laporan enzim

53
1 LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA II PUTU EKA WAHYU RATNANINGSIH G1C 007032 PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS MATARAM 2010

Transcript of laporan enzim

Page 1: laporan enzim

1

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM

BIOKIMIA II

PUTU EKA WAHYU RATNANINGSIH

G1C 007032

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MIPA

UNIVERSITAS MATARAM

2010

Page 2: laporan enzim

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

rahmat-Nyalah maka Laporan Tetap Praktikum Biokimia II ini dapat saya selesaikan.

Adapun dalam laporan ini terdapat empat percobaan yang telah dilakukan, antara lain:

Uji Sifat Fisik dan Kimia Cairan Tubuh (Air Liur dan Empedu), Penetapan Kadar Kolesterol,

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kerja Enzim (Pengaruh Suhu dan pH Terhadap Aktifitas

Enzim), dan Percobaan Protein.

Dalam penulisannya laporan tetap ini, serta saat praktikum berlangsung tidak lepas

dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan kali ini saya mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para pembimbing mata kuliah biokimia dan

kepada semua pihak atas bantuan, dukungan, dan motivasinya.

Saya menyadari laporan tetap ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, saran dan

kritik yang membangun sangat saya harapkan dating dari semua pihak. Akhirnya, semoga

laporan tetap ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 10 Juli 2010

Penilis

Page 3: laporan enzim

3

DAFTAR ISI

Kata pengantar ……………………………………………………………………. 2

Daftar isi ……………………………………………………………………. 3

Uji Sifat Fisik dan Kimia Cairan Tubuh (Air Liur dan Empedu) ……………………. 4

Penetapan Kadar Kolesterol ……………………………………………………………. 17

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kerja Enzim (Pengaruh Suhu dan pH Terhadap

Aktifitas Enzim) ……………………………………………………………………. 32

Percobaan Protein ……………………………………………………………………. 44

Page 4: laporan enzim

4

UJI SIFAT FISIK DAN KIMIA CAIRAN TUBUH

(AIR LIUR DAN EMPEDU)

I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tujuan : menguji sifat fisik dan kimia cairan tubuh (air liur dan empedu)

Hari/Tanggal : Selasa, 18 Mei 2010

Tempat : Laboratorium Kimia, Lt.2, Fakultas MIPA

UNIVERSITAS MATARAM

II. LANDASAN TEORI

Empedu adalah cairan bersifat basa yang pahit dan berwarna hijau kekuningan, yang

disekresikan oleh hepatosit hati pada sebagian besar vertebrata. Empedu dihasilkan secara

terus-menerus oleh hati, akan tetapi ditampung dalam sebuah alat penampungan yaitu

kantung empedu diantara waktu makan. Bila makanan masuk ke duodenum, lepasnya

kolesistokinin akan merangsang kontraksi kantung empedu dan keluarnya empedu akan

dihimpun ke dalam duodenum (Kimball, 2007: 451).

(Y3n, 2009)

Fungsi cairan empedu adalah untuk mencerna makanan di dalam usus, terutama

lemak. Cairan empedu dari hati ini sebagian disalurkan langsung ke usus dan bercampur

dengan makanan yang akan dicerna. Sementara sebagian cairan lagi masuk ke kantung

empedu. Disini sebagian air akan diserap/dibuang, sehingga cairannya akan lebih pekat.

Page 5: laporan enzim

5

Cairan empedu yang pekat ini lebih efektif untuk mencerna makananan dibandingkan yang

langsung dari hati tadi (Y3n, 2009).

Empedu sebagian besar adalah hasil dari excretory dan sebagian adalah sekresi dari

pencernaan. Garam-garam empedu termasuk ke dalam kelompok garam natrium dan kalium

dari asam empedu yang berkonjugasi dengan glisin atau taurin suatu derifat/turunan dari

sistin. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin

yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang

berasal dari penghancuran sel darah merah dirubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam

empedu) dan dibuang ke dalam empedu. Berbagai protein yang memegang peranan penting

dalam fungsi empedu juga disekresi dalam empedu (Jevuska, 2009).

Asam-asam empedu membantu emulsifikasi lipid yang dimakan, suatu proses yang

memudahkan pencernaan enzimatik dan absorbsi lemak diet. Asam-asam deoksikolat dan

litokolat adalah asam-asam empedu sekunder yang disintesis dalam usus lewat kerjanya

enzim-enzim bakteri pada asam-asam empedu primer. Hanya sebagian asam-asam empedu

primer yang terdapat dalam usus diubah menjadi asam empedu sekunder (Montgomery,

1993: 911-912).

Pada rongga mulut terdapat tiga macam kelenjar ludah (saliva) yang menghasilkan

cairan ludah. Kelenjar-kelenjar tersebut adalah: kelenjar parotis, yang terletak di dekat

telinga, kelenjar sublingualis yang terletak di bawah rahang atas, kelenjar submandibularis

yang terletak di bawah lidah. Di dalam cairan ludah mengandung sebanyak 90% air, dan

sisanya terdiri atas garam-garam bikarbonat, lendir (mukus), lizozim (enzim penghancur

bakteri), dan amilase (ptialin). Ketiga kelenjar ludah setiap harinya dapat menghasilkan lebih

kurang 1600 cc air ludah. Cairan ludah berfungsi untuk memudahkan dalam menelan

makanan karena makanan tercampur dengan lendir dan air, melindungi rongga mulut dari

kekeringan, panas, asam dan basa, serta membantu pencernaan kimiawi, karena kelenjar

ludah menghasilkan enzim ptialin (amilase) yang berperan dalam pencernaan amilum

menjadi maltosa dan glukosa, enzim ini berfungsi dengan baik pada pH netral (pH 7)

(Cryonpedia, 2010).

Page 6: laporan enzim

6

Gambar. Kelenjar ludah

(Cryonpedia, 2010)

Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa. Saliva terdiri atas ion-ion

Ca2+, Mg2+, Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3

-, SO42-, dan zat-zat organic seperti musin dan enzim

amilase atau ptyalin. Saliva mempunyai pH antar 5,75 sampai 7,05. Pada umumnya pH saliva

sedikit dibawah 7. Rangsangan yang menyebabkan pengeluaran saliva dari kelenjar saliva

adalah pikiran tentang makanan yang disukai, adanya bau makanan yang sedap atau melihat

makanan yang diharapkan sehingga menimbulkan selera. Rangsangan demikian disebut

rangsangan reflex. Rangsangan keluarnya saliva karena adanya makanan dalam mulut disebut

rangsangan mekanik, sedangkan rasa makanan yang lezat atau manis dapat menimbulkan

rangsangan yang disebut rangsangan kimiawi (Poedjadi, 2007: 235-236).

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

- Tabung reaksi

- Tutup tabung reaksi

- Rak tabung reaksi

- Pipet tetes

- Pipet ukur

- Kertas saring

- Gelas kimia

- Gelas ukur

Page 7: laporan enzim

7

- Penjepit tabung reaksi

- Pengaduk

B. Bahan

- Air liur

- Aquadest

- Empedu

- Larutan NaOH 10%

- Larutan CuSO4

- Pereaksi molish

- Asam sulfat pekat

- Larutan asam asetat encer

- Larutan HCl

- Larutan BaCl2 10%

- HNO3 pekat

- Larutan sukrosa 5%

- Minyak

IV. CARA KERJA

A. Air Liur

Air liur

+ aquadest

Sampai V = 200 ml

• Penetapan pH Air Liur

Air liur encer

Diukur pH

pH = …

Page 8: laporan enzim

8

• Uji Biuret

2 ml air liur encer

+ NaOH 10%

Dicampur

+ beberapa tetes H2SO4

Hasil

• Uji Molish

2 ml air liur encer

+ 2 tetes pereaksi molish

Dicampur

Tabung reaksi dimiringkan

+ 2 ml H2SO4 melalui dinding tabung

Hasil

• Uji Presipitasi

2 ml air liur encer

+ 1 tetes asam asetat encer

Dicampur dengan baik

Hasil

• Uji Sulfat

1 ml air liur

+ 3 – 5 tetes HCl

+ 5 – 10 tetes BaCl2 2%

Hasil

B. Empedu

• Sifat Fisik Empedu

Empedu

Diperhatikan dan dicatat sifat fisik empedu

Hasil

Page 9: laporan enzim

9

Empedu

Dihancurkan dengan pengaduk

+ aquadest

disaring

Larutan empedu encer

• Uji Gmelin

Tabung reaksi

+ 3 mL HNO3 pekat

+ 3 mL larutan empedu encer (melalui

dinding tabung)

Hasil

• Uji Pettenkofer

5 ml larutan larutan empedu encer

+ 5 tetes larutan sukrosa 5%

Tabung reaksi dimiringkan

+ 3 ml H2SO4 (melalui dinding tabung)

Hasil

• Fungsi Empedu Sebagai Emulgator

2 tabung reaksi

@ + 1 tetes minyak

Tabung 1 Tabung 2

+ 3 ml larutan empedu

Dikocok

Hasil

Page 10: laporan enzim

10

V. HASIL PENGAMATAN

A. Air Liur

1. Uji Biuret

Perlakuan Hasil Pengamatan

+ 2 mL NaOH Terbentuk 3 fase

Bagian atas: busa

Bagian tengah: kental

Bagian bawah: larutan bening

+ CuSO4

Awal

Setelah dicampur dengan baik

CuSO4 tidak larut, pada larutan terdapat

seperti bercak biru.

Terdapat endapan biru tua, larutan biru

keunguan.

2. Uji Molish

Perlakuan Hasil Pengamatan

+ Pereaksi Molish Coklat susu → busa

+H2SO4 Hangat pada bagian atas, semakin kental →

kental coklat bening.

Terbentuk cincin ungu kehitaman.

Sebagian larutan lama kelamaan berubah

menjadi hitam, beruap dan semakin panas.

