LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING...

117
LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPI Oleh Saptana Nyak Ilham Bambang Winarso Valeriana Darwis PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014

Transcript of LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING...

Page 1: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN

STABILISASI HARGA DAGING SAPI

Oleh

Saptana Nyak Ilham

Bambang Winarso Valeriana Darwis

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

2014

Page 2: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

i

KATA PENGANTAR

Perkembangan data historis dan hasil proyeksi menunjukkan bahwa pasar

daging sapi dunia dan Indonesia terus meningkat. Semua faktor-faktor yang

mempengaruhi baik pada sisi penawaran maupun sisi permintaan terhadap daging

sapi cenederung terus meningkat. Permasalahan pokok yang dihadapi kedepan

adalah laju pertumbuhan konsumsi dan harga yang tumbuh lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan populasi sapi dan produksi daging sapi baik ditingkat

dunia maupun Indonesia.

Program PSDSK 2014 bertujuan untuk mencapai swasembada daging sapi

nasional melalui peningkatan populasi dan produksi berbasis sumberdaya lokal.

Dalam upaya mencapai sasaran program tersebut menghadapi berbagai kendala,

baik teknis, ekonomi maupun sosial kelembagaan. Kendala utama dari aspek

ekonomi adalah fluktuasi harga daging sapi yang cukup tinggi baik di pasar global

maupun pasar domestik. Upaya stabilisasi harga daging sapi diharapkan dapat

mendukung pencapaian swasembada daging sapi.

Kebijakan antisipatif dalam jangka menengah dan panjang tetap difokuskan

pada upaya meningkatkan produksi daging sapi domestik dan mempertahankan

populasi dengan tetap memberi kontribusi pada produk impor sebagai pelengkap.

Dalam menyusun berbagai kebijakan terkait tersebut, sebaiknya dilakukan secara

bersama dengan berbagai pihak terkait, diantaranya terkait kebijakan perdagangan

internasional dan perdagangan dalam negeri dari Kementerian Perdagangan,

peningkatan industri pengolahan daging dari Kementerian Perdagangan, kebijakan

peningkatan produksi dari Kementerian Pertanian, dan kebijakan-kebijakan daerah

yang mendukung produksi dan perdagangan. Dengan demikian terjadi sinergitas

dari dampak kebijakan untuk mempertahankan kemampuan produksi dalam negeri.

Oleh karena itu, diperlukan data dan informasi, bagaimana kebijakan

stabilisasi harga daging sapi dapat dilakukan dengan baik. Untuk itu diperlukan

penelitian analisis kebijakan dengan judul: “Stabilisasi Harga Daging Sapi”. Untuk

mendapat informasi secara komprehensif, selain melakukan studi pustaka, analisis

data sekunder, juga dilakukan di dua daerah sentra produksi sapi potong, yaitu di

Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Kajian difokuskan pada analisis tentang

perkembangan produksi daging sapi, perkembangan harga daging sapi, proyeksi

harga daging sapi, dan kebijakan stabilisasi harga daging sapi.

Page 3: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

ii

Kami meyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan penelitian analaisis kebijakan ini, sejak

dari persiapan hingga terwujudnya laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat untuk

berbagai pihak untuk mendukung kemajuan industri sapi potong nasional dan

kesejahteraan peternak sapi potong rakyat.

Bogor, Desember 2014

Kepala Pusat,

Dr. Handewi Puwati Saliem

NIP. 19570604 198103 2 001

Page 4: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi

I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1 1.2. Dasar Pertimbangan .................................................................. 3 1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 7

2.1. Kebijakan Pembangunan Peternakan dan Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi .......................................................... 7

2.2. Perkembangan Harga Daging Dunia dan Indonesia ..................... 9 2.3. Kebijakan Stabilisasi Harga ........................................................ 10

III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 13

3.1. Kerangka Pemikiran ................................................................... 13

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan ............................................................ 14 3.3. Lokasi Penelitian dan Responden ................................................ 14

3.3.1. Dasar Pertimbangan ........................................................ 14 3.3.2. Lokasi dan Responden ..................................................... 15

3.4. Data dan Metode Analisis ........................................................... 15

3.4.1. Jenis dan Sumber Data .................................................... 15 3.4.2. Metode Analisis ............................................................... 17

IV. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAGING DUNIA DAN INDONESIA ............ 18

4.1. Perkembangan Produksi Daging Sapi Dunia ................................ 18 4.2. Perkembangan Produksi daging Sapi Indonesia ........................... 22

V. PERKEMBANGAN KONSUMSI DAGING SAPI DUNIA DAN INDONESIA.... 31

5.1. Perkembangan Konsumsi Daging Sapi Dunia ............................... 31 5.2. Perkembangan Konsumsi Daging Sapi Indonesia ......................... 35

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR STOCK DAGING SAPI DUNIA DAN INDONESIA ............................................................................... 39

6.1. Perkembangan Ekspor Daging Sapi ............................................ 39

6.1.1. Perkembangan Ekspor Daging Sapi Dunia ......................... 39 6.1.2. Perkembangan Ekspor Daging Sapi Indonesia ................... 44

Page 5: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

iv

6.2. Perkembangan Impor Daging Sapi ............................................. 48 6.2.1. Perkembangan Impor Daging Sapi Dunia .......................... 48

6.2.2. Perkembangan Impor Daging Sapi Indonesia .................... 55

VII. PERKEMBANGAN HARGA DAGING SAPI DUNIA DAN INDONESIA ......... 58

7.1. Perkembangan Harga Daging Sapi Dunia .................................... 58 7.2. Perkembangan Harga Daging Sapi Indonesia .............................. 59

7.2.1. Harga Daging Sapi pada Daerah Konsumen dan Produsen . 60

7.2.2. Harga Daging Sapi Nasional ............................................. 63

VIII. HASIL ANALISIS PROYEKSI HARGA DAGING SAPI DUNIA DAN INDONESIA ...................................................................................... 67

8.1. Hasil Proyeksi Harga Daging Sapi Dunia ...................................... 67 8.2. Hasil Proyeksi harga daging Sapi Indonesia................................. 69

IX. EVALUASI KEBIJAKAN TERKAIT KEBIJAKAN STABILISASI HARGA

MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI ........................................ 74

9.1. Kebijakan Menstabilkan Pasokan Domestik ................................. 74

9.2. Isu-Isu Kebijakan Aktual ............................................................ 91 9.2.1. Perubahan Regulasi Impor Sapi Potong dan Daging Sapi ... 91

9.2.2. Ketersediaan dan Permintaan (Supply and Demand) ......... 92 9.2.3. Penetapan Referensi Harga Daging Sapi ............................ 93

9.2.4. Tata Niaga dan Transportasi ............................................ 94 9.2.5. Analisa Perhitungan Pasokan dan Kebutuhan Sapi Potong dan Kerbau 2014 ............................................................. 94

9.3. Opsi Kebijakan Stabilisai Harga Daging Sapi ................................ 95

X. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN .......................................... 104

10.1. Kesimpulan ............................................................................. 104 10.2. Implikasi Kebijakan ................................................................. 106

DAFTAR PUSTAKA

Page 6: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

v

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Rencana Jenis Data yang Dikumpulkan Berdasarkan Tujuan Penelitian dan Sumber Data ........................................................... 16

2. Perkembangan produksi daging di Indonesia, tahun 2004-2012 ....... 23

3. Produksi Daging Sapi menurut Provinsi di Indonesia, Tahun 2009-2013 .................................................................................... 25

4. Perkembangan Konsumsi Produk Daging Perkapita Per Tahun, Tahun 2009-2012 .......................................................................... 38

5. Perkembangan Ekspor Produk Peternakan Menurut Kelompok

Produknya 2005-2012 ................................................................... 45

6. Nilai Ekspor Tenak Indonesia 2005-2012 ........................................ 46 7. Nilai dan Volume Ekspor Hasil Ternak Tahun 2012 .......................... 47

8. Neraca Daging Dunia menurut Jenis Daging, 2010-2012 .................. 52

9. Perkembangan Impor Produk Peternakan Menurut Kelompok

Produknya 2005-2012 ................................................................... 56 10. Nilai and Volume Impor Hasil Ternak Tahun 2012 ........................... 57

11. Capaian 14 Intervensi PSDSK Tahun 2013 ...................................... 88

Page 7: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

vi

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Negara-negara Produsen Sapi di Dunia menurut Peringkat, 2014 ..... 19

2. Negara-negara Produsen Daging Sapi (Beef dan Veal) di Dunia menurut Peringkat, 2014 ............................................................... 20

3. Perkembangan Produksi Sapi Potong pada Beberapa Negara Produsen Utama, 1999-2014 .......................................................... 21

4. Perkembangan Produksi Total Sapi Potong pada Negara Produsen Utama, 1999-2014 ........................................................................ 22

5. Sepuluh Negara Terbesar yang Mengkonsumsi Daging Sapi

(Beef dan Veal) di Dunia, 2014 ...................................................... 31

6. Perkembangan Konsumsi Daging Sapi di Beberapa Negara Berkembang, 1975-2014 ............................................................... 32

7. Perkembangan Konsumsi Daging Sapi di Beberapa Negara Maju, 1975-2014 .................................................................................... 33

8. Perkembangan Konsumsi Daging Sapi di 10 Negara Konsumen

Utama, 1975-2014 ........................................................................ 34 9. Negara Eksportir Utama Ternak Sapi Hidup di Dunia, 2014 .............. 42

10. Negara Eksportir Utama Daging Sapi (Beef dan Veal) di Dunia,

2014 ............................................................................................ 43

11. Perkembangan Ekspor Ternak dan Daging Sapi di 10 Negara Eksportir Utama, 1975-2014 .......................................................... 44

12. Negara Importir Utama Ternak Sapi di Dunia, 2014 ......................... 49

13. Negara Importir Utama Daging Sapi (Beef dan Veal) di Dunia, 2014 ............................................................................................ 50

14. Perkembangan Impor Ternak dan Daging Sapi di 10 Negara Eksportir Utama, 1975-2014 .......................................................... 51

15. Indikator Harga Daging di Pasar Dunia ........................................... 53

16. Keuntungan Produsen Daging di Bawah Tekanan Ketidak Stabilan Harga Output dan Tingginya biaya Pakan ....................................... 55

Page 8: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

vii

17. Perkembangan Harga Daging Sapi di Pasar Internasional, 2004- 2013 ............................................................................................ 58

18. Perkembangan Indeks Harga Daging Sapi dengan Tahun Dasar

2005 di Pasar Internasional, 1980-2013 .......................................... 59

19. Perkembangan Harga Harian Daging Sapi pada Daerah Sentra Konsumsi, Bulan Januari – Agustus 2013 ........................................ 61

20. Perkembangan Harga Bulanan Daging Sapi pada Daerah Sentra Konsumsi, Bulan Januari – Agustus 2013 ........................................ 62

21. Perkembangan Harga Daging Sapi di DKI Jakarta dan Sentra Produksi, Selama Jan-Agustus, 2013 .............................................. 63

22. Perkembangan Harga Daging Sapi Nasional dari 1983-April 2014 ..... 63

23. Perkembangan Harga Daging Sapi di Pasar Internasional 2004-2013

dan Proyeksi 2014-2019 ................................................................ 68 24. Perkembangan dan Proyeksi Indeks Harga Daging Sapi dengan

Tahun Dasar 2005 di Pasar Internasional, 1980-2019 ...................... 69

25. Perkembangan Harga Daging Sapi Nasional 1983-2014 dan Proyeksi 2015-2019 .................................................................................... 70

26. Perkembangan Harga Daging Sapi di Kota Jakarta 2009:1-2013:11 dan Proyeksi 2013:12-2015:11 ....................................................... 71

Page 9: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industri peternakan sapi potong merupakan basis ekonomi yang berpotensi

tinggi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas (growth with

equity) yang sejauh ini belum dikembangkan secara optimal. Sumber-sumber

pertumbuhan industri sapi potong bersumber dari sisi permintaan maupun

penawaran. Dari sisi permintaan, komoditas dan produk industri sapi potong

ditentukan oleh faktor tingkat pendapatan, jumlah dan laju pertumbuhan penduduk,

semakin banyaknya jumlah penduduk kelas menengah atas, meningkatnya

urbanisasi dan jumlah penduduk yang tinggal di kota, serta fenomena segmentasi

pasar. Komoditas daging sapi merupakan salah satu bahan makanan asal ternak

yang kaya akan protein, zat besi, dan beberapa vitamin penting terutama vitamin B.

Komoditas dan produk berbasis sapi potong tergolong produk dengan nilai tinggi

(high value products), maka semakin tinggi pendapatan per kapita, semakin tinggi

pula permintaan terhadap komoditas dan produk-produk berbasis sapi potong.

Dengan peningkatan pendapatan maka terjadi pula pergeseran pola pengeluaran

makanan melalui permintaan makanan “ready to cook” dan “ready to eat” yang

terbuat dari daging sapi (Daryanto, 2009).

Dari sisi penawaran, jumlah pasokan ditentukan oleh faktor-faktor populasi

ternak sapi potong, produktivitas dan daya saing produk berbasis sapi potong. Hal

ini sangat terkait erat dengan ketersediaan dan harga pakan, perubahan tekonologi

(Inseminasi Buatan, pakan dan trasportasi), harga energi dan lingkungan kebijakan

yang kondusif (antara lain kerangka insentif, regulasi pasar dan kredit, sanitary

standards, kebijakan ketenagakerjaaan dan lingkungan). Esensi perdagangan

komoditas adalah daya saing dan esensi dayasaing adalah produktivitas komoditas

atau produk berbasis sapi potong (Saptana dan Daryanto, 2013). Peningkatan

produktivitas yang tinggi sangat diperlukan melalui perubahan dan transfer teknologi

sehingga dapat memperpendek siklus produksi penggemukan sapi potong dan

mortalitas yang rendah, feed convertion ratio (FCR) yang makin rendah, dan sistem

produksi sapi potong yang makin terintegrasi.

Page 10: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

2

Permasalahan utama pada komoditas daging sapi adalah masalah fluktuasi

harga yang tinggi. Oleh karena itu, upaya stabilisasi harga daging sapi menjadi

sangat penting untuk terus dilakukan. Stabilisasi harga dapat diartikan sebagai

kegiatan pengendalian fluktuasi harga agar setidaknya sesuai dengan besaran inflasi

nasional atau lebih kecil (Direktorat Bapostrat, 2013). Kebijakan untuk komoditi

daging sapi harus memperhatikan aspek kesinambungan sehingga kebijakan

pengendalian harga daging sapi benar-benar mampu menahan pergerakan harga

yang bergerak secara tidak terkendali.

Kasus melonjaknya harga daging sapi di beberapa daerah pusat konsumsi,

salah satu penyebab utamanya adalah karena kelangkaan daging sapi dari sentra

produksi ke sentra konsumen. Hal ini menyebabkan tidak tercapainya keseimbangan

penawaran dan permintaan. Oleh karena itu untuk melakukan stabilisasi harga

daging sapi harus ada upaya-upaya percepatan peningkatan produksi sapi lokal.

Untuk mendukung program swasembada daging sapi 2005 dan dilanjutkan

tahun 2014, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan menetapkan

beberapa kebijakan strategis sebagai berikut: (1) pengembangan wilayah

berdasarkan komoditas ternak unggulan, (2) pengembangan kelembagaan peternak,

(3) peningkatan usaha dan industri peternakan, (4) optimalisasi pemanfatan,

pengamanan, dan perlindungan sumberdaya alam lokal, (5) pengembangan

kemitraaan usaha yang saling menguntungkan, dan (6) mengembangkan teknologi

tepat guna. Tiga sasaran utama program tersebut adalah peningkatan populasi,

penurunan impor sapi bakalan, dan peningkatan pemotongan sapi lokal.

Penetapan target swasembada pada tahun 2005 oleh Yusdja at al. (2004)

dianggap tidak realistik, namun ada juga yang beranggapan ide program tersebut

sangat brilian (Rahardjo, 2000). Hasil kajian Yusdja et al. (2004) tentang

pencanangan swasembada tahun 2005, dan Tim Peneliti Unibraw (2010) tentang

pencanangan swasembada daging sapi tahun 2010 dan 2014 tidak berhasil

disebabkan paling tidak terdapat lima penyebab utama, yaitu: (1) Kebijakan program

yang dirumuskan tidak disertai dengan rencana operasional yang rinci; (2) Program-

program yang dibuat bersifat top down dan berskala kecil dibandingkan dengan

sasaran yang ingin dicapai; (3) Strategi implementasi program disamaratakan

dengan tidak memperhatikan wilayah unggulan, tetapi lebih berorientasi pada

Page 11: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

3

komoditas unggulan; (4) Implementasi program-program tidak memungkinkan

untuk dilaksanakan evaluasi dampak program; (5) Program-program tidak secara

jelas memberikan dampak pada pertumbuhan populasi secara nasional.

Ketidak berhasilan pencapaian program swasembada daging sapi membawa

beberapa konsekuensi, yaitu: (1) Harga komoditas dan produk daging sapi sering

bergejolak pada tingkat harga tinggi; (2) Gejolak dan lonjakan harga daging sapi

yang semakin tidak terkendali meresahkan masyarakat industri berbasis daging sapi

dan merepotkan pemerintah; (3) Meningkatnya ketergantungan terhadap komoditas

sapi dan daging sapi impor; (4) Pemerintah dinilai gagal dalam menciptakan

stabilitas harga pangan, tercakup daging sapi. Tumbuh tekad politik untuk

mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan ketahanan pangan nasional, termasuk

pangan hewani (UU No 18/2012). Pemerintah memutuskan untuk menerapkan

kebijakan stabilisasi harga pangan strategis (beras, kedele, jagung, gula dan daging

sapi).

Beberapa pertanyaan perlu dijawab: (1) Apakah stabilitas harga daging sapi

diperlukan untuk mewujudkan tekad dan tujuan kemandirian dan ketahanan pangan

hewani nasional? ; (2) Kebijakan stabilitas harga daging sapi seperti apa yang harus

dilakukan?; dan (3) Kebijakan dan program pendukung apa saja yang harus

dilakukan untuk menstabilkan harga daging sapi?

1.2. Dasar Pertimbangan

Ketahanan pangan telah menjadi isu dunia selama dua dekade ini.

Pembangunan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan

merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Dalam

RPJMN 2010-2014, pembangunan ketahanan pangan menjadi prioritas kelima untuk

menjawab sejumlah tantangan yang dihadapi bangsa dan negara masa kini dan

mendatang (DKP, 2012). KTT pangan 2009 menyepakati untuk menjamin

pelaksanaan langkah-langkah yang mendesak pada tingkat nasional, regional, dan

dunia untuk merealisasikan secara penuh target Millenium Development Goal (MDG)

kesatu dan World Food Security (WFS) 1996, yaitu mengurangi penduduk dunia

yang menderita karena lapar dan malnutrisi hingga setengahnya pada tahun 2015.

Kebijakan pembangunan ketahanan pangan nasional telah dituangkan dalam

Page 12: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

4

Rencana Strategis Kementan (2010-2014) yang diarahkan untuk mencapai empat

target Kementan, yaitu: peningkatan swasembada dan swasembada berkelanjutan;

peningkatan diversifikasi pangan; peningkatan nilai tambah, dayasaing, dan ekspor;

serta peningkatan kesejahteraan petani (Kementan, 2012). Pencapaian empat target

Kementan sangat terkait dengan stabilitas harga pangan strategis (beras, jagung,

kedelai, gula, daging sapi).

Asian Development Bank (ADB, 2011) dalam laporannya yang berjudul “Dunia

Food Price Inflation and Developing Asia”, menyebutkan bahwa harga pangan dunia

telah mengalami lonjakan 30 persen dan inflasi pangan domestik rata-rata

mengalami peningkatan sebesar 10 persen pada dua bulan pertama tahun 2011

yang akan menyebabkan 64,4 juta orang di Asia jatuh ke dalam jurang kemiskinan.

Kenaikan harga pangan dunia berdampak terhadap peningkatan kemiskinan untuk

25 Negara Asia berkembang termasuk Indonesia, dengan pemenuhan kebutuhan $

1,25 per kapita/hari.

Kekhawatiran terhadap kekurangan pangan telah menjadi perhatian para

cendekiawan sejak dua abad yang lalu. Kekhawatiran akan ketidakmampuan

penyediaan pangan yang memadai bagi semua penduduk berpijak pada kenyataan

adanya kecepatan pertumbuhan yang berbeda antara jumlah penduduk dengan

ketersediaan pangan, sebagaimana diungkapkan dalam teori Malthus yang secara

ringkas menyatakan peningkatan produksi pangan mengikuti deret hitung dan

pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur sehingga manusia pada masa depan

akan mengalami ancaman kekurangan pangan. Meskipun berbagai inovasi telah

diciptakan, kemampuan untuk secara terus menerus menyediakan pangan yang

melampaui pertumbuhan penduduk akan terus diuji sepanjang sejarah kehidupan

manusia.

Ketahanan pangan nasional harus dimulai dari ketahanan pangan rumah

tangga. Ketahanan pangan rumah tangga menurut UU No. 7 Tahun 1996 adalah

Kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari

tersedianya pangan, yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan

terjangkau. Definisi ketahanan pangan menurut FAO (2001) adalah when all people,

at all times, have phisical and economic acces to sufficient, safe and nutricious food

to meet their dietery need and food preferences for an active and healthy life.

Page 13: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

5

Menurut UU No. 18 tahun 2012 tentang Pangan, ketahanan pangan adalah kondisi

terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari

tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam,

bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan,

dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara

berkelanjutan.

Gejolak kenaikan harga komoditas pertanian yang tidak menentu, dapat saja

memiliki dampak pengganda (multiplier effects) yang sangat tinggi, maka

dikhawatirkan dalam waktu dekat akan menimbulkan gejolak sosial dan politik yang

signifikan. Pemerintah dinilai gagal melakukan langkah antisipatif dalam stabilisasi

harga pangan strategis, tercakup daging sapi. Walaupun Indonesia memiliki potensi

sumberdaya pertanian, tetapi hingga saat ini kita masih mengimpor kedelai sebesar

70 persen, daging sapi 25 persen, jagung 10 persen, kacang tanah 15 persen, susu

90 persen dan gula 30 persen dari kebutuhan nasional (Daryanto, 2009).

Secara spesifik justifikasi dari penelitian ini adalah: (1) Fenomena gejolak

komoditas daging sapi diperkirakan akan terus terjadi, karena meningkatnya

pertumbuhan permintaan yang melampaui kemampuan pasokannya; (2)

Ketergantungan daging sapi impor yang masih tetap tinggi dan diperkirakan

mengalami peningkatan dari waktu ke waktu; (3) Belum berhasilnya program

swasembada daging sapi; (4) Pentingnya kebijakan stabilisasi harga daging sapi

untuk mendukung swasembada daging sapi. Berdasar latar belakang tersebut, maka

penelitian analisis kebijakan dengan judul “Stabilisasi Harga Daging Sapi” layak

untuk dilakukan.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Melakukan analisis tentang perkembangan produksi daging sapi di tingkat dunia

dan Indonesia

2. Melakukan analisis tentang perkembangan harga daging sapi di pasar dunia dan

di pasar domestik.

3. Melakukan analisis proyeksi harga daging sapi dan kebijakan stabilisasi harga

daging sapi.

Page 14: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

6

4. Melakukan evaluasi kebijakan terkait dengan kebijakan stabilisasi harga daging

sapi.

5. Memberikan rekomendasi kebijakan stabilisasi harga daging sapi mendukung

program swasembada daging sapi.

Page 15: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebijakan Pembangunan Peternakan dan Program Pencapaian

Swasembada Daging Sapi

Hampir semua negara memiliki Departemen Pertanian atau Kementerian

Pertanian yang berarti memiliki kebijakan pertanian. Seorang ekonom pertanian

terkemuka mengatakan “agricultural policy is ubiquitous and contentious” (Gardner,

1987). Pendapat tersebut mengungkapkan sifat umum dari kebijakan pertanian yang

agak paradoksal. Pada satu sisi, kebijakan pertanian tercakup peternakan sangat

dibutuhkan untul mendukung pembangunan pertanian dan peternakan, namun di

sisi lain setiap kebijakan selalu dapat dijustifikasi dengan argumen yang saling

bertentangan dan dampaknya bersifat dilematis (Timmer dan Pearson, 1983).

Kebijakan pertanian umumnya tergolong kebijakan redistributif atau Political

Economic Seeking Transfers (PEST) sehingga merupakan isu ekonomi-politik

kontraversial (Rausser, 1992). Sifat yang paradoksal itulah yang menjadi alasan

pokok kenapa kebijakan pertanian harus dirancang dengan seksama melalui suatu

analisis yang komprehensif (Simatupang, 2003).

Kebijakan pembangunan pertanian ialah keputusan dan tindakan pemerintah

untuk mengarahkan, mendorong, mengendalikan dan mengatur pembangunan

pertanian guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional (Simatupang, 2003).

Dengan demikian kebijakan stabilisasi harga pangan tercakup daging sapi adalah

kebijakan pertanian. Kebijakan pembangunan pertanian haruslah dipandang dalam

konteks pembangunan nasional yang tujuannya tidak hanya untuk meningkatkan

kesejahteraan petani atau peternak saja tetapi kesejahteraan seluruh rakyat

Indonesia. Ini berarti, kebijakan pembangunan pertanian termasuk dalam kategori

kebijakan publik, dilakukan oleh pemerintah dan berpengaruh terhadap kehidupan

orang banyak, baik produsen maupun konsumen.

Dalam perekonomian modern, seperti perekonomian Indonesia saat ini,

keragaan sektor-sektor ekonomi saling mempengaruhi dan keragaan perekonomian

dalam negeri sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian inter-nasional. Oleh

karena itu, berbagai kebijakan yang dibuat pada sektor non-pertanian berpengaruh

nyata terhadap keragaan pembangunan pertanian, dan demikian pula sebaliknya.

Page 16: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

8

Dengan demikian, cakupan kebijakan pembangunan pertanian tidak dapat dibatasi

berdasarkan delineasi sektoral maupun secara jenjang organisasi pemerintahan.

Adanya kekurangan pasokan sapi lokal dan kecenderungan peningkatan

harga dari tahun ke tahun mendorong pemerintah untuk meningkatkan upaya

pemenuhan kebutuhan daging sapi masyarakat dan menjadikan sebagai salah satu

agenda nasional. Pemerintah telah mencanangkan program swasembada daging

sapi dengan sasaran untuk memenuhi kebutuhan daging sapi domestik secara

mandiri dengan Program P2DSK 2014 (Ditjen Peternakan, 2011) yang dalam hal ini

akan bersinggungan dengan dua kebijakan penting, yaitu kebijakan impor dan

revitalisasi pengembangan ternak sapi dalam negeri. Terdapat lima kegiatan pokok,

yaitu: (1) penyediaan bakalan/daging sapi lokal, (2) peningkatan produktivitas dan

reproduktivitas ternak sapi lokal, (3) pencegahan pemotongan sapi betina produktif,

(4) penyediaan bibit sapi lokal, dan (5) pengaturan stok daging sapi dalam negeri,

yang mencakup stok sapi bakalan, distribusi, serta pemasaran sapi dan daging sapi.

Program PSDS 2014 secara operasional dijabarkan dalam 13 kegiatan

program, yaitu(Ashari et al., 2012): (1) Pengembangan usaha pembiakan dan

penggemukan sapi lokal; (2) Pengembangan pupuk organik dan biogas; (3)

Pengembangan integrasi ternak sapi dan tanaman; (4) Pemberdayaan dan

peningkatan kualitas RPH; (5) Optimalisasi IB dan INKA; (6) Penyediaan dan

pengembangan pakan dan air; (7) Penanggulangan gangguan dan peningkatan

pelayanan kesehatan hewan; (8) Penyelamatan sapi betina produktif; (9) Penguatan

wilayah sumber bibit dan kelembagaan usaha pembibitan; (10) Pengembangan

usaha pembibitan sapi potong melalui Village Breeding Centre (VBC); (11)

Penyediaan sapi bibit melalui subsidi bunga (KUPS); (12) Pengaturan stock sapi

bakalan dan daging; dan (13) Pengaturan distribusi dan pemasaran sapi dan daging.

Kementan (2013) mengungkapkan perkembangan swasembada daging

menunjukkan produksi daging tahun 2012 terealisasi sebesar 2.690,9 ribu ton, jika

dibandingkan tahun 2004 sebesar 2.020,4 ribu ton, maka produksi daging

mengalami peningkatan sebesar 24,9% (3,3%/tahun). Meskipun mengalami

peningkatan yang cukup significan, namun hingga kini belum mampu mencukupi

kebutuhan konsumsi domestik. Kondisi belum seimbangnya antara pasokan dan

Page 17: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

9

permintaan daging sapi di pasar domestik diperkirakan ketidak stabilan harga akan

tetap terjadi di masa-masa mendatang.

2.2. Perkembangan Harga Daging Dunia dan Indonesia

Pasar daging dunia menghadapi tantangan yang berat yaitu harga pakan

ternak yang tinggi, tingkat konsumsi yang mengalami pelandaian atau stagnasi, dan

keuntungan yang mengalami penurunan secara tajam (FAO, 2012). Dengan

pertumbuhan total output melambat menjadi hanya 2 %/tahun, dengan harga dunia

mendekati rekor tertinggi, menyebabkan pertumbuhan perdagangan daging dunia

mengalami pelambatan.

Menghadapi harga pakan ternak yang tinggi dan konsumsi daging yang

melambat, produksi daging dunia pada tahun 2012 diperkirakan akan tumbuh

kurang dari 2%/tahun menjadi hanya sebesar 302 juta ton. Akibatnya margin

keuntungan industri peternakan mengalami penurunan tajam, hal ini banyak

diterjemahkan bahwa keuntungan dalam bisnis peternakan lebih banyak dinikmati

oleh negara maju, diperkirakan bahwa pertumbuhan daging dunia kemungkinan

akan terjadi pergeseran dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang,

yang kini mencapai 60 persen dari total output dunia (Gordon Butland, 2012).

Kondisi yang cukup mengkawatirkan tentang profitabilitas komoditas daging

telah diperparah oleh melemahnya pertumbuhan pasar ekspor, dengan ekspansi

perdagangan yang diperkirakan melambat dari 8% (2011) menjadi hanya 2%

(2012). Ekspor daging dunia diperkirakan akan naik tipis hanya sekitar 600 ribu ton

menjadi 29,4 juta ton pada tahun 2012 (Gorgon Butland, 2012). Peningkatan

tersebut terutama ditopang oleh peningkatan daging unggas dan daging babi,

sedangkan daging sapi mengalami stagnasi. Kelangkaan daging sapi di pasar dunia

diperkirakan akan mendorong ketidakstabilan harga daging sapi di pasar domestik.

Hasil kajian outlook komoditas pertanian sub sektor peternakan berkaitan

dengan perkembangan harga daging sapi di Indonesia diperoleh informasi bahwa

perkembangan harga daging sapi di tingkat konsumen sejak tahun 1983 hingga

tahun 2007 sedikit berfluktuasi dan cenderung meningkat dengan laju pertumbuhan

sebesar 14,34%/tahun (Pusdatin, 2009). Proyeksi penawaran daging sapi untuk

tahun 2009-2011 menunjukkan bahwa model produksi penawaran daging sapi

Page 18: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

10

hanya dipengaruhi tahun sebelumnya dengan nilai koefisien 0,0274, sedangkan

koefisien produksi sebelumnya dan harga daging sapi tidak berpengaruh secara

nyata pada α=5%. Koefisien determinasi dari model penawaran daging sapi sebesar

74,4%, yang berarti bahwa ketiga variabel penawaran daging sapi, yaitu populasi,

produksi, dan harga secara bersama-sama berpengaruh 74,4% terhadap penawaran

daging sapi. Proyeksi permintaan daging sapi dengan menggunakan data Neraca

Bahan Makanan (NBM) dengan menggunakan model time series dihasilkan proyeksi

permintaan daging sapi pada tahun 2009 hingga 2011 sebesar 1,09%/kapita dan

pada periode 2008-2001 mengalami peningkatan sebesar 2,29%/tahun (Pusdatin,

2009).

Menurut catatan Kementerian Perdagangan, rata-rata kenaikan harga daging

sapimencapai 10% per tahun selama periode 2000-2010 (Direktorat Bapostrat,

2013). Bahkan memasuki kuartal pertama tahun 2013, terjadi kenaikan harga

daging sapi diluar kewajaran, hingga mencapai Rp 100.000,00,-/kg.

