Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

81
Page | 1 PUJI DHIAN WIJAYA 4210 100 007 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Saya mengerjakan dan menyelesaikan DESAIN II. PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN dengan usaha dan jerih payah saya sendiri. 2. Saya, baik dengan sengaja atau tidak, tidak menduplikasi semua atau sebagian pekerjaan DESAIN II. PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN dari orang lain. 3. Saya, baik dengan sengaja atau tidak sengaja, tidak akan memberikan duplikasi semua atau sebagian pekerjaan DESAIN II. PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN kepada orang lain. Surabaya, Juni 2012 Yang menyatakan, Puji Dhian Wijaya NRP. : 4210 100 007 Mengetahui : Dosen pembimbing, Dosen Koordinator, Desain II Propeller & Sistem Perporosan DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

description

Marine Engineering, Engine Propeller Matching, Ship Propulsion System

Transcript of Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page 1: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 1

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Saya mengerjakan dan menyelesaikan DESAIN II. PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN dengan usaha dan jerih payah saya sendiri.

2. Saya, baik dengan sengaja atau tidak, tidak menduplikasi semua atau sebagian pekerjaan DESAIN II. PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN dari orang lain.

3. Saya, baik dengan sengaja atau tidak sengaja, tidak akan memberikan duplikasi semua atau sebagian pekerjaan DESAIN II. PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN kepada orang lain.

Surabaya, Juni 2012Yang menyatakan,

Puji Dhian WijayaNRP. : 4210 100 007

Mengetahui :

Dosen pembimbing, Dosen Koordinator, Desain II Propeller & Sistem Perporosan

Ir fan Syarief A, ST, MT. Semin Sanuri, ST. MT.NIP. : 1969 1225 1997 02 1001 NIP. : 1971 0110 1997 02 1001

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 2: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 2

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah serta kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Desain II Tugas Propeller dan Sistem Perporosan ini tepat pada waktunya. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Irfan Syarief A, ST, MT. sebagai dosen pembimbing dan Bapak Semin Sanuri, ST. MT. sebagai dosen koordinator pada Desain II Propeller dan Sistem Perporosan.

Desain II Propeller dan Sistem Perporosan ini merupakan kelanjutan dari Tugas Rencana Garis yang terdahulu. Pada tugas ini akan ditentukan jenis propeller yang digunakan serta sistem perporosan dan pelumasannya yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan kapal. Tata letak dan konstruksi dari sistem perporosan ini diambil dari gambar rencana umum. Pada tugas ini juga dilakukan kalkulasi ulang daya yang dibutuhkan oleh kapal dimana dengan adanya pengaruh/hubungan propeller.

Dari hasil perhitungan selanjutnya adalah tahap ploting atau penggambaran. Pada penggambaran ini dilakukan pertimbangan-pertimbangan teknis agar diperoleh desain yang efektif dan efisien. Seluruh proses perancangan gambar, penulis menggunakan software AutoCad 2007.

Pada pembuatan laporan dan penggambaran ini masih terdapat kekurangan-kekurangan yang dapat disebabkan adanya kesalahan penulisan, perhitungan atau penggambaran, untuk itu kritik dan saran dari pembaca juga diharapkan untuk penyempurnaan laporan ini.

Demikian laporan Desain II Propeller dan Sistem Perporosan ini penulis susun, semoga dapat memberikan manfaat.

Surabaya, Juni 2012

Penulis (Puji Dhian Wijaya)

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 3: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 3

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

DAFTAR ISI

PERNYATAAN 1

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I : PENDAHULUAN 51.1 Dasar Teori 51.2 Konfigurasi Peralatan Sistim Transmisi Penggerak Kapal 6

BAB II : PEMILIHAN MOTOR PENGGERAK UTAMA 122.1 Perhitungan Tahanan Kapal 12

2.1.1. Volume displasement (▼) 122.1.2. Displasement kapal (▲) 122.1.3. Wetted surface area / luasan permukaan basah (s) 122.1.4. Froud number (fn) 122.1.5. Reynolds number (rn) 132.1.6. Koefisien tahanan gesek (cf) 132.1.7. Menghitung tahanan sisa (cr) 132.1.8. Menghitung tahanan tambahan 15 2.1.9. Menghitung tahanan udara 152.1.10. Menghitung tahanan kemudi 152.1.11. Menghitung tahanan total kapal 15

2.2 Perhitungan Daya Motor Induk 162.2.1. Daya Efektif (Efective Horse Power) 172.2.2. Daya Yang Disalurkan (Dilevery Horse Power) 172.2.3. Daya Poros (Shaft Horse Power) 182.2.4. Brake Horse Power 182.2.5. Pemilihan Engine 19

BAB III : PEMILIHAN PROPELLER DAN PEMERIKSAN KAVITASI 223.1 Tujuan 223.2 Design Condition dan Pemilihan Propeller 223.3 Perhitungan Kavitasi 243.4 Koreksi Besarnya Daya Main Engine 27

BAB IV : ENGINE PROPELLER MATCHING 294.1 Parameter Perhitungan 294.2 Hull - Propeller Match 304.3 Tabel KT-J 30

BAB V : PENGGAMBARAN PROPELLER 405.1 Parameter Data 405.2 Menentukan Ordinat Face Dan Back Dari Trailing Edge Dan Leading Edge 44

5.2.1 Menentukan Ordinat Face Dan Back Dari Trailing Edge 445.2.2 Menentukan Ordinat Face Dan Back Dari Leading Edge 44

5.3 Penggambaran Propeller 455.4 Menentukan Distribution Pitch 47

BAB VI: PERENCANAAN POROS PROPELLER DAN PERLENGKAPAN PROPELLER 486.1 Perencanaan Diameter Poros Propeller 486.2 Perencanaan Perlengkapan Propeller 50

BAB VII : PERENCANAAN STERN TUBE 687.1 Jenis Pelumasan 687.2 Panjang Poros 68

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 4: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 4

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

7.3 Menentukan Bantalan 68

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 5: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 5

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

BAB IPENDAHULUAN

Propeller merupakan bentuk alat penggerak kapal yang paling umum digunakan dalam menggerakkan kapal. Sebuah propeller yang digunakan dalam kapal mempunyai bagian daun baling – baling ( blade ) yang menjorok kearah tertentu dari hub atau bos. Bos ini dipasang pada poros yang digerakkan oleh mesin penggerak utama kapal.

Sebuah kapal berjalan dengan menggunakan suatu daya dorong yang dalam istilahnya disebut sebagai thrust. Daya dorong tersebut dihasilkan oleh suatu motor atau engine yang ditransmisikan melalui suatu poros (sistem transmisi yang banyak digunakan) kemudian daya tersebut disalurkan ke propeller. Daya dorong yang ditransmisikan tersebut dalam menggerakkan kapal akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana kita mendesain propeller itu sendiri. Semakin baik desainnya baik dari segi bentuk, effisiensi, jumlah daun, dan lain sebagainya maka akan semakin besar daya dorong yang akan dihasilkan.

Untuk mendesain daripada propeller ini pertama-tama kita harus tahu dulu ukuran utama daripada kapal yang akan ditentukan atau direncanakan propellernya tersebut. Kemudian dari data itu kita menghitung tahanan total dari kapal. Dalam laporan ini metode yang digunakan untuk menghitung tahanan total kapal adalah metode Halvard

Pada tahap kedua adalah menghitung daya engine (BHP) yaitu daya mesin yang nantinya ditransmisikan ke propeller untuk menghasilkan daya dorong. Langkah berikutnya dalah memilih engine yang tepat untuk menghasilkan BHP seperti yang diinginkan dan menghasilkan kecepatan kapal yang sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

Langkah selanjutnya adalah memilih propeller caranya dengan menentukan ratio daripada reduktion gear kemudian menentukan berapa kecepatan putaran propeller yang sesuai dengan reduktion gear tersebut. Kemudian dibandingkan hasilnya antara beberapa kecepatan propeller tersebut dan diambil yang paling effisien, diameternya memenuhi aturan dari Biro Klasifikasi Indonesia dan memenuhi sarat kavitasi. Dalam menentukan atau mendapatkan perhitungan tersebut adalah dengan menggunakan Bp - d diagram.

Langkah selanjutnya adalah menghitung Engine Propeller Matching (EPM), yaitu mencocokkan antara propeller dengan mesin yang di gunakan, setelah itu melakukan perhitungan propeller serta melakukan perencanaan poros propeller. Dalam perencanaan poros data yang diperlukan adalah besarnya daya yang ditransmisikan ke propeller yang disebut dengan SHP dan besarnya torsi yang diterima oleh poros tersebut. Karena propeller ini menembus badan kapal maka diperlukan suatu alat yang berfungsi untuk mengurangi air yang masuk ke dalam kapal. Alat tersebut biasa dinamakan dengan stern tube. Sehingga untuk langkah selanjutnya adalah menghitung atau merencanakan stern tube.

Dalam laporan ini juga akan dihitung mengenai perencanaan boss propeller, kopling, tebal bantalan, pasak, tebal bantalan, stern post, intermediate shaft serta kopling penghubung antara poros propeller dan poros intermediate.

Jenis pelumasan dari stern tube yang digunakan dalam perencanaan perporosan ini adalah sistem pelumasan minyak dengan pelepasan stern tube ke arah dalam kapal.

1.1 Dasar TeoriPropeller merupakan bentuk alat penggerak kapal yang paling umum digunakan dalam

menggerakkan kapal. Sebuah propeller yang digunakan dalam kapal mempunyai bagian daun baling – baling ( blade ) yang menjorok kearah tertentu dari hub atau bos. Bos ini dipasang pada poros yang digerakkan oleh mesin penggerak utama kapal.

Sebuah kapal berjalan dengan menggunakan suatu daya dorong yang dalam istilahnya disebut sebagai thrust. Daya dorong tersebut dihasilkan oleh suatu motor atau engine yang ditransmisikan melalui suatu poros (sistem transmisi yang banyak digunakan) kemudian daya tersebut disalurkan ke propeller. Daya dorong yang ditransmisikan tersebut dalam menggerakkan kapal akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana kita mendesain propeller itu sendiri. Semakin baik desainnya baik dari segi bentuk, effisiensi, jumlah daun, dan lain sebagainya maka akan semakin besar daya dorong yang akan dihasilkan.

Untuk mendesain propeller tersebut terlebih dahulu harus diketahui ukuran utama daripada kapal yang akan direncanakan propellernya tersebut. Dari data tersebut dapat dihitung tahanan total

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 6: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 6

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

dari kapal menggunakan salah satu metode yang ada. Dalam laporan perhitungan ini metode yang digunakan adalah metode HALVARD.

Pada tahap kedua adalah menghitung daya engine (BHP) yaitu daya mesin yang nantinya ditransmisikan ke propeller untuk menghasilkan daya dorong. Langkah berikutnya dalah memilih engine yang tepat untuk menghasilkan BHP seperti yang diinginkan dan menghasilkan kecepatan kapal yang sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

Langkah selanjutnya adalah memilih propeller caranya dengan menentukan ratio daripada reduktion gear kemudian menentukan berapa kecepatan putaran propeller yang sesuai dengan reduktion gear tersebut. Kemudian dibandingkan hasilnya antara beberapa kecepatan propeller tersebut dan diambil yang paling effisien, diameternya memenuhi aturan dari Biro Klasifikasi Indonesia dan memenuhi sarat kavitasi. Dalam menentukan atau mendapatkan perhitungan tersebut adalah dengan menggunakan Bp - d diagram.

Langkah selanjutnya adalah menghitung Engine Propeller Matching (EPM), yaitu mencocokkan antara propeller dengan mesin yang di gunakan, setelah itu melakukan perhitungan propeller serta melakukan perencanaan poros propeller. Dalam perencanaan poros data yang diperlukan adalah besarnya daya yang ditransmisikan ke propeller yang disebut dengan SHP dan besarnya torsi yang diterima oleh poros tersebut.

Karena propeller ini menembus badan kapal maka diperlukan suatu alat yang berfungsi untuk mengurangi air yang masuk ke dalam kapal. Alat tersebut biasa dinamakan dengan stern tube. Sehingga untuk langkah selanjutnya adalah menghitung atau merencanakan stern tube.

Dalam laporan ini juga akan dihitung mengenai perencanaan boss propeller, kopling, tebal bantalan, pasak, stern post, intermediate shaft serta kopling penghubung antara poros propeller dan poros intermediate. Jenis pelumasan dari stern tube yang digunakan dalam perencanaan perporosan ini adalah sistem pelumasan minyak.

