laporan bakso
Transcript of laporan bakso
I. TUJUAN
I.1. Tujuan Instruksional Umum
Memahami proses dan faktor-faktor yang berpengaruh pada pengolahan
bakso, serta pengendalian faktor tersebut yang berhubungan dengan mutu produk
yang dihasilkan.
I.2. Tujuan Instruksional Khusus
1. Dapat menjelaskan dan melakukan proses pengolahan bakso.
2. Dapat menyebutkan dan menjelaskan faktor yang berpengaruh pada
proses pengolahan bakso.
II. DASAR TEORI
Bakso merupakan produk olahan daging yang berbentuk emulsi dengan
lemak sebagai komponen atau zat teremulsi serta protein dan air sebagai zat atau
komponen pengemulsinya. Dalam pembuatan bakso terdapat beberapa hal yang
sangat menentukan kualitas atau mutu dari bakso yang dihasilkan antara lain:
1. Kualitas daging yang digunakan dan macam tepung serta perbandingan
adonan yang digunakan.
2. Pemakaian bahan tambahan yang digunakan.
3. Cara pemasakan.
Menurut Wibowo (2004), kriteria mutu sensoris bakso ikan meliputi:
1. Penampakan: bentuk bulat halus, berukuran seragam, bersih dan cemerlang,
tidak kusam. Sedikitpun tidak tampak berjamur dan tidak berlendir.
2. Warna: agak keputihan, merata tanpa warna lain yang mengganggu.
3. Bau: khas daging segar rebus dominan, tanpa bau tengik, masam, basi atau
busuk, bau bumbu cukup tajam.
4. Rasa: lezat, enak, rasa daging dominan dan rasa bumbu cukup menonjol tetapi
tidak berlebihan, tidak terdapat rasa asing yang mengganggu.
5. Tekstur: kompak, elastis, kenyal tetapi tidak liat atau membal, tidak ada serat
daging, tidak lembek, tidak basah berair, dan tidak rapuh.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat bakso ikan tengiri adalah:
1. Ikan
Ikan segar yang digunakan adalah ukuran sedang dan besar. Komposisi
gizi ikan segar dapat dilihat pada Tabel 2.1. Ikan yang digunakan untuk bakso
sebaiknya cepat dibekukan agar memberikan rasa dan aroma bakso yang lebih
gurih. Kelebihan dari ikan tengiri adalah memiliki rasa yang gurih, kenyal, tidak
mudah hancur saat dijadikan adonan, dan memiliki aroma yang khas saat dimasak
(aroma yang tajam) (Muthohar dan Setyanova, 2004).
Tabel 2.1. Komposisi Gizi Ikan Segar per 100 gram.Komponen Kadar (%)
Kandungan airProteinLemakMineral dan Vitamin
76.0017.004.50
2.52 4.50Sumber: Muthohar dan Setyanova (2004)
2. Tepung tapioka
Untuk menghasilkan bakso daging yang lezat dan bermutu tinggi, jumlah
tepung yang digunakan sebaiknya paling banyak 15 % dari berat daging. Idealnya,
tepung tapioka yang ditambahkan sebanyak 10 % dari berat daging.
3. Bumbu-bumbu
Penambahan bumbu bertujuan untuk memperbaiki cita rasa dan menutupi
bau daging yang kurang disukai seperti bau tengik. Bumbu berupa garam dapur,
bawang putih, dan merica. Garam dapur dan bawang putih yang dibutuhkan
biasanya 3% dan 5% dari berat daging. Larutan garam akan melarutkan protein
daging dan meningkatkan daya ikat protein daging (Purnomo, 1990).
4. Es atau air es
Es batu membantu pembentukan adonan dan memperbaiki tekstur bakso,
serta menjaga suhu adonan tetap rendah selama penggilingan (Anonymous, 2001).
Adanya peningkatan suhu akan mengganggu pada pembentukan emulsi. Menurut
Soeparno (2005), stabilitas emulsi maksimum diperoleh melalui pencacahan dan
penghancuran lemak dan daging pada suhu 3-11˚C. Suhu di atas 22˚C dapat
mengakibatkan pecahnya emulsi, protein daging terdenaturasi, penurunan
viskositas emulsi, dan lelehnya partikel lemak.
5. Sodium Tripolifosfat (STTP)
Sodium TripolyPhosphste (STPP) merupakan condensed phosphate yang
terdiri atas tiga unit atom fosfat yang terikat oleh jembatan oksigen dalam suatu
struktur yang berbentuk rantai (Sofos, 1986).
O O O
Na – O – P – O – P – O – P – O – Na
O O O
Na Na Na
Gambar 2.1. Struktur Kimia Sodium Tripolyphosphate (STPP)
Sifat umum STPP adalah sedikit alkali (pH = 10), larut dalam air dan
merupakan sequestran bagi ion Ca dan Mg (Considine dan Considine, 1992).
Protein – Ca2+ Protein + PP(polyphosphate) Protein – Ca – PP + protein
Penggunaan STTP pada produk hewani adalah untuk meningkatkan
kapasitas pengikatan air dari daging, pengembang flavor, pengontrol pH,
menstabilkan protein untuk mencegah denaturasi, emulsifier pada pembuatan
sosis, dan buffer pada teknik pengolahan pangan (Tranggono, 1990).
6. Bayam
Bayam merupakan salah satu jenis sayuran yang mudah diperoleh di pasar.
Berdasarkan cara penanamannya jenis bayam dibedakan menjadi bayam cabut dan
bayam petik. Bayam cabut dipanen dengan cara dicabut seluruh bagian tanaman
beserta akar-akarnya, sedangkan bayam petik dipetik daun atau pucuk daunnya
sehingga dapat dilakukan berulang kali sepanjang tanaman masih produktif.
Tabel 2.2. Komposisi gizi bayam per 100 gramNo Kandungan Bayam Berat1 Air 91,58 g2 Energi 22 kcal3 Protein 2,86 g4 Total lemak 0,35g5 Karbohidrat 3,5 g6 Serat 2,7 g7 Ampas 1,72 gSumber: http://www.asiamaya.com
Tabel 2.3. Komposisi mineral bayam per 100 gramNo Mineral Berat1 Kalsium, Ca 99 mg2 Besi, Fe 2,71 mg3 Magnesium, Mg 79 mg4 Phospor, P 49 mg5 Potassium, K 558 mg6 Sodium, Na 79 mg7 Seng, Zn 0.53 mg8 Tembaga, Cu 0.13 mg9 Mangan, Mn 0.897 mg
Sumber: http://www.asiamaya.com
Tabel 2.4. Komposisi vitamin bayam per 100 gramNo Vitamin Berat1 Vitamin C, asam askorbat 28.1 mg2 Thiamin 0.078 mg3 Riboflavin Riboflavin 0.189 mg4 Niacin 0.724 mg5 Asam Pantothenic 0.065 mg6 Vitamin B-6 0.195 mg7 Folate 194.4 mcg8 Vitamin B-12 0 mcg9 Vitamin A 672 mcg_RE10 Vitamin E 1.89 mg_ATE
Sumber: http://www.asiamaya.com
III. ALAT DAN BAHAN
III.1. Alat
- Pisau
- Piring plastik
- Tabung
Sentrifuge
- Sentrifugator
- Telenan
- Chopper
- Penetrometer
- Timbangan
- Panci
- Termometer
- Baskom
- Sendok
- Solet
- Lap
III.2. Bahan
- Ikan Tengiri
- Tepung tapioka
- Garam
- Air mineral
- Merica
- Bawang putih
- STPP
- Bayam
IV. CARA KERJA
Perebusan 30’
Bakso ikan
Pengamatan:- tekstur (penetrometer)- WHC (Water Holding Capacity)- Organoleptik (tekstur, rasa, juiceness)
Perendaman dalam air es, 15’
Tepung tapioka 15%
Tepung tapioka 15%+ 5% bayam
Tepung tapioka 15% + 10 %
bayam
Pembentukan
Ikan Tenggiri
Penyiangan
Pemberian air jeruk nipis di sekitar daging ikan
Penggilingan I, 40’’ Es 20%
Penggilingan II Penggilingan IIPenggilingan II Penggilingan IIPenggilingan II
Tepung tapioka 15% + 15 %
bayam
Tepung tapioka 15% + 20 %
bayam
Uraian Proses:
1. Penyiangan
Penyiangan dilakukan untuk membuang sisik ikan, jeroan dan insang
karena isi perut yang menjadi sumber enzim dan bakteri dapat merusak daging
ikan. Penyiangan dilakukan dengan hati-hati agar isi perut tidak mencemari
daging (Wibowo, 1995). Filleting dilakukan dengan menyeset daging ikan dengan
pisau tajam mulai dari pangkal ekor sampai kearah tutup insang sehingga
diperoleh fillet. Kulit pada fillet dikelupas dan dipisahkan karena kulit tidak
digunakan dalam pembuatan bakso.
2. Pemberian air jeruk nipis di sekitar daging ikan
Air jeruk nipis dapat mengurangi bau amis pada ikan dan bakso ikan yang
dihasilkan. Pemberian air jeruk nipis tidak boleh terlalu banyak karena dapat
mengasamkan ikan. Jika mencapai pI (titik isoelektris), protein akan terdenaturasi
dan tidak dapat membentuk emulsi.
3. Penggilingan I, 40’’
Penggilingan dilakukan di chopper dengan penambahan es 20%. untuk
menghambat proses kemunduran kesegaran ikan karena semakin segar ikan maka
semakin baik bakso yang dihasilkan.
4. Penggilingan II
Penggilingan daging bertujuan untuk memperkecil ukuran daging dan
meningkatkan ekstraksi protein miofibrilar karena penggilingan dapat
mengakibatkan terpotongnya aktin dan miosin dan membantu kelarutan protein
atau mengekstrak protein yang terdapat dalam serabut otot tersebut. Penggilingan
juga bertujuan untuk mencampur semua bahan yang digunakan supaya terbentuk
adonan yang homogen dan kompak. Tujuan penambahan filler adalah
memperbaiki stabilitas emulsi, mereduksi penyusutan selama pemasakan,
memperbaiki sifat irisan, meningkatkan cita rasa, dan mengurangi biaya produksi.
Filler yang ditambahkan adalah tepung yang mengandung pati. Pati
ditambahkan terutama sebagai bahan pengisi dan mengurangi biaya produksi. Hal
ini berhubungan dengan sifat pati yang dapat membentuk gel bila dilakukan
pemanasan yang menyebabkan protein daging mengalami pengerutan dan
molekul pati mengisi rongga-rongga di antara benang-benang protein (Kanoni
dan Naruki, 1992).
Pada penggilingan II ini ditambahkan bumbu-bumbu, STPP, sayur bayam,
dan tapioka. Konsentrasi sayur bayam yang ditambahkan adalah 5%, 10%, 15%,
20%.
STPP berfungsi untuk mengikat air karena mampu berikatan dengan
muatan positif protein sehingga meningkatkan WHC dan membentuk gel protein
yang kompak (Sofos, 1986). Rempah-rempah jenis tertentu, seperti bawang putih
dan merica ditambahkan untuk meningkatkan dan memberikan flavor yang
spesifik pada produk (Dutson dan Pearson, 1987). Rempah-rempah pada
umumnya ditambahkan pada produk daging olahan yang sudah diproses, misalnya
digiling atau diekstraksi (Soeparno, 1998).
5. Pembentukan
Pembentukan dilakukan secara manual menggunakan kepalan tangan yang
menghasilkan bakso berdiameter kurang lebih 1,5 cm (Kanoni dan Naruki, 1992).
6. Perendaman dalam air es, 15’
7. Perebusan 30’
Menurut Sugiyono (1991) dalam Lenah (1993), perebusan bakso
dilakukan pada suhu 90◦C. Selama proses perebusan terjadi transfer panas yang
terpenetrasi masuk dan diikat oleh komponen bahan penyusun terutama pati dan
protein. Perebusan pada suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan lemak
terpisah pada sistem emulsi karena lemak mengembang dan protein mengkerut
secara mendadak sehingga matriks protein pecah dan lemak keluar dari campuran.
Perebusan dianggap selesai ditandai dengan mengapungnya bakso di permukaan,
kemudian ditiriskan dan dikemas.
8. Penirisan dan Pendinginan.
Pendinginan dilakukan setelah perebusan atau pemasakan. Kemudian baru
dilakukan beberapa pengamatan antara lain pengamatan warna atau kenampakan,
tekstur dan rasa secara organoleptik dan kadar air serta pengukuran keempukan
dengan menggunakan penetrometer.
V. HASIL PENGAMATAN
V.1. Perlakuan
Kode Sampe
l Ikan
Tengiri Bayam Tapioka Merica GaramBawang
Putih STPPEs
Batu
149 0% 255 - 45 0,48 6 15 1,2 60
205 5% 242,25 12,75 45 0,48 6 15 1,2 60
268 10% 229,5 25,5 45 0,48 6 15 1,2 60
257 15% 216,75 38,25 45 0,48 6 15 1,2 60
274 20% 204 51 45 0,48 6 15 1,2 60
V.2. Data WHC
Sampelvolume
awal (mL)volume
akhir (mL) WHC
149 5 2,5 50%
205 5 2,4 52%
268 5 2,1 58%
257 5 2,4 52%
274 5 0,8 84%
V.3. Kekerasan (Penetrometer)
Sampel I II III
149 0,36 0,33 0,45
205 0,91 0,64 0,59
268 2,00 3,00 3,13
257 0,19 0,19 0,22
274 0,58 0,58 0,55
V.4. Rasa
PanelisRasa
149 205 268 257 2741 6 3 4 6 52 2 5 6 4 13 5 5 3 5 34 6 6 5 7 65 3 6 7 4 66 5 1 1 3 17 6 6 3 5 18 2 4 3 4 49 4 6 5 6 310 6 6 6 4 511 5 5 5 6 312 5 6 4 4 313 7 4 3 5 614 6 5 5 6 515 6 7 3 5 216 4 6 4 4 517 6 5 4 5 518 5 6 6 4 219 7 7 6 6 520 6 7 6 3 321 6 3 6 5 5
Rerata 5,1 5,2 4,5 4,8 3,8
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.Between Groups
28,533 4 7,133 3,363 ,013
Within Groups 212,095 100 2,121Total 240,629 104
Post Hoc TestsMultiple Comparisons
Dependent Variable: respon
(I) kode
(J) kode
Mean Difference (I-J)
Std. Error Sig.
95% Confidence IntervalLower Bound Upper Bound
LSD 149 205 -,048 ,449 ,916 -,94 ,84 257 ,333 ,449 ,460 -,56 1,23 268 ,619 ,449 ,171 -,27 1,51 274 1,381(*) ,449 ,003 ,49 2,27 205 149 ,048 ,449 ,916 -,84 ,94 257 ,381 ,449 ,399 -,51 1,27 268 ,667 ,449 ,141 -,23 1,56 274 1,429(*) ,449 ,002 ,54 2,32 257 149 -,333 ,449 ,460 -1,23 ,56 205 -,381 ,449 ,399 -1,27 ,51 268 ,286 ,449 ,526 -,61 1,18 274 1,048(*) ,449 ,022 ,16 1,94 268 149 -,619 ,449 ,171 -1,51 ,27 205 -,667 ,449 ,141 -1,56 ,23 257 -,286 ,449 ,526 -1,18 ,61 274 ,762 ,449 ,093 -,13 1,65 274 149 -1,381(*) ,449 ,003 -2,27 -,49 205 -1,429(*) ,449 ,002 -2,32 -,54 257 -1,048(*) ,449 ,022 -1,94 -,16 268 -,762 ,449 ,093 -1,65 ,13
* The mean difference is significant at the .05 level.
Homogeneous Subsetsrespon
kode NSubset for alpha = .05
1 2Duncan(a)
27421 3,76
268 21 4,52 4,52 257 21 4,81 149 21 5,14 205 21 5,19 Sig. ,093 ,181Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sample Size = 21,000.
V.5. Tekstur
PanelisTekstur
149 205 268 257 2741 6 6 5 4 62 6 5 5 7 63 5 6 3 4 34 5 6 7 6 75 6 5 4 6 76 5 5 3 3 17 6 5 3 4 38 4 5 3 5 59 4 6 5 5 510 5 6 5 5 511 4 3 2 6 212 6 6 3 5 313 3 5 6 3 514 7 6 3 7 415 3 7 3 6 216 3 6 3 4 317 6 5 2 5 318 6 6 4 5 319 7 6 7 6 520 5 6 6 6 221 6 6 6 6 3
Rerata 5,1 5,6 4,2 5,1 4,0
ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig.Between Groups
37,390 4 9,348 5,337 ,001
Within Groups 175,143 100 1,751Total 212,533 104
Post Hoc Tests
Multiple ComparisonsDependent Variable: respon
(I) kode
(J) kode
Mean Difference (I-J)
Std. Error Sig.
95% Confidence IntervalLower Bound Upper Bound
LSD 149 205 -,429 ,408 ,297 -1,24 ,38 257 ,333 ,408 ,416 -,48 1,14 268 ,952(*) ,408 ,022 ,14 1,76 274 1,190(*) ,408 ,004 ,38 2,00 205 149 ,429 ,408 ,297 -,38 1,24 257 ,762 ,408 ,065 -,05 1,57 268 1,381(*) ,408 ,001 ,57 2,19 274 1,619(*) ,408 ,000 ,81 2,43 257 149 -,333 ,408 ,416 -1,14 ,48 205 -,762 ,408 ,065 -1,57 ,05 268 ,619 ,408 ,133 -,19 1,43 274 ,857(*) ,408 ,038 ,05 1,67 268 149 -,952(*) ,408 ,022 -1,76 -,14 205 -1,381(*) ,408 ,001 -2,19 -,57 257 -,619 ,408 ,133 -1,43 ,19 274 ,238 ,408 ,561 -,57 1,05 274 149 -1,190(*) ,408 ,004 -2,00 -,38 205 -1,619(*) ,408 ,000 -2,43 -,81 257 -,857(*) ,408 ,038 -1,67 -,05 268 -,238 ,408 ,561 -1,05 ,57
* The mean difference is significant at the .05 level.
Homogeneous Subsets
kode NSubset for alpha = .05
1 2 3Duncan(a)
274 21 3,95268 21 4,19 4,19257 21 4,81 4,81149 21 5,14205 21 5,57Sig. ,561 ,133 ,080
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sample Size = 21,000.
V.6. Juiceness
PanelisJuiceness
149 205 268 257 274
1 6 5 3 4 52 3 6 3 6 63 6 4 3 4 44 5 6 6 5 75 4 6 7 3 66 4 2 2 2 17 6 5 2 6 28 4 4 3 3 49 5 4 4 4 510 4 6 6 4 411 5 5 3 5 212 6 6 3 6 313 3 5 4 6 314 4 3 4 6 715 4 7 2 5 316 3 5 5 4 517 6 4 2 3 218 5 3 5 6 419 6 6 7 3 520 7 6 6 6 221 7 3 6 5 3
Rerata 4,9 4,8 4,1 4,6 4,0
ANOVA
Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Between Groups
15,181 4 3,795 1,749 ,145
Within Groups 216,952 100 2,170Total 232,133 104
Post Hoc TestsMultiple Comparisons
Dependent Variable: respon (I) (J) Mean Std. Sig. 95% Confidence Interval
kode kode Difference (I-J) Error Lower Bound Upper BoundLSD 149 205 ,095 ,455 ,834 -,81 1,00 257 ,333 ,455 ,465 -,57 1,24 268 ,810 ,455 ,078 -,09 1,71 274 ,952(*) ,455 ,039 ,05 1,85 205 149 -,095 ,455 ,834 -1,00 ,81 257 ,238 ,455 ,602 -,66 1,14 268 ,714 ,455 ,119 -,19 1,62 274 ,857 ,455 ,062 -,04 1,76 257 149 -,333 ,455 ,465 -1,24 ,57 205 -,238 ,455 ,602 -1,14 ,66 268 ,476 ,455 ,297 -,43 1,38 274 ,619 ,455 ,176 -,28 1,52 268 149 -,810 ,455 ,078 -1,71 ,09 205 -,714 ,455 ,119 -1,62 ,19 257 -,476 ,455 ,297 -1,38 ,43 274 ,143 ,455 ,754 -,76 1,04 274 149 -,952(*) ,455 ,039 -1,85 -,05 205 -,857 ,455 ,062 -1,76 ,04 257 -,619 ,455 ,176 -1,52 ,28 268 -,143 ,455 ,754 -1,04 ,76
* The mean difference is significant at the .05 level.
Homogeneous Subsets
kode NSubset for alpha = .05
1Duncan(a)
27421 3,95
268 21 4,10 257 21 4,57 205 21 4,81 149 21 4,90 Sig. ,063Means for groups in homogeneous subsets are displayed.a Uses Harmonic Mean Sample Size = 21,000.
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan bakso berbahan baku ikan tengiri
dengan variasi penambahan bayam sebanyak 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%.
Pengamatan dilakukan secara objektif dan subjektif. Parameter objektif yang
diamati adalah WHC (dengan sentrifugator) dan tekstur (dengan penetrometer)
sedangkan parameter subjektif yang diamati adalah rasa, tekstur, dan juiceness.
VI.1. Pengamatan Objektif
VI.1.1.Water Holding Capacity (WHC)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa WHC yang nilainya paling besar
secara berurutan adalah bakso dengan penambahan bayam sebanyak 20%, 10%,
5% dan 15% sama besar, serta 0% dengan persentase 84%, 58%, 52%, dan 50%.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya konsentrasi bayam, air yang
terikat akan semakin banyak. Bayam meningkatkan kapasitas pengikatan air
karena bayam mengandung banyak serat yang sangat hidrofilik yang dapat
mengikat maupun memerangkap air.
Faktor-faktor yang mempengaruhi WHC pada bakso adalah kadar air dan
banyaknya konsentrasi bayam yang ditambahkan pada bakso. Dari hasil
pengamatan dapat dilihat bahwa WHC yang terdapat pada bakso dengan
penambahan bayam sebanyak 5% dan 15% memiliki persentase yang sama yaitu
52%. Hal ini disebabkan pada bakso yang diberi tambahan bayam sebanyak 5%
dan 15% tidak memiliki perbedaan pengikatan air yang signifikan sehingga
perbedaan persentase WHC yang dihasilkan juga tidak terlalu jauh.
VI.1.2.Tekstur
Pengujian tekstur bakso secara objektif menggunakan alat yang disebut
penetrometer. Berdasarkan data pengamatan, dapat dilihat bahwa tekstur bakso
yang semakin lunak atau mudah ditusuk berada pada urutan dengan variasi
penambahan bayam 10%, 5%, 20%, 0%, dan 15% serta nilainya berturut-turut
adalah 2,71; 0,71; 0,57; 0,38; dan 0,20 mm/5 detik. Seharusnya, semakin banyak
penambahan konsentrasi bayam maka bakso yang dihasilkan akan semakin kenyal
dan lunak karena banyaknya air yang diikat oleh serat sehingga meningkatkan
kandungan air pada bakso. Tetapi, bakso yang diberi tambahan bayam sebanyak
15% dan 20% membuat tekstur bakso menjadi keras. Hal ini disebabkan karena
kadar serat yang terdapat dalam bakso terlalu tinggi sehingga tidak mampu
mengikat air lagi dan membuat tekstur bakso menjadi lebih keras.
VI.2. Pengamatan Subjektif
VI.2.1.Rasa
Dari hasil perhitungan uji organoleptik, didapatkan bahwa ada pengaruh
penambahan bayam terhadap penerimaan panelis dan penambahan bayam
sebanyak 20% berbeda nyata terhadap rasa dengan keempat perlakuan yang lain.
Perlakuan yang memberikan bakso dengan rasa yang paling disukai adalah
perlakuan bayam konsentrasi 5% karena bayam dapat menutupi rasa amis dari
ikan, sedangkan bayam tersebut tidak terlalu terasa.
VI.2.2.Tekstur
Dari hasil perhitungan uji organoleptik, didapatkan bahwa ada perbedaan
tingkat kesukaan yang nyata terhadap tekstur bakso di mana perlakuan bayam
konsentrasi 10% dan 20% berbeda nyata dengan konsentrasi 0% dan 5%.
Perlakuan bayam konsentrasi 15% juga berbeda nyata dengan konsentrasi 20%.
Bakso dengan perlakuan bayam konsentrasi 20% menghasilkan bakso dengan
tingkat kesukaan yang paling rendah sedangkan bayam sebanyak 5%
menghasilkan bakso dengan tingkat kesukaan yang paling tinggi. Hal ini mungkin
disebabkan tekstur bakso dengan perlakuan bayam konsentrasi 20% paling keras.
Panelis kurang menyukai bakso dengan tekstur yang keras. Bakso dengan
perlakuan bayam konsentrasi 20% keras karena terlalu banyak bayam yang
digunakan sehingga kadar serat bakso menjadi lebih tinggi dan cukup sulit untuk
ditelan. Penggunaan bayam meningkatkan air yang terikat pada bakso sehingga
proporsi air dalam bakso makin besar. Tetapi proporsi bayam yang ditambahkan
juga harus seimbang agar bakso tidak terlalu keras akibat kadar serat di dalamnya
terlalu tinggi.
Selain itu, suhu adonan setelah penggilingan sekitar 27˚C. Suhu di atas
22˚C mengakibatkan emulsi pecah akibat denaturasi protein yang larut, penurunan
viskositas emulsi, dan melelehnya partikel lemak (Wilson, 1960; Kramlich, 1971;
Forrest et al., 1975 dalam Soeparno, 2005). Denaturasi protein dapat
menyebabkan pecahnya emulsi selama proses panas. Penurunan viskositas emulsi
akan menurunkan stabilitas emulsi karena partikel terdispersi cenderung
berpindah ke permukaan sedangkan partikel lemak yang meleleh mudah
terdispersi menjadi partikel yang lebih kecil sehingga mempengaruhi stabilitas
emulsi (Kramlich, 1971 dalam Soeparno, 2005). Lemak ikan tengiri banyak
tersusun oleh lemak tak jenuh sehingga mudah meleleh pada sedikit kenaikan
suhu. Hal ini juga mungkin mempengaruhi kelunakan bakso yang dihasilkan.
VI.2.3.Juiceness
Juiceness berkaitan dengan WHC yaitu kemampuan daging untuk
mengikat air yang terkandung di dalam bahan atau air yang ditambahkan selama
pengolahan (Soeparno, 2005). Semakin tinggi persen WHC maka bakso akan
semakin juicy sebab kadar air dalam bakso tinggi. Konsentrasi bayam yang tinggi
seharusnya lebih memberikan kesan juicy pada bakso.
Dari hasil perhitungan uji organoleptik diperoleh data bahwa tingkat
kesukaan panelis terhadap juiciness bakso yang paling disukai adalah bakso tanpa
perlakuan (kontrol) sedangkan yang paling tidak disukai adalah bakso dengan
perlakuan bayam konsentrasi 20%. Hal ini tidak sesuai dengan data pengamatan
parameter WHC yang mungkin disebabkan pengujian ini adalah uji kesukaan
yang tidak selalu dapat disosiasikan dengan teori. Tetapi, perbedaan yang ada dari
kelima perlakuan tersebut tidak memberikan beda nyata pada tingkat kesukaan
panelis untuk parameter juiceness.
VII. KESIMPULAN
1. Semakin banyak konsentrasi bayam yang ditambahkan ke dalam bakso maka
pengikatan air dalam bakso akan lebih banyak.
2. Tekstur bakso yang semakin lunak dengan variasi penambahan bayam
berturut-turut dengan konsentrasi 10%, 5%, 20%, 0%, dan 15%.
3. Ada perbedaan tingkat kesukaan terhadap rasa dan tekstur bakso akibat
penambahan variasi konsentrasi bayam.
4. Tidak ada perbedaan tingkat kesukaan terhadap juiciness bakso akibat
penambahan variasi konsentrasi bayam.
5. Rasa, tekstur, dan juiciness bakso yang paling tidak disukai panelis adalah
bakso dengan perlakuan bayam konsentrasi 20%.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2001. Teknologi Pengolahan dan Agro Industri vol. I. Bogor : Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Bandini, Y. dan N. Azis. 1999. Bayam. Penebar Swadaya: Jakarta.
Considine, D. M. Dan Considine, G. D. 1992 Foods and food production Encyclopedia. New York : Van Nostrand Reinhold Company.
deMan, J.M. dan P. Melynchyn. 1971. Symposium: Phosphates in Food Processing. Westport: The AVI Publishing Company, Inc.
Li,W., J.A. Bowers, J.A. Cralg dan S.K. Perng. 1993. Sodium Tripolyphospate Stability and Effect in Ground Turkey Meat. Journal of Food Science 58: 501-504.
Muthahar dan Setyanova. I. 2004. Membuat Aneka Produk Olahan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Purnomo,H. 1990. Teknologi Daging. Malang : Universitas Unibraw.
Purnomo,H., D. Rosyidi dan E. Hariyadi. 2000. Substitusi Tepung Lupin (Lupinus sp) dalam Pembuatan Bakso Daging Sapi. Prosiding Seminar Nasional Industri Pangan 2000. Surabaya, 10-11-2000.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta : UGM Press.
Sofos, J. N. 1986. Use of Phosphate in Low Sodium Meat Products. Food Technol 40. 52-69
Tranggono. 1990. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta : PAU Pangan & Gizi UGM.
Wibowo, P. 2004. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.
IX. ANALISA EKONOMI
9.1. Pembelian Bahan Baku
No Bahan baku Jumlah Harga Pemakaian Harga1 Ikan tengiri 1,2 kg Rp61.200,- 1,2 kg Rp61.200,-2 Bayam 3 ikat Rp4.500,- 3 ikat Rp4.500,-
3 Tepung tapioka 500 g Rp4.500,- 500 g Rp4.500,-4 Jeruk nipis 5 buah Rp1.000,- 3 buah Rp600,-5 Air mineral dan es 1,5 L Rp2.000,- 2 L Rp2.500,-6 Bawang putih, garam,
merica, STPP- - - Rp3.000,-
Jumlah Rp76.300,-Utilitas 15% Rp11.445,-Total biaya Rp87.745,-
9.2. Laba
- 325 gram per bungkus × 5 bungkus.
- Harga: Rp17.549,- per bungkus, dijual Rp25.000,-
- Rp25.000,- × 5 bungkus = Rp125.000,-
- Laba = 125.000 – 87.745 = 37.255/87.745 × 100% = 42,46%
X. LAMPIRAN
Preparasi bahan Pencampuran bahan
Perebusan Bakso jadi
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL HEWANI
PENGARUH SUBSTITUSI PARSIAL BAYAM TERHADAP
KARAKTERISTIK BAKSO IKAN TENGIRI
Oleh:
HONDY HARTANTO – 6103008026
GENNY GUNAWAN – 6103008097
BERNADETTE MAUREEN S – 6103008100
NOVI LIANA WIJAYA – 6103008115
KELOMPOK C-2
Tanggal praktikum: 14 Febuari 2011
Dosen: Ir. Adrianus Rulianto Utomo, MP
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2011