lapkas ket

39
BAB I PENDAHULUAN Dalam kehamilan normal, blastokista berimplantasi pada bagian endometrial kavum uteri. Fertilisasi terjadi pada bagian distal dari tuba Fallopii dan ovum secara subsekuen berpindah melalui konstraksi tuba menuju kavum uteri. Perjalanan menuju kavum uteri biasanya berlangsung selama 3-4 hari. Implantasi pada tempat lain disebut sebagai kehamilan ektopik. 1,2 Menurut American College of Obstetricians and Gynecologist (2008), 2 persen dari kehamilan-kehamilan trimester pertama di Amerika Serikat merupakan kehamilan ektopik, dan merupakan 6 persen dari kematian yang berhubungan dengan kehamilan. 1,3 Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada di saluran telur. 4 Di Indonesia kejadian sekitar 5-6 per 1000 kehamilan. Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopik tersering karena sel telur yang sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju 1

description

laporan kasus kehamilan ektopik terganggu

Transcript of lapkas ket

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam kehamilan normal, blastokista berimplantasi pada bagian endometrial kavum uteri.

Fertilisasi terjadi pada bagian distal dari tuba Fallopii dan ovum secara subsekuen berpindah

melalui konstraksi tuba menuju kavum uteri. Perjalanan menuju kavum uteri biasanya

berlangsung selama 3-4 hari. Implantasi pada tempat lain disebut sebagai kehamilan

ektopik.1,2 Menurut American College of Obstetricians and Gynecologist (2008), 2 persen dari

kehamilan-kehamilan trimester pertama di Amerika Serikat merupakan kehamilan ektopik,

dan merupakan 6 persen dari kematian yang berhubungan dengan kehamilan.1,3

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah

dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% kehamilan

ektopik berada di saluran telur.4

Di Indonesia kejadian sekitar 5-6 per 1000 kehamilan. Patofisiologi terjadinya

kehamilan ektopik tersering karena sel telur yang sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju

endometrium tersendat sehingga embrio sudah berkembang sebelum mencapai kavum uteri

dan akibatnya akan tumbuh di luar rongga rahim. Bila kemudian tempat nidasi tersebut tidak

dapat menyesuaikan diri dengan besarnya buah kehamilan, akan terjadi rupture dan menjadi

kehamilan ektopik yang terganggu.4

Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua wanita antara

20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada

wanita dengan usia 20-30 tahun dengan sosio-ekonomi rendah dan tinggal di daerah

1

prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa yang tinggi. Pemakaian antibiotik pada

penyakit radang panggul dapat meningkatkan kejadian kehamilan ektopik terganggu.5

Etiologi kehamilan ektopik sudah banyak disebutkan karena secara patofisiologi

mudah dimengerti sesuai dengan proses awal kehamilan sejak pembuahan sampai nidasi. Bila

nidasi terjadi di luar kavum uteri atau di luar endometrium, maka terjadilah kehamilan

ektopik. Dengan demikian, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam

nidasi embrio ke endometrium menjadi penyebab kehamilan ektopik ini. Faktor-faktor yang

disebutkan yaitu faktor tuba, faktor abnormalitas zigot, faktor ovarium, faktor hormonal,

faktor lainnya.4

Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di

Amerika Serikat pada tahun 1983 angka kejadian ialah 1,4 untuk setiap kehamilan. Di

Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun

1987 ialah 153 diantara 4.007 persalinan, atau 1 diantara 26 persalinan.6

Kehamilan ektopik terjadi pada tempat-tempat seperti pada tuba fallopi; ampula (80-

90%), isthmus (5-10%), fimbria (5%), cornu (1-2%), abdomen (1-2%), ovarium (1%), dan

cervix(1%).5 Penelitian dari Callen tahun 2000 serta Bouyer dan rekan-rekannya tahun 2003

didapatkan bahwa lokasi kehamilan ektopik di ampula (70%), isthmus (12%), fimbria (11%),

cornu/interstitial (2-3%), abdomen (1%), ovarium (3%), dan cervix(<1%).6

Kehamilan tuba tidak dapat mencapai usia kehamilan cukup bulan, biasanya berakhir

pada minggu ke 6-12, dan yang tersering pada minggu ke 6-8. Berakhirnya kehamilan tuba

ada 2 cara, yaitu abortus tuba dan ruptur tuba.