1.2 Konfigurasi Peralatan Sistim Transmissi Penggerak Kapal

Berikut merupakan urutan daya yang terdapat pada sistim transmisi propulsor utama :Urutan daya tersebut dipetakan agar memudahkan dalam perkiraan pemberian daya efektif

yang harus disediakan agar kapal dapat bergerak sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. Selain itu juga relatif banyaknya komponen sehingga menyebabkan kehilangan kehilangan daya akibat komponen transmissi. Secara empirik besaran dan satuan daya tersebut didefinisikan dengan :

1. Effective Horse Power (EHP)

Effective power (EP) dapat juga disebut dengan daya efektif. Satuan daya dapat menggunakan Watt, atau daya kuda (Horse Power). Daya efektif dinyatakan sebagai daya yang diperlukan untuk menarik lambung kapal pada kecepatan tertentu. Secara matematis dinyatakan dengan :

EHP = RT. Vs Dimana :

RT : Tahanan total kapal (kN)Vs : Kecepatan kapal yang direncanakan (m/s)EHP : Effective Power (kW)

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 7: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 7

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

2. Thrust Horse Power (THP)

Bilamana suatu kapal bergerak ke depan, maka aliran air yang berada dibelakang propeller (pada bagian depan kapal), akan mengalami percepatan. Percepatan ini akan meningkatkan momentum air. Mengacu pada hukum ke dua newton, gaya yang bekerja akan sebanding dengan percepatan yang ditimbulkan. Momentum percepatan air ini dinamakan dengan thrust. Hasil perkalian antara thrust dan kecepatan relatif aliran air terhadap propeller disebut dengan Speed of Advance. Thrust power dinyatakan dengan daya yang diterima oleh air yang diedarkan oleh propeller. Thrust power secara matematis dinyatakan dengan:

THP = T. VaDimana :

T : Thrust pada propeller (Newton)Va : Kecepatan advance (m/s)TP : Thrust Power (Watt)

Thrust power dapat juga dinyatakan dengan :

THP= EHPηH

Dimana :EHP : Effective Power (Watt or Horse Power)TP : Thrust Power (Horse Power or Watt)H : Hull eficiency

3. Delivery Horse Power (THP)

Delivery Horse Power ialah daya yang ditransmisikan oleh poros kepada propeller. Bagaimanapun, akan terjadi kehilangan antara daya yang ditransmissikan dari poros hingga propeller. Kehilangan ini dikarenakan efisiensi propeller dalam mentrasmisikan daya. Efisiensi propeller dalam mentrasmissikan daya tentunya akan kurang dari 100%. Dampak lebih lanjut ialah propeller tidak dapat meneruskan keseluruhan daya yang diterima.

Sehingga thrust power akan berharga lebih rendah daripada delivery power. Hubungan antara delivery power dengan thrust power secara matematis dinyatakan dengan:

DHP=Tpη p

Dimana :DP : Delivery Power (Watt)p : Efisiensi PropellerTP : Thrust Power (Watt)

4. Shaft Horse Power (SHP)

Shaft power dinyatakan sebagai daya yang diedarkan oleh poros setelah roda gigi dan bantalan thrust (thrust bearing). Kehilangan daya terjadi dikarenakan adanya kehilangan pada roda gigi dan tuas kopling serta bantalan penyangga poros. Selain itu juga terdapat kehilangan pada tabung poros (Stern Tube). Hubungan antara Shaft power dengan Deliver power ialah :

SHP=DPηB ηS

=DPηm

Dimana :SHP :Shaft Power (Watt)DP :Deliver Power (Watt)

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 8: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 8

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

B :Efisiensi bantalan poros s :Efisiensi Tabung Poros (Stern Tube) m :Efisiensi Mekanis

5. Brake Horse Power (BHP)

Brake power dinyatakan sebagai daya yang dihasilkan oleh engine. Besar dari Brake power sangat tergantung dari torsi (Q) dan putaran (n) yang dibangkitkan oleh engine. Harga Brake power telah ditentukan oleh pembuat (maker) yang dinyatakan dalam sertifikat atau spesifikasi dan name plate.

6. Screw

Screw atau yang disebut dengan Propeller, merupakan alat yang dapat mengkonversikan daya mekanis dari poros menjadi daya dorong (thrust). Bentuk dan jenis propeler menurut jumlah daunnya secara umum dapat terbagi menjadi propeller dengan jumlah daun dua, tiga, empat dan lima. Propeller dengan jenis daun dua biasanya terdapat pada jenis kapal tradisional, yang menggunakan motor penggerak berupa motor tempel. Sedang untuk propeler dengan jenis daun tiga dan empat digunakan pada kapal niaga seperti kapal barang (cargo), tanker dan kapal bulk carier. Sedang propeler dengan jenis daun lima seperti yang terdapat pada gambar berikut digunakan pada jenis kapal dagang dengan kecepatan yang lebih tinggi. Berikut ditunjukkan bentuk geometri dan penempatan dari propeller dengan jenis daun lima di kapal.

Gambar 1.1 Konstruksi dan Penempatan Propeller di kapal

Seperti layaknya suatu benda konstruksi, propeller tentunya memiliki bagian bentuk gometris seperti : Diamater (D)

adalah Diamenter suatu propeler dinyatakan sebagai diameter yang dibentuk oleh tip circle. (tip cirle dapat dilihat pada gambar dibawah).

Hub (Boss)adalah Berbentuk silinder konis, yang berguna untuk memasang propeller pada poros propeller.

Leading Edge (ujung Potongan Daun) adalah tepi daun propeller dimuka, jadi pada saat propeller berputar bagian ujung potongan daun ini berada di depan

Trailing Edge (ekor Potongan Daun) adalah tepi daun propeller dibelakang, jadi pada saat propeller berputar bagian tepi daun propeler ini berada di belakang

Forwardmenyatakan arah posisi pemasangan propeler ke arah haluan kapal

Plan (Looking Aft) adalah Pandangan gambar merupakan pandangan kearah belakang kapal

Rake Angle

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 9: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 9

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

adalah sudut yang di bentuk antara garis proyeksi daun pada akar /dasar daun yang terdapat pada hub dengan garis proyeksi daun pada bagian ujung /tip (lihat gambar 1.2)

Blade adalah Daun propeller

Pressure face adalah sisi tekanan tinggi.

Suction Backadalah Sisi tekanan rendah

Z – O adalahBlade tickness , Tebal daun propeller

Pitch adalah Panjang Langkah. Menyatakan jarak pergeseran /perpindahan (displasement) suatu propeller pada satu putaran penuh (lihat gambar 1.3).

Gambar 1.2 Bentuk Geometris Propeller (Srew Propeller Geometry)

Gambar 1.3 Pitch pada Srew Propeller

Pemilihan dari Screw atau yang disebut dengan Propeller, sangatlah menentukan efektifitas pada sistim propulsi. Secara ideal, tentunya kita sebaiknya memilih propeller

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 10: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 10

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

dengan efisiensi yang tinggi. Propeller dengan efisiensi tinggi pada suatu harga thrust tertentu dapat diperoleh dengan cara memilih propeller dengan diameter sebesar mungkin. Selain itu dengan mengoperasikan propeller pada putaran serendah mungkin.

Pengoperasian propeller pada putaran rendah selain dikarenakan sifat dan karakteristik propeller yang akan bekerja lebih efisien pada putaran rendah, juga dikarenakan bila propeler tersebut dioperasikan pada putaran tinggi untuk jenis propeler konvensional maka propeller tersebut akan mengalami kavitasi. Kavitasi ini merupakan fenomena yang terjadi dikarenakan perrubahan wujud fluida menjadi gelembung gas dikarenakan penurunan titik didih akibat penurutan tekanan fluida. Kavitasi ini menimbulkan kerugian berupa efisiensi propeler yang rendah, pengikisan dari daun propeller dan boss propeler, vibrasi dikarenankan getaran akibat ketidakseimbangan beban pada daun propeller, dan timbulnya noise.

Gambar 1.4 Kavitasi pada Srew Propeller

Putaran suatu engine yang sangat tinggi maka diperlukan suatu reduction gear (gear box). Fungsi reduction gear ini berfungsi sebagai penurun putaran.

7. Strut

Fungsi strut pada dasarnya hanya untuk menopang tabung poros propeller (stern tube). Strut biasanya digunakan pada kapal dagang yang menggunakan baling baling ganda, atau pada jenis kapal penumpang dengan kecepatan tinggi.

Gambar 1.5 Strut Propeller

Strut juga digunakan pada konfigurasi kapal yang menggunakan tiga atau lebih propeller pada kapal. Konstruksi strut yang berhubungan langsung dengan permukaan poros secara prinsip sama seperti konstruksi pada stern tube. Sedangkan bagian yang menopang pada badan kapal memiliki konstruksi seperti pada penyangga (girder) secara umum.

8. Stern Tube

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 11: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 11

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

Fungsi stern tube ialah sebagai tabung kedap sekaligus penopang dan pelumas pada poros propeller. Secara umum bila ditinjau dari fluida pendingin, maka stern tube terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama ialah stern tube dengan fluida pendingin air laut, dan stern tube dengan media pendingin minyak pelumas. Perbedaan pada media pendingin inilah juga yang menyebabkan bahan dari tabung penyumbat yang berhubungan dengan poros menjadi berbeda. Untuk poros dengan media pendinginan air laut menggunakan bahan penyumbat pada stern tube ialah dengan menggunakan kayu pogot (pookaute).

Sedangkan untuk bahan pendingin dengan menggunakan pelumasan, maka bahan penyumbatnya ialah karet sintetik. Pemeriksaan pada clearence stern tube dilakukan 1 tahun sekali ialah pada kapal menjalani annual docking.

9. Bantalan

Fungsi bantalan ialah sebagai penyangga poros transmissi (tail shaft). Bantalan ini biasanya digunakan bila panjang poros dinilai terlalu panjang (lebih dari 5m). Pemberian bantalan ini disamping agar memudahkan dalam proses pemeliharaan juga sebagai peredam terjadinya defleksi poros. Pada sisi lain, pemberian bantalan dapat menurunkan daya yang akan diterima oleh propeller, karena adanya kehilangan berupa panas dari hasil gesekan antara komponen komponen yang bergerak. Pemasangan pondasi bantalan harus tepat agar pada kegiatan pelevelan titik pusat bantalan, titik pusat dari bantalan tersebut setingkat (selevel) dengan titik pusat poros.

BAB II

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 12: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 12

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

PEMILIHAN MOTOR PENGGERAK UTAMA

Tujuan dari pemilihan motor penggerak utama kapal adalah menentukan jenis serta type dari motor penggerak utama kapal yang sesuai dengan kebutuhan kapal. Kebutuhan ini didasarkan dari besarnya tahanan kapal yang diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya dimensi utama kapal serta kecepatan dan rute kapal yang diinginkan. Langkah – langkah dalam pemilihan motor penggerak utama kapal antara lain :

1. Menghitung besarnya tahanan kapal. 2. Menghitung besarnya kebutuhan daya motor penggerak utama kapal.3. Menentukan jenis dan type dari motor penggerak utama kapal.

2.1 PERHITUNGAN TAHANAN KAPAL

Definisi dari tahanan kapal adalah gaya fluida yang bekerja pada kapal sedemikian rupa sehingga melawan gerakan kapal tersebut. Pada perhitungan tahanan, ditentukan terlebih dahulu koefisien masing-masing tahanan yang dapat diperoleh dari diagram-diagram dan tabel-tabel. Pada perhitungan digunakan pedoman pada buku Tahanan dan Propulsi Kapal (Sv. Harvald). Data-data ukuran utama kapal diambil dari Tugas Rencana Garis dan Bukaan Kulit (Lines plan and Shell expansion) yang telah dilalui mahasiswa pada semester sebelumnya.

Untuk menentukan daya mesin kapal yang digunakan maka sebelumnya kita harus menghitung tahanan kapal. Salah satu cara untuk menghitung tahanan kapal yaitu dengan menggunakan metode Halvarld. Tahanan total kapal adalah sebagai berikut :

Data utama kapal : Nama : MT. JC GLORY

Tipe : TANKER

Dimensi Utama kapal : LPP : 120,00 meterLWL : 123,60 meterB : 21,00 meterH : 10,04 meterT : 7,994 meterCb : 0.745Vs : 13 Knots

Rute Pelayaran : Bontang – Taiwan Radius pelayaran : 1940 Nautical mil

2.1.1. VOLUME DISPLASEMENT (▼)▼ = Lwl x B x T x Cb wl

▼ = 123,60 x 21,00 x 7,994 x 0.73415▼ = 15233,04 m3 (Handout mata kuliah Teori Bangunan Kapal)

2.1.2. DISPLASEMENT KAPAL (▲)▲ = ▼ x ρ air laut▲ = 15233,04 x 1,025▲ = 15613,87 ton (Handout mata kuliah Teori Bangunan Kapal)

2.1.3. WETTED SURFACE AREA / LUASAN PERMUKAAN BASAH (S)Luasan ini merupakan jumlah luasan kapal yang tercelup oleh air. Besar luasan tersebut adalah :

s = 1,025 Lpp (CbxB+1,7 T)

= 3595,88 m²

2.1.4. FROUD NUMBER (Fn)Angka froud number berhubungan dengan kecepatan kapal. Semakin besar angka froud maka semakin besar kecepatan kapal tersebut.Fn = (Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 58)

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Vs

√g×Lwl

Page 13: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 13

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

Dimana nilai v dan g adalah sebagai berikut :

v = 13 knot = 6,687772 m/s

g = Percepatan gravitasi standar ( = 9,8 m/s2 )

Maka nilai Fn adalahFn = = = 0,1921

2.1.5. REYNOLDS NUMBER (Rn)Angka Reynold juga berhubungan dengan kecepatan kapal. Namun berbeda dengan angka froud, angka Reynold berbanding terbalik dengan kecepatan kapal. Selain itu, angka Reynold juga berhubungan dengan tahanan gesek yang dialami kapal.Untuk nilai Vk = Koefisien Viskositas kinematik ( = 1,188.10-6 )

Rn =

(Vs x Lwl )¿

Rn =

6,687772x 123,6

1,188 x 10−6

Rn = 695798501 = 6,9 x 108 (Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 58)

2.1.6. KOEFISIEN TAHANAN GESEK (Cf)a. berdasarkan ITTC-1957 diperoleh koefisien tahanan gesek :

Gambar 1.1. Koefisien tahanan gesek Cf (menurut ITTC 1957) sebagai fungsi dari panjang model kapal L dan kecepatan V

Cf = 0.075¿¿¿¿

(Harvald 5.5.14, Tahanan dan Propulsi Kapal, halaman 119)

= 0,075¿¿

= 0,075

(8,84248−2)2

= 0,001602= 1,602 x 10-3

2.1.7. Menghitung Tahanan Sisa (Cr)

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

8. 21

√9,8×110 ,24Vs

√g×Lwl

Page 14: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 14

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

CR atau tahanan sisa kapal dapat ditentukan melalui diagram Guldhammer-Harvald yang hasilnya adalah sebagai berikut :

Dicari nilai Lwl

∇13

Lwl

∇13

= 123,60

(15223,04)13

¿5,148715

Dimana nilai koefisien prismatiknya (Φ) = Cbβ

β = (0,08 x CB) + 0,93

= (0,08 x 0,745) + 0,93

= 0,0596 + 0,93

= 0,9896

Maka nilai koefisien prismatik diperoleh sebesarCbβ

= 0,745

0,9896

= 0,7528Cr dapat ditentukan melalui diagram Guildhammer – Halvard halaman 120 – 128

Berdasarkan nilai Fn yang sebelumnya dicari, yaitu Fn = 0,1921, maka

dilakukan pembacaan diagram Guildhammer – Halvard mulai dari Lwl

∇13

yang bernilai 4 – 5,5. Dan diperoleh data seperti pada tabel disampingDengan interpolasi, maka nilai 103Cr adalah

103 CR =1,3 + [((5,148715 - 5)/(5.5 - 5)) x (1,12 - 1,3)]

= 1,25

CR1 = 1,25 x 10-3

1. Bentuk badan kapalKarena bentuk badan kapal yang ada standart, yaitu letak titik benamnya standar, harga B/T nya standar, bentuk penampangnya normal, maka tidak ada koreksi.

2. Ratio B/TKarena diagram tersebut dibuat berdasarkan rasio lebar-sarat B/T = 2,5 maka harga Cr untuk kapal yang mempunyai rasio lebar-sarat lebih besar atau lebih kecil daripada harga tersebut harus dikoreksi

B/T = 21 / 7,994

= 2,63

(Harvald 5.5.17, Tahanan dan Propulsi Kapal, halaman 119)

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Lwl

∇13

103Cr

4 1,48

4,5 1,42

5 1,3

5,148715 1,25

5,5 1,12

103Cr2 = 103Cr1 + 0,16(B/T - 2,5)

103Cr2 = 1,267263

Cr2 = 0,001267

Page 15: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 15

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

3. LCB

LCB dari Tugas Rencana Garis adalah LCB : e% = 1,890% di depan midship

Ldisp = 121,8 meter

e%*Ldisp= 2,30202 meter

Letak LCB yang optimum merupakan kuantitas yang masih agak meragukan, dan semua kepustakaan yang ada memberikan pendapat yang berbeda-beda sehingga memberikan gambaran yang membingungkan. Sebagai upaya untuk mengatasi kerancuan tersebut maka semua informasi yang ada dikumpulkan dan diringkas pada LCB standar tersebut didefenisikan sebagai fungsi linear angka Froude (Fn).

Penentuan LCB standart dalam % dengan acuan grafik LCB Standart, buku TAHANAN DAN PROPULSI KAPAL hal. 130LCB standard diperoleh senilai 1,02 %, yang artinya 1,24236 meter didepan midship atau tengah kapal.

Karena letak LCB kapal di depan LCb standart maka harus dilakukan koreksi, sebagai berikut

∆ LCB = LCB - LCBstandart

= 1,89% - 1,02%

= 0,870%

(d103Cr/dLCB)= 0,1

dimana faktor (d103Cr/dLCB) didapat dari diagram 5.5.16 (HARVALD)

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 16: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 16

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

Cr standar dari rumus koreksi (Cr2)

4. Anggota Badan Kapaldalam hal ini yang perlu dikoreksi adalah boss baling-baling, dan untuk kapal penuh Cr

dinaikkan sebesar 3-5%, diambil 5%, sehingga :

(Halvard 5.5.22 Tahanan dan Propulsi Kapal, halaman 132)

2.1.8. Menghitung Tahanan Tambahan Dari perhitungan awal diperoleh displacement kapal sebesar = 15613, 87 ton. Dengan menginterpolasi data displacement pada buku TAHANAN DAN PROPULSI KAPAL, HARVALD hal. 132 yaitu maka didapat tahanan tambahan yaitu :Interpolasi Ca

Noa b

Displacement Ca

1 10000 0,0004

2 15613,87 Ca

3 100000 0

Dengan interpolasi, maka diperoleh nilai Ca :

Ca = (1b + (2a-1a)x(3b-1b))/(3a-1a)

= 0,000375049

2.1.9. Menghitung Tahanan UdaraKarena data mengenai angin dalam perancangan kapal tidak diketahui maka disarankan untuk mengoreksi koefisien tahanan udara

Caa = 0,00007 (HARVALD 5.5.26 hal 132)

2.1.10. Menghitung Tahanan Kemudiberdasarkan HARVALD 5.5.27 hal. 132 koreksi untuk tahanan kemudi mungkin sekitar :

Cas = 0,00004 (HARVALD 5.5.27 hal. 132)

2.1.11. Menghitung Tahanan Total KapalKoefisien tahanan total kapal atau Ct, dapat ditentukan dengan menjumlahkan seluruh

koefisien - koefisien tahanan kapal yang ada :

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

103Cr = 103Cr(standart) + (d103Cr/dLCB) x ∆LCB

103Cr = 1,26813

Cr3 = 0,001268133

Crtotal = (1+5%) x Cr3

= 0,001331539

Ctair = Cf + Cr + Ca + Cas

= 0,0033487

Ctudara = Caa

= 0,00007

Rtair = Ctair x 0.5 x ρ airlaut x Vs2 x S

= 276,0193002 kN

Rtudara = Ctudara x 0.5 x ρ udara x Vs2 x L

= 0,000256729 kN

Rt total = Rt udara + Rt air

= 276,0196 kN

Page 17: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 17

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

Dalam hal ini tahanan total masih dalam pelayaran percobaan, untuk kondisi rata-rata pelayaran dinas harus diberikan kelonggaran tambahan pada tahanan dan daya efektif. Kelonggaran rata-rata untuk pelayaran dinas disebut sea margin/service margin. Untuk rute pelayaran Surabaya-hongkong marginnya adalah sebesar 15-20%. Diambil nilai 15 %.

PERHITUNGAN DAYA KAPAL

Secara umum kapal yang bergerak di media air dengan kecepatan tertentu, maka akan mengalami gaya hambat (resistance) yang berlawanan dengan arah gerak kapal tersebut. Besarnya gaya hambat yang terjadi harus mampu diatasi oleh gaya dorong kapal (thrust) yang dihasilkan dari kerja alat gerak kapal (propulsor). Daya yang disalurkan (PD ) ke alat gerak kapal adalah berasal dari Daya Poros (PS), sedangkan Daya Poros sendiri bersumber dari Daya Rem (PB) yang merupakan daya luaran motor penggerak kapal.

Ada beberapa pengertian mengenai daya yang sering digunakan didalam melakukan estimasi terhadap kebutuhan daya pada sistem penggerak kapal, antara lain :

(i) Daya Efektif (Effective Power-PE);(ii) Daya Dorong (Thrust Power-PT);(iii) Daya yang disalurkan (Delivered Power-PD); (iv) Daya Poros (Shaft Power-PS); (v) Daya Rem (Brake Power-PB); (vi) Daya yang diindikasi (Indicated Power-PI).

2.2.1 Menghitung Daya Efektif Kapal (EHP)

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Rt dinas = (1+15%) x Rt

= 317,42 KN

Page 18: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 18

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

Daya Efektif atau EHP adalah daya yang diperlukan untuk menggerakkan kapal di air atau untuk menarik kapal dengan kecepatan v. Perhitungan daya efektif kapal (EHP) menurut buku HARVARD,TAHANAN DAN PROPULSI KAPAL, 6.2.1 hal. 135 sebagai berikut

EHP = Rtdinas x Vs

= 2122,85 KW 1 HP = 0,7355 kW

= 2886,27 HP 1 kW = 1,35961

9 HP

2.2.2 Menghitung Daya pada Tabung Poros Buritan Baling – Baling (DHP)Adalah daya yang diserap oleh propeller dari sistem perporosan atau daya yang dihantarkan oleh sistem perporosan ke propeller untuk diubah menjadi daya dorong (thrust )

DHP = EHP/Pc Dimana, Pc = ηH x ηrr x ηo

a. Menghitung Efisiensi Lambung (ηH)

ηH = (1-t)/(1-w)

Menghitung Wake Friction (w)Wake friction atau arus ikut merupakan perbandingan antara kecepatan kapal dengan kecepatan air yang menuju ke propeller. Dengan menggunakan rumus yang diberikan oleh Taylor ,maka didapat :

( Resistance,Propulsion and Steering of Ships, Van Lammeren, hal 178 )

Menghitung Thrust Deduction FactorNilai t dapat dicari dari nilai w yang telah diketahui dan nilai k antara 0.7 ~ 0.9 dan diambil nilai k = 0,9, sehingga diperoleh :

Maka diperoleh nilai ηH adalah sebagai berikut

ηH = (1-t)/(1-w)

= 1,048

b. Efisiensi Relatif Rotatif (ηrr)Harga ηrr untuk kapal dengan propeller tipe single screw berkisar 1.0-1.1. (Principal of Naval Architecture hal 152 ) pada perencanaan propeller dan tabung poros propeller ini diambil harga :

ηrr = 1,05 (Principal of Naval Architecture hal 152)

c. Efisiensi Propulsi (ηo)Adalah open water efficiency yaitu efficiency dari propeller pada saat dilakukan open water test.nilainya antara 40-70%, dan diambil :

ηo= 53%

d. Coeffisien Propulsif (Pc)

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

w = 0.5Cb-0.05

= (0.5 x 0.745) - 0.05

= 0,3225

t = k.w

= 0.9 x 0.3225

= 0,290

Page 19: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 19

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

Pc = ηH x ηrr x ηo

= 1.048x1.05x0.55

= 0,5830

Maka,daya pada tabung poros baling-baling dihitung dari perbandingan antara daya efektif dengan koefisien propulsif, yaitu :

DHP = EHP/Pc

= 4950,8 HP

2.2.3 Menghitung Daya pada Poros Baling – Baling (SHP)Untuk kapal yang kamar mesinnya terletak di bagian belakang akan mengalami losses sebesar 2%, sedangkan pada kapal yang kamar mesinnya pada daerah midship kapal mengalami losses sebesar 3%.(“Principal of Naval Architecture hal 131”). Pada perencanaan ini, kamar mesin terletak dibagian belakang, sehingga losses yang terjadi hanya 2%.

(Dwi Priyanta Lecturer for PKM 2, Page7-11)

2.2.4 Menghitung Daya Penggerak Utama yang Diperlukan (BHP)

a. BHPscrKarena rpm yang didapatkan dari mesin diperkirakan lebih dari 250 rotation/menit, maka diperlukan gearbox / reduction gear, sehingga ηG = 0,98

BHPscr = SHP/ηG

= 5154,933 HP

b. BHPmcrDaya keluaran pada kondisi maksimum dari motor induk, dimana besarnya 10% atau menggunakan engine margin sebesar 15-20%.Daya BHPscr diambil sebesar 85%.

(Surjo Widodo Adjie, Daya motor yang diinstal,Engine Propeller Matching)

PEMILIHAN MESIN INDUK

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

`SHP = DHP/ηsηb

= 5051,835HP

BHPmcr = BHPscr/0,85

= 6064,63 HP

= 4460,53 KW

Page 20: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 20

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

DIMENSION

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Merk = Wartsila 32

Daya = 6118,287 HP

= 4500 kW

Type = 9L32

Stroke = 400 mm

Num of cylinders = 9

SFOC = 185 g/kWh

Rpm = 750

Page 21: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 21

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

Dimension =

length = 6730 mm

width = 2305 mm

height = 3515 mm

Pemilihan Gearbox

Jenis : REINTJES

Type : WAF 6755

Ratio : 5,55Max. Rated Power(kW) : 4500Max. RPM : 750

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 22: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 22

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

PERHITUNGAN ULANG DAYA MESIN INDUK

2.3.1.

BHPMCR

= 4500Kw

= 6118,29 HP

2.3.2. BHPSCR =

BHPMCR x 0,9

= 4050 kW

= 5506,46 HP

2.3.3.

SHP = BHPSCR x ηG

= 4050 kW

= 5506,46 HP

2.3.4.

DHP = SHP x ηSηB

= 3969 kW

= 5396,33 HP

2.3.5.

EHP = DHP x Pc

= 2313,89 kW

= 3146,01 HP

2.3.6.

THP = EHP x ƞh

= 2424,03 kW

= 3295,76 HP

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 23: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 23

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

BAB IIIPEMILIHAN PROPELLER DAN PEMERIKSAAN KAVITASI

3.1. Tujuan

Tujuan dari pemilihan type propeller adalah menentukan karakteristik propeller yang sesuai dengan karakteristik badan kapal dan besarnya daya yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan misi kapal. Dengan diperolehnya karakteristik type propeller maka dapat ditentukan efisiensi daya yang ditransmisikan oleh motor induk ke propeller. Langkah – langkah dalam pemilihan type propeller :1. Perhitungan dan pemilihan type propeller2. Perhitungan syarat kavitasi3. Design dan gambar type propeller

3.2. Propeller DesignDalam melakukan perancangan propeller, pertama kali yang harus dipahami adalah mengenai beberapa definisi yang mempunyai korelasi langsung terhadap perancangan, yang mana meliputi Power, Velocities, Forces, dan Efficiencies.Ada tiga parameter utama yang digunakan dalam perancangan propeller, antara lain : Delivered Horse Power (DHP); Rate of Rotation (N); dan Speed of Advance (Va), yang selanjutnya disebut sebagai kondisi perancangan (Design Condition). Adapun definisi dari masing-masing kondisi perancangan adalah sebagai berikut :a. Delivered Horse Power (DHP), adalah power yang di-absorb oleh propeller dari Shafting

System untuk diubah menjadi Thrust Horse Power (THP).Berdasarkan perhitungan sebelumnya, digunakan nilai DHP adalah sebesar :

DHP = 6032,63 HPb. Rate of Rotation (N), adalah putaran propeller. Putaran propeller direncanakan sesuai

dengan putaran engine tanpa menggunakan rasio gear box yaitu 167 RPM.c. Speed of Advance (Va), adalah kecepatan aliran fluida pada disk propeller. Harga Va adalah

lebih rendah dari Vs (kecepatan servis kapal) yang mana hal ini secara umum disebabkan oleh friction effects dan flow displacement effects dari fluida yang bekerja pada sepanjang lambung kapal hingga disk propeller.

d. Va merupakan perkalian antara pengurangan 1 dengan w yang dikalikan dengan Vs.

LANGKAH PENENTUAN DIAMETER PROPELLER.

a. PUTARAN PROPELLER (Np) Putaran propeller didapatkan dari putaran main engine. Namun karena putaran engine terlalu tinggi, yaitu 750 rpm, maka digunakan gear box untuk mereduksi putaran. Gear box yang dipilih adalah REINTJES WAF 6755 dengan ratio 5,55. Sehingga diperoleh putaran propeller sebesar :

Np = 135,135 rpm

b. Wave friction (w)

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 24: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 24

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

Wake friction atau arus ikut merupakan perbandingan antara kecepatan kapal dengan kecepatan air yang menuju ke propeller. Dengan menggunakan rumus yang diberikan oleh Taylor ,maka didapat :

( Resistance,Propulsion and Steering of Ships, Van Lammeren, hal 178 )

c. Speed of AdvanceVa atau speed of advance adalah kecepatan aliran fluida pada disk propeller. Harga Va adalah lebih rendah dari Vs (kecepatan servis kapal). Hal ini disebabkan oleh friction effects dan flow displacement effects dari fluida yang bekerja pada sepanjang lambung kapal hingga disk propeller.

Va = (1-w).Vs

Keterangan :Va : speed of advance

adalah kecepatan aliran fluida pada disk propeller. Harga Va adalah lebih rendah dari Vs (kecepatan servis kapal) yang mana hal ini secara umum disebabkan oleh friction effects dan flow displacement effects dari fluida yang bekerja pada sepanjang lambung kapal hingga disk propeller.

w : wace frictionVs : kecepatan service kapal tersebut.

Maka diperoleh nilai Va sebagai berikut :

Va = (1-0,3225). 13Va = 8,8075 Knot

d. Power Absorbtion (Bp1)

Bp1

=

N . P0 .5

VA−5/2

Keterangan :

Bp1 : power absorbtion

N : putaran propeller (rpm)

P : Shaft Horse Power

VA : speed of advance

NoJenis Prop

N (Rpm

)Ratio G/B

N (Rpm)

G/BVa

(knot) Bp Bp10,1739.√Bp

1

1 B4-40 750 5,550 135,135 8,807543,1207

143,558

5 1,15

2 B4-55 750 5,550 135,135 8,8075 43,1207 43,558 1,15

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

w = 0.5Cb-0.05

= (0.5 x 0.745) - 0.05

= 0,3225

Page 25: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 25

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

1 5

3 B4-70 750 5,550 135,135 8,807543,1207

143,558

5 1,15

4 B4-85 750 5,550 135,135 8,807543,1207

143,558

5 1,15

5B4-100 750 5,550 135,135 8,8075

43,12071

43,5585 1,15

Maka nilai power absorbtion adalah

Bp1 = 43,5585

Power absorbtion (Bp1) ini akan digunakan untuk menentukan besarnya

0,1739.√Bp1. dan

didapatkan nilai sebesar 1,15.

e. Pembacaan Grafik (Terlampir).

Untuk mendapatkan nilai P/Do dan 1/Jo, maka perlu dilakukan pembacaan grafik Bp. Tapi sebelumnya perlu dihitung nilai dari 0,1739√Bp yang kita dapatkan sebesar 1,15. Nilai ini lah yang menjadi acuan dalam pembacaan grafik ini.Cara pembacaan grafik adalah Menarik garis lurus keatas dari nilai 0,1739√Bp. yang sudah dihitung sampai

memotong garis lengkung memanjang. Kemudian dari perpotongan ini ditarik garis lurus horizontal sehingga diperoleh nilai

P/D. Untuk mengetahui nilai 1/J0 maka dari perpotongan tadi dibuat garis melengkung

yang serupa dengan garis melengkung yang terdekat.

Nilai 1/J0 digunakan untuk menghitung koefisien advance (δ0) yang digunakan untuk menghitung diameter.

δ0 =1 /J 0

0 . 009875

Dilakukan perbandingan Db dan Dmax, dimana nilai Db harus lebih kecil dari nilai Dmax.

Do = δo (Va/N) Db = 0.95 D0 Dmax = 0.7T x 4,69

Setelah syarat Db < Dmax terpenuhi, maka dari Db dapat dicari nilai dari δb. δb = Db (N/Va)

Nilai δb digunakan untuk menghitung nilai 1/Jb yang akan menjadi patokan dalam pembacaan grafik Bp untuk mengetahui nilai dari P/Db dan effisiensi.

1/Jb = δb x 0.009875

Setelah nilai dari 1/Jb diketahui, maka pembacaan grafik Bp dapat dilakukan dengan berpatokan pada nilai tersebut. Cara pembacaan grafik adalah dengan menarik garis lengkung dari 1/Jb pada grafik menurut garis yang terdekat sampai memotong garis lengkung. Kemudian dari perpotongan ini ditarik garis lurus horizontal sehingga diperoleh nilai P/Db. Untuk mengetahui nilai η dari propeller maka dari perpotongan tadi ditarik garis lengkung sejajar dengan grafik effisiensi yang terdekat sehingga didapatkan η nya.

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 26: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 26

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

Jenis Prop P/D0 1/J0 δ0 D0 (ft) Db (ft) Dmax (ft) Db < Dmax δb

B4-400,689

62,47

8250,9

516,355585

515,53780

618,3589

2 terpenuhi238,3994

9

B4-550,680

92,47

0250,0

8 16,29928715,48432

318,3589

2 terpenuhi237,5788

9

B4-700,715

52,41

2244,2

115,916682

115,12084

818,3589

2 terpenuhi232,0020

3

B4-850,761

32,38

7241,7

215,754320

914,96660

518,3589

2 terpenuhi229,6354

4

B4-1000,818

92,27

3230,1

815,001915

114,25181

918,3589

2 terpenuhi218,6683

5

P/Db dan η adalah nilai yang selanjutnya akan kita gunakan.Masing – masing propeller memiliki P/Db dan η yang berbeda – beda (blok warna kuning).

3.3. Perhitungan Kavitasi

Kavitasi adalah peristiwa munculnya gelembung – gelembung uap air pada permukaan daun propeller yang mana disebabkan oleh perbedaan tekanan yang besar pada tekanan pada back dan tekanan yang terjadi pada face. Peristiwa kavitasi ini sangat merugikan bagi propeller karena gelembung – gelembung uap air yang muncul dapat bersifat korosif dan mengikis permukaan daun propeller, sehingga mengakibatkan menurunnya effisiensi propeller karena kerusakan pada propeller itu sendiri.

Perhitungan kavitasi sangat perlu dilakukan untuk memastikan bahwa propeller yang dipakai bebas dari kerusakan yang disebabkan oleh proses kavitasi yang terjadi pada daun propeller. Diagram yang digunakan dalam perhitungan kavitasi adalah diagram Burril. Sebelum membaca diagram Burril.

LANGKAH PERHITUNGAN KAVITASI.

1. Menentukan Ao (Luasan Optimum)Ao = 1/4 x π x DB

2

= 1/4 x 3,14 x 18,358922 (untuk Db B4-85)

= 264,8251 m2

2. Menentukan nilai AE/AoTipe propeller adalah B4-85, dari tipe tersebut diketahui nilai AE/Ao = 0,85.

3. Menentukan nilai AE

Nilai AE diperoleh dengan persamaan Ao x (AE/Ao)

AE = 264,8251 x 0,85

= 225,101322

4. Menentukan nilai Ap

Ap = AD x ( 1,067 - 0,229(P/D))

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

1/Jb P/Db η2,354 0,708 0,552

2,3460,7088

3 0,552,291 0,7348 0,53892,268 0,7753 0,52582,159 0,8378 0,5112

Page 27: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 27

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

= 225,101322 x ( 1,067 - 0,229(0,7753))

= 200,21934

5. Menentukan nilai Vr2

VR2 = Va2 + (0,7 x π x N x Db)2

= (4,531)2 + (0,7 x 3,14 x 2,252 x 14,966605)2

= 750,08

6. Menentukan nilai τ

T = EHP(1-t ) Vs

7. Menentukan nilai τccal

τccal = ( T )/ ( 0,5 x ρ x VR2)

= (693,92) / (0,5 x 1,025 x 531,452)

= 0,1328. Menentukan σ0,7R

σ0,7R = (188,2 + 19,62(h))/(Va2 +( 4,836 x N2 x D2 )) = (188,2 + 19,62(5,356))/( 4,531 2 +( 4,836 x 2,2522 x 14,9666052 )) = 0,552

Setelah nilai σ 0.7R diketahui, maka nilai τc dapat diketahui dengan pembacaan diagram Burril. Cara pembacaan diagram adalah dengan menarik garis vertical keatas pada nilai σ 0.7R sampai memotong garis putus – putus yang kedua (Suggested upper limit for merchant ship propellers). Dari perpotongan ini maka ditarik garis horizontal sehingga didapatkan nilai τc. Suatu propeller dikatakan tidak mengalami kavitasi apabila :

τc hitungan < τc diagram.

Besarnya clearane propeller dapat diperoleh setelah perhitungan kavitasi dilakukan.clearance prop = (Db x 0.3048)+(0.03 x Db x 0.3048)+(0.08x Db x 0.3048)

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 28: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 28

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

clearance propeller akan terpenuhi apabila 0.7 T < clearance prop.Akhirnya, pemilihan propeller dapat dilakukan dengan memilih type propeller yang clearance propellernya terpenuhi, tidak mengalami kavitasi, diameternya terpenuhi, dan yang memiliki effisiensi tertinggi.

Jenis Prop Ae/Ao Ao Ae Ad Ap (ft2)

Ap (m2)

Va (m/s)

N (rps)

B4-40 0,4 189,689 75,8759 75,87593 68,657703 6,379 4,531 2,252

B4-55 0,55 188,386 103,6124 103,6124 93,735858 8,709 4,531 2,252

B4-70 0,7 179,645 125,7520 125,7520 113,01722 10,500 4,531 2,252

B4-85 0,85 175,999 149,5995 149,5995 133,06325 12,362 4,531 2,252B4-100 1 159,589 159,589 159,5898 139,66407 12,976 4,531 2,252

Vr^2 TΤc

itungan σ 0.7R τC Kavitasi ?

