LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

39
LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR MODEL REVITALISASI KEARIFAN LOKAL DALAM TRADISI LISAN BERPANTUN MASYARAKAT MELAYU LABUHAN BATU SUMATERA UTARA Tahun ke-1 dari Rencana 1 Tahun PENGUSUL Dra. Tengku Winona Emelia, M.Hum NIDN 0103097001 Didanai oleh DIPA Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Tahun Anggaran 2015 N0.:023.04.1.673453/2015, tanggal 14 Nopember 2014, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Doktor No. 005/K1.1.1/AT.1/2015, tanggal 10 Maret 2015 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA JUNI 2015

Transcript of LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

Page 1: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

MODEL REVITALISASI KEARIFAN LOKAL DALAM

TRADISI LISAN BERPANTUN MASYARAKAT MELAYU

LABUHAN BATU SUMATERA UTARA

Tahun ke-1 dari Rencana 1 Tahun

PENGUSUL

Dra. Tengku Winona Emelia, M.Hum

NIDN 0103097001

Didanai oleh DIPA Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Tahun Anggaran 2015

N0.:023.04.1.673453/2015, tanggal 14 Nopember 2014,

sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Doktor

No. 005/K1.1.1/AT.1/2015, tanggal 10 Maret 2015

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

JUNI 2015

Page 2: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR
Page 3: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

RINGKASAN

Tujuan penelitian ini untuk membuat model revitalisasi kearifan lokal

yang terdapat dalam tradisi berpantun masyarakat Melayu Labuhan Batu

Sumatera Utara. Sumber data penelitian ini adalah rekaman tradisi berpantun

sebagai data primer dan catatan pantun yang ada pada informan (pemantun,

pepantun, dan tokoh masyarakat adat sebagai data sekunder. Metode penelitian

yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan model analisis

antropolinguistik.

Penelitian ini direncanakan hanya satu tahun dengan empat tahapan

penelitian. Tahap I, penelitian pendahuluan berupa persiapan yaitu mempelajari

tradisi berpantun di Labuhan Batu Sumatera Utara, mencari dan mengumpulkan

serta membaca referensi-referensi yang berhubungan dengan tradisi berpantun,

sudah selesai dikerjakan. Tahap II, pengumpulan data dengan cara merekam acara

atau pertunjukan dimana tradisi berpantun tersebut dilakukan, serta

mewawancarai informan yang berhubungan dengan pelaksanaan tradisi berpantun

tersebut guna mendapatkan data untuk merumuskan model revitalisasi kearifan

lokal yang terdapat dalam tradisi berpantun, sudah selesai dikerjakan.

Tahap III, menganalisis data dengan memahami ko-teks, teks, dan

konteks untuk merumuskan nilai dan norma budaya serta menemukan kearifan

lokal yang terdapat dalam tradisi berpantun, sedang dikerjakan. Tahap IV,

membuat model revitalisasi kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi berpantun,

untuk masyarakat pendukung tradisi berpantun, dan para pepantun dan pemantun

pada khususnya, belum dikerjakan.

Kata Kunci : Model Revitalisasi, Kearifan Lokal, Pantun.

i

Page 4: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun laporan

kemajuan pelaksanaan penelitian desentralisasi skim desertasi doktor tahun

anggaran 2015. Laporan kemajuan pelaksanaan penelitian desentralisasi skim

desertasi doktor ini ditulis sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban karena

penelitian ini didanai oleh DIPA Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi ,

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Penelitian ini sedang berlangsung dan

nantinya akan dilengkapi dengan laporan akhir pada akhir tahun penelitian.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ditlitabmas Dirjen

Dikti sebagai penyandang dana penelitian ini, Koordinator Kopertis Wilayah I,

Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Ketua Lembaga Penelitian

UMSU, dan Dekan FKIP UMSU selaku pimpinan tempat penulis bertugas.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibu Prof.T.Silvana Sinar,

M.A., Ph.D., bapak Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S., bapak Drs. Muhammad

Takari, M.Hum.,Ph.D., selaku promotor dan kopromotor penulis pada program

doktor linguistik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan

dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian penelitian.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada masyarakat

Melayu Labuhan Batu, Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten Labuhan Batu

Selatan, Provinsi Sumatera Utara yang telah memberi izin untuk melakukan

penelitian di daerah tersebut. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada

pihak-pihak lain yang turut membantu demi suksesnya penelitian ini. Penulis

menyadari bahwa laporan kemajuan pelaksanaan penelitian desentralisasi skim

desertasi doktor ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan

kritik dan saran dari pembaca. Atas kritik dan saran yang diberikan, penulis

ucapkan terima kasih.

Medan, 10 Nopember 2015

Penulis

Page 5: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

DAFTAR ISI

RINGKASAN .................................................................................................... i

PRAKATA.......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 6

2.1 Tradisi Lisan ................................................................................. 6

2.2 Kearifan Lokal (Local Wisdom) ................................................... 7

2.3 Revitalisasi ................................................................................... 9

2.4 Tradisi Berpantun ......................................................................... 10

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ............................... 14

3.1 Tujuan Penelitian .......................................................................... 14

3.2 Manfaat Penelitian ........................................................................ 14

BAB IV METODE PENELITIAN............................................................. 16

4.1 Lokasi Penelitian .......................................................................... 16

4.2 Paradigma dan Model Penelitian .................................................. 16

4.3 Sumber Data dan Data Penelitian ................................................. 19

4.4 Metode Pengumpulan Data .......................................................... 20

4.5 Teknik Analisis Data ..................................................................... 21

4.6 Pengecekan Keabsahan Data ........................................................ 22

BAB V HASIL YANG DICAPAI ........................................................... 23

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 31

6.1 Simpulan ....................................................................................... 31

6.2 Saran ............................................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA

iii

ii

Page 6: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Etnis Melayu memiliki tradisi lisan berpantun, tradisi ini sebagai alat

komunikasi kesantunan bahasa pada zaman dahulu yang disampaikan secara turun

temurun yang dituturkan oleh masyarakat Melayu dari satu generasi ke generasi

berikutnya. Budaya Melayu secara umum dapat digolongkan kepada budaya

logogenik, yang menggunakan bahasa sebagai komunikasi utama, termasuk dalam

pertunjukan pantun. Berpantun merupakan seni komunikasi kesantunan bahasa

mengandung makna yang sangat luas, yang digunakan untuk berbagai tujuan guna

menjalin hubungan kekerabatan dalam kehidupan ditengah masyarakat.

Penggunaan bahasa pantun dan pribahasa bersebati dengan perilaku

kehidupan masyarakat Melayu. Situasi ini merupakan pula suatu karakteristik

bahasa Melayu. Kebiasaan warga masyarakat Melayu dengan menggunakan

pantun, pepatah petitih, ungkapan, maupun bentuk bahasa halus atau bahasa seni

lainnya menyebabkan diperlukannya pemahaman tersendiri atau secara khusus

rnengenai kata atau kata-kata yang diujarkan. Keadaan ini disebabkan terdapatnya

kesebatian antara kebudayaan dan kehidupan bermasyarakat Melayu.

Tradisi berpantun merupakan hal menarik bila dikaji dan dianalisis dari

makna, struktur, fungsi dan nilai, bahasa dalam pantun berdasarkan pemakai dan

pemakaiannya. Sebagai tradisi lisan pantun juga sarat dengan kearifan. Nilai-nilai

kearifan lokal dapat dilihat dari pandangan si penciptanya. Pandangan, falsafah,

sikap dan pemikiran dan adat adalah milik kolektif masyarakat pendukung.