Abortus tuba terjadi oleh karena telur bertambah besar dan menembus endosalping

(selaput lendir tuba), masuk ke lumen tuba dan dikeluarkan ke arah infundibulum. Hal ini

terutama terjadi kalau telur berimplantasi di daerah ampulla tuba. Abortus tuba kira-kira 2

terjadi pada minggu ke 6-12. Perdarahan timbul karena abortus keluar dari ujung tuba dan

mengisi kavum Douglas sehingga terjadilah hematokel retrouterin. Ruptur tuba terjadi

apabila telur menembus lapisan otot tuba ke arah kavum peritoneum. Hal ini terutama terjadi

kalau implantasi telur pada istmus tuba. Ruptur pada istmus tuba terjadi sebelum minggu ke

12 karena struktur dindingnya yang tipis, sedangkan ruptur pada pars interstisialis terjadi

lambat biasanya sampai bulan ke 4 karena struktur lapisan ototnya yang lebih tebal.6

Gejala yang khas adalah adanya riwayat terlambat haid, rasa nyeri kiri atau kanan

pada perut bagian bawah yang menjalar ke bahu, amenore yang diikuti oleh perdarahan

pervaginam yang tidak banyak tetapi berlangsung cukup lama dan berwarna hitam.2,8 Pada

pemeriksaan fisik dan ginekologi didapatkan tanda abdomen tegang yang general atau lokal

terdapat pada 80% kasus KET, nyeri goyang servik terdapat pada 75% kasus, masa unilateral

pada adneksa dapat diraba pada 1/3 sampai 1/2 kasus KE. Kadang-kadang dapat ditemukan

massa pada kavum douglasi (hematocele), dan juga terdapat perubahan-perubahan pada

uterus seperti pada kehamilan normal dikarenakan adanya hormon kehamilan.7

Pada berbagai pengamatan dari sejumlah kehamilan ektopik yang pecah dilaporkan

semuanya menderita nyeri dalam perut, lebih kurang setengahnya merasa nyeri perut itu

meluas, sepertiganya merasa nyeri perut sebelah pihak, dan pada seperlimanya merasa nyeri

menjalar sampai ke bahu. Perdarahan melalui vagina terjadi pada 40-70% dan terlambat haid

sekitar 2 minggu pada 68%, dan sinkop pada 37% penderita. Terasa nyeri pada adneksa

hampir semua penderita dan teraba pembengkakan pada satu adneksa pada setengah jumlah

penderita. Pada 70% penderita rahim seperti tidak membesar, pada 26% rahim sebesar

kehamilan 6-8 minggu, dan pada 3% rahimnya sebesar kehamilan 9-12 minggu.1

Diagnosis kehamilan ektopik dapat ditegakkan berdasarkan temuan pada anamnesis

yaitu riwayat terlambat hait atau amenore, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau

3

tidak ada perdarahan pervaginam, ada nyeri perut kanan atau kiri bawah. Pemeriksaan fisik

keadaan umum dan tanda vital dapat baik sampai buruk. Ada tanda akut abdomen.

Pemeriksaan penunjang diagnostik pemeriksaan urine HCG (+), kuldosintesis (ditemukan

adanya darah di kavum Douglas), USG. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan

laparotomi.8

Pasien yang terdiagnosis kehamilan ektopik terganggu harus segera dioperasi yaitu

dengan prosedur laparotomi untuk menyelamatkan penderita dari bahaya terjadinya gangguan

kehamilan tersebut.2 Laparotomi yaitu suatu insisi pada dinding abdomen yang bertujuan

untuk memperoleh diagnosis pasti dan untuk penanganan operatif selanjutnya.9

Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun sejalan

dengan ditegakkannya diagnosis dini. Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik

terganggu, memiliki resiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. 10

Komplikasi yang utama dari kehamilan ektopik adalah akibat yang ditimbulkan oleh

perdarahan yaitu anemia, syok, dan kematian. Perdarahan intraabdominal yang berlangsung

cepat dan dalam jumlah yang banyak bisa menyebabkan syok bahkan kematian dengan

segera. Perdarahan yang berlangsung perlahan dan berulang dapat menyebabkan anemia yang

cukup berat dan infeksi.10

4

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Ny. Grace Mangelehe

Pekerjaan : IRT

Pendidikan : D3

Status : Menikah

Umur : 31 tahun

Bangsa : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Bitung

Suami : Tn. JS

Pekerjaan : Swasta

Tempat tanggal lahir : Sanger, 1-02-1982

MRS tgl/jam : 17-08-2014

5

ANAMNESIS

Anamnesis Utama

Keluhan utama: Nyeri ulu hati dialami penderita sejak 1 hari SMRS

Pasien dirujuk dari RSU Manembo-nembo Bitung dengan diagnosa G4P2A1 31 tahun

dengan suspek KET. Nyeri ulu hati dialami oleh penderita sejak 1 hari SMRS. Nyeri

perut bagian bawah ±6 hari SMRS. Nyeri perut dirasakan menjalar sampai ke punggung.

Riwayat penyakit dahulu:

Riwayat penyakit darah tinggi, jantung, paru, hati, ginjal dan kencing manis disangkal.