3. Uji Presipitasi

Perlakuan Hasil Pengamatan

Filtrate liur + asam asetat Terbentuk gel bening keputihan,

Ada yang larut dan tidak larut.

4. Uji Sulfat

Perlakuan Hasil Pengamatan

+ HCl Terbentuk seperti gel

+ BaCl2 Terdapat butiran-butiran putih kecil.

Larutan hasil bening.

Page 11: laporan enzim

11

B. Empedu

� Uji Gmelin

Perlakuan Hasil Pengamatan

HNO3 + empedu Terbentuk 4 fase.

Berturut-turut dari atas ke bawah : larutan

hijau, orange, kuning dan bening.

� Uji Pettenkofer

Perlakuan Hasil Pengamatan

+ Sukrosa Tidak terjadi perubahan apa-apa

+ H2SO4 Terbentuk 4 fase

Berturut-turut dari atas ke bawah: larutan

berwarna hijau, hitam, coklat, bening

kekuningan.

� Fungsi Empedu sebagai Emulgator

Perlakuan Hasil Pengamatan

Tabung 1

Air + Minyak

Terbentuk 2 fase

Bagian atas minyak

Bagian bawah air

Tabung 2

Air + minyak + empedu

Terbentuk emulsi, hijau lumut

VI. ANALISIS DATA

a. Uji Biuret

Protein (gugus –CO dan –NH2) + Cu2+ NaOH

kompleks berwarna ungu

Page 12: laporan enzim

12

b. Uji Molish

O

OH

HH

H

OH

OH

H OH

H

OH

OH

O

OH2SO4

3H2O

Heksosa Hidroksimetilfurfural

OH

O

O +

OH

H2SO4

OH

OOH

O

Hidroksimetilforfural α-naftol cincin ungu

c. Uji Presipitasi

Air liur + CH3COOH → mengendap (koagulasi)

d. Uji Sulfat

BaCl2 + SO42-

HCl BaSO4(s) + 2Cl-

e. Uji Gmelin

Bilirubin + HNO3 → kompleks kuning kemerahan

f. Uji Pattenkofer

Sukrosa + H2SO4 → hidroksometilfurfural

Hidroksimetilfurfural + cairan empedu → cincin ungu

g. Fungsi Empedu sebagai Emulgator

Garam-garam empedu + minyak → micelles

Micelles + air → larut

Page 13: laporan enzim

13

VII. PEMBAHASAN

Air liur atau saliva memiliki peran penting dalam system pencernaan makanan. Saliva

berfungsi untuk memudahkan dalam menelan makanan, melindungi rongga mulut dari

kekeringan, panas, asam dan basa, dan untuk membantu pencernaan kimiawi. Pada umumnya

pH saliva berada sedikit dibawah 7.

Uji biuret pada air liur merupakan uji warna yang dilakukan untuk mengetahui adanya

protein dalam air liur. Uji biuret ini khas untuk mengetahui adanya ikatan peptide yang ada

pada protein. Dimana dalam suasana basa (akibat penambahan NaOH) Cu2+ akan bereaksi

dengan gugus –CO dan –NH2 pada asam amino dalam protein sehingga membentuk suatu

kompleks berwarna. Dari uji yang dilakukan didapatkan hasil positif yang artinya di dalam

air liur terdapat protein. Hal ini karena air liur mengandung enzim amilase yang merupakan

suatu protein dan musin yang merupakan suatu glikoprotein serta senyawa-senyawa protein

lain yang juga terkandung dalam air liur (Poedjadi, 2007).

Uji molish yang dilakukan pada air liur adalah uji warna untuk mengetahui adanya

karbohidrat pada air liur. Hasil yang didapat adalah positif yaitu dengan terbentuknya cincin

ungu yang merupakan hasil reaksi kondensasi antara hidroksimetilfurfural dengan α-naftol

(Poedjadi, 2007). Hidroksimetilfurfural terbentuk dari reaksi dehidrasi dengan H2SO4 dengan

gula heksosa. Hal ini dikarenakan adanya karbohidrat yang dapat berupa maltose atau

glukosa (yang merupakan gula heksosa) hasil pemecahan amilum oleh enzim maltase yang

masih tersisa dari proses pencernaan makanan.

Air liur yang ditambahkan asam asetat encer pada uji presipitasi menghasilkan larutan

yang seperti gel. Hal ini terjadi karena adanya koagulasi dari melekul-molekul yang berupa

protein (misalnya enzim amilase) yang terkandung pada air liur. Dimana protein pada

penambahan asam akan menyebabkan terjadinya koagulasi. (Simanjuntak, 2003).

Uji sulfat dilakukan untuk mengetahui adanya sulfat dalam air liur. Hasil yang didapat

adalah positif yang ditandai dengan adanya endapan/butiran-butiran putih BaSO4. Hal ini

dikarenakan dalam air liur juga terkandung ion sulfat (Poedjadi, 2007).

Cairan empedu dihasilkan dari hati dan disimpan didalam kandung empedu yang

memiliki panjang sekitar 5-7 cm dan merupakan membran berotot. Kandung empedu terbagi

ke dalam sebuah fundus, badan, dan leher. Cairan empedu yang berwarna hijau tua berasal

dari bilirubin yang merupakan pigmen empedu. Bilirubin ini terbentuk dari penguraian

hemoglobin, asam-asam empedu, dan kolesterol. Adanya bilirubin ini dapat dibuktikan

dengan reaksi gmelin sehingga diperoleh hasil positif yang menghasilkan turunan yang

Page 14: laporan enzim

14

berwarna yang ditandai dengan adanya banyak fase yang terbentuk yang terdiri dari berbagai

warna. (Trinaningsih, 2007). Hal ini terjadi akibat oksidasi bilirubin yang merupakan pigmen

empedu oleh HNO3. Pada uji pettenkofer, larutan sukrosa dengan H2SO4 sehingga terbentuk

gula heksosa yang kemudian membentuk suatu senyawa hidroksimetilfurfural yang dengan

adanya cairan empedu akan terbentuk suatu cincin ungu.

Pada percobaan untuk membuktikan fungsi empedu sebagai emulgator ternyata

didapatkan hasil yang positif yang ditandai dengan terbentuknya emulsi yang stabil dari

minyak yang semula tidak bercampur dengan air. Empedu memegang peran penting dalam

proses pencernaan lemak. Dimana garam-garam empedu ini mempunyai peranan sebagai

pengemulsi, penghancuran dari molekul-molekul besar lemak (dalam hal ini yang digunakan

adalah minyak) menjadi suspensi dari lemak. Garam-garam empedu ini bergabung dengan

lemak dan membentuk micelles, yaitu kompleks yang larut dalam air. Hal inilah yang

menyebabkan lemak lebih mudah terserap dalam system pencernaan (efek hidrotrofik)

(Jevuska, 2009).

VIII. KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil pengamatan, analisis data, dan pembahasan, maka dapat

disimpulkan:

- Air liur mekandung enzim amilase yang merupakan suatu protein dan musin yang

merupakan suatu glikoprotein sehingga memberikan hasil positif pada uji biuret.

- Di dalam air liur terdapat karbohidrat dalam bentuk maltose atau glukosa yang

merupakan hasil pemecahan amilum oleh enzim amilase sehingga memberikan

hasil positif pada uji molish.

- Adanya asam dapat menyebabkan koagulasi molekul-molekul protein (misalnya

enzim) yang terkandung dalam air liur.

- Dalam air liur terkandung ion sulfat sehingga memberikan uji positif pada uji

sulfat yang ditandai dengan adanya endapan/butiran-butiran putih Ba2SO4.

- Kandung empedu mempunyai panjang sekitar 5-7 cm dan merupakan membrane

berotot yang berfungsi menyimpan cairan empedu yang berwarna hijau tua.

- Didalam empedu terdapat bilirubin yang merupakan pigmen empedu yang dapat

diidentifikasi dengan uji gmelin dan membentuk suatu turunan berwarna.

- Uji pettekofer akan menghasilkan suatu cincin ungu pada larutan.

Page 15: laporan enzim

15

- Empedu mempunyai fungsi sebagai emulgator yang menyebabkan emulsi stabil

dari lemak dengan membentuk micelles yaitu kompleks yang larut dalam air.

Page 16: laporan enzim

16

DAFTAR PUSTAKA

Cryonpedia. 2010. Sistem Pencernaan Makanan Pada Manusia. http://www.crayonpedia.org/

mw/2._Sistem_Pencernaan_Makanan_Pada_Manusia_11.2 [21 Mei 2010].

Jevuska. 2009. Proses Pembentukan dan Sekresi Empedu. http://www.jevuska.com/2009/

10/08/proses-pembentukan-dan-sekresi-empedu [24 Mei 2010].

Kimball, John W. 2007. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Montgomery, Rex. 1993. Biokimia. Yogyakarta: UGM Press.

Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supryanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Simanjuntak, M.T. dan J. silalahi. 2003. Penuntun Praktikum Biokimia. http://library.usu.

ac.id/download/fmipa/farmasi-mtsim2.pdf [28 Mei 2010].

Tutinaningsih. 2010. Biokimia Urine. http://treesnasmart.blogspot.com/2009/05/biokimia-

urine.html [28 Mei 2010].

Y3n. 2009. Empedu Batu?. http://masteryen.com/y3n/?p=110 [24 Mei 2010].

Page 17: laporan enzim

PENETAPAN KADAR KOLESTEROL

I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tujuan : Menentukan kadar

tinggi.

Hari/Tanggal : Selasa, 11 mei 2010

Tempat : Laboratorium Kimia, Lt.2, Fakultas MIPA

Universitas Mataram

II. LANDASAN TEORI

Kolesterol merupakan steroid hewani yang terdapat

dalam hampir semua jaringan hewan. Batu kandung empedu dan kuning telur merupakan

sumber yang kaya akan senyawa ini. Kolesterol merupakan zat antara yang dipe

biosintesis hormon steroid. Kolesterol dapat disintesi

yang tinggi dalam darah dikaitkan dengan arteriesklerosis (pengerasan pembuluh darah) yaitu

suatu keadaan dimana kolesterol dan lipid

(Fessenden, 2007: 425).