Pantun merupakan seperangkat ujaran yang telah melekat di mulut

penutur, dimana keindahan bahasa dan kebijakan dalam bertutur kata dilandasi

kesopansantunan berbahasa merupakan ciri-ciri yang transparan. Pantun dan

pribahasa dimanfaatkan sebagai jalur media penyampai perbandingan demikian

1

Page 7: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

pula pesan-pesan moralisme bersasaran keteladanan dan pengajaran. Hal ini

tercakup dalam ungkapan lama “bahasa menunjukkan bangsa.” Kesopan-

santunan dan kepatuhan pada adat istiadat akan mejadikan seseorang sebagai

manusia terpuji atau manusia bermanfaat bukan hanya bagi diri pribadi namun

juga bagi masyarakat sekeliling dan lingkungannya. Dalam konteks globalisasi

merupakan sesuatu yang berguna bagi pembinaan sikap hidup harmonis dalam

pergaulan dengan berbagai bangsa di dunia.

Pantun sangat dinamis sebagai sebuah karya tradisional, mempunyai ciri

universal yang dapat digunakan pada situasi apapun, sebagaimana dikatakan

bahwa:

Di mana orang berkampung di sana pantun bersambung.

Di mana ada nikah kawin di sana pantun dijalin.

Di mana orang berunding di sana pantun bersanding.

Di mana orang bermufakat di sana pantun diangkat.

Di mana ada adat dibilang, di sana pantun diulang.

Di mana adat dibahas di sana pantun dilepas.

Pantun mencerminkan watak, kegiatan dan cara hidup masyarakat Melayu.

Dalam budaya Melayu, dimana bahasa Melayu merupakan unsur yang paling

dominan, selalu ditekankan betapa pentingnya berbagai usaha dan upaya bagi

meningkatkan taraf dan kemampuan hidup bagi diri pribadi, keluarga, masyarakat,

bangsa dan negara. Ditekankan pula bahwa kesenangan dan kebahagiaan tidak

mungkin diperoleh dan dicapai tanpa melalui pengorbanan dibarengi berbagai

usaha dan upaya. Melalui ungkapan dibina dan ditekankan sikap hidup seperti

tercermin dalam untaian kata:

Berakit - rakit ke hulu,

berenang-renang ke tepian.

Bersakit-sakit dahulu,

bersenang-senang kemudian.

Pesan-pesan pembinaan sikap hidup melalui pantun memberikan pula

tatanan sadar diri dimana sesuatu usaha atau upaya bukanlah sesuatu yang mudah

dan sederhana. Melalui ungkapan bahasa yang merupakan karakteristik dasar

2

Page 8: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

bahasa Melayu disampaikan pula berbagai langkah dan pembinaan sikap manusia

yang merupakan kearifan lokal (local wisdom) yang ada dalam masyarakat

Melayu. Budaya Melayu mengatur nilai, sikap dan tindak laku masyarakatnya

yang mempunyai karakter yang selalu terbuka dan dapat menerima dan

menyesuaikan dengan kehendak serta tuntutan perubahan zaman. Karakter budaya

ini dikenal dengan ungkapan “ sekali air bah sekali tepian berubah”.

Perlunya pendokumentasian tradisi berpantun. sebagai tradisi lisan

masyarakat Melayu sebagai sumber ilmu pengetahuan yang kiranya dapat

memberi jawaban keunikan-keunikan lokal dalarn budaya nusantara sebagai salah

satu warisan budaya yang amat berharga dan penting dalarn pembentukan

identitas dan karakter bangsa sebagai Intangible Cultural Heritage (ICH) yang

ditetapkan UNESCO dalam konvensi tanggal 16 Oktober 2003 sebagai salah satu

unsur penting dalam ICH adalah tradisi lisan.

Tradisi lisan berpantun merupakan salah satu dan Intangible Cultural

Heritage bagi masyarakat Melayu yang kaya makna dan nilai tersebut tentunya

perlu dikembangkan dan direvitalisasi ditengah realitas pada masyarakat di mana

para nutur dan komunitas tradisi lisan berpantun yang semakin berkurang.

Berpantun sebagai kekuatan kultural merupakan sumber pembentukan peradaban

dalam berbagai aspek kehidupan, sebagai tradisi lisan pantun baik yang berupa

peribahasa, tamsil, pameo, ibarat dan ungkapan mengandung berbagai hal yang

menyangkut hidup dan kehidupan komunitas pemiliknya, seperti kearifan lokal

(local wisdom), sistem nilai, pengetahuan tradisional (local knowledge), sejarah,

hukum adat, pengobatan, sistem kepercayaan dan religi. Tradisi lisan dapat dilihat

sebagai suatu bentuk kebudayaan yang diciptakan kembali (invented culture)

untuk dimanfaatkan, dikembangkan dan direvitalisasi atau sebagai suatu bentuk

kebudayaan yang karena suatu alasan tertentu perlu dijaga dan kepunahannya.

Pantun yang ada di Labuhan batu disampaikan dalam berbagai cara

diantaranya dalam bentuk sinandong, di Labuhan Batu dikenal dengan sinandong

3

Page 9: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

Bilah hal ini kita jumpai dalam berbagai acara, antara lain dalam penyambutan

tamu, acara perkawinan, khitanan, perayaan hari besar seperti hari kemerdekaan,

dan sebagainya. Pantun yang terdapat dalam sinandong bilah dijumpai

penyampaian syair dalam bentuk pantun yang diubah dengan menggunakan

irama sendu atau mendayu dengan diiringi gesekan biola, yang syairnya berisi

pantun nasehat, pengalaman hidup, tuntunan hidup, bahkan kisah yang

menyelimuti terjadinya sinandong bilah tersebut. Selain ditambahkan pula

beberapa tarian seperti : Tari Inek, Tari Bunga Dabus, Tari Pilandok, Tarian Abang

Tunggal yang merupakan ciri khas dari kesenian Sinandong Bilah ini.

Peralatan kesenian pada sinandong bilah ini terdiri dari gendang, piul

(biola), bangsi (sejenis suling kecil), gambang (sejenis gamelan yang terbuat dari

kayu nibung), losung dagang (sejenis lumpang yang terbuat dari kayu aloban),

gong kecil, kicir (tamborin yang terbuat dari kelapa kecil berbentuk bulat).Pada

umumnya kesenian ini diadakan pada acara perkawinan, khitanan anak atau pada

acara peringatan hari besar termasuk hari kemerdekaan.

Tradisi berpantun yang terdapat pada masyarakat Melayu di Labuhan Batu

yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini pada kenyataannya, mengalami

kemunduran dalam penggunaanya di tengah masyarakat Melayu Labuhan Batu.

Tradisi berpantun juga dijumpai dalam Bordah yang berasal dari Kualuh dan

Labuhan Bilik , sudah sangat jarang sekali dilakukan pada sepuluh tahun

terakhir ini. Tradisi berpantun ini merupakan penggabungan antara tari, pencak

silat dan berbalas pantun yang merupakan salah satu tradisi masyarakat Melayu

Labuhan Batu yang harus mendapat perhatian sebelum akhirnya sama sekali

punah.

Tradisi ini menggambarkan kearifan lokal dalam bergotong royong

keramahtamahan dengan lingkungan alam yang mengitari masyarakat tersebut.

Dimana tradisi ini menggambarkan nilai-nilai positif didalam membina hubungan

kebersamaan dalam sebuah masyarakat, kegotong-royongan dalam membantu dan

4

Page 10: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

menyenangkan warga masyarakat yang mempunyai hajatan. Dalam berpantun,

pantun yang disampaikan secara interaksional saat acara berbalas pantun

disampaikan nilai-nilai sikap dan pembinaan hidup yang mengandung petuah dan

nasehat sebagai media pengajaran dan pendidikan. Penyampaian tradisi berpantun

yang mengandung nilai-nilai filosofis dengan kemasan kesenian yang riang dan

bahasa yang halus tentu lebih mengena bagi generasi muda bila hal ini terus

dilestarikan.

