Laporan BPFR
description
Transcript of Laporan BPFR
LAPORAN PRAKTIKUMBAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM
Disusun oleh:
Yuni Nurtiyas
13/349185/PT/06561
XI
Asisten: Zazin Mukmila
LABORATORIUM TEKNOLOGI MAKANAN TERNAKBAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA2015
BAB I
PENDAHULUAN
Ternak membutuhkan nutrien untuk kelangsungan hidupnya.
Nutrien yang dibutuhkan ternak berasal dari bahan pakan dan minumnya.
Nutrien dibutuhkan ternak untuk kelangsungan hidupnya dan untuk
menghasilkan produk sesuai tujuan pemeliharaan. Nutrien sapi potong
dibutuhkan untuk penggemukan agar diperoleh daging dengan kualitas
dan kuantitas yang tinggi. Nutrien sapi perah dibutuhkan untuk produksi
susu dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi pula.
Proporsi nutrien yang dibutuhkan setiap jenis ternak berbeda -
beda. Bahan pakan sebagai sumber nutrien yang dibutuhkan setiap jenis
ternak juga berbeda. Bahan pakan dapat berasal dati tanaman, hewan
dan ikan. Syarat suatu bahan dapat digunakan sebagai bahan pakan
adalah dapat dimakan, dapat dicerna sebagian atau seluruhnya untuk
dapat diserap, tidak mengganggu kesehatan pemakannya, dan
bermanfaat bagi pemakannya.
Bahan pakan yang diberikan pada ternak harus disesuaikan
dengan jenis ternak dan kebutuhan nutrien ternak. Kandungan nutrien
dalam suatu bahan pakan dapat diketaui melalui sistem analisis proksimat
dan sistem analisis serat deterjen. Melalui sistem analisis proksimat, dapat
diperoleh kadar air, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, dan
ekstrak tanpa nitrogen dengan hasil yang mendekati nilai sebenarnya.
Sistem analisis serat deterjen digunakan untuk memisahkan fraksi isi sel
dan fraksi dinding sel. Sistem analisis yang digunakan pada praktikum
Bahan Pakan dan Formulasi Ransum adalah sistem analisis proksimat.
Tujuan praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum adalah
mengetahui kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar protein kasar,
kadar lemak kasar, dan kadar ekstrak tanpa nitrogen pada suatu bahan
pakan dengan sistem analisis proksimat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pakan (feed) adalah zat yang ada di alam dan dikonsumsi oleh
hewan untuk kepentingan tubuhnya yang berupa bahan pakan (feedstuff).
Umumnya bahan pakan terdiri dari dua macam, yaitu pakan berserat
(roughages) dan pakan penguat (konsentrat). Kelompok bahan pakan
berserat adalah hijauan (rumput alam, rumput budidaya, leguminosa dan
tanaman lain) serta limbah pertanian (jerami padi, jerami jagung, jerami
kacang tanah). Bahan pakan konsentrat terdiri dari biji - bijian, umbi -
umbian, bahan pakan asal hewan dan limbah industri pertanian.
Kebutuhan ternak dapat dilengkapi dengn diberi bahan pakan tambahan
(feed additive) yang berupa vitamin,mineral, antibiotik, hormone dan
enzim (Rianto, 2010).
Setiap bahan pakan dan pakan ternak pada dasarnya mengandung
zat - zat/nutrien yang kandungannya satu sama lain berbeda. Menurut
porsinya masing-masing, zat-zat tersebut dapat diketahui melalui suatu
analisis yang disebut analisis proksimat. Melalui analisis ini diketahui
bahwa nutrisi bahan pakan dan pakan ternak terdiri dari: air, abu/mineral,
protein kasar, lemak, karbohidrat, serat kasar dan bahan ekstrak yang
tidak mengandung nitrogen (Kartadisastra ,2010).
Analisis Proksimat
Analisis proksimat pertama kali dikembangkan di Weende
Experiment Station Jerman oleh Hennerberg dan Stokmann. Analisis ini
sering juga dikenal dengan analisis Weende. Analisis proksimat
menggolongkan komponen yang ada pada bahan pakan berdasarkan
komposisi kimia dan fungsinya, yaitu air (moisture), abu (ash), protein
kasar (crude protein), lemak kasar (ether extract), serat kasar (crude fiber)
dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (nitrogen free extract). Analisis
proksimat menggolongkan vitamin berdasarkan kelarutannya. Vitamin
yang larut dalam air dimasukkan ke dalam fraksi air, sedang yang larut
dalam lemak dimasukkan ke dalam lemak kasar (Suparjo, 2010).
