LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

33
i LAPORAN AKHIR DAMPAK BENCANA ALAM TERHADAP KETIMPANGAN PENDAPATAN DI INDONESIA LESTARI AGUSALIM, S.E., M.Si (0309018701) UNIVERSITAS TRILOGI 2020

Transcript of LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

Page 1: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

i

LAPORAN AKHIR

DAMPAK BENCANA ALAM TERHADAP KETIMPANGAN

PENDAPATAN DI INDONESIA

LESTARI AGUSALIM, S.E., M.Si

(0309018701)

UNIVERSITAS TRILOGI

2020

Page 2: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

ii

ABSTRAK

Bencana alam berperan penting dan subtansial dalam memengaruhi

ketimpangan pendapatan di suatu wilayah atau masyarakat. Akan tetapi terdapat

berbagai variasi hubungan diantara kedunya. Beberapa penelitian menujukan

adanya pengaruh positif, tetapi di sisi lain menemukan adanya pengaruh negatif.

Variasi tergantung pada objek, waktu, variabel, dan metode analisis yang

digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan hubungan antara tingkat

kejadian bencana alam dan tingkat ketimpangan ekonomi dan menganalisis dampak

tingkat kejadian bencana terhadap tingkat ketimpangan pendapatan di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan metode panel data, data cross section dari 33 provinsi

di Indonesia, data time series periode 2010-2018, dan menggunakan enam variabel,

yaitu indeks gini, jumlah kejadian bencana alam, panjang jalan tol, pdrb, investasi

langsung, IPM, dan tingkat kemiskinan. Hasil analisis menunjukkan bahwa

bencana alam memperlemah efek negatif dari infrastruktur terhadap ketimpangan

pendapatan di Indonesia.

Kata Kunci: Bencana alam, gini, kemiskinan, IPM, panel data

Page 3: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas ridho-

Nya makalah ini bisa diselesaikan pada waktunya.

Makalah ini berjudul “Dampak Bencana Alam terhadap Ketimpangan

Pendaatan di Indonesia”. Di dalam makalah ini dibahas mengenai pemetaan

hubungan antara tingkat kejadian bencana alam dengan tingkat ketimpangan

ekonomi dan menganalisis dampak tingkat kejadian bencana terhadap tingkat

ketimpangan pendapatan di Indonesia. Selain itu, makalah ini juga membahas

mengenai peran infrastruktur jalan, pdrb, investasi, indeks pembangunan manusia

dan tingkat kemiskinan terhadap distribusi pendapatan di Indonesia.

Semoga makalah ini dapat memberikan gambaran terhadap kondisi yang

ada dan dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan yang

dikaitkan dengan isu kebencanaan dalam rangka menjaga distribusi pendapatan

semakin merata.

Bogor, 19 Feb 2021

Penulis

Page 4: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……………................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iv

DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv

1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1

2 TINJAUAN PUSTAKA..…..................................................................... 9

3 METODE PENELITIAN …..................................................................... 11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ……..…….............................................. 16

5 PENUTUP …………................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 29

LAMPIRAN ………….................................................................................. 32

Page 5: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

5

1 PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara rawan bencana karena berada pada pertemuan

tiga lempeng dunia yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik, yang

berpotensi menimbulkan gempa bumi apabila lempeng-lempeng tersebut

bertumbukan. Menurut UNESCO (2017) Indonesia menempati peringkat ke 7

sebagai negara paling rawan akan risiko bencana alam bila ditinjau dari aspek

geografi, geologi, klimatologi, dan demografi. Data yang dikeluarkan oleh Pusat

Studi Bencana UGM (2010) menunjukkan bahwa, Indonesia mempunyai 127

gunung api aktif, 76 di antaranya berbahaya, bencana alam lainnya seringkali

melanda Indonesia adalah tsunami, angin topan, banjir, tanah longsor, kekeringan,

serta bencana akibat ulah manusia seperti kegagalan teknologi, konflik sosial,

kebakaran hutan, dan lahan. Dampak kejadian bencana tersebut secara keseluruhan

mengakibatkan kerugian harta benda dan korban jiwa yang tidak sedikit. Hampir

seluruh provinsi di Indonesia merupakan daerah rawan bencana.

Bencana alam merupakan salah satu faktor yang dapat mengganggu

perekonomian di suatu negara termasuk di Indonesia. Benson dan Clay (1997)

menyatakan bahwa bencana alam adalah kejadian abnormal yang memengaruhi

wilayah geografis serta masyarakat, sehingga menyebabkan kerusakan yang besar,

gangguan dan menimbulkan korban jiwa. Berdasarkan perspektif ekonomi bencana

alam menyiratkan beberapa kombinasi dari kerugian pada manusia, seperti

kerugian fisik yaitu tanah dan bangunan, serta kerugian keuangan. Selain itu,

bencana alam juga dapat menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi seperti

pendapatan, investasi, konsumsi, dan produksi, serta memungkinkan beberapa

dampak pada arus keuangan seperti penerimaan dan pengeluaran pemerintah dan

swasta.

Jumlah bencana alam di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat.

Bencana alam yang terjadi di Indonesia antara lain bencana alam hidrometeorologi

(banjir, gelombang pasang/abrasi, kekeringan, kebakaran hutan, dan lahan) dan

bencana alam geologi (tanah longsor, gempa bumi, tsunami, letusan gunung api,

dan angin puting beliung). Jumlah bencana alam yang paling banyak dalam kurun

waktu 2013-2018 adalah pada tahun 2017 (Gambar 1). Pada tahun 2017 jumlah

Page 6: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

6

bencana alam di Indonesia mencapai 2851 kejadian yang terdiri dari berbagai jenis

bencana.

Sumber: Data informasi bencana Indonesia BNPB, 2019 (diolah)

Gambar 1 Jumlah kejadian bencana alam di Indonesia tahun 2013-2018

Berdasarkan data informasi bencana Indonesia BNPB terdapat lebih dari

13.000 lebih bencana alam di Indonesia pada tahun 2013 sampai 2018, dengan 4328

banjir, 3315 tanah longsor, 130 gelombang pasang/abrasi, 4045 angin puting

beliung, 228 kekeringan, 817 kebakaran hutan dan lahan, 117 gempa bumi, empat

tsunami, dua gempa bumi dan tsunami, dan 90 letusan gunung api.

Sumber : Data informasi bencana Indonesia BNPB, 2019 (diolah)

Gambar 2 Jumlah kejadian bencana alam menurut jenis bencana di Indonesia tahun

2013-2018

1641

1948

1684

2287

2851

2571

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

2013 2014 2015 2016 2017 2018

4328

3315

130

4045

228817

117 4 2 900

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

5000

BANJIR TANAH

LONGSOR

GELOMBANG

PASANG /

ABRASI

PUTING

BELIUNG

KEKERINGAN KEBAKARAN

HUTAN DAN

LAHAN

GEMPA BUMI TSUNAMI GEMPA BUMI

DAN TSUNAMI

LETUSAN

GUNUNGAPI

Page 7: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

7

Masalah lain yang ditimbulkan selain jumlah kejadian bencana alam yang

cenderung meningkat adalah dampak bencana alam yang menimbulkan kerusakan

sekaligus kerugian materi maupun non materi sehingga memengaruhi tingkat

kemiskinan dan ketimpangan pendapatan masyarakat. Bencana alam dapat

berdampak pada turunnya tingkat pendapatan masyarakat miskin, sehingga akan

mengarah pada ketimpangan pendapatan yang melebar di masyarakat. Dugaan ini

tersebut diperkuat oleh studi empiris yang dilakukan Bui et al., (2014) dimana

secara statistik terbukti bahwa bencana alam secara nyata meningkatkan

kemiskinan dan ketimpangan di Vietnam. Hal tersebut dikarenakan masyarakat

yang tergolong kaya memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhannya pasca

bencana alam melalui pembiayaan dari tabungan atau pinjaman yang dapat dengan

mudah mereka dapatkan, mereka juga cenderung memiliki asuransi untuk menutupi

kerugian akibat bencana alam. Tidak hanya itu masyarakat yang kaya lebih siap

dalam menghadapi bencana alam karena mereka mampu secara finansial sehingga

memiliki solusi pencegahan untuk menghindari atau mengurangi kerusakan akibat

bencana alam. Berbeda dengan kondisi tersebut masyarakat miskin yang cenderung

memiliki pendapatan yang tidak tetap akan terganggu akibat adanya bencana alam.

