Laporan Apus Darah dengan metode romanowski

19
LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT AWETAN DARAH MANUSIA Disusun untuk memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik Dosen Pengampu: Ir. Nur Rahayu Utami, M. Si. Disusun Oleh : Futikhatul Fitriana 4401412043 Kelompok 3 Rombel 2 Pendidikan Biologi

description

laporan apus darah manusia dengan metode pewarnaan romanowski. Zat warna yang digunakan adalah giemsa yang merupakan pewarna khusus darah. Preparat film tipis yang dihasilkan kemudian dianalisis morfologinya

Transcript of Laporan Apus Darah dengan metode romanowski

LAPORAN PRAKTIKUMPEMBUATAN PREPARAT AWETAN DARAH MANUSIA

Disusun untuk memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik

Dosen Pengampu: Ir. Nur Rahayu Utami, M. Si.

Disusun Oleh :Futikhatul Fitriana4401412043

Kelompok 3 Rombel 2 Pendidikan Biologi

JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2015

PEMBUATAN PREPARAT AWETAN DARAH MANUSIASenin, 30 Maret 2015

A. Tujuan1. Mengetahui cara pembuatan preparat awetan darah manusia dengan metode apus dan metode pewarnaan Romanowski. 2. Mengamati morfologi sel penyusun darah dengan pengamatan mikroskopis preparat awetan darah manusia.3. Menganalisis hasil pembuatan preparat apus darah manusia

B. Alat dan BahanAlat :1. Mikroskop2. Gelas benda3. Gelas penutup4. Jarum franke5. Tisu 6. Rak pewarnaan7. Bak pewarnaan8. Stainnning jar9. Pipet 10. Botol flaconBahan :1. Darah manusia2. Larutan pewarna Giemsa 3 %3. Methanol4. Aquades dingin5. Alkohol 70%C. Dasar TeoriDarah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma di dalam cairan yang disebut plasma. Secara keseluruhan darah dianggap sebagai jaringan pengikat, karena terdiri atas unsur-unsur sel dan substansi interseluler yang berbentuk plasma. Apabila darah dikeluarkan dari tubuh maka segera terjadi bekuan yang terdiri dariatas unsur berbentuk cairan kuning yang disebut serum. Serum sebenarnya adalah plasma tanpa fibrinogen (protein). Apabila pembekuan di cegah maka perbandingan antara unsur berbentuk yang sebagian besar merupakan sel-sel darah merah dan plasma, adalah sekitar 40-50% pada leleki dewasa (Subowo, 2009:123).Volume darah manusia adalah sekitar 8% dari berat tubuhnya. Darah tersusun atas dua komponen. Komponen pertama berupa cairan yang disebut plasma darah. Komponen kedua adalah sel-sel darah dan keping-keping darah yang berupa padatan. Plasma darah jumlahnya sekitar 55% dari volume darah, sedangkan sel-sel darah dan keping-keping darah sekitar 45% dari volume darah (Pujiyanto, 2008:93).Pembuatan Sediaan DarahUntuk melihat struktur sel-sel darah dengan menggunakan mikroskop cahaya pada umumnya dibuat sediaan apus darah. Sediaan apus darah ini tidak hanya untuk mempelajari bentuk masing-masing sel darah, tetapi juga dapat digunakan untuk menghitung perbandingan antara masing masing jenis sel darah (Subowo, 2009:124).Untuk membuat sediaan apus darah diperlukan dua buah kaca sediaan yang sangat bersih terutama harus bebas lemak. Satu keping kaca sediaan bertindak sebagai alat untuk meratakan tetes darah agar didapatkan lapisan tipis darah (kaca perata), satu keping lain untuk sediaan (Subowo, 2009:124).Darah dapat diperoleh dari tusukan jarum pada ujung jari. Sebaiknya tetesan darah pertama dibersihkan agar diperoleh hasil yang memuaskan. Tetesan yang kedua diletakkan pada daerah ujung kaca sediaan yang bersih. Salah satu ujung sisi pendek kaca perata diletakkan miring dengan sudut kira-kira 450 tepat di depan tetes darah sehingga menyentuhnya. Sudut antara kedua kaca tersebut sangat menentukan hasil apusan darah. Setelah tetesan darah menyebar sepanjang sisi pendek kaca perata, dengan mempertahankan sudutnya, kaca perata digerakkan secara cepat sehingga terbentuklah selapis tipis darah di atas kaca sediaan (Subowo, 2009:124).Setelah sediaan darah dikeringkan pada suhu kamar barulah dilakukan pewarnaan sesudah difiksasi menurut metode yang dipilih. Pada masa kini sering digunakan pewarnaan metode Giemsa dan Wright yang merupakan modifikasi metode Romanowsky. Pada dasarnya bahan pewarna selalu terdiri atas zat warna basa dan zat warna asam (Subowo, 2009:124).

Jenis Sel Darah Sel-sel darah dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu :1. eritrosit2. leukosit, yang dibedakan dalam granulosit dan agranulosit3. trombositEritrositDalam setiap 1 mm3 darah terdapat sekitar 5 juta eritrosit, oleh karena itu pada sediaan darah yang tampak paling menonjol adalah sel-sel tersebut. Dalam keadaan normal, eritrosit manusia berbentuk sebagai cakram bikonkaf dengan diameter sekitar 7,2 m tanpa memiliki inti. Apabila diamati pada sediaan apus, ternyata sel-sel eritrosit berukuran hampir sama, kecuali pada penyakit darah tertentu akan dialami penyimpangan dalam bentuk, ukuran, dan tampilan warna. Eritrosit yang berukuran kurang dari 6 m dinamakan mikrosit dan yang berukuran lebih dari normal (9 m-12 m) dinamakan makrosit (Subowo, 2009:126).Bentuk bikonkaf dari eritrosit ternyata lebih menguntungkan dari bentuk sebagai bola bagi pelaksanaan fungsinya karena pertambahan luas permukaannya menjadi 20-30% akan mempercepat proses absorbsi dan pelepasan O2. Bentuk yang lebih pipih akan memperpendek jarak antara pusat sel dengan lingkungannya sehingga dapat mempercepat pertukaran oksigen. Tidak adanya intinya inti sel juga lebih menguntungkan karena eritrosit akan memberikan tempat lebih banyak bagi kandungan Hb sehingga oksigen lebih banyak diikat (Subowo, 2009:127).LeukositLeukosit atau sel darah putih memiliki fungsi utama di dalam sistem pertahanan. Untuk mengungkapkan keadaan kesehatan tubuh melalui sel-sel leukosit perlu diperhatikan mengenai jumlah dan morfologinya. Untuk mempelajari morfologinya cukup mengamati sediaan apus darah . Sediaan apus darah yang baik, memperagakan penyebaran sel yang rata pada bagian tengah dari apusan darah. Bagian pinggir yang tebal dari sediaan biasanya berkumpul sel-sel leukosit, namun bagian ini tidak dianjurkan untuk dipakai mempelajari morfologinya (Subowo, 2009:128).Berdasarkan ada tidaknya butir-butir dalam sitoplasmanya dibedakan leukosit granuler atau granulosit dan agranuler atau agranuosit. Berdasarkan atas reaksi butir-butir terhadap zat warna dan ukurannya, maka granulosit dibedakan menjadi : sel netrofil, sel eosinofil, dan sel basofil (Subowo, 2009:129). Leukosit granulosit memiliki ciri sitoplasmanya bergranula dan intinya berlobus. Ada tiga jenis leukosit granulosit, yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil. Sedangkan leukosit agranulosit memiliki ciri tidak adanya granula pada sitoplasmanya. Inti selnya berbentuk bulat atau seperti ginjal. Leukosit agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit (Pujiyanto, 2009:129).Sel NetrofilSel netrofil matang berbentuk bulat dengan diameter 10-12 m. Intinya berbentuk tidak bulat melainkan berlobus berjumlah 2-5 lobi bahkan dapat lebih. Semakin muda jumlah lobi akan berkurang. Yang dimaksudkan dengan lobus yaitu bahan inti yang terpisah-pisah tetapi masih dihubungkan oleh bahan inti yang berbentuk benang. Inti terisi penuh oleh butir khromatin padat sehingga sangat mengikat zat warnabasa menjadi biru atau ungu (Subowo, 2009:129).Dalam sitoplasma terdapat dua jenis butir-butir (butir azurofil dan butir spesifik). Butir azurofil memiliki ukuran yang lebih besar dan kebanyakan telah kehilangan kemampuan mengikat warna. Dengan pewarnaan metode Romanowsky butir-butir azurofil tampak berwarna ungu kemerahan. Jenis butir kedua disebut butir spesifik karena hanya terdapat dalam sel netrofil dan berukuran lebih halus. Butir spesifik berwarna ungu merah muda (Subowo, 2009:130). Sel EosinofilDiamter sel ini adalah 1-15 m, sedikit lebih besar dari sel netrofil. Intinya biasanya hanya dua lobi yang dipisahkan oleh bahan inti yang berbentuk sebagai benang. Sitoplasma berisi penuh dengan butir-butir seperti dalam netrofil, tetapi warnanya merah atau oranye (Subowo, 2008:131-132).Sel BasofilJenis sel ini terdapat paling sedikit diantara sel granulosit yaitu sekitar 0,5 %, sehingga sangat sulit ditemukan ada sediaan apus darah. Kurang lebih separuh dari sel dipenuhi oleh inti yang bersegmen atau terkadang tidak teratur. Kemampuan inti mengikat warna kurang lebih sama dengan inti sel neutrofil. Butir-butir spesifik yang berwarna biru tua dan kasar tampak memenuhi sitoplasma (Subowo, 2008:133).

Limfosit Limfosit dalam darah berukuran sangat bervariasi sehingga pada pengamatan preparat apus darah dibedakan menjadi : limfosit kecil (7-8 m), limfosit sedang, dan limfosit besar (12 m). Limfosit kecil yang terdapat paling banyak mempunyai inti bulat yang terkadang bertakik sedikit. Intinya tampak gelap karena khromatinnya berkelompok dan tidak tampak nukleolus. Sitoplasmanya yang sedikit tampak mengelilingi inti sebagai cincin yang berwarna biru muda. Kadang-kadang sitoplasmnaya tidak jelas karena butir-butir azurofil yang berwarna ungu. Limfosit kecil kira-kira berjumlah 92 % dari seluruh limfosit dalam darah (Subowo, 2008:133-134).MonositSel ini merupakan sel terbesar diantara sel leukosit karena diameternya sekitar 12-15 m. Bentuk inti dapat berbentuk oval, sebagai tapal kuda atau tampak seakan-akan terlipat-lipat. Sitoplasma monosit terdapat relatif lebih banyak tampak berwarna biru abu-abu (Subowo, 2008:133-134).TrombositTrombosit tidak memenuhi syarat sebagai sel yang utuh karena tidak memiliki inti. Berbentuk sebagai keping-keping sitoplasma yang berukuran 2-5 m lengkap dengan membran plasma yang mengelilinginya. Oleh karena itu dinamakan sebagai keping darah. Pada sediaan apus darah, trombosit sering terdapat bergumpal. Setiap keping tampak adanya bagian tepi yang berwarna biru muda yang dinamakan hialomer dan bagian tengah yang berbutir berwarna ungu dinamakan khromomer. Hialomer berbentuk tonjolan-tonjolan sehingga berbentuk tidak teratur (Subowo, 2008:135).Preparat ApusPreparat apus adalah preparat yang proses pembuatannya dengan metode apus/oles/smear, yaitu dengan cara mengapuskan/ membuat lapisan tipis atau filem suatu bahan yang berupa cairan/bukan cairan di atas gelas benda yang bersih dan bebas lemak, selanjutnya difiksasi, diwarnai, dan ditutup dengan gelas penutup untuk diamati di bawah mikroskop (Rudyatmi, 2015: 6)Tujuan pembuatan preparat ini selain untuk melihat struktur sel penyusun cairan juga untuk mengetahui berbagai parasit yang biasanya berhubungan dengan diagnosis suatu penyakit. Misalnya preparat smear darah manusia untuk mempelajari struktur eritrosit, leukosit, trombosit, dan parasit-parasit pada darah. Smear faeces untuk mengetahui berbagai telur-telur parasit dalam diagnosis parasit saluran pencernaan (Rudyatmi, 2015: 6)FiksasiFiksasi adalah suatu tindakan mematikan elemen-elemen sel atau jaringan tumbuhan/hewan dengan mempertahankan bentuk, struktur, maupun ukurannya menggunakan zat kimia. Fungsi utama fiksasi adalah mempertahankan struktur sel yang dijadikan obyek dalam pembuatan preparat. Apabila tetap terjadi perubahan struktur dapat ditekan sekecil mungkin. Fungsi kedua yaitu untuk mengubah indeks bias bagian sel sehingga mudah diamati di bawah mikroskop. Fungsi ketiga, yaitu untuk mengubah jaringan yang mempunyai kemampuan mudah menyerap zat warna. Dengan demikian fungsi fiksasi kedua dan ketiga tidak akan terlihat apabila tidak dilakukan proses pewarnaan. Zat kimia yang digunakan dalam proses fiksasi disebut dengan fiksatif (Rudyatmi, 2015: 20).Metode fiksatif tergantung tujuan utama pembuatam preparat. Untuk jaringan yang halus digunakan fiksatif tunggal yang lembut seperti metyl alkohol. Untuk jaringan yang lebih kuat digunkan fiksatif tunggaletyl alkohol atau fiksatif majemuk seperti FAA. Hal yang perlu diperhatikan sebelum proses pengambilan jaringan dan fiksasi, yaitu : jaringan tidak rusak, ukuran jaringan atau organ harus tepat dan diambil dari obyek yang tepat pula, harus bersih dari kotoran, harus segera difiksasi dengan posisi yang tepat, volume fiksatif minimal 10 x volume bahan, fiksasi harus dilakukan pada temperatur yang sesuai dengan jenis fiksatif yang digunakan. Lama fiksasi bervariasi tergantung dari macam bahan, ukuran bahan, dan macam fiksatif yang digunakan. Kecepatan penetrasi dalam jaringan masing-masing fiksatif tidak sama (Rudyatmi, 2015:20).Pewarnaan Tunggal dan DifusPewarnaan tunggal, yaitu pewarnaan yang hanya menggunakan satu macam zat warna saja. Sedangkan pewarnaan difus yaitu pewarnaan di mana zat warna yang diberikan akan mewarnai seluruh jaringan. Hampir semua macam zat warna mempunyai pengaruh difus. Misalnya safranin dan eosin. Apabila digunakan untuk mewarnai jaringan, akan mewarnai seluruh sel atau jaringan, sehingga baik nukleus maupun sitoplasma sama-sama terwarnai,hanya saja karena daya serap setiap bagian tidak sama, maka terlihat ada perbedaan warna yang ditunjukkan (Rudyatmi, 2015: 27-28).

D. Langkah Kerja

Mengering anginkan film darah pada rak pewarnaan datar yang bersih.

Fiksasi permukaan film darah dengan cara mencelupkan ke dalam metyl alcohol.

Metyl alkohol

Fiksasi II dengan cara mencelupkan film darah ke dalam staining jar berisi larutan Giemsa

Mengering anginkan selama 5 menit

Metyl alkohol

Larutan Giemsa

Mengering anginkan selama 30-40 menit

Membersihkan film darah dengan aquades yang sudah dididihkan kemudian di dinginkan .

Pengamatan di bawah mikroskop dengan perbesaran kuat dan menganalisis hasilnya.

E. Hasil Pengamatan

Gambar Preparat Apus Darah Manusia (Perbesaran 40X10)

cbca

Keterangan gambar :a. Eritrosit b. Plasma darah c. Leukosit Jenis leukosit kurang tampak jelas pada preparat.

Gambar Pembanding Preparat Apus Darah Pada Manusia

Keterangan gambar :EritrositNeutrofilEosinofilLimfosit K

abc

F. Pembahasan

Preparat apus darah merupakan preparat semi permanen. Secara garis besar pembuatan preparat apus darah terbagi dalam dua tahap. Pertama, pembuatan film darah tipis. Kedua, pewarnaan dengan metode Romanowski.Pengamatan preparat apus darah manusia dengan metode pewarnaan Romanowski dengan perbesaran 40x10, tampak eritrosit paling banyak teramati dengan ukuran sel hampir sama. Morfologi sel berbentuk cakram bikonkaf tanpa memiliki inti, sehingga tidak mampu menyerap pewarna Giemsa yang bersifat basa. Kita ketahui bahwa inti sel bersifat asam karena mengandung asam nukleat dan akan cenderung terwarnai oleh zat warna yang bersifat basa.Eritrosit paling banyak teramati pada preparat apus darah karena dalam setiap 1 mm3 darah terdapat sekitar 5 juta eritrosit. Bentuk bikonkaf dari eritrosit lebih menguntungkan bagi pelaksanaan fungsinya karena pertambahan luas permukaannya menjadi 20-30% akan mempercepat proses absorbsi dan pelepasan O2. Bentuk yang lebih pipih akan memperpendek jarak antara pusat sel dengan lingkungannya sehingga dapat mempercepat pertukaran oksigen. Tidak adanya intinya inti sel juga lebih menguntungkan karena eritrosit akan memberikan tempat lebih banyak bagi kandungan Hb sehingga oksigen lebih banyak diikat (Subowo, 2009:127). Sehingga bentuk eritrosit cakram bikonkaf dan tidak berinti berkaitan dengan salah satu fungsinya yaitu untuk menunjang pengikatan oksigen. Karena oksigen dibutuhkan tubuh dalam jumlah besar untuk proses respirasi sel yang menghasilkan energi, maka kandungan eritrosit dalam darah paling banyak.Ciri yang membedakan antara eritrosit dan leukosit dalam pengamatan yaitu ada tidaknya inti. Jika eritrosit tidak memiliki inti sel, sebaliknya dengan leukosit memiliki inti sel yang akan terwarnai oleh zat warna basa karena bersifat asam. Hasil pembuatan preparat apus darah yang dibuat belum sempurna karena jenis sel leukosit seperti basofil, eosinofil, netrofil, limfosit, dan