Laporan Cuplikan Kuadrat Fix

23
MENAKSIR KERAPATAN POPULASI HEWAN DENGAN METODE CUPLIKAN KUADRAT Disusun oleh : Fika Nurul F. B1J013 Ganjar Cahyo A. B1J013 R istiandani Riana Pradhyaningrum B1J013173 Salam Permadi B1J013179 Rizkinta Widasti B1J013211 Kelompok : 12 Asisten : Prihanto Arif H LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN

description

df

Transcript of Laporan Cuplikan Kuadrat Fix

Page 1: Laporan Cuplikan Kuadrat Fix

MENAKSIR KERAPATAN POPULASI HEWAN DENGAN METODE CUPLIKAN KUADRAT

Disusun oleh :

Fika Nurul F. B1J013Ganjar Cahyo A. B1J013Ristiandani Riana Pradhyaningrum B1J013173Salam Permadi B1J013179Rizkinta Widasti B1J013211

Kelompok : 12Asisten : Prihanto Arif H

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2015

Page 2: Laporan Cuplikan Kuadrat Fix

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan dan kepadatan suatu populasi suatu jenis hewan tanah di

suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan. Faktor lingkungan ada

dua yaitu lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Kehidupan hewan tanah

sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi

suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan keadaan daerah itu

(Odum, 1998).

Menurut Heddy (1989), faktor lingkungan abiotik secara besarnya dapat

dibagi atas faktor fisika dan faktor kimia. Faktor fisika antara lain ialah suhu,

kadar air, porositas dan tekstur tanah. Faktor kimia antara lain adalah salinitas,

pH, kadar organik tanah dan unsur-unsur mineral tanah. Faktor lingkungan

abiotik sangat menentukan struktur komunitas hewan-hewan yang terdapat di

suatu habitat. Faktor lingkungan biotik bagi hewan tanah adalah organisme lain

yang juga terdapat di habitatnya seperti mikroflora, tumbuh-tumbuhan dan

golongan hewan lainya.

Bahan organik diurai menjadi senyawa anorganik oleh dekomposer akan

menghasilkan atau suplai unsur hara, cacing tanah memegang peranan penting

ini. Cacing tanah selain berperan dalam penyediaan unsur hara tanah juga

berperan dalam proses aerasi dan drainase dari tanah, hal ini penting dalam

perkembangan tanah. Faktor lingkungan mempengaruhi populasi suatu

organisme. Reptil, ampibi, ikan, serangga dan seluruh invertebrat lain

mempunyai sedikit atau tidak mempunyai pusat pengatur suhu tubuh. Dasar

dari proses kimia dalam metabolisme organisme tersebut, karenanya

pertumbuhan dan aktivitasnya dipengaruhi oleh temperature lingkungan secara

langsung (Suin, 1997).

Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di

permukaan tanah maupun yang hidup di dalam tanah. Tanah itu sendiri adalah

suatu bentangan alam yang tersusun dari bahan-bahan mineral yang merupakan

hasil proses pelapukan batu-batuan dan bahan organik yang terdiri dari

organisme tanah dan hasil pelapukan sisa tumbuhan dan hewan lainnya. Jelaslah

bahwa hewan tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah. Dengan demikian,

kehidupan hewan tanah sangat di tentukan oleh faktor fisika-kimia tanah, karena

Page 3: Laporan Cuplikan Kuadrat Fix

itu dalam mempelajari ekologi hewan tanah faktor fisika-kimia tanah selalu

diukur.

Hewan tanah diklasifikasikan menurut ukuran tubuhnya, yaitu dibagi

dalam dua golongan besar hewan makro tanah dan mikro tanah. Hewan makro

tanah yang penting adalah preparat dan pemakan serangga; Mirriapoda (kaki

seribu); Bubuk (Trachelipus); Tungau (Oribata sp.); siput darat; Sentipoda

(kaki seratus); laba-laba dan cacing tanah. Dari semua hewan tersebut cacing

tanah merupakan hewan makro tanah yang penting. Jenis umum cacing tanah

yang ditemukan adalah jenis-jenis Lumbricus terrestris yang berwarna

kemerahan dan jenis Allobophora ciliginosa yang berwarna merah muda pucat

(Suin, 1997).

B. Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum kali ini adalah mengetahui kerapatan populasi cacing

tanah.

Page 4: Laporan Cuplikan Kuadrat Fix

II. TINJAUAN PUSTAKA

Suin (1997) menyatakan bahwa dalam studi ekologi hewan tanah,

pengukuran faktor lingkungan abiotik penting dilakukan karena besarnya

pengaruh faktor abiotik itu terhadap keberadaan dan kepadatan populasi kelompok

hewan ini. Dengan dilakukannya pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka

akan dapat diketahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan

kepadatan populasi hewan yang di teliti. Pada studi tentang cacing tanah,

misalnya pengukuran pH tanah dapat memberikan gambaran penyebaran suatu

jenis cacing tanah. Cacing tanah yang tidak toleran terhadap asam, misalnya, tidak

akan ditemui atau sangat rendah kepadatan populasinya pada tanah yang asam.

Pengukuran faktor fisika-kimia tanah dapat di lakukan langsung di lapangan

dan ada pula yang hanya dapat diukur di laboratorium. Pengukuran faktor fisika-

kimia tanah di laboratorium maka di lakukan pengambilan contoh tanah dan

dibawa ke laboratorium. Hewan tanah dapat pula di kelompokkan atas dasar

ukuran tubuhnya, kehadirannya di tanah, habitat yang dipilihnya, dan kegiatan

makannya. Berdasarkan ukuran tubuhnya hewan-hewan tersebut dikelompokkan

atas mikrofauna, mesofauna, dan makrofauna. Ukuran mikrofauna berkisar antara

20 mikron sampai dengan 200 mikron, mesofauna antara 200 mikron sampai

dengan 1 cm, dan makrofauna > 1 cm ukurannya (Suin, 1997).

Cacing tanah merupakan kelompok fauna tanah yang mempunyai peranan

penting dalam memperbaiki produktivitas tanah melalui perbaikan sifat fisik,

kimia, dan biologi tanah (Lee, 1985 dalam Kosman, 2010). Adanya lubang-lubang

cacing tanah dapat meningkatkan laju infiltrasi dan perkolasi air dan menjadi

tempat menembus akar tanaman, sehingga dapat meningkatkan jelajah akar

tanaman dan mengurangi aliran permukaan dan erosi. Cacing tanah geofagus

dengan kemampuan mencerna tanah dan melepaskan kembali dalam bentuk

kascing memiliki stabilitas agregat tinggi, selain dapat mengembalikan kandungan

liat dari lapisan bawah ke lapisan atas juga dapat menahan kehilangan hara oleh

pencucian. Kascing merupakan makroagregat yang stabil dan dapat bertahan lebih

dari satu tahun (Blanchart et al., 1991 dalam Kosman, 2010).

Page 5: Laporan Cuplikan Kuadrat Fix

Menurut Parmelee et al. (1990) dalam Anwar (2009) cacing tanah juga

berperan dalam menurunkan rasio C/N bahan organik, dan mengubah nitrogen

tidak tersedia menjadi nitrogen tersedia setelah dikeluarkan berupa kotoran

(kascing). Terdapat interaksi antara pemberian bahan organik dan cacing tanah

terhadap status hara tanah terutama N dan K, dan pemberian inokulan cacing

tanah juga berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan P tersedia pada tanah

Ultisols (Anwar, 2009). Selain itu cacing tanah meningkatkan dengan nyata

kelimpahan total bakteri dan Rhyzopus pada tanah steril (Anwar, 2009).

Menurut Waiver dan Demeats (1980) bahwa metode kuadran adalah metode

analisa yang menggunakan daerah persegi panjang sebagai sampel uniknya.

