LapKas Radiologi Meningitis - B. Ayu (REVISI)

download LapKas Radiologi Meningitis - B. Ayu (REVISI)

of 54

description

LapKas Radiologi Meningitis - B. Ayu (REVISI)

Transcript of LapKas Radiologi Meningitis - B. Ayu (REVISI)

Laporan Kasus Radiologi

Seorang Laki-laki 29 tahun dengan Meningitis

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian RadiologiRSUD Kota Semarang

oleh :Bagus Ayu Purnamasari01.210.6101

PEMBIMBING:dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp. Rad

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNGSEMARANG2014

Laporan Kasus RadiologiSeorang Laki-laki 29 tahun dengan MeningitisBagian Radiologi RSUD Kota Semarang

Dipersiapkan dan disusun oleh

Bagus Ayu Purnamasari01.210.6101

Telah diajukan pada .........................................DanDinyatakan telah memenuhi syarat pada .........................................

Pembimbing

dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp. Rad

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangMeningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).Meningitis merupakan masalah medis yang serius serta membutuhkan pengenalan dan penanganan segera untuk mencegah kematian. Dan sampai saat ini meningitis masih merupakan infeksi yang menakutkan karena menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama di negara berkembang (WHO, 2003). Mortalitas mencapai 5-10% dan morbiditas jangka panjang yang berupa sekuel neurologis mencapai 50% (Rogier et. al., 2010) dan di Indonesia diperkirakan mortalitas pada anak sekitar 18-40% dengan angka disabilitas berkisar antara 30-50% (Saharsodan Hidayati, 2000). World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa meningitis bacterial menyerang 426.000 anak dan 85.000 dilaporkan meninggal dunia (Hom et al., 2001). Angka kejadian meningitis menduduki urutan ke-9 dan 10 pola penyakit di 8 rumah sakit pendidikan di Indonesia. Data yang ada menunjukkan angka kematian meningoensefalitis di RSUD Dr Soetomo Surabaya pada tahun 1988-1993 adalah sebesar 13-18%, pada tahun 1981 di Jakarta sekitar 41,8% (Saharsodan Hidayati, 2000) dan di Yogyakarta sekitar 30,6% (Purwitosari, 2007).Diantara berbagai agen penyebab, Haemophillus influenza dan Streptococcus pneumonia adalah penyebab terbanyak dan merupakan penyebab tersering meningitis berat. (WHO, 2003; Rogier et. al., 2010). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berperan terhadap mortalitas meningitis, diantaranya yang dilakukan oleh Pelkonen et al (2009), Flores et al (2005) dan Farag et al (2005). Faktor-faktor prediktor itu diantarnya adalah penurunan kesadaran, dispnea berat, kejang selama perawatan, usia 1 tahun dan kadar glukosa cairan serebrospinal (CSS) 50% namun dengan diagnosa dini, terapi modern dan tindakan suportif, angka kematian 5-15%. Lebih dari 5-15% penduduk di negara endemis merupakan carrier tanpa gejala, ditemukan koloniNeisseria meningitidisdi daerah nasofaring. Sebagian kecil dari orang ini akan berkembang menjadi penyakit yang invasif dengan ditandai satu atau lebih gejala klinis seperti bakteremia, sepsis, meningitis atau pneumonia.Banyak pada penderita sepsis timbul ruam petekie, kadang-kadang disertai dengan nyeri dan radang sendi. Meningococcemiadapat timbul tanpa mengenai selaput otak dan harus dicurigai pada kasus-kasus demam akut yang tidak diketahui penyebabnya dengan ruam petekie dan lekositosis. Padameningococcemia fulminanangka kematian tetap tinggi walaupun telah diobati dengan antibiotika yang tepat. Diagnosis pasti dibuat dengan ditemukannyameningococcipada LCS atau darah. Pada kasus dengan kultur negatif, diagnosis dibuat didukung dengan ditemukannya polisakarida terhadap grup sepesifikmeningococcalpada LCS dengan teknik IA, CIE dan teknik koaglutinasi; atau ditemukannya DNAmeningococcalpada LCS atau pada plasma dengan PCR. Pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan gram, sediaan yang diambil dari petekie organismenya dapat diketahui.b)Penyebab InfeksiPenyebab inveksi adalah N. meningitidis,suatu jenis meningokokusN. meningitidisgrup A, penyebab utama KLB di AS (tidak ditemukan sejak tahun 1945) dan di tempat lain; sedangkan grup B, C dan Y diakhir tahun 1990-an sebagai penyebab kebanyakan kasus di AS. Genotipe tertentu tercatat sebagai penyebab terjadinya beberapa KLB. Serogrup lainnya diketahui juga berperan sebagai patogen (misalnya grup W-135, X dan Z). Organisme dari kelompok ini kurang begitu virulen, namun kasus-kasus fatal dan infeksi sekunder pernah dilaporkan disebabkan oleh hampir semuaserogroup.KLBN. meningitidisbiasanya disebabkan oleh strain yang berdekatan. Untuk mengetahui strain penyebab KLB dan luasnya KLB, makasubtypingdari isolat dengan menggunakan metoda seperti disebutkan di bawah ini sangat bermanfaat: 356- multilocus enzyme electrophoresis pulsed-field gel electrophoresis enzyme-restricted DNA fragments.c)Distribusi penyakitInfeksi oleh meningokokus terjadi dimana-mana, namun puncaknya terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim semi. Pada awalnya infeksi meningokokus terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, di banyak negara laki-laki lebih banyak terserang daripada wanita, dan sering terjadi pada pendatang baru yang berkumpul/berjejalan pada suatu tempat seperti di dalam barak dan asrama penampungan. Wilayah yang selama ini diketahui sebagai daerah yang