Karena tidak larut dalam darah, maka kolesterol ditransportasikan dalam

sirkulasi lipoprotein. Ada beberapa jenis lipoprotein di dalam darah dari ukuran besar hingga

yang berukuran paling kecil: chylomicrons, very low density

intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density

lipoprotein (HDL) (Sudarma, 2009: 85).

PENETAPAN KADAR KOLESTEROL

I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Menentukan kadar kolesterol total dalam serum rendah dan

tinggi.

: Selasa, 11 mei 2010

: Laboratorium Kimia, Lt.2, Fakultas MIPA

Universitas Mataram

Kolesterol merupakan steroid hewani yang terdapat paling meluas dan dan dijumpai

dalam hampir semua jaringan hewan. Batu kandung empedu dan kuning telur merupakan

yang kaya akan senyawa ini. Kolesterol merupakan zat antara yang dipe

steroid. Kolesterol dapat disintesis dari asetil koenzim A. kadar ko

yang tinggi dalam darah dikaitkan dengan arteriesklerosis (pengerasan pembuluh darah) yaitu

suatu keadaan dimana kolesterol dan lipid-lipid lain melapisi dinding dalam pembuluh darah

Gambar Kolesterol

Karena tidak larut dalam darah, maka kolesterol ditransportasikan dalam

sirkulasi lipoprotein. Ada beberapa jenis lipoprotein di dalam darah dari ukuran besar hingga

yang berukuran paling kecil: chylomicrons, very low density lipoprote

intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density

lipoprotein (HDL) (Sudarma, 2009: 85).

17

rendah dan serum

paling meluas dan dan dijumpai

dalam hampir semua jaringan hewan. Batu kandung empedu dan kuning telur merupakan

yang kaya akan senyawa ini. Kolesterol merupakan zat antara yang diperlukan dalam

ari asetil koenzim A. kadar kolesterol

yang tinggi dalam darah dikaitkan dengan arteriesklerosis (pengerasan pembuluh darah) yaitu

lipid lain melapisi dinding dalam pembuluh darah

Karena tidak larut dalam darah, maka kolesterol ditransportasikan dalam sistem

sirkulasi lipoprotein. Ada beberapa jenis lipoprotein di dalam darah dari ukuran besar hingga

lipoprotein (VLDL),

intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density

Page 18: laporan enzim

18

kolesterol berfungsi membentuk dinding sel (membran sel) dalam tubuh.

Selain itu ia juga berperan penting dalam produksi hormon seks, vitamin D, serta untuk

fungsi otak dan saraf. Manusia rata-rata membutuhkan 1.100 miligram kolesterol per hari

untuk memelihara dinding sel dan fungsi fisiologis lain. Kolesterol yang terdapat dalam

tubuh manusia berasal dari dua sumber utama yaitu dari makanan yang dikonsumsi dan dari

pembentukan oleh hati. Kolesterol yang berasal dari makanan terutama terdapat pada daging,

unggas, ikan, dan produk olahan susu. Jeroan daging seperti hati sangat tinggi kandungan

kolesterolnya, sedangkan makanan yang berasal dari tumbuhan justru tidak mengandung

kolesterol sama sekali (Akang, 2009).

Sedikitnya lebih dari separuh jumlah kolesterol dalam tubuh berasal dari sintesis

(sekitar 700 mg/hari), dan sisanya berasal dari makanan sehari-hari. Pada manusia, hati

menghasilkan kurang lebih 10% dari total sintesis, sementara usus sekitar 10% lainnya. Pada

hakekatnya semua jaringan yang mengandung sel-sel berinti mampu mensintesis kolesterol.

Fraksi mikrosomal (reticulum endoplasma) dan sitosol sel terutama bertanggung jawab atas

sintesis kolesterol. Biosintesis kolesterol dapat dibagi menjadi 5 tahap yaitu, (1) Mevalonat

yang merupakan senyawa enam karbon disintesis dari asetil KoA, (2) Unit isoprenoid

dibentuk dari mevalonat dengan menghilangkan CO2, (3) Enam unit isoprenoid mengadakan

kondensasi untuk membentuk intermediet, skualen, (4) Skualen mengalami siklisasi untuk

menghasilkan senyawa steroid induk, yaitu lanosterol, (5) Kolesterol dibentuk dari lanosterol

setelah melewati beberapa tahap lebih lanjut, termasuk menghilangnya tiga gugus metil

(Murai, dkk, 2003)

Adanya kolestesterol dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa reaksi warna.

Salah satu diantaranya ialah reaksi salkowski. Apabila kolesterol dilarutkan dalam kloroform

dan larutan ini dituangkan di atas larutan asam sulfat pekat dengan hati-hati, maka bagian

asam berwarna kekuningan dengan fluoresensi hijau bila dikenai cahaya. Bagian kloroform

akan berwarna biru yang berubah menjadi merah dan ungu. Larutan kolesterol dalam

kloroform bila ditambahkan anhidrida asam asetat dan asam sulfat pekat, maka larutan

tersebut yang mula-mula akan berwarna merah kemudian menjadi biru dan hijau. Ini disebut

reaksi Lieberman Burchard. Warna hijau yang terjadi ternyata sebanding dengan konsentrasi

kolesterol. Karenanya reaksi Lieberman Burchard dapat digunakan untuk menentukan

kolesterol secara kuantitatif. Dalam darah manusia normal terdapat antara 150-200 miligram

tiap 100 ml darah (Poedjadi, 2007: 75-76).

Page 19: laporan enzim

19

Hasil pemeriksaan kadar kolesterol biasanya dinyatakan dalam milligram per 100

milliliter darah. Rentangan kadar kolesterol total dalam darah manusia ditampilkan pada tabel

dibawah ini:

Kadar (mg/100 ml)

Kurang dari 200 Normal

Antara 200-239 Batas normal-tinggi

Lebih dari 240 Tinggi

(Anonim1, 2009).

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

- Tabung reaksi

- Pipet tetes

- Pipet ukur

- Rak tabung reaksi

- Penjepit tabung reaksi

- Penangas air

- Tutup tabung reaksi

- Spektrofotometer UV-VIS

- Vortex mixer

B. Bahan

- Serum kolesterol tinggi

- Serum kolesterol rendah

- Alcohol absolute

- Petroleum benzin

- Aquadest

- Colour reagent (1,0 mgr FeCl3.6H2O/ml asam asetat glacial)

- Asam asetat glacial

- Asam sulfat pekat

Page 20: laporan enzim

20

IV. PROSEDUR KERJA

A. Uji Sampel

2,5 ml alcohol absolute

Dimasukkan dalam tabung reaksi tertutup

(tabung S)

+ 0,1 ml serum kolesterol rendah

Dikocok

Hasil

+ 5 ml petroleum benzin

Tabung ditutup

Dicampur ( ± 30 detik)

Hasil

+ 3 ml aquadest

Dikocok 10-15 menit

Didiamkan

Terbentuk 2 lapisan

Diambil lapisan atas

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain

Hasil

Dimasukkan dlm penangas (T= ± 80 oC)

Cairan tinggal sedikit

Dibiarkan mengering di udara terbuka

Hasil

+ 4 ml colour reagent

Tabung reaksi ∆ penangas air beberapa menit

+ 4ml CH3COOH glasial Didinginkan pada T kamar

Blanko Sampel

+ 3 ml H2SO4 pekat

2 lapisan

Dikocok

Didiamkan dalam ruang gelap ± 30 menit

Diukur A dan %T pada λ = 560 nm

Page 21: laporan enzim

21

Hasil

Dilakukan hal yang sama untuk kolesterol tinggi

Hasil

B. Kurva Kalibrasi

Larutan kolesterol standar 0,05 mg/ml petroleum eter

0,5 ml larutan 1 ml larutan 2 ml larutan

Diuapkan (penangas air, T = 80 oC)

Larutan tersisa sedikit

Diuapkan dalam temperatur kamar

Hasil

+ 4 ml colour reagent

∆ penangas air beberapa menit

Didinginkan pada T kamar

+ 3 ml H2SO4 pekat

2 lapisan

Dikocok

Didiamkan dalam ruang gelap ± 30 menit

Diukur A dan %T pada λ = 560 nm

Hasil

V. HASIL PENGAMATAN

A. Uji Sampel

• Kolesterol Tinggi

PERLAKUAN HASIL PENGAMATAN

+ 0,1 ml serum Keruh keputihan, terdapat semacam koloid

putih yang menyebar dalam larutan.

+ 5 ml petroleum benzin

dikocok

Terbentuk 3 fase

Fase atas: bening

Page 22: laporan enzim

22

Fase tengah: putih kental

Fase bawah: putih, seperti endapan

+ 3 ml aquadest

Sebelum dikocok

Setelah dikocok

Terbentuk 3 fase

Fase atas: bening

Tengah: putih

Fase bawah: keruh

Bagian atas berupa larutan bening.

Bagian bawah berupa larutan keruh, banyak

terdapat seperti koloid

Diuapkan dengan penangas air Larutan berwarna kekuningan dan menjadi

sedikit.

+ 4 ml colour reagent Terdapat seperti gel kecil, bening, dan

banyak pada dinding tabung reaksi.

Dipanaskan Terdapat gelembung dan noda lemak pada

dinding tabung reaksi

+ 3 ml H3SO4 pekat Terbentuk cincin orange kecoklatan (jelas)

• Kolesterol Rendah

PERLAKUAN HASIL PENGAMATAN

+ 0,1 ml serum Terdapat lebih banyak endapan putih yang

menyebar dalam larutan, larutan berwarna

keruh keputihan.