Apabila tradisi lisan ini punah patut disesalkan karena tradisi lisan

mempunyai berbagai nilai yang bermanfaat. Nilai yang dimaksud adalah (1)

kearifan lokal yang dapat digunakan sebagai sarana pendidikan (Sobary,

1999:5-12), (2) nilai estetik agama, nilai sosial (Teeuw, 1984:304), dan (3) nilai

seni yang bercirikan individual, lokal, dan universal (Foley, 1986), oleh karena

itu, perlu ada usaha pelestarian tradisi lisan.

Perlunya mengetahui konsep nilai pengguna pantun dalam tradisi

melisankan tersebut dalam kehidupan penutur dan komunitas tradisi lisan yang

semakin berkurang, akibat proses pewarisan secara alamiah yang tidak berjalan

sesuai dengan yang diharapkan sementara perubahan kebudayaan berjalan cepat

ditengah kemajuan peradaban manusia khususnya masyarakat Melayu.

Konsep nilai di dalam tradisi lisan terpancar nilai yang kini dalam keadaan

kritis, gagasan, norma kepercayaan dan keyakinan yang dimiliki individu maupun

masyarakat. Penelitian tentang hal yang terkandung dalam tradisi lisan sesuai

dengan nilai ideal masyarakat pendukung tradisi lisan tersebut yang melahirkan

kearifan-kearifan lokal. Hal inilah yang melatarbelakangi kajian kearifan lokal

berpantun pada masyarakat Melayu Labuhan Batu,

Page 11: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tradisi Lisan

Tradisi lisan menurut Sibarani (2000) adalah semua kesenian, pertunjukan,

atau permainan yang menggunakan tuturan lisan. Jika suatu kesenin tidak

menggunakan atau tidak disertai ucapan lisan tidak termasuk tradisi lisan.

Sebaliknya, jika suatu cerita tidak ditradisikan (dipertunjukkan) di hadapan

masyarakat pendukungnya, tidak termasuk tradisi lisan, walaupun itu sastra lisan

dan potensial jadi tradisi lisan.

Sedyawati (1996:5) mendefinisikan tradisi lisan “segala wacana yang

disampaikan secara lisan, mengikuti cara atau adat istiadat yang telah memola

dalam suatu masyarakat.” Kandungan isi wacana tersebut dapat meliputi berbagai

hal : berbagai jenis cerita ataupun berbagai jenis ungkapan seremonial dan ritual.

Cerita-cerita yang disampaikan secara lisan itu bervariasi mulai dan uraian

genealogis, mitos, legenda, dongeng, hingga berbagai cerita kepahlawanan.

Perkembangan tradisi lisan terjadi dan mulut ke mulut sehingga menimbulkan

banyak versi cerita. Menurut Suripan Sadi Hutomo (1991: 11), tradisi lisan itu

mencakup beberapa hal, yakni (1) yang berupa kesusastraan lisan, (2) yang berupa

teknologi tradisional, (3) yang berupa pengetahuan folk di luar pusat-pusat istana

dan kota metropolitan, (4) yang berupa unsur-unsur religi dan kepercayaan fo/k di

luar batas formal agama-agama besar. (5) yang berupa kesenian folk di luar

pusat-pusat istana dan kota metropolitan, dan (6) yang berupa hukum adat.

Pudentia (1999: 32) memberikan pemahaman tentang hakikat kelisanan

(orality) sebagai berikut: Tradisi lisan (oral tradition) mencakup segala hal yang

berhubungan dengan sastra, bahasa, sejarah, biografi, dan berbagai pengetahuan

serta jenis keseman lain yang disampaikan dan mulut ke mulut. Jadi, tradisi lisan

tidak hanya mencakup cerita rakyat teka-teki, peribahasa, nyanyian rakyat,

5

6

Page 12: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

mitologi, dan legenda sebagaimana umumnya diduga orang, tetapi juga berkaitan

dengan system kognitif kebudayaan, seperti : sejarah, hukum dan pengobatan.

Tradisi Lisan adalah “segala wacana yang diucapkan dan disampaikan secara

turun temurun meliputi yang lisan dan yang beraksara”. Lisan yang pertama

(oracy) mengandung maksud kebolehan bertutur secara beraksara. Kelisanan

dalam masyarakat beraksara sering diartikan sebagal hasil dan masyarakat yang

tidak terpelajär; sesuatu yang belum dituliskan; sesuatu yang dianggap belum

sempurna dan matang, juga sering dinilai dengan kriteria keberaksaraan.

2.2. Kearifan Lokal (Local Wisdom)

Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai

usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan

bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu.

Pengertian di atas, disusun secara etimologi, di mana wisdom dipahami sebagai

kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau

bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang

terjadi. Sebagai sebuah istilah wisdom sering diartikan sebagai

‘kearifan/kebijaksanaan’.

Dalam pengertian kamus, kearifan lokal terdiri dari 2 kata, yaitu kearifan

(wisdom) dan lokal (local). Dalam kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan

Hasan Syadily, Local yang berarti setempat, sementara wisdom sama dengan

kebijaksanaan. Dengan demikian maka dapat dipahami, bahwa pengertian

kearifan lokal merupakan gagasan-gagasan atau nilai-nilai, pandangan-padangan

setempat atau (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang

tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. I Ketut Gobyah

(dalam Sartini, 2004) mengatakan bahwa kearifan lokal adalah kebenaran yang

telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan

perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada.

7

Page 13: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat

maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk

budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup.

Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat

universal.

Kebudayaan dan kearifan lokal sangat erat hubungannya dengan masyarakat,

maknanya bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat dipengaruhi

oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Kebudayaan dapat

dipandang sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang

lain, yang kemudian disebut sebagai superorganik.

Kearifan lokal memiliki suatu nilai tersendiri yang mana nilai- nilai yang

terkandung dalam kearifan lokal dapat tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun kearifan lokal yang mencerminkan nilai budaya di antaranya adalah

kesejahteraan, kerja keras, disiplin, pendidikan, kesehatan, gotong royong,

pengelolaan gender, pelestarian dan kreativitas budaya, peduli lingkungan,

kedamaian, kesopansantunan, kejujuran, kesetiakawanan sosial, kerukunan dan

penyeselesaian konflik, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur (Sibarani 2012:

133-134) yang dikelompokkan menjadi kearifan lokal inti (core local wisdom)

yaitu kesejateraan dan kedamaian.

Kearifan lokal merupakan modal utama masyarakat dalam membangun

dirinya tanpa merusak tatanan sosial yang adaptif dengan lingkungan alam

sekitarnya. Kearifan lokal dibangun dari nilai-nilai sosial yang dijunjung dalam

struktur sosial masyarakat sendiri dan memiliki fungsi sebagai pedoman,

pengontrol, dan rambu-rambu untuk berperilaku dalam berbagai dimensi

kehidupan baik saat berhubungan dengan sesama maupun dengan alam. Sekarang

eksistensi kearifan lokal dirasakan semakin memudar pada berbagai kelompok

masyarakat.

Page 14: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

2.2. Revitalisasi

Revitalisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008:1172)

berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali.

Pengertian ini menunjukkan bahwa suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya

dan kurang mendapat perhatian dihidupkan atau digiatkan kembali sehingga

menjadi penting dan perlu sekali.

Sibarani (2004:30) yang menyatakan bahwa revitalisasi kebudayaan adalah

sebuah proses dan usaha memvitalkan kebudayaan dalam kehidupan masyarakat

atau usaha untuk membuat kebudayaan menjadi sesuatu yang sangat penting

dalam kehidupan masyarakat. Kebudayaan harus menjadi bagian dari masyarakat

pendukungnya.

