Laporan Akhir Kajian Kerja Sama Bilateral RI UE 1

41
KAJIAN KERJA SAMA BILATERAL INDONESIA – UNI EROPA DI BIDANG EKONOMI DAN KEUANGAN Kerjasama Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral Kementerian Keuangan RI dan Program Studi Kajian Wilayah Eropa Program Pascasarjana Universitas Indonesia 2012

Transcript of Laporan Akhir Kajian Kerja Sama Bilateral RI UE 1

  • KAJIAN KERJA SAMA BILATERAL

    INDONESIA UNI EROPA

    DI BIDANG EKONOMI DAN KEUANGAN

    Kerjasama

    Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral Kementerian Keuangan RI

    dan

    Program Studi Kajian Wilayah Eropa Program Pascasarjana Universitas Indonesia

    2012

  • ii

    DAFTAR ISI

    halaman

    DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii

    DAFTAR GRAFIK ................................................................................................................... iii

    KATA PENGANTAR ............................................................................................................... iv

    EXECUTIVE SUMMARY ........................................................................................................ v

    BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

    1.1. Latar Belakang Penelitian ..................................................................................................... 1

    1.2. Metodologi Penelitian ........................................................................................................... 2

    1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................................................... 2

    1.4. Struktur Laporan Hasil Penelitian ......................................................................................... 3

    BAB II HUBUNGAN EKONOMI INDONESIA-UNI EROPA ............................................ 4

    2.1. Hubungan Perdagangan Indonesia dan Uni Eropa ................................................................ 4

    2.2. Hubungan Investasi Indonesia dan Uni Eropa ...................................................................... 7

    2.3. Bantuan Ekonomi dan Keuangan Uni Eropa kepada Indonesia ........................................... 9

    BAB III ANALISIS KEKUATAN, KELEMAHAN, HAMBATAN DAN PELUANG KERJA SAMA INDONESIA- UNI EROPA ........................................................... 12

    3.1. Kekuatan dan Kelemahan Indonesia .................................................................................... 12

    3.1.1. Kekuatan Indonesia ........................................................................................................... 12

    3.1.2. Kelemahan Indonesia ........................................................................................................ 13

    3.2. Kekuatan dan Kelemahan Uni Eropa ................................................................................... 16

    3.2.1. Kekuatan Uni Eropa .......................................................................................................... 16

    3.2.2. Kelemahan Uni Eropa ....................................................................................................... 17

    3.3. Hambatan Kerjasama Ekonomi Indonesia- Uni Eropa ........................................................ 18

    3.3.1. Hambatan Kerjasama Ekonomi dari Sisi Indonesia .......................................................... 18

    3.3.2. Hambatan Kerjasama Ekonomi dari Sisi Uni Eropa ......................................................... 21

    3.4. Peluang Kerjasama Ekonomi antara Indonesia dan EU ....................................................... 22

    BAB IV REKOMENDASI KEBIJAKAN KERJA SAMA BILATERAL INDONESIA EU .................................................................................................... 24

    REFERENSI ................................................................................................................................ 30

  • iii

    DAFTAR GRAFIK

    halaman

    Grafik 1. Ekspor Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan ............................................................ 5

    Grafik 2. Perkembangan Ekspor Indonesia ke Uni Eropa .......................................................... 5

    Grafik 3. Ekspor Indonesia Ke Uni Eropa berdasarkan Jenis Barang ......................................... 6

    Grafik 4. Impor Indonesia Berdasarkan Negara Asal ................................................................. 6

    Grafik 5. Perkembangan Impor Indonesia dari Uni Eropa .......................................................... 7

    Grafik 6. Impor Indonesia dari Uni Eropa berdasarkan Jenis Barang ......................................... 7

    Grafik 7. Komposisi FDI di Indonesia berdasarkan negara asal ................................................. 8

    Grafik 8. Posisi FDI per Negara di Indonesia ............................................................................. 9

    Grafik 9. Perkembangan Posisi FDI Uni Eropa di Indonesia ..................................................... 9

    Grafik 10. Nilai Pinjaman Bilateral Indonesia dari Beberapa Negara ........................................ 10

    Grafik 11. Perkembangan Jumlah Pinjaman yang Diterima Indonesia dari Uni Eropa .............. 10

    Grafik 12. Kontribusi Pinjaman dari Uni Eropa terhadap Total Pinjaman yang

    Diterima Indonesia ...................................................................................................... 11

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan

    Rahmat-Nya sehingga terlaksananya penelitian dengan judul Kajian Kerjasama Bilateral

    Indonesia Uni Eropa Di Bidang Ekonomi Dan Keuangan tahun 2012. Penelitian ini

    merupakan kerjasama antara Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral, Badan Kebijakan Fiskal

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan Program Studi Kajian Wilayah Eropa

    Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

    Penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan sejauh mana kerjasama bilateral Indonesia

    Uni Eropa di bidang ekonomi dan keuangan hingga tahun 2012 dan mengapa masih rendahnya

    nilai perdagangan kedua belah pihak serta mengapa Indonesia belum menjadi mitra utama

    kerjasama di bidang ekonomi dan keuangan oleh Uni Eropa. Untuk itu, hasil penelitian ini

    diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan berupa rekomendasi kepada para

    pembuat kebijakan terutama Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral, Badan Kebijakan Fiskal

    Kementerian Keuangan RI.

    Kami menyampaikan penghargaan kepada berbagai pihak yang telah berpartisipasi sehingga

    penelitian ini bisa diselesaikan, termasuk pihak-pihak yang telah memberikan

    masukan/tanggapan pada saat pelaksanaan Focus Group Discussion dan seminar mengenai

    kajian ini.

    Akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif kepada para

    pengambil kebijakan dan pelaku usaha di Indonesia sehingga pada akhirnya bisa meningkatkan

    kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

    Jakarta, Desember 2012

    Kepala Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan

    Decy Arifinsjah

  • v

    Executive Summary

    KAJIAN KERJASAMA BILATERAL INDONESIA UNI EROPA

    DI BIDANG EKONOMI DAN KEUANGAN

    Hubungan ekonomi Indonesia dan Uni Eropa (EU) tidak cukup berkembang walaupun

    sudah terhubung melalui kerangka kerjasama Association of the Southeast Asian Nations

    (ASEAN) dengan mitra dialogue sejak tahun 1980 dan Asia-Europe Meeting (ASEM) sejak

    tahun 1996. Kedua negara kurang memanfaatkan peluang-peluang kerjasama ekonomi. Upaya

    peningkatan hubungan kedua pihak muncul dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan

    menguatnya perekonomian negara-negara Asia Timur; Laporan Bank Dunia tahun 2008

    menunjukkan bahwa sepuluh tahun setelah krisis ekonomi Asia negara-negara Asia Tenggara

    dan Asia Timur Laut berkembang lebih kuat ketimbang kondisi sebelum krisis. Momentum

    inilah yang ingin dimanfaatkan Indonesia dan EU untuk meningkatkan hubungan ekonomi

    dengan menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Partnersip and Cooperation

    (PCA) pada bulan November 2009. Selanjutnya kajian bersama than 2010-2011 menghasilkan

    Report of the EU-Indonesia Vision Group on Trade and Investment Relations yang dilaporkan

    tanggal 28 Juni 2011 merekomendasikan EU dan Indonesia untuk segera memulai negosiasi

    menuju Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).

    1. Perkembangan Hubungan Ekonomi dan Keuangan Indonesia-EU

    Hubungan ekonomi Indonesia-EU dewasa ini sudah meningkat dibanding dekade

    sebelumnya namun hubungan tersebut kurang berkembang sebanding dengan potensi yang

    dimiliki kedua pihak. Indonesia bukan mitra dagang utama EU di Asia Tenggara. Walaupun,

    neraca perdagangan Indonesia terhadap Uni Eropa menunjukkan nilai yang positif, potensi pasar

    EU yang masih kurang dieksploitasi oleh Indonesia. Nilai impor Indonesia dari Uni Eropa

    mengalami peningkatan secara konsisten hingga 2008 sebelum EU mengalami krisis keuangan.

    Di bidang investasi, hubungan Indonesia dan EU tidak sekuat hubungan perdagangan.

    Apabila dibandingkan dengan nilai FDI Uni Eropa ke wilayah ASEAN, yang mencakup lebih

    dari 23% dari total nilai FDI, nilai FDI Uni Eropa ke Indonesia ini sangatlah kecil yaitu hanya

    1,6%. Apabila dilihat posisi net FDI, Indonesia memiliki surplus terhadap EU walaupun nilai

    surplus ini menurun tahun 2009 dan 2010 akibat krisis financial EU.

  • vi

    Walaupun EU mengalami krisis, negara-negara besar EU adalah sumber pendanaan luar

    negeri yang penting bagi Indonesia. Negara-negara tersebut merupakan sumber pinjaman luar

    negeri Indonesia nomor dua terbesar setelah Jepang. Bantuan luar negeri (ODA) EU ke

    Indonesia juga cukup besar bahkan Indonesia menjadi penerima ODA terbesar kedua EU di Asia

    setelah Afganistan yang dilanda perang. Sektor utama penerima ODA EU di Indonesia perioden

    2007 sampai 2013 adalah pengentasan kemiskinan, stimulus pertumbuhan ekonomi melalui

    perdagangan dan investasi, dan peningkatan good governance melalui penegakkan hukum.

    Peningkatan hubungan ekonomi Indonesia dan EU juga terkendala krisis keuangan di EU

    sejak tahun 2008 namun terdapat keinginan kedua belah pihak untuk meningkatkan hubungan

    dagang dan investasi. Sektor-sektor yang menjadi sasaran ODA EU di Indonesia

    memperlihatkan minat EU untuk meningkatkan hubungan ekonomi terutama perdagangan dan

    investasi dengan Indonesia termasuk dengan membantu Indonesia menguatkan sistem hukum

    guna menunjang hubungan ekonomi tersebut.

    2. Kekuatan dan Kelemahan Indonesia dan EU sebagai Mitra dalam Kerjasama Ekonomi

    2.1. Kekuatan dan kelemahan Indonesia

    Indonesia memiliki beberapa kekuatan yang menarik EU untuk menjalin hubungan

    ekonomi yang lebih maju. Kekuatan Indonesia antara lain meliputi: (i) stabilitas makro ekonomi,

    yang dibuktikan dengan angka pertumbuhan ekonomi yang cenderung meningkat stabil dan rasio

    hutang pemerintah yang rendah -bahkan pengelolaan fiskal Indonesia dianggap terbaik se Asia-

    Pasifik; (ii) potensi pasar yang besar, yang menurut World Economic Forum menempati ukuran

    terbesar ke-15 dunia. Besarnya pasar Indonesia ini juga diikuti daya beli yang makin besar dari

    kelas menengah yang makin berkembang.

    Namun demikian, Indonesia juga memiliki beberapa kelemahan yang menghambat

    hubungan ekonomi dengan negara lain, termasuk EU. Pertama, infrastruktur yang buruk dan

    tidak menunjang kegiatan ekonomi merupakan kekurangan Indonesia yang paling sering

    dikeluhkan oleh mitra kerjasama ekonomi termasuk EU. Infrastruktur yang dikeluhkan

    mencakup sarana jalan, fasilitas pelabuhan dan transportasi udara, suplai energy dan jaringan

    telekomunikasi. Kedua, institusi di Indonesia yang tidak efisien, tidak transparan dan masih

    kuatnya budaya dan praktek korupsi menjadi hambatan yang menakutkan bagi mitra kerjasama

    ekonomi. Ketiga, penerapan peraturan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) yang masih lemah

    di Indonesia. Meskipun Indonesia sudah mempunyai berbagai peraturan hukum HKI namun

    dalam implementasinya masih sering terjadi pelanggaran HKI dan penegakan hukumnya kurang

  • vii

    efektif. Keempat, kualitas barang hasil produksi yang sering di bawah standar keamanan,

    keselamatan dan kesehatan, atau kalaupun berhasil mencapai standar maka sering tidak

    konsisten. Kelima, banyaknya hambatan birokrasi terutama masalah perizinan yang memakan

    waktu sehingga cukup sulit dan rumit untuk melakukan aktifitas bisnis di Indonesia. Keenam,

    aspek teknologi yang masih merupakan salah satu titik terlemah dalam perekonomian Indonesia.

