Laporan Brittle (CANDY)

download Laporan Brittle  (CANDY)

of 29

description

good luck

Transcript of Laporan Brittle (CANDY)

  • BAB 1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Permen atau kembang gula merupakan jenis makanan berbentuk padat

    yang dibuat dari gula pasir (sukrosa), air atau campuran gula pasir dengan bahan-

    bahan lain. Candy termasuk dalam jenis makanan berkalori tinggi karena rasanya

    manis. Permen sangat miskin akan zat gizi karena kandungan utamanya hanya

    gula saja. Sedangkan komponen lainnya seperti flavour atau zat aroma berbagai

    macam buah hanya memberikan sensasi seperti mengkonsumsi buah. Namun

    demikian, produk ini sangat disukai semua orang mulai dari kalangan anak-anak

    hingga orang dewasa. Hal tersebut disebabkan karena permen dapat dikonsumsi di

    mana pun dan kapan pun dan rasanya manis.

    Bennion (1980) menyebutkan klasifikasi sederhana permen menjadi dua

    grup, kristalin dan non kristalin atau amorphous. Yang termasuk permen non-

    kristal termasuk permen keras seperti toffe, peanut brittle, lollipop dan permen

    kenyal seperti karamel. Terbentuknya kristal pada umumnya dicegah dalam

    permen non kristal dengan salah satu atau kedua metode di bawah ini. Pertama,

    dalam permen non kristal seperti karamel, sejumlah besar senyawa ditambahkan

    untuk merintangi kristalisasi sukrosa. Senyawa-senyawa tersebut antara lain

    lemak mentega dan protein susu.

    Sejumlah glukosa (sirup jagung) juga ditambahkan dalam pembuatan

    caramel. Glukosa mempengaruhi kelarutan sukrosa dan merintangi pembentukan

    kristal sukrosa. Cara kedua untuk kristalisasi dalam permen non kristal adalah

    dengan membuat derajat kekentalan yang tinggi pada campuran gula.Banyak

    permen non kristal dimasak pada suhu akhir yang sangat tinggi sehingga

    memekatkan campuran bahan kadar airnya hanya 1- 2 %. Permen non kristal

    seperti brittles yang dimasak pada suhu 149 154oC (300 310oF) akan

    menjadi dingin dengan cepat.

    Perbedaan tingkat pemanasan menentukan jenis permen yang dihasilkan,

    apabila suhu yang digunakan tinggi maka akan menghasilkan permen keras,

    suhu sedang menghasilkan permen yang lunak, dan suhu rendah

  • menghasilkan permen kenyal. Oleh karena itu diperlukan suatu percobaan

    pembuatan brittle untuk mengetahui pengaruh perbedaan suhu terhadap tingkat

    kerapuhan yang dihasilkan.

    1.2 Tujuan

    Adapun tujuan dalam praktikum pembuatan brittle, antara lain:

    1. Memahami tingkat kerapuhan brittle hasil pemanasan pada suhu tertentu

    2. Mengetahui suhu yang sesuai untuk menghasilkan brittle dengan tingkat

    kerapuhan yang baik.

  • BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Candy

    Ketaren, (1986) menjelaskan candy sebagai confectionary/candy, yaitu

    jenis pangan padat yang terdiri dari gula sebagai komponen utamanya.

    Sedangkan Buckle (1987), menjelaskan candy sebagai produk yang dibuat dengan

    mendidihkan campuran gula dan air bersama dengan bahan pewarna dan pemberi

    rasa sampai tercapai kadar air kira-kira 3%.

    Sesudah didihkan sampai mencapai kandungan padatan yang diinginkan

    (kurang lebih 150 oC) sirup dituangkan pada cetakan dan dibiarkan tercetak. Suhu

    yang digunakan merupakan parameter dari kandungan padatan. Definisi lain

    dikemukakan oleh Sudarmanto (1989), yaitu permen atau kembang gula

    merupakan jenis makanan berbentuk padat yang dibuat dari gula pasir (sukrosa),

    air atau campuran gula pasir dengan bahan-bahan lain.

    Candy termasuk dalam jenis makanan berkalori tinggi karena rasanya

    manis. Permen sangat miskin akan zat gizi karena kandungan utamanya hanya

    gula saja. Sedangkan komponen lainnya seperti flavour atau zat aroma berbagai

    macam buah hanya memberikan sensasi seperti mengkonsumsi buah (Novi,

    2007). Permen dibuat dengan mencairkan gula di dalam air dengan menggunakan

    metode pemanasan.

    Perbedaan tingkat pemanasan menentukan jenis permen yang dihasilkan,

    yaitu apabila suhu yang digunakan tinggi maka akan menghasilkan permen

    keras, suhu sedang menghasilkan permen yang lunak, dan suhu dingin

    menghasilkan permen kenyal (Sri, 2009).

    Ada berbagai jenis permen yang dikenal saat ini. Secara garis besar

    permen dibagi menjadi dua kelompok yaitu hard candy (permen keras) dan soft

    candy (permen lunak). Definisi hard candy (permen keras) menurut SNI 3547-1-

    2008, yaitu merupakan jenis makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari gula

    atau campuran gula dengan pamanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan

    pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diijinkan, bertekstur keras,

    tidak menjadi lunak jika dikunyah.

  • Sedangkan definisi soft candy (permen lunak) menurut SNI 3547-2-2008

    adalah makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau campuran gula

    dengan pemanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan

    bahan tambahan pangan (BTP) yang diijinkan, bertekstur relatif lunak atau

    menjadi lunak jika dikunyah. Tidak seperti permen keras yang hanya terdiri dari

    satu jenis permen, permen lunak terdiri dari beberapa jenis permen.

