LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

42
i LAPORAN AKHIR Program Kemitraan Masyarakat (PKM) Pengrajin Pajeng Tradisional Desa Paksebali Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung Oleh Dr. A.A. Istri Agung Rai Sudiatmika, M.Pd., NIDN 0022066006 Ketua Tim Pengusul Prof. Dr. I Wayan Sadia, M.Pd., NIDN 0005084901 Anggota Tim Pengusul Dr. Ketut Sopir, M.Hum., NIDN 0031126320 Anggota Tim Pengusul UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA Oktober 2017

Transcript of LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

Page 1: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

i

LAPORAN AKHIR

Program Kemitraan Masyarakat (PKM) Pengrajin Pajeng Tradisional

Desa Paksebali Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung

Oleh

Dr. A.A. Istri Agung Rai Sudiatmika, M.Pd., NIDN 0022066006 Ketua Tim Pengusul

Prof. Dr. I Wayan Sadia, M.Pd., NIDN 0005084901 Anggota Tim Pengusul

Dr. Ketut Sopir, M.Hum., NIDN 0031126320 Anggota Tim Pengusul

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

Oktober 2017

Page 2: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

ii

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul : Ipteks Bagi Masyarakat (IbM) Pengrajin Pajeng Tradisional Desa

Paksebali Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung

2. Nama Mitra Program IbM (1):

Nama Mitra Program IbM (2):

3. Ketua Tim

a. Nama Lengkap : Dr. A.A. Istri Agung Rai Sudiatmika, M.Pd.

b. NIDN : 0022066006

c. Jabatan/Golongan : Lektor Kepala/ Gol. Iva

d. Program Studi : Pendidikan Fisika

e. Perguruan Tinggi : Universitas Pendidikan Ganesha

f. Bidang Keahlian : Kependikan

g. Alamat Kantor/ : Jl. Udayana Singaraja

Telp/Fax :

4. Anggota Tim Pengusul

a. Jumlah anggota : Dosen 2 orang

b. Nama Anggota1/Bidang Keahlian : Prof. Dr. I Wayan Sadia, M.Pd./ Kependidikan

c. Nama Anggota 2/Bidang Keahlian: Dr. Ketut Sopir, M.Hum./Senirupa-Desain

d. Mahasiswa yang terlibat: 3 orang

5. Lokasi Kegiatan/Mitra (1)

a. Wilayah Mitra (Desa/Kecamatan): desa Paksebali/Kecamatan Dawan

b. Kabupaten : Klungkung

c. Propinsi : Bali

d. Jarak PT ke Lokasi Mitra: 108 km

6. Lokasi Kegiatan Mitra (2)

a. Wilayah Mitra (Desa/Kecamatan): desa Paksebali/Kecamatan Dawan

b. Kabupaten : Klungkung

c. Propinsi : Bali

d. Jarak PT ke Lokasi Mitra: 108 km

7. Luaran yang dihasilkan: a. Peningkatan kuantitas dan kualitas produk Pajeng Tradisonal

b. Peningkatan keterampilan mitra

c. Peningkatan omzet penjualan

d. Keterampilan mitra dalam pemasaran produk secara on-line

8. Jangka waktu Pelaksanaan: 1 (satu) tahun

9. Biaya Total : Rp. 45.000.000 (empat puluh lima juta rupiah)

-DRPM : Rp. 45.000.000

-Sumber lain : -

Page 3: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

iii

IDENTITAS DAN URAIAN UMUM

1. Judul Pengabdian kepada : Iptek bagi Masyarakat (IbM)Pengrajin Pajeng Tradisional

Masyarakat Desa Paksebali Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung

2. Tim Pelaksana

No Nama Jabatan Bidang Keahlian Instansi

Asal

Alokasi Waktu

(jam/minggu)

1 Dr.A.A.Istri Agung Rai

Sudiatmika, M.Pd.

Ketua Fisika/Listrik Undiksha 12

2 Prof. Dr. I Wayan

Sadia,M.Pd.

Anggota Fisika/Elektronika Undiksha 8

3 Dr. Ketut Sopir,M.Hum Anggota Seni Rupa/Desain Undiksha 8

3. Objek (khalayak sasaran) Pengabdian kepada Masyarakat: Pengusaha mikro kerajinan

Pajeng Tradisional

4. Masa Pelaksanaan

Mulai : April 2017

Berakhir : Nopember 2017

5. Usulan Biaya DRPM Ditjen Penguatan Risbang

Tahun ke-1 : Rp. 45.000.000

6. Lokasi Pengabdian kepada Masyarakat: Desa Paksebali Kecamatan Dawan-Klungkung

7. Mitra yang terlibat

1) Usaha mikro kerajinan Pajeng Tradisional “Tedung Agung” dengan ketua A.A.Gede

Alit Aridana.

2) Usaha mikro kerajinan Pajeng Tradisional “ Tedung Sari” dengan ketua A.A. Gede

Ngurah Upadana.

Masing-masing kelompok pengrajin berkontribusi dalam (1) penyediaan tempat

kegiatan IbM, (2) penyiapan bahan baku, (3) mengkoordinasi anggota kelompok, (4)

dan berkoordinasi dengan aparat desa (kepala dusun dan kepala desa)

8. Permasalahan yang ditemukan dan solusi yang ditawarkan

Page 4: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

iv

1) Peralatan produksi masih tradisional, solusinya adalah bantuan peralatan teknologi

produksi (gergaji listrik, bor listrik, peralatan elektronik, dsb) dan diberi pelatihan

pengunaan dan pemeliharaan peralatan teknologi produksi.

2) Desainnya masih dikerjakan secara tradisional, belum menggunakan komputer untuk

mengembangkan desainnya. Solusinya adalah memberi bantuan berupa pelatihan dan

pendampingan dengan bantuan instruktur untuk mengembangkan desain motif secara

komputerisasi.

3) Permasalahan managemen usaha yang masih dikelola berdasarkan managemen

keluarga. Keuangan keluarga dan keuangan usaha bercampur sehingga tidak jelas.

Mereka belum memiliki pembukuan dan cash flow dari usaha mereka. Solusi yang

ditawarkan adalah melakukan pelatihan dan pendampingan tentang pengelolaan usaha

berdasarkan managemen bisnis dan tata kelola keuangan modern.

4) Pemasaran dilakukan secara tradisioal, produknya dipajang di tempat produksinya

(off line). Solusi yang ditawarkan adalah mengembangkan pemasaran produk secara

on-line berbasis web, melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan oleh instruktur

yang kompeten.

9. Kontribusi mendasar pada khalayak sasaran

Kontribusi dari kegiatan IbM ini adalah 1) terjadinya peningkatan kuantitas dan kualitas

produksi, 2) terjadinya peningkatan jumlah varians motif dan jenis pajeng tradisional, 3)

dimilikinya pengetahuan dan keterampilan mengelola usaha berdasarkan managemen

bisnis modern, dan 4) khalayak sasaran mampu memasarkan produknya baik secara off-

line maupun secara on-line. Keempat manfaat tersebut akan berujung pada peningkatan

omzet penjualan dan terjadi peningkatan kesejahteraan pengrajin.

10. Rencana luaran yang ditargetkan: 1) draft publikasi ilmiah di jurnal, 2) draft publikasi

media cetak, 3) peningkatan kuantitas dan kualitas produk, 4) pemahaman dan

keterampilan managemen usaha, 5) peningkatan kesejahteraan pengrajin.

Page 5: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

v

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Halaman Pengesahan ii

Identitas dan Uraian Umum iii

Daftar Isi v

Ringkasan vi

BAB I Pendahuluan 1

1.1 Analisis Situasi 1

1.2 Permasalahan Mitra 5

BAB II Target dan Luaran 7

BAB III Metode Pelaksanaan 9

BAB IV Kelayakan Perguruan Tinggi 12

BAB V Hasil dan Luaran yang Dicapai 15

BAB VI Kesimpulan dan Saran 23

Daftar Pustaka 25

Lampiran

Page 6: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

vi

RINGKASAN

Desa Paksebali merupakan desa pengrajin Pajeng (payung) tradisional yang sangat

dibutuhkan oleh masyarakat umat Hindu di Bali maupun yang berada di luar Bali dalam

jumlah yang sangat banyak. Pajeng selalu menghiasi setiap upacara keagamaan terutama

pada acara piodalan di pura. Ukuran, tipe dan warna pajeng berkaitan dengan fungsinya dan

makna masing-masing. Desa Paksebali merupakan sentra kerajinan pajeng di kabupaten

Klungkung yang letaknya di sebelah timur ibu kota kabupaten Klungkung yang jaraknya dari

