LAPORAN EVALUASI PROGRAM PROMOSI...
Transcript of LAPORAN EVALUASI PROGRAM PROMOSI...
LAPORAN EVALUASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN
“SEKOLAH KADER PROTECTOR JATEN”
Dosen Pengampu :
Prof. Dra.Yayi Suryo Prabandari,M.Si,Ph.D
Tutor:
Syafriani, SKM, MPH
Disusun oleh :
Andi Rifai N. (17/418192/PKU/16684)
Beauty Octavia M. (17/418211/PKU/16703)
Ifa Najiyati (17/418257/PKU/16749)
Yana Yulyana (17/418373/PKU/16865)
Minat Perilaku dan Promosi Kesehatan
Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2018
ii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini adalah kami, mahasiswa Minat Perilaku dan
Promosi Kesehatan, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa pekerjaan tugas blok
tersebut di atas adalah benar-benar hasil pekerjaan pribadi dan bukan hasil pekerjaan
menyalin, atau meniru keseluruhan maupun sebagian hasil pekerjaan teman atau orang lain.
Apabila kami sengaja maupun tidak sengaja melakukan hal tersebut di atas, maka kami
bersedia menerima sangsi berupa : dianggap tidak mengumpulkan tugas tersebut. Selain itu
jika ada 2 naskah yang sama baik keseluruhan atau sebagian, keduanya dianggap tidak
mengumpulkan tugas.
Yogyakarta, 17 September 2018
Andi Rifai N.
Beauty Octavia M.
Ifa Najiyati
Yana Yulyana
iii
Daftar Isi
Contents Halaman Judul ....................................................................................................................................... i
PERNYATAAN ..................................................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................................................... iii
1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................... 3
2. Tujuan dan Manfaat ..................................................................................................................... 3
2.1 Tujuan .................................................................................................................................... 3
2.2 Manfaat .................................................................................................................................. 3
3. Landasan Teori dan Kerangka Konsep .................................................................................... 4
3.1 Telaah Pustaka ..................................................................................................................... 4
3.2 Landasan Teori ..................................................................................................................... 8
4. Hipotesis dan Pertanyaan Penelitian ........................................................................................ 9
4.1 Hipotesis ................................................................................................................................ 9
4.2 Pertanyaan Penelitian ....................................................................................................... 10
5. Rancangan Penelitian Kuantitatif ............................................................................................. 10
6. Rancangan Penelitian Kualitatif ............................................................................................... 11
7. Lokasi dan Populasi ................................................................................................................... 11
8. Sampel Penelitian Kuantitatif.................................................................................................... 12
9. Samplel Penelitian Kualitatif ..................................................................................................... 12
10. Pelaksanaan Program ........................................................................................................... 12
10.1 Reviu dan Adjustment Program ....................................................................................... 12
10.2 Pelaksanaan Program ....................................................................................................... 13
10.3 Evaluasi Program ............................................................................................................... 16
iv
11. Hasil dan Pembahasan ......................................................................................................... 17
11.1 Hasil ...................................................................................................................................... 17
11.2 Pembahasan ....................................................................................................................... 26
12. Kesimpulan dan Saran .......................................................................................................... 30
12.1 Kesimpulan .......................................................................................................................... 30
12.2 Saran .................................................................................................................................... 30
LAMPIRAN .......................................................................................................................................... 33
1
LAPORAN EVALUASI PROGRAM PROMOSI KESEHATAN
“SEKOLAH KADER PROTECTOR JATEN”
1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah
1.1 Latar Belakang
Dusun Jaten merupakan salah satu padukuhan yang termasuk dalam
administrasi wilayah Desa Sendangadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman.
Mata pencaharian penduduk Jaten terbanyak sebagai karyawan swasta,
diikuti petani dan peternak. Berdasarkan data padukuhan (2017), jumlah
penduduk Dusun Jaten sebanyak 868 orang, dengan 412 orang laki-laki dan
456 orang perempuan. Sebagian besar penduduk Jaten berada pada rentang
usia 15 hingga 56 tahun, yaitu sebanyak 531 orang. Jumlah remaja yang
tinggal di Dusun Jaten sekitar 80 orang.
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju
masa dewasa. Remaja dimulai dari pubertas dan berakhir ketika individu
tersebut memiliki kedewasaan, kewajiban, dan pengakuan dari keluarga,
hukum, masyarakat, dan lainnya (Efendi dan Makhfudi, 2009). Berdasarkan
World Health Organization (WHO), remaja adalah penduduk berusia 10
hingga 19 tahun. Peraturan Kesehatan Republik Indonesia mendefinisikan
remaja sebagai penduduk berusia 10 hingga 18 tahun. Rentang usia remaja
berdasarkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBK) yaitu
berusia 10 hingga 24 tahun dan belum menikah.
Remaja menjadi kelompok yang rentan, karena remaja masih berada
dalam fase perkembangan dan mulai mencari kebebasan dari pantauan
orang tua. Masa remaja menjadi waktu untuk mengembangkan pengetahuan
dan keterampilan, belajar untuk mengatur emosi dan hubungan sosial dengan
orang lain (WHO, 2018). Remaja memiliki beberapa karakteristik seperti
adanya perasaan rendah diri, emosi yang labil, sikap menentang orang
dewasa, dan keinginan yang besar untuk mencoba hal-hal baru karena masa
remaja berada pada masa pencarian jati diri. Apabila remaja berada pada
lingkungan yang tidak baik, dapat berdampak pada sikap dan perilaku yang
menyimpang (Gunarsa, 2008; Mutiara dan Rosyida, 2017). Masa remaja tidak
hanya terjadi perubahan secara biologis, namun juga perubahan psikologis.
Perubahan pada masa remaja memiliki konsekuensi kesehatan yang dapat
berdampak selama masa hidup individu tersebut (WHO, 2018).
2
Remaja di Dusun Jaten sudah memiliki perkumpulan tersendiri dalam
organisasi karang taruna. Pertemuan rutin dilaksanakan setiap satu minggu
sekali pada jumat malam. Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan dengan
remaja mengenai pola hidup sehari-hari, didapatkan bahwa lebih dari 50%
remaja di Dusun Jaten adalah perokok aktif. Remaja juga merokok saat
kegiatan pertemuan rutin. Selain itu, remaja menyatakan bahwa mereka
kurang mengonsumsi sayur dan buah. Kedua perilaku tersebut merupakan
faktor risiko terjadinya penyakit tidak menular (PTM).
Kejadian PTM di Dusun Jaten terbilang tinggi, terutama hipertensi.
Berdasarkan data Community and Family Health Care (CFHC) FKKMK UGM
tahun 2018 menunjukkan bahwa sebanyak 32,6% keluarga di Jaten memiliki
anggota keluarga yang menderita hipertensi. Upaya pengendalian PTM
dilakukan dengan pembentukkan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM.
Dusun Jaten telah mengadakan Posbindu pertama kali pada tanggal 21 April
2018. Berdasarkan data kunjungan pertama Posbindu, didapatkan bahwa
hanya terdapat 5 orang remaja dari 38 orang yang mendatangi posbindu. Hal
ini disebabkan karena kesadaran yang rendah, remaja merasa sehat
sehingga tidak perlu untuk memeriksakan kesehatannya. Selain itu, kegiatan
posbindu diadakan di hari sabtu. Terdapat beberapa remaja yang bekerja dan
masih bersekolah.
Sebagian besar remaja mengalami hambatan dalam mengakses
pelayanan kesehatan. Biasanya, jumlah remaja yang mengakses fasilitas
kesehatan lebih sedikit dibandingkan dengan jenis usia lainnya. Salah satu
cara efektif untuk meningkatkan partisipasi remaja dalam mengakses fasilitas
kesehatan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan yaitu dengan
mendekatkan akses pelayanan kesehatan ke tempat yang mudah dan sering
dijangkau oleh remaja (Dawson, dkk., 2018).
Berdasarkan uraian diatas kami merancang sebuah program yang
melibatkan remaja secara aktif dalam melaksanakan pelayanan kesehatan
untuk meningkatkan partisipasi remaja dalam mengakses fasilitas kesehatan
di Dusun Jaten melalui Program Deteksi Dini dan Cegah Penyakit oleh
Remaja Jaten (Protector Jaten). “Protector Jaten” atau Program Deteksi Dini
dan Cegah Penyakit oleh Remaja Jaten merupakan bentuk dari posbindu
PTM. Posbindu PTM menjadi Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat
(UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama
remaja (Kementerian Kesehatan, 2018).
3
Pembentukan Protector Jaten diawali dengan melakukan sosialisasi terkait
permasalahan-permasalahan yang sering terjadi dikalangan remaja kemudian
dilanjutkan dengan pembentukan kader remaja. Protector Jaten akan
dilaksanakan dengan menyesuaikan jadwal kegiatan remaja, sehingga
diharapkan dapat memberikan kemudahan untuk remaja dalam memperoleh
pelayanan kesehatan. Selanjutnya para kader remaja dibekali pengetahuan
dan keterampilan guna melaksanakan pelayanan kesehatan kepada para
remaja yang ada didusun Jaten melalui Sekolah Kader. Protector Jaten
dibentuk melalui sekolah kader dengan melatih kader remaja sehingga
remaja dapat mandiri mampu melakukan upaya promotif dan preventif.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut didapatkan rumusan masalah yaitu
a. Bagaimana reaksi kader remaja terhadap Sekolah Kader?
b. Bagaimana pengaruh Sekolah Kader terhadap pengetahuan dan
keterampilan kader remaja?
