LAPORAN AKHIR PENELITIAN DASAR KEILMUAN (PDK)
Transcript of LAPORAN AKHIR PENELITIAN DASAR KEILMUAN (PDK)
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN DASAR KEILMUAN (PDK)
STUDI ETNOFARMAKOLOGI DAN DISTRIBUSI PENGETAHUAN TENTANG
PEMANFAATAN TANAMAN OBAT MASYARAKAT BOGOR
Oleh :
MUSHODDIK, M.Pd (NIDN. 0308048701/Ketua)
HUSNIN NAHRY YARZA, M.Pd (NIDN. 0302069002/Anggota)
NOMOR KONTRAK PENELITIAN 364/F.03.07/2018
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2019
i
HALAMAN PENGESHAN PENELITIAN DOSEN PEMULA (PDP)
Judul Penelitian : Studi Etnofarmakologi dan Distribusi Pengetahuan Tentang Pemanfaatan Tanaman Obat Masyarakat Bogor
Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Mushoddik, M.Pd
b. NPD/NIDN : 0308048701
c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli /IIIa
d. Fakultas/Program Studi : KIP/ Geografi
e. Nomor HP : +62 852-6389-7252 f. e-mail : [email protected]
Anggota Peneliti I
a. Nama Lengkap : Husnin Nahry Yarza, M.Pd
b. NPD/NIDN : 0302069002
c. Fakultas/Program Studi : KIP/Biologi
Lama Penelitian : 1 Tahun
Luaran Penelitian 1. Publikasi Internasional Confrence
Luaran tambahan 2. HAKI
Biaya Penelitian Rp. 12.000.000;
Mengetahui Jakarta, 15 Juni 2019 Ketua Program Studi
(Dr. Moh. Balya Ali Sya’ban, M.Pd) NIDN. 0311087605
Ketua Peneliti
(Mushoddik, M.Pd) NIDN. 0308048701
Menyetujui Dekan FKIP UHAMKA
(Dr. Desvian Bandarsyah, M.Pd) NIDN. 0317126903
Ka. Lemlitbang UHAMKA
(Prof.Dr. Suswandari, M.Pd NIDN. 0020116601
ii
iii
iv
RINGKASAN
Pengetahuan tentang tumbuhan obat dianggap penting untuk saat ini dan masa yang akan
datang. Pengobatan tradisional dengan tumbuhan obat merupakan pengobatan yang efektif,
efesien, aman, dan ekonomis. Pemanfaatan tanaman untuk pengobatan dan pemeliharaan
kesehatan sejalan dengan upaya back to nature yang kini digemari bahkan oleh bangsa barat.
Melihat hal tersebut maka upaya konservasi terhadap tumbuhan obat perlu dilakukan. Maka
dari itu perlu dilakukan pendataan mengenai tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat.
mengetahui penggunaan jenis-jenis tanaman obat dan pengolahannya serta mengetahui
pengetahuan etnofarmakologi masayarakat di Bogor. Penelitian dan proses identifikasi
dilakukan dari bulan Juni-September 2018. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
yang dilakukan dengan metode Informant Consensus Factor dengan cara wawancara. Teknik
pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive sampling. Identifikasi tanaman
dilakukan di Herbarium Bogoriense. Hasil penelitian menunjukkan tercatat 48 jenis tanaman
berkhasiat obat dari 32 famili yang digunakan oleh masyarakat lokal untuk mengobati berbagai
macam penyakit. Bagian tumbuhan yang banyak digunakan sebagai obat adalah bagian daun,
akar, rimpang, batang, buah, bunga dan seluruh bagian tanaman. Pengolahan tanaman
berkhasiat obat menggunakan cara sederhana yakni dengan ditumbuk atau diparut, dipanaskan
dengan api atau dilayukan, direbus, direndam dan digunakan langsung tanpa proses pemasakan
atau perebusan.
Kata kunci: Tanaman obat, Etnofarmakologi, Konservasi, Bogor
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................................
IDENTITAS USULAN PENELITIAN .......................................................................
RINGKASAN .............................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................................
A. Latar Belakang .................................................................................................
B. Perumusan Masalah ..........................................................................................
C. Tujuan ..............................................................................................................
D. Urgensi .............................................................................................................
BAB II. KAJIAN PUSTAKA .......................................................................................
A. Filogenetik Molekuler .......................................................................................
B. Ethnofarmakologi .............................................................................................
C. Analisis filogenetik ...........................................................................................
D. Peran tanaman Obat ..........................................................................................
E. Stade of the Art ..................................................................................................
F. Roadmap Penelitian ...........................................................................................
BAB III. METODE PENELITIAN ..............................................................................
A. Alur Penelitian ……………………………......................................................
B. Lokasi Penelitian ……………………………………………...........................
C. Metode Penelitian .............................................................................................
D. Subyek Penelitian .............................................................................................
E. Langkah Kerja Penelitian ...................................................................................
F. Pengumpulan Data .............................................................................................
G. Analisis Data .....................................................................................................
H. Indikator Capaian Hasil .....................................................................................
I. Fishbond Penelitian ............................................................................................
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................
A. Hasil Penelitian ...............................................................................................
B. Pembahasan .....................................................................................................
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
i
ii
iii
v
vii
1
1
2
3
4
4
4
5
6
7
8
10
11
11
11
11
13
13
14
14
14
16
18
19
21
22
vi
BAB VI. LUARAN PENELITIAN ............................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................
LAMPIRAN .................................................................................................................
30
31
34
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia yang dikenal sebagai negara megadiversity, tidak hanya kaya akan
keanekaragaman flora, fauna dan ekosistemnya tetapi juga memiliki keanekaragaman suku
atau etnis dengan pengetahuan tradisional dan budaya yang berbeda dan unik. Salah satu
contoh tradisi masyarakat Indonesia yang masih hingga sekarang adalah penggunaan
sumber daya alam tumbuhan untuk keperluan adat dan pengobatan (Surata, Gata and
Sudiana, 2015). Ribuan jenis tanaman tumbuh subur hampir setiap kepulauan di Indonesia.
Diperkiran jenis flora yang ada di Indonesia adalaha ±3000-4000 species tanaman (Salim
and Munadi, 2017). Tumbuhan yang melimpah tersebut banyak dimanfaatkan untuk
ekspor, industri furniture, rumah, kertas, pakan ternak dan obat. Bagian tanarnan yang
biasa dirnanfaatkan sebagai bahan obat yaitu umbi (tuber), akar (radix), batang (ligna),
daun (folia), Bunga (fructus), biji (semen), dan sebagainya (Razaq et al., 2017; Tuasha,
Petros and Asfaw, 2018). Bagian tanaman yang sering digunakan untuk pengobatan
umumnya adalah daun dan buah (Fetati and Lassouani, 2018). Pada bagian daun banyak
terdapat senyawa metabolit sekunder yang sangat bermanfaat untuk pengobatan (Susilo
and Suciati, 2016).
Hingga kini, banyak tanaman obat yang dimanfaatkan oleh industri untuk
digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat generik. Meskipun jumlah obat generik di
pasaran cukup banyak, namun kebanyakan masyarakat Indonesia masih menyakini kasiat
obat herbal alami guna mengatasi berbagai penyakit (Salim and Munadi, 2017; Tuasha,
Petros and Asfaw, 2018). Selain untuk penyembuhan, obat herbal juga digunakan untuk
pencegahan penyakit (preventif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan
kesehatan atau daya tahan tubuh (Ou‑yang et al., 2018). Selain itu, tanaman dapat juga
digunakan sebagai obat untuk mengobati berbagai penyakit pada hewan ternak. Di India,
54 jenis tanaman obat telah digunakan pribumi untuk mengobati 12 macam penyakit pada
hewan ternak diantaranya adalah Oryza sativa, Datura metel, dan Azadirachta indica
(Parthiban et al., 2016). Tanaman seperti serai, inai dan pandan merupakan tanaman yang
paling banyak dimanfaatkan untuk kesehatan dan menghilangkan bau badan di Malaysia
(Razak, Othman and Pahang, 2017).
