laporan diskusi AI vaksin.doc
-
Upload
novi-agustina -
Category
Documents
-
view
79 -
download
5
Transcript of laporan diskusi AI vaksin.doc
LAPORAN HASIL DISKUSI
VAKSINANSI KOMBO ULANGAN PADA BAYI
Kelompok 4
Cendri Diana 030.05.056
Putri Prihartati 030.05.173
Muji Hartiningsih 030.06.171
NamanKhalid 030.07.176
Novi Agustina 030.07.189
Putri Kurniasari 030.07.207
Rina Wulandari 030.07.220
Septiyayanti 030.07.238
Steven Tirta Putra 030.07.250
Vania Zamri 030.07.261
William Faisal 030.07.272
Zuki Saputra 030.07.283
Hazirah Bt Abd Khalim 030.07.293
Mohd Zulhelmi Bin Ramli 030.07.303
Noraiman Bin Roslim 030.07.313
Nur Faraha Binti Daud 030.07.323
Ruzanaz S Bt Ruzman Azlee 030.07.334
Ukim Bin Antiko 030.07.344
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERITAS TRISAKTI
JAKARTA, FEBRUARI 2009
BAB I
PENDAHULUAN
Topik Diskusi : Bayi yang akan mendapat vaksinasi kombo ulangan
Ketua : William Faisal
Sekretaris : Rina Wulandari
Tutor : Dr. Herman Setiawan
Jumlah : 18
Perilaku peserta : Semua peserta memberikan pendapat secara teratur dan dapat
menjawab semua pertanyaan dengan cukup baik. Diskusi juga
berjalan dengan lancar.
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang ibu membawa bayi perempuannya untuk mendapatkan set kedua vaksinasi
DTap/ IPV/Hib. Bayinya sehat, tetapi ibunya melaporkan bahwa setelah imunisasi set per-
tama, bayi itu menangis hampir sepanjang malam.
Bahan diskusi:
1. Apa kelebihan dan kekurangan vaksin kombinasi ?
2. Pada Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang diwajibkan, kecuali BCG, Hepatitis B
dan OPV yang diberikan sejak lahir, vaksin lain umumnya diberikan mulai usia 2 bulan.
Apa kira kira pertimbangannya?
3. Vaksin kombinasi apa yang paling awal diproduksi ?
4. Apa beda antara vaksin wP (whole-cell pertussis) dengan vaksin pertussis aseluler?
5. Pilih jawaban yang tepat berkaitan dengan kasus di atas, beserta alasannya
a. tentramkan si ibu dan teruskan vaksinasi
b. tunda vaksinasi 1 bulan lagi
c. lanjutkan vaksinasi dan berikan parasetamol
d. teruskan vaksinasi tetanus dan pertusis saja
e. teruskan vaksinasi difteri dan tetanus saja
BAB III
PEMBAHASAN
Kelebihan dan Kekurangan vaksin kombinasi :
Kelebihan Kekurangan
1. Kemasannya lebih praktis, sehingga
mempermudah pemberian maka dapat
lebih meningkatkan cakupan imunisasi
2. Memberikan kekebalan beberapa penyakit
sekaligus
3. Mempersingkat jadwal vaksinasi
Kunjungan ke dokter yang semula harus 6
kali, dengan vaksinasi kombinasi berarti
hanya perlu 3 kali kunjungan.
Angka drop out pasien pun berkurang
karena mempertinggi compliance atau
kepatuhan orang tua untuk datang ke
dokter.
4. Rasa nyeri akibat suntikan juga akan
semakin sedikit.
