Laporan Ari

27
12 I. JUDUL : Pengamatan Struktur Relung Hewan II. TUJUAN : 1. Mengetahui struktur relung hewan. 2. Menghitung keanekaragaman hewan di suatu mikrohabitat. 3. Mengetahui keselingkupan relung hewan di suatu mikrohabitat. 4. Menghitung indeks kesamaan hewan antara mikrohabitat yang berbeda III. TINJAUAN TEORITIS Relung adalah status organisme dalam suatu komunitas dan ekosistem tertentu yang merupakan akibat adaptasi structural, tanggap fisiologi secara fisiologi serta perilaku spesifik organism tersebut. Sehingga relung ekologi suatu hewan adalah sebagai status atau kedudukan fungsional hewan tersebut dalam habitat yang ditempatinya sehubungan dengan adaptasi fisiologi structural danpola pikirnya. Beberapa hewan dapat hidup berekosistem atau ekohabitasi pada suatu habitat bilamana hewan memiliki relung (niche) ekologi berbeda, artinya ada segregasi/pemisahan relung yang ditandai oleh adanya perbedaan dalam adaptasi fisiologi, morfologis, maupun tingkah laku. Segregasi relung hewan dapat berlangsung dalam dimensi sumber daya, kondisi bahkan dalam aspek perbedaan waktu aktif.

description

laporan

Transcript of Laporan Ari

Page 1: Laporan Ari

12

I. JUDUL : Pengamatan Struktur Relung Hewan

II. TUJUAN :

1. Mengetahui struktur relung hewan.

2. Menghitung keanekaragaman hewan di suatu mikrohabitat.

3. Mengetahui keselingkupan relung hewan di suatu mikrohabitat.

4. Menghitung indeks kesamaan hewan antara mikrohabitat yang

berbeda

III. TINJAUAN TEORITIS

Relung adalah status organisme dalam suatu komunitas dan ekosistem

tertentu yang merupakan akibat adaptasi structural, tanggap fisiologi secara

fisiologi serta perilaku spesifik organism tersebut. Sehingga relung ekologi suatu

hewan adalah sebagai status atau kedudukan fungsional hewan tersebut dalam

habitat yang ditempatinya sehubungan dengan adaptasi fisiologi structural

danpola pikirnya.

Beberapa hewan dapat hidup berekosistem atau ekohabitasi pada suatu

habitat bilamana hewan memiliki relung (niche) ekologi berbeda, artinya ada

segregasi/pemisahan relung yang ditandai oleh adanya perbedaan dalam adaptasi

fisiologi, morfologis, maupun tingkah laku. Segregasi relung hewan dapat

berlangsung dalam dimensi sumber daya, kondisi bahkan dalam aspek perbedaan

waktu aktif.

A. PENGERTIAN RELUNG

a. Menurut Hutchinson (1957)

Hutchinson telah mengembangkan konsep ekologi dan memperkenalkan

bahwa konsep relung ekologi dapat dibayangkan sebagai ruang multi dimensional

atau hipervolume dalam lingkungan memperbolehkan sesuatu organisme hidup

tanpa batas persyaratan hidup sesuatu jenis hewan adalah:

1. Relung Fundamental

Relung fundamental yaitu hipervolume yang dihuni secara abstrak,

menunjukkan potensi secara utuh yang hanya diamati dalam laboratorium dengan

kondisi yang terkendali.

Page 2: Laporan Ari

12

2. Relung Terealisasikan

Relung terealisasikan yaitu relung nyata yang dapat menunjukkan potensi

dalam spectrum yang lebih sempit dari relung fundamental karena merupakan

potensi yang benar-benar terwujudkan di alam dengan organisme-organisme lain.

Berdasarkan konsep relung ekologi Hutchinson (1957), keserupaan sumber

daya diperlukan untuk menunjukkan adanya keselingkupan dalam suatu atau

beberapa dimensi relung. Dua spesies yang berkoeksistensi dalam suatu habitat

dengan sebagai sumber dayanya yang merupakan pesaing-pesaing potensi.

b. Menurut Colinvaux (1986)

Terdapat 3 pengertian tentang relung, yaitu:

1. Relung sebagai fungsi komunitas

Relung dapat berarti temat hewan di dalam lingkungan biotiknya dalam

ruang/hubungannya dengan makanan dan musuh.

2. Relung sebagai jenis

Relung ini didefenisikan dari sudut pandang individu di dalam

populasinya, maka relung adalah sejumlah kemampuan khusus sari

individu untuk memanfaatkan sumber daya bertahan dari bahaya dan

berkompetisi sesuai dengan keperluannya.

3. Relung sebagai kualitas lingkungan

Relung jenis ini hanya dapat dijalankan pada kondisi-kondisi tertentu,

maka relung adalah sejumlah kondisi energy dimana jenis ini dapat

mengkolonisasi sumber energy secara efektif sehingga mampu

berkembangbiak dan sejumlah lainnya dapat mengkolonisasikan kondisi

lingkungan tersebut.

B. AZAS KOEKSISTENSI & PEMISAHAN RELUNG

Hewan dapat hidup berkoeksistensi bilamana hewan-hewan tersebut

menempati relung ekologi yang berbeda artinya ada pemisahan relung yang

ditandai oleh adanya perbedaan. Dalam pemisahan relung dapat berlangsung

dalam waktu aktif dan berbeda dengan dimensi sumber daya kondisi.

Page 3: Laporan Ari

12

IV. ALAT DAN BAHAN

1. Alat

No Nama Alat Jumlah

1. Parang 1 buah

2. Kuas 3 buah

3. Botol film 4 buah

4. Mikroskop 1 set

5. Kunci identifikasi serangga 2 buah

6. Loup 1 buah

7. Batang kayu yang telah tumbang & membusuk

1 batang

2. Bahan

No Nama bahan Jumlah

1. Alkohol 70 % Secukupnya

2. Kertas label Secukupnya

V. PROSEDUR KERJA :

1. Menentukan lokasi dan batang kayu yang telah tumbang dan membusuk.

Penelitian dilakukan di kawasan UNIMED (Universitas Negeri Medan),

tepatnya di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), selama 3 minggu yang

dimulai di lapangan pada hari sabtu, 30 Mei 2009.

2. Pada sebuah kayu yang tumbang dan mulai membusuk di permukaan

tanah, memperhatikan, mencatat dan mengkoleksi sampel hewan yang

terdapat pada permukaan kayu bagian atas.

3. Dengan cara yang sama, memperhatikan, mencatat dan mengkoleksi

sampel hewan yang ada di balik kayu.

4. Membalikkan batang kayu tersebut. memperhatikan, mencatat dan

mengkoleksi sampel hewan yang terdapat di bawah batang kayu tersebut.

5. Membongkar bagian dalam kayu dengan bantuan parang, memperhatikan,

mencatat dan mengkoleksi sampel hewan yang ada di dalamnya.

Page 4: Laporan Ari

12

6. Memasukkan data-data tersebut ke dalam tabel berikut :

No Bagian Kayu Nama Hewan Jumlah Keterangan

1. Permukaan atas

kayu

1.

2.

2. Di balik kulit kayu 1.

2.

3. Di batang kayu 1.

2.

4. Di bawah kayu 1.

2.

7. Mengindentifikasi fauna dengan bantuan loup atau mikroskop dan buku

literatur.

8. Menganilisis data yang diperoleh.

Setelah diperoleh data dari pengamatan di lapangan, data tersebut diolah

dengan menggunakan analisis data seperti:

1. Keanekaragman Jenis

Keanekaragaman jenis adalah parameter yang sangat berguna

untuk mempelajari pengaruh gangguan biotik, untuk mengetahui tingkatan

suksesi atau kestabilan suatu komunitas. Keanekaragaman jenis ditentukan

dengan menggunakan rumus Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener :

dimana : H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener

ni = Jumlah individu jenis ke-n

N = Total jumlah individu

2. Indeks Kemerataan jenis

Page 5: Laporan Ari

12

dimana : E = Indeks kemerataan jenis

H = Indeks keanekaragaman jenis

S = Jumlah jenis

3. Indeks Kesamaan dan Ketidaksamaan Sorensen

Dimana : IS = Indeks Kesamaan

c = Jumlah jenis yang terdapat di kedua biotope

A = Jumlah jenis yang ada di biotope A

B = Jumlah jenis yang ada si biotope B

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 6: Laporan Ari

12

6.1 Hasil

Tabel 6.1. Hasil Pengamatan Hewan di Batang Kayu

No Bagian Kayu Nama Hewan (ordo) Jumlah (ekor)

1. Permukaan atas kayu 1. Arachnida

2. Hymenoptera

3. Coleoptera

6

53

17

2. Di balik kulit kayu 1. Coleoptera

2. Hymenoptera

25

47

3. Di bawah kayu 1. Blattaridae

2. Hymenoptera

3. Chillopoda

4. Gastropoda

3

60

10

5

4. Di dalam kayu 1. Mallophaga

2. Annelida

3. Blattaridae

4. Gastropoda

5. Isoptera

6. Chillopoda

7. Hymenoptera

7

5

3

3

73

2

52

6.2. Pembahasan

6.2.1. Analisis Data

Pengamatan dilakukan selama 1 hari di lapangan, kemudian di hari

berikutnya diidentifikasi di laboratorium dengan menggunakan mikroskop, loup

dan buku identifikasi serangga.

Setelah dilakukan pengamatan dengan mikroskop, ternyata hewan yang

didapat tidak hanya berasal dari takson insecta tetapi juga ada yang termasuk ke

dalam takson Annelida, Arachnida, dan Gastropoda.

Dari data tersebut, dapat dicari keanekaragaman, kemerataan dan indeks

kesamaan fauna sebagai berikut:

a. Keanekaragaman Shannon-winner (H’)

Page 7: Laporan Ari

12

Tabel 6.2. Keaekaragaman Fauna

No Ordo Jumlah Spesies (ni)

1. Arancnida 6 -0.0667

2. Hymenoptera 212 -0.31978

3. Coleoptera 42 -0.24663

4. Blattaridae 6 -0.0667

5. Chillopoda 12 -0.11099

6. Gastropoda 8 -0.08273

7. Mallophaga 7 -0.07491

8. Annelida 5 -0.05804

9. Isoptera 73 -0.31989

N = 317 1.34637

Dalam menentukan indeks keanekaragaman, terdapat parameter

menurut Shannon Winner, yaitu:

H’ < 1 = Keanekaragaman rendah dan komunitas tidak

stabil

1<H’<3 = Keanekaragaman sedang dan komunitas stabil

H’>3 = Keanekaragaman tinggi dan komunitas stabil

Dari data menunjukkan bahwa :

Page 8: Laporan Ari

12

H’= 1,34637. berarti 1<H’<3, maka keanekaragaman spesies sedang dan

komunitas stabil

Artinya, pada sebuah mikrohabitat sebatang kayu yang lapuk,

komunitas memiliki tingkat keanekaragaman sedang khususnya serangga

(insect). Tingkat keanekaragaman berada di tingkatan ordo dan spesies,

hal ini dibuktikan dari data yang diperoleh.

b. Indeks Kemerataan Jenis (E)

E = 1,34637 x 100% Ln (9)

= 1,34637 x 100 % 2,197 = 0,612

Parameter kemerataan:

E < 0.3 menunjukkan kemerataan jenis tergolong rendah,

E = 0.3 – 0.6 kemerataan jenis tergolong sedang dan

E > 0.6 maka kemerataaan jenis tergolong tinggi.

Berdasarkan analisis yang diperoleh, besar E = 0,612. Maka

kemerataan jenis tergolong tinggi.

c. Indeks Kesamaan dan Ketidaksamaan Sorensen

Untuk mencari indeks kesamaan dan ketidaksamaan Sorensen,

dibandingkan antara 2 biotop (komunitas), misalnya antara hewan yang

Page 9: Laporan Ari

12

berada di permukaan kayu dengan yang berada di bawah kulit kayu, dan

seterusnya.

Tabel 6.3. Antara Bagian Permukaan Atas Kayu Dengan Di Balik Kulit

Kayu

No Ordo Area

Bagian permukaan atas

kayu

Di balik kulit kayu

1. Arachnida 6 -

2. Hymenoptera 53 25

3. Coleoptera 17 47

Indeks ketidaksamaan = 100% - 80% = 20 %

Tabel 6.4. Antara Bagian Permukaan Atas Kayu Dengan Di Bawah Kayu

No Ordo Area

Bagian permukaan atas

kayu

Di Bawah Kayu

1. Arachnida 6 -

2. Hymenoptera 53 60

3. Coleoptera 17 -

4. Blattaridae - 3

5. Chillopoda - 10

6. Gastropoda - 5

Page 10: Laporan Ari

12

Indeks ketidaksamaan = 100% - 28,5% = 71,5 %

Tabel 6.5. Antara Bagian Permukaan Atas Kayu Dengan Di Dalam Kayu

No Ordo Area

Bagian Permukaan Atas

Kayu

Di Dalam Kayu

1. Arachnida 6 -

2. Hymenoptera 53 52

3. Coleoptera 17 -

4. Mallophaga - 7

5. Annelida - 5

6. Blattaridae - 3

7. Gastropoda - 3

8. Isoptera - 73

9. Chillopoda - 2

Indeks ketidaksamaan = 100% - 20% = 80%

Tabel 6.6. Antara Bagian Di Balik Kulit Kayu Dengan Di Bawah Kayu

No Ordo Area

Di Balik Kulit Di Bawah Kayu

Page 11: Laporan Ari

12

Kayu

1. Coleoptera 25 -

2. Blattaridae - 3

3. Hymenoptera 47 60

4. Chillopoda - 10

5. Gastropoda - 5

Indeks ketidaksamaan = 100% - 33,3% = 66,7 %

Tabel 6.7. Antara Bagian Di Balik Kulit Kayu Di Dalam Kayu

No Ordo Area

Di Balik Kulit Kayu Di Dalam Kayu

1. Blattaridae - -

2. Chillopoda - -

3. Hymenoptera 47 52

4. Gastropoda - -

5. Mallophaga - 7

6. Annelida - 5

7. Blattaridae - 3

8. Gastropoda - 3

9. Isoptera - 73

10. Chillopoda - 2

11. Coleoptera 25 -

Page 12: Laporan Ari

12

Indeks ketidaksamaan = 100% - 22,2% = 77,8 %

Tabel 6.8. Antara Bagian Di Bawah Kayu Dengan Di Dalam Kayu

No Ordo Area

Di Bawah Kayu Di Dalam Kayu

1. Blattaridae 3 -

2. Chillopoda 10 -

4. Gastropoda - -

5. Mallophaga - 7

6. Annelida - 5

7. Blattaridae - 3

8. Gastropoda 5 3

9. Isoptera - 73

10. Chillopoda - 2

11. Hymenoptera 60 52

Indeks ketidaksamaan = 100% - 36,4% = 63,6 %

6.2.2. Hubungan Relung Ekologi Hewan Dengan Mikrohabitat

Menurut ahli ekologi Eugene Odum, habitat suatu organisme adalah

alamatnya, relung adalah pekerjaannya. Dengan kata lain, relung suatu organisme

Page 13: Laporan Ari

12

adalah peranan ekologisnya bagaimana ia “cocok dengan” suatu ekosistem.

Relung suatu populasi kadal pohon tropis, misalnya terdiri dari banyak variabel,

antara lain kisaran suhu yang dapat ia tolerir, ukuran pohon dimana ia bertengger,

waktu siang hari ketika ia aktif, serta ukuran dan jenis serangga yang ia makan.

Dalam mini riset ini, yang menjadi habitat dari hewan adalah batang kayu

yang sudah tua dan lapuk, sedangkan yang merupakan mikrohabitatnya adalah

bagian-bagian dari batang kayu, yaitu: permukaan atas kayu, di balik kulit kayu,

di bawah kayu dan di dalam kayu. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan

yang menempati mikrohabitat adalah hewan dari filum insecta dan juga annelida

dan gastropoda.

Dari hasil pengamatan, microhabitat yang memiliki tingkat

keanekaragaman tinggi adalah di dalam kayu yang terdiri dari 7 ordo. Berarti

dalam suatu microhabitat terdapat beberapa jenis spesies. Berarti telah tejadi

keselingkupan relung. Semakin banyak keragaman spesies maka akan terjadi

persaingan interspesies yang semakin tinggi pula, karena telah terjadi

keselingkupan relung di antara mereka. Persaingan yang terjadi bisa dalam hal

perebutan sumber daya alam, dan bagaimana suatu spesies dapat memanfaatkan

sumber daya untuk bertahan dari bahaya dan berkompetisi sesuai dengan

kebutuhannya. Spesies yang bertahan adalah spesies yang memiliki resistensi

tinggi terhadap factor lingkungan yang kurang mendukung misalnya. Keadaan

seperti di atas merupakan suatu relung fungsi komunitas, yang diungkapkan oleh

Colinvaux (1986).

Sebaliknya, microhabitat yang tingkat keanekaragaman hewannya rendah

kemungkinan persaingan terjadi namun tidak begitu besar karena factor

lingkungan seperti persediaan sumber daya sebagai makanan masih biasa

tercukupi.

6.2.3. Indeks Kesamaan Antara Mikrohabitat Hewan

Page 14: Laporan Ari

12

Setelah dianalisis dengan menggunakan rumus Sorensen, maka diperoleh

indeks kesamaan dan ketidaksamaan yang berbeda-beda pada microhabitat yang

berbeda pula.

Tabel 4.9. Perbandingan Indeks Kesamaan Antara dua Mikrohabitat

No Mikrohabitat Indeks Kesamaan (%)

Indeks Ketidaksamaan (%)

1 Bagian Permukaan Atas Kayu

Dengan Di Balik Kulit Kayu

80 20

2 Bagian Permukaan Atas Kayu

Dengan Di Bawah Kayu

28,5 71,5

3 Bagian Permukaan Atas Kayu

Dengan Di Dalam Kayu

20 80

4 Bagian Di Balik Kulit Kayu Dengan

Di Bawah Kayu

33,3 66,7

5 Antara Bagian Di Balik Kulit Kayu

Di Dalam Kayu

22,2 77,8

6 Bagian Di Bawah Kayu Dengan Di

Dalam Kayu

36,4 63,6

Dari data di atas, yang memiliki tingkat kesamaan tertinggi adalah bagian

di permukaan atas kayu dengan bagian di balik kulit kayu. Artinya, di antara

kedua microhabitat memiliki keselingkupan relung hewan. Misalnya karena

keadaan lingkungan yang tidak jauh berbeda dari segi kelembaban, salinitas, atau

suhunya antara bagian di permukaan atas kayudengan di balik kulit kayu.

Sehingga hewan-hewan yang sesuai dengan keadaan lingkungan itu dapat hidup

di kedua tempat tersebut. Hal ini dapat dilihat bahwa ordo Coleoptera dan

Hymenoptera berada di kedua tempat tersebut. Berarti, dapat disimpulkan bahwa

relung hewan juga dapat dianalisis dari tempat hidupnya. Karena tempat hidup

dapat menunjukkan bagaimana factor lingkungan yang harus dihadapi oleh

hewan, bagaimana mereka dapat bertahan pada batas toleransi yang dimiliki, dan

adaftasi terhadap lingkungannya.

6.2.4. Adanya Segregasi Relung

Page 15: Laporan Ari

12

Kedudukan yang ditempati oleh suatu spesies di dalam jaring-jaring

makanan merupakan faktor utama dalam menentukan relung ekologisnya. Tetapi

faktor lain juga ikut terlibat. Sebagai contoh kisaran suhu, kelembaban, salinitas

dan sebagainya, yang dapat diterima oleh setiap dua spesies dalam suatu habitat

untuk ikut menentukan relung ekologisnya. Relung ekologis hewan meliputi

semua aspek dari kedudukan yang ditempati oleh hewan tersebut di dalam

ekosistem tempat ia hidup. Tiap faktor yang merupakan bagian dari relung suatu

spesies biasanya berkisar sekitar suatu kisaran nilai. Jadi tiap organisme dapat

menahan suatu kisaran tertentu dari suhu, kelembaban, PH (misalnya tumbuhan

atau organisme air) salinitas (misalnya hewan-hewan di kuala), dan sebagainya.

Pada umumnya organisme dengan kisaran toleransi yang luas lebih tersebar

dibandingkan organisme dengan kisaran yang sempit.

Dari uraian di atas, relung suatu hewan dapat dipengaruhi oleh factor

lingkungan termasuk habitatnya, dan microhabitat khususnya. Berdasarkan data

yang diperoleh telah terjadi segregasi (pemisahan) relung hewan, yaitu

ditunjukkan dengan adanya microhabitat yang menjadi habitat khusus hewan.

Misalnya Annelida dan Gastropoda yang hanya ditemukan pada bagian dalam

kayu, sedangkan Arachnida hanya ditemukan di permukaan kayu. Begitu juga

dengan mikrohabitat di bawah kayu atau di bawah kulit kayu. Namun, segregasi

relung dapat dapat berlangsung dalam kondisi yang dinamis, artinya dapat terjadi

perubahan tergantung dimensi sumber daya yang tersedia.

Page 16: Laporan Ari

12

Skema Struktur Relung Hewan

Batang Pohon (tua dan busuk)

Batang Pohon (tua dan busuk)

Permukaan atas kayuPermukaan atas kayu

Di balik kulit kayuDi balik kulit kayu

Di bawah kayuDi bawah kayu

Arachnida

Hymenoptera

Coleoptera

Arachnida

Hymenoptera

Coleoptera

Blattaridae

Hymenoptera

Chillopoda

Gastropoda

Blattaridae

Hymenoptera

Chillopoda

Gastropoda

Mallophaga

Annelida

Blattaridae

Gastropoda

Isoptera

Chillopoda

Hymenoptera

Mallophaga

Annelida

Blattaridae

Gastropoda

Isoptera

Chillopoda

Hymenoptera

Di dalam kayuDi dalam kayu

Coleoptera

HymenopteraColeoptera

Hymenoptera

Page 17: Laporan Ari

12

VII. KESIMPULAN

Dari hasi penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Relung hewan juga dapat dianalisis dari tempat hidupnya. Karena tempat hidup dapat

menunjukkan bagaimana factor lingkungan yang harus dihadapi oleh hewan,

bagaimana mereka dapat bertahan pada batas toleransi yang dimiliki, dan bagaimana

adaptasi hewan terhadap lingkungannya.

2. H’= 1,34637. berarti 1<H’<3, maka keanekaragaman spesies sedang dan komunitas

stabil, dan yang mendominasi habitat adalah insecta.

3. Semakin banyak keragaman spesies maka akan terjadi persaingan interspesies yang

semakin tinggi pula, karena telah terjadi keselingkupan relung di antara mereka

4. Tingkat kesamaan tertinggi adalah hewan yang ada di bagian permukaan atas kayu

dengan bagian di balik kulit kayu.

.

Page 18: Laporan Ari

12

DAFTAR PUSTAKA

Deshmukh, Ian. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Iskandar, Djoko.2000. Lingkunga Perairan. Jakarta: Erlangga

Michael, P. 1995. Metode Ekologi Penyelidikan Ladang dan labotratorium. Jakarta: Dikti

Tim Dosen. 2009. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Medan: FMIPA Unimed

Tim Dosen. 2009. Penuntun Praktikum ekologi Hewan. Medan: FMIPA Unimed

Page 19: Laporan Ari

12