2. Tujuan dan Manfaat
2.1 Tujuan
Tujuan Umum
Mencegah penyakit tidak menular dengan mengendalikan faktor risiko PTM
melalui kegiatan deteksi dini dan pemantauan faktor risiko yang dilakukan oleh
remaja.
Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan kader remaja mengenai deteksi dini penyakit
pada remaja.
b. Meningkatkan keterampilan kader remaja dalam melakukan deteksi dini
penyakit.
2.2 Manfaat
Manfaat bagi kader remaja
a. Remaja mendapatkan pengetahuan dan keterampilan dalam upaya
meningkatkan kesehatan.
b. Remaja dapat melaksanakan program Posbindu secara mandiri dan
berkelanjutan.
4
c. Akses pelayanan kesehatan dasar pada remaja menjadi lebih dekat dan
lebih mudah.
Manfaat bagi petugas kesehatan
a. Mendapatkan data mengenai faktor risiko dan screening PTM secara
berkala.
b. Membantu meningkatkan cakupan kunjungan remaja ke posbindu.
Manfaat bagi masyarakat Dusun Jaten, Desa Sendangadi
a. Membantu keluarga dan masyarakat dalam membentuk generasi yang
mampu berperilaku dan memiliki keterampilan hidup sehat.
3. Landasan Teori dan Kerangka Konsep
3.1 Telaah Pustaka
1) Posbindu PTM
a. Pengertian Posbindu
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS), angka
kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak menular (PTM) tahun
2007 sebesar 59,5%. Hal tersebut mengalami peningkatan dari tahun
1995 yang mencapai 41,7%. PTM yang banyak ditemukan pada
masyarakat Indonesia seperti diabetes melitus (DM), kanker, penyakit
jantung dan pembuluh darah (PJPD), penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK), gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan
(Kemenkes R, 2012).
Salah satu usaha untuk mengendalikan kasus PTM adalah melalui
Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM. Posbindu PTM merupakan
berbagai upaya promotif dan preventif serta pola rujukannya yang
melibatkan peran serta masyarakat dalam mendeteksi, memantau
faktor resiko PTM dan melakukan konseling kesehatan terkait faktor
resiko PTM yang ditemukan serta merujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan dasar apabila diperlukan. Faktor resiko PTM meliputi
merokok, konsumsi minuman beralkohol, pola makan tidak sehat,
kurang aktifitas fisik, obesitas, stress, hipertensi (tekanan darah
tinggi), hiperglikemi (gula darah tinggi), hiperkolesterol (kolesterol
5
tinggi). Posbindu PTM dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan
periodic (Kemenkes R, 2012). (Kemenkes R, 2012).
b. Tujuan Posbindu
Posbindu PTM bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan
masyarakat dalam pencegahan dan deteksi dini faktor resiko PTM pada
kelompok sasaran posbindu (Kemenkes R, 2012).
c. Sasaran Posbindu
Sasaran utama dalam Posbindu PTM adalah kelompok masyarakat
berusia 15 tahun keatas yang sehat, beresiko, dan yang terkena PTM
(Kemenkes R, 2012).
d. Peran Kader
Setelah dilakukan pelatihan kepada kader posbindu, kemudian
ditentukan kader yang bertanggung jawab sebagai penggerak,
pemantau, konselor/edukator dan pencatat (Kemenkes R, 2012).
Tugas yang dilakukan oleh Kader
Tahap Persiapan:
a. Menentukan jadwal pelaksanaan posbindu sesuai hasil
kesepatakan bersama.
b. Mempersiapkan tempat dan peralatan yang diperlukan
c. Melakukan sosialisasi mengeni waktu dan tempat pelaksanaan
posbindu
Tahap Pelaksanaan:
a. Memberikan pelayanan dengan sistem 5 meja atau sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
b. Melakukan aktifitas bersama seperti olahraga, demo masak,
penyuluhan, konseling, sarasehan atau pelatihan untuk
meningkatan keterampilan para anggota.
Tahap Evaluasi
a. Menilai kehadiran peserta dan kader posbindu
b. Melakukan pencatatan mengenai pelaksanaan posbindu
c. Melakukan identifikasi mengenai masalah yang ada di masyarakat
d. Melakukan pencatatan hasil penyelesaian masalah
6
e. Melakukan tindak lanjut berupa kunjungan rumah apabila
diperlukan
f. Berkonsultasi dengan Pembina posbindu PTM (puskesmas) terkait
pelaksanaan posbindu (Kemenkes R, 2012).
e. Sistem Lima Meja
Posbindu PTM dilaksanakan dengan 5 tahapan layanan yang disebut
dengan sistem 5 meja, meliputi:
1. MEJA 1: Registrasi dan Administrasi
Kader bertugas mengisi daftar hadir untuk seluruh individu yang
hadir, memberikan nomor urut dan Kartu Menuju Sehat Faktor
Risiko Penyakit Tidak Menular (KMS FR PTM) bagi individu yang
baru pertama mengikuti posbindu serta mencatat ulang hasil
pengisian KMS FR PTM bagi individu yang telah selesai mengikuti
posbindu.
2. MEJA 2: Wawancara Faktor Resiko PTM
Tahapan layanan kedua dalam pelaksanaan posbindu adalah
wawancara sederhana yang dilakukan oleh kader untuk menggali
informasi mengenai faktor risiko PTM.
3. MEJA 3: Pengukuran TB, BB, IMT, dan Analisa Lemak Tubuh
Kader pada meja tiga bertugas melakukan pengukuran Tinggi
Badan (TB), Berat Badan (BB), Indeks Massa Tubuh (IMT) dan
analisa lemak tubuh dari hasil IMT dan lingkar perut.
4. MEJA 4: Pengukuran Tekanan darah, gula darah, kolesterol, asam
urat dilakukan oleh kader di meja ke empat.
5. MEJA 5: Konsultasi
Kader bertugas melakukan konseling pada meja lima berdasarkan
hasil wawancara mengenai faktor risiko PTM, pengukuran, dan
pemeriksaan (Kemenkes R, 2012).
2) Social Cognitive Theory (SCT)
Social Cognitive Theory (SCT) merupakan salah satu teori mengenai
perubahan perilaku dari Albert Bandura. Teori ini menekankan pada
interaksi antara orang dengan lingkungannya. Berdasarkan SCT, perilaku
manusia merupakan produk interaksi yang dinamis karena pengaruh
7
personal, perilaku dan lingkungan. Konsep SCT dibagi menjadi lima
kategori (Glanz, dkk., 2008):
a. Psycological determinants of behavior
Reciprocal determinism: Faktor lingkungan dan manusia saling
mempengaruhi. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi individu
atau kelompok, tetapi individu dan kelompok juga mampu
mempengaruhi lingkungannya. Perencanaan proteksi dan promosi
kesehatan dapat dilakukan dengan mengubah faktor lingkungan
yang mempengaruhi kesehatan dan perilaku.
Outcome expectations: Kepercayaan terhadap nilai dari konsekuensi
perilaku yang dipilih oleh individu
Self-efficacy: Keyakinan mengenai kapasitas individu untuk
melakukan suatu perilaku. Terdapat beberapa cara untuk dapat
meningkatkan self-efficacy, yaitu dengan meningkatkan tantangan,
menunjukkan orang lain bahwa orang lain menyukai individu tersebut
ketika individu tersebut dapat melakukan perilaku baru, merasa rileks
dan santai sebelum mencoba berperilaku baru, dan memberi tahu
orang lain bahwa individu tersebut dapat melakukannya atau dapat
berperilaku baru.
Collective efficacy: keyakinan tentang kemampuan suatu kelompok
untuk melakukan tindakan bersama yang membawa hasil yang
diinginkan.
b. Observational learning
Perilaku seseorang dapat dipengaruhi melalui peer modelling, dengan
belajar perilaku dari orang-orang di sekelilingnya atau pun dari media
yang dilihat.
c. Environmental determinants of behavior (Incentive motivation):
penggunaan hadiah dan hukuman untuk memodifikasi perilaku
seseorang.
d. Facilitation: menyediakan alat, sumber daya atau perubahan
lingkungan yang dapat mempermudah perubahan perilaku.
e. Self-regulation: Kemampuan mengontrol diri sendiri dengan
pemantauan diri sendiri, goal-setting, feedback, self-reward, dan
dukungan sosial.
8
f. Moral disengagement
Merupakan cara berpikir tentang bahaya sebuah perilaku dengan
mempertimbangkan kerugian yang akan didapatkan.
3.2 Landasan Teori
Berdasarkan Teori sosial kognitif, perilaku manusia dipengaruhi oleh
faktor personal, faktor lingkungan dan faktor perilaku. Teori tersebut
menyatakan bahwa lingkungan, ekspektasi, persepsi seseorang terhadap
lingkungannya, self-control, self-efficacy, coping emosi dan perilaku orang lain
dapat membentuk perilaku seseorang (Fertman dan Allensworth, 2010).
Faktor lingkungan dan manusia saling mempengaruhi. Faktor lingkungan
dapat mempengaruhi individu atau kelompok, tetapi individu dan kelompok
juga mampu mempengaruhi lingkungannya. Perencanaan proteksi dan
promosi kesehatan dapat dilakukan dengan mengubah faktor lingkungan
yang mempengaruhi kesehatan dan perilaku (Glanz, dkk., 2008). Oleh karena
itu, adanya kader remaja memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi perilaku
remaja di Jaten untuk rutin memeriksakan kesehatannya di Posbindu PTM.