monosit belum tampak pada pengamatan di bawah mikroskop. Pada gambar pembanding, eosinofil dicirikan dengan intinya hanya dua lobi yang dipisahkan oleh bahan inti yang berbentuk sebagai benang. Sitoplasma berwarna warnanya merah atau oranye (Subowo, 2008:95-97). Netrofil dicirikan intinya berbentuk tidak bulat melainkan berlobus berjumlah 2-5 lobi bahkan dapat lebih. Yang dimaksudkan dengan lobus yaitu bahan inti yang terpisah-pisah tetapi masih dihubungkan oleh bahan inti yang berbentuk benang. Inti terisi penuh oleh butir khromatin padat sehingga sangat mengikat zat warna basa menjadi biru atau ungu (Subowo, 2009:129). Terakhir limfosit dicirikan dengan mempunyai inti bulat yang terkadang bertakik sedikit. Intinya tampak gelap karena khromatinnya berkelompok dan tidak tampak nukleolus. Sitoplasmanya yang sedikit tampak mengelilingi inti sebagai cincin yang berwarna biru muda (Subowo, 2008:133-134). Pada gambar pembanding tidak tampak adanya basofil dan monosit. Pada sediaan apus darah basofil sulit ditemukan karena jumlahnya paling sedikit diantara sel granulosit yaitu sekitar 0,5 %.Pewarnaan dengan metode Romanowski merupakan metode pewarnaan difus dan tunggal. Artinya metode ini menggunakan satu macam zat warna yaitu Giemsa fluka (pewarna khusus darah) yang akan mewarnai seluruh jaringan. Karena seluruh jaringan terwarnai, maka bentuk eritrosit dan leukosit dapat dibedakan. Leukosit akan terwarnai ungu kebiruan pada bagian inti karena pewarna giemsa bersifat basa, sehingga dapat terserap oleh nukleus dengan baik. Sedangkan sitoplasma akan terwarnai ungu muda.

G. Kesimpulan

1. Ada dua tahap dalam pembuatan preparat awetan darah manusia yaitu pembuatan film darah tipis dan pewarnaan dengan metode Romanoski.2. Pewarnaan apus dengan zat pewarna giemsa mewarnai sel darah putih dengan kontras dan dapat membedakan bagian nukleus dengan sitoplasmanya.3. Salah satu perbedaan antara eritrosit dan leukosit adalah ada tidaknya inti.4. Jumlah eritrosit paling banyak pada preparat apus karena keberadaanya di dalam tubuh penting dalam penyediaan oksigen.H. Saran

1. Sebaiknya tetesan darah pertama dibersihkan karena biasanya masih banyak mengandung plasma, sehingga tujuan praktikum untuk mengamati sel sel penyusun darah mendapatkan hasil yang memuaskan.2. Sebaiknya zat pewarna giemsa dibuat sesaat sebelum praktikum, karena termasuk zat warna sementara yang tidak dapat disimpan cukup lama jika sudah dibuat. Batas maksimal penyimpanan zat warna giemsa adalah 3 hari setelah pembuatan.

Daftar Pustaka

Pujiyanto, Sri. 2008. Menjelajah Dunia Biologi 2. Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka MandiriRudyatmi E. 2015. Bahan Ajar Mikroteknik. Semarang: Jurusan Biologi FMIPA UNNES.Subowo. 2009. Histologi umum. Jakarta: PT. Bumi Aksara