ketergantungan keluarga
terhadap pendapatan yang berasal dari usaha lahan, maka lahan akan
semakin dieksploitasi untuk kegiatan usaha tani dan kondisi DAS
cenderung semakin buruk. Sebaliknya, penduduk yang sebagian besar
penghasilannya berasal dari luar usahatani (off-farm), maka tekanan
penduduk terhadap lahan akan semakin kecil dan diharapkan DAS lebih
sehat.
Indikator tingkat rata-rata pendapatan penduduk merupakan
cerminan dari pendapatan keluarga yang diperoleh dari berbagai usaha
tani dan hasil dari non-usaha tani. Dengan asumsi hasil usaha pertanian
rata-rata keluarga petani relatif rendah dibandingkan dengan hasil usaha-
usaha non pertanian (seperti industri di Jawa), standar evaluasinya adalah
jika semakin besar rata-rata pendapatan per kapita di suatu DAS, maka
kondisi DAS diasumsikan lebih baik dari DAS yang rata-rata pendapatan
per kapitanya lebih rendah.
4. Kriteria Kelembagaan DAS
Pengelolaan DAS melibatkan stakeholders yang banyak, multi
sektor, dan lintas wilayah administratif. Kriteria kelembagaan yang ada di
DAS didekati dengan indikator keberdayaan lembaga masyarakat lokal
(adat), ketergantungan masyarakat kepada pemerintah, KISS (koordinasi,
integrasi, sinkronisasi dan sinergi) dan keberadaan usaha bersama.
VII – 16
Dalam analisis kelembagaan pengengelolaan DAS yang perlu
dilakukan adalah mengidentifikasi lembaga-lembaga/instansi yang terlibat
dalam pengelonaan DAS serta tugas pokok dan fungsiya masing-masing
termasuk lembaga lokal yang ada di DAS. Jika lembaga lokal berperan
dalam pelestarian sumberdaya alam di DAS, maka kinerja DAS bisa baik
sedangkan jika tidak berperan, maka kondisi DAS bisa buruk.
Indikator ketergantungan masyarakat pada pemerintah dilakukan
dengan menganalisis dan mengidentifikasi lembaga-lembaga/instansi
yang terlibat dalam pengelolaan DAS serta fungsinya masing-masing
termasuk lembaga lokal yang ada di DAS. Tinggi rendahnya intervensi
pemerintah dalam kegiatan pengelolaan DAS, terutama rehabilitasi hutan
dan lahan, konservasi tanah dan air bisa mencerminkan kemandirian
masyarakat dalam pelestarian DAS. Semakin tinggi ketergantungan
masyarakat terhadap intervensi pemerintah berarti masyarakat masih
banyak memerlukan intervensi pemerintah dengan demikian diasumsikan
bahwa DAS tersebut kondisinya masih tidak sehat.
Standar evaluasi indikator-indikator koordinasi, integrasi,
sinkronisasi, dan sinergi (KISS) dilakukan dengan menganalisis dan
mengidentifikasi berapa banyak konflik para pihak yang berkepentingan
dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang ada di DAS. Jika tingkat
konflik rendah, maka bisa dikatakan kegiatan dari masing-masing lembaga
(sesuai perannya) dalam penanganan dan pengelolaan DAS sudah ada
keterpaduan (integrated) dan keserasian yang diharapkan kondisi DAS
lebih sehat, sebaliknya jika konflik antar lembaga yang ada relatif banyak,
VII – 17
maka keterpaduan dan keserasian kegiatan pengelolaan DAS tidak akan
tercapai, sehingga berpotensi terhadap terjadinya degradasi SDA yang
mengakibatkan kesehatan DAS lebih jelek/menurun.