2.3. Kebijakan Stabilisasi Harga

Tingginya harga beberapa komoditas pangan, sementara pendapatan

masyarakat relatif tetap, membatasi akses masyarakat terhadap pangan (Siregar

dan Masyitho, 2009). Hal ini mengakibatkan dayabeli masyarakat berkurang,

sehingga dapat mengancam ketahanan pangan. Tingginya harga pangan juga

mengakibatkan tingginya tingkat inflasi dan berakibat pada sulitnya masyarakat

untuk memenuhi kebutuhan pangan, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan

jumlah penduduk miskin. Selanjutnya diperoleh kesimpulan bahwa variasi harga

pangan lebih dipengaruhi oleh guncangan terhadap harga pangan itu sendiri, yang

dapat bersumber teknologi produksi dan kebijakan pemerintah terkait. Sementara

itu, variasi inflasi secara dominan dipengaruhi oleh harga pangan. Oleh karena itu,

kebijakan stabilisasi harga pangan tercakup daging sapi merupakan salah satu

kebijakan penting dalam pembangunan pertanian.

Erwidodo (2013) mengemukakan bahwa aturan WTO tidak melarang negara

anggota melakukan stabilisasi harga pangan di pasar domestik. Namun, mengingat

stabilisasi harga mencakup intervensi pasar (penentuan HPP & HJP), mengatur

impor dan ekspor, dan mengelola stock penyangga, maka pilihan instrumen

Page 19: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

11

kebijakan harus konsisten dengan aturan WTO. Secara empiris hampir semua

Negara “net-food importing” melaksanakan program stabilisasi harga pangan.

Negara-negara anggota WTO yang menerapkan program stabilisasi harga

pangan antara lain adalah: India, China, Pakistan, Singapura, Malaysia, Philipina,

Korea Selatan, Thailand, Turki, Swiss, Finlandia dan Estonia. Kelompok G33

mengusulkan agar subsidi untuk „public-stockholding‟ dalam rangka ketahanan

pangan di negara berkembang/LDCs tidak menjadi bagian Aggregate Measurement

of Support (AMS) tetapi menjadi „deliverable‟ di KTM Bali, 3-6 Des 2013.

Hasil kajian Erwidodo (2013) terkait dengan kebijakan stabilisasi harga dan

ketahanan pangan menyimpulkan beberapa temuan penting, di antaranya adalah:

(1) Gejolak dan lonjakan harga eceran beberapa produk pangan akhir-akhir ini

merupakan indikator kelangkaan pasokan, artinya peningkatan laju produksi

domestik tidak dapat mengimbangi laju peningkatan konsumsi, kondisi ini dapat

memicu ketidakstabilan harga pangan; (2) Terus berkurangnya lahan pertanian

pangan tercakup padang penggembalaan akibat konversi lahan dipastikan akan

semakin meningkatkan defisit pangan tercakup daging sapi dan ketergantungan

terhadap pangan impor makin tinggi; (3) Perluasan lahan pertanian pangan dan

pencetakan sawah (beririgasi) di luar Jawa harus menjadi program nasional prioritas

untuk mewujudkan ketahanan sekaligus kemandirian pangan, pengembangan food

estate atau rice estate di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat yang melibatkan

beberapa stakeholder (Perum Syang Hyang Seri, BPN, Dinas Pertanian, Masyarakat

Petani) perlu didukung semua pihak tert; (4) Pengembangan sistem integrasi

tanaman-ternak sapi dengan memanfaatkan sumberdaya lahan perkebunan

merupakan langkah strategis dan bersifat simbiose mutualistme; (5) Tujuan untuk

mencapai „ketahanan‟ dan „kemandirian‟ pangan merupakan „legitimate objective‟

yang perlu didukung semua pihak, namun untuk mencapainya perlu strategi,

kebijakan, program dan instrumen kebijakan yang tepat, tidak hanya terbatas

kepada langkah melarang dan/atau membatasi impor; (5) Pembatasan impor

komoditas pangan dengan kuota harus dihindari karena hanya menguntungkan „rent

seeker‟ dan tidak koonsisten dengan aturan WTO; (6) Kebijakan stabilisasi harga

pangan merupakan salah satu kebijakan penting dalam menjamin harga layak dan

kelangsungan usaha petani dan tetap terjangkau oleh konsumen; dan (7) Kebijakan

Page 20: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

12

stabilisasi harga pangan yang dikombinasikan dengan kebijakan impor secara

transparan dan terbuka dapat berjalan efektif tanpa perlu anggaran (stok

penyangga) yang besar.

Beberapa model kebijakan stabilisasi harga yang dilakukan pemerintah untuk

melindungi petani atau peternak dapat dilakukan melalui (Ditjen P2HP, 2014): (1)

Harga Pembelian Pemerintah (HPP), sudah diterapkan pada komoditas gabah dan

atau beras; (2) Harga Minimum Regional (HMR), sudah diterapkan pada komoditas

jagung; (3) Stabilisasi Harga Komoditas (SHK), sudah diterapkan pada komoditas

kedelai; dan (4) Harga referensi.

Page 21: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

13

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Permintaan terhadap daging sapi di pasar domestik terus meningkat,

sedangkan pasokannya hingga kini belum mampu mencukupi kebutuhan, sehingga

kekurangannya masih harus diimpor dari luar negeri. Oleh karena itu, pemenuhan

permintaan daging sapi dengan hanya menghandalkan dari pemotongan sapi potong

lokal akan meningkatkan harga dan ketidak stabilan harga daging sapi.

Meningkatnya harga daging sapi selanjutnya akan memicu pemotongan sapi potong

termasuk pemotongan sapi betina produktif yang berdampak terhadap pengurasan

populasi sapi potong. Hasil kajian Yusdja dan Pasandaran (2005) mengungkapkan

bahwa penyebab terjadinya pengurasan populasi sapi potong lokal adalah

ketidakmampuan meningkatkan produksi daging sapi dengan mengembangkan

teknologi maju dan manajemen pemeliharaan ternak sapi.

Kenaikan harga pakan dan melambatnya pertumbuhan produksi daging telah

mendorong kenaikan harga daging di pasar dunia pada akhir 2012, ke tingkat

mendekati harga tertinggi sejak tahun 2011. Dengan demikian, indeks harga daging

telah melonjak 5% sejak Juli 2012, rata-rata 174 poin antara Januari dan Oktober

2012, yang membandingkan dengan 176 poin untuk periode yang sama pada tahun

2011. Sebagian besar dari kenaikan indeks harga daging baru-baru ini

mencerminkan kenaikan harga untuk daging berkisar antara 9% hingga 12%, sejak

Juli 2011. Kencenderungan meningkatnya harga daging sapi di pasar dunia tersebut

dapat memicu peningkatan harga dagang sapi domestik dan memicu ketidak

stabilan harga daging di pasar domestik.

Kebijakan stabilisasi harga pangan tercakup pangan hewani merupakan salah

satu kebijakan penting dalam menjamin harga layak dan kelangsungan usaha

petani/peternak serta terjangkau konsumen secara luas (Erwidodo, 2013).

Beberapa model kebijakan stabilisasi harga yang dilakukan pemerintah untuk

melindungi petani atau peternak dapat dilakukan melalui: (1) Harga Pembelian

Pemerintah (HPP), sudah diterapkan pada komoditas gabah dan atau beras; (2)

Harga Minimum Regional (HMR), sudah diterapkan pada komoditas jagung; (3)

Page 22: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

14

Stabilisasi Harga Komoditas (SHK), sudah diterapkan pada komoditas kedelai; dan

(4) Harga referensi.

Untuk dapat mengambil kebijakan yang tepat terkait dengan stabilisasi harga

daging sapi, diperlukan informasi yang cepat dan akurat terkait dengan kebutuhan,

produksi, ekspor-impor dan perkembangan harga baik di pasar domestik maupun

pasar internasional. Data dan informasi tersebut diharapkan dapat memberikan

informasi tentang berbagai hal terkait dengan kebijakan stabilisasi harga daging

sapi, sehingga pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat terkait dengan

pemenuhan dan distribusi daging sapi, baik bersumber dari produksi dalam negeri

maupun impor.

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Penelitian ini secara umum akan membahas aspek kebijakan kebijakan

stabilisasi harga daging sapi mendukung swasembada daging sapi. Secara terperinci

ruang lingkup kegiatan penelitian mencakup, melakukan analisis tentang

perkembangan produksi daging sapi dunia dan domestik, perkembangan harga

daging sapi di pasar dunia dan di pasar domestik, melakukan analisis proyeksi harga

daging sapi dan kebijakan stabilisasi harga daging sapi, evaluasi kebijakan terkait

stabilisasi harga daging sapi, dan memberikan rekomendasi kebijakan stabilisasi

harga daging sapi mendukung program swasembada daging sapi.

3.3. Lokasi Penelitian dan Responden

3.3.1. Dasar Pertimbangan

Pada dasarnya kajian ini merupakan kajian dalam perspetif makro atau

nasional, sehingga kajian dilapang hanya merupakan elaborasi dan klarifikasi dari

hasil kajian berdasarkan data-data sekunder, terutama data produksi dan data harga

dunia dan domestik. Lokasi kajian akan dilakukan di daerah sentra produksi dan

daerah dekat dengan pusat pasar utama sapi potong Jakarta. Diharapkan pada

lokasi penelitian dapat diproleh data dan informasi yang dapat mendukung kebijakan

stabilisasi harga daging sapi potong.

Page 23: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

15

3.3.2. Lokasi dan Responden

Berdasarkan kriteria diatas maka lokasi penelitian akan dilakukan secara

nasonal berdasarkan data sekunder dan studi literatur dan kajian empiris di lapang.

Kajian empiris akan dilakukan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jakarta

untuk elaborasi dan klarifikasi hasil kajian data sekunder dan studi literatur. Provinsi

Jawa Barat dan Jawa Tengah dikenal sebagai daerah sentra produksi sapi potong

dan sekaligus berdekatan dengan pusat pasar daging sapi Jakarta. Provinsi DKI

Jakarta merupakan pusat pasar daging sapi potong dan sekaligus lokasi dimana

kantor-kantor pemerintah pusat sebagai pengambil kebijakan pengembangan

peternakan sapi potong dan Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan

Kerbau (P2DSK), seperti Direktorat Jenderal Peternakan dan Ditjen Pengolahan dan

Pemasaran Hasil (P2HP). Sumber data dan informasi yang akan diwawancarai terdiri

dari : instansi terkait (Direktorat Jenderal Peternakan, Ditjen P2HP, Dinas

Peternakan, dan Badan Pusat Statistik), Kelompok Peternak, dan pelaku usaha

terkait dengan usahaternak sapi potong.

3.4. Data dan Metode Analisis

3.4.1. Jenis dan Sumber Data

Untuk mendukung kelengkapan informasi dalam penelitian, maka ada

beberapa data yang dibutuhkan baik data primer maupun data sekunder. Data

sekunder dikumpulkan melalui berbagai dokumen dari instansi terkait. Data primer

dikumpulkan melalui wawancara kepada responden kelompok peternak dan pelaku

usaha peternakan dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner yang lebih

merupakan panduan wawancara dan penggalian data kualitatif terkait kebijakan

stabilisasi harga daging sapi potong. Informasi kebutuhan data selengkapnya

ditampilkan dalam Tabel 1.

Page 24: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

16

Tabel 1. Rencana Jenis Data yang Dikumpulkan Berdasarkan Tujuan Penelitian dan Sumber Data

No Tujuan Penelitian Jenis Data Sumber Data

1 Melakukan analisis perkembangan produksi daging sapi di tingkat

dunia dan di Indonesia

1. Data produksi daging sapi dunia, 5-10 tahun terakhir

2. Data produksi daging menurut jenis

daging di Indonesia, data 5-10 tahun terakhir

3. Data konsumsi daging menurut

jenis daging sapi di Indoensia, data 5-10 tahun terakhir

1. Data sekunder 2. Data sekunder

3. Data sekunder

2 Melakukan analisis tentang perkembangan

harga daging sapi di pasar dunia dan di pasar domestik.

1. Data perkembangan harga daging menurut jenis hewan di pasar

dunia, 5-10 tahun terakhir 2. Data perkembangan harga daging

sapi menurut negara produsen

utama di pasar dunia, 5-10 tahun terakhir

3. Data perkembangan harga daging

menurut jenis hewan di pasar domestik, 5-10 tahun terakhir

4. Data perkembangan harga daging

sapi menurut provinsi utama/kota besar di pasar domestik, 5-10 tahun terakhir

1. Data sekunder

2. Data sekunder

3. Data seunder

4. Data sekunder

3 Melakukan analisis

proyeksi harga daging sapi dan kebijakan stabilisasi harga daging

sapi.

1. Data perkembangan harga daging

menurut jenis hewan di pasar dunia, 5-10 tahun terakhir

2. Data perkembangan harga daging

sapi menurut negara produsen utama di pasar dunia, 5-10 tahun terakhir

3. Data perkembangan harga daging menurut jenis hewan di pasar domestik, 5-10 tahun terakhir

4. Data perkembangan harga daging sapi menurut provinsi utama/kota besar di pasar domestik, 5-10 tahun

terakhir

1. Data sekunder diolah

2. Data sekunder diolah

3. Data sekunder diolah

4. Data sekunder diolah

4 Melakukan evaluasi kebijakan terkait dengan kebijakan stabilisasi harga

daging sapi.

1. Data dan informasi terkait dengan kebijakan pembangunan peternakan, khususnya sapi potong

2. Data dan informasi terkait dengan Program P2DSK

3. Data dan informasi terkait

kebijakan stabilisasi harga daging sapi

4. Studi literatur terkait kebijakan

stabilisasi harga daging sapi

5 Memberikan rekomendasi kebijakan stabilisasi harga daging sapi mendukung

program swasembada daging sapi.

1. Hasil analisis data 2. Sintesis kebijakan berdasarkan hasil

analisis data

3. Rumusan opsi kebijakan

Informasi sekunder dan primer, serta informasi kualitatif dari lapang

Page 25: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

17

3.4.2. Metode Analisis

Untuk menjawab tujuan pertama, yaitu: “Melakukan analisis perkembangan

produksi daging sapi di tingkat dunia dan di Indonesia”. Berdasarkan data dan

informasi tersebut dan mengacu pada hasil penelitian sebelumnya maka dapat

diidentifikasi perkembangan pasokan daging sapi ditingkat dunia dan Indonesia.

Informasi ini diperkirakan berpengaruh terhadap perkembangan dan stabilitas harga

daging sapi di pasar domestik. Analisis data dan informasi dilakukan dengan analisis

rata-rata (mean), pertumbuhan (growth), coevisien variasi (coefficient variation)

dengan teknik tabulasi.

Untuk menjawab tujuan kedua, yaitu: “Melakukan analisis tentang

perkembangan harga daging sapi di pasar dunia dan di pasar domestik”, diperlukan

informasi berupa harga daging menurut jenis daging, baik data pada level dunia

maupun di pasar domestik. Berdasarkan data dan informasi yang tersedia dapat

ketahui perkembangan harga daging sapi baik di pasar dunia maupun pasar

domestik. Analisis data dilakukan dengan analisis mean (rata-rata), pertumbuhan

(%/tahun), dan analisis coevisien variasi harga dengan teknik tabulasi.

Untuk menjawab tujuan ketiga, yaitu: “Melakukan analisis proyeksi harga

daging sapi dan kebijakan stabilisasi harga daging sapi”, diperlukan analisis proyeksi

harga. Analisis proyeksi harga dilakukan pada harga daging sapi dunia maupun

harga daging sapi domestik. Analisis proyeksi dilakukan dengan menggunakan

komputer program evious.

Untuk menjawab tujuan keempat, yaitu: “Melakukan evaluasi kebijakan

terkait dengan kebijakan stabilisasi harga daging sapi”, diperlukan analisis evaluasi

kebijakan terkait dengan stabilisasi harga daging sapi. Analisis akan difokuskan pada

kebijakan menstabilkan pasokan daging sapi domestik, kebijakan impor sapi bakalan

dan daging sapi, dan kebijakan pengembangan sistem distribusi rantai dingin.

Untuk menjawab tujuan kelima: “Memberikan rekomendasi kebijakan

stabilisasi harga daging sapi mendukung program swasembada daging sapi”

diperlukan informasi yang didasarkan hasil analisis dari tujuan pertama, kedua dan

ketiga. Informasi yang diperoleh disintesakan dengan pendekatan deskriptif kualitatif

dan deskriptif kuantitatif. Dengan mengetahui kondisi eksisting, kendala-kendala

pokok diharapkan akan dapat direkomendasikan perbaikan dan penyempurnaan

stabilisasi harga daging sapi mendukung program pencapaian swasembada daging

sapi.

Page 26: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

18

IV. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAGING DUNIA DAN INDONESIA

4.1. Perkembangan Produksi Daging Sapi Dunia

Produk peternakan menyumbang 17% konsumsi kilokalori global dan 33%

konsumsi protein global (FAOSTAT 2008; Daryanto, 2010). Secara global produksi

daging dunia masih didominasi jenis daging babi (pig), unggas (poultry), sapi

(beeff), dan daging domba (ovine). Namun dilihat dari produksi yang

diperdagangkan di pasar global memberikan gambaran yang berbeda, dimana

secara berturut-turut adalah daging unggas, daging sapi, babi, dan daging domba.

Hal ini sangat terkait dengan perbedaan pola konsumsi antar negara, dimana

penduduk muslim dunia tidak mengkonsumsi daging babi.

Terdapat 19 negara produsen ternak sapi utama di dunia, diantaranya adalah

Amerika Serikat, China, dan Uni Eropa, beberapa negara produsen juga merupakan

negara konsumen (Gambar 3). Penduduk pada ketiga negara itu sebagian besar

berpendapatan tinggi dan jumlahnya besar, sehingga sebagian besar produksi

ternak sapi dikonsumsi untuk kebutuhan domestik dan bahkan beberapa negara

masih mengimpor dari luar negeri. Sebaliknya, negara Australia dan Selandia baru,

walaupun produksi ternak sapinya tidak sebesar dengan Amerika Serikat, China dan

Uni Eropa, karena jumlah penduduknya relatif kecil maka selain untuk kebutuhan

memenuhi kebutuhan domestik juga melakukan ekspor baik dalam bentuk ternak

hidup dan daging sapi beku. Peringkat produksi sapi dan daging sapi antara 1- 7

terdiri dari negara-negara yang sama, namun dengan posisi urutan yang berbeda.

Informasi secara komparatif dapat dibandingkan antara Gambar 1 dan Gambar 2.

Page 27: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

19

Sumber: World Bank, 2014 (tahun 2014 data perkiraan)

Gambar 1. Negara-negara Produsen Sapi di Dunia menurut Peringkat, 2014

Sebagai contoh, India merupakan produsen sapi utama, namun hanya

menduduki peringkat kelima dalam memproduksi daging sapi. Secara sosial-budaya

masyarakat India sangat dekat dengan ternak sapi dan penduduk India lebih

memanfaatkan susu sapi dibandingkan daging sapi. India juga terkenal

keberhasilannya dalam melakukan revolusi putih, karena tingginya konsumsi susu

penduduk India. Oleh karena itu dengan jumlah penduduk yang besar dan konsumsi

susu yang tinggi menyebabkan populasi ternak sapi juga besar. Tingginya satus

ternak sapi pada masyarakat India meningkatkan peluang bahwa ternak dipelihara

dengan sungguh-sungguh sehingga kemampuan produksinya juga baik.

Dari sisi produksi daging sapi, umumnya masyarakat India tidak

mengkonsumsi daging sapi sehingga sapinya tidak banyak dipotong menjadi bentuk

produksi berupa daging sapi, tetapi lebih memanfaatkan tenaga kerja dan hasil

susunya. Selain itu, ukuran sapi yang ada di India termasuk Bos Indicus yang

ditujukan untuk tenaga kerja dan produksi susu dengan ukuran tubuh lebih kecil

dibandingan sapi Bos Taurus yang ada di Amerika Serikat, Eropa, serta Brazil dan

Argentina. Kondisi ini menyebabkan produksi daging per ekor sapi di India jauh lebih

kecil dibandingkan dengan di Amerika Serikat, Eropa, serta Brazil dan Argentina.

No Negara 1 India 65.500 2 Brazil 51.300 3 China 42.350 4 Amerika Serikat 33.300 5 EU-27 29.900 6 Argentina 14.300 7 Australia 8.750 8 Rusia 6.820 9 Meksiko 6.675 10 Kolumbia 5.000 11 Selandia Baru 4.985 12 Kanada 4.435. 13 Uruguay 3.000 14 Ukraina 2.590 15 Mesir 1.700 16 Belarus 1.350 17 Jepang 1.240 18 Venezuela 950 19 Korea Selatan 830

Produksi (000 ekor)

Page 28: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

20

Kemampuan produksi ternak sapi dan daging sapi di Negara-negara produsen

utama sangat menentukan jumlah, stabilitas dan kontinyuitas pasokan ternak dan

daging sapi yang tersedia di pasar dunia. Kelangkaan pasokan dapat menyebabkan

kenaikan harga daging sapi melonjak tinggi, demikian pula sebaliknya jika terjadi

kelebihan pasokan terjagi fenomena penurunan harga. Faktor-faktor yang

menentukan jumlah pasokan adalah ketersediaan bibit/bakalan unggul (genetic

base) yang terkonsentrasi, ketersediaan hijauan pakan/padang penggembalaan,

ketersediaan pakan ternak jadi, serta ada tidaknya gangguan penyakit menular yang

mematikan dan penyakit gangguan reproduksi yang menurunkan pertambahan

populasi sapi.

Sumber: World Bank, 2014 (tahun 2014 data perkiraan)

Gambar 2. Negara-negara Produsen Daging Sapi (Beef dan Veal) di Dunia menurut Peringkat, 2014

No Negara

1 Amerika Serikat 11.018

2 Brazil 9.900

3 Uni Eropa 7.760

4 China 5.750

5 India 3.950

6 Argentina 2.840

7 Australia 2.265

8 Meksiko 1.795

9 Pakistan 1.600

10 Rusia 1.380

11 Kanada 1.020

12 Kolumbia 885

13 Afrika Selatan 825

14 Selandia baru 640

15 Uruguay 590

16 Paraguay 540

17 Jepang 495

18 Uzbekistan 475

19 Ukraina 440

Produksi (1000 MT CWE)

Page 29: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

21

Untuk dapat memprediksi kemampuan produksi daging sapi yang didekati

dengan produksi sapi potong, berikut diuraikan perkembangan produksi sapi di

negara-negara produsen utama. Dari sisi pertumbuhan produksi terdapat tiga

kelompok Negara: (1) negara dengan pertumbuhan produksi menurun yaitu Amerika

Serikat dan Uni Eropa, (2) negara dengan pertumbuhan produksi stabil yaitu

Australia dan Selandia Baru, dan (3) negara dengan pertumbuhan menaik yaitu

India, Brazil dan China (Gambar 3).

Gambar 3. Perkembangan Produksi Sapi Potong pada Beberapa Negara Produsen Utama, 1999-2014

Secara total produksi sapi potong pada ketujuh negara tersebut masih

menunjukkan pertumbuhan yang positip, meskipun mengalami pelambatan pada

periode 2010-2014 (Gambar 4). Hal ini mengandung makna bahwa pasokan daging

sapi di pasar dunia selama lima tahun kedepan diduga masih mencukupi dan tetap

tumbuh positip, namun karena pertumbuhan yang melambat maka ketersediaan

daging sapi di pasar dunia makin terbatas. Hal inilah yang menjadi salah satu

argumen beberapa negara besar dengan penduduk besar seperti Indonesia untuk

mampu berswasembada daging sapi.

Page 30: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

22

Gambar 4. Perkembangan Produksi Total Sapi Potong pada Negara Produsen Utama, 1999-2014

4.2. Perkembangan Produksi daging Sapi Indonesia

Total produksi daging pada tahun 2004 sebesar 2.020,4 ribu ton, kemudian

meningkat menjadi 2.169,7 ribu ton pada tahun 2008, dan pada tahun 2012

mencapai 2.691 ribu ton atau mengalami pertumbuhan sebesar 3.85%/tahun pada

periode tersebut. Indonesia mempunyai 10 jenis komoditas yang memberikan

banyak peran dalam menyumbangkan produksi daging, yakni sapi, kerbau, kuda,

kambing, domba, babi, ayam petelur, broiler, ayam buras dan itik. Informasi secara

terperinci tentang perkembangan produksi daging di Indonesia pada periode 2004-

2012 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 memperlihatkan produksi daging menurut jenis ternak. Tahun 2004,

dari total produksi daging Indonesia sumbangan dari ayam ras pedaging (41,88 %),

sumbangan ternak sapi potong (22,15 %), ayam buras (14,67%), babi (9,64%),

serta kambing (3,27%) dan domba (2,83%). Pada tahun 2008, keenam komoditas

utama penghasil daging tetap merupakan penyumbang besar tetapi mengalami

pergeseran, yakni broiler (45,75%), sapi potong (16,24%), ayam buras (14,17%),

dan babi (10,86%), serta kambing (2,87%) dan domba (3,20%). Selanjutnya pada

tahun 2012, broiler (53.10%), sapi potong (18.79%), ayam buras (10,90 %), dan

babi (8.72%), serta kambing (2,55%) dan domba (1.73%).

Page 31: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

23

Tabel 2. Perkembangan produksi daging di Indonesia, tahun 2004-2012 (000 ton)

No. Jenis Tahun

Rerata

Trend

(%/th) 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Daging 2020.4 1817.0 2062.9 2069.5 2136.6 2204.9 2366.2 2554.2 2690.9 2213.6 3.85

1 Sapi potong

447.6 358.7 395.8 339.5 392.5 409.3 436.5 485.3 505.5 419.0 2.27

2 Kerbau 40.2 38.1 43.9 41.8 39.0 34.6 35.9 35.3 35.3 38.2 -1.33

3 Kambing 57.1 50.6 65.0 63.6 66.0 73.8 68.8 66.3 68.6 64.4 2.95

4 Domba 66.1 47.3 75.2 56.9 47.0 54.3 44.9 46.8 46.5 53.9 -1.17

5 Babi 194.7 173.7 196.0 225.9 209.8 200.1 212.0 224.8 234.7 208.0 2.74

6 Kuda 1.6 1.6 2.3 2.0 1.8 1.8 2.0 2.2 2.2 1.9 5.23

7 Ayam

Buras

296.4 301.4 341.3 294.9 273.5 247.7 267.6 264.8 274.2

284.6 -0.60

8 Ayam Ras Petelur

48.4 45.2 57.6 58.2 57.3 55.1 57.7 62.1 63.7

56.1 3.92

9 Ayam Ras

Pedaging

846.1 779.1 861.3 942.8 1018.7 1101.8 1214.3 1337.9 1428.8

1059.0 6.94

10 Itik 22.2 21.4 24.5 44.1 31.0 25.8 26.0 28.2 30.8 28.2 7.86

11 Kelinci - - - - - 0.1 0.1 0.2 0.2 0.2 -

12 Burung puyuh

- - - - - 0.2 - 0.1 0.2

0.2 -

13 Merpati - - - - - 0.3 0.4 0.1 0.3 0.3 -

Keterangan : *) Angka sementara Sumber : Statistik Peternakan, Tahun 2008 dan 2012

Dari ke 10 komoditas tersebut selama periode 2004-2012, terdapat delapan

komoditas yang memberikan peningkatan kontribusi yakni sapi potong, kambing,

babi, kuda, ayam ras petelur, ayam ras pedaging, itik dan kelinci. Sementara itu

terdapat tiga komoditas yang mengalami penurunan kontribusi, yaitu kerbau,

domba, dan ayam buras. Penerapan manajemen usahaternak, teknologi bibit,

penggunaan pakan jadi telah mengangkat usahaternak komersial, seperti ayam ras

petelur, ayam ras pedaging dan sapi potong. Produksi total daging mengalami

pertumbuhan 3.85%, namun jika dicermati memperlihatkan adanya ketimpangan

dalam pertumbuhan dan bersifat fluktuatif terutama untuk jenis ternak tradisional.

Dampak penerapan teknologi dan manajemen usahaternak yang rendah telah

menyebabkan tingkat pengurasan yang relatif tinggi pada komoditas ternak

tradisional, seperti jenis kerbau, domba dan ayam buras. Berdasarkan penelitian

Badan Litbang Pertanian (2005) telah terjadi pengurasan untuk ternak sapi, kerbau,

kambing-domba, dan ayam buras. Namun dengan program percepatan swasembada

daging sapi dan dilanjutan percepatan daging sapi dan kerbau telah meningkatkan

pertumbuhan populasi sapi potong. Dikhawatirkan beberapa komoditas sampai pada

titik ambang keseimbangan, dimana angka kelahiran tidak mungkin lagi menjamin

Page 32: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

24

konsumsi, maka dalam situasi semacam ini, akan mendorong kepunahan produksi

jenis produk ternak tradisional.

Pertumbuhan produksi daging sapi tumbuh sejalan dengan pertumbuhan

populasinya. Hal ini disebabkan adanya perdagangan sapi hidup antar wilayah, yaitu

dari daerah sentra produksi ke pusat konsumsi. Jumlah total daging sapi pada tahun

2009 mencapai 409.310 ton dan terus meningkat dari tahun ke tahun hingga

mencapai 545.620 ton pada tahun 2013, atau mengalami perkembangan sebesar

7.48% pertahun. Pertumbuhan tersebut tergolong tinggi dan jauh lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan populasinya, yang menunjukkan makin dikuasainya

teknologi budidaya dan manajemen usahaternak sapi potong oleh peternak dan

perusahaan peternakan (feed lotter).

Dari total produksi daging sapi yang mencapai 545.620 ton pada tahun 2013,

terutama disumbang oleh 10 provinsi daerah sentra produksi utama, yaitu Provinsi

Jawa timur sebesar 118.363 ton (21.69%), Jawa Barat menyumbang sebesar

81.254 ton (14.89%), Jawa tengah sebesar 62.720 ton (11.50%), Sumatera Utara

sebesar 32.171 ton (590%), Banten 31.914 ton (5.85%), Sumatera Barat 23.543 ton

(4.32%), NTT sebesar 13.595 ton (2.49%), Kalbar sebesar 13.375 ton (2,45%),

Sulsel sebesar 12.979 ton (2.38%), dan DKI Jakarta sebesar 12.847 ton (2.36%)

(Ditjennak dan Keswan, 2013). Informasi secara terperinci dapat disimak pada

Tabel 3 berikut.

Dari 10 provinsi daerah sentra produksi secara keseluruhan mengalami

pertumbuhan produksi daging sapi positip, secara berturut-turut Provinsi Jawa timur

tumbuh sebesar 2,42%/tahun, Jawa Barat tumbuh sebesar 3,71%/tahun, Jawa

tengah tumbuh sebesar 6,93 %/tahun, Sumatera Utara tumbuh sebesar 25,27%/

tahun, Banten tumbuh sebesar 15,95%/tahun, Sumatera Barat tumbuh sebesar

6,60%/tahun, NTT sebesar 29,66%/tahun, Kalbar tumbuh sebesar 25,27%, Sulsel

tumbuh sebesar 4,78%/tahun, dan DKI Jakarta sebesar 24,35%/tahun.