Self-efficacy dari kader dapat memberikan keyakinan mengenai kapasitas
individu untuk melakukan suatu perilaku. Sekolah kader bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader, sehingga self-efficacy
kader meningkat dan kader akan semakin yakin dengan dirinya untuk mampu
melakukan deteksi dini dan memantau faktor risiko PTM pada teman-
temannya dalam kegiatan posbindu PTM.
Menurut Bandura (1986 sit. Glanz, dkk., 2008), Konsep teori sosial
kognitif dibagi menjadi lima kategori, yaitu determinan psikologis,
pengamatan, determinan lingkungan, self-regulation, dan moral
disengagement. Faktor lingkungan yang dapat menentukan perilaku individu
yaitu adanya dorongan motivasi dan fasilitasi atau adanya sumber daya yang
membuat indvidu lebih mudah melakukan suatu perilaku. Kegiatan sekolah
kader melibatkan berbagai pihak, seperti kader ibu-ibu, puskesmas, kepala
dukuh, bidan desa yang diharapkan mampu memotivasi dan membimbing
kader remaja untuk dapat rutin mengadakan posbindu PTM. Pengadaan
fasilitas berupa posbindu PTM yang mandiri, terpisah dari orang dewasa dan
lansia merupakan suatu cara untuk mempermudah akses remaja untuk
memeriksakan kesehatannya.
9
Kapasitas masyarakat mampu menjadi aset dan atribut atau
perlengkapan dalam masyarakat untuk menjalankan suatu program. Capacity
building diperlukan agar masyarakat mampu mandiri, tidak bergantung
kepada orang lain untuk mencari dukungan dalam memenuhi keinginan dan
kebutuhannya. Capacity building dapat dilakukan dengan mengembangkan
keterampilan dan kompetensi untuk berkontribusi dalam menejemen program
(Laverack, 2007). Pendidikan dan pelatihan dapat dilaksanakan sebagai
bentuk capacity building. Sesi edukasi mengenai deteksi dini dan screening
penyakit merupakan bagian kegiatan implementasi untuk meningkatkan
kapasitas melalui pendidikan kesehatan. Capacity building menjadi suatu
dukungan untuk keberlajutan program (Simmons, dkk., 2015). Capacity
building didasarkan pada penilaian terhadap pengetahuan dan keterampilan
partisipan (Liautaud, dkk., 2018).
3.3 Kerangka Konsep
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
4. Hipotesis dan Pertanyaan Penelitian
4.1 Hipotesis
Berdasarkan permasalahan, landasan teori dan kerangka konsep, hipotesis
pada penelitian ini yaitu:
Variabel Independent
Pelatihan kader remaja
melalui sekolah kader
Variabel Dependent
Pengetahuan dan
keterampilan kader remaja
Confounding Factors
Jenis Kelamin
Umur
Riwayat pendidikan
10
a. Terdapat pengaruh Sekolah Kader terhadap peningkatan pengetahuan
kader remaja.
b. Terdapat pengaruh Sekolah Kader terhadap peningkatan keterampilan
kader remaja.
4.2 Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana pendapat/kesan kader remaja terhadap Sekolah Kader?
b. Manfaat apa yang kader remaja dapatkan dari mengikuti Sekolah Kader?
c. Bagaimana efektivitas Sekolah Kader terhadap perubahan pengetahuan
kader remaja?
d. Bagaimana efektivitas Sekolah Kader terhadap perubahan keterampilan
kader remaja?
e. Menurut kader remaja, apa yang perlu diperbaiki dari kegiatan Sekolah
Kader?
5. Rancangan Penelitian Kuantitatif
Rancangan penelitian kuantitatif menggunakan rancangan pre-eksperimen,
yaitu dengan mengamati dan memberikan intervensi kepada satu kelompok
utama. Rancangan pre-eksperimen hanya mengamati satu kelompok intervensi,
tidak terdapat kelompok kontrol untuk diperbandingkan dengan kelompok
intervensi. Rancangan pre-eksperimen dilakukan dengan one-group pretest
posttest design (Creswell, 2014). Penelitian kuantitatif dilakukan untuk
mengevaluasi proses pelaksanaan program dan menilai dampak dari
pelaksanaan program menggunakan model kirkpatrick. Terdapat empat level
dalam model kirkpatrick, yaitu:
a. Level 1- Reaction (Reaksi)
Evaluasi reaksi dilakukan dengan memberikan kuesioner untuk mengukur
tingkat kepuasan sasaran dalam mengikuti Sekolah Kader seperti kualitas
pengajar, kualitas modul, kesesuaian materi. Evaluasi ini tidak mengukur
apa yang telah dipelajari oleh sasaran. Reaksi diukur menggunakan 5 skala
likert (1=Sangat tidak setuju hingga 5=sangat setuju).
b. Level 2- Learning (Pembelajaran)
Evaluasi pembelajaran digunakan untuk mengukur perubahan pengetahuan
dan keterampilan kader sebelum dan setelah intervensi. Penilaian
pengetahuan menggunakan lembar pertanyaan yang diberikan sebelum dan
11
sesudah intervensi. Lembar pretest dan posttest dianalis menggunakan uji
wilcoxon sign-rank. Keterampilan dinilai dengan observasi menggunakan
lembar checklist.
c. Level 3- Behavior (Perilaku)
Evaluasi perilaku dilakukan untuk menilai sejauh mana materi yang
diberikan saat pelatihan digunakan dalam pelaksanaan posbindu remaja.
Evaluasi perilaku dillaksanakan dengan mengamati pelaksanaan posbindu
remaja menggunakan lembar checklist. Evaluasi ini belum dapat
dilaksanakan disebabkan oleh posbindu remaja baru akan dilaksanakan
sekitar bulan oktober. Selain itu, biasanya perubahan perilaku berlangsung
3 hingga 6 bulan setelah pelatihan. Pelatihan baru dilaksanakan pada 8
september 2018.
d. Level 4 – Result (Hasil)
Pelaksanaan program Sekolah Kader bertujuan agar kader dapat
mengadakan pelaksanaan posbindu mandiri yang mengikuti waktu remaja,
sehingga partisipasi remaja untuk memeriksakan kesehatannya di posbindu
meningkat. Evaluasi hasil dilakukan dengan mengukur jumlah cakupan
kunjungan remaja ke posbindu dari waktu ke waktu. Evaluasi ini belum
dapat dilaksanakan karena posbindu remaja belum dapat dilaksanakan.
6. Rancangan Penelitian Kualitatif
Rancangan penelitian kualitatif dilakukan dengan wawancara semi struktural
terhadap kader remaja. Sebanyak lima orang kader remaja yang dipilih secara
acak digali pendapatnya mengenai kesan, manfaat dan saran dari kegiatan
Sekolah Kader. Validitas data dilakukan melalui peer debriefing untuk
meningkatkan keakuratan hasil (Creswell, 2014). Peer debriefing dilakukan antar
anggota kelompok Jaten.
7. Lokasi dan Populasi
Lokasi penelitian di Dusun Jaten, Desa Sendangadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten
Sleman. Pertimbangan pemilihan lokasi yaitu:
a. Cakupan remaja saat pelaksanaan Posbindu di Dusun Jaten sangat rendah
b. Remaja memiliki perkumpulan pemuda yang sangat aktif sehingga dapat
dijadikan sebagai modal sosial
12
Populasi yang dilibatkan dalam program adalah remaja di Dusun Jaten dengan
kriteria inklusi:
a. Berusia minimal 15 tahun
b. Anggota dari perkumpulan pemuda Dusun Jaten
c. Bersedia menjadi kader posbindu remaja
8. Sampel Penelitian Kuantitatif
Sampel penelitian kuantitatif adalah seluruh remaja yang bersedia menjadi kader
dan mengikuti sekolah kader.
9. Samplel Penelitian Kualitatif
Sampel penelitian kualitatif adalah 5 orang kader remaja yang dipilih secara acak.
10. Pelaksanaan Program
10.1 Reviu dan Adjustment Program
Reviu dan Adjustment program merupakan proses peninjauan kembali
untuk melihat kesesuaian rencana program yang akan diimplementasikan
dengan kondisi masyarakat terkini untuk mengetahui apakah ada perubahan
yang dapat mempengaruhi penerimaan program ataupun mempengaruhi
pencapaian tujuan program sehingga rencana program dapat disesuaikan
dengan kondisi masyarakat. Reviu dan Adjustment program penting untuk
dilakukan terutama ketika jangka waktu perencanaan dan pelaksanaan
program memiliki rentang yang cukup panjang ataupun ketika ada individu
baru yang terlibat dalam perencanaan program (Dignan&Carr, 1992).
Reviu dan Adjustment program dilakukan dengan berdiskusi bersama
masyarakat terutama para kader remaja mengenai waktu pelaksanaan
kegiatan. Pada awal perencanaan sekolah kader direncakan akan
dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus, namun karna pada bulan tersebut
masyarakat khususnya para pemuda sedang sibuk mempersiapkan
kegiatan hari kemerdekaan dan kegiatan hari raya idul adha serta kegiatan
masyarakat lainnya sehingga waktu pelaksanaan sekolah kader
disesuaikan dengan kondisi masyarakat yakni dilaksanakan pada bulan
September-Oktober. Selain itu reviu program juga dilakukan dengan
berkoordinasi bersama Tim Pengabmas Jaten untuk menyesuaikan materi
serta teknis pelaksanaan sekolah kader. Pada awal perencanaan materi
13
yang akan disampaikan meliputi teknis pelaksanaan posbindu sistem 5
meja dan teknik komunikasi sebagai dasar para kader memberikan
konseling namun setelah berkordinasi materi yang akan disampaikan
ditambah mengenai pencatatan dan pelaporan serta adanya kunjungan
studi banding ke posbindu yang berada di bantul. Peningkatan partisipasi
kunjungan remaja pada kegiatan posbindu sebagai dampak yang
diharapkan dari Protector Jaten juga belum dapat dievaluasi karna
menyesuaikan dengan pelaksanaan perkumpulan rutin para remaja jaten
yang saat ini sedang vakum karena masa transisi pergantian
kepengurusan.