insidensinya tinggi adalah AfrikaTengah dimana infeksi disebabkan oleh grup A.d)Cara penularanPenularan terjadi dengan kontak langsung seperti melalui droplet dari hidung dan tenggorokan orang yang terinfeksi. Infeksi biasanya menyebabkan infeksi subklinis pada mukosa. Invasi dengan jumlah bakteri yang cukup untuk menyebabkan terjadinya penyakit sistemik sangat jarang. Prevalensi carrier yang mencapai 25% atau lebih dapat terjadi tanpa ada kasus meningitis. Selama KLB lebih dari setengah laki-laki personil militer mungkin sebagai carrier sehat kuman meningokokus. Penyebaran melalui barang dan alat-alat tidak terbukti.Masa inkubasibervariasi dari 2-10 hari, biasanya 3-4 hari.e)Masa penularanPenularan dapat terus terjadi sampai kuman meningokokus tidak ditemukan lagi di hidung dan mulut. Meningokokus biasanya hilang dari nasofaring dalam waktu 24 jam setelah pengobatan dengan antibiotika trerhadap mikroba yang masih sensitif terhadap antibiotika tersebut apabila kadar obat mencapai konsentrasi yang cukup di dalam sekret orofaring. Penisilin dapat menekan jumlah organisme untuk sementara namun biasanya tidak dapat menghilangkan organisme ini dari oronasofaring.f)Kerentanan dan kekebalanKerentanan terhadap penyakit klinis rendah dan menurun sesuai dengan umur; rasio antara carrier dengan kasus sangat tinggi. Dan mereka yang di dalam darahnya kekurangan beberapa komponen komplemen sangat mudah kambuh dan terserang penyakit ini lagi. Orang yang telah diambil limpanya sangat mudah mengalami bakteriemia walaupun hanya mengalami infeksi subklinis. Dapat muncul kekebalan spesifik terhadap grup bakteri yang menginfeksi. Lamanya antibodi spesifik ini bertahan belum diketahui.g)Cara-cara pemberantasan Cara-cara pencegahan1) Berikan penyuluhan kepada masyarakat untuk mengurangi kontak langsung dan menghindari terpajan dengan droplet penderita.2) Mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti dalam barak, sekolah, tenda dan kapal.3) Vaksin yang mengandung polisakarida meningokokus grup A, C, Y dan W-135 telah terdaftar dan beredar di Amerika Serikat dan negara lainnya untuk digunakan pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih besar, saat ini hanya vaksin kuadrivalen yang tersedia di Amerika Serikat. Vaksin meningokokus efektif pada orang dewasa diberikan pada saat melakukan rekruitmen militer di AS sejak tahun 1972. Vaksin ini juga digunakan untuk mengendalikan KLB grup C yang terjadi di masyarakat dan di sekolah pada tahun 1990-an. Vaksin ini harus diberikan kepada kelompok risiko tinggi tertentu yaitu anak-anak pada usia di atas 2 tahun yang rentan terhadap infeksi berat meningokokus termasuk harus diberikan kepada penderita yang limpanya sudah diambil, orang dengan defisiensi komplemen terminal, staf laboratorium yang terpajan secara rutin denganN. meningitidis.Sayang sekali komponen C mempunyai imunogenisitas rendah dan tidak efektif bila diberikan bagi anak di bawah usia 2 tahun. VaksinserogroupA mungkin efektif bila diberikan kepada anak usia lebih muda, 3 bulan sampai 2 tahun, pada usia ini diberikan 2 dosis vaksin dengan interval 3 bulan. Sedangkan untuk anak usia di atas 2 tahun hanya diberi dosis tunggal. Waktu perlindungan sangat terbatas, terutama pada anak usia kurang dari 5 tahun. Imunisasi rutin bagi masyarakat umum di Amerika Serikat tidak dianjurkan. Pemberian imunisasi kepada para pelancong akan mengurangi risiko tertulari apabila mereka berkunjung ke negara yang pernah mengalami wabah meningokokus grup A atau C. Imunisasi ulang dapat dipertimbangkan untuk diberikan dalam jangka waktu 3- 5 tahun apabila tidak ada indikasi untuk mendapatkan vaksinasi. Tidak ada vaksin yang terdaftar saat ini di AS efektif terhadap infeksi grup B, walaupun beberapa jenis vaksin telah dikembangkan dan telah diujicoba menunjukkan efikasi yang lumayan bila diberikan kepada anak-anak yang lebih besar dan kepada orang dewasa. Vaksin konyugat terhadapserogroupA dan C masih dalam proses uji coba klinis. Untuk bayi dan anak-anak, vaksin meningokokus konyugatserogroupA, C, Y dan W-135 telah dikembangkan dengan metoda yang sama dengan metoda pembuatan vaksin konyugat untukHaemophilus influenzaetipe b. Vaksin-vaksin ini diharapkan sudah dapat digunakan rutin di Inggris mulai tahun 2000 dan di Amerika Serikat dalam waktu 2-4 tahun kemudian. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar1) Laporan ke instansi kesehatan setempat: Wajib dilaporkan di banyak negara bagian (di Amerika) dan di beberapa negara di dunia, Kelas 2 A.2) Isolasi: Lakukan isolasi saluran nafas selama 24 jam setelah dimulai pemberianchemotherapy.3) Disinfeksi serentak: lakukan desinfeksi terhadapdischargeyang berasal dari sekret hidung dan tenggorokan, dan barang-barang yang terkontaminasi. Pembersihan menyeluruh.5) Perlindungan kontak: Lakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secara dini, khususnya terhadap mereka yang demam agar segera dilakukan pengobatan yang tepat secara dini; pemberian profilaktik, kemoterapi yang efektif untuk melindungi kontak (kontak diantara anggota keluarga satu rumah, personil militer yang berbagi tempat tidur dan orang-orang yang secara sosial sangat dekat untuk saling bertukar peralatan makan seperti teman dekat di sekolah, tapi bukan seluruh kelas. Anak-anak di tempat penitipan merupakan pengecualian dan walaupun bukan teman dekat maka semua harus diberikan