Mereka tidak memiliki asuransi atau bahkan tabungan yang cukup untuk

menanggulangi dampak dari bencana alam yang mereka hadapi. Dengan demikian,

bencana alam dapat berdampak negatif pada tingkat pendapatan masyarakat miskin

sehingga ketimpangan pendapatan akan melebar. Akan tetapi, dalam studi lain yang

dilakukan oleh Keerthiratne dan Tol (2018) menunjukkan bahwa bencana alam

secara signifikan dan secara substansial mengurangi ketimpangan pendapatan

rumah tangga. Orang kaya lebih terpengaruh karena pendapatan mereka terutama

berasal dari kegiatan pertanian non-pertanian dan non-musiman. Penelitian-

penelitian yang mencoba menganalisis hubungan bencana alam dengan

ketimpangan pendapatan menghasilkan kesimpulan yang bervariasi tergantung

pada objek, waktu, variabel, dan metode analisis yang digunakan.

Page 8: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

8

Sumber: BPS 2019

Gambar 3 Indeks Gini Indonesia 2010-2019

Pada tahun 2010-2019, indeks gini Indonesia mengalami fluktuatif dan

cenderung menurun. Namun, penurunannya relatif lambat, berbeda dengan jumlah

bencana alam di Indonesia yang cenderung meningkat tajam. Penelitian ini meneliti

kemungkinan adanya hubungan kausalitas antara bencana alam dan ketimpangan

pendapatan. Apabila terdapat hubungan tertentu, maka pembuat kebijakan perlu

melakukan langkah antisipasi sejak awal. Berbagai penelitian telah meneliti

pengaruh bencana alam terhadap ketimpangan pendapatan, tapi untuk di Indonesia

masih minim penelitian mengenai dampak bencana alam khususnya terhadap

ketimpangan pendapatan masyarakat. Berdasarkan latar belakang tersebut maka

dibutuhkan sebuah penelitian mengenai bagaimana dampak bencana alam terhadap

ketimpangan pendapatan di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah memetakan

hubungan antara tingkat kejadian bencana alam dan tingkat ketimpangan ekonomi

dan menganalisis dampak tingkat kejadian bencana terhadap tingkat ketimpangan

pendapatan di Indonesia. Penelitian bencana alam di Indonesia masih jarang

dilakukan, kebanyakan tingkatnya negara-negara di dunia. Analisis yang akan

dilakukan menggunakan cakupan provinsi dan menggunakan data PDRB, Indeks

gini, indeks pembangunan manusia, tingkat kemiskinan, jumlah kejadian bencana

alam dan panjang jalan.

0.378

0.41 0.410.413

0.4060.408

0.397

0.393

0.389

0.382

0.36

0.37

0.38

0.39

0.40

0.41

0.42

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Page 9: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

9

2 TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian yang berhubungan bencana alam dan ketimpangan pendatapan

masih relatif sedikit dilakukan. Dari yang melakukannya, temuan yang dilaporkan

beragam. Penelitian yang dilakukan oleh Warr dan Aung (2019) adalah untuk

menguji pengaruh bencana alam tropis topan nargis yang menghancurkan sebagian

Myanmar pada Mei 2008 terhadap ketimpangan pendapatan di berbagai wilayah di

Myanmar. Penelitian ini menggunakan simulasi terhadap wilayah yang tidak

terkena topan margis dan wilayah yang terkena topan margis. Hasilnya, wilayah

kaya yang terkena topan margis mengurangi ketimpangan pendapatan di wilayah

tersebut, aset rumah tangga kaya hancur, sehingga mengurangi kesenjangan antara

mereka yang kaya dan mereka yang lebih miskin. Namun, secara keseluruhan atau

dalam tingkat nasional, bencana alam topan margis signifikan meningkatkan

ketimpangan pendapatan di Myanmar.

Songwathana (2018) melakukan penelitian tentang bencana alam untuk

menguji ketahanan bencana atau kerentanan bencana baik di negara maju maupu

negara berkembang. Meskipun studi sebelumnya menemukan bahwa orang miskin

cenderung lebih menderita dari bencana, hanya beberapa studi dianalisis di tingkat

lintas negara berdasarkan kasus dengan 168 negara dan tahun 1990-2016.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Tselios dan Tompkins (2019)

tentang bencana yang memengaruhi variabel-variabel makroekonomi seperti

kekayaan/kemiskinan, ketimpangan pendapatan, tidak adanya/adanya sistem

kesejahteraan sosial, dan hasil bencana jangka pendek dan jangka panjang.

Hambatan utama untuk kemajuan dalam mengurangi tingkat hasil bencana

tampaknya berasal dari ketidakmampuan untuk mengatasi pendorong kerentanan

makro-ekonomi. Studi ini menemukan bahwa dalam kaitannya dengan bencana

alam, negara berkembang mengalami dampak manusia yang lebih buruk daripada

negara yang lebih maju. Negara-negara maju menderita kerugian ekonomi yang

lebih besar, negara-negara dengan tingkat ketimpangan pendapatan yang lebih

besar memiliki lebih banyak orang yang terkena dampak daripada di negara-negara

yang lebih setara dan kesejahteraan sosial serta dampak bencana alam menunda

pertumbuhan ekonomi di negara-negara miskin.

Page 10: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

10

Beberapa studi ekonomi kuantitatif menyimpulkan bahwa bencana

meningkatkan ketimpangan, tetapi buktinya tidak kuat. Yamamura (2015)

menggunakan data panel lintas negara dari tahun 1965 hingga 2004 untuk

mempelajari bagaimana terjadinya bencana alam ketimpangan pendapatan di

tingkat nasional. Temuannya adalah untuk efek tetap tahun dan negara, bencana

banjir telah meningkatkan ketimpangan pendapatan dalam jangka pendek (5 tahun)

tetapi efek ini menghilang dalam jangka panjang (10 tahun). Tidak ada dampak

ketimpangan yang ditemukan untuk badai atau gempa bumi. Karena penelitian ini

menggunakan data tingkat nasional, temuan tidak membedakan antara dampak

ketimpangan dalam wilayah yang terkena dampak bencana dari suatu negara dan

dampak ketidaksetaraan di level nasional.

Berbeda dengan hasil penelitian yang telah dijelaskan, beberapa studi

ekonomi lain telah menyimpulkan bahwa bencana alam menyebabkan menurunnya

tingkat ketimpangan pendapatan. Feng et al. (2016) menganalisis dampak gempa

Wenchuan 2008 di Cina di antara rumah tangga yang terkena dampak di pedesaan

Sichuan. Penelitian menemukan ketimpangan konsumsi menurun setelah gempa

bumi. Namun, penulis menunjukkan bahwa hasil ini bukan berasal dari dampak

langsung dari gempa itu sendiri, tetapi dari waktu yang tepat dan dukungan

pemerintah substansial yang diterima oleh rumah tangga miskin sebagai tanggapan

terhadapnya. Tidak jelas bagaimana pengaruh gempa itu sendiri terhadap

ketidaksetaraan.

Akhirnya, Keerthiratne dan Tol (2018) memanfaatkan tingkat kabupaten data

panel di Sri Lanka dan menyimpulkan bahwa bencana alam yang terjadi tidak

secara signifikan memengaruhi ketimpangan konsumsi tetapi mengurangi

ketimpangan pendapatan. Penulis menghubungkan langkah-langkah tingkat

kabupaten ketimpangan pendapatan dengan data tingkat kabupaten/kota tentang

proporsi rumah tangga terkena dampak bencana alam di enam putaran rumah

tangga survei pendapatan dan pengeluaran. Metodologi penelitian tidak

membedakan antara 'bencana alam' besar dan kecil. Tampaknya banyak dari

bencana alam termasuk kecil cukup sehingga rumah tangga mampu

mempertahankan konsumsi jangka pendek meskipun mengalami kerugian

pendapatan.

Page 11: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

11

3 METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

yang digunakan adalah data panel yang merupakan gabungan data time series dan

data cross section. Penelitian ini menggunakan data time series berupa data tahunan,

yaitu dari tahun 2010 sampai 2018. Data cross section yang digunakan adalah 33

Provinsi di Indonesia. Sumber data di peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan

Badan Nasional Penganggulangan Bencana alam (BNPB). Variabel, keterangan,

dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Variabel, Keterangan, dan Sumber data

Variabel Keterangan Sumber

Gini Indeks gini BPS

Bencana Jumlah kejadian bencana (Kali kejadian) BNPB

Jalan Panjang jalan total (KM) BPS

PDRB Produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan 2010

(Miliar Rp) BPS

investasi Investasi langsung PMA+PMDN (Miliar Rp) BKPM

ipm Indeks Pembangunan Manusia BPS

miskin Tingkat kemiskinan (persen) BPS

.3.2. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif yang terdiri dari

analisis deskriptif, Panel Fully Modified Ordinary Least Square (PFMOLS), dan

Panel Error Correction Model (PECM). Analisis deskriptif digunakan untuk

mendeskripsikan kondisi sebaran bencana alam dan ketimpangan setiap provinsi di

Indonesia. Analisis deskriptif merupakan analisis sederhana yang bertujuan untuk

mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang disajikan dalam bentuk tabel

dan grafik. Analisis menggunakan model PFMOLS bertujuan untuk mengetahui

pengaruh jangka panjang setiap variabel independen terhadap variabel indeks gini.

Sementara itu, model PECM berguna untuk mengetahui pengaruh jangka

pendeknya. Sebelum melakukan analisis PFMOLS dan PECM terlebih dahulu

dilakukan pengujian unit root pada setiap variabel untuk menguji kestasioneran

Page 12: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

12

data. Kemudian, dilakukan uji kointegrasi. Apabila terdapat kointegrasi maka

model PFMOLS dan PECM dapat dilakukan.

Pengujian unit root tidak hanya dilakukan pada data time series tetapi juga

pada data panel seperti yang dilakukan oleh Levin, Lin, dan Chu (2002), Harris dan

Tzavalis (1999), Breitung (2000), Im–Pesaran–Shin (2003), dan Fisher-type (Choi,

2001). Uji unit root data diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya data yang tidak

stasioner. Apabila data tidak stasioner akan mengakibatkan hasil estimasi menjadi

bias (Baltagi 2005). Hasil tersebut dapat mengakibatkan nilai R2 yang besar dan

nilai uji-t yang signifikan namun tidak memiliki arti keekonomian atau biasa

disebut sebagai spurious regresion (Enders, 2014). Dalam banyak kumpulan data,

dimensi waktu (T), adalah kecil, sehingga tes yang sifat asimptotiknya dibuat

dengan mengasumsikan bahwa T cenderung tak terhingga dapat menyebabkan

inferensi yang keliru. Penelitian kami, menggunakan data panel dimana data time-

series sedikit dan lebih kecil daripada data cross-section. Untuk kasus seperti ini,

pengujian unit root yang direkomendasikan adalah menggunakan Harris-Tzavalis

Unit Root Test (Harris and Tzavalis,1999).

Prosedur pengujian Harris-Tzavalis didasarkan pada estimator OLS yang

dinyatakan dalam persamaan berikut:

𝑦𝑖𝑡 = 𝜌𝑦𝑖,𝑡−1 + 𝑧𝑖𝑡

′𝛾𝑖𝑡 + 𝜖𝑖𝑡 … (1)

Dimana, 𝑦𝑖𝑡 adalah variabel yang diuji stasioneritasnya, 𝜌 merupakan

parameter yang akan diuji dimana hipotesis nol untuk uji ini ialah 𝜌 = 1, 𝑧𝑖𝑡

′𝛾𝑖𝑡

merupakan rataan dan tren dari panel spesifik, dan 𝜖𝑖𝑡 merupakan error term. Harris

dan Tzavalis (1999) berasumsi bahwa 𝜖𝑖𝑡 independen dan terdistribusi secara

identik (yaitu, normal) dengan varian konstan lintas panel.

Setelah melakukan uji unit root, selanjutnya dilakukan uji kointegrasi yang

ditujukan untuk mengetahui hubungan keseimbangan dalam jangka panjang

antarvariabel terkait dengan menggunakan Pedroni test for cointegration dan Kao

test for cointegration. Pedroni (1999, 2004) menyampaikan beberapa uji terhadap

hipotesis nol, yaitu tidak adanya kointegrasi pada model data panel yang

mengizinkan adanya heterogenitas. Adapun model regresi dari panel

kointegrasinya dapat digambarkan sebagai:

Page 13: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

13

𝑦𝑖𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝛽𝑖𝑡 + 𝛾1𝑖𝑥1𝑖,𝑡 + ⋯ + 𝛾𝑀𝑖𝑥𝑀𝑖,𝑡 + 휀𝑖𝑡 … (2)

di mana i, t dan M merujuk pada individual, waktu dan jumlah variabel bebas.

Uji kointegrasi selanjutnya adalah dengan menggunakan metode yang

dikembangkan oleh Kao (1999). Uji tersebut dilakukan melalui uji Dickey Fuller

dan Augmented Dickey Fuller. Kalkulasi Kao memberikan hasil berikut:

𝐴𝐷𝐹 =𝑡𝐴𝐷𝐹+

√6𝑁𝜕𝑢2𝜕0𝑣

√𝜕0𝑣2

2𝜕𝑣2+3𝜕𝑣2

10𝜕𝑣2

… (3)

Untuk pendugaan parameter jangka panjang saat adanya penduga untuk

𝜇𝑖𝑡dan 𝜗𝑖𝑡

adalah:

∑ = [𝜗𝑢2 𝜗𝑢𝑐𝜗𝑢𝑐 𝜗𝑢2] =

1

𝑁𝑇∑ ∑ 𝜇𝑖𝑡𝜇′

𝑖𝑡~𝑁(0,1)𝑇

𝑡−1𝑁𝑖=1 …(4)

Selain itu, uji kointegrasi dapat dilakukan dengan menguji keberadaan unit

root dalam sisaan yang didapatkan dari model FMOLS yang telah diestimasi.

Sisaan yang stasioner menunjukan bahwa model yang diduga merupakan

persamaan jangka panjang antarvariabel terkait dan tidak memiliki sifat spurious

regression.

Setelah mendapatkan hasil dari uji kointegrasi, selanjutnya dilakukan analisis

panel FMOLS untuk mendapatkan pengaruh jangka panjang antara variabel bebas

dan variabel terikat. FMOLS merupakan alat analisis yang pada mulanya digagas

oleh Phillips dan Hansen (1990) untuk memberikan hasil analisis yang optimal bagi

model yang memiliki kointegrasi dalam model regresi. Metode ini memodifikasi

metode OLS dengan memperhitungkan dampak dari serial-correlation dan

endogeneity yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari adanya hubungan

kointegrasi yang terdapat di antara variabel-variabel yang terkait dalam model

regresi. Keberadaan serial-correlation dalam model dapat berdampak terhadap

dugaan yang dihasilkan dari metode OLS menjadi bersifat tidak Best Linear

Unbiased Estimator (BLUE) yang merupakan syarat dari model yang baik menurut

teorema Gauss Markov. Sedangkan keberadaan endogeneity dalam model yang

diduga menggunakan metode OLS akan menghasilkan dugaan yang bias. Menurut

Pedroni (2000) analisis menggunakan PFMOLS dapat mengontrol adanya

Page 14: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

14

endogenity, serial-correlation, heterogenitas antarindividu serta menghasilkan

hasil analisis yang konsisten

Pada dasarnya model yang dibangun menggunakan metode OLS dan

FMOLS sama, perbedaanya terdapat dalam cara menentukan nilai dugaan

parameternya. Dalam penentuan nilai estimasi PFMOLS terdapat faktor covariance

yang berfungsi sebagai “bias corrected” seperti yang terlihat pada persamaan 6.

Adapun model umum dari model PFMOLS sebagai berikut:

𝑦𝑖𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝛽𝑖𝑋𝑖𝑡 + 𝜇𝑖𝑡, dengan 𝑋𝑖𝑡 = 𝑋𝑖𝑡−1 + 휀𝑖𝑡 …(5)

di mana 𝛼𝑖 merupakan intersep dan 𝛽𝑖 merupakan vektor dari koefisien

kointegrasi dengan syarat bahwa adanya kointegrasi antara 𝑦𝑖𝑡 dengan 𝑋𝑖𝑡, dan 𝜇𝑖𝑡

adalah error term. Adapun penduga dari PFMOLS (grouped) diperoleh dari

persamaan:

�̂�𝐹𝑀∗ = 𝑁−1 ∑ [∑ (𝑋𝑖𝑡 − �̅�𝑖)

2𝑇𝑡−1 ]−1𝑁

𝑖−1 [∑ (𝑋𝑖𝑡 − �̅�𝑖)𝑦𝐼𝑇∗ − 𝑇�̂�𝑖

𝑇𝑡−1 ] …(6)

di mana �̂�𝐹𝑀 adalah penduga dalam analisis data PFMOLS. 𝑇�̂�𝑖 merupakan

perkalian antara jumlah waktu (T) dengan korelasi antarpengamatan (�̂�𝑖) atau juga

biasa disebut sebagai faktor “bias corrected” yang tidak terdapat dalam estimasi

mengunakan metode OLS.

Setelah melakukan analisis PFMOLS, selanjutnya dilakukan analisis PECM

digunakan untuk mendapatkan hubungan jangka pendek. Metode PECM dapat

digunakan dengan syarat adanya variabel yang tidak stasioner (memiliki unit root)

serta adanya kointegrasi antarvariabel yang diteliti. Metode Panel ECM sendiri

digunakan sebagai alat estimasi hubungan jangka pendek yang sebelumnya telah

terdapat estimasi hubungan jangka panjang. Sisaan (error correction) dari estimasi

jangka panjang, selanjutnya digunakan sebagai salah satu variabel penjelas dalam

model jangka pendek dengan hasil estimasi parameter harus bertanda negatif (<0).

Model umum panel ECM dapat digambarkan oleh persamaan di bawah ini:

∆𝑦𝑖𝑡 = 𝛿𝑖 + ∑ 𝜑1𝑗∆𝑦𝑖𝑡−𝑗 + 𝜑2𝑗∆𝑋𝑖𝑡−𝑗𝑝𝑗=1 + 𝜃휀𝑖𝑡−1 + 𝜇𝑖𝑡 …(7)

di mana 𝛿𝑖 menunjukkan fixed effect, p menunjukkan jumlah periode

lag, 휀𝑖𝑡−1 merupakan faktor error correction yang didapatkan dari persamaan 5,

sedangkan 𝜃 menunjukan speed of adjustment dari faktor error correction.

Berdasarkan data-data yang diperoleh dan tinjauan terhadap penelitian

Page 15: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

15

terdahulu yang berkaitan dengan bencana alam dan ketimpangan pendapatan.

Berikut ini adalah model FMOLS yang digunakan dalam penelitian ini:

Model 1: 𝑔𝑖𝑛𝑖𝑖𝑡 = 𝛼1 + 𝛽1𝑏𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎𝑖𝑡 + 𝛽2𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛𝑖𝑡 + 𝛽3𝑏𝑒𝑛𝑗𝑎𝑙𝑖𝑡 + 휀1𝑖𝑡

…(8)

Model 2: 𝑔𝑖𝑛𝑖𝑖𝑡 = 𝛼1 + 𝛽1𝑏𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎𝑖𝑡 + 𝛽2𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛𝑖𝑡 + 𝛽3𝑏𝑒𝑛𝑗𝑎𝑙𝑖𝑡 +

𝛽4𝑝𝑑𝑟𝑏𝑖𝑡 + 𝛽5𝑖𝑛𝑣𝑖𝑡 + 𝛽6𝑖𝑝𝑚𝑖𝑡 + 𝛽7𝑚𝑖𝑠𝑘𝑖𝑛𝑖𝑡 + 휀2𝑖𝑡 …(9)

dimana 𝑔𝑖𝑛𝑖𝑖𝑡 adalah indeks gini, 𝑏𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎𝑖𝑡 adalah jumlah kejadian bencana

(dalam bentuk logaritma natural), 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛𝑖𝑡 adalah panjang jalan (dalam bentuk

logaritma natural), 𝑏𝑒𝑛𝑗𝑎𝑙𝑖𝑡 adalah interaksi variabel bencana dan jalan, 𝑝𝑑𝑟𝑏𝑖𝑡

adalah produk domenstik regional bruto atas dasar harga konstan (=2010) (dalam

bentuk logaritma natural), 𝑖𝑛𝑣𝑖𝑡 adalah investasi lansung (PMDN dan PMA)

(dalam bentuk logaritma natural), 𝑖𝑝𝑚𝑖𝑡 adalah indeks pembangunan manusia,

𝑚𝑖𝑠𝑘𝑖𝑛𝑖𝑡 adalah tingkat kemiskinan (%), dan 휀 adalah error term. Parameter

jangka Panjang yang diduga dinotasikan dengan α dan β.

Sedangkan model PECM yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

Model 1: ∆𝑔𝑖𝑛𝑖𝑖𝑡 = 𝛿1 + 𝜑1∆𝑏𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎𝑖𝑡 + 𝜑∆𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛𝑖𝑡 + 𝜑3∆𝑏𝑒𝑛𝑗𝑎𝑙𝑖𝑡 +

𝜃휀1𝑖𝑡−1 + 𝑢𝑖𝑡 …(10)

Model 2: ∆𝑔𝑖𝑛𝑖𝑖𝑡 = 𝛿1 + 𝜑1∆𝑏𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎𝑖𝑡 + 𝜑2∆𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛𝑖𝑡 + 𝜑3∆𝑏𝑒𝑛𝑗𝑎𝑙𝑖𝑡 +

𝜑4∆𝑝𝑑𝑟𝑏𝑖𝑡 + 𝜑5∆𝑖𝑛𝑣𝑖𝑡 + 𝜑6∆𝑖𝑝𝑚𝑖𝑡 + 𝜑7∆𝑚𝑖𝑠𝑘𝑖𝑛𝑖𝑡 + 𝜃휀2𝑖𝑡−1 + 𝑢𝑖𝑡 …(11)

dimana ∆𝑔𝑖𝑛𝑖, ∆𝑏𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 , ∆𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛, ∆𝑏𝑒𝑛𝑗𝑎𝑙, ∆𝑝𝑑𝑟𝑏, ∆𝑖𝑛𝑣, ∆𝑖𝑝𝑚, dan

∆𝑚𝑖𝑠𝑘𝑖𝑛 merupakan first differensial dari variabel penelitian. Sedangkan 휀1𝑖𝑡−1

dan 휀2𝑖𝑡−1 merupakan faktor error correction yang didapatkan dari persamaan 8

dan 9 dimana kecepatan adjustment fungsi jangka pendek ke jangka panjang

ditunjukan oleh besarnya nilai parameter 𝜃.

Page 16: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Bencana Alam dan Ketimpangan Pendapatan di Indonesia

Untuk mengetahui kondisi kejadian bencana setiap provinsi maka dilakukan

pemetaan sebaran kejadian bencana. Perhitungan sebaran kejadian bencana yang

digunakan adalah jumlah kejadian setiap jenis bencana pada setiap provinsi di

Indonesia. Bencana alam yang terjadi di Indonesia diantaranya adalah bencana

banjir, puting beliung, longsor, kekeringan, kebakaran hutan, letusan gunung api,

gempa bumi dan tsunami.

Sumber : BNPB 2019 (diolah)

Gambar 4 Sebaran kejadian bencana alam tahun 2010

Pada tahun 2010 jumlah seluruh kejadian bencana alam di Indonesia

sebanyak 1942 kali kejadian. Dengan bencana banjir sebagai bencana yang paling

sering terjadi, yaitu sebanyak 1060 kali kejadian di seluruh Indonesia. Jika dilihat

berdasarkan jumlah kejadian bencana tiap provinsi, Jawa Tengah menjadi provinsi

yang paling banyak dilanda bencana alam. Pada tahun 2010 di Jawa Tengah terjadi

sebanyak 445 kali kejadian bencana alam, dapat dilihat pada Gambar 1. Provinsi

lainnya yang banyak terjadi bencana alam adalah Jawa Barat dan Jawa Timur

dengan masing masing kejadian bencana alam di provinsi tersebut sebanyak 354

dan 288 kali kejadian bencana alam.

Page 17: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

17

Sumber : BNPB 2019 (diolah)

Gambar 5 Sebaran kejadian bencana alam tahun 2018

Pada tahun 2018 kejadian bencana alam di Indonesia meningkat jika

dibandingkan dengan tahun 2010. Pada tahun 2018 terjadi sebanyak 2868 kali

kejadaian bencana alam. Sama seperti pada tahun 2010, bencana banjir menjadi

bencana alam yang paling banyak terjadi di Indonesia yaitu sebanyak 980 kali

kejadian pada tahun 2018. Pulau Jawa menjadi pulau yang paling sering terjadi

bencana alam. Dari Gambar 2 dapat diketahui provinsi Jawa Tengah menjadi

provinsi dengan kejadian bencana alam paling banyak yaitu sebanyak 1067 kali

kejadian bencana alam, disusul oleh provinsi Jawa Timur sebanyak 434 kali

kejadian dan provinsi Jawa Barat dengan 318 kali kejadian bencana alam.

Sumber : BPS 2019 (diolah)

Gambar 6 Ketimpangan pendapatan tiap provinsi tahun 2010

Page 18: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

18

Ketimpangan pendapatan Indonesia diukur berdasarkan indeks gini pada

tahun 2010 yaitu sebesar 0.378. Provinsi dengan ketimpangan pendapatan paling

tinggi adalah provinsi Gorontalo dengan nilai indeks gini sebesar 0.431. Angka

ketimpangan pendapatan di provinsi Gorontalo lebih tinggi dari pada ketimpangan

pada tingkat nasional. Sementara itu provinsi dengan ketimpangan paling rendah

adalah provinsi Kepulauan Riau dengan nilai Indeks Gini sebesar 0.293.

Sumber : BPS 2019 (diolah)

Gambar 7 Ketimpangan pendapatan tiap provinsi tahun 2018

Pada tahun 2018 ketimpangan di tingkat nasional Indonesia meningkat jika

dibandingkan dengan tahun 2010. Pada tahun 2018 ketimpangan pendapatan

nasional sebesar 0.393. Provinsi dengan tingkat ketimpangan pendapatan paling

tinggi pada tahun ini adalah provinsi DI Yogyakarta dengan nilai indeks gini

mencapai 0.432. Provinsi Gorontalo berada pada posisi nomor dua provinsi dengan

ketimpangan paling tinggi, nilai indeks gini provinsi Gorontalo pada tahun ini

sebesar 0.430. Sementara itu provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi provinsi

dengan ketimpangan pendapatan paling rendah dengan nilai indeks gini sebesar

0.282.

Page 19: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

19

4.2. Hubungan Tingkat Bencana Alam yang Terjadi dengan Ketimpangan

Pendapatan

Untuk mengetahui hubungan tingkat bencana alam dengan ketimpangan

pendapatan setiap provinsi maka dilakukan pemetaan sebaran dengan

menggunakan diagram scatter plot. Variabel yang digunakan adalah indeks gini

dan jumlah kejadian bencana pada setiap provinsi di Indonesia. Bencana alam yang

terjadi di Indonesia diantaranya adalah bencana banjir, puting beliung, longsor,

kekeringan, kebakaran hutan, letusan gunung api, gempa bumi dan tsunami.

Bencana alam disini tidak dibedakan besar kecilnya kekuatan, semuanya dianggap

memiliki kekuatan yang sama, yang membedakan adalah jumlahnya. Semakin

banyak jumlah kejadian bencana alam yang terjadi maka ketimpangan pendapatan

akan semakin tinggi.

Sumber : BPS dan BNPB 2018 (diolah)

Gambar 8 Hubungan tingkat bencana alam dan ketimpangan pendapatan 2010

Pada tahun 2010 jumlah kejadian bencana alam relatif sedikit, hampir semua

rata di angka 0-100. Namun, ada provinsi dengan paling banyak jumlah kejadian

bencana alamnya yaitu Jawa Tengah sebanyak 445 kali kejadian bencana alam.

Provinsi lainnya yang banyak terjadi bencana alam adalah Jawa Barat dan Jawa

Timur dengan masing masing kejadian bencana alam di provinsi tersebut sebanyak

354 dan 288 kali kejadian bencana alam. Tiga provinsi tersebut mempunyai tingkat

ketimpangan pendapatan yang masuk dalam kategori rendah. Provinsi dengan

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.45

0.50

0 100 200 300 400 500

Ind

eks

Gin

i

Jumlah Kejadian Bencana Alam

Page 20: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

20

ketimpangan pendapatan paling tinggi adalah provinsi Gorontalo dengan nilai

indeks gini sebesar 0.431. Sementara itu provinsi dengan ketimpangan paling

rendah adalah provinsi Kepulauan Riau dengan nilai Indeks Gini sebesar 0.293.

Ada enam provinsi yang masuk kriteria ketimpangan pendapatan sedang yaitu D.I

Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,

Gorontalo dan Papua.

Sumber : BPS dan BNPB 2018 (diolah)

Gambar 9 Hubungan tingkat bencana alam dan ketimpangan pendapatan 2018

Pada tahun 2018 kejadian bencana alam di Indonesia meningkat jika

dibandingkan dengan tahun 2010. Pulau Jawa menjadi pulau yang paling sering

terjadi bencana alam. provinsi Jawa Tengah menjadi provinsi dengan kejadian

bencana alam paling banyak yaitu sebanyak 1067 kali kejadian bencana alam,

disusul oleh provinsi Jawa Timur sebanyak 434 kali kejadian dan provinsi Jawa

Barat dengan 318 kali kejadian bencana alam. Tingkat ketimpangan Jawa Tengah,

Jawa Barat dan Jawa Timur mengalami peningkatan, bahkan kenaikannya cukup

tinggi seperti provinsi Jawa Barat dari 0.36 menjadi 0.40 dan provinsi Jawa Timur

dari 0.34 menjadi 0.40. Keriteria ketimpangan pendapatan dalam dua provinsi

tersebut menjadi berubah, yang tadinya ketimpangannya rendah menjadi

ketimpangan sedang. Pada tahun 2018 ketimpangan di tingkat nasional Indonesia

meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2010. Pada tahun 2018 ketimpangan

pendapatan nasional sebesar 0.393. Provinsi dengan tingkat ketimpangan

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.45

0.50

0 200 400 600 800 1000 1200

Ind

eks

Gin

i

Jumlah Kejadian Bencana Alam

Page 21: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

21

pendapatan paling tinggi pada tahun ini adalah provinsi DI Yogyakarta dengan nilai

indeks gini mencapai 0.432. Provinsi yang masuk dalam kriteria ketimpangan

pendapatan sedang bertambah menjadi delapan provinsi yaitu provinsi DKI Jakarta,

Jawa Barat, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan,

Gorontalo, dan Papua.

4.3. Pengaruh Bencana Alam Terhadap Ketimpangan Pendapatan di

Indonesia

Sebelum dilakukan analisis pengaruh bencana alam terhadapa distribusi

pendpaatan di Indonesia dahulu dilakukan uji stasioneritas dan uji kointegrasi.

Berdasarkan hasil uji stasioneritas Harris-Tzavalis, variabel gini, bencana, investasi,

dan tingkat kemiskinan tidak memiliki unit root (stasioner) pada level dengan taraf

nyata 5% sebagaimana terteta pada tabel 2. Sedangkan variabel jalan, pdrb, dan ipm

tidak stasioner pada level. Oleh sebab itu, perlu dilakukan uji stasioneritas pada

tingkat first difference. Hasil uji memperlihatkan semua variabel stasionel pada

tingkat first difference dengan menambahkan intersep dalam model.

Tabel 2 Hasil uji unit root Harris-Tzavalis

Variable

Harris-Tzavalis Unit Root Test

Level FD

Intercept

Intercept

& Trend Intercept

Intercept

& Trend

gini 0.3286(0.0000***) 0.1493(0.0057***) -0.1711(0.0000***) -0.1580(0000***)

bencana 0.2413(0.0000***) 0.0681(0.0001***) -0.3438(0.0000***) -0.3228(0.0000***)

jalan 0.8101(0.9819) 0.3073(0.4353) -0.1297(0.0000***) 0.0388(0.0017***)

benjal 0.2508(0.0000***) 0.0621(0001***) -0.1580(0.0000***) 0.3486(0.0000***)

pdrb 0.9645(1.0000) 0.3240(0.5348) 0.2135(0.0000***) 0.4912(0.9996)

investasi 0.5910(0.0190**) 0.0993(0.0005***) -0.2877(0.0000***) -0.2328(0.0000***)

miskin 0.6107(0.0446**) 0.2229(0.0767*) 0.0233(0.0000***) 0.1384(0.0607*)

Note: Number outside parentheses show rho-statistic (). Numbers in parentheses show the p-values (*** p < 0.01; ** p < 0.05; * p < 0.1)

Merujuk pada hasil uji stasioneritas, maka analisis panel pada taraf level tidak

dapat dilakukan karna dapat menyebabkan hasil analisis menjadi tidak konsisten

dan juga menyebabkan terjadinya spurious regression. Dengan demikian, perlu

dilakukan analisis yang lebih lanjut. Terdapat dua kemungkinan analisis yang dapat

dilakukan berdasarkan hasil dari uji stasioneritas tersebut, yaitu dengan

menggunakan analisis ECM apabila terdapat kointegrasi (hubungan jangka

panjang) antarvariabel terkait pada taraf level atau menggunakan analisis dengan

menggunakan variabel yang telah stasioner (first difference) apabila tidak

Page 22: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

22

ditemukan hubungan jangka panjang (kointegrasi) dari variabel-variabel terkait.

Uji kointegrasi yang dilakukan dalam penelitian ini menggukan uji yang

dilakukan oleh Kao (1999) dan Pedorni (1999, 2004). Berdasarkan uji kointegrasi

Kao dan Pedroni, ditemukan bahwa terdapat hubungan kointegrasi dalam model

penelitian. Hasil uji kointegrasi yang ditampilkan pada tabel 3 menunjukkan bahwa

pada taraf nyata 1%, keseluruhan uji statistik menyatakan tolak hipotesis nol (tidak

adanya kointegrasi) yang artinya bahwa variabel-variabel yang digunakan dalam

penelitian saling terkointegrasi satu sama lain atau memiliki hubungan jangka

panjang. Oleh karena itu, berdasarkan hasil uji stasioneritas data dan uji kointegrasi

tersebut, maka dapat dilakukan analisis PFMOLS untuk melihat hubungan jangka

panjang antarvariabel dalam penelitaian dan analisis PECM untuk melihat

hubungan jangka pendek variabel-variabel tersebut.

Tabel 3 Hasil Uji Kointegrasi Kao dan Pedroni

Kao test for cointegration Statistic p-value

Modified Dickey-Fuller t -2.988 0.001

Dickey-Fuller t -5.050 0.000

Augmented Dickey-Fuller t -3.412 0.000

Unadjusted modified Dickey-Fuller t -4.512 0.000

Unadjusted Dickey-Fuller t -5.731 0.000

Pedroni test for cointegration Statistic p-value

Modified Phillips-Perron t 10.317 0.000

Phillips-Perron t -12.405 0.000

Augmented Dickey-Fuller t -12.692 0.000

Hasil studi kami menggunakan model PECM menunjukkan bahwa dalam

jangka pendek bencana alam tidak memengaruhi distribusi pendapatan di Indonesia

sebagaimana terlihat pada tabel 4. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Keerthiratne dan Tol (2018) yang menemukan bahwa bencana alam

tidak mempengaruhi ketimpangan pengeluaran rumah tangga. Rumah tangga

berperilaku seolah-olah mereka memiliki pendapatan tetap atau semua rumah

tangga mengurangi pengeluaran mereka secara proporsional terlepas dari tingkat

Page 23: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

23

pendapatan mereka dalam menanggapi bencana alam. Hasil berbeda dengan

temuan Yamamura (2015) bahwa dalam jangka pendek bencana alam

memengaruhi ketimpangan pendapatan, namun efek tersebut memudar dalam

jangka panjang.

Dengan masukkan variabel kontrol lainnya, terlihat bahwa investasi langsung

berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan. Hasilnya mengkonfirmasi

hipotesis bahwa arus masuk investasi asing cenderung meningkatkan ketimpangan

pendapatan dalam jangka pendek tetapi menguranginya dalam jangka panjang. Cho

dan Ramirez (2016) menyatakan bahwa investasi langsung dalam jangka pendek

akan meningkatkan ketimpangan pendapatan.

Sementara itu, tingkat kemiskinan justru berpengaruh negatif terhadap

ketimpangan pendapatan. Kondisi wilayah di Indonesia yang masih belum merata

baik ekonomi maupun infrastrukturnya membuat hubungan kemiskinan dengan

ketimpangan pendapatan belum bisa diprediksi secara pasti, misalnya apabila suatu

wilayah tingkat kemiskinannya meningkat, maka ketimpangan pendapatannya akan

menurun. Hal tersebut dapat terjadi apabila orang-orang kaya karena terjadi

bencana menjadi ikut miskin. Kondisi ini berbeda antara di daerah kota dan

pedesaan. Afandy et al., (2017) juga menyatakan bahwa dalam penelitian mereka

angka kemiskinan yang semakin rendah justru menaikkan ketimpangan. Hasil ini

menunjukan hal yang serupa dengan penelitian Warr dan Aung (2019) pada tahun

2008 di Myanmar yang menyimpulkan bahwa daerah kaya yang terkena bencana

akan menambah kemiskinan dan mengurangi ketimpangan pendapatan karena aset

rumah tangga kaya hancur, sehingga mengurangi kesenjangan antara mereka yang

kaya dan mereka yang lebih miskin.

Dalam jangka pendek pembangunan manusia tidak menujukkan adanya

pengaruh yang signifikan terhadap ketimpangan pendapatan. Pembangunan

manusia seringkali dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi. Hasil dari

pembangunan manusia membutuhkan waktu untuk dapat dinikmati pada masa yang

akan dating. Dengan demikian, dalam jangka pendek pembangunan manusia belum

dapat dinikmati hasilnya. Castelló-Climent dan Doménech (2014) menyatakan

bahwa perbaikan dalam pembangunan modal manusia bukalah syarat cukup untuk

mengurangi ketimpangan pendapatan.

Page 24: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

24

Nilai koefisien dari error correction (휀𝑖𝑡−1) pada model jangka pendek atau

biasa disebut sebagai speed of adjustment merupakan kecepatan faktor error

correction pada periode sebelumnya untuk mengoreksi perubahan variabel gini

pada periode berikutnya menuju titik keseimbangan pada jangka panjang. Besarnya

koefisien speed of adjustment berdasarkan hasil analisis PECM ialah -0.748 dan -

0.743. Nilai koefisien ini harus bertanda negatif untuk menujukkan bahwa pengaruh

perubahan jangka pendek ke jangka panjang akan menuju titik keseimbangan baru

atau konvergen.

Tabel 4 Hasil Estimasi Model PECM dan FMOLS

Variabel

Koefisien

Jangka Pendek (PECM) Jangka Panjang (PFMOLS)

(1) (2) (1) (2)

bencana 0.021 0.02 0.080** 0.057

(0.026) (0.025) (0.039) (0.037)

jalan 0.016 0.020 -0.079*** -0.051**

(0.232) (0.022) (0.021) (0.022)

bencana * jalan -0.002 -0.001 -0.008** -0.006

(0.002) (0.002) (0.004) (0.004)

pdrb 0.048 0.030

(0.041) (0.0347)

investasi 0.003*** 0.0003

(0.001) (0.002)

ipm -0.003 -0.007**

(0.006) (0.003)

miskin -0.002** -0.003

(0.001) (0.001)

c 0.000 -0.0020

(0.001) (0.004)

휀𝑖𝑡−1 -0,748*** -0.743***

(0.057) (0.056)

R-Squares 0.4238 0.4581 0.8092 0.8251

Wald Chi2 (Prob-Chi2) 190.52*** 215.61**

Catatan: *** p < 0,01; ** p < 0,05; * p < 0,1; tanda kurung adalah standar eror

Page 25: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

25

Analisis panel FMOLS digunakan untuk melihat dampak jangka panjang

pengaruh variabel bencana alam terhadap distribusi pendapatan setelah sebelumnya

kedua syarat dalam penggunaan analisis panel FMOLS terpenuhi, yaitu terdapat

variabel yang tidak stasioner pada level namun memiliki hubungan jangka panjang

yang nyata atau dengan kata lain saling terkointegrasi. Berdasarkan hasil analisis

FMOLS Model 1 pada Tabel 4, dalam jangka panjang bencana alam akan

memperburuk distribusi pendapatan di Indonesia. Semakin sering terjadi bencana

maka ketimpangan pendapatan semakin melebar. Hasil ini mengonfirmasi hasil-

hasil penelitian yang dilakukan oleh Pauw et al. (2012), Bui et al., (2014), Warr

dan Aung (2019), Songwathana (2018), dan Tselios dan Tompkins (2019).

Sementara itu, terlihat bahawa infrastruktur jalan berpengaruh negatif

terhadap ketimpangan pendapatan. Semakin panjang jalan maka semakin kecil

ketimpangan pendapatan masyarakat. Hasil ini sejalan dengan beberapa penelitian

lainnya. Charlery et al., (2016) dalam penelitian menemukan bahwa rumah tangga

termiskin memperoleh sebagian besar manfaat dari pembangunan jalan.

Pembangunan jalan oleh pemerintah merupakankan intervensi pembangunan yang

berpihak pada masyarakat miskin, sehinga menurunkan ketimpangan pendapatan.

Calderon & Chong (2004) menemukan bahwa kuantitas dan kualitas infrastruktur

berhubungan negatif dengan ketimpangan pendapatan. Hubungan kuantitatif

cenderung lebih kuat di negara-negara berkembang daripada hubungan kualitatif.

Ferreira (1995) menyatakan bahwa pengembangan infrastruktur jalan di daerah

yang kekurangan fasilitas dan menghadapi krisis sumber daya akan membantu

masyarakat di daerah tersebut untuk mengambangkan sumber produksi baru dan

akan membantu mengurangi ketidaksetaraan. Menurut Bajar dan Rajeev (2015)

adanya infrastruktur jalan akan meningkatkan mobilitas tenaga kerja. Tenaga kerja

pada wilayah yang terjadi surplus tenaga kerja akan pindah ke tempat-tempat di

mana tenaga kerja terbatas. Infrastruktur jalan yang lebih baik juga dapat membantu

menghubungkan kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah ke pusat

perekonomian, sehingga memberikan peluang ekonomi yang lebih baik.

Dengan adanya bencana, efek infraktruktur jalan terhadap ketimpangan

pendapatan melemah. Bil et al (2015) dalam penelitiannya menemukan bahwa

bencana alam mampu menghancurkan sejumlah besar jalan dan biasanya menutupi

Page 26: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

26

area yang luas. Hal ini akan berdampak dampaknya konektivitas yang dapat

mengganggu perekonomian. Dalziell dan Nicholson (2001) dan Solberg et al.,

(2003) menyatakan bahwa bencana alam dapat merusak infrastruktur jalan,

sehingga diperlukan sistem tata kelola manajemen bencana yang berkaitan dengan

infratruktur jalan dan transtaportasi.

Apabila model dikembangkan dengan mamasukan variabel kontrol seperti

terlihat pada Model 2 PFMOLS, pengaruh bencana alam terhadap ketimpangan

pendapatan menjadi tidak signifikan. Hasil ini sama dengan pada model 1 dan 2

PECM. Keberadaan variabel kontrol menyebabkan tidak signifikannya hubungan

kejadian bencana dengan ketimpangan pendapatan. Samarnya hubungan antara

bencana alam dengan ketimpangann pendapatan diperkuat oleh pernyataan

Rodriguez-Oreggia et al. (2013). Mereka mengatakan bahwa apabila dampak dari

bencana alam hanya berfokus pada variabel agregat ekonomi makro maka akan

menghasilkan estimasi yang menyulitkan untuk melihat keterkaitan langsung antar

bencana alam dengan variabel ekonomi makro.

Efek infratruktur jalan masih tetap signifikan dengan nilai parameter yang

menjadi lebih kecil. Infrastruktur jalan jika dikembangkan di daerah yang

kekurangan fasilitas dan menghadapi krisis sumber daya maka wilayah tersebut

dapat mengembangkan sumber produksi baru dan akan membantu mengurangi

ketidaksetaraan (Ferreira 1995). Penelitian yang dilakukan oleh Calderón dan

Servén (2004) dengan menggunakan metode Generalized Method of Moments

menunjukan bahwa ketimpangan pendapatan menurun dengan adanya peningkatan

kuantitas dan kualitas infrastruktur yang lebih tinggi.

Variabel IPM berpengaruh negeatif terhadap ketimpangan pendapatan. IPM

adalah proksi dari kualitas modal manusia, artinya setiap peningkatan kualitas

modal manusia akan berpengaruh pada menurunnya tingkat ketimpangan

pendapatan di Indonesia. Hasil ini didukung oleh penelitian Shahpari dan Davoudi

(2014) bahwa peningkatan modal manusia dapat membuat distribusi pendapatan

lebih merata di Iran. Penelitian Sehrawat dan Singh (2019) juga menunjukkan

pentingnya peningkatan kualitas modal manusia melalui meningkatnya rata-rata

lama sekolah dalam mencapai distribusi pendapatan yang lebih merata pada

penelitiannya di India. Lee, JW dan Lee, H (2018) menemukan bahwa

Page 27: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

27

pembangunan manusia yang lebih merata memberikan kontribusi yang signifikan

untuk mengurangi ketimpangan pendapatan. Perluasan pembangunan manusia

adalah faktor utama dalam mengurangi ketimpangan sosial dan dengan demikian

ketimpangan pendapatan. Dalam mengatasi ketimpangan pendapatan di Indonesia,

penting bagi pemerintah untuk mebuat kebijakan yang mengarah pada peningkatan

kuantitas dan kualitas infrastruktur, serta peningkatan modal manusia.

Varibel lain seperti pdrb, investasi, dan tingkat kemiskinan tidak berpengaruh

signifikan terhadap ketimpangan pendapatan. Keterkaitan pdrb dengan

ketimpangan pendapatan belum menghasilkann kesepakatan diantara para peneliti

karena ada perbedaan hasil penelitian. Penelitian kami menunjukkan bahwa di

Indonesia, pertumbuhan pdrb tidak berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan

pendapatan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hasil ini,

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fixler et al., (2017) yang

mengemukakan bahwa belum adanya konsensus tentang hubungan antara

pendapatan domestik bruto dan ketimpangan pendapatan. Berkaitan dengan

investasi langsung, penelitian kami mempunyai hasil yang serupa dengan penelitian

yang dilakukan oleh Teixeira dan Loureiro (2019) dimana mereka mengemukakan

bahwa investasi langsung asing tidak berkontribusi terhadap ketimpangan

pendapatan yang lebih tinggi (atau lebih rendah). Hasil analisis juga menunjukkan

bahwa kemiskinan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan ketimpangan

pendapatan. Ketiadakan hubungan tersebut dapat disebabkan oleh adanya

heterogenitas antar perkembangan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan di

provinsi-provinsi yang ada di Indonesia.

Page 28: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

28

5 PENUTUP

Ketimpangan pendapatan Indonesia dari tahun 2010-2019 mengalami

fluktuasi. Provinsi dengan tingkat ketimpangan pendapatan paling tinggi pada

tahun 2019 adalah provinsi DI Yogyakarta dengan nilai indeks gini mencapai 0.423.

Sementara itu provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi provinsi dengan

ketimpangan pendapatan paling rendah dengan nilai indeks gini sebesar 0.269.

Dampak provinsi yang terkena bencana terbesar masih di dominasi oleh provinsi-

provinsi di pulau jawa yaitu provinsi jawa tengah, jawa timur, dan jawa barat.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa jumlah kejadian bencana

alam dalam jangka pendek tidak memengaruhi ketimpangan pendapatan, akan

tetapi dalam jangka panjang dimungkinkan adanya pengaruh positif terhadap

ketimpangan pendapatan. Adanya bencana memperkecil efek negatif pajang jalan

terhadap ketimpangan pendapatan. Hal ini dikarenakan dengan adanya bencana

alam, infrastruktur jalanlah yang paling terkenal dampak akibat bencana tersebut,

sehingga memengaruhi ketimpangan pendapatan. Apabila variable control

dimasukan ke dalam model seperti PDRB, investasi langsung, pembangunan

manusia, dan tingkat kemiskinan, maka pengaruh bencana tidaklah signfikan

terhadap ketimpangan pendapatan. Untuk memperkecil ketimpangan pendapatan di

Indonesia, pengambil kebijakan perlu focus dalam pengembangan infrastruktur

jalan dan pembangunan manusia baik secara kuantitas maupun kuliatas

Page 29: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

29

DAFTAR PUSTAKA

[BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2019. Data Informasi Bencana

Indonesia, Jakarta (ID): BNPB

[BPS] Badan Pusat Statistik. Indeks Gini Indonesia 2018. Jakarta (ID): BPS.

[BPS] Badan Pusat Statistik. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia 2018. Jakarta

(ID): BPS.

[BPS] Badan Pusat Statistik. Persentase Kemiskinan Indonesia 2018. Jakarta (ID):

BPS.

Afandi, A., Rantung, V.P. and Marashdeh, H., 2017. Determinants of income

inequality. Economic Journal of Emerging Markets, 9(2), p.159.

Bajar S, Rajeev M. 2015. The impact of infrastructure provisioning on inequality :

evidence from India. Global Labour University. Working Paper No. 35.

Baltagi BH. 2005. Econometrics Analysis of Panel Data Third Edition. England (GB):

John Wiley and Sons, Ltd.

Bíl, M., Vodák, R., Kubeček, J., Bílová, M. and Sedoník, J., 2015. Evaluating road

network damage caused by natural disasters in the Czech Republic between 1997

and 2010. Transportation Research Part A: Policy and Practice, 80, pp.90-103.

Breitung, J. (2000), the local power of some unit root tests for panel data, in b. Baltagi

(ed.), nonstationary panels, panel cointegration, and dynamic panels, Advances

in Econometrics, Vol. 15, JAI Press, Amsterdam, 161–178.

Bui, A. T., Dungey, M., Nguyen, C. V., & Pham, T. P. (2014). The impact of natural

disasters on household income, expenditure, poverty and inequality: Evidence

from Vietnam. Applied Economics, 46(15), 1751–1766.

Calderón C, Servén L. 2004. The effects of infrastructure development on growth and

income distribution. World Bank Policy Research Working Paper. 3400, 43.

Castelló-Climent, A. and Doménech, R., 2014. Human capital and income inequality:

Some facts and some puzzles. Retrieved from BBVA Research https://www.

bbvaresearch. com/wpcontent/uploads/migrados/WP_1228_tcm348-430101.

pdf.

Charlery, L.C., Qaim, M. and Smith-Hall, C., 2016. Impact of infrastructure on rural

household income and inequality in Nepal. Journal of Development

Effectiveness, 8(2), pp.266-286.

Cho, H.C. and Ramirez, M.D., 2016. Foreign direct investment and income inequality

in southeast Asia: a panel unit root and panel cointegration analysis, 1990–2013.

Atlantic Economic Journal, 44(4), pp.411-424.

Choi, I., 2001. Unit root tests for panel data. Journal of international money and

Finance, 20(2), pp.249-272.

Dalziell, E. and Nicholson, A., 2001. Risk and impact of natural hazards on a road

network. Journal of transportation engineering, 127(2), pp.159-166.

Enders W. 2014. Applied Econometric Timeseries 4th Edition. John Wiley & Sony Inc.

Feng, S., Lu, J., Nolen, P., & Wang, L. (2016). The effect of the Wenchuan earthquake

and government aid on rural households. In K. Chen, Q. Zhang, & C. Hsu (Eds.),

Earthquake lessons from China: Coping and rebuilding strategies (pp. 11–34).

Washington, D.C.: International Food Policy Research Institute (IFPRI).

Available at: http://dx.doi.org/10.2499/9780896298743_02.

Ferreira F. 1995. Roads to equality: Wealth Distribution Dynamics with Public-Private

Capital Complementarity, LSE Discussion Paper.

Page 30: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

30

Fixler, D., Johnson, D., Craig, A. and Furlong, K., 2017. A consistent data series to

evaluate growth and inequality in the national accounts. Review of Income and

Wealth, 63, pp.S437-S459.

Gujarati DN. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika edisi ketiga jilid 2. Jakarta (ID):

Erlangga.

Harris, R. D.F. and E. Tzavalis. 1999. “Inference for unit roots in dynamic panels where

the time dimension is fixed. Journal of Econometrics 91: 201–226.

Im KS, Pesaran MH, Shin Y. 2003. Testing for unit root in heterogenous panel. Journal

of Econometrics, Vol. 115, 53-74.

Juanda Bambang. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor : IPB Press.

Kao, C., 1999. Spurious regression and residual-based tests for cointegration in panel

data. Journal of econometrics, 90(1), pp.1-44.

Keerthiratne, S., & Tol, R. S. J. (2018). Impact of natural disasters on income inequality

in Sri Lanka. World Development, 105, 217–230.

Lee, J.W. and Lee, H., 2018. Human capital and income inequality. Journal of the Asia

Pacific Economy, 23(4), pp.554-583.

Levin, A., Lin, C.F. and Chu, C.S.J., 2002. Unit root tests in panel data: asymptotic and

finite-sample properties. Journal of econometrics, 108(1), pp.1-24.

Paudel, J., & Ryu, H. (2018). Natural disasters and human capital: The case of Nepal’s

earthquake. World Development, 111, 1–12.

Pauw, K., Thurlow, J., Bachu, M. and Van Seventer, D.E., 2011. The economic costs

of extreme weather events: a hydrometeorological CGE analysis for Malawi.

Environment and Development Economics, 16(2), pp.177-198.

Pedroni P. 2004. Panel cointegration asymtotic and finite sample properties of pooled

time series test with an aplication to the PPP hypothesis. Econometric Theory 20,

pp. 597-625.

Pedroni, P., 1999. Critical values for cointegration tests in heterogeneous panels with

multiple regressors. Oxford Bulletin of Economics and statistics, 61(S1), pp.653-

670.

Pedroni, P., 2000. Fully modified OLS for heterogeneous cointegrated panels.

Advances in econometrics, 15, pp.93-130.

Phillips, P.C. and Hansen, B.E., 1990. Statistical inference in instrumental variables

regression with I (1) processes. The Review of Economic Studies, 57(1), pp.99-

125.

Rodriguez-Oreggia, E., De La Fuente, A., De La Torre, R. and Moreno, H.A., 2013.

Natural disasters, human development and poverty at the municipal level in

Mexico. The Journal of Development Studies, 49(3), pp.442-455.

Sehrawat M, Singh SK. 2019. Human capital and income inequality in India: is there a

non-linear and asymmetric relationship? .Applied Economics.

Shahpari G, Davoudi P. 2014. Studying Effects of Human Capital on Income Inequality

in Iran. Social and Behavioral Sciences Volume 109.

Solberg, S., Hale, D. and Benavides, J., 2003. Natural disaster management and the

road network in Ecuador: Policy issues and recommendations. Washington, DC:

Inter-American Development Bank.

Songwathana, K. 2018. The Relationship between Natural Disaster and Economic

Development: A Panel Data Analysis. Economic letters. 80, 10-20.

Teixeira, A.A. and Loureiro, A.S., 2019. FDI, income inequality and poverty: a time

series analysis of Portugal, 1973–2016. Portuguese Economic Journal, 18(3),

pp.203-249.

Tselios, V. and Tompkins, E.L., 2019. What causes nations to recover from disasters?

Page 31: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

31

An inquiry into the role of wealth, income inequality, and social welfare

provisioning. International journal of disaster risk reduction, 33, pp.162-180.

UGM, Pusat Studi Bencana. (2010). Sistem Informasi Gunungapi Merapi. Jurnal

Kebencanaan Indonesia. 1(1):41-46.

Warr, P & Aung, L. L. 2019. Poverty and inequality impact of a natural disaster:

Myanmar’s 2008 cyclone Nargis. World Development, 122, 446-461

Yamamura, E. (2015). The impact of natural disasters on income inequality: Analysis

using panel data during the period 1970 to 2004. International Economic Journal,

29(3), 359–374.

Page 32: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

32

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Estimasi Model PFMOLS (1) Dependent Variable: GINI

Method: Panel Fully Modified Least Squares (FMOLS)

Date: 05/27/20 Time: 13:39

Sample (adjusted): 2011 2018

Periods included: 8

Cross-sections included: 33

Total panel (balanced) observations: 264

Panel method: Pooled estimation

Cointegrating equation deterministics: C

Coefficient covariance computed using default method

Long-run covariance estimates (Bartlett kernel, Newey-West fixed

bandwidth)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

BENCANA 0.080895 0.039152 2.066188 0.0399

JLN -0.079894 0.021876 -3.652116 0.0003

BENJAL -0.008676 0.004241 -2.045679 0.0419

R-squared 0.809270 Mean dependent var 0.370242

Adjusted R-squared 0.779992 S.D. dependent var 0.037907

S.E. of regression 0.017781 Sum squared resid 0.072081

Long-run variance 0.000394

Lampiran 2 Hasil Estimasi Model PFMOLS (2) Dependent Variable: GINI

Method: Panel Fully Modified Least Squares (FMOLS)

Date: 05/27/20 Time: 13:40

Sample (adjusted): 2011 2018

Periods included: 8

Cross-sections included: 33

Total panel (balanced) observations: 264

Panel method: Pooled estimation

Cointegrating equation deterministics: C

Coefficient covariance computed using default method

Long-run covariance estimates (Bartlett kernel, Newey-West fixed

bandwidth)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

BENCANA 0.057920 0.037357 1.550445 0.1224

JLN -0.051864 0.022134 -2.343140 0.0200

BENJAL -0.005956 0.004062 -1.466096 0.1440

PDRB 0.029570 0.034752 0.850883 0.3957

INV 0.000334 0.002220 0.150381 0.8806

IPM -0.007403 0.003456 -2.142028 0.0333

MISKIN -0.002603 0.001864 -1.396380 0.1640

R-squared 0.825139 Mean dependent var 0.370242

Adjusted R-squared 0.794694 S.D. dependent var 0.037907

S.E. of regression 0.017176 Sum squared resid 0.066084

Long-run variance 0.000337

Page 33: LAPORAN AKHIR - Universitas Trilogi

33

Lampiran 3 Hasil Estimasi Model PECM (1)

Lampiran 4 Hasil Estimasi Model PECM (2)