Indikator Kegiatan Usaha Bersama (KUB) dilakukan dengan
menganalisis perubahan jumlah unit usaha KUB terutama unit usaha yang
berbasis sumberdaya alam dan/atau mendukung pelestarian sumberdaya
alam. Apabila unit usaha KUB bertambah, maka diasumsikan kondisi DAS
semakin baik, sebaliknya apabila berkurang, maka diasumsikan kondisi
DAS semakin buruk.
Selain kriteria utama di atas, bisa ditambahkan kriteria dan indikator
evaluasi sesuai dengan tujuan evaluasi, misalnya untuk evaluasi DAS
prioritas dapat digunakan kriteria tambahan berupa pola ruang wilayah,
besarnya investasi bangunan vital seperti waduk dan bendungan, serta
penerapan norma konservasi sumberdaya alam.
B. Cara Pengukuran dan Penetapan Kriteria
Cara atau metode pengukuran dan penetapan kriteria pemantauan
dan evaluasi dalam Rencana Pengelolaan DAS Terpadu di DAS Kandilo
secara umum antara lain meliputi kriteria dan indikator sebagai berikut:
1). Kriteria Penggunaan Lahan DAS meliputi indikator-indikator Penutupan
oleh Vegetasi, Kesesuaian Penggunaan Lahan, Indeks Erosi dan
Pengelolaan Lahan;
VII – 18
2). Kriteria Tata Air DAS meliputi indikator-indikator Debit Air Sungai,
Indeks Penggunaan Air, Kandungan Pencemaran (Polutan) dan
Nisbah Hantar Sedimen (SDR);
3). Kriteria Sosial DAS meliputi indikator-indikator Kepedulian Individu,
Partisipasi terhadap Lahan Masyarakat dan Tekanan Penduduk;
4). Kriteria Ekonomi DAS meliputi indikator-indikator Ketergantungan
Penduduk terhadap Lahan, Tingkat Pendapatan, Produktivitas Lahan
dan Jasa Lingkungan;
5). Kriteria Kelembagaan DAS meliputi indikator-indikator Keberdayaan
Lembaga Lokal/Adat, Ketergantungan Masyarakat Kepada
Pemerintah, KISS dan Kegiatan Usaha Bersama.
Kriteria dan indikator-indikator yang bersifat umum seperti tersebut
di atas secara rinci dapat dilihat pada Peraturan Direktur Jenderal
Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No. P.04/V-SET/2009 tentang
Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai, selanjutnya
dalam Rencana Pengelolaan DAS Terpadu ini juga ditambahkan kriteria
dan indikator khusus yang berkaitan dengan penanganan permasalahan
utama DAS Kandilo manakala tidak bisa diukur dan dianalisis dengan
kriteria dan indikator yang bersifat umum tersebut.
C. Lembaga Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan monitoring dan evaluasi (MONEV) merupakan sarana
untuk mengawasi pelaksanaan pengelolaan DAS agar tidak menyimpang
VII – 19
dari rencana pengelolaan DAS terpadu yang telah disepakati dan
disahkan. Kegiatan MONEV dilaksanakan oleh anggota LK-PDAS yang
memiliki tugas dan fungsi monitoring dan evaluasi DAS seperti BPDAS,
BLH, Balai Pengelolaan Sumberdaya Air dan Dinas Kesehatan. Meskipun
demikian, untuk menjaga objektivitas MONEV, LK-PDAS dapat
bekerjasama dengan lembaga lain yang bersifat independen yang memiliki
kapasitas dan kapabilitas dalam hal tersebut. Hasil MONEV dilaporkan
kepada pemerintah dan lembaga koordinasi untuk dapat digunakan
sebagai bahan masukan dalam mengevaluasi dan memperbaiki rencana
dan pelaksanaan pengelolaan DAS terpadu di masa yang akan datang.
Pengendalian sebagai tindakan pencegahan diperlukan dalam
rangka menjaga tertib penyelenggaraan pengelolaan DAS, sehingga
berbagai penyimpangan dalam setiap tahap penyelenggaraan
pengelolaan DAS dapat dihindari. Dengan demikian, pengendalian tidak
hanya terbatas pada tindakan korektif seperti restorasi, rehabilitasi dan
reklamasi terhadap sumber daya yang telah terdegradasi.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan
pengelolaan DAS terpadu, yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh
Lembaga Koordinasi Pengelolaan DAS atau forum DAS sebagai wakil
pemangku kepentingan.
Pengendalian kegiatan pengelolaan DAS dilakukan melalui
kegiatan pengawasan dan penertiban yang meliputi aspek administrasi,
VII – 20
teknis, finansial/pendanaan dan kelembagaan. Pelaksanaan pengendalian
harus berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, adil, demokratis dan
akuntabel.
Pengawasan dan penertiban dilakukan terhadap pelaksanaan
kegiatan pengelolaan DAS dalam kawasan budidaya dan kawasan
lindung di bagian hulu dan hilir DAS dengan sasaran institusi/lembaga dan
masyarakat. Kegiatan pengawasan dan penertiban harus terkait langsung
dengan hak dan tanggung-jawab para pihak, serta dapat menghindari
terjadinya sengketa dan memberi sanksi terhadap suatu pelanggaran.
Pengawasan bertujuan untuk mewujudkan kesesuaian rencana
pengelolaan DAS terpadu dengan realisasi pelaksanaan kegiatan masing-
masing sektor pembangunan. Para pejabat menurut kewenangannya
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan DAS terpadu,
yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh lembaga koordinasi atau forum
pengelolaan DAS.
Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan DAS
diselenggarakan dalam bentuk pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
Pengawasan harus dilaksanakan menurut hirarki penatalaksanaan
(governance) kegiatan dan mengikuti pedoman-pedoman yang terkait
dengan pengelolaan DAS.
Penertiban bertujuan untuk mewujudkan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan DAS, dan untuk menegakkan aturan (law enforcement).
Penertiban dilakukan melalui pemeriksaan dan penyelidikan atas
VII – 21
pelanggaran terhadap pelaksanaan yang menyimpang/tidak sesuai
dengan rencana pengelolaan DAS terpadu dan/atau peraturan
perundangan yang terkait. Penegakan hukum dilakukan oleh instansi
sesuai dengan kewenangannya.
VIII – 1
VIII. REKOMENDASI
1. Didasarkan atas hasil kajian identifikasi dan inventarisasi prioritas
DAS-DAS yang berada di wilayah Provinsi Kalimantan Timur bahwa
DAS Kandilo termasuk kategori prioritas I untuk penanganannya,
sehingga DAS Kandilo perlu ditangani secara serius guna
menghindari/mengurangi terjadinya degradasi lingkungan, serta
menjaga dan meningkatkan manfaat/fungsinya secara berkelanjutan.
2. Karakteristik kondisi biofisik di DAS Kandilo seperti fisiografi/topografi
bergelombang dan berbukit, jenis tanah relatif peka terhadap erosi,
pola jaringan sungainya dengan limpasan airnya relatif cepat, curah
hujannya relatif tinggi, dan luas penutupan lahan hutannya semakin
berkurang, sebaliknya didominasi oleh pertanian dan perkebunan,
serta semak belukar semakin meluas. Apabila memperhatikan
karakteristik kondisi tersebut, maka dalam pengelolaan sumberdaya
alamnya perlu dikelola secara bijak dan berwawasan lingkungan.
3. Terdapat permasalahan biofisik di DAS Kandilo yang terdiri atas 5
(lima) permasalahan pokok yaitu lahan kritis, sedimentasi, kualitas air,
banjir dan degradasi keanekaragaman hayati, sedangkan permasa-
lahan sosial, ekonomi dan kelembagaan di DAS Kandilo terdiri atas 8
(delapan) permasalahan pokok yaitu tata ruang dan penggunaan
lahan, konflik pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) dan lahan,
permasalahan hulu – hilir DAS, ketergantungan penduduk terhadap
VIII – 2
lahan, pemahaman budaya konservasi yang masih lemah,
kelembagaan, pelibatan masyarakat sekitar dalam dunia usaha, dan
pendanaan. Oleh karena itu, dalam penanganan permasalahan DAS
Kandilo tersebut perlu dilakukan pengelolaan DAS Kandilo secara
terpadu, yang berupa keterpaduan program, rencana dan kegiatan
antar sektor-sektor yang terkait untuk mencapai tujuan dari hasil
kesepatan secara bersama-sama.
4. Dalam upaya untuk menyelesaikan permasalahan di DAS Kandilo
secara menyeluruh, telah dirumuskan program-program utama yang
berkaitan dengan pokok-pokok permasalahannya yang termuat dalam
dokumen Rencana Pengelolaan DAS Kandilo ini, namun demikian
perlu ditindaklanjuti dengan penajaman rencana kerja kegiatan secara
terpadu oleh instansi pemerintahan terkait di lingkungan Pemkab.
Paser dengan melibatkan para pihak terkait lainnya.
5. Sehubungan dengan Rencana Pengelolaan DAS Kandilo ini
merupakan rencana jangka panjang, maka perlu segera ditindaklanjuti
dengan menyusun rencana jangka menengah/jangka pendek dengan
melibatkan para pihak terkait, sehingga upaya penanganan dan
penyelamatan DAS Kandilo dapat segera terwujud.
6. Perlu segera membentuk lembaga pengelola DAS Kandilo, yang
pembentukannya dilakukan oleh Pemkab. Paser melalui hasil
musyawarah dan kesepakatan bersama para pihak terkait seperti
VIII – 3
BAPPEDA Kab. Paser, BLH Kab. Paser, SKPD-SKPD terkait di
lingkungan Kab. Paser, Forum DAS Kab. Paser, BPDAS Mahakam-
Berau, Forum DAS Prov. Kaltim, instansi dan perusahaan swasta serta
para pihak terkait lainnya, selain itu juga perlu segera dibuat TUPOKSI
dan PERDA yang mengatur tentang Pengelolaan DAS Kandilo secara
terpadu.
7. Pengelolaan DAS Kandilo nantinya diharapkan salah satunya benar-
benar dapat mengakomodasikan kepentingan masyarakat yang
berada di dalam/sekitar DAS Kandilo.
8. Rencana Pengelolaan DAS Kandilo ini nantinya diharapkan dapat dan
mudah diimplementasikan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat,
selain itu instansi pemerintah, swasta dan masyarakat yang terkait
diharapkan mampu bekerja sama untuk mewujudkan perlindungan
DAS Kandilo.
9. Rencana Pengelolaan DAS Kandilo yang telah disusun ini perlu
disosialisasikan dan disampaikan (diinformasikan) kepada masyarakat
Kabupaten Paser dan para pihak terkait lainnya yang terkait.
1
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta. Hardjowigeno, S., 1987. Ilmu Tanah. Penerbit PT. Mediyatama Sarana
Perkasa, Jakarta. BAPLAN, 2004. Peta Penutupan Lahan Wilayah Propinsi Kalimantan Timur
dengan Klasifikasi dan Nilai Skornya. Departemen Kehutanan RI, Jakarta.
Balai Pengelolaan DAS Mahakam Berau, 2004. Data Lahan Kritis Menurut DAS
dan Sub DAS di Provinsi Kalimantan Timur. Balai Pengelolaan DAS Mahakam Berau, 2008. Laporan Penyusunan Urutan
DAS Prioritas Wilayah Kerja BPDAS Mahakam Berau, Samarinda Balai Pengelolaan DAS Mahakam Berau, 2010. Laporan Inventarisasi dan
Identifikasi Lahan Kritis Wilayah Kerja BPDAS Mahakam Berau Tahun 2010.
Balai Pengelolaan DAS Mahakam Berau, 2011. Laporan Monitoring dan
Evaluasi Kinerja Daerah Aliran Sungai (DAS) kandilo Tahun 2011. Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Kimpraswil Provinsi Kalimantan Timur, 2006.
Laporan Akhir Studi Penyusunan Rating Curve Aliran Sungai Kandilo Kabupaten Pasir. CV. Agro Trimitra Konsultan Samarinda. pp.118.
Hardjowigeno, S., 1987. Ilmu Tanah. Penerbit PT. Mediyatama Sarana
Perkasa, Jakarta. Hardwinarto, S., 2006. Pengaruh Luasan Penutupan Lahan dan Lahan Kritis
terhadap Kondisi Hidroorologis pada 26 DAS di Kalimantan Timur. Journal “Frontir ” Univ. Mulawarman, Samarinda, Des. 2006.
Hardwinarto, S., 2009. Kondisi Biofisik dan Hidroorologi serta Penanganan
DAS-DAS di Kalimantan Timur. Prosiding Lokakarya Upaya Penanganan Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam rangka Pengendalian Banjir di Kalimantan Timur, Samarinda 21 Desember 2009.p.62-75
Kabupaten Paser, 2011. Rencana Strategik (Renstra) Dinas Kehutanan,
Pertambangan dan Energi Kabupaten Paser.
2 Kabupaten Paser, 2011. Rencana Strategik (Renstra) Dinas Bina Marga,
Pengairan dan Tata Ruang Kabupaten Paser. Kabupaten Paser dalam Angka 2012. Kerjasama antara Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Paser.
Kalimantan Timur dalam Angka, 2008. Kerjasama antara Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Timur dan Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur.
Keputusan Bupati Paser No. 6 Tahun 2012 tentang Pembentukan Forum DAS
Kabupaten Paser. Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 52/Kpts-II/2001 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pengelolaan DAS. Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 79/Kpts-II/2001 tentang Penunjukan
Kawasan Hutan dan Perairan di Provinsi Kalimantan Timur. Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 346/Menhut-V/2005 tentang Kriteria
Penetapan Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai. Jakarta. Keputusan Menteri Kehutanan RI No. S.652/Menhut-V/2006 tentang
Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan DAS. Koesnandar, R. T. dan S. Hardwinarto, 2007. Kajian Degradasi Lahan dan Air
di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sengata, Kalimantan Timur. Jurnal “Rimba Kalimantan” Fak. Kehutanan UNMUL, Samarinda, Juni 2007.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P. 39/Menhut-II/2009
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P. 42/Menhut-II/2009
Tentang Pola Umum, Kriteria dan Standar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.10/Menhut-II/2011
tentang 6 (enam) Kebijakan Prioritas Bidang Kehutanan dalam Program Pembangunan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu II.
Peta Citra Landsat ETM 7+, 2007 dan 2009. Peta Geologi Kalimantan Timur skala 1 : 250.000, 2001. Direktorat Jenderal
Geologi, Departemen Pertambangan dan Energi RI, Bandung.
3 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Timur skala
1 : 250.000, 1999. Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 50.000, 1991. Badan Koordinasi Survey
dan Pemetaan Nasional. Rencana Strategis Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2003 – 2008. RePPProT, 1987. Land Systems/Land Suitability. Badan Koordinasi Survey dan
Pemetaan Nasional. Schmidt, F.H. and J.H.A. Ferguson, 1951. Rainfall types based on wet and dry
period ratios for Indonesia with Western New Guinea. Kementerian perhubungan, Djawatan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.
TNC, 2002. Folio Text for Maps and Figures Ilustrating East Kalimantan
Terrestrial Ecoregional Planning Process. The Nature Conservancy, Samarinda.
Voss, F., 1983. Atlas East Kalimantan Transmigration Area Development
Project (TAD). Cooperation between the Republic of Indonesia and the Federal Republic of Germany: Department of Manpower and Transmigration, Jakarta.