571,19 693,92 0,372 0,514 0,20 kavitasi

567,41 693,92 0,274 0,517 0,20 kavitasi

542,03 693,92 0,238 0,542 0,20 kavitasi

531,45 693,92 0,206 0,552 0,21 tidak kavitasi

483,81 693,92 0,216 0,607 0,22 tidak kavitasi

ηJenis Prop

Ratio G/B

0.7Tclearance

prop.clearance pitch

0,552 B4-40 5,550 5,5958 5,304masuk uye! 3,3530

0,55 B4-55 5,550 5,5958 5,286masuk uye! 3,3454

0,5389 B4-70 5,550 5,5958 5,162masuk uye! 3,3866

0,5258 B4-85 5,550 5,5958 5,109masuk uye! 3,5366

0,5112B4-100 5,550 5,5958 4,865

masuk uye! 3,6394

Kesimpulan Sementara, Propeller yang Dipilih :

Type propeller

Db (ft)n (rpm) P/Db ηbsingle screw

B4-85 14,97 135,14 0,78 0,526

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 29: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 29

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

3.4. Koreksi Besarnya Daya Main Engine

Menghitung Koefisien Propulsive (PC)harga ηrr u/ propeller tipe single screwberkisar antara : 1.02-1.05 (Principle of Naval Architecture, page 152)

effisiensi propeller yang dipilih

(Principle of Naval Architecture, page 160)

(Principle of Naval Architecture, page 152)

Menghitung kembali Daya Efektif (EHP)Harvald 5.5.27. Tahanan dan Propulsi Kapal, hal 135

Menghitung kembali Daya yang Disalurkan (DHP)Principle of Naval Architecture, page 120

Menghitung kembali daya Dorong (THP)Principle of Naval Architecture, page 120

Menghitung kembali Daya Poros Baling - Baling (SHP)

SHP = DHP/ηsηb ηsηb = 2%, u/ kapal yang mesinnya di belakang

= 3745,30 kW = 0,98

Dwi Priyanta Lecture, PKM 2, page 7-11

Menghitung kembali Daya Penggerak Utama (BHP)

hG Single Reduction Gears = 0,98 Principle of Naval Architecture, page 120

hG Reversing Gears = 0,99

BHPSCR = SHP/hG

= 3821,74 kW dimana, daya yang kita hitung ini bergerak maju

Surjo Widodo Adjie, Daya Motor yang Diinstal,EPM

BHPMCR = BHPSCR / 0.85daya SCR besarnya 85% dari MCR

= 4496,16 kW

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

ηrr = 1,05

ηo = 0,526

ηH = (1 – Ɨ )/ (1 – w)

= 1,048

PC = ηrr x ηo x ηH

= 0,58

EHP = RT x Vs

= 2122,85 kW

= 2886,27 HP

DHP = EHP/PC

= 3670,40 kW

THP = EHP/ηH

= 2424,03 kW

Page 30: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 30

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

= 6113,07 HP Surjo Widodo Adjie, Daya Motor yang Diinstal,EPM

Maka dapat disimpulkan bahwa propeller yang cocok untuk engine ini adalah :

TYPEJUMLAH DAUN

PITCH RATIO

DIAMETEREFFISIENSI

feet meter

B4-85 4 3,3454 14,97 4,56 0,526

BAB IVENGINE PROPELLER MATCHING

4.1 Parameter Perhitungan

Data kapal yang dipergunakan adalah :

t = 0,290

w = 0,323

Vs = 13,00 knot = 6,69 m/s

ρ air laut = 1025 kg/m3

Data propeller yang didapatkan:

Tipe Propeller = B4-85

Db(m) = 14,97 ft = 4,56 m

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 31: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 31

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

(P/Db) = 0,775

η propeller = 0,526

Rpm Propeller = 135,135 rpm

Tahanan total pada saat clean hull (bersih tanpa kerak)

Rt trial = 276,020 kN

Tahanan total pada saat service lambung telah ditempeli oleh fouling

Rt service = 317,422 kN

UNIT DAN SIMBOL

a = Konstanta

β = konstanta

KT = Koefisien Gaya Dorong (thrust) Baling-baling

J = Koefisien Gaya Advanced Baling-baling

KQ = Koefisien Torsi Baling-Baling

Q = Torsi

1. Menghitung Koefisien α

Rt= 0.5 x ρ x Ct x S x vs2

Rt= a x vs2

α trial = Rt / Vs2

α trial = 6171,30 α service = 7097,00

2. Menghitung Koefisien β

β = α / {(1-t) (1-w)2 ρ D2}

β trial = 0,88808 β service = 1,02

4.2 Hull Propeller Match (penyesuaian lambung dan propeller yang dipilih)

KT = β x J2, dan J Maka dengan memvariasikan J didapat Load Propeller Terhadap Lambung kapal, dimana:

- Koefisien gaya dorong (KT)- Koefisien Torsi (KQ)- Koefisien Advance (J)

4.3 Tabel KT J untuk Lambung (clean hull) dan Penambahan Sea Margine 10% (rough hull)

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 32: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 32

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

J J2 KTtrial KTservice

0 0 0,000 0,00

0,1 0,01 0,009 0,01

0,2 0,04 0,036 0,04

0,3 0,09 0,080 0,09

0,4 0,16 0,142 0,16

0,5 0,25 0,222 0,26

0,6 0,36 0,320 0,37

0,7 0,49 0,435 0,50

0,8 0,64 0,568 0,65

0,9 0,81 0,719 0,83

1 1 0,888 1,02

Dengan :

- KT Clean Hull= J2 x β Clean Hull- KT Rough Hull = J2 x β Sea Margin- Biasanya J bernilai antara 0 - 1,6.

4.31 Kurva KT-J Interaksi Lambung Kapal dengan propeller

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.20

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

KT trial KT service

Selanjutnya kurva tersebut diplotkan ke kurva open water propeller untuk mendapatkan titik operasi propeller. Kurva open water propeller yang digunakan yaitu sesuai dengan type propeller yang dipilih yaitu B4-85. Dari kurva tersebut dicari nilai KT, 10 KQ, dan η behind ship dengan berpatokan nilai P/D yaitu 0,775.

P/Db 0,775J KT 10KQ ηo

0,1 0,3292 0,4048 0,13860,2 0,2922 0,3666 0,26180,3 0,2517 0,3237 0,37770,4 0,2082 0,2771 0,48210,5 0,1623 0,2284 0,56560,6 0,1145 0,1773 0,60630,7 0,0656 0,1262 0,54240,8 0,0159 0,0758 0,1252

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 33: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 33

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

0,9      

1      

0 2 4 6 8 10 12-0.10

0.10.20.30.40.50.60.70.80.9

1KT & KQ

ηoKT10KQ

4.32 Kurva open water propeller

0 0.2 0.4 0.6 0.8 10.0000.1000.2000.3000.4000.5000.6000.7000.8000.9001.000

Grafik Open Water Test P/D 0,775pada kondisi Kt trial

Kt cleanηo10KQKttitik potong Jtitik potong Kttitik potong 10KQtitik potong Eff

Axis Title

Axis Title

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 34: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 34

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.10.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

Grafik Open Water Test P/D 0,775 pada kondisi Kt service

Kt cleanηo10KQKttitik po-tong Jtitik po-tong Kttitik po-tong 10KQ

Axis Title

Axis Title

Dari grafik diatas dicari nilai J dari perpotongan kurva KT hull dengan kurva KT propeller (kondisi clean hull). Dan dari perpotongan garis tersebut ditarik ke sumbu 10KQ, KT, n untuk mencari masin-masing nilai tersebut.

jadi pada kondisi Clean Hull diperoleh nilai sebagai berikut :

J : 0,457

KT : 0,184

ηo : 0,531

KQ : 0,0248

jadi pada kondisi Rough Hull diperoleh nilai sebagai berikut :

J : 0,439

KT : 0,192

ηo : 0,509

KQ : 0,0258

4.33 Perhitungan Power yang Bekerja Pada Putaran Kondisi Clean hull yaitu :

ndesign

condition

=Va Va = 4,5309303 m/s

J D

= 2,173366

= 130,402 rpm

nservice =Va Rpm max = 135,135

J D

= 2,252224= 135,1334 rpm

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 35: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 35

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

Design Condition

Putaran mesin

putaran propeller Q (Nm) DHP EHP

RPM RPS (KQ ρ n2 D5) (2 π Q n) 

0 0 0 0 00

305,40540

50,09009

407,5875032

230,5990559 0,15219282

6010,8108

10,18018

1630,350013

1844,792447 1,21754259

9016,2162

20,27027

3668,287529

6226,174508 4,10920625

12021,6216

20,36036

6521,400051

14758,33958 9,74034074

15027,0270

30,45045

10189,68758

28824,88198 19,024103

18032,4324

30,54054

114673,1501

249809,3960

7 32,87365

21037,8378

40,63063

119971,7876

679095,4761

6 52,2021387

24043,2432

40,72072

126085,6002

118066,7166 77,9227259

27048,6486

50,81081

133014,5877

6168106,711

7 110,948569

30054,0540

50,90090

140758,7503

2230599,055

9 152,192824

33059,4594

60,99099

149318,0878

9306927,343

4 202,568649

36064,8648

61,08108

158692,6004

6398475,168

5 262,9892

39070,2702

71,17117

168882,2880

4506626,125

7 334,367635

42075,6756

81,26126

179887,1506

3632763,809

3 417,617109

45081,0810

81,35135

191707,1882

2778271,813

5 513,650781

48086,4864

91,44144

1104342,400

8944533,732

8 623,381808

51091,8918

91,53153

2117792,788

41132933,16

1 747,723345

540 97,29731,62162

2132058,351

1344853,694 887,58855

570102,702

71,71171

2147139,088

71581678,92

4 1043,89058

600108,108

11,80180

2163035,001

31844792,44

7 1217,54259

630 113,5135

1,891892

179746,0889

2135577,856 1409,45774

660 118,9189

1,981982

197272,3515

2455418,747 1620,54919

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 36: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 36

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

690 124,3243

2,072072

215613,7892

2805698,713 1851,73009

720 129,7297

2,162162

234770,4018

3187801,348 2103,9136

723,731

130,4022,17336

6237209,824

23237615,29

1 2136,79025

750 135,1351

2,252252

254742,1895

3603110,248 2378,01288

SHP BHPBHP (kW) BHP (%) V^3

Vs(m/s)

Vs(knot)

(DHP ηs)

          

0 0 0,00,0 0,0 0,0 0,0

235,3052

276,8296

0,30,0 0,0 0,3 0,5

1882,441

2214,637

2,20,0 0,2 0,6 1,1

6353,239

7474,399

7,50,2 0,6 0,8 1,6

15059,53

17717,09

17,70,4 1,4 1,1 2,2

29413,14

34603,7 34,60,8 2,7 1,4 2,7

50825,91

59795,19

59,81,3 4,6 1,7 3,2

80709,67

94952,55

95,02,1 7,3 1,9 3,8

120476,2

141736,8

141,73,1 10,9 2,2 4,3

171537,5

201808,8

201,84,5 15,5 2,5 4,8

235305,2

276829,6

276,86,2 21,3 2,8 5,4

313191,2

368460,2

368,58,2 28,4 3,0 5,9

406607,3

478361,5

478,410,6 36,8 3,3 6,5

516965,4

608194,6

608,213,5 46,8 3,6 7,0

645677,4

759620,4

759,616,9 58,5 3,9 7,5

794154,9

934299,9

934,320,8 71,9 4,2 8,1

963809,9

1133894 1133,925,2 87,3 4,4 8,6

1156054 1360064 1360,130,2 104,7 4,7 9,2

1372300 1614470 1614,535,9 124,2 5,0 9,7

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 37: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 37

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

1613958 1898774 1898,842,2 146,1 5,3 10,2

1882441 2214637 2214,649,2 170,4 5,5 10,8

2179161 2563719 2563,757,0 197,3 5,8 11,3

2505529 2947682 2947,765,5 226,8 6,1 11,9

2862958 3368186 3368,274,8 259,2 6,4 12,4

3252859 3826892 3826,985,0 294,5 6,7 12,9

3303689 3886693 3886,786,4 299,1 6,7 13,0

3676643 4325462 4325,596,1 332,9 6,9 13,5

4.34 Perhitungan Power yang bekerja pada putaran kondisi sea margine yaitu :

Service Condition

Putaran mesin

putaran propeller Q (Nm) DHP EHP

RPM RPS (KQ ρ n2 D5) (2 π Q n)  

0 0 0 0 0 0

305,40540

50,09009 424,0224832

239,8974049

0,15832963

6010,8108

10,18018 1696,089933

1919,179239

1,26663705

9016,2162

20,27027 3816,202348

6477,229932

4,27490005

12021,6216

20,36036 6784,359731

15353,43391

10,1330964

15027,0270

30,45045 10600,56208

29987,17561

19,7912039

18032,4324

30,54054

115264,80939

51817,83946

34,1992004

21037,8378

40,63063

120777,10168

82284,80988

54,3070636

24043,2432

40,72072

127137,43892

122827,4713

81,0647713

27048,6486

50,81081

134345,82114

174885,2082

115,422301

30054,0540

50,90090

142402,24832

239897,4049

158,329632

33059,4594

60,99099

151306,72046

319303,4459 210,73674

36064,8648

61,08108

161059,23758

414542,7156

273,593603

39070,2702

71,17117

171659,79965

527054,5985 347,8502

42075,6756

81,26126

183108,4067 658278,479

434,456509

45081,0810

81,35135

195405,05871

809653,7415

534,362506

480 86,4864 1,44144 108549,7557 982619,770 648,51817

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 38: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 38

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

9 1 4 1

51091,8918

91,53153

2122542,4976 1178615,95

777,87348

540 97,29731,62162

2137383,2845

1399081,665

923,378411

570102,702

71,71171

2153072,1164 1645456,3

1085,98294

600108,108

11,80180

2169608,9933

1919179,239

1266,63705

630 113,5135

1,891892 186993,9151

2221689,867

1466,29072

660 118,9189

1,981982

205226,88192554427,56

71685,8939

2

690 124,3243

2,072072

224307,89362918831,72

51926,3966

3

720 129,7297

2,162162

244236,95033316341,72

52188,7488

3749,990

5135,133

42,25222

4265007,3306

3748254,351

2473,80638

750 135,1351

2,252252

265014,0523748396,95

12473,9004

9

SHP BHPBHP (kW)

BHP (%) V^3 Vs(m/s) Vs(knot)

(DHP ηs)    

0 0 0,00,0 0,0 0,0 0,0

244,7933287,992

10,3

0,0 0,0 0,3 0,5

1958,3462303,93

72,3

0,1 0,2 0,5 1,0

6609,4187775,78

67,8

0,2 0,5 0,8 1,6

15666,7718431,4

918,4

0,4 1,2 1,1 2,1

30599,1635999,0

136,0

0,8 2,4 1,3 2,6

52875,3562206,2

962,2

1,4 4,1 1,6 3,1

83964,0998781,2

898,8

2,2 6,6 1,9 3,6

125334,2147451,

9147,5

3,3 9,8 2,1 4,2

178454,3209946,

2209,9

4,7 14,0 2,4 4,7

244793,3287992,

1288,0

6,4 19,1 2,7 5,2

325819,8383317,

5383,3

8,5 25,5 2,9 5,7

423002,8497650,

3497,7

11,1 33,1 3,2 6,2

537810,8632718,

6632,7

14,1 42,1 3,5 6,8

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 39: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 39

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

671712,7790250,

3790,3

17,6 52,5 3,7 7,3

826177,3971973,

3972,0

21,6 64,6 4,0 7,8

1002673 1179616 1179,626,2 78,4 4,3 8,3

1202669 1414905 1414,931,4 94,1 4,5 8,8

1427634 1679570 1679,637,3 111,6 4,8 9,4

1679037 1975338 1975,343,9 131,3 5,1 9,9

1958346 2303937 2303,951,2 153,2 5,4 10,4

2267030 2667095 2667,159,3 177,3 5,6 10,9

2606559 3066540 3066,568,1 203,8 5,9 11,4

2978400 3504000 3504,077,9 232,9 6,2 12,0

3384022 3981203 3981,288,5 264,6 6,4 12,5

3824749 4499705 4499,7100,0 299,1 6,7 13,0

3824895 4499876 4499,9100,0 299,1 6,7 13,0

4.35 Kurva Engine Envelop dari main engine yang dipilih

clean hull rough hull

RPM kw/cyl RPMkw/cyl

0 0,0 0 0,0030 0,0 30 0,0360 0,2 60 0,2690 0,8 90 0,86

120 2,0 120 2,05150 3,8 150 4,00180 6,6 180 6,91210 10,6 210 10,98240 15,7 240 16,38270 22,4 270 23,33300 30,8 300 32,00330 40,9 330 42,59360 53,2 360 55,29390 67,6 390 70,30420 84,4 420 87,81

450 103,8 450108,0

0

480 126,0 480131,0

7

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 40: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 40

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

510 151,1 510157,2

1

540 179,4 540186,6

2

570 211,0 570219,4

8

600 246,1 600255,9

9

630 284,9 630296,3

4

660 327,5 660340,7

3

690 374,2 690389,3

3

720 425,2 720442,3

6

723,731 431,9749,99048

91499,9

7

750 480,6 750499,9

9

rpm CSR rpm MCRrpm

MCR

300 27,868 300 31,4302 (overload)

35043,430

9 350 50,5936 300 59,43222

40064,782

6 400 75,1517 350 71,28911

45091,704

9 450 107,729 375 77,31776

500126,08

6 500 148,671 400 93,35127

550168,78

8 550 197,626 450 133,2078

600217,17

4 600 255,48 500 182,6615

650276,83

6 650 325,46 550 242,9047

700345,13

9 700 406,448 600 315,7742

750 425 750 500 650 402,3908

750 500

Min rpm

300 27,868

300 31,4302

300 59,4322

Max Rpm

750 425

750 500

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 41: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 41

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

750 500

200 300 400 500 600 700 8000

100

200

300

400

500

600

CSRMCRMCR Overload (2)MCR Overload (3)Min rpmMax RpmClean HullRough HullMCR Overload (1)

4.4 Koreksi Kavitasi RPM Baru

RPM baru = 130,402 kondisi design ( clean hull )

= 135,1334 kondisi service (rough hull )

Tipe Propeller = B4-85

Db(m) = 14,96660482 ft = 4,561821148 m

(P/Db) = 0,77527

η propeller = 0,5258

Rpm Propeller = 135,1351351 rpm

N (Rpm) G/BVa

(knot)SHP

Bp1 0,1739.√Bp1

130,402 8,8075 5506,46 42,03283867 1,13

135,133 8,8075 5506,46 43,55793839 1,15

Berikut ini adalah pembacaan diagram Wegningen B - Series dengan nilai 0,1739.√Bp1 adalah 1,15 dan 1,13.

B4-85 dengan 0,1739.√Bp1 adalah 1,13

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 42: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 42

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

\

B4-85 dengan 0,1739.√Bp1 adalah 1,15.

P/D0 1/J0 δ0 D0 (ft) Db (ft) Dmax (ft) Db < Dmax

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 43: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 43

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

0,7613 2,3870 241,72 16,32615025 15,50984274 18,3589245 terpenuhi

0,7652 2,3248 235,42 15,34399229 14,57679268 18,3589245 terpenuhi

δb 1/Jb P/Db η

229,635443 2,268 0,708 0,552

223,6516456 2,209 0,7849 0,53

Ae/Ao Ao Ae Ad Ap (ft^2) Ap (m^2) Vr^2

0,85 264,8251 225,1013 225,101322 240,1831105 22,314 588,50

0,85 264,8251 225,1013 225,101322 240,1831105 22,314 562,22

T Τc itungan σ 0.7R τC Kavitasi ?

693,92 0,103 0,499 0,20 tidak kavitasi

693,92 0,108 0,522 0,20 tidak kavitasi

η N (Rpm) G/B 0.7T clearance prop. clearance pitch

0,552 2,173 5,5958 5,295 masuk uye! 3,3470

0,53 2,252 5,5958 4,976 masuk uye! 3,4873

KESIMPULAN :

Setelah dikoreksi balik, maka RPM sebesar 130,402 dan 135,1334 tidak menimbulkan kavitasi

BAB V

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 44: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 44

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

PENGGAMBARAN PROPELLER

5.1 Parameter Data

Ukuran utama propeller :

- Type = B4-85

- Jumlah daun (Z) = 4 Daun

- Putaran (N) = 135,1351 rpm

- Diameter (D) = 4,56 m

- Jari - jari ( R ) = 2,281 m

- AE / A0 = 0,85

- Pitch rasio (P/D) = 0,77527

Efisiensi (η) = 0,5258

* Keterangan :

- Z = Jumlah Daun Propeler

- D = Diameter Propeler

- AE/A0 = Expanded ratio

Didalam melakukan perancangan propeller, pertama-tama yang harus dipahami adalah mengenai beberapa definisi yang mempunyai korelasi langsung terhadap perancangan tersebut yang meliputi Power, Velocities, Forces, dan Efficiencies.

Ada 3 (tiga) parameter utama dalam propeller design, antara lain :

a. Delivered Power (Pd)b. Rate of rotation (N)c. Speed of Advance (Va)

Adapun definisi dari masing-masing Kondisi Perancangan adalah sebagai berikut :

Delivered Power (Pd), adalah power yang di-absorb oleh propeller dari Shafting System untuk diubah menjadi Thrust Power (Pt).

Rate of Rotation (N), adalah putaran propeller. Speed of Advance (Va), adalah Kecepatan aliran fluida pada disk propeller. Harga Va

adalah lebih rendah dari harga Vs (kecepatan servis kapal), yang mana hal ini secara umum disebabkan oleh friction effects dan flow displacement effects dari fluida yang bekerja pada sepanjang lambung kapal hingga disk propeller.

Penggambaran propeller design serta penentuan parameter dimensinya, termasuk bentuk blade section; thickness; panjang chord dari masingmasing blade section, dsb. Dapat digunakan tabel Wageningen B-Screw Series sebagai berikut:

Tabel-Dimensi 3 daun dari wageningen B-screw series

r/R (CrZ)/(D(Ae/Ao) Cr Ar/Cr Ar Br/Cr Br Sr/D = Ar-BrZ

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 45: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 45

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

Ar Br

0,2 1,662 1,611120,61

7 0,994062 0,35 0,563892 0,0526 0,004

0,3 1,882 1,824390,61

3 1,118349 0,35 0,638535 0,0464 0,0035

0,4 2,05 1,987240,60

1 1,194333 0,35 0,695535 0,0402 0,003

0,5 2,152 2,086120,58

6 1,222467 0,35 0,730142 0,034 0,0025

0,6 2,187 2,120050,56

1 1,189348 0,389 0,824699 0,0278 0,002

0,7 2,144 2,078370,52

4 1,089064 0,443 0,920716 0,0216 0,0015

0,8 1,97 1,909690,46

3 0,884188 0,479 0,914743 0,0154 0,001

0,9 1,582 1,533570,35

1 0,538283 0,5 0,766785 0,0092 0,00051 - 0 - 0,003 0

Sr Cr-Ar

0,166963 0,617059

0,147803 0,706038

0,128643 0,79291

0,109484 0,863654

0,090324 0,930702

0,071164 0,989302

0,052005 1,025505

0,032845 0,995287

0,013685

Dimana :- Cr adalah chord length dari blade section pada setipa radius r/R.- Ar adalah jarak antara leading edge ke center line pada setiap radius r/R.- Sr merupakan maximum blades thicknes pada setiap radius r/r.- Titik-titik koordinat yang dibutuhkan oleh profil dapat dihitung dengan formulasi yang

diberikan oleh Van Gent et al (1973) dan Van Oossanen (1974) adalah sebagai berikut :

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 46: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 46

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

Dimana : br = (br/cr) x cr

ar = (ar/cr) x cr

Berdasarkan formula (Cr.Z)/(D(Ae/Ao) maka kita akan meperoleh nilai Cr. Misalkan perhitungan pada r/R 0,2 maka Cr = (1,633 x diameter x Ae/Ao)/Z.

Berdasarkan formula Ar/Cr = 0,616, maka kita akan memperoleh nilai Ar dengan memasukkan nilai Cr yang telah diperoleh pada perhitungan sebelumnya.

Demikian halnya untuk mencari nilai Br menggunakan formula Br/Cr = 0,35 maka kita akan memperoleh nilai Br dengan memasukkan nilai Cr yang telah diperoleh pada perhitungan diatas.

Sedangkan untuk mencari nilai ketebalan maksimum kita menggunakan formula Sr/D = Ar-BrZ, dimana dengan nilai-nilai yang telah kita peroleh diatas maka kita akan mendapatkan nilai Sr dengan algoritma sebagai berikut :

Sr/D = Ar-BrZ

Sr = D x (Ar-BrZ)

Untuk memperoleh panjang bagian trailing edge maka kita mendapatkan nilai tersebut dengan mengurangkan nilai dari Cr dengan Ar yaitu sbb :

Dr = Cr-Ar

- Yface dan Yback merupakan vertical ordinat dari titik-titik tersebut pada blade section (bagian face dan bagian back) terhadap pitch line.

- Tmax merupakan maximum blade thicknes.

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 47: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 47

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

- tte:tle merupakan ketebalan blade section pada bagian trailing edge serta leading edge.

- V1;V2 merupakan angka-angka yang ditabulasikan sebagai fungsi dari r/R dan P, dimana P sendiri merupakan koordinat non dimensional sepanjang pitch line dari posisi ketebalan maksimum ke trailing edge (P=-1).

Tabel harga V1 yang digunakan dalam persamaan-persamaan Yface-Yback adalah sebagai berikut :

Y face Pr/R -1 -0,95 -0,9 -0,8 -0,7 -0,6 -0,5 -0,4 -0,2 0

0,15 0,3 0,2824 0,265 0,23 0,195 0,131 0,128 0,955 0,365 00,2 0,2826 0,263 0,24 0,1967 0,157 0,1207 0,088 0,0592 0,0172 0

0,25 0,2598 0,2372 0,2115 0,16510,124

6 0,0899 0,0579 0,035 0,0084 0

0,3 0,2306 0,204 0,179 0,13330,094

3 0,0623 0,0376 0,0202 0,0033 0

0,4 0,1467 0,12 0,0972 0,0630,039

5 0,0214 0,0116 0,0044 0 00,5 0,0522 0,042 0,033 0,019 0,01 0,004 0,0012 0 0 00,6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00,7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00,9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 01 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Y face Pr/R 0 0,2 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,85 0,9 0,95 1

0,15 0 0,0096 0,0384 0,0614 0,092 0,032 0,187 0,223 0,2642 0,315 0,3860,2 0 0,0049 0,0304 0,052 0,0804 0,118 0,1685 0,2 0,2353 0,2821 0,356

0,25 0 0,0031 0,0224 0,0417 0,0669 0,1008 0,1465 0,1747 0,2068 0,2513 0,32560,3 0 0,0027 0,0148 0,03 0,0503 0,079 0,1191 0,1445 0,176 0,2186 0,29230,4 0 0 0,0033 0,009 0,0189 0,0357 0,0637 0,0833 0,1088 0,1467 0,21810,5 0 0 0 0,0008 0,0034 0,0085 0,0211 0,0328 0,05 0,0778 0,12780,6 0 0 0 0 0 0 0,0006 0,0022 0,0067 0,0169 0,03820,7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00,9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 01 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Y back Pr/R -1 -0,95 -0,9 -0,8 -0,7 -0,6 -0,5 -0,4 -0,2 0

0,15 0 0,054 0,1325 0,287 0,428 0,5585 0,677 0,7805 0,936 1

0,2 0 0,064 0,1455 0,3060,453

5 0,5842 0,6995 0,7984 0,9446 10,25 0 0,725 0,1567 0,3228 0,474 0,605 0,7184 0,8139 0,9519 1

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 48: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 48

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

0,3 0 0,08 0,167 0,3360,488

5 0,6195 0,7335 0,8265 0,9583 10,4 0 0,0905 0,181 0,35 0,504 0,6353 0,7525 0,8415 0,9645 10,5 0 0,095 0,1865 0,3569 0,514 0,6439 0,758 0,8456 0,9639 10,6 0 0,0965 0,1885 0,3585 0,511 0,6415 0,753 0,8426 0,9613 10,7 0 0,0975 0,19 0,36 0,51 0,64 0,75 0,84 0,96 10,8 0 0,0975 0,19 0,36 0,51 0,64 0,75 0,84 0,96 1

0,85 0 0,0975 0,19 0,36 0,51 0,64 0,75 0,84 0,96 10,9 0 0,0975 0,19 0,36 0,51 0,64 0,75 0,84 0,96 11 0 0,0975 0,19 0,36 0,51 0,64 0,75 0,84 0,96 1

Y back Pr/R 0 0,2 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,85 0,9 0,95 1

0,15 1 0,9760,882

50,805

5 0,7105 0,5995 0,4520,366

5 0,26 0,13 0

0,2 1 0,9750,887

5 0,817 0,7277 0,619 0,47770,390

5 0,284 0,156 0

0,25 10,975

10,889

90,825

9 0,7415 0,6359 0,49820,410

80,304

20,175

8 0

0,3 1 0,975 0,8920,831

5 0,752 0,6505 0,5130,426

50,319

7 0,189 0

0,4 10,972

50,893

30,834

5 0,7593 0,659 0,5220,433

50,323

50,193

5 0

0,5 1 0,971 0,8880,827

5 0,7478 0,643 0,50390,413

50,305

6 0,175 0

0,6 1 0,969 0,879 0,809 0,72 0,606 0,4620,377

5 0,2720,148

5 0

0,7 10,967

5 0,866 0,785 0,684 0,5615 0,414 0,330,233

7 0,124 0

0,8 10,963

5 0,8520,763

5 0,6545 0,5265 0,37650,292

50,202

8 0,105 0

0,85 10,961

5 0,845 0,755 0,6455 0,516 0,366 0,283 0,195 0,1 0

0,9 1 0,96 0,84 0,75 0,64 0,51 0,360,277

5 0,190,097

5 0

1 1 0,96 0,84 0,75 0,64 0,51 0,360,277

5 0,190,097

5 0

5.2 Menentukan ordinat Face dan Back dari Trailing edge dan Leading edge5.2.1 Menentukan ordinat Face dan Back dari Trailing edge

Setelah kita mendapatkan parameter-parameter diatas maka kita akan memperoleh gambaran sesuai dengan gambaran diatas. Langkah selanjutnya adalah mencari ketebalan propeller disetiap r/R dengan prosentase panjang atau lebar sebagai berikut :

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 49: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 49

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

Y face P

r/R -1 -0,95 -0,9 -0,8 -0,7 -0,6 -0,5 -0,4 -0,2 0

0,20,0471

80,0439

10,0400

70,0328

40,0262

10,0201

50,0146

90,0098

80,0028

7 0

0,30,0340

80,0301

50,0264

60,0197

00,0139

40,0092

10,0055

60,0029

90,0004

9 0

0,40,0188

70,0154

40,0125

00,0081

00,0050

80,0027

50,0014

90,0005

70,0000

0 0

0,50,0057

20,0046

00,0036

10,0020

80,0010

90,0004

40,0001

3 0 0 0

0,6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0,7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0,9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Y back P

r/R -1 -0,95 -0,9 -0,8 -0,7 -0,6 -0,5 -0,4 -0,2 0

0,2 0,04718 0,054600,0643

60,0839

30,1019

3 0,11769 0,131480,1431

90,1605

80,1669

6

0,3 0,03408 0,041980,0511

40,0693

60,0861

4 0,10077 0,113970,1251

40,1421

30,1478

0

0,4 0,01887 0,027080,0357

90,0531

30,0699

2 0,08448 0,098300,1088

20,1240

80,1286

4

0,5 0,00572 0,015000,0240

30,0411

50,0573

7 0,07093 0,083120,0925

80,1055

30,1094

8

0,6 0 0,008720,0170

30,0323

80,0461

6 0,05794 0,068010,0761

10,0868

30,0903

2

0,7 0 0,006940,0135

20,0256

20,0362

9 0,04555 0,053370,0597

80,0683

20,0711

6

0,8 0 0,005070,0098

80,0187

20,0265

2 0,03328 0,039000,0436

80,0499

20,0520

0

0,9 0 0,003200,0062

40,0118

20,0167

5 0,02102 0,024630,0275

90,0315

30,0328

5

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5.2.2 Menentukan ordinat Face dan Back dari Leading edge

Y face P

r/R 0 0,2 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,85 0,9 0,95 10,2 0 0,0008 0,0050 0,0086 0,0134 0,0197 0,0281 0,0333 0,0392 0,0471 0,0594

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 50: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 50

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

2 8 8 2 0 3 9 9 0 4

0,3 00,0004

00,0021

90,0044

30,0074

30,0116

80,0176

00,0213

60,0260

10,0323

10,0432

0

0,4 0 00,0004

20,0011

60,0024

30,0045

90,0081

90,0107

20,0140

00,0188

70,0280

6

0,5 0 0 00,0000

90,0003

70,0009

30,0023

10,0035

90,0054

70,0085

20,0139

9

0,6 0 0 0 0 0 00,0000

50,0002

00,0006

10,0015

30,0034

5

0,7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0,9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Y bac

k P

r/R 0 0,2 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,85 0,9 0,95 1

0,2 0,166960,1636

10,1532

6 0,145090,1349

20,1230

50,1078

90,0985

90,0867

00,0731

50,0594

4

0,3 0,147800,1445

10,1340

3 0,127330,1185

80,1078

20,0934

30,0844

00,0732

70,0602

40,0432

0

0,4 0,128640,1251

10,1153

4 0,108510,1001

10,0893

70,0753

50,0664

80,0556

10,0437

60,0280

6

0,5 0,109480,1063

10,0972

2 0,090690,0822

40,0713

30,0574

80,0488

60,0389

30,0276

80,0139

9

0,6 0,090320,0875

20,0793

9 0,073070,0650

30,0547

40,0417

80,0343

00,0251

70,0149

40,0034

5

0,7 0,071160,0688

50,0616

3 0,055860,0486

80,0399

60,0294

60,0234

80,0166

30,0088

2 0

0,8 0,052000,0501

10,0443

1 0,039710,0340

40,0273

80,0195

80,0152

10,0105

50,0054

6 0

0,9 0,032850,0315

30,0275

9 0,024630,0210

20,0167

50,0118

20,0091

10,0062

40,0032

0 0

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5.3 Langkah Penggambaran Propeller di Autocad 2007a. Menentukan diameter propellernya, kemudian dibuat jari – jarinya

Diameter : 4,56 meter Maka jari – jari yang digambar adalah 2,281 meter

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 51: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 51

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

b. Jarak Center Line Ke Trailing Edge

c. Jarak Center Line Ke Trailing Edge

d. Panjang elemen total

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

r/R Cr-Ar

0,2 0,6170590,3 0,7060380,4 0,792910,5 0,8636540,6 0,9307020,7 0,9893020,8 1,0255050,9 0,9952871

r/R Ar

0,2 0,9940620,3 1,1183490,4 1,1943330,5 1,2224670,6 1,1893480,7 1,0890640,8 0,8841880,9 0,5382831

Page 52: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 52

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

e. Jarak Ordinat Tebal Maksimum Dari Leading Edge

r/R Br

0,2 0,5638920,3 0,6385350,4 0,6955350,5 0,7301420,6 0,8246990,7 0,9207160,8 0,9147430,9 0,7667851

f. Ketebalan Maksimum Blade Tiap Elemen

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

r/R Cr

0,21,6111

2

0,31,8243

9

0,41,9872

4

0,52,0861

2

0,62,1200

5

0,72,0783

7

0,81,9096

9

0,91,5335

71

Page 53: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 53

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

5.4 Menentukan Distribution Pitch

r/R %Ho/2n Ordinat Gambar0,2 82,20% 462,9173 462,920,3 88,70% 499,5227 499,520,4 95% 535,0017 535,000,5 99,20% 558,6544 558,650,6 100% 563,1597 563,160,7 100% 563,1597 563,160,8 100% 563,1597 563,160,9 100% 563,1597 563,16

BAB VIPERENCANAAN POROS PROPELLER DAN PERLENGKAPAN PROPELLER

6.1 Perencanaan Diameter Poros PropellerLangkah-langkah perhitungan perencanaan poros propeller adalah:

1. Menghitung daya perencanaan2. Menghitung kebutuhan torsi3. Menghitung tegangan yang diijinkan4. Menghitung diameter poros

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

r/R Sr

0,2 0,1669630,3 0,1478030,4 0,1286430,5 0,1094840,6 0,0903240,7 0,0711640,8 0,0520050,9 0,0328451 0,013685

Page 54: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 54

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

5. Pemeriksaan Persyaratan (koreksi)

UNIT dan SIMBOL

T : Torsi

Fc : Factor koreksi daya

Pd : Daya perencanaan

Ds : Diameter porost

t : Tegangan

Lb : Panjang boss propeller

Ln : Panjang Lubang dalam boss propeller

s : Selubung poros

x : kemiringan

Da : Diameter terkecil ujung konis

dn : Diameter luar pengikat boss

d : diameter luar ulir

Do : Diameter luar mur

Mt : Momen torsi

L : panjang

B : Lebar

t : tebal

R : radius ujung pasak

t1 : kedalaman alur pasak

Dba : Diameter boss propeller pada bagian belakang

Dbf : Diameter boss propeller pada bagian depan

Db : Diameter boss propeller

Lb : Panjang boss propeller

LD : Panjang bantalan duduk dari propeller

tR : Tebal daun baling – baling

tB : Tebal poros boss propeller

rF : Jari – jari dari blade face

rB : Jari – jari dari blade back

Perencanaaan diameter poros propeller menurut buku “Elemen Mesin” Soelarso adalah diformulasikan sebagai berikut:

Ds=[( 5,1τa ) x Kt xCb xT ]

13,mm

Langkah perhitungannya sebagai berikut:1. Menghitung Daya Perencanaan (Pd)

Pd = fc x pDimana : p = SHP (Daya Poros) dalam kW : 4050,00 kW

: 5506,46 HP

fc adalah Factor Koreksi Daya :

fc = 1,2 – 2,0 (Daya maksimum)

fc = 0,8 – 1,2 (Daya rata-rata)

fc = 1,0 – 1,5 (Daya normal)

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 55: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 55

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

Diambil fc = 1,1

Maka Daya Perencanaan :

Pd = fc x SHP

= 1,1 x 4050

= 4455 kW

2. Menghitung Kebutuhan Torsi (T)

T = 9.74 x 105 x (Pd/N)

dimana : n adalah putaran propeller perencanaan, dalam perencanaan ini putaran propeller adalah 135,135 rpm

Sehingga :

T = (9,74 x 105 x 4455) / 135,135

= 32109858,0 Kg/mm

3. Menghitung Tegangan Yang Diizinkan (σa)

Bahan yang digunakan adalah baja karbon konstruksi mesin (JIS G 4501)

lambang = S50C

kekuatan tarik = 62 Kg/mm2

perlakuan panas = penormalan

Faktor keamanan

1. sf1 = 6,0 (material baja)

diambil 6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh massa dan baja paduan

2. sf2 = 1,3 – 3

Diambil sf2 = 2,0

Sehingga, Tegangan geser yang diijinkan (tA):

tA =

=

= 5,166666667 Kg/mm2

4. Menghitung Diameter Poros (Ds)KT = untuk beban kejutan/tumbukan, nilainya antara 1,5 – 3Cb = diperkirakan adanya beban lentur,nilainya antara 1,2 – 2,3

Kt = 1,0 ( beban dikenakan secara halus )

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

21xsfsf

B

3,20,6

62

x

Page 56: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 56

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

Kt = 1,0 - 1,5 ( terjadi sedikit kejutan atau tumbukan )

Kt = 1,5 - 3,0 ( beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan besar )

Diambil Kt = 2

jika diperkirakan akan terjadi pemakaian dengan beban lentur

Cb = 1 ( Tidak mengalami lenturan )

Cb = 1,2 – 2,3 ( Mengalami lenturan )

Diambil Cb = 1,8

= 485,0280695 mm

Diambil Ds = 485 mm

Tegangan yang Bekerja pada Poros ( )

= 5,1x TDs

(kg/mm2)

= 1,44 kg/mm2

Syarat

< a (Syarat Terpenuhi)

6.2 Perencanaan Perlengkapan Propeller

Keterangan Gambar :

Dba = Diameter boss propeller pada bagian belakang ( m )

Dbf = Diameter boss propeller pada bagian depan ( m )

Db = Diameter boss propeller ( m ) = ( Dba + Dbf )/2

Lb = Panjang boss propeller ( m )

LD = Panjang bantalan duduk dari propeller ( m )

tR = Tebal daun baling – baling ( cm )

tB = Tebal poros boss propeller ( cm )

rF = Jari – jari dari blade face ( m )

rB = Jari – jari dari blade back ( m )

6.2.1 Diameter Boss Propeller (Db)

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 57: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 57

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

1. Diameter boss propeller

Db = 1.8 x Ds

= 1.8 x 485

= 873 mm

(Van Lammern, “Resistance, Propulsion and steering of ship”)

tr = 0,045 x Dprop Dprop = 4561,82

= 0,045 x 4561,82

= 205,3 mm

2. Diameter boss propeller terkecil (Dba)

Dba/Db = 0,85 s/d 0,9

Dba = 0.85 x Db

= 0.85 x 873

= 742,0929464 mm

(T. O’brien , “The Design Of Marine Screw Propeller”)

3. Diameter boss propeller terbesar (Dbf)

Dbf/Db = 1,05 - 1,1 diambil 1,05

Dbf/Db = 1,05

Dbf = 1.05 x Db

= 1.05 x 873

= 916,7030514 mm

4. Panjang boss propeller (Lb)

Lb/Ds = 2,4

Lb = 2.4 x Ds

= 2.4 x 485

= 1164,067367 mm dibulatkan menjadi 1164 mm

5. Panjang lubang dalam boss propeller (Ln)

Ln/Lb = 0,3

Ln = 0,3 x Lb

= 0,3 x 1164

= 349,2202101 mm, dibulatkan menjadi 349 mm

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 58: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 58

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

tb/tr = 0,75

tb = 0,75 x tr

= 0.75 x 205,3

= 153,96 mm dibulatkan menjadi 154 mm

rb/tr = 1

rb = 1 x tr

= 1 x 205,3

= 205,28 mm dibulatkan menjadi 205 mm

rf/tr = 0,75

rf = 0,75 x tr

= 0.75 x 197.55

= 153,96 mm dibulatkan menjadi 154 mm

6.2.2 Perencanaan Selubung Poros

Sleeve atau selubung poros merupakan selongsong yang digunakan sebagai bantalan penumpu bearing untuk mengurangi gesekan bearing dengan poros juga sebagai seal untuk mencegah kebocoran minyak pelumas (jika digunakan pelumasan minyak) atau sebagai pencegah korosi akibat air laut jika digunakan pelumasan air. Ketebalan sleeve ditentukan sebagai berikut :

s = 0.03 Ds + 7,5

= 0.03 x 485 + 7.5

= 22,05 mm dibulatkan menjadi 22 mm

6.2.3 Bentuk Ujung Poros propeller

1. Panjang Konis

Panjang konis (Lb) berkisar antara 1,8 - 2,4 diameter poros. Diambil Lb = 2,4Ds

Lb = 2,4 Ds

= 2,4 x 466

= 1164,067367 mm dibulatkan menjadi 1164 mm

2. Kemiringan Konis

Biro Klasifikasi Indonesia menyarankan harga kemiringan konis berkisar antara 1/10sampai 1/15. Diambil sebesar 1/12.

Sehingga dalam perencanaan ini harga kemiringan konis (x) diambil 1/12 Lb

x = 1/12 x 1/2 x Lb

= 1/12 x 1/2 x 1164

= 48,50280695 mm dibulatkan menjadi 49 mm

3. Diameter Terkecil Ujung Konis

Da = Ds - 2x

= 466- (2 x 50)

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 59: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 59

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

= 388,022 mm dibulatkan menjadi 388 mm

1. Diameter Luar Pengikat Boss (dn)Biro Klasifikasi Indonesia menyarankan harga diameter luar pengikat boss atau Dn tidak boleh kurang dari 60 % diameter poros.

dn = 60%. Ds

= 0,6 x 485

= 291 mm

(BKI, Volume 3, 2006)

6.2.4 Mur Pengikat Propeller

1. Diameter luar ulir (d)

D ≥ 0,6 x Ds

D ≥ 0,6 x 466

D ≥ 291,0168417 dibulatkan menjadi 291 mm

2. diameter inti (di)

Di = 0.8 x D

Di = 232,8134734 dibulatkan menjadi 233 mm

3. Diameter luar mur (Do)

Do = 2 x D

Do = 582,0336834 mm dibulatkan menjadi 582 mm

4. Tebal atau tinggi mur (H)

Berdasarkan buku Elemen Mesin karangan Sularso, untuk ukuran standar tebal mur adalah

0,8 – 1 diameter konis, diambil 0,8 sehingga :

H = 0,8 x D

H = 232,8134734 mm dibulatkan menjadi 233 mm

6.2.5 Perencanaan Pasak propeller

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 60: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 60

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

Dasar perancanaan pasak diambil dari buku Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin Ir. Soelarso Ms.Me. Dalam menentukan dimensi dan spesifikasi pasak propeller yang diperlukan, berikut ini urutan perhitungannya :

1. Momen torsi (Mt) pada pasak

Mt = DHP = 3969,00 KW

Nprop = 135,135 rpm

= 21045,81

2. Panjang pasak (L)

Menurut buku Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin hal27.Panjang pasak adalah antara 0,75–1,5 Ds

L = 1.3x Ds

L = 630,5364904 mm dibulatkan menjadi 631 mm

3. Lebar pasak (B)

Menurut buku Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin hal. 27 lebar pasak adalah 25 % - 35 % dari diameter poros.

B = 27% x Ds

B = 130,9575788 mm dibulatkan menjadi 131 mm

4. Tebal pasak (t)

t = 1/6 x Ds

t = 1/6 x 456

t = 80,84 mm dibulatkan menjadi 81 mm

5. Radius Ujung pasak

R = 0.125 X Ds

R = 0.125 x 456

R = 60,62850869 mm dibulatkan menjadi 61 mm

6. Luas Bidang Geser

A = 0.25 x Ds x Ds

A = 58813,05706 mm^2

7. Gaya Sentrifugal

Bila momen rencana T ditekankan pada suatu diameter poros (Ds),

maka gaya sentrifugal (F) yang terjadi pada permukaan poros adalah ;

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

xN

xDHPx

2

6075

Page 61: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 61

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

T =

T = 29190780

T = 2,92E+07 Kg.mm

F =

F = 120367,3842 Kg

Sedangkan tegangan gesek yang diijinkan (τka) untuk pemakaian umum pada poros diperoleh dengan membagi kekuatan tarik σb

dengan faktor keamanan (Sf1 x Sf2), sedang harga untuk Sf umumnya telah ditentukan ;

Sf1 = umumnya diambil 6 (material baja)

Sf2 = 1,0 – 1,5 , (beban dikenakan secara tiba-tiba)

= 1,5 – 3,0 , (beban dikenakan tumbukan ringan)

= 3,0 – 5,0 , (beban dikenakan secara tiba-tiba dan tumbukan berat)

Beban pada propeller yang terjadi secara tiba-tiba adalah karena gelombang laut, namun sifatnya terjadi secara lunak, maka Sf2 = 1,5.

Bahan pasak digunakan S 45 C dengan harga σb = 58 kg/mm2.

Sehingga :

τka =

τka = 6,44 kg/mm2.

Sedangkan tegangan gesek yang terjadi pada pasak adalah ;

τk =

τk = 1,457699352 kg/mm2.

Karena nilai tegangan gesek yang terjadi pada pasak ≤ nilai tegangan gesek yang diijinkan berarti pasak tersebut telah memenuhi syarat

8. Penampang Pasak

A = b x t

A = 10586,35 mm^2

9. Kedalaman alur pasak pada poros (t1)

t1 = 0, 5 x t

t1 = 40,41900579 mm

10. Detail Pasak

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

N

Pdxx 51074,9

xDs

T

5,0

21xsfsfb

BxL

F

Page 62: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 62

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

Ds = 456

Maka r5 yang digunakan adalah

r5 = 6 mm

6.2.6 Perencanaan Bentuk Ujung Poros Kopling

Diameter Poros (Ds) = 485,028 mm (karena tidak menggunakan poros antara)

1. Panjang Konis

Panjang konis atau Lk berkisar antara 1,25 sampai 1,5 kali diameter poros

Lk = 1,5 Ds

Lk = 728 mm dibulatkan menjadi 728 mm

2. Kekonisan yang Disarankan

Harga konis ujung poros kopling adalah sebesar sekitar 1/10 ~ 1/20 dari Lk (BKI 2006)

x = 1/12 x 1/2 x Lk

x = 30,31 mm

3. Diameter Terkecil Ujung PorosDa = Ds- (2X)Da = 424,40 mm

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 63: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 63

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

4. Diameter Lingkaran kopling yang DirencanakanDb = 2,5 x DsDb = 1214,510286 mm

5. Diameter luar kopling

Nilai D out adalah 3 ~ 5.8 kali diameter poros (Ds)

D out = 3,504 x Ds

D out = 1699,538356 mm dibulatkan menjadi 1700 mm

6. Panjang Kopling

Panjang kopling atau L adalah berkisar antara 2,5 sampai 5,5 dari setengah diameter poros.

Diambil L = 5,5 x 0,5 x Ds

Diambil L = 1587,011843 mm dibulatkan menjadi 1587 mm

7. Tebal Flens

Tebal flens tanpa konstruksi poros menurut Biro Klasifikasi Indonesia adalah paling

sedikit sebesar 20% dari diameter poros.

Sfl = 30% x Ds

= 145,51 dibulatkan menjadi 146 mm

8. Diameter Minimum Baut Pengikat Kopling

SHP 4050 KW

Putaran poros (N) 135,135 RPM

Jumlah baut (Z) 8 buah

Diameter baut yang direncanakan 1214,51 mm

Kekuatan tarik material (Rm) 600 N/mm2 (bahan yang digunakan adalah S50C)

Df =

Df = 82,26 mm dibulatkan menjadi 76 mm

9. Diameter luar mur (D0)

Do = 2 x Df

Do = 152 mm

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

2/161016

RmZDbN

P

Page 64: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 64

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

10. Tinggi mur (H)

nilanya adalah antara 0.8 ~ 1 kali Df

H = 1 x Df

H = 76 mm

6.2.7 Perhitungan pasak kopling

1. Diameter Tengah Konis Propeler

Dsa = (Ds + Da)/2

Dsa = 454,71 mm

2. Bahan pasak

bahan pasak yang diambil adalah S 45 C

dengan σB = 58 Kg/mm2.

3. Tegangan geser yang diijinkan

Faktor keamanan

1. sf1 = 6 (untuk material baja)

2. sf2 = 1,3 - 3

Jadi sf2 = 1,5

τka = σB/(sf1 x sf2)

τka = 6,44 Kg/mm

gaya tangensial pada permukaan poros

F = T / (0.5 x Dsa)dimana T = 29190780 kg.mm

F = 128391,9 Kg

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 65: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 65

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

4. Lebar pasak

Lebar pasak kopling atau b berkisar antara 0,25 sampai dengan 0,85 kali diameter poros propeler.

b = 0,27 . Ds

b = 130,9575788 mm

5. Panjang Pasak

Bahan pasak yang diambil adalah S 45 C

Tinjauan terhadap faktor keamanan

τk = F / ( b.l )

τka ≥ τk

τka ≥ F / ( b.l )

L ≥

L ≥ 152,13 mm

Dalam perencanaan ini panjang pasak dibatasi berkisar antara 0,75 sampai dengan 1,5 kali diameter poros

L = 0.9 x Ds

L = 436,5252626 mm Dibulatkan menjadi 411 mm

6. Kedalaman alur pasak

t = 1/6 x Ds

t = 80,8 mm Dibulatkan menjadi 76 mm

7. Radius Ujung pasak

R = 0.125 X Ds

R = 0.125 x 456 867,27688

R = 60,62850869 mm

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

kaxb

F

Page 66: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 66

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

6.2.8 Mur Pengikat Kopling

Direncanakan dimensi mur pengikat kopling sama dengan dimensi mur pengikat propeller yaitu :

- Diameter luar ulir (d)

menurut BKI ”78 Vol. III, diameter luar ulir(d) ≥ diameter konis yang besar :

d ≥ 0,6 x Ds

d ≥ 0,6 x 456

d ≥ 291,0168417 mm

- Diameter inti (di)

Di = 0,8 x d

Di = 219,2 mm

- Diameter luar mur (Do)

Do = 2 x d

Do = 548 mm

- Tebal/tinggi mur (H)

Berdasarkan buku Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin untuk ukuran standar tebal mur adalah (0,8 - 1) kali diameter poros

H = 0,8 x d

H = 219,2 mm

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 67: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 67

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

BAB VIIPERENCANAAN STERN TUBE

7.1 Jenis Pelumasan

Stern tube merupakan tabung poros yang digunakan sebagai media pelumasan poros propeller dengan bearing juga dapat berfungsi sebagai penyekat jika terjadi kebocoran. Pada perencanaan ini, sebagai pelumas poros digunakan minyak.

7.2 Panjang PorosPanjang stern tube disesuaikan dengan jarak antara stern post dengan sekat belakang

kamar mesin dalam hal ini diperoleh berdasarkan jarak gading yaitu 600 mm sehingga diperoleh :

Ls= 4 x jarak gading= 4 x 600= 2400 mm

7.3 Menentukan Bantalan

i. Bahan bantalan yang digunakan adalah : Lignum Vitaeii. Panjang Bantalan Belakang (Lsa) :

Lsa= 2 x Ds= 970,056 mm

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

Page 68: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 68

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

iii. Panjang Bantalan Depan (Lsf) :Lsf= 0.8 x Ds

= 388,022 mm

iv. Tebal Bantalan (B) :

B=

= 51,3321 mm

v. Jarak maximum yang diijinkan antara bantalan / bearing (lmax) :lmax = k1 x (Ds^0.5)

Dimana, k1 = 450 (untuk pelumasan dengan minyak)

= 450 x (456^0.5)= 9910,51 mm

vi. Rumah bantalan (Bearing Bushing )a. Bahan Bushing Bearing yang digunakan adalah : manganese bronzeb. Tebal Bushing Bearing ( tb )

tb= 0.18 x DStb= 87,305053 mm

Tebal Stern Tube (T) :

T=

= 43 mm

Stern Post :Tinggi buritan berbentuk segi empat untuk panjang kapal L < 125 m, maka :

i. Lebar = 1,4 L + 90Dimana :

L = 152 m= (1,4 x 152 ) + 90= 302,8 mm

ii. (b)= (1.6 L) + 1,5= (1.6 x152) + 1,5= 244,7 mm

iii. Tebal = 0,6 x b= 146,82

Perencanaan Guard :Perencanaan gambar untuk guard adalah sebagai berikut :

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN

175,330

Ds

4

4.253

20

Ds

Page 69: Laporan Desain 2 Puji Dhian Wijaya 4210100007

Page | 69

PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007

i. Panjang Guard = 190 mmii. Tebal Guard = 20 mm

Perencanaan Inlet Pipe & outlet pipe* Diameter dalam ø 19,05 mm* Diameter luar ø 25,4 mm

DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN