Lapkas Lydia
-
Upload
la-lydia-tampubolon -
Category
Documents
-
view
25 -
download
0
description
Transcript of Lapkas Lydia
BAB I
LAPORAN KASUS
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA ANAK
I. IDENTITAS
A. Identitas Anak
Nama : An. M
Tempat Tanggal Lahir : Tembilahan, 03 Maret 2009
Usia : 6 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tembilahan,Indragiri Hilir
Tanggal Pemeriksaan : 17 November 2015
B. Identitas Orang Tua
Nama Bapak / Usia : Agus / 37 tahun
Pekerjaan : Pekerja Swasta
Nama Ibu/ Usia : Tuti / 31 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Tembilahan,Indragiri Hilir
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama : Batuk
B. Riwayat Penyakit Sekarang : Dikeluhkan ± satu hari yang lalu, batuk berdahak
berwarna hijau, batuk terus menerus, batuk berdarah (-), batuk berlendir (-), batuk tidak
disertai nyeri dada dan sesak, batuk awalnya kering kemudian berdahak berwarna hijau,
gatal tenggorokan (+), pilek dengan sekret berwarna hijau kental sejak 1 hari yang lalu.
Sesak (-), demam (-), riwayat nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan sehari 3
kali.
BAB = biasa
BAK = lancar
1
C. Riwayat Penyakit Dahulu : Pernah mengalami gejala yang sama, ibunya membawa
pasien ke dokter dan sembuh, riwayat kontak dengan orang yang bergejala sama
(-) ,riwayat cacar dan campak (-), riwayat trauma (-).
D. Riwayat Penyakit Keluarga :
Ada riwayat batuk lama yang diderita oleh kakek pasien
Ibu alergi terhadap cuaca dingin dan makanan berupa telur
Tidak ada riwayat kejang demam atau epilepsy
Tidak ada riwayat hipertensi
Tidak ada riwayat diabetetes mellitus
E. Riwayat Kehamilan
Hamil pertama kali usia 24 tahun
Menikah usia 23 tahun
G1P1A0
Saat hamil Miftahurahman, ibu mengalami mual-muntah hingga usia kehamilan
sekitar 3 bulan
Saat hamil nafsu makan ibu meningkat
F. Riwayat Kelahiran
Ibunya melahirkan Miftahurahman pada usia kandungan 38 minggu (aterm)
Persalinan secara sectio caesaria karena kehamilan mengalami ketuban pecah dini
BB pada saat lahir 3,2 kg
G. Riwayat Pemberian Makanan
ASI selama 2 tahun tidak disertai minum susu formula
Diberikan makanan tambahan bubur SUN saat umur 6 bulan
Nafsu makan anak baik, sehari makan 3 kali
Anak senang mengkonsumsi permen, minuman dingin/es
Anak tidak menyukai sayur
Makanan yang dikonsumsi sekarang adalah nasi, ikan kadang-kadang, ayam kadang
kadang
Sekarang anak tidak minum susu
H. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
2
BB Sekarang : 21,3 kg
Mulai duduk usia 6 bulan
Anak mulai berdiri usia 11 bulan
Anak bisa berjalan usia 1 tahun
Saat ini anak berusia 6 tahun 3 bulan dan mengalami perkembangan yang aktif, anak
juga sudah duduk di Taman Kanak-kanak.
I. Riwayat Imunisasi
Imunisasi lengkap
J. Riwayat Kepribadian, Sosial, dan Lingkungan
Senang bermain dengan teman-teman sebayanya
Dekat dengan ibunya
Mudah dekat dengan orang
Diasuh oleh ibunya sendiri
Aktifitas dilingkungan bermain cukup baik
III. PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Berat bada n : 21,3 kg
A. Tanda vital :
Nadi : 60 x/menit
Pernafasan : 30x/menit
Suhu : Normal
B. Pemeriksaan fisis keseluruhan
Kepala-Leher
Kulit : Berwarna sawo matang, ikterus (-), sianosis (-)
Kepala : Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut berwarna hitam
terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata OD : Bentuk normal, Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan
diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
3
OS : Bentuk normal, Konjungtiva tidak anemis, skelra tidak ikterik,
palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan
diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada sekret, tidak ada
serumen
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, terdapat sekret
berwarna hijau kental
Mulut : Bentuk normal, perioral tidak sianosis, bibir lembab, lidah tidak
kotor, arkus faring simetris, letak uvula di tengah, faring tidak
hiperemis, tonsil T1-T1, mukosa mulut tidak ada kelainan
Pertumbuhan gigi : Normal
Leher : Pembesaran KGB -/-
Thorax :
Inspeksi :
Bentuk dan ukuran : Bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel chest (-),
pergerakan dinding dada simetris
Permukaan dada : Papula (-), purpura (-), ekimosis (-), spider naevi (-), vena
kolateral (-), massa (-).
Iga dan sela iga : Pelebaran ICS (-)
Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis : cekung, simetris kiri dan kanan
Fossa jugularis : Tidak tampak deviasi
Tipe pernafasan : Torako-abdominal
Palpasi
Trakea : Tidak ada deviasi trakea
4
Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).
Gerakan dinding dada : Simetris kiri dan kanan
Fremitus vocal : Simetris kiri dan kanan
Perkusi
Sonor seluruh lapang paru
Batas paru-hepar : Inspirasi ICS V, Ekspirasi ICS V
Batas paru-jantung :
Kanan : ICS II linea parasternalis dekstra
Kiri : ICS IV linea mid clavicula sinistra
Auskultasi
Cor : S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-).
Pulmo :
Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru
Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi :
Bentuk : Simetris
Umbilicus : Masuk merata
Permukaan Kulit : Tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-),massa (-),
vena kolateral (-), papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-),spider navy (-).
Distensi (-)
Ascites (-)
Auskultasi
Bising usus (+) normal
5
Metallic sound (-)
Bising aorta (-)
Perkusi
Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)
Nyeri ketok (-)
Palpasi
Nyeri tekan epigastrium (-)
Massa (-)
Hepar / lien : tidak teraba
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan
V. DIAGNOSIS
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
VI. PENATALAKSANAAN
Pengobatan farmakologi yang diberikan adalah :
- Glyceryl Guaiacolate 5 – 12 tahun = 100-200 mg, 3-4 kali sehari.
- Paracetamol tablet 500 mg 3x ½ tab
10-15 mg/kg BB/x 210- 315 mg
- Vitamin C 45 mg/ hari
Pengobatan nonfarmakologi berupa saran kepada pasien untuk :
6
1. Makan secara teratur, mengurangi minum yang dingin-dingin, hindari perokok,
larang anak untuk mencoba menghisap rokok.
2. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara makan makanan bergizi dan
mengkonsumsi vitamin bila perlu.
3. Istirahat yang cukup.
BAB II
7
DISKUSI
Seorang anak laki-laki berumur 6 tahun datang ke puskesmas diantar ibunya dengan
keluhan utama batuk berdahak berwarna hijau, tenggorokan terasa gatal,demam, pilek
dengan sekret berwarna hijau sejak 1 hari yang lalu. Demam turun sewaktu pasien diberi
obat warung berupa contrexin oleh ibunya. Pernah mengalami gejala yang sama sekitar 4
bulan lalu, ibunya membawa pasien ke dokter dan sembuh. Kecurigaan bahwa An. M
menderita ISPA berawal dari keluhan-keluhan yang dialami oleh pasien yang relevan
dengan gejala-gejala timbulnya ISPA, yakni berupa batuk, demam serta pilek.
ISPA dapat disebabkan oleh infeksi bakteri maupun virus namun demikian pathogen
tersering yang menyebabkan ISPA adalah virus atau infeksi gabungan virus bakteri.
Keluhan An. M berupa batuk produktif dengan sputum berwarna hijau dapat dijumpai pada
beberapa pasien ISPA namun hal ini tidak dapat membedakan secara spesifik penyebab
ISPA tersebut bakteri atau virus. Untuk mengetahui lebih jelas penyebab dari ISPA perlu
dilakukan pemeriksaan sputum.
Obat yang diminum oleh An. M adalah Glyceryl Guaiacolate,Paracetamol dan Vitamin
C. An. M diberikan Glyceryl guaiacolate yang mempunyai cara kerja mengencerkan dahak
pada saluran pernapasan sehingga mempermudah pengeluaran dahak. Oleh karena itu obat
ini digunakan untuk meredakan batuk berdahak.Obat ini bertindak sebagai ekspektoran
dengan meningkatkan volume dan mengurangi viskositas sekresi dalam trakea dan bronkus.
Dosis yang diberikan pada anak-anak Glyceryl Guaiacolate 5 – 12 tahun = 100-200 mg, 3-4
kali sehari.
Paracetamol adalah obat yang mempunyai efek mengurangi nyeri (analgesic) dan
menurunkan demam (antipiretik). Cara menurunkan demam dengan cara menghambat pusat
pengatur panas tubuh di hipotalamus. Pada kondisi demam, paracetamol hanya bersifat
simptomatik yaitu meredakan keluhan demam (menurunkan suhu tubuh) dan tidak
mengobati penyebab demam itu sendiri. Dosis dalam bentuk Paracetamol tablet 500 mg 3x
½ tab.
8
Vitamin C adalah vitamin yang biasa digunakan uuntuk mencegah dan mengobati
demam. Vitamin C juga berperan penting dalam membantu penyerapan zat besi dan
mempertajam kesadaran. Sebagai antioksidan, vitamin C mampu menetralkan radikal bebas di
seluruh tubuh. Selain itu vitamin C juga dapat memperkuat daya imunitas dalam tubuh.
Selain terapi farmakologis, diperlukan terapi non farmakologis berupa saran-saran kepada
ibu An. M yang mengasuhnya, misalnya menjaga pola hidup sehat, makan yang bergizi dan
teratur serta istirahat yang cukup.
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA ANAK
I. DEFINISI
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan atas atau bawah,
menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa
gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada pathogen
penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu.1
II. EPIDEMIOLOGI
Menurut WHO tahun 2012, sebesar 78% balita yang berkunjung ke pelayanan kesehatan
adalah akibat ISPA. ISPA lebih banyak terjadi di negara berkembang dibandingkan negara maju
dengan persentase masing-masing sebesar 25%-30% dan 10%-15%. Kematian balita akibat
ISPA di Asia Tenggara sebanyak 2.1 juta balita pada tahun 2004. India, Bangladesh, Indonesia,
dan Myanmar merupakan negara dengan kasus kematian balita akibat ISPA terbanyak. 2
ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir
empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98% disebabkan oleh infeksi saluran
pernafasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia,
terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. Begitu pula,
ISPA merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanan
kesehatan terutama pada bagian perawatan anak. 1
Kematian balita akibat ISPA di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 20.6% dari tahun
2010 hingga tahun 2011 yaitu 18.2% menjadi 38.8%. 3
III. ETIOLOGI
10
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari 90% untuk
ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih kecil. Dalam
Harrison’s Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa penyakit infeksi saluran pernafasan
akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis, sampai dengan laring hamper
90% disebabkan oleh viral , sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hampir 50%
disebabkan oleh bakteri. Penyebab ISPA oleh Streptococcus pneumonia sekitar 70-90%,
sedangkan Stafilococcus Aureus dan H. Influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa
infeksi saluran pernafasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun
virus. 4
IV. KLASIFIKASI
11
Tabel 1. Ragam Penyebab ISPA Menurut Umur
ISPA diklasifikasikan menjadi ISPA ringan, ISPA sedang dan ISPA berat ( Ditjen P2PL,
2009).
1) ISPA Ringan
Tanda dan gejalanya adalah merupakan satu atau lebih dari tanda dan gejala seperti
batuk, pilek (mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung), serak (bersuara parau ketika
berbicara), sesak yang disertai atau tanpa disertai demam ( >37,2oC), keluarnya cairan
dari telingan yang lebih dari 2 minggu tanpa ada rasa sakit pada telinga.5
2) ISPA Sedang
Tanda dan gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut seperti pernafasan
yang cepat lebih dari 50 kali permenit atau lebih (tanda utama) pada umur < 1 tahun dan
40 kali per menit pada umur 1-5 tahun, panas dengan suhu 39oC atau lebih,
wheezing,tenggorokan berwarna merah, mengeluarkan cairan dari telinga, timbul bercak
dikulit menyerupai campak, dan pernafasan berbunyi seperti mengorok. 5
3) ISPA Berat
Tanda dan gejalanya adalah ringan dan sedang ditambah satu atau lebih dari gejala
seperti penarikan dada ke dalam pada saat menarik nafas (tanda utama), adanya stridor
atau mengeluarkan nafas seperti mengorok, serta tidak mampu atau tidak mau makan.