Kerapatan, ditentukan berdasarkan jumlah individu suatu populasi jenis hewan di

dalam area kuadran. Kesulitan pada beberapa keadaan, untuk menentukan batasan

individu hewan, kerapatan dapat ditentukan dengan cara pengelompokan

berdasarkan kriteria tertentu (kelas kerapatan). Frekuensi ditentukan berdasarkan

kerapatan dari jenis hewan dijumpai dalam sejumlah area cuplikan (n),

dibandingkan dengan seluruh atau seluruh cuplikan yang dibuat (N), biasanya

dalam %. Nilai penting harga ini didapatka berdasarkan penjumlahan dari relative

dari sejumlah variable yang telah diukur. Harga relatif ini dapat dicari dengan

perbandingan antar harga suatu variable yang didapat dari suatu jenis terhadap

nilai total dari variable untuk seluruh jenis yang didapat, dikalikan 100%.

Page 6: Laporan Cuplikan Kuadrat Fix

III. DESKRIPSI LOKASI

Lokasi yang digunakan bertempat ditaman belakang fakultas biologi

tepatnya di sebelah kiri green house. Kondisi vegetasi ditempat ini cukup banyak

ditumbuhi jenis-jenis tumbuhannya mulai dari semak, perdu, dan pohon. Banyak

rerumputan yang tumbuh di tempat tersebut yang mengindikasikan tempat ini

cukup banyak mengandung air tanah yang mendukung kehidupan organisme

tanah maupun hewan. Jenis tanah yang ada adalah tanah liat berpasir yang

terakumulasi menjadi molekul tanah yang bercampur air yang cukup banyak

menyimpan kadar air.

Kadar kelembaban di tempat ini cukup tinggi karena banyak ditumbuhi

pohon-pohon yang cukup besar seperti pohon jati, pohon matoa, dan tumbuhan

berkayu lainnya. Pohon tersebut dapat menaungi kondisi tanah dari paparan

cahaya matahari langsung sehingga menyebabakan kondisi tanah disekitarnya

cukup lembab. Nilai kelembaban 79%, suhu udara 24oC, pH tanah ulangan 1

adalah 6 dan yang kedua yaitu 5,7.

Gambar. Lokasi perkebunan belakang Fakultas Biologi Unsoed

Page 7: Laporan Cuplikan Kuadrat Fix

IV. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan untuk praktikum kali ini adalah silinder sampling

dengan diameter 4 cm dari bahan plastik (pralon), cawan petri, kertas, kertas

pH, dan kantong plastik, penggaris/meteran, tester soil, hygrometer, barometer,

altimeter.

Bahan yang digunakan untuk praktikum kali ini adalah sampel tanah dari

lokasi di belakang fakultas biologi.

B. Metode

1. Dalam praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap kerapatan populasi

dari hewan tanah dan pengukuran terhadap faktor lingkungan : suhu udara

dan pH tanah.

2. Letakkan kuadrat (30 x 30 cm) pada cuplikan/kuadran sebelum menggali

tanah, buatlah taksiran kasar mengenai vegetasi penutupnya. Dari masing-

masing cuplikan/kuadran diambil masing-masing 3 kali ulangan.

3. Pengambilan sampel dengan cara menusukkan silinder sampling ke dalam

tanah sedalam 20 cm dari permukaan tanah. Hewan tanah yang terdapat

dalam silinder sampling dikumpulkan dalam kantung plastik lalu dihitung

jumlahnya.

4. Kumpulkan juga hewan-hewan lainnya yang dijumpai dalam cuplikan

Anda dan hitung kepadatannya.

5. Pengukuran pH tanah, Pengukuran pH tanah dilakukan dengan cara

melarutkan tanah yang diambil dengan silinder sampling dalam aquades

pada cawan petri, kemudian diatur menggunakan kertas pH dan juga

dengan menggunakan alat soiltester.

