LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

40
LAPORAN AKHIR PENELITIAN CALON DOSEN PENGEMBANGAN METODE BERBASIS PAPER ANALYTICAL DEVICE (PAD) MENGGUNAKAN EKSTRAKS Ipomoea batatas L. Poir UNTUK DETEKSI BORAKS DALAM MAKANAN (BAKSO) Ketua/Anggota Tim ZURI RISMIARTI, S.Si, M.Si NIK. 90.01.2.211 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG DESEMBER dan 2018 Kode/Nama Rumpun Ilmu: 354/Ilmu Gizi (Anafarma)

Transcript of LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

Page 1: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

i

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN CALON DOSEN

PENGEMBANGAN METODE BERBASIS PAPER ANALYTICAL

DEVICE (PAD) MENGGUNAKAN EKSTRAKS Ipomoea batatas L.

Poir UNTUK DETEKSI BORAKS DALAM MAKANAN (BAKSO)

Ketua/Anggota Tim

ZURI RISMIARTI, S.Si, M.Si NIK. 90.01.2.211

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

DESEMBER dan 2018

Kode/Nama Rumpun Ilmu: 354/Ilmu Gizi (Anafarma)

Page 2: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

iii

Page 3: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

iv

ABSTRAK

Saat ini, boraks banyak digunakan oleh industri kecil atau industri rumah

tangga, dalam pembuatan makanan sebagai pengeras, pengeyal maupun pengawet.

Dalam tubuh, boraks diserap dan disimpan secara komulatif dalam hati, otak, usus atau

testis sehingga dosisnya dalam tubuh menjadi tinggi dan akan mempengaruhi kerja

syaraf. Oleh sebab itu, Kementerian Kesehatan RI melalui Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 melarang pemakaian boraks

dalam makanan. Data survei Keamanan Pangan Badan POM RI tahun 2010 yang

menyatakan penyalahgunaan boraks sebesar 8,80%.

Teknik yang efektif untuk mengetahui kadar boraks dalam makanan dilapangan

adalah penggunaan test kit. Test kit yang telah dikembangkan menggunakan ekstrak

antosianin dari tanaman. Penggunaan antosianin untuk deteksi boraks karena sifat kimia

dari senyawa ini sangat dipengaruhi pH yang mengakibatkan perubahan warna dari

antosianin. Warna merah muda antosianin terbentuk pada rentang pH 1-9 dan berwarna

hijau, ungu, biru pada rentang pH 10-12. Penelitian ini menggunakan ekstrak antosianin

dari ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) untuk deteksi boraks dalam makanan. Dengan

memanfaatkan ekstraks antosianin dari ubi jalar ungu maka pemakaian reagen kimia

untuk deteksi boraks dalam sampel makanan dapat diminimilisir. Selain itu, dapat

meningkatkan nilai tambah dari komoditas tanaman tersebut dan dapat memanfaatkan

sumber daya alam yang melimpah di Indonesia. Antosianin pada ubi jalar ungu tidak

kalah banyak jika dibandingkan dengan tumbuhan jenis lain.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode yang, akurat, sederhana

dan murah serta tidak digunakan intrumentasi khusus untuk mendiagnosa boraks

menggunakan paper analytical device (PAD) berbasis pencitraan digital, yang meliputi

optimasi pelarut ekstraks antosianin dari ubu jalar ungu, optimasi konsentrasi ekstraks

antosianin, optimasi pH menggunakan buffer basa fosfat, optimasi waktu pengukuran,

penentuan linieritas pengukuran, serta validasi dengan penentuan % recovery dalam

sampel makanan yang terkontaminasi boraks. Hasil penelitian ini diharapkan mampu

untuk diagnostik dan monitoring boraks pada makanan agar tidak membahayakan

konsumen sehingga makanan yang beredar di masyarakat tetap terjaga kualitasnya dana

aman untuk dikonsumsi.

Kata kunci: boraks, makanan, kertas, ubi, antosianin

Page 4: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

v

PRAKATA

Atas waranugraha Tuhan YME, laporan kemajuan hibah penelitian calon dosen

pemula yang berjudul “Pengembangan Metode Berbasis Paper Analytical Device

(PAD) Menggunakan Ekstraks Ipomoea batatas L. Poir Untuk Deteksi Boraks

Dalam Makanan (Bakso)” dapat diselesaikan dengan baik.

Penyusunan laporan akhir penelitian ini tidak lepas dari dukungan semua pihak

dan bantuan dari berbagai pihak terkait. Oleh karena itu dalam kesempatan ini dengan

segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih. Serta tak

lupa ucapan terima kasih kepada Politeknik kesehatan Kemenkes Malang yang

memberi kepercayaan dan memberikan dana penelitian yang sangat penting dalam

pengembangan metode analisis ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan

laporan kemajuan penelitian ini masih kurang dari target yang diharapkan, namun pada

akhir tahun peneliti yakin semua hasil yang ditargetkan bisa diselesaikan dengan baik.

Untuk itu peneliti menyampaikan permohonan maaf serta sangat menerima adanya

kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan di masa mendatang.

Malang, November 2018

Tim Peneliti

Page 5: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

vi

DAFTAR ISI

Halaman Sampul i

Halaman Pengesahan ii

Abstrak iii

Prakata iv

Daftar Isi v

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 4

1.3. Target Luaran ........................................................................................ 5

BAB 2. TINJAUAN PUSATAKA ..................................................................... 6

2.1. Ipomoea Batatas L. (Ubi jalar ungu) ...................................................... 6

2.2. Boraks .................................................................................................... 8

2.2. Metode Penentuan Boraks ...................................................................... 9

2.3. Paper Analytical Device ....................................................................... 10

2.4. Image J ................................................................................................ 12

2.5. Kerangka Konsep Penelitian ................................................................. 12

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT ................................................................ 13

3.1. Tujuan .................................................................................................. 13

3.2. Manfaat ................................................................................................ 13

BAB 4. METODE PENELITIAN .................................................................... 14

4.1. Jenis dan Penelitian .............................................................................. 14

4.2. Bahan dan Alat ..................................................................................... 14

4.3. Tempat dan Waktu ............................................................................... 14

4.4. Variabel Penelitian ................................................................................ 14

4.5. Definisi Operasional ............................................................................. 14

4.6. Tahapan Penelitian ................................................................................ 16

4.7. Metode Penelitian .................................................................................. 16

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 20

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 31

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………... 32

Page 6: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Boraks merupakan senyawa dengan nama kimia natrium tetraborat atau garam

boraks (Na2B4O7.10H2O) dan asam borat (H3BO3). Pada awalnya boraks dikenal

mempunyai aktivitas sebagai bahan antiseptik yang digunakan sebagai bahan

pembersih, pengawet kayu, dan herbisida. Namun saat ini, boraks tidak digunakan

sebagai pembersih, tetapi digunakan sebagai bahan tambahan pada makanan. Boraks

banyak digunakan oleh industri kecil atau industri rumah tangga, dalam pembuatan mie,

gendar, atau kerupuk gendar (kerupuk nasi), lontong (sebagai pengeras), ketupat

(sebagai pengeras), bakso (sebagai pengenyal dan pengawet), kecap (sebagai pengawet),

bahkan pembuatan bubur ayam (sebagai pengenyal dan pengawet) (Kresnadipayana,

2017).

Konsumsi makanan yang mengandung boraks akan menyebabkan gangguan

otak, hati, lemak dan ginjal. Boraks dalam jumlah banyak, menyebabkan demam, anuria

(tidak terbantuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi,

apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian

(Disnakkeswan, 2006). Oleh sebab itu, Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 melarang pemakaian boraks dalam

makanan. Tetapi pada kenyatannya, boraks sering ditambahkan kedalam pangan seperti

kerupuk, bakso, mie basah, siomay sesuai data survei Keamanan Pangan Badan POM

RI tahun 2010 yang menyatakan penyalahgunaan boraks sebesar 8,80%. Makanan-

makanan tersebut biasanya diproduksi oleh usaha kecil menengah (UKM) yang tidak

terdaftar di badan POM sehingga kualitasnya kurang terkontrol. Oleh sebab itu,

diperlukan pengawasan (monitoring) rutin terhadap kadar boraks pada makanan agar

tidak membahayakan konsumen sehingga makanan yang beredar di masyarakat tetap

terjaga kualitasnya dana aman untuk dikonsumsi.

Dalam menganalisa kandungan boraks dalam sampel makanan telah

dikembangkan beberapa metode pengukuran antara lain, titimetri dan spektrofotometer

UV-Vis (Mujamil, 1997; Panjaitan, 2010). Metode tersebut memiliki tahapan analisis

yang kompleks, mahal dan perlu pereaksi yang banyak, menggunakan instrument

khusus sehingga membutuhkan biaya analisa yang tidak terjangkau, tidak praktis untuk

uji lapangan, dibutuhkan keahlian khusus dalam pengoperasian sehingga tidak semua

Page 7: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

2

individu dapat menganalisa kandungan boraks dalam sampel makanan serta tidak

praktis untuk digunakan analisis lapang, sehingga monitoring terhadap penggunaan

boraks dalam makanan menjadi tidak efektif. Anggraeni (2013) telah berhasil

mengembangkan test kit untuk deteksi kandungan boraks dalam makanan. Test kit

tersebut dengan menggunakan kertas berbasis kurukumin (ekstrak kunyit) Teknik test

kit tersebut sangat efektif untuk deteksi boraks dalam makanan dengan kadar minimal

200 ppm. Semakin besar kadar ppm dari boraks maka semakin jelas warna coklat pada

paper test kit.