10.2 Pelaksanaan Program
Tahap persiapan program
Penetapan masalah dan sasaran ditentukan berdasarkan hasil
analisis komunitas yang dilakukan dengan diskusi dengan kepala
dukuh, ketua kader posbindu, bidan desa, ketua UKBM dari pihak
puskesmas, perkumpulan ibu PKK, beberapa pemuda dan tokoh
masyarakat. Hasil analisis komunitas didapatkan bahwa penyakit tidak
menular menjadi permasalahan di Dusun Jaten.
Pihak puskesmas melakukan evaluasi kebijakan kawasan tanpa
rokok yang telah diterapkan dari setahun yang lalu. Evaluasi diadakan
tanggal 25 april 2018, yang dihadiri pula oleh ketua pemuda Dusun
Jaten. Berdasarkan evaluasi, ditemukan bahwa banyak remaja merokok
saat pertemuan. Dan kelompok remaja masih belum tersentuh
informasi-informasi kesehatan seperti sosialisasi KTR, PTM dan
Posbindu
Pertemuan dengan pemuda dilaksanakan pada tanggal 14 mei dan
19 mei 2018. Pertemuan tanggal 14 mei 2018 dilaksanakan sebagai
perkenalan dan tatap muka pertama, serta penjelasan kembali
permasalahan di Dusun Jaten dan rencana pembentukan kader remaja
sebagai upaya penyelesaian masalah yang telah direncanakan
bersama melalui grup whatsApp. Pertemuan selanjutnya, tanggal 19
mei 2018 dilaksanakan terkait diskusi pelaksanaan kegiatan sekolah
kader.
Kegiatan sekolah kader akan dilaksanakan sebanyak tiga kali. Tahap
persiapan kegiatan sekolah kader yang pertama berupa koordinasi
14
dengan Tim Pengabdian Masyarakat FKKMK UGM dalam penyusunan
modul, waktu pelaksanaan kegiatan dan menentukan pemateri pada
saat kegiatan Sekolah Kader dilakukan. Setelah itu dilakukan
pembuatan soal pretest dan posttest yang akan digunakan untuk
penilaian pengetahuan dari sasaran serta lembar penilaian
keterampilan untuk menilai keterampilan sasaran dalam melakukan
pemeriksaan kesehatan. Program sekolah kader dilaksanakan dengan
meminta izin terlebih dahulu kepada Kepala Dukuh, Kepala Kader dan
pihak Puskesmas mengenai peminjaman tempat dan waktu
pelaksanaan.
Media yang digunakan sebagai sarana edukasi oleh kader remaja
berupa poster dan filler. Filler yang dibuat berupa animasi mengenai
perilaku CERDIK. Kedua media tersebut sebelum disebarkan kepada
masyarakat diuji cobakan terlebih dahulu kepada kader remaja. Uji coba
berupa penyamaan persepsi mengenai pemahaman isi poster dan filler
dan meminta masukan dari kader terkait bentuk visual dari poster dan
filler. Filler kemudian diubah sesuai dengan saran dari kader remaja.
Selain filler dalam bentuk animasi, kader remaja juga membuat filler
yang diperankan oleh mereka sendiri. Diskusi dilakukan untuk
menentukan konsep filler. Pembuatan script, pengambilan video dan
editing video juga dilakukan oleh kader remaja.
Tahap pelaksanaan penelitian
Protector Jaten diawali dengan sosialisasi oleh pihak puskesmas
pada tanggal 26 mei 2018. Sasaran kegiatan ini adalah seluruh remaja
di Dusun Jaten. Sebanyak 27 orang remaja mengikuti kegiatan
sosialisasi mengenai permasalahan yang terdapat di remaja. Setelah
kegiatan sosialisasi dilakukan perekrutan kader. Sebelum kegiatan
sosialisasi, remaja yang bersedia menjadi kader hanya 6 orang.
Namun, dengan dilaksanakannya sosialisasi jumlah remaja yang
bersedia menjadi kader menjadi 11 orang.
Tanggal 19 Agustus 2018 diadakan kampanye gerakan masyarakat
sehat sebagai salah satu puncak acara kemerdekaan. Kegiatan yang
dilaksanakan saat kampanye gerakan masyarakat sehat berupa jalan
sehat, kampanye konsumsi buah, pemeriksaan kesehatan, dan lomba
memasak makanan sehat. Kegiatan tersebut dilakukan bersama Tim
Pengabdian Masyarakat dari FKKMK UGM, mahasiswa CFHC dan
15
bekerja sama dengan RS Akademik UGM. Mahasiswa CFHC bertugas
melakukan pemeriksaan kesehatan. Staf bagian gizi menjadi juri dalam
lomba masak makanan sehat. Penyebaran kuesioner mengenai
pengetahuan terhadap penyakit tidak menular juga dilakukan kepada
masyarakat yang berusia 15 tahun ke atas.
Program Sekolah Kader yang telah dilaksanakan pada tanggal 8
September 2018 di kediaman kepala dukuh dari pukul 9.00 WIB hingga
pukul 12.00 WIB. Sekolah kader dihadiri oleh 26 kader yang terdiri dari
11 kader remaja dan 15 kader ibu-ibu. Kader remaja yang bersedia
menjadi kader sebanyak 14 orang, namun 3 kader remaja berhalangan
hadir saat pelatihan. Kader remaja berperan sebagai sasaran utama
dalam upaya pembentukan Posbindu remaja. Kader ibu-ibu berperan
sebagai pengawas dan pembimbing kader remaja saat pelaksanaan
posbindu remaja yang terpisah. Sasaran diminta untuk mengerjakan
soal pretest setelah melakukan registrasi. Pretest diberikan kepada
kader untuk mengetahui pengetahuan awal para kader, Modul sekolah
kader dan leaflet mengenai pentingnya berhenti merokok dibagikan
kepada kader sebelum materi dimulai.
Materi yang diberikan mengenai pengukuran tinggi badan, berat
badan Indeks Massa Tubuh (IMT), lemak tubuh, pengukuran tekanan
darah dan pengukuran gula darah. Materi pengukuran tinggi badan,
berat badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), lemak tubuh, dan pengukuran
tekanan darah diberikan oleh mahasiswa minat Perilaku dan Promosi
Kesehatan. Materi tersebut telah dikonsultasikan terlebih dahulu kepada
dosen Ilmu Keperawatan UGM. Materi selanjutnya mengenai
pengukuran gula darah, asam urat dan kolesterol serta faktor risiko
PTM yang disampaikan oleh dosen keperawatan UGM. Pemberian
materi dibarengi dengan mempraktekkan cara yang benar untuk
masing-masing pengukuran. Kegitan Sekolah Kader diakhiri dengan
dengan pengucapan komitmen bersama oleh semua kader dan
dilanjutkan dengan penandatanganan bersama komitmen tersebut.
Posbindu pertama setelah pelaksanaan Sekolah Kader dilaksanakan
pada tanggal 22 September 2019. Pendampingan dilakukan untuk
melihat peran kader remaja dalam posbindu dan memastikan
pengecekan kesehatan sesuai dengan prosedur pemeriksaan. Kader
remaja yang dapat hadir sebanyak 8 orang. Setiap meja terdapat kader
16
remaja dan kader ibu-ibu, sehingga kader remaja dapat belajar
mempraktikan pelaksanaan sistem lima meja dengan didampingi kader
ibu-ibu.. Kegiatan pendampingan juga dihadiri oleh pihak puskesmas
dan Pak Sri, salah satu ketua RT yang bekerja di Dinas Kesehatan.
10.3 Evaluasi Program
Evaluasi program perlu dilakukan pada setiap program promosi
kesehatan. Evaluasi bertujuan untuk menilai ketercapaian suatu program
dan mengidentifikasi kekurangan dari program sehingga program tersebut
dapat diperbaiki dan dikembangkan dalam upaya untuk menyelesaikan
suatu masalah yang ada di masyarakat. Evaluasi merupakan suatu proses
berkelanjutan yang dimulai ketika program disusun dan dilakukan oleh
seluruh pemangku kepentingan (Fertman & Allensworth, 2010).
Evaluasi program dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode,
yakni melalui metode kuantitatif, kualitatif dan mixed method. Evaluasi
menggunakan metode kuantitatif dilakukan untuk menilai kemajuan program
berdasarkan pada kriteria yang dapat diukur (Dignan dan Carr, 1992).
Instrumen yang dapat digunakan saat menggunakan metode ini antara lain
dengan menggunakan lembar checklist, soal pre-test dan posttest (Fertman
& Allensworth, 2010). Evaluasi menggunakan metode kualitatif digunakan
untuk menilai proses dan pengalaman sasaran dalam pelaksanaan program
(Dignan dan Carr, 1992). Pelaksanaan evaluasi dengan metode ini adalah
dengan cara wawancara, observasi, maupun Focus Group Discussion
(FGD). Instrumen yang diperlukan adalah panduan wawancara yang berisi
pertanyaan apa saja yang akan ditanyakan kepada sasaran (Fertman &
Allensworth, 2010). Evaluasi menggunakan metode mixed method dilakukan
dengan menggabungkan metode kualitatif dan kuantitatif yang didasarkan
pada pertanyaan dan tujuan evaluasi program (Fertman & Allensworth,
2010).
