Laporan Akhir EKPD 2009 Jambi - UNJA
Embed Size (px)
description
Transcript of Laporan Akhir EKPD 2009 Jambi - UNJA


KERJASAMA DEPUTI BIDANG EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN
KEMENTERIAN NEGARA PPN / BAPPENASDENGAN
UNIVERSITAS JAMBI
LAPORAN AKHIREvaluasi Kinerja Pembangunan Daerah
Provinsi Jambi

i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas petunjuk dan
pertolonganNya, pekerjaan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) 2009 Provinsi Jambi
pada sejumlah sektor telah dapat diselesaikan dan disusun laporannya.
Laporan evaluasi hasil kinerja pembangunan daerah Provinsi Jambi ini disusun berdasarkan
hasil identifikasi isu-isu pokok yang mengemuka dalam kehidupan masyarakat Jambi baik fakta,
permasalahan maupun opini sebagai dampak dari kebijakan dan proses pembangunan yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jambi. Fakta dan permasalaan tersebut yang kemudian
dianalis dan dikaji berdasarkan pandangan keilmuan Tim Independen Universitas Jambi agar dapat
menjadi pertimbangan dan input bagi perbaikan kebijakan di masa akan datang.
Kendatipun upaya untuk melakukan evaluasi ini se-ilmiah mungkin sudah dilakukan, namun
disadari bahwa objektivitas dan emosionalitas mungkin masih mempengaruhi sebahagian dari isi
laporan ini. Kekurangan ini diakui sebagai kelemahan manusiawi dari tim itu sendiri. Jika pembaca
menemukannya dan memandangnya sebagai sebagai sesuatu yang mengganjal, tim terbuka untuk
mendiskusikannya dan memperbaikinya bila memang diperlukan.
Selesainya penulisan laporan evaluasi ini tidak terlepas dari bantuan pihak-pihak terutama
pihak yang menginisiasi dan mensupport dana, yaitu Bappenas RI, dan pihak yang membantu
dalam penyediaan data dan informasi, yaitu instansi-instansi sektoral dalam lingkup pemerintah
Provinsi Jambi. Tanpa bantuan dan kerjasama semuanya, tidak mungkin evaluasi ini bisa dilakukan.
Karena itu kami menghaturkan ucapan terima kasih yang sangat dalam. Semoga upaya baik kita ini
diridoi oleh Yang Maha Berkuasa. Amin.
Demikianlah, semoga laporan ini bermanfaat sebagaimana yang diharapkan.
Jambi, Desember 2009
Rektor Universitas Jambi
H. KEMAS ARSYAD SOMAD, SH, MH

ii
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR
Hal BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan EKPD 2009 Provinsi Jambi 1.3 Keluaran EKPD 2009 1.4 Metodologi Penelitian 1.5 Sistematika Penulisan Laporan
1 2 3 6 8
BAB II HASIL EVALUASI A. Perkembangan Ekonomi Daerah B. Permasalahan Pembangunan Provinsi Jambi 2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI
2.1.1 Capaian Indikator Outcome a. Kondisi Daerah b. Outcome Pelayanan Publik
Analisis Relevansi Analisis Efektivitas
c. Outcome Demokrasi Analisis Relevansi Analisis Efektivitas
2.1.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 2.1.3 Rekomendasi Kebijakan
2.2 TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
2.2.1 Capaian Indikator a. Kondisi Pendidikan b. Outcome Pendidikan
1) Angka Partisipasi Kasar Analisis Relevansi Analisis Efekvifitas
2) Angka Partisipasi Murni Analisis Relevansi Analisis efektivitas
3) Pendidikan Secara Keseluruhan Analisis Relevansi Analisis efektivitas
c. Outcome Kesehatan Analisis Relevansi Analisis efektivitas
2.2.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 2.2.3 Rekomendasi Kebijakan
11 12 14 14 14 18 18 19 20 20 21 22 26 27 27 27 33 33 33 34 35 35 35 36 36 37 38 40 41 42 44

iii
2.3 TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI 2.3.1 Capaian Indikator
a. Perkembangan Sektoral b. Perkembangan Perbankan c. Outcome Perekonomian
1) Investasi Analisis Relevansi Analisis Efektivitas
2) Infrastruktur Jalan Analisis Relevansi Analisis Efektivitas
3) Perekonomian Secara Keseluruhan Analisis Relevansi Analisis Efektivitas
2.3.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 2.3.3 Rekomendasi Kebijakan
2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
2.4.1 Capaian Indikator a. Kondisi SDA Jambi b. Kondisi Lingkungan Hidup
Analisis Relevansi Analisis Efektivitas
2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 2.4.3 Rekomendasi Kebijakan
2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT 2.5.1 Capaian Indikator
a. Kemiskinan dan Kesempatan Kerja b. Tingkat Pelayana Dinas PMKS c. Outcome Kesejahteraan Rakyat
Analisis Relevansi Analisis Efektivitas
2.5.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol 2.5.3 Rekomendasi Kebijakan
46 46 46 50 51 51 52 53 54 56 57 58 58 59 59 61 64 64 64 66 72 73 74 75 78 78 79 83 84 85 86 86 88
BAB III KESIMPULAN LAMPIRAN
90

iv
DAFTAR TABEL
Hal 2.1.1 2.1.2 2.1.3 2.1.4 2.1.5 2.1.6 2.1.7 2.1.8 2.1.9 2.1.10 2.1.11 2.2.1 2.2.2 2.2.3 2.2.4 2.2.5 2.2.6 2.2.7 2.3.1 2.3.2 2.3.3 2.3.4 2.3.5 2.3.6
Data Kejahatan Yang Merugikan Negara ………………………………… Data Kejahatan Konvensional …………………………………………….. Jumlah Perkara Pidana dan Perdata yang Masuk, Putusan dan Sisa Di Provinsi Jambi, Tahun 2004-2008……………………………………… Perkara Pidana Umum ringan/pelanggaran se – Kejati Jambi yang diputus dan dieksekusi dalam Tahun 2004 – 2008 ……………………… Perkara Tindak Pidana Khusus yang diselesaikan di Kejati Jambi tahun 2008 ………………………………………………………………….. Jumlah kecelakaan meninggal, luka ringan, luka berat dan kerugian material pada tahun 2004 – 2008 …………………………………………. Tingkat Pelayanaan Publik dan Demokrasi di Provinsi Jambi tahun 2004 – 2008 ………………………………………………………………… Dinas / Instansi dalam Pengurusan SITU, SIUP dan TDP di Kota Jambi ………………………….…………………………………………….. Syarat Dibutuhkan Dalam Pengurusan SITU, SIUP dan TDPdi Kota Jambi ……………………………………………………………………….. Jumlah Masyarakat Jambi Ikut Pemilu 2004 ..………………………….. Jumlah Masyarakat Yang Ikut Pada Pelaksanaan Pilkada .................... Perbandingan APK Provinsi Jambi dan Nasional Menurut Tingkatan Sekolah, Tahun 2004-2008 ……………………………………………….. Perbandingan Rata-rata Nilai Akhir Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 ………………………………………………………….. Jumlah Kelahiran Dan Kematian Bayi Dan Balita Di Provinsi Jambi, Periode 2004-2008 …………………………………………………………. Jumlah Kematian Ibu Maternal Provinsi Jambi Periode 2004-2008 …... Status Gizi di Provinsi Jambi Tahun 2004-2008 ………………………… Pra Usila dan Usila Yang Mendapat Pelayanan Kesehatan Menurut Kab/Kota Dalam Provinsi Jambi Tahun 2004-2008 ............................... Jumlah Peserta KB Aktif Provinsi Jambi Tahun 2004-2008 .................. Perkembangan PDRB Provinsi Jambi Menurut Harga Konstan Tahun 2000 Periode Tahun 2004-2008 (juta rupiah) …………………………… Perkembangan Kontribusi Sektoral PDRB Provinsi Jambi Tahun 2004-2008 ………………………………………………………………………… Perkembangan dan Pertumbuhan PDRB Provinsi Jambi Tahun 2004-2008 (juta rupiah) ………………………………………………………….. Kontribusi PDRB dari Sisi Pengeluaran Provinsi Jambi Tahun 2004-2008 (juta rupiah) ………………………………………………………….. Perkembangan LDR Perbankan Provinsi Jambi Periode Tahun 2004-2008 (juta rupiah) …………………………………………………………. Perkembangan Jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten Dalam Provinsi Jambi Periode Tahun 2004-2008 ……………………………….
15 16
16
17
17
18
18
22
24 25 25
28
29
28 39 39
40 40
46
47
48
49
51
55

v
2.3.7 2.3.8 2.4.1 2.4.2 2.4.3 2.4.4 2.4.5 2.4.6 2.5.1 2.5.2 2.5.3 2.5.4 2.5.5 2.5.6
Perkembangan Jalan Provinsi dan Kabupaten Dalam Provinsi Jambi Periode Tahun 2004-2008 ………………………………………………… Perkembangan Pertumbuhan Sektoral PDRB Provinsi Jambi Menurut Harga Konstan Tahun 2000, Periode Tahun 2005-2008 ………………. Luas Kawasan Hutan di Provinsi Jambi menurut Fungsinya Tahun 2004-2008 ………………………………………………………………….. Produksi Kayu Hutan dan Hasil Hutan Ikutan menurut Jenis Produksi, Tahun 2006-2008 ………………………………………………………….. Jumlah Produksi dan Nilai Budidaya di Kolam dan Keramba Jaring Apung di Provinsi Jambi Tahun 2004-2008 ........................................... Produksi Pertambangan menurut Jenis Barang di Provinsi Jambi Tahun 2004-2008 ................................................................................... Perkembangan Luas Lahan Rehabilitasi dan Kawasan Konservasi di Provinsi Jambi Tahun 2004-2008 ........................................................... Perkembangan lahan HPH di Provinsi Jambi dan Indoneisa, Tahun 2004-2008 .............................................................................................. Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Provinsi Jambi, Februari 2006 – Februari 2009 ……………………………………………………… Perkembangan Pengangguran Terbuka dan Kemiskinan Provinsi Jambi, Tahun 2004-2008 ………………………………………………….. Perkembangan Tingkat Pelayanan Sosial dari Dinas Sosial (PMKS) Provinsi Jambi, 2004 – 2008 ……………………………………………… Perkembangan Tingkat Pelayanan Sosial dari Dinas Sosial (PMKS) Provinsi Jambi, 2004 – 2008 (sambungan)………………………………. Jumlah PMDN di Provinsi Jambi menurut Realisasi Investasi dan Tenaga Kerja Tahun 2004-2008 …………………………………………. Jumlah PMA di Provinsi Jambi menurut Realisasi Investasi dan Tenaga Kerja Tahun 2004-2008 …………………………………………..
55
61
67
68
69
71
72
75
80
81
83
83
87
87

vi
DAFTAR GAMBAR
Hal 1.1.1 1.1.2 2.1.1 2.1.2 2.1.3 2.1.4 2.2.1 2.2.2 2.2.3 2.2.4 2.2.5 2.2.6 2.2.7 2.2.8 2.2.9 2.2.10 2.2.11 2.2.12 2.2.13 2.2.14 2.2.15
Kerangka Kerja EKPD 2009 ………………………………………………. Hubungan antara Indikator dan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi ……………………………………………………………………… Perbandingan Outcomes Pelayanan Publik Provinsi Jambi dan Nasional,Tahun 2004-2008 ……………………………………………….. Perbandingan Trend Outcomes Pelayanan Publik Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 ………………………………………………. Perbandingan Outcomes Demokrasi Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 ………………………………………………………….. Perbandingan Trend Outcomes Demokrasi Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 ……………………………………………….. Perbandingan Pertumbuhan Nilai Rata-rata SMP/MTs Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 …………………………………………. Perbandingan Nilai Rata-rata SMA/SMK/MA Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 ………………………………………………. Perbandingan Pertumbuhan Nilai Rata-rata SMA/SMK/MA Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 ………………………………….. Perbandingan Angka Putus Sekolah SD/MI Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008……………………………………………….. Perbandingan Angka Putus Sekolah SMP/MTs Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 ………………………………………………. Perbandingan Angka Putus Sekolah SMA/SMK/MA Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 …………………………………………. Perbandingan Outcomes APK Provinsi Jambi dan Nasional Keseluruhan Tingkatan Sekolah, Tahun 2004-2008 ……………………. Perbandingan Trend Outcomes APK Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 ………………………………………………………….. Perbandingan Outcomes APM Provinsi Jambi dan Nasional Tahun 2004-2008 ………………………………………………………………….. Perbandingan Trend Outcomes APM Provinsi Jambi dan Nasional,Tahun 2004-2008 ……………………………………………….. Perbandingan Trend Negatif Outcomes Status Indikator Pendidikan Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 ………………………… Perbandingan Trend Outcomes Status Indikator Pendidikan Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 ………………………………….. Perbandingan Outcomes Indikator Kesehatan Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 ………………………………………………. Perbandingan Trend Outcomes Indikator Kesehatan Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 …………………………………………. Persentase Penduduk Buta Huruf Kelompok Umur 15+ Tahun Provinsi Jambi dan Indonesia, Tahun 2004-2008 ..................................
4
5
19
20
21
21
29
30
31
32
32
33
34
34
35
36
36
37
41
42
43

vii
2.2.16 2.2.17 2.3.1 2.3.2 2.3.3 2.3.4 2.3.5 2.3.6 2.3.7 2.3.8 2.4.1 2.4.2 2.4.3 2.4.4 2.5.1 2.5.2 2.5.3 2.5.4 2.5.5
Persentase Penduduk Buta Huruf Kelompok Umur 15-45 Tahun Provinsi Jambi dan Indonesia, Tahun 2004-2008 Persentase Penduduk Buta Huruf Kelompok Umur 45+ Tahun Provinsi Jambi dan Indonesia, Tahun 2004-2008 .................................. Perbandingan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jambi dan Nasional, 2004-2008 ……………………………………………………… Perkembangan Investasi PMA dan PMDM Di Provinsi Jambi, Tahun 2004-2008 …………………………………………………………………… Perbandingan Outcomes Investasi Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 ………………………………………………………….. Perbandingan Trend Outcomes Investasi Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 ………………………………………………………….. Perbandingan Outcomes Jalan (rusak) Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 .......................................……………………………… Perbandingan Trend Outcomes Jalan Rusak Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 ………………………………………………. Perbandingan Outcomes Perekonomian Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 ………………………………………………………….. Perbandingan Trend Outcomes Perekonomian Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 ……………………………………………… Luas Kawasan Hutan di Provinsi Jambi menurut Fungsinya Tahun 2008 …………………………………………………………………………. Jumlah Produksi Budidaya di Kolam dan Keramba Jaring Apung di Provinsi Jambi Tahun 2004-2008 ........................................................... Perbandingan Outcomes Rahabilitasi dan Konservasi Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 …………………………………………. Perbandingan Trend Outcomes Lahan Rehabilitasi dan Konservasi Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 ………………………… Pengangguran Terbuka dari Provinsi Jambi Februari 2006 s.d Agustus 2009 ………………………………………………………………………… Perkembangan Pengangguran Terbuka dan Kemiskinan Provinsi Jambi, 2004 – 2008 ………………………………………………………… Pertumbuhan Pengangguran dan dan Kemiskinan Provinsi Jambi, Februari 2006 – Agustus 2009 ……………………………………………. Perbandingan Outcomes Kesejahteraan Rakyat Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008 ………………………………………………. Perbandingan Trend Outcomes Kesejahteraan Rakyat Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
43
44
48
52
53
54
55
57
58
59
67
69
73
74
80
82
82
84
85

EKPD 2009 Provinsi Jambi 1
Laporan Akhir
Bab I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan
nasional, pada hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya terencana untuk
meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa depan daerah yang lebih baik
dan kesejahteraan bagi semua masyarakat. Pembangunan merupakan suatu proses yang
pencapaiannya dilakukan melalui tahapan-tahapan perencanaan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Pada UU Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional telah dinyatakan bahwa perencanaan pembangunan dibagi ke dalam tiga tahapan
yaitu perencanaan pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan tahunan.
Keseluruhan tahapan pembangunan tersebut pada tingkat daerah sebagaimana
dituangkan dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dirumuskan dalam
suatu dokumen perencanaan yang disebut Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD).
Penyusunan rencana pembangunan merupakan bagian untuh dari upaya
pencapaian tujuan pembangunan yang harus pula mencakup implementasinya dalam
berbagai bentuk aktivitas pembangunan. Pelaksanaan pembangunan itu sendiri
membutuhkan pengawasan agar tujuan benar-benar dapat dicapai konsisten dengan
rencana yang telah disusun sebelumnya. Pada kenyataannya proses pembangunan
senantiasa dihadapakan pada berbagai permasalahan, kendala dan tantangan untuk
mewujudkan tujuan yang telah direncanakan. Dinamika kegiatan ekonomi, sosial, politik dan
budaya dalam realitasnya mungkin membutuhkan penyesuaian-penyesuaian langkah dan
kebijakan dalam upaya mewujudkan tujuan. Oleh sebab itu, implementasi suatu rencana
perlu dievaluasi keberhasilannya dengan menggunakan berbagai indikator kinerja yang
relevan pada masing-masing bidang kegiatan.

2 Provinsi Jambi, EKPD 2009
Laporan Akhir
Sebagai upaya mewujudkan tujuan pembangunan jangka panjang yaitu masyarakat
yang lebih makmur dan sejahtera, Provinsi Jambi telah merumuskan rencana pembangunan
jangka menengah sebagaimana yang dituangkan dalam Peraturan Gubernur Nomor 9
Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Jambi Tahun
2006-2010. Hingga saat ini, implementasi RPJM tersebut telah memasuki tahun ketiga
melalui pelaksanaan RKPD sehingga membutuhkan evaluasi lanjutan dari kegiatan evaluasi
yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya. Melalui evaluasi secara berkesinambungan
diharapkan dapat diperoleh informasi mengenai kemajuan yang telah dicapai sesuai dengan
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan pada RPJM dibandingkan capaian pada tahun
sebelumnya. Selain itu, evaluasi kinerja pembangunan daerah sangat penting untuk
mengetahui sejauh mana arah, kebijakan dan keberhasilan kegiatan pembanganunan di
Provinsi Jambi sejalan dan selaraskan dengan tujuan pembangunan nasional yang telah
dituangkan dalam RPJM Nasional.
Evaluasi kinerja pembangunan daerah akan menghasilkan sebuah dokumen yang
memuat hasil penilaian secara objektif pelaksanaan proses pembangunan baik
keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai, maupun beberapa kegagalan berserta
kendala-kendala dan permasalahan yang dihadapi dan langkah-langkah yang telah
ditempuh untuk mengatasinya. Objektivitas evaluasi kinerja pembangunan dapat dicapai jika
dilakukan oleh institusi independen atau pihak lain di luar institusi perencana dan pelaksana
pembangunan tersebut. Terkait dengan persoalan ini, evaluasi kinerja pembangunan daerah
dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) melalui
kerjasamanya dengan pihak Universitas di daerah setempat. Evaluasi kinerja pembangunan
Provinsi Jambi dilakukan oleh Tim independen Universitas Jambi yang dibentuk oleh Rektor
Universitas Jambi dengan Surat Keputusan Rektor Nomor 177/J21/WS/2007 Tanggal 22
Juni 2007 sebagai wujud kerjasama dengan BAPPENAS.
1.2. Tujuan EKPD 2009 Provinsi Jambi Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan untuk menilai
relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-2008.
Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai
tujuan/sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari
pembangunan daerah tersebut.

EKPD 2009 Provinsi Jambi 3
Laporan Akhir
Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang berguna
sebagai alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan
pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah dilakukan
sebelumnya.
Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal
guna mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan pusat dan daerah
periode berikutnya, termasuk untuk penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan
Dana Dekonsentrasi (DEKON).
1.3. Keluaran EKPD 2009 1) Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Jambi
2) Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Jambi sesuai
sistematika buku panduan
1.4. Kerangka Kerja EKPD 2009 Kerangka kerja EKPD 2009 meliputi beberapa tahapan kegiatan utama yaitu
sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1.1
(1) Penentuan Indikator Hasil (outcomes) Indikator kinerja dari tujuan/sasaran pembangunan daerah merupakan indikator
dampak (impacts) yang didukung melalui pencapaian 5 kategori indikator hasil (outcomes)
terpilih. Pengelompokan indikator hasil dan indikator pendukungnya, dilakukan dengan
memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
• Specific, atau indikator dapat diidentifikasi dengan jelas;
• Relevant: mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara target output
dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara target outcomes
dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan;
• Measurable : jelas dan dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang disepakati,
dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas dan biaya;
• Reliable: indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan tingkatan
kinerja;
• Verifiable: memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan untuk
menghasilkan indikator;
• Cost-effective: kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan data.

4 Provinsi Jambi, EKPD 2009
Laporan Akhir
Gambar 1.1.1 Kerangka Kerja EKPD 2009
Pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang mencerminkan tujuan/sasaran
pembangunan daerah meliputi:
A. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi.
B. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia.
C. Tingkat Pembangunan Ekonomi.
D. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam.
E. Tingkat Kesejahteraan sosial.
(2) Pemilihan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi Hubungan antar tingkat indikator dengan pendekatan pengukuran kinerja dapat
dilihat dalam Gambar 1.1.2 yaitu:

EKPD 2009 Provinsi Jambi 5
Laporan Akhir
• Relevansi untuk menilai sejauh mana pembangunan yang dijalankan relevan terhadap
sasaran atau kebutuhan daerah dalam menjawab permasalahannya.
• Efektivitas, untuk melihat apakah pembangunan yang dilakukan berkontribusi terhadap
pencapaian baik tujuan spesifik maupun umum pembangunan daerah.
Gambar 1.1.2. Hubungan antara Indikator dan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi
• Efisiensi, untuk mengetahui bagaimana masukan (inputs) dirubah menjadi keluaran
(outputs)
• Efektivitas Biaya, untuk menggambarkan hubungan antara input dengan outcomes
pembangunan.
• Kualitas, yaitu pengukuran derajat kesesuaian antara hasil-hasil pembangunan dengan
kebutuhan dan harapan masyarakat.
• Waktu, yaitu ketepatan waktu/periode pencapaian kinerja yang ditetapkan. Produktivitas, untuk melihat nilai tambah dari setiap tahapan proses pembangunan
dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan.
Sesuai dengan tujuan EKPD Nasional Tahun 2009 bahwa mengingat keterbatasan
waktu dan sumber daya dalam pelaksanaan EKPD 2009 Provinsi Jambi, maka pendekatan
dalam melakukan evaluasi hanya meliputi relevansi dan efektivitas pencapaian.