Penelitian selanjutnya dilakukan Ayun (2017) mengembangkan test kit larutan

menggunakan ekstrak kulit buah naga (Hylocereus Costaricensis). Kulit buah naga

mengandung kadar antosianin yang cuku tinggi. Hasil ekstraksi antosianin tersebut

mampu mengetahui konsentrasi boraks pada makanan berdasarkan warna yang

dihasilkan. Penelitian itu membuktikan, jika makanan mengandung boraks akan

memberikan warna merah yang lebih lama. Sedangkan makanan tanpa boraks akan

muncul warna terang. Formulasi analisis boraks itu mulai dari 100 - 1000 parts per

milion (ppm). Metode ini menggunakan oksidator KMnO4 dan buffer pH 12.

Penggunaan antosianin untuk deteksi boraks karena sifat kimia dari senyawa ini sangat

dipengaruhi pH yang mengakibatkan perubahan warna dari antosianin. Warna merah

muda antosianin terbentuk pada rentang pH 1-9 dan berwarna hijau, ungu, biru pada

rentang pH 10-12 (Wahyuningsih, 2016; Affandy, 2017). Warna merah muda yang

dihasilkan pada pH asam akan semakin memudar seiring dengan meningkatnya pH. Hal

tersebut dikarenakan sifat dari senyawa antosianin itu sendiri yang stabil pada pH

asam.Sebaliknya boraks pada kisaran pH 7 − 10 spesi ion boron dari Na2B4O7 yang

paling dominan adalah natrium tetraborat B4O5(OH)42-. Oleh karenanya, ketika sampel

mengandung ion tetraborat (boraks) diteteskan ke dalam larutan antosianin terjadi

perubahan warna pada antosianin dari warna merah (pH asam antosianin) ke warna

hijau (pH larutan basa dari boraks).

Berdasarkan literatur tersebut maka penelitian ini menggunakan ekstrak

antosianin dari ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L. Poir) untuk deteksi boraks dalam

makanan. Penggunaaan ekstrak antosianin dari tanaman ubi jalar untuk deteksi boraks

dalam makanan dapat meningkatkan nilai tambah dari komoditas tanaman tersebut dan

dapat memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia. Dengan

memanfaatkan ekstraks antosianin dari ubi jalar ungu maka pemakaian reagen kimia

untuk deteksi boraks dalam sampel makanan dapat diminimilisir. Kandungan antosianin

Page 8: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

3

pada ubi jalar ungu tidak kalah banyak jika dibandingkan dengan tumbuhan jenis lain

yaitu pada ubi jalar ungu pekat adalah 61,85 mg/100g (138,15 mg/100 g basis kering)

dan 3,51 mg/100g (9,89 mg/100g basis kering) pada ubi jalar ungu muda. Selain itu, ubi

jalar ungu merupakan tanaman yang banyak di jumpai di pasaran dan tumbuh tidak

dipengaruhi oleh musim sehingga dapat dengan mudah diperoleh sebagai bahan baku.

Ekstrak antosianin diperoleh dengan melakukan ekstraksi dari tanaman ubi jalar ungu

dengan metode maserasi. Sifat antosianin yang hidroflik menyebabkan antosianin sering

diekstraksi dengan menggunakan pelarut alkohol atau air dan yang paling efektif adalah

pelarut alkohol yang diasamkan dengan HCl 1% (Hambali, 2014).

Pada penelitian ini dikembangkan metode PAD (Paper Analytical Device)

untuk deteksi ion tetraborat dan metode tersebut belum pernah diterapkan untuk analisis

ion tetraborat (boraks) serta belum diaplikasikan ke dalam sampel makanan. Akan tetapi

metode PAD telah dikembangkan secara luas sebagai alat yang atraktif untuk analisis

lapang dengan sensitifitas bagus, menawarkan biaya yang murah, mudah dan bisa

diterapkan dimana saja (portable) mendorong penggunaannya pada berbagai bidang

diagnostik, kesehatan, dan juga lingkungan (Martinez, 2010). Teknik PAD telah

dikembangkan untuk diagnostik logam dari kertas Whatmann sebagai device yang

bersifat sensitif dan selektif berbasis sensor kolorimeter yang diteteskan oleh sampel

dan reagen Metode ini berpotensi sebagai Point of Care (POC) diagnostik yang

diaplikasikan dalam kesehatan (Chaiyo, 2015; Busa, 2016).

Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi antosianin dari ubi jalar ungu dengan

metode maserasi menggunakan variasi pelarut, antara lain, etanol-akuades; etanol-HCl-

etanol-asam asetat. Dari ketiga pelarut tersebut dilakukan optimasi yang memberikan

gradasi warna paling tajam pada variasi larutan boraks merupakan pelarut untuk

ektraksi antosianin dari ubi jalar ungu yang optimum. Perangkat analisis yang

digunakan dengan teknik PAD menggunakan kertas Whatmann No. 42 yang telah

dipreparasi untuk memberikan batas hidrofobik dengan wax cranyon. Metode analisis

yang digunakan berbasis kolorimetri dengan melakukan photo dengan hp berbasis

android. Hasil photo tersebut diukur intensitas warna yang terjadi menggunakan

program Image J. Data intensitas tersebut dikonversi menjadi absorbansi dengan

menggunakan persamaan Lambert – Beer. Penelitian ini di fokuskan untuk pembuatan

metode yang praktis, akurat, sederhana dan murah serta tidak digunakan intrumentasi

khusus untuk mendiagnosa boraks menggunakan paper analytical device (PAD)

berbasis pencitraan digital, yang meliputi optimasi pelarut ekstraks antosianin dari ubu

Page 9: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

4

jalar ungu, optimasi konsentrasi ekstraks antosianin, optimasi pH menggunakan buffer

basa fosfat, optimasi waktu pengukuran, penentuan linieritas pengukuran, serta validasi

dengan penentuan % recovery dalam sampel makanan yang terkontaminasi boraks.

Hasil penelitian ini diharapkan mampu untuk diagnostik dan monitoring boraks dalam

makanan yang beredar di pasaran sehingga dapat dikonsumsi masyarakat secara aman.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana pengaruh jenis pelarut ekstraksi antosianin dari ubi jalar ungu terhadap

gradasi warna variasi larutan boraks dengan metode PAD

2. Berapa konsentrasi optimum antosianin pada pengukuran metode PAD-boraks

3. Berapa buffer pH optimum pada metode PAD-boraks

4. Berapa waktu optimum pengukuran pada metode PAD-boraks

5. Berapa rentang linieritas pengukuran metode PAD-boraks

6. Bagaimana validasi metode PAD-boraks dengan penentuan % recovery

1.3 Target Luaran

Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah publikasi ilmiah berupa seminar

internasional/nasional atau jurnal nasional ber ISSN dan terindeks dan materi dalam

modul perkuliahaan mata kuliah analisis farmasi dan makanan.

Page 10: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ipomoea batatas L. Poir (Ubi Jalar Ungu)

Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L. Poir) tidak hanya memiliki rasa yang enak

tetapi memiliki warna yang cantik (ungu) dan ubi ungu biasanya digunakan sebagai

pewarna makanan yang alami. Zat antosianin yang terkandung dalam ubi ungu ini yang

digunakan sebagai pewarna alami. Kandungan antosianin yang berbeda pada ubi ungu

(Ipomoea batatas L. Poir), menyebabkan warna pada ubi ungu berbeda-beda. Zat

antosianin pada ubi jalar ungu bisa digunakan sebagai senyawa antioksidan yang amat

berguna bagi tubuh (Armanzah, 2016). Kadar antosianin pada ubi jalar ungu pekat

adalah 61,85 mg/100g (138,15 mg/100 g basis kering) dan 3,51 mg/100g (9,89 mg/100g

basis kering) pada ubi jalar ungu muda. Dalam 100 g ubi jalar ungu segar, kandungan

antosianin ubi jalar ungu pekat 17 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kadar

antosianin ubi jalar ungu muda. Kandungan antosianin ubi jalar tergantung pada

intensitas warna pada umbi tersebut. Semakin ungu warna umbinya, maka kandungan

antosianinnya semakin tinggi (Husna, 2013).

Gambar 2.1 Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L. Poir)

Sifat fisika dan kimia dari antosianin dilihat dari kelarutan antosianin larut

dalam pelarut polar seperti metanol, aseton, atau kloroform, terlebih sering dengan air

dan diasamkan dengan asam klorida atau asam format. Antosianin stabil pada pH 3,5

dan suhu 50°C mempunyai berat molekul 207,08 gram/mol dan rumus molekul C15H110.

Antosianin dilihat dari penampakan berwarna merah, ungu dan biru mempunyai

panjang gelombang maksimu 515-545 nm, bergerak dengan eluen BAA (nbutanol-asam

asetat-air) pada kertas (Armanzah, 2016). Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan

antosianin adalah transformasi, struktur dan pH, suhu, cahaya, oksigen dan

kopigmentasi. Pada umumnya, penambahan hidroksilasi menurunkan stabilitas,

Page 11: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

6

sedangkan penambahan metilasi meningkatkan stabilitas. Warna dalam makanan

mengandung antosianin yang kaya akan pelargonidin, sianidin, atau aglikon delpinidin

kurang stabil dari makanan yang kaya akan petunidin atau aglikon malvidin . Faktor pH

ternyata tidak hanya mempengaruhi warna antosianin ternyata juga mempengaruhi

stabilitasnya.