+ 5 ml petroleum benzin

Sebelum dikocok

Setelah dikocok

Terbentuk 3 fase

Fase atas: bening

Fase tengah: sangat kental, keruh kekuningan

Fase bawah: seperti terbentuk endapan putih

Terbentuk 3 fase

Fase atas: bening

Fase tengah: kental

Fase bawah: seperti endapan putih

+ 3 ml aquadest

Page 23: laporan enzim

23

Sebelum dikocok

Setelah dikocok

Terbentuk 3 fase

Fase atas: berwarna bening

Fase tengah: putih

Fase bawah: kental

Terbentuk 3 fase

Fase atas: bening

Fase tengah: seperti ada endapan

Fase bawah: agak keruh

Diuapkan dalam penangas air Terbentuk larutan bening kekuningan, larutan

menjadi sedikit.

+ 4 ml colour reagent Terbentuk gel bening (sedikit) pada dinding,

dan sedikit gelembung.

Dipanaskan Terdapat gelembung dan sedikit noda lemak

pada dinding dalam larutan

+ 3 ml H2SO4 pekat Terdapat cincin orange (kabur, tidak teratur)

• Blanko

PERLAKUAN HASIL PENGAMATAN

+ 3 ml H2SO4 pekat Terbentuk 3 fase

Fase atas: berwarna bening agak pink

Fase tengah: orange bening

Fase bawah: putih bening

• Hasil Pengukuran dengan UV-VIS

TABUNG % T ABSOBANS

Blanko

Sampel kolesterol rendah

Sampel kolesterol tinggi

077,8

087,0

079,8

0,098

0,061

0,097

Page 24: laporan enzim

24

B. Kurva Kalibrasi

PERLAKUAN 0,5 ml 1 ml 2 ml

Dipanaskan Larut

bening

Bening

larut

Bening

larut

+ H2SO4 pekat - - 2 fase

PERLAKUAN % T ABSORBANS

0,5 ml 088,3 0,050

1 ml 087,4 0,057

2 ml 083,5 0,077

VI. ANALISIS DATA

� Persamaan Reaksi

� Perhitungan

a. Kolesterol volume 0.5 mL

Kadar kolesterol standar = 1.25 mg

Massa = V x kadar

Page 25: laporan enzim

25

= 0.5 mLx 0.05 mg/mL

= 0.025 mg

b. Kolesterol volume 1 mL

Kadar kolesterol standar = 0.05 mg/mL

Massa = V x kadar

= 1.0 mLx 0.05 mg/mL

= 0.005 mg

c. Kolesterol volume 2 mL

Kadar kolesterol standar = 0.05 mg/mL

Massa = V x kadar

= 2.0 mLx 0.05 mg/mL petroleum eter

= 1.0 mg

Kurva Kalibrasi

Berdasarkan kurva didapatkan persamaan Y = 0,685X + 0,016

1. Penentuan Kadar Kolestrol Dalam Serum Darah

a. Kadar Kolesterol Dalam Serum Tinggi

A larutan serum tinggi = 0.097 = Y

Y = 0.685X + 0.016

0.097 = 0.685X + 0.016

y = 0.685x + 0.016

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

0.08

0.09

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

A

b

s

o

r

b

a

n

konsentrasi (mg)

Series1

Linear (Series1)

Page 26: laporan enzim

26

X = 0.118

Jadi kadar kolesterol dalam serum tinggi = 0.118 mg/0.1 mL = 118 mg/dL

Sehingga kadar kolesterol tersebut tergolong rendah.

b.Kadar Kolesterol Dalam Serum Rendah

A larutan serum tinggi = 0.097 = Y

Y = 0.685X + 0.016

0.061 = 0.685X + 0.016

X = 0.065

Jadi kadar kolesterol dalam serum tinggi = 0.065 mg/0.1 mL = 65 mg/dL

Sehingga kadar kolesterol tersebut tergolong rendah

VII. PEMBAHASAN

Kolesterol merupakan salah satu sterol yang penting yang terdapat dalam jaringan dan

lipoprotein plasma. Biasanya terdapat dalam bentuk kolesterol bebas atau gabungan dengan

asam lemak rantai panjang seperti ester kolesteril. Kolesterol tidak larut dalam air karena

adanya perbedaan kepolaran (Anonim, 2010). Akan tetapi kolesterol larut dalam pelarut

lemak dan sangat nonpolar seperti petroleum benzin.

Untuk mendapatkan kolesterol murni dari serum rendah maupun tinggi maka

dilakukan pemisahan yang menggunakan prinsip seperti ekstraksi pelarut. Alkohol absolute

atau yang lebih dikenal dengan etanol dicampurkan dengan serum untuk melarutkan

senyawa-senyawa lain selain kolesterol karena kolesterol tidak larut dalam pelarut ini.

Penambahan petroleum benzin ini berfungsi sebagai pelarut bagi kolesterol. Setelah diaduk

terlihat seperti ada 3 fase, kemudian ditambahkan air agar pemisahannya lebih jelas sehingga

akan terbentuk 2 fase dengan fase air dibagian bawah. Etanol ini sendiri merupakan pelarut

yang juga dapat larut dalam air (Anonim3, 2010). Larutan yang bening dibagian atas diambil

kemudian pelarutnya diuapkan dalam penangas air sehingga didapatkan kolesterol murni

untuk selanjutnya dilakukan uji kadar totalnya.

Pengujian kuantitatif kadar kolesterol total ini dilakukan dengan teknik Lieberman

Burchard. Dimana dalam praktikum ini yang digunakan adalah colour reagent yang

merupakan FeCl3.6H2O dalam asam asetat glasial untuk melarutkan kolesterol. Setelah

penambahan asam sulfat pekat larutan tetap bening dan terdapat cincin berwarna orange

dibagian tengahnya. Asam sulfat ini berguna untuk membentuk kompleks warna. Larutan ini

setelah didiamkan dalam ruang gelap ternyata tidak mengalami perubahan warna. Larutan

Page 27: laporan enzim

27

didiamkan ditempat gelap agar tidak ada penyerapan cahaya oleh kolesterol sebelum

kolesterol diukur dengan UV-VIS karena hal ini tentunya dapat mempengaruhi serapan

cahaya pada saat pengukuran sehingga turut mempengaruhi hasil pengukuran (Murray,

2003). Seharusnya larutan menjadi berwarna kemerahan setelah ditambahkan asam sulfat

pekat yang setelah didiamkan akan akan berubah menjadi warna biru dan hijau. Dimana

warna hijau yang terjadi sebanding dengan kadar kolesterol. Akan tetapi larutan tetap bening

setelah disimpan diruang gelap. Dari hasil pengukuran didapatkan absorbans untuk kolesterol

rendah sebesar 0,061 dan absorbans kolesterol tinggi sebesar 0,097.

Untuk menentukan kadar kolesterol sebelumnya dibuat terlebih dahulu kurva kalibrasi

larutan kolesterol standar 0,05 mg/ml petroleum benzin dan ditentukan persamaan garisnya.

Kadar kolesterol total didapat dengan memasukkan nilai absorbans yang didapat dari hasil

pengukuran ke dalam persamaan yang didapat. Sehingga dari hasil perhitungan diperoleh

kadar kolesterol rendah sebesar 65 mg/100 ml darah dan kadar kolesterol tinggi sebesar 118

mg/100 ml darah dengan persamaan grafik Y= 0,685X + 0,016. Hasil yang didapat kemudian

dibandingkan dengan standar kadar kolesterol dalam darah dan didapat kadar serum rendah

maupun kadar serum tinggi yang masih dalam batas rendah karena biasanya rentang normal

kolesterol sekitar 150-200 mg/100 ml darah (poedjiadi, 2007).

VII. KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil pengamatan, analisis data dan pembahasan, maka dapat

disimpulkan:

a. Penentuan kadar kolesterol total dapat dilakukan dengan teknik Lieberman Burchard

dimana kadar kolesterol dapat dihitung berdasarkan nilai absorbans yang didapat.

b. Pemisahan kolesterol dari serum untuk mendapatkan kolesterol murni menggunakan

prinsip ekstraksi pelarut yaitu kolesterol larut dalam petroleum benzin sedang

senyawa-senyawa lainnya larut dalam etanol. Dimana etanol dapat larut dalam air

sehingga kolesterol dapat dipisahkan.

c. Kolesterol bersifat dapat menyerap cahaya dan absorbansinya dapat diukur dengan

UV-VIS.

d. Kadar kolesterol total untuk kolesterol rendah sebesar 65 mg/100 ml darah sedangkan

kadar kolesterol total untuk kolesterol tinggi sebesar 118 mg/100 ml darah.

e. Kadar kolesterol total untuk kolesterol rendah maupun tinggi masih tergolong normal,

sedangkan kadar kolesterol total untuk kolesterol tinggi tergolong rendah.

Page 28: laporan enzim

28

DAFTAR PUSTAKA

Akang. 2009. Si Baik dan Si Jahat Itu Bernama Kolesterol. http://aa-kolesterol.blogspot.com/

2009/12/si-jahat-dan-si-baik-itu-bernama_06.html [19 Mei 2010].

Anonim1. 2009. Apa Arti Hasil Test Kolesterol Darah Anda. http://www.mangkukmerah.

com/ [17 mei 2010].

Anonim2. 2010. Air, Si Cantik yang Tersia-sia. http://www.chem-is-try.org/

artikel_kimia/kimia_anorganik/air-si-cantik-yang-tersia-sia/ [17 Mei 2010].

Anonim3. 2010. Etanol. http://id.wikipedia.org/wiki/Etanol [16 Mei 2010].

Fessenden, Ralp J. dan Joan S. Fessenden. 2009. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Murray, Robert K. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Poedjadi, Anna dan F. M. Supriyanti. 2007. Dasar-Dasar biokimia. Jakarta: UI Press.

Sudarma, I Made. 2009. Kimia Bahan Alam. Mataram: FMIPA Press.