2
Tradisi penggunaan tumbuhan sebagai bahan ramuan obat tradisional merupakan
tradisi dan kepercayaan yang dilakukan secara turun temurun (Brouwer et al., 2005;
Rosero-Toro et al., 2018). Kajian ilmiah pun telah banyak dilakukan oleh para peneliti
hingga kini muncullah berbagai obat generic (Walujo, 2011). Namun masih banyak lagi
senyawa aktif pada tanaman yang perlu diteliti. Pengobatan tradisional di beberapa negara
Asia seperti Singapura, Filipina dan Thailand telah berkembang dan maju, sedangkan di
Indonesia pengobatan tradisional tertinggal jauh. Hal ini ditunjukkan dalam penulisan
jenis tumbuhan obat dan makalah ilmiah internasional, Indonesia hanya menyumbang
karya ilmiah 0,0012% jauh lebih kecil dari Singapura, sedangkan Jepang menyumbang
8% (Salim and Munadi, 2017). Oleh karena itu, inventarisasi tanaman obat alami yang
masih dimanfaatkan dan dilestarikan oleh masyarakat sangat penting dilakukan dan perlu
diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia secara luas. Kegiatan ini penting untuk
dilakukan karena data yang dikumpulkan dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut.
Pengetahuan tentang manfaat tanaman obat merupakan kekayaan ilmu
pengetahuan yang tinggi nilainya (Fonseca and Balick, 2018). Pengalaman tersebut
menjadi dasar berkembangnya ilmu pengobatan hingga sekarang. Pengobatan dengan
ramuan tradisional sangat beragam di setiap daerah dan suku di Indonesia. Sehingga,
karakteristik tanaman obat yang bermanfaat juga sangat beragam. Masyarakat di Provinsi
Bogor yang masih tinggal di pedesaan umumnya masih mempercayai dan menggunakan
tanaman disekitarnya sebagai pengobatan. Seperti masyrakat suku Badui yang jauh dari
sarana kesehatan seperti pukesmas masih menggunakan tanaman sebagai pengobatan
berbagai penyakit dan menjaga kesehatan tubuh (Iskandar and Iskandar, 2015).
Saat ini, banyak orang (kebanyakan yang tinggal diperkotaan) sudah jarang yang
menggunakan tumbuhan secara langsung untuk pengobatan. Sehingga masyarakat tidak
mengenali tumbuhan-tumbuhan yang bermanfaat untuk kesehatan. Oleh karena itu
tumbuhan-tumbuhan berkhasiat obat yang ada di sekitar masyarakat perlu digali kembali,
didata dan dipublikasikan untuk mendukung pengembangan tanaman obat yang tumbuh
disekitar lingkungannya. Inventarisasi jenis tumbuhan obat, potensi pemanfaatannya
sebagai tumbuhan obat, pengolahan dan cara memperoleh tumbuhan obat di masyarakat
di Provinsi Bogor belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
jenis-jenis tanaman local yang masih dimanfaatkan sebagai obat dan mengetahui tingkat
pengetahuan masyarakat tentang etnofarmakologi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan masyarakat umum dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai obat
tradisional.
3
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil perumusan masalah penelitian
sebagai berikut:
1. Tumbuhan apa sajakah yang digunakan sebagai obat oleh masyarakat di Bogor?
2. Bagaimakah distribusi pengetahuan dan pemahaman jenis tanaman obat yang
dimaafaatkan oleh masyarakat di Bogor?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ethnofarmakologi dan
distribusi pengetahuan tanaman obat oleh masyarakat Bogor beserta inventarisasi jenis-
jenis tanaman obat dan penggunaannya.
D. Urgensi Penelitian
Pengetahuan tradisional selalu membentuk fondasi untuk pengembangan semua
obat-obatan modern yang berasal dari tumbuhan di seluruh dunia sebagai hasil dari tindak
lanjut ilmiah dari pengetahuan tradisional atau etnis. Bogor terletak di antara pulau
Sumatra, Jawa-barat dan Jakarta, dengan populasi penduduk mencapai 12.548.986 jiwa.
Morfologi wilayah Bogor secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu morfologi
dataran, perbukitan landai-sedang (bergelombang rendah-sedang) dan perbukitan terjal.
Variasi topografi Provinsi Bogor didukung dengan keanekaragaman hayati yang unik
ditambah dengan keragaman etnis. Bagian yang paling menarik dari kekayaan floristik di
Bogor adalah tingkat keanekaragaman tanaman endemisme yang tinggi dan berbagai jenis
vegetasi yang terkait dengan suku Sunda. Tak jarang penduduknya banyak yang
memanfaatkan produk hayati sebagai obat.
Jika dibandingkan dengan literatur tumbuhan obat yang digunakan masyarakat
Bogor dengan masyarakat lainnya di Indonesia, tanaman obat memiliki khasiat yang
berbeda dengan aktivitas yang telah diteliti. Misalnya, djalantir yang digunakan untuk
gatal karena gigitan serangga, memiliki aktivitas antimikroba (Lamrani and Rachida,
2018). Demikian juga dengan lidah buaya yang digunakan untuk menyembuhkan sakit
perut (Christaki and Florou-Paneri, 2010; Scala et al., 2013). Kemudian, daun babadotan
dimanfaatkan sebagai peluruh kemih (Kinasih, Supriyatna and Rusputa, 2013). Melihat
banyaknya pemanfaatan tumbuhan alami sebagai obat, maka menjadi sesuatu hal yang
4
penting untuk mengkasi etnofarmakologi tumbuhan local yang ada di Bogor. Hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai basis data dalam mengembangkan obat-obatan
yang potensial yang belum pernah diproduksi sebelumnya. Lebih lanjut, karakterisasi
pengetahuan masyarakat local dapat digunakan sebagai acuan pengembangan penelitian
dibidang farmasi.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. State of The Art
Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada refernsi penelitian sebelumnya yang
berhubungan dengan tema penelitian ini.
Tabel 1. State of the Art Penelitan
No Referensi Penelitian Isi Penelitian 1. “An ethnobotanical study in
Midyat (Turkey), a city on the silk road where cultures meet”. Peneliti: Ali Akgul, Ayfer Akgul, Serdar G. Senol, Hasan Yildirim, Ozcan Secmen and Yunus Dogan. Jurnal: Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine Vol. 14:12 Tahun: 2018 doi 10.1186/s13002-017-0201-8
Penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan penggunaan ethnobotanical tanaman lokal dan membuat persediaan ethnobotanical tanaman langka menggunakan wawancara kualitatif. 368 spesimen tanaman digunakan sebagai sampel. Hasilnya 92 spesies tanaman yang digunakan secara tradisional di Midyat dan sekitar Turki. Di antara 92 taksa (129 penggunaan), 35% digunakan untuk keperluan medis, 22% untuk makanan, 13% untuk hewan ternak, 7% sebagai tanaman hias dan pewarna, 6% sebagai sapu, 4% untuk lateks dan sebagai wewangian, 4 % untuk teh herbal, sirup gula dan anggur, 3% untuk keperluan pertanian, dan 6% untuk tujuan lain. Penilaian komparatif menunjukkan bahwa Teucrium polium (0,51), Matricaria aurea (0,26), Alcea setosa (0,21), dan Malva neglecta (0,21) memiliki UV tercatat tertinggi, dan taksa berikut memiliki UV antara 0,10-0,20: Anthemis cotula (0,12) , Allium cepa (0,13), Alcea striata subsp. striata (0,14), Crupina crupinastrum (0,12), Papaver rhoeas (0,13), Salvia multicaulis (0,14), Thymbra spicata (0,11), dan Vicia pannonica subsp. striata (0,15). Penelitian ini menunjukkan penggunaan ethnobotanical dari 21 taksa dan penggunaan spesies endemik yaitu: Alkanna trichophila var. mardinensis, Centaurea kurdica, Centaurea stapfiana, dan Sideritis libanotica subsp. linearis. Selain itu, Thymbra sintenisii adalah spesies yang tercatat yang diklasifikasikan sebagai spesies langka dan ekstensif digunakan di wilayah tersebut (Akgul et al., 2018).
2. “Plants traditionally used to make Cantonese slow-cooked soup in China.”.