Tanda dan gejala ISPA berat yang lain seperti kebiru-biruan (sianosis), pernafasan cuping
hidung, kejang, dehidrasi, kesadaran menurun, nadi cepat (lebih dari 160 kali per menit
atau tak teraba) dan terdapatnya selaput difteri.5
Selain itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengklasifikasikan ISPA sesuai
dengan kelompok usia dan gejala yang dialami oleh pasien. Gejala ISPA sesuai dengan
ISPA yang diderita dapat diliat pada table 2 sebagai berikut :
V. GEJALA dan TANDA
Gejalanya meliputi demam, batuk dan sering juga nyeri tenggorok, pilek, sesak nafas,
mengi, atau kesulitan bernafas. Infeksi saluran pernafasan akut dapat terjadi dengan berbagai
gejala klinis. Untuk membedakan gejala klinik pada ISPA yang disebabkan oleh virus atau
bakteri sangat sulit untuk didentifikasi.4
12
VI. PATHOGENESIS
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, droplet melalui batuk dan bersin, udara
pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke dalam saluran
pernafasannya.7
ISPA juga dapat diakibatkan oleh polusi udara. ISPA akibat polusi udara adalah ISPA
yang disebabkan oleh faktor risiko polusi udara seperti asap rokok, asap pembakaran rumah
tangga, gas buang sarana transportasi dan industry, kebakaran hutan, dan lain-lain. Agen
infeksius dapat menyebabkan timbulnya ISPA, namun keberadaan agen infeksius tidak
langsung menimbulkan ISPA karena perthanan tubuh juga menjadi faktor yang penting
untuk menentukan.8
13
Tabel 2. Gejala dan tanda ISPA Berdasarkan Kelompok Usia
Penyebaran ISPA juga tergantung pada keadaan lingkungan. Menurut Achmadi
(2008), untuk mengetahui patogenesis ISPA dapat digunakan teori manajemen penyakit
berbasis lingkungan.9
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan interaksi antara virus/bakteri
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia
yang terdapat pada permukaan saluran pernafasan bergerak ke atas mendorong virus kea
rah faring atau dengan suatu tangkapan reflex spasmus oleh laring. Jika reflex tersebut
gagal maka virus/bakteri dapat merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan. Iritasi virus/bakteri pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya
batuk kering. Kerusakan struktur lapisan dinding sakuran pernafasan menyebabkan
14
Gambar 9. Mekanisme Penyakit
Gambar 10. Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan
peningkatan aktifitas kelenjar mucus, yang banyak terdapat pada dinding saluran
pernafasan. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengeluaran cairan mukosa yang melebihi
normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut dapat menimbulkan gejala batuk
sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.10
Adanya infeksi virus merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri pathogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
Streptococcus pneumonia, Stafilococcus Aureus dan H. Influenza menyerang mukosa
yang telah rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mucus
bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran pernafasan sehingga timbul sesak nafas
dan batuk produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya faktor-faktor cuaca
dingin dan malnutrisi.10
Serangan infeksi virus pada saluran pernafasan dapat menimbulkan gangguan gizi
akut pada bayi dan anak. Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke
tempat-tempat lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga
dapat menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteri menyebabkan
bakteri-bakteri yang biasanya ditemukan di saluran nafas atas dapat menyerang saluran
nafas bawah seperti paru-paru sehingga menyebabkan penumia bakteri. Melalui uraian di
atas, perjalanan klinis ISPA dapat dibagi menjadi periode prepathogenesis dan
pathogenesis. 10
1) Periode Prepathogenesis
Penyebab telah ada tetapi belum menunjukan reaksi. Pada periode ini terjadi antara agen
dan lingkungan serta antara host dan lingkungan.10
a. Interaksi antara agen dan lingkungan mencakup pengaruh geografis terhadap
perkembangan agen serta dampak perubahan cuaca terhadap penyebaran virus
dan bakteri penyebab ISPA.
b. Interaksi antara host dan lingkungan mencakup pencemaran lingkungan seperti
asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara
dalam rumah dapat menimbulkan penyakit ISPA jika terhirup oleh host.
15
2) Periode Pathogenesis
Terdiri dari tahap inkubasi, tahap penyakit dini, tahap penyakit lanjut dan tahap penyakit
akhir.10
a. Tahap Inkubasi, agen infeksius penyebab ISPA merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa yang merupakan pelindung utama pertahanan system saluran pernafasan.
Akibatnya, tubuh menjadi lemah diperparah dengan keadaan gizi dan daya tahan
tubuh yang rendah.
b. Tahap penyakit dini, dimulai dengan gejala-gejala yang mucul akibat adanya
interaksi.
c. Tahap penyakit lanjut, merupakan tahap pengobatan yang epat untuk menghindari
akibat lanjut yang kurang baik.
d. Tahap penyakit akhir, penderita dapat sembuh sempurna, sembuh dengan
atelektasis, menjadi kronis, dan dapat meninggal akibat pneumonia.