6 Provinsi Jambi, EKPD 2009
Laporan Akhir
(3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan Tahapan evaluasi di Provinsi Jambi dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan
dan tantangan utama pembangunan daerah serta mengidentifikasi tujuan pembangunan
daerah:
Tahap kedua adalah melengkapi dan mengoreksi Tabel Capaian
Tahap ketiga yaitu melakukan penilaian berkaitan dengan relevansi dan efektivitas
pencapaian.
Tahap keempat adalah melakukan identifikasi berbagai alasan atau isu yang menyebabkan
capaian pembangunan daerah (tidak) relevan dan (tidak) efektif. Tim Evaluasi Provinsi
menjelaskan “How and Why” berkaitan dengan capaian pembangunan daerah.
Tahap kelima adalah menyusun rekomendasi untuk mempertajam perencanaan dan
penganggaran pembangunan periode berikutnya.
1.5. Metodologi Penelitian
a. Metode Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan dapat melalui:
1) Pengamatan langsung Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan di
daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, lingkungan
hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di wilayah provinsi terkait.
2) Pengumpulan Data Primer
Data diperoleh melalui FGD dengan pemangku kepentingan pembangunan daerah. Tim
Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam menggali masukan dan
tanggapan peserta diskusi.
3) Pengumpulan Data Sekunder Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi pemerintah seperti BPS daerah,
Bappeda dan SKPD terkait.
b. Metode Penentuan Capaian Indikator Hasil

EKPD 2009 Provinsi Jambi 7
Laporan Akhir
(1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang
memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).
(2) Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator
pendukung dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase. (3) Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak
dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.
(4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna
negatif, maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan
terlebih dahulu menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif).
(5) Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi
jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh untuk
indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh:
• persentase penduduk miskin
• tingkat pengangguran terbuka
• persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
• presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
• presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial
Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif seperti dinyatakan
oleh No.4, sebagai berikut: Indikator kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin) + (100% -
tingkat pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan
sosial bagi anak) + (100%- persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut
usia) + (100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial}/5
Daftar indikator keluaran (outputs) yang menjadi komponen pendukung untuk
masing-masing kategori indikator hasil (outcomes) dapat dilihat pada Lampiran 1.
Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah
Relevansi dan Efektivitas.
Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana tujuan/sasaran
pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan
utama/tantangan. Dalam hal ini, relevansi pembangunan daerah dilihat apakah tren
capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan
nasional.

8 Provinsi Jambi, EKPD 2009
Laporan Akhir
Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara
hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas
pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah
membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
1.6. Sistematika Penyusunan Evaluasi Kinerja
Sistematika penyusunan laporan EKPD Provinsi Jambi mengacu pada format
penyusunan EKPD yang telah disusun secara standar oleh Bappenas. Susunan EKPD
dimaksud memuat komponen-komponen sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Tujuan (mengikuti latar belakang EKPD 2009 pada
panduan) 1.2 Keluaran 1.3 Metodologi 1.4 Sistematika Penulisan Laporan
BAB II HASIL EVALUASI
Deskripsi permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah serta identifikasi tujuan pembangunan daerah
2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI 2.1.1 Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas
2.1.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol
2.1.3 Rekomendasi Kebijakan
2.2 TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA 2.2.1 Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas
2.2.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan menonjol
2.2.3 Rekomendasi Kebijakan

EKPD 2009 Provinsi Jambi 9
Laporan Akhir
2.3 TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI 2.3.1 Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas
2.3.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan menonjol 2.3.3 Rekomendasi Kebijakan
2.4 KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM 2.4.1 Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas
2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol 2.4.3 Rekomendasi Kebijakan
2.5 TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT 2.5.1 Capaian Indikator Grafik capaian indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial Provinsi Jambi dibandingkan dengan capaian indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial nasional. Analisis Relevansi Analisis efektifitas
2.5.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator output penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol 2.5.3 Rekomendasi Kebijakan
BAB III. KESIMPULAN

10
Bab II
HASIL EVALUASI
2,1. Perkembangan Makro Ekonomi Daerah
Stabilitas ekonomi makro pada level perekonomian regional diperlihatkan oleh
keberlanjutan pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, tingkat inflasi dan
aktivitas ekspor-impor. Keempat variabel akan dapat menciptakan stabilitas perekonomian
bila satu dengan yang lainnya bergerak secara beringan. Peningkatan laju pertumbuhan
ekonomi karena produksi barang dan jasa yang lebih banyak sebagai hasil dari intensitas
penggunaan faktor-faktor produksi pada tingkat yang lebih besar akan menciptakan
kesempatan kerja yang lebih luas dan menghasilkan sumber pendapatan bagi rumah
tangga.
Bila rumah tangga mengalokasikan pengeluarannya secara berimbang untuk
mengkonsumsi dan menabung maka laju inflasi akan terkendali pada tingkat yang rendah
dan stabil. Pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang lebih
besar, rumah tangga akan mampu menyumbang lebih besar kepada pemerintah daerah
dalam bentuk pembayaran pajak, retribusi daerah dan penerimaan daerah lainnya.
Penerimaan yang lebih tinggi memungkinkan pemerintah daerah meningkatkan
penyediaan infrastruktur pendukung bagi perkembangan aktivitas ekonomi.
Ketersediaan infrastruktur dan inflasi yang lebih terkendali menciptakan iklim yang
lebih baik untuk melakukan investasi. Pada tingkat investasi yang lebih tinggi akumulasi
modal akan meningkat yang memperbesar kapasitas produksi perusahaan dan industri
sehingga akan mendorong peningkatan suplai barang dan jasa termasuk suplai komoditas
ekspor. Ekspor yang lebih tinggi akan menghasilkan penerimaan devisa yang lebih besar
dan memungkinkan peningkatan impor bahan baku dan peralatan modal yang dibutuhkan
industri dan barang konsumsi bagi rumah tangga sehingga akan mendorong peningkatan
pertumbuhan ekonomi pada periode berikutnya.
Dinamika siklus yang dikemukakan di atas hanya dapat terjadi bila perekonomian
pasar bekerja dengan baik. Mekanisme pasar akan beroperasi seperti yang diharapkan bila
terdapat aturan main bagi setiap pelaku ekonomi. Pemerintah berkewajiban membuat

11
aturan-aturan yang diperlukan untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya
aktivitas ekonomi secara berkelanjutan dan stabil.
Setelah perekonomian nasional dilanda krisis sepuluh tahun yang lalu,
perekonomian Provinsi Jambi cukup stabil yang ditandai oleh laju pertumbuhan ekonomi
pada tingkat yang lebih tinggi. Namun pola pengeluaran agregat regional yang didominasi
oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga dan rendahnya tingkat tabungan dan investasi
menyebabkan laju inflasi daerah ini cenderung lebih tinggi dari perekonomian nasional.
Kondisi ini semakin diperberat oleh keterbatasan kemampuan keuangan pemerintah
daerah membiayai pengeluarannya dan orientasi struktur pengeluaran pemerintah daerah
yang masih memberat pada pengeluaran konsumtif serta terbatasnya peningkatan
penyediaan dan pemiliharaan infrastruktur khususnya transportasi. Hal ini tidak hanya
menganggu arus distribusi barang dan jasa, tetapi juga menimbulkan inefisiensi
transportasi.
Selain itu ketergantungan daerah Jambi yang cukup tinggi terhadap impor dan
terbatasnya komoditas ekspor menyebabkan kontribusi perdagangan terhadap PDRB
semakin menurun. Kondisi demikian mengganggu stabilitas perekonomian daerah yang
selanjutnya menjadi sumber ketidakstabilan perekonomian nasional. Oleh sebab itu,
pemantapan stabilitas perekonomian menjadi bagian penting dari agenda pembangunan
Provinsi Jambi seiring dengan agenda pembangunan nasional.
Sebagian besar sektor jasa-jasa bersifat lebih padat kapital dan teknologi, kecuali
sektor bangunan dan aktivitas perdagangan informal sehingga sektor-sektor tersebut tidak
dapat diandalkan sebagai penyerap tenaga kerja. Serapan tenaga kerja justeru lebih besar
pada sektor pertanian dan industri. Karakteristik demikian berdampak pada rendahnya
peningkatan kesempatan kerja pada awal pelaksanaan RPJMN, walaupun laju
pertumbuhan agregat regional relatif cukup tinggi. Jumlah angkatan kerja yang bekerja
pada Februari 2005 tercatat sebesar 1.097.000 orang kemudian meningkat menjadi
1.113.000 orang pada November 2005. Secara bersamaan pengangguran terbuka naik
dari 103.000 orang menjadi 133.000 orang atau tingkat pengangguran terbukanya
meningkat dari 8,6 persen menjadi 10,97 persen. Tingkat pengangguran kemungkinan
akan menjadi lebih tinggi bila diperhitungkan jumlah pengangguran tersembunyi atau
setengah menganggur mengingat besarnya peran sektor pertanian dan sektor informal
dalam kegiatan perdagangan dalam menyerap tenaga kerja. Pekerja sektor pertanian
mencpai 57,5 persen pada Februari 2005 kemudian naik menjadi 61,7 persen pada

12
November 2005, sementara pekerja di sektor perdagangan mencapai 14,9 persen dan 13,7
persen pada waktu yang sama.
Bila diamati dari sisi pengeluaran agregat regional, pertumbuhan ekonomi masih
didorong oleh peningkatan pengeluaran konsumsi rumah tangga dan pemerintah,
sementara pembentukan modal tetap domestik regional bruto (investasi) dan ekspor
diharapkan berperan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi daerah, belum mampu tumbuh
pada tingkat yang lebih tinggi. Pengeluaran konsumsi rumah tangga naik 3,68 persen dan
5,39 persen pada tahun 2004 dan 2005, sementara pengeluaran konsumsi pemerintah
meningkat 3,41 persen dan 6,21 persen pada tahun yang sama. Investasi mencatat
pertumbuhan negatif pada tahun 2004 sebesar -7,78 persen, ekspor di sisi lain hanya
tumbuh sebesar 1,23 persen pada tahun 2004. Pada tahun berikutnya investasi dan ekspor
masing-masing meningkat sebesar 5,29 persen dan 5,39 persen.
Pertumbuhan pengeluaran konsumsi yang cukup tinggi dengan pangsa hampir
mencapai 60 persen untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga dan 19 persen untuk
pengeluaran konsumsi pemerintah terhadap PDRB, berdampak terhadap tingginya laju
inflasi pada awal RPJMN. Hal ini mengingat pengeluaran konsumsi cenderung bersifat
inflatoir atau lebih mudah menimbulkan inflasi dibanding pengeluaran investasi yang
cenderung bersifat lebih produktif. Pada tahun 2004 laju inflasi mencapai 7,24 persen
kemudian naik menjadi 16,5 persen pada tahun 2005 bersamaan dengan penerapan
kebijakan peningkatan harga BBM oleh pemerintah. Laju inflasi tahun 2004 lebih tinggi dari
inflasi secara nasional sebesar 6,4 persen tetapi inflasi tahun 2005 sedikit lebih rendah
yaitu 17,1 persen ditingkat nasional.
2.2. Permasalahan Pembangunan Provinsi Jambi
1. Tingkat pertumbuhan ekonomi daerah Provinsi Jambi relatif cukup tinggi, tetapi
dengan kualitas rendah sehingga:
i. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata juga rendah
ii. Pengangguran, anak putus sekolah, derajad kesehatan, kriminalisme relatif
tinggi
2. Kualitas Sumberdaya Manusia masih rendah dan sangat berfluktuasi antar wilayah.
Sejumlah wilayah memiliki angka IPM yang dalam kategori sangat rendah yang
berakibat rendahnya produktivitas tenaga kerja rata-rata

13
3. Etos kerja masyarakat relative rendah serta daya saing kualitas SDM rendah
4. Kualitas infrastruktur sampai ke sentra-sentra produksi masih belum memadai
sehingga berdampak negatif terhadap kegiatan produksi
5. Sebagian besar komoditas andalan ekspor daerah masih dalam bentuk bahan baku
yang belum memiliki nilai tambah yang tinggi untuk daerah.
6. Sebagaian besar masyarakat mempunyai kesadaran yang rendah dalam
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan sehingga tingginya pemanfaatan
potensi sumberdaya alam namun diikuti pula dengan meluasnya kerusakan
lingkungan
7. Kesenjangan pembangunan antara daerah bagian timur dengan daerah bagian
Barat dan antara kota dan pedesaan masih besar
8. Jumlah Peraturan Daerah yang bermasalah masih cukup tinggi
9. Kualitas pelayanan umum baik di sektor seluruh sektor pekonomian maupun sosial
masih rendah

14
Sub Bab 2.1 INGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI
2.1.1. Capaian Indikator
a. Kondisi Daerah Penyelenggaraan clean government atau good governance pada sektor publik dan
bisnis yang belum baik berdampak pada rendahnya kualitas pelayanan pada masyarakat.
Hal ini ditandai antara lain dengan tingginya penyalahgunaan kewenangan dan
penyimpangan, rendahnya kinerja SDM Aparatur, belum memadainya sistem kelembagaan
dan ketatalaksanaan pemerintahan, serta masih banyaknya peraturan perundang-
undangan yang tidak sesuai dengan perkembangan dan tuntutan pembangunan. Di
samping itu, sistem pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pembangunan
juga belum berjalan baik yang dicerminkan dengan tingginya tindak korupsi di lingkungan
aparatur pemerintahan.
Gangguan kemanan dan ketertiban masyarakat disebabkan oleh berbagai faktor
yang saling berinteraksi satu dengan lainnya. Faktor-faktor tersebut diantaranya mencakup
ketidakadilan, kesenjangan kesejahteraan ekonomi, dan kepentingan sosial politik serta
provokasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pelaksanaan
pemilihan kepala daerah secara langsung di beberapa kabupaten yang tidak disertai oleh
pengetahuan politik masyarakat yang memadai, kematangan elit politik, dan kepatuhan
terhadap hukum dan hasil pemilu merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
kerusuhan dan konflik horizontal yang menimbulkan gangguan keamanan.
Namun tindak kejahatan yang merugikan negara tetap ada antara lain untuk kasus
Illagal Loging, Illegal Mining, Illegal Fishing dan Koropsi seperti yang terlihat pada Tabel
2.1.1, bahwa tindak kejahatan yang paling sering terjadi adalah untuk kasus Illegal Loging,
dan semenjak sistem keamanan diperketat sejak tahun 2006, tindak kejahatan ini menurun
namun untuk tahun-tahun terakhir ini kondisinya mulai meningkat, hal ini dikarenakan
sumber penghidupan lain kurang menjanjikan bagi mereka yang terbiasa dengan hidup
instant seperti pencurian kayu dan umumnya kembali pada profesi sebelumnya.

15
Dari tabel ini juga terlihat bahwa tidak semua tindak kejadian yang dilaporkan pada
saat kejadian, namun dilaporkan setelah diselesaikan secara kekeluargaan dan secara
adat atau diselesaikan ditempat kejadian, misalnya tindak kejahatan illegal loging tahun
2007, yang dilaporkan sebanyak 44 kasus dan yang diselesaikan sebanyak 57 kasus.
Demikian pula untuk kejadian tahun 2008 untuk jenis kejahatan yang sama.
Tabel 2.1.1 Data Kejahatan Yang Merugikan Negara
Jenis Kejahatan Tahun
2004 2005 2006 2007 2008* L S L S L S L S L S
1. Illegal Loging 89 53 74 49 43 30 44 57 47 52 2. Illegal Minning/Peti - - - - - - 22 22 16 10
3. Illegal Fishing 2 1 1 1 - - - - - - 4. Korupsi 5 4 3 2 5 - 4 3 5 5 Jumlah 96 58 78 52 48 30 70 82 68 56
Sumber : Direktorat Reskrim Polda Jambi. Keterangan: L = dilaporkan, dan S = diselesaikan
Dari informasi Tabel 2.1.2 terlihat bahwa tindak kejahatan konvensional yang terjadi
di Provinsi Jambi untuk kurun waktu 2006-2008 cenderung meningkat, namun jumlah
tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebanyak 1.617 yang dilaporkan dan terendah tahun 2006
kasus sebanyak 669 kasus yang dilaporkan. Tindak kejahatan konvensional secara total
pada tahun 2006 dilaporkan sebanyak 669 kasus meningkat menjadi 1389 tahun 2007 dan
terus mengalami peningkatan pada tahun 2008 menjadi sebanyak 1431 kasus.
Tindak pidana konvensional terbesar yang terjadi di provinsi Jambi adalah tindak
pidana pencurian berat yang menunjukkan kecenderungan meningkat terutama dalam
kurun waktu tiga tahun terakhir walaupun tidak setinggi tahun 2005. Jumlah kasus yang
dilaporkan pada tahun 2008 sebanyak 673 kasus meningkat dari 650 kasus pada tahun
2007. Kemudian diikui oleh tindak pidana pencurian kenderaan bermotor yang dilaporkan
meningkat dari tahun 2004 sampai tahun 2008. Tindak pidana penganiayaan berat pada
tahun 2008 sedikit turun jika dibandingkan dengan kejadian tahun 2007. Kasus pencurian
dengan kekerasan, perjudian dan tindak pidana pemubunuhan menunjukkan cenderung
juga meningkat dalam kurun waktu yang sama

16
Tabel 2.1.2 Data Kejahatan Konvensional
No Jenis Kejahatan
TAHUN
2004 2005 2006 2007 2008*
L S L S L S L S L S
1 Pencurian Berat 472 324 675 406 318 195 650 421 673 452
2 Pencurian Dengan Kekerasan 126 73 142 58 61 30 134 55 142 74
3 Pencurian Kend. Bermotor 213 69 292 52 121 44 298 56 312 64
4 Penganiayaan Berat 296 157 313 193 129 81 229 187 218 197
5 Pembunuhan 21 18 24 21 15 14 32 15 34 17
6 Judi 143 137 171 172 25 26 46 64 52 66 Jumlah 1271 778 1617 902 669 390 1389 798 1431 870
Sumber : Direktorat Reskrim Polda Jambi. Keterangan: L = dilaporkan, dan S = diselesaikan
Berdasarkan data Tabel 2.1.3 bahwa Perkara Pidana dan Perdata yang masuk di
Provinsi Jambi antara kurun waktu 2004-2008 tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebanyak
282 perkara pidana dan 89 perkara perdata. Sedangkan sisa perkara pada tahun 2008
untuk kasus pidana adalah yang tertinggi yaitu sebanyak 31 kasus. Sedangkan untuk
kasus perkara perdata jumlah tertinggi terselesaikan terjadi pada tahun 2006, yaitu dari 52
kasus yang dilaporkan dapat diselesaikan sebanyak 33 kasus.
Tabel 2.1.3 Jumlah Perkara Pidana dan Perdata yang Masuk, Putusan dan Sisa
Di Provinsi Jambi, Tahun 2004-2008
Tahun Pidana Perdata Masuk Putus Sisa Masuk Putus Sisa
2004 88 78 10 34 33 2 2005 170 150 20 43 36 7 2006 217 200 17 85 52 33 2007 282 278 21 69 89 13 2008 274 264 31 62 63 12
Sumber : Pengadilan Tinggi Jambi, Tahun 2008
Secara umum Propinsi Jambi termasuk daerah yang relatif aman dan nyaman.
Gangguan keamanan yan terjadi berada dalam batas – batas yang dapat dikendalikan oleh

17
aparat keamanan. Meskipun demikian, kriminalitas yang mengancam rasa aman, tenteram
dan damai cenderung meningkat, terutama dalam kurun waktu 2004-2008 di daerah Jambi.
Tabel 2.1.4 Perkara Pidana Umum ringan/pelanggaran se – Kejati Jambi yang diputus
dan dieksekusi dalam Tahun 2004 – 2008
Tahun
Jumlah yang diputus Jumlah Pelaksanaan putusan Huk.
badan Denda (Rp.)
Uang pengganti (Rp.)
Huk. badan
Denda (Rp.)
Uang Pengganti (Rp.)
2004 - 65.550,0 7000 - 65.550,0 7000 2005 - 120.845,5 9251 - 120 845,5 9251 2006 - 38.975,5 11 751 - 38 975,5 11 751 2007 - 149.877,5 14 852 - 149 877,5 14 852 2008 - 39.167 000 - - 39 167
000 -
Sumber : Kejaksaan tinggi Jambi
Sedangkan untuk tindak pidana khusus juga mengalami penurunan jika
dibandingkan pada tahun sebelumnya jika pada tahun 2007 jumlah pidana khusus yang
berasal dari polisi 16 dan berasal dari kejaksaan 27 maka pada tahun 2008 jumlah pidana
khusus yang berasal dari polisi berjumlah 13 dan yang berasal dari kejaksaan 23 kasus.
Tabel 2.1.5 Perkara Tindak Pidana Khusus yang diselesaikan
di Kejati Jambi tahun 2008
Tindak pidana Jumlah perkara Perkara yang telah
diselesaikan Asal polisi
Asal kejaksaan
Seleksi dan berkekuatan tetap SP3
Ekonomi 12 - 12 - Korupsi - 23 23 - HAM - - - - 2008 12 23 35 - 2007 16 27 43 - 2006 6 14 20 - 2005 12 24 5 - 2004 1 33 3 3
Sumber : Kejaksaan Tinggi Jambi
Informasi dari Tabel 2.1.6 menjelaskan bahwa jumlah kecelakaan di Provinsi Jambi
dalam kurun waktu 2004-2008 cenderung mengalami peningkatan terutama pada dua
tahun terakhir, bahwa jumlah kejadian kecelakaan pada tahun 2007 sebanyak 542

18
meningkat menjadi 577 kejadian tahun 2008. Demikian juga kerugian material yang
diakibatkan oleh kecelakaan tersebut juga meningkat untuk periode yang sama.
Tabel 2.1.6
Jumlah kecelakaan meninggal, luka ringan, luka berat dan kerugian material pada tahun 2004 – 2008
Tahun kejadian
Luka ringan
Luka berat Meninggal
Kerugian material
(Rp.)
Kejadian kecelakaan
2008 325 326 434 1.934.935 577 2007 213 326 452 1.294.225 542 2006 209 315 445 710.223 152 2005 78 96 198 965.821 162 2004 76 72 157 762.451 153
Sumber : kantor Dit Lantas Polda Jambi
b. Indikator Outcomes Pelayanan Publik Analisis Relevansi
Secara umum tingkat pelananan publik di Provinsi Jambi menunjukkan
peningkatan, terutama untuk persentase kabupaten /kota yang memiliki PERDA pelayanan
satu atap, meningkat dari 1,90% pada tahun 2004 menjadi 19,40% pada tahun 2006 dan
terus meningkat menjadi 64,31% pada tahun 2008.
Tabel 2.1.7
Tingkat Pelayanaan Publik dan Demokrasi Di Provinsi Jambi tahun 2004 – 2008
Pelayanan Publik dan Demokrasi 2004 2005 2006 2007 2008 Pelayanan Publik % Jumlah kasus korupsi yang tertangani banding dilaporkan 92,6 83,64 92,34 94,17 93,75
% aparat yang berijazah minimal S1 25,9 26,3 26,93 27,6 28,99 % jumlah kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap 1,90 1,90 19,40 45,30 64,31
Demokrasi Gender Development Index (GDI) 58,60 59,60 56,4 57,33 54,63 Gender Empowerment Meassurement (GEM) 56,10 55,70 46,85 46,89 43,5

19
Demikian juga terhadap jumlah aparat yang berijazah minimal S1 juga mengalami
peningkatan dati 25,9% pada tahun 2004 meningkat menjadi 26,93 % pada tahun 2006
dan menjadi 28,99% pada tahun 2008. Sedangkan jumlah kaus korupsi yang ditangani
dibandingkan dengan yang dilaporkan berada di atas 90% kecuali pada tahun 2005 yang
sebesar 83,6%. (lihat Tabel 2.1.7)
Grafik capaian indikator outcomes Provinsi Jambi dibandingkan dengan capaian
indikator outcomes nasional dapat di lihat pada Gambar 2.1.1 dan 2.1.2. Dari informasi
tabel tersebut terlihat bahwa capaian outcomes Provinsi Jambi untuk pelanan publik lebih
tinggi dari nasional terjadi pada tahun 2004-2008 lebih baik dibandingkan dengan capaian
outcomes nasional. Namun dilihat dari pertumbuhannya terdapat sedikit perbedaan hasil,
bahwa dilihat dari persentase pertumbuhan secara nasional lebih baik dari pertumbuhan
untuk provinsi Jambi tahun 2006 dan 2008, sedangkan pertumbuhan 2005 dan 2007 lebih
baik untuk Provinsi Jambi.
Gambar 2.1.1 Perbandingan Outcomes Pelayanan Publik
Provinsi Jambi dan Nasional,Tahun 2004-2008
Sumber: Data diolah
Analisis Efektivitas
Trend tingkat pelayanan publik pada tahun mulai tahun 2004 sampai 2007 untuk
provinsi Jambi cenderung menurun sejalan juga dengan penurunan kinerja nasional,
namun trend outcome terakhir kajian (2008) cenderung meningkat dan juga sejalan dengan
nasional. Sesuai dengan perkembangan posisi jabatan yang harus diisi oleh SDM yang
mempunyai kualifikasi/tingkat pendidikan tertentu, sehingga membutuhkan aparat bergelar
S1 persyaratan minimal tidak tertulis, yang dapat mengisi posisi di pemerintahan daerah.