Lǎo huǒ liàng tāng (Cantonese slow-cooked soup, CSCS) adalah sejenis sop yang sangat populer sebagai makanan pembuka di Guangdong, Cina. makanan ini berfungsi
6
Peneliti: Yujing Liu, Qi Liu, Ping Li, Deke Xing, Huagang Hu, Lin Li, Xuechen Hu and Chunlin Long. Jurnal: Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine. Vol. 14: 4 doi:10.1186/s13002-018-0206-y
sebagai perawatan kesehatan, tanaman obat dan bahan utama CSCS. Tujuan penelitian ini untuk mendokumentasikan spesies tanaman yang digunakan untuk CSCS di Guangdong, Cina, dan mengetahui fungsi etnomedis terkait tanaman, termasuk nama lokal mereka, bagian yang digunakan, rasa, sifat, persiapan sebelum memasak, habitat, dan status konservasi. wawancara semi-terstruktur dilakukan pada 63 orang lokal dan 48 pemilik restoran sup (111 wawancara). Sebanyak 97 spesies tanaman dari 46 marga dan 90 genera tercatat telah digunakan di CSCS di daerah penelitian. Menu yang direkam terdiri dari satu atau beberapa spesies tanaman, dengan masing-masing digunakan untuk tujuan yang berbeda. Mereka diklasifikasikan menjadi 11 fungsi, dengan membersihkan panas menjadi fungsi obat yang paling umum. Dari 97 spesies, 19 tumbuh di alam liar, 8 spesies liar dan dibudidayakan, dan 70 spesies dibudidayakan. Akar dan buah adalah bagian tanaman yang paling umum digunakan sebagai bahan Lǎo huǒ liàng tāng (CSCS). Menurut kriteria evaluasi nasional, 6 spesies ini terdaftar di “daftar merah China” termasuk dua spesies langka, dua spesies yang terancam punah, satu spesies hampir terancam, dan satu spesies rentan. QI, FUI, dan EI dari 97 spesies dalam penelitian ini bervariasi antara 0,09 dan 1, 0,23 dan 9,95, dan 0,45 dan 6,58, masing-masing (Liu et al., 2018).
3. “First Report on the Ethnopharmacological Uses of Medicinal Plants by Monpa Tribe from the Zemithang Region of Arunachal Pradesh, Eastern Himalayas, India”. Peneliti: Tamalika Chakraborty, Somidh Saha and Narendra S. Bisht. Jurnal: Plants. Vol. 6: 13. Tahun: 2017. doi:10.3390/plants6010013
Studi ini bertujuan untuk mengetahui praktek etnofarmakologi tradisional pada obat dengan mencampur beberapa produk tanaman dari spesies yang berbeda di India, Himalaya Timur. Dalam studi ini, mereka melaporkan untuk pertama kalinya penggunaan ethnofarmakologi dari 24 obat-obatan dan prosedur penggunaanya, serta 53 spesies tanaman yang digunakan untuk obat-obatan yang digunakan oleh suku Monpa. Penelitian ini menekankan kebutuhan mendesak tentang prosedur penggunaan obat tradisional sebagai penyembuh luka sebelum pengetahuan tradisional masyarakat terpencil tersebut berubah akibat perkembangan jaman. Mereka mendokumentasikan dan mendeskripsikan 24 ethnomedicines yang dibuat oleh masyarakat tradisional berdasarkan 53 spesies. Obat-obatan tersebut terdiri dari 53 jenis tumbuhan tanaman obat milik 21 marga. Obat-obatan tradisional ini
7
paling sering digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti radang sendi, nyeri rematik, malaria, batuk dan pilek, disentri, dll. Selain itu, mereka mencatat deskripsi obat-obatan untuk pengobatan penyakit seperti epilepsi (Pambrey) , herpes (Bukbukpa-khaksa-chandongbra), dan edema (Darshek sheng nye putpoo) yang jarang dilaporkan dalam penelitian sebelumnya (Chakraborty, Saha and Bisht, 2017).
B. Etnofarmakologi
Etnobotani menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah ilmu botani mengenai
pemanfaatan tumbuh-tumbuhan dalam keperluan kehidupan sehari-hari dan adat suku
bangsa. Etnobotani berasal dari dua kata Yunani yaitu Ethnos dan botany. Etno berasal
dari kata Ethnos yang berarti memberi ciri pada kelompok dari suatu populasi dengan latar
belakang yang sama baik dari adat istiadat, karakteristik, bahasa dan sejarahnya,
sedangkan botany adalah ilmu yang mempelajari tentang tumbuhan (Nolan and Turner,
2011; Watkins, 2013). Dengan demikian etnobotani berarti kajian interaksi antara manusia
dengan tumbuhan atau dapat diartikan sebagai studi mengenai pemanfaatan tumbuhan
pada suatu budaya tertentu. Etnofarmakologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang
kegunaan tumbuhan yang memiliki efek farmakologi dalam hubungannya dengan
pengobatan dan pemeliharaan kesehatan oleh suatu suku/etnis (Voeks, 2017). Kajian
etnofarmakologi adalah kajian tentang penggunaan tumbuhan yang berfungsi sebagai obat
atau ramuan yang dihasilkan penduduk setempat untuk pengobatan (Voeks and Rashford,
2013). Studi etnofarmakologi merupakan bagian dari etnobotani yang lebih spesifik ke
arah pemanfaatan tumbuhan sebagai obat (Bhat et al., 2013).
Etnobotani merupakan kajian tentang pola perilaku kelompok masyarakat atau
dalam mengatur sistem pengetahuannya terhadap tumbuhan yang ada disekitarnya.
Pengetahuan tumbuhan ini digunakan untuk berbagai keperluan seperti keperluan
ekonomi, keperluan spriritual dan keperluan adat budaya dan lainnya. Studi etnobotani
memberikan data yang penting untuk pengembangan obat-obatan generik (Roué et al.,
2016). Data yang biasa dikumpulkan biasanya meliputi nama ilmiah, nama lokal, bentuk
morfologi tanaman, habitat dan lainnya. Ruang lingkup penelitian etnobotani dapat
dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu: (1) kelompok nyata yang berkaitan dengan
pemanfaatan tanaman untuk keperluan hidup seperti pangan, obat-obatan, kosmetik, racun
dan lain-lain. (2) Kelompok abstrak yang berkaitan dengan pemanfaatan tumbuhan untuk
8
berbagai keperluan upacara adat seperti pernikahan, kematian, kehamilan sampai
kelahiran (Walujo, 2011).
Studi etnofarmakologi memberikan kontribusi yang besar dalam proses pengenalan
sumber daya hayati sebagai obat-obatan (Brouwer et al., 2005). Hal ini merupakan salah
satu langkah dalam mendukung pelestarian kearifan lokal oleh masyarakat. Etnobotani
juga dapat membantu masyarakat mengenal pemanfaatan tanaman yang berpotensi
sebagai obat melalui kajian etnofarmakologi (Kujawska et al., 2017). Dalam hal ini adalah
upaya untuk mempelajari kelompok masyarakat dalam mengatur sistem pengetahuan
anggotanya menghadapi tetumbuhan dalam lingkungannya, yang digunakan tidak saja
untuk keperluan ekonomi tetapi juga untuk keperluan spiritual dan nilai budaya lainnya
(Nolan and Turner, 2011). Dengan demikian termasuk kedalamnya adalah pemanfaatan
tumbuhan oleh penduduk setempat atau suku bangsa tertentu. Pemanfaatan yang dimaksud
disini adalah pemanfaatan baik sebagai bahan obat, sumber pangan, dan sumber kebutuhan
hidup manusia lainnya. Disiplin ilmu lainnya yang terkait dalam penelitian etnobotani
adalah antara lain linguistik, antropologi, sejarah, pertanian, kedokteran, farmasi dan
lingkungan.
C. Tanaman Obat
Masyarakat Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan berbagai tanaman
yang tumbuh dilingkungan sekitarnya untuk dijadikan sebagai obat dalam upaya
mengatasi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman obat secara turun temurun
telah diwariskan kepada generasi berikutnya dan dilestarikan sampai sekarang terutama
didaerah pedesaan (Salim and Munadi, 2017). Obat di Indonesia dapat dikelompokan
menjadi tiga yaitu jamu yang merupakan ramuan tradisional yang belum teruji secara
klinis, obat herbal yaitu obat yang berasal dari bahan alam yaitu tumbuhan yang telah
melewati uji praklinis, sedangkan obat fitofarma adalah obat yang berasal dari bahan alam
yang sudah melewati uji praklinis dan klinis (Soldati and Albuquerque, 2016).
Obat tradisional adalah obat yang berasal dari tanaman yang diramu secara khusus
untuk digunakan sebagai pengobatan (Mathur and Sundaramoorth, 2013). Obat tradisional
biasanya berupa campuran bahan-bahan alami yang secara turun-temurun dipercaya
memiliki manfaat farmakologis. Pada dasarnya tanaman obat tradisional dibagi menjadi
dua yaitu: obat tradisonal yang diketahui dan dipercaya masyarakat mempunyai khasiat
dapat menyembuhkan penyakit atau mencegah timbulnya penyakit, sedangkan obat
modern adalan obat yang berasal dari tanaman yang telah diketahui dan diuji secara klinis
9
mengandung senyawa atau bahan bioaktif dapat menyembuhkan penyakit dan sudah
dikemas menjadi bentuk pil dan kapsul (Tuasha, Petros and Asfaw, 2018).
