Laporan DAK

download Laporan DAK

of 32

Transcript of Laporan DAK

Dana Alokasi Khusus

Daftar Isi

Analisis penganggaran pendidikan melalui transfer daerah | dana alokasi khususBab IPendahuluan11.1Latar Belakang11.2Maksud dan Tujuan11.3Lingkup Kegiatan21.4Keluaran2Bab IIKerangka Teori dan Metode Penelitian32.1Kerangka Teori32.1.1Kerangka Kebijakan Fiskal32.1.2Mekanisme Transfer dalam Desentralisasi Fiskal di Indonesia62.2Metode Penelitian92.2.1Jenis Penelitian92.2.2Teknik Pengumpulan Data102.2.3Teknik Analisis Data102.2.4Lokasi Objek Penelitian12

Bab IIIAnalisis dan Strategi Penganggaran Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan Melalui Transfer Daerah133.1Gambaran Umum133.1.1Definisi133.1.2Dasar Hukum Dana Alokasi Khusus133.1.3Perencanaan Dana Alokasi Khusus143.1.4Penganggaran Dana Alokasi Khusus163.1.5Pola Penyaluran Dana Alokasi Khusus173.1.6Pemantauan dan Evaluasi Dana Alokasi Khusus183.2Realisasi203.3Analisis Permasalahan203.4Strategi Kebijakan22Bab IVKesimpulan dan Rekomendasi254.1Kesimpulan254.2Rekomendasi27

PendahuluanLatar BelakangDitetapkannya anggaran pendidikan sebesar 20% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menyebabkan terus naiknya anggaran pendidikan dari tahun ke tahun karena mengikuti kenaikan APBN. Anggaran pendidikan dalam APBN tergolong unik berbeda dengan anggaran lainnya karena anggaran pendidikan tersebar dan dialokasikan kepada Pemerintah Pusat dan transfer daerah. Selain itu anggaran pendidiakn juga tersebar kedalam jenis jenis dana baik yang dikelola kementerian dan lembaga (K/L) maupun Pemerintah Daerah (Pemda).Tersebarnya anggaran pendidikan ke berbagai jenis dana menyebabkan rumitnya pelaksanaan pengelolaan dan pertanggungjawaban anggaran pendidikan. Dari sisi pengelolaan dibutuhkan pengendalian yang baik agar anggaran pendidikan yang dikeluarkan tepat sasaran. Sedangkan dari sisi pertanggungjawaban dibutuhkan pencatatan dan pelaporan yang baik atas pengeluaran anggaran pendidikan yang dilandasi dengan kerangka value for money.Dengan mempertimbangkan kompleksitas dari pengelolaan dan pertanggungjawaban anggaran pendidikan maka sudah saatnya terdapat strategi atau arah kebijakan dari anggaran pendidikan tersebut. Kebijakan dan arahan tersebut diharapkan dapat memberikan kemudahan dan fleksibelitas dalam mengelola dan mempertanggungjawabkan anggaran pendidikan namun tetap berada dalam koridor akuntabilitas dan transparansi. Maksud dan TujuanSesuai dengan KAK yang diberikan untuk melaksanakan pekerjaan ini maka maksud dari dilaksanakannya pekerjaan ini adalah untuk melihat sejauhmana anggaran pendidikan yang dialokasikan melalui transfer ke daerah, dapat dilaksanakan sesuai sasaran dan program prioritas pembangunan pendidikan di daerah tersebut. Sedangkan tujuannya adalah :Melakukan analisa penggunaan anggaran pendidikan yang di transfer ke daerah sudah sesuai aturan dan sasaran program prioritas;Menyusun strategi/arah kebijakan ke depan dalam menyusun anggaran pembangunan pendidikan melalui transfer ke daerah agar lebih flexsibel dan akuntabel serta mengarah pada Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK). Lingkup KegiatanAdapun lingkup pekerjaan dalam melakukan Analisis Penganggaran Pendidikan melalui Transfer Daerah ini meliputi:Merumuskan lingkup anggaran pendidikan yang melalui transfer daerah, yaitu:Dana Alokasi Khusus (DAK) PendidikanAnggaran Pendidikan dalam Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSDTunjangan Profesi GuruBantuan Operasional Sekolah (BOS) Dana OutsusDana Insentif Daerah; danDana Bagi Hasil (DBH)Melakukan pengumpulan data yang bersumber dari:Data alokasi dana transfer dalam PMKData Teknis dari Unit Utama TerkaitData di pusat berupa laporan hasil pelaksanaan/hasil evaluasiData di daerah berupa laporan hasil pelaksanaan/hasil evaluasi dan informasi lainData-data lain yang terkait dengan teknis implikasi dan permasalahannya yang sudah dilakukan di pusat dan daerahKeluaranKeluaran kegiatan ini adalah tersusunnya dokumen analisis strategi kebijakan penganggaran pendidikan melalui transfer daerah untuk menunjang anggaran pembangunan pendidikan via transfer daerah agar lebih fleksible dan akuntabel serta mengarah Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK).