Antosianin stabil pada pH rendah dan mejadi kurang stabil ketika terkena panas,

yang menyebabkan hilangnya warna dan degradasi akan terjasi lebih lanjut jika terdapat

oksidator sehingga terbentuk senyawa yang berwarnakecoklatan. Akibatnya, suhu

tinggi, peningkatan kadar gula, pH, dan asam askorbat dapat mempengaruhi laju

penghancuran. Dalam larutan, molekul antosianin hadir dalam kesetimbangan antara

bentuk kationik berwarna dan pseudo basa yang tidak berwarna. Kesetimbangan ini

secara langsung dipengaruhi oleh pH. pH sangat penting bagi warna anthocyanin,

beberapa anthocyanin berwarna merah dalam larutan asam, ungu atau ungu dalam

larutan netral, dan biru dalam pH basa. Struktur anthocyanin pada larutan berwarna

merah disebut flavylium kation karena pada pH rendah molekul sianidin terprotonasi

dan membentuk ion positif atau kation, akibatnya jika pH meningkat maka molekul

tersebut menjadi terdeprotonasi. Pada pH tinggi molekul tersebut membentuk ion

negative atau anion. Oleh sebab itu, pewarna yang mengandung anthocyanin hanya

dapat digunakan pada pH di bawah empat. Selain itu, anthocyanin dapat bertindak

sebagai indikator pH (Janiero, 2007).

Gambar 2.2 Kesetimbangan Antosianin pada Berbagai pH (Wahyuningsih, 2016)

Warna yang ditimbulkan oleh antosianin yang dihasilkan dari ekstrak ubi jalar

ungu tergantung pada tingkat keasaman lingkungannya. Pigmen ini dapat dijadikan

sebagai indikator pH. Pada pH 1 warna yang ditunjukkan adalah merah, pH 4 biru

kemerahan, pH 6 ungu, pH 8 biru, pH 12 hijau. Pada umumnya, zat-zat warna

distabilkan dengan penambahan larutan buffer yang sesuai. Konsentrasi pigmen juga

Page 12: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

7

sangat berperan dalam menentukan warna (Hambali, 2014). Pada konsentrasi yang

encer antosianin berwarna biru, sebaliknya pada konsentrasi pekat berwarna merah dan

konsentrasi biasa berwarna ungu. Untuk melakukan ekstraksi antosianin dilakukan

dengan metode maserasi dengan berbagai pelarut antara lain campuran etanol dan HCl;

asam asetat dan etanol (Hambali, 2014); etanol dan akuades (Armanzah, 2016);

metanol dan HCl (Afandi, 2017). Waktu penentuan maserasi antara 12 hingga 24 jam.

Antosianin juga dapat terjadi reaksi oksidasi dengan oksidator H2O2 maupun KMnO4

sehingga dapat membuat larutan antosianin menjadi tidak berwarna (Nagai, 1917).

2.2 Boraks

Boraks merupakan suatu garam dengan rumus molekul Na2B4O7, memiliki berat

molekul 201,22 gram/mol, kelarutan dalam air sebesar 27,0 ± 2,7 g/L pada 20 ± 0,5 °C,

titik leleh 737 °C, pH 9 (ECHA, 2010). Boraks biasanya berupa serbuk kristal putih,

larut dalam air, tidak larut dalam alkohol. Boraks biasanya dipakai sebagai pengawet

kayu, anti septik kayu dan pengontrol kecoa (Disnakkeswan, 2006).

Menurut ECHA (2010), ion boron dari Na2B4O7 dalam air akan berada dalam

bentuk B(OH)3 pada pH < 5, pada pH > 12,5 ion boron akan berada dalam bentuk

B(OH)4-, sedangkan pada pH 5 − 12,5 ion boron tersebut akan berada dalam bentuk

B4O5(OH)42-, B3O3(OH)4

-, B5O6(OH)4-. Menurut Garrett (1998) pada kisaran pH 7 − 10

spesi ion boron dari Na2B4O7 yang paling dominan adalah natrium tetraborat

B4O5(OH)42-, sesuai dengan Persamaan reaksi 2.1 (Emeleus et al., 1982):

Na2B4O7 (s) + 2 H2O (l) 2Na+ (aq) + B4O5(OH)42- (aq) (2.1)

(Boraks)

Gambar 2.3 Struktur tetraborat

Pada spesi B4O5(OH)42- memiliki konduktifitas sebesar 34,58 ohm-1cm2 dan

memiliki jari-jari ion sebesar 3,507 ±0,076 Ǻ (Ayata, 2007). Boraks merupakan

senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang

Page 13: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

8

menarik, misalnya bakso dan kerupuk (Disnakkeswan, 2006). Pemakaian boraks secara

berulang atau absorpsi berlebihan dapat mengakibatkan toksik (keracunan). Gejalanya

dapat berupa mual, muntah, diare, suhu tubuh menurun, lemah, sakit kepala, bahkan

dapat menimbulkan shock (Cahyadi, 2006 dalam Panjaitan, 2010). Berdasarkan Median

Lethal Dose mamalia (LD50) daya toksisitas boraks sebesar 5 – 20 g/kg yang dapat

menyebabkan kematian pada orang dewasa (Office of Prevention Pesticides and Toxic

Substances, 2006). Sedangkan para pembuat bakso komersial biasa menambahkan

boraks ke dalam adonan bakso dengan kadar 0,1 – 0,5 % dari berat adonan. Jika

dikonversikan ke dalam ppm menjadi sekitar 800-4000 ppm. Titik aman kandungan

boraks itu antara 0 - 100 ppm (Anggareni, 2013; Ayun, 2017).

2.3. Metode Penentuan Boraks

Dalam menganalisa kandungan boraks dalam sampel makanan telah

dikembangkan beberapa metode pengukuran antara lain, titrimetri (asidimetri) dan

spektrofotometri UV-Vis (Kresnadipayana, 2017). Titrasi menggunakan larutan standar

NaOH dengan penambahan gliserol akan menghasilkan warna merah muda yang

mantap pada titik akhir titrasi dengan penambahan manitol dan indikator phenolftalein.

Pada spektrofotometri UV-Vis menggunakan reagen pengompleks kurkumin dan

dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 550 nm. Di Indonesia telah

dikembangkan test kit sederhana dalam penentuan kandungan boraks dalam makanan.

Anggraeni (2013) telah berhasil mengembangkan test kit sederhana penentuan boraks

dalam sampel makanan dengan test kit kertas kurkumin. Paper test kit tersebut dapat

mendeteksi dengan kadar minimal 200 ppm dan semakin besar kadar ppm dari boraks

maka semakin jelas warna coklat pada paper test kit.

Ayuni (2017) telah berhasil mengembangkan test kit larutan boraks dari ekstras

kulit buah naga (Hylocereus Costaricensis). Hasil ekstraksi antosianin mampu

mengetahui konsentrasi boraks pada makanan berdasarkan warna yang dihasilkan.

Penelitian itu membuktikan, jika makanan mengandung boraks akan memberikan warna

merah yang lebih lama. Sedangkan makanan tanpa boraks akan muncul warna terang.

Penelitian ini juga mengikuti optimasi waktu dan suhu maserasi terhadap total

antosianin. Serta diikuti oleh pH terhadap pergeseran puncak absorbansi. Formulasi

analisis boraks itu mulai dari 100 - 1000 parts per milion (ppm). Semakin tinggi berarti

semakin banyak kandungan boraks pada makanan tersebut. Penelitian tersebut

Page 14: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

9

menggunakan oksidator KMnO4 dan buffer pH 12 sehingga diperoleh grdasi warna

larutan boraks yang tajam.

Gambar 2.4 (a) kertas kurkumin; (b) test kit boraks dari ekstrak kulit buah naga

2.4 Paper Analytical Device

Kertas digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan perangkat mikroanalitik

yang bersifat low cost dengan karena murah, mudah digunakan dimana dan kapan saja.

Selain itu, kertas bersift tipis (ketebalan 0,07 - 1 mm), mudah diletakkkan, disimpan.

Kertas merupakan campuran polimer selulosa yang bersifat kompatibel dengan sampel

biologi. Oleh sebab itu,, kertas dapat dimodifikasi secara kimia sehingga dapat menyatu

dengan gugus fungsi melalui ikatan kovalen sperti protein, DNA atau molekul kecil

lainnya. Pnggunaan kertas sebagai perangkat telah digunakan dan dikembangkan secar

luas dalam kimia analitik dan klinis, seperti urinalisis dipstick, kertas lakmus, kertas

kromatografi (Whatman No.1) sebagai perangkat diagnostik (Martinez, 2010).

Paper analytical device (PAD), muncul sebagai perangkat diagnostik sebagai

metode alternatif untuk analisis dengan biaya terjangkau, yang didasarkan pada

mikrofluida dan bersifat “disposable” dan bisa dioperasikan tanpa memerlukan

keahlian. Pada metode PAD, benang selulosa dari kertas berperan sebagai jalur

hidrofilik untuk transpot air melalui kapiler tanpa memerlukan gaya dorong apapun.