6. Pengukuran temperatur udara, Pengukuran temperatur udara dilakukan

dengan menggunakan thermometer celcius. Pengukuran dilakukan 2 kali

yaitu sebelum dan sesudah praktikum. Pengukuran dilakukan dengan cara

Page 8: Laporan Cuplikan Kuadrat Fix

meletakkan (menggantung thermometer selama 5 menit agar stabil,

kemudian dibaca angka yang ditunjukkan dalam thermometer tersebut).

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1.1 Menaksir Kerapatan Populasi Hewan Dengan Metoda Cuplikan Kuadrat

Kuadran Cuplikan Jumlah cacing Jenis lain (jumlah

individu)

I

Ulangan 1 1 -

Ulangan 2 0 Ordo diplura (2)

Ulangan 3 0 Cocopet (1)

II

Ulangan 1 0 -

Ulangan 2 0 Ordo diplura (2)

Ulangan 3 0 Lena (1)

III

Ulangan 1 0 -

Ulangan 2 0 -

Ulangan 3 0 -

Tabel 1.2 faktor lingkungan

Parameter Temperature Kelembaban pH

Nilai skala 24oC 79% Ulangan 1 = 6Ulangan 2 = 5,7

Page 9: Laporan Cuplikan Kuadrat Fix

B. Pembahasan

Fauna tanah merupakan salah satu komponen biologi tanah yang

memainkan peran penting dalam proses penggemburan tanah. Peran aktif

mesofauna dan makrofauna tanah dalam menguraikan bahan organik dapat

mempertahankan dan mengembalikan produktivitas tanah dengan didukung

faktor lingkungan disekitarnya (Thamrin, 1992). Brussaard (1998) menjelaskan

bahwa keberadaan dan aktivitas mesofauna dan makrofauna tanah dapat

meningkatkan aerasi, infiltrasi air, agregasi tanah, serta mendistribusikan bahan

organik tanah sehingga diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan

keanekaragaman mesofauna dan makrofauna tanah. Keanekaragaman

mesofauna dan makrofauna tanah berkaitan erat dengan bahan organik

tanaman yang ditambahkan pada tanah.

Suin (1997) mengatakan bahwa bahan organik tanaman sangat

menentukan kepadatan fauna tanah. Apabila bahan asalnya merupakan

campuran dari berbagai macam bahan tanaman, maka proses penguraiannya

relatif lebih cepat daripada bahan-bahan yang berasal dari tanaman-tanaman

sejenis, sehingga semakin beragam bahan organik yang diberikan semakin

cepat perurainnya. Gattiboni et al. (2009) menyatakan bahwa berkurangnya

ketersediaan bahan organik dalam proses pengomposan mengurangi

keanekaragaman fauna tanah. Menurut Sugianto (1994) dalam Partaya (2002)

bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis yang

tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan yang

sama atau hampir sama. Salah satu faktor yang mempengaruhi keragaman dan

kepadatan populasi fauna tanah adalah jenis vegetasi penutup lahan. Fauna

tanah memiliki preferensi terhadap jenis serasah yang dikonsumsinya

(Sugiyarto, 2002), tergantung dari ketersediaannya (Suin, 1997), serta

komposisi serasah tersebut (Wallwork, 1976).

Jenis-jenis cacing tanah asli biasanya hidup pada tanah bertekstur halus,

umumnya liat, liat berdebu atau lempung berdebu, dan jarang ditemukan pada

Page 10: Laporan Cuplikan Kuadrat Fix

tanah berpasir. Umumnya cacing hidup pada pH 4,5–6,6, tetapi dengan bahan

organik tanah yang tinggi mampu berkembang pada pH 3 (Fender dan Fender,

1990 dalam G. Subowo, 2011). Cacing tanah membutuhkan kelembapan yang

cukup, dan tidak mampu hidup pada kondisi kering atau daerah padang pasir

(Schwert 1990). Air diperlukan untuk ekskresi, pembasahan kulit untuk

respirasi, dan melicinkan tubuh untuk bergerak dalam liang.