    2.2. Kekuatan dan kelemahan EU

    Sebagai mitra dalam hubungan ekonomi, EU juga memiliki kekuatan dan kelemahan yang

    harus diperhitungkan. Kekuatan EU mencakup, pertama, posisi yang kuat dalam organisasi

    internasional sehingga pengaruh dan leverage EU sangat besar dalam menentukan aturan main

    yang terkait dengan hubungan ekonomi. Kedua, inovasi dan teknologi maju yang menjadi

    menggerak perdagangan dan investasi. Ketiga, infrastruktur yang mendukung berbagai aktifitas

    ekonomi sehingga tercapai efisiensi yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan ekonomi. Keempat,

    daya saing utama EU terletak di sumber daya manusia yang berkualitas.

    Meskipun secara umum lebih maju, EU juga memiliki beberapa kelemahan. Pertama,

    ketidak seimbangan fiskal yang berkepanjangan sehingga mengancam kebangkrutan beberapa

    negara. Mengingat interdependensi antar anggota EU cukup tinggi terutama 17 negara yang

    masuk zona Euro, resiko contagion meningkat. Selain itu dalam rangka penanggulangan krisis

    terdapat resiko kenaikan pajak untuk memperkuat keuangan negara dan meningkatnya suku

    bunga pinjaman. Kedua, keberagaman negara-negara anggota EU sehingga daya saing, kemajuan

    sosial dan ekonomi yang tidak merata terjadi antar negara anggota. Ketiga, sistem keuangan EU

    ternyata rentan akibat penggunaaan Euro yang tidak ditunjang oleh kondisi perekonomian yang

    setara. Krisis di euro zone memperlihatkan bahwa penyatuan moneter tanpa penyatuan fiskal

    sangat beresiko dan rentan. Keempat, keberagaman budaya dan bahasa antarnegara anggota EU

    yang menghambat mobilitas sumber daya.

    Selain itu, Masing-masing pihak ternyata memiliki kondisi yang menjadi hambatan pihak

    lain. Beberapa kebijakan EU juga menghambat bagi Indonesia yaitu perluasan anggota EU yang

    menyebabkan EU menjadi inward-looking karena mendahulukan negara-negara anggota ketimbang

    pihak luar, standar mutu import yang tinggi, dan potensi pembatasan impor. Kondisi di Indonesia

    yang menjadi hambatan bagi EU adalah: pertama, kebijakan Pemerintah Indonesia yang berupaya

    melakukan penguatan daya saing industry dalam negeri. Kedua, gangguan keamanan terutama terkait

    aksi unjuk rasa yang menandakan berjalannya proses demokrasi tetapi ternyata berujung anarkis

    membawa dampak negatif bagi kegiatan perekonomian. Ketiga, pasokan energy yang kurang, dan

    keempat, kurangnya laboratorium nasional yang berstandar internasional.

  • viii

    3. Peluang Kerja Sama Ekonomi antara Indonesia dan EU

    Sebagai satu kekuatan pasar dengan satu perangkat peraturan di bidang perdagangan,

    kebijakan tarif, dan prosedur administrasi yang diterapkan di negara anggotanya, Uni Eropa

    memberikan keuntungan dan kemudahan bagi Indonesia untuk mendapatkan akses pasar Eropa.

    Dengan bertambahnya keanggotaan Uni Eropa, maka pasar Uni Eropa akan semakin besar

    populasinya dan kekuatan keuangannya. Namun, penjajakan terhadap Uni Eropa sebagai

    kesatuan atau masing-masing negara Uni Eropa perlu dilakukan secara spesifik. Indonesia

    berpeluang memperluas pasar untuk komoditas-komoditas yang tidak menetapkan standar secara

    ketat seperti komoditas kebutuhan masyarakat konsumen menengah ke bawah di EU. Produk ini

    biasanya diproduksi oleh UKM Indonesia. Dalam sektor pariwisata, pameran budaya dan

    perjalanan wisata ke Indonesia secara lengkap perlu terus diadakan. Perhatian yang serius

    Pemerintah Indonesia diperlukan untuk meningkatkan mutu layanan dan prasarana di daerah

    wisata Indonesia. Dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), EU dan Indonesia

    perlu meningkatkan kerjasama dalam rangka transfer of knowledge. Kerjasama IPTEK tersebut

    di antaranya peningkatan kualitas produk seperti menghasilkan produk yang tahan lama, dan

    kerjasama dengan berbagai universitas di Indonesia.

    4. Rekomendasi Program dan Kebijakan bagi Kementerian Keuangan terkait Kerjasama

    Indonesia EU

    Dari hasil kajian, terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan rekomendasi bagi

    Kementerian Keuangan RI agar Indonesia dapat memperoleh manfaat yang maksimal dari kerja

    sama bilateral ekonomi dan keuangan Indonesia-EU, yaitu:

    a. Rekomendasi Program

    1) Perkuat program Trade Support Program (TSP) I dan II

    Trade Support Program (TSP) I dan II merupakan langkah yang diambil mendorong

    integrasi Indonesia pada sistem perdagangan internasional. TSP I dan diimplementasikan dari

    2005-2008 fokus pada penguatan kapasitas government agencies yang terlibat pada hubungan

    perdagangan antara UE-Indonesia. Fokus program TSP II adalah peningkatan kualitas ekspor

    Indonesia untuk memastikan pemenuhan kualifikasi standar internasional. Untuk mengatasi

    hambatan ini, perlu memaksimalkan fungsi Quality Infrastructure (QI) yang dapat

  • ix

    memastikan bahwa proses dan produk yang diekspor dari Indonesia sesuai dengan standar

    yang berlaku internasional dan meningkatkan traceability.

    2) Percepat negosiasi EU-Indonesia Comprehensive Economic Partnerships Agreement (CEPA)

    Dalam CEPA sebaiknya dibahas tiga elemen penting yang mendukung perdagangan

    bebas antara Indonesia dan Uni Eropa, yaitu: akses pasar, pengembangan kapasitas, fasilitasi

    perdagangan dan investasi. Liberalisasi akses terhadap barang telah dilakukan dengan

    pengurangan hambatan perdagangan (trade barriers) antara UE-Indonesia. Produk yang tidak

    atau kurang sensitif harus dipercepat proses liberalisasinya, sedangkan produk yang sensitif

    diliberalisasikan lebih lambat dengan mempertimbangkan kesiapan Indonesia. Liberalisasi

    terhadap pembatasan kepemilikan asing, akses bisnis, dan persyaratan konten lokal perlu

    dilakukan secara terukur; penyempurnaan sistem one-stop service perlu dilakukan, dan

    inisiatif untuk melakukan Perjanjian Investasi Tunggal (BIT) dapat mempromosikan

    kepastian hukum bagi investor UE dan Indonesia perlu dipertimbangkan.

    Upaya pengembangan kapasitas dilakukan dengan tidak hanya berorientasi pada hasil-

    produk, tetapi harus berorientasi pada hasil-proses sehingga memenuhi persyaratan kesehatan,

    keselamatan, guna menjangkau pasar Uni Eropa. Isu mengenai standar sanitiasi (SPS) dan

    teknis (TBT) kembali perlu diperhatikan, sehingga diperlukan dialog yang mencakup tiga

    level, yaitu: (1) Dialog permanen yang meliputi antar bisnis dengan bisnis dan bisnis dengan

    pemerintah; (2) Dialog dan komitmen teknis yang melibatkan para penyusun undang-undang;

    dan (3) Kerjasama bidang keuangan yaitu bantuan keuangan UE pada bidang-bidang tertentu

    untuk membantu Indonesia untuk memenuhi persyaratan ekspor internasional.

    Penyediaan fasilitas perdagangan dan investasi dapat dilakukan dengan membuka

    kesempatan investasi dari perusahaan-perusahaan UE pada sektor infrastruktur, pekerjaan

    umum infrastruktur, dan kerjasama publik/privat (PPP). Namun perlu pengurangan biaya

    logistik di Indonesia. Baik upaya pengembangan kapasitas maupun upaya penyediaan fasilitas

    perdagangan dan investasi, harus didahului dengan mengidentifikasi sektor-sektor prioritas

    dan dilakukan penyelarasan standar, pengujian, penilaian kesesuaian dan akrediasi. Selain itu

    juga perlu dibahas langkah-langkah konkret dalam mempromosikan elemen hijau dalam

    kerangka kebijakan perdagangan dan investasi UE-Indonesia. Sasaran-sasaran berkelanjutan

    (sustainability) juga perlu dipertimbangakan pengembangan fasilitas dan fasilitas

    perdagangan.

  • x

    b. Rekomendasi Kebijakan secara umum

    1) Peningkatan belanja negara untuk perbaikan infrastruktur

    Salah satu yang menjadi kendala dalam perdagangan baik antara Indonesia dengan EU

    maupun dengan mitra dagang lainnya adalah buruknya infrastruktur di Indonesia.

    Infrastruktur yang kurang memadai akan meningkatkan biaya logistik dan mengurangi

    effisiensi secara keseluruhan. Di samping itu, lemahnya infrastruktur di Indonesia juga

    merupakan salah satu faktor yang menyebabkan investor asing enggan menanamkan

    modalnya di Indonesia. Untuk mengatasi hambatan ini, rekomendasi untuk arah kebijakan

    Kementerian Keuangan adalah untuk meningkatkan belanja negara untuk meningkatkan

    kualitas infrastruktur di Indonesia. Selain itu, tingginya minat investor UE pada pengadaaan

    infrastruktur di Inonesia dapat dilihat sebagai peluang bagi Indonesia untuk mendanai

    kebutuhan infrastrukuturnya. Bersama dengan instansi terkait lainnya, perlu dirumuskan

    kebijakan-kebijakan dan kerangka hukum yang memberikan kepastian bagi investor UE yang

    ingin melakukan investasi pada pengadaan infrastruktur di Indonesia

    2) Keringanan pajak dengan pertimbangan yang sangat ketat

    Untuk meningkatkan hubungan perdagangan antara Indonesia-Uni Eropa, maka perlu

    dipertimbangkan untuk memberikan keringan pajak ini bagi investor yang berinvestasi pada

    industri perikanan, pertanian, barang elektronik, furnitur dan kosmetik. Dengan keringanan

    pajak pendapatan investasi ini, diharapkan akan meningkatkan investasi pada sektor-sektor

    tersebut sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kapasitas ekspor Indonesia ke Uni Eropa.

    Akan tetapi kami menyarankan agar pemberian kebijakan keringanan pembayaran pajak ini

    secara cermat dan ketat, misalnya dilihat dari perhitungan kerusakan lingkungan yang

    ditimbulkan oleh perusahaan tersebut, jumlah penyerapan tenaga kerja, omset yang mereka

    peroleh dan penilaian strategis lainnya.

    3) Pemberian tax holiday dengan pertimbangan yang cermat dan ketat

    Pemberian tax holiday bagi industri yang baru muncul atau pelaku usaha yang menjadi

    pionir pada industrinya. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan stimulus bagi pelaku

    usaha untuk melakukan inovasi kegiatan usaha pada sektor-sektor yang dianggap akan dapat

    memberikan eksternalitas positif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Industri

    yang direkomendaasikan mendapatkan tax holiday ini adalah industri yang melakukan inovasi

    yang mempertimbangkan elemen hijau (green economics). Hal ini didasarkan pada besarnya

    perhatian Uni Eropa pada isu green economic sehingga inovasi dengan mempertimbangkan

    elemen hijau ini dapat membuka kesempatan peningkatan ekspor Indonesia ke Uni Eropa.

  • xi

    4) Pengelolaan utang publik

    Kebijakan pengelolaan utang publik ini perlu dilakukan untuk meningkatkan investment

    grade surat-surat berharga Indonesia. Dengan naiknya peringkat surat utang pemerintah

    Indoneisa diharapkan akan memberikan sinyal positif bagi dunia internasional mengenai

    potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga akan menarik minat investor asing,

    termasuk investor Uni Eropa untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

    5) Pendampingan/pembinaan bagi eksportir/UMKM yang akan mengekspor produknya ke

    negara-negara di Eropa secara berkelanjutan

    Pendampingan/pembinaan bagi eksportir/UMKM yang akan mengekspor produknya ke

    negara-negara di Eropa perlu dilakukan secara berkelanjutan dan dapat berupa pelatihan-

    pelatihan yang dilaksanakan secara berkesinambungan melibatkan unsur pemerintah, swasta dan

    pihak-pihak dari Uni Eropa agar produk-produk Indonesia dapat berkompetisi di pasar Eropa.

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang Penelitian

    Secara bilateral, hubungan Indonesia dengan negara-negara anggota Uni Eropa (European

    Union/EU) sudah terjalin lama sebelum hubungan EU menandatangi kerjasama antar kawasan

    dengan Association of the Southeast Asian Nations (ASEAN) tahun 1980. Baik EU maupun

    Indonesia mempunyai perwakilan tetap di ibu kota masing-masing yang menunjukkan besarnya

    kepentingan dan perhatian antara kedua pihak. Walaupun terjadi beberapa hambatan dalam

    bidang politik ASEAN-EU yang menghambat perkembangan hubungan inter-regional ini,

    hubungan ekonomi Indonesia-EU terus meningkat dewasa ini.

    Momentum peningkatan hubungan ekonomi secara signifikan terjadi pada November 2009

    ketika Indonesia dan EU menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Partnersip

    and Cooperation (PCA). Perjanjian ini meneguhkan dasar-dasar kerjasama kedua pihak di masa

    yang akan datang dan menjadi modal untuk peningkatan dan perluasan hubungan di masa yang

    akan datang. Perjanjian sejenis ini baru pertama kalinya dilakukan EU dengan negara di Asia

    Tenggara. Pada tahun 2010-2011, kedua pihak juga melakukan kajian bersama tentang

    pedagangan dan investasi yang dirangkum dalam Report of the EU-Indonesia Vision Group on

    Trade and Investment Relations yang di-release pada tanggal 28 Juni 2011 dihadapan

    Komisioner Perdagangan EU Karel de Gucht dan Duta Besar Indonesia di Brussels.

    Rekomendasi utama dari laporan tersebut adalah perlunya EU dan Indonesia untuk segera

    memulai negosiasi menuju Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).

    Terutama sejak Perjanjiaan Maastrich 1992, EU merupakan salah satu kekuatan ekonomi

    dan politik dunia. Institusi regional ini terdiri dari 27 negara dengan perbedaan tingkat ekonomi

    yang cukup mencolok, dapat dilihat dari Luxemburg yang pada tahun 2010 per capita

    pendapatan penduduknya paling tinggi hingga Bulgaria yang paling rendah (kurang lebih 1/6

    Luxemburg, (Sumber: EuroStatistic 2012). Namun demikian secara umum, EU merupakan salah

    satu kekuatan ekonomi dunia. Walaupun sedang dilanda krisis keuangan sejak tahun 2009

    (terutama di 17 negara yang tercakup dalam Eurozone), EU merupakan mitra yang penting bagi

    Indonesia. Data yang dikeluarkan European Commission (2010) menunjukkan bahwa sejak

    tahun 2009 Indonesia adalah sasaran Official Development Assistance (ODA) terbesar kedua EU

    di Asia setelah Afganistan. Duta Besar Havas Oegroseno di KBRI Brussel pada tanggal 27 Juni

    2011 memaparkan bahwa kepentingan Indonesia di EU besar karena EU adalah aktor global dan

    salah satu kekuatan ekonomi dunia yang sekaligus juga memiliki kekuatan sebagai pembuat

  • 2

    peraturan global (global regulatory power) yang berperan dalam berbagai institusi politik dan

    ekonomi dunia. Dengan penduduk lebih dari 502 juta jiwa pada tahun 2011 (Euro statistik 2012)

    dan dengan daya beli yang tinggi, EU adalah pasar yang sangat kuat karena mempunya GDP per

    capita tahun 2010 sebesar 24.400 sedangkan untuk zona Euro sebesar 27.600 (Eurostat,

    spring 2012). Data Euro statistik 2012 menyebutkan bahwa tahun 2010 EU merupakan mitra

    dagang Indonesia keempat setelah Jepang, China dan Singapore. Sumber yang sama mencatat

    bahwa tahun 2011 Indonesia adalah mitra dagang Eropa ke 29. Tahun 2011, perdangangan kedua

    pihak mencapai nilai 3.215.053 juta Euro (Euro Stat 2012). Data tersebut memperlihatkan masih

    kecilnya volume perdagangan EU-Indonesia dewasa ini dibandingkan dengan potensi keduanya.

    Selain perdagangan, hubungan investasi EU dan Indonesia juga perlu dikembangkan karena EU

    belum menjadi investor utama di Indonesia.

    Dengan demikian perlu dikaji peluang dan tantangan peningkatan hubungan ekonomi yang

    lebih komprehensif antara EU dan Indonesia dalam satu penelitian guna meningkatkan hubungan

    ekonomi dan finansial yang saling menguntungkan terutama bagi Indonesia.

    2. Metodologi Penelitian

    Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan data primer maupun

    sekunder. Data dikumpulkan dan dianalisis melalui: studi pustaka, wawancara, Focus Group

    Discussion (FGD) dan lokakarya/seminar. Wawancara, FGD maupun lokakarya melibatkan

    berbagai pihak terdiri dari berbagai stakeholders diantaranya: perwakilan dari beberapa unit di

    Kementerian Keuangan RI, Kementerian Perdagangan RI, Kementerian Luar Negeri RI,

    Kementerian PPN/Bappenas, Direktorat Jendral Imigrasi), unsur bisnis (KADIN, Euro

    Chamber), dan akademisi, serta Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa

    Tengah.

    3. Tujuan Penelitian

    Kajian mengenai kerja sama bilateral Indonesia Uni Eropa di bidang Ekonomi dan

    Keuangan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai perkembangan kerja

    sama bilateral Indonesia dan Uni Eropa, khususnya di bidang Ekonomi dan Keuangan, dan

    rekomendasi kepada Kementerian Keuangan mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan

    untuk meningkatkan kerja sama tersebut sehingga Indonesia bisa mendapatkan lebih banyak

    manfaat dari kerja sama bilateral di bidang Ekonomi dan Keuangan dengan Uni Eropa.

  • 3

    4. Struktur Laporan Hasil Penelitian

    Laporan hasil penelitian ini terdiri atas beberapa Bab sebagai berikut: Bab I yang

    merupakan Pendahuluan, antara lain menjelaskan mengenai latar belakang, metodologi dan

    tujuan penelitian. Bab II memberikan gambaran mengenai situasi dan perkembangan hubungan

    ekonomi dan keuangan antara Indonesia dan Uni Eropa. Selanjutnya, Bab III membahas tentang

    analisis mengenai kekuatan, kelemahan, hambatan, dan peluang yang terdapat dalam

    pelaksanaan kerja sama bilateral ekonomi dan keuangan antara Indonesia dan Uni Eropa.

    Sedangkan Bab IV, yang merupakan bab terakhir, berisi rekomendasi mengenai pre-kondisi yang

    dibutuhkan, mitigasi dampak negatif, dan inovasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan

    hubungan ekonomi dan keuangan Indonesia dan EU serta rencana tindak (step-by-step action

    plan) dalam rangka meningkatkan manfaat hubungan tersebut.

  • BAB II

    HUBUNGAN EKONOMI INDONESIA UNI EROPA

    Kerjasama antara Indonesia dan Uni Eropa telah terjalin sejak ratusan tahun yang lalu.

    Dalam kurun waktu beberapa dasawarsa terakhir, terdapat beberapa kerangka kerjasama yang

    telah dikembangkan guna meningkatkan kerjasama kedua belah pihak di berbagai bidang,

    termasuk ekonomi. Kerangka kerjasama pertama adalah Asia Europe Meeting (ASEM), di

    mana Indonesia berperan aktif dalam setiap pertemuannya. ASEM sendiri bermula dari

    pertemuan di Bangkok pada tahun 1996 antara negara-negara Uni Eropa, ASEAN, dan beberapa

    negara Asia Timur. Sampai dengan tahun 2012, ASEM telah mengadakan pertemuan sebanyak

    sembilan kali. Isu-isu yang dibahas berkaitan dengan berbagai bidang, termasuk ekonomi.

    Kedua, Uni Eropa telah membentuk delegasi khusus untuk meningkatkan hubungan dengan

    Indonesia sejak tahun 1988. Dengan bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan Republik

    Indonesia, delegasi tersebut telah menjajaki pembentukan Comprehensive Economic Partnership

    Agreement (CEPA) untuk semakin mempererat hubungan antara Indonesia dan negara-negara

    Uni Eropa.

    Berikut ini akan dijelaskan mengenai hubungan kerjasama bidang ekonomi antara

    Indonesia dengan Uni Eropa yang dilihat dari tiga bidang utama, yakni perdagangan, investasi,

    dan program bantuan /utang luar negeri.

    2.1. Hubungan Perdagangan Indonesia dan Uni Eropa

    Uni Eropa merupakan salah satu kekuatan ekonomi di dunia yang memiliki hubungan

    perdagangan erat dengan Indonesia. Data dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia

    (SEKI) menunjukkan bahwa hingga tahun 2010 Uni Eropa secara konsisten merupakan kawasan

    tujuan ekspor Indonesia peringkat kedua, di bawah ekspor ke negara-negara ASEAN, dan lebih

    tinggi dibandingkan ekspor Indonesia ke Jepang dan Amerika Serikat, dua partner penting

    lainnya dalam bidang perdagangan.

  • 5

    Grafik 1. Ekspor Indonesia berdasarkan Negara Tujuan

    Walaupun tidak mengalami perubahan yang substansial pada paruh pertama dekade 2000-

    an dan sempat mengalami penurunan di tahun 2006, ekspor Indonesia ke Uni Eropa meningkat

    relatif tajam pada tahun 2007, yakni sekitar 75%. Ekspor ke Uni Eropa, sebagaimana ekspor ke

    negara lain, mengalami penurunan pada tahun 2009 sebagai dampak dari krisis global, namun

    kembali meningkat di tahun 2010.

    Grafik 2. Perkembangan Ekspor Indonesia ke Uni Eropa

    Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2011)

    Apabila dilihat dari jenis barang, ekspor Indonesia ke negara-negara Uni Eropa terutama

    didominasi oleh produk pertanian, bahan bakar dan mineral, tekstil, serta barang-barang

    manufaktur. Detail mengenai ekspor Indonesia ke Uni Eropa dapat dilihat dari grafik 3.