    2.2 Klasifikasi Candy

    2.2.1 Berdasarkan bahan dasar

    Berdasarkan bahan dasar, candy dapat dibagi menjadi dua kalsifikasi yaitu

    hard candy (permen keras) dan soft candy (permen lunak). Adapun penjelasan

    masing-masing jenis candy, yaitu:

    1. Hard candy

    Hard Candy adalah jenis permen yang mempunyai tekstur keras dan

    tampak bening serta mengkilap (glossy) (Ramadhan, 2012). Cara

    mengkonsumsi hard candy dengan soft candy sangat berbeda. Pada hard candy

    karena mempunyai tekstur yang keras karena bahan yang digunakan maka permen

    tersebut dikonsumsi dengan cara menghisap, sedangkan soft candy memiliki

    tekstur yang lunak sehingga dikonsumsi dengan cara dikunyah.

    Sih (2015) menyatakan bahwa yang membedakan antara hard candy dan

    soft candy adalah bahan yang digunakan. Pada hard candy gula yang digunakan

    hampir semua jenis gula, kemudia ditambahkan sedikit flavoring dan pewarna.

    Contoh dari hard candy adalah lollipop dan rock candy.

    Menurut Anni (2008), hard candy mengalami pemasakan pada suhu antara

    140150 C dan menghasilkan produk dengan penampilan bening. Semakin tinggi

    suhu yang digunakan untuk pembuatan hard candy maka kekerasannya semakin

    tinggi dan kadar air semakizn rendah.

    Kristalisasi dalam hard candy akan terjadi secara spontan tetapi dapat

    dicegah dengan cara penambahan bahan-bahan penghambat kristalisasi, seperti

    sirup glukosa dan gula invert yang tidak dapat mengkristal. Penggunaan bahan

  • tersebut dalam pembuatan hard candy dapat menghambat terjadinya kristalisasi

    dan pertumbuhan inti kristal.

    Menurut Jakson (1995), dalam pembuatan hard candy dengan cara yang

    salah dapat terjadi dua kerusakan, yaitu rekristalisasi (graning) dan lengket

    (stickness). Rekristalisasi atau graning diakibatkan oleh kombinasi sukrosa dan

    sirup glukosa yang tidak tepat, sedangkan stickness merupakan peristiwa

    meningkatnya kandungan air sebagai akibat gula invert akan menyebabkan

    permen menjadi lebih higroskopis.

    Kerusakan tersebut dapat diatasi dengan cara menggunakan

    perbandingan sukrosa dan sirup glukosa dengan tepat. Menurut Sri (2009),

    standar mutu hard candy dapat ditentukan berdsarkan spesifikasi dalam SNI yang

    membahas tentang candy tahun 2008.

    Tabel 1. Standar mutu hard candy

    No. Parameter Spesifikasi

    1. Keadaan (bentuk, rasa, bau) Normal

    2. Kadar air (%) Maks 3,5

    3. Abu total (%) Maks 2,0

    4. Gula reduksi (%) Maks 22

    5. Sukrosa (%) Min 40

    6. Pemanis buatan (tidak disebutkan)

    7. Pewarna Yang diizinkan depkes

    8.

    Cemaran logam

    Pb Maks 1,0

    Cu Maks 5

    Zn Maks 40

    Sn Maks 40

    Hg Maks 0,03

    As Maks 0,1

    9.

    Cemaran mikroorganisme

    ALT Maks 500

    E. coli Negaif

    Salmonella sp. Negaif

    Kapang dan khamir Maks 50

    Staphylococcus aureus Negatif

    Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2008

  • 2. Soft candy

    Soft candy adalah jenis permen yang memiliki bentuk padat dengan tekstur

    lunak atau dapat menjadi lunak jika dikunyah. Alikonis (1979), mendefiniskan

    soft candy sebagai campuran kristal-kristal sukrosa, sirup glukosa, air dan

    penambahan bahan pembentuk gel (gelling agent) yang dapat membentuk gel

    lunak dan meleleh pada saat dikunyah di mulut, serta terdapat bahan tambahan

    seperti flavour dan zat pewarna.

    Badan Standardisasi Nasional (2008) menjelaskan bahwa bahan utama

    dalam pembuatan soft candy yaitu gula, atau campuran gula dengan pemanis

    lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan

    pangan (BTP) yang diijinkan. Sih (2015) menambahkan bahwa bahan tambahan

    yang digunakan tidak lebih dari 5%. Contoh dari soft candy adalah marshmallow

    dan nougat.

    Lukas et al, (2011), menyatakan bahwa proses pengolahan soft candy

    terdapat 4 tahap yaitu pencampuran bahan, pemanasan, pendinginan dan

    pencetakan. Permen jenis ini memiliki kadar air yang relative tinggi, yaitu antara

    6 8 %. Ciri khas utama yang dimiliki soft candy yaitu mempunyai tekstur yang

    lunak atau chewy, dapat digigit dan tidak lengket di gigi sewaktu dikunyah.

    Oleh karena itu, soft candy mudah dibentuk dengan menggunakan tekanan

    sehingga diperoleh permen dengan berbagai ragam bentuk yang menarik. Tekstur

    chewy tersebut didapat dengan cara penambahan bahan pangan seperti lemak,

    gelatin, emulsifier dan bahan tambahan lainnya namun penggunaanya tidak

    melebihi 5%.

    Salah satu parameter mutu yang sangat berperan dalam karateristik soft

    candy adalah tekstur dengan sensasi kenyal, keras, lembut, empuk, atau alot dan

    lengket, halus atau kasar berpasir, dan lainnya. Tekstur yang dihasilkan sangat

    ditentukan oleh struktur kristal yang terbentuk, yang dapat dikendalikan dengan

    cara mengatur komposisi bahan pada tahap pembuatannya.