Singaraja (Undiksha) sekitar 108 km. Permasalah mendasar yang dihadapi oleh para

pengrajin pajeng tradisional di desa Paksebali adalah 1) peralatan produksinya masih

tradisional dan belum mengalami sentuhan teknologi, 2) desain pajeng belum dikembangkan

melalui teknologi computer, proses menggambar desain motif produknya masih tradisional,

3) managemen usahanya masih dikelola berdasarkan managemen keluarga, keuangan

keluarga dan keuangan usaha bercampur sehingga tidak jelas, dan 4) pemasaran produknya

dilakukan secara tradisioal, produknya dipajang di tempat produksinya (off line). Untuk

memecahakan permasalahan yang dihadapi para pengrajin pajeng, program IbM ini

menawarkan solusi-solusi yaitu: 1) pemberian bantuan dan pelatihan peralatan teknologi

produksi, 2) pelatihan dan pendampingan pengembangan desain produk berbasis

komputerisasi, 3) pelatihan dan pendampingan tentang managemen bisnis baik yang

berkaitan dengan masalah managemen keuangan maupun masalah managemen organisasi,

dan 4) pelatihan pemasaran produksecara on-line berbasis web. Melalui solusi-solusi yang

ditawarkan diharapkan terjadi peningkatan kuantitas dan kualitas produksi, bertambahnya

variasi tipe dan motif pajeng, bertambahnya pengetahuan dan keterampilan pengrajin dalam

bidang managemen usaha, dan pengrajin memiliki kemampuan dan keterampilan pemasaran

secara on-line. Kegiatan IbM yang dilakukan ini diharapkan memberikan dampak positif bagi

peningkatan kesejahteraan para pengusaha dan pekerja kerajinan pajeng tradisional.

Kata kunci: Iptek, kerajinan, pajeng tradisional

Page 7: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Analisis Situasi

Desa Paksebali merupakan desa pengrajin Pajeng (payung) tradisional yang sangat

dibutuhkan oleh masyarakat umat Hindu di Bali maupun yang berada di luar Bali dalam

jumlah yang sangat banyak. Pajeng selalu menghiasi setiap upacara keagamaan terutama

pada acara piodalan di pura. Ukuran, tipe dan warna pajeng berkaitan dengan fungsinya dan

makna masing-masing. Desa Paksebali merupakan sentra kerajinan pajeng di kabupaten

Klungkung yang letaknya di sebelah timur ibu kota kabupaten Klungkung dengan jarak dari

pusat kota kabupaten Klungkung sekitar tiga kilometer. Jika dihitung jaraknya dari

Universitas Pendidikan Gamesha jaraknya sekitar 108 km.

Berdasarkan data statistik Desa Paksebali, desa Paksebali memiliki luas wilayah sekitar 26,8

km2 dengan jumlah penduduk 5541 orang (2475 laki-laki dan 2796 perempuan) dengan

jumlah KK sebanyak 1347. Mata pencaharaian penduduk desa Paksebali adalah pengrajin

pajeng tradisional (payung), pertanian lahan kering, pedagang, pegawai negeri sipil, dan

sebagainya. Di desa Paksebali terdapat kelompok-kelompok pengrajin pajeng (payung)

tradisional yang proses pembelajarannya berlangsung secara turun temurun berbasis kearifan

lokal. Pajeng yang diproduksi terfokus pada kebutuhan pajeng di pura maupun terhadap

berbagai kegiatan keagamaan, yang sesungguhnya jumlah kebutuhan akan pajeng di Bali

sangat banyak. Proses produksinya belum banyak tersentuh oleh teknologi dan masih

menggunakan peralatan-peralatan tradisional. Demikian juga pemasarannya hanya dilakukan

secara konvensional (off line) yakni dipajang disekitar tempat produksinya, dan pembeli pada

umunya datang dan memesannya secara langsung.

Penghasilan pengrajin pajeng tradisional (pekerja) sekitar Rp. 1.800.000 – 2.700.000 per

bulan yang boleh dikatakan masih jauh dari kebutuhan hidup mereka. Sedangkan penghasilan

Page 8: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

2

pengusaha mikro kerajinan pajeng tradisional, yang dalam kegiatan IbM ini berperan sebagai

ketua kelompok pengrajin berpenghasilan sekitar Rp. 6.000.000. per bulan. Harga setiap

pajeng sangat bervariasi sesuai dengan ukuran, jenis bahan, dan kualitas produksi, mulai dari

harga Rp. 75.000 sampai Rp. 450.000. Kerajinan pajeng tradisional merupakan pekerjaan

andalan masyarakat desa Paksebali. Setiap pekerja (pengrajin) pajeng pada umumnya

ngerjakan masing-masing bagian dari pajeng. Ada yang mengerjakan rangka pajeng yang

terbuat dari bambu, ada yang mengerjakan tangkai pajeng yang terbuat dari kayu, ada yang

megerjakan bagian gonjer pajeng, ada yang melalukan pengecatan tangkai pajeng, ada

yang mengerjakan bagian kain pajeng (yang pada umumnya terbuat dari kain satin, kain

tetoron, kain bludru, dan sebaginya), ada yang mengerjakan desain motif, dan pekerja

(pengrajin) yang merangkai keseluruhan bagian dari pajeng menjadi pajeng yang siap

untuk dipasarkan. Berikut ini disajikan bagian-bagian dari pajeng dan pajeng yang sudah

dirangkai menjadi pajeng yang siap dipasarkan.

1

2

3

4

Page 9: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

3

1. Bagian rangka pajeng 2. Bagian tangkai pajeng 3. Bagian gonjer pajeng

4. Bagian kain pajeng dengan berbagai desain motif

Tangkai pajeng

yang sudah di

finishing (sudah di

cat).

Page 10: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

4

Ruang kerja

pengecatan

RUANG KERJA

PRODUKSI:

1. Desain motif

2. Finishing

prada

3. Pengecatan

4. Merangkai

pajeng

Page 11: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

5

Di desa Paksebali terdapat sejumlah kelompok pengrajin pajeng tradisonal yang memproduksi

pajeng dengan berbagai tipe, jenis, motif serta ukuran yang berbeda. Dari seluruh kelompok

pengrajin pajeng tradisional, akan dilibatkan dua kelompok pengrajin sebagai mitra dalam

kegiatan program IbM, yang dipandang mengalami permasalahan yang cukup serius dan perlu

dibantu secara teknologi, baik yang berkenaan dengan peralatan teknis, desain, managemen dan

pemasaraannya, sehingga kelompok tersebut tetap eksis dan berkembang dengan baik. Kedua

kelompok tersebut adalah kelompok “Tedung Agung” dengan jumlah anggota 8 orang dan

ketuanya adalah A.A. Gede Alit Aridana, dan kelompok “Tedung Sari” dengan jumlah anggota 7

orang dan ketuanya adalah A.A. Gede Ngurah Upadana.

Kedua kelompok pengrajin pajeng tradisional yang akan digunakan sebagai mitra IbM ini,

kuantitas produksinya masih terbatas dan belum dapat memenuhi kebutuhan pasar. Hal ini

disebabkan oleh karena keterbatasan peralatan produksinya dan belum menggunakan peralatan

teknologi yang lebih canggih seperti alat-alat pemotong elektrik, gergaji elektrik, bor listrik, dan

sebagainya. Demikian juga kualitas produksinya masih banyak perlu ditingkatkan, serta disain

motifnya masih kurang bervariasi. Dari aspek manajemen usaha, kedua kelompok mitra masih

menggunakan pola manajemen keluarga, pola pengelolaan keuangannya masih campur aduk

antara keuangan usaha dan keuangan keluarga, dan belum memiliki pembukuan keuangan yang

standar (cash-flow), pembukuannya rancu dan tidak jelas. Manajemen pemasarannya dilakukan

hanya dengan memajang produk di tempat kegiatan (of-line), dan jika ada pemesanan atau order,

pemesan harus datang ketempat usahanya. Bahkan sering terjadi pedagang atau pengepul yang

berkoordinasi dengan pemesan dan pedagang bersangkutan lalu melakukan pemesanan atau

order kepada pengrajin. Dengan demikian harga lebih banyak ditentukan oleh pedagang atau

pengepul.

1.2 Permasalahan Mitra

Berdasarkan analisis situasi dan kesepakatan antara tim pengusul IbM dan kelompok

pengrajin pajeng tradisional, maka permasalahan yang akan dicarikan solusinya adalah sebagai

berikut.