Jalur hidrofilik ini bisa dipola menggunakan pereaksi hidrofobik untuk membentuk

zona hidrofilik sebagai chanel yang berfungsi sebagai rute transpot reagen dan sampel

untuk bertemu/bereaksi pada zona tempat deteksi (Cate, 2015; Liswoski, 2013).

Penggunaan kertas sebagai perangkat telah digunakan dan dikembangkan secara luas

dalam kimia analitik dan klinis, seperti tes immunochromatographic (juga dikenal

sebagai aliran lateral atau tes dipstick), contohnya yaitu tes kehamilan kit yang sudah

dikenal masyarakat. (Martinez, 2010). Metode PAD yang menawarkan biaya yang

murah, mudah dan bisa diterapkan dimana saja (portable) mendorong penggunaannnya

Page 15: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

10

pada berbagai bidang diagnostic, kesehatan, dan juga lingkungan, untuk analisis fosfat

(Jayawardane, 2012).

Perkembangan teknologi PAD antara lain menggunakan printer untuk membuat

pola transport hidrofilik dengan pelapisan bagian kertas menjadi hidrofobik

menggunakan larutan polistirena dalam toluene. Smith (2015) melaporkan teknik

pembuatan batas kertas hidrofobik menggunakan program drawing untuk membuat pola

3D paper microfluidic device, kemudian melapisi bagian hidrofobik menggunakan wax

printer. Penggunaan malam (wax printer) untuk melapisi kertas yang diikuti dengan

pemanasan 125 oC selama 5 menit agar malam bisa berpenetrasi sehingga membentuk

batas hidrofobik sehingga membentuk batas hidrofobik seperti ditunjukkan pada

Gambar 2.5 (Liana, 2012).

Chaiyo (2015) melaporkan pembuatan kertas yang bersifat sensitif dan selektif

berbasis sensor kolorimeter menggunakan katalitik tiosulfat untuk penentuan logam

tembaga (Cu) sedangkan Zhang (2015) menggunakan teknik PAD hollow-channel

dalam mendeteksi ion Hg2+.

Gambar 2.5 Mekanisme malam berpenetrasi dengan kertas (Liana, 2012)

Teknik PAD telah banyak diaplikasikan untuk deteksi logam berat (Cr, Cu, Pb,

Fe, Cd, nitrat, iodat, dll) dengan menggunakan preparasi pola wax, photoliografi, screen

printing menggunakan kertas Whatmann kemudian di scan dengan scanner atau di foto

Page 16: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

11

mnggunakan hp, lalu menggunakan metode analisis kolorimetri atau elektrometri

kemudian diolah melalui program Image J, ataupun Adobe Photoshop seperti yang

ditunjukkan menggunakan Gambar 2.6 (Wang, 2016).

Gambar 2.6 Deteksi senyawa berbasis PAD menggunakan software Image J

Dengan demikian teknik ini berpotensi sebagai Point of Care (POC) diagnostik

yang diaplikasikan dalam kesehatan seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.7 (Busa,

2016).

Gambar 2.7 Point of Care (POC) diagnostic (Wang, 2016)

2.4 Image J

Image J adalah sebuah program open source yang diciptakan untuk memproses

data gambar multidimensi dengan fokus ke dalam bidang scientific imaging atau

pencitraan ilmiah. ImageJ memiliki berbagai fitur, yaitu memproses gambar,

kolokalisasi, dekonvolusi, registrasi, segmentasi, tracking, visualisasi, dan banyak lagi.

Page 17: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

12

Program ini dapat digunakan untuk menganalisa intensitas berdasarkan gambar. Teknik

ini dikenal dengan teknik pencitraan digital. Nilai intensitas tersebut ditentukan

berdasarkan nilai RGB (Red, Green, Blue). Nilai tersebut kemudian dikonversi terhadap

persamaan Lamber-Beer untuk menentukan absorbansi (Soldat, 2009; Kohl, 2006).

Program ini dikenal sebagai nama metode pencitraan digital dan telah berhasil

digunakan untuk menganalisis sampel air sumur dalam penentuan kadar besi (III).

(Rusmawan, 2011)

2.5 Kerangka konsep penelitian

Bahaya

Boraks

Keracunan

makanan

Mual, muntah, diare,

kejang perut, demam

pusing, hingga secara

berkelanjutan akan

merusak sistem

pencernaan maupun fungsi

hati

Diagnostik dan

monitoring boraks

dalam makana

Metode pendeteksi

boraks yang

sederhana

Paper Analytical

Device (PAD)

PAD (Paper Analytical Device) untuk deteksi boraks

dalam makanan dengan ekstraks ubi jalar ungu

Optimasi

reagen

Optimasi

waktu

pengukuran

Optimasi pH Uji

liniearitas

pengukuran

Validasi metode

Page 18: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

13

BAB. III TUJUAN DA MANFAAT

3.1 Tujuan Penelitian

3.1.1 Tujuan umum

Untuk merancang dan mengembangkan metode “low cost” berbasis paper analytical

device untuk deteksi boraks dalam makanan dengan ekstraks antosianin dari ubi jalar ungu.

Prinsip metode analisis kolorimetri dengan mereaksikan larutan antosianin hasil ekstraksi dari

ubi jalar ungu dengan larutan boraks pada kertas Whatmann. Warna antosianin hasil ekstraksi

dari ubu jalar ungu berwarna merah (pH asam) dan memberikan perubahan warna antosianin

menjadi warna hijau karena perbedaan pH yang dihasilkan dari larutan boraks yang memiliki

pH stabil pada kondisi basa. Digunakan buffer pH basa fosfat untuk stabilisasi antosianin.

Warna tersebut kemudian difoto dengan hp berbasis android. Hasil photo tersebut diukur

intensitas warna yang terjadi menggunakan program Image J. Data intensitas tersebut

dikonversi menjadi absorbansi dengan menggunakan persamaan Lambert – Beer.

menggunakan foscanning dianalisa intensitas warna dengan program ImageJ

3.1.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah

1. Mengetahui pengaruh jenis pelarut ekstraksi antosianin dari ubi jalar ungu terhadap gradasi

warna variasi larutan boraks dengan metode PAD

2. Mengetahui konsentrasi optimum antosianin pada pengukuran metode PAD-boraks

3. Mengetahui buffer pH optimum pada metode PAD-boraks

4. Mengetahui waktu optimum pengukuran pada metode PAD-boraks

5. Mengetahui rentang linieritas pengukuran metode PAD-boraks

6. Mengetahui validasi metode PAD-boraks dengan penentuan % recovery

3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai teknik tepat guna

yang sederhana menggunakan reagen bahan alami untuk analisis boraks dalam makanan.

Dengan menggunakan metode PAD berbasis pencitraan digital dalam diagnostik dan

monitoring kandungan boraks dalam makanan sehingga dapat diketahui makanan yang aman

oleh masyarakat.

Page 19: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

14

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah laboratory research and development (RnD)

4.2 Bahan dan Alat

4.2.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ubi jalur ungu, etanol 96

% (E-Merck), HCl (E-Merck), asam asetat (E-Merck), NaOH (E-Merck), Na2B4O7. 10H2O,

(E-Merck), H3PO4 (E-Merck), KCl (E-Merck), Natrium Sitrat (E-Merck), asam sitrat (E-

Merck), akuades, bakso, kerupuk. Bahan kimia yang digunakan bersifat pro analisis.

4.2.2 Alat

Peralatan yang digunakan dalam analisis ini adalah Kertas Whatman No.42, cranyon

wax, labu takar 10 mL, pipet ukur 1 mL, pipet ukur 10 mL, gelas kimia 50 mL, neraca

analitik, pemanas listrik.

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan November 2018 di

Laboratorium Kimia Poltekkes Kemenkes Malang dan Laboratorium Kimia-Farmasi,

Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Ma Chung.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Variabel bebas: Optimasi pelarut ekstrak antosianin, Optimasi konsentrasi ekstrak

antosianin, Optimasi waktu pengukuran, Optimasi pH, Uji Linieritas

Pengukuran, Uji Validasi.