Page 29: laporan enzim

29

LAMPIRAN

3. Jalur biosintesa kolesterol dari asetil KoA

Biosintesis kilesterol dapat dibagi menjadi 5 tahap yaitu:

Tahap 1: Aseti KoA membentuk HMGKoA dan Mavalonat. Pada mulanya, 2 molekul asetil

KoA berkondensasi membentuk asetoasetil KoA. Reaksi ini dikatalis oleh enzim-sitosol

tiolase. Kemudian asetoasetil KoA berkondensasi dengan molekul asetil KoA berikutnya

yang dikatalisis oleh enzim HMG-KoA sintase untuk membentuk HMG-KoA. HMG-KoA

dikonversi menjadi mevalonat pada sebuah proses reduksi dua tahap oleh NADPH dengan

dikatalisis enzim HMG-KoA reduktase.

Tahap 2: Mevalonat membentuk unit isopreid yang aktif. Mevalonat mengalami fosforilasi

oleh ATP untuk membentuk beberapa intermediet terfosforilasi aktif. Dengan cara

dekarboksilasi terbentuk unit isopreid aktif, yaitu isopentil difosfat.

Tahap 3: Enam unit Isopreid membentuk squalen. Tahap ini melibatkan kondensasi tiga

molekul isopentenil difosfat untuk membentuk farnesil difosfat. Proses ini terjadi lewat

isomerisasi senyawa isopentil difosfat yang melibatkan pergeseran ikatan rangkap untuk

membentuk dimetilalil difosfat, yang kemudian diikuti oleh kondensasi dengan molekul

isopentil difosfat lainnya untuk membentuk intermedietdengan sepuluh karbon, yaitu geranil

difosfat. Kondensasi lebih lanjut dengan isopentil difosfat membentuk farnesil difosfat. Dua

molekul farnesil difosfat berkondensasi pada ujung difosfat dalam sebuah reaksi yang

melibatkan, pertama-tama eliminasi pirofosfat anorganik untuk membentuk praskualen

difosfat dan kemudian diikuti oleh reduksi NADPH yang disertai eliminasi radikal pirofosfat

anorganik sisanya senyawa yang dihasilkan adalah skualen.

Tahap 4: Skualen dikonversi menjadi lanosterol. Sebelum terjadi penutupan cincin, skualen

dikonversi menjadi skualen 2,3-epoksida oleh enzim oksidase dengan fungsi campuran di

dalam reticulum endoplasma, yaitu skualen epoksidase. Gugus metil pada C14 dipindahkan

kepada C13, dan gugus metil pada C8 kepada C14 ketika terjadi siklisasi yang dikatalisis oleh

oksidoskualen: lanosterol siklase.

Tahap 5: Lanosterol dikonversi menjadi kolesterol. Pembentukan kolesterol dari lanosterol

berlangsung di dalam membrane reticulum endoplasma dan melibatkan perubahan pada inti

steroid serta rantai samping. Kolesterol dihasilkan ketika ikatan rangkap pada rantai samping

direduksi.

Page 30: laporan enzim

30

Gambar Biosintesis Kolesterol

2. Berikan alasan mengapa larutan kolesterol perlu disimpan dalam ruang gelap

sebelum diukur absorbansinya?

Kolesterol bersifat dapat menyerap cahaya sehingga sebelum dilakukan pengukuran

kolesterol harus didiamkan ditempat gelap agar tidak ada penyerapan cahaya dari luar

sebelum kolesterol diukur dengan UV-VIS yang dapat mengacaukan atau mempengaruhi

hasil pengukuran.

Page 31: laporan enzim

31

1. Apa fungsi Alkohol absolute, petroleum benzin dan asam sulfat dalam percobaan ini?

Alcohol absolute atau yang lebih dikenal dengan etanol merupakan pelarut polar yang baik

yang berfungsi untuk melarutkan senyawa-senyawa selain kolesterol yang terdapat dalam

serum.

Petroleum benzin merupakan pelarut yang sangat nonpolar yang berfungsi untuk melarutkan

kolesterol.

Asam sulfat pekat berfungsi untuk membentuk kompleks warna pada larutan kolesterol.

Page 32: laporan enzim

32

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERJA ENZIM

(PENGARUH SUHU DAN pH TERHADAP AKTIVITAS ENZIM)

I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tujuan : - mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim amylase.

- Mengetahui pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase.

- Mengetahui suhu dan pH optimum dari enzim amilase.

Hari/Tanggal : Rabu, 19 Mei 2010

Tempat : Laboratorium Kimia, Lt.2, Fakultas MIPA

UNIVERSITAS MATARAM

II. LANDASAN TEORI

Enzim adalah biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat

proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Hampir semua enzim

merupakan protein. Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut

sebagai substrat, dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang

berbeda yang disebut produk. Hampir semua proses biologis sel memerlukan enzim agar

dapat berlangsung dengan lebih cepat. Enzim bekerja dengan cara menempel pada

permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi.

Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya

akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang

artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia.

Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. (Wikipedia,

2010).

Beberapa enzim mempunyai struktur yang agak sederhana, namun sebagian besar

enzim mempunyai struktur yang rumit. Banyak enzim yang strukturnya belum diketahui.

Untuk aktifitas biologis, beberapa enzim memerlukan gugus-gugus prostetik, atau kofaktor.

Kofaktor merupakan bagian non-protein dari enzim. Gugus prostetik organic seringkali

dirujuk sebagai suatu koenzim. Enzim memiliki berat molekul mulai dari 12000-120000 atau

lebih (Fessenden, 2007: 395-397).

Page 33: laporan enzim

33

Tubuh manusia menghasilkan berbagai macam enzim yang tersebar di berbagai

bagian dan memiliki fungsi tertentu. Salah satu enzim yang penting dalam sistem pencernaan

manusia adalah enzim amilase. Enzim ini terdapat dalam saliva atau air liur manusia. Saliva

yang disekresikan oleh kelenjar liur selain mengandung enzim amilase juga mengandung

99,5% air, glikoprotein, dan musin yang bekerja sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan

menelan makanan. Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga

kerja pencernaan makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam

menembus partikel makanan (Prima, 2009).

Air liur atau saliva sebagian besar diproduksi oleh tiga kelenjar utama yakni kelenjar

parotis, kelenjar sublingualis dan kelenjar submandibularis. Volume air liur yang diproduksi

bervariasi yaitu 0,5 – 1,5 liter setiap hari tergantung pada tingkat perangsangannya. air liur

atau saliva mengandung dua tipe pengeluaran atau sekresi cairan yang utama yakni sekresi

serus yang mengandung ptyalin (suatu alfa amylase) dan sekresi mucus yang mengandung

musin untuk tujuan pelumasan atau perlindungan permukaan yang sebagian besar dihasilkan

oleh kelenjar parotis. Dalam hal pencernaan, air liur berperan dalam membantu pencernaan

karbohidrat. Karbohidrat atau tepung sudah mulai dipecah sebaagian kecil dalam mulut oleh

enzim ptyalin. Enzim dalam air liur itu memecah tepung (amylum) menjadi disakarida

maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya (Heru, 2009).

Enzim amylase dapat memecah ikatan-ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa.

Ada 3 macam enzim amylase, yaitu α amylase, β amylase, dan γ amylase. Enzim ini

memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum dan disebut endo amylase sebab enzim ini

memecah bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum. β amylase terutama terdapat

pada tumbuhan dan dinamakan ekso amylase sebab memecah dua unit glukosa yang terdapat

pada ujung molekul amilum secara berurutan sehingga pada akhirnya terbentuk maltosa. γ

amylase terdapat dalam hati. Enzim ini memecah ikatan 1-4 dan 1-6 pada glikogen dan

menghasilkan glukosa (Poedjadi, 2007: 155).

Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan penting dalam aktifitas suatu enzim.

Sampai pada suatu titik, kecepatan suatu reaksi enzimatik meningkat sejalan dengan

meningkatnya suhu, sebagian disebabkan karena substrat akan bertubrukan dengan sisi aktif

lebih sering ketika molekul tersebut bergerak lebih cepat. Namun demikian, di luar suhu itu,

kecepatan reaksi enzimatik akan menurun drastis. Sebagian besar enzim manusia memiliki

suhu optimal sekitar 35oC sampai 40oC (mendekati suhu tubuh manusia). Selain setiap enzim

memiliki suhu optimal, enzim juga memiliki nilai pH optimal untuk bekerja paling aktif. pH

optimal sebagian besar enzim adalah sekitar 6-8, akan tetapi terdapat perkecualian (misalnya

Page 34: laporan enzim

34

pepsin, enzim pencernaan dalam lambung yang bekerja pada pH 2) (Campble, dkk,2002:

101-102).

