laporan 8 teknologi hasil pertanian unpad agribisnis.docx

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kadar air pada bahan hasil pertanian sangat mempengaruhi kualitas dan juga daya simpan dari bahan hasil pertanian tersebut. Menentukan kandungan kadar air bahan hasil pertanian itu penting agar dalam proses pengolahan dan pendistribusian mendapatkan cara penanganan yang tepat. Dalam menenetukan kandungan kadar air dalam bahan hasil pertanian bisa dilakukan dengan beberapa metode, yaitu: metode pengeringan (menggunakan oven biasa), metode destilasi, metode kimia dan juga metode khusus. Kadar air merupakan sifat fisik dari bahan yang menunjukkan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan hasil pertanian. Banyaknya kandungan kadar air ditunjukkan dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam air (gram) untuk setiap 100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah. Berat bahan kering (padatan) merupakan berat bahan setelah pemanasan dalam waktu tertentu sehingga beratnya tidak berubah (konstan). Penyimpanan bahan hasil pertanian adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari pengolahan, terutama dalam proses pengawetan dan pengemasan bahan. Proses

description

laporan 8 teknologi hasil pertanian unpad agribisnis

Transcript of laporan 8 teknologi hasil pertanian unpad agribisnis.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kadar air pada bahan hasil pertanian sangat mempengaruhi kualitas dan

juga daya simpan dari bahan hasil pertanian tersebut. Menentukan kandungan

kadar air bahan hasil pertanian itu penting agar dalam proses pengolahan dan

pendistribusian mendapatkan cara penanganan yang tepat. Dalam menenetukan

kandungan kadar air dalam bahan hasil pertanian bisa dilakukan dengan beberapa

metode, yaitu: metode pengeringan (menggunakan oven biasa), metode destilasi,

metode kimia dan juga metode khusus.

Kadar air merupakan sifat fisik dari bahan yang menunjukkan banyaknya

air yang terkandung di dalam bahan hasil pertanian. Banyaknya kandungan kadar

air ditunjukkan dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam air

(gram) untuk setiap 100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah.

Berat bahan kering (padatan) merupakan berat bahan setelah pemanasan dalam

waktu tertentu sehingga beratnya tidak berubah (konstan).

Penyimpanan bahan hasil pertanian adalah bagian yang tidak bisa

dipisahkan dari pengolahan, terutama dalam proses pengawetan dan pengemasan

bahan. Proses pengeringan dan pengemasan bahan sangat erat hubungannya

dengan kandungan kadar air bahan.

1.2. Tujuan Praktikum

1. Mengamati perubahan kadar air bahan hasil pertanian pada berbagai

kondisi penyimpanan dengan menggunakan moisture tester.

2. Mengukur kadar air bahan dengan metode dasar (metode oven).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bahan hasil pertanian sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan terutama

setelah dipanen. Pada umumnya bahan pertanian itu harus melalui perlakuan awal

atau modifikasi berupa pengolahan yang bertujuan mempertahankan kuantitas dan

kualitas, meningkatkan kualitas, serta memperpanjang umur simpan,

mempermudah transportasi, agar dapat dikonsumsi serta bernilai ekonomis tinggi.

Penanganan pasca panen merupakan suatu rangkaian proses yang ditujukan untuk

mengawetkan bahan hasil pertanian dari kerusakan akibat serangan serangga,

mikroorganisme dan kerusakan akibat proses fisiologis yang kurang tepat dapat

menyebabkan penurunan kualitas karena adanya kerusakan.

Penanganan bahan hasil pertanian dikatakan tepat jika penanganan

tersebut mampu mengelola hubungan antara faktor-faktor yang dimiliki bahan

pertanian (diantaranya struktur bahan biologis dan retensi air) dengan lingkungan

dimana bahan hasil pertanian berada untuk dapat mempertahankan kualitasnya.

Untuk dapat memilih teknik penanganan hasil pertanian yang tepat perlu dipahami

pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kualitas bahan hasil pertanian.

Dan pada proses pengeringan didalam industry pertanian merupakan salah

satu tahapan yang penting dari beberapa proses lainnya dalam penanganan bahan

hasil pertanian. Pengeringan dapat membantu menghambat kerusakan yang terjadi

pada bahan hasil pertanian, karena bahan yang telah dipanen masih melakukan

proses respirasi sehingga apabila disimpan dalam waktu yang lama akan

mengalami pembusukan. Dengan proses pengeringan, kadar air bahan dapat

dikurangi sampai tingkat air kesetimbangan dengan kondisi udara luar normal

atau tingkat kadar air yang setara dengan aktivitas air sehingga bahan hasil

pertanian akan aman dari kerusakan mikrobiologi, enzimatis, dann kimiawi.

Kadar air bahan pertanian biasanya dinyatakan dalam persentase basis

basah (m) dan persentase basis kering (M). Dalam perhitungan-perhitungan

teknik, kadar air basis kering lebih sering dipakai karena pembagi pada

perhitungan kadar air basis kering adalah bahan setelah dikeringkan yang tidak

mengandung air sehingga beratnya konsisten dan perubahan penurunan

kandungan air lebih terlihat dengan jelas. Penentuan kadar air dapat dilakukan

dengan menggunakan dua metode, yaitu metode praktis, metode dasar.

2.1 Kadar Air

Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot

bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar aair bahan

tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah

(wet basis). Dalam penentuan kadar air bahan hasil pertanian biasanya dilakukan

berdasarkan obot basah. Dalam perhitungan ini berlaku rumus sebagai berikut:

KA = (Wa / Wb) x 100%  (Taib, 1988).

            Teknologi pengawetan bahan pangan pada dasarnya adalah berada dalam

dua alternatif yaitu yang pertama menghambat enzim-enzim dan aktivitas atau

pertumbuhan microba dengan menurunkan suhunya hingga dibawah 0oC dan yang

kedua adalah menurunkan kandungan air bahan pangan sehingga kurang atau

tidak memberi kesempatan untuk tumbuh atau hidupnya mikroba dengan

pengeringan atau penguapan kandungan air yang ada di dalam maupun di

permukaan bahan pangan, hingga mencapai kondisi tertentu (Suharto, 1991).

            Salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar air pada suatu

bahan adalah dengan menggunakan metode “Penetapan air dengan metode oven“,

yaitu suatu metode yang dapat digunakan untuk seluruh produk makanan, kecuali

produk tersebut mengandung komponen-komponen yang mudah menguap atau

jika produk tersebut mengalami dekomposisi pada pemanasan 100oC – 102oC

sampai diperoleh berat yang tetap (Apriyantono, 1989).

            Berdasarkan kadar air (bobot basah dan bobot kering) dan bahan basah

maupun bahan setelah dikeringkan, dapat ditentukan rasio pengeringan (drying

ratio) dari bahan yang dikeringkan tersebut. Besarnya “drying ratio“ dapat

dihitung sebagai bobot bahan sebelum pengeringan per bobot bahan sebelum

pengeringan per bobot bahan setelah pengeringan. Dapat dihitung dengan

rumus: Drying ratio = bobot bahan sebelum pengeringan / bobot bahan setelah

pengeringan (Winarno, 1984).

2.2 Equilibrium Moisture Content (EMC)

Kadar air keseimbangan adalah kadar air dimana laju perpindahan air dari

bahan ke udara sama dengan laju perpindahan air dari udara ke bahan.  Kadar air

keseimbangan dapat digunakan untuk mengetahui kadar air terendah yang dapat

dicapai pada proses pengeringan dengan tingkat suhu dan kelembaban udara

relatif tertentu. Kadar air keseimbangan dari bahan pangan adalah kadar air bahan

tersebut pada saat tekanan uap air dari bahan seimbang dengan lingkungannya,

sedangkan kelembaban relatif pada saat terjadinya kadar air keseimbangan disebut

kelembaban relatif keseimbangan.

Sifat-sifat kadar air keseimbangan atau Equilibrium of Moisture Content

(EMC) dari bahan pangan sangat penting dalam penyimpanan dan pengeringan.

Kadar air keseimbangan didefinisikan sebagai kandungan air pada bahan pangan

yang seimbang dengan kandungan air udara sekitarnya. Hal tersebut merupakan

satu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat dikeringkan

pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu) dan dapat digunakan

sebagai tolak ukur pencegahan kemampuan berkembangnya mikroorganisme yang

menyebabkan terjadinya kerusakan bahan pada saat penyimpanan.

Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) adalah kadar air

minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada

suhu dan kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan seimbang

apabila laju kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju

penambahan air ke bahan dari udara di sekelilingya. Kadar air pada keadaan

seimbang disebut juga dengan kadar air keseimbangan atau keseimbangan

higroskopis. Dalam menentukan moisture content basis basah dan basis kering

adalah sebagai berikut:

1. Moisture content, basis basah =

massa moisture (kg )massa padatan basah(kg)

x 100% = ............ %

massa moisture (kg)massa padatan kering (kg )+massa moisture (kg)

x 100% = .............%

2. Moisture content, basis kering =

massa moi sture(kg)massa padatan kering(kg)

x 100% = ............ %

BAB III

METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

1. Cawan aluminium

2. Refrigerator

3. Oven

4. Desikator

5. Timbangan analitik

6. Moisture tester

7. RH meter

3.1.2. Bahan

1. Kacang kedelai

2. Jagung

3.2. Prosedur Percobaan

3.2.1. Prosedur Percobaan pada Retensi Air

1. Pengamatan pada bahan awal

a. Kadar air semua bahan diukur (3 kali) dengan menggunakan

moisture tester.

b. Mengukur suhu dan RH udara (3 kali) pada ruangan praktikum

2. Penurunan kadar air

a. Mengukur suhu dan RH pada oven

b. Menyiapkan bahan dan cawan, memasukkan bahan (± 5 gram)

kedalam cawan

c. Menyimpan cawan yang telah berisi bahan kedalam oven, dan

diberi tanda untuk 4 pengamatan (5, 10, 20 dan 30 menit)

d. Sesudah 5, 10, 20 dan 30 menit dikeluarkan dari oven dan

dimasukkan ke dalam desikator

e. Mengukur kadar air bahan untuk 4 pengamatan

3. Peningkatan kadar air

a. Mengukur suhu dan RH refrigerator

b. Menyiapkan bahan dan cawan, kemudian bahan dimasukkan (± 5

gram) kedalam cawan

c. Menyimpan cawan yang telah berisi bahan kedalam refrigerator,

dan diberi tanda untuk 4 pengamatan (5, 10, 20 dan 30 menit)

d. Sesudah 5, 10, 20 dan 30 menit cawan dikeluarkan dari

refrigerator dan dimasukkan kedalam desikator

4. Pembacaan pada Mositure Tester

a. Sebelum memasukkan bahan dalam tempat sampel, tempat sampel

dibersihkan dengan sikat

b. Menggunakan sendok dan pinset untuk memasukkan sampel (pilih

sampel yang baik)

c. Memutar grinding handle ke kiri (stop line) dan memasukkan

wadah kedalam instrument

d. Menunggu selama 20 detik dan dilihat pengukuran pada layer LCD

e. Menekan select button untuk merubah sampel

f. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali dengan sampel yang sama

dan untuk mendapatkan nilai rata-rata dengan menekan average

button (interval pengukuran 3 menit)

g. Mematikan alat dengan menekan average button dua kali

3.2.2. Prosedur Percobaan pada EMC

1. Memanaskan cawan kosong dalam oven pada 1300C selama ± 20 menit

2. Setelah dipanaskan cawan dimasukkan kedalam desikator selama ± 20

menit, didinginkan dan ditimbang (a gram)

3. Memasukkan 5 gram bahan kedalam cawan yang telah diketahui beratnya

dan ditimbang (b gram)

4. Memasukkan dalam oven dengan suhu 1300C dalam 60 menit

5. Setelah selesai cawan dikeluarkan dan disimpan dalam desikator untuk

didinginkan selama 10 menit

6. Bila sudah dingin cawan beserta bahan ditimbang (c gram)

7. Menghitung kadar air bahan basis basah dan basis kering untuk 3

pengamatan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

a. Kadar air basis basah (Ka wb) = (b−c ) gram(b−a ) gram

x 100%

b. Kadar air basis kering (Ka db) = (b−c ) gram(c−a ) gram

x 100%

BAB IV

HASIL PERCOBAAN

4.1. Data Hasil Pengamatan pada Penurunan dan Peningkatan Kadar Air

pada Kacang Kedelai

Tabel 1. Hasil Pengukuran Suhu dan RHPengukuran Ruangan Oven Refrigerator

RH (%) T (0C) RH (%) T (0C) RH (%) T (0C)1 82 27,1 67,6 - 26,8 -2 82 27,5 64,1 65,1 27,1 1,13 80 27,6 65,2 - 27,3 -

Rata-rata 81,3 27,4 65,6 65,1 27,1 1,1Keterangan: massa bahan ± 5 gram

Tabel 2. Hasil Pengukuran Penurunan Perlakuan Waktu

(menit)Rata-rata kadar air

awal (%)Kadar Air Akhir (%)

Penurunan Peningkatan5

10,811,0 11,0

10 10,6 11,720 9,8 11,530 9,8 12,0

5 10 20 309.29.49.69.810

10.210.410.610.8

1111.2

Penurunan Kadar Air

Series 1

Gambar 1. Grafik Penurunan Kadar Air pada Kacang Kedelai

5 10 20 3010.410.610.8

1111.211.411.611.8

1212.2

Peningkatan Kadar Air

Series 2

Gambar 2. Grafik Peningkatan Kadar Air pada Kacang Kedelai

4.2. Data Hasil Pengeringan pada Jagung

Tabel 3. Hasil Pengeringan Bahan Massa cawan

(Ma) gramMassa cawan +

bahan awal (Mb) gram

Massa cawan + bahan akhir (Mc)

gram

Ka wb (%)

Ka db (%)

5,06 10,09 7,45 52,485 88,294Perhitungan:

1. Ka wb = Mb−McMb−Ma

x 100%

= 10,09−7,4510,09−5,06

x 100%

= 52,485%

2. Ka db = Mb−McMc−Ma

x 100%

= 10,09−7,457,45−5,06

x 100%

= 88,294%

BAB V

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini membahas tentang retensi air dan Equilibrium

Moisture Content (EMC), dengan cara mengamati perubahan kadar air dan

mengukur kadar air bahan hasil pertanian. Di dalam penanganan bahan hasil

pertanian bahwa dikatakan tepat jika mampu mengelola dalam hubungan antara

faktor-faktor yang dimiliki bahan hasil pertanian dengan lingkungan bahan hasil

pertanian itu berada untuk dapat mempertahankan kualitasnya. Faktor-faktor

tersebut perlu dipahami untuk mendapatkan kualitas kadar air yang lebih baik.

Dalam praktikum mengenai retensi air ini digunakan kacang kedelai sebagai

bahannya. Sebelum di ukur dengan moisture tester untuk mencari kadar airnya,

kacang kedelai ini ada yang dimasukkan ke dalam oven untuk dipanaskan

(penurunan) dan didinginkan ke dalam refrigerator (peningkatan). Masing-masing

5 gram kacang kedelai dipanaskan dan didinginkan selama 5, 10, 20 dan 30 menit.

Sebelum memulai praktikum, bahwa rata-rata kadar air awal pada kacang

kedelai adalah 10,8%. Pertama adalah pengukuran kadar air untuk kacang kedelai

yang dipanaskan selama 5 menit, didapatkan kadar airnya tidak menurun tetapi

meningkat yaitu menjadi 11%. Lalu untuk pengukuran kadar air kacang kedelai

yang telah dipanaskan selama 10 menit didapatkan kadar airnya menurun menjadi

10,6%. Setelah itu pada pengukuran kadar air kacang kedelai yang dipanaskan

selama 20 menit, didapatkan penurunan menjadi 9,8%. Terakhir adalah kacang

kedelai yang dipanaskan selama 30 menit dan kadar airnya menurun menjadi

9,8%.

Selanjutnya adalah praktikum untuk meningkatkan kadar air kacang

kedelai dengan dilakukan pendinginan. Pertama adalah untuk kadar air yang

didinginkan selama 5 menit dan kadar airnya meningkat menjadi 11%. Kedua

adalah pengukuran kadar air untuk kacang kedelai yang didinginkan selama 10

menit didapatkan kadar air yang meningkat menjadi 11,7%. Ketiga adalah kacang

kedelai yang didinginkan selama 20 menit, dan didapatkan kadar air meningkat

menjadi 11,5%. Terakhir adalah untuk kadar air kacang kedelai yang didinginkan

paling lama yaitu 30 menit, dan didapatkan kadar air meningkat menjadi 12%.

Setelah mendapatkan data-data tersebut, bisa dibilang data tersebut kurang

akurat, karena ada kadar air yang harusnya menurun, tetapi data yang didapatkan

itu meningkat. Juga ada kadar air kacang kedelai yang meningkatnya lebih sedikit

dibandingkan kadar air sebelumnya walaupun dalam waktu pendinginannya lebih

lama. Hal ini bisa dikarenakan faktor saat pengujian di moisture tester-nya hanya

diuji satu kali untuk masing-masing kacang kedelai, sehingga datanya bisa kurang

akurat. Kemungkinannya yang lainnya adalah pemanasan dan pendinginan yang

kurang merata, yang bisa menyebabkan saat pengujian moisture tester, kacang

kedelai yang digunakan tidak dapat pemanasan dan pendinginan yang baik,

terutama bagi kacang kedelai yang hanya dipanaskan dan didinginkan selama 5

menit. Selanjutnya adalah faktor dimana kacang kedelai terlalu lama di ruangan

terbuka setelah dikeluarkan dari oven atau refrigerator, yang menyebabkan

kacang kedelai itu mendapatkan udara bebas yang mempengaruhi kadar air di

dalam kacang kedelai, sehingga saat diuji di moisture tester kurang valid data

yang didapat, bahkan sebelum praktikum dimulai kacang kedelai sudah lama

diluar oven dan refrigerator.

Selanjutnya adalah praktikum mengenai pengeringan bahan hasil pertanian

dengan cara memanaskan ke dalam oven, dengan bahan yang digunakan adalah

jagung. Kadar air bahan hasil pertanian dinyatatakan ke dalam persentase basis

basah (m) dan persentase basis kering. Didapatkan hasil pada massa cawan awal

(Ma) adalah 5,06 gram. Setelah ditambah dengan dengan massa jagung awal (Mb)

maka massa menjadi 10,09 gram, sehingga massa jagung awalnya adalah 5,03

gram. Selanjutnya massa cawan ditambah dengan massa jagung akhir (Mc)

setelah dipanaskan, massanya menjadinya 7,45 gram, menurun dari Mb sebesar

2,64 gram. Kemudian kami menghitung Ka wb dan Ka db dengan hasil yang

didapat pada Ka wb adalah 52,485% dan Ka dbnya 88,294%, bahwa persentase

kadar air basis basah lebih kecil dibanding kadar air basis kering. Semakin lama

waktu pemanasan dan juga semakin tingkat suhu pada oven, maka kadar air basis

kering akan lebih besar dibandingkan kadar air basis basah.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Setelah melakukan praktikum 8 ini maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Sangat penting untuk mengukur kadar air suatu bahan hasil pertanian

dalam penanganannya

2. Penurunan kadar air bisa dengan memanaskan bahan hasil pertanian di

dalam oven dan untuk peningkatan kadar air bisa dilakukan dengan

melakukan pendinginan.

3. Semakin lama pemanasan bahan hasil pertanian, maka semakin besar

persentase kadar air yang berkurang.

4. Semakin lama pendinginan pada bahan hasil pertanian, maka persentase

kadar air akan semakin banyak.

5. Kadar air sangat ditentukan dengan lingkungan sekitar bahan hasil

pertanian itu berada.

6. Kadar air basis kering bahan hasil pertanian biasanya lebih besar

dibandingkan dengan kadar air basis basah.

6.2. Saran

Saran yang diberikan untuk praktikum kali ini adalah sebagai berikut:

1. Sebelum praktikum dimulai, harus memahami dan mengerti semua teori

praktikum kali ini agar tidak terjadi kesalahan.

2. Praktikkan harus selalu menjaga waktu agar bisa tepat dalam melakukan

praktikum

3. Setelah dipanaskan dan didinginkan, bahan hasil pertanian sebaiknya tidak

terlalu lama di dalam suhu ruangan, karena mempengaruhi kadar air.

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, Anton, dkk, 1989. Analisis Pangan. Pusbangtepa IPB : Bogor.

Hall. C.W. 1980. Drying and storage of agricultural crops. The AVI Publishing

Company Inc. Westport, Connecticut.

Suharto, 1991.  Teknologi Pengawetan Pangan. PT. Rineka Cipta: Yakarta.

Taib, Gunarif, 1988. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian.

PT. Mediyatama Sarana Perkasa: Jakarta.

Winarno, 1984. Kimia Pangan. PT. Gramedia: Jakarta.

LAMPIRAN

Gambar 3. Massa Kacang Kedelai Gambar 4. Oven

Gambar 5. Desikator Gambar 6. Moisture Tester