Menurut penelitian Fitrahtunnisa dan Ilhamdi (2013), Fauna tanah yang

ditemukan pada perlakuan sampah pertanian yaitu dari ordo Collembola,

Acarina, Hymenoptera, Diptera, Coleoptera, Orthoptera, Araneae, Spirobolida,

Polyxenida, Scolopendromorpha, Hemyptera, Odonata, dan Oligochaeta.

Lingkungan sampah organik dalam penelitiannya jumlah spesies total yang

ditemukan pada seluruh perlakuan yaitu 82 spesies, akan tetapi fauna tanah

yang predominan (di permukaan maupun dalam sampah) hanya 12 spesies.

Adapun fauna tanah (permukaan dan dalam sampah) yang predominan adalah

Hypogastrura armata Nic, Lepidocyrtus pictus L, Entomobrya cingula Nic,

Isotomurus tricolor Pack, Lasius fuliginosus, Polyharchis hauxwelli, Phydole

sythiesi, Clohmannia gigatea Slnck, Carohodes marginatus Mchl, Suctobelba

obtusa Jcb, Tetranychus canadensis McGrg dan Narceus americanus Bvs.

Naughton (1990) menyatakan bahwa apabila jumlah spesies dalam suatu

sampel meningkat, dukungan yang seimbang dari spesies yang lebih melimpah

umumnya menurun. Menurut Harun (2003), fauna yang kehadirannya

sementara (Araneae, Diptera, Orthoptera, Polyxenida, Spirobolida,

Scolopendromorpha dan Hymenoptera) akan menurunkan pola asosiasi,

dengan demikian indeks keanekaragamannya pun semakin rendah.

Metode kuadrat, bentuk percontoh atau sampel dapat berupa segi empat

atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi

sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk

analisis yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan terhadap

variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi (Surasana, 1990).

Pengambilan data percobaan dilakukan pada satu lokasi yang ditetapkan secara

purposive yaitu perkebunan belakang fakultas biologi. Lokasi pengambilan

sampel dibuat tiga petak cuplikan kuadrat, masing-masing berukuran 30 x 30

Page 11: Laporan Cuplikan Kuadrat Fix

cm yang diletakkan secara acak (Narbuko et al., 2005; Heryanto et al., 2006).

Praktikum kali ini pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil cuplikan

3 kali ulangan dalam 1 kuadran.

Kerapatan populasi ialah ukuran besar populasi yang berhubungan dengan

satuan ruang, yang umumnya diteliti dan dinyatakan sabagai cacah individu

atau biomassa per satuan luas per satuan isi. Kerapatan populasi dapat dihitung

dengan dua cara, yaitu secara absolut dan secara relatif. Pada kerapatan relatif

jumlah individu tidak dapat dinyatakan secara pasti melainkan

dibandingkan dengan jenis lain atau frekuensinya per satuan waktu. Cara

mengukur kerapatan absolut ada dua, yaitu mengitung seluruh individu dan

metode sampling (Widyaleksono, dkk., 2012). Kerapatan populasi ialah ukuran

besar populasi yang berhubungan dengan satuan ruang, yang umumnya diteliti

dan dinyatakan sabagai cacah individu atau biomassa per satuan luas per satuan

isi. Kadang kala penting untuk membedakan kerapatan kasar dari kerapatan

ekologik (kerapatan spesifik). Kerapatan kasar adalah cacah atau biomassa

persatuan ruang total, sedangkan kerapatan ekologik adalah cacah individu

biomassa persatuan ruang habitat (Hadisubroto, 1989).

Kelimpahan dan keragaman biota hutan pada umumnya positif terkait

dengan kesuburan tanah dan kapasitas produktif ekosistem, melalui regulasi

dekomposisi serasah, dinamika bahan organik dan air dan siklus hara

(Brussaard, 1998; Senapati et al. 1999). Distribusi bahan organik, air, gas dan

organisme tanah lainnya yang disukai hewan tanah seperti cacing tanah, rayap

dan semut, dengan membangun galeri dan struktur tanah (Lavelle et al., 1998).

Faktor lingkungan sangat mempengaruhi keberadaan dan kepadatan

hewan tanah. Pengukuran pH tanah sangat penting dalam ekologi hewan

karena hewan tanah ada yang memilih hidup pada tanah yang pHnya asam dan

ada pula yang senang pada pH basa. Collembola yang memilih hidup pada

tanah yang asam disebut Collembola asidofil seperti yang kita temukan.

Sedangkan Collembola yang memilih hidup di tanah basa disebut Collembola

kalsinofil dan yang dapat hidup di tanah asam dan basa disebut Collembola

indiferen. Suhu juga mempunyai pemgaruh yang sangat besar terhadap hewan

Page 12: Laporan Cuplikan Kuadrat Fix

tanah karena suhu berperan dalam laju reaksi kimia di tubuh dan berpengaruh

terhadap aktivitas metabolisme (Suin, 1997).

Praktikum kali ini pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil

cuplikan 3 kali ulangan dalam 1 kuadran. Hasil pengamatan menunjukan

terdapat 1 individu cacing tanah pada cuplikan 1 pengambilan pertama. Hal ini

dikarenakan bahwa dimungkinkan dalam pengambilan sampel kurang dalam.

Kondisi tanah yang diambilpun cukup keras dan tidak banyak terdapat seresah

sehingga tidak dapat ditemukan cacing tanah dekat dengan permukaan tanah

yang diambil. Seresah atau sampah-samaph organik merupakan sumber nutrisi

bagi cacing. Suin (1997) mengatakan bahwa bahan organik tanaman sangat

menentukan kepadatan fauna tanah. Suhu juga mempunyai pemgaruh yang

sangat besar terhadap hewan tanah karena suhu berperan dalam laju reaksi

kimia di tubuh dan berpengaruh terhadap aktivitas metabolisme (Suin, 1997).

Umumnya cacing hidup pada pH 4,5–6,6, tetapi dengan bahan organik tanah

yang tinggi mampu berkembang pada pH 3 (Fender dan Fender, 1990 dalam G.

Subowo, 2011).

Data pengamatan juga menunjukan hanya ditemukan dan didapatkan

sedikit hewan tanah yang lain sperti satu individu lena, satu individu lena dan 4

individu ordo diplura. Hal ini berkaitan juga kondisi permukaan tanah yang

sedikit terdapat seresah atau sampah organik. Gattiboni et al. (2009)

menyatakan bahwa berkurangnya ketersediaan bahan organik sebagai sumber

nutrisi, mengurangi keanekaragaman fauna tanah. Suin (1997) mengatakan

bahwa bahan organik tanaman sangat menentukan kepadatan fauna tanah.

Fauna tanah memiliki preferensi terhadap jenis serasah yang dikonsumsinya

(Sugiyarto, 2002), tergantung dari ketersediaannya (Suin, 1997), serta

komposisi serasah tersebut (Wallwork, 1976).

Page 13: Laporan Cuplikan Kuadrat Fix

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan praktikum ini dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Faktor yang mempengaruhi keberadaan hewan tanah seperti cacing

adalah vegetasi dan bahan sumber nutrisi di permukaan dan dalam

tanah.

2. Faktor lingkungan lainnya kelembaban, suhu dan pH = 4-6.

B. Saran

Pengambilan sampel dengan menancapkan silinder yang lebih dalam

saat pengambilan, akan mendapat banyak kemungkinan organisme hewan

tanah yang ingin diidentifikasi.

Page 14: Laporan Cuplikan Kuadrat Fix

DAFTAR REFERENSI

Anwar, E. K. 2011. Efektivitas Cacing Tanah Pheretima hupiensis, Edrellus sp. danLumbricus sp. dalam Proses Dekomposisi Bahan Organik. J. Tanah Trop., Vol. 14, No. 2,

Blanchart, E., Fragoso, C., G.G. Brown, J.C. Patron, P. Lavelle, B. Pashanasi, B.Hadisubroto, T. 1989. Ekologi Dasar.DeptDikBud : Jakarta.

Brussaard, L, 1998. “Soil fauna, guilds, functional groups, and ecosystem processes”. Appl. Soil Ecol. 9: 123-136.

Fitrahtunnisa & dan M. L. Ilhamdi. 2013. Perbandingan Keanekaragaman dan Predominansi Fauna Tanah dalam Proses Pengomposan Sampah Organik. Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 2, hlm. 413-421

G, Subowo. 2011. Peran Cacing Tanah Kelompok Endogaesis dalam Meningkatkan Efisiensi Pengolahan Tanah Lahan Kering. Jurnal Litbang Pertanian, 30(4), 2011.

Gattiboni, L.C, Coimbra, J.L.M, Denardin, R.B.N, and Wildner, L.P., 2011. Microbial Biomass and Soil Fauna During Decomposition of Cover Crops in No Tillage System. R. Brass. Ci Solo. 35. 1151-1157.

Hadisubroto, T., 1989, Azas-azas dan Konsep mengenai Organisasi pada Tingkat Populasi, Universitas Negeri Padang, Padang.

Harun, 2003. Pola Asosiasi Fauna Tanah dalam Proses Pengomposan Berbagai Jenis Sampah Organik. Skripsi. Universitas mataram, Mataram.

Heddy, Suwasono dkk. 1989. Pengantar Ekologi. Rajawali Pers, Jakarta.

Heryanto R, Marsetiowati, , F Yulianda. 2006. Metode survei dan pemantauan populasi satwa Siput dan Kerang. Cibinong: Bidang Zoologi Pusat Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Kosman, E. dan Subowo G. 2010. Peranan Cacing Tanah dalam Meningkatkan Kesuburan dan Aktivitas Hayati Tanah. Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 4 No. 2ISSN 1907-0799.

Narbuko C, A Achmadi. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.

Naughton Mc. and L. Wolf, 1990. Ekologi Umum. Terjemahan Pringgoseputro S., Srigandono. B, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta

Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Page 15: Laporan Cuplikan Kuadrat Fix

Parmelee, R.W., M.H. Beare, W. Cheng, P.F. Hendrix, S.J.Rider, D.A. Crossley Jr., and D.C. Coleman. 1990.Earthworm and Enchytraeids in conventional and notillage agroecosystems: A biocide approach to assestheir role in organic matter breakdown. Biol. Fertil.Soils 10: 1-10.

Partaya, 2002. “Komunitas fauna tanah dan analisis bahan organik di TPA kota Semarang”. Seminar Nasional: Pengembangan Biologi Menjawab Tantangan Kemajuan IPTEK, 29 April 2002. Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Ramón, D.J., C.F. González, A.T. Fernández, E.S. Casto, R.F. Cerrato, I.O. Fletes and J.O. 2012. Mendoza. Soil macro and mesofauna in alley cropping systems from two regions of central Mexico. Scientific Research and Essays Vol. 7(41), pp. 3502 -3514.

Sugiyarto, Wijaya, D., dan Suci, Y.R, 2002. “Biodiversitas hewan permukaan tanah pada berbagai tegakan hutan di sekitar gua Jepang, BKPH Nglerak, Lawu Utara, Kab. Karang Anyar”. Jurnal Biodiversitas, 3 (1). 196-200.

Suin, M. Nurdin., 1997. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta.

Surasana, S. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. FMIPA Biologi ITB. Bandung.

Thamrin, M.dan Hanafi, H, 1992. “Peranan mulsa sisa tanaman terhadap konservasi lengas tanah pada system budidaya tanaman semusim di lahan kering”. Prosiding Seminar Hasil Peneliatian. P3HTA: 5-12.

Wallwork JA, 2002. The distribution and diversity of soil fauna. Academic Press, London.

Widyaleksono C.P, Trisnadi. 2012. Petunjuk Praktikum Ekologi Umum. Airlangga University Press, Surabaya.