lapkas trakeostomi

40
BAB I STATUS PASIEN IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. M. Y Usia : 64 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Pensiunan Alamat : Komplek PLN, Kelapa Gading Timur, Jakarta Utara Tanggal masuk RS : 3 Januari 2012 ANAMNESIS (Allonamnesis) Keluhan Utama : Sesak Keluhan Tambahan : Nyeri dada, muntah warna hitam, tangan dan kaki kanan lemas Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke UGD RS Islam Cempaka Putih atas rujukan dari RS Sulianti Saroso setelah perawatan 12 1

Transcript of lapkas trakeostomi

Page 1: lapkas trakeostomi

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M. Y

Usia : 64 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pensiunan

Alamat : Komplek PLN, Kelapa Gading Timur, Jakarta Utara

Tanggal masuk RS : 3 Januari 2012

ANAMNESIS (Allonamnesis)

Keluhan Utama :

Sesak

Keluhan Tambahan :

Nyeri dada, muntah warna hitam, tangan dan kaki kanan lemas

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke UGD RS Islam Cempaka Putih atas rujukan dari RS

Sulianti Saroso setelah perawatan 12 hari di ICU menggunakan intubasi atas

indikasi gangguan pernafasan. Pasien terlihat sangat sesak dan mengorok

disertai penurunan kesadaran. Sesak sudah dirasakan pasien sejak 13 hari

SMRS. Sebelum masuk RS, selain sesak pasien juga mengeluh nyeri dada,

batuk, pilek, demam, lemas pada tangan dan kaki kanan disertai tidak bisa

menahan BAK. Menurut keluarga pasien sebelum pindah rawat ke RS Islam

1

Page 2: lapkas trakeostomi

Cempaka Putih, pasien muntah 1x, kira-kira sebanyak 1/2 gelas belimbing,

konsistensi cair, muntahan berwarna hitam, makanan (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat Asma sejak usia 3 tahun

- Riwayat Hipertensi sejak 20 tahun lalu

- Riwayat DM sejak 10 tahun lalu

- Riwayat Stroke ringan tahun 2001

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Hipertensi pada ayah pasien

- DM pada ibu pasien

Riwayat Alergi :

Tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan, debu, dan

cuaca.

Riwayat Pengobatan :

Pernah dirawat di RS Sulianti Saroso selama 12 hari atas indikasi

gangguan pernafasan, dipasang intubasi selama itu dan diberikan pengobatan

untuk hipertensi, DM, stroke dan bronkopneumoni.

PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : Somnolen

Keadaan Umum : Tampak sakit berat

GCS : E3M6V3

Tanda Vital

- TD : 150/78 mmHg

- Nadi : 106 x/menit

- Pernapasan : 43 x/menit

2

Page 3: lapkas trakeostomi

- Suhu : 37,5 0C

STATUS GENERALIS

KEPALA : Normocephal

MATA : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Refleks cahaya

(+/+), pupil isokhor kanan kiri.

TELINGA : Lihat status THT

HIDUNG : Lihat status THT

MULUT : Mukosa bibir kering, pucat, faring & tonsil lihat status THT

LEHER : Pembesaran KGB (-), Pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP 5-2

cmH2O

THORAX :

Paru : Simetris statis dan dinamis, krepitasi (-), nyeri tekan (-),

vesikular (+/+), wheezing (-/-), rochi (+/+).

Jantung : Bunyi jantung I-II murni tunggal reguler, gallop (-), murmur

(-). Batas jantung normal.

ABDOMEN : Supel, BU (+) normal, timpani pada seluruh kuadran abdomen,

nyeri tekan (-), tidak teraba pembesaran hepar dan lien, ascites

(-).

EKSTREMITAS: Akral hangat, RCT < 2 detik, pitting edema +/+, atrofi (-/-)

Motorik 2 4 Sensorik N N

2 4 N N

STATUS TELINGA-HIDUNG-TENGGOROK

1) Aurikula Dextra-Sinistra

a) AD :

Canalis Auricula Externa : Hiperemis (-), edema (-), sekret (-),

nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik (-/-).

Membran Timpani : Intak, refleks cahaya (+).

Retro Aurikula : edema (-), hiperemis (-), nyeri tekan mastoid

(-), fistula (-).

3

Page 4: lapkas trakeostomi

b) AS :

Canalis Auricula Externa : Hiperemis (-), edema (-), sekret (-),

nyeri tekan tragus (-), nyeri tari (-/-).

Membran Timpani : Intak, refleks cahaya (+).

Retro Aurikula : edema (-), hiperemis (-), nyeri tekan mastoid

(-), fistula (-).

2) Cavum Nasi

Rhinoskopi anterior :

a) Mukosa :Hiperemis (-)/(-), edema (-)/(-), sekret (+)/(+).

b) Konka : Hiperemis (-)/(-), edema (-)/(-).

c) Septum : Deviasi (-)

d) Passase udara : (+)/(+)

e) Massa : (-)/(-)

Rhinoskopi posterior : tidak dilakukan

3) Nasofaring / Orofaring

a) Faring : Hiperemis (+), granule (-), sekret (+)

b) Tonsil : TI / TI., hiperemis (-)/(-), kripte (-)/(-), detritus (-)/(-),

perlengketan (-).

Laringoskop : tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Rontgen thorax 3 Januari 2011

Infiltrat pada kedua lapangan

paru, cor tidak membesar,

aorta elongasi.

4

Page 5: lapkas trakeostomi

Rontgen thorax 7 Januari 2011

Dibandingkan foto tanggal 3

Januari 2011, infiltrat di kedua

paru bertambah, cor tidak

membesar, aorta elongasi.