pengobatan profilaksis setelah ditemukan satu kasus indeks. Pilihan antibiotika profilaksis adalah rifampisin, diberikan 2 kali sehari selama 2 hari: orang dewasa 600 mg per dosis; bayi di atas 1 tahun 10 mg/kg BB; anak umur kurang dari 1 bulan 5 mg/kg BB. Rifampisin harus dihindari untuk diberikan bagi wanita hamil. Rifampisin dapat mengurangi efektivitas kontrasepsi oral. Untuk orang dewasa,ceftriaxone250 mg IM dapat diberikan sebagai dosis tunggal dan terbukti cukup efektif; 125 mg IM untuk anak di bawah umur 15 tahun.Ciprofloxacin500 mg per oral dosis tunggal dapat juga diberikan untuk orang dewasa. Bila kuman sensitif terhadapsulfadiazine, dapat diberikan pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih besar dengan dosis 1 gram setiap 12 jam, dalam 4 dosis; untuk bayi dan anak-anak dosisnya adalah 125-150 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis, setiap 2 hari sekali. Pada tahun 1993sulfadiazinetidak lagi diproduksi di Amerika Serikat dan diperlukan bantuan dari CDC Atlanta untuk mendapatkan obat ini. Petugas kesehatan jarang sekali berada dalam risiko tertulari sekalipun dia merawat penderita, hanya mereka yang kontak erat dengan sekret nasofaring (seperti pada waktu resusitasi mulut ke mulut) yang memerlukan pengobatan profilaksis. Pemberian imunisasi kepada kontak dalam lingkungan keluarga kurang bermanfaat karena tidak cukup waktu.6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Kultur dari tenggorokan dan nasofaring tidak bermanfaat untuk menentukan siapa saja yang harus menerima pengobatan profilaksis karena pembawa kuman sangat bervariasi dan tidak ada hubungan yang konsisten antara koloni yang ditemukan secara normal pada populasi umum dengan koloni yang ditemukan pada saat terjadi KLB.7) Pengobatan spesifik: Penisilin yang diberikan parenteral dalam dosis yang adekuat merupakan obat pilihan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi meningokokus; ampisilin dan kloramfenikol juga efektif. Pengobatan harus segera dimulai bila diagnosa terhadap tersangka telah ditegakkan, bahkan sebelum kuman meningokokus dapat diidentifikasi. Pada penderita anak-anak sambil menunggu agen penyebab spesifik dapat diidentifikasi, pengobatan harus segera diberikan dengan obat yang efektif terhadapHaemophilus influenzaetipe B (Hib) dan terhadapStreptococcus pneumonia.Ampisilin merupakan obat pilihan untuk kedua bakteri tersebut selama mereka masih sensitif terhadap ampisilin. Ampisilin harus dikombinasikan dengan generasi ketigacephaloposporin, atau dengan kloramfenikol, atau denganvancomycinsebagai subsitusi di wilayah dimana ditemukanH. influenzaedanS. pneumoniaeyang resisten terhadap ampisilin. Pasien dengan infeksi meningokokus atau Hib harus diberirifampisinsebelum dipulangkan dari rumah sakit apabila sebelumnya tidak diberikan obat generasi ketigacephalosporinatauciprofloxacin. Hal ini dilakukan agar ada kepastian bahwa organisme telah terbasmi. Penanggulangan KLB1) Bila terjadi KLB, upaya paling penting yang harus dilakukan adalah meningkatkan kegiatan surveilans, diagnosa dan pengobatan dini dari kasus-kasus yang dicurigai. Kepanikan dan kecurigaan yang terlalu tinggi tidak bermanfaat.2) Pisahkan orang-orang yang pernah terpajan dengan penderita dan berikan ventilasi yang cukup terhadap tempat tinggal dan ruang tidur bagi orang-orang yang terpajan dengan kuman yang disebabkan karena kepadatan (misalnya: barak dan asrama tentara, pekerja tambang dan tahanan). 3) Pengobatan pencegahan masal biasanya tidak efektif untuk mengatasi KLB. Pada KLB yang terjadi pada sekelompok kecil penduduk (misalnya di suatu sekolah), pemberian pengobatan pencegahan pada semua orang dikelompok itu dapat dipertimbangkan terutama apabila KLB tersebut disebabkan oleh serogrup yang tidak termasuk dalam vaksin yang ada. Bila dilakukan pengobatan masal harus diberikan pada seluruh anggota masyarakat pada saat yang sama. Semua kontak dekat harus dipertimbangkan untuk mendapat pengobatan profilaksis, tanpa melihat apakah seluruh anggota masyarakat sudah diobati (lihat 9B5 di atas).4) Pemberian vaksin pada semua kelompok umur yang terkena seharusnya dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh apabila terjadi KLB di suatu institusi yang besar atau di masyarakat dimana kasus disebabkan oleh infeksi grup A, C, W-135 dan Y. Vaksin meningokokus sangat efektif untuk menghentikan wabah yang disebabkan oleh serogrup A dan C. Hal-hal yang diuraikan berikut ini dapat membantu apakah kita perlu memberikan imunisasi kepada orang-orang yang berisiko pada saat terjadi KLB yang diduga disebabkan oleh grup C:a) Pastikan terlebih dahulu bahwa telah terjadi KLB dan deskripsikan secara epidemiologis untuk menemukan kelompok umur yang terkena dan denominator sosial lainnya (misalnya: sekolah, tempat penitipan anak, organisasi kemasyarakatan, kelab malam, kota) dari orang-orang yang terkena;b) hitungattack ratestrain bakteri yang menyebabkan KLB pada populasi yang berisiko; c) bila mungkin, lakukan isolasi subtipeN. meningotidispenyebab KLB menggunakan metoda molekuler. Bila paling tidak ditemukan tiga kasus yang disebabkan oleh grup C dengan subtipe yang sama selama 3 bulan dan kasus baru 360 tetap muncul danattack ratemeningkat menjadi 10 kasus grup C per 100.000 penduduk, maka pemberian imunisasi kepada kelompok masyarakat yang berisiko tersebut harus dipertimbangkan.