Sistem analisis proksimat dapat untuk mengetahui 6 macam fraksi,
yaitu air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan ekstrak tanpa
nitrogen. Khusus untuk ekstrak tanpa nitrogen nilainya dapat dicari hanya
berdasarkan perhitungan 100% dikurangi jumlah dari kelima fraksi yang
lain. Analisis proksimat merupakan dasar analisis kimia yang dikerjakan
setiap hari dari pakan, jaringan tubuh atau ekskreta yang berguna untuk
menentukan estimasi nilai kecernaan dan manfaat pakan untuk
menentukan pakan semua jenis ternak (Kamal, 1994).
Bungkil Kalapa Sawit
Bungkil kelapa sawit merupakan bahan pakan yang dapat
digolongkan cukup potensial. Bungkil kelapa sawit mudah diperoleh di
pasaran dan harganya relatif murah. Bungkil kelapa sawit merupakan sisa
hasil ekstraksi minyak kelapa sawit. Apabila kandungan lemaknya masih
cukup tinggi, bungkil kelapa sawit mudah mengalami ketengikan
(Suhartatik, 1991).
Sebanyak 22,1% dari seluruh produksi tandan buah kelapa sawit
berupa minyak kelapa sawit sebagai hasil utama, 2,2% bungkil kelapa
sawit sebagai hasil ikutan utama, dan 75,7% berupa tandan buah kosong,
serat perasan buah, dan lumpur minyak sawit sebagai limbah. Bungkil
kelapa sawit dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dan
protein ternak karena mempunyai kandungan protein yang rendah tetapi
berkualitas baik. Walaupun kandungan protein bungkil kelapa sawit
rendah dibandingkan dengan bungkil lain seperti bungkil kedelai (44%),
bungkil kacang tanah (52%) dan bungkil kelapa (22%) tetapi bungkil
kelapa sawit mengandung asam amino yang cukup lengkap (Suhartatik,
1991).
Tabel 1. Kandungan nutrien bungkil kelapa sawitParameter Proporsi (%BK)
Bahan Kering 92,12%Protein Kasar 12,94%Serat Kasar 24,88%
Lemak Kasar 3,81%Abu 4,01%
BETN 54,36%Total 100%
Sumber: Suhartatik ,1991.
Penggunaan bungkil kelapa sawit dalam bahan pakan sebaiknya
tidak lebih dari 10% total formula ransum. Hal ini disebabkan tingginya
kadar serat kasar yang terkandung dalam bungkil kelapa sawit dan
kandungan lysine dan histidine yang rendah. Penggunaan bungkil kelapa
sawit sebanyak 18% dari total formulasi ransum dapat diberikan jika
diberi tambahan lysine buatan pabrik pada ransum ternak (Rasyaf, 1992).
BAB III
MATERI DAN METODE
Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah silica disk, desikator,
tang penjepit, tanur, beaker glass 600 ml, pemanas, saringan linen, alat
penyaring buncher atau gooch crucible, gelas arloji, labu kjeldahl 650 ml,
Erlenmeyer 650 ml dan 300 ml, gelas ukur 100 ml, buret, corong, pipet volume
25/50 ml, alat destruksi, alat destilasi, seperangkat alat soxhlet, labu penampung,
alat pendingin, oven pengering (105 - 110oC), glasswall dan timbangan analitik.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah cuplikan
bungkil kelapa sawit, air, H2SO4 1,25%, NaOH 1,25%, ethyl alcohol 95%, H2SO4
pekat, kjeltab, NaOH 50%, HCl 0,1 N, indikator mix, petroleum benzen dan kertas
saring bebas lemak.
Metode
Penetapan Kadar Air
Silica disk dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105 sampai 110 oC selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 1 jam, bila
sudah dingin ditimbang sebagai X gram. Ditimbang cuplikan bahan pakan
seberat 1 gram sebagai Y gram, dimasukkan kedalam silica disk dan dikeringkan
dalam oven pengering selama 8 sampai 24 jam pada suhu 105 sampai 110 oC.
Silica disk dan cuplikan bahan pakan dikeluarkan dari dalam oven, lalu
didinginkan dalam desikator selama 1 jam. Silica disk dan cuplikan bahan pakan
dibiarkan dingin sampai diperoleh bobot yang tetap.