Page 12: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

6

Pertama, permasalahan peralatan. Peralatan yang mereka gunakan masih tradisional dan belum

menggunakan teknologi. Mereka belum menggunakan peralatan elektrik yang dapat membantu

mereka bekerja lebih cepat dan lebih akurat. Demikian pula proses pengecatannya masih

tradisional. Dengan peralatan tradisional tersebut, jika ada order yang banyak mereka sangat sulit

untuk memenuhinya. Permasalah ini akan ditangani dengan member pelatihan dan bantuan

peralatan elektrik sesuai dengan kebutuhannya

Kedua, desainnya masih dikerjakan secara tradisional, belum menggunakan komputer untuk

mengembangkan desainnya. Kondisi tersebut menyebabkan perancangan sebuah desain atau

motif pajeng memerlukan waktu yang cukup lama. Permasalahan ini akan dibantu melalui

kegiatan IbM ini dengan bantuan instruktur untuk mengembangkan desain motif secara

komputerisasi, sehingga lebih sesuai dengan permintaan konsumen dan pilihan konsumen

menjadi lebih variatif.

Ketiga, permasalahan managemen yang masih dikelola berdasarkan managemen keluarga.

Keuangan keluarga dan keuangan usaha bercampur sehingga tidak jelas apakah usahanya

mengalami kemajuan secara financial atau tidak. Mereka belum memiliki pembukuan dan cash

flow dari usaha mereka. Kondisi ini perlu dikembangkan pengelolaannya berdasarkan

managemen bisnis, berdasarkan tatakelola keuangan modern.

Keempat, permasalahan pemasaran. Pemasaran dilakukan secara tradisioal, produknya dipajang

di tempat produksinya (off line). Kondisi demikian menyebabkan omzet penjualannya relatif

kecil karena produknya belum banyak dikenal oleh para konsumen. Pemasarannya akan dibantu

melalui pemasaran on-line, sehingga jangkauan pemasarannya menjadi lebih luas dan produk-

produknya mudah dikenal masyarakat luas., dan pemesanannya bisa dilakukan secara on-line.

Page 13: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

7

BAB II

TARGET DAN LUARAN

Berdasarkan analisis situasi dan permasalahan pokok yang dihadapi mitra, maka solusi

yang ditawarkan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi mitra adalah sebagai berikut.

Pertama, permasalahan peralatan produksi yang masih tradisional dan belum

menggunakan teknologi yang berdampak pada relatif rendahnya kuantitas dan kualitas produksi

sehingga kurang mampu memenuhi pesanan konsumen baik dari aspek kuantitas maupun

kualitasnya. Permasalahan ini akan dicari solusinya dengan jalan memberikan bantuan peralatan

dan teknologi serta memberi pelatihan penggunaan peralatan dan teknologi. Pemberian bantuan

peralatan dan pelatihan penggunaan peralatan dan teknologi tersebut diharapkan kuantitas

produksinya bisa meningkat secara signifikan. Demikian pula kualitas produksinya meningkat

sehingga konsumennya akan merasa lebih puas. Target luaran dari solusi yang ditawarkan ini

adalah terjadinya peningkatan kuantitas dan kualitas produk.

Kedua, permasalahan yang berkaitan dengan desain produk yang selama ini proses

perancangan dan desainnya masih menggunakan pola tradisional sehingga motif-motif pajeng

yang dihasilkan bersifat monoton dan kurang variatif. Permasalahan ini akan dicari solusinya

dengan jalan memberikan pelatihan desain produk oleh instruktur yang kompeten pada bidang

tersebut. Pengembangan disainnya akan dilakukan secara komputerisasi, sehingga berbagai pola

dan motif dapat dihasilkan lebih cepat dan lebih detail serta akurat. Hal ini akan menambah

pilihan-pilihan konsumen pajeng. Target luaran dari solusi ini adalah terjadinya peningkatan

variasi desain dan motif pajeng yang dihasilkan.

Ketiga, managemen keuangan maupun organisasi pengrajin pajeng tradisional di desa

Paksebali-Klungkung masih dikelola secara tradisional berbasis managemen keluarga. Keuangan

usaha dan keuangan keluarga masih menyatu dan tidak ada pembukuan keuangan secara jelas.

Solusi yang ditawarkan untuk permasalahan tersebut adalah memberikan pelatihan tentang

pengelolaan keuangan usaha berbasis managemen modern, sehingga mereka dapat mengelola

keuangan usaha dengan baik dan tidak lagi bercampur dengan keuangan keluarga. Mereka akan

memiliki aliran keuangan (cash-flow) secara detail dan akurat, sehingga mereka dapat

Page 14: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

8

mengetahui kemajuan usahanya. Di samping itu, dengan dimilikinya pembukuan keuangan dan

cash-flow yang jelas, pengrajin pajeng ini akan dapat mengajukan kredit ke suatu bank guna

meningkatkan modal dan memperlancar usahanya. Target luaran utama dari solusi ini adalah

terjadinya peningkatan pemahaman dan keterampilan tata kelola keuangan dan organisasi usaha.

Keempat, masalah pemasaran produk yang dialami oleh kedua kelompok mitra

ditawarkan solusi melalui pengembangan pemasaran secara on-line. Selama ini pemasaran

produknya dilakukan melalui pemajangan produk di tempat usahanya (of-line), sehingga omzet

penjualannya masih terbatas. Melalui pemasaran on-line, maka detail produknya, variasi

motifnya, dan harga untuk setiap tipe atau jenis produknya dapat diakses oleh konsumen.

Pemasaran produk secara on-line dan pemasaran secara of-line juga masih tetap dilakukan,

sehingga omzet penjualannya akan meningkat. Target luaran dari solusi yang ditawarkan ini

adalah terjadinya peningkatan omzet penjualan sehingga berdampak pada meningkatnya

kesejahteraan pengrajin pajeng tradisional. Rencana target capaian luaran dari kegiatan IbM yang

diajukan ini, disajikan pada tabel beikut.

Tabel 01. Rencana Target Capaian Luaran

No. Jenis Luaran Indikator Capaian

1 Publikasi ilmiah di jurnal/prosiding draft

2 Publikasi pada media masa (cetak/elektronik) draft

3 Peningkatan omzet pada mitra ada

4 Peningkatan kuantitas dan kualitas produk ada

5 Peningkatan pemahaman dan keterampilan ada

6 Peningkatan ketenteraman/kesehatan masyarakat

(mitra masyarakat umum)

ada

7 Jasa, model, rekayasa sosial, sistem, produk/ barang ada

8 Hak kekayaan intelektual (paten, paten sederhana,

hak cipta, merek dagang, rahasia dagang, desain

produk industri, perlindungan varietas tanaman,

perlindungan topografi

Tidak ada

9 Buku ajar Tidak ada

Page 15: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

9

BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Metode Pelaksanaan Program IbM

1) Dalam upaya mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi mitra, merumuskan

masalah, dan dalam menetapkan solusi terhadap permasalahan, digunakan pendekatan

partisipatory rural appraisal yaitu dengan melibatkan mitra pada setiap prosesnya.

Penggunaan pendekatan partisipatory rural appraisal diharapkan akan: (1)

teridentifikasinya masalah mitra secara tepat sesuai dengan pesepsi, kehendak, dan

kebutuhan mereka, (2) tumbuhnya kekuatan (enpowering) masyarakat mitra sasaran

dalam merancang, melaksanakan, mengelola usaha mitra sebagai upaya peningkatan

pertumbuhan diri dan ekonominya, dan (3) terjadinya peningkatan efektifitas dan

efisiensi penggunaan sumber daya mitra atau kelompok masyarakat.

2) Model enthrepreneurship capasity building (ECB). Model ECB terkait erat dengan

kemampuan berwirausaha dari mitra. Dengan model ini diharapkan: (1) memberikan

wawasan, sikap, dan keterampilan usaha, (2) memfasilitasi pengembangan modal, dan

(3) memonitor dan mengevaluasi perkembangan usahanya, baik yang berkaitan dengan

produktivitasnya, omzet penjualan, perkembangan modal, maupun kesejahteraan

masdyarakat pengrajin pajeng tradisional. .

3) Dalam upaya meningkatkan omzet penjualan produk, maka digunakan model Technology

Transfer (TT). Model technology transfer dilakukan agar mitra atau kelompok

masyarakat pengrajin pajeng tradisional menguasai prinsip-prinsip penerapan teknologi

terutama yang berkaitan dengan program pemasaran on-line dan juga yang berkaitan

penggunaan berbagai teknologi produksi.

3.2 Rencana dan Pelaksanaan Program IbM

Rencana dan pelaksanaan Program IbM terdiri atas empat tahapan yaitu a) tahap persiapan,

b) tahap pelaksanaan, c) tahap pemantauan, dan d) tahap evaluasi.

Page 16: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

10

1) Tahap persiapan

Tahap persiapan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

(1) Sosialisasi program IbM kepada mitra.

(2) Penyusunan indikator capaian dan instrumen program IbM.

(3) Penetapan tim pelaksana program IbM sesuai dengan keahliannya.