  • 6

    Grafik 3. Ekspor Indonesia Ke Uni Eropa berdasarkan Jenis Barang

    Sumber: Delegation of European Union dan Kementerian Perdagangan (2011)

    Neraca perdagangan Indonesia terhadap Uni Eropa menunjukkan nilai yang positif, atau

    dengan kata lain nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa lebih besar dibandingkan dengan nilai

    impor Indonesia dari Uni Eropa. Uni Eropa sendiri merupakan kawasan asal impor terbesar

    keempat, setelah negara-negara ASEAN, Jepang, dan Republik Rakyat Cina (SEKI, 2011).

    Grafik 4. Impor Indonesia berdasarkan Negara Asal

    Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2011)

    Data Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) 2011 menunjukkan bahwa

    walaupun sempat mengalami penurunan dari tahun 2000 hingga tahun 2002, nilai impor

    Indonesia dari Uni Eropa mengalami peningkatan secara konsisten hingga 2008. Sama seperti

    nilai ekspor Indonesia terhadap Uni Eropa, nilai impor mengalami penurunan sebagai akibat dari

    krisis finansial yang melanda dunia, lalu diikuti oleh peningkatan di tahun 2010.

  • 7

    Grafik 5. Perkembangan Impor Indonesia dari Uni Eropa

    Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2011)

    Bila jenis barang yang diimpor oleh Indonesia dari Uni Eropa dibandingkan dengan jenis

    barang yang diekspor Indonesia ke Uni Eropa, dapat dilihat bahwa perdagangan antara Indonesia

    dan Uni Eropa saling melengkapi. Apabila ekspor Indonesia ke Uni Eropa didominasi oleh

    produk pertanian, bahan bakar dan mineral, maka komoditas berupa mesin, elektronik, dan

    elektrikal mendominasi impor Indonesia dari Uni Eropa. Produk lainnya yang banyak diimpor

    Indonesia masuk ke dalam kategori produk kimia dan peralatan transportasi, atau dengan kata

    lain produk-produk yang relatif membutuhkan teknologi tinggi.

    Grafik 6. Impor Indonesia dari Uni Eropa berdasarkan Jenis Barang

    Sumber: Delegation of European Union dan Kementerian Perdagangan (2011)

    2.2. Hubungan Investasi Indonesia dan Uni Eropa

    Uni Eropa merupakan partner investasi yang penting bagi Indonesia. Apabila dilihat secara

    rata-rata dari tahun 2005 hingga tahun 2010, posisi negara-negara Uni Eropa sebagai sumber

    FDI berada di urutan kedua, setelah Singapura. Sebenarnya, pada tahun 2006 Uni Eropa pernah

  • 8

    menjadi negara utama asal FDI di Indonesia, dengan porsi 31%. Namun demikian, walaupun

    bagi Indonesia Uni Eropa merupakan salah satu partner penting, nilai FDI Uni Eropa ke

    Indonesia hanya mencakup 1,6% dari total FDI Uni Eropa. Apabila dibandingkan dengan nilai

    FDI Uni Eropa ke wilayah ASEAN, yang mencakup lebih dari 23% dari total nilai FDI, nilai

    FDI Uni Eropa ke Indonesia ini sangatlah kecil.

    Grafik 7. Komposisi FDI di Indonesia berdasarkan negara asal

    Sumber: Delegation of European Union dan Kementerian Perdagangan (2011)

    Berdasarkan data survey yang dilakukan delegasi Uni Eropa di Indonesia, sektor utama

    investasi Uni Eropa terutama mencakup bidang elektronik, konstruksi, industri kimia dan

    farmasi, pembangkit listrik, pertambangan, dan pembuatan produk mineral non metalik

    (Delegation of European Union dan Kementerian Perdagangan, 2011).

    Apabila dilihat posisi net FDI, Indonesia memiliki surplus terhadap Uni Eropa. Sejak tahun

    2004-2008, surplus FDI Indonesia dibandingkan Uni Eropa memiliki nilai yang signifikan, dan

    menempati posisi surplus pertama atau kedua apabila dibandingkan dengan negara-negara

    seperti Jepang, Amerika Serikat, negara-negara ASEAN, dan Australia. Namun, pada 2009 dan

    2010, nilai surplus ini mengalami penurunan yang cukup signifikan.

  • 9

    Grafik 8. Posisi FDI per Negara di Indonesia

    Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2011)

    Surplus FDI Indonesia terhadap Uni Eropa mengalami tren yang meningkat dari tahun

    2003 hingga tahun 2007, namun mengalami penurunan di tahun 2008 dan tahun 2009.

    Grafik 9. Perkembangan Posisi FDI Uni Eropa di Indonesia

    Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2011)

    2.3. Bantuan Ekonomi dan Keuangan Uni Eropa kepada Indonesia

    Utang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman bilateral dari berbagai negara dan juga

    utang dari organisasi-organisasi internasional. Utang luar negeri Indonesia paling besar berasal

    dari Jepang, sedangkan negara-negara Uni Eropa seperti Perancis, Jerman, Austria, Inggris,

    Belanda, Spanyol, Belgia, Italia, Finlandia, dan Norwegia, menempati peringkat kedua.

  • 10

    Grafik 10. Nilai Pinjaman Bilateral Indonesia dari Beberapa Negara (dalam US$ juta)

    Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2011)

    Nilai posisi pinjaman asal Uni Eropa memiliki tren yang meningkat dari tahun 2000 hingga

    tahun 2004. Posisi pinjaman mengalami penurunan di tahun 2005, lalu meningkat hingga tahun

    2008.

    Grafik 11. Perkembangan Jumlah Pinjaman yang Diterima Indonesia dari Uni Eropa

    Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2011)

    Pada tahun 2010, posisi pinjaman dari negara-negara Uni Eropa ini mencakup 19% dari

    total pinjaman bilateral Indonesia dengan negara-negara lainnya, tidak termasuk pinjaman dari

    organisasi regional maupun multilateral.

  • 11

    Grafik 12. Kontribusi Pinjaman dari Uni Eropa terhadap Total Pinjaman yang Diterima Indonesia

    Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2011)

    Di Indonesia, Uni Eropa merupakan salah satu penyedia dukungan bilateral yang besar.

    Berdasarkan EC-Indonesia Country Strategy Paper (2007-2013), terdapat beberapa sasaran

    utama mengenai bantuan Uni Eropa terhadap Indonesia, yaitu: pengentasan kemiskinan, stimulus

    pertumbuhan ekonomi melalui perdagangan dan investasi, dan peningkatan good governance

    melalui penegakkan hukum. Sebagai contoh, pada 2010, Uni Eropa memberikan bantuan senilai

    EUR 81 juta dalam bidang pendidikan, kesehatan, perdagangan dan investasi, good governance,

    perubahan iklim, rekonstruksi pasca bencana, perdamaian dan pencegahan konflik, serta sumber

    air dan sanitasi. Program-program ini sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

    Nasional (RPJMN) yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia.

  • BAB III

    ANALISIS KEKUATAN, KELEMAHAN, HAMBATAN DAN PELUANG

    KERJA SAMA INDONESIA-UNI EROPA

    3.1. Kekuatan dan Kelemahan Indonesia

    Sebagaimana yang dinyatakan dalam dokumen CEPA oleh Delegation of European Union

    dan Kementerian Perdagangan RI (2011), hubungan Uni Eropa dan Indonesia cenderung berada

    di status quo, di mana tidak ada perubahan berarti dalam beberapa tahun terakhir. Agar dapat

    lebih meningkatkan interaksi ekonomi antara kedua negara, terdapat beberapa hambatan yang

    harus diatasi. Beberapa dari hambatan tersebut bersumber dari kelemahan Indonesia. Bagian ini

    akan mendiskusikan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh Indonesia dalam kaitannya

    dengan hubungan ekonomi dengan negara / kawasan lain, termasuk Uni Eropa.

    3.1.1. Kekuatan Indonesia

    Beberapa kekuatan Indonesia yang dapat menjadi modal dalam meningkatkan hubungan

    ekonomi dengan negara lain terutama adalah sebagai berikut:

    a. Kondisi makro-ekonomi

    Stabilitas makro-ekonomi sebuah negara merupakan faktor yang sangat penting untuk

    menarik negara-negara lain agar tertarik untuk terlibat dalam hubungan ekonomi dengan

    Indonesia. Sebagai contoh, defisit fiskal secara berkepanjangan dapat menghambat kemampuan

    pemerintah untuk merespon siklus bisnis. Angka inflasi yang terlampau tinggi juga bisa

    membuat perusahaan tidak bisa beroperasi secara efisien.

    Pasca diterpa krisis ekonomi pada akhir dekade 1990an, perekonomian Indonesia terus

    mengalami pertumbuhan. Antara tahun 2004 2008, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada

    dalam kisaran 5% - 6% per tahun, dan mengalami penurunan tahun 2009 sebagai dampak dari

    krisis global, yakni menjadi 4,5%. Dari segi pengelolaan fiskal, nilai rasio utang Indonesia

    terhadap PDB mengalami penurunan secara konstan, dari angka 83% di tahun 2001 menjadi

    29% di 2009. Apabila dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara

    (dengan pengecualian Singapura karena tidak memiliki utang pemerintah), rasio utang terhadap

    PDB Indonesia merupakan salah satu yang terendah. Keberhasilan penurunan tingkat utang ini

    membuat Indonesia dinobatkan sebagai negara dengan pengelolaan fiskal terbaik di kawasan

    Asia Pasifik oleh Standard & Poor, salah satu lembaga pemeringkat kredit internasional yang

    diakui. Selain itu, sebagai akibat dari membaiknya kondisi perekonomian Indonesia, dua

    lembaga pemeringkat kredit internasional, yakni Fitch dan Moodys telah meningkatkan

    peringkat Indonesia menjadi investment grade pada akhir 2011 dan awal 2012.

  • 13

    World Economic Forum menggunakan beberapa kriteria untuk menentukan peringkat daya

    saing dalam hal lingkungan makroekonomi: keseimbangan APBN, utang negara, inflasi, tingkat

    simpanan nasional, spread tingkat suku bunga, dan peringkat kredit negara. Dalam lima tahun

    belakangan, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, kondisi makroekonomi Indonesia

    mengalami perbaikan, rasio utang terhadap GDP saat ini berada di bawah 30%, dan inflasi relatif

    terkendali. Dalam hal stabilitas ekonomi, Indonesia menempati posisi ke 35, lebih baik

    dibandingkan India, Rusia, dan Brazil, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Cina dan Singapura

    memiliki lingkungan makroekonomi yang lebih stabil. Peringkat ini menunjukkan kemajuan

    yang pesat, mengingat tahun 2007 Indonesia menempati peringkat ke 89. Bagi Indonesia,

    ancaman makroekonomi terbesar adalah tingkat inflasi yang tidak terkendali.

    b. Potensi pasar yang besar

    Ukuran pasar yang besar akan menarik minat investor asing untuk melakukan bisnis di

    suatu negara dan menarik mitra dagang yang potensial. Hal ini didukung oleh tren globalisasi

    yang menyebabkan pasar internasional menjadi sesuatu yang sangat penting. Indonesia

    merupakan negara dengan lebih dari 240 juta penduduk, sekaligus negara dengan jumlah

    penduduk keempat terbesar di dunia. Selain itu, masyarakat yang masuk ke dalam golongan

    kelas menengah mengalami pertumbuhan yang pesat. Atas dasar inilah, berdasarkan survey daya

    saing World Economic Forum, dalam hal ukuran pasar, Indonesia menempati peringkat ke 15.