4.Haemophilus Meningitis(Meningitis yang disebabkan olehHaemophilus influenzae) a)IdentifikasiDi masa vaksin konyugatHaemophilus bbelum dipakai secara luas,H. influenzaemerupakan penyebab meningitis bakterial yang paling utama pada anak-anak umur 2 bulan sampai dengan 5 tahun di Amerika. Biasanya disebabkan oleh karena terjadi bakteriemia. Timbulnya gejala dapat subakut tetapi biasanya muncul mendadak; gejalanya berupa demam, muntah, letargi dan iritasi meningeal, dengan ubun-ubun menonjol pada bayi atau kaku kuduk dan kaku punggung pada anak yang lebih besar. Sering cepat terjadi stupor atau koma. Biasanya didahului dengan demam ringan selama beberapa hari dengan gejala SSP yang samar. Diagnosis dibuat dengan melakukan isolasi organisme penyebab dari darah atau cairan serebro spinal. Polisakarida kapsular spesifik dapat diidentifikasi dengan menggunakan teknik CIE atau LA.b)Penyebab infeksiPenyebab paling sering adalahH. influenzaeserotipe b (Hib). Organisme ini dapat juga menyebabkan epiglottitis, pneumonia,septic arthritis, cellulites, pericarditis, empyemadanosteomyelitis.Serotipe lainnya jarang sekali menyebabkan meningitis.c)Distribusi penyakitTersebar di seluruh dunia; paling prevalens diantara amak umur 2 bulan sampai 3 tahun; jarang terjadi pada usia 5 tahun. Di negara berkembang, puncak insidensi adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan; di Amerika Serikat pada anak usia 6-12 bulan. Sebelum adanya vaksin untuk Hib di Amerika Serikat, kira-kira 12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada anak umur kurang dari 5 tahun dibandingkan dengan hanya 25 kasus pada tahun 1998. Sejak tahun 1990-an, dengan penggunaan vaksin secara luas pada anak-anak, meningitis yang disebabkan Hib boleh dikatakan telah menghilang; sekarang banyak kasus terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak. Kasus sekunder dapat terjadi di lingkungan dan tempat penitipan anak.d)Reservoir Manusia.e)Cara penularanMelalui droplet, sekret hidung dan tenggorokan selama periode infeksius. Tempat masuknya kuman seringkali adalah nasofaring.f)Masa inkubasi Tidak diketahui, mungkin sekitar 2-4 hari.g)Masa penularanSelama masih ada kuman di tenggorokan selama itu orang tersebut dapat menularkan kepada orang lain; berlangsung cukup lama, walaupun tidak adadischargehidung. Penderita tidak lagi menular dalam waktu 24-48 jam setelah dimulainya pengobatan dengan antibiotika yang efektif.h)Kerentanan dan kekebalanSemua orang rentan terhadap infeksi. Imunitas timbul ditandai dengan adanya antibodi bakterisidal dan atau antibodi antikapsul di dalam darah baik yang didapat secaratransplacentalmaupun karena terinfeksi sebelumnya atau karena imunisasi.i)Cara-cara pemberantasan Upaya pencegahan1) Melalui program imunisasi pada anak-anak. Beberapa jenis vaksin yang berisi konyugat protein polisakarida dapat melindungi anak-anak dari meningitis pada umur lebih dari 2 bulan dan vaksin ini telah terdaftar di AS sebagai vaksin tunggal atau sebagai vaksin kombinasi dengan lainnya. Imunisasi dianjurkan mulai diberikan sejak usia 2 bulan, diikuti dengan dosis berikutnya diberikan setelah 2 bulan, jumlah dosis bervariasi tergantung jenis vaksin yang digunakan. Semua jenis vaksin membutuhkan booster pada usia 12-25 bulan. Imunisasi rutin tidak dianjurkan pada anak usia di atas 5 tahun.2) Lakukan pengamatan kasus yang mungkin timbul pada populasi yang rentan seperti pada tempat-tempat penitipan anak dan rumah yatim piatu.3) Berikan penyuluhan kepada orang tua tentang kemungkinan timbulnya kasus sekunder pada saudara penderita yang berumur kurang dari 4 tahun dan perlu dilakukan evaluasi dan pengobatan bila ditemukan penderita dengan demam atau kaku kuduk.. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat; di daerah endemis tertentu di Amerika Serikat wajib dilaporkan.2) Isolasi: Isolasi saluran nafas selama 24 jam setelah dimulainya pengobatan.3) Perlindungan kontak: Pengobatan profilaksis denganrifampin(diberikan oral sehari sekali selama 4 hari dengan dosis 20 mg/kg BB, dosis maksimal 600 mg/hari), diberikan kepada semua kontak serumah (termasuk orang dewasa) 362 dimana di dalam rumah tersebut ada satu atau lebih bayi (selain dari kasus indeks) yang berumur kurang dari 12 bulan atau di rumah tersebut ada anak berumur 1-3 tahun yang tidak mendapatkan imunisasi secara adekuat. Apabila dua atau lebih kasusinvasiveditemukan dalam waktu 60 hari, anak-anak yang tidak diimunisasi atau diimunisasi tidak lengkap berkunjung ke tempat penitipan anak tersebut, maka dilakukan pemberianrifampinkepada semua pengunjung dan petugas perawatan anak. Bila hanya timbul satu kasus saja, pemberian pengobatan profilaksis dengan rifampin masih diperdebatkan.4) Investigasi kontak dan sumber infeksi: lakukan pengamatan kontak bagi mereka yang berusia di bawah 6 tahun khususnya terhadap bayi yang ada di rumah, yang berada pada pusat perawatan anak untuk melihat kalau ada tanda-tanda sakit khususnya demam.5) Pengobatan spesifik: Ampisilin merupakan obat pilihan (dalam bentuk suntikan 200-400 mg/kg BB/hari). Oleh karena 30% dari strain yang ada sudah resisten terhadap ampisilin oleh karena bakteri tersebut memproduksi beta laktamase, maka dianjurkan untuk menggunakanceftriaxione, cefotaximeatauchloramphenicolbersama dengan ampisilin atau tersendiri sampai saat hasil tes sensitivitas terhadap antibiotika diperoleh. Pasien harus diberirifampin, sebelum dipulangkan dari rumah sakit untuk memastikan eliminasi kuman.

5.Pneumococcal MeningitisMeningitis pneumokokus mempunyai angka kematian yang sangat tinggi. Dapat muncul dalam bentuk fulminan dan timbul bakterimia tanpa harus ada infeksi di tempat lain, walaupun mungkin terjadiotitis media ataumastoiditispada saat yang sama. Biasanya penyakit muncul tiba-tiba berupa demam tinggi, kelemahan umum atau koma dan tanda-tanda iritasi meningeal.Pneumococcal meningitisdapat muncul sebagai penyakit sporadis pada neonatus, pada orang usia lebih tua dan kelompok tertentu yang berisiko seperti pasien tanpa limpa dan pada penderita dengan hipogamaglobulinemia. Fraktur padabasis crania menyebabkan terjadi hubungan yang menetap dengan nasofaring diketahui sebagai faktor predisposisi.

6.Neonatal MeningitisNeonatus denganneonatal meningitis, timbul letargi, kejang, episode apnoe (napas terhenti), susah makan, hipotermi dan kadang-kadang terjadi gangguan berat pada pernafasan dan biasanya terjadi pada minggu-minggu pertama kehidupan. Hitung darah putih bisa meningkat atau menurun. Kultur LCS memperlihatkan adanya streptokokus grup B,Listeria monocytogenesE. coli K-1atau kuman lainnya yang didapat melalui jalan lahir. Bayi usia 2 minggu-2 bulan bisa menunjukkan gejala yang sama, ditemukan mikroorganisme Streptokokus grup B atau kelompokKlebsiella- Enterobacter-Serratia didalam LCS dan bakteri ini biasanya didapat dari ruang perawatan. Meningitis pada kedua grup ini berkaitan dengan terjadinya septikemia. Pengobatan dilakukan dengan ampisilin ditambah dengan obat generasi ketigacephalosporinatauaminoglycoside, sampai kuman penyebab diketahui dan hasil tes sensitivitas terhadap antibiotika sudah ada.

2.3.5. PatofisiologisMeningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag.Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuronneuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :1. Aliran darah (hematogen) karena infeksi di tempat lain seperti faringitis, tonsillitis, endocarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang berada dalam cairan otak.2. Perluasan langsung dari infeksi (per kontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus karvenosus.3. Implantasi langsung: trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal, dan mielokel.4. Meningitis pada neonatus dapat terjadi karena : Aspirasi cairan dari cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir. Infeksi bakterial secara transplasental terutama listeria.Sebagian besar infeksi susunan syaraf pusat terjadi akibat penyebaran hematogen. Saluran napas merupakan port de entre utama bagi banyak penyebab meningitis purulenta. Proses terjadinya meningitis bacterial melalui jalur hematogen diawali dengan perlekatan bakteri pada sel epitel mukosa nasofaring dan melakukan kolonisasi, kemudian menembus rintangan mukosa dan memperbanyak diri dalam aliran darah dan menimbulkan bakterimia. Selanjutnya bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri di dalamnya. Bakteri ini menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.

Infeksi

Penetrasi LukaPembuluh Darah

CSS

Seluruh rongga sub arachnoid

TuberkelEksudat

Obstruksi sisterna basalisKelainan pembuluh darah(Arthritis-phlebitis)

HidrocephalusInfark otak

Perlunakan otak

Gambar. Patofisiolofi Meningitis

2.3.6. Gejala KlinisMeningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal. Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan olehMumpsvirusditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan olehEchovirusditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitisCoxsackievirus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung.Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebabHaemophilus influenzae, 25 % olehStreptococcus pneumoniae, 21 % olehStreptococcus, dan 10 % oleh infeksiMeningococcus. Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau stadiumprodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksibiasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam,muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun, mudahtersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupaapatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala,konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3 minggu dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dankadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.

2.3.7. DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.Pemeriksaan Rangsangan Meningeal1. Pemeriksaan Kaku KudukPasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi danrotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.2. Pemeriksaan Tanda KernigPasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendipanggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinyadibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendipanggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.Pemeriksaan Penunjang Meningitis1. Pemeriksaan Pungsi LumbalLumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan proteincairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekananintrakranial.a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.

2. Pemeriksaan darahDilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.3. Pemeriksaan RadiologisCT SCANPada keadaan yang diduga meningitis bakterialis dengan penurunan kesadaran, pemeriksaan CT-Scan cranium direkomendasikan sebelum lumbal pungsi untuk menghindari herniasi otak akibat edema serebri. Pada meningitis fase akut, Pemeriksaan CT-Scan biasanya normal. Lesi pada parenkim tidak mudah terlihat pada gambaran CT-Scan, kecuali pada iskemik yang disebankan oleh vaskulitis sekunder yang merupakan komplikasi pada lebih dari 20% kasus. Gambaran parenkim yang abnormal sebanding lurus dengan gejala neurologis dan akan memperburuk prognosis nya.Jika gejala dan tanda (kaku kuduk, tanda kernig dan tanda laseque) ditemukan maka dianjurkan untuk pemeriksaan Computer Tomography beserta pungsi lumbal (bila tidak ada tanda edema otak). Pembuluh darah yang terpapar dengan dengan eksudat inflamasi subarakhnoid mengalami spasme dan atau trombosis yang selanjutnya akan menyebabkan iskemia dan akhirnya infark. Pada beberapa kasus didapatkan gyrii dan cysterna menyempit (dengan kontras terlihat) yang disebabkan oleh melebarnya sulcii karena eksudat yang mengisi sulcii akibat proses inflamasi, gyral enhancement, tampak lesi hipodens di ganglia basalis, dan sistem ventrikel melebar

Gambar. Gyral enhancement pada meningitis bacterial akut

Gambar. Melebarnya system ventrikel pada meningitis bacterial akut disertai ventrikulitis.Komplikasi1. EmpiemaEmpiema biasanya merupakan komplikasi dari infeksi atau kantong pus yang terlokalisasi (abses) dalam otak. Empiema adalah suatuefusi eksudat yang disebabkan oleh infeksi langsung pada rongga tubuh yang menyebabkan cairan tubuh menjadi purulen atau keruh. Gambaran CT-scan tampak lesi hipodens.

Gambar. Empiema subdural pada pasien meningitis bakteri

2. AbsesFase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus.Gambaran CT scan tampak lesi hipodens dengan dinding bulat (kantong) hiperdens.

Gambar. Abses pada meningitis kronis3. HydrocephalusBerdasarkan Anatomi /tempat obstruksi CSS Hidrosefalus tipe obstruksi /non komunikansTerjadi bila CSS otak tergangu (Ganguan di dalam atau pada sistem ventrikel yang mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam sistem ventrikel otak), yang kebanyakan disebabkan oleh kongenital : stenosis akuaduktus Sylvius (menyebabkan dilatasi ventrikel lateralis dan ventrikel I. Ventrikel IV biasanya normal dalam ukuran dan lokasinya). Yang agak jarang ditemukan sebagai penyebab hidrosefalus adalah sindrom Dandy-Walker, Atresia foramen Monro, malformasi vaskuler atau tumor bawan. Radang (Eksudat, infeksi meningeal). Perdarahan/trauma (hematoma subdural). Tumor dalam sistem ventrikel (tumor intraventrikuler, tumor paraselar, tumor fosa posterior). Hidrosefalus tipe komunikansJarang ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan atau ganguan penyerapan (Ganguan di luar sistem ventrikel). perdarahan akibat trauma kelahiran menyebabkan perlekatan lalu menimbulkan blokade vili arachnoid. Radang meningeal Kongenital :- Perlekatan arachnoid/sisterna karena ganguan pembentukan. - Ganguan pembentukan vili arachnoid- Papiloma plexus choroideusCT scan kepala Pada hidrosefalus obstruktif CT scan sering menunjukan pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel I. Dapat terjadi di atas ventrikel ebih besar dari ocipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukuranya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus komunikan gambaran CT scan menunjukan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.

Keuntungan CT scan :1. Gambaran lebih jelas2. Non traumatik3. Meramal prognose4. Penyebab hidrosefalus dapat diduga

Gambar. Ventriculomegaly pada hidrosefalus

Gambar. CT-Scan seorang pasien dengan meningitis tuberculosis menunjukkan perubahan inflamasi perivaskuler dan infark temporer yang disebabkan oleh vaskulitis.

Gambar 1. Meningitis bakterial sebagai komplikasi dari sinusitis frontal (kiri). Edema serebral sisi kiri dan hiperemia korteks serebral. Empyema subdural di sisi kiri dari falx posterior.Gambar 2. Ependemitis granular setelah operasi multipel ventrikular shunt. Penebalan ependym ventrikular dan gambaran hipodens dari jaringanserebral paraventrikular.Gambar 3. Ensefalitis emboli fokal pada endokarditis bakterial subakut. Ditahap akut (a,b), multiple contrast-enhancing foci, pada follow-up 14 hari setelahnya (c)Gambar 4a,b. Kolesteatoma dengan destruksi os. Petrosa dan invasi ke fossa cranial posterior. Tampak kolesteatoma di telinga tengah dan mastoid destruksi tulang (a). Gambaran post-contrast tampak abses intrakranial.Gambar 5. Defek serebral luas pada ensefalitis fokal. Gambar. Pada CT, peningkatan kontras setelah infark terjadi pada tahap sub-akut, dan umumnya dimulai menjelang akhir minggu pertama. Peningkatan puncak terjadi pada minggu ke 2 dan 3, dan secara bertahap memudar selama minggu-minggu berikutnya. (kanan Axial non-contrast. kiri axial dengan contrast)

Magnetic Resonance Imaging (MRI)Magnetic Resonance Imaging (MRI) bukan merupakan pemeriksaan rutin pada kasus meningitis bakterialis tanpa komplikasi. pemeriksaan MRI akan membantu memberikan gambaran yang lebih jelas pada parenkim otak. Pada kasus komplikasi berupa kejang dan disertai dengan gejala-gejala fokal, MRI lebih baik jika dibandingkan dengan CT-Scan dalam menggambarkan lesi parenkim pada kasus meningoensefalitis atau komplikasi vaskulitis akibat rentetan FLAIR (Fluid Attenuated Inversion Recovery).

Gambar. Acute bacterial meningitis. This axial T2-weighted magnetic resonance image shows only mild ventriculomegaly.

Gambar. Acute bacterial meningitis. This contrast-enhanced, axial T1-weighted magnetic resonance image shows leptomeningeal enhancement (arrows).

2.3.8. PenatalaksanaanPenatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis meliputi:a.Pengobatan Simtomatis:1) Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2 0,5 mg/kgBB/dosis, atau rektal : 0,4 0,6 mg/kgBB indikasi meringankan spasme otot rangka, atau Fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam indikasi anti kejang, 3 x sehari atau Fenonarbital 5 7 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari. Indikasi anti kejang2)Antipiretik : parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis. Indikasi analgesik3)Antiedema serebri: Diuretik osmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk mengobati edema serebri.4)Pemenuhan Oksigenisasi dengan O2.5)Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik : pemberian tambahan volume cairan intravena.b.Obat anti infeksi (meningitis tuberkulosa)1)Isoniazid 10 20 mg/kgBB/24 jam, oral,2 x sehari maksimal 500 mg selama 1 tahun. Indikasi memnghambat pembentukan dinding sel bakteri2)Rifampisin 10 15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun indikasi : anti infeksi3)Streptomisin sulfat 20 40 mg/kgBB/ 24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan.Indikasi Indikasi Menghambat/membunuh pertumbuhan mikroorganismec.Obat anti infeksi (meningitis bakterial)1)Sefalosporin generasi ketiga Indikasimenghambat sintesis dinding sel mikroba2)Amfisilin 150 200 mg (400mg)/kgBB/24 jam, IV, 4 6 x sehari Indikasiantibakteri Gram + dan Gram 3)Kloramfenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari. Indikasimenghambat sintesa protein sel mikroba.

Pengobatan biasanya diberikan antibiotik yang paling sesuai untuk setiap mikroorganisme penyebab meningitis :AntibiotikOrganismeDosis Total Sehari Untuk DewasaInterval Pemberian

Penicilin G

AmpicillinCefotaximeCeftazidimeCeftriaxoneChlorampenikol

AmikacinBactrimMetronidazoleSulbenicillinCloxacillinGentamicyn

Terapi TBC

INHRifampisinPyrazinamideStreptomicyn

PneumoccocciMeningoccocciStreptoccocci

Haemofilus Influenza

KlebsiellaPseudomonasProleusMicobacterium Tuber culosis20 juta U/hr

18 gr/hr12 gr/hr6 gr/hr4 gr/hr4 gr/hr

15 mg/kg/hr10 mg/kg/hr1 2 gr/hr12 gr/hr12 gr/hr

5 - 10 mg/kg/hr15 - 20 mg/kg/hr30 - 35 mg/kg/hr15 mg/kg/hr i.m.

2 4 jam

4 jam4 jam4 jam6 jam6 jam

12 jam8 jam12 jam4 jam4 jam

24 jam24 jam6 8 jam12 24 jam

BAB IIILAPORAN KASUS

3.1 ANAMNESIS3.1.1 IdentitasNama: Tn. DAPUmur: 29 Tahun 1 bulanJenis Kelamin: Laki-LakiAlamat: Cimandiri XI RT 01/RW 02 Mlatiharjo. Semarang TimurAgama: IslamPekerjaan: Bekerja di Showroom MotorNo. CM: 294265Tanggal Masuk: 22 Juli 2014Alloanamnesis dilakukan dengan Keluarga pasien pada Hari Jumat, tanggal 1 Agustus 2014 pukul 13.00 WIB3.1.2 Keluhan Utama : Nyeri Kepala 3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang :Satu minggu sebelum masuk Rumah sakit, pasien mengeluhkan pusing dan panas, nafsu makan menurun lalu pasien memeriksakan diri ke Puskesmas dan di diagnosa Thypus oleh dokter Puskesmas. Menurut keluarga pasien, pasien sering mengalami kekambuhan dari gejala Thypus dan menurut keluarga imunitas pasien memang rendah sejak kecil sehingga mudah untuk terkena beberapa penyakit dan pasien agak tertutup mengenai masalah kesehatannya, namun komunikasi dengan keluarga biasa. Selama seminggu pasien tidak bekerja karena dirasa tidak cukup kuat untuk bekerja selama beberapa hari itu sehingga pasien mengambil cuti, dirumah pasien bermain bersama anak.Menurut keluarga, pasien pernah memiliki riwayat usus buntu saat pasien masih duduk dikelas 2 SMP dan sudah dioperasi, pasien juga pernah jatuh saat bermain futsal pada dua tahun yang lalu sehingga mengakibatkan memar pada punggung pasien, namun pasien hanya mengoleskan balsam pada tempat memar tersebut. Lama kelamaan luka dipunggung pasien membengkak hingga seperti bisul dan mengeluarkan nanah dengan ukuran 2 3 cm, pasien tidak mengobati luka dipunggungnya tersebut ke dokter atau puskesmas, menurut keluarga luka dipunggung pasien sudah sembuh karena pasien tidak pernah membicarakan dan mengeluhkan lagi. Namun ternyata saat di RS, tenaga medis melaporkan masih adanya luka dipunggung dan paha pasien.Tepat pada malam hari setelah maghrib dirumah, sebelum masuk Rumah Sakit pasien mengalami puncak gejalanya. Pasien mengalami bicara kacau, bicara hanya bisa nggremeng, nafsu makan semakin menurun namun keluarga belum ada rencana untuk membawa pasien ke RS. Pada tanggal 22 Juli 2014, pagi hari saat bangun tidur pasien mengalami kaku pada tangan dan kaki, perasaan ingin muntah ketika sarapan, dan pasien tiba-tiba tidak sadarkan diri sehingga pasien segera dibawa oleh keluarga ke UGD RSUD Kota Semarang. Menurut keluarga ini kali pertama pasien mengalami sakit seperti ini.Di rumah sakit, tampak keadaan umum pasien lemah, somnolen - stupor, pusing (+), GCS 11 (E4 M6 V1), pupil unisokor, kekuatan otot 4/4, kaku kuduk (+), N. cranialis (dbn), gelisah, akral dingin (-), pulsasi cukup, tampak luka di punggung belakang dan paha kanan, febris (-), kamunikasi verbal (-). awal masuk Rumah Sakit pasien didiagnosa Meningoenchepalitis dan pasien mendapatkan perawatan Rawat Inap di Ruang ICU.

3.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu Sebelumnya tidak pernah mengalami sakit seperti ini. Riwayat Hipertensi disangkal Riwayat Diabetes Mellitus disangkal. Riwayat TBC disangkal Riwayat Kejang disangkal Riwayat Tumor disangkal Riwayat Stroke disangkal Riwayat Sakit Telinga disangkal Riwayat Sakit Gigi disangkal Riwayat mengkomsumsi Jamu disangkal Riwayat Usus Buntu (+) sudah dioperasi, saat pasien kelas 2 SMP Riwayat Luka di punggung, pus (+) sudah lama dikarenakan jatuh saat bermain futsal, keluarga tidak tahu sudah sembuh atau belum. Riwayat Thypus (+)

3.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang pernah atau sedang mengalami sakit seperti ini. Riwayat Hipertensi disangkal Riwayat TBC disangkal Riwayat Diabetes Mellitus disangkal Riwayat Tumor disangkal Riwayat Stroke disangkal

3.1.6 Riwayat Sosial EkonomiPasien punya tidak mempunyai kebiasaan merokok, mengkonsumsi kopi ataupun puyer apapun.Pasien Tinggal dirumah orang tua dengan orang tua, istri dan 2 anaknya. Pasien sebagai kepala keluarga dengan mata pencaharian bekerja di Showroom motor. Kebutuhan sehari-hari terpenuhi oleh pasien dan keluarga pasien. Pasien berobat dengan bantuan dana dari pemerintah.Kesan Sosial Ekonomi : Kurang

3.2 Pemeriksaan FisikTanggal 1 Agustus 2014 pukul 13.00 WIB di ICU RSUD Kota Semarang.

Status PresentJenis Kelamin: Laki-LakiUsia: 29 Tahun 1 bulan Berat Badan: 54 kgPanjang Badan: 165 cm

Tanda VitalTekanan Darah: 100 / 70 mmHgNadi: 74 x / menit, irama regular, isi cukup, equalitas sama pada keempat ekstremitas.Suhu: 36 C (aksila)Frekuensi Nafas: 28 x / menit

Pemeriksaan FisikKeadaan umum: StuporKepala: MesocephalRambut: Hitam, tidak mudah dicabut.Mata : Palpebra simetris, cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat unisokor, reflek cahaya pupil (N).Telinga: Serumen (-/-), tidak nyeri, tidak bengkak.Hidung: Simetris, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)Leher : Simetris, pembesaran kelenjar (-/-)Tenggorokan: Faring Mukosa Bukal : Warna merah muda, hiperemis (+) Lidah : Dalam batas normal Uvula: di tengah, dalam batas normal Tonsil Ukuran : T 1- 1 Warna: Hiperemis (-)Thorax Paru-paruInspeksi: dbnPalpasi: dbnPerkusi: dbnAuskultasi: Suara dasar vesikuler Suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/+)

JantungInspeksi: Iktus kordis tidak tampakPalpasi: Iktus kordis teraba di sela iga ke VI, 2 cm kelateral linea mid clavicularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar.Perkusi: Batas atas: ICS II linea parasternalis kiriPinggang: ICS III linea parasternalis kiriBatas kiri: ICS VI 2 cm ke lateral linea midclavicularis kiriBatas kanan: ICS VI linea sternalis kananAuskultasi: Reguler, Suara jantung murni, gallop (-), bising Jantung (-) AbdomenInspeksi : DatarPalpasi: Supel, nyeri tekan (-) , turgor normal, massa (-), hepar dan lien tidak teraba.Perkusi: Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)Auskultasi: Peristaltik (+) normal

Genitalia: Laki-laki, tidak ada kelainan EkstremitasPemeriksaanSuperiorInferior

Akral dingin-/--/-

Reflek fisiologis+/+ (N)+/+ (N)

Reflek patologis-/--/-

Sianosis-/--/-

Petekhie-/--/-

GerakanBebasBebas

Kekuatan4/44/4

Turgor kulitCukupCukup

Status Neurologik GCS 11 , E4M6V1 Pemeriksaan Rangsang Meningeal: Kaku kuduk ( + ) Lasegue ( + ) Kernig ( + ) Brudzinski I/Brudzinskis neck sign ( + ) Brudzinski II/ Brudzinskis contralateral leg sign ( + ) Nervus kranialis : dalam batas normal Motorik: Kekuatan : 4 Tonus : Normal Sensorik: dalam batas normal Refleks fisiologis: dalam batas normal Refleks patologis: dalam batas normal Otonom: retensio urin (-), inkotinensia alvi (-)

3.3 Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 22 Juli 2014)HEMATOLOGIHemoglobin: 11,2 g/dL(N)Hematokrit: 33,10 %()Jumlah Leukosit: 14,1 /uL()Jumlah Trombosit: 385 x10/uL(N)KIMIA KLINIKGlukosa Darah Sewaktu: 100 mg/dL (N)Ureum: 14,0 mg/dL()Creatinin: 0,5 mg/dL()WIDALS typhi O: NegatifS typhi H: Negatif

2. Pemeriksaan Radiologi a. CT SCAN Tanpa Kontras (Tanggal 31 Juli 2014)

b. Pemeriksaan CT SCAN Dengan Kontras (Tanggal 1 agustus 2014)

Interpretasi :Cortikal sulci, gyrii dan cysterna menyempit, dengan kontras terlihatGyral enhancementTampak lesi hipodens di ganglia basalis sinistraSistem verntrikel melebarTak tampak midline shiftingCerebellum dan batak otak baikKesan :Infark di ganglia basalis sinistraGambaran MeningitisTIK meningkat

3.4 DIAGNOSISMeningtis

Diagnosis Banding : Meningitis bakteri Meningitis viral

3.5 PENATALAKSANAANA. MEDIKAMENTOSA O2 kanul 2 liter per menit Pasang DC Infus RL 20 tetes per menit Suction k/p Injeksi Methylprednisolon 3 x 125 mg Injeksi Lancholin 2 x 250 mg Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg Injeksi Ceftriaxon 2 x 2 gr Rawat luka

B. NON MEDIKAMENTOSA Tirah baring Minum obat teratur Rawat dekubitus Terapi nutrisiProgram :Rujuk ke Spesialis Bedah Saraf untuk dilakukan tindakan pembedahan

3.6. PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad bonam Ad functionam : dubia ad bonam Ad sanactionam : dubia ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

1. Balentine, J. Encephalitis and Meningitis. 2010. Available in :http://www.emedicine.com2. Imaging in Bacterial Meningitis.Author: Lutfi Incesu, MD; Chief Editor: James G Smirniotopoulos, MD. Available in : http://emedicine.medscape.com/article/341971-overview#a203. Lange, S., Thomas, Kluge. Cerebral and Spinal Computerized Tomography Second Revised and Enlarged Edition.4. Patterns of Contrast Enhancement in the Brain and Meninges, James G. Smirniotopoulos, MD, Frances M. Murphy, MD, MPH, Radiographics.5. Razonable, R. Meningitis Overview. Mayo Clinic College of Medicine. 2009. available in :http://www.medscapeemedicine.com/meningitis.6. Scheld, M. Infection of the Central Nervous System third edition. Lippincot William and Wilkins. 2004.h.443.7. Schossberg, D. Infections of the Nervous System. Springer Verlag. Philladelphia, Pennsylvania. 2006.8. Tunkel, A. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis. Clinical Infectious Disease. Infectious Disease Society of America. Phyladelpia. 2004.9. Tsumoto, S. Guide to Meningoencephalitis Diagnosis. JSAI KKD Chalenge 2001.10. Van de beek, D. Clinical Features and Prognostic Factors in Adult with Bacterial Meningitis.NEJM.2004.