VII. FAKTOR RISIKO
Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA, seperti: lingkungan dan
host. Menurut berbagai penelitian sebelumnya, faktor lingkungan yang dapat menyebabkan
ISPA adalah kualitas udara dalam ruangan yang dipengaruhi oleh polusi udara dalam
ruangan (indoor air polution). Pencemaran udara dalam ruangan disebabkan oleh aktifitas
penghuni dalam rumah, seperti: perilaku merokok anggota keluarga dalam rumah dan
penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar dalam rumah tangga. Sedangkan faktor host
yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA antara lain: status imunisasi, Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR), dan umur. Balita yang memiliki status imunisasi yang tidak lengkap akan
lebih mudah terserang penyakit dibandingkan dengan balita yang memiliki status imunisasi
lengkap. Balita BBLR memiliki kekebalan tubuh ynag masih rendah dan organ pernapasan
masih lemah sehingga balita BBLR lebih mudah terserang penyakit infeksi, khususnya
infeksi pernapasan dibandingkan dengan balita tidak BBLR/ normal. Hal ini disebabkan
karena balita yang lebih muda memiliki daya tahan tubuh yang lebih rendah dibandingkan
dengan balita yang lebih tua. 11
16
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis ISPA ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis seperti yang
disebutkan pada klasifikasi diatas. 4
IX. PENATALAKSANAAN
1) Medikamentosa :
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotic parenteral, oksigen dan
sebagainya.
b. Pneumonia : diberi obat sesuai organisme penyebab
c. Bukan Pneumonia : tanpa pemberian antibiotik, terapinya berupa terapi simptomatik.
Diberikan perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan antihistamin. Bila
demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.4
Pemberian antibiotik yang tidak sesuai untuk infeksi saluran pernafasan akut dapat
menyebabkan peningkatan prevalensi dan resistensi antibiotik. Lebih dari setengah dari
seluruh pemberian resep antibiotik untuk ISPA tidak perlu karena infeksi ini lebih sering
disebabkan oleh virus dan tidak memerlukan antibiotik. Mengetahui ISPA yang terjadi ini
karena infeksi bakteri atau virus sangatlah penting untuk menentukan jenis pengobatan yangg
akan diberikan.12
Sebelum hasil kultur keluar, maka antibiotik yang dapat diberikan adalah antibiotik spektrum
luas, yang kemudian sesuai hasil kultur diubah menjadi kultur sempit. Lama pemberian terapi
ditentukan berdasarkan adanya penyakit penyerta.13
2) Nonmedikamentosa
Penatalaksanaan Nonmedikamentosa yaitu 14
a. Perbanyak istirahat
b. Perbanyak minum air putih
c. Hindari makanan berminyak dan es
d. Konsumsi makanan gizi seimbang
17
X. PENCEGAHAN
Landasan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk perawatan pasien ISPA meliputi
pengenalan pasien secara dini dan cepat, pelaksanaan tindakan pengendalian infeksi rutin
untuk semua pasien, tindakan pencegahan tambahan pada pasien tertentu (misalnya,
berdasarkan diagnosis presumtif), dan pembangunan prasarana pencegahan dan pengendalian
infeksi bagi fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendukung kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi). 1
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan umumnya
didasarkan pada jenis pengendalian berikut ini:
1) Reduksi dan Eliminasi
Pasien yang terinfeksi merupakan sumber utama patogen di fasilitas pelayanan
kesehatan dan penyebaran agen infeksius dari sumbernya harus dikurangi/dihilangkan.
Contoh pengurangan dan penghilangan adalah promosi kebersihan pernapasan dan etika
batuk dan tindakan pengobatan agar pasien tidak infeksius.
2) Pengendalian administrative
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin sumber daya yang
diperlukan untuk pelaksanaan langkah pengendalian infeksi. Ini meliputi pembangunan
prasarana dan kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi yang berkelanjutan,
kebijakan yang jelas mengenai pengenalan dini ISPA yang dapat menimbulkan
kekhawatiran, pelaksanaan langkah pengendalian infeksi yang sesuai (misalnya,
Kewaspadaan Standar untuk semua pasien), persediaan yang teratur dan
pengorganisasian pelayanan (misalnya, pembuatan sistem klasifikasi dan penempatan
pasien). Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan juga harus melakukan perencanaan staf
untuk mempromosikan rasio pasien-staf yang memadai, memberikan pelatihan staf, dan
mengadakan program kesehatan staf (misalnya, vaksinasi, profilaksis) untuk
meningkatkan kesehatan umum petugas kesehatan.
