Lapkas Lydia

30
BAB I LAPORAN KASUS INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA ANAK I. IDENTITAS A. Identitas Anak Nama : An. M Tempat Tanggal Lahir : Tembilahan, 03 Maret 2009 Usia : 6 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Tembilahan,Indragiri Hilir Tanggal Pemeriksaan : 17 November 2015 B. Identitas Orang Tua Nama Bapak / Usia : Agus / 37 tahun Pekerjaan : Pekerja Swasta Nama Ibu/ Usia : Tuti / 31 tahun Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Tembilahan,Indragiri Hilir II. ANAMNESIS A. Keluhan utama : Batuk B. Riwayat Penyakit Sekarang : Dikeluhkan ± satu hari yang lalu, batuk berdahak berwarna hijau, batuk terus menerus, batuk berdarah (-), batuk berlendir (-), batuk tidak disertai nyeri dada dan sesak, batuk awalnya kering kemudian berdahak berwarna hijau, gatal tenggorokan (+), pilek dengan 1

description

very importantt

Transcript of Lapkas Lydia

Page 1: Lapkas Lydia

BAB I

LAPORAN KASUS

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA ANAK

I. IDENTITAS

A. Identitas Anak

Nama : An. M

Tempat Tanggal Lahir : Tembilahan, 03 Maret 2009

Usia : 6 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Tembilahan,Indragiri Hilir

Tanggal Pemeriksaan : 17 November 2015

B. Identitas Orang Tua

Nama Bapak / Usia : Agus / 37 tahun

Pekerjaan : Pekerja Swasta

Nama Ibu/ Usia : Tuti / 31 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Tembilahan,Indragiri Hilir

II. ANAMNESIS

A. Keluhan utama : Batuk

B. Riwayat Penyakit Sekarang : Dikeluhkan ± satu hari yang lalu, batuk berdahak

berwarna hijau, batuk terus menerus, batuk berdarah (-), batuk berlendir (-), batuk tidak

disertai nyeri dada dan sesak, batuk awalnya kering kemudian berdahak berwarna hijau,

gatal tenggorokan (+), pilek dengan sekret berwarna hijau kental sejak 1 hari yang lalu.

Sesak (-), demam (-), riwayat nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan sehari 3

kali.

BAB = biasa

BAK = lancar

1

Page 2: Lapkas Lydia

C. Riwayat Penyakit Dahulu : Pernah mengalami gejala yang sama, ibunya membawa

pasien ke dokter dan sembuh, riwayat kontak dengan orang yang bergejala sama

(-) ,riwayat cacar dan campak (-), riwayat trauma (-).

D. Riwayat Penyakit Keluarga :

Ada riwayat batuk lama yang diderita oleh kakek pasien

Ibu alergi terhadap cuaca dingin dan makanan berupa telur

Tidak ada riwayat kejang demam atau epilepsy

Tidak ada riwayat hipertensi

Tidak ada riwayat diabetetes mellitus

E. Riwayat Kehamilan

Hamil pertama kali usia 24 tahun

Menikah usia 23 tahun

G1P1A0

Saat hamil Miftahurahman, ibu mengalami mual-muntah hingga usia kehamilan

sekitar 3 bulan

Saat hamil nafsu makan ibu meningkat

F. Riwayat Kelahiran

Ibunya melahirkan Miftahurahman pada usia kandungan 38 minggu (aterm)

Persalinan secara sectio caesaria karena kehamilan mengalami ketuban pecah dini

BB pada saat lahir 3,2 kg

G. Riwayat Pemberian Makanan

ASI selama 2 tahun tidak disertai minum susu formula

Diberikan makanan tambahan bubur SUN saat umur 6 bulan

Nafsu makan anak baik, sehari makan 3 kali

Anak senang mengkonsumsi permen, minuman dingin/es

Anak tidak menyukai sayur

Makanan yang dikonsumsi sekarang adalah nasi, ikan kadang-kadang, ayam kadang

kadang

Sekarang anak tidak minum susu

H. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

2

Page 3: Lapkas Lydia

BB Sekarang : 21,3 kg

Mulai duduk usia 6 bulan

Anak mulai berdiri usia 11 bulan

Anak bisa berjalan usia 1 tahun

Saat ini anak berusia 6 tahun 3 bulan dan mengalami perkembangan yang aktif, anak

juga sudah duduk di Taman Kanak-kanak.

I. Riwayat Imunisasi

Imunisasi lengkap

J. Riwayat Kepribadian, Sosial, dan Lingkungan

Senang bermain dengan teman-teman sebayanya

Dekat dengan ibunya

Mudah dekat dengan orang

Diasuh oleh ibunya sendiri

Aktifitas dilingkungan bermain cukup baik

III. PEMERIKSAAN FISIS

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Berat bada n : 21,3 kg

A. Tanda vital :

Nadi : 60 x/menit

Pernafasan : 30x/menit

Suhu : Normal

B. Pemeriksaan fisis keseluruhan

Kepala-Leher

Kulit : Berwarna sawo matang, ikterus (-), sianosis (-)

Kepala : Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut berwarna hitam

terdistribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata OD : Bentuk normal, Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan

diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)

3

Page 4: Lapkas Lydia

OS : Bentuk normal, Konjungtiva tidak anemis, skelra tidak ikterik,

palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan

diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)

Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada sekret, tidak ada

serumen

Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, terdapat sekret

berwarna hijau kental

Mulut : Bentuk normal, perioral tidak sianosis, bibir lembab, lidah tidak

kotor, arkus faring simetris, letak uvula di tengah, faring tidak

hiperemis, tonsil T1-T1, mukosa mulut tidak ada kelainan

Pertumbuhan gigi : Normal

Leher : Pembesaran KGB -/-

Thorax :

Inspeksi :

Bentuk dan ukuran : Bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel chest (-),

pergerakan dinding dada simetris

Permukaan dada : Papula (-), purpura (-), ekimosis (-), spider naevi (-), vena

kolateral (-), massa (-).

Iga dan sela iga : Pelebaran ICS (-)

Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis : cekung, simetris kiri dan kanan

Fossa jugularis : Tidak tampak deviasi

Tipe pernafasan : Torako-abdominal

Palpasi

Trakea : Tidak ada deviasi trakea

4

Page 5: Lapkas Lydia

Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).

Gerakan dinding dada : Simetris kiri dan kanan

Fremitus vocal : Simetris kiri dan kanan

Perkusi

Sonor seluruh lapang paru

Batas paru-hepar : Inspirasi ICS V, Ekspirasi ICS V

Batas paru-jantung :

Kanan : ICS II linea parasternalis dekstra

Kiri : ICS IV linea mid clavicula sinistra

Auskultasi

Cor : S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-).

Pulmo :

Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru

Rhonki (-/-)

Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi :

Bentuk : Simetris

Umbilicus : Masuk merata

Permukaan Kulit : Tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-),massa (-),

vena kolateral (-), papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-),spider navy (-).

Distensi (-)

Ascites (-)

Auskultasi

Bising usus (+) normal

5

Page 6: Lapkas Lydia

Metallic sound (-)

Bising aorta (-)

Perkusi

Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)

Nyeri ketok (-)

Palpasi

Nyeri tekan epigastrium (-)

Massa (-)

Hepar / lien : tidak teraba

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan pemeriksaan

V. DIAGNOSIS

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

VI. PENATALAKSANAAN

Pengobatan farmakologi yang diberikan adalah :

- Glyceryl Guaiacolate 5 – 12 tahun = 100-200 mg, 3-4 kali sehari.

- Paracetamol tablet 500 mg 3x ½ tab

10-15 mg/kg BB/x 210- 315 mg

- Vitamin C 45 mg/ hari

Pengobatan nonfarmakologi berupa saran kepada pasien untuk :

6

Page 7: Lapkas Lydia

1. Makan secara teratur, mengurangi minum yang dingin-dingin, hindari perokok,

larang anak untuk mencoba menghisap rokok.

2. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara makan makanan bergizi dan

mengkonsumsi vitamin bila perlu.