D. Wilayah Bogor
Bogor adalah sebuah Kabupaten di provinsi Jawa barat yang terletak 25 km sebelah
Selatan dari pusat Jakarta, Indonesia. Wilayah ini berbagi perbatasan dengan propinsi
Banten sebelah Barat hingga Utara dan 6 wilayah kabupaten dan kota yaitu Cianjur,
Sukabumi, Karawang, Purwakarta, Bekasi, dan Depok (Gambar 1). Wilayah ini memiliki
luas total 2.663,81 km2 dengan variasi morfologi dataran yang relatif rendah di bagian
Utara (15 mdpl) hingga dataran tinggi di bagian Selatan (2000 mdpl). Penelitian dilakukan
di Empat lokasi pemantauan yaitu Cisarua, Cileungsi, Cibinong, dan Parung Panjang, yang
terletak antara 6°19'-6°44' latitude dan 106°01' - 107°103' longitude. Bogor berada di
antara kaki Gunung Gede, Gunung Halimun, dan Gunung Salak sehingga membuat
kawasan Bogor sering dilanda hujan orografi. Bogor memiliki iklim tropis sangat basah di
bagian Selatan dan iklim tropis basah di bagian Utara, dengan rata -rata curah tahunan
2.500 mm/tahun. Wilayah ini memiliki 3 tipe morfologi yaitu dataran, perbukitan sedang
(bergelombang rendah-sedang), dan perbukitan terjal dengan suhu rata-rata 25,8oC,
kelembaban 81,5% (BPS, 2018).
Kabupaten Bogor memiliki populasi penduduk tertinggi di Propinsi Jawa barat yaitu
mencapai 11,08 % (5.715.000 Jiwa) dengan laju pertumbuhan tertinggi di Indonesia yaitu
mencapai 2.145 jiwa/km2. Wilayah ini ditempati empat suku yaitu suku Sunda 69%, suku
Jawa 21%, suku Betawi (4%), dan suku lainnya (6%). Secara profesi, kebanyakan orang
adalah Pedagang (31.90%), sedangkan sisanya adalah buruh, pegawai negeri, karyawan,
petani, buruh tetap, beberapa memiliki usaha kecil sendiri dan pengangguran (68.10%).
E. Distribusi pengetahuan obat
Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, obat tradisional adalah bahan
atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik
atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman. Sediaan obat tradisional yang digunakan masyarakat
saat ini disebut dengan herbal medice atau fitofarmaka (Leso et al., 2017). Tumbuhan obat
mempunyai khasiat yang bekerja sebagai antioksidan, antiradang, analgesik, dan lain-lain
yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit (Sharifi-Rad et al., 2017). Hal ini
tidak terlepas dari adanya kandungan bahan kimia tumbuhan obat yang berasal dari
10
metabolisme sekunder. Setiap tumbuhan menghasilkan bermacam-macam senyawa kimia
yang merupakan bagian dari proses normal dalam tumbuhan (Elansary et al., 2015; Leso
et al., 2017).
Kalau kita melihat prospek dari tumbuhan obat untuk dijadikan fitofarmaka memang
cukup besar, asalkan potensi ini dikembangkan seperti yang dilakukan di Cina dan India
misalnya. Namun secara umum tumbuhan obat juga mempunyai kelemahan. Beberapa
kelemahan antara lain:
1. Sulitnya mengenali jenis tumbuhan, dan berbedanya nama tumbuhan berdasarkan
daerah tempatnya tumbuh.
2. Kurangnya sosialisasi tentang manfaat tumbuhan obat, terutama dikalangan profesi
dokter.
3. Penampilan tumbuhan obat yang berkhasiat berupa fitofarmaka yang kurang menarik
dan kurang meyakinkan, dibanding dengan penampilan obat-obat paten.
4. Kurangnya penelitian yang komprehensif dan terintegrasi dari tumbuhan obat ini di
kalangan dokter.
5. Belum adanya upaya pengenalan dini terhadap tumbuhan yang berkhasiat obat di
institusi pendidikan, yang sebaiknya dimulai dari pendidikan dasar.
Pengetahuan tradisional atau pengetahuan lokal sering diistilahkan dengan sebutan
kearifan tradisional (Parthiban et al., 2016). Kearifan adalah semua bentuk pengetahuan,
keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun
perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis (Khallouki et al., 2017).
Kearifan tradisional menyangkut pengetahuan, pemahaman adat dan kebiasaan tentang
manusia, alam, dan bagaimana relasi diantara semua penghuni komunitas ekologis harus
dibangun (M.K and B.O, 2017).
Sistem pengetahuan yang dimiliki masyarakat secara tradisi merupakan salah satu
bagian dari kebudayaan suku bangsa itu sendiri, yang mana melibatkan hubungan antara
manusia dengan lingkungan yang ditentukan oleh kebudayaan setempat sebagai
pengetahuan yang diyakini serta menjadi sistem nilai (Khallouki et al., 2017). Pengobatan
tradisional merupakan salah satu pengetahuan tradisional masyarakat berupa semua upaya
pengobatan dengan cara lain di luar ilmu kedokteran berdasarkan pengetahuan yang
berakar pada tradisi tertentu dan dilakukan secara turun temurun (Doyle, Asiala and
Fernández, 2017). Selain itu pengobatan tradisional juga telah teruji memberikan
sumbangsihnya terhadap kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
11
F. Roadmap Penelitian
Rencana kegiatan penelitian ini disajikan dalam roadmap penelitian sebagai berikut:
Gambar 1. Roadmap penelitian
Daun
Akar
Buah
Batang
Biji
Bunga
Pengobatan
Pakan ternak Furniture
Kesehatan Kuisioner
Kamera
Alat tulis
Manfaat Tanaman
Cara penggunaan
Penyebaran
Habitat
Jenis tanaman
Manusia
Pengetahuan
Perlengkapan
Wawancara
Analisis
Data
Publikasi
HAKI Uji klinis
Proses
Tindak lanjut
12
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Alur Penelitian
Gambar 2. Alur Penelitian
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilakukan pada bulan Agustus 2018 sampai bulan
April 2019. Penelitian dilakukan di Provinsi Bogor dengan mengambil sampel tempat
secara acak di tiap Kabupaten. Wawancara dan pengumpulan sampel tanaman dilakukan
secara langsung kepada masyarakat setempat diikuti dengan inventarisasi tanaman yang
ditemukan di lapangan.
C. Metode Pelaksanaan
Penelitian dilakukan dengan cara survey sekaligus mengumpulkan data dari
masyarakat menggunakan metode snowball sampling. snowball sampling artinya
pengumpulan data diperoleh dari sumber utama yang dapat bercabang menjadi beberapa
sumber informasi. Informan di tentukan berdasarkan keterangan dari tokoh masyarakat,
Pengumpulan
data Jenis tanaman
Analisi Data
Survey
Pengumpulan referensi
Wawancara
Publikasi
Informan Informan Informan Informan
Nilai guna
13
kepala adat, kepala suku, kepala desa, kepala kampung dan masyarakat setempat (Mathur
and Sundaramoorth, 2013).
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah variasi genotif dari 4 jenis tumbuhan lumut atau
bryophyte dari genus Marchantia, yaitu Marchantia emarginata (Em), Marchantia
geminate (Ge), Marchantia paleacea (Pa) dan Marchantia polymorpha (Po). Untuk
mendapatkan atau mengetahui genotif tersebut maka digunakan metode ISSR.
E. Langkah Kerja
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu:
1. Observasi
Observasi dilakukan pada saat awal penelitian yang meliputi survey lokasi, penentuan
lokasi dan studi literatur. Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi dan
gambaran yang jelas apabila keterangan yang dimiliki tentang masalah yang diteliti
masih kurang jelas.
2. Penentuan Informan
Sampling informan dilakukan dengan cara mencari informasi dari masyarakat
menggunakan metode Snowball sampling dengan penentuan jumlah sampel yang
semula kecil kemudian dikembangkan untuk mencari informan yang lain guna
memperbesar data dan meningkatkan validitas sehingga informasi yang diperoleh dapat
menjawab masalah yang diteliti. Informan ditentukan berdasarkan rekomendasi atau
keterangan dari tokoh masyarakat, kepala adat, kepala suku, kepala desa/kampung dan
masyarakat setempat (Surata, Gata and Sudiana, 2015). Teknik Snowball sampling
melibatkan beberapa sampel yang berhubungan dengan penelitian. Sampel atau
informan setelah diwawancari kemudian diminta memberikan rekomendasi informan
lain untuk diwawancarai, demikian seterusnya hingga data dianggap cukup untuk suatu
daerah/lokasi. Melihan Provinsi Bogor yang sangat luas, maka lokasi ditentukan secara
random sampling.
3. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh dan mengumpulkan data nyata dari penduduk
yang menggunakan tanaman obat. Data wawancara berupa keterangan lisan dari
narasumber atau responden tertentu. Metode wawancara pada penelitian ini dilakukan
14
secara semi terstruktur yaitu dengan mewawancarai responden dengan beberapa
pertanyaan yang sudah dibuat, kemudian pertanyaan tersebut satu persatu diperdalam
untuk mencari informasi atau keterangan lebih lanjut. Kegiatan wawancara ini
dilakukan guna mendapatkan data jenis-jenis tanaman obat yang masih digunakan oleh
penduduk lokal (Iskandar and Iskandar, 2015; Aziz et al., 2018). Pedoman wawancara
yang digunakan antara lain berisi pertanyaan mengenai nama lokal tanaman, bagian
yang dimanfaatkan, sejarah tumbuhan yang dimanfaatkan, asal pengetahuan yang
didapat mengenai pemanfaatan tanaman tersebut, cara menggunakannya dan cara
pelestariannya.
4. Dokumentasi
Dokumentasi kegiatan penelitian berupa lembar kuisioner dan rekaman wawancara
dengan informan. Selain itu, dokumentasi juga dilakukan dengan mengambil gambar
saat wawancara dan terhadap spesies tanaman yang ditemukan. Sampel tumbuhan yang
ditemukan dideterminasi dengan buku taksonomi. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara wawancara kemudian dimasukkan ke dalam lembar kuisioner yang telah disusun
secara terstruktur. Data yang terkumpul didokumentasikan untuk kemudian dilakukan
analisis.
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis
deskriptif digunakan untuk menggambarkan jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan, bagia-bagian
yang dimanfaatkan, cara penggunaanya dan pengolahannya. Untuk mendukung hasil penelitian
ini, analisis data juga dilakukan terhadap data informan seperti usia, jenis kelamin, pendidikan dan
pekerjaan. Selajutnya, data tanaman obat yang terkumpul dihitung nilai guna (use value) dengan
mengacu pada rumus Philips dan Gentry (1993) sebagai berikut (Lamrani and Rachida, 2018):
UVis= ∑����
���
Keterangan: UVis : nilai kegunaan (manfaat) suatu jenis tertentu (i) yang dsisampaikan oleh informan (s) ∑Vis: jumlah seluruh keguanaan jenis (i) yang dijelaskan setiap kali bertanya Nis : jumlah total informan yang diwawancarai untuk nilai guna jenis
G. Indikator Capain Hasil Penelitian
Hasil akhir atau target yang diharapkan dari penelitian ini adalah publikasi jurnal
ilmiah Internasioanl sesuai yang telah dikemukan. Hasil penelitian yang dipublikasikan
15
adalah karakteristik etnofarmakologi dari jenis tanaman yang ditemukan. masing-masing
spesies
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Deskrispi Wilayah Penelitian
Telah dilakukan penelitian mengenai etnofarmakologi dan distribusi pengetahuan tentang
pemanfaatan tanaman obat masyarakat Bogor. 4 kabupaten yaitu Kabupaten Lebak,
Serang, Pandeglang, dan Tangerang telah dipilih secara random sampling sebagai tempat
pengambilan sampel. Metode survey menurut Sugiyono (2010) digunakan untuk
mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti
melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner,
test, wawancara terstruktur dan sebagainya (perlakuan tidak seperti dalam eksperimen).
Responden ditentukan secara purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel
sumber data dengan pertimbangan tertentu. Selama survei, 25 orang telah diwawancarai
yang tersebar di 4 lokasi sampling. Usia rata-rata responden bervariasi antara 40 dan 81
tahun dan lebih dari 50% berusia diatas 50 tahun.
B. Hasil
Pengetahuan tradisional selalu membentuk dasar untuk pengembangan semua obat-obatan
modern yang diturunkan dari tumbuhan sebagai hasil dari tindak lanjut ilmiah pengetahuan
tradisional atau etnis. Semua adalah penyembuh tradisional, jamu, pemburu atau orang nomaden
tua dengan pengetahuan tentang tanaman. Hasil penelitian menunjukan terdapat 48 jenis
tanaman, terdiri dari 32 famili, yang dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat sekitar
Bogor.
Table 1. Jenis tanaman yang dimanfaatkan masyarakat sekitar Bogor sebagai tanaman obat.
No. Famili Nama Ilmiah Nama Umum/ Lokal
1. .
Acantaceae
Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees Sambiloto Strobilanthes crispa Bl. Keji beling/ Pecah beling
Hamigraphis alternata (Burm.f.) T. Anderson Sambung darah/ Sambang getih/ Reundeu beureum
2.
Annonaceae
Cananga odorata (Lamk.) Hook & Thomson Kenanga Annona muricata L. Sirsak/ Nangka selong Annona squamosa L. Srikaya/ Sarikaya
3. Apocynaceae Allamanda cathartica L. Alamanda 4. Araliaceae Polyscias scutellaria (Burm.f.) Fosberg. Mangkokan 5. Asparagaceae Dracaena angustifolia (Medik.) Roxb. Suji 6. Asteraceae Eclipta prostrata L. Urang-aring 7. Basselanceae Anredera cordifolia (Ten.) Steenis Binahong 8. Caricaceae Carica papaya Pepaya
9. Compositae
Vernonia amygdalina Delile Asia Afrika/ daun insulin Chromolaena (L.) R.M. King & H. Rob. Daun Merdeka/ enye-enye
10. Crassulaceae Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken Syn. Kalanchoe pinnata (Lam.) Pers.
Sosor bebek/ cocor bebek
17
Terdapat 32 famili, jumlah dari masing-masing famili yang di dapat antara lain
famili Acantaceae (3 spesies), Annonaceae (3 spesies), Apocynaceae (1 spesies),
Araliaceae (1 spesies), Asparagaceae (1 spesies), Asteraceae (1 spesies), Basselanceae(1
spesies), Caricaceae (1 spesies), Compositae (2 spesies), Crassulaceae (1 spesies),
Cucurbitaceae (1 spesies), Euphorbiaceae (4 spesies), Lamiaceae (2 spesies), Leguminosae
(4 spesies), Lyhtraceae (1 spesies), Malvaceae (1 spesies), Melastomataceae (1 spesies),
Menispermaceae (1 spesies), Oxalidaceae (1 spesies), Pandanaceae (1 spesies),
Phyllanthaceae (1 spesies), Piperaceae (2 spesies), Pocynaceae (1 spesies), Rosaceae (1
spesies), Rubiaceae (1 spesies), Rutaceae (2 spesies), Solanaceae (1 spesies), Talinaceae
(3 spesies), Tymelaeaceae (1 spesies), Xanthorrhoeaceae (1 spesies), dan Zingiberaceae (4
spesies).
Table 2. Jenis tanaman yang dimanfaatkan masyarakat sekitar Bogor sebagai tanaman obat.
11. Cucurbitaceae Cucumis sativus L. Timun Mungil/ Timun Kelinci
12. Euphorbiaceae
Jatropha curcas L. Jarak Pagar Jatropha grossidentata Pax & K. Hoffm Jarak Ulung/ Jarak Merah
Jatropha multifida L. Jarak Tintir/ Penicilin/ daun yodium
Euphorbia tirucalli L. Patah Tulang
13. Lamiaceae
Ocimum americanum L. Kemangi/ Seraung Orthosiphon aristatus (Blume) Miq. Kumis kucing
14. Leguminosae
Clitoria ternatea L. Kembang Telang Cynometra cauliflora L. Namnam/ Anjing-anjingan Abrus precatorius L. Saga rambat Tamarindus indica L. Asem
15. Lyhtraceae Punica granatum L. Delima 16. Malvaceae Hibiscus sabdariffa L. Rosella
17. Melastomataceae
Melastoma malabathricum L. Senggani/ Harendong
18. Menispermaceae Tinospora crispa (L.) Hook.f. & Thomson Brotowali 19. Oxalidaceae Averrhoa curambola L. Belimbing Manis 20. Pandanaceae Pandanus amaryllifolius Roxb. Pandan 21. Phyllanthaceae Sauropus androgynus (L.) Merr. Katuk
22. Piperaceae
Piper betle L. Sirih Piper crocantum Ruiz & Pav. Sirih Merah
23. Pocynaceae Catharanthus roseus Tapak Dara 24. Rosaceae Rosa × felicita Moldenke Mawar Merah Muda 25. Rubiaceae Morinda citrifolia Mengkudu
26. Rutaceae
Citrus sinensis (L.) Osbeck Jeruk Peras Murraya paniculata (L.) Jack Kemuning
27. Solanaceae Physalis angulata L. Ceplukan/ Cecendetan 29. Talinaceae Talinum paniculatum (Jacq.) Gaertn Poslen/ Ginseng 30. Tymelaeaceae Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. Mahkota Dewa
31. Xanthorrhoeaceae
Aloe vera (L.) Burm.f. Lidah buaya
32. Zingiberaceae
Zingiber montanum (J. Koenig) Limk ex A. Dietr
Bangle/ Panglai
Zingiber officinale Roscoe Jahe Curcuma longa L. Kunyit/ Koneng Languas galangal Lengkuas/ Laja
18
No. Nama Ilmiah Bagian yang digunakan
Manfaat Cara pengolahan
1. Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees
Daun Diabetes Direbus lalu diminum airnya.