20
Selain itu, peraturan daerah pelayanan satu atap di tiap kabupaten/kota setiap tahunnya
meningkat, walaupun pelaksanaannya belum optimal.
Gambar 2.1.2 Perbandingan Trend Outcomes Pelayanan Publik Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Data diolah
c. Indikator Outcomes Demokrasi
Analisis Relevansi Trend tingkat pelayanan publik dan demokrasi di Provinsi Jambi sejalan dengan
tren nasional. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah aparat setiap tahunnya yang
memiliki ijazah S1 dan peraturan daerah (perda) yang memuat pelayanan satu atap di tiap
kabupaten/kota. Semakin gencar tuntutan terhadap kualitas pelayanan publik maka
masing-masing SKPD (satuan kerja perangkat daerah) berusaha untuk mengumumkan
secara resmi langkah-langkah, persyaratan termasuk biaya yang timbul terhadap
pelayanan tersebut secara transparan. Namun demikian praktek-traktek transaksi tidak
resmi terutama dalam pengurusan perizinan (SITU dan SIUP) masih tetap terjadi sehingga
masih tetap tidak transparannya biaya yang harus dikeluarkan, dan waktu yang dibutuhkan
untuk pengurusan lebih lama. Bagi kabupaten/kota yang belum menerapkan pelayanan
satu atap, membutuhkan rangkaian birokrasi yang panjang, karena masing-masing SKPD
menetapkan waktu yang berbeda, dan tergantung pula berapa biaya lebih tak resmi yang
diminta untuk dipenuhi. Kalau tidak terpenuhi maka pelayanan akan menjadi lama dan
tidak mencerminkan peningkatan.

21
Gambar 2.1.3
Perbandingan Outcomes Demokrasi Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Data diolah
Analisis Efektivitas
Sedangkan persentase tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan
legislatif dan Pilpres terjadi cukup stabil namun terjadi berapa sengketa calon pemilih. Hal
ini disebabkan antara lain banyak ketidakcocokan dalam data kependudukan terutama
untuk Daftar Pemilih Sementara dan Daftar Pemilih Tetap.
Gambar 2.1.4
Perbandingan Trend Outcomes Demokrasi Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Data diolah

22
2.1.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol a. Perizinan
Capaian hasil yang spesifi dalam pelayanan pubil khususnya dalam mengurus SIUP
dan TDP (kasus untuk Kota Jambi mungkin juga sama dengan kasus di kabupaten). Liku-
liku yang harus ditempuh dalam pengurusan perizinan di Kota Jambi (khususnya sampai
sekarang) sangat tergantung pada siapa yang akan mengurusnya. Bagi penggurus izin
dapat melalu jalan pintas dengan menyediakan sejumlah uang pada instansi tertentu maka
pengurusan dapat dilakukan oleh instansi yang bersangkutan dengan baik.
Tetapi bagi kepengurusan perizinan yang memerlukan kelengkapan persyaratan
secara resmi misalnya untuk pengurusan perizinan perbankan, maka untuk mengurus
SIUP dan TDP memerlukan syarat-syarat (masing-masing dinas/instansi ada yang sama
dan ada yang berbeda) sebagai berikut : (1). Izin/advis kelurahan, (2). Akta Notaris
Perusahaan, (3). Izin dari Kelurahaan, (4). IMB, (5). Rekening Listrik, Air dan Telepon, (6).
Pas Photo pengurus, (7). KTP Pengurus (direksi), (8). Lunas PBB, (9). Izin/advis dari
Kecamatan, (10). NPWP, (11) Gambar/denah Bangunan, (12). Rekomendasi Damkar, (13).
Retribusi Kebersihan dan Pajak Reklame, (14). IPB, (15). SITU, (16). SIUP
Perusahan tidak untuk kepentingan umum, seperti izin ruko, swalayan, industri batu
bata, toko dan lainnya harus melalui 8 (delapan) meja birokrasi, urutannya birokrasi yang
harus dilewati sebagai berikut :
Tabel 2.1.8
Dinas/Instansi Terkait Dalam Pengurusan SITU, SIUP dan TDP di Kota Jambi
No. Dinas/Instansi Izin yang Dikeluarkan Syarat No. 1. Kantor Kelurahan Izin/advis Kelurahan 2, 3, 4, 5, 2. Kantor Pajak No. Pokok Wajib Pajak (NPWP) 1, 2, 4, 6, dan 7 3. Kantor Camat Izin/advis Kecamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 4. Bapedalda Izin HO/UU Gangguan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 5. Dispenda Pajak Reklame dan Retrb.
Kebersihan 1, 2, 3, 4, 5, 7, dan 8
6. Dinas Tata Kota Surat Izin Tempat Usaha – SITU 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 13
7. Dinas Perindagkop
SIUP 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13 dan 14
8. Kantor Walikota Surat Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 14, 15, dan 16

23
Sedangkan untuk perusahaan yang berhubungan dengan kepentingan umum,
seperti rumah sakit, bank, SPBU, Koperasi dan lainnya harus melalui 11 (sebelas) meja
birokrasi, urutan pengurusan yang harus dilewati seperti terlihat pada Tabel 2.1.9.
Belum lagi kalau gedung yang dipakai belum mempunyai IMB, maka perusahaan
yang bersangkutan harus mengurusnya terlebih dahulu, kalau tidak maka tahapan di atas
tidak dapat dilalui. Syarat-syarat untuk pengurusan IMB juga cukup banyak dan harus
mengalami liku-liku birokrasi yang berbelit pula. Ditambah wajib AMDAL bagi perusahaan
besar seperti Mall, Bank dan lainnya atau paling kurang harus mempunyai RPL (rencana
pengolahan limbah) yang akan berhadapan pula dengan instansi Bapedalda dan Tata Kota
kembali.
Mekanisme pengurusan ini hampir berlaku pada semua daerah kabupaten/kota di
Provinsi Jambi. Terlihat disini tidak ada koordinasi sama sekali antar dinas/instansi,
masing-masing membuat persyaratan tersendiri, dan bagi perusahaan yang ingin
mengurus izin-izin tersebut terpaksa dan harus melalui urutan meja birokrasi di atas.
Banyak perusahaan yang harus memenuhi syarat-syarat tumpang tindih dan dicopy
berkali-kali, tetapi diminta kembali dan kembali. Belum lagi masing-masing dinas/instansi
mengklaim bahwa izin melalui kantornya berkisar antara seminggu sampai sebulan.
Terlihat bahwa perusahan harus mengobankan berapa bulan yang harus dilewati oleh
perusahaan yang ingin mengurus izin sampai TDP, belum lagi kepala dinas/instansi yang
tidak berada di tempat yang tidak dapat diwakili oleh bawahannya, kadang kala
membutuhkan waktu yang lebih lama lagi, paling cepat mencapai waktu yang harus
dikorbankan sampai selesai TDP adalah 4 bulan.
Kesendatan birokrasi terjadi begitu saja karena pada SKPD yang sama
bergeraknya bahan kepengurusan harus dibawa sendiri oleh pemohon yang bersangkutan
kalau tidak maka bahan perusahaan akan mentok hanya sampai di meja yang
bersangkutan. Misal kalau bahan dari perusahaan yang sudah sampai pada bidang
kepengurusan IPB setelah perusahaan mengurus rekomendasi Damkar perusahaan harus
minta surat untuk membayar pajak reklame dan retribusi kebersihan pada Dispenda,
kemudian dibawa kembali ke Dinas Tata Kota, yang dialami seharusnya selesai IPB, dapat
langsung bergerak ke bidang pengurusan SITU dalam mekanisme kantor itu sendiri,
namun sempat lama tertahan karena yang ‘terpendap’ dibagian IPB. Perusahaan harus
mengambil sendiri bahannya kembali lalu diantar ke bagian SITU, disini terasa sekali

24
betapa tidak efisiennya mekanisme kerja suatu instansi. Bagi pengusaha yang sebagai
pemohon merasa bosan dan lelah menghadapi hal yang demikian.
Tabel 2.1.9
Syarat Dibutuhkan Dalam Pengurusan SITU, SIUP dan TDP di Kota Jambi
No. Dinas/Instansi Izin yang Dikeluarkan Syarat No. 1. Kantor
Kelurahan Izin/advis Kelurahan 2, 3, 4, 5,
2. Kantor Pajak No. Pokok Wajib Pajak (NPWP) 1, 2, 4, 6, dan 7 3. Kantor Camat Izin/advis Kecamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 4. Bapedalda Izin HO/UU Gangguan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 5. Dispenda Pajak Reklame dan Retrb.
Kebersihan 1, 2, 3, 4, 5, 7, dan 8
6. Dinas Tata Kota Surat mendapatkan rekomendasi Damkar
Tidak pakai syarat
7. Dinas Damkar Surat Rekomendasi Kebakaran 2, 3, 4, 8, 9, dan 11 8. Dinas Tata Kota Surat Izin Penggunaan
Bangunan (IPB) 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, dan 13
9. Dinas Tata Kota Surat Izin Tempat Usaha (SITU) 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 14
10. Dinas Perindagkop
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, dan 15
11. Kantor Walikota Surat Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 15 dan 16
b. Peningkatan Peranan Pranata Demokrasi Konsolidasi demokrasi akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh
kelembagaan demokrasi yang kukuh. Sampai dengan saat ini dapat dikatakan bahwa
demokratisasi dalam kehidupan social politik telah berjalan pada jalur dan arah yang benar
ditunjukkan antara lain dengan terlaksananya pemilihan umum Presiden dan Wakil
Presiden tahun 2004 secara langsung, terbentuknya DPR, DPD dan DPRD hasil pemilihan
umum serta pemilihan kepala Daerah (Gubernur) secara langsung dan demokratis.
Realisasi kegiatan perwujudan kelembagaan demokratis di Provinsi Jambi,
ditunjukkan oleh Tabel 2.1.10. Jumlah Masyarakat yang berpartisipasi dalam Pemilu tahun
2004, adalah 1.853.888 orang. Tingkat partisipasi masyarakat dengan pesebaran
berdasarkan daerah adalah Kota Jambi 346,359 orang, Kabupaten Kerinci 213.320 orang,
Muaro Jambi 205.714 orang, Kabupaten Merangin 192.895 orang, Kabupaten Bungo
165.818 orang, Kabupaten tanjung Jabung Barat 164.895 orang, Kabupaten Tebo 155.709

25
orang, Kabupaten Batang Hari 140.635 orang, Kabupaten Sarolangun 129.142 orang, dan
Kabupaten Tanjung jabung Timur 139.401 orang.
Tabel 2.1.10
Jumlah Masyarakat Yang Ikut Pemilu 2004
No Kabupaten/ Kota PPK PPS TPS Pendduk Pemilih
tetap Sementara Tambahan 1 Kerinci 11 278 1053 306.033 201.658 11.662 213.3202 Merangin 7 165 695 270.155 173.895 19.000 192.8953 Sarolangun 6 114 516 194.653 121.219 7.923 129.1424 Bungo 10 128 621 240.536 148.110 17.708 165.8185 Tebo 9 98 591 232.929 149.730 5.979 155.7096 Batanghari 8 109 549 210.690 131.302 9.333 140.6357 Muaro Jambi 7 130 691 285.011 186.378 19.336 205.7148 Tanjabbar 5 57 587 227.102 151.593 13.302 164.8959 Tanjabtim 6 63 543 201.344 133.217 6.184 139.40110 Kota Jambi 8 62 1237 452.611 313.710 32.649 346.359JUMLAH 77 1204 7083 2.621.064 1.710.812 143.076 1.853.888
Jumlah partai politik yang mengikuti Pemilihan Umum tahun 2004 adalah 24 partai
politik, yaitu PNI Marhaenisme, Partai Buruh demokrat, Partai Bulan Bintang, Partai
Merdeka, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrasi Kebangsaan, Partai
Indonesia Baru, PNBK, Partai Demokrat, PKPI, PPDI, PPNUI, PAN, PKPB, PKB, PKS,
PBR, PDIP, PDS, Partai Golkar, Partai Patriat Pancasila, PSI, PPD, dan Partai Pelopor.
Tabel 2.1.11
Jumlah Masyarakat Yang Ikut Pada Pelaksanaan Pilkada
No Kabupaten/kota PPK PPS TPS LAKI - LAKI Wanita JUMLAH
1 KERINCI 11 278 972 106.536 112.094 218.6302 MERANGIN 9 170 726 93.720 89.209 182.9293 SAROLANGUN 8 114 513 64.655 63.555 128.2104 BATANGHARI 8 109 554 71.862 67.477 139.3395 MUAROJAMBI 7 130 728 104.346 95.236 199.5826 BUNGO 10 125 626 83.189 80.133 163.3227 TEBO 12 96 614 78.897 74.624 153.5218 TANJAB BARAT 5 61 606 82.804 75.388 158.1929 TANJAB TIMUR 11 89 556 68.649 63.468 132.11710 KOTA JAMBI 8 62 1.252 166.124 165.751 331.875 PROVINSI 89 1.234 7.147 920.782 886.935 1.807.717
Sumber: KPUD – Provinsi Jambi, 2009

26
Dari ke-24 partai politik yang mengikuti Pemilu 2004 tersebut, hanya 10 partai politik
yang mendapatkan kursi di DPRD Provinsi Jambi, yaitu PNI Marhaenisme 1 kursi, PPP 4
kursi, Partai demokrat 2 kursi, PAN 8 kursi, PKPB 4 kursi, PKB 4 kursi, PKS 3 kursi, PBR 2
kursi, PDIP 6 kursi, dan Partai Golkar 11 kursi.
Adapun tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada)
Gubernur Jambi berjumlah 1.268.091 orang. Dari jumlah suara yang diberikan masyarakat
ini tercatat 1.244.237 suara yang sah dan 23.854 suara dinyatakan tidak sah. Dalam
pelaksanaan Pilkada di provinsi Jambi terlihat pula bahwa jumlah pemilih laki-laki lebih
banyak dibandingkan dengan pemilih wanita, jumlah pemilih laki-laki sebanyak 920.782
dan sedangkan jumlah pemilih wanita dalam Pilkada yang sama sebanyak 886.935.
2.1.3 Rekomendasi Kebijakan 1. Penyusunan, evaluasi dan sosialisasi pelayanan publik di daerah perlu melibatkan
berbagai komponen masyarakat tidak hanya dilakukan jajaran pemerintahan daerah
saja.
2. Secara umum, upaya peningkatan keamanan, ketertiban, dan penanggulangan
kriminalitas belum menunjukkan hasil yang menggembirakan di propinsi Jambi.
Langkah – langkah perbaikan sangat diperlukan dimasa yang akan datang walaupun
intensitas gangguan keamanan, ketertiban dan tindak criminal masih relative rendah.
3. Langkah – langkah yang diperlukan adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
mewujudkan keamanan dan ketertiban, meningkatkan disiplin aparat penegak hukum,
meningkatkan intensitas dan kualitas penerangan mengenai dampak buruk narkoba,
meningkatkan penyediaan rambu – rambu lalu lintas, dan mendorong koordinasi yang
semakin intensif diantara stakeholder.

27
Sub Bab 2.2 TINGKAT KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA
2.2.1. Capaian Indikator
a. Kondisi Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi sekaligus pewarisan nilai-nilai dari suatu
generasi kegenerasi lainnya. Dalam prespektif ekonomi pendidikan terbukti dapat memacu
pertumbuhan suatu negara. Peningkatan kualitas pendidikan akan meningkatkan
produktivitas yang nentinya akan meningkatkan pendapatan, sehingga pada giliran nya
akan menurunkan angka kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat. Mengingat peran
penting dan strategisnya pendidikan maka salah satu prioritas Pembangunan Nasional
adalah peningkatan akses dan pemerataan layanan pendidikan. Selain itu pemerintah
memperbaiki mutu dan relevansi pendidikan agar kompetensi lulusan dapat ditingkatkan
sesuai dengan kebutuhan pembangunan serta manajemen layanan pendidikan yang
transfaran bertanggung jawab dan akuntabel.
Sebagai bagian dari urusan wajib dari pemerintah daerah, maka sasaran pembangunan
pendidikan terkait dengan permasalahan yang dikelompokkan menjadi 1) kemampuan
aksesibilitas masyarakat terhadap pendidikan, 2) ketersediaan dan kemampuan tenaga
pendidik dan 3) aspek mutu pendidikan.
Secara lebih rinci kemampuan aksesibilitas masyarakat terhadap pendidikan dapat
terlihat pada tingkat proporsi anak yang terlayani pada pendidikan anak usia dini, Angka
Partisipasi Sekolah : (a) usia 7-12 tahun, (b) usia 13-15 tahun, dan (c) usia 16-18, proses
belajar mengajar dan sarana dan prasarana pendidikan, pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan terutama bagi anak kurang mampu, kesetaraan pendidikan antar
kelompok, terutama antara perkotaan dan pedesaan, angka buta aksara penduduk usia 10
tahun ke atas daya tampung lembaga kependidikan dari semua jenjang dan jenis
kependidikan.
Aspek lain yang juga mempengaruhi pembangunan pendidikan adalah
ketersediaan dan kemampuan tenaga pendidik yang meliputi tersedianya guru yang
memenuhi persyaratan layak mengajar. Sementara itu aspek mutu pendidikan menjadi

28
tantangan tersendiri dengan indikator sekolah dengan program unggul sebagai basis
keterampilan para siswa untuk memasuki dunia kerja dan kualitas lembaga pendidikan
dasar dan menengah baik formal maupun non formal.
1) Angka Partisipasi Kasar Berdasarkan informasi dari Tabel 2.2.1 memperlihatkan bahwa Angka Partisipasi
Kasar (APK) di Provinsi Jambi secara umum menunjukkan perbaikan selama kurun waktu
2004-2008 untuk tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Sekolah Menengah (SM). Ada tingkat SD, capaian APK Provinsi Jambi dalam kurun waktu
yang sama lebih tinggi dari tingkat APK Nasional, namun pada tingkat SMP APK Provinsi
Jambi mulai dari tahun 2006 s.d. 2008 lebih rendah dari APK tingkat SMP Nasional, dan
namun pada tingkat SM, APK Provinsi Jambi kurun sama lebih rendah dari APK Nasional.
Dari data Tabel 2.2.1 terlihat terjadinya penurunan kinerja pendidikan Provinsi
Jambi ditinjau dari angka partisipasi kasar menunjukkan bahwa kemampuan masyarakat
Jambi untuk melanjutkan sekolahkan anaknya ke tingkat yang lebih tinggi selepas dari SD,
ternyata lebih rendah dari tingkat rata-rata nasional. Hal disebabkan oleh rata-rata
pendapatan per kapita masyarakat Jambi masih rendah sehingga sebagian dari anak-anak
mereka sudah dibawah untuk ikut bekerja paling kurang membantu keuangan keluarga.
Tabel 2.2.1
Perbandingan APK Provinsi Jambi dan Nasional Menurut Tingkatan Sekolah, Tahun 2004-2008
Tingkatan Sekolah Wilayah 2004 2005 2006 2007 2008
SD Jambi 109,29 107,27 113,35 112,01 110,51 Indonesia 107,13 104,91 109,96 110,35 109,37
SMP Jambi 85,04 84,60 81,47 79,94 77,76 Indonesia 82,24 80,52 81,87 82,03 81,08
SM Jambi 54,04 48,18 51,51 56,88 57,41 Indonesia 54,38 52,62 56,69 56,71 57,51
Sumber: Statistik Indonesia, 2004-2008
2) Rata-rata Nilai Akhir Rata-rata nilai akhir baik untuk tingkat SMP/MTs maupun tingkat SMA/SMK/MA
capaian provinsi Jambi lebih baik dibandingkan dengan capaian nasional kecuali untuk
tahun 2004. Jika rata-rata nilai akhir provinsi Jambi tahun 2004 adalah 4,21 untuk tingkat

29
SMP/MTs dan 4,49 untuk tingkat SMA/SMK/MA, lebih rendah dari tingkat nasional sebesar
4,80 untuk tingkat SMP/MTs dan 4,47 untuk tingkat SMA/SMK/MA. Namun mulai dari tahun
2005 sampai 2008 rata-rata nilai akhir untuk kedua tingkatan sekolah lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata nilai akhir tingkat nasional. (lihat pada Tabel 2.2.2).
Tabel 2.2.2 Perbandingan Rata-rata Nilai Akhir
Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Tahun Rata-rata Nilai Akhir
SMP/MTs SMA/SMK/MA Jambi Nasional Jambi Nasional
2004 4,21 4,80 4,49 4,77 2005 4,73 5,42 5,99 5,77 2006 5,26 5,42 6,22 5,94 2007 5,63 5,42 6,10 6,28 2008 6,30 6,05 6,13 6,35
Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, 2008
Ditinjau dari tingkat pertumbuhan, terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan nilai rata-
rata SMP/MTs provinsi Jambi lebih tinggi dari rata-rata nasional (terlihat dalam Gambar
2.2.1). Informasi ini juga mperlihatkan kecenderungan menurun sampai dengan tahun 2007
dan meningkat kembali pada tahun 2008. Meningkatnya pertumbuhan nilai-rata-rata ini
lebih banyak disebabkan oleh semakin waspada dan membaiknya sistem belajar mengejar
yang ada di provinsi Jambi.
Gambar 2.2.1 Perbandingan Pertumbuhan Nilai Rata-rata SMP/MTs
Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: - Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, 2008 (data diolah) - Bappenas, 2008

30
Disamping itu, semakin membaiknya nilai rata-rata tersebut disebabkan semakin
banyaknya volume pendidikan tambahan di luar jam sekolah dan semakin membaiknya
kesadaran orang tua murid akan pentingnya memotivasi anak-anak mereka untuk
meningkatkan kegiatan belajar ekstra di luar sekolah. Ketakutan dan kecemasan guru,
orang tua murid dan murid sendiri dengan nilai kelulusan secara nasional terus meningkat
menyebabkan mereka terpacu untuk belajar lebih baik dan semakin banyak pula jam ekstra
yang dilimpahkan sekolah terutama terhadap murid/siswa kelas akhir. Nilai rata-rata SMA/SMK/MA di provinsi Jambi terjadi fluktuasi bahwa nilai rata-rata
tertinggi terjadi pada tahun 2006 dengan nilai rata-raa sebesar 6,22 lebih tinggi dari tingkat
nasional. Namun setelah itu nilai rata-rata provinsi Jambi lebih rendah dibandingkan
dengan capaian nasional. Tingginya nilai rata-rata ini lebih banyak disebabkan oleh
longgarnya pengawasan sewaktu ujian walaupun pengawas ujiannya tidak boleh berasal
dari sekolah yang sama. Sejak tahun 2007, pengawasan terhadap ujian akhir terutama
ujian nasional diperketat, sehingga rata-rata nilai akhir lebih rendah dari sebelumnyan (lihat
Gambar 2.2.2).
Gambar 2.2.2
Perbandingan Nilai Rata-rata SMA/SMK/MA Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: - Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, 2008 (data diolah)
- Bappenas, 2008
Dilihat dari tingkat pertumbuhan rata-rata nilai akhir SMA/SMK/MA, capaian provinsi
Jambi lebih tinggi pada tahun 2005 dan 2006, sedangkan pada tahun 2006 ke 2007 dan
2007 ke 2008 capaian provinsi Jambi lebih rendah dibandingkan dengan nasional (lihat

31
Gambar 2.2.3). Tingkat pertumbuhan nilai rata-rata provinsi Jambi untuk tahun 2007 ke
2008 menunjukkan kecenderungan meningkat sedangkan ditingkat nasional menunjukkan
kecenderungan menurun.
Gambar 2.2.3 Perbandingan Pertumbuhan Nilai Rata-rata SMA/SMK/MA
Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: - Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, 2008 (data diolah)
- Bappenas, 2008
3) Angka Putus Sekolah Angka putus sekolah di provinsi Jambi menunjukkan penurunan yang cukup
signifikan untuk keseluruhan jenjang pendidikan. Angka putus sekolah SD/MI di provinsi
Jambi yang cukup tinggi yang cenderung disebabkan oleh kondisi ekonomi keluarga. Data
menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi yang cukup tajam, jumlah putus sekolah tertinggi
terjadi pada tahun 2006, kemudian tahun 2004. Sedangkan untuk tahun 2007 sampai
2008, APS lebih rendah dibandingkan dengan kinerja tingkat nasional. (lihat Gambar
2.2.4).
Angka putus sekolah tingkat SMP/MTs di provinsi Jambi lebih rendah dibandingkan
dengan kinerja tingkat nasional, kecuali pada tahun 2006. Tingginya angka putus sekolah
tingkat SMP/MTs pada tahun tersebut lebih besar disebabkan oleh kondisi ekonomi Jambi
pada saat itu, seperti tingginya tingkat PHK besar-besaran industri perkayuan akibat dari
ketatnya pemberantasan illegal loging dan dengan sangat terpaksa industri perkayuan di
provinsi Jambi harus menutup usahanya maupun yang dinyatakan pailit oleh pengadilan.

32
Gambar 2.2.4 Perbandingan Angka Putus Sekolah SD/MI
Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: - Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, 2008 (data diolah)
- Bappenas, 2008
Disamping itu harga komoditas utama provinsi Jambi (karet dan sawit) meningkat
tajam baik dipasar internasional dan nasional berpengaruh pula terhadap harga-harga di
daerah ini. Pada saat tersebut banyak sekali pekerjaan alternatif yang menghasilkan uang
bagi masyarakat, sehingga banyak orang tua murid yang menarik anaknya untuk bekerja di
sektor ini. Tingkat pertumbuhan APS SMP/MTs provinsi Jambi pada Gambar 2.2.5
menunjukan informasi yang sama dan sejalan dengan informasi sebelumnya.
Gambar 2.2.5 Perbandingan Angka Putus Sekolah SMP/MTs Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: - Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, 2008 (data diolah) - Bappenas, 2008

33
Angka putus sekolah tingkat SMA/SMK/MA di provinsi Jambi untuk kurun waktu
2004-2008 secara umum lebih tinggi dari tingkat nasional kecuali untuk tahun 2005.
Tingginya tingkat putus sekolah ini sebagian besar disebabkan oleh kemampuan ekonomi
masyarakat daerah ini lebih rendah sehingga menyebabkan banyaknya tingkat putus
sekolah pada tingkat yang lebih tinggi.
Gambar 2.2.6
Perbandingan Angka Putus Sekolah SMA/SMK/MA Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Indikator Outcome Pendidikan a. Angka Partisipasi Kasar Analisis Relevansi
Informasi pada Gambar 2.2.7 juga memperlihatkan bahwa outcome APK Provinsi
Jambi menunjukkan bahwa capaian tahun 2004 dan 2005 lebih tinggi dibandingkan dengan
nasional, namun sejak tahun 2006 menunjukkan kinerja yang lebih rendah dibandingkan
dengan tingkat nasional. Jika dibanding dengan outcome APK nasional, maka APK
Provinsi Jambi pada umumnya sejalan dengan APK nasional. APK tertinggi di tingkat
nasional maupun di provinsi Jambi terjadi pada tahun 2005, kemudian menurun sedikit
pada tahun 2006, dan untuk kondisi outcomes tahun 2007 dan 2008 menunjukkan
pendingkatan.

34
Gambar 2.2.7 Perbandingan Outcomes APK Provinsi Jambi dan Nasional
Keseluruhan Tingkatan Sekolah, Tahun 2004-2008
Sumber: Data diolah
Analisis Efektivitas Namun apabila ditinjau dari trend outcome APK seperti yang ditunjuukan oleh
Gambar 2.2.8 bahwa trend outcome APK Provinsi Jambi sejalan dengan trend APK
nasional. Hanya posisi trend tahun 2007 yang memperlihatkan bahwa APK Provinsi Jambi
lebih baik dari nasional, namun pada tahun 2008 trend provinsi Jambi kembali lebih rendah
dari nasional, tetapi sama-sama menunjukkan kinerja yang positif dibandingkan dengan
tahun sebelumnya.
Gambar 2.2.8 Perbandingan Trend Outcomes APK
Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008

35
b. Angka Partisipasi Murni
Analisis Relevansi Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan provinsi Jambi selama kurun waktu
2004-2008 lebih baik dari APM nasional hanya terjadi pada tahun 2005, sesudah itu selalu
lebih rendah dibandingkan dengan capaian nasional. APM tertinggi provinsi Jambi terjadi
pada tahun 2005. (lihat Tabel 2.2.9).
Gambar 2.2.9 Perbandingan Outcomes APM Provinsi Jambi dan Nasional
Tahun 2004-2008
Sumber: Data diolah
Analisis Efektifitas Namun dilihat dari trend outcomes, terlihat searah dengan kecenderungan nasional.
Posisi trend provinsi Jambi lebih baik dari nasional terjadi pada tahun 2007, kemudian
kecendrungannya menurun kembali pada tahun 2008. Trend outcome APM provinsi Jambi
dan APM Nasional menunjukkan arah yang sama. Jika trend provinsi dari tahun 2005 ke
tahun 2006 menunjukkan penurunan demikian juga yang terjadi pada capaian kinerja APM
nasional. Hanya saja untuk periode tahun berikutnya dari 2006 ke 2007 posisi jambi lebih
tinggi sedikit dibandingkan dengan nasional, namun dan dari 2007 ke 2008 menunjukkan
arah yang sama dengan tingkat yang hampir berimbang dan sama-sama menunjukkan
trend positif.

36
Gambar 2.2.10 Perbandingan Trend Outcomes APM
Provinsi Jambi dan Nasional,Tahun 2004-2008
Sumber: Data diolah
c. Indikator Pendidikan Secara Keseluruhan
Analisis Relevanasi Secara keseluruhan indikator pendidikan provinsi Jambi menunjukkan terjadinya
ketidakstabilan dalam capaian outcomes selama kurun waku 2004-2008. Jika pada tahun
2004 indikator pendidikan menunjukkan bahwa capaian provinsi Jambi lebih rendah dari
nasional kemudian membaik untuk tahun 2007 dan 2008. (lihat Gambar 2.2.11).
Gambar 2.2.11 Perbandingan Trend Negatif Outcomes Status Indikator Pendidikan
Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Data diolah

37
Ketidakstabilan ini disebabkan beberapa hal:
1) Bahwa sebagian besar penduduk Jambi yang hidup dari sektor pertanian sangat
tergantung pada harga komoditas utama daerah, seperti karet, kelapa sawit, kelapa,
Casiavera, kopi dan lain-lainnya.
2) Rata-rata pendapatan sebagian besar masyarakat Jambi berada sedikit di atas garis
kemiskinan, sehingga apabila terjadi gejolak harga produk utama (terutama menjadi
turun) menyebabkan sebagian mereka akan jatuh dibawah garis kemiskinan, dan akan
sangat berpengaruh pada kelanjutan pendidikan anak-anak.
3) Indeks biaya hidup yang cenderung meningkat dan jarang untuk turun sehingga
ketergantungan masyarakat pada harga komoditas yang baik akan berpengaruh pada
keberlanjutan sekolah.
Analisis Efektivitas Jika dilihat dari arah trend outcome provinsi Jambi menunjukkan fluktuasi yang
sangat tinggi dibandingkan dengan tingkat nasional, atau terlihat bahwa indikator
pendidikan Jambi menunjukkan ketidakstabilan.
Gambar 2.2.12 Perbandingan Trend Outcomes Status Indikator
Pendidikan Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Data diolah
Trend outcome pendidikan provinsi Jambi pada tahun 2005 lebih tinggi
dibandingkan dengan nasional, namun pada tahun 2006 menurun tajam dan lebih
rendahdibandingkan dangan nasional. Pada tahun 2007 kembali trend outcome pendidikan
lebih baik dari nasional dan baru pada tahun 2008 mendekati persamaan dengan kondisi

38
capaian nasional. Tidak stabilnya kondisi pendidikan di provinsi Jambi seperti diuraikan di
atas sangat banyak kaitannya dengan kondisi perekonomian masyarakat. Bahwa sebagian
besar masyarakat Jambi tergantung pada perkembangan harga produk-produk pertanian
dan kondisi tingkat kemiskinan. Bila harga produk pertanian meningkat maka angka putus
sekolah menjadi lebih kecil demikian sebaliknnya. Sebagian masyarakat berada sedikit di
atas garis kemiskinan, turunnya harga produk pertanian dan terjadi kenaikan indeks biaya
hidup menyebabkan mereka jatuh pada kelompok masyarakat klasifikasi penduduk miskin.
2. Indikator Outcome Kesehatan Program pembangunan kesehatan yang selama ini dilaksanakan telah berhasil
dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara cukup bermakna, walaupun
masih dijumpai beberapa masalah dan hambatan yang mempengaruhi pelaksanaan
pembangunan kesehatan. Derajat kesehatan yang optimal dapat dilihat dari unsur kualitas
hidup serta unsur mortalitas dan yang mempengaruhinya yaitu morbiditas dan status gizi.
a. Angka Kematian Bayi Angka kematian bayi di provinsi Jambi menunjukkan perbaikan sampai tahun 2006
yaitu 0,30% atau 162 bayi mati dari total jumlah bayi lahi (54.794), namun persentase ini
meningkat menjadi 0,32% pada tahun 2007 dan 0,33% pada tahun 2008.
Tabel 2.2.3
Jumlah Kelahiran Dan Kematian Bayi Dan Balita Di Provinsi Jambi, Periode 2004-2008
Tahun Jumlah Jumlah
Bayi Mati
Angka Kematian Bayi (%) Lahir Hidup Lahir Mati Jumlah
2008 55430 297 55727 182 0,33 2007 54289 302 54591 174 0,32 2006 54480 314 54794 162 0,30 2005 62447 311 62758 268 0,43 2004 57614 269 57883 208 0,36
Sumber: Subdin PMPK Tahun 2008
b. Angka Kematian Ibu Angka Kematian Ibu atau AKI adalah mencerminkan resiko yang dihadapi ibu-ibu
selama kehamilan dan melahirkan yang dipengaruhi oleh keadaan, sosial ekonomi,

39
keadaan kesehatan kurang baik menjelang kehamilan. Kejadian berbagai komplikasi pada
kehamilan dan kelahiran. Tersedianya dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada tahun 2004 angka kematian ibu Provinsi Jambi adalah 40 orang per 100.000
kelahiran hidup, meningkat menjadi 70 orang per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2005, dan angka ini terus menurun menjadi 60 orang per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2007 dan pada tahun 2008.
Tabel 2.2.4 Jumlah Kematian Ibu Maternal Provinsi Jambi
Periode 2004-2008
Tahun Jumlah
Ibu Hamil
Jumlah Kematian Ibu Maternal % Kematin
Ibu Kematian Ibu Hamil
Kamatian Ibu Bersalin
Kamatian Ibu Infas Jumlah
2008 73675 10 42 8 60 0,08 2007 73452 9 43 8 60 0,08 2006 73274 9 48 7 64 0,09 2005 71022 16 45 9 70 0,10 2004 69194 9 24 7 40 0,06
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten/ Kota Tahun 2008
c. Status Gizi
Sasaran kegiatan peningkatan nilai gizi Provinsi Jambi adalah bayi, balita, ibu hamil
serta Wanita Usia Subur Masalah Gizi di Provinsi Jambi pada anak dikaji menurut berbagai
survei atau pemantauan lainnya
Tabel 2.2.5 Status Gizi Provinsi Jambi
Tahun 2004-2008
No STATUS GIZI TAHUN
2004 2005 2006 2007 2008 1 2 3 4
Gizi Lebih Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk
3,3 79,2 14,3 3,2
2,0 87,4 8,2 2,3
2,5 85,6 9,8 2,1
3,0 84,5
10,45 2,05
3,1 85,1 9,9 1,9
Sumber : Hasil PSG Provinsi Jambi tahun 2008 (Seksi Gizi). Di Provinsi Jambi Angka status Gizi Buruk mengalami penurunan sebesar 0,15%
dimana pada tahun 2008 menunjukkan angka 1,9 sedangkan tahun 2007 menunjukkan
angka 2,05. Pada tahun 2006 menunjukkan pada angka 2,1. Untuk mengetahui bagaimana
gambaran status gizi di Provinsi Jambi dapat dilihat pada tabel 2.2.5.

40
d. Pelayanan Pras Usila dan Usila Jumlah pelayanan kesehatan untuk kelompok pra usila dan usila di provinsi Jambi
meningkat sampai dengan tahun 2007 yaitu sebesar 78,45%, kemudian menurun pada
tahun 2008 menjadi 66,33%.
Tabel 2.2.6 Pra Usila dan Usila Yang Mendapat Pelayanan Kesehatan Menurut Kab/Kota Dalam Provinsi Jambi Tahun 2004-2008
Tahun Jumlah Penduduk
Pra Usila Dan Usila Jumlah Dilayani Kes %
2008 2 788 269 179.756 119.229 66,33 2007 2 742 196 157.345 123.434 78,45 2006 2.683.099 162.880 124.185 76,24 2005 2.657.300 530.921 38.563 7,26 2004 2.619.553 396.622 9.092 2,29
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, Tahun 2008
e. Peserta KB Aktif Peserta KB aktif Provinsi Jambi tiap tahun mengalami penurunan dimana pada
tahun 2008 sebanyak 376.119 orang dari 461.688 pasangan usia subur (81,47%),
sedangkan pada tahun 2007 sebanyak 356.433 orang dari 458.566 pasangan usia subur
(77,73). (lihat Tabel 2.2.7)
Tabel 2.2.7 Jumlah Peserta KB Aktif Provinsi Jambi
Tahun 2004-2008
Kabupaten/ Kota
Jumlah Pus
Peserta KB Baru Peserta KB Aktif Jumlah % Jumlah %
2008 461.688 61.153 13,25 376.119 81,47 2007 458.566 52.313 11,41 356.433 77,73 2006 449.688 59.698 13,28 337.533 75,06 2005 518.038 65.184 12,58 368.662 71,17 2004 497.195 64.457 12,96 396.435 79,73
Sumber: Subdin PPTK Dinas Kesehatan Prov. Jambi, 2008
Analisis Relevansi Secara keseluruhan indikator outcomes kesehatan provinsi Jambi dibandingkan
dengan capaian nasional dapat dilihat pada Gambar 2.2.13. Outcome kesehatan provinsi

41
Jambi umumnya lebih baik dibandingkan dengan capaian nasional kecuali untuk tahun
2004. Besaran outcome tingkat provinsi bertumbuh relevan dengan outcome nasional
walaupun capaian provinsi Jambi jauh lebih besar dibandingkan dengan capaian nasional.
Capaian outcome provinsi yang demikian disebabkan oleh antara lain semakin
menjamurnya sekolah-sekolah kesehatan seperti Akademi Kebidanan, Akademi
Keperawatan, Akademi Gizi, Akademi Farmasi dan Akademi Perawatan Gigi dan lain-lain
menyebabkan penyebarannya cukup merata terutama untuk ibukota-ibukota
kabupaten/kota, dan tidak untuk daerah kecamatan dan desa yang distribusinya sangat
tidak merata.
Gambar 2.2.13 Perbandingan Outcomes Indikator Kesehatan
Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Data Diolah
Dari hasil pengamatan dan informasi yang tersedia dari berbagai pihak bahwa
adanya kecenderungan tenaga kesehatan untuk memilih tempat pekerjaan di kota-kota
kecuali untuk lulusan kebidanan. Lulusan sekolah kesehatan lainnya lebih banyak bekerja
di perkotaan, hal ini mungkin disebabkan bahwa peluang untuk diperkotaan lebih besar
dibandingkan dengan di daerah perdesaan.
Analisis Efektivitas
Kalau dilihat dari trend outcomes, terlihat searah dengan kecenderungan nasional.
Pososi trend outcome tingkat provinsi Jambi tentang kesehatan pada tahun 2004 jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan capaian tingkat nasional. Posisi trend provinsi Jambi lebih baik

42
dari nasional terjadi pada tahun 2007, kemudian kecendrungannya menurun kembali pada
tahun 2008.
Gambar 2.2.14
Perbandingan Trend Outcomes Indikator Kesehatan Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Data Diolah
2.2.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Salah satu indikator spesifik yang menonjol di provinsi Jambi adalah persentase
jumlah penduduk buta huruf menurut kelompok umur, bahwa secara keseluruhan indikator
ini menunjukkan capaian provinsi Jambi lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata
Indonesia. Data dari informasi Gambar 2.2.15. untuk kelompok umur 15 tahun ke atas
menunjukkan angka provinsi lebih rendah dari Indonesia. Sejak tahun 2005 sampai dengan
tahun 2008, persentase buta huruf provinsi Jambi untuk kelompok ini menurun secara
gradual. Jika pada tahun 2005 tercatat sebagai 5,46% penduduk Jambi buta huruf, dan
terus terun menjadi 5,17% tahun 2007 dan terus menjadi 4,69% pada tahun 2008. Jika
dibandingkan dengan angka Indonesia menurut kurun waktu yang sama, yaitu 9,09%
(2005), 8,13% (2007), dan 7,81% (2008). Penurunan jumlah persentase buta huruf
kelompok umur 15+ di provinsi Jambi menunjukkan bahwa telah terjadi keberhasilan
pemerintah daerah mengentaskan buta aksara secara berhasil.

43
Gambar 2.2.15 Persentase Penduduk Buta Huruf Kelompok Umur 15+ Tahun
Provinsi Jambi dan Indonesia, Tahun 2004-2008
Berdasarkan dari Gambar 2.2.16, bahwa persentase penduduk buta huruf menurut
kelompok umur 15-45 tahun provinsi Jambi menunjukkan capaian indikator yang lebih baik
juga dibandingkan dengan nasional. Sama halnya dengan kelompok umur 15+, untuk
kelompok umur 15-45 provinsi Jambi sejak tahun 2005 sampai 2008 juga lebih rendah
dibandingkan dengan nasional, juga menunjukkan indikasi penurunan secara terus
menerus, dan sampai dengan tahun 2008 hanya tinggal 1,11% sedangkan untuk Indonesia
sebesar 1,94%.
Gambar 2.2.16 Persentase Penduduk Buta Huruf Kelompok Umur 15-45 Tahun
Provinsi Jambi dan Indonesia, Tahun 2004-2008

44
Berdasarkan dari Gambar 2.2.17, terlihat bahwa persentase penduduk buta huruf
menurut kelompok umur 45 ke atas di provinsi Jambi juga menunjukkan capaian indikator
yang lebih baik juga dibandingkan dengan nasional. Sama halnya dengan kelompok umur
15+, dan 15-45, persentase penduduk Jambi yang buta huruf umur 45 tahun ke atas
menunjukkan capaian yang lebih kecil dibandingkan dengan tingkat nasional. Namun
terdapat kecenderungan yang sama setiap tahunnya, dan terjadi sedikit peningkatan
persentase untuk tahun 2008 bagi kinerja provinsi Jambi mencapai 14,01%, juga hal yang
sama untuk kinerja di tingkat nasional sebesar 19,62%.
Gambar 2.2.17 Persentase Penduduk Buta Huruf Kelompok Umur 45+ Tahun
Provinsi Jambi dan Indonesia, Tahun 2004-2008
2.2.3. Rekomendasi Kebijakan
a. Rekomendasi Pendidikan 1. Penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang berkualitas
dan merata melalui penyediaan dan pengadaan buku BOS, beasiswa bagi siswa miskin, peningkatan daya tampung dan pembangunan prasarana pendukung di SD/MI/SDLB dan SMP/MTS.
2. Pimpinan proyek BOS seharusnya tidak dibebankan kepada kepala sekolah, karena terlihat lebih banyak mudaratnya dari pada manfaatnya.

45
3. Pembangunan fasilitas pelayanan pendidikan dasar, menengah dan Perguruan Tinggi. 4. Penyelenggaraan pendidikan kesetaraan melalui program Paket A, Paket B, Paket C
b. Rekomendasi Kesehatan 1. Pembangunan kesehatan diutamakan upaya peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga
kesehatan terutama untuk daerah perdesaan dan terpencil.
2. Distribusi tenaga kesehatan pendayagunaan tenaga harus didistribusi secara merata.
3. Pengembangan karis tenaga kesehatan sangat perlu dikembangkan, baik untuk
tenaga sektor publik maupun tenaga sektor swasta.
4. Pendayagunaan tenaga kesehatan secara profesional
5. Penurunan biaya pengobatan baik untuk pembayaran terhadap tenaga kesehatan
maupun penurunan terhadap harga obat-obatan.

46
Sub Bab 2.3 TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI
2.3.I. Capaian Indikator
a. Perkembangan Sektoral Perekonomian provinsi Jambi dari tahun 2004-2008 (harga konstan tahun 2000)
berkembang dengan tingkat perutumbuhan rata-rata di atas 5,5% per tahun. PDRB provinsi
Jambi didominasi oleh sektor pertanian dengan kontribusi 30,48% pada tahun 2004 dan
kontribusi tahun 2008 sebesar 30,63% (lihat Tabel 2.3.1 dan Tabel 2.3.2). Kemudian diikuti
oleh Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan kontribusi sebesar 16,69% pada
tahun 2008 dengan kontribusi yang konstan sejak tahun 2004. Sektor Industri menempati
posisi ke tiga dengan kontribusi sebesar 13,51%, dan kontribusi sektoral terkecil adalah
Sektor Listrik, Gas dan Air Minum dengan besaran di bawah 1,00% selama kurun waktu
2004-2008.
Tabel 2.3.1 Perkembangan PDRB Provinsi Jambi Menurut Harga Konstan Tahun 2000
Periode Tahun 2004-2008 (juta rupiah)
SEKTOR 2004 2005 2006 2007 2008
1.Pertanian 3.643.691 3.811.541 4.243.612 4.437.448 4.686.096 2.Pertambangan dan penggalian 1.572.121 1.588.493 1.472.753 1.614.207 1.851.478 TOTAL SEKTOR PRIMER 5.215.812 5.400.034 5.716.365 6.051.655 6.537.574 3.Industri pengolahan 1.702.804 1.769.221 1.847.833 1.948.460 2.066.344 4.Listrik, gas dan air bersih 93.080 97.824 105.047 109.744 117.685 5.Konstruksi 444.302 535.289 570.984 654.223 721.482 6.Perdagangan, hotel & restoran 1.971.470 2.149.765 2.319.674 2.464.612 2.552.456
TOTAL SEKTOR SEKUNDER 4.211.657 4.552.099 4.843.538 5.177.040 5.457.969 7.Pengangkutan dan komunikasi 953.897 1.021.599 1.082.251 1.159.480 1.204.977 8.Keuangan, persewaan & js persh. 446.226 483.787 511.718 609.271 754.771 9.Jasa-jasa 1.126.294 1.162.454 1.209.748 1.277.716 1.341.436
TOTAL SEKTOR TERSIER 2.526.417 2.667.839 2.803.717 3.046.466 3.301.184
Produk Domestik Regional Bruto 11.953.885 12.619.972 13.363.621 14.275.161 15.296.727 PDRB Tanpa Migas 10.411.851 11.062.278 11.985.807 12.775.067 13.715.412 Jumlah Migas dan Hasil-Hasilnya 1.542.034 1.557.694 1.377.814 1.500.094 1.581.314
Sumber : Badan Pusat Statistik Menggunakan tahun dasar 2000=100

47
Kalau dilihat dari kontribusi pengelompokan sektor, maka perekonomian provinsi
Jambi didominasi oleh Sektor Primer dengan kontribusi tahun 2004 sebesar 43,63%
kemudian turun stabil pada kisaran 42,20% mulai dari tahun 2005 sampai tahun 2008.
Kontribusi Sektor Sekunder menempai urutan kedua untuk kontribusi terhadap PDRB
dengan kontribusi tahun 2004 sebesar 35,23%, kemudian naik sampai tahun 2007 sebesar
37,27%, namun kontribusi menurun menjadi 35,68% pada tahun 2008. Kontribusi Sektor
Tersier dari tahun 2004-2008 berkisar 21,00% dengan kontribusi tertinggi terjadi pada
tahun 2008 sebesar 21,58%.
Berdasarkan data dari tabel yang sama terlihat pula bahwa PDRB tanpa migas
merupakan pembentuk utama perekonomian provinsi Jambi. Menurut data dari tabel yang
sama terlihat bahwa produk di luar migas menyumbang 87,10% dari PDRB untuk tahun
2004, kemudian meningkat menjadi 89,69% pada tahun 2006 dan kemudian menyumbang
sekitar 89,66% pada tahun 2008. Kontribusi sektor migas menunjukkan trend penurunan
seperti yang diinformasikan dari tabel yang sama. Jika pada tahun 2004 kontribusi migas
sebesar 12,90% turun menjadi 10,51% pada tahun 2007 dan 10,34% untuk tahun 2008.
Tabel. 2.3.2.
Perkembangan Kontribusi Sektoral PDRB Provinsi Jambi Tahun 2004-2008
SEKTOR Kontribusi Sektoral (%)
2004 2005 2006 2007 2008
1.Pertanian 30,48 30,20 31,75 31,09 30,63 2.Pertambangan dan penggalian 13,15 12,59 11,02 11,31 12,10 TOTAL SEKTOR PRIMER 43,63 42,79 42,78 42,39 42,74 3.Industri pengolahan 14,24 14,02 13,83 13,65 13,51 4.Listrik, gas dan air bersih 0,78 0,78 0,79 0,77 0,77 5.Konstruksi 3,72 4,24 4,27 4,58 4,72 6.Perdagangan, hotel & restoran 16,49 17,03 17,36 17,27 16,69
TOTAL SEKTOR SEKUNDER 35,23 36,07 36,24 36,27 35,68 7.Pengangkutan dan komunikasi 7,98 8,10 8,10 8,12 7,88 8.Keuangan, persewaan & js persh. 3,73 3,83 3,83 4,27 4,93 9.Jasa-jasa 9,42 9,21 9,05 8,95 8,77
TOTAL SEKTOR TERSIER 21,13 21,14 20,98 21,34 21,58 Produk Domestik Regional Bruto 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 PDRB Tanpa Migas 87,10 87,66 89,69 89,49 89,66 Jumlah Migas dan Hasil-hasilnya 12,90 12,34 10,31 10,51 10,34

48
Secara keseluruhan perekonomian provinsi Jambi bertumbuh dengan trend yang
meningkat. Jika pertumbuhan provinsi Jambi pada tahun 2005 sebesar 5,57% lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan perekonomian nasional yang sebesar 5,37%
pada periode yang sama. Pertumbuhan perekonomian provinsi ini terus meningkat dan
selalu berada di atas pertumbuhan nasional, pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi
Jambi sebesar 5.89% naik menjadi 6,82% pada tahun 2007 dan terus mengalami
peningkatan pada tahun 2008 menjadi 7,16%. (lihat Gambar 2.3.1)
Gambar 2.3.1 Perbandingan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
Provinsi Jambi dan Nasional, 2004-2008
Tabel 2.3.3 Perkembangan dan Pertumbuhan PDRB Provinsi Jambi
Tahun 2004-2008 (juta rupiah)
JENIS PENGGUNAAN 2004 2005 2006 2007 2008 Pengeluaran Konsumsi 10.372.524 11.475.302 12.030.927 12.839.218 13.753.370 Rumah tangga 8.153.944 9.104.294 9.516.769 10.145.712 10.868.086 Lmbg Non Profit R. Tangga 60.338 63.097 66.766 70.887 75.934 Peng. Konsumsi Pemerintah 2.158.242 2.307.912 2.447.392 2.622.619 2.809.349 Pemb. modal tetap dom. bruto 1.781.161 1.875.859 2.014.790 2.320.286 2.485.490 Perubahan inventori 316.576 337.374 369.006 412.680 442.063 Diskrepansi statistik 1) 0 0 0 0 0 Ekspor barang dan jasa 4.154.885 5.651.929 6.620.305 7.683.996 8.231.096 Impor barang dan jasa (-/-) 4.671.260 6.720.492 7.671.407 8.981.018 9.620.467 Net Ekspor -516.375 -1.068.563 -1.051.102 -1.297.022 -1.389.371 PDRB 11.953.885 12.619.972 13.363.621 14.275.161 15.291.453 Pertumbuhan (%) 5,57 5,89 6,82 7,16
Jumlah Penduduk 2.619.553 2.657.300 2.683.099 2.742.196 2.788.269 PDRB per Kapita (RP) 4.563.330 4.749.171 4.980.666 5.205.741 5.484.210 Sumber : Badan Pusat Statistik- Jambi 2008

49
Pertumbuhan perekonomian Jambi dapat pula dilihat dari sisi pengeluaran seperti
yang terlihat pada Tabel 2.3.3. Data tabel itu menginformasikan bahwa dari PDRB dari
Pengeluaran Konsumsi mendominasi PDRB di provinsi Jambi. Besaran pengeluaran
konsumsi pada tahun 2004 sebesar Rp. 10.372.524 juta atau setara dengan 86,77% dari
total PDRB, meningkat menjadi Rp. 12.030.927 juta pada tahun 2006 atau menyumbang
sebesar 90,03%, dan pada tahun 2008 sedikit turun menjadi Rp. 13.753.370 juta atau
kontribusi sebesar 89,94%.
Kontribusi terbesar kedua dari sisi pengeluaran provinsi Jambi adalah Pembentukan
Modal Tetap Domestik Bruto dengan kontribusi sebesar 14,90% pada tahun 2004,
kemudian turun menjadi 14,86% pada tahun 2005. Kontribusi ini terus meningkat sampai
tahun 2008, dengan kontribusi sebesar 15,08% pada tahun 2006, 16,25% pada tahun 2007
dan tahun 2008. Kenaikan kontribusi PMTDB ini menunjukkan bahwa pertumbuhan
ekonomi Jambi tidak semata-mata bertumpu pada pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi,
dan PMTDB ini akan mampu merangsang pertumbuhan ekonomi secara lebih cepat.
Tabel 2.3.4 Kontribusi PDRB dari Sisi Pengeluaran Provinsi Jambi
Tahun 2004-2008 (juta rupiah)
JENIS PENGGUNAAN 2004 2005 2006 2007 2008
Pengeluaran Konsumsi 86,77 90,93 90,03 89,94 89,94
Rumah tangga 68,21 72,14 71,21 71,07 71,07
Lmbg Non Profit R. Tangga 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50
Peng. Kons. Pemerintah 18,05 18,29 18,31 18,37 18,37
Pemb. modal tetap dom. bruto 14,90 14,86 15,08 16,25 16,25
Perubahan inventori 2,65 2,67 2,76 2,89 2,89
Diskrepansi statistik 1) 0 0 0 0 0
Ekspor barang dan jasa 34,76 44,79 49,54 53,83 53,83
Impor barang dan jasa (-/-) 39,08 53,25 57,41 62,91 62,91
Net Ekspor -4,32 -8,47 -7,87 -9,09 -9,09
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Berdasarkan data pada tabel yang sama, terlihat bahwa jumlah ekspor provinsi
Jambi dalam kurun waktu 2004-2008 lebih kecil dari total impor, sehingga Net Ekspor
menjadi negatif. Pangsa Net Ekspor provinsi ini kelihatannya semakin lama semakin

50
mengecil, artinya bahwa jumlah impor barang dan jasa Jambi semakin lama semakin
melampaui jumlah ekspornya.
Berdasarkan data dari Tabel 2.3.4 terlihat bahwa pendapatan per kapita penduduk
Jambi meningkat dari tahun ke tahunnya. Jika pada tahun 2004 pendapatan per kapita
daerah sebesar Rp. 4.563.330, meningkat menjadi Rp. 4.980.666 pada tahun 2006, dan
akhirnya pada tahun 2008 pendapatan per kapita meningkat menjadi Rp. 5.484.210.
Tingkat pertumbuhan per kapita provinsi Jambi dalam periode 2004-2008 adalah sebagai
berikut: 4,07% untuk tahun 2005, kemudian 4,87% tahun 2006, seterusnya 4,52% tahun
2007, dan 5,35% tahun 2008.
b. Perkembangan Perbankan Tabel 2.3.5. memberikan informasi tentang perkembangan perbankan di provinsi
Jambi, yang menjelaskan total simpanan dan total pinjaman baik secara total maupun
secara klasifikasi perbankan. Jumlah dana yang disalurkan kembali ke masyarakat masih
sangat kecil baik secara total maupun berdasarkan klasifikasi bank yaitu terlihat dalam data
loan to deposit ratio (LDR) berkisar paling tinggi 26,39% pada tahun 2008. Bahwa jumlah
dana pihak ketiga (DPK) – dana simpanan masyarakat secara total pada tahun 2004
sebanyak Rp. 5.163.846 juta dan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman
adalah sebesar Rp. 1.360.312 juta, sehingga rasio antara jumlah pinjaman dengan
simpanan (LDR) adalah sebesar 26,34%. Kondisi ini tidak jauh berbeda untuk periode
waktu 2005-2008, sehingga pada tahun 2008 tingkat LDR provinsi Jambi adalah sebesar
26,39%.
Tingkat LDR yang agak lebih tinggi menurut klasifikasi bank diberikan oleh bank
swasta yang terus meningkat dalam kurun waktu 2004-2008. Jika tingkat LDR bank swasta
nasional pada tahun 2004 sebesar 20,04% terus meningkat menjadi 38,01% pada tahun
2006 dan terakhir pada tahun 2008 meningkat menjadi 45,67%.
Tingkat LDR Bank Pemerintah menunjukkan kinerja yang berbalikan dengan tingkat
LDR bank swasta nasional. Di sini terlihat bahwa tingkat LDR bank pemerintah menurun
secara terus menerus semenjak tahun 2004, yang besaran angkanya adalah 30,14% pada
tahun 2004 terus turun sampai tahun 2008 menjadi 14,83%.
Bank Perkreditan Rakyat baru saja berkembang di provinsi Jambi sehingga
pangsanya dalam industri perbankan di daerah ini masih sangat kecil, walaupun demikian

51
jumlah simpanan dan pinjaman yang dapat diberikan kepada masyarakat memperlihatkan
kecenderungan meningkat, sampai dengan tahun 2008 tingkat LDR dari kelompok bank ini
telah meningkat menjadi 21,84%
Tabel 2.3.5
Perkembangan LDR Perbankan Provinsi Jambi Periode Tahun 2004-2008 (juta rupiah)
Kelompok Bank dan Jenis Simpanan 2004 2005 2006 2007 2008
Total Simpanan 5.163.846 5.536.584 7.305.075 9.313.053 10.054.743 Total Pinjaman 1.360.312 1.591.135 1.866.783 2.363.981 2.653.290 LDR 26,34 28,74 25,55 25,38 26,39
Bank Pemerintah 2) Simpanan 3.223.861 3.472.956 4.658.965 6.038.888 6.346.705 Pinjaman 971.596 1.016.902 884.128 910.795 941.407 LDR 30,14 29,28 18,98 15,08 14,83 Bank Swasta Nasional Simpanan 1.939.985 2.029.235 2.554.862 3.128.642 3.576.490 Pinjaman 388.716 568.506 971.037 1.423.504 1.633.294 LDR 20,04 28,02 38,01 45,50 45,67 Bank Perk. Rakyat Simpanan 0 34.393 91.248 145.523 131.548 Pinjaman - 5.727 11.618 20.429 28.736 LDR 0,00 16,65 12,73 14,04 21,84
Sumber: SEKDA, BI – Jambi, 2008
Analisis Indikator Perekonomian
1. Investasi Perkembangan investasi untuk Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) telihat pada Gambar 2.3.2. Jumlah penenaman di provinsi
Jambi terjadi fluktuasi yang cukup besar. Investasi tertinggi untuk PMA terjadi pada tahun
2006 sebesar US$ 122,0 juta, kemudian yang tertinggi kedua terjadi pada tahun 2008
dengan jumlah US 97,9 juta. Sedangkan jumlah penanaman modal PMDN yang tertinggi
dalam kurun waktu yang sama adalah pada tahun 2007 sebesar Rp. 17.710,9 M, kemudian
turun pada tahun 2008 menjadi Rp. 11.363 M.

52
Gambar 2.3.2 Perkembangan Investasi PMA dan PMDM
Di Provinsi Jambi, Tahun 2004-2008
Sumber: Bapemproda (BKPMD) Provinsi Jambi, 2008
Analisis Relevansi
Perkembangan indikator outcomes investasi provinsi Jambi dibandingkan dengan
capaian nasional dapat dilihat pada Gambar 2.3.3. Outcome investasi provinsi Jambi
umumnya lebih baik dibandingkan dengan capaian nasional untuk kurun waktu tahun 2004-
2008. Besaran outcome tingkat provinsi bertumbuh relevan dengan outcome nasional
walaupun capaian provinsi Jambi jauh lebih besar dibandingkan dengan capaian tingkat
nasional.
Capaian outcome provinsi sejalan dengan capaian tingkat nasional, dan kondisi
capaian daerah Jambi nampaknya sangat tergantung pada kondisi nasional diakibatkan
karena investasi yang masuk ke provinsi Jambi terutama investasi yang menggunakan
fasilitas negara harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari Badan Koordinasi Penanaman
Modal Nasional (BKPM) kemudian diteruskan ke tingkat daerah, dalam hal ini di provinsi
Jambi masuk ke Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah (Bapemproda). Sehingga
dengan demikian perkembangan investasi daerah akan sangat sejalan dengan investasi
nasional.

53
Gambar 2.3.3 Perbandingan Outcomes Investasi
Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Data diolah
Perkembangan outcome investasi daerah Jambi didominasi oleh investasi bidang
perminyakan, gas bumi, pertambangan batubara, dan perkebunan, yang kesemuanya
melalui instansi Bapemproda. Investasi PMA sebagian besar adalah pada bidang
perminyakan dan jumlahnya tidak tetap dan berfluktuasi, demikian pula untuk investasi
PMDN.
Analisis Efektivitas Trend outcomes investasi provinsi Jambi terlihat searah dengan kecenderungan
nasional. Pososi trend outcome tingkat provinsi Jambi tentang investasi pada tahun 2005
jauh lebih rendah dibandingkan dengan capaian tingkat nasional. Posisi tahun 2006 antara
trend provinsi dan nasional terjadi sama-sama menurun.
Trend outcome investasi provinsi Jambi pada tahun 2007 lebih tinggi dibandingkan
dengan tingkat nasional, namun pada tahun 2008 kembali outcome Jambi lebih kecil dari
capaian nasional. Secara umum trend outcome provinsi Jambi terjadi fluktuasi dan
trendnya semakin membaik.

54
Gambar 2.3.4
Perbandingan Trend Outcomes Investasi Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Data diolah
1. Perkembangan Infrastruktur Jalan
Jumlah panjang jalan di provinsi Jambi (nasional, provinsi dan kabupaten)
sepanjang 2.387,08 km. Luas jalan yang diklasifikasikan baik dari periode 2004-2008
paling tinggi ada pada tahun 2004 dengan panjang sebesar 948,28 (39,73%), kemudian
menurun pada tahun 2005 menjadi 747,86% (31,33%) dan naik kembali sampai tahun
2008 menjadi 911,35 km (28,11%). Panjang jalan yang klasifikasi sedang menunjukkan
angka peningkatan dalam kurun waktu yang sama kecuali untuk tahun 2008 yang
mengalami penurunan. Panjang jalan yang diklasifikasikan dalam status sedang pada
tahun 2004 sepanjang 634,28% dan meningkat menjadi 776,62 km (32,53%) pada tahun
2008. Klasifikasi jalan yang dikategorikan ke dalam status rusak pada tahun 2004
sepanjang 804,52 km (33,70%), kemudian stabil pada kisaran 33,00% pada tahun 2005
dan 2006. Sedangkan pada tahun 2007 terjadi kenaikan panjang jalan yang rusak
sepanjang 907,57 km (38,02%), dan kemudian terjadi lonjakan perbaikan yang terjadi pada
tahun 2008 dengan penurunan menjadi 700,10 km (29,33%). (secara rinci dapat dilihat
pada Tabel 2.3.6.)

55
Tabel 2.3.6 Perkembangan Jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten
Dalam Provinsi Jambi Periode Tahun 2004-2008
Tahun Baik Sedang Rusak Rusak Berat Total
2004 948,28 634,28 486,25 318,27 2387,08 % 39,73 26,57 20,37 13,33 100,00
2005 747,86 684,09 493 462,13 2387,08 % 31,33 28,66 20,65 19,36 100,00
2006 798,75 788,58 431,55 368,2 2387,08 % 33,46 33,04 18,08 15,42 100,00
2007 809,73 669,77 556,6 350,97 2387,08 % 33,92 28,06 23,32 14,70 100,00
2008 911,35 776,62 473,55 226,55 2387,08 % 38,18 32,53 19,84 9,49 100,00
Sumber: Dinas Kimpraswil Provinsi Jambi, 2008
Data Tabel 2.3.7 menggambarkan perkembangan jalan provinsi dan kabupaten
yagn ada di provinsi Jambi, total panjang jalan adalah 1.567,1 km yang dikategorikan ke
dalam kondisi baik, sedang dan rusak. Jalan provinsi dan kabupaten yagn diklasifikasikan
dengan status baik dalam kurun waktu 2004-2008 terus menurun, jika jalan kondisi baik
tahun 2004 sepanjang 578,5 km (36,92%) turun terus menerus sampai tahun 2007 menjadi
sepanjang 342,8 km (21,87%) pada tahun 2007, dan kembali meningkat menjadi
sepanjang 463,35 km (29,57%).
Tabel 2.3.7 Perkembangan Jalan Provinsi dan Kabupaten
Dalam Provinsi Jambi Periode Tahun 2004-2008
Tahun Baik Sedang Rusak Total 2004 578,5 442,2 546,3 1567,1
% 36,92 28,22 34,86 100,00 2005 411,63 498,4 656,7 1567,1
% 26,27 31,80 41,91 100,00 2006 422,7 537,7 606,3 1567,1
% 26,97 34,31 38,69 100,00 2007 342,8 481,9 742,5 1567,1
% 21,87 30,75 47,38 100,00 2008 463,35 562,09 541,24 1567,1
% 29,57 35,87 34,54 100,00 Sumber: Dinas Kimpraswil Provinsi Jambi, 2008

56
Menurut informasi dari tabel yang sama, kondisi jalan dengan status rusak paling
besar adalah pada tahun 2007 sepanjang 742,5 km (47,38%) meningkat tajuma dari 546,3
km pada tahun 2004. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan anggaran yang cukup besar
dari APBD tingkat provinsi dan kabupaten sehingga mampu mengurani jalan rusak turun
menjadi 541,24 km (34,54%), namun kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi tahun
2004 sebesar 34,86%.
Analisis Relevansi
Permasalahan utama yang dihadapi oleh provinsi Jambi dibidang infrastruktur
adalah kondisi jalan yang tidak kunjung membaik untuk kedua jalan nasional dan jalan
provinsi dan kabupaten. Sebaran outcome jalan dikategorikan rusak untuk jalan provinsi
lebih besar dibandingkan dengan kondisi jalan nasional, ini berarti bahwa program provinsi
untuk memperbaiki kondisi jalan daerah lebih lambat dibandingkan dengan dana yang
disediakan oleh pemerintah pusat untuk memperbaik kondisi jalan nasional. Di samping itu
jumlah dana yang mampu disediakan oleh daerah sangat terbatas sehingga kelihatannya
tambal sulam, satu ruas jalan diperbaiki yang lainnya mulai rusak, dan begitulah berkejaran
setiap saat dan belum mampu mengatasi secara lebih baik.
Gambar 2.3.5
Perbandingan Outcomes Jalan (rusak) Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Data diolah
Sampai sekarang masih banyak kabupaten di provinsi Jambi mempunyai daerah
terisolir akibat tidak pernah selesainya pembangunan jalan dan jembatan secara

57
menyeluruh. Disamping itu tingkat kerusakan jalan baik nasional maupun provinsi dan
kabupaten lebih banyak disebabkan oleh tidak mampunya kekuatan jalan untuk menahan
volume kendaran yang semakin besar (mendekati 40 ton untuk truk pengangkut CPO),
sedangkan kapasitas jalan di provinsi Jambi hanya mampu menahan untuk kapasitas 15
sampai 20 ton saja. Khusus untuk jalan nasional, kerusakan banyak disebabkan oleh truk-
truk pengangkut batu bara yang setiap harinya berjumlah ratusan sehingga kondisi jalan
menjadi semakin rusak.
Analisis Efektivitas Jika dibandingkan capaian outcome dari tahun ke tahun, terlihat bahwa terjadinya
fluktuasi yang sangat tajam baik untuk jalan nasional maupun jalan provinsi dan kabupaten. Dampak pembangunan infrastruktur jalan untuk provinsi Jambi harus dievaluasi setiap
tahunnya karena dampak program perbaikan jalan hanya mampu bertahan dalam waktu
yang singkat, kadang kala hanya bertahan untuk satu saja. Trend outcome jalan pada
Gambar 2.3.10 memperlihatkan fluktuasi keadaan jalan yang berada pada siklus tahunan.
Efektivitas pembangunan jalan di daerah memerlukan dana rehab jalan yang harus
dianggarkan setiap tahun sehingga kerusakan jalan dapat diatasi setiap tahunnya dan kondisi
jalan dipertahankan dalam kurun waktu lama.
Gambar 2.3.6 Perbandingan Trend Outcomes Jalan Rusak
Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Data diolah

58
2. Perkembangan Perekonomian Secara Keseluruhan
Analisis Relevansi
Tujuan utama provinsi Jambi dapat dilihat sejauh mana daerah mampu
meningkatkan kemakmuran masyarakat. Dampak pembangunan yang dilakukan oleh
daerah ini tercermin dari outcome secara keseluruhan indikator pembangunan
perekonomian daerah. Capaian outcome perekonomian pada tahun 2004 tingkat
kemakmuran rata-rata nasional lebih tinggi dibandingkan dengan capaian provinsi Jambi,
namun pada tahun 2005 terjadi lonjakan yang cukup berarti bagi provinsi Jambi yang
melampaui capaian outcome nasional, dan kondisi ini bertahan sampai dengan tahun
2006. Capaian outcome tahun 2007 dan 2008 provinsi Jambi lebih rendah dibandingkan
dengan capaian nasional dengan kecenderungan menurun.
Kondisi yang demikian lebih banyak disebabkan oleh sektor-sektor pembenduk
PDRB provinsi. Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa kemakmuran masyarakat Jambi
sangat tergantung pada keadaan harga produk-produk pertanian dan perkebunan. Pada
tahun 2005 harga komoditas utama provinsi cukup baik sehingga tingkat kesejahteraan
masyarakat menjadi naik. Namun untuk perkembangan selanjutnya dengan indeks biaya
hidup daerah yang meningkat lebih tinggi dari kenaikan harga komoditas masyarakat
menyebabkan tingkat kemakmuran mereka juga berkurang. (lihat Gambar 2.3.7)
Gambar 2.3.7 Perbandingan Outcomes Perekonomian
Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Data diolah

59
Analisis Efektivitas Apabila diperhatikan kesesuian antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan
yang diharapkan di daerah Jambi terlihat pada Gambar 2.3.8. Efektivitas pembangunan daerah
Jambi yang berfluktuasi dari tahun ke tahun, sama halnya capaian outcome tingkat nasional.
Capaian dampak pembangunan daerah Jambi maupun nasional dibandingkan dengan periode
antar waktu terlihat mempunyai fluktuasi yang tinggi. Dampak pembangunan terlihat membaik
dari capaian tahun 2007 baik nasional maupun provinsi, namun kondisi pada tahun 2008
kembali terjadi penurunan, dan kondisi Jambi sedikit lebih baik dibandingkan dengan capaian
tingkat nasional.
Gambar 2.3.8 Perbandingan Trend Outcomes Perekonomian Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
2.3.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
a. Pengeluaran Konsumsi dan PMTDB Teradapat dua capaian indikator spesifik yang menonjol untuk mendukung capaian
pembangunan di provinsi Jambi; 1). Tingkat pengeluaran konsumsi dan 2) tingkat
pembentukan modal tetap domestik bruto. Jumlah pengeluaran konsumsi provinsi Jambi
dari tahun 2004-2008 menunjukkan angka peningkatan yang cukup signifikan. Kalau

60
pengeluaran konsumsi tahun 2004 sebesar Rp. 10.372.542 juta meningkat menjadi Rp.
13.753.370 juta dengan pertumbuhan rata-rata di atas 5% kecuali pertumbuhan dari tahun
2005 ke tahun 2006 sebesar 4,84%. Tingkat pertumbuhan ekonomi provinsi Jambi sebesar
7,16% ditopang oleh tingkat pengeluaran konsumsi sebesar 7,12% jauh lebih tinggi dari
rata-rata nasional.
Demikian pula pembentukan modal tetap domestik bruto provinsi Jambi dari tahun
2004-2008 menunjukkan angka di atas 5,00% per tahun, dan pertumbuhan ekonomi Jambi
ditopang pula oleh PMTDB 7,12% tahun 2008 dan 15,16% pada tahun 2007.
b. Pertumbuhan Sektoral Tingkat pertumbuhan ekonomi provinsi Jambi dalam periode 2004-2008
menunjukkan trend meningkat seperti yang terlihat pada Tabel 2.3.3. Tingkat pertumbuhan
sektoral PDRB tertinggi untuk provinsi Jambi disumbangkan oleh Sektor Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan dengan pertumbuhan antara tahun 2007 ke 2008
sebesar 23,88%. Kemudian diikuti oleh pertumbuhan Sektor Pertambangan dan
Penggalian pada kurun waktu yang sama sebesar 14,70% naik dari 9,60% pertumbuhan
tahun 2006 ke 2007. Pertumbuhan Jasa Kontruksi untuk periode yang sama menyumbang
kontribusi ke empat terbesar pada angka 10,28%, turun dari 14,58% untuk periode 2006 ke
2007. Kemudian diikuti oleh sektor-sektor PDRB lainnya yang menyumbang kurang dari
10%.
Pertumbuhan sektor tersier di provinsi ini menyumbang pertumbuhan tertinggi di
antara sektor utama. Tingkat pertumbuhan Sektor Tersier tahun 2004 sebesar 5,60%
meningkat tajam menjadi 8,66% pada tahun 2007 walaupun sedikit turun menjadi 8,36%
pada tahun 2008. Pertumbuhan Sektor Primer juga menunjukkan trend peningkatan seperti
dengan Sektor Tersier, jika pertumbuhan Sektor Primer tahun 2005 sebesar 3,53%
meningkat menjadi 5,87% pada tahun 2007 dan meningkat tajam menjadi 8,03% pada
tahun 2008. Dari data tabel yang sama terlihat bahwa Sektor Sekunder selama kurun
waktu yang sama tidak berkembang di provinsi Jambi malah terjadi kecenderungan
menurun. Jika pertumbuhan sektor ini pada tahun 2005 sebesar 8,08% turun menjadi
6,89% pada tahun 2007 dan 5,43% pada tahun 2008.

61
Tabel 2.3.8 Perkembangan Pertumbuhan Sektoral PDRB Provinsi Jambi
Menurut Harga Konstan Tahun 2000, Periode Tahun 2005-2008
LAPANGAN USAHA Tingkat Petumbuhan (%) 2005 2006 2007 2008
1.Pertanian 4,61 11,34 4,57 5,60 2.Pertambangan dan penggalian 1,04 -7,29 9,60 14,70 TOTAL SEKTOR PRIMER 3,53 5,86 5,87 8,03 3.Industri pengolahan 3,90 4,44 5,45 6,05 4.Listrik, gas dan air bersih 5,10 7,38 4,47 7,24 5.Konstruksi 20,48 6,67 14,58 10,28 6.Perdagangan, hotel & restoran 9,04 7,90 6,25 3,56 TOTAL SEKTOR SEKUNDER 8,08 6,40 6,89 5,43 7.Pengangkutan dan komunikasi 7,10 5,94 7,14 3,92 8.Keuangan, persewaan & js persh. 8,42 5,77 19,06 23,88 9.Jasa-jasa 3,21 4,07 5,62 4,99 TOTAL SEKTOR TERSIER 5,60 5,09 8,66 8,36 Produk Domestik Regional Bruto 5,57 5,89 6,82 7,16 PDRB Tanpa Migas 6,25 8,35 6,58 7,36 Jumlah Migas dan Hasil-hasilnya 1,02 -11,55 8,87 5,41
Sumber : Badan Pusat Statistik Menggunakan tahun dasar 2000=100
Dari informasi mengenai perkembangan dan pertumbuhan sektoral tersebut untuk
provinsi Jambi terlihat ada kejanggalan dan ketidaklaziman. Bahwa lebih dari 30% PDRB
provinsi Jambi disumbangkan oleh Sektor Primer (Sektor Pertanian dan Sektor
Pertambangan dan Penggalian) namun produksi sektor ini
2.3.3. Rekomendasi Kebijakan Bertolak dari capaian agenda pemantapan stabilitas ekonomi makro seperti
dikemukakan di atas, langkah-langkah atau tindak lanjut yang perlu dilakukan proses
pembangunan di tahap berikutnya antara lain adalah upaya mendorong peningkatan
investasi agar perannya semakin meningkat terhadap PDRB dan proses akumulasi stok
kapital. Pemerintah daerah dapat mengoptimalkan perannya dalam mewujudkan iklim
investasi yang semakin kondusif di berbagai Kabupaten/Kota.

62
Selain itu alokasi dana APBD perlu diorientasikan pada peningkatan proporsi jenis
pengeluaran yang bersifat lebih produktif untuk meningkatkan kapasitas perekonomian
daerah. Permasalah makro regional lainnya yang menjadi karakteristik perekonomian
Provinsi Jambi adalah kecenderungan laju inflasi yang relatif lebih dibanding provinsi-
provinsi lainnya di Sumatera.
Ketergantungan daerah ini yang tinggi terhadap komoditas impor dari daerah lain
dan luar negeri bersamaan dengan kondisi infrastruktur transportasi yang kurang memadai
menyebabkan tingginya biaya transportasi dan karenanya menjadi salah satu sumber
penyebab inflasi. Dalam kaitan ini, percepatan pengembangan aktivitas ekonomi lokal baik
dibagian hulu maupun industri pengolahannya di bagian hilir sangat mendesak untuk
mengurangi ketergantungan terhadap pasokan impor terutama komoditas bahan pangan.
Peningkatan infrastruktur transportasi beserta infrastruktiur ekonomi lainnya sekali lagi
menempati peran sangat penting untuk mendorong percepatan pengembangan aktivitas
ekonomi dan meningkatkan efisiensi biaya transportasi.
Beberapa Rekomendasi Kebijakan disarankan:
1. Pemerintah perlu memfokuskan program pembangunan ekonomi pada peningkatan
produktivitas komoditi unggulan masing-masing.
2. Meningkatnya peran dan pangsa sektor industri pengolahan produk primer pertanian
di pasar domestik, baik untuk bahan baku maupun produk akhir, sebagai cerminan
daya saing sektor ini dalam menghadapi produk-produk luar daerah maupun impor.
3. Mengembagkan sarana dan prasarana pertanian dan perdesaan yang berkeadilan
sesuai dengan daya dukung wilayah;
4. Mengembangkan usaha, kecil dan menengah (UMKM) yang diarahkan untuk
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan
lapangan kerja, dan peningkatan daya saing; sedangkan pengembangan usaha skala
mikro lebih diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan
pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah.
5. Penyediaan skim-skim pembiayaan alternatif (sistem bagi-hasil dari dana bergulir,
sistem tanggung-renteng atau jaminan tokoh masyarakat setempat sebagai pengganti
anggunan) dengan tanpa mendistorsi pasar serta memberi dukungan terhadap upaya
peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan mikro
(LKM)

63
6. peningkatan infrastruktur tenaga listrik yang efektif dan efisien, terutama upaya
memanfaatkan potensi sungai, gas dan sumber panas bumi daerah serta peningkatan
diversifikasi energi untuk pembangkit, pengurangan losses, peremajaan infrastruktur
yang kurang efisien.
7. peningkatan kinerja daya saing komoditas daerah secara berkelanjutan dengan
memperkuat landasan ekonomi sebagai kondisi yang dipersyaratkan (necessary
condition) bagi keberhasilan peningkatan kinerja daya saing.
8. mendorong pertumbuhan dan pengembangan kawasan sentra-sentra produksi dengan
menetapkan pembagian perwilayahan sesuai dengan potensi dan daya dukung masing-
masing wilayah

64
Sub Bab 2.4 KUALITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM
2.4.1. Capaian Indikator a. Kondisi SDA Jambi
Dalam perpektif pembangunan yang berkelanjutan, sumber daya alam dan
lingkungan hidup tidak hanya dapat dijadikan sebagai modal pertumbuhan ekonomi
(resource based economy) tapi juga berfungsi sebagai penopang sistem kehidupan (life
support system). Bagi Provinsi Jambi , sumber daya alam seperti pertambangan dan
pertanian sangat berperan sebagai sumber perekonomian daerah, dan masih sangat
signikan perannya di masa mendatang. Khusus untuk pertanian perannya sangat besar
dalam perekonomian Provinsi Jambi. Hal ini terindikasi oleh cukup tingginya kontribusi
sektor pertanian (tanamanan pangan, kehutanan, perkebunan, peternakan dan perikanan).
Sampai tahun 2004 kontribusinya mencapai 28,29 persen dari produk domestik regional
bruto (PDRB) Provinsi Jambi, dan menyerap cukup banyak tenaga kerja atau 60% dari total
angkatan kerja yang ada. (Bappeda Provinsi Jambi)
Namun untuk Provinsi Jambi, secara umum pengelolaan SDA yang yang dikelola
masih belum berkelanjutan dan masih mengabaikan kelestarian fungsi lingkungan hidup,
bahkan cendrung agresif, exploitatif dan expansif sehingga daya dukung lingkungan
menurun, ketersediaan SDA menipis, bahkan cendrung sudah berada pada tahap yang
sangat mengkuatirkan. Hal ini sangat terlihat sampai saat ini masih sangat maraknya
kejadian pembalakan liar, tebang berlebih serta penyeludupan kayu ke luar negeri yang
telah mempercepat pengurangan sebagian besar hutan di Provinsi Jambi.
Berbagai permasalahan muncul dan memicu terjadinya kerusakan sumber daya
alam dan lingkungan hidup di provinsi Jambi sehingga dikhawatirkan akan berdampak
besar keseimbangan ekosistim dan kehidupan masyarakat, antara lain:
(1) Terus menurunnya kondisi hutan Provinsi Jambi. Pegelolaan hutan yang tidak berkelanjutan yang telah dipraktekkan dalam dekade
terakhir telah menimbulkan dampak negatif. Kondisi ini juga berimplikasi pada degradasi

65
daya dukung daerah aliran sungai (DAS) yang diakibatkan kerusakan hutan dan
sedimentasi yang tinggi menyebabkan kapasitas daya tampung sungai Batanghari dan
anak-anaknya semakin menurun. Kejadian ini sangat berdampak pada meningkatnya debit
air sungai secara tidak terkendali di musim hujan. Hal ini berakibat pada meningkatnya
frekwensi banjir sepanjang tahun. Seringnya banjir sangat berdampak pada pola tanam
dan sangat berpengaruh pada produktivitas hasil pertanian masyarakat. Bahkan tidak
jarang tingginya frekwensi banjir yang datang secara tiba-tiba telah menghancurkan
sumber kehidupan (pertanian) yang merupakan sumber ekonomi dan mata pencarian
sebagian besar masyarakat di Provinsi Jambi.
Permasalahan lainnya yang terjadi dalam pengelolaan kehutanan ini adalah masih
lemahnya penegakan hukum terhadap pembalakan liar (illegal logging), perambahan dan
okupasi kawasan hutan, perburuan satwa dan tumbuhan liar yang dilindungi, pembakaran
hutan, peredaran hasil hutan illegal, tebang berlebih (over cutting), dan tindakan illegal
lainnya banyak terjadi. Disamping itu rendahnya kapasitas pengelola kehutanan, sarana-
prasarana, kelembagaan, sumber daya manusia, demikian juga insentif bagi pengelola
kehutanan sangat terbatas bila dibandingkan dengan cakupan luas kawasan yang harus
dikelolanya berkontribusi terhadap sulitnya penanggulangan masalah kehutanan seperti
pencurian kayu, kebakaran hutan.
Sistem pemanfaatan hutan terutama hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan dari
ekosistem hutan, seperti nilai hutan sebagai sumber air, keanekaragaman hayati,
keindahan alam (wisata alam) yang memiliki potensi ekonomi, belum berkembang seperti
yang diharapkan. Berdasarkan hasil penelitian, nilai jasa ekosistem hutan jauh lebih besar
dari nilai produk kayunya. Diperkirakan nilai hasil hutan kayu hanya sekitar 7 persen dari
total nilai ekonomi hutan, sisanya adalah hasil hutan non-kayu dan jasa lingkungan.
Pengelolan hutan ini adalah masyarakat sekitar hutan kurang dilibatkan dalam
pengusahaan dan penataan batas kawasan hutan. Masyarakat lokal (adat) yang banyak
berada di sekitar kawasan hutan dan di dalam juga merupakan potensi yang baik
sekaligus menjadi potensi permasalahan jika dalam pengelolaan hutan tersebut di abaikan,
sehingga yang muncul adalah klaim terhadap lahan hutan.
(2) Kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai). Pengelolan hutan yang tidak berkelanjutan di Provinsi Jambi seperti Illegal logging
(pembalakan liar), over cutting (tebang berlebih) serta tejadi konversi lahan perkebunan

66
seperti sawit telah meningkatkan kerusakan ekosistim dalam tatanan DAS. Pada saat ini
diperkirakan DAS Batangahari sudah berada dalam kondisi kritis. Kerusakan DAS ini juga
dipacu oleh pengelolaan DAS yang kurang terkoordinasi antara hulu dan hilir serta
kelembagaannya yang masih lemah.
Sumberdaya alam Provinsi Jambi lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah
daerah kawasan pesisir dan laut seperti di Kab. Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung
Timur. Di perairan yang cukup luas ini hidup beraneka ragam sumberdaya hayati yang
berpotensi sebagai lahan budidaya ikan juga terdapat potensi hutan mangrove dengan
jenis bakau, pidada, serta jenis lainnya yang sangat potensial untuk menjaga kondisi pantai
dari erosi air laut. Sumberdaya kelautan dan pesisir di Provinsi Jambi tersebar di dua
kabupaten. Namun ekosistem pesisir dan laut semakin rusak dan terjadinya ekspolitasi
sumberdaya kelautan dan perikanan yang tidak terkendali menyebabkan kerusakan
ekosistim.
Disamping itu, laju sedimentasi yang cukup tinggi juga sangat berperan merusak
kawasan pesisir timur provinsi Jambi yang merupakan muara sungai Batang Hari. Hal ini
terlihat dari terjadinya pendangkalan yang cukup cepat, yang disebabkan cukup tingginya
laju sedimentasi sebagai akibat kegiatan pengelolan lahan hutan yang tidak berkelanjutan
di kawasan hulu sungai sungai Batang Hari dan anak-anaknya.
(3) Menurunnya kemampuan penyediaan air. Berkembangnya daerah pemukiman dan industri telah menurunkan area resapan
air dan mengancam kapasitas lingkungan dalam menyediakan air. Pada sisi lain, kapasitas
infrastruktur penampung air menurun sebagai akibat meningkatnya sedimentasi, sehingga
menurunkan keandalan penyediaan air untuk irigasi maupun air baku. Kondisi ini
diperparah dengan kualitas operasi dan pemeliharaan yang rendah sehingga tingkat
layanan prasarana sumberdaya air menurun semakin tajam.
b. Kondisi Lingkungan Hidup 1). Kondisi Hutan
Data di atas kertas kondisi kehutanan di provinsi Jambi terlihat dalam Tabel 2.4.1,
namun kondisi sebenarnya di dalam lingkungan masyarakat tidaklah demikian adanya
karena sebagian dari kawasan hutan tersebut sudah beralih fungsi. Sebagian besar