    2.2.2 Berdasarkan tekstur

    Berdasarkan teksturnya candy dapat dibagi menjadi dua kalsifikasi yaitu

    candy kristalin dan candy amorf (tidak terbentuk kristal). Pada candy kristalin,

  • sukrosa merupakan bahan baku utama dalam pembuatan semua jenis permen

    berkristal. Anni (2008), menambahkan bahwa permen kristalin biasanya

    mempunyai rasa yang khas dan apabila dimakan terdapat rasa krim yang

    mencolok.

    Edi dan Nany (2007) menjelaskan bahwa perbandingan komposisi

    pemanis sangat menentukan tingkat kekerasan dan kemanisan dari permen

    tersebut. Komposisi sukrosa yang terlalu tinggi menghasilkan permen yang keras.

    Kristal akan tersuspensi dalam larutan gula jenuh dan terbentuk pada proses

    kristalisasi ketika pemberian panas dihentikan.

    Candy kristalin memiliki dua ukuran kristal, yaitu ukuran besar dan kecil.

    Ukuran besar akan tampak seperti kaca, contohnya adalah rock candy. Sedangkan

    ukuran kecil akan bertekstur halus dan mudah patah, contohnya adalah fondant

    dan fudge. Pendinginan campuran gula untuk candy kristalin harus lebih lambat

    atau pendinginannya tidak boleh terganggu.

    Soft candy (permen lunak) menurut SNI 3547-2-2008 adalah makanan

    selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau campuran gula dengan pemanis

    lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan

    pangan (BTP) yang diijinkan, bertekstur relatif lunak atau menjadi lunak jika

    dikunyah. Tidak seperti permen keras yang hanya terdiri dari satu jenis permen,

    permen lunak terdiri dari beberapa jenis permen.

    Candy amorf merupakan permen tanpa pola kristal. Permen ini meliputi

    beberapa tipe seperti: 1) Chewy amorphous candies (karamel dan Taffies); 2)

    Candy amorf keras (Brittle); dan 3) Gummy amorphous (Marshmallows dan

    gumdrops).

    2.3 Bahan Pembuatan Brittles

    2.3.1 Sukrosa

    Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk golongan

    karbohidrat, memiliki rasa manis, berwarna putih, bersifat anhydrous, dan

    larut dalam air. Sukrosa adalah oligosakarida yang sering digunakan sebagai salah

    satu pemanis alami pada produk pangan terutama dalam pembuatan permen.

  • Sukrosa berperan selain sebagai pemanis, juga sebagai sumber padatan

    karena mudah mengalami kristalisasi. Hal yang perlu diperhatikan dalam

    penggunaan sukrosa sebagai bahan utama pembuatan permen adalah

    kelarutannya. Bila larutan sukrosa 80% dimasak hingga 109,6C dan kemudian

    didinginkan hingga 20C, maka 66,7% sukrosa akan terlarut dan 13,3%

    terdispersi. Bagian sukrosa yang terdispersi ini akan menyebabkan proses

    kristalisasi.

    Dengan demikian, dalam penggunaannya sukrosa harus diatur secara tepat.

    Konsentrasi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya kristalisasi yang

    terlalu rendah (

  • 2.3.4 Kacang-kacangan

    Kacang-kacangan dan buah-buahan dapat digunakan sebagai bahan dasar

    untuk pembuatan produk candy yang termasuk kedalam jenis candy crystaline dan

    non crystaline yang dapat di jual untuk usaha candy. Buah-buahan yang dapat

    digunakan untuk produk candy yaitu buah yang dikeringkan seperti kismis, buah

    yang sudah diawetkan dengan cara dimanisan seperti cherry dan buah yang masih

    segar seperti strawberry. Jenis kacang yang dapat digunakan untuk pembuatan

    candy yaitu diantaranya kacang kenari, hanzelnuts, peanut, pecan, pine nuts,

    pistachio dan walnut (Nikmawati,2008)

    2.3.5 Butter (Mentega)

    Butter adalah emulsi cair dalam minyak dengan komposisi kira-kira 85%

    lemak susu, 13% air, 1% protein dan 1% garam (Ketaren dalam Suseno, 2008).

    Fungsi mentega dalam pembuatan brittle candy adalah sebagai pemberi flavour

    yang khas dan lebih cepat teremulsi (Minifie dalam Suseno, 2008). Butter

    digunakan untuk mendapatkan rasa yang spesifik.

    Jika butter dihilangkan maka produk yang dihasilkan akan menjadi keras,

    mudah melekat, dan sulit untuk menjadi kenyal (chewy), selain itu juga

    berpengaruh terhadap flavor. Butter ditambahkan 2-3C sebelum suhu akhir

    tercapai untuk mendapatkan hasil yang lebih baik (Meiners dalam Suseno, 2008).

    Mentega mengandung energi sebesar 725 kilokalori, protein 0,5 gram, karbohidrat

    1,4 gram, lemak 81,6 gram, kalsium 15 miligram, fosfor 16 miligram, dan zat besi

    1 miligram

    .

    2.4 Sifat-sifat Gula

    Gula dalam pembuatan candy mempunyai sifat-sifat yaitu:

    1. Sweetnes and flavour, karena tidak ada tes secara alami atau kimia untuk

    menentukan rasa manis, maka hanya dapat diukur melalui rasa.

    2. Heat Susceptibility, bila gula dipanaskan, molekul-molekul gula bersatu

    membentuk bahan pewarna yang disebut dengan caramel

    3. Browning reaction, gula dilumuri bila dipanaskan dengan protein, akan

    bereaksi membentuk gumpalan-gumpalan berwarna gelap yang disebut

  • melanoidin pada tahap permulaan melanoidin menyerupai gulali/karamel

    dalam hal warna, rasa dan bau, reaksi selanjutnya menyebabkan gumpalan-

    gumpalan itu berubah menjadi hitam dan tidak dapat larut.

    4. Solubility dan Crystallization, perbedaan kemampuan melarutkan dari jenis-

    jenis gula dapat digunakan untuk mengontrol pengkristalan dalam hasil

    produksi yang memerlukan jumlah gula yang lebih banyak. Gula yang

    digunakan untuk produk candy dalam usaha candy memiliki rasa yang

    manis, bila dipanaskan akan membentuk caramel, bila dipanaskan dengan

    protein akan membentuk gumpalan-gumpalan berwarna gelap yang disebut

    dengan melanoidin dan gula dapat mudah larut dalam air panas dibandingkan

    dengan air dingin (Nikmawati, 2008).

    2.5 Tahap-tahap Perubahan Bentuk Gula (Sukrosa) Selama Pemasakan

    Menurut Nikmawati (2008) cara pengetesan gula perlu diketahui agar hasil

    yang diperoleh dalam pembuatan candy memuaskan serta tidak mengalami

    kegagalan. Pengetesan gula sebaiknya menggunakan termometer candy dengan

    cara yang benar yaitu ujung termometer tidak boleh menyentuh dasar panci atau

    alat yang digunakan untuk memanaskan gula atau bahan lainnya dalam

    pembuatan candy. Cara yang sederhana atau dengan menggunakan tangan

    dilakukan bagi yang sudah berpengalaman dalam pembuatan candy.

    Pemasakan bahan-bahan dalam pembuatan candy dapat dipengaruhi oleh

    baerbagai faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu suhu pemasakan.

    Berikut tabel 2. mengenai tahap-tahap perubahan bentuk gula (sukrosa) selama

    pemasakan:

    Tabel 2. Tahap-tahap perubahan bentuk gula (sukrosa) selama pemasakan

    Tahap Suhu

    (oC)

    Produk Deskripsi

    Thread 110-

    113

    Syrup Campuran akan membentuk

    benang sepanjang 2 inci apabila ia

    diteteskan dengan garpu/sendok

    Soft Ball 113-

    116

    Fondant, Fudge,

    penuche

    Campuran ini akan membentuk

    bila lunak bila diteteskan pada air

  • teta pi akan kehilang bentuk bila

    diangkat (air dingin)

    Firm Ball 119-

    121

    Caramels Campuran ini akan membentuk

    bola yang teguh didalam air

    dingin dan bentuknya tetap bila

    diangkat

    Hard

    Ball

    121-

    129

    Divinity,

    Marsmellows,

    Popcorn Ball

    Campuran ini akan membentuk

    bola yang keras dalam air dingin

    Soft

    Crack

    132-

    143

    Butterscoutch, Taffy Campuran akan pecah menjadi

    benangbenang/serpihan-serpihan

    gula bila diciprati air dan akan

    patah/retak apabila dipegang

    dengan jari

    Hard

    Crack

    149-

    154

    Brittles, Glace Campuran sangat rapuh bila

    dijatuhkan dalam air dingin tetapi

    bila dimakan tidak akan

    menempel pada gigi

    Caramel 160-

    177

    Karamel Campuran telah melewati titik

    hard crack dan warnanya mulai

    coklat dengan cara

    pemasakan/dapat pula diperoleh

    dengan cara pemasakan gula

    dalam wajan sampai membentuk

    gold brown syrup, gula mulai

    mencair pada temperatur 160C 320F, kemudian akan

    membentuk barley sugar. Setelah

    itu segera menjadi brown dan

    pada temperatur 177C / 348F

    karakteristik caramel terjadi

    (Sumber: Nikmawati, 2008)

    2.6 Pembentukan Warna Brittle Candy

    Pada brittle candy warna yang dikehendaki yaitu kuning kecoklatan.

    Warna tersebut diakibatkan karena adanya proses pencoklatan. Saat gula kering

    dipanaskan pada suhu sekitar titik lelehnya, akan berubah warna menjadi kuning

    pucat, amber, coklat oranye, coklat merah dan akhirnya coklat gelap sebelum

    berbusa dan terkarbonisasi yang menghasilkan residu hitam.

  • Flavor berubah seiring perubahan warna. Reaksi pencoklatan (browning)

    dapat dibedakan menjadi reaksi pencoklatan enzimatis dan reaksi pencoklatan

    non-enzimatis. Selain itu, reaksi pencoklatan dapat juga diklasifikasikan atas

    empat tipe reaksi yaitu reaksi Maillard, reaksi karamelisasi, reaksi oksidasi asam

    askorbat, dan reaksi enzim polifenol oksidase (Zulfahnur, 2009)

    Reaksi pencoklatan adalah perubahan wana menjadi kecoklatan pada saat

    diolah atau selama penyimpanan yang terjadi pada bahan dan produk pangan,

    pembentukan warna coklat tersebut dapat dipicu oleh aktivitas enzim atau reaksi

    kimia. Reaksi pencoklatan terdiri dari reaksi pencoklatan enzimatis dan nom

    enzimatis (Feri, 2010).

    1. Reaksi pencoklatan enzimatis

    Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksi oksidasi yang dikatalisis

    oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase. Kedua enzim ini dapat

    mengkatalis reaksi oksidasi senyawa fenol (misalnya katekol) yang dapat

    menyebabkan perubahan warna menjadi coklat. Dalam bahan pangan, seperti

    apel, pisang dan kentang kelompok enzim oksidase tersebut dan senyawa fenol

    tersedia secara alami. Enzim oksidase akan reaktif dengan adanya oksigen, ketika

    bahan pangan tersebut terkelupas atau terpotong, maka bagian dalam permukaan

    akan terpapar oleh oksigen, sehingga akan memicu reaksi oksidasi senyawa fenol

    dan merubah permukaan bahan pangan menjadi coklat (Feri dalam Wiranda,

    2011).

    2. Reaksi non enzimatis

    Pada umumnya ada tiga jenis reaksi pencoklatan non-enzimatis, yaitu

    reaksi maillard, karamelisasi dan pencoklatan akibat oksidasi dari vitamin C

    (Winarno dalam Wiranda,2011).

    a. Reaksi maillard

    Reaksi antara gula pereduksi dan gugus amin dikenal sebagai reaksi

    Maillard. Warna coklat dalam reaksi maillard disebabkan oleh pembentukan

    melanoidin, yang merupakan kompleks molekul berberat molekul besar. Reaksi

    ini diawali reaksi antara grup aldehid atau keton pada molekul gula dengan grup

    amino bebas pada molekul protein atau asam amino membentuk glucosyl amine.

  • Senyawa ini kemudian melalui amadori rearrangement membentuk

    amino-deoxy-ketose. Produk-produk amadori tidak stabil dan setelah melalui

    serangkaian reaksi yang kompleks menghasilkan komponen aroma dan flavor,

    serta pigmen coklat melanoidin (Eskin et al dalam wiranda 2011).

    b. Karamelisasi

    Gula dalam larutan sangat stabil pada pH 3 - 7. Pencairan gula atau

    pemanasan larutan gula dengan keberadaan katalis asam atau basa dapat

    menyebabkan gula mengalami karamelisasi. Karamelisasi menghasilkan warna

    coklat dan aroma yang disukai. Warna karamel banyak digunakan untuk

    mewarnai minuman cola dan makanan lain (Eskin et al dalam wiranda, 2011).

    Karamel berbentuk amorf yang berwarna coklat gelap dan dapat diperoleh

    dari pemanasan yang terkontrol terhadap molase, hidrolisa pati, dekstrosa, gula

    inverb, laktosa, syrup malt, dan glukosa. Komposisi karamel sangat kompleks dan

    sukar didefinisakan. Bila diencerkan karamel mebntuk koloid yang bermuatan

    listrik. Karena sifat ini pemakaian karamel harus memperhatikan pH bahan. Di

    bawah pH 2.0 (titik isolistrik karamel), karamel bermuatan positif dan akan

    mengendap. Untuk mencegah terjadi pengendapan, maka harus diusahakan pH di

    atas titik isolistrik.

    c. Oksidasi dari vitamin C

    Vitamin C merupakan suatu senyawa reduktor yang juga dapat bertindak

    sebagai precursor untuk pencoklatan non-enzimatis. Asam- asam askorbat berada

    dalam keseimbangan dengan asam dehidroaskorbat. Dalam suasana asam, cincin

    lakton asam dehidroaskorbat terurai secara irreversibel dengan membentuk suatu

    senyawa diketoglukonat (Winarno dalam wiranda,2011).

  • BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

    3.1 Alat dan Bahan

    3.1.1 Alat :

    1. Panci

    2. Timbangan

    3. Kompor

    4. Solet

    5. Termometer

    6. Cetakan/ Loyang

    7. Spatula kayu

    3.1.2 Bahan :

    1. Gula kristal putih 400 g

    2. Sirup gula 100 g

    3. Air 200 ml

    4. Mentega 50 g

    5. Kacang tanah sangrai 100 g

    6. Cairan anti lengket

  • 3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

    3.2.1 Proses preparasi cetakan

    Pada pembuatan brittle tahapan yang dilakukan yaitu proses preparasi

    loyang, hal ini bertujuan untuk mencetak adonan brittle yang sudah matang.

    Preparasi cetakan dilakukan sebelum adonan matang, sebab jika dilakukan saat

    adonan sudah masak, adonan akan mengeras pada panci. Loyang terlebih dahulu

    dilakukan pengolesan dengan mentega di keseluruh sisi loyang, fungsinya agar

    adonan tidak lengket ketika dilakukan pencetakan. Setelah dilakukan pengolesan

    cetakan siap digunakan untuk mencetak brittle.

    Loyang

    Pengolesan Mentega

    Cetakan siap

    digunakan

  • 3.2.2 Pembuatan Brittle Candy

    800 gram GKP @400 gram, Sirup gula 200

    gram @100 gram, air 400 ml @200 ml

    + Mentega 100 gram @50 gram, 200

    gram kacang sangrai @100gram

    Pengadukan

    Tuang kedalam loyang

    Dinginkan

    Pengamatan

    Pemanasan dan Pengadukan

    suhu 145 oC

    suhu 125 oC

    Pemanasan dan Pengadukan

    suhu 150 oC

    suhu 130 oC

  • Pada pembuatan brittle candy, hal pertama yang dilakukan yaitu

    menimbang bahan-bahan yang diperlukan seperti mentega, gula, kacang, sirup

    glukosa. Untuk gula pada masing masing perlakuan dan ulangan ditimbang

    sebanyak 400 gram, mentega 50 gram, sirup glukosa 100 gram, dan kacang 100

    gram serta air sebanyak 200 ml. Setelah bahan siap kemudian dilakukan

    pemanasan dengan mencampurkan 400 gram gula,100 gram sirup glukosa dan

    200 ml air. Pemanasan dan penambahan air dilakukan untuk melarutkan gula

    kristal putih. Penambahan sirup glukosa berguna untuk mencegah terjadinya

    kristalisasi. Pada saat pemanasan dilakukan pula pengadukan agar larutan gula

    tidak naik kepermukaan dan menghindari kegosongan. Selain pengadukan

    pengukuran suhu juga dilakukan dengan tepat agar tekstur yang didapat sesuai

    dengan yang diinginkan, apabila suhu terlewat dari 150oC maka akan terjadi

    karamelisasi. Pada praktikum ini dilakukan dua perlakuan yaitu pemasakan

    hingga suhu 130oC dan pemasakan hingga suhu 150

    oC. Penambahan mentega dan

    kacang dilakukan pada suhu 145oC untuk perlakuan pertama dan penambahan

    kacang serta mentega pada suhu 125 oC. Fungsi mentega dalam pembuatan brittle

    candy adalah sebagai pemberi flavour yang khas dan lebih cepat teremulsi, selain

    itu butter digunakan untuk mendapatkan rasa yang spesifik. Kacang yang

    digunakan dalam pembuatan brittle ini yaitu kacang tanah yang telah di sangrai

    untuk menurunkan kadar air dan membentuk flavor. Setelah kacang dan mentega

    ditambahkan, adonan diaduk kembali hingga suhu tiap perlakuan tercapai hal

    tersebut berfungsi untuk menghomogenkan mentega dan kacang tanah sangrai

    dengan adonan gula. Setelah suhu tercapai adonan diangkat dan dituangkan pada

    loyang, lalu dibiarkan atau didinginkan agar suhunya turun dan terbentuk brittle

    yang keras setelah itu amati dan dibandingkan tingkat kerapuhan atau kemudahan

    brittle untuk dipatahkan.

  • BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil Pengamatan

    4.1.1 Pengujian Tekstur Brittle

    Perlakuan Suhu

    Suhu 150 oC Suhu 130

    oC

    Keras dan rapuh Lengket (sticky) dan ulet

    4.1.2 Pengujian Rasa

    No Nama Perlakuan Suhu

    150 C 130 C

    1 Rizqi Ridha J 3 4

    2 Moh. Afton Nadir 4 2

    3 Mawar 4 1

    4 Dessy Putri Sona 4 3

    5 Yusuf Ali F 5 4

    6 Amelia Robby 3 4

    7 Ikhwan Samsul H 3 2

    8 Moh. Mardiyanto 5 4

    9 Novila Santi L 4 3

    10 Melati 4 4

    Jumlah 39 31

    Rata-Rata 3,9 3,1

  • 4.1.3 Pengujian Aroma

    No Nama Perlakuan Suhu

    150C 130C

    1 Rizqi Ridha J 4 3

    2 Moh. Afton Nadir 3 4

    3 Mawar 3 4

    4 Dessy Putri Sona 3 4

    5 Yusuf Ali F 3 3

    6 Amelia Robby 2 4

    7 Ikhwan Samsul H 4 3

    8 Moh. Mardiyanto 3 4

    9 Novila Santi L 2 3

    10 Melati 4 2

    Jumlah 31 34

    Rata-Rata 3,1 3,4

  • 4.1.4 Pengujian Warna

    No Nama Perlakuan Suhu

    150C 130C

    1 Rizqi Ridha J 4 2

    2 Moh. Afton Nadir 4 3

    3 Mawar 4 2

    4 Dessy Putri Sona 4 3

    5 Yusuf Ali F 4 2

    6 Amelia Robby 5 3

    7 Ikhwan Samsul H 4 2

    8 Moh. Mardiyanto 4 3

    9 Novila Santi L 4 2

    10 Melati 3 2

    Jumlah 40 24

    Rata-Rata 4 2,4

    4.2 Pembahasan

    Pada praktikum pembuatan brittle candy dengan perlakuan suhu pemanasan

    yang berbeda akan menghasilkan karakteristik produk yang berbeda pula baik dari

    segi tekstur, warna, rasa dan aromanya.

    4.2.1. Pengujian Tekstur Brittle

    Parameter mutu yang penting dalam permen adalah tekstur yang merupakan

    jumlah beberapa sifat fisik termasuk densitas, kekerasan, plastisitas atau elestisitas

    dan konsistensi. Sifat-sifat tersebut bervariasi dalam jenis permen yang berbeda.

    Berdasarkan pengamatan tekstur brittle yang dibuat dengan suhu pemanasan 150

    C dan 130 C menunjukkan hasil yang berbeda. Brittle dengan peemanasan suhu

    150 C memiliki tekstur yang keras dan rapuh, sedangkan brittle dengan suhu

    pemanasan 130 C memiliki tekstur yang lengket (sticky) dan ulet.

    Hal ini disebabkan karena suhu pemanasan yang tinggi menyebabkan

    berkurangnya atau teruapkannya kadar air dan senyawa-senyawa organik pada

  • bahan, sehingga adonan mengalami konsentrasi lewat jenuh. Suhu yang

    digunakan untuk membuat permen agar kadar air mencapai kira-kira 3 persen

    adalah 150C sehingga menghasilkan kandungan air yang rendah (1 3%),

    membentuk supersaturated non crystaline solution yang menghasilkan glassy

    tekstur bentukkan menyerupai glass yang bening dan tekstur yang keras, serta

    memiliki kelembaban relatif dibawah 30%.

    Tekstur keras sangat dipengaruhi oleh penambahan gula dan suhu yang

    digunakan. Semakin besar konsentrasi gula yang ditambahkan maka reaksi

    karamelisasi akan tercapai. Semakin tinggi suhu maka banyak air yang diuapkan

    sehingga konsentrasi gula semakin pekat menyebabkan tekstur permen yang

    keras, rapuh, dan mudah retak(Moore dan Dial, 1997).

    Sementara pada perlakuan pemanasan dengan suhu 130 oC mempunyai

    tekstur yang lengket dan alot ketika dikunyah (menempel di gigi). Menurut

    litelatur lengket pada permen hard candy dikarenakan adonan akan mengalami

    lewat jenuh sehingga karbohidrat pada gula tidak stabil.

    4.2.2. Rasa

    Rasa merupakan parameter yang penting dalam pembuatan permen.

    Biasanya, semakin manis suatu permen, rasanya akan semakin disukai oleh

    konsumen. Perbedaan rasa dari brittle yang dibuat dengan perbedaan suhu

    pemanasan ini dianalisis bedasarkan kesukaan panelis. Uji kesukaan terhadap rasa

    ini dilakukan pada 10 orang panelis. Parameter yang diamati adalah rasa. Semakin

    enak (manis) rasa dari Brittle Candy, semakin tinggi nilainya. Nilai karakteristik

    organoleptik rasa dapat dilihat pada Gambar 1.