Perhitungan:
Kadar Air =
x : bobot silica disk
y : bobot cuplikan bahan pakan
z : bobot cuplikan bahan pakan + silica disk setelah dioven 105
sampai 110 oC
Penetapan Kadar Abu
Cuplikan bahan pakan beserta silica disk hasil penetapan kadar air
ditimbang, kemudian dimasukkan kedalam tanur dan dinyalakan pada suhu 550
sampai 600oC selama 2 jam hingga cuplikan berwarna putih seluruhnya.
Suhunya diturunkan sampai 120oC, dimatikan, dan sampel dimasukkan kedalam
desikator selama 1 jam. Ditimbang setelah dingin.
Perhitungan:
Kadar Abu =
x : bobot silica disk kosong
y : bobot cuplikan bahan pakan
z : bobot cuplikan bahan pakan + silica disk setelah ditanur
Penetapan Kadar Serat Kasar
Cuplikan bahan pakan ditimbang seberat 1 gram sebagai X gram,
dimasukkan ke dalam beaker glass 600 ml, ditambahkan 200 ml H2SO4 1,25%,
kemudian dipanaskan selama 30 menit dihitung mulai gelembung pertama.
Disaring melalui saringan linen dengan bantuan pompa vacum. Hasil saringan
dimasukkan ke dalam beaker glass, dan ditambahkan 200 ml NaOH 1,25%, lalu
dididihkan selama 30 menit. Disaring kembali menggunakan crucible yang telah
dilapisi glass wool dengan bantuan pompa vacum. Dicuci dengan beberapa ml
air panas dan kemudian dengan ethyl alcohol 95%. Hasil saringan (termasuk
glass wool) dimasukkan pada alat pengering dengan suhu 105 sampai 110oC
selama satu malam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 1 jam.
Setelah itu ditimbang sebagai Y gram. Gooch crucible bersama isinya dibakar di
dalam tanur pada suhu 550 sampai 600oC sampai berwarna putih seluruhnya.
Gooch crucible dikeluarkan dan didinginkan pada desikator, dan ditimbang
sebagai Z gram.
Perhitungan:
Kadar serat kasar =
x : bobot sampel awal
y : bobot sampel setelah dikeringkan dalam oven 105 oC
z : bobot sisa pembakaran 550 sampai 600 oC
Penetapan Kadar Protein Kasar
Destruksi. Cuplikan bahan pakan ditimbang seberat 0,5 gram sebagai Z
gram. Disiapkan 20 ml H2SO4 pekat dan seperempat tablet kjeltab, dan cuplikan
dimasukkan ke dalam tabung destruksi yang telah bersih dan kering. Kompor
destruksi dihidupkan, kemudian tabung - tabung destruksi ditempatkan pada
lubang yang ada pada kompor, pendingin dihidupkan. Destruksi diakhiri bila
larutan sudah berwarna jernih sekitar 1 jam, kemudian dilanjutkan ke proses
destilasi.
Destilasi dan titrasi. Hasil destruksi diencerkan dengan air sampai
volumenya 300 ml, kemudian digojog supaya larutan menjadi homogen.
Disiapkan Erlenmeyer 650 ml yang berisi H3BO3 0,1 N, air, dan indikator mix.
Penampung dan labu kjelhtab dipasang dalam alat destilasi, kemudian air
pendingin dihidupkan dan tekan tombol hingga menyala hijau. Dispensing
ditekan kebawah untuk memasukkan NaOH 50% kedalam tabung tersebut.
Penambahan NaOH harus melalui dinding. Handle steam diturunkan kebawah
sehingga larutan yang ada didalam tabung mendidih. Destilasi berakhir setelah
destilat mencapai 200 ml. Campuran dibuat blanko dengan menggunakan H2O
dan didestilasi seperti diatas. Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai
berwarna keperakan.
Perhitungan :
Kadar Protein Kasar = x 100%
x : jumlah titrasi sampel (ml)
y : jumlah titrasi blanko (ml)
z : bobot sampel (gram)
N : normalitas HCl
Penetapan Kadar Lemak Kasar
Cuplikan bungkil kelapa sawit ditimbang seberat 0,7 gram sebagai Y gram
dan dibungkus dengan kertas saring bebas lemak. Bungkusan berisi cuplikan
dimasukkan ke dalam oven pengering 105 sampai 110oC selama semalam.
Bungkusan cuplikan ditimbang dalam keadaan masih panas sebagai Z gram,
kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet. Labu penampung diisi
dengan petroleum benzen sekitar ½ volume labu penampung, alat ekstraksi
Soxhlet juga diisi sekitar ½ volume dengan petroleum benzen. Labu penampung
dan tabung Soxhlet dipasang, pendingin dan penangas dihidupkan. Diekstraksi
selama 16 jam (sampai petroleum benzene dalam alat ekstraksi berwarna jernih).
Pemanas dimatikan, kemudian sampel diambil dan dipanaskan dalam oven
pengering 105-110oC selama semalam. Dimasukkan dalam desikator selama 1
jam, kemudian ditimbang sebagai X gram.
Perhitungan:
Kadar Lemak Kasar =
x : bobot sampel + kertas saring bebas lemak setelah oven 105 oC
(setelah diekstraksi)
y : bobot sampel awal
z : bobot sampel + kertas saring bebas lemak setelah oven 105 oC
(belum diekstraksi)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Fisik
Analisis fisik dilakukan dengan mengamati bahan pakan secara
organoleptik. Wahyudi et al. (2008), menyatakan bahwa analisa fisik
secara organoleptik ada dua metode evaluasi sensori, yaitu uji kesukaan
dan uji triangle. Uji kesukaan dilakukan dengan tujuan menentukan produk
yang paling disukai dan biasanya dilakujkan oleh panelis. Uji triangle
dilakukan oleh panelis yang sudah terlatih. Pengamatan tersebut meliputi
parameter tekstur, warna, bau dan rasa. Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan maka diperoleh hasil pengamatan fisik bungkil kelapa sawit
tertera pada Tabel 2 sebagai berikut.
Tabel 2. Pengamatan fisik bungkil kelapa sawitParameter Pengamatan
Tekstur Kasar, kerasWarna Cokelat kemerahan
Bau Harum seperti aroma kopiRasa Sepat
Tekstur sampel yang kasar dan keras, serta warna cokelat
kemerahan menunjukkan bahwa bahan pakan berupa konsentrat.
Aromanya yang harum seperti kopi dan rasanya yang sepat menunjukkan
bahwa bahan pakan terbuat dari tumbuh-tumbuhan. Sari dan Tresnawati
(2004), menyatakan bahwa bungkil kelapa sawit merupakan bahan pakan
yang murah, bernilai gizi tinggi, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia
dan dapat diproduksi tinggi dengan biaya serendah - rendahnya.
Analisis Proksimat
Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh data hasil analisis
proksimat yang tertera pada Tabel 3 sebagai berikut.
Tabel 3. Hasil analisis proksimatParameter Pengamatan (%BK)
I II Rata-rataKadar bahan kering 92,917 93,2 93,0585Kadar abu 3,64 3,51 3,575Kadar serat kasar 29,52 19,77 24,654Kadar protein kasar 13,29 9,58 11,435Kadar lemak kasar 10,42 9,9 10,16Kadar ETN 43,03 57,23 50,13Total 100
Penetapan kadar air. Prinsip penetapan kadar air yaitu air yang
terkandung didalam suatu bahan pakan akan menguap seluruhnya
apabila bahan tersebut dipanaskan selama beberapa waktu pada suhu
105°C sampai 110°C dengan tekanan udara bebas. Tillman, et al. (1998),
menyatakan bahwa pemanasan dilakukan pada suhu 105°C sampai
110°C karena air akan diperoleh bahan kering. Pemanasan berjalan
hingga sampel tetap bobot atau beratnya, terjadinya pemanasan pada
sampel makanan disebut sampel bahan kering dan pengurangannya
dengan sampel bahan pakan disebut kadar air.
Tillman, et al. (1998), menyatakan bahwa sampel bahan pakan
sebelum ditimbang dimasukkan kedalam desikator yang berfungsi untuk
menstabilkan suhu agar tidak terkontaminasi lingkungan luar sehingga
menyebabkan bobot sampel berubah. Sampel bahan pakan ditimbang
dan diletakkan dalam silica disk, lalu dipanaskan dalam oven dalam
temperatur 105°C. Pemanasan berjalan hingga sampel sudah tidak lagi
turun beratnya. Sampel bahan pakan setelah pemanasan disebut sampel
bahan kering dan pengurangannya dengan sampel bahan pakan tadi
disebut persen air atau kadar air.
Alat yang digunakan pada saat pengamatan adalah silica disk yang
digunakan sebagai tempat cuplikan bungkil kelapa sawit. Sampel yang
akan digunakan untuk pengamatan kadar air akan digunakan pula pada
pengamatan kadar abu, sehingga silica disk lebih cocok sebagai tempat
sampel. Silica disk memiliki kelebihan apabila dibandingkan dengan gelas
timbang (vochdoos) yaitu tahan terhadap suhu 550°C sehingga sampel
tidak mudah meleleh. Desikator berfungsi sebagai tempat pendingin,
karena didalam desikator terdapat silica gel yang berwarna biru dan
apabila telah jenuh berwarna merah muda. Tang penjepit berfungsi
sebagai alat untuk memindahkan silica disk ke desikator atau ke tempat
timbangan analitik. Oven pengering berfungsi untuk menguapkan air yang
terkandung dalam bungkil kelapa sawit, sedangkan timbangan analitik
berfungsi untuk menimbang sampel setelah ataupun sebelum di oven.
Romadhon et al. (2013), menyatakan bahwa peralatan yang digunakan
dalam analisis proksimat adalah timbangan yang berfungsi untuk
menimbang serta alat pengering (oven) untuk mengeringkan sampel.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan maka
diperoleh rata - rata kadar air dalam bungkil kelapa sawit sebesar 6,941%,
sehingga dari hasil tersebut didapat kadar bahan keringnya sebesar
93,0585%. Suhartatik (1991), menyatakan bahwa bahan kering yang
terkandung dalam bungkil kelapa sawit adalah 92,12%. Hal ini
menunjukan bahwa hasil pengamatan berada di atas kisaran apabila
dibandingkan dengan literatur. Tillman, et al. (1998), menyatakan bahwa
perbedaan kadar air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah
spesies pakan, umur pakan dan perbedaan umur yang digunakan untuk
sampel.
Penetapan kadar abu. Prinsip penetapan kadar abu yaitu suatu
bahan pakan apabila dibakar pada suhu 550°C sampai 600°C selama
beberapa waktu maka semua zat organiknya akan terbakar sempurna
menghasilkan oksida yang menguap yaitu berupa CO2, H2O dan gas-gas
lain, sedangkan yang tidak menguap adalah oksida mineral atau seng
disebut dengan abu (Kamal, 1994).
Analisis yang digunakan untuk pengamatan dalam menentukan
kadar abu adalah silica disk berisi cuplikan bungkil kelapa sawit dioven
pada suhu 105°C sampai 110°C selama 8 sampai 24 jam, kemudian
didingikan dengan desikator dan ditimbang dengan timbangan analitik.
Silica disk berisi sampel yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam tanur
pada suhu 550°C sampai 600°C selama 2 jam hingga cuplikan berwarna
putih, kemudian suhunya diturunkan sampai 120°C. Dinginkan
menggunakan desikator selama satu jam kemudian ditimbang kembali.
Tillman, et al. (1998), menyatakan bahwa sampel bahan kering dan
dibakar dalam suatu silica disk dengan panas 600°C selama beberapa
jam. Silica disk digunkan saat pembakaran karena silica disk memiliki titik
leleh yang tinggi serta bahannya tahan terhadap suhu pembakaran yaitu
500 sampai 600°C.
Alat yang digunakan dalam praktikum penentuan kadar abu adalah
silica disk yang berfungsi sebagai tempat sampel yang akan dimasukkan
dalam oven dan tanur. Desikator berfungsi sebagai tempat pendingin.
Tanur dengan suhu 550°C sampai 600°C berfungsi sebagai tempat
membakar sampel yang terdapat pada silica disk, sedangkan oven
pengering (105°C sampai 110°C) berfungsi untuk menguapkan air yang
terdapat dalam sampel. Tang penjepit berfungsi sebagai alat untuk
mengambil silica disk dari oven pengering, desikator dan tanur.
Timbangan analitik berfungsi untuk menimbang sampel yang telah dioven
dan ditanur. Suparjo (2010), menyatakan bahwa pembakaran bahan
pakan dengan menggunakan tanur suhu 550°C sampai 600°C berfungsi
untuk membakar bahan organik yang sisanya adalah abu. Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan apabila dibandingkan dengan literatur
maka hasilnya sesuai.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan maka diperoleh
rata-rata kadar abu sebesar 3,575%. Suhartatik (1991), menyatakan
bahwa kadar abu yang terkandung dalam bungkil kelapa sawit adalah
4,01%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengamatan dengan literatur
hasilnya berada diatas kisaran normal. Tillman, et al. (1998) menyatakan
bahwa, perbedaan pada kadar abu dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah spesies pakan, umur pakan dan perbedaan umur yang
digunakan untuk sampel.
Penentuan kadar serat kasar. Prinsip penetapan kadar serat
kasar yaitu semua senyawa organik kecuali serat kasar akan larut bila
direbus dalam H2SO4 1,25% (0,255 N) dan dalam NaOH 1,25% (0,313 N)
yang berurutan masing-masing selama 30 menit. Bahan organik yang
tertinggal disaring dengan glass wool dan crucible. Hilangnya bobot
setelah dibakar 5500C sampai 6000C adalah serat kasar.
Analisis pada saat praktikum penentuan serat kasar adalah
cuplikan ditimbang sebanyak satu gram, kemudian dimasukan ke dalam
beaker glass 600 ml dan ditambahkan 200 ml H2SO4 1,25% serta
dipanaskan hingga mendidih sekitar 30 menit dihitung setelah muncul
gelembung pertama. Fungsi penambahan asam sulfat yaitu untuk
menghidrolisis karbohidrat dan protein yang terkandung dalam sampel
bahan pakan (Tillman, et al. 1998). Larutan disaring dengan
menggunakan kain linen dengan bantuan pompa vacum, hasil saringan
(residu) dimasukkan ke dalam beaker glass yang kemudian ditambahkan
dengan NaOH 1,25%, selanjutnya dididihkan selama 30 menit dihitung
setelah muncul gelembung pertama. Fungsi larutan NaOH sebagai
penyabunan lemak (Tillman, et al. 1998). Larutan disaring kembali dengan
crucible yang telah dilapisi oleh glass wool, kemudian dicuci dengan air
panas dan 15 ml ethyl alcohol 95%. Hasil saringan dimasukan pada alat
pengering dengan suhu 105°C sampai 110°C selama satu malam
kemudian didinginkan dengan desikator dan dimasukkan dalam tanur
(550°C sampai 600°C) hingga berwarna putih seluruhnya. Crucible
dikeluarkan dalam tanur kemudian didinginkan dengan menggunakan
desikator. Abunya ditimbang. Perbedaan antara berat endapan sebelum
dibakar dan berat abu disebut serat kasar. Tillman, et al. (1998),
menyatakan bahwa sampel yang sudah bebas lemak dan telah disaring
dapat digunakan untuk mengetahui kadar serat kasar.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan maka
diperoleh rata-rata kadar serat kasar sebesar 24,654%. Suhartatik (1991),
menyatakan bahwa kadar serat kasar yang terkandung pada bungkil
kelapa sawit adalah 24,88%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil tersebut
berada dibawah kisaran apabila dibandingkan dengan literature, tetapi
tidak jauh berbeda. Tillman, et al. (1998), menyatakan bahwa perbedaan
pada kadar abu dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah
spesies pakan, umur pakan dan perbedaan umur yang digunakan untuk
sampel.
Penetapan kadar protein kasar. Prinsip kerja analisis kadar
protein kasar adalah asam sulfat pekat dengan katalisator Cu2SO4 dan
K2SO4 kecuali ikatan N=N, NO dan NO2. (NH4)2SO4 dalam suasana basa
akan melepaskan NH3, yang kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N. Analisis
yang digunakan pada saat praktikum penetapan kadar protein kasar
menggunakan metode Kjeldahl. Metode Kjeldahl terdiri dari destruksi,
destilasi dan titrasi. Suparjo (2010) menyatakan bahwa proses destruksi
(oksidasi) merupakan perubahan N-protein menjadi amonium sulfat
(NH4)2SO4. Sampel dipanaskan dengan asam sulfat (H2SO4) pekat dan
katalisator yang akan memecah semua ikatan N dalam bahan pakan
menjadi amonium sulfat kecuali ikatan N=N, NO dan NO2. CO2 dan H2O
terus menguap. SO2 yang terbentuk sebagai hasil reduksi dari sebagian
asam sulfat juga menguap. Destruksi dihentikan jika larutan telah berwarna
hijau jernih.
Suparjo (2010), menyatakan bahwa proses titrasi merupakan
sampel yang telah mengalami proses destilasi yang bertujuan untuk
mengetahui jumlah N yang terdestilasi. Nitrogen dititrasi dengan HCl 0,1
N. Titrasi dihentikan jika larutan berubah dari hijau ke abu-abu. Alat yang
digunakan dalam praktikum penentuan kadar protein kasar adalah labu
kjeldahl 650 ml yang digunakan pada saat proses destilasi, labu
Erlenmeyer 650 ml dan 400 ml berfungsi utuk menampung sampel yang
akan digunakan pada saat praktikum, gelas ukur 100 ml berfungsi untuk
menakar larutan sesuai dengan petunjuk yang ada, buret alat yang
digunakan untuk proses titrasi, corong untuk memudahkan larutan masuk
kedalam biuret, pipet volume 25/50 ml digunakan untuk mengambil H2SO4
pekat serta alat destruksi dan destilasi yang digunakan dalam proses
destilasi dan destruksi. Reagen yang digunakan dalam praktikum
penentuan kadar protein kasar adalah H2SO4 pekat, CuSO4 dan K2SO4
yang berupa kjaltab yang berfungsi sebagai katalisator, NaOH 50 %, HCl
0,1 N sebagai pensuasana asam yang digunakan pada saat titrasi, H3BO3
sebagai pensuasana basa yang digunakan pada saat destruksi dan
indikator mix berfungsi sebagai penangkap NH3.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh
rata-rata kadar protein kasar sebesar 11,435%. Suhartatik (1991),
menyatakan bahwa kandungan protein kasar yang terdapat pada bungkil
kelapa sawit sebesar 12,94%. Hal ini menandakan bahwa protein kasar
hasil praktikum dengan literatur berada dibawah kisaran normal. Kamal
(1994), menyatakan bahwa kadar protein suatu bahan pakan dipengaruhi
oleh species tanaman, umur tanaman, dan bagian mana yang digunakan
dalam analisis.
Penetapan kadar lemak kasar. Prinsip kerja dalam analisis kadar
lemak kasar adalah lemak dapat diekstraksi dengan menggunakan ether
atau zat pelarut lemak lain menurut Soxhlet kemudian ether diuapkan
sehingga dapat diketahui bobot lemaknya. Alat yang digunakan pada
penentapan kadar lemak kasar adalah alat ekstraksi soxhlet yang
digunakan untuk menentukan kadar lemak kasar atau sebagai tempat
penyaringan lemak, labu penampung berfungsi sebagai tempat
penampungan petroleum benzen berfungsi sebagai penstabil suasana,
oven pengering berfungsi untuk menguapkan air yang terkandung dalam
sampel. Desiktor berfungsi sebagai alat pendingin. Tang penjepit
berfungsi untuk memindahkan sampel, timbangan analitik untuk
menimbang bobot sampel serta kertas saring bebas lemak yang
digunakan untuk membungkus sampel.
Hasil pengamatan yang dilakukan diperoleh rata-rata dari hasil
kadar lemak kasar sebesar 10,16%. Suhartatik (1991), menyatakan
bahwa kandungan lemak kasar yang terdapat pada bungkil kelapa sawit
adalah 3,81%. Hal ini menunjukan bahwa hasil pengamatan berada di
atas kisaran apabila dibandingkan dengan litertur. Tillman, et al. (1998)
menyatakan bahwa kandungan lemak kasar dipengaruhi oleh lokasi
penanaman, varietas, umur dan bagian dari tanaman. Bahan-bahan yang
mengandung energi tinggi seperti lemak serta kandungannya tidak stabil,
karena pengaruh penyimpanan akan menyebabkan tengik dan dapat
mengurangi selera makan ternak serta mengurangi nilai makanannya.
Penetapan kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Bahan
ekstrak tanpa nitrogen adalah komponen bahan pakan yang tidak memiliki
unsur nitrogen di dalamnya. Suparjo (2010), menyatakan bahwa
kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung pada komponen
lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Hal ini
disebabkan penentuan kandungan BETN hanya berdasarkan perhitungan
dari zat-zat yang tersedia. Biasa yang ditemukan pada perhitungan
tergantung padakeragaman hasil yang diperoleh.