(4) Kordinasi dengan fihak terkait( mitra pengrajin pajeng, kepala desa, LPM Undiksha)

2) Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

(1) Simulasi, pelatihan, dan pendampingan penggunaan berbagai peralatan teknologi

produksi (gergaji listrik, bor listrik, penghalus elektrik, pengecatan, dsb).

(2) Pelatihan dan pendampingan pengembangan desain dan motif pajeng tradisional

secara komputerisasi sesuai dengan kebutuhan pasar atau konsumen.

(3) Simulasi, pelatihan, dan pendampingan managemen keuangan usaha. Pembuatan

pembukuan keuangan berdasarkan tata kelola bisnis modern, serta pelatihan

organisasi usaha mikro.

(4) Simulasi, pelatihan dan pendampingan managemen pemasaran berbasis pemasaran

on-line.

Semua anggota kelompok pengrajin pajeng tradisional terlibat penuh dalam seluruh

kegiatan dan dikoordinasi oleh ketua kelompok. Tempat pelaksanaan kegiatan IbM

disiapkan oleh kelompok mitra.

3) Pemantauan

1) Pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan simulasi, pelatihan, dan pendampingan

penggunaan berbagai peralatan teknologi produksi (gergaji listrik, bor listrik,

penghalus elektrik, pengecatan, dsb)

2) Pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan pelatihan dan pendampingan

pengembangan desain dan motif pajeng tradisional secara komputerisasi sesuai

dengan kebutuhan pasar atau konsumen.

Page 17: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

11

3) Pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan simulasi, pelatihan, dan pendampingan

managemen keuangan usaha. Pembuatan pembukuan keuangan berdasarkan tata

kelola bisnis modern, serta pelatihan organisasi usaha mikro.

4) Pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan simulasi, pelatihan dan pendampingan

managemen pemasaran berbasis pemasaran on-line.

4) Evaluasi

1) Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan simulasi, pelatihan, dan pendampingan

penggunaan berbagai peralatan teknologi produksi (gergaji listrik, bor listrik,

penghalus elektrik, pengecatan, dsb). Evaluasi ditujukan untuk mengukur

ketercapaian indikator dan mengukur tingkat partisipasi ketua dan anggota kelompok

mitra. Seberapa terjadinya peningkatan pengetahuan dan keterampilan kelompok

mitra dalam penggunaan teknolgi produksi.

2) Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pelatihan dan pendampingan pengembangan

desain dan motif pajeng tradisional secara komputerisasi sesuai dengan kebutuhan

pasar atau konsumen. Evaluasi difokuskan pada capaian indikator yakni apakah

ketua bersama angota kelompok mitra telah memiliki kemampuan dan keterampilan

dalam pengembangan desain dan motif pajeng.

3) Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan simulasi, pelatihan, dan pendampingan

managemen keuangan usaha berdasarkan tata kelola bisnis modern, serta pelatihan

organisasi usaha mikro. Evaluasi difokuskan pada capaian indikator yaitu apakah

kelompok mitra telah memiliki pemahaman dan keterampilan tata kelola bisnis

modern. Apakah mereka mampu membuat pembukuan keuangan usahanya (cash-

flow)

4) Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan simulasi, pelatihan dan pendampingan

managemen pemasaran berbasis pemasaran on-line. Evaluasi difokuskan pada

ketercapaian indicator yaitu apakah kelompok mitra telah memiliki kemampuan dan

keterampilan dalam merancang pemasaran berbasis website (on-line).

Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan IbW, akan disusun intrumen untuk

memantau keberlajutan dari kegiatan mitra pada tahun berikutnya.

Page 18: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

12

BAB IV

KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI

Visi Universitas Pendidikan Ganesha adalah menjadi lembaga Pendidikan Tinggi yang

mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dengan berlandaskan falsafah

Tri Hita Karana dan yang menghasilkan tenaga professional yang berkualitas dan berdaya

saing tinggi di bidang pendidikan dan nonpendidikan. Misi yang diemban oleh Universitas

Pendidikan Ganesha adalah: 1) Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran untuk

menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, baik bidang akademik, profesi,

dan vokasi dalam bidang kependidikan, dan nonkependidikan; 2) Menyelenggarakan

penelitian untuk mengembangkan, dan penerapan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

dalam bidang kependidikan dan nonkependidikan; 3) Menyelenggarakan pengabdian kepada

masyarakat sebagai wujud penerapan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dalam

rangka meningkatkan kontribusi Universitas Pendidikan Ganesha untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat; dan 4) Menyelenggarakan kerjasama dan kemitraan yang saling

menguntungkan dengan perguruan tinggi, instansi terkait, dan dunia usaha dan industri.

Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) Undiksha mengemban tugas khusus

yaitu menyelenggarakan dharma ketiga dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Kinerja LPM

Undiksha satu tahun terakhir yaitu tahun 2015 berkatagori baik. Hal ini ditunjukkan oleh

kemampuan dosen Undiksha di bawah koordinasi LPM dalam memenangkan hibah

kompetitif DP2M DIKTI. Pada seleksi proposal tahun 2015 yang pendanaannya tahun 2016,

dosen Undiksha dibawah koordinasi LPM telah memenangkan 28 judul hibah kompetitif

DP2M DIKTI yang terdiri atas: 20 judul IbM, 1 judul IbIKK, 1 judul IbW, 3 judul IbPE, 1

judul Hi-Link, dan 2 judul KKN-PPM. Di samping itu, LPM Undiksha juga

menyelenggarakan kegiatan kepada masyarakat melalui dana DIPA Undiksha sebanyak 128

judul yang meliputi penerapan IPTEK sebanyak 111 judul, desa binaan sebanyak 7 judul,

pendidikan karakter sebanyak 5 judul, dan pusat-pusat layanan sebanyak 5 judul.

Tim pengusul IbM ini memiliki relevansi bidang keilmuan masing-masing dengan

permasalah mitra yang akan dicari solusinya. Dr. A.A. Istri Agung Rai Sudiatmika (ketua

tim) memiliki bidang keahlian kelistrikan yang berkaitan dengan berbagai peralatan elektrik

yang dibutuhkan mitra dalam rangka peningkatan kuantitas dan kualitas produksi. Prof. Dr. I

Page 19: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

13

Wayan Sadia, M.Pd. (anggota tim) memiliki kompetensi peralatan elektronik (pengampu

mata kuliah elektronika) dan juga memiliki kemampuan untuk mengkoordinasi dan

memotivasi masa dalam upaya meningkatkan kinerja pengrajin pajeng dan peningkatan

produktivitas. Dr. Ketut Sopir, M.Hum. memiliki keahlian disain produk yang sangat

diperlukan oleh mitra dalam upaya mengembangkan berbagai desain dan motif pajeng

tradisional. Di samping itu, ia juga memiliki keahlian dalam bidang budaya yang sangat

diperlukan dalam rangka mengembangkan motif-motif dan tipe pajeng sesuai dengan budaya

lokal.

Nama tim pengusul IbM beserta kepakaran dan tugasnya dalam kegiatan IbM adalah

sebagai berikut.

Tabel 02. Nama Tim Pengusul, Kepakaran dan Tugas dalam Kegiatan IbM

Nama Tim Kepakaran Uraian Tugas

Dr. A.A. Istri Agung

Sudiatmika, M.Pd.

Bidang listrik-magnet Koordinasi semua kegiatan IbM,

instruktur managemen pemasaran

Prof. Dr. I Wayan Sadia, M.Pd Mekanika,

Elektronika dan

Sosial

Instruktur peralatan listrik-

elektronik, memotivasi dan

koordinasi masa untuk

meningkatkan kinerja pengrajin

Dr. Ketut Sopir, M.Hum. Desain dan

kebudayaan

Instruktur pengembangan desain,

dan motif pajeng

Page 20: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

14

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Diversivikasi Produk

Melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan yang dilakukan secara intensif, pengrajin

pajeng tradisional telah mampu menghasilkan berbagai variasi produk baru. Pada produk baru,

lukisan pada pajeng tidak berbentuk karang bunga atau wayang yang biasanya digunakan di pura

atau tempat suci, ditetapi berupa lukisan burung, kupu-kupu, ikan dan sebagainya yang

sasarannya pemasarannya adalah hotel, restoran, dan tempat-tempat wisata. Satu model produk

baru yang sangat menarik yaitu pajeng setengah lingkaran dengan ukuran kecil yang sangat

cocok digunakan sebagai kap lampu tidur dengan target pemasaran adalah hotel. Hasil

diversivikasi produk tersebut adalah seperti pada gambar berikut.