5. Penghematan :
Aspek ekonomi : biaya konsultasi dokter,
harga vaksin dan biaya transportasi
Waktu : menghemat waktu orang tua yang
umumnya sangat sibuk bekerja
1. Terjadi incompatibility ( ketidakserasian)
kimiawi maupun fisis, sebagai akibat
pencampuran beberapa antigen beserta
ajuvan, zat preservasi dan bufer
2. Sulit dihindari adanya perubahan respon
imun (imunogenitas) sebagai akibat
interaksi antara antigen dengan antigen
lain atau antara antigen dengan ajuvan
yang berbeda
3. Tingkat kekebalanya menjadi lebih rendah
daripada vaksin monofalen
4. Pemakaian vaksin kombinasi bisa
membingungkan para dokter dalam
menyusun jadwal imunisasi, apalagi bila
dipergunakan vaksin dari pabrik yang
berbeda
6. Resiko tertular penyakit (infeksi
nosokomial) juga menurun karena
frekuensi anak ke rumah sakit berkurang
7. Efek samping setelah vaksin berkurang
8. Memudahkan penambahan vaksin baru ke
dalam program imunisasi yang telah ada
9. Untuk mengejar imunisasi yang terlambat
( catch-up immunization)
Jenis vaksin kombinasi
Jenis vaksin kombinasi dibuat berdasarkan 4 kategori:
1. Pengembangan vaksin kombinasi yang paling lama diproduksi atau dengan kata lain
vaksin kombinasi yang paling awal diproduksi yaitu DTwP (komponen whole-cell
pertusis), disebut vaksin kombinasi tradisional.
2. Vaksin kombinasi dengan dasar campak atau MMR
3. Vaksin kombinasi dengan dasar DtaP (DTP dengan komponen a-cellular pertusis) atau
hepatitis B.
4. Vaksin kombinasi lain yang sedang dikembangkan.
Perbedaan vaksin wP (whole-cell pertussis) dan aP (acelluler pertusis)
Whole-cell Pertussis Acelluler Pertusis
Vaksin pertusis yang mengikutsertakan
seluruh komponen sel bakteri Bordetella
pertussis
Vaksin pertussis yang berisi komponen
spesifik toksin dari Bordetella pertusis.
Kurang endotoksik dibandingkan tipe
whole
Paling reaktogenik
Efek samping lebih banyak ( kemerahan,
pembengkakan, demam, dll)
Waktu menangis bayi lebih panjang
Bisa menyebabkan gangguan SSP serius
seperti encephalopathy
Lebih efektif, karena vaksin seluler
mengandung antigen antigen lain dari
kuman pertussis, sehingga antibodi yang
ada telah mampu untuk melindungi pasien
Efek samping lebih rendah
Tidak menimbulkan demam ( karena
menggunakan virus yang tidak aktif)
Ag kurang struktur lipopolisakarida
sehingga perlindungan terhadap pasien
kurang dibandingkan tipe whole
Lebih mahal
Jadwal Imunisasi
Keterangan Jadwal Imunisasi
Pertimbangan yang menyebabkan perbedaan jadwal dalam pemberian vaksin:
Keberhasilan vaksin perlu maturitas imunologik.
Pada bayi neonatus fungsi makrofag masih kurang, terutama fungsi mempresentasikan
antigen karena ekspresi HLA (human leucocyte antigen) masih kurang pada
permukaannya, selain deformabilitas membran dan respons kemotaktik yang masih
kurang. Kadar komplemen dan aktivitas opsonin komplemen masih rendah, juga aktivitas
kemotaktik serta daya lisisnya. Fungsi sel T supresor (Ts) relatif lebih menonjol
dibandingkan pada bayi atau anak karena memang fungsi imun pada masa intrauterin lebih
ditekankan pada toleransi dan hal ini masih terlihat pada bayi yang baru lahir.
Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang. Jadi dengan
sendirinya vaksinasi pada neonatus akan memberikan hasil yang kurang dibandingkan
pada anak.
Pada vaksin IPV, DTP dan Campak diberikan setelah usia 2 bulan hal ini
dikarenakan:
Pada vaksin IPV dan DTP karena sistem imun sebelum bulan kedua belum matur,
seperti yang telah dijelaskan diatas.
Pada vaksin campak, bayi masih akan mempunyai antibodi maternal terhadap campak
pada 9 bulan pertama usia bayi, maka pemberian vaksin pada usia kurang dari 9 bulan
tidak akan efektif jika diberikan
Pada vaksin BCG, Hepatitis B dan OPV diberikan sejak lahir karena :
Indonesia tercatat sebagai endemis TBC, sehingga risiko penularan TBC melalui
droplet yang sangat besar pada bayi, yang menyebabkan bayi diberikan vaksin BCG
setelah lahir
Pada dasarnya, individu yang belum pernah imunisasi hepatitis B, potensial terinfeksi
HBV. Risiko kronisitas menjadi hepatoma dipengaruhi oleh usia saat yang
bersangkutan terinfeksi. Kronisitas dialami oleh 90% bayi yang terinfeksi saat lahir
karena tidak diberikan vaksin Hepatitis B setelah lahir. Oleh karena pertimbangan
itulah yang menyebabkan vaksin hepatitis B diberikan setelah lahir
Virus polio menyebar secara oral-fecal, masuk melaui mulut dan multifikasi pertama
kali terjadi pada tempat implantasi dalam faring dan gastrointerstinal. Virus tersebut
umumnya ditemukan didaerah tenggorok dan tinja sebelum timbulnya gejala.
Vaksin polio oral digunakan secara rutin sejak bayi baru lahir. Virus vaksin ini
kemudian akan menempatkan diri di usus dan memacu pembentukan antibodi baik
dalam darah maupun pada epitelium usus, yang menghasilkan pertahanan lokal
terhadap virus polio liar yang datang masuk kemudian. Dengan cara ini, maka
frekuensi eksresi polio virus liar dalam masyarakat dapat dikurangi, selain itu vaksin
juga akan menghambat infeksi virus polio liar yang masuk bersamaan, maka sangat
berguna untuk mengendalikan epidemi.
Data:
Bayi yang dibawa oleh ibunya untuk mendapatkan set kedua vaksinasi DtaP/IPV/Hib
Masalah: Ibunya melaporkan, setelah imunisasi set pertama, bayi itu menangis hampir
sepanjang malam.
Identifikasi masalah:
Bayi tersebut menangis hampir sepanjang malam, setelah imunisasi set pertama yang
diberikan, dicurigai karena reaksi lokal maupun sistemik dapat berupa demam tinggi, rewel,
ditempat suntikan timbul kemerahan, nyeri dan pembengkakan, yang akibat dari pemberian
vaksin DPT dan mungkin disebabkan oleh kompleks antigen-antibodi. Namun tidak dapat
diketahui secara pasti mengapa anak tersebut dapat menangis hampir sepanjang malam.
Dari sumber yang kami dapat salah satu kontra indikasi pemberian vaksin pertusis berikutnya
adalah bila pada pemberian pertama dijumpai, riwayat bayi menangis terus menerus selama
lebih dari 3 jam. Dan juga diakatakan bahwa vaksin pertusis mengandung thimerosal yang
lebih sensitif pada bayi, juga dapat menimbulkan autisme,dan gangguan neuron pada bayi
yang di vaksin.
Hal yang akan dilakukan pada pasien:
Berdasarkan sumber yang telah kami sebutkan diatas, melihat lebih banyak risiko vaksinasi
daripada manfaat nya, kami memilih untuk tidak memberikan vaksin pertusis.dan hanya
meneruskan vaksinasi difteri dan tetanus saja
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Vaksinasi merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan dengan
antigen yang berasal dari mikroorganisme patogen. Antigen yang diberikan telah dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun mampu mengaktifasi limfosit
menghasilkan antibodi dan sel memori. Imunisasi yang diwajibkan meliputi BCG, polio,
hepatitis B, DPT dan campak.
Jadwal pemberian vaksinasi berbeda-beda, dengan tujuan dan maksud tertentu. Untuk
mempersingkat jadwal, mengurangi jumlah suntikan, dan mengurangi kunjungan dianjurkan
melakukan vaksin kombinasi (gabungan beberapa antigen tunggal menjadi satu jenis produk
antigen untuk mencegah penyakit yang berbeda).
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan
menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi).
SARAN
Dalam pembuatan laporan hasil diskusi ini, masih banyak terdapat banyak kesalahan,
maka kritik dan saran pembaca khususnya para dosen akan sangat bermanfaaat bagi kami
untuk dapat membuat makalah hasil diskusi yang lebih baik untuk lain waktu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ranuh IGN. Suyitno H. Hadinegoro SS. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. 3rd. 2008.
Jakarta: Satgas Imunisasi-Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2. Decker MD. Edwards KM. Combination Vaccines. 4th ed. 2004. Philadelphia: WB
Saunders Company.
3. Wahab AS. Julia M. Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun. 2002. Jakarta: Widya
Medika. pg: 50-66.