3. Istirahat yang cukup.

BAB II

7

Page 8: Lapkas Lydia

DISKUSI

Seorang anak laki-laki berumur 6 tahun datang ke puskesmas diantar ibunya dengan

keluhan utama batuk berdahak berwarna hijau, tenggorokan terasa gatal,demam, pilek

dengan sekret berwarna hijau sejak 1 hari yang lalu. Demam turun sewaktu pasien diberi

obat warung berupa contrexin oleh ibunya. Pernah mengalami gejala yang sama sekitar 4

bulan lalu, ibunya membawa pasien ke dokter dan sembuh. Kecurigaan bahwa An. M

menderita ISPA berawal dari keluhan-keluhan yang dialami oleh pasien yang relevan

dengan gejala-gejala timbulnya ISPA, yakni berupa batuk, demam serta pilek.

ISPA dapat disebabkan oleh infeksi bakteri maupun virus namun demikian pathogen

tersering yang menyebabkan ISPA adalah virus atau infeksi gabungan virus bakteri.

Keluhan An. M berupa batuk produktif dengan sputum berwarna hijau dapat dijumpai pada

beberapa pasien ISPA namun hal ini tidak dapat membedakan secara spesifik penyebab

ISPA tersebut bakteri atau virus. Untuk mengetahui lebih jelas penyebab dari ISPA perlu

dilakukan pemeriksaan sputum.

Obat yang diminum oleh An. M adalah Glyceryl Guaiacolate,Paracetamol dan Vitamin

C. An. M diberikan Glyceryl guaiacolate yang mempunyai cara kerja mengencerkan dahak

pada saluran pernapasan sehingga mempermudah pengeluaran dahak. Oleh karena itu obat

ini digunakan untuk meredakan batuk berdahak.Obat ini bertindak sebagai ekspektoran

dengan meningkatkan volume dan mengurangi viskositas sekresi dalam trakea dan bronkus.

Dosis yang diberikan pada anak-anak Glyceryl Guaiacolate 5 – 12 tahun = 100-200 mg, 3-4

kali sehari.

Paracetamol adalah obat yang mempunyai efek mengurangi nyeri (analgesic) dan

menurunkan demam (antipiretik). Cara menurunkan demam dengan cara menghambat pusat

pengatur panas tubuh di hipotalamus. Pada kondisi demam, paracetamol hanya bersifat

simptomatik yaitu meredakan keluhan demam (menurunkan suhu tubuh) dan tidak

mengobati penyebab demam itu sendiri. Dosis dalam bentuk Paracetamol tablet 500 mg 3x

½ tab.

8

Page 9: Lapkas Lydia

Vitamin C adalah vitamin yang biasa digunakan uuntuk mencegah dan mengobati

demam. Vitamin C juga berperan penting dalam membantu penyerapan zat besi dan

mempertajam kesadaran. Sebagai antioksidan, vitamin C mampu menetralkan radikal bebas di

seluruh tubuh. Selain itu vitamin C juga dapat memperkuat daya imunitas dalam tubuh.

Selain terapi farmakologis, diperlukan terapi non farmakologis berupa saran-saran kepada

ibu An. M yang mengasuhnya, misalnya menjaga pola hidup sehat, makan yang bergizi dan

teratur serta istirahat yang cukup.

9

Page 10: Lapkas Lydia

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA ANAK

I. DEFINISI

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan atas atau bawah,

menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa

gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada pathogen

penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu.1

II. EPIDEMIOLOGI

Menurut WHO tahun 2012, sebesar 78% balita yang berkunjung ke pelayanan kesehatan

adalah akibat ISPA. ISPA lebih banyak terjadi di negara berkembang dibandingkan negara maju

dengan persentase masing-masing sebesar 25%-30% dan 10%-15%. Kematian balita akibat

ISPA di Asia Tenggara sebanyak 2.1 juta balita pada tahun 2004. India, Bangladesh, Indonesia,

dan Myanmar merupakan negara dengan kasus kematian balita akibat ISPA terbanyak. 2

ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir

empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98% disebabkan oleh infeksi saluran

pernafasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia,

terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. Begitu pula,

ISPA merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanan

kesehatan terutama pada bagian perawatan anak. 1

Kematian balita akibat ISPA di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 20.6% dari tahun

2010 hingga tahun 2011 yaitu 18.2% menjadi 38.8%. 3

III. ETIOLOGI

10

Page 11: Lapkas Lydia

Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari 90% untuk

ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih kecil. Dalam

Harrison’s Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa penyakit infeksi saluran pernafasan

akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis, sampai dengan laring hamper

90% disebabkan oleh viral , sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hampir 50%

disebabkan oleh bakteri. Penyebab ISPA oleh Streptococcus pneumonia sekitar 70-90%,

sedangkan Stafilococcus Aureus dan H. Influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa

infeksi saluran pernafasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun

virus. 4

IV. KLASIFIKASI

11

Tabel 1. Ragam Penyebab ISPA Menurut Umur

Page 12: Lapkas Lydia

ISPA diklasifikasikan menjadi ISPA ringan, ISPA sedang dan ISPA berat ( Ditjen P2PL,

2009).

1) ISPA Ringan

Tanda dan gejalanya adalah merupakan satu atau lebih dari tanda dan gejala seperti

batuk, pilek (mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung), serak (bersuara parau ketika

berbicara), sesak yang disertai atau tanpa disertai demam ( >37,2oC), keluarnya cairan

dari telingan yang lebih dari 2 minggu tanpa ada rasa sakit pada telinga.5

2) ISPA Sedang

Tanda dan gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut seperti pernafasan

yang cepat lebih dari 50 kali permenit atau lebih (tanda utama) pada umur < 1 tahun dan

40 kali per menit pada umur 1-5 tahun, panas dengan suhu 39oC atau lebih,

wheezing,tenggorokan berwarna merah, mengeluarkan cairan dari telinga, timbul bercak

dikulit menyerupai campak, dan pernafasan berbunyi seperti mengorok. 5

3) ISPA Berat

Tanda dan gejalanya adalah ringan dan sedang ditambah satu atau lebih dari gejala

seperti penarikan dada ke dalam pada saat menarik nafas (tanda utama), adanya stridor

atau mengeluarkan nafas seperti mengorok, serta tidak mampu atau tidak mau makan.

Tanda dan gejala ISPA berat yang lain seperti kebiru-biruan (sianosis), pernafasan cuping

hidung, kejang, dehidrasi, kesadaran menurun, nadi cepat (lebih dari 160 kali per menit

atau tak teraba) dan terdapatnya selaput difteri.5

Selain itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengklasifikasikan ISPA sesuai

dengan kelompok usia dan gejala yang dialami oleh pasien. Gejala ISPA sesuai dengan

ISPA yang diderita dapat diliat pada table 2 sebagai berikut :

V. GEJALA dan TANDA

Gejalanya meliputi demam, batuk dan sering juga nyeri tenggorok, pilek, sesak nafas,

mengi, atau kesulitan bernafas. Infeksi saluran pernafasan akut dapat terjadi dengan berbagai

gejala klinis. Untuk membedakan gejala klinik pada ISPA yang disebabkan oleh virus atau

bakteri sangat sulit untuk didentifikasi.4

12

Page 13: Lapkas Lydia

VI. PATHOGENESIS

ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, droplet melalui batuk dan bersin, udara

pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke dalam saluran

pernafasannya.7

ISPA juga dapat diakibatkan oleh polusi udara. ISPA akibat polusi udara adalah ISPA

yang disebabkan oleh faktor risiko polusi udara seperti asap rokok, asap pembakaran rumah

tangga, gas buang sarana transportasi dan industry, kebakaran hutan, dan lain-lain. Agen

infeksius dapat menyebabkan timbulnya ISPA, namun keberadaan agen infeksius tidak

langsung menimbulkan ISPA karena perthanan tubuh juga menjadi faktor yang penting

untuk menentukan.8

13

Tabel 2. Gejala dan tanda ISPA Berdasarkan Kelompok Usia

Page 14: Lapkas Lydia

Penyebaran ISPA juga tergantung pada keadaan lingkungan. Menurut Achmadi

(2008), untuk mengetahui patogenesis ISPA dapat digunakan teori manajemen penyakit

berbasis lingkungan.9

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan interaksi antara virus/bakteri

dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia

yang terdapat pada permukaan saluran pernafasan bergerak ke atas mendorong virus kea

rah faring atau dengan suatu tangkapan reflex spasmus oleh laring. Jika reflex tersebut

gagal maka virus/bakteri dapat merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran

pernafasan. Iritasi virus/bakteri pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya

batuk kering. Kerusakan struktur lapisan dinding sakuran pernafasan menyebabkan

14

Gambar 9. Mekanisme Penyakit

Gambar 10. Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan

Page 15: Lapkas Lydia

peningkatan aktifitas kelenjar mucus, yang banyak terdapat pada dinding saluran

pernafasan. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengeluaran cairan mukosa yang melebihi

normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut dapat menimbulkan gejala batuk

sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.10

Adanya infeksi virus merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi bakteri.

Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan

mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga

memudahkan bakteri-bakteri pathogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti

Streptococcus pneumonia, Stafilococcus Aureus dan H. Influenza menyerang mukosa

yang telah rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mucus

bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran pernafasan sehingga timbul sesak nafas

dan batuk produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya faktor-faktor cuaca

dingin dan malnutrisi.10

Serangan infeksi virus pada saluran pernafasan dapat menimbulkan gangguan gizi

akut pada bayi dan anak. Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke

tempat-tempat lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga

dapat menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteri menyebabkan

bakteri-bakteri yang biasanya ditemukan di saluran nafas atas dapat menyerang saluran

nafas bawah seperti paru-paru sehingga menyebabkan penumia bakteri. Melalui uraian di

atas, perjalanan klinis ISPA dapat dibagi menjadi periode prepathogenesis dan

pathogenesis. 10

1) Periode Prepathogenesis

Penyebab telah ada tetapi belum menunjukan reaksi. Pada periode ini terjadi antara agen

dan lingkungan serta antara host dan lingkungan.10

a. Interaksi antara agen dan lingkungan mencakup pengaruh geografis terhadap

perkembangan agen serta dampak perubahan cuaca terhadap penyebaran virus

dan bakteri penyebab ISPA.

b. Interaksi antara host dan lingkungan mencakup pencemaran lingkungan seperti

asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara

dalam rumah dapat menimbulkan penyakit ISPA jika terhirup oleh host.

15

Page 16: Lapkas Lydia

2) Periode Pathogenesis

Terdiri dari tahap inkubasi, tahap penyakit dini, tahap penyakit lanjut dan tahap penyakit

akhir.10

a. Tahap Inkubasi, agen infeksius penyebab ISPA merusak lapisan epitel dan lapisan

mukosa yang merupakan pelindung utama pertahanan system saluran pernafasan.

Akibatnya, tubuh menjadi lemah diperparah dengan keadaan gizi dan daya tahan

tubuh yang rendah.

b. Tahap penyakit dini, dimulai dengan gejala-gejala yang mucul akibat adanya

interaksi.

c. Tahap penyakit lanjut, merupakan tahap pengobatan yang epat untuk menghindari

akibat lanjut yang kurang baik.

d. Tahap penyakit akhir, penderita dapat sembuh sempurna, sembuh dengan

atelektasis, menjadi kronis, dan dapat meninggal akibat pneumonia.

VII. FAKTOR RISIKO

Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA, seperti: lingkungan dan

host. Menurut berbagai penelitian sebelumnya, faktor lingkungan yang dapat menyebabkan

ISPA adalah kualitas udara dalam ruangan yang dipengaruhi oleh polusi udara dalam

ruangan (indoor air polution). Pencemaran udara dalam ruangan disebabkan oleh aktifitas

penghuni dalam rumah, seperti: perilaku merokok anggota keluarga dalam rumah dan

penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar dalam rumah tangga. Sedangkan faktor host

yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA antara lain: status imunisasi, Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR), dan umur. Balita yang memiliki status imunisasi yang tidak lengkap akan

lebih mudah terserang penyakit dibandingkan dengan balita yang memiliki status imunisasi

lengkap. Balita BBLR memiliki kekebalan tubuh ynag masih rendah dan organ pernapasan

masih lemah sehingga balita BBLR lebih mudah terserang penyakit infeksi, khususnya

infeksi pernapasan dibandingkan dengan balita tidak BBLR/ normal. Hal ini disebabkan

karena balita yang lebih muda memiliki daya tahan tubuh yang lebih rendah dibandingkan

dengan balita yang lebih tua. 11

16

Page 17: Lapkas Lydia

VIII. DIAGNOSIS

Diagnosis ISPA ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis seperti yang

disebutkan pada klasifikasi diatas. 4

IX. PENATALAKSANAAN

1) Medikamentosa :

a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotic parenteral, oksigen dan

sebagainya.

b. Pneumonia : diberi obat sesuai organisme penyebab

c. Bukan Pneumonia : tanpa pemberian antibiotik, terapinya berupa terapi simptomatik.

Diberikan perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk yang tidak

mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan antihistamin. Bila

demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.4

Pemberian antibiotik yang tidak sesuai untuk infeksi saluran pernafasan akut dapat

menyebabkan peningkatan prevalensi dan resistensi antibiotik. Lebih dari setengah dari

seluruh pemberian resep antibiotik untuk ISPA tidak perlu karena infeksi ini lebih sering

disebabkan oleh virus dan tidak memerlukan antibiotik. Mengetahui ISPA yang terjadi ini

karena infeksi bakteri atau virus sangatlah penting untuk menentukan jenis pengobatan yangg

akan diberikan.12

Sebelum hasil kultur keluar, maka antibiotik yang dapat diberikan adalah antibiotik spektrum

luas, yang kemudian sesuai hasil kultur diubah menjadi kultur sempit. Lama pemberian terapi

ditentukan berdasarkan adanya penyakit penyerta.13

2) Nonmedikamentosa

Penatalaksanaan Nonmedikamentosa yaitu 14

a. Perbanyak istirahat

b. Perbanyak minum air putih

c. Hindari makanan berminyak dan es

d. Konsumsi makanan gizi seimbang

17

Page 18: Lapkas Lydia

X. PENCEGAHAN

Landasan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk perawatan pasien ISPA meliputi

pengenalan pasien secara dini dan cepat, pelaksanaan tindakan pengendalian infeksi rutin

untuk semua pasien, tindakan pencegahan tambahan pada pasien tertentu (misalnya,

berdasarkan diagnosis presumtif), dan pembangunan prasarana pencegahan dan pengendalian

infeksi bagi fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendukung kegiatan pencegahan dan

pengendalian infeksi). 1

Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan umumnya

didasarkan pada jenis pengendalian berikut ini:

1) Reduksi dan Eliminasi

Pasien yang terinfeksi merupakan sumber utama patogen di fasilitas pelayanan

kesehatan dan penyebaran agen infeksius dari sumbernya harus dikurangi/dihilangkan.

Contoh pengurangan dan penghilangan adalah promosi kebersihan pernapasan dan etika

batuk dan tindakan pengobatan agar pasien tidak infeksius.

2) Pengendalian administrative

Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin sumber daya yang

diperlukan untuk pelaksanaan langkah pengendalian infeksi. Ini meliputi pembangunan

prasarana dan kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi yang berkelanjutan,

kebijakan yang jelas mengenai pengenalan dini ISPA yang dapat menimbulkan

kekhawatiran, pelaksanaan langkah pengendalian infeksi yang sesuai (misalnya,

Kewaspadaan Standar untuk semua pasien), persediaan yang teratur dan

pengorganisasian pelayanan (misalnya, pembuatan sistem klasifikasi dan penempatan

pasien). Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan juga harus melakukan perencanaan staf

untuk mempromosikan rasio pasien-staf yang memadai, memberikan pelatihan staf, dan

mengadakan program kesehatan staf (misalnya, vaksinasi, profilaksis) untuk

meningkatkan kesehatan umum petugas kesehatan.

3) Pengendalian lingkungan dan teknis

Pengendalian ini mencakup metode untuk mengurangi konsentrasi aerosol

pernapasan infeksius (misalnya, droplet nuklei) di udara dan mengurangi keberadaan

permukaan dan benda yang terkontaminasi sesuai dengan epidemiologi infeksi. Contoh

18

Page 19: Lapkas Lydia

pengendalian teknis primer untuk aerosol pernapasan infeksius adalah ventilasi

lingkungan yang memadai (≥ 12 ACH) dan pemisahan tempat (>1m) antar pasien. Untuk

agen infeksius yang menular lewat kontak, pembersihan dan disinfeksi permukaan dan

benda yang terkontaminasi merupakan metode pengendalian lingkungan yang penting.

4) Alat Pelindung Diri (APD)

Semua strategi di atas mengurangi tapi tidak menghilangkan kemungkinan pajanan

terhadap risiko biologis.Karena itu, untuk lebih mengurangi risiko ini bagi petugas

kesehatan dan orang lain yang berinteraksi dengan pasien di fasilitas pelayanan

kesehatan, APD harus digunakan bersama dengan strategi di atas dalam situasi tertentu

yang menimbulkan risiko penularan patogen yang lebih besar. Penggunaan APD harus

didefinisikan dengan kebijakan dan prosedur yang secara khusus ditujukan untuk

pencegahan dan pengendalian infeksi (misalnya, kewaspadaan isolasi). Efektivitas APD

tergantung pada persediaan yang memadai dan teratur, pelatihan staf yang memadai,

membersihkan tangan secara benar, dan yang lebih penting, perilaku manusianya. Semua

jenis pengendalian di atas sangat saling berkaitan. Semua jenis pengendalian tersebut

harus diselaraskan untuk menciptakan budaya keselamatan kerja institusi, yang menjadi

landasan bagi perilaku yang aman.

XI. KOMPLIKASI

ISPA (Infeksi Saluran pernafasan akut) sebenarnya merupakan penyakit yang sembuh

sendiri dalam 5-6 hari jika tidak terjad invasi kumn lain, tetapi ISPA yang tidak mendapatkan

pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakit seperti : penutupan tuba

eustachi, laryngitis, tracheitis, bronchitis, dan bronkopenumina dan berlanjut pada kematian

karena adanya sepsis yang meluas.15

XII. PROGNOSIS

Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik pabila tidak terjadi komplikasi yang berat.

Hal ini juga didukung oleh sifat penyakit ini sendri, yaitu self limiting disease sehingga tidak

memerlukan tindakan pengobatan yang rumit.

Penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7 hari. Kematian terbanyak oleh karena

infeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap lebih dari 4 hari dan leukosit > 10.000/ul,

biasanya didapatkan infeksi sekunder.16

19

Page 20: Lapkas Lydia

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 2007.

2. Usman, Iskandar. 2012. Penderita ISPA. (online) Diakses 30 Maret 2014.3. Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan. 2011. Laporan Program P2 ISPA Dinas Kesehatan

Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar: Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan.4. Rubin, Michael A, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine, USA : McGraw Hill.

2005.5. Ditjen P2PL. 2007. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Jakarta : Depkes RI6. Abdullah. 2003. Pengaruh Pemberian ASI terhadap Kasus ISPA pada Bayi Umur 0-4

Bulan. Tesis Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.7. Ditjen P2PL. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut.

Jakarta : Depkes RI.8. Machmud, Rizanda. (2006). Pneumonia balita di Indonesia dan peranan kabupaten

dalam menanggulanginya. Andalas University Press.9. Achamadi, Umar Fahmi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta : UI

Press.10. Ria, Epi. 2012. Kualitas Lingkungan Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara Tahun 2011. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia : Skripsi.

11. Rerung, Ribka. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Lembang Batu Sura. Jurnal FKM Universitas Hasanuddin Makassar.

12. Deasy, Joan and Werner. 2009. Acute Respiratory Tract Infenstions; When Are Antibiotics Indicated. Available from www.jappa.com

13. Dahlan Z. Pnuemonia. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Editors, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Kedokteran Universitas Indonesia.

14. Savitri Oryza. Rekam Medik Pasien Poli dalam scribd.com15. Whaley and Wrong, 2000. Nursing care of Infant And Childern, Mosby, Inc. Yasir, 2009,

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). 16. Supatondo dan Roosheroe AG. 2007. Pedoman Memberi Obat pada Pasien Geriatri Serta

Mengatasi Masalah Polifarmasi. In Sudoyo A.W., Setyiohadi B., Alwi I., Simadibrata M. dan setiati S. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

20

Page 21: Lapkas Lydia

21