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

• Tabung reaksi

• Penjepit tabung reaksi

• Pipet tetes

• Gelas ukur

• Gelas kimia

• Tutup tabung reaksi

• Rak tabung reaksi

• Penangas air

• Alat UV-VIS

B. Bahan

• Air liur

• Aquadest

• Larutan pati 0,4 mg/mL

• Larutan iodium

• Es batu

• Larutan pati pH 3, 5, 9, 11

IV. CARA KERJA

Pengenceran Air Liur

2 ml air liur

+ 200 ml aquadest

Air Liur Encer

Page 35: laporan enzim

35

A. Pengaruh Suhu Terhadap Aktifitas Enzim Amilase

4 pasang tabung reaksi

Pasangan 1 Pasangan 2 Pasangan 3 Pasangan 4

Ditempatkan ditempatkan ditempatkan ditempatkan dlm

Dalam bejana suhu kamar dlm penangas air penangas air

(T= 0oC) (T= 60oC) (T= 100oC)

@ pasang diberi tanda B (blanko) dan U (uji)

Diperlakukan seperti dalam tabel

Diukur serapan (A) pada λ = 680 nm

Hasil

Tabel Perlakuan Tabung

Larutan Tabung B Tabung U

Larutan pati 1 mL 1 mL

Keram pasangan tabung dari tiap suhu paling sedikit 5 menit

Liur encer - 2 mL

Campurkan baik-baik, keram tepat 1 menit

Larutan iodium (untuk suhu

60 oC dan 100oC,

penambahan dilakukan diluar

penangas)

1 mL 1 mL

Air suling 8 mL 8mL

Page 36: laporan enzim

36

B. Pengaruh pH Terhadap Aktifitas Enzim

4 pasang tabung reaksi

Pasangan 1 (pH 3) Pasangan 2 (pH 5) Pasangan 3 (pH 9) Pasangan 4 (pH 11)

@ pasang diberi tanda B (blanko) dan U (uji)

Perlakukan seperti pada tabel

Diukur serapan (A) pada λ = 680 nm

Hasil

Tabel Perlakuan Tabung

Larutan Tabung B Tabung U

Larutan pati pada berbagai pH 1 mL 1 mL

Keram pada suhu 37oC paling sedikit 5 menit

Larutan liur encer - 2 mL

Campurkan baik-baik, keram tepat 1 menit

Larutan iodium 1 mL 1 mL

Air suling 4 mL 4 mL

V. HASIL PENGAMATAN

A. Pengaruh Suhu terhadap Aktifitas Enzim

Tabung Hasil Pengamatan

Tabung 1. Suhu 0oC

Tabung B

Tabung U

Kurang bening, endapan lebih sedikit.

Lebih bening, endapan lebih banyak.

Tabung 2. Suhu kamar

Tabung B

Tabung U

Putih keruh, terdapat endapan putih di dasar tabung.

Bening, lebih jernih, terdapat endapan putih di dasar tabung.

Tabung 3. Suhu 600C

Tabung B

Endapan putih, larutan ungu kehitaman.

Page 37: laporan enzim

37

Tabung U Larutan bening kekuningan, endapan putih kebiruan di dasar

tabung.

Tabung 4. Suhu 100oC

Tabung B

Tabung U

Larutan biru tua pekat.

Larutan biru jernih.

Tabel Pengamatan Pengukuran dengan UV-VIS

Suhu A uji A blanko

0oC

Suhu ruang

60 0C

100oC

0,122

0,363

1,099

1,736

0,169

0,448

2,096

2,500

B. Pengaruh pH Terhadap Aktifitas Enzim

Tabung Hasil Pengamatan

Tabung 1. pH 3

Tabung B

Tabung U

Larutan biru tua, endapan putih.

Terbentuk 3 fase: larutan biru muda pada fase atas, larutan biru tua di

bagian tengah, dan endapan putih di bagian bawah.

Tabung 2. pH 5

Tabung B

Tabung U

Larutan warna ungu kehitaman, terdapat endapan putih.

Di bagian bawah terdapat endapan putih dengan cincin ungu

diatasnya, larutan bening kekuningan.

Tabung 3. pH 9

Tabung B

Tabung U

Larutan ungu kehitaman, terdapat endapan putih.

Larutan bening keunguan, terdapat endapan putih.

Tabung 4. pH 11

Tabung B

Tabung U

Larutan ungu kehitaman, terdapat endapan putih.

Larutan biru keunguan, terdapat endapan putih.

Page 38: laporan enzim

38

Tabel Pengamatan Pengukuran dengan UV-VIS

pH A uji A blanko

3

5

9

7

2,470

0,165

0,107

0,087

1,363

2,500

0,161

0,501

VI. ANALISIS DATA

Tabel Hasil Pengukuran UV-VIS (Pengaruh Suhu)

Suhu A uji A blanko ∆A

0oC

Suhu ruang

60 0C

100oC

0,122

0,363

1,099

1,736

0,169

0,448

2,096

2,500

0,074

0,085

0,997

0,764

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

0 20 40 60 80 100 120

ΔA

T (°C)

Grafik Hubungan T vs ΔA

Page 39: laporan enzim

39

Tabel Hasil Pengukuran dengan UV-VIS (Pengaruh pH)

pH A uji A blanko ΔA

3

5

9

7

2,470

0,165

0,107

0,087

1,363

2,500

0,161

0,501

1,107

2,335

0,554

0,414

VII. PEMBAHASAN

enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia dalam

tubuh. Enzim bersifat spesifik yang berarti bahwa enzim dapat bekerja secara khas terhadap

suatu substrat tertentu. Hal ini menyebabkan suatu enzim hanya dapat mengkatalisa suatu

reaksi tertentu. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat yang

bereaksi sehingga dengan demikian dapat mempercepat reaksi yang terjadi karena enzim

dapat menurunkan energi pengaktifan yang menyebabkan terjadinya reaksi akan lebih

mudah.

Enzim merupakan suatu protein, oleh karena itu sama halnya seperti protein, kerja

enzim juga dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama substrat, suhu, keasaman, kofaktor,

0

0.5

1

1.5

2

2.5

0 2 4 6 8 10 12

ΔA

pH

Grafik Hubungan pH vs ΔA

Page 40: laporan enzim

40

dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH optimum yang berbeda-beda. Dimana

enzim dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan pH berubah sehingga dapat

menyebabkan enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau bahkan dapat mengalami

kerusakan (denaturasi) (Poedjadi, 2007).

Salah satu enzim yang penting dalam sistem pencernaan adalah enzim amilase yang

berfungsi memecah ikatan pada amilum sehingga terbentuk maltosa. Enzim amilase ini

terkandung dalam air liur (saliva) sehingga dalam praktikum kali ini saliva digunakan sebagai

sumber enzim amilase. Enzim amilase yang terdapat dalam saliva merupakan enzim α-

amilase yang juga disebut ptyalin (Heru, 2009).

Pada percobaan untuk menyelidiki pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim amilase,

larutan pati (terdiri dari amilum dan amilopektin) yang dicampur dengan saliva diperlakukan

pada suhu yang bervariasi sehingga nantinya dapat diketahui suhu optimum dari enzim

tersebut. Tabung 1 diperlakukan pada suhu 0oC dan tabung 2 pada suhu kamar. Keduanya

memberikan hasil yang sama yaitu pada tabung uji yang ditambahkan saliva, larutan yang

dihasilkan lebih jernih jika dibandingkan larutan pada tabung blanko. Hal ini mungkin karena

sebagian amilum telah terhidrolisis oleh adanya enzim amilase sehingga larutan menjadi

lebih bening. Akan tetapi hal ini tidak membuktikan secara pasti apakah amilum telah

terhidrolisis ataukah masih ada dalam larutan karena ke dalam larutan tersebut tidak

ditambahkan iodium. Iodium ini sendiri dapat digunakan untuk mengidentifikasikan adanya

amilum dalam larutan karena iodium jika bereaksi dengan amilum akan membentuk suatu

kompleks berwarna biru keunguan. Sehingga jika didalam suatu larutan terdapat amilum

maka larutan yang tadinya bening dapat berubah warna menjadi biru. Pada suhu 0oC

kemungkinan enzim amilase tidak aktif yang diakibatkan oleh rendahnya suhu. Akan tetapi

pada peningkatan suhu (menjadi suhu kamar) maka aktifitas enzim akan meningkat (hingga

mencapai suhu optimal). Larutan bening pada tabung 3 blanko (T= 60oC) dan tabung 4

blanko (T= 100oC) setelah ditambahkan iodium berubah menjadi berwarna biru tua pekat.

Hal ini karena tidak adanya enzim amilase sehingga amilum tidak terhidrolisis dan

membentuk kompleks dengan iodium. Sedangkan tabung 3 uji (T= 60oC) larutan yang

dihasilkan berwarna bening kekuningan, akan tetapi terdapat larutan warna biru didasar

tabung. Hal ini mengindikasikan enzim amilase telah memecah amilum akan tetapi

aktivitasnya tidak maksimal yang ditandai dengan adanya larutan biru yang akan menghilang

jika didiamkan beberapa lama lagi (ada amilum yang belum terhidrolisis). Sedangkan pada

tabung 4 uji (T= 100oC) larutan yang dihasilkan berwarna biru jernih yang berarti lebih

banyak amilum yang belum terhidrolisis (aktivitas enzim berkurang). Suhu optimum enzim

Page 41: laporan enzim

41

amilase adalah sekitar 37oC (suhu badan). Dimana dengan peningkatan suhu menyebabkan

aktifitas enzim berkurang atau bahkan menyebabkan denaturasi pada enzim (Filzahasni,

2009). Dari grafik hasil percobaan terlihat bahwa dari beberapa variasi suhu yang dicobakan,

tabung dengan perlakuan suhu 60oC memberikan nilai ΔA yang paling besar. Hal ini berarti

dari keempat suhu yang dicobakan, enzim amilase memiliki aktifitas paling baik pada suhu

tersebut. Akan tetapi kita belum bisa mengatakan bahwa suhu tersebut merupakan suhu

optimum enzim amilase karena perlu dilakukan percobaan untuk variasi suhu yang lebih

banyak lagi.

Sama halnya seperti suhu, enzim juga memiliki pH optimal. Larutan blanko pada

keempat pH yang berbeda menunjukkan warna yang hampir sama yaitu biru keunguan. Hal

ini karena tidak adanya enzim amilase yang dapat memecah amilum. Tabung uji pada pH 3

menghasil larutan berwarna biru. Hal ini karena enzim amilase terinaktif pada pH kurang dari

4. Pada pH 5 larutan yang dihasilkan berwarna bening kekuningan, akan tetapi terdapat

seperti cincin ungu yang berarti kerja enzim belum optimal. Pada pH 9 larutan berwarna

bening keunguan yang menandakan aktifitas enzim menurun. Sedangkan pada pH 11

dihasilkan larutan biru keunguan yang hampir sama seperti pada larutan blanko. Hal ini

berarti aktifitas enzim semakin menurun. pH optimal enzim amilase adalah sekitar 6,6

dimana saliva mempunyai pH sedikit dibawah 7. Pada pH yang tinggi enzim akan mengalami

denaturasi sehingga dapat menurunkan aktifitas enzim (Campble, 2002). Berdasarkan grafik

hasil percobaan diketahui aktifitas enzim paling optimal diantar keempat pH yang dicobakan

berada pada pH 5.