Page 33: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

25

Tabel 3. Produksi Daging Sapi menurut Provinsi di Indonesia, Tahun 2009-2013 (ton)

No Provinsi Tahun

Rerata Trend (%/th) 2009 2010 2011 2012 2013*)

1 Aceh 7614 7914 8303 6569 7478 6097 0.45

2 Sumut 13261 14256 18299 24537 32171 18372 25.27

3 Sumbar 18322 20442 20287 22638 23543 17170 6.60

4 Riau 7294 10950 12658 11317 11473 8238 14.13

5 Jambi 3868 6349 6515 6507 8034 5257 22.53

6 Sumsel 12482 12703 13601 14649 16114 11483 6.64

7 Bengkulu 2411 2691 3276 3761 4183 2694 14.84

8 Lampung 10694 9527 10064 9833 9226 7735 -3.44

9 Babel 2004 3024 3932 2917 3209 2289 16.28

10 Kepri 579 450 532 585 592 443 1.78

11 DKI Jakarta 5657 6058 9413 12206 12847 7482 24.35

12 Jabar 70662 76066 78476 74312 81254 61847 3.71

13 Jateng 48340 51001 60322 60893 62720 44956 6.93

14 DIY 5384 5690 7657 8896 10408 6378 18.36

15 Jatim 107768 109016 112447 110762 118363 90702 2.42

16 Banten 18728 20326 25806 36121 31914 20576 15.95

17 Bali 6283 6238 8081 8759 8832 6037 9.51

18 NTB 6567 9287 10958 11228 11565 7797 16.22

19 NTT 6486 4507 8668 13595 13595 7637 29.66

20 Kalbar 6567 7074 10437 7263 13375 8078 27.25

21 Kalteng 2564 5224 3116 4154 4322 3286 25.19

22 Kalsel 5946 7058 8459 9610 9678 6472 13.22

23 Kaltim 6729 7530 8240 8069 8473 6241 6.07

24 Sulut 4571 4386 4446 4501 4568 3619 0.01

25 Sulteng 3359 3672 3058 4250 5126 3457 13.05

26 Sulsel 11323 9056 11026 12725 12979 9267 4.78

27 Sultra 3737 3902 2709 3328 3428 2899 -0.08

28 Gorontalo 3063 3926 3985 4347 4419 3165 10.10

29 Sulbar 1361 1795 3917 3053 3202 1912 33.23

30 Maluku 1338 1420 1320 1496 1699 1231 6.50

31 Malut 223 243 274 578 562 318 32.48

32 Papua Barat 1696 1899 2316 2533 3153 1980 16.94

33 Papua 2427 2770 2737 2903 3116 2286 6.59

Indonesia 409310 436452 485333 508906 545620 387400 7.48

Pertumbuhan produksi daging sapi selama lima tahun terakhir (2009-2013)

tergolong tinggi (7.48%/tahun). Peningkatan produksi daging sapi di Indonesia

disebabkan oleh: (1) Adanya pertumbuhan populasi sapi potong yang cukup tinggi;

(2) Adanya peningkatan produktivitas usahaternak sapi potong. Namun jika

Page 34: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

26

dicermati, ternyata pertumbuhan produksi lebih cepat dibandingkan pertumbuhan

populasi, yang merefleksikan beberapa hal pokok : (a) teknologi budidaya ternak

sapi potong makin dikuasai dengan baik oleh peternak dan perusahaan peternakan

(feed lotter); (b) sistem pengusahaan yang sudah mengarah dari secara tradisional

ke semi intensif dan mulai berorientasi pasar (komersial), sehingga menyebabkan

efisiensi produksi makin meningkat, yang direfleksikan makin membaiknya Feed

Convertion Ratio (FCR) dan makin rendahnya tingkat mortalitas; dan (c) skala

pengusahaan yang terbagi, dimana usahaternak sapi potong rakyat antara 2-10 ekor

dan perusahaan peternakan antara 25-2000 ekor dan makin mendekati skala usaha

optimal.

Secara umum Jawa Tengah merupakan daerah sentra produksi sapi potong,

sedangkan Jawa Barat masih merupakan daerah pusat konsumen daging sapi.

Jumlah populasi di Jawa Barat sebanyak 382.949 ekor (2013) merupakan jumlah

populasi ternak sapi yang masih jauh dari kebutuhan konsumsi masyarakat Jawa

Barat. Menurut informasi bahwa pemotongan ternak sapi dari sebagian jumlah

populasi tersebut hanya mampu menyediakan daging ternak sapi potong sebesar

30% dari kebutuhan. Sementara kekurangannya sebesar 70% masih harus

didatangkan dari provinsi-provinsi yang merupakan sentra produksi, seperti Jawa

Timur, Jawa Tengah, Bali, NTT dan NTB.

Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis merupakan daerah sentra produksi daging

sapi di Jawa Barat. Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis merupakan daerah surplus

produksi daging sapi. Hal ini disamping ditunjang oleh jumlah populasi yang cukup

besar, juga di Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis terdapat lokasi feedlotter “PT.

Nandini Perkasa” yang juga melakukan penggemukan dan pemotongan ternak sapi

BX asal impor. Hasil pemotongan dari feedlotter tersebut tidak hanya untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi daging setempat, akan tetapi juga dikirim ke luar

daerah sekitar terutama daerah-daerah Jawa Barat bagian Timur, khususnya

Tasikmalaya dan Ciamis, yang dalam hal pemenuhan kebutuhan konsumsi

dagingnya masih kurang.

PT. “Nandini Perkasa” merupakan salah satu pengusaha feedlotter di Jawa

Barat yang dalam tahun 2014 ini telah menandatangani MOU dengan pemerintah

daerah Kabupaten Ciamis untuk memanfaatkan RPH yang ada yang nantinya akan

Page 35: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

27

digunakan untuk operasional pemotongan sapi milik perusahaan tersebut.

Sementara untuk pemotongan ternak sapi lokal dilakukan di daerah Lakbok.

Besarnya omset pemotongan sapi oleh PT “Nandini Perkasa” tersebut, disamping

nantinya daging hasil pemotongan sapi diperuntukan untuk memenuhi konsumsi

daging di wilayah Jawa Barat, terutama Jawa Barat bagian Timur, juga khususnya

untuk memenuhi kebutuhan daging di wilayah Kabupaten Ciamis.

Dalam upaya meningkatkan jumlah populasi maupun dalam rangka

memenuhi kebutuhan daging di Jawa Barat, maka pemerintah setempat mengambil

kebijakan disamping harus mendatangkan sapi bibit baik bibit jantan maupun betina

dari luar daerah. Setidaknya selama tahun 2013 pemasukan sapi bibit di wilayah

Provinsi Jawa Barat tidak kurang dari 23.538 ekor bibit sapi jantan dan 16.828 ekor

bibit sapi betina. Sementara untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging ternak

sapi, maka pada tahun 2013 telah masuk sapi bakalan ke wilayah Jawa Barat

sebanyak 66.915 ekor. Sapi bakalan tersebut dimaksudkan untuk digemukkan lebih

jauh. Sedangkan jumlah sapi siap potong yang masuk ke wilayah ini pada tahun

yang sama sekitar 181.091 ekor yang merupakan sapi siap potong untuk memenuhi

kebutuhan daging di wilayah ini. Dilihat dari besarnya produksi daging ternak sapi

potong yang ada diwilayah Provinsi Jawa Barat, data tahun 2013 menunjukkan

bahwa jumlah produksi daging secara keseluruhan sekitar 709,70 ribu ton, dimana

produk daging sapi pada tahun tersebut sebanyak 71,88 ribu ton (85,23%)

merupakan hasil pemotongan ternak sapi lokal sementara sisanya (14,77%)

merupakan daging impor.

Sapi merupakan hewan yang hasilnya digunakan secara luas antara lain untuk

konsumsi rumah tangga, industri pengolahan, serta konsumen institusi (Hotel,

Restaurant, dan Catering/HORECA). Hasil utama dari usahaternak sapi potong

adalah daging sapi, serta hasil tambahan berupa kulit dan kotorannya. Selain itu,

sapi juga menghasilkan berbagai produk turunannya.

Seekor ternak sapi dianggap baik apabila dapat menghasilkan karkas sebesar

59% dari bobot tubuh sapi tersebut. Untuk jenis Sapi Eropa (Hereford, Shortom,

dan Angus) berkisar antara 51,4% hingga 60,3%, Sapi Brahman berkisar antara

52% hingga 55,8%. Sementara itu untuk sapi lokal Indonesia, Sapi PO sebesar

45%, Sapi Madura 47%, dan Sapi Bali 56%.

Page 36: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

28

Untuk memudahkan dalam distribusi dan pemasaran karkas sapi dipotong

menjadi empat bagian, karkas sapi dibelah menjadi dua bagian dan masing-masing

belahan karkas dipotong lagi menjadi bagian perempat depan (fore quarter) dan

bagian perempat belakang (hind quarter). Untuk kepentingan pemasaran

selanjutnya, karkas sapi dipotong lagi menjadi recahan karkas utama (primal cut),

juga lazim disebut wholesale cuts, dan recahan karkas kecil (sub primal) juga lazim

disebut retail cuts.

Daging dari karkas sapi mempunyai beberapa golongan kualitas/kelas sesuai

dengan lokasinya pada rangka tubuh, sebagai berikut (Direktorat Bapostrat, 2013):

(1) Kualitas I: daging di daerah paha (round) dengan proporsi kurang lebih 20%; (2)

Kualitas II: daging di daerah pinggang (loin) dengan proporsi kurang lebih 17%; (3)

Kualitas III: daging di daerah punggung dan tulang rusuk (rib) dengan proporsi

kurang lebih 9%; (4) Kualitas IV: daging di daerah bahu (chuck) dengan proporsi

kurang lebih 26%; (5) Kualitas V: daging di daerah dada (brisk) dengan proporsi

kurang lebih 5%; (6) Kualitas VI: daging di daerah perut (frank) dengan proporsi

kurang lebih 4%; (7) Kualitas VII: daging di daerah rusuk bagian bawah hingga

sampai perut bagian bawah (plate and suet) dengan proporsi kurang lebih 11%; dan

(8) Kualitas VIII: daging di bagian kaki depan (fore shank) dengan proporsi kurang

lebih 2,1%.

Sementara itu, daging sapi juga digolongkan ke dalam empat bagian besar

menurut kualitasnya, yaitu (Direktorat Bapostrat, 2013): (1) Daging potongan primer

(primer cut), potongan daging yang memiliki keempukan, juiciness, dan merupakan

kualitas daging sapi terbaik; (2) Daging potongan sekunder (secondary cut),

potongan daging di luar potongan primer yang memiliki keempukan, juiciness, dan

kualitas di bawah kualitas prime cut; (3) Daging variasi (variety/fancy meat): Bagian

daging selain daging prime cut, secondary cut, dan daging industri; dan (4) Daging

industri (manufacturing meat): bagian daging selain prime cut, secondary cut, dan

daging variasi, yang terdiri atas prosot depan (fore quarter), prosot belakang (hind

quarter), tetelan (trimming) 65-95 CL, daging giling (disnewed minced meat), dan

daging kotak (diced meat) untuk keperluan industri.

Dalam pengembangan usahaternak sapi potong dalam rangka meningkatkan

produksi daging sapi, peternak menghadapi beberapa kendala baik teknis, ekonomi,

Page 37: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

29

maupun sosial kelembagaan. Beberapa kendala teknis adalah: (1) Kurangnya

ketersediaan semen beku yang memenuhi aspek jumlah, jenis, dan kualitas; (2)

Belum semua kelompok peternak dan peternak melakukan IB dengan baik; (c)

Terbatasnya tenaga inseminator dan penyuluh peternakan; (d) Belum

berkembangnya pusat perbibitan sapi potong di daerah-daerah pengembangan baru

yang mampu menghasilkan bibit unggul; (e) Makin terbatasnya hijauan pakan

ternak dan padang penggembalaan; (f) Belum berkembangnya pakan ternak

berbasis bahan pakan lokal, terutama limbah pertanian dan industri; dan (g) Belum

berlakunya sistem penjualan ternak sapi dengan sistem timbang, namun pedagang

lebih memilih melalui taksiran.

Kemampuan managerial dalam usahaternak sangat tergantung dari kondisi

masing-masing kelompok peternak dan individu peternak. Kelompok peternak di

daerah sentra produksi di Pati dan Boyolali, Jawa Tengah dan di Tasikmalaya dan

Ciamis, Jawa Barat umumnya memiliki keterampilan teknis usahaternak sapi potong

yang baik, namun kapabilitas manajerialnya rata-rata masih rendah. Salah satu

Gapoktan yang telah memenuhi persyaratan managerial adalah ASPIN (Asosiasi Sapi

Potong Nogosari) yang anggotanya berjumlah 36 kelompok. ASPIN merupakan

gabungan kelompok peternak yang terdiri dari beberapa kelompok yang tersebar di

Kabupaten Boyolali, Klaten dan Sragen. Dari skala penguasaan ternak masing-

masing anggota secara rata-rata telah memiliki 8 ekor ternak sapi potong. Dengan

kinerja demikian maka Gapoktan ASPIN dapat dipercaya oleh bank dan

mendapatkan kucuran dana KKPE.

Beberapa kendala ekonomi adalah : (1) Lemahnya permodalan kelompok

peternak dan peternak rakyat; (2) Masih banyak peternak yang belum dapat akses

kredit program (KKP-E, KUR, dan KUPS) karena tidak adanya agunan; (3) Pihak

perbankan memandang usaha peternakan yang dilakukan oleh para peternak masih

dipandang tidak memiliki kelayakan dari sisi bisnis (bankable) dan memiliki resiko

tinggi; (3) Tingginya harga bakalan sapi di daerah-daerah sentra produksi; (4)

Tingginya harga pakan ternak pabrikan; (5) Kalah bersaing dengan harga daging

sapi impor terutama dalam hal harga.

Beberapa kendala sosial-kelembagaan dalam pengembangan usahaternak

sapi potong adalah: (1) Lemahnya konsolidasi kelembagaan kelompok peternak sapi

Page 38: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

30

potong, baik dari aspek keanggotaan, manajemen dan permodalan; (2) Lemahnya

permodalan kelompok peternak dan anggotanya; (3) Tidak adanya alat sebagai

kohesi sosial dalam kelembagaan kelompok peternak; (4) Lemahnya koordinasi

secara internal antar bagian dalam kelompok peternak; dan (5) Lemahnya

koordinasi secara eksternal, terutama dengan Dinas Peternakan dan Lembaga

Perbankan.

Syarat-syarat keberhasilan dalam mengembangan usahaternak sapi potong

dalam rangka meningkatkan produksi dagaing sapi domestik adalah: (1)

Ketersediaan semen beku yang memenuhi aspek jumlah, jenis dan kualitas; (2)

Jumlah dan kualitas SDM tenaga IB dan penyuluh peternakan; (3) ketersediaan

hijauan pakan yang memenuhi dari aspek jumlah, kualitas dan kontinyuitas

pasokannya; (4) Perlu pembuatan pakan ternak berbasis limbah pertanian dan

limbah industri dengan fermentor yang memenuhi standar nutrisi; (5) Perlu banyak

pilot project perbibitan dan penggemukan sapi potong dengan pendekatan action

research secara terpadu langsung dilapangan; (6) Penguatan kelembagaan peternak

baik dalam aspek keanggotaan, manajemen dan permodalannya; (7) Terus

melanjutkan kebijakan insentif kepada peternak, seperti insentif larangan

pemotongan betina produktif, sapi bunting, dan pengembangan pusat-pusat

perbibitan diperdesaan; (8) Mendorong kemitraan usaha agribisnis sapi potong

antara Perusahaan Peternakan dengan Kelompok Peternak yang melibatkan lembaga

perbankan, Lembaga Penelitian/Perguruan Tinggi yang bersifat saling

membutuhkan, memperkuat, dan menguntungkan; (9) Adanya keterpaduan

program antar Dinas Teknis terkait (Dinas Peternakan, Dinas Perkebunan, Dinas

Pertanian) dalam mendukung swasembada daging sapi; dan (10) Dukungan alokasi

pendanaan dalam pengembangan usahaternak sapi potong secara terpadu yang

bersumber dari APBN dan APBD.

Page 39: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

31

V. PERKEMBANGAN KONSUMSI DAGING SAPI DUNIA DAN INDONESIA

5.1. Perkembangan Konsumsi Daging Sapi Dunia

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan (Daryanto, 2009): (1) jumlah

penduduk dan pertumbuhannya, (2) tingkat urbanisasi, (3) revolusi peternakan, (4)

tingkat pendapatan dan pertumbuhannya, (5) fenomena segmentasi pasar yang

menuntut kualitas produk yang makin tinggi, (6) Relative cost price advantage, dan

(7) Supermarket revolution.

Daging sapi merupakan jenis barang normal, konsumsi daging sapi dunia

akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara di

dunia. Gambar 5 menunjukkan 10 negara terbesar konsumen daging sapi di dunia.

Dari 10 negara tersebut empat negara konsumen utama adalah Amerika Serikat,

Brazil, Uni Uropa, China, Argentina, Rusia, India, Meksiko, Pakistan, dan Jepang. Jika

dipilah berdasarkan tingkat kemajuan negara, 10 negara terbesar dalam konsumsi

daging sapi tersebut sebagian merupakan negara maju dan sebagian negara sedang

berkembang. Beberapa negara maju terdiri atas Amerika Serikat, Uni Eropa, dan

Jepang, beberapa negara-negara yang berada pada transisi dari negara berkembang

ke arah negara maju seperti Brazil, Argentina, Rusia, dan India, dan negara

berkembang, yaitu Meksiko dan Pakistan .

No NegaraKonsumsi Total (100 mT CWE)

1 Amerika Serikat 11 014

2 Brazil 8 000

3 EU-27 7 840

4 China 6 198

5 Argentina 2 620

6 Rusia 2 392

7 India 2 200

8 Meksiko 1 810

9 Pakistan 1 552

10 Jepang 1 278 Sumber: World Bank, 2014 (tahun 2014 data perkiraan)

Gambar 5. Sepuluh Negara Terbesar yang Mengkonsumsi Daging Sapi (Beef dan

Veal) di Dunia, 2014

Page 40: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

32

Trend konsumsi daging sapi secara global mengalami pertumbuhan dari

waktu ke waktu. Konsumsi terbesar secara berturut-turut adalah Amerika Serikat,

Brazil, Uni Eropa, China, Argentina, Rusia, India, Meksiko, Pakistan, dan Jepang.

(FAO, 2008). Produk peternakan menyumbang 17% konsumsi kilokalori global dan

33% konsumsi protein global (FAOSTAT, 2008). Peternakan menyediakan pangan

paling tidak untuk 830 juta masyarakat yang rentan terhadap ketahanan pangan.

Terdapat perbedaan konsumsi kilokalori yang signifikan antara negara-negara maju

dan negara-negara berkembang, tetapi laju pertumbuhan konsumsi tertinggi terjadi

di negara-negara berkembang.

Gambar 6 menunjukkan perkembangan konsumsi daging sapi selama 39

tahun baik negara maju maupun di negara sedang berkembang. Dari 10 negara

konsumen daging sapi utama, terdiri atas empat negara maju dan enam negara

yang merupakan kelompok negara sedang berkembang. Secara umum pada

kelompok negara sedang berkembang konsumsi daging cenderung meningkat.

Peningkatan konsumsi yang tinggi dan stabil terjadi negara Brazil dan China. Adanya

peningkatan status sebagai menjadi negara industri baru (new industries contries)

yang antara lain dicirikan oleh tingginya pertumbuhan ekonomi mendorong

terjadinya peningkatan konumsi daging sapi di Negara-negara berkembang.

Sumber: World Bank, 2014 (tahun 2014 data perkiraan)

Gambar 6. Perkembangan Konsumsi Daging Sapi di Beberapa Negara Berkembang, 1975-2014

Page 41: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

33

Fenomena di negara maju seperti di Jepang dan Amerika Serikat, konsumsi

daging sapi juga masih tetap meningkat, namun mengalami pelambatan. Bahkan di

Rusia dan Uni Eropa terjadi penurunan konsumsi daging sapi (Gambar 7). Dengan

demikian, secara keseluruhan dari 10 negara konsumen daging sapi utama di dunia,

menunjukkan adanya kecenderungan konsumsi daging sapi yang terus meningkat

(Gambar 8).

Sumber: World Bank, 2014 (tahun 2014 data perkiraan)

Gambar 7. Perkembangan Konsumsi Daging Sapi di Beberapa Negara Maju, 1975-

2014

Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kedepan kecenderungan permintaan

daging sapi akan terus meningkat, terutama disebabkan peningkatan konsumsi

negara-negara berkembang. Dengan keterbatasan sumberdaya lahan alam terutama

ketersediaan padang penggembalaan sapi akan terus menurun dan makin tingginya

harga bahan baku pakan ternak menyebabkan melambatnya laju pasokan daging

sapi. Sementara itu pada sisi permintaan melambatnya pertumbuhan pendapatan di

negara-negara maju dan negara-negara tertinggal menyebabkan menurunnya

dayabeli masyarakat menyebabkan melambatnya laju permintaannya. Kondisi

terjadinya melambatnya pasokan ditengah meningkatnya harga-harga bahan pakan

dan melambatnya permintaan akibat melambatnya dayabeli penduduk ditengah

meningkatnya harga daging sapi berimplikasi melambatnya jumlah volume daging

sapi yang di perdagangkan di pasar dunia.

Page 42: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

34

Sumber: World Bank, 2014 (tahun 2014 data perkiraan)

Gambar 8. Perkembangan Konsumsi Daging Sapi di 10 Negara Konsumen Utama,

1975-2014

Untuk kawasan Asia dan Asia Tenggara, China merupakan negara dengan

jumlah penduduk terbesar dengan volume ekonomi yang sangat besar, dan dengan

pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, maka diperkirakan konsumsi daging

sapi negara China akan terus meningkat. Saat ini konsumsi daging sapi negara

China menduduki urutan keempat di dunia (Gambar 5). Kekurangan pasokan untuk

memenuhi konsumsi negara ini dipenuhi dari impor. Hal yang sama juga terjadi di

Negara-negara Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.

Peningkatan impor daging sapi China, selain dapat menjadi tantangan, juga

dapat sebagai peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan produksi daging sapi

dalam negeri untuk memenuhi konsumsi domestik dan jika memungkinkan sebagai

pemasok ke negara China. Sebaliknya jika produksi domestik tidak mampu

meningkat, persaingan dengan China sebagai negara importir diduga akan memicu

meningkatnya harga daging di kawasan Asia dan Asia Tenggara.

Hasil kajian Octaviani (2010) dampak FTA ASEAN-China terhadap ekonomi

makro dan ekonomi sektoral Indonesia dengan memfokuskan kajian pada produk

peternakan memberi beberapa hasil yang menarik. Beberapa komoditas dan produk

peternakan yang mengalami peningkatan ekspor adalah animal product nec

meningkat 3,769 persen, wool dan ulat sutera (silk worm cocoons) meningkat 3,206

Page 43: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

35

persen, dan produk daging sapi, domba dan kambing meningkat hanya sebesar

0,221 persen, serta produk susu (dairy product) meningkat sebesar 0,749 persen.

Sementara itu, beberapa komoditas dan produk peternakan yang mengalami

penurunan ekspor adalah ternak sapi, domba dan kambing, serta kuda menurun

sebesar -1,515 persen, bahan baku susu (raw milk) menurun sebesar -3,738 persen,

serta daging product nec menurun sebesar -6,997 persen. Komoditas dan produk

peternakan yang mengalami kenaikan ekspor adalah komoditas dan produk

peternakan yang memiliki dayasaing, sedangkan komoditas dan produk peternakan

yang mengalami penurunan adalah komoditas atau produk yang tidak atau kurang

memiliki dayasaing.

Beberepa komoditas dan produk peternakan yang mengalami peningkatan

impor adalah : Lembu (cattle), domba (sheep), kambing (goats), dan kuda (horse)

meningkat sebesar 0,896 persen; animal product nec meningkat sebesar 1,742

persen, bahan baku susu (raw milk) meningkat sebesar 0,081 persen; wool dan ulat

sutera (silk worm cocons) meningkat 0,849 persen, dan produk daging sapi,domba

dan kambing meningkat hanya sebesar 2,286 persen, meat product nec meningkat

sebesar 2,286 persen, serta produk susu (dairy product) meningkat sebesar 5,486

persen. Seluruh komoditas dan produk peternakan mengalami kenaikan impor, hal

tersebut menunjukan adanya peningkatan permintaan domestik yang tidak

seluruhnya dapat dipenuhi dari produksi domestik. Artinya komoditas dan produk

peternakan memiliki potensi pasar yang sangat besar di dalam negeri dan oleh

karenanya layak mendapatkan prioritas pengembangan, jika tidak maka akan

mendorong masuknya komoditas dan produk peternakan dari Cina.

5.2. Perkembangan Konsumsi Daging Sapi Indonesia

Secara teoritis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan atau konsumsi

produk daging sapi adalah: (1) jumlah penduduk dan pertumbuhannya, (2) tingkat

pendapatan dan pertumbuhannya, (3) preferensi atau selera konsumen, (4) tingkat

urbanisasi penduduk, (5) fenomena segmentasi pasar, dan (6) berkembangnya

pasar modern (super market/hyper market) disamping pasar tradisional.

Page 44: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

36

Beberapa gejolak eksternal, seperti krisis ekonomi (1997-1998), krisis

finansial global, dan krisis pangan memberikan dampak terhadap perdagangan

global dan penurunan trend konsumsi daging, terutama jenis daging sapi yang

harganya tergolong mahal. Pada tahun 1998 saat konsumsi daging sapi mengalami

penurunan, pada tahun 1999 merupakan saat konsumsi daging sapi mencapai titik

terendah sebagai dampak krisis, namun kemudian konsumsi daging sapi dipasar

domestik meningkat kembali pada tahun 2000-2005.

Pada periode setelah krisis laju pertumbuhan konsumsi daging termasuk

daging sapi meningkat kembali, bahkan tingkat konsumsi daging sapi melampaui

kondisi sebelum krisis ekonomi. Secara umum pemulihan produksi dan konsumsi

produk daging sapi akibat krisis ekonomi cukup cepat, meskipun tidak secepat

produk daging broiler. Dukungan industri daging sapi tidak sebaik dukungan industri

perunggasan nasional. Industri perunggasan sangat yang responsif terhadap

perubahan-perubahan yang terjadi, sedangkan industri sapi tidak seresponsif

industri perunggasan. Dampak negatif krisis ekonomi dan krisis finansial dunia

terhadap sektor industri peternakan sapi potong terutama disebabkan karena

sebagian bahan baku pakan adalah impor. Secara umum dampak krisis finansial

dunia terhadap konsumsi produk daging sapi relatif kecil, karena kondisi makro

ekonomi yang cukup stabil dan pelaku usaha industri peternakan lebih siap

menghadapi, serta cukup besarnya volume permintaan pasar domestik.

Jika dirinci menurut jenis daging, penduduk Indonesia lebih banyak

mengkonsumsi daging broiler dan sapi potong. Kebutuhan konsumsi daging sapi

sekitar 65% dipenuhi dari produk impor dan 25% di antaranya berasal dari impor

sapi bakalan (Badan Litbang Pertanian, 2005). Dalam kondisi nilai tukar rupiah yang

stabil, kecenderungan impor daging sapi semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Peningkatan impor tersebut dapat disebabkan oleh permintaan daging berkualitas

(prime cut) yang meningkat terutama untuk Hotel, Restaurant dan Catering

(HORECA).

Berdasarkan hasil proyeksi yang dilakukan Bappenas (2006) diperkirakan

bahwa selama 2005-2010 Indonesia mengalami surplus produksi daging unggas,

daging non unggas dan daging non sapi dan telur, sedangkan untuk daging sapi

masih mengalami defisit. Untuk kasus daging sapi, prediksi tersebut sesuai dengan

Page 45: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

37

kenyataan, dimana Indonesia pada tahun 2012 masih mengalami defisit produk

daging sapi, sedangkan produk daging broiler dan telur dapat dikatakan

swasembada. Hasil kajian Bappenas (2006) menunjukkan bahwa tantangan utama

yang dihadapi adalah masalah pencapaian swasembada daging sapi, baik masalah

yang bersifat teknis, ekonomi, sosial-kelembagaan, maupun masalah kebijakan

pemerintah.

Perkembangan konsumsi daging sapi pada periode (2005-2012) memberikan

beberapa gambaran pokok sebagai berikut: (1) Rata-rata konsumsi dalam bentuk

daging sapi segar sebesar 4,72 Kg/kapita/tahun; (2) Rata-rata konsumsi daging sapi

olahan/diawetkan sebesar 0,262 Kg/kapita/tahun; (3) Rata-rata lainnya (hati, jeroan

lainnya, tetelan dan tulang) sebesar 0,313 Kg/kapita/tahun; dan (4) Daging dari

makanan jadi untuk soto/gule/sop sebesar 5,49 Kg/kapita/tahun, sate/tongseng

sebesar 3,481 Kg/kapita/tahun, ayam dan daging goreng sebesar 4,64 Kg/

kapita/tahun.

Pertumbuhan konsumsi daging sapi pada periode (2005-2012) memberikan

beberapa informasi pokok sebagai berikut: (1) Pertumbuhan konsumsi dalam bentuk

daging sapi segar sebesar 4,01%/tahun; (2) Pertumbuhan konsumsi daging sapi

olahan/diawetkan sebesar 287,94%/tahun; (3) Pertumbuhan daging sapi lainnya

(hati, jeroan lainnya, tetelan dan tulang) sebesar 17,72%/tahun; dan (4)

Pertumbuhan konsumsi daging dari makanan jadi untuk soto/gule/sop sebesar

2,89%/tahun, sate/tongseng sebesar – 2,66%/tahun, dan ayam dan daging goreng

sebesar 6,16%/tahun (Tabel 4).

Berdasarkan rata-rata tingkat konsumsi dan pertumbuhan konsumsi daging

sapi menunjukkan bahwa permintaan daging sapi domestik memiliki kecenderungan

yang terus meningkat. Secara relatif peningkatan pertumbuhan konsumsi daging

sapi domestik lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan di level global. Hal ini

membawa konsekuensi pentingnya percepatan peningkatan produksi daging sapi

domestik. Oleh karena itu, program percepatan swasembada daging sapi dan kerbau

perlu mendapatkan dukungan semua pihak, baik pemerintah, akademisi/peneliti,

maupun masyarakat peternakan. Pemerintah harus memberikan alokasi anggaran

yang besar sesuai dengan target yang mau dicapai.

Page 46: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

38

Tabel 4. Perkembangan Konsumsi Produk Daging Perkapita Per Tahun, Tahun 2009-2012

No. Komoditi Tahun

Rerata Trend

(%/th) 2009 2010 2001 2012

A. Daging Segar 4,224 4,849 5,110 4,693 4,719 4.01

1. Sapi 0,313 0,365 0,417 0,365 0,365 6.13

2. Kerbau 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0.00

3. Kambing 0,000 0,000 0,052 0,000 0,013 -50.00

4. Babi 0,209 0,209 0,261 0,209 0,222 1.65

5. Ayam Ras 3,076 3,546 3,650 3,494 3,441 4.65

6. Ayam kampung 0,521 0,626 0,626 0,521 0,574 1.13

7. Unggas lainnya 0,052 0,052 0,052 0,052 0,052 0.00

8. Daging lainnya 0,052 0,052 0,052 0,052 0,052 0.00

B. Daging Diawetkan 0,063 0,063 0,120 1,048 0,262 287.94

1. Dendeng 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0.00

2. Abon 0,010 0,010 0.016 0,005 0,010 -2.92

3. Daging kaleng 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0.00

4. Daging diawetkan lainnya 0,052 0,052 0,104 1,043 0,260 334.29

C. Lainnya 0,261 0,261 0,313 0,417 0,313 17.72

1. Hati 0,052 0,052 0,104 0,156 0,091 50.00

2. Jeroan selain hati 0,052 0,052 0,052 0,052 0,052 0.00

3. Daging tetelan 0,052 0,052 0,052 0,052 0,052 0.00

4. Tulang 0,052 0,052 0,052 0,052 0,052 0.00

5. Lainnya 0,052 0,052 0,052 0,104 0,065 33.33

D. Daging dari makanan jadi

1. Soto/gule/sop 5,266 5,423 5,527 5,736 5,488 2.89

2. Sate/tongseng 3,441 3,650 3,702 3,129 3,481 -2.66

3. Ayam/daging (goreng, dll) 4,171 4,589 5,162 4,954 4,640 6.16

Sumber : Statistik Peternakan, Tahun 2008 dan 2013

Kenaikan permintaan yang diikuti oleh kenaikan harga yang cukup tinggi

menarik untuk dikaji secara lebih mendalam. Data BPS 2011 menunjukkan bahwa

pasokan daging sapi seharusnya cukup jika merujuk pada data jumlah sapi siap

potong yang lebih besar dari jumlah permintaan daging sapi nasional (BPS, 2011).

Pada kenyataannya, ketersediaan sapi potong lokal tidak dapat mencukupi

kebutuhan masyarakat akan daging sapi. Hal tersebut yang mendorong peluang

pedagang untuk menaikkan harga daging sapi lokal. Berdasarkan data BPS, jumlah

pasokan dalam negeri pada tahun 2012 sebesar 414.870 ton atau setara 530.000

ekor sapi. Sementara itu, impor sapi pada tahun 2013 meningkat hingga mencapai

862.000 ekor (Direktorat Bapostrat, 2013).

Page 47: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

39

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR STOCK DAGING SAPI DUNIA

DAN INDONESIA

6.1. Perkembangan Ekspor Daging Sapi

6.1.1. Perkembangan Ekspor Daging Sapi Dunia

Pemerintah dalam perekonomian modern mempunyai tiga fungsi sentral,

yaitu : (1) meningkatkan efisiensi; (2) menciptakan pemerataan dan keadilan; serta

(3) memacu pertumbuhan ekonomi secara makro dan memelihara stabilitasnya

(Samuelson dan Nordhous, 1993). Isu paling relevan dalam hubungan antarnegara

di era liberalisasi perdagangan ini adalah bagaimana menata kembali sistem

produksi dan perdagangan sehingga dapat memperkokoh fundamental ekonomi.