  • Gambar 1. Rata-rata Kesukaan Panelis terhadap Rasa Brittle

    Dari data histogram dapat diketahui bahwa panelis lebih menyukai rasa brittle

    yang dipanaskan pada suhu 150 oC. Hal ini dikarenakan dengan adanya

    pemanasan (suhu tinggi) menyebabkan timbulya reaksi karamelisasi oleh sukrosa.

    Sukrosa yang digunakan mempunyai sifat fisik yakni daya pembentukan karamel

    jika dipanaskan dan pembentukan kristalnya.

    Proses karamelisasi memberikan warna kecoklatan atau bahkan kehitaman

    serta menghasilkan aroma dan rasa yang khas. Selain itu, pemanasan

    menyebabkan terjadinya perubahan dari sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa

    yang meningkatkan rasa manis (Buckle,dkk., 2009).

    4.2.3. Aroma

    Aroma merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan tingkat

    penerimaan konsumen terhadap suatu produk, sebab sebelum dimakan. Menurut

    Winarno (2002), bahwa aroma yang enak dapat menarik perhatian konsumen dan

    kemungkinan besar memiliki rasa yang enak pula sehingga konsumen lebih

    cenderung menyukai makanan dari aromanya.

    Pengujian tingkat kesukaan panelis terhadap nilai organoleptik aroma brittle

    diperoleh dengan pengujian skoring kepada 10 panelis agak terlatih, kemudian

    dihitung intensitas aroma brittle yang dihasilkan. Rentang skor yang disajikan

    berkisar skor 1 (sangat tidak karamel) sampai 5 (sangat karamel) Nilai dari

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    Brittle suhu 150 C Brittle suhu 130 C

    Rata

    -Rata

    Kes

    uk

    aan

    Pan

    elis

    ter

    had

    ap

    Rasa

    Perlakuan Pemanasan

  • pengujian organoleptic terhadap aroma permen brittle dengan perlakuan suhu

    yang berbeda dapat dilihat pada gambar 2.

    Gambar 2. Rata-rata Kesukaan Panelis terhadap Aroma Brittle

    Berdasarkan data yang diperoleh panelis lebih menyukai aroma brittle

    dengan suhu pemanasan 130 oC. Hal ini disebabkan karena terjadinya proses

    karamelisasi pada adonan. Karamelisasi sukrosa memberikan kontribusi pada

    aroma dan warna coklat (gelap) yang menghasilkan senyawa maltol dan isomaltol

    yang memiliki aroma karame kuat dan rasa yang manis (Tjahjaningsih, 1996

    dalam Harun dkk., 2013). Sedangkan, brittle yang dibuat dengan suhu pemanasan

    150 oC kurang disukai oleh panelis sebab tingginya suhu pemanasan

    mengakibatkan terbentuknya off flavor pada produk.

    4.2.4. Warna

    Warna pada permen berperan penting dalam memperbaiki kenampakan

    pada permen. Biasanya, semakin gelap (mengkilap) warna suatu permen, akan

    semakin disukai oleh konsumen. Perbedaan warna dari brittle yang dibuat dengan

    perbedaan suhu pemanasan ini dianalisis bedasarkan kesukaan panelis. Parameter

    yang diamati adalah warna. Rentang skor yang disajikan berkisar antara skor 1

    sampai 5 Semakin gelap (mengkilat) warna dari brittle, semakin tinggi nilainya.

    2,9

    3

    3,1

    3,2

    3,3

    3,4

    3,5

    Brittle suhu 150 C Brittle suhu 130 C

    Rata

    -Rata

    Kes

    uk

    aan

    Pan

    elis

    ter

    had

    ap

    Aro

    ma

    Perlakuan pemanasan

  • Nilai dari pengujian organoleptic terhadap warna permen brittle dengan

    perlakuan suhu yang berbeda dapat dilihat pada gambar 3.

    Gambar 3. Rata-rata Kesukaan Panelis terhadap Warna

    Berdasarkan hasil pengamatan pengujian skoring terhadap warna brittle

    dengan perbedaan suhu pemanasan diketahui bahwa panelis lebih menyukai brittle

    dengan perlakuan pemanasan suhu 150 oC dengan skor rata-rata 4 dengan produk

    berwarna kecoklatan, sementara brittle yang dipanaskan pada suhu 130 oC kurang

    diminati panelis sebab produk berwarna kuning kecoklatan sehingga terkesan

    kurang menarik.

    Perbedaan suhu pemanasan menunjukkan pengaruh terhadap warna brittle

    candy yang dihasilkan. Peningkatan suhu pemanasan menyebabkan warna brittle

    yang dihasilkan semakin gelap (coklat). Suhu yang digunakan akan

    mempengaruhi kelarutan gula. Semakin tinggi suhu yang digunakan maka

    kepekatan dari larutan tersebut akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan

    literatur bahwa tingkat kepekatan pada pembuatan permen keras berbanding lurus

    dengan suhu. Titik didih pada suhu 130 akan melarutkkan gula sebanyak 90 %

    sedangkan pada suhu 150 akan melarutkan gula sebanyak 97 % . dengan tingginya

    kelarutan pada gula maka tingkat karamelisasi pada gula semakin tinggi sehingga

    menghasilkan warna yang coklat. (Sutrisno,2009).

    0

    0,5

    1

    1,5

    2

    2,5

    3

    3,5

    4

    4,5

    Brittle suhu 150 C Brittle suhu 130 C

    Rata

    -rata

    Kes

    uk

    aan

    Pan

    elis

    terh

    ad

    ap

    Warn

    a

    Perlakuan Pemanasan

  • Menurut Winarno (1997), karamelisasi disebabkan oleh reaksi gula

    pereduksi dengan gugus amina primer atau pemakaian suhu tinggi pada sukrosa.

    Dalam brittle, suhu pemasakan yang tinggi menyebabkan terjadinya sebagian

    karamelisasi gula, menghasilkan warna coklat khas dan flavor mirip karamel.

    Senyawa-senyawa hasil karamelisasi dapat berperan dalam mencegah kristalisasi

    gula.

    Keberadaan ion OH- pada larutan sukrosa akan menyebabkan sukrosa

    terdekomposisi dan terbentuk 5-hidroksi-metil-2-furfural, metil glioksil,

    gliseraldehid, dioksiaseton, aseton, senyawa fenol dan CO2. Senyawa-senyawa

    tersebut akan memberikan warna coklat tua yang nyata sekali pada saat

    pengolahan brittle. Pencoklatan ini sengaja dibuat untuk menimbulkan bau dan

    cita rasa yang dikehendaki. Oleh karena itu, semakin tinggi suhu pemanasan

    menyebabkan warna yang dihasilkan semakin gelap dan lebih disukai oleh

    panelis.

  • BAB 5. PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Berdasarkan praktikum pengolahan komoditi perkebunan hilir tebu brittle

    candy dapat disimpulkan bahwa:

    1. Brittle merupakan jenis permen yang tergolong hard candy dan tergolong

    candy amorf dengan suhu pemananasan berkisar antara 149 154 oC

    (hard crack), biasanya menggunakan kacang sebagai bahan tambahan.

    2. Brittle dengan perlakuan suhu pemanasan 150oC memiliki tingkat

    kerapuhan yang tinggi dan brittle dengan perlakuan suhu pemanasan

    130oC menghasilkan tekstur lengket dan sticky.

    3. Perlakuan pemanasan 150 oC memiliki rerata kesukaan panelis tertinggi

    baik tekstur (rapuh), warna (4,0) dan rasa (3,9), sedangkan aroma yang

    dihasilkan panelis lebih menyukai 130oC

    5.2 Saran

    Pada proses pembuatan brittle dibutuhkan ketelitian yang tinggi dalam

    membaca termometer, selain itu juga harus sesuai dengan step pembuatan yang

    telah ditentukan.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Anni. 2008. Patiseri. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan

    Alikonis, J. J. 1979. Candy Technology. Connecticut: The Avi Publishing

    Company Inc. Wesport

    Badan Standarisasi Nasional. 2008. Syarat Mutu Permen Keras (SNI 3547.02-

    2008). Jakarta: BSN

    Buckle, K. A. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press

    Buckle, K.A., R.A. Edward, G.h. Fleet dan M. Wooton, 2009. Ilmu Pangan.

    Diterjemahkan oleh Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia,

    Jakarta.

    Edi, S. dan Nany. 2007. Pengaruh komposisi Pemanis

    (Sukrosa/Sorbitol:Glukosa:Madu) Terhadap Viskositas, Kekerasan dan

    Aktivitas Air dalam Permen Jelly. http://www.lppm.wima.ac.id/felycia edi

    3.pdf. [Diakses pada tanggal 24 April 2015].

    Harun, Noviar, Rahmayuni dan Sitepu, Yucha Eklesia. 2013. Penambahan Gula

    Kelapa dan Lama Fermentasi Terhadap Kualitas Susu Fermentasi Kacang

    Merah (Phaesolus Vulgaris L.)Program Studi Teknologi Hasil Pertanian,

    Fakultas Pertanian, Universitas Riau, Pekanbaru

    Kusnandar, Feri. 2010. Kimia pangan. Jakarta: Dian Rakyat.

    Jackson, E. B. 1995. Sugar Confectionary Manufakture. London: Blackie

    Academic And Prof.

  • Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta:

    Penerbit Universitas Indonesia.

    Lukas, et al,.. 2011. Soft Candy Dari Bahan Aktif Oleoresin Temulawak

    (Curcuma Xanthorhiza Roxb.). Bogor: Pusat Audit Teknologi, Pusat

    Teknologi Agroindustri, Alumus Institut Pertanian Bogor

    Moore dan Dial.1997. Prinsiples of Sugar Technology. New York:Chemical

    Publishing Co.Inc.

    Nikmawati, E. E. 2008. Modul Patiseri IV (Candy). Bandung: Universitas

    Pendidikan Indonesia.

    Novi. 2007. Permen Makanan Kecil yang Sangat Disukai Anak-anak tetapi

    Miskin Zat Gizi. http://www.dradio1034fm.or.id/detail php?id=393

    [Diakses pada tanggal 24 April 2015].

    Ramadhan. 2012. Pembuatan Permen Hard Candy Yang Mengandung Propolis

    Sebagai Permen Kesehatan Gigi. Depok: Fakultas Teknik Universitas

    Indonesia

    Sih. 2015. Modul Teknologi Pengolahan Komoditas Perkebunan Hilir (Tebu).

    Jember: FTP

    Sri. 2009. Laporan Magang. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

    Sudarmanto. 1989. Analisa Tepung Hunkue, Makaroni Dan Kembang Gula.

    Semarang: Balai Industri.

    Suseno, T. I. P., Nita F., Netty K. 2008. Pengaruh Penggantian Sirup Slukosa

    dengan Sirup Sorbitol dan Penggantian Butter dengan Salatrim terhadap

  • Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Kembang Gula Karamel. Surabaya:

    Fakultas Teknologi Pertanian Unika Widya Mandala Surabaya.

    Sutrisno,2009. Modul Patiseri Iv (Candy). Jurusan Pendidikan Kesejahteraan

    Keluarga Fakultas Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan. Jakarta.

    Universitas Pendidikan Indonesia

    Winarno, F.G., 1997. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.

    Winarno, F.G., 2002. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.

    Wiranda, D. 2011. Studi Pembuatan Kerupuk Rebung. Sumatera Utara:

    Universitas sumatera Utara.

    Zulfahnur, Rina N., Tito T., Dewi A. 2009. Mempelajari Pengaruh Reaksi

    Pencoklatan Enzimatis pada Buah dan Sayur. Bogor: Institut Pertanian

    Bogor.