Kerangka Teori dan Metode PenelitianKerangka TeoriKerangka Kebijakan FiskalSalah satu perangkat yang dapat digunakan oleh Pemerintah untuk mencapai sasaran pembangunan adalah kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal mempunyai tiga fungsi utama, yaitu fungsi alokasi anggaran untuk tujuan pembangunan, fungsi distribusi pendapatan dan subsidi dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, dan juga fungsi stabilisasi ekonomi makro di dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi.Dalam kondisi perekonomian yang lesu, pengeluaran pemerintah yang bersifat autonomous, khususnya belanja barang dan jasa serta belanja modal, dapat memberi stimulasi kepada perekonomian untuk bertumbuh. Sebaliknya dalam kondisi ekonomi yang memanas akibat terlalu tingginya permintaan agregat, kebijakan fiskal dapat berperan melalui kebijakan yang kontraktif untuk menyeimbangkan kondisi permintaan dan penyediaan sumber-sumber perekonomian.Itu sebabnya kebijakan fiskal memiliki fungsi strategis di dalam mempengaruhi perekonomian dan mencapai sasaran pembangunan.Kebijakan Fiskal banyak dibahas dari literatur Public Finance.Public Finance atau Keuangan Publik menurut Aronson (1985) adalah: It is the study of the financial activities of government and public authorities, and it describes and analyzes the expenditures of government and the techniques used by governments to finance this expenditures.Ruang lingkup keuangan publik adalah:1. Part of the study of economicsIt borders on the fields of government and political sciencesIt deals with people who must decide the issuesIt deals with those who will be affected by economics and political decisionSehingga dengan demikian, dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa inti dari kebijakan fiskal adalah upaya untuk menyesuaikan tingkat penerimaan dan belanja pemerintah dengan upaya pengerahan tenaga kerja secara penuh dan menstabilkan harga (adjusting the level of tax revenues and government expenditures to achieve full employment and stable prices).Kebijakan fiskal adalah penggunaan berbagai instrumen yang menyangkut anggaran pemerintah bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Mankiw (2000) mengatakan secara sederhana bahwa fiscal policy is the governments choice regarding levels of spending and taxation. Dalam hal ini pengerahan tenaga kerja secara maksimal (full employment) dan pengendalian harga merupakan indikator tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut.Musgrave and Musgrave (1989:6) menyebutkan ada tiga pokok fungsi fiskal sebagai berikut:1. Fungsi alokasi; meliputi penyediaan barang-barang publik, suatu proses untuk membagi penggunaan seluruh sumberdaya ke dalam barang privat dan barang sosial. Kebijakan pengaturan tidak termasuk di sini karena kebijakan semacam itu tidak termasuk dalam kebijakan penganggaran.Fungsi distribusi; penyesuaian distribusi pendapatan dan kemakmuran untuk menjamin bahwa keinginan masyarakat untuk mencapai keadilan atau pemerataan dapat terpenuhi.Fungsi stabilisasi; yaitu penggunaan kebijakan penganggaran sebagai sarana untuk menjamin pengerahan tenaga-kerja secara optimal, stabilitas harga yang memadai, serta pertumbuhan ekonomi yang baik, yang akan berpengaruh juga terhadap perdagangan internasional dan neraca pembayaran.Salah satu fungsi utama pemerintah adalah fungsi distribusi (Musgrave 1959). Kekuatan dan mekanisme pasar diyakini tidak akan pernah menghasilkan distribusi pendapatan yang merata. Padahal, distribusi pendapatan yang relatif merata merupakan satu fenomena yang diinginkan oleh masyarakat secara umum. Karenanya, tugas pemerintah adalah memastikan bahwa terdapat pembagian pendapatan yang lebih merata di antara kelompok-kelompok masyarakat.Selanjutnya, dalam sistem yang terdiri dari pemerintahan dengan beberapa tingkatan (multi-level government), pertanyaannya menjadi apakah yang menjadi tugas dari masing-masing tingkat pemerintah yang berbeda dalam mencapai distribusi pendapatan yang lebih merata. Teori awal menjawab pertanyaan ini (yang belakangan disebut sebagai first-generation theory of fiscal federalism) menunjukkan bahwa Pemerintah Pusat seyogyanya memainkan peranan utama dalam melakukan redistribusi pendapatan (Oates 2005). Redistribusi pendapatan akan sangat sulit dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah yang menetapkan suatu sistem pajak progresif memang akan mendapatkan distribusi pendapatan yang lebih merata untuk daerahnya, tetapi kemungkinan besar terjadi dengan perginya kelompok masyarakat dan dunia usaha berpendapatan tinggi dari daerah yang bersangkutan.Sistem multi-level government juga biasanya memiliki aktifitas redistribusi yang lain, yaitu pemerataan fiskal (fiscal equalization). Prinsip utamanya adalah transfer dari daerah yang lebih kaya ke daerah yang lebih miskin, sehingga setiap daerah memiliki kemampuan yang kurang lebih sama untuk menyediakan sejumlah layanan publik. Jumlah dan kualitas layanan publik yang sama disetiap daerah sering menjadi kunci dari konsep pemerataan antar-daerah. Namun demikian, bukan hanya jumlah transfer fiskal saja yang penting.Padovano (2007) juga mencatat pentingnya perbedaan pengadmnistrasian program redistribusi pendapatan di tingkat Pemerintah Daerah. Hal ini dapat dilihat dari sisi Pemerintah Pusat membedakan treatment redistribusi terhadap Pemerintah Daerah, dengan tujuan mendapatkan konsensus Pemerintah Daerah terhadap program Pemerintah Pusat (Alesiana et al., 1999; Lockwood, 2002; Besley dan Coate, 2003). Ataupun dapat pula dilihat sebagai perbedaan strategi Pemerintah Daerah yang mengadministrasikan program redistribusi (Emerson, 1988).Peran pemerintah sebagai stabilisator merupakan penjabaran dari kebijakan fiskal dari aspek ekonomi. Dari sudut pandang ekonomi, kebijakan fiskal merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi kelangkaan sumberdaya (scarcity of resources) dan mengalokasikan sumberdaya tersebut bagi kesejahteraan seluruh rakyat. Dengan demikian, logika ekonomi makro maupun ekonomi mikro berlaku dalam memahami arah kebijakan fiskal secara nasional.Dari segi makro pemerintah harus mampu memerankan fungsi pembiayaan publik yang dapat dilihat dari dimensi alokasi, distribusi maupun stabilisasi. Fungsi-fungsi inilah yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara ekonomis (Paper Grand Design) Desentralisasi Fiskal Indonesia: Menciptakan Alokasi Sumber Daya Nasional yang Efisien melalui Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Yang Transparan