Evaluasi dalam program Sekolah Kader dilakukan dengan
menggunakan metode mixed method untuk mencapai tujuan evaluasi.
Evaluasi kuantitatif dalam program Sekolah Kader dilakukan dengan
menggunakan lembar pretest dan posttest untuk menilai tingkat
pengetahuan kader sebelum dan setelah materi disampaikan. Lembar
evaluasi memuat pula daftar pertanyaan mengenai karakteristik partisipan
seperti jenis kelamin, usia, dan pendidikan terakhir atau yang sedang
17
ditempuh. Posttest diberikan tanggal 13 September 2018 melalui google
forms bersamaan dengan penilaian kader terhadap program untuk melihat
reaksi kader remaja. Selain itu juga digunakan lembar penilaian
keterampilan berupa checklist yang digunakan untuk menilai keterampilan
kader. Penilaian keterampilan dilakukan pada tanggal 22 September 2018.
Evaluasi kualitatif dalam program Sekolah Kader dilakukan dengan
melakukan wawancara semi struktural mengenai kesan terhadap program,
manfaat yang dirasakan, kritik dan saran untuk perbaikan program. Evaluasi
kualitatif dilaksanakan tanggal 14 September 2018 dengan wawancara
terhadap lima kader.
11. Hasil dan Pembahasan
11.1 Hasil
a. Hasil Kuantitatif
Hasil analisis data yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Karakteristik kader remaja Padukuhan Jaten
Karakteristik peserta Sekolah Kader didasarkan atas jenis kelamin,
usia, dan pendidikan.
Variabel N %
Total partisipan 11
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-Laki
7
4
63,6
36,4
Pendidikan
SMA
D1/D2/D3
S1
3
2
6
27,3
18,2
54,5
Usia
16-18
19-21
22-24
>25
3
3
4
1
27,3
27,3
36,4
9,0
Tabel 1. Karakteristik Kader Remaja Padukuhan Jaten
18
Tabel 1 menunjukkan bahwa peserta pelatihan sekolah kader
didominasi oleh jenis kelamin perempuan (63,6%) dari keseluruhan
jumlah peserta yang hadir. Pendidikan terakhir peserta pelatihan adalah
sarjana (54,5%) dan rentang usia kader terbanyak (36,4%) adalah 22
hingga 24 tahun.
2) Reaksi Terhadap program
Penilaian Kesesuaian kegiatan pelaihan dengan harapan kader.
Pernyataan bahwa pelatihan yang diberikan memberikan manfaat.
19
Pernyataan bahwa pelatihan yang diberikan sesuai tugas mereka
sebagai kader.
Pernyataan bahwa materi yang diberikan pemateri mudah
dipahami.
20
Pernyataan bahwa kader merasa modul sekolah kader akan
membantu dalam menjalankan tugas mereka sebagai kader
posbindu.
Pernyataan akan menggunakan Modul Sekolah Kader dalam
pelaksanaan Posbindu.
21
3) Evaluasi tingkat pengetahuan kader
Hasil pretest dan posttest tiap kader remaja
Rata-rata pretest dan posttest
posttest 11 8.572727 1.284594 6 10
Variable Obs Mean Std. Dev. Min Max
. sum posttest
Pretest 11 6.463636 1.356667 4.6 8
Variable Obs Mean Std. Dev. Min Max
. sum Pretest
Berdasarkan tabel tersebut, rata-rata nilai pretest yaitu 6,5 (nilai
minimal=4,6 dan maksimal=8) dan rata-rata posttest 8,6 (nilai minimal 6
dan nilai maksimal 10).
22
Uji normalitas
posttest 11 0.91692 1.345 0.542 0.29381
Variable Obs W V z Prob>z
Shapiro-Wilk W test for normal data
. swilk posttest
Pretest 11 0.98874 0.182 -2.643 0.99589
Variable Obs W V z Prob>z
Shapiro-Wilk W test for normal data
. swilk Pretest
Nilai p>z pada pretest adalah 0,99 (>0,50) sehingga data
terdistribusi normal, sedangkan nilai p>z pada posttest adalah
0,29 maka data tidak terdistribusi normal. Apabila data tidak
terdistribusi normal uji paired T-test tidak dapat dilakukan, dan
diganti uji non parametrik yaitu uji wilcoxon signed-rank test.
Hasil wilcoxon signed-rank test
Prob > |z| = 0.0032
z = -2.946
Ho: Pretest = posttest
adjusted variance 125.50
adjustment for zeros 0.00
adjustment for ties -1.00
unadjusted variance 126.50
all 11 66 66
zero 0 0 0
negative 11 66 33
positive 0 0 33
sign obs sum ranks expected
Wilcoxon signed-rank test
. signrank Pretest= posttest
23
Berdasarkan hasil perhitungan wilcoxon signed-rank test, nilai z
yang didapatkan sebesar -2,946 dengan p value (prob>z) sebesar
0,0032 (<0,05) maka H1 diterima, sehingga disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan bermakna antara pretest dan posttest.
4) Evaluasi keterampilan kader
Materi yang diberikan pada saat sekolah kader mencakup cara
pengukuran tinggi badan, berat badan, Indeks Massa Tubuh (IMT),
tekanan darah, dan pemeriksaan kadar gula darah. Evaluasi
keterampilan kader dilakukan dengan menilai praktik masing-masing
pemeriksaan kesehatan untuk sebelum dan setelah pelatihan
menggunakan lembar checklist.
Dua orang kader remaja diminta untuk mempraktikkan tata cara
pengukuran tinggi badan dan berat badan sesuai apa yang mereka
ketahui. Hasil observasi sebelum pelatihan berdasarkan lembar
checklist menunjukkan kader remaja masih kurang sesuai dalam
melakukan pemeriksaan tersebut. Hal yang kurang sesuai misalnya
pada saat pengukuran tinggi badan kader melihat skala hasil dari
samping klien yang seharusnya lurus dari depan klien. Selanjutnya
pada pengukuran berat badan, klien masih diperbolehkan untuk
menunduk ke bawah dan melihat skala hasil, padahal hal tersebut
menyebabkan hasil yang didapatkan kurang akurat. Dua minggu
setelah pelatihan dilakukan, diadakan Posbindu di Dusun Jaten.
Para kader remaja diminta untuk membantu dalam pelaksanaan
kegiatan tersebut serta dilakukan penilaian keterampilan untuk
mengetahui dampak pelatihan yang telah diberikan saat Sekolah
Kader. Berdasarkan hasil observasi, didapatkan bahwa kader
menjadi lebih memahami setiap prinsip dalam pengukuran tinggi
badan dan berat badan sehingga kader dapat mempraktikannya
dengan baik dan benar sesuai dengan lembar checklist. Hal ini
ditunjukkan dengan pembagian tugas kader yang memiliki postur
tubuh lebih tinggi ditempatkan dibagian pengukuran tinggi badan
sehingga dapat melihat skala pengukuran sejajar dengan skala yang
tertera di mikrotoise, kemudian kader sudah mampu untuk
memberikan arahan bahwa pada saat melakukan pengukuran berat
badan klien tidak boleh menunduk.
24
Materi dan praktik pengukuran tekanan darah secara manual juga
diajarkan kepada kader remaja. Kader mengaku belum pernah
menerima materi mengenai pengukuran tersebut sehingga mereka
belum dapat mempraktikkannya, sehingga pemateri langsung
memberikan materi mengenai cara melakukan pengukuran tekanan
darah secara manual. Perwakilan kader remaja diminta untuk
mempraktikkan pengukuran tekanan darah secara manual setelah
penyampaian materi selesai dan diobservasi. Hasil observasi
menunjukkan bahwa kader dapat mengukur tekanan darah secara
manual walaupun masih mengalami kesulitan untuk mendengarkan
suara systole dan diastole, sehingga masih diperlukan banyak
latihan. Saat kegiatan Posbindu yang dilaksanakan dua minggu
setelah pelatihan, kader terlihat sudah lebih cekatan dalam
melaksanakan pemeriksaan tekanan darah secara manual,
meskipun masih sedikit kesulitan mendengarkan bunyi systole.
Materi terakhir yang diberikan adalah mengenai pengukuran
kadar glukosa darah, asam urat dan kolesterol. Sebelum materi
diberikan, kader mengaku belum mengetahui dan belum pernah
mempraktikkan pengukuran tersebut. Sehingga pada saat sekolah
kader, disampaikan materi mengenai pemeriksaan beserta cara
membaca hasil pemeriksaan. Evaluasi keterampilan pemeriksaan
glukosa, asam urat dan kolesterol juga dilakukan pada saat kegiatan
Posbindu yang dilaksanakan dua minggu setelahnya. Awalnya kader
remaja masih terlihat takut saat akan melakukan pemeriksaan.
Namun berkat dukungan dan bimbingan kader ibu-ibu yang berada
di Dusun Jaten, beberapa perwakilan kader remaja telah mampu
melaksanakan pengukuran kadar gula darah, asam urat, dan
kolesterol.
b. Hasil Evaluasi Kualitatif
Evaluasi kualitatif dilakukan dengan wawancara semi struktural untuk
menggali dampak yang dirasakan sasaran berupa pendapat atau
kesan, manfaat dan saran untuk perbaikan terhadap program.
Berdasarkan hasil wawancara, kesan terhadap Sekolah Kader yaitu
Sekolah Kader memberikan manfaat bagi kader remaja. Kader merasa
25
menjadi tahu cara mencegah penyakit pada dirinya dan orang lain
melalui pemeriksaan di Posbindu PTM.
“Kalau dari saya sendiri... Emang sih kalau dari kepemudaan itu... ya
istilahnya merasa masih muda. Kalau masalah kesehatan itu kurang...
kurang begitu peduli gitu mbak. Banyak sih pemuda yang merokok,
kalau minum-minum sih ada tapi segelintir. Terus kalau pelatihan
kemarin kan cara pemeriksaan ya ada tata caranya juga, jadi tahu
bagaimana sih harus menjaga kondisi tubuh saya dan dapat menjaga
orang lain dengan cek cek dan kita juga bisa ngasih saran buat orang
lain yang nanti dapat dilakukan di Posbindu gitu”
Kader menyatakan bahwa manfaat yang didapatkan dari Sekolah
Kader yaitu memberikan dan menambah ilmu pengetahuan dan
keterampilan. kader merasa kegiatan Sekolah Kader remaja dapat
membantu remaja memiliki modal untuk berpartisipasi dalam menjaga
dan meningkatkan kesehatan remaja di Jaten melalui kegiatan
posbindu remaja.
“Kalau manfaat yang pertama ya jelas ilmu ya mbak... Jujur kalau
kegiatan kayak kemarin itu belum pernah sama sekali, dari dulu.
Mungkin kalau ada tentang cek cek kesehatan itu buat warga yang
bukan pemuda, gitu...”
“Menambah wawasan, apalagi untuk kaum muda sehingga mereka
dapat menjaga kesehatannya dan kita jadi bisa ikut berpartisipasi untuk
mengurangi risiko terkena penyakit”
“Jadi tambah tahu sih mbak. Apa itu penyakit tidak menular, cara
pencegahannya, cara kita menjaga diri dan lingkungannya kayak
gimana. Kalau aku sendiri kan sekolah kesehatan ya mbak. Sedikit-
sedikit tahu. Tapi jadi tahu cara ngukur IMT, terus kalau nimbang yang
ditimbang itu jangan liat ke bawah sama jadi bisa tensi yang manual
sih”
Berdasarkan wawancara dengan kader, saran yang dinyatakan oleh
sebagian besar kader berupa diadakannya pelatihan kembali yang
fokus kepada praktek pengukuran dan pendampingan kepada kader
remaja.
26
“Sudah bagus pelaksanaannya... Cuma kurang praktik aja untuk yang
masih baru menjadi kader. Untuk kader baru, perlu pendampingan
khusus dalam hal praktik untuk cek tensi, gula darah dan sebagainya.
Selebihnya materi cukup jelas dan mudah dipahami untuk saya pribadi”
“Mungkin lebih ditekankan pada praktik langsung yaa.. karena teori
menguasai, belum tentu lancar saat praktik. Mungkin dengan cara satu
pemateri melatih 4 orang kader”
11.2 Pembahasan
Kader kesehatan adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh
masyarakat dan dilatih untuk menangani berbagai masalah kesehatan
perseorangan maupun masyarakat serta bekerja sama dengan tempat-
tempat pemberi layanan kesehatan (WHO, 1995). Kader remaja yang di
Padukuhan Jaten berjumlah 14 orang. Namun yang dapat mengikuti
kegiatan Sekolah Kader pertama berjumlah 11 orang, dimana 7 dari 11
orang (63,6 %) adalah perempuan. Usia termuda dari kader remaja adalah
16 tahun dan rentang usia terbanyak adalah pada usia 22-24 tahun yakni
berjumlah 4 orang. Status pendidikan dari kader remaja didominasi oleh
sarjana dan ada 3 orang yang masih duduk di bangku SMA. Hal ini sudah
memenuhi kriteria kader Posbindu PTM yang ditetapkan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia yakni kader Posbindu harus berpendidikan
minimal SLTA/SMA (Kemenkes RI, 2012). Selain itu, kader juga dituntut
untuk dapat membaca, menulis dan menghitung secara sederhana (WHO,
1995).
Berdasarkan teori Social Cognitive Theory, Perilaku manusia dipengaruhi
oleh faktor personal, lingkungan dan perilaku. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi perilaku manusia salah satunya motivasi (Glanz, dkk., 2008).
Kader berperan sebagai motivator atau penyuluh kesehatan yang
membantu para petugas kesehatan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat tetang perlunya hidup sehat. Selain itu kader juga bertugas
untuk memotivasi masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan
penyakit dengan menggunakan sarana kesehatan yang ada (Alhamda,
2015). Berdasarkan peran kader tersebut, kader harus dibina, dituntun, dan
didukung oleh para pembimbing yang lebih terampil dan berpengalaman.
Mereka harus mampu mengetahui mengenai kapan dan dimana mereka
dapat memperoleh petunjuk dan mereka harus mampu merujuk serta
27
mencari bantuan pengobatan untuk menangani kondisi yang tidak dapat
mereka tangani. Sehingga kader memerlukan sebuah pelatihan untuk
mendukung peran mereka dalam pelaksanaan sistem kesehatan (WHO,
1995). Pelatihan merupakan bentuk capacity building. Capacity building
diperlukan agar masyarakat mampu mandiri, tidak bergantung kepada orang
lain untuk mencari dukungan dalam memenuhi keinginan dan
kebutuhannya. Pelatihan dapat mengembangkan keterampilan dan
kompetensi untuk berkontribusi dalam menejemen program (Laverack,
2007).
Evaluasi dilakukan dengan model kirkpatrick. Evaluasi level 1 menilai
reaksi kader sebagai bentuk penilaian kepuasan kader terhadap program
Sekolah Kader. Penilaian kepuasan sasaran digunakan untuk mengukur
efektivitas program (Prevatt, dkk., 2018). Kepuasan sasaran menjadi salah
satu indikator kualitas program (Gaza dan Mattihas, 2016). Secara umum,
kader sudah puas dengan kegiatan pelatihan. Hasil yang didapatkan, kader
setuju kegiatan pelatihan sudah sesuai harapan (72,7%) dan sesuai
dengan tugas mereka sebagai kader (81,8%). Sebanyak 45,5% kader setuju
dan 36,4% kader sangat setuju bahwa materi yang diberikan pemateri
mudah dipahami. Salah satu media pembelajaran dalam Sekolah Kader
yaitu dengan memberikan modul. Sebanyak 45,%% kader setuju dan 27,3%
sangat setuju bahwa kader merasa modul sekolah kader akan membantu
dalam menjalankan tugas mereka sebagai kader posbindu dan modul ini
akan digunakan dalam pelaksanaan kader.
Kepuasan menilai kesesuaian harapan sasaran terhadap program
dengan pelaksanaan program, sehingga program dapat diperbaiki apabila
harapan tidak terpenuhi (Gaza dan Mattihas, 2016). Berdasarkan
wawancara dengan kader, perbaikan yang perlu dilakukan berupa
diadakannya pelatihan kembali yang menekankan kepada praktik. Sekolah
kader diadakan dengan merencanakan kegiatan praktik langsung untuk
semua kader, namun estimasi waktu yang direncanakan tidak sesuai. Hal ini
disebabkan beberapa peserta sekolah kader tidak datang tepat waktu dan
terjadi miskomunikasi dengan pemateri dari dosen
keperawatan.Berdasarkan saran tersebut, tanggal 22 September 2019
setelah dilakukan evaluasi keterampilan, kader dibimbing kembali mengenai
28
prosedur pemeriksaan terutama pemeriksaan tekanan darah secara manual
dan pemeriksaan glukosa, asam urat serta kolesterol.
Sekolah Kader merupakan suatu bentuk program pelatihan yang
diberikan kepada kader kesehatan di Dusun Jaten. Menurut Elnaga dan
Imran (2013), program pelatihan mengacu pada program yang memberikan
informasi dan keterampilan baru. Melalui pelatihan, seseorang dapat lebih
memahami tanggung jawab dan tugasnya. Program pelatihan dapat
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kapabilitas seseorang
dalam melakukan pekerjaan sesuai tugas dan tanggung jawabnya.
Ghezeljeh, dkk. (2015) menyatakan bahwa pelatihan dapat meningkatkan
pengetahuan, kepercayaan dan praktik partisipan.
Evaluasi Kirkpatrick level 2 mengevaluasi pembelajaran, yaitu menilai
perubahan pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan kader dinilai
sebelum dan sesudah Sekolah Kader, dan didapatkan rata-rata nilai posttest
lebih besar dibandingkan rata nilai pretest. Rata-rata nilai pretest yaitu 6,5
dan nilai posttest yaitu 8,6. Berdasarkan uji wilcoxon, didapatkan adanya
perbedaan yang signifikan antara pretest dan posttest dengan nilai p value
(prob>z) sebesar 0,0033 (<0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa pelatihan
yang diberikan dapat meningkatkan pengetahuan kader. Hasil ini didukung
dari pernyataan kader remaja yang menyatakan bahwa mereka merasa
pengetahuan mereka bertambah setelah Sekolah Kader. Temuan ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatmah dan Nasution (2012).
Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa adanya pelatihan mengenai
pengukuran tinggi badan dan berat badan secara signifikan meningkatkan
pengetahuan kader yang dibuktikan dengan meningkatnya poin posttest.