2 Strobilanthes crispa Bl. Daun Kencing batu, batu ginjal
Direbus lalu diminum airnya.
3 Hamigraphis alternata (Burm.f.) T. Anderson
Daun Sulit buang air seni, batu ginjal
Direbus lalu diminum airnya. Untuk batu ginjal makan daun reundeu segar sebagai lalapan.
4 Cananga odorata (Lamk.) Hook & Thomson
Bunga
Malaria, asma, sesak napas, bronkitis, sakit kuning
Direbus lalu diminum airnya atau diseduh dengan air panas, tutup rapat dan dinginkan lalu minum.
5 Annona muricata L. Daun Diabetes, kolesterol, asam urat
Direbus lalu diminum airnya.
6 Annona squamosa L. Daun Asam urat Direbus lalu diminum airnya.
7 Allamanda cathartica L. Daun Bisul Ditumbuk lalu balurkan pada tempat yang sakit.
8 Polyscias scutellaria (Burm.f.) Fosberg.
Daun Luka, menyuburkan rambut
Ditumbuk lalu taruh diatas luka kemudian dibalut kain. Untuk rambut, iris-iris daun mangkokan lalu campurkan dengan minyak kelapa.
9 Dracaena angustifolia (Medik.) Roxb.
Daun Batuk, luka Direbus lalu diminum airnya.
10 Eclipta prostrata L. Seluruh bagian tanaman
Menghitamkan rambut, mencegah rambut beruban sebelum waktunya
Ditumbuk lalu gosokan pada rambut dan kulit kepala
11 Anredera cordifolia (Ten.) Steenis
Seluruh bagian tanaman
Diabetes, stroke, asam urat
Direbus lalu diminum airnya
12 Carica papaya Buah Sembelit Dikupas lalu dimakan
13 Vernonia amygdalia Delile
Daun Tekanan darah tinggi, kolesterol, Diabetes
Direbus lalu diminum airnya
14 Chromolaena (L.) R.M. King & H. Rob.
Daun Luka Ditumbuk lalu taruh diatas luka
15
Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken Syn. Kalanchoe pinnata (Lam.) Pers.
Daun Bisul, koreng atau luka
Ditumbuk, lalu disaring airnya diminum dan ampasnya tempelkan pada bagian tubuh yang terdapat kelainan kulit
16 Cucumis sativus L. Buah
Asma, bronkitis, penyakit kuning, mengatur kadar gula darah
Makan buahnya sebagai lalapan atau langsung.
17 Jatropha curcas L. Daun Gatal-gatal Panaskan daun segar di atas api sampai lemas, lalu letakan pada bagian tubuh yang gatal.
18 Jatropha grossidentata Pax & K.Hoffm
Daun Kembung, Susah buang air besar
Panaskan daun segar di atas api sampai lemas, tempelkan pada perut selagi hangat.
19 Jatropha multifida L. Daun atau Getah
Luka baru Getah daun jarak yang masih muda diteteskan pada luka.
20 Euphorbia tirucalli L. Batang atau Getah
Sakit gigi Teteskan getah pada kapas, lalu sumbatkan kapas pada gigi yang sakit atau berlubang.
21 Ocimum americanum L. Seluruh bagian tanaman
Bau badan, panu Dimakan langsung sebagai lalapan
22 Orthosiphon aristatus (Blume) Miq.
Seluruh bagian tanaman
Batu ginjal, diabetes, melancarkan air seni, darah tinggi
Direbus lalu diminum airnya.
23 Clitoria ternatea L. Bunga Radang mata merah Rendam bunga sampai air menjadi biru, lalu gunakan untuk mencuci mata.
24 Cynometra cauliflora L. Buah dan daun
Diare, sembelit, melancarkan air seni, diabetes, darah
Buah dikupas dan dimakan langsung atau dirujak. Untuk daun direbus lalu diminum airnya.
19
tinggi, pelangsing tubuh
25 Abrus precatorius L. Daun Sariawan, batuk, serak, amandel, sakit tenggorokan
Direbus atau diseduh dengan air panas, lalu diminum airnya.
26 Tamarindus indica L. Buah dan Daun
Batuk Direbus lalu diminum airnya.
27 Punica granatum L. Buah Kanker, penyakit jantung
Dikupas, lalu dimakan secara langsung
28 Hibiscus sabdariffa L. Bunga
Tekanan darah tinggi, meningkatkan sistem imun
Direbus lalu diminum airnya.
29 Melastoma malabathricum L.
Daun Luka bakar, luka berdarah
Ditumbuk lalu taruh diatas luka kemudian dibalut kain
30 Tinospora crispa (L.) Hook.f. & Thomson
Batang Diabetes, rematik Direbus lalu diminum airnya.
31 Averrhoa curambola L. Buah Sakit tenggorokan, Batuk
Dikunyah/ dimakan langsung
32 Pandanus amaryllifolius Roxb.
Daun Tidak nafsu makan, diabetes
Direbus lalu diminum airnya.
33 Sauropus androgynus (L.) Merr.
Daun Mengatasi anemia, melancarkan air susu
Dimasak sebagai sayur.
34 Piper betle L. Daun
Keputihan, bau badan atau mulut, radang, meredakan mimisan
Direbus lalu gunakan airnya membasuh atau kumur-kumur. Untuk mimisan, daun segar digulung, kemudian dimasukan ke dalam lubang hidung.
35 Piper crocantum Ruiz & Pav.
Daun Keputihan, bau badan prostat, batuk, jantung
Direbus lalu gunakan airnya membasuh atau minum.
36 Catharanthus roseus Daun Malaria, tekanan darah tinggi, asma
Direbus lalu diminum airnya.
37 Rosa × felicita Moldenke
Bunga Jerawat Rendam bunga mawar pada air hangat, lalu gunakan airnya untuk membasuh muka
38 Morinda citrifolia Buah Tekanan darah tinggi, Diabetes
Ditumbuk atau diparut dan diperas dengan kain, lalu diminum.
39 Citrus sinensis (L.) Osbeck
Buah Batuk Diperas lalu minum.
40 Murraya paniculata (L.) Jack
Daun Pelangsing tubuh, haid tidak teratur
Direbus lalu diminum airnya.
41 Physalis angulata L. Seluruh bagian tanaman
Batuk, diabetes Direbus lalu diminum airnya.
42 Talinum paniculatum (Jacq.) Gaertn
Akar Bisul, bengkak Direbus lalu diminum airnya.
43 Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.
Buah Diabetes Iris daging buah, keringkan lalu seduh dengan air/rebus panas kemudian minum
44 Aloe vera (L.) Burm.f. Gel dari daun
Kencing Manis, wasir, rambut Rontok
Direbus lalu diminum. Untuk rambut rontok gosokan gel pada kulit kepala.
45 Zingiber montanum (J. Koenig) Limk ex A. Dietr
Rimpang Demam Ditumbuk atau diparut, saring hasil parutan lalu minum.
46 Zingiber officinale Roscoe
Rimpang Batuk Ditumbuk atau diparut lalu tambahkan air hangat dan minum
47 Curcuma longa L. Rimpang Nyeri haid, Sakit perut
Ditumbuk atau diparut, saring hasil parutan lalu minum.
48 Languas galangal Rimpang Panu Ditumbuk, lalu oleskan dibagian tubuh yang terdapat kelainan kulit
20
Dalam pembuatan ramuan obat dari tanaman, tentu saja diperlukan bagian tanaman
yang berkhasiat untuk mencegah atau menyembuhkan suatu penyakit. Berikut ini adalah
persentase penggunaan bagian tanaman obat oleh masyarakat.
Gambar 1. Persentase bagian tanaman obat yang digunakan oleh masyarakat Umumnya cara pengolahan obat dilakukan dengan cara direbus, namun cara mengolah
tanaman menjadi ramuan obat sangat beragam. Persentase cara pengolahan tanaman obat oleh masyarakat Bogor, tertera pada Gambar 2.
Gambar 2. Persentase bagian tanaman obat yang digunakan oleh masyarakat Bogor.
C. Pembahasan
Tercatat 48 jenis tanaman, terdiri dari 32 famili yang digunakan oleh masyarakat
setempat sebagai obat tradisional (Tabel 1). Tanaman yang sering digunakan berasal dari
famili zingiberaceae karena tanaman ini mudah ditanam dan ditemukan. Rimpang
zingiberaceae mengandung banyak minyak atsiri dan alkaloid yang berkhasiat sebagai
bahan obat (Washikah, 2016). Zingiberaceae biasanya digunakan untuk mengobati
demam, batuk, nyeri haid, sakit perut dan panu.
21
Bagian tanaman yang digunakan yaitu, daun, akar, batang, rimpang, buah, dan
seluruh bagian tanaman (Gambar 1). Cara pengolahan yang biasa digunakan oleh para
responden yaitu ditumbuk atau diparut, direbus, dipanaskan dengan api (dilayukan),
direndam dan juga digunakan secara langsung atau tanpa proses pemasakan atau perebusan
terlebih dahulu. Berdasarkan jenis penyakit yang diobati, tanaman obat yang dimanfaatkan
masyarakat Bogor dapat digolongkan menjadi: 1) obat luka dan penyakit kulit; 2) obat
penyakit dalam seperti malaria, diabetes, kolesterol, penyakit kuning, batu ginjal, asam
urat, darah tinggi, nyeri haid dan sakit perut; 3) obat gejala influenza seperti demam, batuk
dan pilek; 4) obat diare.
Dari Gambar 1 dapat diketahui bahwa persentase penggunaan bagian tanaman pada
daun 50%, rimpang 8%, buah 16%, seluruh bagian tanaman 10%, bunga 10%, batang 4%,
akar 2%. Persentase penggunaan bagian tanaman yang paling banyak adalah daun yaitu
50%. Hal itu mungkin disebabkan oleh jumlah dan luas daun lebih besar dibanding bagian
lain. Selain itu daun memiliki zat klorofil. Zat ini bersifat antiseptik terhadap bakteri
(Joseph, dkk., 2002). Pengolahan daun juga lebih mudah dilakukan dibandingkan bagian
tubuh tanaman lainnya.
Cara pengolahan (Gambar 2) penggunaan tumbuhan obat oleh masyarakat
tergolong sederhana yaitu 23% ditumbuk atau diparut, 50% direbus, 4% dipanaskan
dengan api atau dilayukan, 19% digunakan langsung, dan 4% dengan cara direndam. Cara
pengolahan yang paling banyak digunakan yaitu dengan cara direbus, merebus adalah cara
efektif untuk mendapatkan kandungan yang terdapat pada tanaman. Perebusan terhadap
tanaman herbal akan menyebabkan terjadinya perpindahan senyawa-senyawa aktif dari
simplisia ke dalam air (Purwanto, 2016).
Citrus sinensis (L.) Osbeck, merupakan salah satu contoh tanaman yang
dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat Bogor. Bagian buah dari tanaman jeruk
dipercaya daat menyembuhkan batuk. Jeruk peras, seperti namanya cara mengolah jeruk
cukup diperas lalu minum airnya. Pentingnya jeruk manis (Citrus sinensis L.) pada
kesehatan manusia yaitu untuk pengobatan arteriosklerosis, pencegahan kanker, batu
ginjal, perut borok dan penurunan kadar kolesterol, tekanan darah tinggi dan penguatan
sistem kekebalan, sehingga bakteri atau virus tidak mudah masuk kedalam tubuh. Manfaat
kesehatan yang didapat dengan mengkonsumsi jeruk berasal dari vitamin, terutama
vitamin C, senyawa fitokimia seperti liminoid, synephrine, hesperidin flavonoid, polifenol,
pektin dan lain-lain (Etebu & Nwauzoma, 2014).
22
Curcuma longa L., merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai obat
oleh masyarakat, dipercaya dapat mengurangi nyeri haid dan sakit perut. Bagian tanaman
yang digunakan yaitu rimpang. Cara pengolahan hampir sama dengan famili zingiberaceae
lainnya, yaitu ditumbuk atau diparut lalu disaring dan air hasil parutan diminum. Rhizoma
atau rimpang tanaman kunyit yang mengandung phellandrene (1%), sabinene (0.6%),
cineol (1%), borneol (0.5%), zingiberene (25%) dan sesquiterpenes (53%). Kandungan
bahan alami kunyit asam bisa mengurangi keluhan dismenore primer seperti curcumine
dan anthocyanin akan bekerja dalam menghambat reaksi cyclooxygenase sehingga
menghambat atau mengurangi terjadinya inflamasi. Sehingga akan mengurangi atau
bahkan menghambat kontraksi uterus. Mekanisme penghambatan kontraksi uterus melalui
curcumine adalah dengan mengurangi influks ion kalsium (Ca2+) ke dalam kanal kalsium
pada sel-sel epitel uterus (Melin & Soleha, 2016).
23
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Inventarisasi jenis tanaman obat yang dimanfaatkan masyarakat Bogor berhasil
mengidentifikasi 48 jenis tanaman obat yang berasal dari 32 famili. Famili zingiberaceae
paling banyak digunakan sebagai obat oleh masyarakat Bogor dibandingkan 32 famili
lainnya. Masyarakat Bogor memanfaatkan tanaman obat untuk mengobati obat luka dan
penyakit kulit, obat penyakit dalam seperti malaria, diabetes, kolesterol, penyakit kuning,
batu ginjal, asam urat, darah tinggi, nyeri haid dan sakit perut, obat gejala influenza seperti
demam, batuk dan pilek, dan obat diare. Penggunaan bagian tanaman obat terbanyak
adalah daun dan cara pengolahan tanaman obat yang paling banyak digunakan yaitu
dengan cara direbus.
B. Saran
Perlu dilakukan kajian penelitian yang lebih luas atau memperbanyak sample untuk
lebih merepresentatifkan hasil. Studi literatur yang kami lakukan telah membuktikan
bahwa hamper 95% jenis tanaman telah dimanfaatkan untuk pengobatan. Kajian medis
untuk tanaman yang ditemukan sangat penting untuk dilakukan guna mengungkap
kebenaran secara ilmiah.
24
BAB VI LUARAN PENELITIAN
Luaran yang akan dihasilkan dalam penelitian ini adalah artikel ilmiah yang akan dipublikasikan pada jurnal nasional. Jurnal yang menjadi target publikasi adalah sebagai berikut:
IDENTITAS JURNAL 1 Nama Jurnal Jurnal Biosains
2 Website Jurnal https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/biosains/in
dex
3 Status Makalah Submited
4 Jenis Jurnal Nasional
4 Tanggal Submit June 17, 2019
5 Bukti Screenshot submit
IDENTITAS SEMINAR 1 Nama Jurnal
2 Website Jurnal
3 Status Makalah
25
4 Jenis Prosiding
4 Tanggal Submit
5 Bukti Screenshot submit
IDENTITAS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL 1 Nama Karya
2 Jenis HKI
3 Status HKI
4 No Pendaftaran
26
DAFTAR PUSTAKA
Akgul, A. et al. (2018) ‘An ethnobotanical study in Midyat (Turkey), a city on the silk road where cultures meet’, Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, 14(1), pp. 1–18. doi: 10.1186/s13002-017-0201-8.
Aziz, M. A. et al. (2018) ‘Traditional uses of medicinal plants practiced by the indigenous communities at Mohmand Agency, FATA, Pakistan’, Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, 14(1), pp. 1–16. doi: 10.1186/s13002-017-0204-5.
Bhat, J. a et al. (2013) ‘Informants’ consensus on ethnomedicinal plants in Kedarnath Wildlife Sanctuary of Indian Himalayas’, Journal of Medicinal Plants Research, 7(4), pp. 148–154. doi: 10.5897/JMPR12.599.
Brouwer, N. et al. (2005) ‘An Ethnopharmacological Study of Medicinal Plants in New South Wales’, Molecules, 10(10), pp. 1252–1262. doi: 10.3390/10101252.
Chakraborty, T., Saha, S. and Bisht, N. (2017) ‘First Report on the Ethnopharmacological Uses of Medicinal Plants by Monpa Tribe from the Zemithang Region of Arunachal Pradesh, Eastern Himalayas, India’, Plants, 6(1), p. 13. doi: 10.3390/plants6010013.
Christaki, E. V. and Florou-Paneri, P. C. (2010) ‘Aloe vera : A plant for many uses Aloe vera : A plant for many uses’, Journal of Food, Agriculture & Environment, 8(2), pp. 245–249.
Doyle, B. J., Asiala, C. M. and Fernández, D. M. (2017) ‘Relative importance and knowledge distribution of medicinal plants in a Kichwa community in the Ecuadorian Amazon’, Ethnobiology Letters, 8(1), pp. 1–14. doi: 10.14237/ebl.8.1.2017.777.
Elansary, H. O. et al. (2015) ‘Diversity of plants, traditional knowledge, and practices in local cosmetics: A case study from Alexandria, Egypt’, Economic Botany, 69(2), pp. 114–126. doi: 10.1007/s12231-015-9308-9.
Fetati, A. and Lassouani, A. (2018) ‘Chemical Composition of Leaves and Fruits of a South Algerian Pistacia Atlantica Desf. Ecotype’, pp. 1415–1417.
Fonseca, F. N. and Balick, M. J. (2018) ‘Plant-Knowledge Adaptation in an Urban Setting: Candomblé Ethnobotany in New York City’, Economic Botany, (X), pp. 1–15. doi: 10.1007/s12231-018-9405-7.
Iskandar, J. and Iskandar, B. S. (2015) ‘Studi etnobotani keanekaragaman tanaman pangan pada “Sistem Huma” dalam menunjang keamanan pangan Orang Baduy’, in PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON, pp. 1265–1272. doi: 10.13057/psnmbi/m010601.
Khallouki, F. et al. (2017) ‘Ethnobotanic, ethnopharmacologic aspects and new phytochemical insights into moroccan argan fruits’, International Journal of Molecular Sciences, 18(11). doi: 10.3390/ijms18112277.
Kinasih, I., Supriyatna, A. and Rusputa, R. N. (2013) ‘Uji toksisitas ekstrak daun babadotan (ageratum conyzoides linn) terhadap ikan mas ( cyprinus carpio linn.) Sebagai organisme non-target’, Jurnal Istek, 7(2), pp. 121–132. Available at: http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/istek/article/view/255.
Kujawska, M. et al. (2017) ‘Medicinal plant diversity and inter-cultural interactions between indigenous guarani, criollos and polish migrants in the subtropics of Argentina’, PLoS ONE, 12(1), pp. 1–21. doi: 10.1371/journal.pone.0169373.
27
Lamrani, M. and Rachida, A. (2018) ‘Rapid risk assessment to harvesting of wild medicinal and aromatic plant species in Morocco for conservation and sustainable management purposes’, Biodiversity and Conservation. Springer Netherlands. doi: 10.1007/s10531-018-1565-3.
Leso, L. K. et al. (2017) ‘Ethnobotany at a local scale: Diversity of knowledge of medicinal plants and assessment of plant cultural importance in the Polokwane local municipality, South Africa’, Botany Letters. Taylor & Francis, 164(1), pp. 93–102. doi: 10.1080/23818107.2016.1268064.
Liu, Y. et al. (2018) ‘Plants traditionally used to make Cantonese slow-cooked soup in China’, Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, 14(1). doi: 10.1186/s13002-018-0206-y.
M.K, O. and B.O, A. (2017) ‘Cheklist of Plants Used Traditionally to treat Menstrual Disorders in Ekiti-State, Nigeria. Need for Conservation as a Sustainable Practice in Healthcare Management in Rural Areas.’, IOSR Journal of Pharmacy and Biological Sciences, 12(01), pp. 10–16. doi: 10.9790/3008-1201041016.
Mathur, M. and Sundaramoorth, S. (2013) ‘Census of approaches used in quantiative ethbobotany’, Studies on Ethno-Medicine, 7(1), pp. 31–58. doi: 10.1080/09735070.2013.11886445.
Nolan, J. M. and Turner, N. J. (2011) ‘Ethnobotany: The Study of People-Plant Relationships’, in Ethnobiology. John Wiley & Sons, Inc, pp. 133–147. doi: 10.1002/9781118015872.ch9.
Ou‑yang, S. et al. (2018) ‘2018 - Ou‑yang - Dioscorea nipponica Makino.pdf’, Chemistry Central Journal, 12(57). doi: 10.1186/s13065‑018‑0423‑4.
Parthiban, R. et al. (2016) ‘Quantitative traditional knowledge of medicinal plants used to treat livestock diseases from Kudavasal taluk of Thiruvarur District, Tamil Nadu, India’, Brazilian Journal of Pharmacognosy. Sociedade Brasileira de Farmacognosia, 26(1), pp. 109–121. doi: 10.1016/j.bjp.2015.07.016.
Razak, N. I. A., Othman, R. and Pahang, J. T. (2017) Ethnobotanical Study on Plant Materials Used in Malay Traditional Post-partum Bath (Mandi Serom) Among Malay Midwives in Kedah, Proceedings of the Second International Conference on the Future of ASEAN (ICoFA) 2017 – Volume 2. Springer Singapore. doi: 10.1007/978-981-10-8471-3.
Razaq, M. et al. (2017) ‘Influence of nitrogen and phosphorous on the growth and root morphology of Acer mono’, Plos One, 12(2), p. e0171321. doi: 10.1371/journal.pone.0171321.
Rosero-Toro, J. H. et al. (2018) ‘Cultural significance of the flora of a tropical dry forest in the Doche vereda (Villavieja, Huila, Colombia)’, Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, 14(1), pp. 1–16. doi: 10.1186/s13002-018-0220-0.
Roué, M. et al. (2016) Indigenous and Local Knowledge of Biodiversity and Ecosystem Services in Europe and Central Asia. Edited by K. McLean. Paris: UNESCO.
Salim, Z. and Munadi, E. (2017) Info komoditi tanaman obat. Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Available at: http://bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/12/Isi_BRIK_Tanaman_Obat.pdf.
28
Scala, K. Di et al. (2013) ‘Chemical and physical properties of aloe vera (Aloe barbadensis Miller) gel stored after high hydrostatic pressure processing’, Food Science and Technology (Campinas), 33(1), pp. 52–59. doi: 10.1590/S0101-20612013005000002.
Sharifi-Rad, J. et al. (2017) Biological activities of essential oils: From plant chemoecology to traditional healing systems, Molecules. doi: 10.3390/molecules22010070.
Soldati, G. T. and Albuquerque, U. P. (2016) ‘Are the evolutionary implications of vertical transmission of knowledge conservative?’, Ethnobiology and Conservation, 5(2016), pp. 1–9. doi: 10.15451/ec2016-6-5.2-1-09.
Surata, I. K., Gata, I. W. and Sudiana, I. M. (2015) ‘Studi Etnobotanik Tanaman Upacara Hindu Bali sebagai Upaya Pelestarian Kearifan Lokal’, 05, pp. 265–284.
Susilo and Suciati, R. (2016) ‘Studies of Morphological and Secondary Metabolites Variaty of Mosses (Bryophyta) in Cibodas, West Java’, Int. J. Adv. Res, 4(12), pp. 2320–5407. doi: 10.21474/IJAR01/2536.
Tuasha, N., Petros, B. and Asfaw, Z. (2018) ‘Medicinal plants used by traditional healers to treat malignancies and other human ailments in Dalle District, Sidama Zone, Ethiopia’, Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, 14(1), pp. 1–21. doi: 10.1186/s13002-018-0213-z.
Voeks, R. (2017) ‘Ethnobotany’, in The International Encyclopedia ofGeography. John Wiley & Sons, Ltd. doi: 10.1002/9781118786352.wbieg0300.
Voeks, R. and Rashford, J. (2013) ‘African ethnobotany in the Americas’, Ethnobotany Letters, 4, pp. 107–109. doi: 10.1007/978-1-4614-0836-9.
Walujo, E. B. (2011) ‘Sumbangan ilmu etnobotani dalam memfasilitasi hubungan manusia dengan tumbuhan dan lingkungannya’, Jurnal Biologi Indonesia, 7(2), pp. 375–391.
Watkins, C. (2013) ‘African ethnobotany in the Americas’, African Ethnobotany in the Americas. Taylor & Francis, LLC. doi: 10.1007/978-1-4614-0836-9.
29
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan
1