LAPORAN FARMAKOLOGI ANTIKOAGULAN

26
ANTIKOAGULAN 1. TUJUAN 1. Mengetahui dan memahami mekanisme kerja yang mendasari manifestasi efek toksisitas anticoagulant dan koagulansia. 2. Memahami bahaya penggunaan obat-obatan tersebut diatas dan obat lain yang berefek pada pembekuan darah. 2. TINJAUAN PUSTAKA Antikoagulan adalah sebuah zat / bahan yang digunakan untuk mencegah pembekuan atau penggumpalan darah. Antikoagulan bertujuan agar darah tidak membeku, sehingga kondisi darah dapat dipertahankan dalam lama waktu tertentu. Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Antikoagulan digunakan pada keadaan dimana terdapat peningkatan kecenderungan darah untuk membeku. Misalnya pada thrombosis. Karena pada trombosis coroner (infark miokard), sebagian otot jantung mati akibat penyaluran darah ke bagian tersebut terhalang oleh trombus di salah satu cabangnya. Antikoagulan juga digunakan untuk profilaksis atau

Transcript of LAPORAN FARMAKOLOGI ANTIKOAGULAN

ANTIKOAGULAN

1. TUJUAN

1. Mengetahui dan memahami mekanisme kerja yang mendasari manifestasi efek

toksisitas anticoagulant dan koagulansia.

2. Memahami bahaya penggunaan obat-obatan tersebut diatas dan obat lain yang

berefek pada pembekuan darah.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Antikoagulan adalah sebuah zat / bahan yang digunakan untuk mencegah

pembekuan atau penggumpalan darah. Antikoagulan bertujuan agar darah tidak

membeku, sehingga kondisi darah dapat dipertahankan dalam lama waktu tertentu.

Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat

pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Antikoagulan

digunakan pada keadaan dimana terdapat peningkatan kecenderungan darah untuk

membeku. Misalnya pada thrombosis. Karena pada trombosis coroner (infark miokard),

sebagian otot jantung mati akibat penyaluran darah ke bagian tersebut terhalang oleh

trombus di salah satu cabangnya.

Antikoagulan juga digunakan untuk profilaksis atau pengobatan gangguan

tromboemboli. Tromboembolisme adalah formasi gumpalan (trombus) dalam pembuluh

darah yang lepas dan dibawa oleh aliran darah yang kemudian akan menyumbat

pembuluh darah lain. Gumpalan ini dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru

(embolisme paru), otak (stroke), saluran pencernaan, ginjal, atau kaki. Tromboembolisme

merupakan penyebab utama morbiditas (penyakit) dan mortalitas (kematian), terutama

pada orang dewasa. Pengobatannya mungkin melibatkan antikoagulan (pengencer darah,

misalnya warfarin), aspirin, atau vasodilator (obat yang mengendurkan dan memperlebar

pembuluh darah).

Seperti yang telah kita ketahui bahwa antikoagulan digunakan untuk mencegah

pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan beberapa faktor pembekuan

darah. Berikut adalah faktor- faktor untuk pembekuan darah :

I. FibrinogenII. ProtrombinIII. Tromboplastin jaringanIV. CaV. Faktor labil, Proakselerin, Ac-globulinVII. Fakor stabil, Prokonvertin, Akselerator konversi prorombin serum(SPCA)VIII. Globulin antihemofilik (AHG), faktor A antihemofilikIX. Faktor Christmas, Komponen tromboplastin plasma (PTC), faktor B

antihemofilikX. Fakor Stuart-ProwerXI. Anteseden tromboplastin plasma (PTA), Faktor C antihemofilikXII. Faktor HagemanXIII. Fakor penstabil fibrinHMW-K Faktor Fitzgerald, Kininogen dengan berat molekul tinggi

Pre-K Prekalikrein, Faktor FletchervWf Faktor von Willebrand

Secara in vitro aktivasi tromboplastin, yang akan mengubah protrombin (faktor II)

menjadi trombin (faktor IIa), terjadi melalui 2 mekanisme yaitu mekanisme ekstrinsik

dan intrinsik.

         Pada mekanisme ekstrinsik, tromboplastin jaringan (faktor III, berasal dari jaringan

yang rusak) akan bereaksi dengan faktor VIIa yang dengan adanya kalsium (faktor IV)

akan mengaktifkan faktor X. Faktor Xa bersama-sama faktor Va, ion kalsium dan

fosfolipid trombosit akan mengubah protrombin menjadi trombin. Oleh pengaruh

trombin, fibrinogen (faktor I) akan diubah menjadi fibrin monomer (faktor Ia) yang tidak

stabil. Fibrin monomer, atas pengaruh faktor XIIIa akan menjadi stabil dan resisten

terhadap enzim proteolitik misalnya plasmin.

         Pada mekanisme intrinsik, semua faktor yang diperlukan untuk pembekuan darah

berada didalam darah. Pembekuan dimulai bila faktor Hageman (faktor XII) kontak

dengan suatu permukaan yang bermuatan negatif, misalnya kolagen subendotel pembuluh

darah yang rusak. Reaksi tersebut dipercepat dengan pembenukan kompleks antara faktor

XII, faktor Fitzgerald dan prekalikrein. Faktor XIIa selanjutnya akan mengaktivasi fakor

XI, dan faktor XIa bersama ion kalsium akan mengaktivasi fakor IX. Faktor IX aktif,

bersama-sama faktor VIII , X. Urutan mekanisme pembekuan darah selanjutnya sama

seperti yang terjadi pada mekanisme ekstrinsik. Proses pembekuan darah akan dihentikan

oleh sistem antikoagulan dan fibrinolitik di dalam tubuh.

Ada dua jenis antikoagulan yaitu Antikoagulan jenis Coumadin yang biasa

digunakan untuk mencegah pembentukan bekuan darah (profilaksis) dan Antikoagulan

trombolitik yang digunakan dalam keadaan darurat untuk melarutkan bekuan darah

(pengobatan). Bekuan darah (profilaksis) adalah suatu keadaan dimana tisu darah seperti

jelly yang terbentuk oleh faktor-faktor pembeku dalam darah. Bekuan ini menghentikan

aliran darah dari cedera. Bekuan juga dapat terbentuk di dalam arteri ketika dinding arteri

rusak oleh penumpukan aterosklerosis, mungkin menyebabkan serangan jantung atau

stroke.

Obat Antikoagulan adalah obat yang digunakan untuk mencegah pembekuan

darah. Tindakan tersebut diperlukan dalam transfusi darah, untuk pemeriksaan

laboratorium, mencegah kecenderungan pembekuan darah dalam pembuluh darah. Secara

umum obat antikoagulan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :

a.      HEPARIN

        Heparin merupakan antikoagulan yang normal dalam tubuh, merupakan suatu

mukopolisakarida yang mengandung sulfat. Zat ini disintesis di dalam sel mast dan

terutama banyak terdapat di paru. Peranan fisiologik heparin belum diketahui seluruhnya,

akan teapi pelepasannya ke dalam darah yang tiba-tiba pada syok anafilaksis

menunjukkan bahwa heparin mungkin berperan dalam reaksi imunologik. Di

laboratorium heparin jarang digunakan dalam pemeriksaan-pemeriksaan di laboratorium

karena mahal harganya. Jenis heparin yang paling banyak digunakan adalah Lithium

heparin antikoagulan karena tidak mengganggu analisa beberapa macam ion dalam darah.

MEKANISME KERJA

Heparin berdaya seperti antitrombin. Heparin mengikat antitrombin III

membentuk kompleks yang berafinitas lebih besar dari antitrombin III sendiri, terhadap

beberapa faktor pembekuan darah aktif, terutama trombin dan faktor Xa. Sediaan heparin

dengan berat molekul rendah (<6000) beraktifitas anti-Xa kuat dan sifat antitrombin

sedangkan sediaan heparin dengan berat molekul yang tinggi (>25000) beraktifitas

antitrombin kuat dan aktifitas anti-Xa yang sedang.

         Dosis kecil heparin dengan AT-III menginaktifasi faktor Xa dan mencegah

pembekuan dengan mencegah perubahan protombin menjadi trombin. Heparin juga

menginaktifasi faktof XIIIa dan mencegah terbentuknya bekuan fibrin yang stabil.

Terhadap lemak darah, heparin bersifat liprotropik yaitu memperlancar transfer lemak

darah kedalam depot lemak. Heparin dilaporkan juga dapat menekan kecepatan sekresi

aldosteron, meningkatkan kadar tiroksin bebas dalam plasma,menghambat aktifaktor

fibrinolitik, menghambat penyembuhan luka, menekan imunitas selular, menekan reaksi

hospes terhadap graft.