Penelitian lain yang mendukung hasil kegiatan Sekolah Kader adalah
penelitian yang dilakukan oleh Peter, dkk. (2015) yang menyatakan bahwa
kegiatan pelatihan secara signifikan berpengaruh dalam peningkatan
pengetahuan kader yang menjadi peserta pelatihan.
Dampak sekolah kader lainnya yaitu adanya peningkatan keterampilan.
Berdasarkan hasil observasi, didapatkan kader remaja menjadi lebih
memahami bagaimana cara melakukan pengukuran tinggi badan, berat
badan, IMT, tekanan darah, dan gula darah dengan benar. Sebelum
Sekolah Kader, kader masih melakukan beberapa prosedur pengukuran
yang kurang tepat pada pengukuran tinggi badan dan berat badan.
29
Prosedur yang kurang tersebut seperti kader melihat skala hasil
pengukuran tinggi badan dari samping dan mengizinkan klien melihat
timbangan pada saat diukur berat badannya. Setelah dilakukan Sekolah
Kader, kader menjadi lebih memahami dan dapat melakukan pengukuran
tersebut dengan cara yang benar. Perubahan keterampilan juga terlihat
pada kemampuan kader melakukan pengukuran tekanan darah secara
manual. Kader menjadi mampu mempraktikkan pengukuran tekanan darah
secara manual dari yang sebelumnya belum mengetahui tata cara
melakukannya, walaupun masih kesulitan menentukan nilai systole dan
diastole.
Sekolah Kader juga meningkatkan keterampilan kader dalam melakukan
pengukuran kader gula darah, kolesterol dan asam urat. Peningkatan
keterampilan ini terlihat jelas saat observasi yang dilakukan sebelum dan
dua minggu setelah Sekolah Kader. Kader remaja mengaku belum pernah
mendapatkan pelatihan dan melakukan pemeriksaan mengenai pengukuran
kadar gula darah, asam urat dan kolesterol. Dua minggu setelah Sekolah
Kader, remaja diminta untuk membantu pelaksanaan Posbindu dan
dilakukan observasi untuk menilai keterampilan remaja dalam melakukan
pemeriksaan tersebut. Beberapa kader remaja mengalami kesulitan saat
pertama kali mencoba, seperti tangan terlihat gemetar karena merasa takut
dan mengalami kesulitan saat menusuk jari klien, sehingga harus
melakukan beberapa kali tusukan. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya
kader remaja mampu melaksanakan pemeriksaan tersebut dengan benar.
Berdasarkan hasil evaluasi keterampilan, dapat disimpulkan bahwa
adanya sekolah kader dapat meningkatkan keterampilan kader dalam
melakukan pemeriksaan kesehatan yang diperlukan dalam pelaksanaan
Posbindu. Adanya peningkatan keterampilan didukung dengan pernyataan
kader bahwa dengan adanya Sekolah Kader mereka merasa keterampilan
mereka bertambah. Penelitian Elnaga dan Imran (2013) menunjukkan
bahwa program pelatihan berpengaruh tidak hanya pada pengetahuan,
namun juga pada keterampilan partisipan. Keterampilan dibutuhkan agar
tidak terjadi kesalahan dalam melakukan pekerjaan. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ameh, dkk. (2016) yang menyatakan bahwa
program pelatihan meningkatkan keterampilan partisipan sebesar 28,8%.
30
12. Kesimpulan dan Saran
12.1 Kesimpulan
Sebanyak 81,80% kader sangat setuju bahwa sekolah kader sesuai
dengan harapan kader.
Kegiatan Sekolah Kader memberikan perbedaan yang bermakna pada
pengetahuan kader terhadap pretest dan posttest.
Kegiatan sekolah kader meningkatkan keterampilan kader dalam
pengukuran tinggi badan, berat badan, IMT, tekanan darah secara
manual, dan pemeriksaan glukosa, asam urat dan kolesterol.
12.2 Saran
Diharapkan puskesmas melakukan pendampingan dalam pelaksanaan
posbindu remaja.
Permasalahan remaja tidak hanya mencakup faktor risiko PTM, namun
juga risiko terhadap penyakit menular seperti HIV dan kesehatan
reproduksi sehingga diperlukan edukasi mengenai hal tersebut.
Kepala dukuh yang baru diharapkan terus memberikan dukungan secara
moril ataupun fasilitas untuk pelaksanaan posbindu remaja.
Bidan desa diharapkan selalu memotivasi kader remaja untuk konsisten
berpartisipasi dalam kegiatan posbindu remaja ke depannya.
Kader remaja rutin melakukan kegiatan posbindu PTM pada
perkumpulan pemuda setiap bulannya.
31
REFERENSI
Alhamda, Syukra. 2015. Buku Ajar Sosiologi Kesehatan. Yogyakarta: Deepublish.
Ameh et al., 2016. Knowledge and Skills of Healthcare Providers in Sub-Saharan Africa and Asia before and after Competency-Based Training in Emergency Obstetric and Early Newborn Care. Centre of Maternal and Newborn Health, Liverpool School of Tropical Medicine, Liverpool, United Kingdom.
Creswell, J.W. 2014. Research Design: Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches. Sage Publications. California. Hal. 228-230, 269-271.
Dawson, R.S., Fashina, O., Mallett, L.H. 2018. Outcomes of an Adolescent School-Based Health Initiative Needs Assessment. Journal of Pediatric Health Care. 32(3): 74-79.
Dignan, M.B. dan Carr, P.A. 1992. Program Planning for Health Education and Promotion. Lea & Febiger. Philadelphia. Hal. 143-155.
Efendi, F. dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Elnaga, A., dan Imran, A. 2013. The Effect of Training on Employee Performance. European Journal of Business and Management. 5(4):137-147.
Fatmah., Nasution, Yusran. 2012. Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Kader Posbindu dalam Pengukuran Tinggi Badan Prediksi Lansia, Penyuluhan Gizi Seimbang dan Hipertensi: Studi di Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Media Medika Indosiana vol. 46, No. 1
Fertman, C.I., dan Allensworth, D.D. 2010. Health Prootion Programs: from Theory to Practice. Jossey-Bass. San Fransisco.Glanz, K., Rimer, B.K., Viswanath, K. (eds), 2008, Health Behavior and Health Education, 4th ed., Jossey-Bass, San Fransisco.
Gaza, E.A., dan Matthias, A. 2016. Using Student Satisfaction Data to Evaluate a New Online Accelerated Nursing Education Program. Evaluation and Program Planning. 58(2016): 171-175.
Ghezeljeh,N., Abbasnejad, Z., Rafii, F, Haghani, H. 2015. Effect of a Multimodal Training Program and Traditional Lecture Method on Nurses’s Hand Hygiene Knowledge, Belief, and Practice: A Brief ReportI. American Journal of Infection Control 43, 762-4
Gunarsa, Y.S.D. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia.
Kementerian Kesehatan RI. 2002. Petunjuk Teknis Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM). Jakarta.
Laverack, G. 2007. Health Promotion Practice. Open University Press. New York. Hal. 132-133.
Liautaud, A., Adu, P.A., Yassi, A., Zungu, M., Spiegel, J,M., Rawat, A., Bryce, E.A., Engelbrecht, M.C. 2018. Strengthening Human Immunodeficiency Virus and Tuberculosis Prevention Capacity among South African Healthcare Workers: A Mixed Methods Study of a Collaborative Occupational Health Program. OSHRI Safety and Health at Work. 9(2018): 172-179.
Mutiara, I dan Rosida, L. 2017. Pelatihan Kader Pembentukan Posyanadu Remaja di Dusun Ngentak Bangunjiwo Kasihan Bantul Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Publikasi Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Hal 528-533.
32
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak
Peter et al. 2015. Delivering Trauma Training to Multiple Health-Worker Cadres in nine sub-Saharan African countries: Lesson Learnt from the COOL Programme. Surgical Human Resources for Health
Prevatt, B., Lowder, E.M., Desmarais, S.L. 2018. Peer-Support Intervention for Postpartum Depression: Pasrticipant Satisfaction and Program Effectiveness. Science Direct: Midwifery. 64(2018):38-47.
Simmons, V.N., Klasko, L.B., Fleming, K., Koskan, A.M., Jackson, N.T., Noel-Thomas, S., Luque, J.S., Vadaparampil, S.T., Lee, J., Quinn, G.P., Britt, L., Waddell, R., Meade, C.D. 2015. Participatory Evaluation of a Community-Academic Partnership to Inform Capacity-Building and Sustainability. Elsevier Evaluation and Program Planning. 52(2015): 19-26.
WHO. 2018. Adolescent Development. http://www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/adolescence/development/en/
WHO. 1995. Kader Kesehatan Masyarakat. Heru, Adi (penterjemah). Jakarta: EGC.
33
LAMPIRAN
34
LAMPIRAN 1
Dokumentasi Kegiatan
Gambar 1. Mengurus perizinan
Gambar 2. Diskusi dengan kepala dukuh Jaten dan Kader
Gambar 3. Diskusi dengan bidan desa
35
Gambar 4. Diskusi dengan tokoh masyarakat
Gambar 5. Diskusi di perkumpulan ibu-ibu PKK
Gambar 6. Pelaksanaan Posbindu PTM
36
Gambar 7. Evaluasi KTR bersama Puskesmas Mlati I
Gambar 8. Diskusi dan Kordinasi dengan pemuda
Gambar 9. Pelaksanaan Sekolah Kader
37
38
Gambar 10. Penandatanganan Deklarasi Sebagai Bentuk Komitmen Kader
Gambar 11. Modul Sekolah Kader
Gambar 12. Sertifikat Sekolah Kader
39
Gambar 13. Pendampingan Posbindu Setelah Sekolah Kader
40
Gambar 14. Respon Kader terhadap Sekolah Kader
41
LAMPIRAN 2.