KAP LAMPU

Untuk Lampu di

Kamar Tidur

Hotel, Dipasang

pada Dinding

Page 21: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

15

Diversifikasi produk pajeng akan menambah pangsa pasar, jadi pemasaran pajeng tidak hanya

untuk keperluan upacara agama Hindu dan uacara adat lainnya, tetapi juga pemasarannya akan

PAJENG

BERTINGKAT

Untuk Hiasan

pada Acara

Seminar,

Mantenan,

Peresmian, dan

Acara Nasional

lainnya

KAP LAMPU

Untuk Lampu

Kamar Tidur

Hotel Dipasang

di Dinding

Page 22: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

16

menyebar pada hotel, restoran dan tempat-tempat wisata lainnya. Jadi pangsa pasar pajeng

menjadi lebih luas.

5.2 Perhitungan Biaya Produksi dan Harga Jual Produk

Sebelum kegiatan IbM (PKM) ini dilaksanakan, para pengrajin pajeng tradisional di desa

Paksebali tidak pernah menghitung secara detail berapa biaya produksi dari setiap produknya.

Mereka hanya menggunakan perkiraan saja lalu menetapkan harga jualnya, sehingga mereka

tidak tahu persis berapa keuntungannya. Para pengrajin juga tidak memiliki pembukuan dari

usaha kerajinan yang digelutinya. Setelah dilakukan pelatihan dan pendampingan pengrajin

pajeng mampu melakukan perhitungan biaya produksi untuk setiap jenis produknya.

Berdasarkan biaya produksinya mereka menetapkan harga jual dari setiap jenis produknya.

Berikut ini disajikan biaya produksi dan harga jual dari setiap produknya.

Barang yang dibuat Mitra I

IDER-IDER PER METER DIJUAL Rp.35,000

No. Uraian Biaya (Rp)

1 Kain beludru 9,000

2 Prada 1,500

3 Pita 1,500

4 Benang jebug 1,000

5 Mute 1,500

6 Ongkos merada 2,500

7 Ongkos menyoder 2,500

8 Ongkos jarit 3,000

Modal 22,500

PAJENG/PAYUNG PRADA BLUDRU DIJUAL RP. 600,000

No. Uraian Biaya (Rp)

1 Kain beludru 1, 20 m 30,000

2 Rangka 50,000

3 Prada 10,000

4 Ongkos merada 25,000

5 Ongkos nyoder 25,000

6 Ongkos jarit pajeng 5,000

Page 23: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

17

7 Nukub (asang kain ke rangka) 5,000

8 Mute 5,000

9 Benang jebug 4,000

10 Pita 3 m 4,500

11 Mudra 15,000

12 Pati/Batang Pajeng kamper panjang 3 m 90,000

13 Cat 10,000

14 Ongkos ngecat dan lukis Pati dan Mudra 50,000

15 Ongkos pasang oncer dan mute 5,000

Modal 333,500

TEMPAT LAMPU (tanpa bolam) DIJUAL RP. 225,000

No. Uraian Biaya (Rp)

1 Kain beludru/blacu 7,500

2 Kayu dengan ongkos ukir 75,000

3 Rotan 6,000

4 Pitingan 6,000

5 Colokan 5,500

6 Kabel 3,500

7 Mute 15,000

8 Cat pewarna/prada pada kain 7,000

9 Ongkos melukis kain dan mengecat 10,000

10 Prada untuk kayu 5,000

11 Triplek 3,000

12 Tempat gantungan lampu 3,000

13 Lem tembak untuk rangka 7,500

14 Sekrup dan paku 2,000

15 Pita 4,000

16 Ongkos ngerakit 15,000

Modal 175,000

Page 24: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

18

Barang yang dibuat Mitra II

PAYUNG SABLON PRADA RANGKAP 3 DIJUAL RP. 125,000

No. Uraian Biaya (Rp)

1 Kain Satin 10,000

2 Sablon dan prada cetak 17,000

3 Pati dan mudra 12,500

4 Rangka 3 biji ( 1 stel) 22,500

5 Ongkos Jarit 3 pajeng 10,000

6 Benang wool 10,000

7 Ongkos pasang oncer 10,000

92,000

PAYUNG SABLON BERWARNA RANGKAP 3 DIJUAL RP. 350,000

No. Uraian Biaya (Rp)

1 Kain Blacu 3 m 60,000

2 Rangka 48,000

3 Sablon dan ngecat warna 100,000

4 Ongkos jarit 3 pajeng 10,000

5 Bahan oncer 25,000

6 Ongkos pasang oncer 10,000

7 Pati dan mudra sudah di cat 30,000

8 Pipa penyambung pati 5,000

9 Seng untuk penghias pati 5,000

Modal 293,000

PAYUNG BIASA DIJUAL RP. 40.000

No. Uraian Biaya (Rp)

1 Kain Peles 4,500

2 Pati dan mudra 11,000

3 Rangka 1 biji 7,500

4 Benang wool 2,000

5 Ongkos pasang oncer 4,500

Modal 29,500

Page 25: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

19

Kegiatan PKM ini ternyata mampu meningkatkan keterampilan para pengrajin pajeng

dalam hal menghitung biaya produksi dan menentukan harga jualnya. Dengan menghitung

jumlah omzet penjualan, maka mereka dapat menentukan berapa besar penghasilan mereka per

bulannya. Penghasilan per bulan para pengrajin pajeng akan mendorong generasi penerus untuk

bisa tetap menekuni pekerjaan sebagai pengrajin pajeng. Kerajinan pajeng, di samping harus

dilihat dari aspek ekonomisnya juga harus dilihat dari aspek budaya.

5.3 Peningkatan Semangat dan Keterampilan Pengrajin Pajeng

Setelah dilakukan pelatihan dan pendampingan, ternyata terjadi peningkatan semangat,

ketekunan, dan keterampilan para pengrajin pajeng di desa Paksebali. Peningkatan semangat dan

ketekunan para pengrajin terlihat ketika tim pelaksana IbM (PKM) melakukan pendampingan

dan observasi, seperti yang terlihat pada gambar berikut.

Page 26: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

20

Page 27: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

21

Page 28: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

22

Dari gambar di atas dapat dilihat betapa besarnya semangat para pengrajin untuk dapat

menyelesaikan pekerjaannya. Terlihat juga bahwa yang bekerja adalah orang tua dan generasi

muda. Pekerja yang sudah tua adalah pekerja full time, artinya mereka sehari-hari memang

bekerja sebagai pengrajin. Sedangkan pekerja yang muda adalah pekerja yang half time (paruh

waktu), mereka pada umumnya bekerja mulai jam 15.00 sampai jam 17.30. Mereka masih

sekolah, dan mereka bekerja setelah pulang sekolah. Hasil kerja mereka cukup untuk membiayai

sekolahnya. Diharapkan mereka ini bisa melanjutkan usaha kerajinan pajeng ini di masa datang.

5.4 Pemasaran Produk Berbasis On-Line

Pola pemasaran produk pajeng pada mulanya (sebelum kegiatan Program Kemitraan

Masyarakat) dilakukan oleh para pengrajin adalah pemasaran secara off-line. Produk-produk

pajeng dipajang di tempat produksi dan/atau dititipkan di pasar atau toko yang khusus menjual

pajeng dan perlengkapan upacara lainnya. Para pembeli biasanya datang langsung ke tempat

produksi atau membelinya di pasar atau di toko khusus. Melalui kegiatan pelatihan dan

pendampingan pemasaran secara on-line, maka saat ini para pengrajin pajeng telah

mengembangkan pola pemasaran produknya secara on-line. Jadi, pemasaran produk pajeng

tradisional dan pajeng hasil pengembangan desain dilakukan dengan dua pola yaitu pemasaran

secara off-line dan secara on-line. Para pembeli atau pemesan (buyer) pajeng tradisional maupun

non-tradisional dapat melakukan transaksi baik secara off-line maupun secara on-line. Kondisi

ini ternyata telah dapat meningkatkan jumlah omzet penjualan. Di samping itu, peningkatan

jumlah omzet penjualan juga disebabkan oleh adanya diversifikasi produk. Para pengrajin tidak

hanya memproduksi pajeng tradisional yaitu pajeng yang diperuntukkan pada upakara

keagamaan seperti piodalan di pura, tetapi juga memproduksi pajeng non-tradisional yaitu pajeng

yang diperuntukkan pada hotel, restoran, dan tempat-tempat wisata lainnya.

Page 29: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

23

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan permasalahan mitra dan hasil yang telah dicapai, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut.

1) Pengrajin pajeng tradisional di desa Paksebali Klungkung telah memiliki

kemampuan dan keterampilan dalam melakukan disversifikasi produk sesuai

dengan kebutuhan pasar.

2) Pengrajin pajeng tradisional di desa Paksebali Klungkung telah memiliki

keterampilan dalam menetapkan biaya produksi dan nilai jual produk secara

sederhana.

3) Pengrajin pajeng tradisional di desa Paksebali Klungkung memiliki semangat kerja

yang tinggi guna meningkatkan kuantitas dan kualitas produknya.

4) Strategi pemasaran produknya telah dilakukan secara of-line dan juga secara on-

line.

6.2 Saran

Beberapa saran yang diajukan adalah sebagai berikut.

1) Perlu dilakukan pelatihan kader-kader penerus kerajinan pajeng secara lebih intensif,

agar usaha kerajinan pajeng baik untuk kebutuhan upacara tradisional maupun untuk

keperluan dunia wisata dapat berlanjut dan berkembang.

2) Pola pemasaran pajeng perlu dilakukan secara of-line dan juga secara on-line guna

mempercepat perkembangan usaha yang digeluti oleh para pengrajain pajeng.

3) Para pengusaha kerajinan pajeng perlu memperbaiki system pembukuan usahanya

dengan pola pembukuan yang lebih modern.

Page 30: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

24

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2012. Interventi Komunitas dan Pengembangan Masyarakat Sebagai

Upaya Pemberdayaan Masyarakat. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Atmaja, Nengah Bawa (2010). Ajeg Bali, Gerakan, Identitas Kultural, dan Globalisasi.

Yogyakarta: LKiS

Covarrubias, Miguel. 2013. Pulau Bali: Temuan yang Menakjubkan. (Jiwa Atmaja, penyunting) .

Denpasar: Udayana University Press.

Djelantik, A.A.M. 1990. Balinese Paintings. Singapore: Oxford University Press.

Eisman, Jr, Fred, B. 1990. Bali sekala and Niskala, volume II. Singapore: Perplus Edition.

Holt, Calir. 2000. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia. (R.M. Soedarsono, pent).

Bandung: arti.line berkerja sama dengan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Kam, Garet. 1993. Perceptions of Paradise: Images of Bali in Arts. Ubud: Yayasan Dharma

Seni Museum Neka.

Kurana (2008) Sukses Mengembangkan Wirausaha. Jakarta: Grasindo

Mc Clelland, D. (1987) Memacu Masyarakat Berprestasi mempercepat Laju Pertumbuhan

Melalui Peningkatan Motivasi Berprestasi (Penerjemah: S. Suyanto) Jakarta: Intermedia

Schwartz (2009) Berpikir dan Berjiwa Besar. Jakarta: Grasindo

Page 31: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

25

LAMPIRAN

Page 32: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

26

KOMODIFIKASI TEDUNG UPACARA MENJADI KAP LAMPU HIAS

A.A.Istri Agung Rai Sudiatmika1, I Wayan Sadia 2, I Ketut Supir3 1,2Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Undiksha; 3Jurusan Pendidikan Senirupa FBS Undiksha

Email: [email protected]

ABSTRAK

Tedung upacara merupakan produksi masyarakat pengerajin desa Paksebali, Klungkung.

Keterampilan membuat tedung telah diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

Sangat disayangkan jika keterampilan tersebut hilang, mengingat persaingan pemasaran tedung

di Bali sangat ketat. Pengerajin tedung ada hampir di setiap kabupaten. Dengan pemasaran yang

terbatas hanya pada konsumen lokal Bali, maka beberapa pengerajin di desa Paksebali sudah

gulung tikar karena tidak mampu membiayai produksi. Untuk mengatasi persoalan tersebut dan

juga sebagai upaya pelestarian budaya lokal, maka pelatihan membuat lampu hias dengan

memodifikasi bentuk tedung diselenggarakan. Hasilnya berupa lampu hias yang digunakan di

hotel, restoran, maupun rumah. Berhasilnya pelatihan ini diharapkan pengerajin memiliki

kesempatan memasarkan produknya ke pasar yang lebih luas.

Kata Kunci: Paksebali, Tedung, Kap Lampu Hias, Komodifikasi.

PENDAHULUAN

Agama Hindu di Bali sering melaksanakan yadnya, baik Nitya Yadnya maupun

Naimitika Yadnya. Nitya Yadnya adalah ritual yang diadakan setiap hari secara teratur.

Naimitika Yadnya adalah ritual yang dilakukan pada waktu tertentu. Pada hari tertertu, Umat

Hindu melaksanakan upacara yang menggunakan pelengkap upakara, salah satunya tedung.

Tedung merupakan pelengkap upacara yang berbentuk seperti payung, sebagai salah satu jenis

perangkat upacara yadnya keagamaan yang khusus digunakan di Bali. Tedung memiliki

beberapa bentuk, ukuran, warna, fungsi dan istilah yang beragam. Tedung atau pajeng asal

muasalnya bukanlah payung biasa yang digunakan untuk keperluan sehari-hari untuk melindungi

diri dari air hujan atau melindungi diri dari panasnya sinah matarhari. Tedung atau pajeng yang

digunakan dalam upacara adat maupun keagamaan sebagai pelindung pelinggih-pelinggih di

merajan atau di pura. Tedung biasanya diletakkan di belakang pelinggih atau Padma seperti

bagaimana fungsinya yaitu sebagai pelindung.

Tedung digunakan sebagai perangkat dalam upacara agama Hindu memiliki beragam

ukuran sesuai dengan kegunaannya. Warna tedung pun beragam, tetapi beberapa tedung yang

Page 33: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

27

digunakan pada pura ketika upacara menampilkan warna yang sesuai dengan warna dalam mata

angina tau dewata nawa sanga atau pengider-ider. Dewata Nawasanga adalah sembilan dewa

atau manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang menjaga atau menguasai sembilan penjuru

mata angin. Dewata Nawa Sanga adalah sembilan dewa yang menempati Sembilan arah mata

angin. Kesembilan dewa tersebut adalah Dewa Wisnu, Sambhu, Iswara, Maheswara, Brahma,

Rudra, Mahadewa, Sangkara, dan Siwa (Dharmayudha, 1995: 54). Setiap arah mata angin

memiliki warna yang berkaitan dengan dewanya. Empat dari kesembilan warna tersebut

dijadikan acuan dalam menempatkan tedung di areal pura. Misalnya, arah Timur ditempatkan

tedung yang berwarna putih. Tedung yang berwarna merah ditempatkan di zona selatan, tedung

yang berwarna kuning ditempatkan di zona barat, dan tedung berwarna hitam ditempatkan di

zona utara.

Tiga Padmasana yang terdapat di areal suci Pura Besakih, Kabupaten Karangasem, selalu

dihiasi tiga tedung dengan warna yang berbeda. Padmasana sebagai stana Dewa Brahma dihiasi

dengan tedung berwarna merah. Padmasana sebagai stana Dewa Wisnu dihiasi dengan tedung

berwarna hitam, dan Padmasana sebagai stana Dewa Siwa dihiasi dengan tedung berwarna putih.

Tiga Padmasana tersebut merupakan stana dari dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa, yang disebhut

sebagai dewa Trimurti.

Jenis tedung berdasarkan bentuk dan hiasannya dapat dibedakan atas tedung agung dan

tedung robrob. Tedung agung dan robrob dibedakan oleh hiasan tepi atau ider-ider atap tedung.

Tedung agung memiliki hiasan tepi dengan kain berwarna atau prada. Kain yang berjuntai

tersebut terdiri dari dua lapis warna dengan ukuran kain paling depan lebih pendek daripada

kain di belakangnya, sehingga kedua kain akan tempak saling bersusun. Tedung robrob memiliki

hiasan tepi dari benang yang di sulam. Sulaman atau rajutan dibuat dari benang wol yang

berwarna, seperti hitam, putih, kuning merah maupun hijau.

Pengerajin tedung tersebar hampir di berbagai tempat di Bali. Di Klungkung terdapat

komunitas pengerajin tedung yaitu di desa Paksebali Kecamatan Dawan,Kabupaten Klungkung.

Produksi tedung Paksebali, secara umum, tidak menampilkan perbedaan dengan tedung buatan

pengerajin dari kabupaten lain. Akan tetapi beberapa tedung produksi Paksebali, Klungkung,

menampilkan motif hias yang agak berebda dengan tedung dari kabuaten lainnya. Pengerajin

tedung di desa Paksebali sekitar 20 orang dengan usia berkisar antara 10 sampai 50 tahun.

Kebanyakan pengerajinnya adalah wanita. Hal ini disebabkan karena proses member warna emas

Page 34: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

28

atau merada kain dilakukan oleh wanita. Laki-laki bertugas menyiapkan sket motif di atas kain

dengan menggunakan alat solder. Jejak alat solder pada kain diberi warna emas yang dikerjakan

oleh kaum wanita.

Tedung telah ada dikenal di Bali sejak dahulu, diperkirakan tedung diperkenalkan oleh

penyebar agama Hindu ke Bali. Budaya dan kesenian Hindu diperkirakan masuk ke Bali abad ke

10, ketika Bali menjalin hubungan dnegan kerajaan Hindu di Jawa Timur. Pengaruh kesenian

Hindu Jawa semakin kuat tersebar di Bali setelah datangnya kaum imigran Majapahit yang

terdesak oleh kekuatan Islam di tanah Jawa (Raharjo, dkk., 1987: 20). Dalam budaya Hindu

Jawa, tedung atau payung, selain berfungsi melindungi pengguna dari hujan dan panasnya

cahaya matahari, juga sebagai lambang kebesaran dan setatus sosial. Di Jawa, hanya raja dan

kerabat raja yang boleh menggunakan payung. Dalam budaya Hindu, raja wakil dewa di dunia,

maka raja dan dewa yang menggunakan payung. Payung digunakan untuk memayungi pratima

dan benda sakral yang merupakan simbol dewa, juga sebagai bentuk pengagungan dewa sebagai

penguasa alam (Lombard, 2005: 60).

Tedung banyak dijumpai ketika upacara agama Hindu, baik di pura maupun di rumah.

Dalam upacara tersebut tedung, misalnya warna putih selalu ditempatkan di sanggar tawang

maupun Sanggar Surya. Sanggar Surya sebagai tempat stana Dewa Surya adalah manifestasi

Sang Hyang Widhi disimbolkan dengan warna putih. Karena itu tedung yang ditempatkan pada

sanggar surya selala berwarna putih.

Selain itu tedung dibuat dengan warna yang mengacu pada konsep arah mata angin atau

pengider-ider mengandung makna simbolis agama Hindu. Dengan demikian fungsi tedung

tersebut lebih mengutamakan use value (nilai guna). Nilai guna bagi kaum Marxisme

merepresentasikan hubungan alamiah objek dengan orang. Masing-masing objek terkait dengan

penggunaan unik dan telah ditentukan sebelumnya yang didasarkan pada kebutuhan alamiah dan

stabil (Lee, 2006: 36). Tedung dibuat lebih menekankan pada fungsi simbolik. Makna simbolik

yang menjadi tujuan tedung dibuat, maka pembuatan tedung bisa dilandasi oleh prinsip form

follows meaning (bentuk mengikuti makna) (Piliang, 2012: 157). Dengan demikian tedung

dengan warna yang mengcu pada warna para Dewa dapat dikategorikan sebagai tedung yang

mengandung makna simbolis.

Tedung yang yang berfungsi simbolis biasanya dihiasi dengan motif hias simbolik.

Motif-motif hias simbolik tersebut adalah bentuk senjata dewata naga sanga, motif wayang pra

Page 35: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

29

dewa, warna yang sesuai dengan warna para dewa. Tedung dengan motif hias simbolis Hindu,

sementara ini hanya dikonsumsi oleh umat Hindu. Karena itu konsumen tedung tersebut sangat

terbatas. Hal ini menyebabkan terjadinya persaingan harga di pasaran, mengingat hampir semua

kabupaten di Bali memiliki kelompok pengerajin tedung. Masyarakat memebli tedung juga tidak

setiap hari, maka hal ini juga semakin sulitnya memasarkan tedung.

Tedung yang digunakan di pura

Sumber: http://id.beritasatu.com/home/tedung-dibuat-untuk-keperluan-pariwisata/17585,diakses Selasa, 10 Oktober 2017

Hal ini merupakan persoalan yang dihadapi oleh pengerajin tedung di desa Paksebali,

Kabupaten Klungkung. Mereka sulit bersaing dalam memasarkan produksi di pasaran. Persoalan

ini sangat mendesak dipecahkan agar keberadaan kerajinan tedung di Paksebali, Klungkung,

terus berkembang dan lestari. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memodifikasi

tedung dengan melebarkan fungsinya. Semula fungsi tedung produksi desa Paksebali hanya

menonjolkan prinsip form follows meaning kemudian dikembangkan berdasarkan prinsip form

follows function (bentuk mengikuti fungsi).

Prinsip form follows function merupakan diskursus yang dikembangkan oleh seni

modernisme untuk menolak keterkaitan seni dengan makna-makna ideologis atua spiritual. Seni

berupaya menolak makna-makna yang berasal dari luar seni itu sendiri. Oleh karena itu, seni

hanya estetika hanya dikembangkan dari permainan elemen-eemen seni itu sendiri (garis, bidang,

ruang, warna) (Piliang, 2012: 158). Berdasarkan atas konsep modernisme di atas, maka tedung

dikembangkan menjadi hiasan yang hanya dinikmati aspek estetisnya semata dan aspek

fungsinya. Pemodifikasian tedung sakral menjadi tedung sekuler yang berfungsi sebagai kap

lampu. Pengembangan tedung sakral menjadi tedung sebagai kap lampu dengan pertimbangan

Page 36: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

30

bahwa Bali sebagai pusat pariwisata di Indonesia. Sebagai pusat pariwisata, Bali tidak cukup

hanya menjual lam dan kebudayaan yang unik, tetapi juga perlu disiapkan berbagai bentuk

souvenir bagi wisatan untuk dibawa ke negara asalnya. Sebagai daerah tujuan wisata, di Bali

dibangun sarana dan prasarana pariwisata, seperti hotel, restoran. Hotel dalam menjual jasanya

selalu mengunggulkan keunikan yang dimilikinya. Keunikan tersebut salah satunya adalah

penampilan lampu dindinnya. Karena itu pada kegiatan pengabdian pada masyarakat ini

dikembangkan bentuk lampu yang dimodifikasi dari betuk tedung. Kap lampu yang dibuat

berbendtuk setengah lingkaran, maka lapu ditempatkan menempel ke dinding.

METODE

Pengerajin tedung desa Paksebali, Klungkung dilatih teknik memodifikasi tedung yang

semula sebagai benda pelengkap upacara Hindu menjadi benda hiasan yang dikonsumsi oleh

wisatawan. Sebelum pelatihan terlebih dahulu penegrajin diberikan materi teori yang berkaitan

dengan alasan dan kriteria benda hias maupun benda pakai.

PEMBAHASAN

Seperti disinggung di atas, bahwa wisatawan berkunjung ke Bali karena Bali memiliki

beragam keunikan yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Bali memiliki kebudayaan unik

yang bersumber dari agama Hindu. Hampir semua aktivtas dan produksi benda budaya

menampilkan ciri kehinduan. Salah satu benda budaya yang menampilkan ciri Hindu adalah

tedung. Tedung dengan bentuk dan hiasannya yang khas tersebut adalah sumber inspirasi dalam

memodifikasi ke dalam bentu kap lampu.

4.1 Modifikasi Bentuk Tedung Menjadi Kap Lampu Hias.

Lampu hias merupakan jenis lampu yang memiliki bentuk dan desain yang unik dan

menarik. Lampu hias selain berfungsi sebagai penerangan juga sebagai elemen yang

memperindah ruangan. Lampu hias ada yang bentuknya rumit banyak menggunakan motif hias

sehingga kesannya klasik dan ada pula bentuknya minimalis sehingga memancarkan kesan

modern. Lampu hias dapat dibedakan dengan jenis lampu lainnya.

1. Lampu sebagai penerangan utama dan merupakan sumber utama

penerang ruangan (selain cahaya matahari di siang hari). Biasanya lampu ini diletakkan

Page 37: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

31

langit-langit ditengah ruang dan memiliki daya cahaya yang cukup besar. Agar

penyebaran cahayanya merata, sumber titik lampu bisa dibagi menjadi beberapa titik

terutama jika ruangannya cukup besar.

2. Lampu sebagai pendukung aktivitas dalam ruang. Lampu jenis ini

seperti lampu baca atau lampu kerja yang biasanya diletakkan diatas meja, digantung

dilangit-langit, diletakkan diatas lantai (standing lamp/Wood Lamps) atau menempel

pada dinding.

3. Lampu sebagai penghias ruang atau lampu hias

berfungsi untuk menghiasi ruangan dan memberikan aksen sesuai tema rumah yang ingin

ditampilkan. Saat ini model-model Lampu Kerajinan sudah sangat variatif dengan

berbagai jenis dan ukuran. Lampu hias biasanya dipasang di sudut ruang atau berdiri di

lantai atau di atas meja sehingga

menghasilkan efek cahaya yang menambah kesan warm pada ruang. (https://domba-

bunting.blogspot.co.id/2009/03/fungsi-dan-kegunaan-lampu.html, diakses , Kamis, 12

Oktober 2017).

Kap lampu hias yang diproduksi di desa Paksebali, Klungkung, berbahan kain yang

menutupi rangka bambu dan kayu adalah benda fungsional. Karena itu beberapa kriteria yang

harus diperhatikan dalam memproduksi kap lampu hias, seperti aman, nyaman, dan higienis.

Aspek aman harus diperhatikan karena lampu hias tersebut selau dekat dengan aktivitas manusia.

Aman yang dimaksud adalah tidak membahayakan atau tidak melukai pisik penggunanya.

Lampu hias produksi desa Paksebali, Klungkung, yang berbentuk payung, dengan demikian,

aman digunakan. Kenyamanan pemakai juga merupakan aspek penting diperhatikan karena akan

memengaruhi ergonomi pemakainya.Kenyamanan bisa dilhat dari ukuran lampu. Lampu hias ini

dibuat dengan diameternya sekitar 30 cm dan bahannya dari kain, bambu, dan kayu, maka

sangat nyaman digunakan sebagai hiasan dinding. Aspek hiegenis belakang ini merupakan isu

yang banyak dikemukakan, karena aspek ini berkaitan langsung dengan kesehatan pemakainya.

Belakangan ini masyarakat dunia cenderung menghindari penggunaaan bahan-bahan sintetis,

terutama yang berasal dari unsur plastik, selain limbahnya susah terurai dalam tanah juga

ditengerai dapat menggagu kesehatan. Berkaitan dengan persoalan tersebut, maka lampu hias

produksi desa Paksebali, Klungkung menggunakan bahan alami seperti kayu dan bambu. Kain

sebagai penutup kap lampu meskipun bahan sintetis, tetapi mudah terurai dalam tanah.

Suatu benda fungsional, selain memenuhi kriteria aman, nyaman, dan hiegenis, juga

dituntut memiliki nilai estetis yang tinggi. Dalam dunia desain, nilai estetis bisa muncul jika

memperhatikan wujudnya. Wujud memiliki dua unsur yang penting, yaitu bentuk dan struktur

Page 38: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

32

(Djelantik, 1999: 20). Lampu hias produksi desa Paksebali berbentuk setengah lingkaran.

Elemen rupa seperti garis, bidang, ruang, dan warna, disusun sedemikian rupa sehingga

menampilkan kesan unik.

Lampu hias berbentuk tedung ini adalah benda fungsional yang digunkan di ranah

sekuler, maka aspek-aspek makna dan simbolis mestinya dihilangkan. Aspek-aspek simbolis itu

tampak pada perilaku masyarakat Bali ketika mulai menggunkannya selalu melakukan ritual

seperti memerciki tirta dan mengikatkan sai atau sasap (daun janur yang dibentuk sedemikian

rupa sebagai penanda bahwa suatu benda telah disucikan). Namun ketika digunkan sebagai

benda sekuler, maka hal itu diabaikan. Hal yang paling diperhatikan ketika menjadi benda

sekuler adalah mengacu pada konsep modern, yaitu form follows function (bentuk mengikuti

fungsi). Pada kondisi ini benda dibuat hanya mempertimbangkan aspek efektifitas dan efisiensi.

Bentuk lampu hias setengah lingkaran sehingga lebih tepat dipajang di dinding. Bentuk

setengah lingkaran dan menggunakan bahan kain blacu yang berwarna putih untuk menampilkan

kesan natural, sedangkan warna merah untuk menampilkan kesan etnik. Bentuk lampu hias yang

meniru bentuk payung merupakan temuan baru, tetapi masih mengedepankan kesan natural dan

tradisional. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa era globalisasi yang melanda

dunia, saat ini, cenderung menyeragamkan budaya. Globalisasi dalam budaya sebagai bentuk

ekspansi trannasional dari ode-kode atau kebiasaan-kebiasaan umum (homogenitas) (Martono,

2011: 100). Akibat penyeragaman itu, maka keunikan etnik lokal akan tergerus dan hilang.

Yang tinggal adalah keseragaman. Oleh karena itu, lampu hias dengan bentuknya meniru bentuk

tedung menampilkan ciri etnik lokal Bali, sehingga tampak berbeda dengan jenis lampu hias

lainnya. Kehadiran lampu hias ini juga diniatkan untuk mengembangkan spirit local genius Bali

dalam rangka melawan keseragaman.

4.2 Motif Fauna dan Flora sebagai hiasan Lampu.

Sebagaimana disinggung di atas bahwa tedung untuk upacara biasanya dihias dengan

motif hias yang mengandung makna simbolis agama Hindu. Motif-motif tersebut, antara lain:

motif senjata nawa sanga, gambar dewata nawa sanga, dan ragam hias lainnya. Tedung dengan

hiasan yang mengandung makna simbolis Hindu layak dan etis jika hanya digunakan untuk

keperluan agama dan akan terasa ganjil bila digunakan di pantai sebagai peneduh para

wisatawan. Masyarakat Bali selalu membedakan penggunaan benda sakral dan profan secara

Page 39: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

33

tegas. Misalnya ember yang digunakan sebagai sarana ritual agama Hindu selalu dibedakan

dengan ember yang digunakan untuk nyuci pakaian sehari-hari. Konsep desa kala patra telah

mengakar dalam kehidupan masyarakat Bali, maka dalam hal ini diupayakan membedakan

hiasan yang dikenakan pada payung upacara agama Hindu dengan hiasan lampu hias yang

befungsi sekuler.

Karena alasan tersebut, maka lampu has produksi desa Paksebali menggunakan hiasan

di luar motif hias agama Hindu. Motif hias yang dipilih adalah motif fauna dan flora yang

ditampilkan agak naturalis agar lebih akrab dengan budaya wisatawan. Teknik dan proses

member motif pada kap lampu sama dengan proses melukis motif fauna dan flora di desa

pengosekan Ubud.

Motif fauna yang dibuat, yaitu motif burung, kupu-kupu, kadal, cicak, dan sebagainya.

Sedangkan motif flora berupa bunga teratai, bunga lotus, bunga mawar, dan sebagainya. Motif-

motif hias tersebut disteilisasi sedemikian rupa, namun tetap menampilkan ciri benda aslinya.

Motif hias fauna dan flora ditampilkan dengan warna cemerlang sehingga tampak menarik. Cat

yang digunakan adalah cat akrelik sehingga pengerajin dengan mudah menggoresjkan warna.

Selain itu cat akrelik memiliki sifat cepat kering, sehingga produksi bisa lebih cepat.

Dipilihnya motif fauna dan flora yang ditampilkan agak naturalis dengan pertimbangan

bahwa pemasaran lampu hias ini tidak hanya untuk konsumen lokal bali saja, tetapi menjangkau

konsumen dari berbagai etnik. Oleh karena itu, motif hias yang dikenakan pada lampu hias ini

juga mempertimbangkan keinginan konsumen. Motif hias yang bisa diterima oleh berbagai etnik

yaitu motif hias fauna dan flora. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa motif yang dikenakan

pada kap lampu hias menggunakan motif fauna dan flora, bukan motif simbolis agama Hindu.

Berikut foto lampu hias produksi desa Paksebali, Klungkung

Lampu hias produksi desa Paksebali, Klungkung

Foto oleh I Ketut Supir

Page 40: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

34

Page 41: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

35

PENUTUP

Kap lampu hias yang diproduksi di desa Paksebali untuk menjawah keinginann

konsumen dari beragam etnis. Berkaitan dengan hal itu, maka hiasannya pun disesuaikan dengan

keinginan konsumen. Untuk memenuhi keinginan konsumen global, maka dibuat lampu hias

yang menampilkan ciri lokal, tetapi hiasannya menampilkan ciri global. Lampu hias juga

memenuhi kriteria aman, nyaman, hiegenis, serta yang lebih penting adalah ramah lingkungan.

Jika produknya sudah rusak akan tidak mengganggu lingkungan karena mudah hancur dan

terurai dalam tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Dharmayudha, I Made Suasthawa. 1995. Kebudayaan Bali: Pra hindu, Masa Hindu dan Pasca

Hindu. Denpasar: Kayumas Agung.

Djelantik. A.A.M. 1999. Estetika: Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan

Indonesia.

http://id.beritasatu.com/home/tedung-dibuat-untuk-keperluan-pariwisata/17585,diakses

Selasa, 10 Oktober 2017.

https://domba-bunting.blogspot.co.id/2009/03/fungsi-dan-kegunaan-lampu.html, diakses ,

Kamis, 12 Oktober 2017.

Lee, Martyn J. 2006. Budaya Konsumen Terlahir Kembali: Arah baru Mdernitas dalam kajian

Modal, Konsumsi, dan kebudayaan. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Lombard, Denys. 2005. Nusa Jawa: Silang Budaya, Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Martono, Nang. 2011. Sosisologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan

Poskolonial. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Piliang, Yasraf Amir. 2012. Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya & matinya Makna.

Bandung: Matahari.

Page 42: LAPORAN AKHIR - Prodi Pendidikan Fisika Undiksha

36

Desain Produk Pajeng Tradisional