3.4.2 Variabel terikat: Kadar Boraks

4.5 Definisi Operasional

Ubi Jalar Ungu: Tanaman penghasil ekstrak antosianin

Etanol: Pelarut ekstraksi antosianin dari ubu jalaur ungu pada metode maserasi

HCl: Pelarut ekstraksi antosianin dari ubu jalaur ungu pada metode maserasi dan reagen

buffer pH 1 untuk menentukan konsentrasi total antosianin

Asam Asetat: Pelarut ekstraksi antosianin dari ubu jalaur ungu pada metode maserasi

NaOH: Reagen untuk larutan buffer basa untuk penentuan optimasi pH

Page 20: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

15

Asam fosfat: Reagen untuk larutan buffer basa untuk penentuan optimasi pH

Na2B4O7. 10H2O: Sampel yang mengandung boraks

KCl: Reagen untuk membuat buffer reagen buffer pH 1 untuk menentukan konsentrasi total

antosianin

Natrium sitrat: Reagen untuk membuat buffer reagen buffer pH 4,5 untuk menentukan

konsentrasi total antosianin

Asam sitrat: Reagen untuk membuat buffer reagen buffer pH 1 untuk menentukan konsentrasi

total antosianin

Bakso: sampel makanan yang akan dianalisis kadar boraks

Optimasi pelarut ekstrak antosianin: untuk mengetahui pelarut apa yang optimum untuk

ekstraks boraks dalam makanan

Optimasi reagen: untuk mengetahui kondisi konsentrasi antosianin yang optimum

Optimasi waktu pengukuran: untuk mengetahui optimasi waktu pengukuran metode PAD-

boraks yang akan disulkan

Optimasi pH: untuk mengetahui optimasi pH dari buffer basa pada metode PAD-asam boraks

yang akan disulkan

Uji Linieritas Pengukuran: uji untuk mengetahui rentang linearitas pengukuran boraks

(kisaran liner konsentrasi boraks) dengan metode PAD-boraks

yang akan disulkan

Uji Validasi: uji validasi metode PAD-boraks yang akan disulkan dengan penentuan akurasi

dan presisi

Page 21: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

16

4.6 Tahap Penelitian

4.7 Metode Analisis

4.7.1 Ektraksi Antosianin dari Ubi Jalar Ungu

Ubi jalar ungu dikupas terlebih dahulu kemudian di masukkan kedalam blender

hingga halus, hal ini bertujuan untuk memperluas permukaan sehingga reaksi akan berjalan

lebih cepat. Lalu kedalam erlenmeyer dimasukkan 25 gram ubi jalar ungu, untuk rasio 1:4

etanol 96 % yang digunakan adalah 100 ml dan aquadest 100 ml dan lalu didiamkan selama

24 jam. Perlakuan yang sama digunakan untuk pelarut etanol-asam asetat; etanol-HCl 1%.

dengan suhu 30 0C dan tekanan 1 atm. Setelah itu masing-masing sampel disaring maka

menghasilkan filtrat sebagai antosianin.

4.7.2 Prosedur Pembuatan PAD-boraks

4.7.2.1 Pembuatan Pola Pewarnaan

Paper-based devices didisain pada kertas Whatman No. 42 yang sudah dipola

berbentuk persegi panjang dengan ukuran 5x2 cm. Pembuatan batas hidrofobik menggunakan

cranyon wax pada sisi lingkaran. Selanjutnya kertas saring dipanaskan di hot plate pada

temperatur 120 oC selama 5 menit sehingga malam bisa berpenetrasi sehingga membentuk

PAD untuk deteksi

boraks dengan

ekstraks ubi jalar

ungu

Page 22: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

17

batas hidrofobik. Hasil kertas ini digunakan sebagai perangkat kertas untuk analisa prosedur

selanjunya.

4.7.2.2 Optimasi pelarut ekstraksi antosianin

Hasil ekstraks antosianin pada masing-masing pelarut ditentukan kadar antosianin

menggunakan metode pH differensial. Kadar antosianin tertinggi dari jenis pelarut ekstraksi

antosianin digunakan sebagai pelarut ekstraksi antosianin yang optimum dan dijadikan acuan

untuk perlakuan selanjutnya.

Penentuan Total Antosianin dengan metode pH Differensial

Penetapan antosianin dilakukan dengan metode perbedaan pH yaitu pH 1,0 dan pH

4,5. Pada pH 1,0 antosianin berbentuk senyawa berwarna oxonium dan pada pH 4,5

berbentuk karbinol tak berwarna. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membuat suatu alikuot

larutan antosianin dalam air yang pH-nya 1,0 dan 4,5 untuk kemudian diukur absorbansinya.

Pembuatan larutan buffer pH 1,0 dan pH 4,5

Untuk pembuatan buffer pH 1,0 digunakan KCl sebanyak 1,49 gram dilarutkan

dalam 100 ml aquades. Sebanyak 25 ml larutan KCl dipipet dan ditambah dengan 48,5 ml

larutan HCl pekat dan ditandabataskan sampai dengan 100ml dalam labu takar. Sedangkan

untuk larutan buffer pH 4,5 digunakan C6H8O7 (asam sitrat) sebanyak 2,101 g dilarutkan

dalam 100 ml (A), dan C6H5O7Na32H2O (Na.sitrat) sebanyak 2,941 g dilarutkan dalam 100

ml (B). Kemudian 26,75 ml larutan A dan 23,25 ml larutan B dipipet kedalam labu takar dan

ditandabataskan sampai 100 ml.

Pengukuran dan perhitungan konsentrasi antosianin total

Faktor pengenceran yang tepat untuk sampel harus ditentukan terlebih dahulu dengan cara

melarutkan sampel dengan buffer KCl pH 1 hingga diperoleh absorbansi kurang dari 1,2

pada panjang gelombang 510 nm.

Selanjutnya diukur absorbansi aquades pada pajang gelombang yang akan digunakan (510

dan 700 nm) untuk mencari titik nol. Panjang gelombang 510 nm adalah panjang

gelombang maksimum untuk sianidin-3-glukosida sedangkan panjang gelombang 700 nm

untuk mengoreksi endapan yang masih terdapat pada sampel. Jika sampel benar-benar

jernih maka absorbansi pada 700 nm adalah 0.

Dua larutan sampel disiapkan, pada sampel pertama digunakan buffer KCl dengan pH 1

dan untuk sampel kedua digunakan buffer Na-sitrat dengan pH 4,5. Masing-masing sampel

dilarutkan dengan larutan buffer berdasarkan DF (dilution faktor / faktor pengenceran) yang

Page 23: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

18

sudah ditentukan sebelumnya. Sampel yang dilarutkan menggunakan buffer pH 1 dibiarkan

selama 15 menit sebelum diukur, sedangkan untuk sampel yang dilarutkan dengan buffer

pH 4,5 siap diukur setelah dibiarkan bercampur selama 5 menit.

Absorbansi dari setiap larutan pada panjang gelombang 510 dan 700 nm diukur dengan

buffer pH 1 dan buffer 4,5 sebagai blankonya.

Absorbansi dari sampel yang telah dilarutkan (A) ditentukan dengan rumus :

A = (A510 – A700)pH 1, – (A510 – A700)pH 4,5

Kandungan pigmen antosianin pada sampel dihitung dengan rumus :

Total Antosianin

literml

=

I) x (

x1000DFMW x A x

Keterangan :

A = Absorbansi dari sampel yang telah dilarutkan

ε = Absortivitas molar Sianidin-3-glukosida = 26.900 L / (mol.cm)

DF = Faktor Pengenceran

I = Lebar Kuvet = 1 cm

MW = Berat molekul Sianidin-3-glukosida = 449,2 g/mol

1000 = faktor g ke mg

4.7.2.3 Intrepetasi Data Untuk Pencitraan Digital

Warna hijau yang terbentuk dari antosianin-borat pada masing-masing parameter

diphoto dengan hp android, kemudian hasilnya diproses menggunakan Image J software 1.48.

Kemudian nilai intensitas yang muncul dirubah menjadi nilai absorbansi, menggunakan

Hukum Lambert-Beer (persamaan 1). Untuk setiap warna pada kertas ditentukan nilai RGB.

(1)

Keterangan: A adalah absorbansi; I adalah intensitas sampel atau kontrol dan Io adalah

intensitas pelarut dengan nilai 255. Hasil ini digunakan untuk perlakuan selanjutnya.

4.7.2.4 Optimasi pH

Optimasi pH dilakukan menggunakan buffer fosfat pH 7, 9, 11, 13 Perlakuan

selanjutnya sama dengan cara kerja 4.7.2.2 – 4.7.2.3 dengan hasil menggunakan hasil

Page 24: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

19

optimum. Intensitas warna yang tajam digunakan sebagai optimasi pH. Hasil ini digunakan

untuk perlakuan selanjutnya.

4.7.2.5 Optimasi waktu pengukuran

Optimasi pengukuran dilakukan dengan memvariasi waktu pengukuran antara lain: 1;

3; 5; 7 dan 10 menit. Perlakuan selanjutnya sama dengan cara kerja 4.7.2.2 – 47.2.4 dengan

hasil menggunakan hasil optimum. Intensitas warna yang tajam digunakan sebagai optimasi

waktu pengukuran. Hasil ini digunakan untuk perlakuan selanjutnya.

4.7.1.7 Uji Linieritas Pengukuran

Dengan menggunakan kondisi optimum dari percobaan 4.7.2.2 – 4.7.2.5, optimasi

pelarut ekstraksi antosianin. konsentrasi antosianin, pH, waktu pengukuran diaplikasikan

pada konsentrasi boraks 100, 200, 300, 400, 500, 700, 1000, 2000 ppm yang dapat

memberikan hubungan linier antara konsentrasi boraks dengan absorbansi. Dari percobaan ini

juga bisa ditentukan LOD (limit deteksi) dari metode PAD yang diusulkan.

4.7.2 Uji Validasi

Uji validasi PAD-boraks dengan ekstraks ubi jalar ungu dilakukan dengan cara

mengaplikasikannya untuk mendeteksi konsentrasi boraks. Uji validasi dilakukan dengan

cara menghitung persen perolehan kembali (% Recovery) dengan cara membandingkan hasil

pengukuran konsentrasi ion boraks dalam sampel makanan menggunakan metode yang telah

dikembangka dengan konsentrasi sampel boraks sebenarnya. Kemudian perobaan diulang

dengan sampel boraks dengan konsentrasi yang berbeda (100, 300, 500 ppm) secara terpisah

menggunakan metode yang dikembangkan.

Page 25: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

20

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Ektraksi dan Spektrum Antosianin dari Ubi Jalar Ungu

Perbedaan dalam penggunaan pelarut dan perbandingan pelarut akan menghasilkan

konsentrasi ekstrak antosianin yang berbeda. Oleh sebab itu dilakukan maserasi dengan

menggunakan 2 pelarut yang berbeda. Maserasi 1 dilakukan dengan menggunakan pelarut

dengan perbandingan 25:1:5 (etanol: asam asetat glasial: aquades) jumlahnya 100 mL. Untuk

maserasi 2 dilakukan dengan pelarut HCl 1,5M yang dibuat dalam etanol pada volume 100

mL. Maserasi dilakukan selama 24 jam. Kemudian untuk menganalisa kadar antosianin

masing-masing pelarut dilakukan dengan menggunakan metode antosianin monomerik

melalui spektrofotometri (mg/L). Pada metode ini dilakukan pengukuran absorbansi

maksimum (pada daaerah sinar tampak 400-800 nm) dan absorbansi pada panjang gelombang

700 nm. Selanjutnya larutan dibagi menjadi pH 1 dan pH 4,5. Spektrum yang dihasilkan pada

tahapan ini ditunjukkan pada Gambar 5.2 dan Gambar 5.3. Sedangkan hasil maserasi

ditunjuukkan pada Gambar 5.1 a dan b.

(a) (b)

Gambar 5.1 Hasil Masserasi Ub Jalar Ungu (a) Maserasi 1, (b) Maserasi 2

Dari Gambar 5.1 menunjukkan bahwa maserasi ke-2 menunjukkan hasil ekstraks yang

lebih merah pekat dibandingkan dengan maserasi 1. Hal ini dibuktikan dengan hasil spektrum

Gambar 5.2-5.3 yang menunjukkan absorbansi maserasi 2 lebih besar dibandingkan maserasi

1.

Page 26: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

21

Gambar 5.2 Spektrum Antosianin Ubi Jalar Pada pH 1.

Gambar 5.3 Spektrum Antosianin Ubi Jalar Pada pH 4.5.

Berdasarkan Gambar 5.2-5.3 menunjukkan penyerapan sinar ekstrak ubi jalar ungu pada

panjang gelombang 322 nm adalah empat kali lebih besar daripada penyerapan sinar pada

panjang gelombang maksimum sinar tampak, menunjukkan adanya antosianin terasilasi.

Peneliti sebelumnya Cevallos-Casals dan CisnerosZevallos (2004) menemukan penyerapan

sinar ekstrak ubi jalar merah pada panjang gelombang 330 nm adalah tiga kali lebih besar

(391% ) daripada penyerapan sinar pada panjang gelombang maksimum sinar tampak (518

nm), menunjukkan adanya antosianin terasilasi oleh gugus asil asam aromatik. Li et al.

(2013) menemukan bahwa komponen utama antosianin ubi jalar ungu kultivar Jihei No. 1

0

0.5

1

1.5

2

2.5

300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800

Ab

sorb

an

si

Panjang Gelombang (nm)

Maserasi 1 Maserasi 2

0

0.5

1

1.5

2

2.5

300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800

Ab

sorb

asn

i

Panjang Gelombang (nm)

Maserasi 1 Maserasi 2

Page 27: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

22

adalah 3-sophorosida-5-glukosida turunan dari sianidin dan peonidin yang diasilasi dengan

asam p-hidroksibenzoat, asam ferulat, atau asam kafeat. Jika dihubungkan dengan struktur

antosianin pada Gambar 2.2, penyerapan pada kisaran ultra violet 250-275 nm terkait dengan

penyerapan cincin A pada struktur antosianin. Penyerapan pada kisaran sinar tampak 465-560

nm terkait dengan penyerapan cincin B dan C (Delgado-Vargas et al. 2000).

5.2. Optimasi pelarut ekstraksi antosianin

Optimasi pelarut ekstraksi antosianin dilakukan dengan menentukan kadar antosianin

monometrik secara spektrofotometri dengan menggunakan rumus

A = (A518 – A700)pH 1, – (A518 – A700)pH 4,5

Kandungan pigmen antosianin pada sampel dihitung dengan rumus :

Total Antosianin =

I) x (

x1000DFMW x A x

Keterangan :

A = Absorbansi dari sampel yang telah dilarutkan

ε = Absortivitas molar Sianidin-3-glukosida = 26.900 L / (mol.cm)

DF = Faktor Pengenceran

I = Lebar Kuvet = 1 cm

MW = Berat molekul Sianidin-3-glukosida = 449,2 g/mol

1000 = faktor g ke mg

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kadar antosianin dari ubi jalar ungu pada masing-

masing maserasi 1 dan 2 disajikan pada Tabel 5.1 yang menunjukkan bahwa kadar antosianin

tertinggi dari ekstraksi ubu jalar ungu diperoleh dengan metode maserasi kedua yaitu sebesar

11, 910 mg/L dalam 10 gram ubi jalar ungu basah.

Tabel 5.1 Kadar Antosianin pada Maserasi 1 dan 2

Maserasi 1 (etanol:asam asetat:akuades)

Panjang Gelombang

(nm) pH1 pH 4.5 A pH 1

A pH 4.5

A Kadar

Antosianin (mg/L)

518 0.56571 0.38726 0.40846 0.26581 0.14265 11.910

700 0.15725 0.12145

Page 28: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

23

Maserasi 2 (HCl dalam etanol)

Panjang Gelombang

(nm)

pH1 pH 4.5 A pH 1 A pH 4.5

A Kadar

Antosianin (mg/L)

518 0.66832 0.65943 0.58137 0.38563 0.19574 16.343

700 0.08695 0.2738

Mengacu pada Hambali (2014) ekstraksi antosianin dapat dilakukan dengan beberapa

jenis solven, seperti air, etanol, metanol, tetapi yang paling efektif dengan menggunakan

metanol yang diasamkan dengan HCl. Tetapi karena sifat toksik dari metanol biasanya dalam

sistem pangan digunakan air atau etanol yang diasamkan dengan HCl. Suhu dan pH

berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi antosianin dan koefisien difusinya, semakin rendah

pH maka koefisien distribusi semakin tinggi. Hal ini menunjukkan HCl sebagai asam kuat

dibandingkan dengan asam asetat glasial yang bersifat asam lemah sehingga pH larutan

ekstraksi dengan HCl lebih asam dibandingkan asam asetat glasial. Akibatnya koefisen

distribusi ekstraksi yang terjadi semakin besar. Faktor pH ternyata tidak hanya

mempengaruhi warna antosianin ternyata juga mempengaruhi stabilitasnya. Antosianin lebih

stabil dalam larutan asam dibanding dalam larutan alkali. Penggunaan HCl 1% dalam

ekstraksi antosianin akan menyebabkan hidrasi sebagian hingga total antosianin yang

terasetilasi.HCl 1% menunjukkan jenis pengasam paling efektif karena dapat mendenaturasi

membran sel tanaman dan melarutkan senyawa antosianin keluar dari sel (Octaviani, 2018).

Penggunaan etanol sebagai pelarut dalam ekstraksi karena sifat antosianin dalam ubi jalar

ungu kurang polar dibandingkan dengan air karena dapat terekstrak pada kisaran polaritas

32,77 (perbandingan ethanol : asam asetat : air = 25 : 1 : 5) sedangkan polaritas air adalah

80,40 (Winarti, 2008).

5.3 Optimasi pH

Optimasi pH dilakukan dengan menggunakan konsentrasi antosianin dari hasil optimasi

pelarut untuk ekstraksi antosianin dari ubi jalar ungu yaitu 16,343 ppm dengan maserasi

pelarut adalah HCl dalam etanol. Optimasi pH dilakukan untuk mngetahui berapa pH

optimum yang digunakan dalam pengukuran boraks dengan metode PAD menggunakan

reagen antosianin hasil dari ekstraksi dari ubi jalar ungu. Analisa PAD dilakukan dengan

menggunakan aplikasi image J. seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.4, buka image J,

pilih Gmabr yang akan dianalisis, selanjutnya pilih Plugin, lalu pilih Analyze dan RGB

measure.

Page 29: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

24

Gambar 5.4. Analisis Intensitas dengan Menggunakan Software Image J

Larutan tetraborat yang digunakan adalah konsentrasi 400 ppm, dengan waktu

pengukuran selama 3 menit dengan variasi pH 7, 9, 11 dan 13 menggunakan buffer asetat

dengan penambahan NaOH. Hasil tetraborat dengan antosianin pada variasi pH disajikan

pada Gambar 5.5

a b c d

Gambar 5.5. Warna tetraborat dengan reagen antosianin, a. pH 7; b. pH 9; c.pH 11; d. pH 13

Dari Gambar 5.5 menunjukkan pH 7 berwarna biru, pH 9 berwarna hijau, pH 11 dan 13

adalah warna kuning pada reaksi antosianin dengan tetraborat. Hal ini sesuai dengan

penelitian Mahmudatussa’adah (2012) yang menyebutkan bahwa kstrak antosianin ubi jalar

ungu pada pH asam kuat 1-3 berwarna merah, pada asam lemah pH 4-6 berwarna ungu, pH 7

berwarna biru, pada pH basa lemah 8-9 berwarna hijau, dan pada pH 10, 11, 12, 13 dan 14

berwarna kuning. Pada pH 6.5-9 ekstrak antosianin dominan senyawa kuinonoidal yang

berwarna biru hingga hijau, sedangkan pada pH >9 kalkon yang berwarna kuning. Struktur.

Page 30: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

25

atosianin karena perubahan pH disajikan pada Gambar 5.6/Penelitian ini menggunakan pH

basa dikarenakan pada kisaran pH 7 − 10 spesi ion boron dari Na2B4O7 yang paling dominan

adalah natrium tetraborat B4O5(OH)42- (Garrett , 1998) sedangkan pada pH 5 − 12,5 ion

boron tersebut akan berada dalam bentuk B4O5(OH)42-, B3O3(OH)4

-, B5O6(OH)4- (ECHA,

1998)

Gambar 5.6 Struktur Antosianin karena Perubahan pH (Marco et al, 2011)

Hasil dari analisis intensitas dan absorbansi untuk optimasi pH dengan menggunakan

software Image J ditunjukkan pada Tabel 5.2. Berdasarkan data pada Tabel tersebut

membuktikan bahwa pH optimum adalah 9 dengan nilai absorbansi tertinggi sebesar 0,519

dibandingkan pH 7, 11 dan 13. Hal ini disebabkan karena pH ini dominan senyawa tetraborat

B4O5(OH)42- yang ditunjukkan dengan warna antosianin dengan warna hijau. Oleh sebab itu,

pH optimum metode PAD untuk deteksi boraks dengan antosianin adalah pH 9.

Page 31: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

26

Tabel 5.2 Optimasi pH pada nilai intensitas dan absorbansi tetraborat-antosianin dengan

teknik PAD

pH I

A Blue Green Red

7 127.75 146.362 148.255 0.300

9 77.188 93.098 81.633 0.519

11 117.13 155.526 146.854 0.338

13 125.043 146.366 135.085 0.309

Berdasarkan Tabel 5.2 diperoleh hasil pencitraan digital diperoleh dari salah satu

komponen warna RGB yaitu komponen warna Blue memberikan intensitas warna yang

paling tinggi sehingga menghasikan absorbansi larutan yang paling kecil dibandingkan

komponen warna Green dan Red. Oleh sebab itu, komponen Green tidak digunakan sebagai

acuan intensitas hasil pencitran digital. Sedangkan untuk intensitas warna Red memberikan

nilai yang tidak berbeda secara signifikan dengan Blue dari sumber radiasi cahaya yang

dipancarkan oleh kamera. Ketika larutan sampel berwarna hijau maka analisis pencitraan

digital dapat menggunakan intensitas komplementer warna biru dan merah dari masing-

masing larutan sehingga menghasilkan data yang sesuai dengan persamaan Lambert Beer

(Rusmawan, 2011).

5.4 Optimasi waktu pengukuran

Optimasi waktu pengukuran dilakukan dengan memvariasi waktu pengukuran yaitu 1, 3,

5, 7, dan 10 menit. Hasil metode PAD untuk deteksi boraks dengan reagen antosianin

ditunjukkan pada Gambar 5.7 yang menunjukkan warna boraks-antosianin (hijau) stabil dari

pengukuran 1 hingga 5 menit dan mulai pudar pada menit ke- 7 dan 10. Hal ini didukung

dengan nilai intensitas yang dihasilkan dari metode ini yang disajikan pada Tabel 5.3

(a) (b) (c) (d) (e)

Gambar 5.7 Warna Teraborat-Antosianin, (a) 1 menit, (b) 3 menit, (c) 5 menit, (d) 7

menit, (e) 10 menit

Page 32: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

27

Tabel 5.3 Optimasi waktu pengukuran pada nilai intensitas dan absorbansi tetraborat-

antosianin dengan teknik PAD

Waktu (menit)

I A

Red Green Blue

1 112.896 184.899 63.739 0.6021

3 113.582 181.826 61.619 0.6168

5 114.489 182.691 61.689 0.6163

7 127.949 195.553 77.375 0.5179

10 131.367 198.106 87.775 0.4632

Waktu pengukuran boraks dengan antosianin sangat cepat dan singkat, karena

kestabilan antosianin sangat dipengaruhi oleh oksigen sehingga terjadi reaksi oksidasi yang

akan mempengaruhi perubahan warna dari antosianin (Hambali, 2014). Hal ini dibuktikan

dari nilai absorbansi pada menit pertama hingga ke-3 mengalami peningkatan dan stabil

hingga menit ke-5, dan mengalami penurunan pada menit ke-7 dan 10. Semakin lama

tetraborat dengan antosianin beraksi di media kertas PAD maka semakin berpotensi terjadi

reaksi oksidasi karena oksigen yang dihasilkan dari udara terbuka di ruangan laboratorium.

Akibatnya warna hijau yang terbentuk semakin memudar sehingga nilai absorbansi yang

dihasilkan semakin menurun. Mengacu pada Winarti (2008) kerusakan pigmen antosianin

diakibatkan oleh adanya oksigen. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh waktu optimum

pengkuran adalah 3 menit dan kestabilan waktu pengukuran tetraborat dengan metode yang

diusulkan hingga menit ke-5.

5.5 Uji Linieritas Pengukuran

Linearitas pengukuran dilakukan dengan cara menentukan rentang konsentrasi

teraborat yang linear dengan metode ini. Hasil warna Tetraborat-Antosianin yang berwarna

hijau ditunjukkan pada Gambar 5.8. Berdasarkan Gambar 5.8 terlihat bahwa warna semakin

hijau pekat dari tetraborat 100 ppm hingga 500 ppm. Hal ini ditunjang dengan hasil intensitas

Pada Tabel 5.4, yang menunjukkan nilai intensitas warna pada komplementer biru. semakin

rendah dari tetraborat 100 hingga 500 ppm. Berdasarkan data pada Tabel 5.2-5.3 Nilai

absorbansi yang terbesar dari penentuan optimasi pH dan waktu pengukuran terlihat bahwa

warna komplementer biru memiliki nilai absorbansi tertinggi dibandingkan warna

komplementer lain. Oleh sebab itu, warna komplementer blue, digunakan sebagai data acuan

dalam penentuan liniearitas pengukuran.

Page 33: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

28

(a) (b) (c) (d) (e)

Gambar 5.8 Warna Teraborat-Antosianin, (a) 100 ppm, (b) 200 ppm, (c) 300 pm, (d)

400 ppm, (e) 500 ppm

Tabel 5.3 Linearitas tetraborat dengan teknik PAD menggunakan antosianin

Konsentrasi tetraborat

(ppm)

Intensitas Blue

Absorbansi

100 149.828 0.231

200 110.313 0.308

300 98.342 0.414

400 78.958 0.509

500 54.24 0.672

Setelah diperoleh nilai absorbansi pada masing-masing konsentrasi tetraborat, tahap

selanjutnya nilai tersebut diplotkan dalam kurva dengan absis sebagai konsentrasi tertraborat

(ppm) dan ordinat adalah nilai absorbansi. Kurva linearitas tetraborat dengan metode Paper

Analytical Device berbasis kolometri dengan kompleks tetraborat-antosianin ditampilkan

pada Gambar 5.9 dengan persamaan y = 0,0011x +0,1016 dengan nilai regresi adalah 0,9815.

Dari Gambar 5.9 menunjukkan bahwa rentang konsentrasi tetraborat yang linear adalah 100

hingga 500 ppm, yang berarti bahwa metode yang diusulkan dapat menentukan sampel

tetraborat pada kisaran konsentrasi tetraborat yang linier.

Jika metode ini digunakan sebagai analisis lapang untuk deteksi bakso yang mana

para pembuat bakso komersial biasa menambahkan boraks ke dalam adonan bakso dengan

kadar 0,1 – 0,5 % dari berat adonan. Jika dikonversikan ke dalam ppm menjadi sekitar 800-

4000 ppm. Sehingga untuk analisis dengan metode ini perlu dilakukan pengenceran terlebih

dahulu agar memenuhi konsentrasi linier tetraborat. Dengan adanya metode ini, masyarakat

akan dapat meminimalkan konsumsi makanan yang mengandung boraks, yang dapat

Page 34: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

29

menimbulkan berbagai penyakit berbahaya bila sudah melebihi ambang batas di dalam tubuh

manusia. Titik aman kandungan boraks itu antara 0 - 100 ppm, tapi lebih sehat jika tidak

mengandung boraks sama sekali. Banyak studi kasus, sering terjadi orang keracunan

makanan salah satunya disebabkan oleh bahan makanan tambahan. Bahkan, akhir-akhir ini

penggunaan bahan makanan tambahan yang dilarang seperti boraks untuk pengawet makanan

banyak sekali ditemukan. Gejala yang ditimbulkan dalam tubuh menyebabkan awalnya akan

mual, muntah, diare, kejang perut, demam pusing, hingga secara berkelanjutan akan merusak

sitem pencernaan maupun fungsi hati

Gambar 5.9 Kurva Linearitas tetraborat dengan teknik PAD menggunakan antosianin

5.6 Uji Validasi

Uji validasi PAD-boraks dengan ekstraks ubi jalar ungu dilakukan dengan cara

mengaplikasikannya untuk mendeteksi konsentrasi boraks. Uji validasi dilakukan dengan

cara menghitung persen perolehan kembali (% Recovery) dengan cara membandingkan hasil

pengukuran konsentrasi ion boraks dalam sampel makanan menggunakan metode yang telah

dikembangkan dengan konsentrasi sampel boraks sebenarnya. Kemudian perobaan diulang

dengan sampel boraks dengan konsentrasi yang berbeda (200 dan 300ppm) secara terpisah

menggunakan metode yang dikembangkan. Hasil warna sampel boraks dengan antosianin

pada uji validasi disajikan pada Gambar 5.10 sedangkan % Recovery ditunjukkan pada Tabel

5.4. Berdasarkan Tabel 5.4 menunjukkan % recovery sampel tetraborat dengan metode PAD

adalah 87.58 -87,95 %. Perhitungan ini digunakan dengan menggunakan persamaan y =

0,0011x +0,1016 dari kurva linearitas tetraborat (Gambar 5.9).

Page 35: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

30

(a) (b)

Gambar 5.10 Warna sampel tetraboraks dengan antosianin pada Metode PAD (a) 200 ppm,

(b) 300 ppm

Tabel 5.4 % Recovery Sampe Tetraborat dengan Metode PAD

Sampel Tetraborat

(ppm) Intensitas Absorbansi

Kadar tetraborat yang terukur

% recovery

200 129.255 0.295092828 175.9025713 87.9513

300 103.732 0.390627429 262.7522082 87.5841

Page 36: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

31

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

1. Paper analytical device tetraborat bisa dikembangkan berbasis reagen antosianin yang

diekstraks dai ubi jalar ungu dalam suasana asam yang dapat digunakan untuk

pengukuran kuantitatif secara mudah dan murah dalam deteksi kandungan tetraborat

dalam larutan. Teknik analisis menggunakan pencitraan digital dengan software

Image J

2. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh pelarut ekstraksi antosianin

dari ubi jalar ungu adalah HCl 1,5 M dalam etanol, menghasilkan kadar antosianin

adalah 16,343 mg/L, pengukuran metode tetraborat dengan antosianin dengan

karakteristik pH optimum adalah 9. Optimasi waktu pengukuan adalah 3 menit dan

stabil hingga menit ke-5, rentang konsentrasi linier tetraborat yaitu 100-50o ppm

tetraborat. Pada uji validasi metode PAD diperoleh %recovery 87.58 -87,95 % pada

sampel tetraborat 200 dan 300 ppm tetraborat..

6.2. Saran

1. Perlu dilakukan upaya untuk menggunakan reagen lain yang lebih stabil dalam rentang

waktu pengukuran yang lebih lama, tidak bersifat degrdasi karena proses oksidasi daro

oksigen, sehingga nilai % recovery atau uji validasi bisa lebih ditingkatkan agar metode yang

dihasilkan lebih akurat.

2. Perlu digunakan upaya lain untuk meningkatkan rentang konsentrasi pengukuran

tetraborat yang lebih luas.

Page 37: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

32

DAFTAR PUSTAKA Afandy,M.A.,S. Nuryanti dan A.W.M Diah, 2017, Extraction of Purple Sweet Potato

(Ipomoea batatas L.) Using Solvent Variation and Its Utilization as Acid-Base

Indicator, J. Akad. Kim. 6(2): 79-85

Anggraeni,N, L,Fuadah, W.Anif, R.Ramadani, D.Sundari, 2013, Paper Test Kit Sederhana

Untuk Analisis Kadar Boraks Dalam Makanan,

https://www.uny.ac.id/?q=berita/paper-test-kit-analisis-kadar-boraks-dalam-

makanan.html

Armanzah, R.S,T.Y. Hendrawati, 2016, Pengaruh Waktu Maserasi Zat Antosianin Sebagai

Pewarna Alami Dari Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatasL. Poir), Seminar Nasional

Sains dan Teknologi 2016 Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta , 1-

10

Ayun, Q, 2017,Deteksi Boraks, Mahasiswa Uniba Gunakan Kulit Buah Naga,2017

http://m.beritajatim.com/pendidikan_kesehatan/305105/deteksi_boraks,_mahasiswa

_uniba_gunakan_kulit_buah_naga.html

Busa,L. S. A; S. Mohammadi; M. Maeki. ; A. Ishida; H Tani; M. Tokeshi, 2016, Advancesin

Microfluidic Paper-Based Analytical Devices for Food Water Analysis,

Micromachines, 7, 86.

Cate,D.M. J. A. Adkins; J. Mettakoonpitak; C. S. Henry, 2015, Recent Developments In

Paper-Based Microfluidic Devices, Anal. Chem, 87, 19−41

Chaiyo, S. W.; Siangproh.; A. Aplux; O. Chailapakul, 2015, Highly Selective And Sensitive

Paper-Based Colorimetric Sensor Using Thiosulfate Catalytic Etching Of Silver

Nanoplates For Trace Determination Of Copper Ions, Analytica Chimica Acta, 866,

25:75–83

Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan-Lampung, 2006, Bahaya Formalin Dan Boraks,

http://www.disnakkeswan-lampung.go.id, Tanggal akses : 24 Mei 2010.

Emeleus, H.J. dan A.G. Sharpe, 1982. Advance in Inorganic Chemistry and Radiochemistry,

Academic Press Inc. England.

Garrett, D.E., 1998, Handbook Of Deposits, Processing, Properties, And Use Borates,

Academic Press, San Diego, California.

Hambali,M., F. Mayasari, F.Noermansyah, 2014, Ekstraksi Antosianin Dari Ubi Jalar Dengan

Variasi Konsentrasi Solven, Dan Lama Waktu Ekstraksi, Teknik Kimia No. 2, Vol.

20, 25-35

Page 38: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

33

Husna,I.E., M.Novita, S.Rohaya, 2013, Kandungan Antosianin Dan Aktivitas Antioksidan

Ubi Jalar Ungu Segar Dan Produk Olahannya, AGRITECH, Vol. 33, No. 3, 296-

302

Janeiro,P., A.M. O. Brett, 2007, Redox Behavior of Anthocyanins Present in Vitis vinifera

L.Electroanalysis 19, No. 17, 1779 – 1786

Jayawardane, B.M.; McKelvie. I.D.; Kolev. S.D., 2012, A Paper-Based Device For

Measurement Of Reactive Phosphate In Water, Talanta 100: 454–460

Kohl, K.S.; Landmark. D.J.; Stickle. F.D., 2006, Demonstration of Absorbance Using Digital

Color Image Analysis and Colored Solutions, J.Chem.Educ, 83(4), 644.

Kresnadipayana, D., D.Lestari, 2017, Determination Of Borax Level On Dates (Phoenix

Dactylifera) With Uv-Vis Spectrophotometric Method, Jurnal Wiyata, Vol. 4 No.

1,23-30

Liana, D.D., Raguse, B., Gooding, J.J., Chow, E., 2012, Recent Advances in Paper-Based

Sensors, Sensors, 12, 11505-11526.

Lisowski, P. P.; K. Zarzyckia., 2013, Microfluidic Paper-Based Analytical Devices (Lpads)

And Micro Total Analysis Systems (Ltas): Development, Applications And Future

Trends, Chromatographia 76:1201–1214

Martinez, A.W.; S.T. Phillips.; G.M. Whiteside., 2010, Diagnostics For The Developing

World: Microfluidic Paper-Based Analytical Devices, Anal. Chem., 82, 3–10

Mujamil, J., 1997, Deteksi dan Evaluasi Keberadaan Boraks Pada Beberapa Jenis Makanan

Di Kota Madya Palembang. Cermin Dunia Kedokteran No. 120, 1997, 17, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sriwijaya, Palembang.

Nagai, I, 1917, The Action of Oxidase on Anthocyanin, The Botanical

Magazine.vol.XXXI,No 363, 66-74

Office of Prevention Pesticides and Toxic Substances, 2006, Report Of The Food Quality

Protection Act (FQPA) Tolerance Reassessment Eligibility Decision (TRED) for

Boric Acid/Sodium Borate Salts, United States Environmental Protection Agency,

http://www.epa.gov/oppsrrd1/ REDs/boric_acid_tred.pdf. Retrieved 2008-04-21,

Panjaitan, L., 2010, Pemeriksaan Dan Penetapan Kadar Boraks Dalam Bakso Di Kota Madya

Medan, Skripsi, Universitas Sumatra Utara , Medan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/Ix/1988

Tentang Bahan Tambahan Makanan

Page 39: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

34

Soldat, J.D.; Barak, P.; Lepore. J.B., 2009, Microscale Colorimetric Analysis Using a

Desktop Scanner and Automated Digital Image Analysis. J.Chem.Educ, 86(5), 617

Wahyuningsih, L Wulandari, M W Wartono, H Munawaroh, A H Ramelan, 2017, The Effect

of pH and Color Stability of Anthocyanin on Food Colorant, IOP Conf. Series:

Materials Science and Engineering 193, 012047

Wang; Chinnasamy. T.; Lifson. MA; Inci. F.; Demirci. U., 2016,Flexible Substrate – Based

Devides For Point-Of-Care Diagnostic, Trend Biotechnol, 34(11), 909 – 921.

Zhang, L., Y. Wang, C. Ma, P. Wang, M. Yan, 2015, Self-Powered Sensor For Hg2+

Detection Based On Hollow-Channel Paper Analytical Device, RSC Adv. 5, 24479

Page 40: LAPORAN AKHIR - poltekkes-malang.ac.id

35