Lembar Evaluasi Reaksi
Berikan nilai 1 sampai 5 untuk penyataan berikut!
1: Sangat Tidak Setuju
2: Tidak Setuju
3: Cukup Setuju
4: Setuju
5: Sangat Setuju
1) Saya merasa pelatihan yang diberikan sesuai harapan saya.
2) Saya merasa pelatihan yang diberikan bermanfaat bagi saya.
3) Saya merasa pelatihan yang diberikan sesuai dengan tugas saya sebagai
kader posbindu.
4) Saya merasa materi yang disampaikan pemateri mudah dipahami.
5) Saya merasa modul sekolah kader akan membantu saya dalam pelaksanaan
posbindu.
6) Saya akan menggunakan modul sekolah kader dalam pelaksanaan posbindu
Ya/Tidak
42
LAMPIRAN 3.
Lembar pretest dan Posttest untuk menilai perubahan pengetahuan
Pilihlah jawaban yang tepat!
1. Yang tidak termasuk kelompok penyakit tidak menular (PTM) yaitu
a. Penyakit jantung dan pembuluh darah
b. Penyakit paru infeksi tuberkolosis
c. Kanker
d. Diabetes mellitus
2. Pernyataan yang benar mengenai penyakit tidak menular yaitu
a. Merokok bukan merupakan faktor risiko penyakit tidak menular
b. Penyakit menular hanya akan terjadi pada orang kaya saja
c. Penyakit tidak menular dapat dicegah
d. Penyakit tidak menular hanya terjadi pada orang yang sudah tua
3. Dibawah ini bukan faktor risiko penyakit tidak menular
a. Merokok
b. Kurang aktivitas fisik
c. Sering mengonsumsi junk food
d. Banyak minum air putih
4. Sasaran utama kegiatan posbindu PTM yaitu
a. Kelompok masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia 12
tahun ke atas
b. Kelompok masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia 15
tahun ke atas
c. Kelompok masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia 18
tahun ke atas
d. Kelompok masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia 20
tahun ke atas
5. Berapa meja yang terdapat dalam pelaksanaan posbindu PTM?
a. 3
b. 5
c. 6
d. 4
6. Dibawah ini termasuk kegiatan yang dilaksanakan dalam posbindu PTM, kecuali
a. Pemeriksaan berat badan, tinggi badan dan tekanan darah
b. Pemeriksaan gula darah dan asam urat
43
c. Pemeriksaan kesehatan mata
d. Konseling dan penyuluhan
7. Meja nomor 3 kegiatan posbindu PTM yaitu
a. Pemeriksaan berat badan, tinggi badan dan lingkar perut
b. Pemeriksaan tekanan darah
c. Pemeriksaan gula darah, kolesterol dan asam urat
d. Pemeriksaan kesehatan mata
8. Hal yang perlu digali saat wawancara faktor risiko PTM, kecuali
a. Riwayat merokok
b. Pola makan
c. Status pernikahan
d. Aktivitas fisik
9. Indeks massa tubuh diukur dengan cara
a. Membagi berat badan seseorang (dalam kilogram) dengan tinggi badan
(dalam meter) yang dikuadratkan
b. Membagi tinggi badan seseorang (dalam kilogram) dengan berat badan
(dalam meter) yang dikuadratkan
c. Membagi berat badan seseorang (dalam kilogram) dengan tinggi badan
(dalam meter)
d. Membagi tinggi badan seseorang (dalam kilogram) dengan berat badan
(dalam meter)
10. Standar ukuran normal lingkar perut yaitu
a. Pria ≤ 100, wanita ≤ 90
b. Pria ≤ 90, wanita ≤ 80
c. Pria ≤ 90, wanita ≤ 70
d. Pria ≤ 95, wanita ≤ 80
11. Cara pengukuran tekanan darah yang perlu diperhatikan, kecuali
a. Posisi manset sejajar dengan jantung
b. Lipat lengan baju ke atas apabila menggunakan baju berlengan panjang
c. Jangan banyak bergerak
d. Duduk tegak dan banyak berbicara
12. Tekanan darah normal yaitu
a. Sistol <120, diastol < 80
b. Diastol< 120, sistol < 80
c. Sistol < 140, diastol < 90
d. Diastol < 140, sistol < 90
44
13. Yang perlu diperhatikan saat mengukur berat badan, kecuali
a. Lepaskan alas kaki, jaket dan tas
b. Pandangan lurus ke depan
c. Pandangan melihat angka hasil penimbangan
d. Timbangan diletakkan pada lantai yang keras, datar dan rata
14. Yang harus diperhatikan saat mengukur tinggi badan, kecuali
a. Kepala, punggung, pantat, betis dan tumit menempel di dinding
b. Posisi badan berdiri tegak dan tangan lurus di samping badan
c. Alas kaki, topi/peci dan ikat rambut dilepas
d. Mata memandang ke atas
15. Alat dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan gula darah, kecuali
a. Alkohol 70%
b. Glukometer
c. Tabung
d. Strip
45
LAMPIRAN 4
Lembar checklist evaluasi keterampilan
FORMAT PENILAIAN
PENGUKURAN TINGGI BADAN
NAMA :
NO. PROSEDUR NILAI
0 1 2
1. Dilakukan di tempat dengan lantai keras dan datar
2. Meletakkan alat ukur pada dinding dengan permukaan
keras dan rata
3. Memastikan klien melepas sepatu dan aksesoris di
kepala
4. Memastikan bagian belakang kepala, bahu, pantat,
betis dan tumit menyentuh dinding vertikal. Selain itu,
mata memandang lurus ke depan
5. Menurunkan meteran hingga berada tepat di atas
kepala dan menekan rambut
6. Melihat dan mencatat hasil pengukuran
Keterangan:
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan tapi kurang tepat
2 : dilakukan dan tepat
46
FORMAT PENILAIAN
PENGUKURAN BERAT BADAN
NAMA :
NO. PROSEDUR NILAI
0 1 2
1. Meletakkan timbangan pada permukaan lantai yang rata
dan keras.
2. Memastikan klien telah melepaskan alas kaki dan barang-
barang lain yang dapat mengurangi keakuratan hasil
pengukuran seperti jaket, tas dan aksesoris lainnya.
3. Apabila menggunakan timbangan digital, nyalakan
timbangan dan pastikan timbangan menunjukkan nol
4. Posisi pengukuran dilakukan dengan kaki berada di tengah-
tengah timbangan dan posisi badan berdiri tegak, tangan
lurus di samping badan dan mata lurus ke arah depan
5. Melihat dan mencatat hasil pengukuran
Keterangan:
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan tapi kurang tepat
2 : dilakukan dan tepat
47
FORMAT PENILAIAN
PENGUKURAN TEKANAN DARAH SECARA MANUAL
NAMA :
NO. PROSEDUR NILAI
0 1 2
1. Menjelaskan prosedur pengukuran tekanan darah kepada
klien
2. Cuci tangan dan siapkan alat
3. Meraba (palpasi) nadi brakialis yang terletak pada lipatan
siku atau nadi radialis yang berada pada pergelangan
tangan searah dengan ibu jari.
4. Memasangkan manset pada lengan klien
5. Menempelkan stetoskop pada nadi brakialis yang telah
diraba sebelumnya
6. Memasang stetoskop pada telinga
7. Palpasi nadi sekali lagi dan kembangkan manset sampai
denyut nadi tidak dapat dipalpasi
8. Lanjutkan mengembangkan manset sampai skala yang di
tunjuk oleh sfignomanometer naik sebesar 20 mmHg di atas
skala awal saat nadi tidak dapat dipalpasi
9. Kempiskan manset peralahan-lahan
10. Membaca skala pengukuran tekanan darah yang di tunjuk
sfignomanometer dengn cermat
11. Melepaskan manset dari lengan klien
12. Cuci tangan
Keterangan:
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan tapi kurang tepat
2 : dilakukan dan tepat
48
FORMAT PENILAIAN
PENGUKURAN GULA DARAH, KOLESTEROL, DAN ASAM URAT
NAMA :
NO. PROSEDUR NILAI
0 1 2
1. Mencuci tangan dan siapkan alat
2. Menjelaskan prosedur kepada klien dan tanyakan jari
mana yang akan digunakan untuk pemeriksaan
3. Mengambil strip dari wadah dan memasangkan ke
glukometer
4. Pasang lanset ke dalam injector
5. Menggunakan sarung tangan
6. Pegang jari yang akan digunakan untuk pemeriksaan,
tekan dengan kuat dari arah bawah hingga ujung jari.
Kemudian bersihkan jari yang akan ditusuk dengan alkohol
7. Menusuk jari dengan injector yang telah dipasangi
lanset
8. Pegang strip di bawah jari yang ditusuk, tekan jari supaya
tetesan cukup banyak untuk pemeriksaan dan biarkan
darah masuk ke strip hingga memenuhi kotak indikator
9. Melihat dan mencatat hasil pemeriksaan
10. Memberikan kapas pada bekas tusukan agar darah berhenti
11. Membuang strip, lanset, dan sarung tangan pada tempat
sampah medis
Keterangan:
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan tapi kurang tepat
2 : dilakukan dan tepat