Sedangkan menurut Keesing (1999:257) revitalisasi adalah perubahan

komunitas karena kesadaran baru untuk mencapai suatu cita-cita atau menempuh

suatu cara hidup dengan sesuatu yang baru ataupun cara hidup dan nilai-nilai dari

zaman yang sudah lampau. Keesing lebih menekankan pada kesadaran baru

terhadap upaya-upaya perubahan kehidupan masyarakat yang sudah menyimpang

dari tradisi-tradisi lama. Revitalisasi dapat berupa cara hidup yang sesuai dengan

perkembangan zaman dengan tetap mengikuti aturan-aturan yang diwariskan oleh

para leluhur ataupun tetap mengikuti pola kehidupan lama yang telah

diturun-temurunkan dari suatu generasi kegenerasi berikutnya.

Budaya lokal harus diusahakan dapat bermanfaat dalam kehidupan

manusia untuk lebih menyejahterakan masyarakat. Budaya lokal yang

berkembang secara turun temurun dari zaman lampau sudah semakin tergerus dan

tertatih-tatih menghadapi pengaruh globalisasi yang semakin luas daya jelajahnya.

Untuk menangkal arus globalisasi yang begitu gencar mempengaruhi keberadaan,

legitimasi, dan keberlanjutan budaya lokal, maka munculnya kekuatan yang

disebut kearifan lokal, atau lebih tegasnya

8

Page 15: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

revitalisasi kearifan lokal.

Revitalisasi juga dapat difungsikan untuk memperkokoh jati diri bangsa

yang didalamnya meliputi kesadaran sejarah memegang peranan penting dalam

menumbuhkembangkan jati diri dan identitas bangsa sehingga penghayatan

kebersamaan di masa lampau dapat membangkitkan rasa kepemilikan terhadap

kearifan lokal. Selain itu, kesatuan dan persatuan akan terus terpelihara dalam

mempersiapkan masa yang akan datang tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur yang

diwariskan oleh generasi pendahulu. Gagasan revitalisasi mengandung pikiran

jernih yang menyisaratkan adanya pandangan positif tentang beberapa strateginya

kekuatan kearifan lokal dalam menghadapi derasnya arus globalisasi.

2.4 Tradisi Berpantun

Pantun merupakan satu puisi Melayu. Pantun terpendek terdiri dan dua

bans yang mempunyai ikatan berirarna san mempunyai sebutan yang sama

dihujungnya. Baris-baris ini pula yang dikumpulkan menjadi empat, enam atau

delapan baris. Pantun terbagi kepada dua bagian sama banyak rangkapnya, yaitu

bagian pembayang dan diikuti dengan maksud pantun. Bagian pembayang pada

pantun empat kerat terdiri dan dua ayat pembayang dan dua ayat maksud, dan

bagi pembayang pantun delapan kerat adalah empat ayat pembayang dan empat

ayat maksud dan demikian seterusnya.

Sebagai sebuah tradisi lisan tradisional, Pantun (ungkapan tradisional)

diduga telah ada dan digunakan untuk berbagai kepentingan praktis dalam

kehidupan masyarakat Melayu sejak zaman nenek moyang. Tradisi lisan ini tidak

diciptakan bila tidak memiliki fungsi tertentu dalam masyarakat. Dalam

kehidupan masyarakat Melayu sehari-hari menunjukkan bahwa tradisi ini sering

digunakan untuk mengontrol perilaku anggota masyarakat, khususnya generasi

muda, mewariskan nilai-nilai yang dianggap positif, mendidik, dan berbagai

fungsi pemakaian lain. Pantun adalah ungkapan bijak warisan nenek moyang

tentang nilai-nilai dan filosofis kehidupan masyarakat Melayu yang diungkapkan

9

10

Page 16: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

dengan singkat, padat dan dengan sentuhan bajiasa puitis. Melayu mengajarkan

berbagai dirnensi nilai dan filosofis, agar menjadi pegangan dalam menjalankan

kehidupan sehari-hari. Sebahagian besar dan Pantun merupakan kristalisasi dan

nilai-nilai agama dalam sistem budaya masyarakat Melayu.

Hampir bisa dipastikan semua Pantun memuat nilai-nilai yang sesuai

dengan ajaran agama yang dianut masyarakat Melayu yaitu agama Islam. Hal mi

sejalan dengan ungkapan salah satu peribahasa yang sangat masyhur yakni :‘Adat

yang bersendikan Syara’, Syara yang bersendikan Qitabullah . Peribahasa ini

menggambarkan secara tepat bagaimana adat dan hukum telah terintegrasi secara

utuh dan harmonis, sehingga tidak mungkin memisahkan antara keduanya.

Masyarakat Melayu sebagai masyarakat multikultural yang terdiri dan

berbagai suku bangsa. Di mana kumpulan manusia yang berbeda-beda

asal-usulnya membentuk kepentingan dan tujuan yang sama pada saat tertentu

dalam perjalanan historis kerajaan Melayu pada masa lalu. Berbagai keragaman

itu dapat dibuktikan secara sederhana dan bentuk fisik, karakter sosial dan

bahasa-bahasa lokal sebagai bukti nyata yang terdapat dalam masyarakat Melayu

sampai saat ini.

Keberagaman pemikiran orang Melayu ini seperti terlacak dalam

kehidupan masyarakat melalui ungkapan sehari-hari yang terdapat dalam pantun

meskipun ini dikemas dalam bentuk syair, narnun sesungguhnya memiliki pokok

pemikiran dalam masyarakat yang dibentuk.

Pantun merupakan ungkapan verbal tradisional yang saat erat dengan

budaya masyarakat Melayu sebagai alat untuk mengekspresikan harapan,

kehendak, cita-cita dan sebagainya, baik mengenai alam maupun lingkungan

sekitar dimana isinya mengandung pesan-pesan, ungkapan, teguran halus,

peringatan, tunjuk ajar dan sebagainya yang berkaitan dengan seluruh sisi

kehidupan dalam budaya masyarakat Melayu yang bercirikan bahasa tradisi atau

11

Page 17: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

bahasa bertradisi (traditional language of tradition). Pantun hadir dalam setiap

sisi kehidupan masyarakat Melayu.

Pantun dimasa lalu tidak hanya dijadikan sebagai sarana hiburan rakyat

semata tetapi juga difungsikan sebagai sarana retorika yang sangat fungsional,

sehingga para tokoh pimpinan masyarakat formal dan informal hams

mempelajarinya dan menguasainya dengan baik. Pantun merupakan salah satu

jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara.

Pada Masyarakat Melayu Labuhan Batu pantun hadir dalam setiap acara,

upacara dalam kehidupan masyarakat misalnya acara khitanan, perkawinan, dan

sebagainya. Pada masyarakat Melayu Labuhan Batu pantun juga dipengaruhi

dengan budaya Mandailing sehingga pantun Mandailing juga mendominasi

khasanah pantun di Labuhan Batu misalnya pada tradisi cenggok-cenggok dan

endeng-endeng, pantun dalam tradisi cenggok-cenggok dan endeng-endeng

dipadukan dengan dengan tarian serampang dua belas dan pencak silat. Tradisi ini

lazimnya dilakukan masyarakat yang sedang menggelar pesta khitanan (sunat

rasul) atau malam pesta perkawinan. Malam sebelum digelarnya pesta besar,

biasanya pemilik hajatan mengundang warga sekampung utnuk melakukan

kenduri. Kenduri itu biasanya digelar untuk meyampaikan do’a dan puji-pujian.

Selain itu kegiatan itu bermaksud untuk menjamu warga sekampung khususnya

para pria dan orang-orang tua untuk bersantap malam dirumah pemilik hajatan.