Kebijakan dibidang produksi tercakup daging sapi seharusnya dikembalikan pada

komoditas-komoditas pertanian yang memiliki keunggulan komparatif tinggi.

Kebijakan di bidang perdagangan diarahkan untuk memacu komoditas ekspor

dan promosi ekspor untuk mampu memasuki pasar internasional serta menahan

arus komoditas dengan mengembangkan komoditas substitusi impor melalui

kebijakan tarif dan insentif lainnya sejauh masih dalam koridor WTO. Pengenaan

tarif di Indonesia sebagai negara importir neto (net importer) untuk kasus daging

sapi akan memberikan manfaat bagi para petani produsen, karena tarif merupakan

pajak pada barang-barang sejenis yang diproduksi di luar negeri (Lindert dan

Kindleberger, 1993). Sejauh ini penerapan tarif pada komoditas daging sapi dan

bakalan masing-masing hanya sebesar 5% dan 3,5% masih jauh di bawah bound

tarifnya masing-masing sebesar 50% dan 40% (Erwidodo, 2013).

Kebijakan terbaru pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan

Republik Indonesia Nomor 46/M-DAG/PER/8/2013 tentang Ketentuan Impor dan

Ekspor Hewan dan Produk Hewan dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik

Indonesia Nomor 57/M-DAG/PER/9/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/8/2013 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor

Hewan dan Produk Hewan. Pada Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Nomor 46/M-DAG/PER/8/2013 : (1) Pasal 14 ayat 1 disebutkan bahwa dalam hal

harga daging sapi jenis potongan sekunder (secundary cut) di pasaran di bawah

harga referensi maka importasi Hewan dan Produk Hewan sebagaimana tercantum

Page 48: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

40

pada Lampiran I Peraturan Menteri ini ditunda importasinya sampai harga kembali

mencapai harga referensi; (2) Pasal 14 ayat 2, harga referensi harga daging sapi

jenis potongan sekunder (secundary cut) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

sebesar Rp 76.000,00 (tujuh puluh enam ribu rupiah); (3) Pada pasal 14 ayat 3,

penetapan harga referensi daging sapi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat

dievaluasi sewaktu-waktu oleh Tim Pemantau Harga Daging Sapi yang dibentuk oleh

Menteri yang keanggotaannya terdiri dari unsur instansi terkait; dan (4) Pada pasar

14 ayat 4, berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Tim

Pemantau Harga Daging Sapi mengusulkan harga referensi kepada Menteri untuk

ditetapkan kembali menjadi harga referensi baru.

Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 1013/M-

DAG/KEP/9/2013 tentang Tim Pemantau Harga Daging Sapi. Dalam konsiseran

menimbang dikemukakan : (a) bahwa dalam rangka menjamin terciptanya stabilisasi

harga daging sapi jenis potongan sekunder (secondary cut) di pasaran dan untuk

melaksanakan Pasal 14 ayam (3) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46/M-

DAG/PER/8/2013 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan,

perlu mebentuk Tim pemamtau harga daging sapi; (b) bahwa berdasarkan

pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan

Menteri tentang Tim Pemantau Harga Daging Sapi.

Tim Pemantau Harga Daging Sapi terdiri dari: (1) Tim Pengarah yang teriri

dari ketua dan anggota, ketua bertugas memberikan arahan terkait pelaksanaan

Pemantauan Harga Daging Sapi dan anggota bertuga memberikan masukan

kebijakan terkait pelaksanaan Pemantauan Harga Daging Sapi; (2) Tim teknis yang

terdiri dari ketua dan anggota. Ketua bertugas: (a) mengkoordinasikan pelaksanaan

kegiatan pembahasan: (i) pemantauan harga daging sapi; dan (ii) perumusan harga

referensi; (b) mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan pemantauan/evaluasi harga

daging sapi; (c) mengkoordinasikan penyusunan laporan hasil pemantauan dan

evaluasi; (d) mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penyusunan rekomendasi;

dan (e) menyampaiakan hasil rekomendasi kepada Menteri Perdagangan (Direktorat

bahan Pokok dan Barang Strategi, 2013).

Ketua Tim Pengarah adalah Wakil Menteri Perdagangan dan anggota terdiri

dari: (1) Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Sumberdaya Hayati, Kementerian

Page 49: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

41

Koordinator Bidang Perekonomian; (2) Direktur jenderal Perdagangan Luar Negeri,

Kementerian Perdagangan; (3) Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil

Pertanian, Kementerian Pertanian; (4) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan

Hewan, Kementerian Pertanian; (5) Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan

Kebijakan Perdagangan, kementerian Pertanian; (6) Kepala Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian; (7) Kepala Badan Ketahanan Pangan, kementerian

Pertanian; dan (8) Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Badan Pusat statuistik.

Sementara itu, anggota Tim Teknis bertugas: (a) melakukan pengumpulan

data dan informasi terkait stabilisasi harga daging sapi; (b) melakukan penghitungan

harga refernsi daging sapi untuk 3 bulan ke depan/selanjutnya; (c) melakukan

perumusan harga referensi daging sapi berdasarkan harga pantauan harian; (d)

mengusulkan harga referensi daging sapi kepada Tim Pengarah; (e)

merekomendasikan usulan harga referensi daging sapi kepada Tim Teknis; dan (f)

melakukan evaluasi sewaktu-waktu terhadap harga referensi daging sapi yang

ditetapkan.

Ketua Tim Teknis adalah Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan

anggota terdiri dari: (1) Asisten Deputi Kelautan, Perikanan dan Peternakan,

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; (2) Direktur Impor, Kementerian

Perdagangan; (3) Direktur Bahan Pokok dan Barang Strategis, Kementerian

Perdagangan; (4) Direktur Pemasaran Domestik, Kementerian Pertanian; (5)

Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Kementerian Pertanian; (6) Direktur

Budidaya Ternak, Kementerian Pertanian; (7) Direktur Statistik Harga, Badan Pusat

Statistik; (8) Direktur Statistik Distribusi, Badan Pusat Statistik; (9) Kepala Pusat

Kebijakan Perdagangan dalam negeri; (10) Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan

Luar Negeri, Kementerian Perdagangan; (11) Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan

Pangan, Badan Ketahanan Pangan; (12) Kepala Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Pertanian, Kementerian Pertanian; dan (13) Peneliti pada Pusat Sosial Ekonomi dan

Kebijakan Pertanian, Kementerian Pertanian.

Ekspor komoditas atau produk daging sapi dapat berupa ternak hidup/bakalan

dan daging beku. Suatu negara eksportir dapat melakukan ekspor dalam kedua

bentuk produk tersebut berdasarkan permintaan negara importer. Hambatan

perdagangan dapat diterapkan pemerintah yang dapat disebabkan adanya penyakit

Page 50: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

42

tertentu, jarak antar negara eksportir dan importir, perhitungan, serta kebijakan

ekonomi dan perdagangan suatu negara. Kebijakan perdagangan yang pernah

diterapkan di Indonesia adalah kebijakan kuota, tarif, dan harga refernsi.

Untuk perdagangan antar negara yang jaraknya relatif dekat, seperti antara

Indonesia dengan Australia, konsumen di Indonesia memiliki preferensi yang lebih

menyukai daging segar, Australia bebas penyakit mulut dan kuku (PMK) dan

kebijakan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah usaha peternakan

sapi di Indonesia, maka Indonesia lebih banyak mengimpor ternak sapi hidup dari

Australia terutama dalam bentuk bakalan. Hal yang sebaliknya, perdagangan antara

Indonesia dengan India dan Brazil, dimana jarak antar negara jauh, dimana

merupakan negara eksportir ternak dan daging sapi, namun karena kedua negara

tersebut endemik penyakit PMK, maka sebagian besar dalam bentuk daging beku

dan sebagian lainnya mengekspor dalam ternak hidup. Mahalnya biaya kegiatan di

rumah potong hewan (RPH) dan tuntutan konsumen untuk memperoleh daging

segar, seringkali menyebabkan suatu negara lebih suka mengekspor dalam bentuk

ternak hidup daripada dalam bentuk daging sapi beku.

Gambar 9 dan 10 menunjukkan terdapat 10 negara eksportir terbesar di

dunia dalam melakukan kegiatan ekspor ternak sapi hidup dan daging sapi beku.

Eksportir kedua produk tersebut didominasi dari Amerika Selatan, Amerika Utara,

dan Australia. Hingga kini Australia mampu mempertahankan sebagai negara yang

bebas dari berbagai penyakit ternak sapi terutama PMK, sehingga negara tersebut

mengekspor dalam baik dalam bentuk ternak hidup maupun daging beku.

No Negara

1 Meksiko 1 050

2 Kanada 915

3 Australia 620

4 Brazil 550

5 EU-27 500

6 Colombia 325

7 Amerika Serikat 180

8 Uruguay 90

9 Selandia Baru 42

10 China 23

Ekspor (1000 Head)

Sumber: World Bank, 2014 (tahun 2014 data perkiraan)

Gambar 9. Negara Eksportir Utama Ternak Sapi Hidup di Dunia, 2014

Page 51: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

43

Berbeda dengan India dan Brazil lebih dominan mengekspor dalam bentuk

daging beku dibandingkan dalam bentuk ternak hidup. Hal itu disebabkan karena

kedua negara tersebut secara countrybase masih endemik penyakit PMK. Akibatnya

banyak negara importir tidak mau mengimpor dalam bentuk ternak hidup, karena

resiko tinggi terinfeksinya industri sapi domestiknya. Untuk kasus Indonesia, hingga

kini belum pernah melakukan impor dari India dan Brazil, baik dalam bentuk daging

beku maupun dalam bentuk ternak hidup, walaupun harganya relatif murah. Oleh

karena itu, Indonesia harus mencari sumber-sumber daging sapi selain Australia,

namun negara-negara alternatif tersebut harus bebas PMK, seperti Selandia Baru

dan beberapa negara Atlantik lainnya.

No Negara

1 Brazil 1 940

2 India 1 750

3 Australia 1 545

4 Amerika Serikat 1 043

5 Selandia Baru 536

6 Uruguay 415

7 Paraguay 325

8 Canada 325

9 EU-27 270

10 Meksiko 220

Ekspor (1000 MT

CWE)

Sumber: World Bank, 2014 (tahun 2014 data perkiraan)

Gambar 10. Negara Eksportir Utama Daging Sapi (Beef dan Veal) di Dunia, 2014

Data secara agregat menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan

meningkatnya ekspor ternak sapi dan daging sapi pada 10 negara ekportir terbesar

tersebut. Ekspor dalam bentuk daging sapi meningkat lebih cepat dibandingkan

dalam bentuk ternak sapi. Hal ini disebabkan makin berkembangnya pola

perdagangan daging sapi antar negara melalui sistem rantai dingin (cold chain),

sehingga memungkinkan distribusi dan perdagangan daging sapi secara lebih luas.

Namun jika dicermati perdagangan antar kedua jenis produk tersebut, menunjukkan

Page 52: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

44

nilai covarian volume ekspor daging sapi lebih besar yaitu 0,473 dibandingkan nilai

covarian ekspor ternak sapi yaitu 0,398. Hal ini menunjukkan bahwa volume ekspor

daging sapi lebih fluktuatif dibandingkan ekspor ternak sapi (Gambar 11).

Penyebabnya adalah sebagian besar negara importir menginginkan impor dalam

bentuk ternak hidup yang ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah produk

melalui pengembangan usahaternak, kegiatan pemotongan hewan, dan industri

pengolahan berbasis sapi. Dapat disimpulkan bahwa bahwa potensi ekspor, baik

ternak sapi hidup maupun daging sapi memiliki prospek pasar di pasar global yang

cukup baik terutama dalam waktu lima tahun ke depan.

y = 130.5xR² = 0.680

Cov = 0.398

y = 205.2xR² = 0.870

Cov = 0.473

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

19

75

19

76

19

77

19

78

19

79

19

80

19

81

19

82

19

83

19

84

19

85

19

86

19

87

19

88

19

89

19

90

19

91

19

92

19

93

19

94

19

95

19

96

19

97

19

98

19

99

20

00

20

01

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

20

13

20

14

Ternak sapi Daging Sapi

Sumber: World Bank, 2014 (tahun 2014 data perkiraan)

Gambar 11. Perkembangan Ekspor Ternak dan Daging Sapi di 10 Negara Eksportir Utama, 1975-2014

6.1.2. Perkembangan Ekspor Daging Sapi Indonesia

Perkembangan ekspor produk peternakan selama kurun waktu 2005 sampai

2012 dikemukakan dalam Tabel 5. Apabila data ekspor diperinci lebih lanjut

berdasarkan kelompok produk peternakan maka terlihat bahwa ekspor produk

peternakan didominasi oleh hasil ternak dan produk hewani non pangan. Apabila

didasarkan atas perkembangan data ekspor pada setiap kelompok produk ternak

Page 53: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

45

saja, maka Indonesia boleh dikatakan tidak memiliki daya saing dalam industri

peternakan. Dengan demikian dalam perspektif perdagangan global Indonesia

hanyalah menjadi pangsa ekspor Negara lain yang industri peternakannya telah

berkembang pesat, seperti Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Brazil dan

Argentina, serta beberapa negara di Asia, seperti Thailand dan Malaysia.

Tabel 5. Perkembangan Ekspor Produk Peternakan Menurut Kelompok Produknya 2005-2012 (000US$)

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

1. Ternak

26,239

15,760

36,204

43,577

40,434

50,554

61,819

62,345

2. Hasil Ternak NA NA NA NA NA

585,118

1,161,288

174,251

3. Produk Hewani Non Pangan

99,125

136,423

60,713

359,324

125,779

129,496

143,709

122,935

4. Obat Hewan

128,817

56,480

202,653

719,815

506,422

5,347

22,447

22,337

5. Lain-Lain NA NA NA NA NA

181,147

209,809

174,658

Total Ekspor

354,645

288,785

377,672

1,155,151

772,318

951,662

1,599,071

556,527

Sumber: Ditjennak dan Keswan (2013)

Apabila dimamati lebih lanjut terhadap produk peternakan, nampak bahwa

produk peternakan yang mempunyai kemampuan untuk ekspor hanya ditemukan

pada beberapa perusahaan yang mampu melakukan ekspor dan bersaing dipasar

global. Beberapa perusahaan ini merupakan perusahaan yang mampu melihat

peluang pasar di pasar global dan mampu bersaing dengan perusahaan lain dari

negara-negara eksportir. Kelihatannya ada apa yang dinamakan “Niche Market” ata

yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan “Ceruk Pasar” yang di mana Indonesia

mempunyai keunggulan komparatif sehingga bisa bersaing di pasar global. Dari

pengamatan di lapangan juga terlihat bahwa untuk kelompok ternak, ada

perusahaan peternakan babi di Pulau Bulan dan Sumatera Utara yang telah mempu

mengekspor babi hidup terutama babi muda ke pasar Singapura dalam waktu lebih

dari 15 tahun. Untuk kelompok produk hewan non pangan, terlihat ada perusahaan

tepung tulang yang mampu mengekspor ke negara lain terutama untuk tujuan pasar

Jepang dalam beberapa dekade terakhir ini. Sementara itu, untuk kelompok obat

hewan, perusahaan vaksin ternak Indonesia telah mampu mengekspor produknya ke

beberapa negara didunia (Tangenjaya, 2014).

Page 54: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

46

Apabila dayasaing didasarkan atas kemampuan ekspor produk peternakan

maka akan terlihat bahwa pada tahun 2012 dari kelompok ternak, ternak babi, sapi

dan kambing/domba memberikan surplus perdagangan masing-masing sebesar US$

62 juta, sapi sebesar US$ 0,27 juta dan US$ 0,08 juta (Tabel 6). Untuk ekspor jenis

sapi, diduga bahwa daging sapi yang dihasilkan oleh jenis sapi lokal terutama jenis

sapi bali memiliki segmen pasar tersendiri, terutama di Singapura dan Malaysia

karena memiliki kadar lemak yang sangat rendah. Ekspor ternak jauh lebih kecil

dibandingkan impor ternak dan mengalami neraca perdagangan mengalami defisit

sebesar US$ 310 juta. Impor ternak didominasi oleh ternak ruminansia besar

terutama sapi hidup baik untuk dipotong atau digunakan untuk bibit/bakalan,

sedangkan impor ternak kambing sebesar US$ 0,2 juta dan unggas hanya US$ 0,02

juta. Jumlah impor unggas mungkin mengalami kekeliruan data melihat kenyataan

impor bibit ayam GPS broiler yang mencapai 543 ribu ekor pada tahun 2012 (ASOHI,

2013) padahal harga bibit broiler GPS bisa mencapai US$ 30 per ekor sehingga nilai

impor unggas dari bibit ayam saja dapat mencapai lebih dari US$ 15 juta dolar.

Tabel 6. Nilai Ekspor Tenak Indonesia 2005-2012 (US$)

Ternak 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Babi 25898,7 14312,8 34238,82 42048,96 39666,65 50341569 61392146 62124790

Kambing/

Domba 340,1 1442 1788,13 1330,18 663,89 155856 132465 646

Sapi 0,5 4,8 176,77 197,56 103,6 0 1007 2733

Total 26239,3 15759,6 36203,72 43576,7 40434,14 50497425 61525618 62128169

Sumber: Ditjennak dan Keswan (2013)

Hasil ternak di Indonesia umumnya dibagi ke dalam 3 produk utama yaitu

daging, susu dan telur. Tabel 7 menunjukkan Nilai dan Volume ekspor hasil ternak pada

tahun 2012. Terlepas dari besaran volume dan nilai ekspor, Indonesia sesungguhnya

mampu mengekspor berbagai produk daging, susu, telur, dan berbagai produk

peternakan lainnya. Untuk produk daging volume dan nilai ekspor yang tergolong

tinggi adalah daging babi dan daging sapi. Kemudian untuk produk susu volume dan

nilai ekspor yang tergolong tinggi adalah susu dan kepala susu serta mentega.

Selanjutnya untuk produk-produk lainnya volume dan nilai ekspor tergolong besar

adalah lemak, makanan olahan, dan madu. Namun kalau didasarkan atas data

volume dan nilai ekspor yang relatif kecil, maka Indonesia tidak memiliki daya saing

Page 55: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

47

untuk memasarkan hasil ternak, karena kebutuhan dalam negeri yang sangat besar

dan terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.

Tabel 7. Nilai dan Volume Ekspor Hasil Ternak Tahun 2012

Ekspor

Volume (Kg) Nilai (US$)

1 Daging 78443 1127275

a Sapi 1857 11866

b Babi 21125 11703

c Kambing/domba 281 458

d Kuda 0 0

e Unggas 900 2433

f Jeroan sapi 30 44

g Jeroan Non sapi 0 0

h Daging lainnya 760237 1078874

2 Susu 52173929 92766308

a Susu dan kepala susu 38413250 72035528

b Yogurt 713561 689825

c Mentega 12298051 17278800

d Keju 749067 2762155

3 Telur 5597 10315

4 Madu 765413 3316086

5 Lemak 74035363 72028157

6 Makanan-olahan 7029917 5003171

Total hasil ternak 134794649 174251312 Sumber: Ditjennak dan Keswan (2013)

Sejalan dengan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan

sebagaimana disepakati dalam WTO, di masa mendatang hanya komoditi atau

produk yang memiliki dayasaing yang akan memenangkan persaingan dipasar,

baik pasar domestik maupun pasar global. Kini dan kedepan persaingan tidak

hanya terjadi antar komoditas atau produk, tetapi akan lebih intens terjadi

persaingan antar rantai pasok. Upaya peningkatan dayasaing harus lebih

bertumpu pada upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi pada seluruh rantai

pasok produk peternakan, dalam hal ini produk daging sapi. Dalam konteks inilah

peran pemerintah menjadi sangat krusial, sebagai fasilitator, regulator, dan

bahkan dinamisator, melalui berbagai kebijakan yang secara langsung maupun

tidak langsung mendukung upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi, seperti

kebijakan penelitian dan pengembangan, penyuluhan dan pendampingan,

Page 56: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

48

peningkatan akses peternak terhadap sumber kredit, peningkatan akses peternak

terhadap pasar input dan output, serta perbaikan infrastruktur dan sarana

informasi pasar. Dalam perspektif jangka panjang upaya-upaya demikian lebih

memberikan penlindungan (proteksi) bagi masyarakat dan mendorong promosi

ekspor dalam perdagangan global.

6.2. Perkembangan Impor Daging Sapi

6.2.1. Perkembangan Impor Daging Sapi Dunia

Dengan meratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994 tentang

Pengesahan Agreement on Establishing The World Trade Organization (WTO)

(persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) maka Indonesia telah

secara formal menjadi anggota WTO. Ratifikasi ini diumumkan pada Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57 dan Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3564. Undang Nomor 7 tahun 1994 terdiri dari 2 (dua)

pasal, yaitu: (a) Pasal 1: Mengesahkan Agreement Establishing The World Trade

Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia); dan (b)

Pasal 2: Undang-undang ini mulai berlaku pada saat berlakunya secara efektif

persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1. Agar setiap orang

mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Dengan meratifikasi melalui Undang Nomor 7 tahun 1994 Indonesia dengan

sendirinya tunduk pada aturan perdagangan yang dimuat dalam kesepakatan

tersebut. Untuk itu Indonesia harus menyesuaikan peraturan perundang-

undangannya, khususnya dalam kaitannya dengan bidang-bidang yang terkait

perdagangan yang diatur dalam WTO. Hal ini membawa konsekuensi bahwa

Indonesia telah meliberalisasi sisitem perdagangannya dengan menghapuskan

hambatan-hambatan dalam perdagangan internasional, baik hambatan yang sifatnya

distorsi pasar maupun distorsi akibat kebijakan pemerintah. Kebijakan-kebijakan

pemerintah boleh dilakukan sejauh dalam koridor WTO.

Sebagai anggota WTO Indonesia terikat pada Perjanjian Pertanian

(Agreement on Agricultural, AoA), di samping perjanjian SPS (Agreement on

Page 57: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

49

Sanitary and Phytosanitary). Secara garis besar, ada tiga bidang yang diatur oleh

AOA, yaitu: (1) Market Acces (akses pasar): mewajibkan negara-negara menurunkan

tarif dasar impor pertanian, (2) Domestic Support (dukungan domestik): mewajibkan

dibatasinya subsidi dan proteksi pemerintah terhadap sektor pertanian dalam negeri,

dan (3) Export Subsidy (subsidi ekspor): mewajibakan dibatasi atau bahkan

dihapuskannya subsidi ekspor produk pertanian. Dengan liberalisasi perdagangan

dan globalisasi ekonomi, diperkirakan Indonesia akan menghadapi serbuan impor

produk-produk peternakan dari luar negeri.

Informasi tentang negara utama pengimpor ternak sapi dan daging sapi dapat

disimak pada Gambar 12 dan 13. Jika dibandingkan Gambar 9 dan 10 merefleksikan

beberapa hal pokok sebagai berikut: (1) sebagian besar negara eksportir juga

merupakan negara importer, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada, China dan

Meksiko, dua peran ganda tersebut disebabkan oleh tingginya konsumsi untuk

memenuhi pasar domestik; (2) Selain itu dapat juga disebabkan adanya segmen

pasar tertentu yang harus melakukan impor atau ekspor untuk kualitas tertentu;

serta (3) Ada kebijakan perdagangan yang diterapkan antar negara, baik yang

ditujukan untuk subtitusi impor maupun promosi ekspor, kebijakan tersebut berupa

proteksi, promosi, serta kerjasama perdagangan dan kebijakangan karantina.

No Negara

1 Amerika Serikat 1 950

2 Venezuela 625

3 China 125

4 Rusia 110

5 Mesir 105

6 Kanada 50

7 Meksiko 20

8 Jepang 15

9 Ukraina 3

10 Belarus 1

Impor (1000 ekor)

Sumber: World Bank, 2014 (tahun 2014 data perkiraan)

Gambar 12. Negara Importir Utama Ternak Sapi di Dunia, 2014

Negara-negara yang berstatus eksportir murni adalah Australia, Brazil, India,

Selandia Baru, Kolumbia, Uruguay, dan Paraguay. Kesemua negara ini merupakan

negara produsen utama dan tingkat konsumsinya tidak terlalu tinggi, kecuali Brazil.

Page 58: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

50

Kalau kita cermati negara-negara tersebut memiliki basis sumberdaya alam yang

besar dan pemerintahnya memberikan perhatian yang tinggi pada pengembangan

industri peternakannya.

No Negara

1 Amerika Serikat 1 028

2 Rusia 1 020

3 Jepang 781

4 Hong Kong 550

5 China 475

6 Korsel 398

7 EU-27 350

8 Kanada 315

9 Meksiko 235

10 Mesir 230

Impor (1000 MT

Sumber: World Bank, 2014 (tahun 2014 data perkiraan)

Gambar 13. Negara Importir Utama Daging Sapi (Beef dan Veal) di Dunia, 2014

Sejalan dengan kecenderungan ekspor, kecenderungan impor ternak dan

daging sapi terus meningkat. Impor daging sapi lebih besar dari impor ternak sapi.

Perbedaannya impor ternak sapi lebih fluktuatif dibandingkan dengan impor daging

sapi dengan nilai coefisoien variasi 0,485 lebih besar dari nilai koefisien variasi impor

daging sapi dengan nilai 0,449 (Gambar 14). Lebih tingginya impor daging sapi

dalam perdagangan global disebabkan makin berkembangnya sistem distribusi atau

logistik dengan rantai dingin (cold chain) pada produk daging sapi. Selain itu, pola

distribusi dan pemasaran dalam bentuk daging sapi beku melalui sistem rantai dingin

dirasakan lebih aman dan dapat mengurangi tertularnya berbagai penyakit menular

yang bersifat lintas negara. Sementara itu, bagi negara-negara yang lebih memilih

melakukan impor dalam bentuk sapi hidup terutama dalam bentuk bakalan lebih

ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah produk di dalam negeri.

Page 59: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

51

y = 152.8xR² = 0.804

Cov = 0.449

y = 106.1xR² = -0.24

Cov = 0.485

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

19

75

19

76

19

77

19

78

19

79

19

80

19

81

19

82

19

83

19

84

19

85

19

86

19

87

19

88

19

89

19

90

19

91

19

92

19

93

19

94

19

95

19

96

19

97

19

98

19

99

20

00

20

01

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

20

13

20

14

Daging Ternak

Sumber: World Bank, 2014 (tahun 2014 data perkiraan)

Gambar 14. Perkembangan Impor Ternak dan Daging Sapi di 10 Negara Eksportir

Utama, 1975-2014

Pasar daging dunia menghadapi tantangan yang berat, dimana industri ternak

sapi dihadapkan pada harga pakan ternak dan bahan baku ternak yang tinggi,

sedangkan tingkat konsumsi daging sapi mengalami pelandaian atau stagnan, dan

tingkat keuntungan yang turun tajam (FAO, 2012). Dengan pertumbuhan total

output melambat yang hanya tumbuh sekitar 2%, dengan harga internasional

mendekati rekor tertinggi, pertumbuhan perdagangan dunia diperkirakan juga

mengalami pelambatan.

Menghadapi harga pakan ternak yang tinggi dan konsumsi daging ayam yang

melambat, produksi daging dunia pada tahun 2012 diperkirakan akan tumbuh

kurang dari 2% menjadi hanya sebesar 302 juta ton. Akibat margin keuntungan

industri peternakan termasuk sapi potong juga mengalami penurunan tajam.

Kondisi ini banyak diterjemahkan ke dalam pertumbuhan dan keuntungan yang

sebelumnya dinikmati oleh negara maju, sebagian besar pertumbuhan dan

keuntungan dunia kemungkinan akan bergeser ke negara-negara berkembang, yang

kini mencapai 60 persen dari total output dunia. Hampir sebagian besar

pertumbuhan industri peternakan pada 2012 secara berturut-turun berasal dari

Page 60: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

52

daging unggas, daging babi, daging sapi, dan daging domba. Secara terperinci

neraca daging dunia dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.

Sumber: Gorgon Butland, 2012

Kondisi yang cukup mengkawatirkan tentang profitabilitas sektor peternakan

telah diperparah oleh melemahnya pertumbuhan pasar ekspor, dengan ekspansi

perdagangan diperkirakan melambat dari 8% (2011) menjadi hanya 2% (2012).

Ekspor daging dunia diperkirakan akan naik tipis hanya sekitar 600 ribu ton menjadi

29,4 juta ton pada tahun 2012, terutama ditopang oleh peningkatan daging unggas

dan daging babi, sedangkan peran daging sapi mulai berkurang. Pertumbuhan pasar

Tabel 8. Neraca Daging Dunia menurut Jenis Daging, 2010-2012

Page 61: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

53

pasar daging, baik broiler, babi maupun sapi kemungkinan terbesar akan ditangkap

oleh negara-negara berkembang, khususnya Brazil, Argentina, India, dan Thailand.

Kenaikan harga pakan dan melambatnya pertumbuhan produksi daging telah

mendorong kenaikan harga daging internasional pada akhir 2012, ke tingkat

mendekati tertinggi dicapai pada tahun 2011. Dengan demikian, indeks harga daging

ayam telah melonjak 5% sejak Juli 2012, rata-rata 174 poin antara Januari dan

Oktober 2012, yang membandingkan dengan 176 poin untuk periode yang sama

pada tahun 2011. Sebagian besar dari kenaikan indeks harga daging baru-baru ini

mencerminkan kenaikan harga untuk daging unggas dan daging babi, yang masing-

masing meningkat sebesar 9% dan 12%, sejak Juli 2011. Informasi tentang

pergerakan harga daging menurut jenis daging di pasar dunia dapat disimak pasa

Gambar 15 berikut.

FAO International Meat Price Indices

(2002-2004 = 100)

Sumber: Gorgon Butland, 2012

Pertumbuhan produksi peternakan komersial melemah dalam menghadapi

harga pakan ternak yang tinggi dan mengakibatkan beberapa pelaku usaha industri

peternakan mengalami penurunan dalam hal keuntungan. Harga pakan ternak yang

Gambar 15. Indikator Harga Daging di Pasar Dunia

Page 62: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

54

tinggi dan pertumbuhan konsumsi yang stagnan menyebabkan penurunan

pertumbuhan produksi daging dunia dari 3,4% (2011) menjadi 2,0% (2012). Hal ini

mencerminkan hilangnya momentum pertumbuhan industri peternakan baik di

negara berkembang maupun negara maju. Produksi dunia sekarang diperkirakan

akan naik 2,2 juta ton menjadi 104.500.000 metrik ton, dengan dua-pertiga dari

pertumbuhan berasal dari Kawasan Asia.

Prospek yang lebih positif terjadi di Uni Eropa dan Federasi Rusia dengan

memperluas output peternakannya (daging broiler, daging babi, dan daging sapi)

untuk memenuhi permintaan domestik yang kuat. Peningkatan investasi dan

pergeseran konsumen dari daging sapi dan babi ke unggas mendasari ekspansi

output di Cina. Diperkirakan akan terjadi pergeseran produksi daging dunia dari

ruminansia besar dan non ruminansia ke arah daging unggas.

Keuntungan produksi peternakan juga diramalkan terjadi dewasa ini di India,

Indonesia, Jepang, Malaysia dan Thailand, dengan terjadinya pasokan berlebih

(oversupply) dilaporkan menekan harga dan profitabilitas turun. Tidak seperti di

Brazil, sektor peternakan diperkirakan akan tumbuh tinggi di Argentina, yang telah

pindah ke posisi sebagai produsen peternakan terbesar kelima di dunia,

mencerminkan tahun terakhir pemerintah didukung investasi dan harga pakan yang

kompetitif . Di Arab Saudi, subsidi pakan ternak diimpor mendukung ekspansi output

peternakan komersial, yang akan mengangkatkan tingkat swasembada negara dari

38% (2011) menjadi 46% (2012).

Dengan ketersediaan yang memadai di banyak pasar Asia menyebabkan

permintaan impor daging baik unggas maupun sapu, di Kawasan Asia menjadi yang

lebih rendah, perdagangan peternakan dunia diperkirakan naik hanya 2,4% menjadi

13 juta ton pada tahun 2012. Ekspansi produksi awal tahun 2012 terjadi di Jepang,

Republik Korea dan Filipina sehingga membatasi pasokan impor ke wilayah ini,

meskipun pengiriman yang lebih besar terjadi ke Singapura dan Viet Nam.