67
peralihan fungsi itu digunakan masyarakat untuk perladangan dan pemanfaatan hutan
secara illegal loging, kebakaran hutan dan lainnya.
Tabel 2.4.1
Luas Kawasan Hutan di Provinsi Jambi menurut Fungsinya Tahun 2004-2008
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Jambi
Gambar 2.4.1 Luas Kawasan Hutan di Provinsi Jambi
menurut Fungsinya Tahun 2008
Sumber: Data diolah
Data resmi dari Dinas Kehutan Jambi, luas kawasan hutan provinsi Jambi (hutan
produksi, hutan wisata dan suaka serta hutan lindung) 2.179.436 ha. Dari luas total provinsi
Jambi 5.100.000 ha, maka luas kawasan Jambi 42,73 %. Persentasi luas kawasan hutan
ini masih cukup baik mengingat luas minimal kawasan hutan sebesar 30 %.
Tahun
Fungsi Hutan (Ha)
Hutan Produksi
Hutan Lindung
Hutan Wisata dan Suaka
Alam
Hutan Dikonversi Jumlah
2004 1.278.700 191.130 679.120 2.920.560 5.069.5102005 1.278.700 191.130 679.120 2.920.560 5.069.5102006 1.312.190 191.130 676.120 2.920.560 5.100.0002007 1.312.190 191.130 676.120 2.920.560 5.100.0002008 1.312.190 191.130 676.116 2.920.560 5.099.996

68
Tabel 2.4.2
Produksi Kayu Hutan dan Hasil Hutan Ikutan menurut Jenis Produksi, Tahun 2006-2008
Jenis Produksi Satuan Produksi
1. Kayu Bulat m3 242.187,75 286.583,82 108.722,13
2. Kayu Bulat Kecil (KBK) m3 78.884,50 49.202,63 17.784,28
3. Kayu Gergajian m3 116.022,56 72.028,19 13.001,07
4. Plywood m3 232.314,57 142.056,87 98.718,02
5. Bhn Baku Serpih /Venner m3 4.428.728,45 5.271.518,95 68.586,27
6. Block board m3 33.814,94 1.514,41 57,647. P u l p Ton 694.390,46 674.081,00 506.084,798. Rotan Tabu - tabu batang 10.000 75.000 64.500
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Jambi
Berdasarkan atas perkembangan volume produksi dapat dilihat bahwa produksi
kayu bulat, kayu bulat kecil, kayu gergajian, plywood, bahan baku serpih dan block board
menurun dari tahun-tahun sebelumnya. Hal yang sama terjadi pada produksi pulp dab
rotan tabu-tabu. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan pada sumberdaya
hutan sehingga menyebabkan turunnya produksi hasil hutan (lihat Tabel 2.4.2)
2). Kondisi Perikanan
Produksi perikanan laut, peraiaran umum dan perikanan budidaya pada tahun 2008
meningkat pesat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan produksi terbesar terjadi
pada perikanan perairan umum dan perikanan laut. Hal ini menunjukkan pembangunan
pada sub sektor perikanan telah menunjukkan peningkatan yang sangat besar.
Peningkatan produksi dibanding tahun-tahun sebelunya terjadi pula pada perikanan
budidaya (kolam dan keramba). Produksi ikan di kolam meningkat lebih besar disbanding
produksi ikan keramba. Hal ini menunjukkan pembangunan di bidang perikanan budidaya
telah berkembang dengan baik. Jumlah produksi budidaya kolam dalam kurun waktu 2004-
2008 menunjukkan peningkatan yang sangat berarti, meningkat hampir dua kali lipat. Jika
produksi budidaya kolam pada tahun 2004 sebanyak 4.583 ton, meningkat menjadi
9.335,80 ton pada tahun 2008

69
Tabel. 2.4.3
Jumlah Produksi dan Nilai Budidaya di Kolam dan Keramba Jaring Apung di Provinsi Jambi Tahun 2004-2008
Tahun
Ikan di Kolam Ikan di Keramba Produksi/
(ton) Nilai
(Rp.000) Produksi/
(ton) Nilai
(Rp.000) 2008 9.335,8 115.839.959 10.037,5 118.728.414 2007 2006 2005 2004
8.193,16.033,45.531,44.583,0
88.260.11363.750.55855.462. 88038.803.358
8.634,5 5.616,7 4.575,4 3.562,8
93.153.755 57.550.609 32.479.735 32.423.943
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi, 2008
. Demikian pula dengan jumlah produksi budidaya karamba jaring apung meningkat
jauh lebih besar dibandingkan dengan budidaya kolam. Jika pada kurun waktu yang sama,
produksi budidaya karamba jaring apung sebesar 3.562,80 ton pada tahun 2004,
meningkat lebih dari dua kali lipat dalam kurun waktu 5 tahun pada tahun 2008 dengan
produksi sebesar 10.037,50 ton. (lihat Tabel 2.4.2)
Gambar. 2.4.2 Jumlah Produksi Budidaya di Kolam dan Keramba Jaring Apung
di Provinsi Jambi Tahun 2004-2008
Sumber: Dinas Perikanan da Kelautan Jambi

70
3). Kondisi Pertambangan Dengan beroperasi dan akan dibukanya beberapa pertambangan, seperti tambang
batubara di beberapa kabupaten, terutama di kabupaten Bungo yang dibawa menggunaan
ratusan truk setiap harinya ke wilayah Sumatera Barat. Kegunaan batubara yang sangat
besar terutama untuk kebutuhan pabrik semen menyebabkan jalan raya tran Sumatera
setiap hari kerusakan semakin berat, mulai dari daerah kabupaten Bungo (Jambi), lewat
kabupaten Darmasraya, Sijunjung, Sawahlunto (Sumatera Barat) menyperlu mendapat
perhatian ke depan.
Di samping itu pertambangan batubara, khususnya pertambangan yang sifatnya
terbuka (open pit mining) seperti yang terdapat pada seluruh pertambangan batubara yang
ada di provinsi Jambi, telah merubah bentangan alam berpengaru langsung pada ekosistim
dan habitat aslinya. Pertambangan terbuka ini sudah mengganggu keseimbangan fungsi
lingkungan hidup dan berdampak buruk bagi kehidupan manusia.
Kondisi lingkungan lainnya ini, khususnya untuk provinsi Jambi di perburuk dengan
maraknya pertambangan tanpa izin (PETI) di sepanjang DAS Batang hari dan anak-anak
sungainya. Aktivitas PETI yang juga menggunakan ‘Air Raksa atau Mercury’’ ini disamping
akan mencemari air sungai yang sangat dibutuhkan untuk keperluan sehari-hari, dan telah
pula mencemari air untuk kegiatan pertanian dan perikanan, walaupun kondisi tahun 2009
sudah mulai diperketat pengawasan terhadap kerberadaan PETI terutama di sepanjang
Sungai Batanghari
Dalam satu dekade terakhir ini, terjadinya kecendrungan peningkatan yang
signifikan pencemaran akibat limbah padat, cair, maupun gas, tidak terlepas dari terjadinya
peningkatan pendapatan dan perubaan gaya hidup masyarakat di perkotaan disamping
peningkatan jumlah penduduk. Untuk limbah padat, hal ini membebani sistem pengelolaan
sampah, khususnya tempat pembuangan akhir sampah (TPA). Selain itu, sampah juga
belum diolah dan dikelola secara sistematis, hanya ditimbun begitu saja (land fill), sehingga
mencemari tanah maupun air, dan mengancam kesehatan masyarakat. Terjadinya
penurunan kualitas air di badan-badan air akibat kegiatan rumah tangga, pertanian, dan
industri juga memerlukan upaya pengelolaan limbah cair yang terpadu antar sektor terkait.
Sampai saat ini kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan di provinsi
Jambi masih rendah, demikian pula pandangan sebagian masyarakat bahwa lingkungan
hidup akan selalu mampu memulihkan (recovery) daya dukung dan kelestarian fungsinya

71
sendiri. Pandangan tersebut menjadikan masyarakat tidak termotivasi untuk ikut serta
memelihara sumber daya alam dan lingkungan hidup di sekitarnya. Keadaan juga
diperpuruk oleh permasalahan lainnya seperti seperti kebodohan, kemiskinan dan
keserakahan.
Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumberdaya air, baik
air permukaan maupun air tanah. Kerusakan lingkungan yang semakin luas akibat
kerusakan hutan secara signifikan telah menyebabkan penurunan daya dukung Daerah
Aliran Sungai (DAS) dalam menahan dan menyimpan air. Hal yang memprihatinkan
adalah indikasi tejadinya proses percepatan laju kerusakan daerah tangkapan air dan
tingginya tingkat sedimentasi sungai yang sampai sekarang belum pernah dilakukan
pengerukan terhadap sungai terutama sungai Batanghari.
Produk tambang utama provinsi Jambi adalah minyak bumi, gas bumi, dan batu
bara, sedangkan yang lain masih belum dieksploitasi dan eksplorasi secara optimal.
Produksi minyak bumi provinsi Jambi pada tahun 2004 sampai 2008 menunjukkan
kecenderungan yang menurun akibat dari sebagian tambang yang sudah terkuras habis
dan sudah dieksploitasi semenjak zaman pemerintahan Belanda.
Sedangkan produksi dua produk pertambangan utama lainnya menunjukkan
kecenderungan penaikan karena makin banyak ditemukan dan mulai diekploitasi, terutama
batubara yang sangat gencar diusahakan dalam kurun waktu 4 (empat tahun terakhir).
Tabel 2.4.4
Produksi Pertambangan menurut Jenis Barang Di Provinsi Jambi Tahun 2004-2008
No Jenis Bahan Tambang 2004 2005 2006 2007 2008
1 Minyak Bumi (000 barel) 8. 995,23 9 .265,06 8.375,79 7.354,71 6.795,02
2 Gas Bumi (MMBTU) 21.836.170 44.182.883 97.960 697 92.410.629 97.654 085
3 Batu Bara (m ton) 2.215.496,24 4.216.057,27
Sumber : Dinas Pertambangan Provinsi Jambi
4). Kondisi Lahan Rehabilitasi dan Konservasi
Hutan konservasi di provinsi Jambi terdiri dari hutan lindung dan hutan taman
nasional. Rehabilitasi hutan yang dilakukan ada di dalam lahan hutan dan di luar hutan,

72
namun rehabilitasi yang paling dominan dilakukan adalah rehabilitasi lahan luar hutan.
Data Tabel 2.4.5. memberikan informasi bahwa lahan luar hutan yang direhabilitasi di
provinsi Jambi palin luas pada tahun 2006 sebanyak 4.573 Ha, sedangkan yang mampu
dilakukan pada tahun 2008 seluas 974 Ha.
Tabel 2.4.5 Perkembangan Luas Lahan Rehabilitasi dan Kawasan Konservasi
Di Provinsi Jambi Tahun 2004-2008
Tahun
Jambi Indonesia Rehabilitasi lahan luar
hutan
Luas kawasan
konservasi
% Rehab Thd Lh. Konserv.
Rehabilitasi lahan luar
hutan
Luas kawasan
konservasi
% Rehab Thd Lh. Konserv.
2004 2445 733.908 0,33 390.896,00 22.715.297 1,72 2005 100 719.995 0,01 70.410,00 22.703.151 0,31 2006 4573 719.995 0,64 301.020,00 22.702.527 1,33 2007 930 730.595 0,13 239.236,00 20.040.048 1,19 2008 974 730.595 0,13 239.236,00 20.040.048 1,19
Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, 2008
Luas lahan kawasan konservasi di provinsi Jambi pada tahun 2004 seluas 733.908
Ha, turun menjadi 719.995 Ha akibat dari konversi kawasan yang berubah status menjadi
lahan perkebunan dan yang lainnya. Sedangkan pada tahun 2007 naik menjadi 730.595
Ha yang diakibatkan adanya tambahan lahan konservasi di Bukit 12 sebagai lahan
konservasi untuk penduduk asli Suku Anak Dalam (suku Kubu).
Analisis Relevansi Gambar 2.4.3 menunjukkan hasil outcomes kualitas pengelolaan SDA dan
Lingkungan Hidup di provinsi Jambi, yang menunjukkan indikasi kecenderungan membaik
pada periode tahun 2006-2008 walaupun belum sebaik yang dilakukan pada tahun 2005.
Data pengelolaan SDA dan Lingkungan hidup yang tersedia di provinsi Jambi yang
tersedia dan dapat dibandingkan dengan data nasional hanya lahan rehabilitasi dan
konservasi saja. Sedangkan data rehabilitasi lahan kritis dan rehabilitasi kelautan tidak
tersedia.
Hasil outcomes pengelolaan SDA dan Lingkungan hidup di provinsi Jambi pada
tahun 2004 dan 2005 lebih rendah dibandingkan dengan nasional, sedangkan untuk tahun
2006 dan 2007 lebih tinggi dari nasional, dan untuk tahun 2008 lebih rendah dari nasional.

73
Laju kecenderungan kualitas pengelolaan SDA dan LH provinsi Jambi kelihatannya searah
dengan nasional.
Gambar 2.4.3
Perbandingan Outcomes Rahabilitasi dan Konservasi Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Data diolah
Arah pengelolaan SDA dan LH di provinsi Jambi parallel dengan yang yang
dilakukan secara nasional, hal ini disinyalir karena program rehabilitasi dan program-
progam kehutanan masih terasa sangat dipengaruhi oleh kebijakan yang dilakukan oleh
pusat. Program-program perbaikan pengelolaan SDA dan LH dari pusat besar, kemudian
diterima dalam bentuk dana DAK dan dana dekontrasi di provinsi dan dijalankan sebagian
besar sesuai dengan petunjuk teknis dari pusat. Sedangkan anggaran rehabilitasi yang
dilakukan oleh dana daerah masih sangat kecil dan belum mampu mengatasi
permasalahan lahan kritis dan lahan konservasi yang tejadi di provinsi Jambi. Pihak
eksekutif dan legislative (DPRD) di provinsi Jambi semenjak dulu sampai sekarang masih
menganggap tanggung jawab rehabilitasi hutan dan lahan konservasi adalah tanggung
jawab pemerintah pusat. Konsentarasi keuangan pemerintah daerah lebih banyak
diprioritaskan untuk pencukupan dan rehabilitasi infrastruktur jalan dan jembatan terutama
yang mendukung sentra-sentra produksi komoditas daerah.
Analisis Efektivitas Di lihat dari kecenderungan arah (trend) outcomes daerah Jambi dibandingkan
dengan nasional juga searah, hanya saja hasil outcomenya terjadi sedikit perbedaan.
Kalau outcome pengelolaan SDA dan LH provinsi Jambi lebih rendah dibandingkan dengan

74
nasional, namun untuk tahun 2006 sama-sama menurun dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Trend outcomes tahun 2006 dan 2007 kembali meningkat namun outcomes
provinsi Jambi lebih baik dibandingkan dengan nasional, dan trend outcome tahun 2008
untuk provinsi Jambi lebih rendah dari nasional. Kondisi yang demikian disebabkan oleh
selama kurun waktu 2004-2008 telah terjadi 3 (tiga) kali penggantian Kepala Dinas
Kehutanan, dan konsentrasi keproyekkan mungkin saja akan berbeda untuk masing-
masing pimpinan.
Gambar 2.4.4 Perbandingan Trend Outcomes Lahan Rehabilitasi dan Konservasi
Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Data diolah
2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Indikator spesifik dan menonjol dalam pengendalian SDA dan Lingkungan Hidup di
provinsi Jambi adalah turun secara drastisnya jumlah lahan HPH dari tahun 2004-2008,
dengan tingkat pertumbuhan negatif yang sangat tinggi. Jika luas HPH yang terdapat di
provinsi Jambi tahun 2004 seluas 821.995 Ha, turun drastis menjadi 328.349 Ha pada
tahun 2005, dan menjadi 135.705 Ha pada tahun 2007 dan 2008. Semakin menurunnya
jumlah HPH di provinsi Jambi menunjukkan bahwa kemampuan lahan produksi sudah
sangat menurun. Laju penurunan jumlah lahan HPH Indonesia juga mengalami penurunan

75
yang cukup besar tetapi dalam bentuk pertumbuhan negatifnya lebih kecil dibandingkan
dengan kondisi di provinsi Jambi.
Menurut ketentuanyang diatur dalam UU. No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan
menyatakan bahwa pengelolaan hutan itu akan diserahkan kepada PT. Inhutani. Namun
yang tejadi di provinsi Jambi sebagian besar lahan bekas HPH tersebut dibiarkan terlantar,
sebagian besar diserobot penguasaanya oleh masyarakat, dan sebagian lagi dibiarkan
menjadi lahan tidur dan marginal. Lahan bekas HPH ini oleh masyarakat dijadikan sasaran
illegal loging, sehingga menyebabkan hutan Jambi semakin lama semakin kritis.
Tabel 2.4.6 Perkembangan lahan HPH
Di Provinsi Jambi dan Indoneisa, Tahun 2004-2008
Tahun Luas HPH (Ha) J a m b i % g Jambi Indonesia % g Indo
2004 821.995 21.412.319
2005 328.349 -60,05 27.715.184 29,44
2006 299.974 -8,64 28.424.883 2,56
2007 133.705 -55,43 28.271.043 -0,54
2008 133.705 0,00 26.273.140 -7,07
Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, 2008
2.4.3. Rekomendasi Kebijakan Pembangunan kehutanan diarahkan untuk :
1. Penegakan hukum yang tepat terhadap pelaku kegiatan penebangan liar (illegal
logging) dan perdagangan kayu illegal, pembakaran hutan serta perambahan dan
okupasi kawasan hutan.
2. Memperbaiki sistem pengelolaan hutan melalui meningkatkan keterlibatan masyarakat
secara langsung di dalam dan disekitar hutan.
3. Meningkatkan koordinasi dan penguatan kelembagaan dalam wilayah DAS, serta
meningkatkan pengawasan dan penegakan hukumnya.

76
4. Peningkatan pelaksanaan Rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan dengan
peningkatan beban anggaran daerah.
Pembangunan kelautan diarahkan untuk :
1. Mengelola dan mendayagunakan potensi sumber daya laut, pesisir secara lestari
berbasis masyarakat.
2. Membangun sistem pengendalian dan pengawasan dalam pengelolaan sumber daya
laut dan pesisir, yang disertai dengan penegakan hukum yang ketat.
3. Meningkatkan upaya konservasi laut, pesisir serta merehabilitasi ekosistem yang rusak.
4. Mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di wilayah pesisir, laut,
perairan tawar.
5. Menggiatkan kemitraan untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengelolaan
sumber daya laut dan pesisir.
Pembangunan pertambangan diarahkan untuk :
1. Meningkatkan eksplorasi dalam upaya menambah cadangan migas dan sumber daya
mineral lainnya.
2. Meningkatkan eksploitasi dengan selalu memperhatikan aspek pembangunan
berkelanjutan, khususnya mempertimbangkan kerusakan hutan, keanekaragaman
hayati dan pencemaran lingkungan.
3. Meningkatkan akurasi data, promosi, dan pelayanan informasi mineral, batubara, air
bawah tanah dan panas bumi.
4. Menerapkan Good Mining Practice di lokasi tambang yang sudah ada.
5. Menginventarisasi dan merehabilitasi lahan dan kawasan pasca tambang.
6. Meningkatkan pembinaan dan pengawasan pengelolaan pertambangan.
7. Meningkatkan pelayanan dan informasi pertambangan.
Pembangunan lingkungan hidup diarahkan untuk :
Mengarusutamakan (mainstreaming) prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke
seluruh bidang pembangunan.
1. Meningkatkan koordinasi lintas daerah/pusat dalam pengelolaan lingkungan hidup (LH).
2. Meningkatkan penegakan hukum secara konsisten terhadap pencemar lingkungan.
3. Meningkatkan pembinaan terhadap dunia usaha dalam pengelolaan LH.
4. Meningkatkan kapasistas kelembagaan pengelola LH.

77
5. Meningkatkan upaya pengendalian dampak lingkungan akibat kegiatan pembangunan.
6. Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup dan
berperan aktif sebagai kontrol-sosial dalam memantau kualitas lingkungan hidup.

78
Sub Bab 2.5 TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT
2.5.1 Capaian Indikator Peningkatan kesejahteraan rakyat merupakan muara dari keseluruhan proses dan
sasaran yang hendak dicapai dalam pelaksanaan pembangunan. Tingkat kesejahteraan
masyarakat antara lain dicerminkan oleh tingkat pendapatan riil, akses terhadap
pendidikan, kesehatan, perumahan yang layak dan berbagai pelayanan publik lainnya,
serta kualitas lingkungan hidup. Dilihat dari sisi ekonomi, tingkat kesejahteraan masyarakat
dalam tahun 2007 sedikit membaik berkat dorongan peningkatan penerimaan atas nilai jual
beberapa komoditas yang dihasilkan Provinsi Jambi seperti karet dan kelapa sawit. Namun
peningkatan harga berbagai komoditas lainnya terutama produk pangan yang sebagian
besar didatangkan dari luar daerah disertai kondisi infrastruktur transportasi yang belum
begitu memadai telah memicu tingginya laju inflasi di daerah ini yang selanjutnya
berdampak terhadap tertekannya daya beli masyarakat.
Kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari berberapa indikator antara lain:
indikator kemiskinan, angkatan kerja, kesempatan kerja, pengangguran dan lain-lain. Sasaran utama peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam RPJMD 2004-2009 adalah
penurunan jumlah penduduk miskin dan terpenuhinya hak dasar masyarakat miskin. Bila
dilihat dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tersebut ternyata belum disertai oleh penguatan
struktur ekonomi daerah.
Stagnasi perubahan struktur kesempatan kerja antar sektor terjadi yang ditunjukkan
oleh belum pulihnya peran sektor industri manufaktur sebagai penyedia lapangan
pekerjaan bagi tambahan angkatan kerja setiap tahun. Penurunan peran sektor industri
manufaktur dalam menyerap tenaga kerja setelah industri perkayuan menghadapi krisis
bahan baku yang berakhir dengan terhentinya operasional sebagian besar industri tersebut
tidak diantisipasi secara cepat melalui pengembangan berbagai jenis industri pengolahan
berbasis pertanian lainnya.
Sasaran lain peningkatan kesejahteraan rakyat adalah pengurangan kesenjangan
antar wilayah dengan prioritas pembangunan perdesaan dan pengurangan ketimpangan
pembangunan wilayah. Provinsi Jambi termasuk kelompok daerah berpendapatan rendah

79
di Sumatera, demikian juga di tingkat perekonomian nasional. Kondisi ini menempatkan
Provinsi Jambi sebagai daerah yang pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan
per kapita masyarakatnya perlu dipacu lebih cepat untuk mencapai sasaran menurunnya
ketimpangan antar wilayah provinsi di tingkat nasional. Sebagai daerah berbasis
agrobisnis, dengan kontribusi sektor pertanian masih cukup tinggi dan sektor industri
didominasi oleh industri pengolahan hasil-hasil pertanian, maka pertumbuhan ekonomi
dapat dipacu melalui peningkatan nilai tambah pertanian di bagian hulu dan
pengembangan lanjutan produk-produk industri pada tingkat yang lebih tinggi.
Namun pada kenyataanya jika dihubungkan dengan jumlah pengangguran terbuka
dan tingkat kemiskinan mempunyai hubungan yang negatif dengan tingkat kemajuan
zaman, bahwa sebagian besar tingkat kemiskinan dan pengangguran terbuka terjadi di
sektor agraris. Menurut generasi muda pencari kerja, sektor agraris yang begitu
menjanjikan bagi sebagian orang bukanlah lahan pekerjaan yang menarik bagi mereka.
a. Kemiskinan dan Kesempatan Kerja Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa,
lokasi, kondisi geografis, gender dan kondisi lingkungan. Seseorang atau sekelompok
orang dikatakan berada dalam kondisi miskin apabila tidak terpenuhi hak-hak dasarnya
untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Jadi
kemiskinan tidak dapat dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi tetapi juga
kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan terhadap seseorang atau
sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara lebih bermartabat. Inilah salah satu
alasan mengapa generasi muda pencari kerja sangat tidak tertarik untuk bekerja di sektor
agraris, dan gensi atau martabat mereka sepertinya tidak mampu terangkat kalau bekerja
di sektor ini. Tapi pada kenyataannya tidaklah berlaku demikian karena banyak pula
kesempatan kerja yang telah dimanfaatkan di sektor ini mampu melambungkan derajat
martabat mereka pada sisi yang lebih baik.
Berdasarkan data dari Tabel 2.5.1. terlihat bahwa jumlah angkatan kerja di Provinsi
Jambi semakin meningkat, kalau pada Februari 2006 jumlah angkatan kerja ebesar
1.193.456 orang, naik menjadi 675.071 orang untuk periode yang sama pada tahun 2007

80
sebesar 1.312.739 orang, kemudian posisi pada Februari 2008 turun menjadi sebesar
1.256.895 jiwa.
Tabel 2.5.1 Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja
Provinsi Jambi, Februari 2006 – Februari 2009
Bulan Angkatan Kerja BAK Bekerja Penggrn Jumlah Februari 2009 1.260.000 74.000 1.334.000 666.610 Agustus 2008 1.224.483 66.371 1.290.854 666.556 Februari 2008 1.182.673 74.222 1.256.895 675.071 Agustus 2007 1.146.861 76.090 1.222.951 653.402 Februari 2007 1.227.555 85.184 1.312.739 584.333 Agustus 2006 1.103.386 78.264 1.181.650 657.217 Februari 2006 1.100.584 92.772 1.193.356 631.419
Sumber: Susenas BPS Provinsi Jambi, 2009
Jumlah pengangguran terbuka di provinsi Jambi untuk kurun waktu Februari 2006
sampai Agustus 2009 menunjukkan angka yang bervariasi, jumlah tertinggi pengangguran
terbuka provinsi Jambi terjadi pada bulan Februari 2006 –Februari 2008 sebanyak 92.772
orang, dan terendah pada bulan Agustus 2008. (lihat Tabel 2.5.1), namun jika dilihat secara
keseluruhan antara kurun waktu taun 2004-2008 terlihat bahwa pengangguran terbuka
tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu sebanyak 394.378 orang (atau sekitar 14,84 % dari
total jumlah penduduk provinsi). Terdapat kecenderungan hasil surve menunjukkan bahwa
jumlah pengangguran terbuka pada bulan-bulan Agustus lebih rendah dibandingkan
dengan pengangguran terbuka pada bulan-bulan Februari selama kurun waktu survei.
Gambar 2.5.1. Pengangguran Terbuka dari Provinsi Jambi
Februari 2006 s.d Agustus 2009
Jumlah pengangguran terbuka daerah ini sejak tahun 2006 sampai 2008
memperlihatkan terjadi penurunan jumlah dari 177.709 atau (6,62%) pada tahun 2006,

81
menurun menjadi 164.787 atau (5,91%) pada tahun 2008. Menurun tingkat pengangguran
terbuka di provinsi Jambi disebabkan peluang perkerjaan yang sifatnya sementara masih
terbuka, seperti meningkatnya tukang/pengusaha ojek hampir di setiap pelosok daerah ini.
Peluang pekerjaan ini sifatnya hanya terpaksa karena tidak tersedia peluang lain yang
cukup baik bagi pencari kerja.
Sedangkan jumlah penduduk miskin yang ada di provinsi Jambi dari tahun 2004
s.d. 2008 mengalami penurunan baik dalam jumlah maupun dari persentase seperti yang
dinyatakan dalam Tabel 2.5.2. Jika pertumbuhan penduduk miskin pada tahun 2005
sebesar 11,88%, tingkat pertumbuhan penduduk dari tahun 2006 ke tahun 2007 adalah
sebesar 10,27% dan pertumbuhan tahun 2007 ke tahun 2008 adalah sebesar 9,32%.
Menurunkan jumlah kemiskinan di provinsi Jambi juga disebabkan oleh masih terbukanya
kempatan kerja yang sifatnya temporer, seperti menjadi tukang ojek, buruh tani dan buruh
bangunan. Namun penurunan jumlah kemiskinan ini juga diakibatkan oleh distribusi
pendapatan di provinsi Jambi cukup merata dengan indikasi angka Gini Rasio provinsi
Jambi sebesar 2,16% - tergolong pada ketimpangan pendapatan rendah (Bappeda, 2008).
Tabel 2.5.2
Perkembangan Pengangguran Terbuka dan Kemiskinan Provinsi Jambi, Tahun 2004-2008
Tahun Jumlah
Penduduk (orang)
Pengangguran Terbuka
% Pertbh Kemiskinan %
Pertbh
2004 2.619.553 158.199 6,04 326.134 12,45 2005 2.657.536 394.378 14,84 315.715 11,88 2006 2.683.099 177.709 6,62 305.068 11,37 2007 2.742.196 170.615 6,22 281.624 10,27 2008 2.788.269 164.787 5,91 259.867 9,32
Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2008
Berdasarkan data Tabel 2.5.2 terlihat bahwa terdapat hubungan yang negatif antara
peningkatan jumlah penduduk provinsi Jambi dengan pengangguran terbuka dan
kemiskinan. Jika jumlah penduduk Jambi terjadi peningkatan yang terus menerus dalam
kurun waktu 2004-2008, tingkat kemiskinan terus menurun dari 326.134 orang pada tahun
2004 menjadi 259.867 orang pada tahun 2008. Demikian pula untuk tingkat pengangguran
terbuka, dengan kecenderungan yang sama dengan arah pengurangan kemiskinan.

82
Gambar 2.5.2
Perkembangan Pengangguran Terbuka dan Kemiskinan Provinsi Jambi, 2004 – 2008
Gambar 2.5.3
Pertumbuhan Pengangguran dan dan Kemiskinan Provinsi Jambi, Februari 2006 – Agustus 2009
Tingkat pertumbuhan pengangguran dan kemiskinan selama kurun waktu 2004-
2008 terjadi trend penurunan kecuali untuk pertumbuhan kemiskinan dari tahun 2004 ke
tahun 2005 terjadi peningkatan. Secara umum tingkat pertumbuhan kemiskinan lebih tinggi
dari tingkat pertumbuhan pengangguran terbuka kecuali untuk tahun 2005 dimana tingkat
pertumbuhan pengangguran terbuka mencapai angka tertinggi.

83
b. Tingkat Pelayanan Dinas PMKS Berdasarkan data Tabel 2.5.3 dan Tabel 2.5.4 terlihat bahwa tingkat pelayanan
sosial yang dilakukan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Provinsi Jambi masih relatif kecil. Jumlah usia lanjut pada tahun 2004 yang mampu dilayani
oleh Dinas PMKS provinsi Jambi adalah sebesar 2.051 orang (atau 1,92%) dari total usia
lanjut yang ada di daerah ini. Pada tahun yang sama, jumlah anak bermasalah yang
mampu dilayani oleh dinas yang sama adalah sebanyak 6.117 orang (atau 1,43%) dari
jumlah anak-anak bermasalah sosial, dan jumlah pelayanan dan rehabilitasi sosial yang
mampu ditangani oleh dinas yang sama berjumlah 1,386 orang (atau 1,19%).
Tabel 2.5.3 Perkembangan Tingkat Pelayanan Sosial dari Dinas Sosial (PMKS)
Provinsi Jambi, 2004 – 2008
Usia Lanjut Anak Bermasalah Sosial
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Tahun Jumlah Layanan PMKS Jumlah Layanan
PMKS Jumlah Layanan PMKS
2004 143.002 2.051 280.507 6.117 116.940 1.386
2005 155.094 1.768 281.243 5.476 126.730 1.533
2006 157.345 1.479 276.501 4.738 137.280 1.468
2007 162.880 1.775 250.402 3.530 142.071 1.449
2008 179.156 1.899 285.785 3.573 146.760 1.091
Sumber: Dinas PMKS Provinsi Jambi, berbagai seri laporan
Tabel 2.5.4 Perkembangan Tingkat Pelayanan Sosial dari Dinas Sosial (PMKS)
Provinsi Jambi, 2004 – 2008 (sambungan) Dinas PMKS Provinsi Jambi
Tahun Pelayanan Bagi Anak
Pelayanan Usia Lanjut
Rehabilitasi Sosial
2004 1,92 1,43 1,19 2005 2,89 1,14 1,21 2006 2,53 0,94 1,07 2007 2,75 1,09 1,02 2008 3,10 1,06 0,74
Perkembangan sampai dengan tahun 2008, dari tiga tingkat pelayanan sosial dari
Dinas PMKS terlihat juga bahwa jumlah tertinggi yang mampu dilayani oleh ini untuk usia

84
lanjut sebesar 3,10% pada tahun 2008, sedangkan untuk pelayanan anak bermasalah
tertinggi pada tahun 2004 sebesar 1,43%, dan untuk pelayanan dan rehabilitasi sosial
tertinggi terjadi pada tahun 2004 sebesar 1.19%.
2.5.2 Outcomes Tingkat Kesejahteraan Rakyat Berdasarkan informasi dari Gambar 2.5.4. tergambar bahwa outcomes
Kesejahteraan Rakyat periode tahun 2004-2008 provinsi Jambi lebih tinggi dibandingkan
dengan outcomes nasional. Namun jika dilihat dari trend pertumbuhan provinsi Jambi
searah dengan trend pertumbuhan nasional.
Gambar 2.5.4 Perbandingan Outcomes Kesejahteraan Rakyat Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Data Diolah
Trend outcomes kesejahteraan rakyat provinsi Jambi (-4,53%) pada tahun 2005
lebih rendah dibandingkan dengan outcomes nasional (-2,53%). Pada tahun 2006 trend
outcomes provinsi Jambi (5,03%) meningkat tajam menjadi lebih tinggi dibandingkan
dengan outcomes nasional (1,70%), kemudian trend provinsi Jambi untuk tahun 2007 dan
tahun 2008 menurun searah dengan kecenderungan menurun positif untuk kedua daerah
perbandingan, namun lebih rendah dibandingkan dengan trend outcomes nasional.

85
Gambar 2.5.5
Perbandingan Trend Outcomes Kesejahteraan Rakyat Provinsi Jambi dan Nasional, Tahun 2004-2008
Sumber: Data Diolah
Analisis Relevansi Peningkatan kesejahteraan rakyat dapat dipengaruhi oleh berbagai tolok ukur,
seperti tingkat pengangguran terbuka, tingkat kemiskinan, dan layanan yang dilakukan oleh
dinas PMKS (Dinas Sosial). Arah kecenderungan (trend) peningkatan kesejahteraan rakyat
provinsi Jambi kelihatannya sejalan dengan arah peningkatan kesejahteraan rakyat
nasional. Hasil indikator kesejahteraan rakyat dari tahun ke tahun cukup membaik hal ini
sebagian besar disebabkan oleh semakin membaiknya harga-harga komoditas unggulan
sehingga banyak kemampuan daya beli masyarakat meningkat. Di samping itu tingkat
pertumbuhan harga komoditas lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat indeks biaya hidup
daerah Jambi. Indikator kesejahteraan rakyat dilihat dari tingkat pengangguran yang
menurun di mana kesempatan kerja yang meningkat mampu diisi oleh penduduk setempat,
dan belum mampu dan diminati oleh pencari kerja (pengangguran terbuka) yang berasal
dari luar daerah kecuali untuk sektor sekundernya seperti sektor perhubungan dan
komunikasi. Sejalan dengan itu tingkat kemiskinan juga berkurang karena peningkatan

86
harga produk komoditas primer. Output yang dihasilkan oleh masyarakat mampu
mengangkat harkat martabat mereka lebih tinggi dari garis kemiskinan daerah.
Analisis Efektivitas
Hasil keseluruhan indikator kesejahteraan rakyat provinsi Jambi mempunyai
dampak yang posisitf bagi tujuan peningkatan kesejahteraan rakyat, hanya saja terdapat
kecenderungan menurun walaupun cukup baik dibandingkan dengan tahun-tahun awal
pengkajian. Hasil yang dicapai nampak juga sejalan dengan arah kecenderungan nasional.
Namun kalau dilihat dari tingkat pelayan yang mampu diberikan oleh Dinas PMKS masih
terlalu kecil dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk usia lanjut, anak-anak
bermasalah sosial, dan pelayanan dan rehabilitasi sosial baik untuk provinsi maupun untuk
nasional
2.5.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Perkembangan jumlah kesempatan kerja dan jumlah tenaga kerja yang bekerja
sebagai akibat dari bertambahnya jumlah investasi dan jumlah perusahaan yang terbentuk
oleh penanaman modal tersebut. Pertumbuhan ekonomi diharapkan akan menjadi lebih
tinggi dengan masuknya investasi dan diharapkan pula jumlah tenaga kerja yang dapat
diserap oleh kegiatan penanaman modal akan dapat meningkat pula. Sehingga dengan
demikian salah satu indikator pertumbuhan ekonomi adalah akan diiringi pula oleh
peningkatan peningkatan jumlah kesempatan kerja dan pengurangan tingkat
pengangguran.
Tingkat pertumbuhan ekonomi provinsi Jambi yang cukup tinggi dibandingkan
dengan pertumbuhan ekonomi nasional, ternyata kurang berdampak positif terhadap
penyerapan tenaga kerja, hal ini terlihat bahwa jika menurut Tabel 2.3.3 dan Tabel 2.5.5.
terlihat bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi Jambi yang terus meningkat dari 5,57% tahun
2005 meningkat terus menjadi 7,16% pada tahun 2008, yang diikuti oleh meningkatnya
jumlah investasi, namun tidak diiringi dengan pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang
digunakan oleh perusahaan, demikian pula peningkatan jumlah perusahaan yang dibiayai
oleh PMDN dari kurun waktu 2004-2008 ternyata jumlah tenaga kerja yang digunakan
semakin berkurang.

87
Tabel 2.5.5 Jumlah PMDN di Provinsi Jambi menurut
Realisasi Investasi dan Tenaga Kerja Tahun 2004-2008
Tahun Jumlah Prshn
Realisasi Investasi Tenaga Kerja Pertbhn
Ekonomi(Rp Juta) Indonesia Asing Jumlah
2004 120 9.090.812,7 31.498 81 31.579 2005 121 8.468.661,8 27.014 35 35.527 5,57 2006 124 9.144.985,1 39.576 23 39.599 5,89 2007 124 9.193.509,3 39.576 23 39.599 6,82 2008 126 8.838.272,4 28.546 34 28.580 7,16
Sumber: Jambi Dalam Angka, 2008
Informasi dari Tabel 2.5.6 tentang jumlah PMA di provinsi Jambi untuk periode yang
sama juga memperlihatkan gejala yang sangat kentara, bahwa berkembangnya jumlah
perusahaan dan peningkatan investasi PMA tidak diikuti dengan peningkatan jumlah
tenaga kerja yang digunakan.
Tabel 2.5.6
Jumlah PMA di Provinsi Jambi menurut Realisasi Investasi dan Tenaga Kerja Tahun 2004-2008
Tahun Jumlah Prshn
Realisasi Investasi Tenaga Kerja
(US$ 000) Indonesia Asing Jumlah 2004 48 706.921 7.706 13 7.719 2005 8 85.175 6.926 26 8.320
9 Rp. 26 001.510 2006 40 78.425 1.815 9 1.824 2007 40 78.425 1.815 9 1.824 2008 58 5.370,23 955 2 363
Sumber: Jambi Dalam Angka, 2008
Kedua jenis kegiatan investasi tersebut semakin memperkuat pernyataan bahwa
pertumbuhan ekonomi provinsi Jambi yang tinggi dikategorikan kepada pertumbuhan
ekonomi yang kurang berkualitas. Beberapa indikasi tentang pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas antara lain bahwa terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan diikuti oleh: 1)

88
peningkatan jumlah tenaga kerja yang digunakan; 2) pengurangan pengangguran; dan 3)
pengurangan tingkat kemiskinan di daerah.
2.5.3 Rekomendasi Kebijakan Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, penanggulangan
kemiskinan senantiasa menjadi priorotas pembangunan. Kebijakan, program dan kegiatan
penanggulangan kemiskinan selama ini, dapat dikelompokkan dalam empat aspek yaitu:
(1) menciptakan kesempatan kerja melalui proyek yang memiliki keterkaitan kedepan
maupun kebelakang terhadap sektor lainnya dalam penyerapan tenaga kerja. Dalam
hal ini pemerintah perlu memberikan iklim usaha yang kondusif kepada pihak swasta
yang berinvestasi
(2) menyempurnakan program pendukung pasar kerja dengan mendorong terbentuknya
informasi pasar kerja, membentuk berbagai bursa kerja, serta memperbaiki sistem
pelatihan bagi pencari kerja.
(3) pengurangan dan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin melalui penguatan
sumber daya manusia utamanya melalui peningkatan akses masyarakat miskin kepada
layanan dasar;
(4) pemberdayaan dan penguatan kelembagaan yang berpihak kepada masyarakat miskin.
Terkait dengan hal tersebut langkah-langkah priorotas yang perlu dilakukan oleh
pemerintah provinsi Jambi adalah:
(1) meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan bagi masyarakat miskin,
terutama melalui keterjangkauan sekolah dasar dan menengah serta pelatihan
ketrampilan pada tingkat kabupaten;
(2) meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin,
terutama penanganan pengurangan kematian ibu, balita dan gizi buruk;
(3) memperbaiki akses dan sanitasi dasar termasuk air minum bagi perkotan dan
perdesaan;
(4) mempercepat penanganan infrastruktur perdesaan serta daerah-daerah tertinggal dan
terisolir;
(5) memperluas program pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan kemandirian
masyarakat miskin agar dapat berpartisipasi dalam masalah kemiskinan;
(6) memperluas jangkauan pelayanan dan pasar usaha kecil dan mikro; dan

89
(7) mengembangkan sistem jaminan sosial untuk penanganan resiko dan kerentanan
masyarakat miskin.
Dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jambi maka
perlu dilakukan beberapa langkah kebijakan yang menitikberatkan pada :
1. Menjaga ketersediaan dan stabilitas harga bahan pokok agar dapat menekan laju inflasi
dan dapat dijangkau oleh kelompok masyarakat miskin.
2. Mengembangkan kegiatan ekonomi yang berpihak pada kelompok rakyat miskin
3. Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kebutuhan dasar
4. Meningkatkan perlindungan terhadap rumah tangga miskin yang pemberdyaanya
sehingga secara perlahan dapat keluar dari lingkaran kemiskinan.

90
Bab III
KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil evaluasi kinerja pembangunan daerah dalam 5 sasaran utama
pembangunan yaitu Pelayanan Publik dan Demokrasi, Peningkatan Kualitas
Sumberdaya Manusia, Pembangunan Ekonomi, Kualitas Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Tingkat Kesejahteraan Sosial Dalam periode 2004-2008, Pembangunan di
Provinsi Jambi memperlihatkan peningkatan yang secara berkelanjutan.
2. Trend pertumbuhan kinerja pembangunan di provinsi Jambi pada hampir semua
sasaran memperlihatkan pola yang hampir sama dengan trend nasional walaupun
sebagian berada diatas dan sebagian lagi dibawah trend nasional.
3. Sasaran-sasaran utama yang kinerjanya perlu lebih ditingkatkan dalam PJM-D
berikutnya ialah pengendalian pertumbuhan penduduk, angka kematian ibu dan
pengendalian lahan kritis.
4. Secara umum dapat dikatakan bahwa capaian pembangunan periode 2004-2009 di
provinsi Jambi sangat relevan dengan capaian pembangunan nasional.
5. Pelayanan publik di provinsi Jambi sangat relevan dengan tujuan pembangunan
nasional, dan tingkat efektivitasnya juga lebih baik dibandingkan perkembangan rata-
rata nasional.
6. Perkembangan kualitas SDM di provinsi ini masih relevan dengan tujuan
pembangunan nasional. Namun trend capaiannya tidak mengalami kemajuan yang
berarti yang salah satunya akibat kontribusi menurunnya persentase jumlah guru
yang layak mengajar pada tingkat SMP,
7. Tingkat pembangunan ekonomi menunjukkan perkembangan yang lebih tinggi
dibandingkan rata-rata tingkat nasional. Namun dari sisi efektivitas, terjadi fluktuasi
trend capaian indikator outcome yang menunjukkan kurang konsiten dalam
memelihara pembangunan ekonomi yang juga disebabkan laju investasi yang
fluktuatif.
8. Tingkat pengelolaan sumberdaya alam menunjukkan perkembangan pengelolaan
yang relevan dengan rata-rata tingkat nasional, namun belum begitu efektif
mencegah kerusakan yang ditunjukkan dengan masih meningkatnnya lahan kritis dan

91
lahan sangat kritis, sementara perkembangan rehabilitasi lahan belum mampu
mengejar laju peningkatan lahan kritis tersebut.
9. Tingkat kesejahteraan sosial cukup relevan dengan tujuan pembangunan nasional
dan tren pencapaian kemajuannya juga relatif efektif hingga tahun 2008.