VII. KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil pengamatan, analisis data, dan pembahasan, maka dapat

disimpulkan:

- Aktifitas enzim amilase dipengaruhi oleh suhu dan pH.

- pH optimal dari enzim amilase yaitu sekitar pada pH 7.

- Suhu optimal dari enzim amilase yaitu sekitas 37 oC.

- Enzim amilase terinaktifkan pada suhu rendah (sekitar 0oC ) dan pH dibawah 4.

Page 42: laporan enzim

42

- Aktifitas enzim amilase akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu dan pH sampai

pada batas optimumnya. Dimana pada pH dan suhu diatas suhu optimum, aktifitas

enzim amilase akan berkurang seiring dengan kenaikan suhu atau pH.

- Dilihat dari grafik hasil percobaan diketahui suhu optimum enzim amilase berada

pada T= 60oC dan pH optimumnya berada pada pH 5.

Page 43: laporan enzim

43

DAFTAR PUSTAKA

Campble, Neil A., dkk. 2002. Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Fessenden, Ralp J. dan Joan S. Fessenden. 2007. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Filzahazny. 2009. Enzim. http://filzahazny.wordpress.com/2009/07/10/enzim-2/

[21 Mei 2010].

Heru. 2009. Kandungan Air Liur dan Manfaat.

http://blognyaheru.wordpress.com/2009/10/27/

kandungan-air-liur-dan-manfaat/ [24 Mei 2010].

Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supriyanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Prima, X-3. 2009. Aktifitas Enzim. http://www.x3-prima.com/2009/06/aktivitas-enzim.html

[21 Mei 2010].

Wikipedia. 2010. Enzim. http://id.wikipedia.org/wiki/Enzim [21 Mei 2010].

Page 44: laporan enzim

44

PERCOBAAN PROTEIN

I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tujuan : - Memperlihatkan bahwa sebagai makromolekul yang larut dalam

bentuk larutan koloid, protein dapat dipisahkan satu dari yang lain.

- Memperlihatkan bahwa sebagai makromolekul yang larut, protein

dapat dipisahkan d4engan mengendapkannya dengan penambahan

etanol absolute.

Hari/Tanggal : Selasa, 25 Mei 2010

Tempat : Laboratorium Kimia, Lt.II, Fakultas MIPA

Universitas Mataram

II. LANDASAN TEORI

Cairan dimana sel-sel darah terdapat ialah cairan berwarna kekuning-kuningan,

disebut plasma. Komponen terbesar plasma adalah air yaitu sekitar 90%. Selain itu didalam

plasma darah juga terkandung garam organik kurang dari 1%, protein besar 1% (terdiri dari

albumin serum 4%, globulin serum 2,7%, dan fibrinogen 0,3%), dan bahan lainnya

(makanan, limbah hormon, dsb) 2%. Protein dalam plasma memiliki konsentrasi sekitar 1

mmol/L. Dengan bantuan elektroforesis, protein plasma dapat dipisahkan menjadi fraksi

albumin serta fraksi α1, α2, β, dan γ-globulin. Sekitar 56% protein plasma merupakan fraksi

albumin, 4% adalah α1-globulin, α2-globulin sebanyak 10%, β-globulin 12%, dan 18% dari

jumlah protein plasma merupakan γ-globulin. Setelah darah diambil dari sebuah vena dan

dibiarkan membeku, bekuan darah berkerut secara lambat. Ketika hal itu terjadi, cairan

bening disebut serum. Serum pada dasarnya merupakan plasma darah tanpa

fibrinogen(Kimball, 2007: 518-519).

Page 45: laporan enzim

45

(Evanjie, 2010)

Serum terdiri dari semua protein (yang tidak digunakan untuk pembekuan darah)

termasuk cairan elektrolit, antibodi, antigen, hormon, dan semua substansi exogenous.

Rumusan umum yaitu: serum = plasma - fibrinogen - protein faktor koagulasi. Serum terbagi

menjadi 4 jenis yaitu: a). Serum protein (bahasa Inggris: globular protein, spheroprotein)

merupakan salah satu dari tiga jenis protein di dalam tubuh yang terbentuk dari asam amino

berupa larutan koloidal di dalam plasma darah, b). Serum globulin adalah istilah umum yang

digunakan untuk protein yang tidak larut, baik di dalam air maupun di dalam larutan garam

konsentrasi tinggi, tetapi larut dalam larutan garam konsentrasi sedang, mempunyai rasio

35% dari protein plasma, berguna untuk sirkulasi ion, hormon dan asam lemak dalam sistem

kekebalan, c). Serum lipoprotein adalah senyawa biokimiawi yang mengandung protein dan

lemak yang dapat terikat secara kovalen maupun non kovalen dengan protein, dan d). Serum

wewenang yang hanya berjumlah 1% dari protein plasma, terdiri dari enzim, proenzim dan

hormon(Wikipedia, 2010).

Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan

polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein

merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan

oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838. Protein sederhana dapoat dibagi menjadi dua

bagian menurut bentuk molekulnya, yaitu protein globular yang berbentuk bulat dan protein

fiber yang mempunyai bentuk panjang seperti serat(Budi, 2009).

Dua jenis protein globular yaitu globulin dan albumin. Albumin adalah protein yang

dapat larut dalam air serta terkoagulasi oleh panas. Larutan albumin dalam air dapat

diendapkan dengan penambahan amonium sulfat hingga jenuh. Albumin antara lain terdapat

pada serum darah dan putih telur. Globulin mempunyai sifat sukar larut dalam air murni,

tetapi dapat larut dalam larutan garam netral, misalnya NaCl encer. Larutan globulin dapat

diendapkan dengan penambahan garam amoniumsulfat hingga setengah jenuh. Globulin

Page 46: laporan enzim

46

dapat diperoleh dengan jalan mengekstraksinya dengan larutan garam (5-10%) NaCl,

kemudian ekstrak yang diperoleh diencerkan dengan penambahan air. Globulin akan

mengendap dan dapat dipisahkan. Seperti albumin, globulin antara lain terdapat dalam serum

darah, pada otot, dan jaringan lain(poedjiadi, 2007).

Struktur protein tidak stabil karena mudah mengalami denaturasi. Denaturasi suatu

protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi atau terkacaunya ikatan hidrogen dan

gaya-gaya sekunder lain yang mengutuhkan molekul tersebut sehingga berakibat pada

hilangnya banyak sifat fisiologis protein itu. Faktor-faktor penyebab denaturasi diantaranya,

perubahan temperatur, pH, detergent, radiasi, zat pengoksidasi atau pereduksi (yang dapat

mengubah hubungan S-S), dan perubahan tipe pelarut(Fessenden, 2007: 395).

Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada

struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat

untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses

denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier

protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan

pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi

hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum

ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein(Roypd, 2009).

Putih telur mengandung air, protein, karbohidrat, dan mineral. Protein terdiri dari 5

bentuk yang berbeda-beda, yaitu: ovalbumin, ovomukoid, ovomusin, ovokonalbumin dan

avoglobumin. Ovalbumin paling banyak terdapat pada bagiuan putih telur, yaitu sekitar 75%.

Karbohidrat terdapat dalam jumlah sedikit, terdapat dalam bentuk manosa dan galaktosa

(Syamsir, dkk, 1994: 34).

Protein dapat diidentifikasi dengan berbagai reaksi warna, salah satunya adalah reaksi

biuret. Pada reaksi biuret, larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan

CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus

amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif

yang ditandai dengan timbulya warna merah violet atau warna biru violet (Roypd, 2009).

Page 47: laporan enzim

47

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

• Tabung reaksi

• Penjepit tabung reaksi

• Pipet tetes

• Kertas saring

• Corong

• Penangas air

• Sentrifuge

B. Bahan

• Serum darah ayam

• Larutan amonium sulfat, (NH4)2 SO4 jenuh

• Larutan NaOH 10%

• Larutan CuSO4 0,1 %

• Larutan albumin telur

• Etanol 95%

IV. PROSEDUR KERJA

A. Pengendapan Protein dengan Larutan Garam Konsentrasi Tinggi (Salting Out)

Tabung Reaksi

+ Serum darah

+ (NH4)2 SO4, tetes demi tetes

Endapan: ada/tidak ada

Disaring

Filtrate Endapan

Dilakukan uji biuret

Hasil

Page 48: laporan enzim

48

B. Pemisahan Protein dengan Etanol

2 Tabung reaksi

Tabung 1 Tabung 2

+ 2 ml serum + 2 ml albumin telur

+ etanol absolute + etanol absolute

Endapan: ada/tidak ada Endapan: ada/tidak ada

Disaring

Endapan Filtrat

Dilakukan uji biuret

Hasil

V. HASIL PENGAMATAN

A. Pengendapan Protein dengan Larutan Garam Konsentrasi Tinggi (Salting Out)

PERLAKUAN HASIL PENGAMATAN

Serum + amoniumsulfat Orange putih keruh.

Lapisan bawah terdapat gumpalan putih

keruh

Setelah disentrifuge Larutan bening dibagian atas.

Dibagian bawah terdapat endapan.

Endapan + CuSO4 + NaOH Terdapat endapan berwarna krem.

Larutan berwarna ungu bening

Setelah pemanasan Larutan menjadi hijau kehitaman

Endapan krem.

Filtrate + CuSO4 + NaOH Larutan berwarna ungu bening.

Endapan kuning bening

Setelah pemanasan Larutan hijau lumut (lebih muda dari

pada larutan pada endapan)

Endapan kuning seperti gel.