Riwayat pribadi dan sosial :

Riwayat merokok (-), minum alkohol (-)

Anamnesis Ginekologis

Riwayat perkawinan

Pasien menikah 1 kali (pada usia 23 tahun), dengan usia pernikahan 8 tahun

Riwayat kehamilan

Banyaknya kehamilan 4 kali.

1. Kejadian ke-1 tahun 2005, hamil aterm, lahir bayi laki-laki, spontan LBK, BBL

3900 gr.

2. Kejadian ke-2, tahun 2007, abortus, tidak dikuret

3. Kejadian ke-3, tahun 2008, hamil aterm, lahir bayi perempuan, spontan LBK, di

RS Bitung, BBL 3500 gr.

4. Kejadian ke-4, tahun 2014, ini (G4P2A1)

Riwayat KB

KB suntik

6

Riwayat haid

Menarche umur 14 tahun, siklus teratur, lamanya 5 hari, HPHT 30 Juni 2014.

Riwayat Penyakit, Operasi dan Pemeriksaan

o Keputihan (-)

o Penyakit kelamin (–)

o Abortus 1x

PEMERIKSAAN FISIK

Status Praesens

Keadaan umum : tampak sakit

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80x/menit

Pernapasan : 20x/menit

Suhu badan : 36,50C

Mata : konjungtiva anemis -/-, pupil bulat isokor 3mm/3mm

Kepala : normocephali

Lidah : beslag (-), atrofi (-)

Gigi : caries (-)

Kerongkongan : faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1

Leher : KGB tidak membesar

7

Dada : simetris normal

Jantung : suara jantung I-II normal, gallop (-), murmur (-), bising (-)

Paru-paru : suara pernapasan vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Perut : datar, tegang, massa (-), nyeri tekan (+)

Hati : SDE

Limpa : SDE

Kelamin : perempuan normal, oedem (-), infeksi (-)

Ekstremitas : edema (-)

Refleks : refleks fisiologis (+) normal

Status Lokalis Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : tegang, nyeri tekan (+)

Perkusi : WD (+)

Auskultasi : bising usus (+)

Status Ginekologi

Inspeksi : fluksus (-), flour (-), vulva t.a.k

Inspekulo : fluksus (+), vagina t.a.k, portio licin, erosi (-), livide (+), OUE tertutup

Periksa dalam : fluksus (+) v/v t.a.k, portio lunak, nyeri goyang (+), OUE tertutup

` Korpus uteri : membesar sesuai umur kehamilan 8-10 minggu

8

Cavum Douglassi : menonjol

A/P Bilateral : sde

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium 17-8-2014

Leukosit : 13.800/mm3

Eritrosit : 1,71 x 106/mm3

Hemoglobin : 5,2 g/dL

Hematokrit : 15,3%

Trombosit : 95.000/mm3

Laboratorium 18 Agustus 2014

Leukosit : 12.100/mm3

Eritrosit : 2,12 x 106/mm3

Hemoglobin : 6,6 g/dL

Hematokrit : 18,7%

Trombosit : 92.000/mm3

USG:

9

VU tampak balon kateter, uterus tampak melayang, ukuran 5x5x4 cm, GS tidak Nampak.

Cairan bebas (+) adnexa dalam batas normal. Kesan: kehamilan ektopik.

RESUME MASUK

Pasien dirujuk dari RSU Manembo-nembo Bitung dengan Diagnosa G4P3A1 31 tahun

dengan susp. KET. Nyeri perut bagian bawah ± 6 hari SMRS. Nyeri perut dirasakan menjalar

sampai punggung.

Status praesens:

KU tampak sakit, kesadaran compos mentis

T: 110/70 mmHg, N: 80x/menit, R: 20x/menit, S: 36,50C

Status localis abdomen: Inspeksi : datar

Palpasi : tegang, nyeri tekan (+)

Perkusi : WD (+)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Status ginekologis: Inspeksi : fluksus (-), flour (-), vulva t.a.k

Inspekulo : fluksus (+), vagina t.a.k, portio licin,

erosi (-), livide (+), OUE tertutup

Periksa dalam : fluksus (+), v/v t.a.k,

Portio : lunak, nyeri goyang (+), OUE tertutup

10

` Korpus uteri : sde

Cavum Douglass: menonjol

A/P Bilateral: sde

DIAGNOSIS SEMENTARA

G4P2A1, 31 tahun dengan Kehamilan Ektopik

SIKAP

Laparotomi CITO

Konseling, informed consent

Sedia darah

Lab, USG

Obs. Vital sign

Lapor konsulen advis laparotomi

Operasi mulai: 08.25

Operasi selesai: 09.55

KU Pre Op: keadaan umum tampak sakit, kesadaran compos mentis

T: 110/70 mmHg, N: 80x/menit, R: 20x/menit, S: 36,50C

Jenis operasi: Salpingektomi dekstra + tubektomi sinistra

Diagnosa Pre Op: G4P2A1, 31 tahun, dengan Kehamilan Ektopik Terganggu

11

Diagnosa Post Op: P2A2 31 tahun Post Salpingektomi dekstra + Tubektomi sinistra a/i

rupture tuba pars ampularis dextra + anemia

KU Post Op: T: 140/90 mmHg, N: 112x/menit, R: 24x/menit, S: 36,50C

Sikap:

IVFD RL:D5% 2:2

Ceftriaxone inj 3x1 g

Metronidazole drips 2x500ml

Vit c 1x1 tab

Transamin 2x1 amp

Transfuse PRC hingga Hb ≥ 8 g/dL

Laporan operasi:

Pasien dibaringkan terlentang di atas meja operasi, dilakukan asepsis dan antiseptic pada

dinding abdomen dan sekitarnya dengan povidon iodine. Dipasang doek steril kecuali pada

lapangan operasi. Dalam keadaan general anestesi dilakukan insisi area mediana inferior,

diperdalam lapis demi lapis hingga fascia. Fascia dijepit dengan 2 kocher, diinsisi kecil

kemudian diperlebar ke atas dan ke bawah. Otot disisihkan secara tumpul ke lateral. Tampak

peritoneum kebiruan, peritoneum dijepit dengan 2 pinset, setelah yakin tidak ada jaringan

usus di bawahnya, peritoneum digunting kecil kemudian diperlebar secara tumpul ke kiri dan

kanan. Tampak darah dan bekuan darah, dihisap ± 1500 cc, kemudian dieksplorasi, tampak

rupture tuba pars ampullaris dekstra. Uterus sedikit membesar bentuk normal, ovarium kiri

dan kanan baik, tuba kiri baik diputuskan untuk dilakukan salpingektomi dextra. Tuba dan

12

ligamentum infundibulum pelvikum dextra dijepit dengan 2 klem, digunting dan dijahit.

Kontrol perdarahan. Kemudian jaringan dikirim ke PA. Eksplorasi lanjut janin tidak

ditemukan dan dilanjutkan dengan tubektomi sinistra. Cavum abdomen dibersihkan dari sisa

bekuan darah, selanjutnya abdomen ditutup lapis demi lapis, mulai peritoneum dijahit secara

jelujur dengan chromic catgut kemudian otot dijahit secara simpul dengan chromic catgut.

Fascia dijahit secara jelujur dengan surgicryl, fat dijahit secara simpul dengan chromic catgut,

kemudian kulit dijahit secara subkutikuler dengan chromic catgut. Luka operasi ditutup

dengan kasa steril. Operasi selesai.

FOLLOW UP

Tanggal 17-8-2014

S : Demam (+)

O : KU:Cukup, Kesadaran: compos mentis

T: 120/80 mmHg, N: 92 x/mnt, R: 24 x/mnt, SB: 38,2OC

Urin: 40 cc/jam

A : P2A2, 31 tahun, ruptur tuba pars ampularis dextra telah dilakukan salpingektomi

dextra + tubektomi sinistra + anemia

P : - lapor konsulen

- guyur RL 1000 ml

- Parasetamol 3x1

- Jika demam menghilang transfuse dilanjutkan

13

Laboratorium 6 jam post operasi

- Leukosit : 12.900mm3

- Eritrosit : 2,55 x 106/mm3

- Hb : 7,8 g/dl

- Hematokrit: 22,3 %

- Trombosit : 100 x 103/mm3

Tanggal 18-8-2014

S : Keluhan (-)

O : KU: Cukup, Kesadaran: compos mentis

T: 110/70 mmHg, N: 88 x/mnt, R: 24 x/mnt, Sb: 36,9 OC

A : P2A2 31 tahun ruptur tuba par ampularis dextra telah dilakukan salpingektomi

dextra + tubektomi sinistra + anemia

P : - Perbaiki KU

- Ceftriaxone 3x1 gr

- Metronidazole 2x500

- Vit C 1x1 tab

14

Tanggal 19-8-2014

S : Keluhan (-) nyeri luka operasi (-)

O : KU: Cukup, Kesadaran: compos mentis

T: 110/80 mmHg, N: 80 x/mnt, R: 20 x/mnt, Sb: 36,9 OC

A : P2A2 31 tahun ruptur tuba par ampularis dextra telah dilakukan salpingektomi

dextra + tubektomi sinistra + anemia

P : - IVFD D5 % : RL 2:2 30-40 gtt/m

- Ceftriaxone 3x1 gr

- Metronidazole 2x500

- Transfusi PRC 1 bag

Tanggal 20-8-2014

S : Keluhan (-)

O : KU: Cukup, Kesadaran: compos mentis

T: 120/80 mmHg, N: 80 x/mnt, R: 20 x/mnt, Sb: 36,9 OC

A : P2A2 31 tahun ruptur tuba par ampularis dextra telah dilakukan salpingektomi

dextra + ubektomi sinistra + anemia

P : - Ceftriaxone 3x1 gr

- Metronidazole 2x500

- Vit C 1x1 tab

15

Laboratorium 20-08-2014

- Leukosit : 14.100 mm3

- Eritrosit : 3,04 x 106/mm3

- Hb : 9 g/dl

- Hematokrit: 26,7 %

- Trombosit : 112 x 103/mm3

16

BAB III

DISKUSI

Hal-hal yang akan didiskusikan pada kasus ini terdiri dari:

1. Diagnosis

2. Penatalaksanaan

3. Prognosis

DIAGNOSIS

Kehamilan ektopik terganggu merupakan salah satu kegawat daruratan medis di bidang

obstetri dan ginekologi yang menjadi salah satu penyebab kematian maternal yang tergolong

ke dalam komplikasi obstetrik. Oleh sebab itu perlu dilakukan diangnosis dini yang tepat.

Diagnosis kehamilan ektopik pada jenis mendadak tidak banyak mengalami kesukaran, tetapi

pada jenis menahun atau atipik bisa sulit sekali.4

Pada kasus Kehamilan ektopik terganggu, diagnosis dapat ditegakkan melalui

anamnesis yang tepat, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan ginekologi dan pemeriksaan

penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosis. Pasien-pasien yang terdiagnosis

kehamilan ektopik terganggu, pada mereka ditemukan adanya 3 tanda yang khas (cardinal

sign), yaitu didapatkan adanya riwayat terlambat haid, keluhan nyeri pada perut bagian

bawah yang biasanya menjalar hingga ke bahu dan adanya perdarahan pervaginam yang

sedikit dan berlangsung kontinu. Namun untuk diagnosis pasti, ketiga hal di atas masih

memerlukan pemeriksaan penunjang lainnya dikarenakan banyak penyakit yang memiliki

keluhan yang serupa.17

1. Anamnesis

Pada anamnesis biasanya ditemukan riwayat terlambat haid yang biasanya singkat

untuk beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Nyeri

perut bagian bawah yang biasanya dirasakan hingga bahu merupakan gejala penting. Pada

pasien kehamilan ektopik terganggu rasa nyeri perut bagian bawah bertambah sering dan

keras. Perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah. Perdarahan dapat

berlangsung kontinu dan biasanya berwarna hitam.11,12 Pada kasus ini penderita datang dengan

keluhan utama nyeri perut bagian bawah. Nyeri perut bagian bawah dirasakan sejak 1 hari

SMRS. Perdarahan dari jalan lahir SMRS.

2. Pemeriksaan fisik umum

Keadaan umum penderita tergantung dari banyaknya darah yang keluar dari tuba.

Pasien biasanya datang dalam keadaan pucat (anemis). Tanda-tanda syok dapat ditemukan.

Pada inspeksi biasa terlihat perut tidak ada pembesaran ataupun terdapat sedikit pembesaran

yang tidak sesuai dengan usia kehamilan. Bila uterus dapat diraba maka akan teraba sedikit

membesar dan kadang-kadang teraba tumor disamping uterus dengan batas yang sukar

ditentukan. Walaupun janin tidak bertumbuh di endometrium kavum uteri, pembesaran yang

ditemukan pada uterus dipengaruhi oleh adanya hormon kehamilan. Pada palpasi ditemukan

adanya nyeri tekan abdomen dan perut menegang (defans muskular). Hal ini terjadi karena

adanya reaksi inflamasi yang menimbulkan perangsangan terhadap peritoneum. 5,11

Dalam kasus ini, pasien datang dengan keadaan tampak lemah, namun kesadaran

masih baik. Pada pemeriksaan tidak ditemukan konjungtiva anemis, tekanan darah pasien

sedikit turun, nadi dalam batas normal dan respirasi yang cepat, namun pasien belum jatuh ke

dalam keadaan syok. Pada pemeriksaan regio abdomen ditemukan adanya tanda akut

18

abdomen. Adanya tanda kehamilan terlihat pada hiperpigmentasi areola mamma dan hasil

pemeriksaan ginekologi adanya tanda chadwick.

3. Pemeriksaan ginekologi

Pada pemeriksaan ginekologi, pasien dengan kehamilan ektopik terganggu pada

perabaan kavum douglasi ditemukan adanya penojolan pada forniks posterior yang

menandakan adanya hematokel retrouterina bila terjadi perdarahan yang massif. Pada

pemeriksaan bimanual ditemukan tumor yang tidak begitu padat, nyeri tekan dan dengan

batas-batas yang tidak rata di samping uterus. Baik abortus tuba maupun ruptura tuba gerakan

pada serviks nyeri sekali (nyeri goyang portio).13

Pada kasus ini, ditemukan pula tanda yang menunjang diagnosa yakni nyeri goyang

pada portio, penonjolan cavum douglasi yang menandakan adanya hematokel retrouterina.

Sedangkan pada pemeriksaan adneksa parametrium bilateral sulit di evaluasi dikarenakan

nyeri yang dirasakan oleh penderita.

4. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan haemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna membantu

menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda

perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus jenis yang tidak mendadak biasanya ditemukan

anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan haemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.6

Perhitungan leukosit biasanya normal atau meningkat.

Semua pasien usia produktif yang datang dengan keluhan nyeri pada perut bagian

bawah atau perdarahan pervaginam, harus dilakukan tes kehamilan. Yang dimaksud dengan

tes kehamilan dalam hal ini ialah reaksi imunologik untuk mengetahui ada atau tidaknya

hormon human chorionic gonadotropin (HCG) dalam air kemih. Jaringan trofoblas kehamilan

19

ektopik menghasilkan kadar HCG dalam kadar yang lebih rendah daripada kehamilan

intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat sensitifitas yang

lebih tinggi. Hasil positif pada tes kehamilan dapat membantu diagnosis khususnya terhadap

tumor-tumor adneksa. Namun bisa pula didapatkan hasil negatif palsu. Hal ini terjadi karena

pada waktu dilakukan tes kehamilan mudigah telah meninggal beberapa hari sebelumnya.1,14

Ultrasonografi

Pemeriksaan lain yang lebih aman dalam artian tidak invasif (tidak memasukkan alat ke

rongga perut) dibandingkan dengan laparaskopi yaitu dengan menggunakan ultrasonografi.

Diperoleh hasil kavum uteri kosong, menilai ketebalan endometrium, adanya maasa di kanan

atau kiri uterus dan apakah cavum douglasi berisi cairan. Kesalahan bisa terjadi jika dalam

kavum uterus ditemukan kantung gestasi palsu (pseudosac). Pada kehamilan ektopik

terganggu sering tidak ditemukan kantung gestasi ektopik. Gambaran yang tampak ialah

cairan bebas dalam rongga peritoneum terutama di kavum douglas. Dapat pula dijumpai

hematokel pelvik yang dalam gambar ultrasonografik akan tampak sebagai suatu masa

ekhogenik di adneksa yang dikelilingi daerah kistik (sonolusen) dengan batas tepi yang tidak

tegas.15,16

Hasil pemeriksaan ultrasonografi pada pasien yang menunjang ke arah diagnosis ialah

terlihat cavum uterus sedikit membersar dan didapatkan adanya cairan bebas pada kavum

douglas yang terlihat sebagai massa anekhoik.

Kuldosentesis

Kuldosentesis dilakukan dengan menusukkan jarum dengan lumen yang agak besar di kavum

douglasi secara transvaginal. Adanya darah berwarna hitam ketika kavum douglasi di pungsi

menunjukkan hasil kuldosentesis positif. Tindakan ini tidak perlu dikerjakan bila diagnosa

20

adanya perdarahan intraabdominal sudah dapat ditegakkan dengan cara lain, mengingat risiko

infeksi dapat terjadi pada pemeriksaan kuldosentesis.7

Pada pasien, pemeriksaan ini tidak dilakukan lagi dikarenakan hasil yang diharapkan

dari pemeriksaan ini untuk menunjang diagnosa telah diperoleh melalui pemeriksaan

ultrasonografi.

Laparoskopi

Selain itu dapat dilakukan laparoskopi. Dengan cara pemeriksaan ini dapat dilihat dengan

mata sendiri perubahan-perubahan pada tuba.

Pada pasien, pemeriksaan ini tidak dilakukan lagi, Dengan alasan pemeriksaan-

pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, seperti pemeriksaan laboratorium, tes

kehamilan dan ultrasonografi sudah cukup untuk dapat mendiagnosis suatu kehamilan

ektopik yang terganggu. Selain itu juga, pemeriksaan laparoskopi pada kasus kehamilan

ektopik yang telah pecah, dapat menjadi sulit karena adanya darah dalam rongga pelvis

sehingga mempengaruhi dalam visualisasi alat-alat kandungan.

PENATALAKSANAAN

Penanganan pada kehamilan ektopik dapat dilakukan dengan pembedahan ataupun tanpa

pembedahan. Untuk penanganan non operatif, dapat dilakukan kemoterapi untuk

menghindari tindakan pembedahan. Obat yang digunakan adalah injeksi methotrexate 1

mg/kg IV. Indikasi dilakukannya kemoterapi ini ialah: (1) kehamilan interstisial atau di pars

ampularis tuba yang belum pecah; (2) diameter kantong gestasi < 4 cm; (3) tidak didapatkan

perdarahan intraabdomen aktif; (4) tanda vital baik dan stabil.1

21

Mengingat besarnya risiko perdarahan bagi wanita dengan kehamilan ektopik lanjut

tindakan operasi perlu segera dilakukan. Pada umumnya adalah laparatomi. Sebelum

melakukan tindakan tersebut, beberapa hal perlu diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu:

kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi

kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ pelvis, kemampuan teknik bedah dokter operator

dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat. Hasil pertimbangan ini menentukan

apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan

pembedahan konservatif (salpingostomi atau reanastomosis tuba). Salpingektomi dilakukan

dalam beberapa kondisi: (1) kondisi penderita buruk; (2) kondisi tuba buruk; (3) penderita

menyadari kondisi fertilitasnya; (4) penderita tidak ingin memiliki anak lagi.9

Pada kasus ini, penanganan utama yang dilakukan adalah mengatasi kegawatan

(emergency treatment), yakni dengan memberikan terapi cairan. Setelah diagnosis kehamilan

ektopik terganggu ditegakkan dilakukan surgical treatment yang dimaksudkan untuk menutup

perlukaan yang terjadi, yakni dengan melakukan laparotomi cito. Laparotomi cito dilakukan

dengan maksud agar dapat mencari dan menghentikan sumber perdarahan dengan segera,

agar dapat mencapai suatu keadaan homeostasis, dan juga agar penderita tidak jatuh ke dalam

komplikasi yang lebih lanjut.10

Jenis pembedahan yang dilakukan dalam kasus ini adalah salpingektomi sinistra, yaitu

pengangkatan tuba yang mengandung kehamilan. Cara ini dilakukan karena didapatkan

ruptur tuba pars ampularis sinistra dengan ukuran 2x1,5 cm dan tidak ditemukan janin. Selain

itu alasan lain dilakukannya tindakan ini karena mengingat kemungkinan berulangnya

kehamilan ektopik pada lokasi tuba tersebut. Selama melakukan pembedahan tidak

ditemukan adanya kesulitan yang berarti, hingga pembedahan terlaksana dengan baik. Setelah

melakukan pembedahan, penanganan selanjutnya adalah membantu proses penyembuhan

22

(supporative treatment). Tindakan untuk membantu proses penyembuhan yang utama adalah

mengatasi agar penderita tidak jatuh ke dalam anemia, pemberian antibiotika berspektrum

luas, dan pemberian roboransia. Pada penderita, medikamentosa yang diberikan adalah

ceftriaxone 1 gr 3x1 IV (skin test), Metronidazole 0,5gr 2x1 drip, Vit C 1x1 amp IV,

Kaltrofen 1x2 supp. Setelah perawatan hari ke 2, bising usus terdengar lebih jelas dan pasien

sudah diperbolehkan konsumsi peroral, maka diganti dengan terapi medikamentosa peroral,

yakni Cefadroxil 500mg 3x1caps, Metronidazole 500mg 3x1 tab, Vitamin C 50 mg 1x1 tab.

Selama perawatan pasca operasi, pada penderita tidak ditemukan hal-hal yang

menyulitkan, sehingga penderita diperbolehkan untuk pulang dengan anjuran kembali kontrol

pada poliklinik kebidanan dan kandungan.

PROGNOSIS

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan

persediaan darah yang cukup. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi.

Prognosis kehamilan ektopik terganggu juga bergantung pada jumlah darah yang keluar dan

tindakan yang tepat. 60% pasien pasca kehamilan ektopik akan mengalami kehamilan

berikutnya dengan risiko berulangnya kejadian sebesar 10%. Dengan pertimbangan tersebut

maka pada pasien yang sudah mempunyai anak yang cukup, dilakukan salpingektomi.

Prognosis pada kasus ini dapat ditinjau dari segi ibu dan janin. Dari pihak ibu,

prognosis pada kasus ini sebelum dilakukan operasi adalah dubia ad malam. Sebelum

dilakukan operasi, pada pasien ini segera dilakukan tindakan resusitasi cairan untuk

mengatasi keadaan emergensi pasien sampai keadaan umum yang cukup baik untuk

selanjutnya dilakukan laparotomi. Prognosis selama operasi dubia ad bonam karena selama

operasi, tidak ditemukan penyulit-penyulit yang bermakna dan operasi berjalan dengan baik 23

dan tidak sempat tertunda lama. Prognosis post operasi juga dubia ad bonam hal ini dinilai

dari kondisi pasien post laparotomi tidak ditemukan keluhan yang bermakna ataupun terjadi

komplikasi post laparotomi. Prognosis pada janin yang dikandung baik dari pre operatif,

durante operatif dan post operatif yaitu dubia ad malam, hal dikarenakan tempat implantasi

janin di tuba pars ampullaris untuk bertumbuhnya janin sangat tidak menunjang sehingga

semakin besar janin maka terjadi pula ruptur pada tempat implantasi dan akhirnya kematian

janin.

24

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kehamilan ektopik terganggu pada kasus ini mendapat penanganan yang dini dan

tepat, sehingga pasien tidak berada dalam kondisi yang terlampau buruk. Diagnosis

yang tepat pada kasus ini didapatkan dari ditemukannya trias KET saat anamnesis,

tanda akut abdomen dan adanya tanda kehamilan pada pemeriksaan fisik, hematokel

retrouterina kavum douglas pada pemeriksaan ginekologi, dan hasil tersebut

dikonfirmasi dengan test kehamilan dan USG. Diagnosis pasti KET didapatkan

setelah dilakukan laparotomi cito sehingga ditindak lanjuti dengan penaganan

salpingektomi pada tuba pars ampullaris dextra. Semua tindakan dan penanganan

yang dilakukan terhadap pasien sudah tepat dan secara tidak langsung menurunkan

angka kematian maternal oleh karena KET.

B. SARAN

Mengingat kehamilan ektopik dapat terjadi berulang, untuk itu disarankan kepada

penderita agar dapat menjaga pola hidup yang bersih dan sehat, dan menghindari

adanya hubungan multi partner pada suami dan istri dalam mencegah terjadinya

penyakit infeksi menular seksual. Juga kepada penderita supaya sedapat mungkin

memeriksakan diri secara teratur pada pusat-pusat pelayanan kesehatan terdekat saat

mengetahui dirinya hamil agar dapat mengenali faktor-faktor risiko yang dimiliki

terhadap suatu penyakit, khususnya dalam hal ini KET.

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY, editors.

Williams Obstetrics. 23rd ed. USA: McGraw-Hill; 2010.

2. Padubidri V, Daftary S. Shaw's Textbook of Gynaecology. 15th ed.: Elsevier; 2010.

3. Reece EA, Hobbins JC, editors. Clinical Obstetrics The Fetus & Mother. 3rd ed.

Massachusetts: Blackwell Publishing Ltd.; 2007.

4. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan Sarwono

Prawirohardjo. 4th ed. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008.

5. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.

Kehamilan Ektopik. Dalam: Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offset, 1984;21-35.

6. Wirakusumah FF. Kelainan tempat kehamilan. Dalam: Sulaiman S, et al. Obstetri

Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Ed 2. Jakarta: EGC, 2005;16-27.

7. Manuaba IBG. Ginekologi Umum. Dalam : Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin

Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC, 2001 : 594–7.

8. Saifiddin AB, Wiknjosastro H. Kehamilan Ektopik. Dalam: Buku Panduan Praktis

Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi I. Editor Affandi B, Waspodo B.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002; 15-20

9. Schwart SI, Shires TS. Kehamilan Ektopik. Dalam: Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu

Bedah. Edisi VI. Editor: Spencer FC. Jakarta: EGC. 2005; 501-9

10. Jones HW. Ectopic Pregnancy. In: Novak’s Text Book of Gynecology. 3rd Edition.

Balltimore: William and Wilkins. 1997; 883-05

11. Rachimhadhi T. Kehamilan Ektopik. Dalam: Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi

Kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2009;58-9,323-33

26

12. Prawirohardjo S, Winkjosastro H, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2009;25-63.

13. Achadiat CM. Kehamilan Ektopik. Bab 25. Dalam: Prosedur Tetap Obstetri dan

Ginekologi. Jakarta: EGC, 2004;100-4.

14. Wirakusumah FF. Kelainan tempat kehamilan. Dalam: Sulaiman S, et al. Obstetri

Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Ed 2. Jakarta: EGC, 2005;16-27.

15. Cook J, Sankaram B, Wasunna A. Pecahnya Kehamilan Ektopik. Dalam:

Penatalaksaan Bedah Obstetri, Ginekologi, Ortopedi dan Traumatologi di Rumah

Sakit. Ahli bahasa: Syamsir HM. Jakarta: EGC, 2003;51-3.

16. Widjanarko Bambang. Kehamilan Ektopik. [access on 2013 Juli 23]. Available From:

http://www.authorstream.com/Presentation/dodo.w-237245-kehamilan-ektopik-

entertainment-ppt-powerpoint.html

27