3) Pengendalian lingkungan dan teknis
Pengendalian ini mencakup metode untuk mengurangi konsentrasi aerosol
pernapasan infeksius (misalnya, droplet nuklei) di udara dan mengurangi keberadaan
permukaan dan benda yang terkontaminasi sesuai dengan epidemiologi infeksi. Contoh
18
pengendalian teknis primer untuk aerosol pernapasan infeksius adalah ventilasi
lingkungan yang memadai (≥ 12 ACH) dan pemisahan tempat (>1m) antar pasien. Untuk
agen infeksius yang menular lewat kontak, pembersihan dan disinfeksi permukaan dan
benda yang terkontaminasi merupakan metode pengendalian lingkungan yang penting.
4) Alat Pelindung Diri (APD)
Semua strategi di atas mengurangi tapi tidak menghilangkan kemungkinan pajanan
terhadap risiko biologis.Karena itu, untuk lebih mengurangi risiko ini bagi petugas
kesehatan dan orang lain yang berinteraksi dengan pasien di fasilitas pelayanan
kesehatan, APD harus digunakan bersama dengan strategi di atas dalam situasi tertentu
yang menimbulkan risiko penularan patogen yang lebih besar. Penggunaan APD harus
didefinisikan dengan kebijakan dan prosedur yang secara khusus ditujukan untuk
pencegahan dan pengendalian infeksi (misalnya, kewaspadaan isolasi). Efektivitas APD
tergantung pada persediaan yang memadai dan teratur, pelatihan staf yang memadai,
membersihkan tangan secara benar, dan yang lebih penting, perilaku manusianya. Semua
jenis pengendalian di atas sangat saling berkaitan. Semua jenis pengendalian tersebut
harus diselaraskan untuk menciptakan budaya keselamatan kerja institusi, yang menjadi
landasan bagi perilaku yang aman.
XI. KOMPLIKASI
ISPA (Infeksi Saluran pernafasan akut) sebenarnya merupakan penyakit yang sembuh
sendiri dalam 5-6 hari jika tidak terjad invasi kumn lain, tetapi ISPA yang tidak mendapatkan
pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakit seperti : penutupan tuba
eustachi, laryngitis, tracheitis, bronchitis, dan bronkopenumina dan berlanjut pada kematian
karena adanya sepsis yang meluas.15
XII. PROGNOSIS
Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik pabila tidak terjadi komplikasi yang berat.
Hal ini juga didukung oleh sifat penyakit ini sendri, yaitu self limiting disease sehingga tidak
memerlukan tindakan pengobatan yang rumit.
Penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7 hari. Kematian terbanyak oleh karena
infeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap lebih dari 4 hari dan leukosit > 10.000/ul,
biasanya didapatkan infeksi sekunder.16
19
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 2007.
2. Usman, Iskandar. 2012. Penderita ISPA. (online) Diakses 30 Maret 2014.3. Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan. 2011. Laporan Program P2 ISPA Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar: Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan.4. Rubin, Michael A, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine, USA : McGraw Hill.
2005.5. Ditjen P2PL. 2007. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Jakarta : Depkes RI6. Abdullah. 2003. Pengaruh Pemberian ASI terhadap Kasus ISPA pada Bayi Umur 0-4
Bulan. Tesis Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.7. Ditjen P2PL. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut.
Jakarta : Depkes RI.8. Machmud, Rizanda. (2006). Pneumonia balita di Indonesia dan peranan kabupaten
dalam menanggulanginya. Andalas University Press.9. Achamadi, Umar Fahmi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta : UI
Press.10. Ria, Epi. 2012. Kualitas Lingkungan Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara Tahun 2011. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia : Skripsi.
11. Rerung, Ribka. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Lembang Batu Sura. Jurnal FKM Universitas Hasanuddin Makassar.
12. Deasy, Joan and Werner. 2009. Acute Respiratory Tract Infenstions; When Are Antibiotics Indicated. Available from www.jappa.com
13. Dahlan Z. Pnuemonia. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Editors, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Kedokteran Universitas Indonesia.
14. Savitri Oryza. Rekam Medik Pasien Poli dalam scribd.com15. Whaley and Wrong, 2000. Nursing care of Infant And Childern, Mosby, Inc. Yasir, 2009,
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). 16. Supatondo dan Roosheroe AG. 2007. Pedoman Memberi Obat pada Pasien Geriatri Serta
Mengatasi Masalah Polifarmasi. In Sudoyo A.W., Setyiohadi B., Alwi I., Simadibrata M. dan setiati S. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
20
21