Laporan AntiDiare.docx

28
PERCOBAAN VI PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIDIARE Tanggal Praktikum : Rabu, 1 Mei 2013 A. TUJUAN Selain menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa diharapkan : 1. Mempunyai keterampilan dalam melakukan percobaan antidiare. 2. Memahami pengaruh laksan terhadap saluran pencernaan dan mengetahui sejauh mana obat antidiare dapat menghambat diare yang ditimbulkan oleh laksan. B. DASAR TEORI 1. Etiologi Diare adalah suatu gejala dimana frekuensi pengeluaran feses meningkat melebihi frekuensi normal dan konsistensi feses menjadi cair. Pada keadaan diare, terjadi ketidakseimbangan antara absorpsi dan sekresi air dan elektrolit dalam usus, dimana absorpsi berkurang atau sekresi bertambah diluar normal. Diare bisa disebabkan terutama karena terhambatnya absorpsi ion, rangsangan sekresi ion, retensi air dalam lumen usus, dan gangguan dalam motilitas usus. Secara klinis, penyebab diare dapat dibagi menjadi:

description

LAPORAN FARMAKOLOGI ANTIDIARE

Transcript of Laporan AntiDiare.docx

PERCOBAAN VI

PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIDIARE

Tanggal Praktikum : Rabu, 1 Mei 2013

A. TUJUAN

Selain menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa diharapkan :

1. Mempunyai keterampilan dalam melakukan percobaan antidiare.

2. Memahami pengaruh laksan terhadap saluran pencernaan dan mengetahui sejauh

mana obat antidiare dapat menghambat diare yang ditimbulkan oleh laksan.

B. DASAR TEORI

1. Etiologi

Diare adalah suatu gejala dimana frekuensi pengeluaran feses meningkat melebihi

frekuensi normal dan konsistensi feses menjadi cair. Pada keadaan diare, terjadi

ketidakseimbangan antara absorpsi dan sekresi air dan elektrolit dalam usus, dimana

absorpsi berkurang atau sekresi bertambah diluar normal.

Diare bisa disebabkan terutama karena terhambatnya absorpsi ion, rangsangan

sekresi ion, retensi air dalam lumen usus, dan gangguan dalam motilitas usus.

Secara klinis, penyebab diare dapat dibagi menjadi:

a. Infeksi:

Virus, contoh: Rotavirus, Adenovirus, Coronavirus, Calcinovirus, dll.

Bakteri, contoh: E. coli, Salmonella spp., Vibrio cholerae, dll.

Parasit, contoh: Protozoa (Entamoeba histolitica, Giardia lamblia), Cacing

(Ascaris, Trichuris), Jamur (Candida albicans)

b. Malabsorpsi: Karbohidrat, Protein, Lemak

c. Keracunan oleh makanan yang mengandung bahan kimia atau alergi karena zat yang

terkandung dalam makanan tersebut, seperti dalam sayur-sayuran, ikan, dll.

d. Defisiensi imun terutama SIGA (secretory imunol bulin A) yang mengakibatkan

terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.

e. Sebab-sebab lain, misalnya karena faktor psikologis seperti takut atau cemas.

2. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya diare dapat dibedakan menjadi 6 yaitu sebagai berikut :

a. Diare akibat virus

Misalnya “influenza perut” dan “travellers diarrhea” yang disebabkan antara lain

oleh rotavirus dan adenovirus. Virus melekat pada sel-sel mukosa usus, yang

menjadi rusak sehingga kapasitas kapasitas resorpsi menurun dan sekresi air dan

elektrolit memegang peranan. Diare yang terjadi bertahan terus sampai beberapa

hari sesudah virus lenyap dengan sendirinya, atau dalam waktu 3-6 hari. Di

Negara-negara barat, jenis diare ini paling sering terjadi,lebih kurang 60 %.

b. Diare Bakterial (invasif)

Agak sering terjadi tetapi mulai berkurang berhubung semakin meningkatnya

derajat higiene masyarakat. Bakteri tertentu pada keadaan tertentu misalnya:

bahan makanan yang terinfeksi oleh banyak kuman, menjadi ‘invasif’ dan

menyerbu kedalam mukosa. Disini, bakteri-bakteri tersebut memperbanyak diri

dan membentuk toksin-toksin yang dapat diresorpsi kedalam darah dan

menimbulkan gejala hebat, seperti demam tinggi, nyeri kepala dan kejang-

kejang di samping mencret berdarah dan berlendir. Penyebab terkenal dari jenis

diare ini adalah bakteri Salmonella, Shigella, Campylobacter, dan jenis coli

tertentu.

Diare disebabkan infeksi bakteri terbagi dua, yaitu :

i) Bakteri noninvasif (enterotoksigenik)

Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus,

namun tidak merusak mukosa. Toksin meningkatkan kadar siklik AMP di

dalam sel, menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus

yang diikuti air, ion karbonat, kation natrium dan kalium. Bakteri yang

termasuk golongan ini adalah Vibrio cholerae, Enterotoksigenik E.coli

(ETEC), C.perfringers, S.aureus dan vibrio- non aglutinabel. Secara klinis

dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan meninggalkan

dubur secara deras dan banyak (voluminous). Keadaan ini disebut diare

sekretorik isotonik voluminal.

ii) Bakteri Enteroinvasif

Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi

dan bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan

darah. Bakteri yang termasuk golongan ini adalah Enteroinvasif E.coli

(EIEC).

Penyebab diare lainnya, seperti parasit menyebabkan kerusakan berupa

ulkus besar (Entamoeba histolytica), kerusakan vili yang penting untuk

penyerapan air, elektrolit dan zat makanan (Giardia lambia). Patofisiologi

kandida menyebabkan diare belum jelas, mungkin karena super infeksi

dengan jasad renik lain dan keadaan seperti diabetes mellitus. Secara

klinis diare karena infeksi akut dibagi menjadi dua golongan. Pertama

koleriform dengan diare yang terutama terdiri atas cairan saja. Kedua

disentriform pada diare ini didapatkan lendir kental dan kadang-kadang

darah.

c. Diare Parasiter

Seperti protozoa entamoeba histolytica, Giardia liambia, Cryptosporidium, dan

Cyclospora, yang terutama terjadi di daerah (sub) tropis. Diare akibat parasit-

parasit ini biasanya bercirikan mencret cairan yang intermiten dan bertahan lebih

dari 1 minggu. Gejala lainnya dapat berupa nyeri perut, demam , anorexia,

nausea, muntah-muntah, dan rasa letih umum (malaise).

d. Diare akibat Enterotoksin

Diare jenis ini lebih jarang terjadi, tetapi lebih dari 50 % wisatawan di Negara-

negara berkembang dihinggapi diare ini. Penyebabnya adalah kuman-kuman

yang membentuk enterotoksin, yang terpenting adalah E. coli dan vibrio

cholerae. Toksin melekat pada sel-sel mukosa dan merusaknya. Diare jenis ini

bersifat ‘selflimiting’ artinya akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan

dalam wktu 5 hari, setelah sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa

baru.

e. Diare akibat alergi

Diare akibat alergi makanan dan intoleransi, gangguan gizi, dan kekurangan

enzim tertentu. Dapat juga disebabkan oleh pengaruh Psikis seperti keadaan

terkejut dan ketakutan.

f. Penyebab lain

Terdapat sejumlah penyakit yang dapat pula mengakibatkan diare sebagai salah

satu gejalanya, seperti kanker usus besar dan beberapa penyakit cacing

( misalnya : Cacing pita dan cacing gelang). Ada pula obat yang dapat

menimbulkan diare sebagai efek samping misalnya : antibiotika berspektrum

luas, (ampisillin, tetrasiklin), sitostatika, reserpin, kinidin, dsb, juga penyinaran

denga sinar X (Radioterapi).

Berdasarkan waktu kejadiannya diare dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu :

a. Diare Kronik

Diare kronik ditetapkan berdasarkan kesepakatan, yaitu diare yang

berlangsung lebih dari tiga minggu. Ketentuan ini berlaku bagi orang dewasa,

sedangkan pada bayi dan anak ditetapkan batas waktu dua minggu.

Diare kronik ditetapkan berdasarkan kesepakatan, yaitu diare yang

berlangsung lebih dari tiga minggu. Ketentuan ini berlaku bagi orang dewasa,

sedangkan pada bayi dan anak-anak ditetapkan natas waktu dua minggu.

Diare kronik memiliki penyebab yang bervariasi dan tidak seluruhnya

diketahui. Proses terjadinya diare dipengaruhi dua hal pokok, yaitu konsistensi

feses dan motilitas usus, umumnya terjadi akibat pengaruh keduanya.

Gangguan proses mekanik dan enzimatik, disertai gangguan mukosa, akan

mempengaruhi pertukaran air dan elektrolit sehingga mempengaruhi

konsistensi feses yang terbentuk. Peristaltik saluran cerna yang teratur akan

mengakibatkan proses cerna secara enzimatik berjalan baik. Sedangkan

peningkatan motilitas berakibat terganggunya proses cerna secara enzimatik,

yang akan mempengaruhi pola defekasi.

Diare kronik dibagi tiga, yaitu :

i) Diare Osmotik

Dijelaskan dengan adanya faktor malabsorpsi akibat adanya gangguan

absorpsi karbohidrat, lemak atau protein dan tersering adalah malabsorpsi

lemak.

ii) Diare sekretorik

Terdapat gangguan transfor akibat adanya perbedaan osmotik intralumen

dengan mukosa yang besar sehingga terjadi penarikan cairan dan elektrolit

kedalam lumen usus dalam jumlah besar. Feses seperti air, diare sekresi

terbagi dua berdasarkan pengaruh puasa terhadap diare. Pertama Diare

Sekresi yang dipengaruhi keadaan puasa berhubungan dengan proses

intralumen dan diakibatkan oleh :

a. Bahan-bahan yang tidak dapat diabsorpsi (seperti obat-obatan dengan

unsur magnesium tinggi, contohnya antacid, multivitamin dan mineral,

serta obat-obat yang bersifat laksatif).

b. Malabsorpsi karbohidrat. Proses metabolisme karbohidrat oleh bakteri usus

akan menghasilkan gas H2 dan CO2 sehingga timbul kembung dan flatus

berlebihan serta nyeri perut dalam bentuk kram.

c. Defisiensi laktosa yang mengakibatkan intoleransi laktosa.

Diare sekresi yang dipengaruhi keadaan puasa sering dijumpai pada

sindrom kolon iritatif, yang gejala klinisnya adalah diare tanpa nyeri dan

banyak disebabkan factor psikososial sehingga disebut sebagai diare

fungsional.

Kedua Diare Cair yang tidak dipengaruhi keadaan puasa terdapat pada

karsinoid, VIP(vasoactive intestinal polypeptide), karsinoma tiroid

medular, adenoma vilosa dan diare diabetic. Diare yang disebabkan

penyakit tersebut dihubungkan dengan proses hormonal dan neurogen

yang berpengaruh terhadap motilitas.

iii) Diare Inflamasi

Diare dengan kerusakan dan kematian enterosit disertai peradangan. Feses

berdarah, kelompok ini paling sering ditemukan. Terbagi dua yaitu

Inflamasi Nonspesifik dan spesifik. Colitis ulseratif dan penyakit Crohn

termasuk kelompok inflamasi nonspesifik.

b. Diare Akut

Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat,

dalam beberapa jam samapai 1 minggu.

Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat

dalam beberapa jam sampai 1 minggu. Infeksi merupakan penyebab utama

diare akut, baik oleh bakteri, parasit maupun virus. Penyebab lain yang dapat

menimbulkan diare akut adalah toksin dan obat, nutrisi enternal diikuti puasa

yang berlangsung lama, kemoterapi atau berbagai kondisi lain (2,6,7).

Faktor penentu terjadinya diare akut adalah faktor penyebab (agent) dan faktor

penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan pertahanan tubuh terhadap

mikroorganisme, yaitu faktor daya tahan tubuh atau lingkungan lumen saluran

cerna, seperti keasaman lambung, motilitas lambung, imunitas, juga

lingkungan mikroflora usus. Faktor penyebab yang mempengaruhi patogenesis

antara lain daya penetrasi yang merusak sel mukosa, kemampuan

memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus, serta daya

lekat kuman. Kuman tersebut membentuk koloni-koloni yang dapat

menginduksi diare.

3. Patofisiologi

Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik,

akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan

osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke

dalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus utnuk

mengeluarkannya sehingga timbul diare.

Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi

peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul

karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

Ketiga gangguan motilitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan

berkurangnya kesempatan usus menyerap makanan sehingga timbul diare, sebaliknya bila

peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya

dapat menimbulkan diare pula.

Selain itu diare juga dapat terjadi akibat maksudnya mikroorganisme hidup ke

dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung. Mikroorganisme tersebut

berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi

hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

4. Gejala Klinik

Diare yang berat juga dapat menyebabkan kehilangan cairan (dehidrasi) dan

kehilangan elektrolit seperti natrium, kalium, magnesium dan klorida. Jika sejumlah besar

cairan dan elektrolit hilang, tekanan darah akan turun dan dapat menyebabkan pingsan,

denyut jantung tidak normal (aritmia) dan kelainan serius lainnya. Resiko ini terjadi

terutama pada anak-anak, orang tua, orang dengan kondisi lemah dan penderita diare yang

berat. Hilangnya bikarbonat bisa menyebabkan asidosis, suatu gangguan keseimbangan

asam-basa dalam darah. Selain itu gejala klinik dari diare, diantaranya:

Sering buang air besar dgn konsistensi tinja encer.

Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur dgn empedu.

Anus dan sekitarnya lecet karena sering terjadi defekasi dan tinja menjadi lebih

asam akibat banyaknya asam laktat.

Terdapat tanda dan gejala dehidrasi: turgor kulit jelas (elastisitas menurun), ubun2

dan mata cekung, membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.

Perubahan tanda-tanda vital: nadi dan respirasi cepat, tekanan darah turun, denyut

jantung cepat, pasien sangat lemas.

Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria)

Bila terjadi asidosis metabolik, pasien akan tampak pucat dan pernafasan cepat

dan dalam.

5. Terapi

Terapi diare harus disesuaikan dengan penyebabnya. Pengobatan diare dapat

dilakukan dengan terapi dan juga dengan pemberian obat antidiare.

Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit

(rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare.

a. Terapi Diare Non Farmaka

Memberikan cairan pengganti cairan tubuh sperti oralit.

Memperbanyak minum air putih untuk menjaga agar jangan dehidrasi.

Memberikan makanan-makanan yang dapat menambah nutrisi dan garam-garam

mineral yang terkeluarkan dari dalam tubuh melalui diare, seperti pisang dan jus

jeruk.

Hindari dan jangan memakan makanan yang mengandung banyak serat, produk

susu dan keju, masakan yang digoreng, makanan pedas, makanan berlemak seperti

mentega dan kacang-kacangan.

b. Terapi Farmaka

Obat diare dibagi menjadi tiga. Pertama, kemoterapeutika yang memberantas

penyebab diare, seperti bakteri atau parasit. Obstipansia untuk menghilangkan gejala

diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak

menyenangkan.

1) Kemoterapeutika untuk terapi kausal yaitu memberantas bakteri penyebab diare

seperti antibiotika, sulfonamide, kinolon dan furazolidon.

a. Racecordil

Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi,

mempunyai indeks terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk

terhadap sistem saraf pusat, dan yang tak kalah penting, tidak menyebabkan

ketergantungan. Racecordil yang pertama kali dipasarkan di Perancis pada

1993 memenuhi semua syarat ideal tersebut.

b. Loperamide

Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara

memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan

longitudinal usus. Obat diare ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga

diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor

tersebut. Efek samping yang sering dijumpai adalah kolik abdomen (luka di

bagian perut), sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali

terjadi.

c. Nifuroxazide

Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap

Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan

Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal pada saluran pencernaan.

Obat diare ini diindikasikan untuk dire akut, diare yang disebabkan oleh E.

coli & Staphylococcus, kolopatis spesifik dan non spesifik, baik digunakan

untuk anak-anak maupun dewasa.

d. Dioctahedral smectite

Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur

filitik, secara in vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan

menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus. Smectite mengubah sifat fisik mukus

lambung dan melawan mukolisis yang diakibatkan oleh bakteri. Zat ini juga

dapat memulihkan integritas mukosa usus seperti yang terlihat dari normalisasi

rasio laktulose-manitol urin pada anak dengan diare akut.

2) Obstipansia untuk terapi simtomatis (menghilangkan gejala) yang dapat

menghentikan diare dengan beberapa cara:

a. Zat penekan peristaltik, sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk

resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus seperti derivat petidin

(difenoksilatdan loperamida), antokolinergik (atropine, ekstrak belladonna)

b. Adstringensia yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak

(tannin) dan tannalbumin, garam-garam bismuth dan alumunium.

c. Adsorbensia, misalnya karbo adsorben yang pada permukaannya dapat

menyerap (adsorpsi) zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau

yang adakalanya berasal dari makanan (udang, ikan). Termasuk di sini adalah

juga musilago zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir usus dan luka-

lukanya dengan suatu lapisan pelindung seperti kaolin, pektin (suatu

karbohidrat yang terdapat antara lain sdalam buah apel) dan garam-garam

bismuth serta alumunium.

3) Spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang

seringkali mengakibatkan nyeri perut pada diare antara lain papaverin dan

oksifenonium.

6. Loperamid

Loperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang dua

sampai tiga kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat sehingga

tidak menimbulkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-

sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan

hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali.

Loperamid tidak diserap dengan baik melalui pemberian oral dan penetrasinya ke

dalam otak tidak baik, sifat-sifat ini menunjang selektifitas kerjanya. Kadar puncak dalam

plasma dicapai dalam waktu 4 jam sesudah minum obat. Masa laten yang lama ini

disebabkan oleh penghambatan motilitas saluran cerna dan karena obat mengalami

sirkulasi enterohepatik. Loperamid memperlambat motilitas saluran cerna dengan

mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinalis usus. Obat ini berikatan dengan reseptor

opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan

reseptor tersebut. Waktu paruh 7-14 jam. Kurang dari 2% dieliminasi renal tanpa diubah,

30% dieliminasi fekal tanpa diubah dan sisanya dieliminasi setelah mengalami

metabolisme dalam hati sebagai glukoroid ke dalam empedu.

7. Oleum Ricini

Oleum ricini (minyak jarak) merupakan trigliserida yang berkhasiat sebagai

laksansia. Di dalam usus halus, minyak ini mengalami hidrolisis dan menghasilkan asam

risinoleat yang merangsang mukosa usus, sehingga mempercepat gerak peristaltiknya dan

mengakibatkan pengeluaran isi usus dengan cepat. Dosis oleum ricini adalah 2 sampai 3

sendok makan (15 sampai 30 ml), diberikan sewaktu perut kosong. Efeknya timbul 1

sampai 6 jam setelah pemberian, berupa pengeluaran buang air besar berbentuk encer.

Pengeluaran isi usus dipengaruhi oleh zat-zat yang mengiritasi saluran pencernaan, seperti

oleum ricini atau makanan pedas. Iritasi tersebut menstimulasi pleksus saraf myenterik

dalam usus sehingga gerakan peristaltik usus akan meningkat, sehingga mempercepat

pengeluaran isi usus dan mengubah konsistensi feses menjadi lebih lembek bahkan cair,

karena adanya hambatan pada proses absorpsi air di usus besar.

Adapun metode pengujian antidiare dengan penggunaan paraffin cair. Parafin cair

obat adalah mineral putih yang sangat halus minyak yang sangat digunakan dalam

kosmetik dan untuk tujuan medis,  dan istilah mungkin memiliki kegunaan yang berbeda

di negara lain. Parafin cair, dianggap memiliki kegunaan yang terbatas sebagai pencahar

sesekali, tetapi tidak cocok untuk digunakan rutin karena bisa merembes dari anus dan

menyebabkan iritasi, dapat mengganggu penyerapan vitamin yang larut dalam lemak, bisa

diserap ke dalam dinding usus dan dapat menyebabkan tubuh granulomatous reaksi-asing,

jika memasuki paru-paru bisa menyebabkan lipoid, pneumonia. Minyak mineral seperti

paraffin ini tidak mempengaruhi kontraksi usus secara langsung, melainkan kerja sebagai

pelincir yaitu memperlancar pengeluaran isi usus.

C. BAHAN, ALAT DAN HEWAN

1. Bahan

- NaCL fisiologis

- Oleum ricini/ Paraffin cair

- Loperamid HCL

- Kertas saring

2. Hewan

- Mencit putih jantan/ betina degan bobot antara 25-30 gram

3. Alat

- Toples untuk pengamatan

- Kertas saring (telah ditimbang)

- Alat suntik

- Sonde oral mencit

- Timbangan mencit

- Timbangan elektrik

- Stop watch

D. PROSEDUR KERJA

Dua jam sebelum percobaan dimulai, mencit dipuasakan

Pengelompokkan mencit

Kelompok 1

Diberi NaCL Fisiologis

Kelompok 2

Diberi NaCL Fisiologis

Kelompok 3

Diberi Loperamid Dosis I

Kelompok 4

Diberi Loperamid Dosis II

Setelah 30 menitSetelah 30 menit

Diberi air (Oral)

Diberi Ol.Ricini /

Hewan uji di masukkan ke dalam toples yang diberi alas kertas saring yang sudah

ditimbang beratnya

Diamati :

- Waktu tibulnya feses- Frekuensi defekasi- Jumlah/ berat feses- Konsistensi feses (dinyatakan dalam bentuk skor)*- Lamanya diare dicatat setiap selang waktu 30

menit selama 2 jam

Data disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis

Keterangan :

*

E. HASIL PENGAMATAN

1. Perhitungan Dosis

- Dosis Oleum ricini 120 mL/70 kg BB

Dosis Mencit=D . Manusia x Fkmanusia−mencit

¿120 mL x 0,0026

¿0,321 ml /20 g BB

- Dosis Loperamid 4 mg/ 70 Kg BB

Dosis Mencit=D . Manusia x Fkmanusia−mencit

¿4 mg x 0,0026

¿0,0104 mg /20 kgBB

¿0,00052 mg /kg

Volume penyuntikan=0,5 mL /g BB

Konsentrasi sediaan=0,01040,5

=0,0208 mg /mL

- Volume pemberian

Symbol Konsistensi Skor

N Normal 0

LN Lembek normal 1

L Lembek 2

LC Lembek cair 3

C Cair 4

a. Mencit 1

Volume sediaan=27,1320

x 0,5 ml=0,68 ml

b. Mencit 2

Volume sediaan=22,1420

x 0,5 ml=0,55 ml

Volumeol . Ricini=22,1420

x 0,312=0,345 ml

c. Mencit 3

Volume sediaan=24,9520

x 0,5 ml=0,62 ml

V olume ol . Ricini=24,9520

x0,312=0,389 ml

2. Data Pengamatan Sekelas

Mencit No Mencit Mulai Diare Lama Diare 0-30 30-60 60-90 90-120 0-30 30-60 60-90 90-120 0-30 30-60 60-90 90-1201 Menit ke-57 − − 0 − − − 0.02 − − − 1 − −2 Menit ke-5 − 0 − − 0 0.1 − − 0.02 3 − − 13 − − − − − − − − − − − − − −4 − − − − − − − − − − − − − −5 − − − − − − − − − − − − − −x Menit ke- 12,4 − 0 0 − 0 0.02 0.004 − 0.004 0.6 0.2 − 0.21 Menit ke-4 116 menit 0 1 3 4 0.04 0.13 0.5 0.05 1 2 3 12 − − − − − − − − − − − − − −3 − − − − − − − − − − − − − −x Menit ke-1.3 38,67 menit 0 0.33 1 1.33 0.01 0.04 0.17 0.02 0.33 0.67 1 0.334 − − − − − − − − − − − − − −5 Menit ke -80 40 menit − − 1 2 − − 0.11 0.09 − − 5 1x Menit ke-40 20 menit − − 0.5 1 − − 0.06 0.05 − − 2.5 0.51 Menit ke-52 68 − 0 3 3 − 0.15 0.71 0.08 − 1 3 12 Menit ke-1 119 0 − − 0 0.04 − − − 2 − − 43 − − − − − − − − − − − − − −x Menit Ke-17,67 62.33 0 0 1 1 0.01 0.05 0.24 0.03 0.67 0.33 1 1.674 − − − − − − − − − − − − − −5 − − − − − − − − − − − − − −x − − − − − − − − − − − − − −

Bobot feses (gram) Frekuensi Defekasi

Mencit3

Mencit 2

Mencit 1

Konsistensi feses

F. PEMBAHASAN

Pada praktikum pengujian aktivitas anti diare yang bertujuan untuk mengamati

pengaruh laksan (oleum ricini atau paraffin) terhadap saluran pencernaan dam memahami

sejauh mana obat antidiare dapat menghambat diare yang ditimbulkan laksan tersebut.

Pada praktikum ini digunakan mencit sebagai hewan percobaan, mencit tersebut di bagi

menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama merupakan mencit kontrol negatif dimana

mencit diberikan tragakan 2% dan air secara oral, sedangkan kelompok kedua adalah

kontrol positif dimana mencit diberikan tragakan 2% kemudian diberikan oleum ricini

atau paraffin (oral), pada kelompok ketiga mencit diberikan loperamid dosis 1 kemudian

diberi oleum ricini atau paraffin (oral).

Pada mencit kontrol negative (kelompok 1) yang diberi tragakan 2% kemudian

diberi air secara oral. Kontrol negatif ini berfungsi untuk melihat proses defekasi pada

mencit yang normal. Dilihat dari data di atas mencit kontrol negatif, waktu timbul diare

pada menit ke- 12,4 maksudnya bukan mengalami diare tapi defekasi normalnya timbul

pada menit ke 12,4. Konsistensi fesesnya memiliki skor 0, hal tersebut menunjukan

bahwa fesesnya dalam keadaan normal. Bobot fesesnya berada dalam berat yang normal

yaitu 0,02 gram dan 0,004 gram. Frekuensi defekasinya jarang, masih berada dalam

frekuensi normal karena defekasinya tidak melebihi 3 kali.

Pada mencit kontrol fositif (Kelompok 2), mencit diberi tragakan 2% kemudian di

beri oleum ricini secara oral. Kontrol positif ini bertujuan untuk melihat proses defekasi

pada mencit yang diinduksi dengan pencahar. Oleum ricini (minyak jarak) merupakan

trigliserida yang berkhasiat sebagai laksatif. Di dalam usus halus, minyak ini mengalami

hidrolisis dan menghasilkan asam risinoleat yang merangsang mukosa usus, sehingga

mempercepat gerak peristaltiknya dan mengakibatkan proses defekasi berlangsung

dengan cepat sehingga frekuensi defekasi akan meningkat. Karena proses defekasi yang

berlangsung cepat, maka waktu absorbsi air juga akan berkurang, sehingga air yang

seharusnya diabsorbsi tubuh akan ikut terbuang dalam feses, yang mengakibatkan

konsistensi feses yang lembek. Pada data di atas pada mencit dengan kontrol positif yang

diberi oleum ricini mengalami peningkatan waktu mulai diarenya yaitu pada menit ke 1,3,

lama diare yang ditimbulkan oleh oleum ricini yaitu 38,67 menit. Konsistensi fesesnya

pun meningkat dari menit ke 30 sampai dengan menit ke 120, semakin lama konsistensi

fesesnya semakin lembek. Bobot fesesnya dan frekuensi defekasinya meningkat dari

menit ke menit, jika dibandingkan dengan mencit normal (mencit control negative) bobot

feses dan frekuensi defekasinya meningkat dari normal.

Pada mencit control fositif (kelompok 2), mencit diberi tragakan 2% kemudian

diberi paraffin secara oral. Paraffin ini digunakan sebagai pelincir sehingga memudahkan

untuk pengeluaran isi usus. Pada data di atas untuk kelompok 2 yang diberi paraffin yaitu

mulai diarenya pada menit ke-40, bila dibandingkan dengan yang diberi oleum ricini

maka lebih cepat yang diberi oleum ricini. Hal tersebut dapat dilihat dari fungsinya yaitu

oleum ricini sebagai pencahar sedangkan paraffin digunakan untuk pelincir saja.

Lamanya diare 20 menit, konsistensi feses meningkat dari menit ke 60-120 dengan

konsistensi feses yang lembek tapi normal. Bobot fesesnya pada menit ke 60-120 yaitu

0,06 gram dan 0,05 gram. Sedangkan untuk frekuensi defekasinya lebih sering pada

menit ke 60-90 kemungkinan pada menit ini parafin nya bekerja.

Pada mencit kelompok ke tiga, mencit diberikan loperamid dosis 1(4 mg/ 70 Kg

BB) kemudian diberikan oleum ricini secara oral. Loperamid merupakan obat antidiare

yang cara kerjanya memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot

sirkuler dan longitudinalis usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga

diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut.

Pada data di atas menunjukkan ada perubahan mulai timbulnya diare pada mencit yang

diberikan obat loperamid. Untuk lamanya diare bila dibandingkan dengan mencit control

positif yang diberikan oleum ricini ini lebih lama waktu diarenya yaitu 62,33 menit.

Konsistensi fesesnya ada sedikit perubahan jika dibandingkan dengan mencit kelompok 2

yang diberi oleum ricini pada menit ke 90-120 yaitu asalnya skor 1,33 menjadi 1 atau

dapat dikatakan bahwa konsistensi fesesnya menjadi lembek tapi normal. Bobot fesesnya

tidak ada perubahan antara mencit control 2 dengan mencit kelompok 3 yang sudah

diberi obat. Untuk frekuensi defekasinya lebih sering yang diberi obat kemungkinan obat

yang diberikan belum dapat bekerja dengan baik sehingga belum memberikan efek

antidiare.

Pada mencit kelompok 3, mencit diberikan loperamid dosis 1 (4 mg/ 70 Kg BB)

kemudian diberikan paraffin secara oral. Pada data di atas mencit tidak mengalami

defekasi. Hal ini menunjukkan bahwa obat loperamid tersebut sudah bekerja pada mencit

yang diberikan paraffin. Jika dibandingkan antara yang diberikan oleum ricini dan

paraffin maka loperamid lebih cepat menghentikan diare yang disebabkan oleh paraffin.

Jika dilihat dari fungsinya paraffin tersebut digunakan untuk pelincir saja dan paraffin

tersebut tidak mempengaruhi kontraksi usus secara langsung sehingga loperamid lebih

mudah menghentikan diare yang disebabkan oleh paraffin tersebut.

G. KESIMPULAN

Dari hasil praktikum yang telah kami lakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Oleum ricini (minyak jarak) merupakan trigliserida yang berkhasiat sebagai laksatif.

Di dalam usus halus, minyak ini mengalami hidrolisis dan menghasilkan asam

risinoleat yang merangsang mukosa usus, sehingga mempercepat gerak peristaltiknya

dan mengakibatkan proses defekasi berlangsung dengan cepat sehingga frekuensi

defekasi akan meningkat.

2. Paraffin bekerja kerja sebagai pelincir yaitu memperlancar pengeluaran isi usus dan

paraffin ini tidak mempengaruhi kontraksi usus secara langsung.

3. Loperamid HCL dengan dosis 4 mg/ 70 Kg BB dapat menurunkan waktu timbulnya

diare dan dapat meningkatkan konsistensi feses yang ditimbulkan oleh oleum ricini.

4. Loperamid HCL dengan dosis 4 mg/ 70 Kg BB dapat menurunkan aktivitas diare yang

ditimbulkan oleh paraffin sehingga diare tidak terjadi.

H. PERTANYAAN

1. Terangkan mekanisme terjadinya diare yang disebabkan oleh oleum ricini!

2. Terangkan kemungkinan mekanisme terjadinya obat antidiare sehingga dapat

menghambat diare yang disebabkan oleh oleum ricini!

Jawaban :

1. Pengeluaran isi usus dipengaruhi oleh zat-zat yang mengiritasi saluran pencernaan,

seperti oleum ricini atau makanan pedas. Iritasi tersebut menstimulasi pleksus saraf

myenterik dalam usus sehingga gerakan peristaltik usus akan meningkat, sehingga

mempercepat pengeluaran isi usus dan mengubah konsistensi feses menjadi lebih

lembek bahkan cair, karena adanya hambatan pada proses absorpsi air di usus besar.

2. Kerja obat anti diare tersebut dapat bersifat absorben karena dapat menyerap zat-zat

beracun (oleum ricini) yang ada di dalam usus, sedangkan untuk obat yang menekan

peristaltic usus yaitu untuk memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi air dan

elektrolit oleh mukosa usus.

DAFTAR PUSTAKA

DiPiro, Joseph T., Talbert, Robert L., dkk., 1996, Pharmacotherapy: A

Patophysiologic Approach, 3rd Ed., Appleton & Lange, Stamford, Connecticut

ISFI, 2000, ISO Indonesia, Edisi Farmakoterapi, Volume XXXIII.

Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Terjemahan M.B Widianto dan A.S. Ranti.

Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Price, S.A.., Wilson, L.M., 1995, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit), Edisi Keempat, Buku 2, Penerjemah : Peter Anugrah, Jakarta : Buku

Kedokteran EGC.

Rahardja Winata, (1978) , Obat-obat Penting Edisi ke V, Jakarta : Penerbit

Elekmedia Komputindo.

Tim Farmakologi, 2001, Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Jakarta: Penerbit Fakultas

FMIPA , Jurusan Farmakologi UI.

Tim Dosen. 2013. Modul Praktikum Farmakologi. Jurusan farmasi; Universitas

Garut.

Wiryani, NGP Cilik, Wibawa, I Dewa Nyoman, 2007, Pendekatan Diagnostik dan

Terapi Diare Kronis, J Peny Dalam, Volume 8 Nomor 1 Januari 2007,

Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RS Sanglah, Denpasar