Akuntabel dan Berkeadilan (Tim Asistensi Menkeu Bidang Desentralisasi Fiskal, Dirjen Perimbangan Keuangan, Depkeu RI).Sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal, anggaran belanja Pemerintah Pusat memainkan peranan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan nasional, terutama dalam meningkatkan dan memelihara kesejahteraan rakyat. Hal ini terutama karena besaran dan komposisi anggaran belanja pemerintah pusat, dalam operasi fiskal pemerintah, mempunyai dampak yang signifikan pada permintaan agregat dan output nasional, serta mempengaruhi alokasi sumberdaya dalam perekonomian. Selain itu, peranan penting anggaran belanja pemerintah pusat dalam perekonomian, sebagai salah satu perangkat kebijakan fiskal, juga berkaitan dengan ketiga fungsi utama anggaran belanja pemerintah, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi.Melalui pelaksanaan ketiga fungsi utama kebijakan fiskal tersebut, perencanaan dan pengelolaan anggaran belanja Pemerintah Pusat memainkan peranan yang sangat strategis dalam memperbaiki dan meningkatkan kinerja ekonomi makro, serta mengatasi berbagai masalah-masalah fundamental dalam perekonomian, seperti mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan; mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas ekonomi khususnya stabilitas harga; menciptakan dan memperluas lapangan kerja produktif untuk menurunkan tingkat pengangguran; serta memperbaiki distribusi pendapatan dan mengatasi kemiskinan.Mekanisme Transfer dalam Desentralisasi Fiskal di IndonesiaDalam rangka mengoptimalkan efektivitas pelaksanaan pembangunan daerah, penyelenggaraan pembangunan daerah harus benar-benar sesuai dengan aspirasi, kebutuhan dan prioritas daerah. Untuk itulah, kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah pilihan yang paling tepat, karena telah menempatkan motor penggerak pembangunan pada tingkatan pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat, yaitu Pemerintah Daerah. Payung hukum dari kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal tersebut dituangkan dalam UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, sebagai penyempurnaan dari UU 22/1999 dan UU 25/1999. Kedua UU ini mengatur pokok-pokok penyerahan kewenangan kepada Pemerintah Daerah serta pendanaan bagi pelaksanaan kewenangan tersebut. Penggantian UU tersebut tidak terlepas dari diterbitkannya paket undang-undang di bidang keuangan negara, yang antara lain mengatur mengenai hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal, instrumen utama yang digunakan adalah pemberian kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk memungut pajak (taxing power) dan Transfer ke Daerah. Transfer dalam hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah memiliki hubungan yang linear dengan pelaksanaan desentralisasi. Kajian terhadap efisiensi, keadilan dan akuntabilitas dalam transfer menjadi penting mengingat transfer dipandang sebagai kewajiban Pemerintah Pusat kepada daerah dan disisi lain juga dipandang sebagai fungsi kontrol pusat kepada daerah.Secara umum, terdapat dua jenis transfer pusat ke daerah, yaitu non-matching transfers dan matching transfers. Non-matching transfers diberikan kepada Pemerintah Daerah tanpa adanya dana pendamping dari daerah, dan matching transfers dilakukan jika daerah mampu menyediakan dana pendamping. Umumnya, semua jenis matching transfers masuk dalam specific transfers, karena adanya transfer tersebut hanya untuk membiayai jasa dan pelayanan publik tertentu. Matching trasfers juga dapat dirinci lagi dalam open-ended matching transfers (apabila dana yang disediakan tidak ada batasan) dan close-ended matching transfers (apabila dana yang disediakan dibatasi sampai tingkat tertentu). Masing-masing jenis transfer tersebut memiliki dampak yang berbeda-beda dalam penyediaan jasa dan pelayanan publik, dan lebih lanjut kesejahteraan sosial.Dari penentuan program apakah turut melibatkan penerima transfer dalam penentuan penggunaan transfer, suatu alokasi dana (transfer) antar pemerintah disebut sebagai general (un-conditional) atau block grants transfers jika transfer yang dilakukan Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah dilakukan tanpa ada ketentuan penggunaan dari alokasi dana oleh pemberi transfer. Sementara itu, apabila penggunaan dari transfer dilakukan setelah adanya penentuan program spesifik oleh pemerintah sebelum disalurkannya dana transfer oleh pemerintah pusat, maka jenis transfer seperti ini merupakan specific transfers. Block grants adalah jenis transfer yang paling umum diadopsi oleh negara-negara yang menjalankan desentralisasi (Bahl, 1986).Untuk jenis block grants, Pemerintah Daerah memiliki keleluasaan dalam penggunaan dana tersebut dan karenanya block grants tidak mempengaruhi pilihan-pilihan lokal. Selain itu, jika tujuan dari transfer adalah untuk peningkatan kesejahteraan secara umum, maka unconditional nonmatching grant atau block grants seperti Dana Alokasi Umum adalah yang terbaik (Shah (1994) dalam Wuryanto, 1996). Distribusi block grants membutuhkan formula yang memperhitungkan dua faktor penting yaitu kapasitas dan kebutuhan fiskal. Jenis transfer ini lebih sejalan dengan konsep otonomi daerah karena memberikan diskresi atas penggunaan transfer oleh Pemerintah Daerah yang diasumsikan lebih mengetahui kebutuhan dan prioritas daerahnya sehingga akan memperbaiki efisiensi alokasi sumber daya.Argumen yang menentang block grants umumnya berpusat pada akuntabilitas pemerintah terhadap penduduk lokal. Block grants menurunkan hubungan akuntabilitas antara pemerintah lokal dan penduduknya dalam hal jasa publik yang dibiayai oleh transfer ini relatif tidak mudah diawasi oleh Pemerintah Pusat sebagai pemberi transfer sementara penduduk lokal cenderung tidak memiliki insentif untuk melakukan pengawasan mengingat pembiayaan dari transfer tidak berasal dari pajak yang harus dibayar oleh penduduk setempat. Specific transfers atau specific grants diberikan Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah dengan ketentuan yang melekat padanya, seperti untuk membiayai sektor-sektor tertentu atau bahkan proyek spesifik tertentu.Penggunaan transfer ini telah ditentukan secara spesifik oleh pemerintah dengan hanya sedikit memberi ruang gerak bagi pemerintah lokal. Di satu sisi, hal ini bisa menimbulkan konflik dengan diskresi lokal dalam hubungannya dengan kondisi dan prioritas lokal. Karenanya hal ini bisa membawa pada inefisiensi kecuali terdapat fleksibilitas untuk mengadaptasi penggunaan transfer terhadap situasi lokal. Namun disisi lain, specific transfers seperti ini dapat berguna pada situasi dimana akuntabilitas pemerintah lokal rendah dan dalam rangka mendorong pencapaian prioritas nasional di tingkat lokal. Dalam hal ini, keunggulan proses pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah pusat jika transfer dialokasikan berdasarkan specific transfer lebih merupakan solusi antara dari sistem pembiayaan kegiatan Pemerintah Daerah yang relatif tidak berdasarkan perkembangan wilayah atau pendapatan dari penduduk lokal. Selain itu, specific grants juga potensial digunakan untuk mengatasi masalah interjurisdictional spillover effects.Dalam pelaksanaan otonomi daerah terkait dengan penerimaan dana general transfer dan specific transfer, maka Pemerintah Daerah perlu mempertimbangkan tujuan keuangan Pemerintah Daerah. Secara umum, tujuan Pemerintah Daerah adalah untuk memaksimalkan hasil pembangunan bagi penduduk dan menyediakan lingkungan yang memungkinkan bagi pengembangan sektor swasta melalui penyediaan pelayanan publik yang efisien Transfer dana pusat ke daerah diperlukan untuk:1. Mengatasi persoalan ketimpangan fiskal vertikal1. Mengatasi ketimpangan fiskal horizontal1. Adanya kewajiban untuk menjaga tercapainya standar pelayanan minimum di setiap daerah1. Mengatasi persoalan yang timbul dari menyebar atau melimpahnya dampak pelayanan publik (interjurisdictional spillover effects)1. Rehabilitasi, yaitu untuk mencapai tujuan stabilisasi Pemerintah Pusat.Jadi pada prinsipnya, tujuan umum transfer dana Pemerintah Pusat adalah untuk meminimumkan ketimpangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai konsekuensi dari sentralisasi administrasi pajak (vertical fiscal disparity), meminimumkan ketimpangan fiskal antar Pemerintah Daerah pada tingkat pemerintahan yang sama yang bertujuan untuk peningkatan akses dan penyamarataan kualitas pelayanan publik (horizontal disparity), dan menginternalisasikan sebagian atau seluruh limpahan manfaat (biaya) kepada daerah yang menerima limpahan manfaat (yang menimbulkan biaya) tersebut (internalized spillovers). Selain itu, kerap pula dikemukakan bahwa pertimbangan pemberian transfer pusat adalah dalam rangka menjamin koordinasi kinerja fiskal dari pemerintah.UU 33/2004 telah mengatur bahwa penyediaan sumber-sumber pendanaan untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah dilakukan berdasarkan kewenangan antar-pemerintahan. Mekanisme pendanaan atas pelaksanaan kewenangan tersebut dilakukan melalui asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, yang dilaksanakan melalui perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah.Hakikat penyempurnaan utamanya menjaga prinsip money follows function, artinya pendanaan mengikuti fungsi-fungsi pemerintahan sehingga kebijakan perimbangan keuangan mengacu kepada tiga prinsip yakni:1. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah1. Pemberian sumber keuangan negara kepada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal1. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuanDesentralisasi fiskal adalah instrumen, bukan suatu tujuan. Desentralisasi fiskal adalah salah satu instrumen yang digunakan oleh Pemerintah Daerah dalam mengelola pembangunan guna mendorong perekonomian daerah maupun nasional. Melalui mekanisme hubungan keuangan yang lebih baik diharapkan akan tercipta kemudahan-kemudahan dalam pelaksanaan pembangunan di daerah, sehingga akan berimbas kepada kondisi perekonomian yang lebih baik. Sebagai tujuan akhir adalah kesejahteraan masyarakat.Hal penting lainnya yang juga harus dipahami oleh semua pihak, bahwa desentralisasi fiskal di Indonesia adalah desentralisasi fiskal di sisi pengeluaran yang didanai terutama melalui transfer ke daerah. Dengan desain desentralisasi fiskal ini maka esensi otonomi pengelolaan fiskal daerah dititikberatkan pada diskresi (kebebasan) untuk membelanjakan dana sesuai kebutuhan dan prioritas masing-masing daerah. Penerimaan Negara tetap sebagian besar dikuasai oleh Pemerintah Pusat, dengan tujuan untuk menjaga keutuhan berbangsa dan bernegara dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.Metode PenelitianJenis PenelitianPenelitian menggunakan metode deskriptif dengan jalan menguraikan permasalahan yang ada dalam bidang transfer dana daerah. Variabel yang dianalisis terdiri dari perencanaan, penganggaran, implementasi serta monitoring dan evaluasi program di bidang pendidikan. Adapun unit analisis terdiri dari:1. Dana Alokasi Umum1. Dana Alokasi Khusus1. Dana Insentif Daerah1. Dana Bagi Hasil1. Dana Otonomi Khusus1. Dana Bantuan Operasional Sekolah1. Dana Tunjangan Profesi Guru1. Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSDTeknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data yang digunakan adalah kombinasi dari beberapa teknik sebagai berikut:1. Dokumentasi, yaitu bentuk pengumpulan data dengan cara mempelajari berbagai dokumen resmi, seperti data-data, peraturan-peraturan, laporan-laporan dan buku-buku yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.Kuesioner, yaitu menyebarkan daftar pertanyaan sesuai dengan topik kajian kepada para responden. Responden dalam kajian ini berasal dari pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) provinsi dan kabupaten, sekolah penerima BOS, dan guru penerima tunjangan profesi guru dan tambahan penghasilan guru PNSD.Wawancara mendalam, dilakukan dengan cara tanya-jawab antara tim ahli dengan responden yang dilakukan secara terbuka. Untuk itu, digunakan instrumen penelitian berupa pedoman wawancara yang bersifat terbuka sehingga memberikan kebebasan seluas-luasnya bagi responden untuk menyampaikan pendapatnya.Teknik Analisis DataTeknik analisis data yang digunakan adalah teknik root cause analysis. Root-cause analysis merupakan metode analisis kualitatif pemecahan masalah dengan basis hukum sebab akibat. Metode analisis didisain dengan jalan mengidentifikasi gejala masalah; penyebab terjadinya masalah; akibat yang ditimbulkan dari masalah tersebut; dan akar permasalahannya.Setelah diketahui sebab akibat ini langkah selanjutnya adalah merumuskan solusi pemecahan masalahnya. Solusi pemecahan masalah didasarkan pada akar permasalahannya.Teknik analisis ini mencakup:Pendefinisian masalahPengumpulan dataPengidentifikasian faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab Pengidentifikasian akar permasalahanPemberian rekomendasi dan solusiKerangka operasional RCA selengkapnya disajikan dalam gambar berikut ini.Gambar 1. RCA Tahap 1: Identifikasi Masalah

Gambar 2. RCA Tahap 2. Analisis Solusi Pemecahan Masalah

Lokasi Objek PenelitianLokasi penelitian sebagai berikut.:NoProvinsiKabupaten/Kota

1Jawa BaratKab. Bandung Barat

2Jawa BaratKab. Bogor

3.Jawa BaratKota Depok

4.AcehKota Banda Aceh

5.AcehKab. Aceh Besar

6.Kalimantan BaratKota Pontianak

7.Kalimantan BaratKab. Kubu Raya

8.Sulawesi TenggaraKota Kendari

9.Sulawesi TenggaraKab. Konawe

10.Nusa Tenggara BaratKab. Lombok Barat

11.Nusa Tenggara BaratKab. Lombok Timur

Analisis dan Strategi Penganggaran Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan Melalui Transfer DaerahGambaran UmumDefinisiDana Alokasi Khusus (DAK) adalah Dana yang bersumber dari Pendapatan APBN dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu mendanai kebutuhan fisik sarana dan prasarana dasar yang merupakan prioritas nasional di bidang pendidikan, kesehatan, infrasturktur jalan, infrastruktur irigasi, infrastruktur irigasi, infrastruktur air minum, infrastruktur sanitasi, prasarana pemerintahan daerah, kelautan dan perikanan, pertanian, lingkungan hidup, keluarga berencana, kehutanan, sarana perdagangan, sarana dan prasarana daerah tertinggal, energi perdesaan perumahan dan permukiman keselamatan transportasi darat, transportasi perdesaan, serta sarana dan prasarana kawasan perbatasan.Tujuan DAK adalah untuk membantu daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat, dan untuk mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas nasional.Dasar Hukum Dana Alokasi Khusus1. UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan DaerahPP No 55 Tahun 2005 tentang Dana PerimbanganPMK tentang Penetapan Alokasi dan Pedoman Umum DAK PMK tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer Ke Daerah (PMK No. 06/PMK.07/2012)PMT tentang Petunjuk Teknis Penggunaan DAK PMD tentang Pengelolaan Keuangan DAK di DaerahPerencanaan Dana Alokasi KhususMenurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no. 56 tahun 2011 mengenai Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2012 untuk Sekolah Dasar/Sekolah Dasar Luar Biasa, perencanaan teknis dan pelaksanaan DAK Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2012 untuk SD/SDLB dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut:1. Direktorat Pembinaan SD, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan sosialisasi DAK Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2012 kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi;Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota mensosialisasikan program dan kegiatan yang akan dibiayai dengan DAK kepada sekolah calon penerima DAK. Sekolah membuat usulan rehabilitasi ruang kelas rusak berat dan/atau pengadaan sarana peningkatan mutu pendidikan kepada Dinas Pendidikan kabupaten/kota;Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melakukan seleksi terhadap usulan dari masing-masing sekolah berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam Petunjuk Teknis DAK Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2012 beserta peraturan pelaksanaannya, dan menetapkan jumlah sasaran dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: hasil pemetaan dan pendataan kebutuhan sekolah yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota;program penuntasan rehabilitasi ruang belajar SD/SDLB dengan prioritas rusak berat;pemenuhan sarana pendidikan penunjang peningkatan mutu pendidikan SD/SDLB;jumlah alokasi dana yang tersedia;Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota mengusulkan nama-nama sekolah calon penerima DAK kepada Bupati/Walikota;Atas usulan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota menetapkan sekolah-sekolah penerima DAK melalui Surat Keputusan;Pelaksanakan DAK Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2012 untuk Rehabilitasi Ruang Kelas Rusak Berat Termasuk Perabotnya dan/atau Pembangunan Perpustakaan beserta perabotnya menggunakan mekanisme swakelola di Sekolah;Pelaksanaan DAK Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2012 untuk Pengadaan Peralatan Pendidikan menggunakan mekanisme penyedia barang/jasa dengan mengikuti Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan peraturan perundangan lainnya yang berlaku; Sekolah menginventarisasi barang-barang dan/atau fisik yang diperolehnya dari kegiatan DAK Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2012;Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota, Komite Sekolah dan/atau institusi lain yang memiliki kewenangan dapat melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan DAK Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2012 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Sedangkan kriteria penerima DAK bidang pendidikan, menurut permendikbud yang sama adalah sebagai berikut:1. Kriteria Umum1. Diprioritaskan untuk sekolah yang berlokasi di daerah miskin, terpencil, tertinggal dan terbelakang, serta daerah perbatasan dengan negara lain;Belum memiliki sarana dan/atau prasarana pendidikan yang memadai;Sekolah Dasar/Sekolah Dasar Luar Biasa (SD/SDLB) yang mempunyai potensi berkembang dan dalam tiga tahun terakhir mempunyai jumlah siswa stabil atau meningkat;Pada tahun anggaran 2012 tidak sedang menerima bantuan sejenis baik dari sumber dana pusat (APBN) maupun dari sumber dana daerah (APBD I atau APBD II).Kriteria Khusus1. Rehabilitasi Ruang Kelas Rusak Berat termasuk perabotnyaDiperuntukkan bagi SD/SDLB yang memiliki ruang kelas rusak berat dengan tingkat kerusakan lebih dari 45% s.d 65%;Sekolah Dasar/Sekolah Dasar Luar Biasa (SD/SDLB) dibangun di atas lahan milik sendiri (milik pemerintah untuk sekolah negeri; milik yayasan untuk sekolah swasta) yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan berupa sertifikat atau surat kepemilikan lain yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.Pembangunan Ruang Perpustakaan termasuk perabotnya Diperuntukkan bagi SD/SDLB yang telah memiliki ruang kelas cukup dan layak tetapi belum memiliki perpustakaan dengan luas minimal 56m2 serta sarana peningkatan mutu pendidikan yang memadai; Memiliki lahan yang cukup untuk membangun ruang perpustakaan/ pusat sumber belajar seluas minimal 56m1. Jika SD/SDLB tidak memiliki lahan yang cukup, maka ruang perpustakaan/ pusat sumber belajar dapat dibangun bertingkat dengan ketentuan konstruksi bangunan lantai 1 (satu) telah memenuhi persyaratan untuk bangunan bertingkat.Pengadaan Peralatan Pendidikan1. Diperuntukkan bagi SD/SDLB yang telah memiliki ruang perpustakaan dengan luas minimal 56m2 dan/atau sedang menerima bantuan pembangunan ruang perpustakaan DAK Bidang Pendidikan TA 2012;Belum memiliki sarana peralatan pendidikan yang memadai;Penganggaran Dana Alokasi KhususDalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini yang dimaksud dengan Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan yang selanjutnya disebut DAK Bidang Pendidikan adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana satuan pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun yang belum mencapai standar tertentu atau percepatan pembangunan daerah di bidang pendidikan dasar.Alokasi DAK Bidang Pendidikan per daerah dan pedoman umum DAK ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan penetapan alokasi dan pedoman umum DAK tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan petunjuk teknis penggunaan DAK Bidang Pendidikan.Alokasi DAK Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2012 untuk SD/SDLB sebesar Rp.8.033.040.000.000,- (delapan triliun tiga puluh tiga miliar empat puluh juta rupiah).Setiap kabupaten/kota penerima Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2012 wajib menyediakan dana pendamping dari APBD minimal sebesar 10% (sepuluh persen) dari alokasi dana yang diterima.Alokasi DAK Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2012 untuk SMP/SMPLB sebesar Rp. 2.008.260.000.000,- (dua triliyun delapan miliyardua ratus enam puluh juta rupiah).Setiap kabupaten/kota penerima DAK Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2012 wajib menyediakan dana pendamping dari APBD minimal sebesar 10% (sepuluh persen) dari alokasi dana yang diterima.Pola Penyaluran Dana Alokasi KhususPenyaluran dan pelaksanaan DAK bidang pendidikan tahun anggaran 2012 adalah sebagai berikut (Permendikbud 56/2011) adalah sebagai berikut:1. Penyaluran Dana1. DAK Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2012 disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara (Pemerintah Pusat c.q Kementerian Keuangan) ke Rekening Kas Umum Daerah (Kabupaten/Kota). Mekanisme dan tata cara mengenai penyaluran DAK Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2012 dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pelaksanaan1. Sekolah melaksanakan rehabilitasi ruang kelas rusak berat beserta perabotnya dan/atau pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya secara swakelola sesuai peraturan perundang-undangan dengan melibatkan partisipasi masyarakat sesuai prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).Pengadaan peralatan pendidikan dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dengan mekanisme penyedia barang/jasa sesuai peraturan perundang-undangan.Sedangkan kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dibiayai DAK dan pemenuhannya adalah sebagai berikut:1. Kegiatan yang tidak dapat dibiayai DAK1. administrasi kegiatan; penyiapan kegiatan fisik; penelitian; pelatihan; perjalanan dinas; dan kegiatan-kegiatan yang tidak termasuk dalam Petunjuk Teknis Penggunaan DAK Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2012 untuk SD/SDLB seperti izin mendirikan bangunan, pembebasan tanah, pematangan tanah, konsultan, dan sebagainya.Pemenuhan Biaya yang tidak dapat dibiayai DAKKegiatan yang tidak dapat dibiayai DAK sebagaimana dimaksud pada huruf A, pembiayaannya dibebankan dari anggaran/biaya umum yang disediakan melalui APBD atau sumber pembiayaan lain di luar dana pendamping.Pemantauan dan Evaluasi Dana Alokasi KhususPemantauan dan evaluasi Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan didasarkan atas Surat Edaran Bersama (SEB) 3 Menteri Tahun 2008 perihal Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi Pemanfaatan DAK.Pelaksanaan pemantauan teknis dan evaluasi pemanfaatan DAK bertujuan untuk mengkoordinasikan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan DAK secara terpadu, efektif, dan efisien agar terjadi kesesuaian antara masukan (input), proses, keluaran (output), hasil (outcome), dan kemanfaatan (benefit) kegiatan yang dibiayai DAK.SEB tersebut mengisyaratkan terbentuknya tiga organisasi pelaksana pemantauan:1. Organisasi pelaksana pusat; beranggotakan: wakil dari Kementerian Keuangan, Kementerian Negara PPN/Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian/Lembaga teknis terkait. Organisasi ini dalam melakukan pemantauan dan evaluasi berkoordinasi dengan gubernur selaku wakil pemerintah di daerah.1. Organisasi pelaksana provinsi; beranggotakan: wakil dari Bappeda, Biro Administrasi Pembangunan/sebutan lain, Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah, dan SKPD terkait.1. Organisasi pelaksana kabupaten/kota; beranggotakan: wakil dari Bappeda, Bagian Administrasi Pembangunan/sebutan lain, Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah, dan SKPD terkait.Tugas dan fungsi organisasi pelaksana di tingkat pusat adalah sebagai berikut:1. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, melakukan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan DAK dari aspek pencapaian sasaran prioritas nasionalKementerian Keuangan, melakukan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfatan DAK dari aspek keuangan terutama yang terkait dengan penyaluran DAK dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah dan penyerapan anggran dari rekening kas umum daerahKemendagri, melalukan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemafaatan DAK dari aspek pelaksanaan, administrasi keuagan, dan kepatuhan daerah dalam pelaporan DAK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan , melakukan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan DAK dari aspek teknisTugas dan fungsi organisasi pelaksana di tingkat kementerian adalah sebagai berikut:1. Direktorat SMA dan Direktorat SMK melakukan analisis dan merangkum laporan pelaksanaan program DAK yang dikirimkan Bupati/Walikota dan Dinas Pendidikan ProvinsiDirektorat Jenderal Pendidikan Menengah merangkum laporan dari Direktorat SMA dan SMK dan selanjutnya menyampaikan laporan DAK kepada Menteri Pendidikan dan KebudayaanKementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK pada Menteri Keuangan , Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional dan Menteri Dalam NegeriTugas dan fungsi organisasi pelaksana di tingkat provinsi adalah sebagai berikut:1. Melakukan pemantauan teknis pelaksanaan DAKMelakukan koordinasi dengan Organisasi Pelaksana Pusat dan kabupaten/kota melalui forum koordinasiMengkoordinasikan dan mengkonsulidasikan laporan pemantauan teknis pelaksanaan DAK dari SKPD provinsi dan laporan yang diterima dari Bupati/WalikotaMenyampaikan laporan hasil analisis laporan pelaksanaan program DAK Kabupaten/Kota dan hasil supervisi serta monitoring pelaksanaan program DAK kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan c.q Direktur Jenderal Pendidikan MenengahTujuan kegiatan pemantauan teknis di bidang pendidikan adalah sebagai berikut:1. Memastikan pelaksanaan DAK di daerah tepat waktu dan tepat sasaran sesuai dengan penetapan alokasi DAK dan pedoman pelaksanaan DAK bidang pendidikanMengidentifikasikan permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan dalam rangka perbaikan pelaksanaan DAK tahun berjalanSedang ruang lingkup pemantauan dan evaluasinya adalah sebagai berikut:1. Kesuaian antara kegiatan DAK dengan usulan kegitan yang ada dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)Kesuaian pemanfaatan DAK dalam Pelaksanaan Anggaran-Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) dengan pedoman pelaksanaan dan pelaksanaan di daerahRealisasi waktu pelaksanaan, lokasi, dan sasaran pelaksanaan dengan perencanaan.Realisasi

Analisis PermasalahanBeberapa temuan di lapang seputar permasalahan Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan mulai dari perencanaan, penganggaran, implementasi, hingga monitoring dan evaluasi dijabarkan dalam deskripsi di bawah ini.1. Permasalahan dalam perencanaan program kegiatan yang akan dibiayai dengan DAK pendidikan, sebagai berikut:1. Keterlambatan menerima informasi kepastian alokasi DAK dan keterlambatan terbitnya Juknis menyebabkan Daerah kesulitan untuk menyusun rencana sumber pendanaan bagi program kegiatan yang akan dilaksanakan dengan biaya yang bersumber dari DAK, sementara proses perencanaan dan penganggaran di daerah telah dimulai sebelum kepastian alokasi DAK dan Juknis penggunaan DAK diterima.Kegiatan yang diperbolehkan untuk dibiayai dengan DAK, seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan riil Daerah.Permasalahan dalam penganggaran program kegiatan yang akan dibiayai dengan DAK, sebagai berikut:1. Kewajiban untuk menyediakan dana pendamping 10 persen, bagi Daerah dengan APBD yang relatif kecil akan terasa memberatkan. Mengacu pada Pasal 61 ayat (3) PP No.55/2005, Daerah dengan kemampuan keuangan tertentu tidak diwajibkan menganggarkan dana pendamping. Kriteria tersebut sangat mendesak untuk ditetapkan secara transparan.Dana pendamping yang hanya diperbolehkan penggunaannya untuk membiayai kegiatan fisik dirasakan memberatkan bagi Daerah, karena riilnya daerah juga harus menyediakan dana lain di luar dana pendamping.Kurang transparannya proses pengalokasian DAK di tingkat Pusat menyebabkan SKPD seringkali melakukan lobby ke Kementerian Teknis/Kementerian Keuangan untuk mendapatkan alokasi DAK sesuai dengan usulan kegiatan masing-masing.Keterlambatan Juknis menyebabkan daerah kesulitan untuk menganggarkan program kegiatan yang dapat dibiayai dengan DAK. Kurang adanya kesesuaian antara penggunaan DAK sesuai juknis dengan kebutuhan riil daerah, sangat mengganggu proses alokasi anggaran di daerah. Pergeseran anggaran sering dilakukan melalui mekanisme APBD-P, padahal jika mengacu bahwa DAK hanya dapat dipergunakan untuk kegiatan fisik, dengan waktu yang tersisa setelah APBD-P disahkan, seringkali menyebabkan kegiatan yang dibiayai dengan DAK kurang optimal, bahkan dalam kasus tertentu tidak dipergunakan.Meskipun telah diterbitkan PMK Nomor 126 /PMK.07/2010 Tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer Ke Daerah, masih timbul perbedaan penafsiran penggunaan sisa DAK.Permasalahan dalam implementasi program kegiatan yang dibiayai dengan DAK, sebagai berikut:1. Keterlambatan Juknis dan seringkali dengan menu yang berbeda-beda sehingga mengharuskan adanya penyesuaian DPA-SKPD (dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah) melalui mekanisme APBD-P. Waktu yang tersisa setelah APBD-P disahkan sangat terbatas sehingga mempengaruhi implementasi, terutama bagi kegiatan yang mengharuskan dilakukannya pengadaan barang/jasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Dalam hal pengadaan barang, kadang-kadang ketentuan dalam juknis yang diberikan ke daerah discontinue karena barangnya sudah tidak diproduksi lagi.Permasalahan dalam monitoring dan evaluasi program kegiatan yang dibiayai dengan DAK, secara umum antara lain: 1. Belum tersedianya pedoman yang jelas tentang koordinasi pengelolaan DAK secara utuh dan terpadu di tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota; Masih kurangnya sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan lain yang didanai APBD; Masih kurangnya koordinasi dan keterpaduan dalam pemantauan dan evaluasi DAK serta rendahnya kepatuhan daerah dalam penyampaian laporan pelaksanaan DAK ke pusat; Masih relatif lemahnya pengawasan daerah terhadap pelaksanaan kegiatan DAK. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Bappenas telah melakukan berbagai upaya, antara lain dengan menyusun Surat Edaran Bersama (SEB) Tiga Menteri (Menneg PPN/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri) tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi Pemanfaatan DAK serta melaksanakan pemantauan DAK secara terpadu dan lintas kementerian/lembaga sejak tahun 2008.Namun, dalam sistem monev DAK, banyak ditemui keluhan dari pelaksana di DAK karena beragamnya format yang harus diisi, sehingga juga menyulitkan pelaksana di daerah. Tim koordinasi yang dibentuk lebih banyak bersifat formalitas, namun kurang optimal dalam bekerja. Untuk itu diperlukan format baku yang tunggal yang dapat diakses baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah secara bersama. Koordinasi monev dapat dilakukan oleh Bappeda di level daerah, karena fungsinya sebagai perencana pembangunan.Strategi KebijakanStrategi terkait perencanaan, penganggaran, implementasi dan monev DAK Pendidikan dijelaskan sebagai berikut.1. Strategi Perencanaan1. Diperlukan sinkronisasi/time frame dalam perencanaan sehingga proses perencanaan di Pusat,khususnya terkait DAK Pendidikan, selaras dengan proses perencanaan di Daerah. Dengan demikian, dapat dihindari di tengah pembahasan APBD, baru diperoleh informasi mengenai alokasi DAK. Untuk itu, implementasi perencanaan dengan perspektif MTEF, minimal tiga tahun ke depan.Dalam pengelolaan DAK, agar fungsi desentralisasi lebih dioptimalkan. Pusat hanya perlu memberi garis besar penggunaan DAK (Petunjuk Pelaksanaan/Juklak), sementara Daerah diberi kebebasan menggunakannya sesuai kebutuhan nyata Daerah yang selaras dengan prioritas nasional. Jika akan tetap menggunakan mekanisme Juknis yang sangat rigid/kaku maka penerbitan Juknis perlu dilakukan sebelum proses perencanaan dan penganggaran di Daerah dimulai. Perlu adanya sanksi jika Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang alokasi DAK dan Juknis tentang penggunaan DAK terlambat diterbitkan.Mengingat DAK sangat bermanfaat bagi Daerah, maka perencanaan DAK sebaiknya mengakomodir mekanisme bottom up, bukan hanya top down. Hal ini agar penentuan alokasi DAK lebih sesuai dengan proposal yang diajukan daerah sehingga lebih sesuai dengan realita kebutuhan daerah yang selaras dengan prioritas nasional, karena hal tersebut dimungkinkan berdasarkan Pasal 162 UU No.32/2004.Dana Alokasi Khusus seharusnya diperbesar proporsinya karena tujuannya jelas dan sangat penting untuk meningkatkan pelayanan publikPerlunya penguatan peran Provinsi dalam koordinasi perencanaan di tingkat Provinsi (merujuk pada PP Nomor 19/2010 juncto PP 23/2011), sehingga tidak ada SKPD yang langsung berkoordinasi ke masing-masing K/L. Dengan demikian, diperlukan juga penguatan koordinasi perencanaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi.Strategi Penganggaran1. Dana pendamping sebaiknya persentasenya kurang dari 10 persen atau dana pendamping 10 persen tersebut dapat dipergunakan untuk kegiatan non fisik, sehingga untuk dana operasional seperti perencanaan dan pengawasan pembangunan fisik, dapat mempergunakan alokasi DAK yang diterima dan atau dana pendamping.Perlu adanya sosialisasi tentang penggunaan sisa DAK, sehingga dalam proses penganggaran dapat dilakukan optimalisasi penggunaan sisa DAK.Usulan nomenklatur penganggaran belanja modal diubah menjadi hibah untuk DAK.Untuk memudahkan proses perencanaan dan penganggaran, sebaiknya jenis transfer dana dari pusat ke daerah tidak terlalu banyak.Mekanisme yang selama ini terjadi masing-masing SKPD berhubungan langsung ke K/L, penyampaian usulan dan koordinasi ke Pusat sebaiknya satu pintu melalui Bappeda Provinsi sehingga akan mempermudah monitoring.Penganggaran DAK sebaiknya dilakukan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Mekanisme yang selama ini terjadi, penganggaran alokasi DAK menjadi kewenangan pemerintah pusat sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah hanya dalam posisi pasif menerima porsi sesuai yang dialokasikan oleh pemerintah pusat, disertai dengan kewajiban untuk menyediakan dana pendamping. Jika ternyata mekanisme yang terjadi selama ini menimbulkan permasalahan, maka harus dicari solusi bersama-sama, dan jika memang solusi yang disepakati harus mengakibatkan perubahan regulasi, maka perlu dilakukan perubahan regulasi. Tatanan aturan main yang diatur dalam berbagai regulasi yang disusun, sejatinya untuk mempermudah tata kelola pemerintahan sehingga memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat di daerah sesuai dengan substansi desentralisasi, bukan malah sebaliknya.Strategi Implementasi1. Mengingat perlunya waktu khusus untuk pengadaan barang/jasa, maka sangat penting PMK mengenai alokasi DAK dan peraturan menteri teknis yang berisi petunjuk teknis dapat segera diterbitkan dan diterima (secara fisik atau dapat diakses melalui internet) sebelum proses perencanan dan penganggaran di daerah dimulai sehingga dapat langsung dialokasikan dalam APBD (murni). Jika hal tersebut dapat dilakukan maka tidak perlu dilakukan penyesuaian anggaran melalui mekanisme APBD-P. Dengan demikian, implementasi kegiatan dapat segera dimulai.Selain untuk fisik, DAK sebaiknya juga bisa dialokasikan untuk pos operasional (non fisik) sehingga tidak dibebankan pada APBD. Misalnya dalam pengembangan sistem informasi, DAK tidak hanya digunakan untuk membeli personal computer, tetapi juga untuk melatih tenaga operator komputer.Ada kementerian yang boleh mengalokasikan DAK yang sifatnya operasional, contohnya: fasilitasi penyuluh berwujud kendaraan operasional.Terkait dengan penyerapan dana, ada usulan agar serapan 90 persen bukan dari anggaran tetapi 90 persen dari lelang (kontrak pekerjaan).Perlu diatur lebih jelas mengenai penggunaan DAK untuk menanggulangi dampak bencana. Dengan demikian, DAK untuk bidang-bidang yang relevan dapat dipergunakan untuk menanggulangi dampak bencana, meskipun secara normatif menurut Juknisnya tidak khusus diperuntukan bagi penanggulangan dampak bencara. Kasus di wilayah kajian adalah terkait dengan erupsi Merapi sehingga menimbulkan dampak yang perlu segera diatasi. Manfaat penggunaan DAK akan lebih optimal jika dapat dipergunakan untuk menanggulangi dampak bencana.Strategi MonevDiperlukan format baku pelaporan yang tunggal yang dapat diakses baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah secara bersama. Koordinasi monev dapat dilakukan oleh Bappeda di level daerah, karena fungsinya sebagai perencana pembangunan.

Kesimpulan dan RekomendasiKesimpulanKesimpulan terkait DAK Pendidikan mecakup perencanaan, penganggaran, implementasi, dan monitoring dan evaluasi adalah sebagai berikut:1. Dalam aspek perencanaan, permasalahan DAK Pendidikan terdapat dalam siklus perencanaan dan penganggaran yang kurang sinkron antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. Di tingkat Pusat DAK dilihat sebagai kewenangan Pusat dan Pusat menerapkan pendekatan top down untuk perencanaan DAK melalui RKP, sedangkan di tingkat Daerah perencanaan dilakukan dengan merumuskan RKPD. Tenggang waktu yang sangat dekat antara RKP dengan RKPD menyulitkan daerah untuk menilai usulan yang diajukan SKPD agar sinkron dengan prioritas nasional dan juga prioritas daerah. Forum koordinasi antara K/L dengan SKPD sebelum DAK dirumuskan justru menciptakan iklim yang kurang kondusif dalam perencanaan di daerah, karena tanpa melibatkan Bappeda.DAK dalam perencanaan baik di Pusat maupun di daerah belum direncanakan serta dihitung dalam kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework/MTEF). Perhitungan DAK untuk satu tahun anggaran saja menjadi kurang relevan untuk tujuan pencapaian target nasional yang membutuhkan kepastian pendanaan agar target tersebut tercapai. Dengan menghitung DAK untuk kebutuhan pengeluaran jangka menengah dan dalam rangka mencapai target nasional tertentu berarti DAK perlu bersifat open-ended matching grant di mana jumlah yang akan diterima oleh daerah ditentukan oleh realisasi akhirnya serta jumlah dana pendamping bervariasi menurut kemampuan keuangan daerah.Adanya kriteria umum, teknis dan khusus, seringkali menimbulkan multi tafsir di daerah ketika daerah yang mengusulkan tidak mendapatkan DAK seperti yang diusulkan. Hal ini menimbulkan berbagai keluhan daerah seperti harus mengubah APBD, menunda kegiatan yang lain. Transparansi terhadap kriteria penerima DAK dan jumlah yang DAK yang diberikan perlu lebih diperjelas.Dalam aspek penganggaran, permasalahan muncul ketika Kepala Daerah menyusun Rancangan KUA-PPAS yang memuat program/kegiatan DAK didasarkan atas RKPD dan Renja SKPD dengan berpedoman pada petunjuk teknis DAK. Sementara Petunjuk teknis DAK lebih sering terlambat bila dibandingkan dengan pelaksanaan penyusunan KUA-PPAS. Meskipun untuk mengantisipasi keterlambatan Juknis tersebut ada solusinya yaitu dengan mencantumkan klausul dalam kesepakatan KUA dan PPAS: apabila Pemerintah Daerah menerima pagu alokasi DAK setelah KUA dan PPAS ditetapkan maka dapat ditampung langsung dalam pembahasan R-APBD dengan terlebih dahulu. Pencantuman klausul dimaksudkan untuk menyepakati pagu alokasi dan penggunaan DAK dalam rancangan Peraturan Daerah tentang APBD serta untuk menjaga konsistensi antara materi KUA dan PPAS dengan program dan kegiatan DAK yang ditetapkan dalam APBD. Namun demikian, keterlambatan juknis tersebut telah menimbulkan masalah tersendiri dalam proses penganggaran di Daerah yaitu perlunya melakukan Perubahan APBD.Dalam pengganggaran DAK, penyediaan dana pendamping 10 persen juga dianggap memberatkan daerah. Asumsinya, semakin banyak menerima DAK, maka akan semakin besar dana dari APBD yang harus disediakan sebagai dana pendamping, dan hal ini akan mempengaruhi kondisi APBD. Selain itu Penyusunan RKA-SKPD untuk dana pendamping juga harus dilakukan menyatu dengan kegiatan DAK. Dengan demikian sebenarnya dapat diketahui bahwa juknis DAK perlu mendahului penyusunan RKA-SKPD.Selain dana pendamping, Daerah juga harus menyiapkan dana untuk melakukan kegiatan yang dibiayai DAK, dengan berbagai macam istilah seperti biaya penunjang, biaya pendukung, biaya umum, dan sebagainya. Dana di luar dana pendamping ini juga memerlukan perhitungan yang cermat terkait kemampuan APBD.Dalam aspek implementasi, permasalahan muncul ketika terjadi mismatch antara rencana yang diharapkan dengan realisasi DAK, seperti jumlah dana dan barang yang kurang sesuai dengan proposal yang diajukan, rigiditas juknis, waktu yang tidak mencukupi untuk melaksanakan kegiatan yang dibiayai DAK, Sisa DAK pada akhir tahun anggaran sebagai Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SiLPA), sisa tender atas pelaksanaan kegiatan DAK, penekanan pada penyerapan anggaran yang kurang memperhatikan aspek outcome dan quality of spending dari DAK.Dalam aspek monitoring dan evaluasi , permasalahan yang muncul adalah lemahnya monev yang dilakukan oleh tim baik tingkat pusat maupun daerah, koordinasi monev belum dilakukan secara baik oleh tim koordinasi, tim koordinasi lebih banyak bersifat formalitas, banyak ditemui keluhan dari pelaksana di DAK karena beragamnya format yang harus diisi sehingga juga menyulitkan pelaksana di daerah, kurangnya orientasi pengawasan dari Pemerintah Daerah terhadap output DAK dan quality of spending dari anggaran, kurangnya upaya pemerintah daerah untuk mengevaluasi konsistensi dan sustainability DAK terhadap prioritas nasional di daerah, lemahnya dukungan anggaran terhadap monev DAK, serta belum terdapat format baku yang tunggal yang dapat diakses baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah secara bersama.RekomendasiRekomendasi DAK Pendidikan mencakup aspek perencanaan, penganggaran, implementasi, dan monitoring dan evaluasi adalah sebagai berikut:1. Aspek Perencanaan1. Perlunya Bappenas mereview mekanisme, waktu dan tahapan perencanaan pembangunan nasionalPerlunya Bappenas merumuskan DAK dalam MTEF. Bappenas meninjau kembali kriteria DAK: kriteria umum, teknis dan khusus.Perlunya Bappenas, Kemenkeu, dan Kemendagri merumuskan mekanisme transparansi dalam pengalokasian DAK.Mengikutsertakan Bappeda dalam perencanaan DAK.Aspek Penganggaran1. Perlunya Bappenas menetapkan mekanisme penjadwalan pengeluaran PMK dan Juknis DAK bagi setiap Kementerian. Perlunya Kemenkeu bersama Kementerian Teknis mengawal PMK dan Juknis agar mendahului siklus penganggaran di Daerah.Perlunya pengkategorian kemampuan keuangan daerah dalam mendukung DAK yang dapat diakses publik secara transparan. Perlunya rumusan/formula dana pendamping dan pentahapan besaran dana pendamping yang harus disediakan daerah.Bappenas bersama Kemenkeu, Kemendagri dan Kementerian Teknis merumuskan cakupan biaya umum/biaya pendukung/biaya penunjang DAK dalam alokasi DAK.Aspek Pelaksanaan1. Pusat perlu menetapkan jadwal pengeluaran PMK dan juknis dan memberikan sanksi kepada pihak terkait jika tidak mematuhi jadwal yang telah ditetapkanDaerah perlu menyiapkan Tim DAK yang memahami manajemen proyekMenyiapkan pemantau independen DAK Tim DAK daerah perlu menyiapkan mekanisme transparansi dan akuntabilitas pembelanjaan DAK. Tim DAK daerah perlu membuat mekanisme pencairan anggaran yang dipatuhi oleh rekanan, juga mekanisme reward and punishment bagi rekanan secara adil.Aspek Monitoring dan Evaluasi1. Bappenas mengkoordinir Tim DAK Pusat dan Daerah untuk:membuat mekanisme pengawasan berbasis manfaat DAKmenetapkan mekanisme pengukuran indikator keberhasilan DAK.Merumuskan indeks manfaat DAK.Bappenas sebagai Lembaga yang perlu menerima laporan sesuai format SEB oleh semua penerima DAKSEB ditinjau ulang dan direvisi, antara lain dengan menamb ahkan kolom jumlah biaya umum/dana pendukung/dana penunjang yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, sehingga tidak hanya DAK murni dan dana pendamping saja yang dilaporkan oleh daerah.Mengkaji ulang format kelembagaan pemantauan DAKBappenas perlu merumuskan:Format struktur Tim DAK yang seragam.Kejelasan peran Gubernur dalam Tim DAK daerah.Uraian tugas dan nomenklatur dalam struktur Tim DAK yang jelas.Dukungan pembiayaan terhadap tim DAKAnalisis penganggaran pendidikan melalui transfer daerah | dana alokasi khusus