FARMAKOKINETIK         Heparin tidak diberikan secara oral, karena diberikan secara SK atau IV. Pemberian

secara SK memberikan masa kerja yang lebih lama tetapi efeknya tidak dapat

diramalkan. Suntikan IM dapat menyebabkan terjadinya hematom yang besar pada

tempat suntikan dan arbsorpsinya tidak teratur serta tidak dapat diramalkan. Efek

antikoagulan timbul pada pemberian suntikan bolus IV dengan dosis terapi, terjadi kira-

kira 20-30 mnt setelah suntikan SK. Heparin cepat dimetabolisme terutama di hati. Masa

paruhnya tergantung dari dosis yang digunakan. Masa paruh memendek pada pasien

emboli paru dan memanjang pada pasien sirosis hepatis atau penyakit ginjal berat.

Metabolit inaktif diekskresi melalui urine. Heparin diekskresi dalam bentuk utuh melali

urine hanya bila digunakan dosis besar IV. Penderita emboli paru memerlukan dosis

heparin yang lebih tinggi karena bersihan yang lebih cepat. Heparin melalui plasenta dan

tidak terdapat dalam air susu ibu.

INDIKASI

Emboli paru Trombosis vena dalam Oklusi arteri akut Profilaksis trombo emboli vena selama operasi Ibu hamil yang memerlukan anti koagulan

KONTRAINDIKASI

Pasien hemofilia Permeabilitas kapiler yang meningkat pasien hipersensitivitas heparin Endokarditis bakterial subakut Perdarahan intra kranial Anastesi lumbal dan regional Hipertensi berat dan syok Peminum alkohol

EFEK SAMPING

Perdarahan Ekimosis dan hematoma Reaksi hipersensitivitas Mialgia, nyeri tulang, dan osteoporosis pada penggunaan jangka panjang Trombositopenia ringan yang bersifat sementara

b. ANTIKOAGULAN ORAL

Dalam golongan ini dikenal derivat 4 hidroksikumarin (misalnya: dikumarol,

warfarin) dan derivat indan 1,3 dion (anisindion). Pebedaan utama antara kedua derivat

tersebut  terletak pada dosis,mula kerja,masa kerja,dan efek sampingnya,sedangkan

mekanisme kerjannya sama.

MEKANISME KERJA 

Antikoagulan oral merupakan antagonis vitamin K. Vitamin K ialah kofaktor

yang berperan dalam aktivasi faktor pembekuan darah II, VII, IX, X, yaitu dalam

mengubah residu asam glutamat menjadi residu asam Gama karboksiglutamat. Untuk

berfungsi vitamin K mengalami siklus oksidasi dan reduksi dihati. Antikoagulan oral

mencegah reduksi vitamin K teroksidasi sehingga aktivasi factor-faktor pembekuan darah

terganggu atau tidak terganggu. Faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas. Respons

terhadap antikoagulan oral dapat dipengaruhi oleh banyak factor misalnya supan vitamin

K, banyaknya lemak yang terdapat dalam makanan atau interaksi dengan obat lain.

FARMAKOKINETIKSemua derifat 4 hidroksikumarin dan derifat idan 1,3 dion dapat diberikan peroral

dan juga IM dan IV. Kecepatan  absorbsi berbeda tiap individu,dalam darah dikumarol

dan warfarin hamper seluruhnya terikat pada albumin plasma. Masa paruh kumarol

sangat bergantung dosis dan berdasarkan factor genetic berbeda pada masing-masing

individu. Efek terapi baru tercapai 12-24 jam setelah kadar ouncak obat dalam plasma

karea diperlukan mengosongkan pembekuan darah untuk sirkulasi. Dikumarol dan

warfarin mengalami hidroksilasi oleh enzim reticulum endo plasma hati menjadi bentuk

tidak aktif.

INDIKASI tromboemboli

thrombosis vena

infark miokard

penyakit jantung

reumatik

serangan iskemia selintas(transient ischemic attacts, TIA)

emboli paru

KONTRAINDIKASI pendarahan diskrasia darah tukak saluran cerna divertikulitis colitis endokarditis bacterial subakut keguguran yang mengancam operasi otak dan medulla spinalis anestesi limbal defisiensi vitamin K penyakit hati dan ginjal yang berat

c.        ANTIKOAGULAN PENGIKAT ION  KALSIUM

Natrrium sitrat dalam darah akan mengikat kalsium menjadi kompleks kalsium

sitrat. Bahan ini banyak digunakan dalam darah untuk transfusi, karena tidak toksik.

Tetapi dosis yang terlalu tinggi, umpamanya pada transfusi darah sampai ± 1.400 ml

dapat menyebabkan depresi jantung.

Asam oksalat dan senyawa oksalat lainnya digunakan untuk antikoagulan in

vitro, sebab terlalu toksik untuk penggunaan in vivo.

Natrium edetat mengikat kalsium menjadi uraian kalsium menjadi suatu

kompleks dan bersifat sebagai antikoagulan.

KOAGULAN

Koagulansia merupakan zat atau obat yang dapat menghambat atau

menghentikan pendarahan. Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral

maupun parenteraI, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya:

Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K. Obat kelompok ini pada penggunaan

lokal menimbulkan hemostasis dengan dua cara, yaitu dengan mempercepat perubahan

protombin menjadi thrombin dan secara langsung mengumpalkan fibrinogen.

Aktifaktor protombin. Ekstrak yang mengandung aktifaktor protombin dapat

dibuat antara lain dari jaringan otak  yang diolah secara kering dengan asetat .

Salah satu contoh adalah Russell’s viper venom yang sangat efektif sebagai

hemostatik lokal dan dapat digunakan umpamanya untuk alveolus gigi yang

berdarah pada pasien hemofilia; untuk tujuan ini kapas dibasahi dengan larutan

segar 0.1%.

Trombin. Zat ini tersedia dalam bentuk bubuk atau larutan untuk penggunaan

lokal.

3. ALAT DAN BAHAN

a. Alat : - Timbangan hewan

- Stopwatch

- Alat suntik

- Beker glass

- Gunting

b. Bahan : - Vitamin K

- Asetosal

- Heparin

- NaCl

Hewan yang digunakan : Mencit

4. CARA KERJA

1. Timbang hewan dan tandai.

2. Hitung dosis untuk masing-masing hewan. Untuk kelompok 1 dan 2 adalah

asetosal, kelompok 3 dan 4 Vitamin K sedangkan kelompok 5 dan 6

menggunakan heparin.

3. Injeksikan hewan uji secara ip sesuai dosis dengan obat yang telah ditentukan

berdasarkan kelompok masing-masing. Sedangkan untuk hewan kontrol

diinjeksikan dengan menggunakan NaCl.

4. 30 menit setelah injeksi, potonglah ekor mencit dengan alat pemotong yang tajam

(gunting) kira-kira 1 cm dari ujung paling distal.

5. Setelah ekor dipotong, cepat-cepat celupkan ekor mencit ke dalam air hangat (37o

C)

6. Catat waktu pendarahan, mulai pada saat memotong ekor sampai darah berhenti

mengalir.

7. Bandingkan waktu pendarahan antara kontrol dengan perlakuan dan antara

kelompok anda dengan kelompok obat lain.

8. Bahas hasil saudara dan ambil kesimpulan.

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Kelompok Bahan yang

diinjeksikan

BB mencit VAO Bleeding time

1 Kontrol 15 gr 0,15 ml 13 menit, 17 detik

Asetosal 75 mg/kg BB 19 gr 0,142 ml 8 menit, 2 detik

2 Asetosal 100 mg/kg BB 20 gr 0,2 ml 13 menit, 26 detik

3 Vit. K 0,75 mg/kg BB 21 gr 0,1575 ml 13 menit, 27 detik

4 Vit. K 1 mg/kg BB 21 gr 0,21 ml 2 menit, 7 detik

5 Heparin 750 ui/kg BB 29 gr 0,2175 ml 10 menit, 8 detik

6 Heparin 1000 ui/kg BB 18 gr 0,18 ml 1 menit, 8 detik

Perhitungan VAO kelompok 1

Untuk kontrol :

VAO = BB mencit x dosis

Konsentrasi

= 0,015 kg BB x 100 mg/kg BB

10 mg/ml

= 0,15 ml

Untuk asetosal :

VAO = BB mencit x dosis

Konsentrasi

= 0,019 kg BB x 75 mg/kg BB

10 mg/ml

= 0,142 ml

Gambar 1 & 2

Keterangan :

Gambar 1 : adalah gambar pada mencit percobaan yang sudah dipotong

ekornya, mencit ini mendapat perlakuan sebagai kontrol (hanya diinjeksikan NaCl).

Gambar 2 : adalah gambar pada mencit percobaan yang sudah dipotong

ekornya, mencit ini telah disuntikkan asetosal sebelumnya.

B. PEMBAHASAN

Pada penelitian ini digunakan 6 kelompok mencit yang masing-masingnya

diberi perlakuan yang berbeda. Mencit kelompok kontrol diinjeksikan dengan

NaCl sedangkan mencit kelompok lainnya disuntikkan dengan heparin, vitamin k

dan asetosal dalam dosis tertentu. Pemberian obat ini berguna untuk

memperpanjang atau mempersingkat waktu pendarahan. Heparin digunakan

sebagai salah satunya karena merupakan antikoagulan yang sangat efektif dalam

mempercepat proses aktivasi antitrombin, sehingga dapat menghambat protease

faktor pembekuan darah. Onset antikoagulan heparin langsung didapatkan setelah

injeksi dilakukan. Dimana heparin bekerja dengan cara menghentikan

pembentukan trombin dari prothrombin sehingga dapat menghentikan atau

menghambat pembentukan fibrin dari fibrinogen di dalam darah. Sehingga darah

sukar membeku. Dosis heparin yang diberikan masing-masing kepada mencit

kelompok 5 dan kelompok 6 adalah sebesar 750 ui/kg BB dan 1000 ui/kg BB.

Dosis vitamin K yang diberikan kepada masing-masing mencit pada kelompok 3

dan 4 adalah sebesar 0,75 mg/kg BB dan 1 mg/kg BB. Sedangkan untuk asetosal

dosisnya masing-masing diberikan sebesar 75 mg/kg BB dan 75 mg/kg BB pada

kelompok 1 dan 2. Serta hewan kontrol yang berfungsi sebagai pembanding

hanya diberikan NaCl. Hal ini dilakukan agar pengamatan nantinya dapat

memberikan hasil yang cukup signifikan sehingga dapat dengan mudah

membandingkan efek dari masing-masing obat antikoagulan maupun koagulan

yang telah disuntikkan ke hewan percobaan (mencit).

Dalam penelitian ini diamati efek dari obat dalam berbagai dosis terhadap

waktu pendarahan dan waktu pembekuan darah hewan percobaan. Dari hasil

percobaan didapatkan data yang cukup beragam pada masing-masing kelompok

hewan percobaan. Hal ini diduga disebabkan oleh keseragaman individu dan

kondisi fisiologis dari masing-masing individu hewan percobaan selama

perlakuan dan dapat juga dipengaruhi oleh hal lain seperti keadaan lingkungan,

posisi ekor, dan cara pemotongan ekor. Dari data terlihat bahwa waktu

pendarahan hingga darah berhenti mengalir (bleeding time) kelompok 1 yaitu

kontrol adalah 13 menit, 17 detik, dan untuk asetosal dengan dosis 75 mg/kg BB

adalah 8 menit, 2 detik. Dapat kita lihat bahwa terdapat perbandingan waktu

(bleeding time) yang cukup besar antara kelompok mencit yang mendapat

perlakuan sebagai kontrol dengan mencit yang mendapat suntikkan asetosal.

Dimana lamanya bleeding time pada hewan kontrol lebih lama dibandigkan

dengan hewan uji yang disuntikkan asetosal. Selisihnya yaitu kurang lebih 3

menit setelah bleeding time mencit yang diinjeksikan asetosal berhenti.

Seharusnya bleeding time pada mencit yang diberikan asetosal lebih lama

dibandingkan dengan kontrol, karena fungsi asetosal adalah sebagai antikoagulan

yang dihambat pembekuan darahnya. Sedangkan mencit kontrol tidak mendapat

perlakuan yang begitu spesifik karena hanya dinjeksikan NaCl saja, oleh karena

itu pada proses pembekuan darahnya tidak terhambat dan waktu yang dibutuhkan

agar darah membeku cukup cepat dibandingkan dengan kelompok asetosal.

Pada kelompok 2, bleeding time nya adalah 13 menit, 26 detik. Karena

memang dosis asetosal yang diberikan kepada mencit cukup besar yaitu sebesar

100 mg/kg BB, sehingga wajar waktu pembekuan darahnya cukup lama.

Sedangkan untuk vitamin k pada kelompok 3 = 13 menit, 27 detik dan kelompok

4 = 2 menit, 7 detik. Pada kelompok 4 wajar jika waktu bleeding time nya sedikit

karena vitamin k memang berfungsi sebagia koagulansia (mempercepat

pembekuan darah). Selain itu dosis yang diberikan pada kelompok ini juga cukup

besar dibandingkan dengan kelompok 3. Namun, seharusnya kelompok 3

memiliki bleeding time yang lebih singkat lagi. Dan untuk kelompok heparin

yaitu kelomok 5 dan 6 sudah bisa dikatakan sesuai dengan yang diharapkan

karena semakin tinggi dosisnya maka semakin singkat pula bleeding time nya.

Yaitu kelompok 5 = 10 menit, 8 detik dan kelompok 6 = 1 menit, 8 detik. Waktu

perdarahan (bleeding time) diamati dengan cara memotong ekor mencit yang

diperkenalkan pertama kali oleh Dőttl dan Ripke (1936) dan merupakan cara yang

paling umum digunakan pada percobaan farmakologi. Pada cara ini ekor mencit

dipotong kurang lebih sepanjang 1 cm dan diamati waktu perdarahannya mulai

dari terjadinya perdarahan sampai terbentuk bekuan darah pada luka tersebut.

Dalam hal ini praktikan menggunakan stopwatch untuk menghitung lamanya

waktu perdarahan (bleeding time) untuk mengetahui tingkat keefektifan kerja dari

masing-masing obat yang telah disuntikkan ke hewan percobaan.

Bleeding Time merupakan suatu parameter yang dapat memonitor status

fungsi trombosit, kemampuan adhesi pada jaringan subendotel dan secara lebih

spesifik menunjukkan keefektifan membentuk agregasi. Bleeding Time berperan

dalam fase hemostatik primer sedangkan APTT (Activated Parsial Tromboplastin

Time) berperan dalam fase hemostatik sekunder.

6. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah :

Antikoagulan adalah sebuah zat / bahan yang digunakan dengan tujuan untuk

mencegah pembekuan atau penggumpalan darah.

Koagulansia merupakan zat atau obat yang dapat menghambat atau

menghentikan proses penggumpalan darah.

Heparin adalah obat yang tergolong ke dalam antikoagulan karena mekanisme

kerjanya yang dapat mempercepat proses aktivasi antitrombin, sehingga dapat

menghambat protease faktor pembekuan darah. Sedangkan Vitamin k tergolong

ke dalam obat Koagulansia (antagonis antikoagulan) karena dapat membantu

proses pembekuan darah.

Waktu perdarahan (bleeding time) merupakan suatu parameter yang dapat

memonitor status fungsi trombosit, dengan cara mengamati waktu perdarahannya

mulai dari terjadinya perdarahan sampai terbentuk bekuan darah pada luka

tersebut.

Pengamatan dengan cara memotong ekor mencit yang diperkenalkan pertama kali

oleh Dőttl dan Ripke (1936) dan merupakan cara yang paling umum digunakan

pada percobaan farmakologi. Terutama pada percobaan efek antikoagulan ini.

Hasil pengamatan yang sesuai dengan yang diharapkan / berhasil adalah hasil

pengamatan pada percobaan kelompok 2,4,5 dan 6. Karena efek yang ditimbulkan

sesuai dengan kegunaan obat.

Hasil pengamatan yang tidak sesuai dengan yang apa yang diharapkan seharusnya

mungkin disebabkan karena faktor dari kesalahan praktikan dan kondisi fisiologis

dari masing-masing individu hewan percobaan selama perlakuan dan dapat juga

dipengaruhi oleh hal lain seperti keadaan lingkungan, posisi ekor, dan cara

pemotongan ekor pada mencit.

7. JAWABAN PERTANYAAN-PERTANYAAAN

1. Jelaskan mekanisme kerja yang mendasari efek farmakologi obat-obat yang

digunakan dalam percobaan ini.

Obat obat yang digunakan dalam percobaan ini adalah aspirin, vitamin K dan

Heparin. Berikut ini adalah mekanisme kerja dari obat-obat tersebut:

a. Aspirin/asetosal

1. Mengasetilasi enzim siklooksigenase dan menghambat pembentukan

enzim cyclic endoperoxides.

2. Menghambat sintesa tromboksan A-2 (TXA-2) di dalarn trombosit,

sehingga akhirnya menghambat agregasi trombosit.

3. Menginaktivasi enzim-enzim pada trombosit tersebut secara permanen.

Penghambatan inilah yang mempakan cara kerja aspirin dalam

pencegahan stroke dan TIA (Transient Ischemic Attack).

4. Pada endotel pembuluh darah, menghambat pembentukan prostasiklin.

Hal ini membantu mengurangi agregasi trombosit pada pembuluh darah

yang rusak.

b. Heparin

Efek antikoagulan heparin timbul karena ikatannya dengan AT-III berfungsi:

1. Menghambat protease factor pembekuan termasuk factor IIa (thrombin),

Xa dan IXa, dengan cara membentuk komplek yang stabil dengan

protease pembekuan.

2. Heparin yang terikat dengan AT-III mempercepat pembekuaan komplek

tersebut sampai 100 kali.

3. Bila kompleks AT-III  protease sudah terbentuk heparin dilepaskan untuk

selanjutnya membentuk ikatan baru dengan membentuk antitrombin.

c. Vitamin K

1. Pada penderita defisiensi vitamin K, vitamin ini berguna untuk

meningkatkan biosintesis beberapa faktor pembekuan darah yang

berlangsung di hati.

2. Sebagai hemostatik, vitamin K memerlukan waktu untuk dapat

menimbulkan efek, sebab vitamin K harus merangsang pembentukan

faktor- faktor pembekuan darah lebih dahulu.

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi toksisitas obat antikoagulan dan

koagulan? Jelaskan alasannya.

a. Dosis obat

Dosis obat akan diberikan sesuai dengan usia. Misalnya pada bayi yang baru

dilahirkan semua enzim di hati belum terbentuk lengkap sehingga reaksi

metabolismenya lebih lambat. Karena itu harus diberikan obat dengan dosis

yang lebih rendah agar menghindari terjadinya overdosis atau keracunan.

b. Rute pemberian

Misalnya pada pemberian secara oral,toksisitasnya dapat dimodifikasi oleh

penambahan agen dengan bantuan atau pelambatan absorbsi bahan aktifnya.

c. Umur

Hal ini disebabkan karena kemampuan setiap individu untuk memetabolisir

atau mensekresikan zat kimia adalah berbeda-beda.

d. Berat badan

Perbedaan berat badan sangat menentukan jumlah zat kimia yang akan

diberikan berdasarkan berat badan (missal mg/kgBB).

3. Jelaskan tanda-tanda atau gejala-gejala keracunan heparin, vitamin K dan

asetosal.

a. Keracunan heparin

1. Nyeri tulang (osteoporoses)

2. Reaksi hipersensitivitas, ditandai dengan menggigil, demam, shock,

anafilaksis dan urtikaria.

b. Keracunan Vitamin K

1. Keracunan vitamin K sangat jarang terjadi kecuali bagi mereka yang

mengonsumsi suplemen vitamin K secara berlebih.

2. Gejala keracunan vitamin K dapat berupa mual, muntah, anemia, diare

dan ruam kulit.

c. Keracunan Asetosal (aspirin)

1. Pasien dengan keracunan ringan sering mengalami mual dan muntah,

sakit perut, kelesuan, tinnitus (telinga berdengung), dan pusing.

2. Gejala yang lebih signifikan terjadi pada keracunan yang lebih berat

meliputi hipertermia(menggigil), takipnea (nafas cepat), alkalosis

pernafasan, asidosis metabolik, hipokalemia, hipoglikemia, halusinasi,

kebingungan, kejang, edema serebral, dan koma.

DAFTAR PUSTAKA

 Anief, Mohammad. 1993. Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaan.

Yogyakarta : UGM Press.

 

Robert. 1981. Pedoman Pengobatan. Yayasan Essentia Medica.

Woodley, Michele. 1995. Pedoman Pengobatan. Yogyakarta.