Usai bersantap, para tetua biasanya mengelar acara do’a dan membacakan

Al Barzanji dan wiridan kecil selepas itu pemilik hajatan biasanya mengundang

tarian cenggok-cenggok atau endeng-endeng utuk menemami sang pengantin

bergadang sampai pagi menjelang digelarnya pesta besar. Para tradisi

cenggok-cenggok lazimnya dilakoni 12 orang pemain yakni enam orang sebagai

penabuh gendang sekaligus pemain pencak silat, seorang pemain biola, seorang

pemain bangsi (seruling) dan empat orang wanita sebagai penari. Pertunjukan

cenggok-cenggok biasanya diawali oleh sambutan, dilanjutkan dengan tarian dan

12

Page 18: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

nyanyian Melayu, selepas pertunjukan dilakukan berbalas pantun dan pencak silat

begitu seterusnya pertunjukan ini biasanya berlangung selama tiga jam.

Saat ini kesenian yang diadopsi dan Kualuh dan Labuhan Bilik ini sudah

sangat jarang dilakukan pada pagelaran acara penyambutan tamu atau acara

sunatan perkawinan, bahkan nyaris tidak ada sepuluh tahun belakangan ini.

Page 19: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

(1) Menemukan kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi berpantun di Labuhan

Batu.

(2) Membuat model revitalisasi kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi

berpantun bagi masyarakat dan khususnya bagi pemantun dan pepantun di

Labuhan Batu

3.2 Manfaat Penelitian

Berdasarkan uraian di atas hasil penelitian ini akan memberi kontribusi

dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan sosial budaya.

a. Penelitian ini bermanfaat bagi pegembangan ilmu pengetahuan, sebagai

berikut

1. Menemukan suatu teori atau pendekatan baru yang berangkat dari teori

atau pendekatan sendiri untuk mengkaji atau menganalisis tradisi lisan.

Selama ini teori atau pendekatan digunakan boleh dikatakan hampir

semuanya menggunakan teori dari dunia barat. Sebaliknya, kalau tidak

didapatkan pendekatan atau teori baru diharapkan penelitian ini dapat

menguatkan pendekatan atau teori yang sudah ada.

2. Menghasilkan model revitalisasi kearifan lokal yang terdapat dalam

tradisi berpantun bagi masyarakat , khususnya pemantun dan pepantun

sebagai mediator pantun terebut.

13

Page 20: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

b. Penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan pendidikan, sosial dan budaya,

antara lain :

1. Bagi pemantun dan pepantun khususnya dapat dijadikan sebagai

pedoman penyampaian pantun di tengah masyarakat Labuhan Batu

2. Bagi Dinas Pendidikan dapat dijadikan muatan lokal di

sekolah-sekolah, lembaga pendidikan formal dan informal. Bagi Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Dapat dijadikan sebagai upaya pelestarian

kebudayaan daerah.

14

Page 21: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

BAB IV

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di kabupaten Labuhan Batu terdiri dari 2

(dua) kecamatan yaitu kecamatan Rantau Prapat dan kecamatan Labuhan Bilik,

dan 1(satu) kecamatan di kabupaten Labuhan Batu Selatan, provinsi Sumatera

Utara. Pemilihan Rantau Prapat, Labuhan Bilik dan Kota Pinang sebagai lokasi

penelitian karena masyarakatnya masih menjunjung tinggi adat-istiadat dan masih

mempraktekkan tradisi berpantun dalam kehidupan masyarakatnya.

Waktu penelitian diperkirakan lebih kurang satu tahun mulai dan persiapan

pengumpulan data, penganalisisan data hingga pembuatan laporan penelitian.

Sementara jika diperlukan tempat penelitian dilakukan di beberapa kecamatan

yang ada di kabupaten Labuhan Batu. Hal ini ditetapkan mengingat wilayah

pemukiman masyarakat Melayu Labuhan Batu cukup luas, maka 3 kecamatan

ini cukup signifikan untuk mewakili semua kecamatan yang ada di Labuhan Batu

.3.2 Paradigma dan Model Penelitian

Paradigma penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif

karena penelitian ini berusaha menggali, menemukan, mengungkapkan, dan

menjelaskan makna dan pola tradisi berpantun secara holistik. Makna dapat

dipahami sebagai fungsi, nilai, norma, dan kearifan lokal; sedangkan pola dapat

dipahami sebagai kaidah, struktur, dan formula. Kedua hal itulah yang menjadi

tujuan akhir penelitian kualitatif (Sibarani, 2012:266-227).

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini model analisis

antropolinguistik yang sudah penulis modifikasi sesuai dengan data tradisi

berpantun di Labuhan Batu, Sibarani (2012:304-305) model analisis

antropolinguistik dapat diterapkan dalam kajian tradisi lisan karena kajian

15

16

Page 22: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

antropolinguistik terhadap tradisi lisan dimulai dari unsur-unsur verbal, kemudian

masuk ke unsur-unsur nonverbal. Struktur dan formula unsur verbal dan

nonverbal tradisi lisan dapat dijelaskan melalui pemahaman ko-teks, teks, dan

konteks. Untuk lebih jelasnya model penelitian ini dapat dilihat pada bagan

alur berpikir proses penelitian di bawah ini.

Bagan 1. Alur Berfikir Proses Penelitian

Riset Awal Studi Pustaka Peneliti

TRADISI BERPANTUN

PERTUNJUKAN

KO-TEKS KONTEKS KO-TEKS

PARALINGUISTIK,

PROKSEMIK, KINETIK,

MATERIAL

NILAI BUDAYA

SOSIAL, SITUASI,

DAN IDIOLOGI

UNSUR FORMULAIK

BAHASA FIGURATIF

NILAI DAN NORMA BUDAYA

KEARIFAN LOKAL

REVITALISASI KEARIFAN

LOKAL TRADISI LISAN

BERPANTUN

Page 23: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

Keterangan:

1. Bagan ini merupakan bagan model analisis antropolinguistik yang sudah

dimodifikasi dan juga bisa diterapkan dalam kajian tradisi lisan (lihat juga

Sibarani, 2012:310).

2. Keterangan bagan:

Garis penelitian pendahuluan

Garis penelitian lanjutan

Garis hasil penelitian

Garis revitalisasi hasil penelitian

Berdasarkan bagan di atas terdapat empat tahapan penelitian, yaitu:

1. Penelitian Tahap I: sudah selesai dikerjakan

Penelitian pendahuluan berupa pematangan persiapan dengan cara

mempelajari tradisi berpantun di Labuhan Batu dan mencari serta membaca

referensi-referensi yang berhubungan dengan tradisi berpantun tersebut.

2. Penelitian Tahap II: sudah selesai dikerjakan

Pengumpulan data dengan cara merekam acara berpantun dan mewawancarai

informan untuk mendapatkan data tambahan untuk merumuskan model

revitalisasi kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi berpantun tersebut.

3. Penelitian Tahap III: sudah dikerjakan

17

Page 24: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

Menganalisis data dengan memahami ko-teks, teks, dan konteks untuk

merumuskan nilai dan norma budaya serta menemukan kearifan lokal yang

terdapat dalam tradisi berpantun di Labuhan Batu

4. Penelitian Tahap IV: sedang dikerjakan

Membuat model revitalisasi kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi

berpantun untuk masyarakat Labuhan Batu baik itu bagi pemimpin

sebagai pemangku kepentingan (stakeholder) bagi masyarakat umumnya

dan tokoh adat, budayawan, pemantun dan pepantun pada khususnya.

3.3 Sumber Data dan Data Penelitian

Sumber data penelitian ini adalah rekaman acara tradisi berpantun

sebagai data primer dan catatan pantun yang ada pada informan sebagai data

sekunder. Sedangkan buku-buku yang memuat pantun seperti karangan Tenas

Effendi (2004, 2005), Tengku Amin Ridwan (2005), Harun Mat Piah (1989),

Tabrani Rab (1989), Tengku Luckman Sinar (2002) dijadikan sebagai literatur

atau bahan bacaan karena menurut Bungin (2007:122) apabila bahan-bahan

dokumenter diterbitkan sebagai buku dan boleh dibeli dan dibaca orang setiap saat

maka sifatnya berubah menjadi literatur atau sebagai bahan bacaan.