Rontgen thorax 10 Januari 2011

Dibandingkan foto tanggal 7

Januari 2011, infiltrat di kedua

paru relatif bertambah, cor tidak

membesar, aorta elongasi.

CT scan

Perdarahan hemisfer otak kiri.

5

Page 6: lapkas trakeostomi

Laboratorium :

Hemoglobin : 10,4 mg/dl%

Hematokrit : 31 mg/dl%

Trombosit : 192 103 u/l

Leukosit : 14,7 103 u/l

LED : 23 mm

PT : 13,6 detik

aPTT : 14,2 detik

GDS : 364 mg/dL

Hitung Jenis Hasil Satuan Nilai rujukan

Basofil 0 % 0 – 1

Eosinofil 2 % 2 – 4

Neutrofil batang 7 % 3 – 5

Neutrofil Segmen 70 % 25 – 60

Limfosit 14 % 25 – 50

Monosit 7 % 1 – 6

Elektrolit Hasil Satuan Nilai rujukan

Natrium 126 mg/dl 135 - 147

Kalium 3,3 mg/dl 3,5 - 4,5

Klorida 9,1 mg/dl 94 – 111

Kalsium 8,4 mg/dl 8,8 - 10,3

Magnesium 1,7 mg/dl 1,8 – 3,0

6

Page 7: lapkas trakeostomi

Analisa Gas Darah Hasil Satuan Nilai rujukan

Temperatur 37,0 C

pH 7,523 7,37 – 7,45

p CO2 28,9 mmHg 33 – 44

P O2 138,3 mmHg 71 – 104

O2 saturation 98,5 % 94,00 – 98,00

HCO3 24 mmol/L 21- 28

BE 1,00 mmol/L -2,00 - + 3,00

BE 25,00 mmol/L -2,4 - + 2,3

pCO2 total 24,90 mmol/L 23,00 – 27,00

Mikrobiologi : ditemukan koloni jamur

DIAGNOSIS KERJA (dari segi THT)

Prolonged Intubation

DIAGNOSIS BANDING

Stenosis trakea

RENCANA PEMERIKSAAN

Micro laryngoscopy

PENATALAKSANAAN

Trakeostomi

PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Malam

Quo ad Functionam : Malam

Quo ad Sanationam : Malam

7

Page 8: lapkas trakeostomi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA TRAKEOSTOMI

Trakeotomi dan trakeostomi adalah kata yang seringkali digunkan untuk

tindakan pembukaan dinding anterior leher guna mencapai trakea yang bersifat

sementara. Trakeotomi per definisi adalah suatu insisi yang dibuat pada trakea,

sementara trakeostomi merupakan tindakan membuat stoma agar udara dapat

masuk ke paru-paru dengan memintas jalan nafas bagian atas. Stoma permanen

setelah laringektomi yang dibuat dengan menjahitkan kulit pada mukosa trakea

sebaiknya disebut sebagai trakeostomi permanen.

SEJARAH TRAKEOSTOMI

Trakeostomi adalah pembuatan lubang di dinding anterior trakea untuk

mempertahankan jalan napas. Tindakan bedah ini memiliki reputasi yang panjang

sampai baru-baru ini kurang baik. McClelland percaya terdapat lima periode

dalam perkembangan dan penerimaan tindakan trakeostomi yang dapat dilihat.

Catatan trakeostomi yang paling awal terkubur dalam legenda. Buku suci agama

hindu Rig Veda yang ditulis antara tahun 2000 sampai 1000 SM menjelaskan

“satu tindakan yang dapat menyatukan kembali pipa udara bila rawan leher

dipotong.” Namun para ahli sejarah menganggap Asclepiades yang lahir sekitar

124 SM merupakan orang pertama yang melakukan operasi ini. Tidak ada catatan

bedah mengenai keberhasilan tindakan ini sebelum Brasalova (1500-1570)

mengemukakan penanganan bedah yang berhasil pada angina Ludwig pada tahun

1546. Pada era kedua, dari tahun 1546 hingga 1833, tindakan bedah seperti ini

sangat ditakuti, dan hanya 28 trakeostomi yang dilaporkan berhasil selama 3 abad

ini. Prosedur ini disebut dengan berbagai istilah, antara lain laringotomi dan

bronkotomi sampai istilah trakeostomi diperkenalkan oleh Heister pada tahun

1718. Pipa trakeostomi yan pertama dengan kanul dalam diperkenalkan oleh

George Martine di Inggris kira-kira tahun 1730 untuk menghindari sumbatan pipa

pascabedah.

8

Page 9: lapkas trakeostomi

Trousseau dan Bretonneau mempopulerkan operasi ini di Perancis. Mereka

melakukannya untuk menangani kasus difteria dengan angka keberhasilan 25%

(angka keberhasilan yang cukup tinggi pada saat itu). Era trakeostomi yang ketiga

terangkat pada tahun 1921saat Chevalier Jackson mengemukakan teknik-teknik

modern dan menentang insis kartilago krikoid atau cincin trakea pertama. Saran

ini bila diikuti mengurangi komplikasi akibat stenosis subglotis iatrogenik.

Selama ini, indikasi trakeostomi masih eksklusif merupakan sumbatan jalan nafas

bagian atas.

Era keempat dimulai tahun 1932 dengan usulan Willson bahwa koreksi

jalan nafas bisa dilakukan pada kasus-kasus paralisis pernafasan yang sulit

khususnya poliomielitis. Galloway juga ikut berperan dalam mengarahkan

pemikiran dalam era ini, dengan melakuakan trakeostomi untuk indikasi seperti

cedera kepala, cedera dada yang berat, intoksiskasi barbiturat, dan kontrol jalan

nafas pasca bedah. Era ini merupaka masa-masa yang penuh antusias. Selama

tahun-tahun ini, lahirlah ungkapan “jika anda mempertimbangkan trakeostomi,

lakukanlah”, dan pepatah ini masih diikuti oleh sebagian dokter untuk

menghindari trakeostomi pada masa kritis.

DEFINISI TRAKEOSTOMI

Trakeostomi merupakan tindakan bedah trakea untuk membuat

trakeostoma. Trakeotomi dapat menyelamatkan jiwa penderita yang mengalami

obstruksi jalan napas di atas trakea dan tidak dapat diatasi dengan cara lain,

misalnya intubasi. Trakeostomi juga dilakukan pada penderita yang memerlukan

bantuan pernapasan buatan untuk waktu lama dan yang memerlukan bantuan

pernapasan buatan untuk waktu lama dan yang memerlukan pertolongan

pembersihan jalan nafas secara memadai. Trakeostoma merupakan fistel antara

trakea dan kulit leher yang dipertahankan dengan kanul.

Menurut waktu dilakukan tindakan maka trakeostomi dibagi dalam :

1. Trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana sangat kurang.

2. Trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara

baik.

9

Page 10: lapkas trakeostomi

PATOFISIOLOGI OBSTRUKSI SALURAN NAFAS ATAS

Obstruksi saluran napas atas mengakibatkan hipoventilasi alveolus dan

menimbulkan tiga perubahan biokimiawi : hipoksi arterial (hipoksemi), retensi

CO2 (hiperkapni) dan asidosis respirasi dan metabolik (penurunan serum).

Asidosis metabolic disebabkan oleh terbentuknya asam laktat dan

penimbunan asam karbonat. Ketiga faktor tersebut dapat menyebabkan asfiksia.

Hipoksi menyebabkan gangguan fungsi seluler terutama pada SSP. Badan karotis

dan aorta merupakan reseptor kimiawi terpenting yang mendeteksi perubahan O2.

Hipoksemi pada tingkat tertentu akan meningkatkan usaha pernapasan, takikardi,

vasokonstriksi perifer dan hipertensi, peningkatan resistensi pembuluh darah paru,

peningkatan aktivitas adrenal, dan peningkatan aktivitas korteks serebri akibat

rangsangan reseptor kimia san sistem saraf simpatis. Efek ini diperkuat oleh

asidosis dan hiperkapni, yang biasanya menyertai hipoksemi sebagai akibat

hipoventilasi alveolus.

Jika hipoksia berlangsung beberapa hari terjadi penyesuaian fisiologik dan

perbaikan gejala. Peningkatan aliran darah dan polisitemia memperbaiki

oksigenisasi jaringan. Hiperkapni dapat merangsang langsung SSP (merangsang

pernapasan). Umumnya dapat meninggikan frekuensi pernapasan dengan akibat

lainnya berupa sakit kepala, peka terhadap rangsangan, bingung, gatal, lemas dan

lesu. Hiperkapni berat menyebabkan pasien tidak sadar, reflex menurun, kaku,

tremor, dan kejang. Akhirnya terdapat narkosis CO2 dan koma.

10

Page 11: lapkas trakeostomi

Ion H+ merupakan stimulan pernapasan spesifik untuk pusat pernapasan di

medulla. Tetapi H+ dalam cairan serebrospinal tidak dapat menembus sawar

darah – otak dengan baik, sedangkan CO2 dapat dengan cepat memasukinya.

Kadar CO2 yang meningkat menyebabkan asidosis cairan serebrospinal dan

stimulasi pernapasan. Oleh karena CO2 harus berdifusi dalam cairan serebrospinal

yang tidak mempunyai sistem buffer maka kadar ion H+ abnormal dalam cairan

serebrospinal akan timbul secara bertahap tetapi berlangsung lebih lama dan lebih

hebat daripada kelainan darah perifer.

ANATOMI

Trakea merupakan suatu tabung berongga yang disokong oleh cincin

kartilago (elastin) yang tidak penuh di bagian posterior. Trakea berawal di bawah

kartilago krikoidyang berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior pada

esofagus, turun dalam toraks dimana ia membelah menjadi dua bronkus utama

pada karina. Pembuluh besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea diseblah

lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas

trakea sebelah depan dan lateral. Ismus melintas trakea diseblah anterior, biasanya

setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekurens terletak pada

sulkus trakeoesofagus. Dibawah jaringan subkutan dan menutupi trakea dibagian

depan adalah otot-otot leher suprasternal, yang melekat pada kartilago tiroid dan

hioid.

SUMBATAN LARING

Sumbatan laring dapat disebabkan oleh:

1. Radang akut dan radang kronik.

2. Benda asing.

3. Trauma akibat kecelakaan, perkelahian, percobaan bunuh diri dengan senjata

tajam.

4. Trauma akibat tindakan medik.

5. Tumor laring, baik berupa tumor jinak atau pun tumor ganas.

6. Kelumpuhan nervus rekuren bilateral.

Gejala dan tanda sumbatan laring ialah:

11

Page 12: lapkas trakeostomi

1. Suara serak (disfoni) sampai afoni.

2. Sesak napas (dispnea).

3. Stridor (napas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi.

Stridor merupakan suara nafas bernada rendah saat insipirasi yang

disebabkan oleh udara yang melewati saluran nafas yang menyempit pada saluran

nafas atas yang biasanya memiliki saluran yang besar. Sering terjadi akibat

sumbatan pada laring dan trakea bagian atas.

4. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,

supraklavikula, dan interkostal. Cekungan ini terjadi sebagai upaya dari otot-otot

pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.

5. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger).

6. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia.

Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium dengan tanda

dan gejala:

Stadium 1 : Cekungan tampak waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada waktu

inspirasi dan pasien masih tenang.

Stadium 2 : Cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam,

ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di daerah epigastrium. Pasien sudah

mulai gelisah. Stridor terdengar waktu inspirasi.

Stadium 3 : Cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di

infraklavikula dan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stridor

terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi.

Stadium 4 : Cekungan-cekungan di atas bertambah jelas, pasien sangat gelisah,

tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus maka

pasien akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnea.

Pasien lemah dan tertidur, akhirnya meninggal karena asfiksia.

PENANGGULANGAN SUMBATAN LARING

Prinsip penanggulangan sumbatan laring ialah menghilangkan penyebab

sumbatan dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang dapat menjamin

ventilasi. Dalam penanggulangan sumbatan laring pada prinsipnya diusahakan

12

Page 13: lapkas trakeostomi

supaya jalan napas lancar kembali. Tindakan konservatif dengan pemberian anti

inflamasi, anti alergi, antibiotika, serta pemberian oksigen inttermitten dilakukan

pada sumbatan laring stadium 1 yang disebabkan peradangan. Tindakan operatif

atau resursitasi untuk membebaskan saluran napas ini dapat dengan cara

memasukkan pipa endotrakea melalui mulut (intubasi orotrakea) atau melalui

hidung (intubasi nasotrakea), membuat trakeostoma atau melakukan

krikotirotomi.

Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan

sumbatan laring stadium 2 dan 3, sedangkan krikotirotomi dilakukan pada

sumbatan laring stadium 4. Tindakan operatif atau resusitasi dapat dilakukan

berdasar analisis gas darah (pemeriksaan Astrup).

Bila fasilitas tersedia, maka intubasi endotrakea merupakan pilihan

pertama sednagkna jika ruangan perawatan intensif tidak tersedia, sebaiknya

dilakukan trakeostomi.

INTUBASI YANG LAMA

Sejaka awal 1960-an kecenderungan melakukan trakeostomi guna

mwmintas sumbatan dan mengatasi akumulasi sekret atau kegagalan ventilasi

mulai muncul ke permukaan. Intubasi endotrakea telah menjadi lebih kompetitif

dimaan perawatannya dapat lebih baik termasuk penghisapan trakea yang sering,

serta pemakaian udara lembab dan tuba baruyang dibuat dari plastik guna

mengurangi pembentukan keropeng, dengan demikian tidak lagi memerlukan

penggantian tuba yang sering. Kecepatan intubasi dan kemudahan ekstubasi serta

dapat dihindarkannya komplikasi trakeostomi membuat teknik ini menarik.

Intubasi yang lama menimbulkan beberapa komplikasidengan angka

kesakitan dan bahkan angka kematian bermakna. Antara lain sinusistis akut;

destruksi hidung, mukosa dan kartilago; otitis media serosa; dana gangguan laring

dan subglotis. Gangguan laring dapat lebih sukar diatasi dibandingkan stenosis

trakea akibat trakeostomi, karena laring merupakan organ berotot fungsional dan

bukan hanaya suatu tuba berongga untuk menghantarkan udara. Rekonstruksi

laring mungkin sukar dan rehabilitasi terkadang tidak memuaskan.

13

Page 14: lapkas trakeostomi

Saat ini, di berbagai pusat, intubasi dilakuakan pada kasus-kasus darurat

atau jika tuba dianggap dapat dilepaskan pada satu minggu. Setelah 72 jam, bila

tuba masih diperlukan barulah dilakukan trakeostomi. Telah terjadi sedikit

komplikasi pada daerah laring dan subglotis bilamana menjalankan protokol ini.

Namun intubasi dewasa yang lama jelas meningkatkan resiko dan keparahan

komplikasi.Pada anak dan bayi , intubasi yang lama ternyata cukup berhasil. Tuba

dapat dipertahankan untuk waktu yang lebih lama hingga enam hari, seperti yang

diperlihatkan penelitian klinis. Bayi dapat ditangani untuk waktu yang lebih lama,

oleh karena itu akan lebih sulit melakukan dan merawat trakeostomi pada

kelompok ini. Bahkan pada neonatus, intubasi hingga enam bulan dilaporkan

berhasil. Namun ada kalanya komplikasi laring setelah dilakukan intubasi yang

lama pada anak.

Frekuensi stenosis subglotis dapat meningkat dengan semakin banyaknya

bayi yang menderita berbagai macam sindrom distress pernafasan yang diatasi

dengan tindakan ini, dan perlu berhati-hati terhadap dorongan untuk melakukan

intubasi. Ungkapan yang lebih baru, “jika anada mempertimbangkan trakeostomi,

lakukanlah intubasi, dan pertimbangkan lagi” cukup bijaksana, namuan harus

mengingat kenyataan bahwa intubasi adalah tindakan sementara dan harus

dihentikan atau digantikan dengan tuba trakeostomi.

Argumentasi mengenai intubasi versus trakeostomi masih belum dapat

diselesaikan. Namun demikian, jika memilih intubasi, maka peralihan menjadi

trakeostomi setelah enam hari pada anak, dan setelah 72 jam hinngga 96 jam pada

dewasa memberikan hasil yang paling memuaskan saat ini.

INDIKASI TRAKEOSTOMI

Indikasi untuk melakukan tindakan trakeostomi adalah :

1. Mengatasi obstruksi laring.

2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian atas seperti

daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka seluruh

oksigen yang dihirupnya akan masuk ke dalam paru.

14

Page 15: lapkas trakeostomi

3. Mempermudah penghisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat

mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pasien koma.

4. Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan).

5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas

untuk bronkoskopi.

6. Bantuan jalan napas diperlukan lebih dari 2 minggu.

7. Refleks laring atau kemampuan untuk menelan hilang (misalnya penyakit

serebrovaskular).

8. Cedera kepala dan leher.

Trakeostomi dapat dilakukan untuk tujuan terapi atau sebagai suatu

prosedur berencana. Trakeostomi berencana mungkin diperlukan bila diramalkan

akan terjadi problem pernafasan pada pasien pasca bedah daerah kepala, leher,

atau toraks, atau pasien dengan insufisiensi paru kronik. Indikasi yang jarang ialah

pada pasien, yang intubasi orotrakea sukar dilakukan atau tak mungkin dilakukan

untuk tujuan anestesi umum. Trakeostomi juga harus dilakukan sebelum

pembedahan tumor – tumor orofaring atau laring untuk menghindari manipulasi

tumor yang tidak perlu.

Trakeostomi untuk terapi perlu dilakukan pada tiap kasus insufisiensi

pernafasan yang disebabkan oleh hipoventilasi alveolus untuk memintas

sumbatan, mengeluarkan sekret, atau untuk tujuan penggunaan pernapasan buatan

secara mekanis.

Bila mungkin, trakeostomi harus didahului oleh intubasi endotrakea.

Walaupun intubasi endotrakea dapat segera memperbaiki gangguan jalan nafas,

trakeostomi harus dilakukan bila diperhitungkan perlu perawatan jalan nafas lebih

dari 48 jam, karena :

1. Mengeluarkan sekret jauh lebih mudah lewat suatu pipa trakeostomi, dan

kemungkinan terjadinya obstruksi pipa lebih kecil.

2. Pasien sangat sulit menelan dengan adanya pipa endotrakea.

3. Membersihkan pipa endotrakea pada posisinya sulit dan untuk mengganti pipa

diperlukan laringoskopi berulang.

4. Intubasi lama endolaring menimbulkan ulserasi mukosa yang akhirnya dapat

menjadi granuloma, adhesi, dan stenosis laring.

15

Page 16: lapkas trakeostomi

5. Trakeostomi kurang menyebabkan rangsangan refleks batuk, yang mungkin

penting pada pasien dengan kelainan saraf dan pasca bedah.

6. Dengan trakeostomi pasien yang sadar dapat berbicara.

Kontraindikasi trakeostomi adalah pasien dengan obstruksi laring oleh

tumor ganas.

PERALATAN TRAKEOSTOMI

Alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi adalah semprit

dengan obat analgesia (novokain), pisau (skapel), pinset anatomi, gunting panjang

yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta

kanul trakea yang ukurannya cocok untuk pasien.

Seperti pipa endotrakeal, kaf pipa yang bertekanan rendah dan bervolume

banyaklah yang dipilih. Yang sering digunakan adalah pipa yang terbuat dari

klorida polivinil (KPV), silastik dan metal. Pipa KPV dan silastik umum

digunakan untuk UTI sedangkan pipa metal digunakan untuk trakeostomi jangka

panjang terutama bila kaf tidak diperlukan.

16

Page 17: lapkas trakeostomi

PROSEDUR TRAKEOSTOMI

1. Trakeostomi elektif.

Pada kebanyakan kasus trakeostomi dilakukan di Intensive Care Unit atau

di kamar operasi. Pada lokasi tersbut pasien terus dimonitor dengan pulse

oxymetri dan elektrokardiogram. Anestesiologis biasanya melakukan gabungan

antara medikasi intravena dan anestesi lokal.

Teknik trakeostomi ditentukan sampai batas tertentu oleh keadaan yang

memerlukan tindakan tersebut. Yang terpenting ialah memperoleh udara

pernafasan secepat dan seefisiensi mungkin dengan menghindari trauma pada

laring, trakea, dan struktur yang berdekatan.

Bila mungkin, dilakukan intubasi endotrakea sebelum trakeostomiterapi,

terutama pada anak. Jika tidak mungkin melakukan intubasi,ventilasi dan

oksigenasi melalui kantong dan masker sangat membantu. Jika udara pernafasan

telah terkontrol, dapat dilakukan trakeostomi dengan lebih cermat dan trauma

minimal.

Pasien tidur telentang dengan bantal di bawah bahu untuk memperoleh

ekstensi leher yang maksimal. Anestesi tidak diperlukan pada pasien yang tidak

sadar. Anestesi lokal pada umumnya sudah cukup untuk pasien sadar, termasuk

anak. Anestesi lokal diberikan dengan infiltrasi kulit pada garis insisi dan bahan

disuntikkan ke jaringan yang lebih dalam di garis tengah sampai pada dinding

trakea anterior. Dapat digunakan lidocaine (Xylocaine) 1% dengan epinefrin 1 :

150.000.

17

Page 18: lapkas trakeostomi

Insisi kulit ditentukan berdasarkan situasi dan kondisi. Jika trakeostomi

dilakukan bersamaan dengan bedah kepala dan leher, insisi disesuaikan dengan

rencana operasi yang akan dilakukan. Jika trakeostomi dilakukan tersendiri, bila

mungkin dibuat insisi horizontal. Insisi dibuat sepanjang 5 cm, kira – kira dau jari

di atas fosa suprasternal.

Hasil kosmetik insisi horizontal lebih baik dibandingkan insisi vertikal.

Dalam keadaan gawat dan bantuan tidak tersedia, dilakukan insisi vertikal di garis

tengah sepanjang 4 cm supaya cepat dan perdarahan minimal. Insisi kulit

diperdalam sampai terlihat otot penggantung. Pada titik ini, untuk menentukan

letak trakea perlu dilakukan palpasi untuk menghindari diseksi terlalu lateral. Otot

penggantung dipisahkan secara vertikal di garis tengah dan disingkirkan ke lateral,

maka tampak fasia pre-trakea yang menutupi trakea dan ismus tiroid.

Tampak banyak vena turun ke fasia dari tiroid, tetapi dengan tetap bekerja

di garis tengah pada bidang vertikal, sebagian besar vena dapat dihindari. Ismus

tirois hampir selalu berada di atas cincin trakea ke-3 dan biasanya dapat

disingkirkan ke atas dengan retractor kecil dan tumpul untuk membebaskan

trakea. Ismus tiroid tidak perlu dipotong, sehingga perdarahan dapat dihindari,

kecuali pada ismus yang luar biasa lebar, harus dipotong diantara dua klem, dan

diikat pada pinggir potongan.

Trakea harus difiksasi dengan memasukkan pengait pada dinding anterior

antara cincin ke-1 dan ke-2, kemudian ditarik ke arah atas dan luar. Dinding

anterior trakea diinsisi secara vertikal, sebanyak 2 sampai 3 cincin. Insisi trakea

jangan lebih tinggi dari cincin ke-2, untuk mencegah rangsangan pipa trakeostomi

pada kartilago krikoid yang dapat menyebabkan perikondritis. Jangan membuang

tulang rawan dari dinding anterior trakea, karena dapat menimbulkan defek besar

pada trakea yang tidak perlu pasca ekstubasi, sehingga terjadi granulasi yang

mengganggu dan memperlambat penyembuhan. Insisi trakea diperlebar dengan

dilator Truosseau atau klem yang besar, kemudian pipa dimasukkan , dijaga agar

tidak mngenai dinding posterior trakea.

Balon dikontrol dengan cara inflasi untuk mengetahui ada tidaknya

kerusakan pada balon pada waktu memasukkan pipa. Segera setelah pipa masuk

sering timbul batuk hebat, dan beberapa pasien dapat timbul apnea karena

18

Page 19: lapkas trakeostomi

kehilangan rangsangan hipoksia untuk bernafas. Pipa trakeostomi harus dipilih

dengan hati – hati. Akhir – akhir ini pemakaian pipa perak ukuran standar tipe

Holinger dan Jackson telah ditinggalkan dan diganti dengan pipa jenis silikon atau

Portex. Alasannya untuk mengurangi trauma pada dinding trakea, mengurangi

kanul dalam, dan ekonomis. Panjang pipa trakeostomi juga penting dan seringkali

perlu disesuaikan panjangnya untuk tiap individu.

Diameter pipa dipilih yang terbesar, kira – kira sesuai dengan tiga per

empat diameter trakea. Ukuran rata – rata np. 6 untuk wanita dewasa atau no. 7

dan 8 untuk pria. Pipa dengan balon mungkin perlu bila ada masalah aspirasi, atau

jika diperlukan respirator dengan tekanan positif. Insisi kulit tidak dijahit dan

tidak diperban dengan tekanan karena dapat menimbulkan emfisema subkutan,

pneumomediastinum, dan pneumotoraks. Kasa kecil dapat diletakkan antara

pinggir pipa dan kulit leher.

19

Page 20: lapkas trakeostomi

20

Page 21: lapkas trakeostomi

2. Trakeostomi Darurat

Pada keadaan darurat, trakeostomi harus dapat dilakukan dalam 2 – 3

menit, dimana anoksia akan terjadi dalam 4 – 5 menit. Pada trakeostomi darurat

lebih baik dilakukan insisi secara vertikal, yang dimulai pada level kartilago

krikoid, lanjutkan ke inferior sekitar 2,5 – 3,75 cm. Gunakan tangan kiri untuk

menstabilkan laring dan mengekstensi leher bila tidak ada kontraindikasi (seperti

cedera servikal). Sementara tangan kanan digunakan untuk membuat insisi.

Jari telunjuk tangan kiri dapat digunakan untuk mendorong ismus tiroid ke

inferior dan mempalpasi trakea. Insisi kulit secara vertikal ini sangat krusial dalam

keadaan darurat, karena tindakan dapat dilakukan lebih cepat dan kurangnya

resiko trauma terhadap struktur leher yang lain.

TRAKEOSTOMI PADA BAYI DAN ANAK

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berhubungan dengan ukuran

dan konsistensi trakea pada bayi dan anak. Pada semua kasus trakeostomi

seharusnya hanya dilakukan setelah bronkoskop, pipa enotrakea atau kateter

dimasukkan untuk memperbaiki saluran udara pernafasan dan memberi kekakuan

pada trakea, sehingga memudahkan diseksi dan identifikasi trakea.

Pada anak kecil, sangan mudah melakukan diseksi yang terlalu dalam dan

21

Page 22: lapkas trakeostomi

lateral dari trakea, sehingga merusak nervus laringius rekuren, arteri karotis

komunis atau apeks pleura. Saat melakukan insisi pada dinding trakea, harus hati

– hati agar pisau tidak masuk terlalu dalam dan merobek dinding posterior.

Dengan bronkoskop dalam trakea dapat membantu untuk terhindar dari

komplikasi ini.

Kesulitan lain pada anak ialah pipa trakeostomi sering keluar dari trakea,

karena leher bayi yang pendek dan sering gemuk, terutama bila leher dalam

keadaan fleksi. Dapat juga dilakukan jahitan dengan benang sutra pada tepi insisi

trakea untuk menandai dan benang ini dilekatkan ke leher untuk mencegah

hilangnya lumen trakea jika pipa bergeser. Trakea harus diperiksa setelah pipa

dimasukkan, untuk menjaga agar tidak terjadi lipatan ke dalam dari cincin trakea

yang dipotong, yang dapat menyebabkan pergeseran pipa dan obstruksi pada saat

dekanulasi.

Sering terjadi kesulitan untuk mendapatkan pipa trakeostomi yang sesuai.

Pipa yang terlalu panjang dapat masuk ke karina atau salah satu bronkus,

menyebabkan atelektasis paru sisi lain. Jika lengkung pipa terlalu panjang, akan

menekan trakea pada batas atas insisi trakea, sedangkan ujung bawah pipa

menempel pada dinding anterior trakea, dan lengkung yang terlalu tumpul dapat

menyebabkan ulserasi dinding posterior trakea dan esofagus. Oleh karena itu

harus dibuat foto Rontgen leher dan dada pasca bedah pada bayi.

Pipa plastik rancangan Aberdeen ialah yang terbaik digunakan pada bayi

dan anak. Alat ini fleksibel, dapat dipotong untuk meyesuaikan panjang, dan

memungkinkan aliran udara yang lebih baik, karena kanul dalam.

22

Page 23: lapkas trakeostomi

PERAWATAN TRAKEOSTOMI

Hal-hal penting pada perawatan trakeostomi adalah :

1. Humidifikasi.

2. Fiksasi harus aman dan ganti setiap hari.

3. Bersihkan luka setiap 6 jam atau sesering yang diperlukan.

4. Penghisapan trakeobronkial dilakukan dengan mengindahkan kaidah a dan

antisepsis. Gunakan kateter dan sarung tangan steril.

5. Radiografi dada harus diambil untuk konfirmasi posisi ujung pipa. Pipa

dipertahankan selama 7 hari setelah itu ganti setiap 4 hari. Bila digunakan pipa

metal, pipa bagian dalam dapat sering diganti tanpa mengganti pipa utama.

6. Kultur luka dan sputum harus diperiksa.

7. Alat-alat untuk keadaan darurat harus selalu tersedia tidak jauh dari pasien,

seperti :

a.Pipa trakeostomi yang baru dengan ukuran yang sama dan satu nomor lebih

kecil.

b. Dilator trakea, speculum hidung dan laringoskop untuk anak yang dapat

digunakan untuk dilatasi stoma dan pemasangan pipa kembali.

c.Peralatan untuk menghisap dan fasilitas untuk ventilasi kendali.

d. Sungkup muka, laringoskop dan pipa endotrakeal. Jika pipa trakeostomi tidak

berhasil dimasukkan kembali, kadang-kadang dilupakan bahwa pasien dapat di

ventilasi melalui laring.

Anak – anak yang memerlukan trakeostomi lama dapat dirawat di rumah,

dengan memberikan pendidikan yang cermat pada orangtua dalam penggunaan

alat penyedot yang steril, pengaturan kelembaban dan penggantian pita

trakeostomi.

Pipa trakeostomi pada trakeostomi yang baru harus dipertahan 2 sampai 3

hari sebelum diganti. Pada saat itu telah terbentuk saluran yang permanent, dan

sedikit sekali kemungkinan tidak dapat memasukkan pipa kembali. Mengganti

pipa sebelum 2 – 3 hari dapat menyebabkan bahaya hilangnya lumen trakea.

Mengganti pipa trakeostomi pada bayi untuk pertama kali harus tersedia

sebuah bronkoskop. Kelembaban khusus udara inspirasi diperlukan untuk

mencegah trakeitis dan pembentukan krusta, yaitu ruangan dengan alat

23

Page 24: lapkas trakeostomi

humidifikasi Watson atau sebuah kerah trakea dengan uap basah. Untuk

menambahkan kelembaban atmosfir perlu diteteskan 3 atau 4 tetes larutan garam

hipotonik atau larutan Ringer Laktat ke dalam pipa setiap 3 atau 4 jam. Pasien

dengan sekret yang kental dan banyak perlu pemberian mukolitik intratrakea

untuk mencairkan sekret.

DEKANULASI

Pipa trakeostomi jangan dibiarkan lebih lama dari waktu yang diperlukan,

terutama pada anak. Harus diangkat secepat mungkin untuk mengurangi

timbulnya trakeobronkitis, ulserasi trakea, stenosis trakea, trakeomalasi, dan

fistula trakeokutan menetap. Segera setelah keadaan pasien membaik, ukuran pipa

trakeostomi diperkecil sampai ukuran yang memungkinkan udara dapat memintas

pipa menuju saluran nafas bagian atas. Hal ini menolong menghindari

ketergantungan fisiologik pada pipa yang besar akibat menurunnya resistensi

pernafasan. Kemudian pipa ditutup dan dinilai apakah jalan nafas adekuat,

kemampuan menelan dan mengeluarkan sekret. Jika pipa dapat ditutup selama 8 –

12 jam, pipa dikeluarkan dan fistel trakeokutan ditutup. Segera setelah dekanulasi,

pasien harus diamati dengan ketat dan alat yang diperlukan untuk mendapatkan

jalan nafas kembali selalu harus tersedia.

24

Page 25: lapkas trakeostomi

KOMPLIKASI TRAKEOSTOMI

Seperti tindakan bedah lainnya, trakeostomi juga memiliki resiko

komplikasi dan cedera. Karena setiap individu bervariasi dalam hal sirkulasi

jaringan dan proses penyembuhan, maka tidak dapat dijamin tidak akan terjadi

komplikasi akibat tindakan trakeosotmi. Trakeostomi darurat dan trakeotomi yang

dilakukan pada pasien sakit berat memiliki resiko lebih besar terhadap komplikasi

setelah prosedur.

Jenis komplikasi :

1. Segera

a. Komplikasi perioperatif seperti perdarahan, emfisema, pneumotorak, emboli

udara dan kerusakan tulang rawan krikoid.

b. Diskoneksi.

c. Salah menempatkan trakeostomi, misalnya di jaringan pretrakea atau bronkus

utama kanan.

d. Herniasi kaf yang menyebabkan pipa tersumbat.

e. Ujung pipa tertutup dinding trakea atau carina.

f. Apnea akibat hilangnya rangsangan hipoksia pernafasan.

Trakeostomi yang dilakukan pada pasien dengan riwayat hipoksia kronik,

tarikan nafas pertama atau kedua setelah pipa dimasukkan dapat diikuti dengan

henti nafas. Hal ini sehubungan dengan denervasi fisiologik pada reseptor kimia

perifer karena naiknya PO2 tiba – tiba. Oleh karena hipoksia sangat

mempengaruhi rangsangan pernafasan, maka dapat terjadi apnea.

25

Page 26: lapkas trakeostomi

A. Trakea tertekuk ke depan

B. Tukak dinding depan trakea karena ukuran kanul terlalu besar

C. Emfisema subkutis karena dislokasi kanul

D. Tukak karina karena kateter isap

E. Manset ditiup terlalu kuat sehingga menyebabkan penutupan kanul ( herniasi

akibat ditiup berlebihan )

F. Manset kanul terlepas di trakea

G. Nekrosis cincin trakea karena manset ditiup terlalu kuat

H. Cedera dinding belakang (hati – hati fistel trakeo-esofagus)

2. Menengah

a. Tersumbat sekret, dapat terjadi segera atau gradual. Tetapi hal ini jarang terjadi

bila humidifikasi, hidrasi dan penghisapan lendir baik.

b. Infeksi pada stoma atau trakeobronkial.

Infeksi dapat dikendalikan dengan teknik steril dan humidifikasi.

Antibiotik profilaksis harus dilarang karena memungkinkan perkembangan

bakteri oportunistik. Pseudomonas aeruginosa tidak jarang dapat dibiak dari lokasi

trakeostomi dan tidak selalu merupakan infeksi sistemik. Tindakan yang perlu

dilakukan mungkin hanya mebasahi kasa dengan larutan asam asetat 0,5%. Pasien

yang mendapat banyak antibiotik mungkin mengalami kontaminasi Candida

albicans pada lokasi trakeostomi. Namun sebelum memulai pengobatan sistemik

harus dicoba perawatan luka secara lokal.

c. Ulserasi trakea kerena penekanan kaf.

d. Erosi yang dalam dapat menyebabkan perdarahan dari a. Inominata atau fistel

trakeoesofagus.

3. Lanjut

a. Granuloma trakea yang bisa menyebabkan kesulitan bernapas bila pipa

diangkat.

b. Trakeomalasia dan dilatasi trakea.

c. Stenosis trakea.

26

Page 27: lapkas trakeostomi

Merupakan komplikasi mayor yang tersering. Frekuensi komplikasi ini

semakin sering meningkat karena pasien sering kali memerlukan ventilasi

terkontrol jangka lama dengan tuba bermanset. Menurut Fearon, stenosis stoma

bukanlah suatu komplikasi melainkan merupakan parut pasca operasi yang telah

diperkirakan, dan gejala hanaya kan timbul bila diameter lumen sama dengan atau

kurang dari 4 mm. Bilamana terdapat granulasi di atas stoma atau kartilago dalam

lumen, maka masalah dapat di atasi dengan eksisi endoskopik atau memasang

stent pada jalan nafas. Tuba bermanset dapat menyebabkan obstruksi mukosa

sirkumferensial dalam beberapa jam. Manset harus dikembangkan dan kemudian

sejumlah udara dilepaskan hingga menimbulkan “bunyi”. Manset bertekanan

renda juga bersifat protektif. Perbaikan stenosis trakea semakin sulit bilamana

sikatriks makin panjang.

d. Fistel trakeokutan menetap

e. Fistel trakeoesofagus

Biasanya timbul pada pasien yang hipotensi dan telah menjalani intubasi

yang lama dengan tuba bermanset dan ventilasi terkontrol. Pasien demikian

memerlukan tuba nasogastrik, namun seringkali meninggal akibat penyakit

primernya ataupun akibat pneumonia aspirasi lewat fistula. Perbaikan bedah amat

kompleks dan melibatkan pnempatan otot-otot leher diantara trakea dan esofagus

setelah perbaikan primer pada fistula.

f. Masalah jaringan parut trakeostomi

27

Page 28: lapkas trakeostomi

DAFTAR PUSTAKA

1. Jacob Ballenger, John. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan

Leher. Jilid 1. Edisi ketiga belas. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994.435 –

456.

2. Soepardi, Arsyad., Iskandar, Nurbaiti. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 243-253

3. Maisel, Robert, H. Trakeostomi dalam Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Edisi

Enam. Jakarta : EGC, 1997.

28