    3.1.2. Kelemahan Indonesia

    Beberapa kelemahan Indonesia yang dapat mengurangi kemampuan Indonesia dalam

    upaya meningkatkan hubungan ekonomi dengan negara lain mencakup hal-hal sebagai berikut:

    a. Infrastruktur yang tidak memadai

    Salah satu kelemahan mendasar Indonesia yang mempengaruhi kegiatan perdagangan dan

    investasi adalah ketersediaan infrastruktur fisik yang kurang memadai, sebagaimana hasil survey

    yang dilakukan oleh World Economic Forum (WEF) yang menunjukkan bahwa Indonesia

    menempati peringkat ke-82. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dari segi kualitas

    infrastruktur, Indonesia masih berada di belakang Singapura, Malaysia, Thailand, Republik

    Rakyat Cina, dan Brazil, namun lebih baik dari Vietnam, India, dan Filipina. Infrastruktur fisik

    dalam hal ini termasuk jalan, rel kereta api, pelabuhan, sarana pelabuhan udara, sumber energi

    yang memadai, dan jaringan telekomunikasi yang baik. Secara spesifik, hasil survey WEF

    tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat 84 dalam hal kualitas jalan, urutan 96 dalam hal

    kualitas pelabuhan, urutan 69 mengenai transportasi udara, peringkat 97 dalam hal jaringan

    energi, serta urutan ke 82 dalam hal jaringan telekomunikasi. Dalam hal transportasi darat, studi

  • 14

    yang dilakukan oleh LPEM pada 2008 menunjukkan bahwa biaya penggunaan truk sebagai

    sarana transportasi membutuhkan biaya USD 0,34 per kilometer. Studi yang dilakukan oleh

    Bank Dunia memperkirakan bahwa hanya sekitar 55% jalan di Indonesia yang beraspal, lebih

    rendah dibandingkan Malaysia, Filipina, dan Thailand yang memiliki persentase sekitar 80%.

    Infrastruktur yang tidak berkualias ini menghambat perkembangan sektor manufaktur dan juga

    ekspor Indonesia. Kualitas infrastruktur semakin penting bagi Indonesia mengingat Indonesia

    merupakan negara maritim yang terdiri dari ribuan pulau, di mana transportasi antara satu pulau

    dengan pulau lainnya menjadi hal yang sangat penting. Oleh karena itu, kondisi infrastruktur

    pelabuhan yang berada di peringkat ke 96 menunjukkan adanya kebutuhan perbaikan yang

    mendesak.

    b. Institusi yang korup, inefisien, dan kurang transparan

    Institusi pemerintah yang efisien, transparan dan bebas korupsi merupakan salah satu

    persyaratakan kunci untuk menarik minat investor. Apabila tidak, maka perusahaan

    membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mengurus perizinan, dan terkadang biaya perizinan

    dapat lebih mahal akibat adanya pungutan liar. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Bank

    Dunia, dalam hal institusi, Indonesia menempati peringkat ke 61 dengan nilai 4 (skala 1-7).

    Ukuran-ukuran yang terkait dengan korupsi tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan.

    c. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual yang lemah

    Perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di suatu negara sangatlah penting

    untuk menstimulus kegiatan inovasi dan investasi. Investor, baik dalam negeri maupun luar

    negeri, akan tertarik dengan dengan standar perlindungan HKI yang tinggi. Di Indonesia,

    pengaturan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual setidaknya dapat ditemukan di Undang-

    Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001

    tentang Paten, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Undang-Undang Nomor

    29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang

    Rahasia Dagang, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dan Undang-

    Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Namun, meskipun

    cakupan hukum HKI di Indonesia relatif luas, dalam implementasinya sering terjadi pelanggaran

    HKI. Di Indonesia kasus pembajakan masih merupakan permasalahan yang serius dan belum

    ditindak dengan tegas sesuai dengan peraturan yang ada.

    d. Kualitas produk tidak memenuhi standar

    Kesamaan standar kualitas merupakan salah satu faktor penting yang diperhatikan oleh

    suatu negara. Standar yang diberlakukan oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan

  • 15

    Uni Eropa terhadap produk yang diimpor relatif tinggi, terutama menyangkut keamanan,

    keselamatan, dan kesehatan. Atas alasan inilah, produk-produk Indonesia mengalami kesulitan

    masuk ke dalam pasar negara maju karena standar dan persyaratan teknis yang tinggi. Peraturan

    sanitasi dan fitosanitasi Indonesia tidak mengenali standar keamanan makanan Uni Eropa dan

    laboratorium teknis Uni Eropa juga tidak mengenali tes untuk standar teknis Indonesia. Salah

    satu penyebab rendahnya kualitas barang hasil produksi Indonesia adalah rendahnya tingkat

    pendidikan tinggi. Akses terhadap pendidikan tinggi merupakan hal yang krusial agar proses

    produksi dapat bergerak maju dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang dinamis.

    e. Kerumitan melakukan bisnis

    Tingginya sektor informal disebabkan oleh proses birokrasi yang menyulitkan. Riset yang

    ada menunjukkan bahwa perizinan malalukan/memulai usaha yang lebih mudah akan

    meningkatkan jumlah bisnis dan lapangan kerja. Riset Doing Business yang dilakukan oleh

    World Bank menunjukkan hasil empiris bahwa penurunan biaya registrasi usaha yang disertai

    dengan stimulus ekonomi lainnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hasil serupa juga

    berlaku di Meksiko, di mana reformasi registrasi usaha meningkatkan registrasi perusahaan

    sebesar 5% dan meningkatkan lapangan pekerjaan sebesar 2,2%.

    Lebih lanjut lagi, hasil survey Doing Business menunjukkan bahwa di Indonesia, lama

    waktu yang dibutuhkan untuk memulai suatu usaha rata-rata tahun 2006 adalah 151 hari, dan

    berhasil dikurangi menjadi 45 hari di tahun 2011. Jumlah prosedur yang harus diikuti semula

    berjumlah 12 di tahun 2006, namun menjadi 8 di 2012. Izin konstruksi berkurang dari 186 hari di

    tahun 2005 ke 158 hari di tahun 2011. Namun, hasil penelitian World Bank tersebut

    menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal apabila dibandingkan dengan rata-rata negara

    APEC, yakni satu bulan lebih lama dibandingkan dengan Malaysia dan empat kali lebih lama

    dibandingkan dengan Thailand. Modal disetor minimal yang disyaratkan juga mecakup 46,6%

    dari pendapatan per kapita nasional, sementara peraturan sejenis di negara-negara APEC lainnya

    telah dihapuskan.

    f. Kurangnya kesiapan teknologi

    Daya saing sebuah negara sangat ditentukan oleh perkembangan teknologi yang dapat

    meningkatkan produktivitas sebuah bangsa. Berdasarkan analisis dari Global Competitiveness

    Report yang dikeluarkan oleh World Economic Forum pada 2011, aspek teknologi merupakan

    salah satu titik terlemah Indonesia, dengan peringkat 91. Peringkat Indonesia ini berada jauh dari

    beberapa negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.

  • 16

    3.2. Kekuatan dan Kelemahan Uni Eropa

    Hambatan dalam hubungan ekonomi antara Uni Eropa dan Indonesia tidak hanya

    bersumber dari kelemahan di pihak Indonesia saja. Uni Eropa, walaupun secara umum dapat

    dikatakan lebih maju, juga memiliki beberapa kelemahan, di samping kekuatan-kekuatan yang

    ada. Bagian ini akan membahas mengenai kekuatan dan kelemahan dari sisi Uni Eropa dalam

    hubungan ekonomi dengan Indonesia.

    3.2.1. Kekuatan Uni Eropa

    Beberapa hal yang dimiliki dan menjadi kekuatan Uni Eropa dalam menjalin kerja sama

    ekonomi dan keuangan dengan negara lain antara lain sebagai berikut:

    a. Posisi yang kuat di organisasi internasional

    Beberapa negara besar anggota Uni Eropa merupakan pelopor dari sistem perdagangan

    internasional modern. Negara-negara ini juga memiliki peranan penting di dalam berbagai

    organisasi internasional, termasuk yang bergerak di bidang ekonomi dan perdagangan. Posisi

    penting membuat negara-negara tersebut memiliki pengaruh yang kuat dalam menentukan arah

    kebijakan organisasi internasional, yang seringkali dijadikan sebagai acuan bagi negara-negara

    dalam merumuskan kebijakan.

    b. Inovasi dan teknologi maju

    Beberapa negara Uni Eropa telah terkenal sejak lama sebagai penghasil barang-barang

    berteknologi tinggi. Hal ini terkait dengan daya inovasi masyarakat yang relatif lebih maju

    dibanding dengan kawasan lainnya. Sebagai contoh, World Economic Forum menempatkan

    Belanda pada posisi 4 negara dengan sistem teknologi dan inovasi yang maju. Perancis juga

    tergolong negara dengan pengeluaran riset dan pengembangan (R&D) yang tinggi, dan jumlah

    ilmuwan serta insinyur dengan kualifikasi tinggi yang banyak.

    c. Infrastruktur yang mendukung

    Kawasan Uni Eropa sebagai suatu kesatuan regional benar-benar memahami arti penting

    infrastruktur yang memadai untuk mendukung pergerakan barang dan jasa dari satu wilayah ke

    wilayah lainnya. Infrastruktur Uni Eropa secara umum relatif berkembang dengan baik, terutama di

    kawasan Eropa Barat. Eropa memiliki jaringan infrastruktur yang dikenal dengan Trans European

    Network (TEN) yang terdiri dari sektor transportasi, energi, dan telekomunikasi. Pengembangan TEN

    sendiri dianggap sebagai salah satu elemen kunci untuk menciptakan pasar internal dan penguatan

    kohesi ekonomi dan sosial (http://ec.europa.eu/ten/index_en.html).

  • 17

    d. Sumber daya manusia yang berkualitas tinggi

    Daya saing Uni Eropa salah satunya bersumber dari sumber daya manusia yang

    berkualitas. Sebagai contoh, World Economic Forum menempatkan Belgia pada posisi nomor 2

    dan Belanda pada nomor 4 dalam hal sistem pendidikan dan pelatihan, yang berujung pada

    kualitas sumber daya manusia yang baik.

    3.2.2. Kelemahan Uni Eropa

    Beberapa kelemahan dari Uni Eropa yang kurang mendukung dalam kerja sama ekonomi

    dengan negara lainnya, termasuk Indonesia, antara lain sebagai berikut:

    a. Ketidakseimbangan Fiskal

    Beberapa negara Eropa mengalami ketidakseimbangan fiskal berkepanjangan sehingga

    mengancam kebangkrutan negara-negara tersebut. Ketidakseimbangan fiskal negara-negara Uni

    Eropa menjadi hal yang perlu diperhatikan karena beberapa alasan. Pertama, sektor keuangan antara

    satu negara dengan negara lainnya di kawasan Uni Eropa memiliki keterkaitan. Hal ini meningkatkan

    risiko contagion apabila terjadi masalah di sektor keuangan salah satu negara. Kedua, defisit dalam

    jumlah signifikan dapat memaksa pemerintah untuk meningkatkan pajak, yang seringkali menjadi

    disinsentif bagi pelaku bisnis. Ketiga, utang negara yang besar dapat mendorong naik tingkat suku

    bunga. Konsekuensinya adalah biaya utang bagi perusahaan akan meningkat, yang juga dapat

    mencegah perusahaan untuk melakukan ekspansi bisnis. Keempat, utang negara yang tidak ditujukan

    untuk memperbaiki daya saing negara melalui peningkatan produktivitas hanya akan membebani

    perekonomian.

    Regulator berupaya untuk mengatasi hal ini dengan melakukan pemotongan terhadap

    pengeluaran negara dan melakukan program reformasi di bidang ekonomi. Bagi beberapa negara,

    kombinasi daya saing yang rendah dan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang rendah mempersulit

    kemampuan membayar utang.

    b. Daya saing, kemajuan sosial dan ekonomi yang tidak merata antarnegara anggota

    Keberagaman negara-negara anggota Uni Eropa di satu sisi memiliki keuntungan karena saling

    melengkapi satu sama lain. Di sisi lain, perbedaan daya saing, kemajuan sosial, dan ekonomi dapat

    menyebabkan perbedaan kepentingan antar negara dan membuat kesulitan bagi regulator untuk

    merumuskan kebijakan yang sesuai dan tepat bagi seluruh negara anggota Uni Eropa. Laporan daya

    saing Uni Eropa 2020 mengukur divergensi negara-negara anggota Uni Eropa ke dalam tujuh

    dimensi, yakni enterprise environment, digital agenda, innovative Europe, education and training,

    labor market employment, social inclusion, dan environmental sustainability. Perbedaan daya saing

    ini juga menyebabkan kawasan Uni Eropa dapat dikelompokkan menjadi kawasan Nordik (Swedia,

  • 18

    Finlandia, dan Denmark), Eropa Barat dan Estonia (Belanda, Jerman, Inggris, Luksemburg, Belgia,

    Perancis, Estonia, dan Irlandia), Eropa Selatan dan Timur (Slovenia, Portugal, Spanyol, Republik

    Ceko, Cyprus, Malta, Latvia, Lithuania, Italia, Republik Slovakia, Polandia, dan Hungaria), dan

    Eropa Tenggara (Yunani, Romania, dan Bulgaria).

    c. Sistem keuangan yang rentan

    Kondisi perekonomian yang tidak setara antara negara-negara Uni Eropa, padahal

    kebanyakan di antaranya menggunakan mata uang yang sama, yakni Euro, telah berujung pada krisis

    sovereign debt yang terjadi sejak beberapa tahun lalu. Penggunaan mata uang yang sama bagi

    kebanyakan negara tersebut menyebabkan kebijakan moneter berlaku bagi sebuah negara, walaupun

    kondisi antarnegara anggota mungkin tidak serupa, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan mata

    uang dan berdampak pada fluktuasi output dan employment yang lebih tinggi (Feldstein, 2011).

    Lembaga-lembaga keuangan di Eropa banyak yang menginvestasikan asetnya di surat utang yang

    dikeluarkan oleh negara-negara yang terancam default tersebut, sedangkan banyak nasabah yang

    panik dan menarik simpanan mereka dari bank-bank di kawasan Eropa. Kondisi ini berdampak pada

    turunnya harga saham dari lembaga-lembaga keuangan tersebut, sehingga semakin meningkatkan

    risiko default. Sistem keuangan yang rentan sendiri dapat dilihat dari kasus-kasus bank yang

    bangkrut dan harus mendapat pertolongan dari negara, seperti Dexia di Belgia dan Bankia di

    Spanyol. Sistem keuangan yang terganggu tentunya menyebabkan aktivitas ekonomi secara

    keseluruhan juga dapat terganggu, mengingat peran penting sistem keuangan dalam alokasi dana

    secara lebih efisien dari unit defisit ke unit surplus.

    d. Hambatan dalam pergerakan sumber daya

    Salah satu contoh nyata dalam hambatan pergerakan sumber daya adalah pergerakan tenaga

    kerja dari satu negara ke negara lainnya. Di Amerika Serikat, sebagai perbandingan, pergerakan

    tenaga kerja dari satu negara bagian ke negara bagian lainnya akan berlangsung relatif lebih mudah

    karena tidak ada perbedaan bahasa ataupun budaya yang mencolok. Hal ini tidak berlaku di Uni

    Eropa, di mana masing-masing negara memiliki bahasa, budaya, agama, dan sistem yang berbeda-

    beda (Feldstein, 2011).

    3.3. Hambatan kerjasama ekonomi Indonesia Uni Eropa

    3.3.1 Hambatan kerjasama dari sisi Indonesia

    Beberapa hal dari Indonesia yang dapat menghambat kerja sama ekonomi Indonesia

    dengan Uni Eropa antara lain adalah sebagai berikut:

  • 19

    a. Daya saing industri dalam negeri yang lemah

    Di tengah implementasi Free Trade Agreement (FTA), penguatan daya saing industri dan

    pengamanan pasar produk dalam negeri menjadi sangat diperlukan. Pemerintah Indonesia telah

    mengupayakan untuk mendongkrak penggunaan produk-produk dalam negeri, melalui penerapan

    berbagai macam regulasi teknis dan tata niaga untuk pengamanan pasar dalam negeri, serta

    program-program promosi seperti kampanye cinta produk dalam negeri, sosialisasi produk dalam

    negeri hingga melalui pameran-pameran. Peningkatan daya saing melalui optimalisasi

    penggunaan produk dalam negeri dengan menjaga kualitas dan standar.

    Kementerian Perindustrian Indonesia telah melakukan empat langkah strategis terkait

    penguatan daya saing industri dalam negeri1. Pertama, restrukturisasi industri. Langkah ini

    terkait dengan pemanfaat teknologi yang efisien, hemat energi, dan ramah lingkungan melalui

    restrukturisasi permesinan dan peralatan produksi yang lebih eco-friendly. Implementasi ini pada

    industri tekstil, alas kaku, gula, serta industri pupuk. Kedua, menjamin kecukupan bahan baku

    yang terkait dengan pengembangan industri hulu seperti industri gas, kimia dasar, dan logam

    dasar. Ketiga, peningkatan kualitas sumber daya manusia industri melalui fasilitasi

    pembangunan Unit Pelayanan Teknis (UPT) untuk mendukung pelatihan dengan keahlian

    khusus di bidang industri. Keempat, perbaikan pelayanan publik melalui birokrasi yang efektif,

    efisien, dan akuntabel.

    Selain itu, Kementerian Perindustrian telah melakukan inisiatif melalui penerapan Standar

    Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk produk industri, kebijakan Tata Niaga seperti penerapan

    Importir Produsen (IP) maupun Importir Terdaftar (IT), penerapan trade defends seperti

    safeguard, anti dumping, dan countervailing duties, serta optimalisasi peningkatan penggunaan

    produk alam negeri (P3DN) di semua lini kegiatan perekonomian..

    b. Gangguan keamanan

    Keamanan berinvestasi menjadi salah satu faktor penentu masuknya penanaman modal

    asing. Gangguan keamanan yang terjadi belakangan ini berdampak pada iklim investasi di

    Indonesia. Saat ini investor asing yang berdatangan ke Indonesia banyak juga yang datang dari

    Eropa, selain dari Asia seperti Jepang, Korea, dan Cina. Aspek keamanan terkait aksi unjuk rasa

    yang menandakan berjalannya proses demokrasi tetapi harus berujung anarkis membawa

    dampak yang kurang baik bagi iklim investasi. Kondisi ini membuat investor bersikap menunggu

    hingga keamanan kondusif. Akibatnya, investor yang seharusnya sudah masuk dan memulai

    aktivitas usahanya harus tertunda menunggu kepastian keamanan. Adanya aksi demonstrasi yang

    1 http://www.kemenperin.go.id/artikel/3313/Menperin-Mendorong-Peningkatan-Daya-Saing-Industri-Nasional, diunduh pada 15 Agustus 2012.

  • 20

    besar dan disiarkan media membuat investor asing mempertanyakan kemungkinan dampak yang

    terjadi pada aktivitas usahanya. Selain itu, kurangnya perlindungan kawasan industri oleh aparat

    penegak hukum menjadi faktor pertimbangan juga bagi investor asing.

    c. Pasokan energi kurang terjamin

    Kurangnya jaminan pasokan energi sebagai sumber listrik manjadi hambatan dalam iklim

    investasi di Indonesia. Alternatif terkait pasokan energi mulai dari batubara, gas, pasokan listrik

    dari PT PLN. Namun, masing-masing sumber energi ini di Indonesia masih menghadapi kendala.

    Permasalahan utama terkait gas bumi adalah pasokan gas bumi untuk domestik tidak

    mencukupi real demand yang ada disebabkan kontral gas banyak yang sudah terikat kontrak

    jangka panjang2. Selain itu, ketiadaan infrastruktur gas juga membuat cadangan gas yang ada di

    Kalimantan dan Papua belum dapat dipergunakan untuk memenuhi pusat-pusat industri yang

    terletak di pulau Jawa dan Sumatera. Seperti contohnya, kurangnya pasokan gas untuk PLTGU

    milik PLN dimana total kebutuhan gas tahun 2011 sebesar 2.060 bbtud hanya dipenuhi 832

    bbtud. Hal yang sama terjadi pada industri di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, serta

    Sumatera Utama dimana real demand gas yang mencapai 1.529 bbtud hanya dapat dipenuhi

    sebesar 494 bbtud. Kondisi ini jelas dapat menghilangkan kesempatan derasnya investasi asing

    (FDI) yang masuk saat ini ke Indonesia.

    d. Minimnya laboratorium nasional yang berstandar internasional

    Keamanan, mutu, dan pemenuhan gizi pangan terkadang menjadi hambatan nontarif dalam

    perdagangan pangan dunia. Kehadiran laboratorium dan lembaga uji mutu pangan Indonesia

    diperlukan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Dengan demikian, produk Indonesia

    bisa menembus pasar dunia dengan harga bersaing. Keberadaan laboratorium pangan nasional

    dengan standar internasional sangat penting dalam menopang industri pangan, pertanian, dan

    komoditas lainnya yang berbasis ekspor. Dengan demikian, standar mutu yang diuji laboratorium

    tersebut bisa diterima di pasar internasional. Saat ini banyak produk Indonesia yang mengalami

    hambatan dalam uji mutu dan sertifikasi sehingga terkadang menjadi mahal atau ditolak negara

    pembeli. Kehadiran laboratorium pangan dengan standar internasional penting sehingga tidak

    lagi menjadi semacam hambatan nontarif yang menyulitkan produk Indonesia.

    Indonesia merupakan salah satu negara pengeskpor ikan tuna yang disegani di dunia

    dengan tujuan ekspor terbesar ke Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa. Banyak terjadi

    penolakan terhadap produk ikan tuna Indonesia ke negara tersebut disebabkan adanya kandungan

    merkuri dalam ikan tuna melebih batas maksimum yang dipersyaratkan oleh negara tujuan

    ekspor. Peran Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanana (LPPMHP) sangat 2 Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2011, Kementerian Koordinator Perekonomian.

  • 21

    penting dalam pembinaan dan pengujian mutu ekspor hasil perikanan terumatam untuk

    meningkatkan daya saing produk perikanan Indonesia di pasaran internasional baik dari segi

    kualitas maupun kuantitas. Selain itu, keberadaan Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang

    (BPSMB) diperlukan untuk mengawal komoditas suatu produk agar dapat memenuhi

    persyaratan pasar negara tujuan ekspor.

    3.3.2. Hambatan kerja sama dari sisi Uni Eropa

    Beberapa hambatan dalam kerja sama ekonomi antara Indonesia dan EU yang berasal dari

    EU adalah sebagai berikut:

    a. Perluasan anggota Uni Eropa

    Dengan orientasi inward-looking, Uni Eropa lebih memfokuskan pembangunan pada

    anggotanya yang baru terutama yang perekonomiannya masih tertinggal. Sesama negara anggota

    Uni Eropa akan mempunyai bargaining power yang lebih besar dalam mengadakan kegiatan

    perdagangan sehingga mereka dapat menyulitkan Indonesia. Negara-negara Uni Eropa akan

    lebih mendahulukan kegiatan perdagangan dengan sesama anggota Uni Eropa dengan adanya

    perjanjian penghapusan tarif maupun kemudahan transportasi di wilayah Uni Eropa. Lebih

    lanjut, Indonesia pun harus siap dengan risiko terkait isu-isu tertentu seperti government

    procurement, kebijakan kompetisi, dan investasi yang dilontarkan anggota Uni Eropa.

    b. Standar mutu impor yang tinggi

    Uni Eropa memberikan perhatian yang tinggi terkait kebersihan mengenai kesehatan dan

    makanan dengan prinsip bahwa makanan harus memenuhi standar kesehatan, keselamatan, dan

    perlindungan bagi kelestarian lingkungan. Standar kualitas komoditas di Uni Eropa mengikuti

    standar yang telah diterapkan oleh negara pendiri Uni Eropa yang sudah maju, seperti penerapan

    standar labeling, pajak konsumsi, peraturan bea masuk, dan generalized system of preference

    (GSP). Negara-negara anggota baru Uni Eropa akan menerapkan kebijakan yang semakin ketat

    sesuai apa yang ditentukan oleh Komisi Eropa khususnya yang berkaitan dengan isu standar

    mutu dan lingkungan. Sebagai contoh, Komisi Eropa mengeluarkan keputusan terkait eco-label

    product untuk semua produk tekstil yang masuk pasar Uni Eropa. Semua produk tekstil yang

    akan masuk pasar Uni Eropa harus mengikuti ketentuan yang tertera pada keputusan tesebut

    untuk mendukung program Uni Eropa dalam menjaga kelestarian lingungan terkait dengan ISO

    14000 (Ardie, 2012). Dengan adanya peraturan tersebut, ketentuan proses yang dikerjakan

    menyangkut carding, spaning, penghilangan lemak, pengelantangan, maupun proses finishing

    pada produk.

  • 22

    Komoditas ekspor Indonesia ke Uni Eropa yang cukup besar adalah produk perikanan.

    Negara-negara Uni Eropa mensyaratkan produks ekspor harus memiliki sertifikat keberlanjutan

    terhadap lingkungan, termasuk untuk produk ekspor perikanan dari hasil tangkapan laut atau

    budidaya. Selain itu, produk perikanan yang masuk ke Uni Eropa tidak boleh berasal dari

    penangkapan illegal. Uni Eropa memiliki database untuk melakukan pengecekan terhadap kapal

    yang masuk ke suatu negara bekerja sama dengan lembaga konservasi untuk memeriksa

    perizinannya. Untuk ikan hasil budidaya, tidak boleh mengandung residu antibiotika karena

    menyangkut keamanan pangan. Jaminan ini pun harus dilaporkan melalui sertifikat khusus yang

    disampaikan setiap dua tahun sekali. Produk perikanan yang masuk ke Uni Eropa harus memiliki

    mutu tinggi seperti bebas dari logam berat dan terjaga kebersihannya. Izin perusahaan dapat

    dicabut dan produk akan dikembalikan ke negara pengekspor jika peraturan tersebut dilanggar.

    c. Hambatan nontarif

    Peraturan impor Uni Eropa terkait bahan kimia tercantum dalam Registration, Evaluation,

    Authorization, and Restriction of Chemicals (REACH). Aturan yang diimplementasikan sejak

    tanggal 1 Juni 2007 ini bertujuan mengatur agar produk yang dijual di Eropa mengandung zat kimia

    aman bagi lingkungan, masyarakat, dan pekerja. Dengan peraturan REACH ini, industri dam

    importir bertanggung jawab menjamin keamanan produk-produk yang mengandung zat kimia.

    Tanggung jawab tersebut dengan menyertakan daftar kandungan zat kimia atau hasil uji laboratorium

    bagi produk yang diproses dengan zat kimia.

    Peraturan ini cukup menghambat eksportir minyak sawit yang berkontribusi cukup tinggi ke

    Uni Eropa. Namun sejak Juni 2010, Komisioner Perdagangan Uni Eropa menyampaikan klarifikasi

    tertulis bahwa produk turunan minyak sawit merupakan produk yang dikecualikan dalam regulasi

    REACH.

    3.4. Peluang Kerjasama Ekonomi antara Indonesia dan Uni Eropa

    Sebagai satu kekuatan pasar dengan satu perangkat peraturan di bidang perdagangan,

    kebijakan tariff, dan prosedur administrasi yang diterapkan di negara anggotanya, Uni Eropa

    memberikan keuntungan dan kemudahan bagi negara non-Eropa untuk mendapatkan akses pasar

    Eropa. Dengan bertambahnya keanggotaan Uni Eropa, maka pasar Uni Eropa akan semakin

    besar populasinya dan kekuatan keuangannya. Namun, penjajakan terhadap Uni Eropa sebagai

    kesatuan atau masing-masing negara Uni Eropa perlu dilakukan secara spesifik. Peluang untuk

    komoditas-komoditas tertentu yang tidak secara ketat akan sistem standarisasi seperi komoditas

    kebutuhan masyarakat konsumen Uni Eropa menengah ke bawah. Produk ini yang biasanya

    diproduksi oleh UKM Indonesia yang tidak ada standarisasinya.

  • 23

    Dalam sektor pariwisata, pameran budaya dan perjalanan wisata ke Indonesia secara

    lengkap perlu terus diadakan. Perhatian yang serius Pemerintah Indonesia diperlukan untuk

    meningkatkan mutu layanan dan prasarana di daerah wisata Indonesia.

    Dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), Uni Eropa dan Indonesia perlu

    meningkatkan kerjasama dalam rangka transfer of knowledge. Kerjasama IPTEK tersebut di

    antaranya peningkatan kualitas produk seperti menghasilkan produk yang tahan lama, dan

    kerjasama dengan berbagai universitas di Indonesia.

  • BAB IV

    REKOMENDASI KEBIJAKAN KERJA SAMA BILATERAL INDONESIA EU

    Hubungan perdagangan antara UE-Indonesia merupakan faktor yang sangat penting dalam

    mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia. UE merupakan negara pengekspor terbesar di

    dunia dan menempati proporsi 20% dari nilai perdagangan dunia. Dengan populasi yang

    mencapai 500 juta jiwa, UE merupakan pasar ekspor terbesar bagi lebih dari 100 negara, tidak

    terkecuali Indonesia. Bagi Indonesia, UE merupakan negara tujuan utama untuk ekspor non-

    migas. Selama tahun 2011, total perdaganagan UE-Indonesia mencapai USD 32 triliun dengan

    surplus perdagangan sebesar USD 2,2 triliun bagi Indonesia3. Sebaliknya, populasi Indonesia

    yang mencapai 240 juta jiwa dan terdiri dari masyarakat berpendapatan menengah ke bawah

    serta letak geografis yang strategis, telah menjadikan Indonesia sebagai pasar yang sangat

    atraktif bagi Uni Eropa. Berdasarkan analisis mengenai kekuatan, kelemahan, hambatan, dan

    peluang kerja sama antara kedua pihak dalam bab sebelumnya, dapat disampaikan beberapa

    rekomendasi program dan rekomendasi kebijakan Kementerian Keuangan secara umum terkait

    kerja sama bilateral ekonomi dan keuangan Indonesia dan Uni Eropa agar Indonesia dapat

    memetik manfaat yang optimal dari perlaksanaan kerja sama bilateral dengan Uni Eropa sebagai

    berikut:

    A. Rekomendasi program, yaitu:

    1. Perkuat program Trade Support Program (TSP) I dan II

    Besarnya potensi perdagangan bilateral antara EU-Indonesia telah mendorong

    terinisiasinya kerjasama-kerjasama ekonomi antara kedua belah pihak. Tujuan dijalinnya

    kerjasama EU-Indonesia ini adalah untuk meningkatkan daya saing Indonesia pada perdagangan

    internasional. Trade Support Program (TSP) I dan II merupakan langkah yang diambil

    mendorong integrasi Indonesia pada sistem perdagangan internasional. TSP I dan

    diimplementasikan dari 2005-2008 fokus pada penguatan kapasitas government agencies yang

    terlibat pada hubungan perdagangan antara UE-Indonesia, yang meliputi Kementerian

    Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Badan

    Standarisasi Nasional4.

    TSP II diimplementasikan untuk menjaga kontinuitas program TSP I yang sebelumnya

    telah dilaksanakan. Fokus program TSP II adalah peningkatan kualitas ekspor Indonesia untuk

    memastikan pemenuhan kualifikasi standar internasional. Salah satu yang menjadi kendala 3 http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/index_en.htm 4 Blue Book 2012,EU-Indonesia Development Cooperation 2010/2011

  • 25

    utama dalam hubungan perdagangan UE Indonesia adalah isu mengenai standar kualitas barang

    ekspor Indonesia yang belum memenuhi kualifikasi Uni Eropa. Sebagai akibatnya, barang-

    barang ekspor Indonesia yang belum memenuhi standar kualitas tidak dapat dipasarkan di Eropa.

    Untuk mengatasi hambatan ini, salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah dengan

    memaksimalkan fungsi Quality Infrastructure (QI) yang dapat memastikan bahwa proses dan

    produk yang diekspor dari Indonesia sesuai dengan standar yang berlaku internasional.

    Berdasarkan laporan penelitian Indonesias Export Quality Infrastructure, menyimpulkan bahwa

    Quality Infrastructure di Indonesia belum dapat berfungsi dengan baik disebabkan oleh

    ketidakjelasan wewenang dan area tanggung jawab, penggunaan asset yang tidak maksimal,

    hingga kompetisi di antara institusi pemerintah. Langkah yang dapat ditempuh untuk mengatasi

    permasalahan ini dengan meningkatkan traceability. Traceability dapat ditingkatkan apabila

    setiap institusi yang terkait dalam Quality Infrastructure saling berbagi informasi. Dengan saling

    berbagi informasi, maka akan dapat teridentifikasi blockage point yang menyebabkan

    terkendalanya barang ekspor Indonesia untuk dipasarkan di Eropa, dan merumuskan langkah-

    langkah yang diperlukan untuk mengatasinya. Selain itu, dengan akses informasi ini, diharapkan

    perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat mengembangkan research and development untuk

    melakukan inovasi-inovasi pada proses produksi sehingga meningkatkan meningkatkan daya

    saing produk Indonesia di pasar internasional. Untuk mendukung hal ini, standar kualitas maupu

    persyaratan yang berlaku, baik terkait dengan proses teknis maupun produk itu sendiri, harus

    dapat diakses oleh masyarakat umum, khususnya para pelaku ekspor5.

    2. Pembentukan perjanjian bilateral yang ambisius seperti EU-Indonesia Comprehensive

    Economic Partnership Agreement (CEPA)

    Untuk memaksimalkan potensi hubungan ekonomi bilateral antara UE-Indonesia dan

    mencapai kemitraan dan kerjasama dalam jangka panjang, maka perlu adanya suatu perjanjian

    bilateral yang ambisius antara Indonesia dan Uni Eropa. Adanya indikasi status quo antara kedua

    belah pihak telah mengurangi efisiensi hubungan ekonomi dan pemanfaatan potensi ekonomi

    UE-Indonesia. EU-Indonesia Comprehensive Economic Partnerships Agreement (CEPA) adalah

    kerjasama yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan perdagangan dua arah antara Uni

    Eropa dengan Indonesia dan meningkatkan investasi Eropa di Indonesia. Secara garis besar,

    terdapat tiga elemen penting yang dalam mendukung perdagangan bebas antara Indonesia dan

    Uni Eropa, yaitu: akses pasar, pengembangan kapasitas, fasilitasi perdagangan dan investasi6.

    5 Indonesias Export Quality Infrastructure 6 Penguatan Kemitraan Indonesia-UE: Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA)

  • 26

    Perluasan akses pasar dapat dilakukan melalui liberalisasi akses terhadap barang, jasa, dan

    investasi langsung yang didukung oleh komitmen pemenuhan peraturan dan standar

    internasional yang meliputi ketentuan Hambatan Teknis Perdagangan (Technical Barriers to

    Trade / TBT), sanitasi dan fitosanitasi (Sanitary and Phytosanitary, SPS) dan hambatan non-tarif

    (Non Tariff Measures / NTM) serta perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual. Proses

    liberalisasi ini mempertimbangkan perbedaan tingkat kemajuan aekonomi antara negara-negara

    anggota UE dengan Indonesia. Liberalisasi akses terhadap barang telah dilakukan dengan

    pengurangan hambatan perdagangan (trade barriers) antara UE-Indonesia. Hal ini telah mulai

    dilakukan dengan adanya rekomendasi penerapan tarif nol bagi 95% jajaran tarif dari sekurang-

    kurangnya 95% nilai perdagangan yang termasuk dalam jangka waktu maksimum sembilan

    tahun, dengan tetap mengikutsertakan perlindungan terhadap ketentuan tentang sektor-sektor

    sensitif. Produk yang tidak atau kurang sensitif harus dipercepat proses liberalisasinya,

    sedangkan produk yang sensitif diliberalisasikan lebih lambat dengan mempertimbangkan

    kesiapan Indonesia7.

    Dari sisi investasi dan perluasan akses pasar dapat dilakukan dengan pemberian

    kesempatan yang luas bagi investor secara lokal. Dalam sepuluh tahun terakhir, Asia hanya

    menerima 1,6% dari total FDI UE. Uni Eropa merupakan sumber FDI terbesar kedua untuk

    Indonesia. Hingga tahun 2010, total direct investment UE ke Indonesia mencapai USD 70 triliun.

    UE menempati posisi kedua sebagai sumber FDI bagi Indoonesia, namun presentase FDI UE ke

    Indonesia masih relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh pembatasan ekuitas yang terlalu ketat.

    Selain itu, isu-isu terkait dengan perlindungan HKI, konsistensi peraturan, ketersediaan

    infrastruktur, dan kebijakan perpajakan juga turut mengurangi motivasi penanaman modal di

    Indonesia. Untuk mengatasi hal ini, diharapkan akan ada liberalisasi terhadap pembatasan

    kepemilikan asing, akses bisnis, dan persyaratan konten lokal. Penyempurnaan sistem one-stop

    service (Pelayanan Perizinan Terpadu) yang telah diimplementasikan pada tahun 2009 juga akan

    dapat mempercepat alur perizinan pendirian perusahaan asing di Indonesia. Selain itu,

    pemerintah perlu memberikan perlindungan investasi kepada investor. Adanya inisiatif untuk

    melakukan Perjanjian Investasi Tunggal (BIT) dapat mempromosikan kepastian hukum bagi

    investor UE dan Indonesia8.

    Upaya pengembangan kapasitas dilakukan dengan tidak hanya berorientasi pada hasil-

    produk, tetapi harus berorientasi pada hasil-proses, di mana hasil memiliki kapasitas untuk

    memenuhi persyaratan kesehatan, keselamatan, guna menjangkau pasar Uni Eropa. Isu mengenai

    standar sanitiasi (SPS) dan teknis (TBT) kembali perlu diperhatikan, sehingga diperlukan dialog 7 Ibid 8 Ibid

  • 27

    yang mencakup tiga level, yaitu: (1) Dialog permanen yang meliputi antar bisnis dengan bisnis

    dan bisnis dengan pemerintah; (2) Dialog dan komitmen teknis yang melibatkan para penyusun

    undang-undang untuk berdiskusi bersama-sama guna mengidentifikasi kesempatan yang ada dan

    memberikan solusi atas hambatan yang dihadapi; dan (3) Kerjasama bidang keuangan, di mana

    UE memberikan bantuan finansial pada bidang-bidang tertentu utnuk membantu Indonesia untuk

    memenuhi persyaratan ekspor internasional9. Untuk meningkatkan ekspor Indonesia ke UE perlu

    adanya koordinasi antara asosiasi bisnis UE dengan asosiasi bisnis Indonesia sebagai pihak yang

    memiliki akses informasi mengenai persyaratan dan kebutuhan pelanggan dan konsumen UE.

    Selain itu, perlu pula adanya mekanisme dukungan teknis dan administrasi terhadap UKM yang

    memiliki potensi untuk mengekspor ke UE. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan

    dan instansi terkait lainnya dapat melakukan program sosialisai dan memfasilitasi

    penyempurnaan on-line helpdesk kepada para pelaku UKM yang memiliki potensi ekspor namun

    dengan akses informasi yang terbatas10.

    Penyediaan fasilitas perdagangan dan investasi dapat dilakukan dengan membuka

    kesempatan investasi dari perusahaan-perusahaan UE pada sektor infrastruktur, pekerjaan umum

    infrastruktur, dan kerjasama publik/privat (PPP). Selama 2010-2014, kebutuhan Indonesia pada

    sektor infrastruktur masih sangat besar, diperkirakan sebesar USD 21 triliun. Hal ini membuka

    kesempatan bagi investor UE yang tertarik untuk melakukan investasi langsung di Indonesia.

    Indonesia diharapkan memberikan kesempatan bagi investor UE untuk berinvestasi di bidang

    pekerjaan umum, khususnya di bidang infrastruktur yang digabungkan dengan kerjasama publik-

    privat (public private partnership / PPP) mengingat infrastruktur yang buruk dapat merupakan

    penghambat bagi FDI. Namun, untuk dapat menarik minat investor UE untuk berinvestasi di

    Indonesia, hal yang perlu ditindaklanjuti adalah pengurangan biaya logistik di Indonesia. Selain

    itu, perlu diidentifikasi terlebih dahulu jenis dan tingkatan dukungan pemerintah yang meliputi

    pembelian kembali asset, penghasilan minimum, laba komersial yang diharapkan, dll.

    Baik upaya pengembangan kapasitas maupun upaya penyediaan fasilitas perdagangan dan

    investasi, harus didahului dengan mengidentifikasi sektor-sektor prioritas dan dilakukan

    penyelarasan standar, pengujian, penilaian kesesuaian dan akrediasi. Selain itu juga perlu

    dibahas langkah-langkah konkret dalam mempromosikan elemen hijau dalam kerangka

    kebijakan perdagangan dan investasi UE-Indonesia. Sasaran-sasaran berkelanjutan

    (sustainability) juga perlu dipertimbangakan pengembangan fasilitas dan fasilitas perdagangan.

    9 Ibid 10 http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/eu_indonesia/trade_relation/market_access/index_en.htm

  • 28

    B. Rekomendasi kebijakan Kementerian Keuangan secara umum

    1. Peningkatan belanja negara untuk perbaikan infrastruktur

    Salah satu yang menjadi kendala dalam perdagangan baik antara Indonesia dengan Uni

    Eropa maupun dengan mitra dagang lainnya adalah buruknya infrastruktur di Indonesia.

    Infrastruktur yang kurang memadai akan meningkatkan biaya logistik dan mengurangi efisiensi

    secara keseluruhan. Di samping itu, lemahnya infrastruktur di Indonesia juga merupakan salah

    satu faktor yang menyebabkan investor asing enggan menanamkan modalnya di Indonesia.

    Untuk mengatasi hambatan ini, rekomendasi untuk arah kebijakan Kementerian Keuangan

    adalah untuk meningkatkan belanja negara untuk meningkatkan kualitas infrastruktur di

    Indonesia. Dari tahun 2005 hingga 2012, alokasi belanja negara untuk belanja modal telah

    mengalami peningkatan, yaitu dari 9,1% pada 2005, 15,5% pada 2011, dan 17,65 pada 201211.

    Ke depannya, alokasi pada belanja modal ini diharapkan akan mengalami peningkatan sehingga

    dapat mendukung aktivitas ekonomi pada umumnya dan aktivitas perdagangan pada khususnya.

    Selain itu, tingginya minat investor UE pada pengadaaan infrastruktur di Inonesia dapat dilihat

    sebagai peluang bagi Indonesia untuk mendanai kebutuhan infrastrukuturnya. Bersama dengan

    instansi terkait lainnya, perlu dirumuskan kebijakan-kebijakan dan kerangka hukum yang

    memberikan kepastian bagi investor UE yang ingin melakukan investasi pada pengadaan

    infrastruktur di Indonesia.

    2. Keringanan pajak bagi perusahaan yang berinvestasi pada sektor industri tertentu

    Pemberian keringanan pajak penghasilan bagi perusahaan yang melakukan investasi pada

    sektor-sektor prioritas. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan investasi di Indonesia, baik

    bagi perusahaan domestik maupun perusahaan asing. Melalui kebijakan ini, pihak-pihak yang

    melakukan investasi pada sektor-sektor prioritas akan diberikan keringanan pajak atas

    pendapatan investasi yang diterimanya. Untuk meningkatkan hubungan perdagangan antara

    Indonesia-Uni Eropa, maka perlu dipertimbangkan untuk memberikan keringanan pajak ini bagi

    investor yang berinvestasi pada industri perikanan, pertanian, barang elektronik, furnitur dan

    kosmetik. Dengan keringanan pajak ini, diharapkan akan meningkatkan investasi pada sektor-

    sektor tersebut sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kapasitas ekspor Indonesia ke Uni

    Eropa.

    Namun demikian, kebijakan pemberian keringanan pajak ini harus dilakukan secara cermat

    dan ketat, misalnya, dilihat dari perhitungan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh

    perusahaan tersebut, jumlah penyerapan tenaga kerja, omset dan penilaian strategis lainnya. 11 Fiscal Policies For Oil and Gas Industry in Indonesia, Fiscal Policy Office, Ministry of Finance of Republic Indonesia

  • 29

    3. Pemberian tax holiday bagi industri baru atau atau pelaku industri yang menjadi pionir di

    bidangnya secara cermat dan selektif

    Pemberian tax holiday bagi industri yang baru muncul atau pelaku usaha yang menjadi

    pionir pada industrinya. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan stimulus bagi pelaku usaha

    untuk melakukan inovasi kegiatan usaha pada sektor-sektor yang dianggap akan dapat

    memberikan eksternalitas positif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Dalam

    kaitannya dengan hubungan perdagangan dengan Uni Eropa, maka industri yang

    direkomendaasikan mendapatkan tax holiday ini adalah industri yang melakukan inovasi yang

    mempertimbangkan elemen hijau (green economics). Hal ini didasarkan pada besarnya

    perhatian Uni Eropa pada isu green economic sehingga inovasi dengan mempertimbangkan

    elemen hijau ini dapat membuka kesempatan peningkatan ekspor Indonesia ke Uni Eropa.

    4. Pengelolaan utang publik

    Kebijakan pengelolaan utang publik perlu terus ditingkatkan untuk meningkatkan

    investment grade surat-surat berharga Indonesia. Hingga tahun 2011, investment grade untuk

    surat-surat berharga Indonesia berada pada Baa3 (Moodys), BB+ (S&P), dan BBB- (Fitch)12.

    Selain penurunan utang publik, beberapa hal yang mendukung rating Indonesia pada level ini

    antara lain rendahnya defisit anggaran pemerintah, likuiditas eksternal yang menguat dan kinerja

    ekonomi yang tangguh13. Dengan naiknya peringkat surat utang pemerintah Indoneisa

    diharapkan akan memberikan sinyal positif bagi