Data penelitian adalah ungkapan-ungkapan pantun dan kearifan lokal

yang terdapat dalam tradisi lisan berpantun.Sumber data yang dipakai dalam

penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder, data primer yaitu data utama

sedangkan data sekunder disebut dengan data kedua. Data primer merupakan data

yang diperoleh langsung ketika acara berpantun dilakukan sehingga tradisi lisan

sebagai wadah berlangsungnya acara berpantun tersebut. Data primer juga didapat

dengan mengambil data dan informan kunci yaitu pelaku adat dan tokoh yang

memahami adat istiadat Melayu di Labuhan Batu, sedangkan untuk memahami

bahasa dalam pantun dikumpulkan dan hasil rekaman. Selanjutnya pengujian

18

Page 25: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

pemahaman pantun dalam penelitian mi ditentukan informan utama yang terdiri

atas tiga kelompok usia, yaitu 15-20 tahun, 21-45 tahun dan di atas 46 tahun.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik dokurnentasi

instrumen pengumpulan data terdiri dari dua: a) lembar dokumentasi untuk data

tertulis; dan b) teknik rekam untuk data lisan. Data bahasa yang digunakan ketika

acara berpantun dilaksanakan akan dikiasifikasikan berdasarkan kearifan lokal

yang ada di dalam pantun tersebut. Data pantun yang dikumpulkan merupakan

data lisan dan data tulisan yang terdokumentasi.

Instrumen pelengkap dalam penelitian mi adalah bèrupa daftar pertanyaan

yang akan ditanyakan langsung kepada informan. Daftar pertanyaan akan

digunakan saat mewawanarai informan. Data yang digali dan informan adalah

segenap pantun Melayu pada masyarakat setempat. Untuk mendapatkan data

tentang lambang, simbol dan lain-lain yang berhubungan dengan perangkat

pendukung dalam pelaksanaan tradisi berpantun digunakan kamera rekam

(handycam) agar unsur pendukung mi dapat disajikan secara utuh.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Ada beberapa jenis metode pengumpulan data ditempuh dalam penelitian

ini, yaitu:

a. Metode Observasi Partisipatoris Langsung

Metode ini dipergunakan untuk mengadakan pengamatan secara

langsung jalannya acara tradisi berpantun. Alat bantu yang digunakan dalam

pengamatan ini adalah tape recorder dan handycam. Alat-alat ini digunakan untuk

merekam jalannya acara berpantun dan merekam kejadian dalam bentuk gambar.

b. Metode Wawancara Terbuka dan Mendalam

Wawancara terbuka dan mendalam digunakan untuk mendapatkan

informasi dari informan sebagai data penelitian untuk dianalisis. Dengan metode

19

Page 26: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

ini peneliti mewancarai para informan. Informasi yang akan ditanyakan kepada

para informan dapat berupa informasi bentuk, isi, dan model revitalisasi sesuai

dengan konsep masyarakat.

c. Metode Diskusi Kelompok Terarah

Data penelitian diperoleh dengan cara metode diskusi

kelompok terarah dari para informan. Metode ini digunakan untuk melakukan

deskripsi dan rekonstruksi sebuah tradisi lisan. Setiap peserta akan memberikan

masukan mengenai model pengelolaan dan model revitalisasi nilai-nilai kearifan

lokal yang terdapat dalam tradisi berpantun.

d. Metode Dokumenter

Data penelitian juga dikumpulkan dengan cara metode dokumenter. Data

ini diperoleh dari catatan pidato adat yang ada pada informan (pemantun dan

pepantun ) dan audio-visual berupa rekaman acara berpantun

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan sejak sebelum memasuki

lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Dalam hal ini

Nasution (2003) menyatakan analisis data kualitatif telah dimulai sejak

merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan

berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data menjadi

pegangan bagi penelitian selanjutnya. Namun, dalam penelitian ini, analisis data

lebih difokuskan pada proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data.

Analisis data berdasarkan analisis konteks yang dipakai memberikan

analisis, interpretasi atau penafsiran dan mengambil kesimpulan terhadap

data-data yang sudah terkumpul. Pedoman analisis data yang dilakukan peneliti

adalah sebagai berikut:

20

Page 27: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

1. Setiap hasil wawancara dan rekaman tradisi berpantun ditranskripsikan

2. Setiap kegiatan dan simbol-simbol yang mendukung acara berpantun

tersebut dianalisis dan diinterpretasi satu persatu berdasarkan analisis

konteks

3. Selanjutnya, hasil analisis dan interpretasi dilengkapi dengan data

pendukung untuk mengambil kesimpulan.

3.6 Pengecekan Keabsahan Data

Keabsahan data dicek dengan teknik triangulasi sumber data. Data acara

berpantun yang diperoleh dari observasi melalui teknik rekaman, dicek dengan

data pantun yang dalam bentuk tertulis yang ada pada informan (pemantun dan

pepantun) penulis peroleh dengan cara wawancara. Kemudian data ini juga dicek

dengan buku-buku yang memuat pidato adat. Sedangkan data upaya revitalisasi

kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi berpantun akan dicek di antara sesama

informan.

21

Page 28: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

BAB V

HASIL YANG DICAPAI

5.1 Kearifan Lokal dalam Tradisi Berpantun

Pantun merupakan ungkapan verbal tradisional yang saat erat dengan

budaya masyarakat Melayu sebagai alat untuk mengekspresikan harapan,

kehendak, cita-cita dan sebagainya, baik mengenai alam maupun lingkungan

sekitar dimana isinya mengandung pesan-pesan, ungkapan, teguran halus,

peringatan, tunjuk ajar dan sebagainya yang berkaitan dengan seluruh sisi

kehidupan dalam budaya masyarakat Melayu yang bercirikan bahasa tradisi atau

bahasa bertradisi (traditional language of tradition). Pantun hadir dalam setiap

sisi kehidupan masyarakat Melayu.

Pantun dimasa lalu tidak hanya dijadikan sebagai sarana hiburan rakyat

semata tetapi juga difungsikan sebagai sarana retorika yang sangat fungsional,

sehingga para tokoh pimpinan masyarakat formal dan informal harus

mempelajarinya dan menguasainya dengan baik. Pantun merupakan salah satu

jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara.

Tradisi berpantun merupakan tradisi lokal yang mengandung kearifan

lokal sehingga perlu upaya menjaga dan mendokumentasikan sampai pada

menganalisis tradisi lisan berpantun agar dapat mencegah proses kepunahan

tradisi lisan ini. Untuk itu perlu merubah sikap dan cara pandang masyarakat

untuk tetapa mempertahankan keberadaan tradisi lisan ditengah komunitas

masyarakat tradisi tersebut.

Dalam tradisi lisan berpantun ini ditemukan kearifan lokal antara lain :

22

Page 29: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

5.1.1 Nilai-nilai religius

Budaya dan adat istiadat Melayu berpilar pada ajaran agama Islam disebut

dengan “Adat bersendikan syara’ syara’ bersendikan Qitabullah”. Demikian juga

dengan masyarakat Melayu Labuhan Batu , dimana dalam sikap dan konsep

hidup mereka bepegang pada agama dan adat. Dalam kebudayaan Melayu

meletakkan dasar pada akidah, akhlak dan ilmu dalam menjalankan kehidupan

secara bersama dan mengacu pada adat istiadat. Hal tersebut ditemukan dalam

penelitian ini dimana dalam pelaksanaan tradisi berpantun yang biasanya berupa

pertunjukan merupakan yang living tradition lahir dari konteks sosio budaya

yang sudah berlangsung lama dan biasanya selalu berhubungan dengan acara

peralihan (rites de passage ) yakni kelahiran, kehidupan dan kematian dalam

bentuk pertunjukan yang dipertontonkan akan melakonkan fenomena yang terjadi

dalam masyarakatnya.

Pada penelitian tradisi berpantun ini biasanya dilaksanakan berkaitan

dengan konteks acara peralihan (rites de passage) pada penelitian ini ditemukan

dalam acara perkawinan, kelahiran dan dan berkaitan dengan menandai sebuah

kesuksesan dalam hal ini adalah khataman Qur’an. Pada penelitian ini yang

berkaitan dengan acara perkawinan, kelahiran dan khataman Qur’an dimeriahkan

dengan tradisi berpantun yang berlangsung pada malam hari yang dimulai dengan

makan malam, pembacaan doa Al-Barjanzi yang kesemuanya berhubungan dengan

pemujaan kepada yang Maha Kuasa.

Pelaksanan acara ini kemudian dilanjutkan dengan pertunjukan musik Bordah

yang didalamnya terdapat pantun-pantun yang disajikan oleh group Bordah

Al-Fuza. Dari tradisi berpantun yang dilaksanakan terdapat kearifan lokal yang

berlandaskan agama dan adat pantun pada pelaksanaan acara dibuka oleh dengan

memohon izin kepada Allah.

Selamat datang kami ucapkan

Mohon serta keberkahan dan keampunan

Kepada Allah kito tujukan

Semoga pertemuan mendapat kesyukuran

23

Page 30: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

Dilanjutkan dengan teks pada sinandong yang dinyanyikan dalam pertunjukan

Bordah yang disajikan dalam bentuk teks pantun yang juga bermuatan religius

untuk tidak melupakan bentuk pemujaan dan ketaatan kepada Allah dengan

mengerjakan sholat lima waktu yang merupakan kewajiban umat Islam.

Kalo pangantin poi ka mokah

Tolong bawakkan permata batu

Kalo panganten mencari nafkah

Jangan lupakan yang lima waktu

Tradisi berpantun yang dipertunjukkan masyarakat Melayu Labuhan Batu pada

malam sebelum acara syukuran dilaksanakan mempunyai maksud mengingatkan

manausia kepada Allah . Dimana masyarakat berbudaya Islam menyeimbangkan

tiga fondasi dasar Islam dalam dalam menyikapi kehidupan untuk tidak saja

menjadi manusia materialistis yang hanya berorientasi pada kebendaan saja.

Dengan berpegang pada dasar agama masyarakt Melayu Labuhan Batu

menerapkan nilai-nilai religius yang berpijak pada kearifan lokal budayanya dalam

konteks pantun yang disajikan pada acara malam syukuran sebelum pelaksanaan

acara baik itu pesta pernikahan, penabalan nama anak dan khataman Al’Qur’an.

Pantun yang disajikan pada acara hajatan direalisasikan dengan sikap-sikap

kearifan sebagai berikut :

(1) Sikap demokratis dalam mengambil keputusan,

(2) Menghormati orang tua,

(3) Sikap kepemimpinan

(4) Menghormati tamu dan adat istiadat

(5) Menjaga alam semesta.

Sikap-sikap pembinaan hidup yang disampaikan lewat pantun yang disajikan dlam

tradisi ini dapat menjadi pegangan lisan dalam kehidupan sehari-hari

masyarakatnya.

(1) Sikap demokratis dalam mengambil keputusan.

24

Page 31: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

Pada acara tradisi berpantun yang disajikan terdapat konsep demokratis yang

tertuang dalam bait pantun yang disajikan. Dimana mengutamakan

musyawarah dan mufakat untuk menyelesaikan sesuatu. Teks pantun yang

mengambarkan konsep demokratis dalam mengambil keputusan yakni :

Bulat kato untuk mufakat

Bulat air untuk pembuluh

Sanak famili kaum kerabat

Seukhangpun tak ado yang mengoluh

Teks pantun berikut menggambarkan untuk melanjutkan musyawarah dengan

kekeluargaan.

Ambek akar batangnya kapak

Supaya sonang membuat jamban

Karena sudah bertukar tepak

Ada kombur kita toruskan

Hang Jebat Hang Kasturi

Budak-budak tanah Malaka

Kalua hendak jangan dicuri

Mari kita batontang muka.

Proposisi “kalua hendak jangan dicuri” menunjukakan demokratisasi dalam

menyikapi pengambilan keputusan untuk tidak melakukan sesuatu dengan

sembunyi-sembunyi tapi dengan berterus terang dengan musyawarah dan

kesepakatan.

(2). Sikap menghormati orang tua.

Bagi masyarakat yang berlandaskan pada agama dan adat khususnya

masyarakat Melayu Labuhan Batu orang tua haruslah dihormati, orang

tua yang dihormati termasuk juga orang yang sudah memakan asam garam

dalam kehidupannya dalam masyarakat, meliputi pemimpin masyarakat

dan tokoh adat. Teks pantun yang menggambarkan penghormatan pada

25

Page 32: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

orang tua “ bapak dan ibu” dalam wujud terima kasih karena telah

dibesarkan dan mohon maaf dan lambang bakti pada orang tua.

Pakaian anak rajo marhum

Rajo yang adil Rajo Telapak

Sombah sampai kepado hukum

Sombah kepada ibu dan bapak

(3) Sikap kepemimpinan

Sikap kepemimpinan dalam acara adat sangat kental terlihat . Sikap dan

konsep ini didapati dalam acara perkawinan hal ini dimulai pada orang tua

sebagai pemimpin bagi anaknya dan sebagai orang yang akan menikahkan

anaknya baik dari pihak laki-laki maupun perempuan. Dalam hal ini

persetujuan orang tua sebagai pemimpin dalam keluarga sangat penting

sikap kepemimpinan tersebut tergambar dari teks berikut ini.

Bukan lobah sebarang lobah

Lobah bersarang di pokok nangko

Bukan sombah sembarang sombah

Sombah untuk adat pusako

Sikap dan konsep ini mencerminkan bahwa sikap pemimpin dalam

memutuskan atau ingin menyampaikan sesuatu hal yang penting harus

memperhatikan dan menghargai pihak-pihak lain yang hadir dalam acara

tersebut.

(4) Sikap menghormati tamu dan adat istiadat

Adat dan tradisi yang ada dalam masyarakt Melayu Labuhan Batu sangat

berkaitan erat dengan bentuk silaturahmi antar keluarga. Dalam bentuk

silaturahmi ini ada yang disebut tuan rumah dan tamu yang harus disambut.

Hal ini tentu menjadi bagian dalam penerimaan tamu yang dalam ajaran

Islam juga ditekankan pentingnya menjaga silaturahmi dan penghormatan

terhadapa tamu. Dalam masyarakat Melayu penyambutan tamu kerap

ditandai dengan penyerahan tepak sirih sebagai tanda pihak yang

mempunyai hajatan penyelenggaraan suatu acara merasa bahagia dengan

26

27

Page 33: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

datangnya tamu yang diharapkan membawa kabar bahagia dan tepak sirih

diibaratkan sebagai pembuka kata. Pada teks pantun ditemukan sikap

menghormati tamu yang datang yakni :

Apa diusung tepak puan

Batang jurame dinding perahu

Apa maksud tuan dan puan

Datangnya ramai kami ingin tahu

Proposisi “ apa maksud tuan dan puan” melukiskan sikap hormat tuan

rumah ketika menyambut tamu yang datang

(5) Menjaga Alam Semesta

Dalam tradisi berpantun yang merupakan budaya masyarakat Melayu

didpati representasi alam semesta yang melingkupi isinya termasuk wilayah

geografis, kebudayaan dan gambaran masyarakat yang dirangkum dengan

menunjukkan jati diri Melayu. Dalam pantun yang demikian kreatif

dipertontonkan dalam tradisi berpantun dijumpai hal yang berkaitan

dengan alam semesta. Hal ini kita jumpai dalam tradisi berpantun yang

berkaitan dengan binatang, yakni : penyebutan balanak, ikan, itek surati ,

pilanduk (kancil). Kosa kata berkaitan dengan tumbuhan, yakni : jurame

(batang padi), tempurung, sabut, salada, sireh. Penyebutan nama daerah

dan wilayah yakni: Mokah, Bengkalis, Belawan, Aceh, Batubara,

penyebutan ini berkaitan dengan budaya daerah berikut aspek lokalitasnya.

Kampong salamat pokannya baru

Makan salada bekawan susuk

Semoga selamat penganten baru

Dari anak sampai ke cucu

Anak itek teronang-ronang

Dari Aceh ke Batubara

Ambek sireh betali boning

Tanda kita basudara

Pilanduk-pilanduk tekial-kial

Kona jorat pilanduk Sembilan mata

Page 34: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

Habis pondok ponding tajual

Alamat hidup akan merana

5.2 Model Revitalisasi Kearifan Lokal

Penelitian ini bertolak dari keberadaan tradisi lisan berpantun yang

menjadi bagian dari budaya masyarakat Melayu Labuhan Batu. Proses

keberadaan tradisi lisan dalam masyarakat Melayu Labuhan Batu

biasanya dipertunjukkan dalam upacara peralihan (rites de passage) yang

berkaitan dengan kelahiran dan kehidupan. Dalam penelitian ini berkaitan

dengan acara perkawinan, kelahiran dan kesuksesan dan selamatan telah

khatam Al Qur’an. Dalam perkembangan budaya masyarakat. Sesuai

dengan model revitalisasi objek tradisi lisan berpantun agar menjadi

sesuatu yang vital dalam masyarakat Melayu Labuhan Batu yang menjadi

bagian penting dalam kehidupan kebudyaan masyarakatnya sebelum

tradisi ini kehilangan bentuk dan maknanya perlu dilakukan upaya

revitalisasi terhadap kearifan lokal tradisi ini . Proses revitalisasi tentunya

dilakukan dengan terorganisir oleh individu, pelaku budaya, kelompok

komunitas tradisi bersama-sama pemerintah yang memiliki kesadaran

akan petingnya warisan budaya untuk dijaga dan dilestarikan. Model

revitalisasi kearifan lokal ini dapat digunakan untuk mengkaji

kebudayaan secara holistik dimana keseluruhan unsur-unsur yang

terdapat dalam model ini saling berkaitan dan mendukung sehingga

membentuk kesatuan. Usaha ini dimulai dari mendidik calon pemantun

dan pepantun sebagai penerus tradisi yang dilakukan secara lisan dan

praktik yang dilakukan di sanggar budaya, balai pertemuan adat atau pun

lewat sekolah formal dan informal yang praktiknya akan dipertunjukkan

pada rangkaian acara dimana tradisi tersebut dipentaskan. Lewat cara

inilah proses revitalisasi kearifan lokal dapat ditransformasi melalui

pertunjukan guna melestarikan warisan budaya.

28

Page 35: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

Secara sederhana model revitalisasi kearifan lokal tersebut dapat

dilihat pada bagan di bawah ini.

Bagan Model Revitalisasi Kearifan Lokal dalam Tradisi Berpantun

Calon Pemantun dan Pepantun

Lisan Praktik tradisi

1. Sanggar

2. Balai Adat

3. Sekolah

1. Acara Perkawinan

2. Acara Khitanan

3. Khataman Al Qur’an.

Pelestarian Tradisi

Berpantun

29

Page 36: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Dari hasil penelitian ini ditemukan kearifan lokal dalam tradisi lisan berpatun

pada masyarakat Melayu Labuhan Batu Sumatera Utara. Kearifan lokal dapat

ditemukan dalam tradisi pertunjunkan pantun dan dalam teks pantun itu sendiri.

Tradisi lisan masyarakat Melayu Labuhan Batu Sumatera Utara ini

memperlihatkan tingginya peradaban suku bangsa Melayu yang tercermin dalam

tradisi lisan pantun yang didalamnya sarat dengan nilai, norma yang melahirkan

sikap kearifan lokal. Revitalisasi kearifan lokal dapat dilakukan secara lisan

dengan tetap mempertahankan tradisi ini dalam bentuk interaksi dalam

masyarakatnya.

7.2 Saran

Tradisi berpantun ini hendaknya tetap dipertahankan keberadaannya dalam

bentuk kebiasaan menggunakan pantun dalam berinteraksi. Sehingga konsep nilai

yang ada dalam pantun dapat menjadi cermin bagi masyarakat dalam berfikir dan

bertindak sehingga dapat membawa nilai kearifan dalam wujud kedamaian.

30

Page 37: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

DAFTAR PUSTAKA

Baharshah II, Luckman Sinar. dan Wan Syaifuddin. 2002. Kebudayaan Melayu

Sumatera Timur. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Bungin, M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Prenada Media Group.

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Echols, John M. dan Hassan Shadily. 1992. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta:

Gramedia

Effendy, Tenas. 2004. Tunjuk Ajar dalam Pantun Melayu. Yogyakarta: BKPBM

Adicita

_____, 2005. PantunNasehat. Yogyakarta: BKPBM Adicita

I Ketut Gobyah, 2003. “Berpijak pada Kearifan Lokal”, dalam http://www.balipos.

co.id , diakses 13/6/2014

Iun, “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali”, dalam http://www.balipos. co.id

Hutomo, Suripan Hadi (1991), Mutiara yang Terlupakan: Pengantar Studi Sastra

Lisan. Surabaya: HISKI Komisariat Jawa Timur.

Keesing, Roger M. 1999. Antropologi Budaya: Suatu Perspektif

Kontemporer.(Samuel Gunawan, Pentj). Jakarta: Erlangga.

Piah, Harun Mat. 1989. Puisi Melayu Tradisional: Satu Pembicaraan Genre dan

Fungsi. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka

Pudentia MPSS (Ed.) (1998), Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia dan Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan.

Rab, Tabrani. 1986. Kepribadian orang Melayu. Pekanbaru: Pemda Dati-I Riau.

Ridwan, T. Amin. 2005. Budaya Melayu Menghadapi Globalisasi. Medan: USU

Press.

31

Page 38: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

_____. 2005. Mendaulatkan Bahasa Melayu sebagai Bahasa Utama Dunia.

Medan: USU Press.

Nasution, S. 2003. Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Sartini. 2004. “Menggali Kearifan Lokal Nusantara: Sebuah Kajian Filsafati”.

Jurnal Filsafat, Jilid 37, Nomor 2

Sedyawati, Edi (1996), Kedudukan Tradisi Lisan dalam Ilmu-Ilmu Sosial dan

Ilmu Ilmu Budaya, dalam Warta ATL. Jurnal Pengetahuan dan

Komunikasi Peneliti dan Pemerhati Tradisi Lisan. Edisi III Maret.

Jakarta: ATL.

Sibarani, Robert. 2004. Antropolinguistik: Antropologi Linguistik atau Linguitik

Antropologi. Medan: Penerbit Poda.

---------. 2012. Kearifan Lokal: Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan.

Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.

Sobary. M. 1999. “Kearifan Lokat dalam Tradisi Lisan” dalam Warta ATL Edisi

V Juni 1999. Jakarta: ATL.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Vansina, Jan. 1985. Oral Tradition as History. Wisconsin: The University of

Wisconsin Press.

32

Page 39: LAPORAN AKHIR PENELITIAN DISERTASI DOKTOR