Page 49: laporan enzim

49

B. Pemisahan Protein dengan Etanol

PERLAKUAN HASIL PENGAMATAN

Tabung 1. Serum + etanol 95% Terdapat 3 lapisan:

Lapisan atas: larutan putih bening

Lapisan tengah: putih

Lapisan bawah: endapan orange bening

Filtrate + CuSO4 + NaOH Larutan bening keunguan,

Terdapat partikel yang melayang dalam

larutan.

Setelah pemanasan Larutan berwarna kuning bening, terdapat

partikel coklat agak kehijauan, endapan

coklat.

Endapan + CuSO4 + NaOH Larutan ungu keruh, endapan berwarna

krem.

Setelah pemanasan Larutan coklat agak kehijauan, terdapat

endapan coklat.

Tabung 2. Albumin + etanol 95% Terbentuk 3 lapisan:

Lapisan atas: larutan bening

Lapisan tengah: larutan putih

Lapisan bawah: gumpalan kental

kekuningan.

Pada saat penyaringan tidak didapatkan

filtratnya.

Endapan + CuSO4 + NaOH Larutan ungu bening,

Terdapat endapan putih.

Setelah pemanasan Endapan putih, larutan berwarna coklat,

terdapat partikel coklat yang tersebar

merata dalam larutan.

Page 50: laporan enzim

50

VI. ANALISIS DATA

A. Pengendapan Protein dengan Larutan Garam Konsentrasi Tinggi (Salting Out)

Protein + (NH4)2SO4 → mengendap

Cu2+ → Cu+

Cu+ + Protein → kompleks berwarna ungu

B. Pemisahan Protein dengan Etanol

Protein + C2H5OH → terkoagulasi

Cu2+ → Cu+

Cu+ + Protein → kompleks berwarna ungu

VII. PEMBAHASAN

Serum adalah plasma darah (mengandung sekitar 90% air) tanpa fibrinogen. Serum

darah terdiri dari protein (yang tidak digunakan untuk pembekuan darah) termasuk cairan

elektrolit, antibodi, antigen, hormon, dan semua substansi exogenous(Wikipedia, 2010).

Protein yang terdapat dalam serum terdiri dari sekitar 56% merupakan fraksi albumin, 4%

α1-globulin, 10% α2-globulin, 12% β-globulin, dan 18% γ-globulin.

Protein globulin yang terdapat pada serum memiliki berbagai fungsi bioligik,

diantaranya sejumlah α-globulin dan β-globulin mempunyai fungsi tranpor khusus misalnya

kelompok α1-globulin yaitu transkobalamin yang mengangkut vitamin B12 dan transkortin

yang mengangkut kortisol, β-globulin bertanggungjawab untuk transport besi bervalensi tiga

dalam plasma, γ-globulin merupakan glikoprotein yang berperan pada reaksi imun sehingga

disebut immunoglobulin (IgG). Sedangkan albumin berperan besar untuk ikatan protein

obat(Evanjhie, 2010).

Protein mempunyai struktur yang tidak stabil sehingga mudah mengalami denaturasi

yang meliputi presipitasi dan koagulasi. Denaturasi protein ini dipengaruhi oleh pH, panas,

adanya garam logam berat, perubahan tipe pelarut, dll. Pada denaturasi terjadi perubahan

terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuarterner molekul protein tanpa terjadinya

pemecahan ikatan kovalen sehingga terkadang dapat berlangsung secara reversible dan dapat

mengalami renaturasi atau penyusunan kembali molekul protein (Zulfikar, 2008). Sifat

protein ini dapat dimanfaatkan untuk proses pemisahan protein yang merupakan

makromolekul yang banyak terdapat pada serum darah.

Page 51: laporan enzim

51

Percobaan pertama yaitu memisahkan protein dengan cara pengendapan dengan

penambahan larutan garam berkonsentrasi tinggi yang biasa disebut dengan salting out.

Albumin merupakan protein yang larut dalam air sedangkan globulin mempunyai sifat sukar

larut dalam air. Akan tetapi bila ke dalam serum yang mengandung kedua protein tersebut

ditambahkan garam ammonium sulfat maka daya larut protein akan berkurang sehingga

protein akan terpisah sebagai endapan. Dimana globulin akan mengendap pada penambahan

garam ammonium sulfat setengah jenuh sedangkan albumin akan mengendap pada

penambahan ammonium sulfat hingga jenuh(Poedjiadi, 2007).

Pengendapan dapat terjadi karena saat ammonium sulfat ditambahkan pada larutan

protein, ion-ion garam ammonium sulfat menarik molekul air menjauh dari protein. Hal ini

disebabkan ion-ion pada garam ammonium sulfat memiliki muatan berat jenis yang lebih

besar dibanding protein, sehingga ketika ditambahkan dan berikatan dengan molekul air,

dapat memaksa molekul protein berinteraksi dan ketika penambahan ammonium sulfat dalam

jumlah cukup menyebabkan protein terpresipitasi(ddbiotechnology, 2009).

Endapan protein dapat dipisahkan dari filtratnya dengan cara penyaringan biasa

dengan kertas saring. Endapan yang didapat kemudian diuji dengan uji biuret yang

merupakan uji warna untuk identifikasi protein. Dimana larutan protein dibuat alkalis dengan

NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk mendeteksi adanya ikatan-

ikatan peptide dimana Cu2+ dari CuSO4 akan direduksi menjadi Cu+ yang akan bereaksi

dengan gugus –CO dan –NH2 pada protein sehingga membentuk suatu kompleks

berwarna(Anonim, 2006). Dari percobaan diperoleh hasil positif untuk uji biuret terhadap

endapan maupun filtrate yang ditandai dengan timbulnya warna ungu pada larutan. Hal ini

menandakan dalam filtrate maupun endapan terkandung protein yang disebabkan belum

semua protein terendapkan oleh penambahan ammonium sulfat. Sehingga kemungkinan

ammonium sulfat yang ditambahkan belum sampai keadaan jenuh yang menyebabkan tidak

semua albumin terendapkan.

Pada percobaan kedua, protein dipisahkan dari serum dengan penambahan etanol

95%. Pada percobaan ini digunakan albumin telur sebagai pembanding. Adanya penambahan

pelarut organik akan mengubah (mengurangi) konstata dielektrika dari air sehingga kelarutan

protein berkurang dan juga akibat etanol yang akan berkompetensi dengan protein terhadap

air(Roypg, 2009). Tabung 2 yang menggunakan larutan albumin diendapkan hampir

seluruhnya sehingga hampir tidak didapatkan filtrat. Sedangkan tabung 1 yang berisi serum,

protein tidak terendapkan seluruhnya sehingga terbentuk 3 fase dimana lapisan atasnya

adalah air dan etanol yang tidak saling bercampur sehingga akan terbentuk 2 fase larutan.

Page 52: laporan enzim

52

Sedangkan bagian bawahnya adalah protein yang terkoagulasi. Dari perbandingan hasil

keduanya berarti albumin lebih mudah terkoagulasi oleh etanol dibandingkan globulin.

Baik filtrat maupun endapan dari serum setelah dilakukan uji biuret menunjukkan

hasil yang positif. Hal ini karena di dalam filtrat masih terkandung globulin yang belum

terkoagulasi seluruhnya. Endapan albumin telur juga menunjukkan uji positif yang berarti di

dalam endapan tersebut terdapat protein albumin yang hampir semuanya terkoagulasi

sehingga hampir tidak didapat filtrat.

VII. KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil pengamatan, analisis data, dan pembahasan, maka dapat

disimpulkan:

a. Di dalam serum darah terkandung protein yang terdiri dari albumin dan globulin.

b. Protein dalam serum dapat dipisahkan dengan cara mengendapkannya dengan

penambahan ammonium sulfat. Proses ini disebut salting out.

c. Globulin akan mengendap pada penambahan ammonium sulfat setengah jenuh,

sedangkan albumin akan mengendap pada penambahan ammonium sulfat hingga

jenuh.

d. Penambahan larutan garam, misalnya ammonium sulfat dapat menurunkan kelarutan

protein.

e. Identifikasi adanya protein dapat dilakukan dengan uji warna biuret yang akan

memberika hasil positif dengan terbentuknya kompleks berwarna ungu pada larutan.

f. Protein serum juga dapat diendapkan dengan penambahan etanol 95% yang dapat

mengurangi konstanta dielektrik air sehingga kelarutan protein berkurang.

g. Albumin lebih mudah diendapkan dengan etanol dibandingkan dengan globulin.

Page 53: laporan enzim

53

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Biuret Test untuk protein. http://www.scumdoctor.com/Indonesian/

nutrition/protein/Biuret-Test-For-Proteins.html [6 Juni 2010]

Budi, Darmawan Setia. 2009. Amino dan Protein. http://darmaqua.blogspot.com/

2008/04/amino-dan-protein.html [6 Juni 2010]

Ddbiotechnology. 2009. Isolasi dan Purifikasi Enzim. http://ddbiotechnology.wordpress.com/

[6 Juni 2010]

Evanjie. 2010. Plasma Darah. http://evantherapy.wordpress.com/tag/protein/ [6 Juni 2010]

Fessenden, Ralp J. dan Joan S. Fessenden. 2007. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Kimball, John W. 2007. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supriyanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI press.

Roypg. 2009. Asam Amino dan Protein. http://roypg.blogspot.com/2009_02_01_archive.html

[6 Juni 2010]

Syamsir, Elvira, dkk. 1994. Studi Komparatif Sifat Mutu dan Fungsional Telur Puyuh dan

Telur Ayam Ras. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan: 5(3): 4.

Wikipedia. 2010. Serum Darah. http://id.wikipedia.org/wiki/Serum_darah [6 Juni 2010]

Zulfikar. 2008. Kimia Kesehatan. http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=2015

[6 Juni 2010]