Kadar BETN dalam sampel bahan pakan yang digunakan untuk
praktikum yaitu sebesar 50,13%. Suhartatik (1991), menyatakan bahwa
BETN yang terkandung pada bungkil kelapa sawit sebesar 54,36%. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil pengamatan berada dibawah kisaran normal
apabila dibandinkan dengan literatur. Tillman, et al. (1998), menyatakan
bahwa kandungan lemak kasar dipengaruhi oleh lokasi penanaman,
varietas, umur dan bagian dari tanaman.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis ciri - ciri fisik atau organoleptik sampel yang
digunakan bertekstur kasar dan keras, berwarna cokelat kemerahan,
berbau harum, dan rasanya sepat. Berdasarkan hasil analisis proksimat,
sampel memiliki kadar bahan kering 93,0585%, kadar abu 3,575%, kadar
serat kasar 24,654%, kadar protein kasar 11,435% dan kadar lemak kasar
10,16%. Berdasarkan hasil dari kedua analisis tersebut dapat disimpulkan
bahwa sampel bahan pakan yang digunakan adalah bungkil kelapa sawit
dan merupakan konsentrat sumber energi.
Daftar Pustaka
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak 1. Lab. Makanan Ternak Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta.
Kartadisastra. 2005. Pengelolaan Pakan Ayam. Penebar Swadaya. Depok.
Rasyaf, M. 1992. Seputar Makanan Ayam Kampung. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Rianto, Edy dan Endang Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya. Depok.
Romadhon, Irfak Kurnia., Nur Komar dan Rini Yulianingsih. 2013. Desain Optimal Pengolahan Sludge Padat Biogas sebagai Bahan Baku Pelet Pakan Ikan Lele. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Sari, L. dan Tresnawati P. 2004. Pengkajian nilai gizi hasil fermentasi mutan Aspergillus niger pada substrat bungkil kelapa dan bungkil inti sawit. Biodiversitas Vol.5 no. 2.
Suhartatik, 1991. Pengaruh pemberian infus tapak dara (Catharanthus roseus) proposal sebagai obat hipoglisemic. Pusat Penelitian dan Pembangunan Farmasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Suparjo. 2010. Analisis Bahan Pakan secara Kimiawi: Analisis Proksimat dan Analisis Serat. FakultasPeternakan. Universitas Jambi. Jambi.
Tillman, A. D, H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, dan Lebdosukodjo, S.1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Wahyudi, T., Yusianto, dan Zaenudin. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Penebar Swadaya. Depok.
Lampiran
Penentuan Kadar Air
Diketahui:
Bobot sampel (y) = 1,1296 g
Bobot slica disk (x) = 20,4158 g
Bobot slica disk + sampel = 21,5454 g
Bobot slica disk + sampel setelah dioven 105°C (z) = 21,4654 g
Penyelesaian:
Kadar Air =
= 20,4158 + 1,1296 – 21,4654 X 100%
1,1296
= 21,5454-21,4654 X 100%
1,1296
= 7,082%
Kadar Bahan Kering = 100% - 7,082%
= 92,917%
Kadar Abu
Bobot silica disk kosong (x) = 20,4158 g
Bobot sampel sebelum ditanur (y) = 1,1296 g
Bobot sampel + silica disk setelah ditanur (z) = 20,4532 g
Kadar Abu =
= 20,4532 – 20,4258 X 100%
1,1296
=3,38%
kadar abu dalam BK = 100 x % abu
% BK
= 100 x 3,38%
92,917
= 3,64 %
Penentu kadar serat kasar
Bobot sampel awal (x) = 1,0828 g
Bobot sampel + crucible + glasswool setelah oven 105 °C (Y) =
22,3394 g
Bobot sisa pembakaran 550 – 600 °C (z) = 22,0424 g
Kadar serat kasar =
= 22,3394 - 22,0424 x 100%
1,0828
= 27,43 %
kadar serat kasar dalam BK = 100 x % serat kasar
% BK
= 100 x 27,43%
92,917
= 29,52 %
Penentuan kadar protein kasar
Jumlah titrasi sampel (x) = 7,5 mL
Jumlah titrasi blanko (y) = 0,3 mL
Bobot sampel = 0,5099 g
Kadar Protein Kasar = x 100%
= (7,5 – 0,3) x 0,1 . 0,014. 6,26 x 100%
0,5099
= 12,35%
kadar protein kasar dalam BK = 100 x % protein kasar
% BK
= 100 x 12,35%
92,917
= 13,29 %
Penentuan kadar Lemak Kasar
Kadar lemak kasar dalam BK = 100 x 9,68%
92,917
= 10,42%
Kadar ETN = 100% - (10,42% + 13,39% -+29,52%-=3,64%)
= 3,83%