Pengiriman ke Federasi Rusia pada tahun 2012 diperkirakan akan kembali meningkat

setelah empat tahun mengalami kontraksi, lebih sebagai hasil dari perjanjian khusus

dengan Ukraina dan Belarus dibandingkan sebagai kenggotaan baru dalam WTO.

Berbeda dengan daerah lain, pertumbuhan impor untuk Afrika secara

keseluruhan diperkirakan akan tetap bertahan pada sekitar 12% pada 2012.

Page 63: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

55

Kecenderungan ini mencerminkan efek positif dari pertumbuhan pendapatan di

beberapa negara Afrika, seperti Angola, Benin, Ghana dan Republik Kongo, yang

menyebabkan meningkatnya permintaan dua digit impor domestik terhadap daging

unggas. Bahkan pengiriman ke Afrika Selatan terus bergerak naik, meskipun negara

ini memberlakukan kebijakan anti-dumping pada pengiriman daging unggas asal

Brasil. Impor Mesir juga mengalami lonjakan pada tingkat tertinggi, sebaliknya impor

daging oleh Republik Islam Iran, yang pasokannya semakin didominasi oleh negara

tetangga Turki, telah dilanda dampak dari sanksi. Informasi tentang keuntungan

produsen daging ternak di bawah tekanan ketidak stabilan harga output dan

tingginya biaya pakan ternak dapat dilihat pada Gambar 16 berikut.

Profitability for pork and poultry producers hit by inability to raise prices to factor in high feed costs

Sumber: Gorgon Butland, 2012

Gambar 16. Keuntungan Produsen Daging di Bawah Tekanan Ketidak Stabilan Harga Output dan Tingginya biaya Pakan

6.2.2. Perkembangan Impor Daging Sapi Indonesia

Perkembangan impor produk peternakan selama kurun waktu 2005 sampai

2012 dapat disimak pada Tabel 9. Apabila data impor produk peternakan diperinci

lebih lanjut berdasarkan kelompok produk peternakan maka impor produk

peternakan didominasi oleh hasil ternak, ternak dan produk hewani non pangan.

Page 64: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

56

Jika diperbandingkan dengan data ekspor menunjukkan bahwa neraca perdagangan

Indonesia mengalami defisit yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun

2005, defisit neraca perdagangan mencapai kurang dari 0,5 miliar dolar tetapi pada

tahun 2012 mencapai lebih dari 2,1 miliar dolar. Apabila didasarkan atas neraca

perdagangan disetiap kelompok produk ternak saja, maka Indonesia boleh dikatakan

tidak memiliki daya saing dalam industri peternakan sehingga Indonesia hanyalah

menjadi pangsa ekspor negara lain yang industri peternakannya telah maju seperti

AS, Australia, Selandia Baru, Brazil, serta negara lain di Asia seperti Thailand dan

Malaysia.

Tabel 9. Perkembangan Impor Produk Peternakan Menurut Kelompok Produknya 2005-

2012 (000US$)

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

A TERNAK

117,889

117,032

227,074

380,776

464,322 450,479 328,509 309,748

B HASIL TERNAK

699,779

769,723 1,159,409 1,485,869 1,573,643 1,723,326 1,909,966 1,846,600

C PRODUK HEWANI NON

PANGAN NA NA NA NA NA 436,459 593,927 481,712

D OBAT HEWAN NA NA NA NA NA

46,465

47,745 51,451

E LAIN - LAIN NA NA NA NA NA 111,610 164,654

8,589

Total Impor

817,668

886,754 1,386,483 1,866,645 2,037,965 2,768,339 3,044,801 2,698,100

Hasil ternak umumnya dibagi ke dalam tiga kelompok besar yaitu daging,

susu, dan telur. Tabel 10 menunjukkan neraca perdagangan berbagai jenis hasil

ternak dan produk hasil olahannya. Hampir semua jenis hasil ternak mengalami

neraca perdagangan yang defisit, defisit pada produk daging mencapai US$ 200

juta, susu US$ 1,1 miliar dan telur US$ 0,75 juta. Kalau didasarkan atas data impor

maka Indonesia tidak mempunyai daya saing untuk memasarkan produk hasil

ternak, karena kebutuhan dalam negeri yang sangat besar dan dipenuhi oleh impor

dari Negara lain.

Berdasarkan data statistik Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013

menunjukkan adanya surplus neraca perdagangan yang besar dari hasil ternak

dalam bentuk lemak. Tabel menunjukkan bahwa pada tahun 2012 Indonesia mampu

mengekspor 74 ribu ton lemak dengan total nilai lebih dari US$ 72 juta dolar AS,

sehingga mencapai surplus lebih dari US$ 62 juta dolar. Terdapat dua kemungkinan

dari data tersebut: (1) Lemak yang diekspor merupakan lemak yang dihasilkan oleh

Page 65: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

57

feed lotter, karena peluang menghasilkan produksi lemak dalam jumlah yang cukup

besar adalah perusahaan peternakan, karena hampir semua bagian hewan

dikonsumsi untuk manusia terutama yang dipotong melalui RTP dan TPH skala kecil

menehgah; dan (2) Diperkirakan ekspor lemak yang dilaporkan dalam Ditjen

Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013 adalah ekspor lemak nabati yang digunakan

untuk pakan ternak. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ada perusahaan

Agroindustri sawit (Asian Agri) yang mengolah Palm Oil Fatty Acids (hasil samping

industri minyak goreng dari sawit) menjadi lemak padat untuk pakan sapi dan

diekspor ke beberapa negara di dunia termasuk Eropa dan Pakistan. Didasarkan atas

nilai ekspor dibanding dengan volume ekspor maka diperkirakan nilai bahan ini

hanyalah < US$ 1 per kg, sehingga bahan ini kemungkinan besar adalah turunan

lemak dari hasil samping industri minyak sawit, bukan lemak hewan.

Tabel 10. Nilai and Volume Impor Hasil Ternak Tahun 2012

Impor

Volume (Kg) Nilai (US$)

1 Daging 50223428 199054896

a Sapi 39419157 164887147

b Babi 1049793 4511440

c Kambing/domba 1270086 8753690

d Kuda 0 0

e Unggas 586219 1641275

f Jeroan sapi 7898173 19261344

g Jeroan Non sapi 0 0

h Daging lainnya 0 0

2 Susu 386116371 1228330179

a Susu dan kepala susu 233566083 813744787

b Yogurt 265621 77678

c Mentega 128389465 310448037

d Keju 23895202 103360575

3 Telur 1416964 7533407

4 Madu 2510172 9851783

5 Lemak 4493844 9862451

6 Makanan-olahan 577578597 391966874

Total hasil ternak 1022339376 1846599590

Page 66: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

58

VII. PERKEMBANGAN HARGA DAGING SAPI DUNIA DAN INDONESIA

7.1. Perkembangan Harga Daging Sapi Dunia

Perkembangan harga daging sapi di pasar dunia yang digunakan dalam studi

ini merujuk pada harga impor (CIF) Amerika Serikat dari negara eksportir terbesar

dunia yaitu Australia dan Selandia Baru. Perkembangan harga tersebut diwakili oleh

potongan daging dengan kelas 85% lean fores. Harga daging sapi di pasar dunia

menunjukkan adanya pergeseran (shift) dari awalnya yaitu tahun 2004-2009 stabil

di kisaran 115 – 121 US cents per Pound dengan rata-rata pertumbuhan

0,63%/tahun, kemudian meningkat tajam pada tahun 2010 menjadi 152,48 US

cents dan tahun 2011 menjadi 183,18 US cents per Pound dengan rata-rata

pertumbuhan selama dua tahun adalah 23,8%/tahun (Gambar 17). Pada tahun

2012-2013 harga daging sapi stabil pada tingkat harga baru yang berkisar antara

183 – 188 US cents per Pound dengan rata-rata pertumbuhan 0,14%/tahun.

Perilaku harga daging sapi di pasar dunia untuk beberapa negara asal impor utama

Autralia dan Selandia Baru dengan tujuan Amerika Serikat menunjukkan adanya

fluktuasi harga tahunan yang bervariasi antar tahun, yaitu dari fluktuasi rendah

hingga tinggi.

Sumber: World Bank, 2014

Gambar 17. Perkembangan Harga Daging Sapi di Pasar Internasional, 2004-2013

Page 67: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

59

Indeks harga daging sapi dengan tahun dasar 2005 untuk kualitas 85% lean

fores selama 24 tahun pada Gambar 18, mendukung bahwa selama masa itu

lonjakan harga tertinggi terjadi saat tahun 2010 dan 2011. Pada saat ini indeks

harga mencapai 54,13 - 60,24 persen diatas harga dasar tahun 2005. Sementara itu

dimasa lalu antara tahun 1995 – 2000 pernah terjadi penurunan indeks harga

sebesar 26,06 - 34,06 persen dibawah harga dasar.

Hasil proyeksi indeks harga daging sapi pada periode 2011-2013 dapat

disimak pada Gambar 2. Dengan demikian perilaku harga yang diproyeksikan

mendekati harga aktualnya. Berdasarkan analisis perbandingan perilaku kedua data

tersebut dapat diperkirakan bahwa untuk 2-3 tahun kedepan harga daging sapi

kualitas 85% lean fores bertahan pada kisaran 180 – 190 US cents per Pound.

Sumber: World Economic Outlook, 2014

Gambar 18. Perkembangan Indeks Harga Daging Sapi dengan Tahun Dasar 2005 di

Pasar Internasional, 1980-2013

7.2. Perkembangan Harga Daging sapi Indonesia

Perkembangan harga daging sapi ditentukan oleh kekuatan permintaan dan

penawaran. Penawaran daging sapi domestik bersumber dari daging sapi lokal dan

impor. Jika penawaran lebih rendah dari permintaan maka harga daging sapi akan

meningkat, dan sebaliknya jika penawaran lebih besar dari permintaan harga daging

sapi akan menurun. Untuk menjaga stabilitas harga di pasar domestik, maka jika

Page 68: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

60

penawaran dari produksi daging sapi lokal masih kurang dari permintaan yang ada

maka diperlukan tambahan penawaran melalui impor.

Untuk mengetahui kapan terjadi kelangkaan penawaran dapat dihitung dengan

pendekatan selisih permintaan dan penawaran. Namun hal itu tidak mudah

dilakukan karena perkiraan ketersediaan sapi siap potong di peternak tidak identik

dengan ketersediaan daging di pasar. Hal itu disebabkan usaha peternak sapi masih

belum semua berorientasi komersil. Motif peternak memelihara sapi masih banyak

untuk tabungan sehingga tidak respon terhadap pasar. Demikian juga dari sisi

konsumsi, perkiraan tingkat konsumsi secara agregat nasional merupakan angka

yang masih sangat kasar. Oleh karena itu, pendekatan lain yang dapat digunakan

untuk menentukan kelangkaan pasokan adalah dinamika harga dapat dijadikan

indikasi. Pada tahun 2013 Indonesia menerapkan kebijakan harga referensi daging

sapi sebesar Rp 76.000,-/kg untuk daging secondary cut (Kemendag, 2013). Artinya

jika harga yang terjadi dipasar konsumen melebihi harga referensi, maka pemerintah

akan membuka kran impor dengan tujuan untuk stabilisasi harga daging sapi.

7.2.1. Harga Daging Sapi pada Daerah Konsumen dan Produsen

Penggunaan daging sapi lokal untuk memasok kebutuhan pasar DKI Jakarta

dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan lokal setempat. Jika tidak, pengeluaran

daging sapi yang berlebihan dari sentra produksi akan mengurangi pasokan di

daerah sentra produksi tersebut. Jika hal itu terjadi harga daging di daerah sentra

produksi akan naik, jika dayabeli konsumen tinggi maka akan terjadi pengurasan

populasi sapi lokal dan jika dayabeli rendah maka akan menyebabkan permintaan

menurun. Penurunan volume permintaan akan menurunkan omset penjualan

pedagang pengumpul (blantik), pedagang pejagal (distributor) dan pengecer lokal.

Tujuan pasar daging sapi dari daerah-daerah sentra produksi di Pulau Jawa dewasa

ini tidak terbatas untuk tujuan DKI Jakarta, terapi juga memasok daerah sentra

konsumsi baru seperti Samarinda, Banjarmasin dan Pekanbaru. Harga harian dan

bulanan daging sapi di Jakarta masih berada di bawah harga di Pasar Samarinda dan

Banjarmasin, serta hampir sama dengan harga di Pakanbaru (Gambar 19).

Page 69: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

61

Sumber: Disperindag Provinsi

Gambar 19. Perkembangan Harga Harian Daging Sapi pada Daerah Sentra Konsumsi, Bulan Januari – Agustus 2013

Berdasarkan Gambar 20 menunjukkan bahwa urutan tingkat harga bulanan

dan harian menunjukkan hal yang sama dengan fluktuasi yang berbeda. Diduga,

relatif rendahnya harga di pasar DKI Jakarta dibandingkan harga pasar di Pakanbaru

disebabkan ada pengaruh pasokan daging asal impor di pasar DKI Jakarta. Hal ini

dilandasi argumen bahwa sebagian besar importir dan pengusaha feedloot berada di

DKI Jakarta dan sekitarnya. Tingginya harga pasar di Samarinda akan mendorong

daging sapi impor masuk ke daerah itu. Pada periode belakang ini sudah ada

pasokan daging impor ke pasar Samarinda yang masuk dari Jakarta. Namun

sebagian besar daging sapi yang beredar di pasar Samarinda berasal dari

pemotongan sapi yang masuk dari NTT, sebagian kecil dari daerah NTB, Gorontalo,

Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah.

Page 70: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

62

Gambar 20. Perkembangan Harga Bulanan Daging Sapi pada Daerah Sentra

Konsumsi, Bulan Januari – Agustus 2013

Untuk melihat asal daerah mana saja yang masih potensial memasukkan

daging sapi ke Jakarta berdasarkan perbedaan harga, dapat dilihat pada Gambar 21.

Di Denpasar, harga daging sapi masih relatif rendah dan memungkinkan untuk

diperdagangkan antar pulau ke Jakarta. Pada periode dewasa ini ada juga daging

sapi beku yang dipasok dari Kupang ke Kota Surabaya dan DKI Jakarta dengan

jumlah terbatas menggunakan alat angkut pesawat terbang. Selain itu ada juga

daging beku yang dikirim dari NTT ke Makasar menggunakan kapal laut. Sebenarnya

dengan menggunakan kapal laut masih ada peluang untuk memasok daging sapi

beku dari Kupang ke Surabaya, Makasar, dan DKI Jakarta. Untuk daerah sentra

produksi Bali, akan lebih mudah memasarkan daging sapi beku langsung ke pasar

DKI Jakarta karena dapat menggunakan angkutan darat.

Page 71: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

63

Gambar 21. Perkembangan Harga Daging Sapi di DKI Jakarta dan Sentra Produksi,

Selama Jan-Agustus, 2013

Harga daging sapi dari pasar Kota Mataram NTB, jika ditambah dengan

ongkos angkut terlihat sudah tidak jauh berbeda dengan harga yang terjadi di DKI

Jakarta. Daerah Mataram (Lombok) selama ini lebih banyak mengeluarkan sapi bibit,

kecuali untuk Kabupaten Sumbawa dan Bima yang masih mengeluarkan sapi potong

ke luar provinsi. Daerah lain yang berpotensi mengirimkan daging sapi ke Jakarta

adalah Surabaya dan Semarang. Namun akhir-akhir ini, adanya batasan ternak sapi

dan daging sapi impor masuk ke Jawa Timur, sementara itu pengeluaran sapi dari

Jatim tidak dibatasi membuat daerah ini mulai kekurangan pasokan sapi dan daging

sapi akibatnya harga daging sapi di Kota Surabaya mendekati harga daging sapi

yang terjadi di pasar Jakarta.

7.2.2. Harga Daging Sapi Nasional

Perkembangan harga eceran daging sapi rata-rata secara nasional dari tahun

1983-2014 dapat dilihat pada Gambar 22. Berdasarkan gambar tersebut

menunjukkan adanya kecenderungan harga meningkat ketahun dari tahun ke tahun.

Page 72: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

64

Selama periode 1983-2014 hanya satu kali terjadi sedikit penurunan harga antar

tahun sebesar Rp 29/Kg, yaitu dari sebesar Rp 35.814/Kg pada tahun 2003 menjadi

Rp 35.785/Kg tahun Rp 2004. Sementara itu, besarnya kenaikan harga per tahun

minimal Rp 211/Kg pada tahun 1987 ke 1988 dan maksimal Rp 16.103 pada tahun

2012 ke 2013.

Sumber: BPS

Gambar 22. Perkembangan Harga Daging Sapi Nasional dari 1983-April 2014

Jika dipilah menurut periode sebelum dan sesudah krisis moneter

memberikan gambaran yang menarik, yaitu periode 1983-1997 dan 1998-2014.

Pada periode 1983-1997 atau periode sebelum terjadi krisis moneter dan krisis

ekonomi, harga daging sapi tingkat nasional dapat dikatan relatif stabil dengan nilai

koefisien variasi 0,421. Setelah periode terjadi krisis moneter dan krisis ekonomi

harga daging sapi terus meningkat dengan nilai koefisien variasi yang lebih besar

dari periode sebelumnya yaitu 0,486. Pada periode krisis moneter dan krisis ekonomi

Lembaga keuangan internasional IMF melakukan intervensi terhadap kebijakan

ekonomi Pemerintah Indonesia (Letter of Intent/LoI) untuk melakukan deregulasi

perdagangan dalam negeri, termasuk perdagangan sapi antar daerah dan antar

negara. Perubahan prinsip yang terjadi pada perdagangan sapi antar daerah di

Indonesia adalah Departemen Pertanian saat itu melalui Direktorat Jenderal

Page 73: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

65

Peternakan tidak lagi melakukan kebijakan alokasi kuota pasokan ternak sapi dari

berbagai sentra produksi ke DKI Jakarta.

Krisis moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan nilai tukar

rupiah melemah dan harga sapi bakalan dan daging sapi impor mengalami lonjakan

luar biasa. Akibatnya permintaan terhadap ternak sapi dan daging sapi lokal

meningkat dengan sangat cepat, sehingga harganya juga mengalami lonjakan yang

tinggi. Banyak usahaternak terutama usahaternak sapi komersial mengalami

masalah yang serius, karena melambungnmya harga pakan ternak pabrikan. Pasca

krisis ekonomi, peningkatan harga domestik masih terus berlanjut. Dengan makin

stabilnya ekonomi makro Indonesia yang direfleksikan makin stabilnya nilai tukar

rupiah terhadap dollar, memberi insentif kembali bagi importir untuk melakukan

impor ternak dan daging sapi yang terus mengalami peningkatan dan terus berlanjut

hingga saat ini.

Pada periode pasca krisis 2004-2009, harga daging sapi di pasar dunia dalam

kondisi yang relatif stabil (Gambar 1). Ada paradoks antara yang terjadi dipasar

dunia dengan kondisi yang terjadi di pasar domestik, yaitu harga stabil dipasar dunia

dan meningkatnya harga dipasar domestik. Kondisi ini tentunya memberikan windfall

profits bagi perusahaan feedloot dan importir yang mendorong makin

berkembangnya jumlah importir ternak sapi dan daging sapi. Pada sisi lain,

pemerintah mengalami kesulitan mengendalikan harga daging sapi dengan hanya

bertumpu pada pasokan daging sapi lokal yang jumlah produksi dan pasokannya

meningkat secara lambat dibandingkan peningkatan jumlah permintaannya.

Disamping itu kebijakan pengendalian harga dimasa lalu dalam bentuk alokasi kuota

perdagangan antar daerah juga tidak dapat dilakukan. Dinamika yang demikian jika

tidak ada upaya keras melakukan peningkatan produksi dalam negeri maka

kebutuhan impor diperkirakan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah

penduduk, pendapatan, berkembangnya hotel-restaurant-catering, serta

supermarket/hyper market dan industri kuliner berbasis daging sapi.

Hasil kajian empiris di Jawa Tengah dan Jawa Barat menunjukkan bahwa

perkembangan harga daging sapi kelas medium ditingkat konsumen masing-masing

diperkirakan sekitar Rp 80.000-90.000,-/Kg dan 85.000/kg s/d Rp 95.000/kg.

Gejolak fluktuasi harga daging sapi terjadi umumnya pada hari raya terutama

Page 74: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

66

menjelang lebaran (puasa), hari raya lebaran dan hari besar lainnya. Pada hari-hari

besar tersebut terutama hari raya Idul Fitri, harga di Jawa Tengah dan Jawa Barat

masing-masing dapat mencapai diatas Rp 100.000/kg dan Rp 110.000,-/Kg.

Sementara pada hari-hari biasa harga daging umumnya stabil, hal ini disebabkan

disamping adanya pasokan ternak hidup dari luar Jawa Barat maupun sapi impor,

wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat merupakan wilayah surplus daging ayam.

Daging ayam merupakan komoditas substitusi yang mampu meredam fluktuasi

harga daging sapi. Dengan melimpahnya daging ayam tersebut, maka kebutuhan

pangan asal daging sebagian bisa dipenuhi oleh produk daging unggas tersebut.

Harga daging sapi dipasaran Jawa Tengah dan Jawa Barat memang tetap

normal, akan tetapi pedagang ternak lokal mengalami stagnasi kegiatan sebab tidak

berani ambil resiko kerugian dengan harga sapi bakalan yang cukup tinggi tersebut.

Harga daging dipasaran masih normal berkisar antara Rp 85.000 s/d Rp 95.000/kg.

Artinya penetapan harga referensi Rp 76.000/kg yang ditentukan oleh pemerintah

masih jauh dibawah harga normal daging sapi yang terjadi di pasar-pasar eceran.

Penurunan pemotongan ternak sapi lokal dimanfaatkan oleh pengusaha feedlotter

yang juga importir untuk memasok daging-daging sapi asal impor. Kondisi inilah

yang mampu menormalisir harga daging sapi setempat, yang pada akhirnya importir

jugalah yang bisa memanfaatkan peluang bisnis tersebut. Dengan demikian wilayah

Jawa Barat sebenarnya merupakan wilayah pasar daging yang sangat potensial yang

diperebutkan oleh dua kekuatan pelaku pasar yaitu pedagang lokal dan importir.

Sementara peternak setempat belum sepenuhnya mampu memanfaatkan

kesempatan tersebut, sebab masyarakat Jawa Barat kurang berminat untuk

berusaha mengembangkan budidaya ternak sapi potong.

Page 75: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

67

VIII. HASIL ANALISIS PROYEKSI HARGA DAGING SAPI DUNIA DAN

INDONESIA

8.1. Hasil Proyeksi Harga Daging sapi Dunia

Industri sapi potong memiliki peranan besar dalam membangun industri

peternakan dari dulu hingga kini. Pengembangan industri sapi potong dapat

membangun keterkaitan yang kuat antara industri hulu hingga hilir. Tidak dapat

dipungkuri, peranan industri sapi potong dalam pembangunan nasional dapat diukur

melalui kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan,

pengentasan kemiskinan, menciptakan peluang usaha dan menumbuhkan sentra-

sentra industri pengolahan (abon, bakso, sosis, dendeng), industri kuliner (nasi

rendang, nasi empal gentong, nasi rawon, dan nasi gandul) dan industri lainnya

sehingga mampu dijadikan sebagai penggerak perekonomian diperdesaan.

Disamping itu, industri sapi potong erat kaitannya dengan bisnis penyediaan

produk makanan protein hewani yang bernilai strategis sebagai sumber utama

daging. Produk daging sapi memiliki nilai ekonomi tinggi yang dapat menjangkau

masyarakat luas dan cukup digemari oleh masyarakat Indonesia karena mempunyai

rasa dan tekstur yang baik. Tidak heran, permintaan terhadap produk daging sapi

terus meningkat seiring dengan adanya pertambahan penduduk, peningkatan

pendapatan, perbaikan tingkat pendidikan, peningkatan kesadaran akan gizi

seimbang, serta preferensi/selera konsumen. Prospek pasar suatu komoditas atau

produk juga dapat dilihat dari trend harga komoditas/produk yang mencerminkan

kekuatan penawaran (produksi) dan permintaan (konsumsi). Untuk mempertemukan

kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan melalui kegiatan ekspor dan impor.

Berikut disajikan dan diulas prospek pasar daging sapi didunia dengan menggunakan

pendekatan proyeksi.

Berdasarkan data perkembangan harga historis, proyeksi harga daging sapi

hingga tahun 2019 diperkirakan terus mengalami peningkatan. Harga aktual daging

sapi dunia tahun 2014 sebesar US Cents 183,59/pound menjadi US Cents

219,17/pound pada tahun 2019, atau naik sebesar 19,4 persen pada periode

tersebut. Gambarannya secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 23.

Page 76: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

68

Berdasarkan perkembangan data harga historis aktuan dan hasil proyeksi harga

memberikan beberapa gambaran pokok: (1) Secara keseluruhan perkembangan

harga aktual daging sapi dari tahun 2004-2013 mengalami peningkatan,

perkembangan relatif lambat pada periode 2004-2009 dan mengalami

perkembangan yang pesat pada periode 2009-2012, serta sedikit meurun pada

tahun 2012-2013; dan (2) Hasil proyeksi berdasarkan perkembangan harga historis

aktual 2004-2013, menunjukkan bahwa perkembangan harga daging sapi secar

aktual pada periode 2013-2019 terus mengalami peningkatan pada level moderat.

Sumber: World Bank, 2014

Gambar 23. Perkembangan Harga Daging Sapi di Pasar Internasional 2004-2013 dan Proyeksi 2014-2019

Sejalan dengan naiknya harga daging sapi secara nominal didunia, indeks

harga daging sapi dunia juga terus meningkat dari 168,9 pada tahun 2014 menjadi

189 atau meningkat sebesar 11,9 persen (Gambar 24). Berdasarkan perkembangan

data harga historis aktuan dan hasil proyeksi indeks harga memberikan beberapa

gambaran pokok: (1) Secara keseluruhan perkembangan indeks harga daging sapi

dari tahun 1980-2010 mengalami fluktuasi yang rendah, perkembangan relatif

lambat pada periode 1986-1994 dan terus mengalami pelambatan, bahkan

Page 77: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

69

penurunan pada periode 1994-2002, sejak 2004 hingga 2013 mengalami

perkembangan yang tergolong tinggi; dan (2) Hasil proyeksi berdasarkan

perkembangan indeks harga historis 2004-2013, menunjukkan bahwa hasil proyeksi

perkembangan indeks harga daging sapi pada periode 2013-2019 terus mengalami

peningkatan pada level tinggi.

Sumber: World Bank, 2014

Gambar 24. Perkembangan dan Proyeksi Indeks Harga Daging Sapi dengan Tahun

Dasar 2005 di Pasar Internasional, 1980-2019

8.2. Hasil Proyeksi harga daging sapi Indonesia

Perkembangan industri peternakan sapi potong di pasar domestik masih

cukup cerah, tetapi harus disertai dengan adanya peningkatan daya saing dan iklim

investasi yang kondusif. Peningkatan dayasaing harus dilakukan pada seluruh rantai

komoditas atau produk daging sapi potong. Iklim investasi yang kondusif ditujukan

untuk memperkuat industri hulu, on farm dan industri hilir. Laju pertumbuhan

ekonomi Indonesia ke depan masih cukup cerah, diperkirakan masih tumbuh 5

hingga 6%/tahun. Baik di pasar global maupun pasar domestik terjadi pergeseran

selera konsumen ke komoditas dan produk yang lebih bernilai tinggi (high values

commodities).

Page 78: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

70

Analisis prospek pasar daging sapi potong di pasar domestik difokuskan pada

peubah harga daging yang merupakan cerminan produksi, komsumsi dan impor.

Peubah ekspor tidak dianalisis karena Indonesia merupakan negara importir dimana

impor telgolong besar dan ekspor daging sapi sangat terbatas. Berikut disampaikan

hasil analisis prospek pasar daging sapi didunia dengan menggunakan pendekatan

proyeksi harga daging sapi potong.

Pada satu sisi terjadinya peningkatan permintaan terhadap produk daging

sapi sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat,

sedangkan pada sisi lain populasi sapi nasional pada empat tahun terakhir ini

mengalami penuruan, maka diproyeksikan harga daging sapi nasional (HDSN) terus

meningkat hingga tahun 2019 (Gambar 25). Jika pada tahun 2013 rata-rata harga

daging sapi nasional mencapai Rp 100.000/Kg maka diproyeksikan pada tahun 2019

naik menjadi Rp 137.635/Kg. Kondisi ini sesuai dengan tipikal harga daging sapi

yang cenderung terus naik dari tahun ketahun tanpa pernah mengalami penurunan

yang signifikan.

Sumber: BPS (Diolah)

Gambar 25. Perkembangan Harga Daging Sapi Nasional 1983-2014 dan Proyeksi

2015-2019

Page 79: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

71

Hal yang hampir sama terjadi pada proyeksi harga daging sapi di Kota Jakarta

dengan kecenderungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun (Gambar 26).

Namun demikian jika dicermati peningkatan harga daging sapi di pasar DKI Jakarta

tidak setajam dengan peningkatan harga daging sapi secara nasional. Hal ini

disebabkan DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangeran, dan Bekasi dan sekitarnya

merupakan lokasi dimana banyak perusahaan feedloot yang juga berperan sebagai

importir. Proyeksi perkembangan harga daging sapi bulanan di Jakarta dilakukan

hingga Nopember 2015. Hasil proyeksi menunjukkan harga daging sapi pada bulan

Nopember 2013 sebesar Rp 90.960/Kg naik menjadi Rp 101.342/Kg pada bulan

Nopember 2015. Laju pertumbuhan harga yang terus meningkat mengindikasikan

bahwa prospek pasar daging sapi baik di pasar nasional maupun di pasar DKI

Jakarta masih prospektif.

Sumber: Dinas Perindag Provinsi (Diolah)

Gambar 26. Perkembangan Harga Daging Sapi di Kota Jakarta 2009:1-2013:11 dan Proyeksi 2013:12-2015:11

Harga daging sapi yang terjadi di pasar domestik sangat dipengaruhi oleh

produksi, komsumsi dan impor. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan

antara lain: (1) Harga daging sapi, semakin rendah harga daging sapi semakin tinggi

permintaan terhadap daging sapi, (2) Harga barang subtitusi daging sapi (daging

kerbau, daging kambing/domba, daging babi, daging ayam, dan telur ayam),

semakin tinggi harga barang substitusi semakin tinggi permintaan daging sapi, (3)

Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya, jumlah penduduk Indonesia tahun

Page 80: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

72

2015 diperkirakan mencapai 259 juta jiwa dengan pertumbuhan 1,49%/tahun,

merupakan pangsa pasar yang sangat besar; (4) Tingkat Urbanisasi, meningkatnya

jumlah penduduk yang migrasi dari desa kekota dan dari sektor pertanian ke sektor

industri merupakan fenomena umum yang terjadi di negara-negara berkembang; (5)

Revolusi peternakan, terutama didukung oleh perkemabngan industri hulu dan hilir,

seperti terjadinya revolusi putih di India dan revolusi pada unggas komersial baik di

negara maju maupun negara berkemabang, sedangkan pada sapi potong revolusi

masih sangat terbatas; (6) Peningkatan pendapatan masyarakat, terutama terjadi

pada golongan menengah, terutama terjadi di wilayah Jabodetabek; (7) Fenomena

segmentasi pasar (konsumen rumah tangga, industri pengolahan, hotel, restaurant,

dan catering) yang menuntut atribut produk daging sapi yang lebih lengkap dan

rinci; (8) Keunggulan relatif antara harga terhadap biaya (relative cost price

advantage), diperkirakan kini dan kedepan Indonesia akan kebanjiran produk daging

sapi impor karena kalah dalam bersaing terutama dengan Australia, Brazil, dan

India; dan (9) Terjadinya revolusi pasar modern (supermarket revolution),

menjamurnya pasar modern seperti supermarket dan hypermarket akan

meningkatkan permintaan daging sapi.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran atau pasokan daging sapi

antara lain adalah: (1) Harga daging sapi, semakin tinggi harga daging sapi

mendorong peternak untuk meningkatkan produksi daging sapi; (2) Harga input

produksi (bakalan, pakan, dan obat-obatan), semakin rendah harga input produksi

semakin tinggi motivasi peternak untuk meningkatkan produksinya; (3)

Perkembangan teknologi yang lebih maju, teknologi yang lebih maju akan

menggeser fungsi produksi ke atas; (4) Perkembangan ilmu genetika berbasis sapi,

perkembangan ilmu dan teknologi genetika akan menekan harga bakalan dan

meningkatkan produksi daging sapi; (5) Genetic base yang terkonsentrasi, seperti

pemurnian Sapi Bali, Sapi PO, Sapi Madura, Sapi Sumbawa, dan Sapi Aceh, dapat

meningkatkan efektivitas dan efisiensi usahaternak sapi potong; (6) Harga bahan

baku pakan dan distribusi penggunaannya; dan (7) Katagori konsumsi pakan,

pengembangan formula pakan yang memenuhi kandungan nutrisi berbasis bahan

pakan lokal.

Page 81: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

73

Lesson Learnt dayasaing sapi potong di Australi dan Brazil, antara lain

direfleksikan oleh rendahnya biaya produksi, yang antara lain didukung oleh bi biaya

TK yang rendah dan produksi jagung dan kedelai yang melimpah. Pengembangan

industri peternakan dikedua negara tersebut dikombinasikan dengan: (1)

pengembangan sistem produksi yang terintegrasi, (2) Pengembangan industri sapi

potong dengan pendekatan perusahaan, perusahaan besar dengan manajemen yang

baik akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas, (3) Peralatan yang moderen

dapat menekan biaya produksi, (4) Inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis

pasar (market driven), dan (5) Iklim investasi yang kondusif, melalui fasilitasi

penyediaan infrastruktur publik yang mampu mendukung pengembangan industri

peternakan.

Tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan industri sapi potong

adalah: (1) Peternakan menyumbang sekitar 37% methane dan 65% nitrous oxide

emissions, (2) Waste emits 30 mmt of ammonia, (3) Rekomendasi kuat untuk

mengurangi tingkat karbon yang dihasilkan oleh daging dan susu, serta (4)

Pengembangan produk (product promossion) dan promosi produk (product

promossion), serta advokasi untuk meningkatkan konsumsi nasional.

Page 82: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

74

IX. EVALUASI KEBIJAKAN TERKAIT KEBIJAKAN STABILISASI HARGA

MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI

9.1. Kebijakan Menstabilkan Pasokan Domestik

Intervensi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

dalam bidang pertanian dapat dilakukan dengan menggunakan tiga bentuk

kebijakan, yaitu kebijakan harga, kebijakan investasi publik dan kebijakan

makroekonomi (Monke and Pearson, 1989; Pearson et al., 2005). Secara teoritis

kebijakan yang mempengaruhi pasar daging sapi domestic adalah kebijakan yang

mempengaruhi sisi penawaran dan permintaan. Secara empiris kebijakan yang

mempengaruhi harga daging sapi domestik dilakukan melalui kebijakan teknis dan

kebijakan perdagangan. Kebijakan teknis yang ditujukan untuk meningkatkan

produksi daging sapi dilakukan dengan pengembangan teknologi produksi, seperti

pengembangan industri pembibitan, teknologi pakan, teknologi budidaya, dan sistem

integrasi tanaman ternak. Kebijakan perdagangan diimplementasikan oleh

pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah. Untuk kasus daging sapi

Indonesia merupakan negara net importir, oleh karena kebijakan yang terkait adalah

kebijakan impor. Sementara itu, kebijakan pemerintah daerah dalam bentuk alokasi

produksi dari daerah-daerah sentra produksi untuk memasok pasar DKI Jakarta.

Arah kebijakan terkait dengan distribusi dan perdagangan sapi dan daging

sapi dalam negeri ditujukan untuk: (1) Menjaga harga ternak sapi dan daging sapi

pada tingkat yang terjangkau oleh masyarakat; (2) Memperlancar dan meningkatkan

efisiensi distribusi ternak sapi dan daging sapi antar wilayah dan antar waktu; (3)

Mengembangkan kebijakan perdagangan dan kerjasama luar negeri yang memihak

kepada kepentingan pembangunan industri sapi potong dalam negeri; dan (4)

Meningkatkan sarana usaha dan perdagangan (RPH/TPH, pasar hewan, angkutan

ternak sapi/daging sapi, penampungan, dan pengelolaan limbah).

Dalam kebijakan impor suatu komoditas, paling tidak ada tiga opsi kebijakan

yang dapat dilakukan, yaitu: pasar bebas, kebijakan subsidi, kebijakan tarif, dan

kebijakan kuota. Secara teoritis, kebijakan pasar bebas memberikan tingkat

kesejahteraan tertinggi bagi masyarakat secara keseluruhan, kemudian diikuti

subsidi, tariff dan kuota. Namun argumen untuk melindungi produsen dalam negeri,

Page 83: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

75

belum semua komoditas diperdagangkan mengikuti mekanisme pasar bebas.

Kebijakan tarif dan subsidi menyebabkan terjadinya distorsi pasar, sedangkan pada

kebijakan kuota mekanisme pasar menjadi tidak berjalan.

Kebijakan tarif yang diterapkan baik untuk sapi hidup/bakalan dan daging

ditujukan untuk melindungi produsen domestik. Besarnya tarif untuk daging sapi dan

sapi bakalan masing-masing hanya sebesar 5% dan 3,5% masih jauh dibawah

bound tariff masing-masing mencapai 50 dan 40%. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa perlindungan terhadap peternak domestik sangat terbatas. Banyak

argumen yang mendukung tarif, seperti argumentasi industri baru, pertahanan

nasional, serta ketahanan pangan.

Kebijakan tarif yang diterapkan pada komoditas sapi hidup dan daging sapi

menyebabkan harga yang dibayar konsumen dalam negeri menjadi lebih tinggi dari

harga yang seharusnya. Jika tingkat tarif yang diterapkan tinggi dapat berdampak

terhadap menurunnya tingkat konsumsi daging sapi penduduk. Sebaliknya produksi

daging sapi dalam negeri diharapkan menjadi meningkat dan pemerintah menerima

pemasukan dari penerimaan tarif impor. Penerimaan tarif yang relatif kecil kurang

berdampak pada sisi permintaan maupun pasokannya. Penerimaan tarif impor

sebaiknya dioptimalkan penggunaannya untuk memperkuat industry sapi potong

dalam negeri yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing produk dalam

negeri sehingga mampu menurunkan harga yang harus dibayar konsumen dalam

negeri.

Pada suatu negara sebagai suatu kesatuan dapat mempengaruhi harga

barang impor maka tarif yang positif dapat menjadi optimal secara nasional. Apabila

kurva penawaran pihak luar negeri bersifat elastis sempurna dan apabila harga

dunia tetap maka tingkat tarif yang optimal sama dengan nol. Semakin kurang

elastis penawaran luar negeri semakin tinggi tingkat tarif optimal yang harus

diterapkan. Meskipun demikian tarif hanya akan optimal apabila pihak luar negeri

tidak melakukan pembalasan dengan tarif yang dikenakan pada barang-barang

ekspor negara yang memberlakukan tarif tersebut.

Dampak tarif terhadap barang impor, seperti halnya pada komoditas sapi,

antara lain adalah: (1) Tarif hampir selalu menurunkan kesejahteraan dunia; (2)

Tarif biasanya menurunkan kesejahteraan masing-masing negara, termasuk negara

Page 84: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

76

yang mengenakan tarif; (3) Sebagai aturan umum, manfaat apapun yang dapat

diberikan oleh pengenaan tarif bagi suatu negara, cara lain dapat dilakukan secara

lebih baik; (4) Ada beberapa pengecualian pada kasus perdagangan bebas: (a) tarif

“optimum suatu negara”: yaitu apabila negara tertentu dapat mempengaruhi harga

pada saat ia berdagang dengan pihak luar, maka negara tersebut akan memperoleh

manfaat dari tarif yang dikenakan; (b) argumentasi “terbaik kedua” untuk

pengenaan tarif. Apabila terjadi distorsi dalam perekonomian yang tidak dapat

diperbaiki maka pembebanan tarif mungkin lebih baik daripada tidak berbuat

apapun; (c) dalam kasus distorsi yang kisarannya sempit, yang khusus terdapat

pada perdagangan internasional, maka kebijakan tarif, kebijakan tarif lebih baik

daripada kebijakan lainnya; (5) Tarif jelas akan membantu kelompok-kelompok yang

ada kaitannya dengan produksi barang substitusi impor, walaupun tarif itu tidak baik

akibatnya bagi negara secara keseluruhan.

Kebijakan subsidi produsen merupakan kebajikan terbaik kedua (second best

policy) setelah pasar bebas, namun secara politik kegiatan subsidi sering

mendapatkan kritik yang tajam dari pihak-pihak yang memiliki perberbedaan

kepentingan, karena kebijakan subsidi cenderung memberikan manfaat kelompok

tertentu. Kebijakan subsidi disektor pertanian umumnya diberikan dalam bentuk

subsidi input produksi, seperti subsidi benih, subsidi pupuk, dan subsidi suku bunga.

Pada sistem komoditas sapi potong pemerintah belum memberikan subsidi,

meskipun ada tuntutan peternak agar pemerintah memberikan subsidi pakan ternak.

Hambatan perdagangan non-tarif yang paling lazim adalah kuota impor, yakni

suatu pembatasan terhadap jumlah impor yang diizinkan oleh suatu negara setiap

tahunnya (Lindert dan Kindleberger, 1993). Dengan satu atau cara lain, pemerintah

mengeluarkan sejumlah lisensi impor yang sah dan terbatas serta melarang impor

tanpa lisensi. Kebijakan kuota impor yang dilakukan pemerintah dengan menetapkan

jumlah kuota tertentu dari suatu komoditas atau produk, seperti sapi bakalan, sapi

hidup, dan daging sapi yang dapat diimpor.

Sepanjang jumlah impor sapi bakalan dan daging sapi yang diizinkan lebih

sedikit dibandingkan dengan jumlah sapi bakalan dan daging sapi yang ingin diimpor

apabila tanpa adanya kuota, maka izin impor tersebut bukan hanya mempunyai efek

mengurangi jumlah yang diimpor, tetapi juga berdampak meningkatkan harga sapi

Page 85: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

77

bakalan dan daging sapi di dalam negeri di atas harga dunia, pada tingkat dimana

para pemegang lisensi impor membeli sapi bakalan dan daging sapi dari luar negeri.

Dalam kontek demikian, maka kuota impor memiliki dampak yang sama dengan

kebijakan tarif.

Ada beberapa alasan mengapa pemerintah sering memilih menggunakan

kebijakan kuota daripada kebijakan tarif, untuk membatasi impor (Lindert dan

Kindleberger, 1993): (1) Untuk memastikan agar peningkatan pengeluaran impor

lebih lanjut dapat dikendalikan terutama apabila persaingan dari luar negeri semakin

meningkat; (2) Kuota dipilih bagi sebagian pejabat pemerintah dapat memberikan

keluwesan dan kekuasaan administratif yang lebih besar; (3) Pejabat pemerintah

memberinya kekuasaan dan keluwesan dalam menangani perusahaan-perusahaan

dalam negeri, dalam menentukan siapa yang memperoleh lisensi impor; dan (4)

Bagi sebagian kepentingan kaum proteksionis juga melihat kesempatan untuk

memperoleh hak lisensi secara khusus, sedangkan tarif merupakan sumber

penghasilan yang berada di luar jangkauan mereka.

Harga ditingkat produsen jauh lebih rendah dengan harga ditingkat

konsumen, sehingga produsen mendapat keuntungan besar (windfall profit).

Permasalahannya bagaimana mendistribusikan lisensi impor yang dikeluarkan

pemerintah kepada para importir. Jika lisensi tersebut dilelang dan merupakan

pemasukan negara akan menjadi lebih baik. Sebaliknya jika lisensi tersebut tidak

didistribusikan secara terbuka, hanya diterima oleh kelompok tertentu.

Hingga saat ini pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan menetapkan

besarnya bea tarif impor untuk sapi bibit sebesar 0 dan besarnya bea masuk impor

untuk sapi non bibit, daging sapi, dan jeroan masing-masing 5%. Besaran tarif

tersebut jauh lebih rendah dari besaran yang dapat dikenakan, yaitu masing-masing

40% untuk sapi hidup termasuk bibit, 50% untuk daging sapi, dan 40% untuk

jeroan (Kemenkeu, 2012).

Permentan No 50/OT.140/9/2011 tentang Rekomendasi Persetujuan

Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan dan/atau Olahannya kedalam Wilayah Negara

Republik Indonesia perlu dicermati terkait kebijakan stabilisasi harga. Dalam

konsideran menimbang pada butir b diungkapkan bahwa: impor karkas, daging sapi

dan jeroan dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan dan

Page 86: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

78

pasokan karkas, daging, jeroan, dan/atau olahannya yang belum tercukupi dari

pasokan di dalam negeri. Dalam implementasinya menghadapi permasalahan pokok,

diantaranya adalah bagaimana mengukur terjadinya kekurangan kebutuhan tersebut

secara akurat dan bagaimana mengatur perdagangan ternak dan daging sapi dari

sentra produksi ke sentra konsumsi sehingga ketersediaan sentra produksi dapat

didistribusikan dan tersedia pada daerah sentra konsumsi dengan jumlah yang dapat

diperhitungkan. Hingga saat ini (2014), kebijakan penetapan jumlah yang

direkomendasikan untuk diimpor dalam Permentan 50/2011 tidak dikaitkan dengan

kebijakan perdagangan dalam negeri. Bahkan beberapa Pergub terkait perdagangan

sapi siap potong dari sentra produksi ke sentra konsumsi banyak dilanggar oleh

pelaku usaha tataniaga sapi dan daging sapi. Secara empiris terjadi bahwa sapi-sapi

yang diperdagangkan beratnya dibawah batas minimal yang diatur dalam Pergub.

Pengaturan Rekomendasi Persetujuan Pemasukan (RPP) karkas, daging sapi,

jeroan dan produk olahannya yang dilakukan sesuai Permentan tersebut

mengandung makna bahwa kegiatan impor dilakukan dengan Kebijakan Kuota.

Dengan demikian Pemerintah melakukan dua kebijakan sekaligus dalam mengatur

impor karkas, daging sapi, jeroan dan produk olahannya. Pada Pasal 1 nomor 21,

disebutkan bahwa Rekomendasi Persetujuan Pemasukan (RPP) adalah keterangan

tertulis yang diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya kepada

pelaku usaha yang akan melakukan pemasukan karkas, daging, jeroan, dan/atau

olahannya ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. Pada Pasal 2, ayat (1)

Pemasukan karkas, daging, jeroan, dan/atau olahannya dapat dilakukan oleh pelaku

usaha setelah mendapat izin pemasukan dari Menteri Perdagangan. Pada ayat (2)

Menteri Perdagangan dalam memberikan izin pemasukan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) setelah memperoleh RPP dari Menteri Pertanian. Pada Pasal 3 ayat (2)

huruf d disebutkan bahwa dalam RPP memuat negara asal, jumlah, jenis, dan

spesifikasi karkas, daging, jeroan, dan/atau olahannya. Hal ini mengandung makna

bahwa para importir diberikan kuota tertentu oleh pemerintah yang terindikasi dari

pencantuman jumlah produk yang dijinkan untuk diimpor.

Pertanyaannya adalah : (1) Bagaimana mekanisme penentuan dalam

pemberian ijin impor dari pemerintah kepada importir?; (2) Apakah para pemegang

lisensi kuota impor yang diberikan pemerintah kepada importir dilakukan dengan

Page 87: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

79

transaksi terbuka seperti tender atau lelang, sehingga dari kegiatan tersebut

pemerintah memperoleh penerimaan sebagai pemasukan ke kas Negara? Jika tidak

dibayar, maka kebijakan impor dengan tarif lebih baik dilakukan karena dapat

memberikan pemasukan dari pajak kepada Negara dan mekanisme pasar tetap

berjalan. Kebijakan pemberian lisensi kuota yang tidak transparan dapat

menimbulkan terjadinya pemburu rente (rentseeking) suatu transaksi yang dapat

menguntungkan pihak tertentu. Secara teoritis kebijakan kuota menyebabkan

mekanisme pasar tidak bekerja dan importir memperoleh keuntungan besar (windfall

profit).

Pada Pasal ayat (3) disebutkan bahwa tujuan penggunaan karkas, daging,

jeroan, dan produk olahannya asal impor meliputi hotel, restoran, katering, dan

industri. Kebijakan-kebijakan pada periode sebelumnya, produk impor hanya

digunakan untuk memasok hotel dan restoran berbintang. Namun pada Permentan

ini sudah tidak lagi terbatas pada hotel dan restoran berbintang, tetapi juga sudah

digunakan untuk catering dan industri pengolahan. Tinggal konsumen rumah tangga

dan rumah makan kecil atau warung-warung nasi yang tidak boleh menggunakan.

Secara implementasi dilapang sangat sulit untuk melakukan pengawasan secara

ketat. Artinya tidak ada jaminan bahwa produk impor tersebut tidak masuk ke pasar

tradisional (wetmarket). Secara empiris dilapang banyak dijumpai produk daging

sapi impor yang masuk ke pasar tradisional dan supermarket/hyper market,

sehingga memiliki peluang yang tinggi dibeli oleh konsumen rumah tangga dan

rumah makan kecil atau warung-warung nasi. Selain itu, sejauh mana pengaturan

distribusi daging sapi impor dilakukan. Secara empiris daging impor tidak hanya

masuk ke pusat konsumsi utama seperti DKI Jakarta, Jabar dan Banten, namun

secara riil dilapang daging sapi impor sudah masuk di beberapa kota besar di Jawa

Tengah, DIY, Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 84/Permentan/PD.410/8/2013 tentang

pemasukan Karkas, daging, jeroan dan/atau olahannya kedalam wilayah Negara

Republik Indonesia. Pada konsideran menimbang: (a) bahwa sebagai tindak lanjut

amanat Pasal 59 ayat (5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang

Peternakan dan Kesehatan Hewan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Pertanian

Nomor 50/Permentan/OT.140/9/2011 tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan

Page 88: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

80

Karkas, Daging, jeroan dan/atau olahannya ke dalam wilayan Negara Republik

Indonesia, juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 63/Permentan/OT.140/5/

2013; (b) bahwa untuk memberikan kelancaran dan kepastian dalam pemasukan

karkas, daging, jeroan, dan/atau olahannya, Peraturan Menteri Pertanian

sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sudah tidak sesuai lagi; (3) bahwa untuk

melindungi kesehatan dan ketenteraman batin masyarakat, pemasukan karkas,

daging, jeroan, dan/atau olahannya ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia

harus memenuhi persyaratan aman, sehat, utuh, dan halal bagi yang

dipersyaratkan; dan (d) bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta optimalisasi pelayanan pemasukan karkas,

daging, jeroan dan olahannya ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia, perlu

meninjau kembali Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/OT.140/9/2011

tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan/atau

olahannya ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia, juncto Peraturan Menteri

Pertanian Nomor 63/Permentan/OT.140/5/2013.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 85/Permentan/PD.410/8/2013 tentang

pemasukan sapi bakalan, sapi indukan, dan sapi siap potong kedalam wilayah

Negara Republik Indonesia. Kemudian perubahan kedua atas Peraturan menteri

Pertanian No 85/Permentan/PD. 410/8/2013 tentang pemasukan sapi bakalan, sapi

indukan, dan sapi siap potong ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. Pada

pasal 12 termaktub persyaratan sapi bakalan: (a) Sehat, dibuktikan dengan sertifikat

kesehatan (health sertificate) yang diterbitkan oleh otoritas veteriner negara asal

sebagai pemenuhan persyaratan kesehatan hewan (health requirement) dan

sertifikat asal ternak (sertificate of origin) dari negara asal yang diterbitkan oleh

negara asal yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di negara asal; (b) residu

antibiotik dan hormon pertumbuhan seperti trenbolon asetat yang membahayakan

kesehatan manusia tidak melebihi ambang batas standar yang ditetapkan secara

internasional sebelum dilalulintaskan, dilengkapi dokumen sistem survilans dan

monitoring yang diterapkan di negara asal; dan (c) berat badan perekor maksimal

350 kg pada saat tiba dipelabuhan pemasukan, dan berumur tidak lebih dari 30

bulan serta harus digemukkan minimal 60 hari setelah masa karantina.

Page 89: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

81

Pada pasal 14 termaktub persyaratan sapi potong: (a) Sehat, dibuktikan

dengan sertifikat kesehatan (health sertificate) yang diterbitkan oleh otoritas

veteriner negara asal sebagai pemenuhan persyaratan kesehatan hewan (health

requirement) dan sertifikat asal ternak (sertificate of origin) dari negara asal yang

diterbitkan oleh negara asal yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di

negara asal; (b) residu antibiotik dan hormon pertumbuhan seperti trenbolon asetat

yang membahayakan kesehatan manusia tidak melebihi ambang batas standar yang

ditetapkan secara internasional sebelum dilalulintaskan, dilengkapi dokumen sistem

survilans dan monitoring yang diterapkan di negara asal.

Kebijakan terkait lainnya dituangkan dalam Permendag Nomor: 24/M-

DAG/PER/9/2011, Tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan.

Kebijakan Kemendag ini hampir sama dengan yang dikeluarkan Kementan, yaitu

terkait pengaturan dan ijin impor dan ekspor.

Pada pasal 3 ayat (2) Permendag ini menyebutkan bahwa: Impor Produk

Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) hanya dapat dilakukan

apabila produksi dan pasokan Produk Hewan di dalam negeri belum mencukupi

kebutuhan konsumsi masyarakat dengan harga terjangkau. Disini tegas tidak hanya

ditujukan untuk hotel, retsoran, catering dan industry seperti Permentan 50/2011,

tetapi juga untuk masyarakat termasuk rumah tangga dengan tujuan member akses

pada konsumen terhadap produk impor dengan harga terjangkau. Pasal 3 tersebut

sedikit tidak komsisten dengan pasal 7, yaitu: Impor karkas, daging, jeroan, dan

atau olahannya yang termasuk dalam Produk Hewan yang tercantum dalam

Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Menteri ini hanya untuk tujuan penggunaan

dan distribusi komoditi yang diimpor untuk industri, hotel, restoran, katering,

dan/atau keperluan khusus lainnya. Disini tidak eksplisit dikatakan untuk komsumen

rumah tangga, tetapi ada untuk kegunaan khusus lainnya.

Pada tahun 2013, Kementerian Perdagangan memperbaharui aturan impor

dan ekspor hewan dan produk hewan dengan Permendag Nomor 46/M-

DAG/PER/8/2013, Tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan.

Pada permendag ini, kegiatan impor mempertimbangkan harga referensi. Dimana

pada Pasal 1, nomor 17 disebutkan bahwa: harga referensi adalah harga acuan

penjualan ditingkat pengecer yang ditetapkan oleh Tim Pemantau Harga Daging

Page 90: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

82

Sapi. Pada Pasal 14 ayat (1), Permendag 46/2013 disebutkan bahwa: Dalam hal

harga daging sapi jenis potongan sekunder (secondary cuts) di pasaran di bawah

harga referensi maka importasi Hewan dan Produk Hewan sebagaimana tercantum

dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini ditunda importasinya sampai harga kembali

mencapai harga referensi. Pada ayat (2) disebutkan besarnya harga referensi adalah

Rp 76.000 per Kg.

Dalam Pos Tarif/HS dengan kode Ex.0201.20.00.00, uraian barang adalah

potongan daging lainnya bertulang (bone in) yang tergolong potongan sekunder

(secondary cut) adalah: (1) Butt-A (Paha belakang bertulang utuh, Paha belakang

bertulang tanpa sengkel; (2) Butt-D/Square cut (Paha belakang bertulang persegi);

(3) Bone in Rib (Iga utuh bertulang dan potongannya); (4) Chuck square cut (Sampil

persegi bertulang); (5) Neck (Leher bertulang); (6) Shin/Shank forequater (Sengkel

depan bertulang); dan (7) Shin/Shank hindquater (Sengkel belakang bertulang)

(Direktorat bahan Pokok dan Barang Strategi, 2013).

Dalam Pos Tarif/HS dengan kode Ex.0201.30.00.00, uraian barang adalah

daging tanpa tulang (boneless) yang tergolong potongan sekunder (secondary cut)

adalah: (1) Rump Steak (Steak Tanjung); (2) Rump Cup (Tanjung tanpa urat), (3)

Bottom Sirloin (Pangkal tanjung bawah); (4) Rostbiff (Tanjung bersih); (5)

Topside/inside meat (Penutup bersih); (6) Topside/inside cap off (Penutup tanpa

urat); (7) Topside/inside cap (Penutup dengan urat); (8) Topside/inside (Penutup

utuh); (9) Eye round (Gandik); (10) Outside meat (Pendasar bersih); (11) Outside

(Pendasar gandik); (11) Silverside (Pendasar utuh); (12) Rib meat (Daging iga utuh

dan jenis potongannya); (13) Stir fry (Daging tumis); (14) Knuckle/round (Kelapa

tanpa urat); (15) Flank steak (Samcan steak); (16) Flank steak tip (Samcan steak

datar); (17) Flap meat (Samcan bagian dalam bersih); (18) Internal flank plate

(Samcan bagian dalam); (19) External flank plate (Samcan bagian luar); (20) Thick

Skrit/hanging tander (Lantunan gantung); (21) Thin Skrit/outside skrit (Lantunan

bagian luar); (22) Inside skrit (Lantunan bagian dalam); (23) Thick flank (Kelapa

dengan urat); (24) Thin flank (Samcan); (25) Chuck eye log (Mata sampil bersih);

(26) Chuck eye roll (Mata sampil bulat); (27) Chuck roll long cut (Sampil bulat

panjang); (28) Chuck roll (Sampil bulat); (29) Neck meat (daging leher); (30) Chuck

crest/hump meat (punuk); (31) Chuck square cut (Sampil persegi); (32) Chuck

Page 91: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

83

(Sampil); (33) Chuck & blade (Sampil & sampil kecil); (34) Chuck tender (Kijen);

(35) Oyester blade (Sampil kecil tiram); (36) Beef bolar blade (Sampil kecil bulat);

(37) Blade (Sampil kecil); (38) Shin/Shank (Sengkel); dan (39) Neck chain (Rantai

Leher) (Direktorat bahan Pokok dan Barang Strategi, 2013).

Dalam Pos Tarif/HS dengan kode Ex.0202.20.00.00, uraian barang adalah

potongan daging lainnya, bertulang (bonein) yang tergolong potongan sekunder

(secondary cut) adalah: (1) Butt-A (Paha belakang bertulang utuh); (2) Butt-A (Paha

belakang bertulang bola); (3) Butt-C/Shank off (Paha belakang tanpa sengkel); (4)

Butt-D/Square cut (Paha belakang bertulang persegi); (5) Bon in Rib (Iga utuh

bertulang dan jenis potongannya); (6) Chuck-square cut (Sampil persegi bertulang);

(7) Neck (Leher bertulang); (8) Shin/shank forequater (Sengkel depan bertulang);

(9) Shin/shank hindquater (Sengkel belakang bertulang); (10) Brisket Rib

Plate/Brisket Plate (Sandung lamur tanpa iga datar bertulang); (11) Spare Rips (Iga

belakang); dan (12) Konro Ribs (Iga Konro) (Direktorat bahan Pokok dan Barang

Strategi, 2013).

Dalam Pos Tarif/HS dengan kode Ex.0202.30.00.00, uraian barang adalah

daging tanpa tulang (boneless) yang tergolong potongan sekunder (secondary cut)

adalah: (1) Rumb Cap (tanjung tanpa urat); (2) D-Rump (Tanjung tanpa pangkal);

(3) Rump (tanjung dengan pangkal); (4) Bottom Sirloin (Pangkal tanjung bawah);

(5) Topside/inside meat (Penutup bersih); (6) Topside/inside cap off (Penutup tanpa

urat); (7) Topside/inside cap (Penutup dengan urat); (8) Topside/inside (Penutup

utuh); (9) Eye round (Gandik); (10) Outside meat (Pendasar bersih); (11) Outside

(Pendasar gandik); (11) Silverside (Pendasar utuh); (12) Rib meat (Daging iga utuh

dan jenis potongannya); (13) Knuckle/round (Kelapa tanpa urat); (14) Flap meat

(Samcan bagian dalam bersih); (15) Internal flank plate (Samcan bagian dalam);

(16) External flank plate (Samcan bagian luar); (17) Thick Skrit/hanging tander

(Lantunan gantung); (18) Thin Skrit/outside skrit (Lantunan bagian luar); (19) Inside

skrit (Lantunan bagian dalam); (20) Thick flank (Kelapa dengan urat); (21) Thin

flank (Samcan); (22) Chuck eye log (Mata sampil bersih); (23) Chuck eye roll (Mata

sampil bulat); (24) Chuck roll long cut (Sampil bulat panjang); (25) Chuck roll

(Sampil bulat); (26) Neck meat (daging leher); (27) Chuck crest/hump meat

(punuk); (28) Chuck square cut (Sampil persegi); (29) Chuck (Sampil); (30) Chuck &

Page 92: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

84

blade (Sampil & sampil kecil); (31) Chuck tender (Kijen); (32) Oyester blade (Sampil

kecil tiram); (33) Beef bolar blade (Sampil kecil bulat); (34) Blade (Sampil kecil);

(35) Shin/Shank (Sengkel); dan (36) Neck chain (Rantai Leher) (Direktorat bahan

Pokok dan Barang Strategi, 2013).

Pada pasal 17 disebutkan bahwa karkas, daging dan atau jeroan

sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Permentan 46/2013 hanya dapat diimpor

untuk tujuan penggunaan dan distribusi bagi industri, hotel, restoran, katering dan

atau keperluan khusus lainnya. Selanjutnya pada pasal 18 ayat (1) disebutkan

bahwa: Pemerintah dapat menunjuk Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik

untuk melakukan impor hewan dan produk hewan dalam rangka menjaga ketahanan

pangan. Pada ayat (2) produk impor tersebut sebagaimana pada Lampiran I

ditujukan untuk didistribusikan ke pasar ritel. Permendag 46/2013 memperbaharui

Permendag sebelumnya terkait ketentuan impor dan ekspor hewan dan produk

hewan dan produk olahannya. Dengan demikian peraturan sebelunya (Permendag

24/2011 dan Permendag 22/2013) sudah sudah tidak berlaku. Pada Permendag ini,

kebijakan impor menggunakan harga referensi dan untuk tujuan ketahanan pangan,

sama seperti Permendag 22/2013, Pemerintah dapat menunjuk Perum Bulog untuk

melakukan impor dan memasok produk impor tersebut ke pasar ritel. Hal ini

mengandung makna bahwa pada kondisi tertentu, seperti menjelang puasa dan

lebaran, pemerintah dapat melakukan operasi pasar daging sapi dengan tujuan

mengendalikan harga daging sapi sehingga akses konsumen terhadap daging sapi

menjadi lebih terjangkau.

Permendag 46/2013 diubah kembali dengan Permendag Nomor 57/M-

DAG/PER/9/2013, Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan 46/M-

DAG/PER/8/2013. Hal yang mengalami perubahan terkait pada peran Perum Bulog.

Pada Permendag 46/2013, Pasal 18 disebutkan sebagai berikut: (1) Pemerintah

dapat menunjuk Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik untuk melakukan impor

Hewan dan Produk Hewan dalam rangka menjaga ketahanan pangan; (2)

Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik hanya dapat mengimpor Hewan dan

Produk Hewan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini

untuk didistribusikan ke pasar ritel atau eceran; dan (3) Impor Hewan dan Produk

Hewan oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik sebagaimana dimaksud pada

Page 93: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

85

ayat (2) harus mendapat Persetujuan Impor dengan melampirkan rekomendasi

impor sebagimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) hurub b dan dikecualikan dari

ketentuan mendapatkan penetapan sebagai IT-Hewan dan Produk Hewan.

Pada Permendag 57/2013 tentang pemasukan sapi bakalan, sapi indukan,

dan sapi siap potong, pasal 18 diubah menjadi sebagai berikut: (1) Dalam rangka

menjaga ketahanan pangan, Pemerintah dapat menunjuk Perusahaan Umum Badan

Urusan Logistik untuk melakukan impor Hewan dan Produk Hewan sebagaimana

tercantum dalam lampiran I Peraturan Menteri ini; (2) Dihapus; (3) Impor Hewan

dan Produk Hewan oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus mendapat Persetujuan Impor dengan melampirkan

rekomendasi sebagimana dimkasud dalam Pasal 11 ayat (1) hurub b dan

dikecualikan dari ketentuan mendapatkan penetapan sebagai IT-Hewan dan Produk

Hewan. Dengan dihapusnya ayat (2) Pasal 18 ini, Perum Bulog menjadi dibatasi

perannya sehingga tidak harus memasok ke pasar ritel atau eceran.

Sangat dinamisnya peraturan-peraturan terkait impor dan ekspor hewan dan

produk hewan serta produk olahannya mengindikasikan banyaknya berbagai

kepentingan yang terlibat dalam kegiatan ini. Secara empiris diperoleh informasi

bahwa pelaku impor hewan dan produk hewan terus mengalami peningkatan dari

waktu ke waktu. Hal ini menunjukkan kegiatan perdagangan lintas negara untuk

hewan dan produk hewan serta produk olahannya memang menguntungkan,

dimana importir berpeluang menerima windfall profit dengan kebijakan kuota impor

hewan dan produk hewan dan produk olahannya. Dengan adanya kebijakan harga

referensi, bukan berarti kebijakan kuaota impor dihapuskan, namun ijin impor

diberikan kepapa imortir terdaftar, jika harga yang terjadi dipasar melebihi harga

referensi yang dijadikan harga acuan apakah perlu impor atau tidak.

Kebijakan teknis juga mempengaruhi stabilisasi harga daging sapi domestik.

Secara konseptual kemampuan produksi atau penyediaan pasokan daging sapi

ditentukan oleh populasi dan pertumbuhannya (hal ini ditentukan oleh efisiensi

reproduksi) dan produktivitas dalam menghasilkan daging sapi. Secara teknis

terdapat tiga sumber pertumbuhan produktivitas usahaternak sapi potong, yaitu: (a)

perubahan teknologi, baik teknologi genetik (pembibitan), budidaya, serta teknologi

pemotongan dan pengolahannya; (2) peningkatan efisiensi produksi usahaternak

Page 94: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

86

sapi potong; dan (3) peningkatan skala usahaternak yang mencapai skala ekonomi.

Kebijakan pemerintah melalui Kementerian Pertanian mengupayakan peningkatan

produksi dalam negeri untuk meningkatkan peran pasokan produksi lokal ke pasar

daging sapi domestik. Pada periode lima tahun terakhir upaya tersebut dilakukan

dengan Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau tahun 2014 (PSDS 2014).

Secara konseptual, kebijakan pemerintah tersebut diharapkan mampu

menggeser kurva penawaran ke kanan bawah untuk meningkatkan pasokan daging

sapi lokal sehingga mampu menstabilkan harga daging sapi di pasar domestik. Pada

Program tersebut dilakukan melalui 13 kegiatan teknis. Kegiatan ini sebenarnya

dapat dikategorikan kebijakan subsidi untuk mendukung peningkatan produksi

dalam negeri. Hal yang sama banyak dilakukan oleh negara-negara lain, termasuk

negara maju.

Capaian Kinerja Pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan dapat

dilihat dari perspektif makro ekonomi dan makro teknis. Berdasarkan indikator

makro ekonomi memberikan beberapa gambaran pokok (Kementan, 2013): (1)

Produk Domestik Bruto berdasarkan harga berlaku tahun 2012 sebesar Rp.146.090

miliar, sedangkan pada tahun 2013 hingga semester I baru mencapai Rp.77.774

miliar; (2) Penyerapan tenaga kerja peternakan cenderung mengalami peningkatan,

jika pada tahun 2012 sebesar 4,238 juta, meningkat pada tahun 2013 menjadi 4,3

juta orang. Namun serapan tenaga kerja peternakan dibandingkan dengan Sektor

Pertanian tahun 2013 sebesar 11,5% atau menurun sekitar 0,13% dibanding 2012

yang besarnya 11,63%; (3) Nilai investasi PMDN pada tahun 2012 mencapai Rp.

97,445 miliar, namun hingga bulan September 2013 sudah mencapai Rp. 292,301

miliar. Sedangkan investasi PMA pada tahun 2012 mencapai US$ 19,822 juta, dan

hingga bulan September 2013 baru mencapai US$ 9,95 juta; (4) Kesejahteraan

peternak diukur dari NTP. Jika pada 2012 indeksnya sebesar 101,33, maka pada

2013 menjadi 101,95 atau terjadi peningkatan sebesar 0,6 %; (5) Neraca

perdagangan ekspor-impor masih mengalami defisit. Jika pada tahun 2012 rasionya

1:4,85, maka sampai dengan bulan Agustus 2013 rasionya naik sebesar 2,02 % dan

menjadi 1:5,16. Kontribusi penurunan defisit dihasilkan dari ekspor obat hewan dan

produk hewani non-pangan, sehingga di masa mendatang penanganan obat hewan

dapat menjadi engine of trade peternakan; (6) Total Nilai Ekspor Komoditi Pangan

Page 95: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

87

Asal Hewan dan Produk Hewan Non Pangan Tahun 2013 sebesar 145,8 ribu ton

(US$ 297,2 juta), sedangkan sampai dengan bulan Desember 2013 nilainya sebesar

103 ribu ton (US$ 215 juta); dan (7) Nilai ekspor obat hewan tahun 2012 sebesar

US$ 22,3 ribu, sedangkan hingga bulan Oktober 2013 adalah sebesar US$ 8,5 ribu.

Sementara itu, capaian dari makro teknis (Populasi dan Produksi Sapi dan

Kerbau) merefleksikan beberapa hal pokok sebagai berikut (Kementan, 2013): (1)

Hasil Sensus Pertanian (ST 2013) populasi sapi dan kerbau sebanyak 14,2 juta ekor

atau terjadi penurunan sebesar 14,5% dari hasil PSPK 2011 yaitu sebesar 16,4 juta.

Namun demikian pada tahun 2013 produksi daging telah mengalami peningkatan

sebesar 29,50% atau sebanyak 465,16 ribu ton dibandingkan produksi daging tahun

2009 sebesar 351,3 ribu ton; (2) Jumlah pejantan unggul sebanyak 698 ekor,

sedangkan targetnya adalah 565 ekor; (3) Terjadi penurunan kelahiran ternak pada

tahun 2013 melalui program Inseminasi Buatan (IB) sebanyak 1.271.732 ekor (66,63

%) dari target 1.908.445 ekor jika dibandingkan dengan kelahiran IB pada tahun

2012 sebanyak 1.580.141 ekor (87,78 %) dari target 1.800.000 ekor. Demikian juga

melalui program Kawin Alam (INKA) terjadi peningkatan kelahiran yaitu sebesar

457.346 ekor (32,66 %) jika dibandingkan dengan kelahiran KA pada tahun 2012

sebesar 169.984 ekor (12,14%).

Capaian kinerja PSDSK 2014 Hasil evaluasi pencapaian intervensi 14 langkah

kegiatan PSDSK tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Pertama, pada

kegiatan aspek perbibitan mencakup kegiatan : (1) Pengembangan dan penerapan

Good Breeding Practices, kegiatan ini bertujuan untuk menghasilkan bibit sesuai

dengan standar dengan penerapan GBP di kelompok; (2) Realisasi sampai dengan

bulan Desember 2013 terhadap kegiatan ini sebesar 10,35% terhadap Blue Print dan

9,47% terhadap POK 2013 dari total bobot 10% atau terjadi intervensi sebesar

0,52% terhadap Blue Print dan 0.47% terhadap POK 2013 dari target intervensi

sebesar 0,5%; (3) Penguatan Kelembagaan Perbibitan. Kegiatan ini bertujuan untuk

memperkuat kelembagaan pembibitan di daerah sehingga berfungsi menghasilkan

bibit sesuai standar; (4) Realisasi sampai dengan bulan Desember 2013 terhadap

kegiatan tersebut sebesar 0,11% terhadap Blue Print dan 5,14% terhadap POK 2013

dari total bobot 6%.

Page 96: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

88

Tabel 11. Capaian 14 Intervensi PSDSK Tahun 2013.

Keterangan: (*) Hasil simulasi : hasil simulasi dengan sistem modelling untuk mencapai

swasembada daging sapi tahun 2014.

(**) Intervensi : selisih hasil simulasi dengan koreksi existing, artinya nilai kuantitatif yang harus dilakukan oleh PSDSK dari masing-masing kegiatan yang ada (14 kegiatan).

(***) Nilai Bobot : Penilaian Tim Monev Ditjen PKH.

Kedua, Aspek budidaya ternak mencakup manajemen pemeliharaan. Kegiatan

ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM dan kelembagaan IB

dan INKA melalui berbagai latihan untuk meningkatkan kompetensinya dan

merealisasikan kelembagaan IB. Peningkatan kelembagaan tersebut diikuti dengan

melengkapi sarana dan prasarana, optimalisasi kegiatan, pembinaan SMD dan

pengelolaan limbah. Realisasi sampai dengan bulan Desember 2013 sebesar 2,85%

terhadap Blue Print dan 7,29% terhadap POK 2013 dari total bobot 13% atau terjadi

intervensi sebesar 3,38% terhadap Blue Print dan 8,64% terhadap POK 2013 dari

target intervensi sebesar 15,40%.

Ketiga, aspek pakan mencakup kegiatan: (1) Pengembangan complete feed

pada ternak perah, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan produksi sapi perah.

Realisasi sampai dengan bulan Desember 2013 terhadap kegiatan ini sebesar 1,32%

terhadap Blue Print dan 3,83% terhadap POK 2013 dari target total bobot 5% atau

terjadi intervensi sebesar 0,05% terhadap Blue Print dan 0,15% terhadap POK 2013

dari target intervensi sebesar 0,20%.

Uraian Kondisi

Tahun 2012

(%)

Hasil Simulasi

(%) *

Blue Print

(%)

POK (%) Blue

Print

POK

1 Good Breeding Practices 3,50 4,00 0,50 10 10,35 9,47 0,52 0,47

2 Kelembagaan Perbibitan 41,05 41,05 tetap 6 0,11 5,14

3 Manajemen Pemeliharaan 14,60 30,00 15,40 13 2,85 7,29 3,38 8,64

4 Complete Feed 1,80 2,00 0,20 5 1,32 3,83 0,05 0,15

5 Konsentrat 13,60 14,30 1,30 5 2,62 4,79 0,68 1,25

6 Benih Hijauan 30,00 40,00 10,00 5 2,10 4,14 4,20 8,28

7 Integrasi Ternak Tanaman 6,20 12,30 6,10 5 2,59 4,98 3,16 6,08

8 Padang Penggembalaan 10,00 12,30 2,00 5 2,72 3,82 1,09 1,53

9 Teknologi Pakan 1,00 12,00 1,30 8 2,43 6,14 0,39 1,00

10 Water Reservoir 10,00 2,30 3,00 3 - 1,83 - 1,83

11 Tingkat Kematian Ternak 1,63 1,50 (0,13) 15 6,84 8,31 (0,06) (0,07)

12 Tingkat Kesakitan 35,00 25,00 (10,00) 10 3,54 6,2 (3,54) (6,20)

13 Rumah Potong Hewan 20,00 54,00 - 10 5,00 8,15

14 Indeks Distribusi - - - 0 - 0 - -

100 42,47 74,09TOTAL

No Parameter Intervensi

Modelling

(%) **

Bobot (***) Hasil Pembobotan Hasil Intervensi

Page 97: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

89

Pengembangan pakan konsentrat pada ternak sapi dan kerbau. Kegiatan ini

bertujuan untuk meningkatkan penggunaan konstentrat melalui pengolahan dan

lumbung pakan daerah. Realisasi sampai dengan bulan Desember 2013 terhadap

kegiatan ini sebesar 2,62% terhadap Blue Print dan 4,79% terhadap POK 2013 dari

target total bobot 5% atau terjadi intervensi sebesar 0,29% terhadap Blue Print dan

1,25% terhadap POK 2013 dari target intervensi sebesar 1,30%.

Penyediaan benih hijauan berkualitas. Kegiatan ini bertujuan untuk

menyediakan pakan hijauan berkualitas melalui perbaikan sumber benih dan

mendorong partisipasi masyarakat untuk mengembangkan pakan berkualitas dan

perluasan areal kebun HPT. Realisasi sampai dengan bulan Desember 2013 terhadap

kegiatan ini sebesar 2,10% terhadap Blue Print dan 4,14% terhadap POK 2013 dari

target total bobot 5% atau terjadi intervensi 4,20% terhadap Blue Print dan 4,28%

terhadap POK 2013 dari target intervensi sebesar 10%.

Integrasi ternak tanaman. Kegiatan ini bertujuan untuk mengoptimalkan

sumber daya melalui integrasi ternak dan tanaman ternak berfungsi menghasilkan

pupuk organik dan kompos dari biomassa yang dihasilkan dari tanaman. Realisasi

sampai dengan bulan Desember 2013 terhadap kegiatan ini sebesar 2,59% terhadap

Blue Print dan 4,98% terhadap POK 2013 dari target total bobot 5% atau terjadi

intervensi sebesar 3,16% terhadap Blue Print dan 6,08% terhadap POK 2013 dari

target intervensi sebesar 6,10%.

Pengembangan padang penggembalaan. Kegiatan ini bertujuan untuk

perluasan, perbaikan dan pembangunan areal padang penggembalaan sehingga

memungkinkan meningkatnya kapasitas tampung ternak melalui tambahan

penyediaan HPT dan intensifnya penyediaan pakan. Pengembangan padang

penggembalaan dilakukan pada koridor Nusa Tenggara, Sulawesi dan Papua.

Realisasi sampai dengan bulan Desember 2013 terhadap kegiatan ini sebesar 2,72%

terhadap Blue Print dan 3,82% terhadap POK 2013 dari target total bobot 5% atau

terjadi intervensi sebesar 1,09% terhadap Blue Print dan 1,53% terhadap POK 2013

dari target intervensi sebesar 2%.

Pengembangan Teknologi Pakan. Kegiatan ini bertujuan untuk menerapkan

berbagai hasil penelitian menjadi paket teknologi di lapangan. Implementasinya

adalah adanya teknologi pakan yang dilengkapi dengan pengembangan SDM dan

Page 98: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

90

pelatihan pemanfaatan teknologi pakan dengan bahan baku lokal. Realisasi sampai

dengan bulan Desember 2013 terhadap kegiatan ini sebesar 2,43% terhadap Blue

Print dan 6,14% terhadap POK 2013 dari target total bobot 8% atau terjadi

intervensi sebesar 0,39% terhadap Blue Print dan 1% terhadap POK 2013 dari target

intervensi sebesar 1,3%.

Pengembangan Water Reservoir. Kegiatan ini bertujuan untuk menerapkan

teknologi penyimpanan air, terutama di daerah yang kekurangan air untuk ternak

melalui pembangunan embung, tandon air dan pengelolaannya. Realisasi sampai

dengan bulan Desember 2013 terhadap kegiatan ini sebesar 1,83% terhadap POK

2013 dari target total bobot 3% atau terjadi intervensi sebesar 1,83% terhadap POK

2013 dari target intervensi sebesar 3%.

Keempat, aspek kesehatan hewan. Pengurangan tingkat kematian ternak

sebagai akibat penyakit hewan menular. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan

populasi dan produksi ternak melalui pengurangan angka kematian ternak. Realisasi

sampai dengan bulan Desember 2013 terhadap kegiatan ini sebesar 6,84% terhadap

Blue Print dan 8,31% terhadap POK 2013 dari target total bobot 15% atau mampu

menurunkan tingkat kematian ternak sebagai akibat penyakit hewan menular

sebesar (0,06%) terhadap Blue Print dan (0,07%) terhadap POK 2013 dari target

intervensi sebesar 0,13%.

Penurunan tingkat kesakitan ternak sebagai akibat penyakit hewan tidak

menular. Kegiatan ini bertujuan untuk menurunkan tingkat kesakitan ternak sebagai

akibat penyakit hewan tidak menular tetapi merugikan secara ekonomis. Realisasi

sampai dengan bulan Desember 2013 terhadap kegiatan ini sebesar 3,54% terhadap

Blue Print dan 6,20% terhadap POK 2013 dari target total bobot 10% atau terjadi

penurunan tingkat kesakitan ternak sebagai akibat penyakit hewan tidak menular

sebesar (3,54%) terhadap Blue Print dan (6,20%) terhadap POK 2013 dari target

intervensi sebesar 10%.

Kelima, aspek kesehatan masyarakat veteriner dan pasca panen dalam

kegiatan operasionalnya mencakup pemberdayaan dan peningkatan kualitas RPH.

Peningkatan RPH ditargetkan untuk penerapan higiene dan sanitasi di RPH dalam

upaya penyediaan pangan asal ternak yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH).

Adapun pelaksanaan kegiatan operasionalnya mencakup: (1) Pembangunan RPH

Page 99: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

91

baru di provinsi yang memiliki potensi dalam usaha pemotongan hewan namun

belum memiliki fasilitas RPH yang memenuhi persyaratan teknis higiene sanitasi

dengan cara: (a) Pembangunan RPH baru yang memenuhi persyaratan teknis

higiene sanitasi dan kesejahteraan hewan, baik dari aspek lokasi, prasarana jalan

dan air bersih, bangunan dan peralatan; (b) Penyiapan Sumberdaya Manusia RPH

yang terampil dan terlatih; (c) Peningkatan kemampuan pengelola RPH dalam

menerapkan manajemen RPH sebagai sarana pelayanan masyarakat untuk

menghasilkan produk yang ASUH.

Renovasi RPH yang sudah ada, dengan cara: (a) Fasilitasi perbaikan

bangunan dan/atau peralatan RPH sehingga mampu menerapkan praktek higiene

sanitasi dan kesejahteraan hewan; (b) Pembinaan pelayanan teknis kesmavet di

RPH; (c) Penatalaksanaan manajemen dan operasional RPH yang mengacu kepada

prinsip sistem jaminan keamanan dan kehalalan pangan. Realisasi sampai dengan

bulan Desember 2013 terhadap kegiatan ini sebesar 5% terhadap Blue Print dan

8,15% terhadap POK 2013 dari total bobot 10%.

Keenam, aspek pengaturan dan distribusi dalam kegiatan operasionalnya

mencakup peningkatan indeks distribusi yang bertujuan untuk meningkatkan potensi

ternak lokal untuk memasuki tata niaga formal antara lain melalui pasar hewan,

rumah potong hewan dan pasar daging. Dengan masuknya ternak lokal pada tata

niaga formal akan menurunkan jumlah impor sapi bakalan maupun daging. Indeks

distribusi pada tahun 2014 ditargetkan meningkat 0,70% dari 0,61% kondisi

eksisting (Revisi Blue Print, 2012). Realisasi kegiatan pada setiap parameternya

sampai dengan bulan Desember 2013 sangat bervariasi, ada yang baru mencapai

10%, namun ada pula yang telah selesai sehingga realisasinya sebesar 100%.

9.2. Isu-Isu Kebijakan Aktual

9.2.1. Perubahan Regulasi Impor Sapi Potong dan Daging Sapi

Perubahan Permentan No. 84/Permentan/PD.410/8/2013 tanggal 30 Agustus

2013 menjadi Permentan No. 96/Permentan/PD.410/9/2013 tanggal 28 September

2013 tentang Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan/atau Olahannya ke Dalam

Wilayah Negara Republik Indonesia.

Page 100: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

92

Perubahan Permentan No. 85/Permentan/PD.410/8/2013 tanggal 30 Agustus

2013 menjadi Permentan No. 97/Permentan/PD.410/9/2013 tanggal 28 September

2013 tentang Pemasukan Sapi Bakalan, Sapi Indukan, dan sapi Siap Potong ke

Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.

Prinsip dasar perubahan tersebut meliputi: (a) Penentuan kuota impor sapi

dilakukan oleh Kementerian Perdagangan, sedangkan Kementerian Pertanian hanya

mengeluarkan Rekomendasi Teknis Kesehatan Hewan yang ditanda tangani oleh

Direktur Kesehatan Hewan; (b) Importir adalah semua perusahaan swasta dan

BUMN yang telah memenuhi persyaratan.

Pada tahun 2013, Kementerian Perdagangan memperbaharui aturan impor

dan ekspor hewan dan produk hewan dengan Permendag Nomor 46/M-

DAG/PER/8/2013, Tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan.

Pada peraturan ini menyertakan penetapan harga refernsi oleh pemerintah.

Permendag 46/2013 diubah kembali dengan Permendag Nomor 57/M-

DAG/PER/9/2013, Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan 46/M-

DAG/PER/8/2013. Hal yang mengalami perubahan terkait pada peran Perum Bulog.

Pada Permendag 46/2013, Pasal 18 disebutkan sebagai berikut: (1) Pemerintah

dapat menunjuk Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik untuk melakukan impor

Hewan dan Produk Hewan dalam rangka menjaga ketahanan pangan; (2)

Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik hanya dapat mengimpor Hewan dan

Produk Hewan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini

untuk didistribusikan ke pasar ritel atau eceran; dan (3) Impor Hewan dan Produk

Hewan oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) harus mendapat Persetujuan Impor dengan melampirkan rekomendasi

impor sebagimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) hurub b dan dikecualikan dari

ketentuan mendapatkan penetapan sebagai IT-Hewan dan Produk Hewan.

9.2.2. Ketersediaan dan Permintaan (Supply and Demand)

Ketersediaan dan permintaan (Supply and Demand) Daging Sapi/Kerbau dan

Sapi Potong tahun 2013. Secara nasional ketersediaan daging tahun 2013 berjumlah

509,89 ribu ton yang terdiri dari: (a) Ketersediaan produksi lokal sebanyak 474,41

ribu ton; dan (b) Kekurangan penyediaan sebanyak 75,26 ribu ton.

Page 101: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

93

Dalam Rakortas yang diadakan pada tanggal 20 November 2012, kekurangan

tersebut diputuskan dibulatkan menjadi 80 ribu ton. Impor daging sapi sebanyak 80

ribu ton terdiri dari 32 ribu ton dalam bentuk daging beku dan sebanyak 48 ribu ton

setara dengan 267 ribu ekor sapi bakalan. Selanjutnya dalam Rakortas tanggal 20

Juni 2013 diputuskan tambahan impor sebanyak 3.000 ton daging beku yang

ditugaskan kepada Perum BULOG dan sapi siap potong sebanyak 25.000 ekor untuk

memenuhi kebutuhan Hari Idul Fitri Tahun 2013.

Konsumsi daging sapi di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun

seiring pertumbuhan ekonomi dan perubahan perilaku konsumsi masyarakat

(Fabiosa, 2005). Konsumsi daging secara nasional pada tahun 2013 sebanyak

549,67 ribu ton yang meliputi: (a) Konsumsi rumah tangga sebanyak 517,67 ton; (b)

Industri pengolahan sebanyak 19.400 ton; dan (c) HOREKA (Hotel, Restoran dan

Katering) sebanyak 12.600 ton. Realisasi impor daging sapi sampai dengan bulan

Desember 2013 adalah sebanyak 30.840 ton (yang dilakukan oleh 67 perusahaan

importir daging) dan Perum BULOG sebanyak 1.300 ton. Realisasi impor sapi

bakalan sampai dengan bulan Desember 2013 adalah sebanyak 339.358 ekor yang

masuk melalui 4 (empat) pelabuhan, yaitu Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta;

Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung; Pelabuhan Tanjung Intan, Cilacap; dan

Pelabuhan Belawan, Medan. Realisasi impor sapi siap potong sampai dengan bulan

Desember 2013 adalah 113.102 ekor. Sementara itu, realisasi impor sapi bibit dan

kerbau bakalan sampai bulan Desember 2013 masing-masing sebesar 199 ekor dan

201 ekor.

9.2.3. Penetapan Referensi Harga Daging Sapi

Harga daging sapi saat ini masih di anggap relatif tinggi yaitu antara 80.000-

90.000/kg dan bahkan pada hari-hari menjelang puasa dan hari raya idul fitri

mencapai Rp 95.000-100.000,-/kg atau di atas harga referensi yang ditetapkan

sebesar Rp 76.000/kg meskipun kuota impor tidak dibatasi lagi. Diusulkan agar

harga referensi berdasarkan hasil kajian Badan Litbang Pertanian, IPB dan PPSKI

yang dianggap layak untuk peternak dan tidak memberatkan konsumen adalah

antara Rp 85.000,00–Rp 90.000,00/kg untuk daging kelas 2 (secondary cuts) dan

antara Rp 80.000,00–Rp 85.000,00 untuk daging kelas 3. Hasil kajian empiris

Page 102: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

94

dilapang di Jawa Tengah dan jawa Barat juga diperoleh besaran yang sama, bahwa

dengan memperhitungkan biaya pokok usahaternak, keuntungan normal 10 %,

serta biaya biaya pemasaran dan margin keuntungan pelaku tata niaga maka harga

referensi yang dipandang adil baik bagi peternak maupun konsumen sebesar Rp.

85.000,00-90.000,00/kg untuk daging kelas dua (secondary cut) dan Rp. 80.000,00-

85.000,00/kg untuk daging kelas 3.

9.2.4. Tata Niaga dan Transportasi

Keterbatasan sarana prasarana pengangkutan ternak dari daerah-daerah

produsen seperti NTT, NTB, Bali, dan Sulsel ke daerah konsumen seperti DKI

Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Informasi dari Kementerian Perhubungan pada

Rakonteknas di Bandung tanggal 28 November 2013 menyampaikan bahwa tahun

2014 akan tersedia kapal angkut ternak dari daerah produsen ke konsumen yang

dimodifikasi dari kapal perang dengan kapasitas 400 ekor per kapal. Sedangkan

kapal yang di desain khusus untuk pengangkutan ternak saat ini sedang dalam

proses pembuatan dan direncanakan selesai pada bulan Juni 2015. Adanya

komitmen dari Kementerian Perhubungan dalam distribusi ternak sapi dan daging

sapi diharapkan dapat membantu menstabilkan harga daging sapi di pasar domestik.

9.2.5. Analisa Perhitungan Pasokan dan Kebutuhan Sapi Potong dan Kerbau 2014

Dalam rangka mengamankan ketersediaan daging dan ternak sapi/kerbau

tahun 2014, masing-masing provinsi sudah melakukan penghitungan potensial stock

dan ready stock di wilayahnya masing-masing. Perhitungan ketersediaan sapi dan

kerbau tahun 2014 juga berdasarkan dengan data yang diperoleh dari hasil Sensus

Pertanian Tahun 2013 (ST-13), terutama dikaitkan dengan data yang ada di masing-

masing provinsi dan kabupaten untuk dapat digunakan sebagai perhitungan

ketersediaan daging sapi dan kerbau tahun 2014.

Berdasarkan parameter yang telah disepakati, potensial stock daging sapi dan

kerbau tahun 2014 berasal dari sapi potong dan kerbau jantan dewasa dikurangi

untuk pemacek, dan betina afkir, sapi perah dewasa dan betina afkir, maka

Page 103: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

95

diperoleh potensial stock 3,25 juta ekor dan ready stock sebanyak 2,952 juta dan

menghasilkan daging sebanyak 530,8 ribu ton.

Berdasarkan hasil pemantauan harga sapi dan daging sapi sepanjang tahun

2013 yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri,

Kementerian Perdagangan, terlihat adanya fluktuasi dan puncaknya terjadi pada

bulan Agustus dan Oktober 2013 karena terkait dengan Idul Fitri, Idul Adha dan

banyaknya acara perkawinan. Selanjutnya referensi harga Rp.76.000,- per kg perlu

ditinjau kembali dengan mempertimbangkan harga dasar di tingkat peternak sesuai

dengan biaya produksi yang dikeluarkan, keuntungan para peternak, serta biaya

pemasaran dan margin keuntungan bagi pelaku tataniaga sapi dan atau daging sapi.

Ijin impor sapi dan daging sapi saat ini dilakukan melalui Unit Pelayanan

Perdagangan, Kementerian Perdagangan secara elektronik, dimana persetujuan

impor sapi dan daging sapi diberikan per triwulan, dengan mencantumkan jumlah

sapi yang diimpor (ekor) dan tonase daging impor. Untuk mendapatkan surat ijin

impor sapi dan daging sapi maka para importir terdaftar harus menyertakan bukti

realisasi impor, minimal harus mencapai 80 % dari renaca impor pada periode satu

tahunnya.

9.3. Opsi Kebijakan Stabilisai Harga Daging Sapi

Produk daging sapi tergolong produk bernilai ekonomi tinggi (high value

product) dihargai konsumen dengan harga yang relatif tinggi dibanding komoditas

pangan lainnya, bahkan dibandingkan harga daging jenis lainnya. Ada fenomena

pergeseran permintaan dari komoditas biji-bijian (tradisional) ke arah produk bernilai

ekonomi tinggi yang dalam ekonomi (high value commodity) atau dalam ekonomi

disebut fenomena value ladder. Fluktuasi harga produk daging sapi di pasar

domestik terjadi akibat ketidakseimbangan antara jumlah pasokan dan permintaan.

Salah satu penyebab utama kekurangan pasokan adalah ketidakmampuan produsen

dalam mengatur volume pasokan baik dari aspek jumlah, kualitas dan kontinyuitas

pasokan.

Jika pada tahun 2013 rata-rata harga daging sapi di pasar domestik mencapai

Rp 100.000/Kg maka diproyeksikan pada tahun 2019 naik menjadi Rp 137.635/Kg.

Page 104: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

96

Sementara itu, perkembangan harga bulanan menunjukkan keterkaitan yang tinggi

dengan hari-hari besar keagamaan, terutama menjelang puasa dan hari raya

lebaran, serta Idul Adha. Pada umumnya, satu minggu-dua minggu sebelum

memasuki Bulan Puasa, harga merambat naik hingga mencapai 10-20%, kemudian

pada bulan puasa sedikit mengalami penurunan, dan kemudian melonjak lagi pada

seminggu sebelum lebaran hingga mencapai 10-30%, dan selanjutnya mengalami

penurunan harga pasca Hari Raya Lebaran. Pada satu-dua minggu sebelum Hari

Raya Idul Adha harga sapi meningkat hingga mencapai 10-30%. Sementara itu,

pada hari-hari raya keagamaan lainnya, seperti Natal dan Tahun Baru serta Imlek,

biasanya harga produk daging sapi mengalami peningkatan secara terbatas dan

bersifat sangat temporal, kurang lebih 5-10%.

Harga produk daging sapi berfluktuatif, hal ini sangat berkaitan erat dengan

dinamika fluktuasi harga bakalan dan harga pakan ternak. Artinya bahwa fluktuasi

harga produk daging sapi sangat dipengaruhi faktor-faktor yang mempengaruhi sisi

penawarannya. Menurut Irawan et al. (2001), kondisi harga yang fluktuatif pada

dasarnya terjadi akibat kelebihan atau kekurangan penawaran dibandingkan dengan

permintaan. Fluktuasi harga tersebut umumnya disebabkan oleh dis-sinkronisasi

perencanaan produksi antar daerah produksi. Beberapa faktor lain berpengaruh

adalah terbatasnya Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan Tempat Pemotongan

Hewan (TPH) yang memenuhi standar kebersihan dan kesehatan, gudang/peralatan

penyimpanan berpendingin (cold storage) dan moda transportasi berpendingin yang

mampu mengendalikan volume penawaran. Fluktuasi harga tersebut seringkali lebih

merugikan peternak daripada pelaku usaha besar. Biasanya jika terjadi peningkatan

harga di pusat pasar konsumen, informasi kenaikan harga tidak ditransmisikan

secara sempurna, tetapi jika terjadi penurunan harga di pusat pasar konsumen,

informasi penurunan harga ditransmisikan secara sempurna.

Hasil kajian data sekunder dan wawancara empiris dilapang tentang

pembentukan harga produk daging sapi di pasar domestik menunjukkan: (1) Harga

produk daging sapi ditentukan oleh sisi pasokan dan sisi permintaan, dan sisi

kekurangan pasokan lebih sering terjadi; (2) Pada saat pasokan kurang dari

permintaan, maka harga produk daging sapi meningkat secara pesat, sebaliknya

pada saat pasokan berlebih dari permintaan maka terjadi fenomena anjlok harga,

Page 105: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

97

secara empiris fenomena lonjak harga di pasar domestik lebih sering terjadi

terutama pada saat menjelang bulan puasa dan menjelang lebaran, sedangkan

kenaikan harga sapi hidup lebih sering terjadi menjelang Hari Raya Idul Adha; (3)

Kebutuhan produk daging sapi cenderung konstan sepanjang waktu, hanya pada

hari raya atau hari besar keagamaan terutama menjelang puasa dan hari raya

lebaran permintaan daging sapi meningkat sekitar (10-30%); (4) Sementara

pasokan berubah-rubah sepanjang waktu, karena sangat dipengaruhi oleh gejolak

faktor eksternal, seperti wabah penyakit dan dinamika pasar global; (5) Sangat

mendesak mengembangkan kebijakan manajemen rantai pasok (supply chains

management/SCM) dan manajemen rantai nilai (value chain management/VCM),

sehingga ada keterpaduan antara perencanaan, koordinasi dan pengendalian

aktivitas bisnis dalam rantai pasok dan pembagian manfaat secara adil dalam

distribusi nilai superior produk daging sapi dengan biaya termurah untuk memenuhi

variabel-variabel kepuasan pelanggan (Vorst and Van Der, 2006).

Selama ini bisnis industri daging sapi di dalam negeri lebih diserahkan pada

mekanisme pasar, meskipun terdapat peraturan dan kebijakan pemerintah yang

secara dinamis diterbitkan pemerintah. Beberapa kebijakan pemerintah yang telah

dikeluarkan pemerintah adalah kebijakan tarif impor daging sapi dan bakalan yang

masing-masing hanya sebesar 5% dan 3,5% padahal bound tarif untuk kedua

komoditas tersebut masing-masing sebesar 50% dan 40% (Kemenkeu, 2012;

Erwidodo, 2013).

Perubahan Permentan No. 84/Permentan/PD.410/8/2013 tanggal 30 Agustus

2013 menjadi Permentan No. 96/Permentan/PD.410/9/2013 tanggal 28 September

2013 tentang Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan/atau Olahannya ke Dalam

Wilayah Negara Republik Indonesia.

Perubahan Permentan No. 85/Permentan/PD.410/8/2013 tanggal 30 Agustus

2013 menjadi Permentan No. 97/Permentan/PD.410/9/2013 tanggal 28 September

2013 tentang Pemasukan Sapi Bakalan, Sapi Indukan, dan sapi Siap Potong ke

Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.

Penetapan harga referensi daging sapi sebesar Rp 76.000,-/Kg. Kebijakan

tersebut dapat dikatakatan bias ke masyarakat konsumen dan minim dalam

perlindungan ke peternak atau produsen (Permendag 57 Tahun 2013).

Page 106: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

98

Untuk mengatasi gejolak harga daging sapi dapat dilakukan upaya stabilisasi

harga sebagai berikut: (1) Perencanaan produksi antar wilayah sentra produksi yang

didasarkan atas dinamika permintaan pasar (baik lokal, regional maupun nasional),

bukan semata-mata tergantung pada hari-hari besar keagamaan; (2) Memperbaiki

kelancaran sistem distribusi pasokan produk daging sapi dari daerah-daerah sentra

produksi (NTT, NTB, Bali, Sulawesi, Jawa Timur, Jawa tengah) ke pusat konsumsi

(Jabodetabek) dengan dukungan infrastruktur dan moda transportasi dengan sistem

rantai dingin (cold chain); (3) Memperbaiki struktur pasar sapi dan daging sapi yang

dikendalikan oleh feed lotter-importir-pedagang besar, sehingga tercipta mekanisme

pasar yang adil dan transparan, sehingga dapat memberikan insentif berproduksi

bagi peternak; (4) Mempengaruhi mekanisme pasar input (perilaku industri

pembibitan, industri pakan ternak) dan pasar output (feedlotter, importir, dan

pedagang besar) di pusat-pusat pasar terutama di pasar Jabodetabek yang akan

berdampak secara luas ke pasar-pasar diluar wilayah Jabodetabek; dan (5)

Membangun kemitraan rantai pasok (supply chain management/SCM) dan

manajemen rantai nilai (management value chain/VCM) pada industri daging sapi

yang bersifat saling membutuhkan, memperkuat, dan menguntungkan, sehingga

terbangun keterpaduan proses produk dan keterpaduan antar pelaku usaha.

Terdapat beberapa model kebijakan stabilisasi harga untuk melindungi petani

dan peternak, yaitu: (1) Harga Pembelian Pemerintah (HPP), sudah diterapkan pada

komoditas gabah dan atau beras; (2) Harga Minimum Regional (HMR), sudah

diterapkan pada komoditas jagung; (3) Stabilisasi Harga Komoditas (SHK), sudah

diterapkan pada komoditas kedelai; dan (4) Harga referensi sudah diterapkan pada

produk daging sapi dan produk hortikultura.

Berdasarkan tinjuan konseptual dan kajian empiris dilapang kebijakan harga

yang dipandang relefan dengan kebijakan stabilisasi harga daging sapi adalah

kebijakan Kebijakan Minimun Regional (HMR) dan Kebijakan Harga Referensi.

Harga Minimum Regional (HMR) dapat dijadikan harga indikasi bagi petani/peternak,

pedagang, importir, industri pengolahan dalam penentuan harga saat melakukan

transaksi. Bagi peternak adanya harga indikasi dapat memperkuat posisi tawar dan

transparansi harga sapi dan daging sapi yang dihasilkan. Mendorong terjadinya

Page 107: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

99

perbaikan kualitas sapi dan daging sapi, karena perbedaan kualitas atau mutu akan

diberikan harga yang berbeda di pasar.

Dasar penetapan HMR adalah: (1) Biaya produksi dan pendapatan

usahaternak, (2) Harga sapi hidup/daging sapi domestik dan internasional, (3) Nilai

tukar rupiah terhadap dollar, (4) Tarif atau bea masuk sapi dan daging sapi, dan (4)

Upah Minimum Regional (UMR) Wilayah. Komoditas yang sudah ditetapkan HMR-

nya adalah komoditas jagung di Provinsi Lampung dan Sumatera Utara. Peluang

menerapkan kebijakan ini pada produk daging sapi dipandang relefan, karena

komoditas daging sapi memiliki posisi perdagangan yang relatif sama dengan

komoditas jagung, dimana Indonesia sebagai net importer. Namun untuk dapat

mengimplementasikan kebijakan HMR harus didukung adanya kelompok/gapoktan/

asosiasi-asosiasi/koperasi peternak sapi potong di daerah-daerah sentra produksi

dan dukungan pendanaan pemerintah baik melalui APBN maupun APBD yang besar,

karena untuk menstabilkan harga perlu adanya operasi pasar.

Kebijakan kedua yang dipandang cocok dan telah diterapkan untuk stabilisasi

harga daging sapi adalah kebijakan harga referensi. Dalam upaya stabilisasi harga

daging sapi di tingkat eceran, Kementerian Perdagangan melakukan kebijakan Harga

Referensi Daging Sapi melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46/M-

Dag/Kep/8/2013 tanggal 30 Agustus 2013 tentang ketentuan Impor dan Ekspor

Hewan dan Produk Hewan.

Penyebab terjadinya fluktuasi (peningkatan) harga daging sapi (jawaban

boleh lebih dari satu) (Pedagang, Dinas Pedagangan Provinsi/Kabupaten, Dinas

Peranian Prov/Kab, Kelompok Peternak) secara berturut-turut adalah: keterbatasan

pasokan, peningkatan permintaan karena kebutuhan pada hari-hari besar

keagamaan (puasa, hari raya idul fitri, idul adha, natal, imlek), berkembangnya

industri pengolahan berbasis daging sapi (bakso, abon, dendeng, industri kuliner),

berkembangnya pasar modern (Super Market/Hyper Market), kenaikan harga input

(bakalan dan pakan), dan kenaikan biaya distribusi/angkutan.

Sebagian besar sumber informasi dilapang mengungkapkan bahwa salah satu

penyebab utama fluktuasi harga daging sapi adalah keterbatasan pasokan. Hal ini

antara lain disebabkan oleh: (1) Adanya kebijakan pemerintah yang menghambat

masuknya produk impor (sapi indukan, sapi bakalan, dan daging sapi), seperti

Page 108: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

100

kebijakan tarif dan kuota; (2) Berkurangnya ketersediaan sapi lokal, karena

tingginya tingkat pemotongan terutama pada saat Idul Adha; (3) Tingginya

pemotongan sapi betina produktif, yang terjadi di daerah sentra-sentra produksi baik

di Pulau Jawa maupun Luar Pulau Jawa; (4) Kurang berkembangnya industri

pembibitan, karena kurangnya insentif usaha pembibitan; (5) Keterbatasan sarana

dan prasarana pemotongan hewan (RPH) modern, dan (6) Keterbatasan

infrastruktur sistem distribusi dan pemasaran sapi dan daging sapi.

Secara umum stakeholders yang terkait dengan industri daging sapi, baik itu

pemerintah pusat (Ditjen Peternakan, Kementan; Ditjen P2HP, Kementan, Ditjen

Pemasaran Dalam Negeri, Kemendag; Ditjen Pemasaran Luar Negeri, Kemendag;

Dinas Peternakan, Dinas Perdagangan) mengetahui bahwa saat ini

pemerintah/Kemendag telah menerapkan kebijakan harga referensi (Permendag 46

Tahun 2013 yang diubah menjadi Permendag No. 57 Tahun 2013) pada komoditas

harga daging sapi potong di Indonesia.

Hasil kajian terhadap Permendag tersebut diperoleh informasi tentang pokok-

pokok pengaturan impor hewan dan produk hewan adalah sebagai berikut: (1)

Mekanisme impor dilakukan dengan menggunakan Harga referensi; (2) Harga

Referensi adalah harga acuan penjualan di tingkat pengecer; (3) Harga Referensi

telah ditetapkan sebesar Rp. 76.000,00/kg untuk jenis secondary cuts; (4) Harga

Referensi dapat dievaluasi sewaktu-waktu oleh Tim Pemantau Harga Daging Sapi

yang dibentuk oleh Menteri Perdagangan yang keanggotaannya terdiri dari inststansi

terkait; dan (5) Berdasarkan hasil evaluasi, Tim Pemantau Harga Daging Sapi

mengusulkan Harga Referensi kepada Menteri Perdagangan untuk ditetapkan

kembali menjadi Harga Referensi baru.

Mekanisme penentuan kebijakan impor sapi dan daging sapi berdasarkan

Hrga Referensi adalah sebagai berikut: (1) Mekanisme impor daging sapi dilakukan

berbasis harga, maka diperlukan pemantauan dan proyeksi harga daging sapi untuk

jenis secondary cuts dalam menentukan “buka-tutup” impor; (2) Hasil pemantauan

harga harian daging sapi selama periode tertentu akan digunakan sebagai proyeksi

harga yang terjadi untuk dua bulan ke depan; dan (3) hasil proyeksi harga untuk

dua bulan ke depan digunakan sebagai dasar dalam penentuan kebijakan impor,

Page 109: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

101

dengan tetap memperhatikan faktor yang mempengaruhi harga seperti iklim,

ketersediaan stok, dan andil komoditi terhadap tingkat inflasi.

Hasil kajian empiris di lapang untuk pelaku usaha hanya importir, pedagang

besar dipusat konsumsi, pedagang besar di daerah sentra produksi, Asosiasi Sapi

Potong mengetahui adanya kebijakan harga referensi. Sementara itu, pelaku usaha

rakyat, seperti peternak kecil dan pedagang pengecer tidak mengetahui adanya

kebijakan harga referensi yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 76.000,00/kg

untuk secondary cut.

Menurut pendapat informan kunci baik di tingkat pusat maupun daerah

terhadap besaran harga referensi daging sapi yang ditetapkan pemerintah

dipandang terlalu rendah. Harga yang dipandang wajar menurut Ditjen Peternakan,

Badan Litbang Pertanian, Dinas Peternakan, peternak, dan pedagang sebesar Rp

80.000,00 – 90.000,00,-/kg untuk secondary cut atau rata-rata Rp 85.000,00/kg.

Harga referensi adalah merupakan mekanisme penetapan harga berdasarkan

pada harga ditingkat konsumen dan berkaitan dengan penawaran dan permintaan.

Jika harga ditingkat konsumen tinggi berarti atau melampaui harga referensi

dianggap pasokan barang dipasar kurang atau terjadi kelangkaan di pasar, sehingga

untuk memenuhi permintaan dan menstabilkan harga barang di pasar, pemerintah

dapat mengeluarkan kebijakan impor untuk mencukupi pasokan. Kebijakan referensi

ini telah diberlakukan daging sapi dan produk-produk hortikultura (cabai merah dan

bawang merah).

Faktor-faktor yang telah dipertimbangkan dengan baik dalam penetapan

harga referensi daging sapi adalah biaya pokok usahaternak dari bakalan sampai

dengan sapi siap potong, biaya pemasaran (angkut) dari daerah sentra produksi ke

pusat konsumsi, dan margin keuntungan masing-masing pelaku tataniaga.

Kendala-kendala pokok dalam implementasi kebijakan harga referensi

mencakup kendala teknis, ekonomi, sosial-kelembagaan, dan aspek kebijakan.

Kendala teknis meliputi: (1) Penentuan pasokan baik yang bersumber dari sapi lokal

tidak mudah, karena ternak sapi bagi peternak rakyat memiliki multi fungsi terutama

sebagai tabungan (sehingga sering disebut “Rojo Koyo”); (2) Tidak mudah

menentukan ketersediaan sapi impor di negara asal; dan (3) Infrastruktur terutama

Page 110: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

102

pengangkutan baik dari daerah sentra produksi ke pusat konsumsi maupun dari

negara asal ke pasar domestik.

Kendala ekonomi meliputi: (1) Meningkatnya harga input produksi (sapi

bakalan, indukan, dan pakan ternak); (2) meningkatnya harga sapi dan daging sapi

domestik maupun pasar global; dan (3) Lemahnya permodalan peternak terutama

untuk usaha pembibitan maupun usaha penggemukan sapi potong.

Kendala sosial-ekonomi meliputi: (1) Lemahnya konsolidasi kelembagaan

peternak (kelompok peternak, gapoktan, dan asosiasi sapi potong); (2) Stuktur

pasar sapi dan daging sapi yang tidak berjalan secara baik dan sempurna; dan (3)

Kurang optimalnya sistem koordinas Tim Pemantau Harga Daging Sapi, baik antara

Tim Pengarah dengan Tim Teknis maupun koordinasi internal masing-masing,

sehingga sistem koordinasi belum berjalan secara optimal.

Kendala aspek kebijakan meliputi: (1) Berubah-ubahnya kebijakan dan

peraturan pemerintah terkait komoditas pangan strategis, sehingga menyulitkan

dalam operasionalisasi dilapangan; (2) Sosialisasi kebijakan kurang dilakukan melalui

proses sosial yang matang; (3) Ada transisi harga dari sebelum ada kebijakan

dengan setelah ada kebijakan pemerintah, ada keterlambatan waktu (lag time)

antara saat kebijakan diambil dengan dampak yang diharapkan; dan (4) Kebijakan

pemerintah jika tidak dilakukan secara tepat dan cepat dapat menimbulkan rush

buying di negara sumber ternak atau daerah sentra produksi, sehingga bisa bersifat

kontra produktif, yang semula ditujukan untuk menstabilkan harga malahan

berakibat mendorong peningkatan haraga.

Beberapa argumen pilihan kebijakan dengan kebijakan referensi harga: (1)

Harga referensi ditetapkan berdasarkan masukan seluruh stakholders terkait dengan

sapi dan daging sapi (Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Dinas

Perdagangan, Dinas Peternakan, Peternak, Asosiasi Sapi Potong, Pedagang Besar,

Importir); (2) Harga referensi lebih fleksibel untuk diterapkan pada daging sapi

dengan sistem buka tutup impor; (3) Mekanisme pasar domestik tetap berjalan,

karena pasar didasarkan kekuatan penawaran dan permintaan, impor hanya

dilakukan kalau harga bergejolak melebihi harga referensi yang ditetapkan; (4)

Harga daging sapi dapat distabilkan pada kisaran yang dinginkan; (5) Kepentingan

peternak produsen dan konsumen dapat diakomodasikan dengan baik; dan (6) Tidak

Page 111: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

103

memerlukan pendanaan pemerintah yang besar, karena pemerintah hanya memberi

ijin impor.

Beberapa keterbatasan kebijakan referensi harga: (1) Menentukan harga

refernsi secara tepat tidak mudah, karena adanya perbedaan kepentingan antar

pihak yang terlibat dalam penentuan harga (Kementerian Pertanian, Kementerian

Perdagangan, Dinas Perdagangan, Dinas Peternakan, Peternak, Asosiasi Sapi

Potong, Pedagang Besar, Importir); (2) Fenomena harga daging sapi di pasar

domestik dan global terus mengalami trend peningkatan, sehingga penetapan

berapa lama rentang waktu penetapan harga referensi sulit ditentukan; (3)

Penetapan harga refernsi yang berlarut-larut dapat menciptakan rush buying dan

dapat berdampak menyebabkan peningkatan harga sapi dan daging sapi di dearah

sentra produksi dan asal impor; dan (4) Penetapan harga referensi daging sapi yang

dipadukan dengan kebijakan kuato impor dapat mendorong pelilaku rent seeking

oleh kelompok pencari rente ekonomi.

Usulan kebijakan terkait harga referensi pada produk daging sapi: (1)

Penetapan besaran dan periode berlakunya harga referensi harus didasarkan pada

kasil kajian dan diskusi mendalam antar stakeholders terkait; (2) Harus ada

keperpihakan ke peternak produsen dan produksi daging sapi domestik, untuk

kepentingan ketahanan pangan baik jangka pendek, menengah dan jangka panjang;

(3) Keran impor hanya bisa dibuka pada saat harga pasar (eceran) benar-benar

melampaui/diatas harga referensi; (4) Harga referensi harus didasarkan biaya

produksi yang dikeluarkan oleh peternak dan pelaku tata niaga, harga refernsi

didasarkan sebagai acuan atau patokan impor jika dan hanya jika ada mengalami

lonjak harga di atas harga refernsi; dan (5) Penetapan harga referensi daging sapi

harus juga didasarkan dengan daya serap pasar, baik pasar tradisional, pasar

modern, industri pengolahan, serta hotel, restaurant dan katering.

Page 112: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

104

X. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

10.1. Kesimpulan

1. Secara total produksi sapi potong pada ketujuh negara produsen utama

masih menunjukkan pertumbuhan yang positip, meskipun mengalami

pelambatan pada periode 2010-2014. Dari sisi pertumbuhan produksi

terdapat tiga kelompok Negara: (1) negara dengan pertumbuhan produksi

menurun dialami Amerika Serikat dan Uni Eropa, (2) negara dengan

pertumbuhan produksi stabil yaitu Australia dan Selandia Baru, dan (3)

negara dengan pertumbuhan menaik terjadi di India, Brazil dan China.

2. Berdasarkan indikator makro teknis menunjukkan bahwa populasi dan

produksi sapi domestik mengalami pertumbuhan yang tergolong moderat,

namun pertumbuhan tersebut belum mampu memenuhi pertumbuhan

permintaan domestik. Pertumbuhan produksi daging sapi secara nasional

sebesar 7,48%/tahun. Pertumbuhan produksi daging sapi di Luar Jawa

(6,60% - 29,66%) jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di Pulau Jawa

(2,42%-15,92%).

3. Perkembangan harga daging sapi secara nasional selama 10 tahun terakhir

menunjukkan pertumbuhan sebesar 11,6% per tahun. Perkembangan harga

tersebut tergolong tinggi dan mengindikasikan adanya kekurangan pasokan

daging sapi lokal.

4. Berdasarkan data historis, proyeksi harga daging sapi hingga tahun 2019

diperkirakan terus mengalami peningkatan. Harga aktual daging sapi dunia

tahun 2014 sebesar US Cents 183,59/pound menjadi US Cents 219,17/pound

pada tahun 2019, atau naik sebesar 19,4% pada periode tersebut. Harga

rata-rata harga daging sapi nasional pada tahun 2013 mencapai Rp

100.000/Kg maka diproyeksikan pada tahun 2019 naik menjadi Rp

137.635/Kg. Kondisi ini sesuai dengan tipikal harga daging sapi yang

tergolong high value commodity yang cenderung terus mengalami

peningkatan dari tahun ketahun tanpa pernah mengalami penurunan yang

signifikan.

Page 113: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

105

5. Proyeksi perkembangan harga daging sapi bulanan di Jakarta dilakukan

hingga Nopember 2015. Hasil proyeksi menunjukkan harga daging sapi pada

bulan Nopember 2013 sebesar Rp 90.960/Kg naik menjadi Rp 101.342/Kg

pada bulan Nopember 2015. Laju pertumbuhan harga yang terus meningkat

mengindikasikan bahwa pasar daging sapi baik di pasar domestik cukup

prospektif.

6. Hasil evaluasi pencapaian intervensi kebijakan 14 langkah kegiatan

operasional PSDSK tahun 2013 yaitu sebesar 74,65% dengan perincian: (1)

Aspek perbibitan ternak dengan realisasi 14,61% dari target 16%, (2) Aspek

budidaya ternak sebesar 7,29% dari target 13%, (3) Aspek pakan ternak

sebesar 29,54% dari target 36%, (4) Aspek kesehatan hewan sebesar

14,54% dari target 25%, dan (5) Aspek kesehatan masyarakat veteriner

sebesar 8,11% dari target 10%. Pencapaian target program PSDSK tersebut

tergolong baik, meskipun belum maksimal.

7. Terdapat beberapa opsi kebijakan stabilisasi harga yang dilakukan pemerintah

untuk melindungi petani atau peternak dapat dilakukan melalui: (1) Harga

Pembelian Pemerintah (HPP), sudah diterapkan pada komoditas gabah dan

atau beras; (2) Harga Minimum Regional (HMR), sudah diterapkan pada

komoditas jagung; (3) Stabilisasi Harga Komoditas (SHK), sudah diterapkan

pada komoditas kedelai; dan (4) Harga referensi, sudah diterapkan pada

komoditas daging sapi dan produk-produk hortikultura.

8. Opsi kebijakan yang dipandang relefan untuk stabilisasi harga daging sapi

adalah kebijakan harga referensi. Beberapa argumen yang melandasi adalah:

(1) Harga referensi ditetapkan berdasarkan masukan seluruh stakholders

terkait dengan sapi dan daging sapi (Kementerian Pertanian, Kementerian

Perdagangan, Dinas Perdagangan, Dinas Peternakan, Peternak, Asosiasi Sapi

Potong, Pedagang Besar, Importir); (2) Harga referensi lebih fleksibel untuk

diterapkan pada daging sapi dengan sistem buka tutup impor; (3) Mekanisme

pasar domestik tetap berjalan, impor hanya dilakukan kalau harga bergejolak

melebihi harga referensi yang ditetapkan; (4) Harga daging sapi dapat

distabilkan pada kisaran yang dinginkan; (5) Kepentingan peternak produsen

dan konsumen dapat diakomodasikan dengan baik; dan (6) Tidak

Page 114: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

106

memerlukan pendanaan pemerintah yang besar, karena pemerintah hanya

memberi ijin impor.

9. Penetapan harga referensi Rp 76.000,- per kg harga daging sapi perlu ditinjau

kembali dengan mempertimbangkan biaya pokok di tingkat peternak dan

tingkat keuntungan yang wajar bagi peternak. Hasil kajian empiris dilapang

penetapan harga tersebut dipandang kurang berpihak pada peternak

produsen, karena tingkat harga referensi yang ditetapkan masih terlalu

rendah. Harga daging sapi kelas dua di Provinsi Jawa Tengah mencapai Rp

85.000,00-Rp. 95.000,00/kg.

10.2. Implikasi Kebijakan

1. Berdasarkan indikator makro teknis pertumbuhan populasi dan produksi di

Wilayah Luar Jawa lebih tinggi dibandingkan di Pulau Jawa. Implikasinya

adalah pengembangan sapi potong kini dan kedepan lebih diprioritaskan di

Wilayah Luar Jawa terutama melalui pengembangan pola integrasi tanaman

ternak.

2. Hasil proyeksi harga baik di pasar global maupun domestik menunjukkan

harga daging sapi terus merambat naik. Hal tersebut menunjukkan bahwa

prospek daging sapi baik di pasar global maupun pasar domestik cukup

prospektif.

3. Upaya stabilisasi harga daging sapi dapat dipadu-padankan dengan upaya

Pencapaian Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK2014).

Mengingat faktor penyebab fluktuasi harga daging sapi di pasar domestik

lebih disebabkan oleh masalah pasokan sapi dan daging sapi lokal.

4. Upaya Pencapaian PSDSK 2014 dilakukan melalui langkah-langkah sebagai

berikut: (1) Aspek infrastruktur meliputi antara lain (a) pembangunan dan

rehabilitasi darmaga dan bongkar muat ternak; (b) pengadaan kapal khusus

ternak; (c) pengadaan gerbong khusus ternak jalur Jawa-Jabodetabek; (d)

pengawasan terpadu jalur tata-niaga ternak dan daging; (e) pemantauan dan

pengendalian perkembangan harga komoditas ternak dan daging; (2) Aspek

lahan meliputi antara lain (a) penyelesaian status lahan dan pembangunan

kawasan padang penggembalaan untuk investasi ternak sapi; (b)

Page 115: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

107

pengembangan integrasi sapi-sawit; (3) Aspek bibit, indukan dan bakalan

dijabarkan dalam kegiatan (a) mobilisasi sapi ke sentra-sentra produksi

pengembangan; (b) importasi sapi indukan; (c) insentif betina produktif; (3)

Aspek SDM meliputi kegiatan: (a) rekruitmen dan peningkatan kompetensi

tenaga penyuluh dan SDM bidang peternakan dan kesehatan hewan; (4)

Aspek teknologi meliputi kegiatan pengembangan lumbung pakan dan

pengolahan hasil samping pertanian; (5) Aspek pembiayaan melalui kegiatan

advokasi fasilitasi pembiayaan KUPS, KKPE oleh pelaku usaha.

5. Aspek pendukung yaitu : (a) advokasi penyusunan regulasi mendukung

pembangunan peternakan di daerah; (b) penegakan hukum pelarangan

pemotongan betina produktif dan penataan TPH; (c) pengusulan penerbitan

Pergub tentang kewajiban investasi ternak di lahan perkebunan kelapa sawit;

dan (d) penurunan bea masuk sapi indukan dari 5% menjadi 0%.

6. Kisaran harga yang dipandang adil baik dari sisi peternak maupun konsumen

sebesar Rp. 80.000,00-90.000,00/kg atau rata-rata Rp 85.000,00/kg daging

sapi secondary cut. Penetapan harga referensi harus ditinjau kembali secara

periodik (jangka pendek, menengah) dan dilakukan penyesuaian harga

referensi yang memenuhi aspek keadilan baik dari sisi peternak, konsumen

dan pelaku tataniaga.

7. Langkah yang perlu dilakukan pemerintah diantaranya adalah melakukan

sinergi optimum antar kementerian terkait, yaitu Kementerian Pertanian,

Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian. Kementerian

Pertanian fokus pada usaha pembibitan dan pengembangan produksi

nasional sejalan dengan pencapaian rencana swasembada daging sapi.

Kementerian Perindustrian fokus pada kegiatan hilirisasi untuk menciptakan

dan meningkatkan nilai tambah produk. Kementerian Perindustrian fokus

dalam pemenuhan kebutuhan daging sapi untuk konsumen umum, HORECA,

dan stabilitas harga daging sapi dalam negeri.

8. Pentingnya efektivitas koordinasi tim pengarah, tim teknis, serta di antara tim

pengarah dan tim koordinasi. Efektivitas koordinasi harus dilakukan dari

tahap perencanaan, sosialisasi, implementasi, serta monitoring dan evaluasi

sehingga kebijakan stabilisasi harga daging sapi berjalan secara efektif.

Page 116: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

108

DAFTAR PUSTAKA

ADB. 2011. Dunia Food Price Inflation and Developing Asia. Mandaluyong City, Philippines: Asian Development Bank, 2011.

BPS. 2011. Statistik Inonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta

Daryanto, Arief. 2009. Dinamika Dayasaing Industri Peternakan. IPB Press.

Daryanto, Arief. 2010. Poultry Industry Outlook. Direktur Program Pascasarjana

Manajemen dan Bisnis IPB (MB-IPB). Makalah disampaikan pada Seminar “Strategi Usaha Perunggasan dalam Menghadapi Krisis Global”. Fakultas

Peternakan IPB dan Masyarakat Ilmu Perunggasan Indonesia (MIPI), Bogor, 26 Oktober 2009

Daryanto, Arief. 2009. Poultry Industry Outlook. Disampaikan pada Seminar “Strategi

Usaha Perunggasan dalam Menghadapi Krisis Global” Fakultas Peternakan IPB dan Masyarakat Ilmu Perunggasan Indonesia (MIPI) Bogor, 26 Oktober 2009.

Direktorat Bapostrat. 2013. Kumpulan Peraturan Komoditi Daging Sapi. Direktorat Bahan Pokok dan Barang strategis, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam

Negeri, Kementerian Perdagangan RI. Jakarta.

Direktorat Bapostrat. 2013. Profil Komoditi Daging Sapi. Direktorat Bahan Pokok dan Barang Strategis, Kementerian Perdagangan. Jakarta.

Ditjen Peternakan. 2010. Blue Print Integrasi Sapi Potong dengan Tanaman Perkebunan. Kerjasama Direktorat Jenderal Peternakan dengan Universitas

Brawijaya. Jakarta.

Ditjen Peternakan. 2011. Blue Print Program Swasembada daging Sapi 2014. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta.

DKP. 2012. Percepatan Pencapaian Swasembada Lima Komoditas Pangan Pokok. Prosiding : Konferensi Dewan Ketahanan Pangan Tahun 2012. Jakarta.

Erwidodo, 2013. Stabilisasi Harga dan Ketahanan Pangan. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Seminar Forum Kebijakan

Pembangunan Jakarta, 21 November 2013.

Fabiosa, 2005. Growing Demand for Animal-Protein-Source Product in Indonesia: Trade Implication. Center for Agricultural and Rural Development, Iowa State University.

FAO. 2008. http://www.fao.org/corp/statistics/en/.

FAO. 2012. http://www.fao.org/corp/statistics/en/.

Gordon Butland. 2012. Feed and Livestock Sector in South East Asia. PUKHET

August 2012.

Irawan et al. 2001. Kebijaksanaan Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan Hortikultura. Pusat Peneltian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Kemenkeu. 2012. Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2012. Direktorat Jenderal Bea

Cukai, Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Jakarta.

Page 117: LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN STABILISASI HARGA DAGING SAPIpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2014_12.pdf · Jenis dan Sumber Data ... Produksi Daging Sapi menurut

109

Kementan. 2012. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014. Jakarta.

Kementan. 2013. Laporan Data Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2004-2012. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Lindert, P. H. dan Ch. P. Kindleberger. 1993. Ekonomi Internasional (Edisi Kedelapan). Alih Bahasa Burhanuddin Abdullah, Bagian Penelitian Bank

Indonesia. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Monke EA, Pearson SR. 1989. The Policy Analysis Matrix ForAgricultural Development. Itacha and London (GB) : Cornell University Press.

Oktaviani, R., Widyastutik, Amaliah, S. 2010. Dampak FTA ASEAN-China Terhadap Ekonomi Makro dan Ekonomi Sektoral Indonesia. Institut Pertanian Bogor.

Pearson, S., C. Gotsch, dan S. Bahri. 2005. Aplikasi Analysis Matrix pada Pertanian Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Permendag No. 46 Tahun 2013. Tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan.

Menteri Perdagangan Republik Indonesia.

Permendag No. 57 Tahun 2013. Tentang. Perubahan Atas Peraturan Menteri

Perdagangan No. 46 Tahun 2013. Menteri Perdagangan Republik Indonesia.

Pusdatin. 2009. Outlook Komoditas Pertanian Sub Sektor Peternakan. Pusat Data

dan Informasi Pertanian. Depatemen Pertanian. Jakarta.

Rahardjo, Y. 2000. Supaya Swasembada Daging Berhasil. Indonesia-Views. apakabar@saltmine,radix.net.

Samuelson, P.A. dan W.D. Nordaus. 1993. Mikro-Ekonomi. Edisi Ke Empat Belas. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Saptana dan A. Daryanto. 2013. Dinamika Kemitraan Usaha Agribisnis Berdayasaing dan Berkelanjutan. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementetrian Pertanian. Bogor.

Tangenjaya, B. 2014. Dayasaing Produk Peternakan: Ceruk Pasar (Niche Market). Bahan Makalah untuk Penyusunan Buku Dayasaing (belum dipublikasikan).

Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak. Bogor.

Undang-Undang No. 18 tentang Pangan.

Vorst, G. A. Dan J. Van Der. 2006. Performance Measurement in Agri-Food Supply-Chain Network-An overview, Springer, Netherlands.

Yusdja, Y. dan E. Pasandaran. 2005. Keragaan Agribisnis Tanaman-ternak. Dalam: Efendi Pasandaran, A.M. Fagi dan Faisal Kasryno, hal. 185-201. Integrasi Tanaman-Ternak Di Indonesia. Badan Litbang Pertanian. Departemen

Pertanian, Jakarta.

Yusdja, Y., R. Sayuti, B. Winarso, I. Sadikin dan C. Muslim. 2004. Pemantapan

Program dan Strategi Kebijakan Peningkatan Produksi Daging Sapi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor.