Laporan Batik Agnesa

11
KATA PENGANTAR Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena kehendak-Nya kami dapat menyusun Karya Tulis ini. Makalah ini dibuat dengan tujuan memberikan melaporkan tentang Hasil Kegiatan Selama Kami Mengikuti Studi Lapangan. Kami menyadari hasil yang telah kami capai ini sangatlah belum sempurna, oleh sebab itu kami mohon kritik dan saran demi perbaikan kami pada masa yang akan datang. Akhirnya kami berharap semoga Karya Tulis ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan Ilmu Pengetahuan Sejarah Nasional bangsa kita dan memberikan informasi kepada yang berkepentingan untuk dapat kiranya direalisasikan sesuai dengan harapan kami. Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih.

Transcript of Laporan Batik Agnesa

Page 1: Laporan Batik Agnesa

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa

karena kehendak-Nya kami dapat menyusun Karya Tulis ini.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memberikan melaporkan tentang Hasil

Kegiatan Selama Kami Mengikuti Studi Lapangan. Kami menyadari hasil yang

telah kami capai ini sangatlah belum sempurna, oleh sebab itu kami mohon kritik

dan saran demi perbaikan kami pada masa yang akan datang.

Akhirnya kami berharap semoga Karya Tulis ini dapat bermanfaat untuk

menambah wawasan dan Ilmu Pengetahuan Sejarah Nasional bangsa kita dan

memberikan informasi kepada yang berkepentingan untuk dapat kiranya

direalisasikan sesuai dengan harapan kami. Sebelumnya kami mengucapkan terima

kasih.

Tasikmalaya, 8 Mei 2011

Penyusun

Page 2: Laporan Batik Agnesa

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Latar Belakang penyusunan Makalah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas dari sekolah. Selain itu juga rasa keingintahuan terhadap sejarah kebudayaan bangsa Indonesia, merupakan salah satu faktor yang melatar belakangi penyusunan Makalah ini.

1.2.Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan Karya Tulis ini adalah untuk

Menanamkan rasa cinta tanah air, bangsa, persatuan dan kesatuan, mengembangkan cakrawala wawasan siswa yang kaitannya dengan seni budaya nasional bangsa kita.

Memperkaya pengalaman para siswa mengenai obyek-obyek wisata dengan cara melihat, mendengar, meraba serta merasakan sendiri bagaimana rupa atau bentuk obyek dalam keadaan sebenarnya.

Mendidik dan melatih para siswa membuat karya tulis sebagai laporan observasi.

Menambah pengetahuan dan pengalaman siswa dalam proses belajar sebagai bidang studi pemahaman teori yang diajarkan di sekolah.

Menghindari terjadinya verbalisme di kalangan para siswa.

1.3. Metode Penelitian

Penelitian yang kami lakukan dalam menyusun karya tulis ini, yaitu kami langsung mengunjungi obyek tersebut dengan cara melihat, meraba, mendengar dan merasakan sendiri bagaimana bentuk dan rupa obyek wisata tersebut. Selain itu juga didalam penelitian kami dibantu Pemandu Wisata (Guide).

Page 3: Laporan Batik Agnesa

BAB IIPEMBAHASAN

2.1. Sejarah"Memangnya di Tasik ada batik?" Pertanyaan itu kerap diucapkan

pengunjung pameran kepada perajin batik dari Tasikmalaya. Begitu pun terhadap batik ciamis dan garut, yang juga memiliki tradisi panjang dalam olah seni batik di tanah Priangan. Akibat meredupnya pamor batik khas dari Tatar Sunda itu, baik karena berubahnya selera masyarakat maupun lantaran serbuan kain tekstil bercorak batik, selama beberapa dekade keberadaan batik priangan seperti dilupakan. Sebagai seni kerajinan yang tumbuh di sejumlah daerah pedalaman Jawa Barat, khususnya di Priangan Timur, batik priangan bahkan pernah dikabarkan akan punah.

Akan tetapi, kini pertanyaan bernada menggugat sekaligus kekhawatiran punahnya salah satu warisan budaya bangsa itu tak perlu lagi terlalu dirisaukan. Paling tidak, saat ini ada sekitar 30 perusahaan batik di Cipedes, Kota Tasikmalaya, dan 10 perusahaan batik di Sukapura, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Tasikmalaya,tengah gencar menancapkan bendera bisnisnya. Begitu pun di Garut dan Ciamis.

Sesungguhnya, Tasikmalaya memiliki tradisi dan sejarah batik yang kuat. Masa keemasan batik tasik berkisar tahun 1950-1960-an, bersamaan dengan kejayaan Koperasi Mitra Batik yang didirikan tahun 1939. Saat itu, kata Cacu (60), pemilik batik Agnesa, sebuah perusahaan memiliki pekerja batik cap minimal 50 orang.

"Dulu, kain batik masih dipakai untuk sarung. Kalau di Karawang panen raya, misalnya, pengusaha batik dari Tasik membawa berapa pun batik ke sana pasti laku. Batik dipakai ibu-ibu sehari-hari, termasuk pergi ke sawah," tutur Cacu.

Koperasi Mitra Batik sendiri muncul sebagai jawaban dari kegelisahan para pengusaha batik di Tasikmalaya terhadap perdagangan kain mori dan obat pewarna yang dikuasai pengusaha keturunan Tionghoa. Koperasi ini, di tahun 1960-an, menjadi produsen kain mori terbesar se-Indonesia dan memiliki ribuan karyawan.

Salah seorang saksi sejarah batik tasik adalah Latifah. Perempuan yang kini berusia 85 tahun itu belajar membuat batik tulis yang halus sejak usia belasan tahun. Kala itu, ia diajarkan langsung oleh ibunya. "Mereka yang dulu belajar menulis batik bersama-sama dengan saya sudah banyak yang meninggal," ungkap perempuan yang biasa dipanggil Mak Ipoh dan hingga kini masih membatik.

Page 4: Laporan Batik Agnesa

Tidak hanya di Tasikmalaya, tradisi dan sejarah batik pun ada di Garut. Menurut Darpan Ariawinangun, penulis buku Seputar Garut, kebiasaan membatik memang sudah lama ada di Tatar Sunda. Dalam naskah Sunda kuno, Siksa Kanda Ngkaresian, pernah disinggung motif-motif batik yang ada.

Bahkan, akhir abad ke-19, KF Holle, juragan perkebunan teh Waspada, di Cikajang, Garut, sempat membuka industri batik di perkebunannya. Mengutip sebuah buku perjalanan wisata bagi turis-turis asing berjudul Garoet en Omstreken, Darpan menambahkan, pada 1920-an batik garutan sudah dijadikan buah tangan khas yang kerap dibawa orang sepulang dari Garut.

Beberapa waktu lalu, ketika kaintekstil bercorak batik (printing) marak, batik tasik tidak mampu bersaing. Meskin masih berproduksi dalam jumlah terbatas, agar tetap bertahan, pemasaran batik tasik ada yang diserahkan kepada pengusaha di luar daerah sehingga orang lainlah yang punya nama.

Sebagian besar masyarakat Priangan Timur bekerja di bidang pertanian. Jika tidak menggarap sawah, mereka punya kebun atau ikan di kolam yang harus dipelihara. Aktivitas keseharian ini yang ikut memengaruhi corak dan batik dari wilayah Priangan Timur. Apa yang mereka lihat di sawah, ladang, atau kolam kemudian dituangkan menjadi motif di atas kain mori. Tidak heran apabila motif batik dari Priangan didominasi oleh flora dan fauna. Pada batik tasik, misalnya, ada awi ngarambat (bambu merambat), merak ngibing (merak menari), laba-laba, burung keladi, gurami, dan daun talas. Pada batik garutan, selain flora dan fauna, ada juga motif-motif geometrik, seperti belah ketupat.

Tradisi membatik dan budaya agraris ini pada akhirnya ibarat dua sisi mata uang. Ketika tiba panen padi atau musim tanam, para pembatik akan ke sawah dan menunda sementara pekerjaan membatiknya.

Perilaku membatik seperti ini pun, kata Ecin Kuraesin (60), perajin batik dari Sukapura, masih berlangsung hingga kini. Para pembatik di tempat Ecin memiliki sawah garapan masing-masing. Ketika musim panen atau tanam tiba, mereka tidak bisa dihalangi untuk tidak pergi ke sawah. Dengan demikian, praktis kegiatan membatik pun ditunda sementara.

Meskipun sama-sama berada di Tasikmalaya, terdapat perbedaan corak warna antara batik dari Tasik dan batik dari Sukapura. Warna batik sukapura hanya terbatas pada merah marun, putih, hitam, dan gading. Sebaliknya, permainan warna pada batik tasik dan garut cenderung lebih berani. Warna-warna cerah sesuai permintaan pasar tak canggung diterapkan. Supriyadi Harmaen dari Dimas Batik berpendapat, warna cerah pada batik tasik seolah cerminan masyarakat Sunda yang periang.

Page 5: Laporan Batik Agnesa

Perkembangan fashion harus diakui telah membawa berkah bagi pelaku usaha batik priangan. Semakin beragamnyapenggunaan kain batik, tak hanya untuk sarung seperti dulu kala, bisa meningkatkan permintaan kain atas batik. Penghargaan masyarakat terhadap warisan kebudayaan bangsa akan jadi kunci keberlangsungan tradisi dan sejarah batik di Priangan.

2.2. Teknik dan Langkah-langkah Pembuatan BaktikBerikut ini adalah alat dan bahan yang harus disiapkan untuk membuat

batik tulis :

o Kain mori (bisa terbuat dari sutra atau katun) o Canting sebagai alat pembentuk motif, o Gawangan (tempat untuk m enyampirkan kain) o Lilin (malam) yang dicairkan o Panci dan kompor kecil untuk memanaskan o Larutan pewarna

Adapun tahapan-tahapan dalam proses pembutan batik tulis ini:

1. Langkah pertama adalah membuat desain batik yang biasa disebut molani. Dalam penentuan motif, biasanya tiap orang memiliki selera berbeda-beda. Ada yang lebih suka untuk membuat motif sendiri, namun yang lain lebih memilih untuk mengikuti motif-motif umum yang telah ada. Motif yang kerap dipakai di Indonesia sendiri adalah batik yang terbagi menjadi 2 : batik klasik, yang banyak bermain dengan simbol-simbol, dan batik pesisiran dengan ciri khas natural seperti gambar bunga dan kupu-kupu. Membuat design atau motif ini dapat menggunakan pensil.

2. Setelah selesai melakukan molani, langkah kedua adalah melukis dengan (lilin) malam menggunakan canting (dikandangi/dicantangi) dengan mengikuti pola tersebut.

3. Tahap selanjutnya, menutupi dengan lilin malam bagian-bagian yang akan tetap berwarna putih (tidak berwarna). Canting untuk bagian halus, atau kuas untuk bagian berukuran besar. Tujuannya adalah supaya saat pencelupan bahan kedalam larutan pewarna, bagian yang

Page 6: Laporan Batik Agnesa

diberi lapisan lilin tidak terkena.

4. Tahap berikutnya, proses pewarnaan pertama pada bagian yang tidak tertutup oleh lilin dengan mencelupkan kain tersebut pada warna tertentu .

5.

Setelah dicelupkan, kain tersebut di jemur dan dikeringkan. 6. Setelah kering, kembali melakukan proses pembatikan yaitu melukis dengan

lilin malam menggunakan canting untuk menutup bagian yang akan tetap dipertahankan pada pewarnaan yang pertama.

7. Kemudian, dilanjutkan dengan proses pencelupan warna yang kedua. 8. Proses berikutnya, menghilangkan lilin malam dari kain tersebut dengan cara

meletakkan kain tersebut dengan air panas diatas tungku. 9. Setelah kain bersih dari lilin dan kering, dapat dilakukan kembali proses

pembatikan dengan penutupan lilin (menggunakan alat canting)untuk menahan warna pertama dan kedua.

10. Proses membuka dan menutup lilin malam dapat dilakukan berulangkali sesuai dengan banyaknya warna dan kompleksitas motif yang diinginkan.

Page 7: Laporan Batik Agnesa

11. Proses selanjutnya adalah nglorot, dimana kain yang telah berubah warna direbus air panas. Tujuannya adalah untuk menghilangkan lapisan lilin, sehingga motif yang telah digambar sebelumnya terlihat jelas. Anda tidak perlu kuatir, pencelupan ini tidak akan membuat motif yang telah Anda gambar terkena warna, karena bagian atas kain tersebut masih diselimuti lapisan tipis (lilin tidak sepenuhnya luntur). Setelah selesai, maka batik tersebut telah siap untuk digunakan.

12. Proses terakhir adalah mencuci kain batik tersebut dan kemudian mengeringkannya dengan menjemurnya sebelum dapat digunakan dan dipakai.

BAB IIIPENUTUP

Kesimpulan

Batik Agnesa adalah salah satu karya seni dari daerah Tasikmalaya yang harus dilestarikan dan tetap dijaga supaya tidak punah. Semakin

Page 8: Laporan Batik Agnesa

banyak warna pada batik semakin lama pembuatan batik yang dibuat dan wajar batik tersebut terbilang mahal karena proses pembuatannya yang begitu rumit.