Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

50
2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ventricular Tachycardia (VT) 2.1.1 Definisi Takikardi ventrikel / Ventricular Tachycardia (VT) adalah terdapat tiga atau lebih premature ventricular contraction atau ventricular extrasystole dengan laju lebih dari 120 kali per menit. Fokus takikardi dapat berasal dari ventrikel (kiri atau kanan) atau akibat dari proses reeentry pada salah satu bagian dari berkas cabang (bundle branch reentry VT). Dari rekaman EKG permukaan VT umumnya memberikan gambaran EKG dengan ciri kompleks QRS yang lebar (>0.12 detik). Namun tidak semua takikardi dengan kompleks QRS yang lebar adalah VT karena takikardi supraventrikel (SVT) dengan konduksi aberan atau dengan konduksi melalui jaras tambahan (accesory pathway) juga akan memberikan gambaran takikardi dengan kompleks QRS yang lebar. Oleh karena itu pengenalan VT menjadi penting dalam keadaan kegawatan karena pemberian obat untuk SVT dapat membahayakan pada pasien dengan VT. Pengenalan VT juga harus mencakup identifikasi etiologi, sumber, fokus, terapi, dan prognosisnya. VT idiopatik misalnya, dapat diterapi secara defenitif dengan ablasi kateter, sangat jarang

Transcript of Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

Page 1: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ventricular Tachycardia (VT)

2.1.1 Definisi

Takikardi ventrikel / Ventricular Tachycardia (VT) adalah terdapat tiga

atau lebih premature ventricular contraction atau ventricular extrasystole

dengan laju lebih dari 120 kali per menit. Fokus takikardi dapat berasal dari

ventrikel (kiri atau kanan) atau akibat dari proses reeentry pada salah satu bagian

dari berkas cabang (bundle branch reentry VT).

Dari rekaman EKG permukaan VT umumnya memberikan gambaran EKG

dengan ciri kompleks QRS yang lebar (>0.12 detik). Namun tidak semua takikardi

dengan kompleks QRS yang lebar adalah VT karena takikardi supraventrikel

(SVT) dengan konduksi aberan atau dengan konduksi melalui jaras tambahan

(accesory pathway) juga akan memberikan gambaran takikardi dengan kompleks

QRS yang lebar. Oleh karena itu pengenalan VT menjadi penting dalam keadaan

kegawatan karena pemberian obat untuk SVT dapat membahayakan pada pasien

dengan VT. Pengenalan VT juga harus mencakup identifikasi etiologi, sumber,

fokus, terapi, dan prognosisnya. VT idiopatik misalnya, dapat diterapi secara

defenitif dengan ablasi kateter, sangat jarang menyebabkan kematian mendadak

dan memiliki prognosis yang baik. Sebaliknya VT iskemia (VT akibat penyakit

jantung koroner) memberikan resiko tinggi untuk terjadinya kematian mendadak

( sudden cardiac death ) akibat aritmia fatal (VT yang berdegenerasi menjadi

ventrikular fibrillation ) .

Gambar 1. VT dengan laju 235 kali per menit.

Page 2: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

3

2.1.2 Etiologi dan Klasifikasi

Secara umum VT dapat dibagi menjadi monoformik dan polimorfik. VT

monoformik memiliki kompleks QRS yang sama pada tiap denyutan (beat) dan

menandakan adanya depolarisasi yang berulang dari tempat yang sama.

Umumnya disebabkan oleh adanya fokus atau substrat aritmia yang mudah

dieliminasi dengan teknik ablasi kateter. Sedangkan VT polimorfik ditandai

dengan adanya kompleks QRS yang bervariasi (berubah) dan menunjukkan

adanya urutan depolarisasi yang berubah dari beberapa tempat. Biasanya VT jenis

ini berkaitan dengan jaringan parut (scar tissue) akibat infark miokard (ischemic

VT). Bila VT berlangsung lebih dari 30 detik disebut sustained dan sebaliknya

bila kurang dari 30 detik disebut non-sustained.

Berdasarkan etiologi VT dikelompokkan menjadi:

VT idiopatik (idiopathic VT)

- VT idiopatik alur keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow

tract VT=RVOT VTt)

- VT idiopatik ventrikel kiri (idiopathic left ventricular VT)

VT pada kardiomiopati dilatasi non-iskemia

- Bundle Branch Reentrant VT

- Arrythmogenic Right Ventricular Dysplasia(ARVD)

VT iskemia (ischemic VT)

a) Monoformik VT

Page 3: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

4

b) Poliformik VT

Gambar 2. Monomorfik VT dan polimorfik VT

2.1.3 Patofisiologi

Secara umum terdapat tiga mekanisme terjadinya aritmia, termasuk aritmia

ventrikel, yaitu automaticity, reentrant, dan triggered activity.

Automaticity terjadi karena adanya percepatan aktivitas fase 4 dari

potensial aksi jantung. Aritmia ventrikel karena gangguan automaticity biasanya

tercetus pada keadaan akut dan kritis seperti infark miokard akut, gangguan

elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan tonus adrenergik yang

meninggi. Oleh karena itu, bila berhadapan dengan aritmia ventrikel karena

gangguan automaticity, perlu dikoreksi faktor penyebab yang mendasarinya.

Aritmia ventrikel yang terjadi pada keadaaan akut tidaklah memiliki aspek

prognostik jangka panjang yang penting.

Mekanisme aritmia ventrikel yang tersering adalah reentry dan biasanya

disebabkan oleh kelainan kronis seperti infark miokard lama atau kardiomiopati

dilatasi (dilated cardiomyopathy). Jaringan parut (scar tissue) yang terbentuk

akibat infark miokard yang berbatasan dengan jaringan sehat menjadi keadaan

yang ideal untuk terbentuknya sirkuit reentry. Bila sirkuit ini telah terbentuk maka

aritmia ventrikel reentrant dapat timbul setiap saat dan menyebabkan kematian

mendadak.

Triggered activity memiliki gambaran campuran dari kedua mekanisme di

atas. Mekanismenya adalah adanya kebocoran ion positif ke dalam sel sehingga

terjadi lonjakan potensial pada akhir fase 3 atau awal fase 4 dari aksi potensial

Page 4: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

5

jantung. Bila lonjakan ini cukup bermakna maka akan tercetus aksi potensial baru.

Keadaan ini disebut after depolarization.

Gambar 3. Patofisiologi VT

2.1.4 Diagnosis Takikardi Ventrikel

Diagnosis takikardi didasarkan pada gambaran berikut ini.

a. Durasi dan morfologi kompleks QRS

Pada VT urutan aktivasi tidak mengikuti arah konduksi normal

(terganggu) sehingga bentuk kompleks QRS akan kacau dan durasi

kompleks QRS menjadi panjang (biasanya lebih dari 0.12 detik). Pedoman

umum yang berlaku adalah semakin lebar kompleks QRS semakin besar

kemungkinannya adalah suatu VT , khususnya bila lebih dari 0.16 detik.

Pengecualian adalah VT yang bersasal dari fasikel posterior berkas cabang

kiri (idiopathic left ventrikular tachycardia) yang memiliki kompleks

QRS kurang dari 0.12 detik karena pada VT jenis ini lokasi reentry dekat

dengan septum interventrikel seperti konduksi normal.

Morfologi kompleks QRS bergantung pada asal fokus VT. Bila

berasal dari ventrikel kanan akan memberikan gambaran morfologi blok

berkas cabang kiri (left bundle branch block morphology) dan jika berasal

Page 5: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

6

dari ventrikel kiri akan menunjukkan gambaran blok berkas cabang kanan

(right bundle branch block morphology). Kalau morfologi QRS adalah

RBBB maka takikardia adalah VT jika morfologi kompleks qrs adalah

monoformik atau bifasik (QR atau RS). Jika morfologi qrs adalah LBBB

maka akan menguatkan diagnosis VT jika adanya takik (notching)

gelombang S atau nadir S yang lambat (>70milidetik).

b. Laju dan irama

Laju (rate) VT berkisar antara 120-300 kali per menit dengan

irama yang teratur atau hampir teratur (variasi antar denyut adalah <0.04

detik). Jika takikardi disertai irama yang tidak teratur (irregular) maka

harus dipikirkan adanya AF dengan konduksi aberan atau preeksitasi.

c. Aksis kompleks QRS

Aksis kompleks QRS tidak hanya penting untuk diagnosis tapi juga

untuk menentukan asal fokus. Adanya perubahan aksis lebih dari dari 40

derajat baik ke kiri maupun ke kanan umumnya adalah VT. Kompleks

QRS pada sandapan aVR berada pada posisi -210 derajat dengan

kompleks QRS negatif. Bila kompleks QRS berubah menjadi positif pada

saat takikardi sangat menyokong adanya VT yang berasal dari apeks

mengarah ke bagian basal ventrikel. Aksis ke superior pada takikardi QRS

lebar dengan morfologi RBBB sangat menyokong ke arah VT. Adanya

takikardia QRS lebar dengan aksis inferior dan morfologi LBBB

mendukung adanya VT yang berasal dari right ventrikular outflow tract.

d. Dissosiasi antara atrium dan ventrikel (atrio-ventriculardissociation)

Pada VT nodus sinus terus memberikan impuls secara bebas tanpa

ada hubungan dengan aktivitas ventrikel (atrium dikontrol oleh nodus

sinus dan ventrikel dikontrol oleh fokus takikardia denga laju lebih cepat)

sehingga gelombang P yang muncul tidak berkaitan denga kompleks QRS

(dikenal denganAVdissociation). Adnya disossiasi AV sangat khas untuk

Page 6: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

7

VT walaupun adanya asosisasi (hubungan) AV belum dapat

menyingkirikan VT . Secara klinis dissosiasi AV dapat dikenal dengan

adnya variasi bunyi jantung satu dan varisasi tekan darah sistolik.

e. Capture beat dan fusion beat

Kadang–kadang saat berlangsungnya VT, impuls dari atrium dapat

mendepolarisasi ventrikel melalui sisterm konduksi normal sehingga

memunculkan kompleks QRS yang lebih awal dengan ukuran normal

(sempit). Keadaan ini disebut capture beat. Fusion beat terjadi bila impuls

dari nodus sinus dihantarkan ke ventrkel melalui nodus atrioventrikel

(nodus AV) dan bergabung dengan impuls dari ventrikel. Jadi ventrikel

sebagian didepolarisasi dari nodus sinus dan sebagian dari ventrikel

sehingga kompleks QRS berbentuk antara kompleks normal dan VT.

Capture dan fusion beat jarang ditemukan dan sangat khas untuk VT

walaupun tidak adanya mereka bukan berarti VT dapat disingkirkan.

a) Capture beat

b) Fusion beat

Gambar 4. Capture beat dan fusion beat

f. Konfigurasi kompleks QRS

Adanya concordance (kesesuaian) dari kompleks QRS pada

sandapan dada sangat menyokong diagnosis VT. Kesesuiaan positif

Page 7: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

8

(positive concordance) kompleks QRS pada sandapan dada dominan

positif menunjukkan asal fokus takikardi dari dinding posterior ventrikel.

Kesesuaian negatif (negative concordance) kompleks QRS pada sandapan

dada dominan negatif menunjukan asal fokus dari dinding anterior

ventrikel.

Kriteria untuk diagnosis VT yang telah dibahas tadi, tidak selalu

didapatkan dan tidak jarang hanya satu atau dua kriteria saja yang

ditemukan.

Selain rekaman EKG, anamnesis, pemeriksaan fisik, data

penunjang lainnya (foto toraks, dan ekokardiografi) dapat membantu. Pada

pasien yang pernah mengalami infark miokard dengan gannguan fungsi

ventrikel misalnya, maka diagnosis VT lebih diutamakan bila pasien

tersebut mendapat takikardi dengan kompleks QRS lebar. Penting diingat

untuk selalu membuat EKG lengkap 12 sandapan saat dan sesudah

takikardi.

Gambar 5. A menunjukkan kesesuaian negatif (negative concordance) dan

B menunjukkan kesesuaian positif (positive concordance)

2.1.5 Diagnosis banding

Page 8: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

9

Tidak semua takikardi dengan kompleks QRS lebar adalah VT meskipun

70% takikardi jenis ini adalah VT. Takikardi dengan kompleks QRS lebar bisa

terjadi pada:

a. Takikardi supraventrikel (SVT) dengan konduksi aberan

Pada keadaan SVT biasa maka konduksi adari atrium ke ventrikel

melaui jalur jalur konduksi normal sehinggga kompleks QRS akan

normal.namun secara fisiologis dapat terjadi hambatan (blok) pada salah

satu berkas cabang (kiri atau kanan) karena adanya perbedaan masa

refrakter di antara keduanya. Keadaan ini disebut konduksi aberan

(aberrant coinduction). Karena adanya hambatan berkas cabang maka

kompleks QRS akan lebar seperti keadaan LBBB atau RBBB biasa.

b. Takikardi supraventrikel (SVT) dengan konduksi melalui jaras

tambahan (accesory pathway)

Bila terdapat jaras tambahan yang memintas jalur konduksi normal

dari atrium ke ventrikel, maka pada saat takikardi supraventrikel (SVT)

ventrikel diaktivasi tidak melalui jalur konduksi normal sehingga ventrikel

mengalami inaktivasi dini (preeksitasi). Akibatnya kompleks QRS akan

terlihat lebar.

c. Takikardi supraventrikel (SVT) pada keadaan hambatan berkas

cabang yang sudah ada

Bila pada keadaan irama sinus sudah terdapat gambartan hambatan

berkas cabang (kiri atau kanan) maka saat timbul SVT kompleks QRS

akan terlihat lebar seperti pada keadaan sinus. Oleh karena itu sangat

penting untuk membandingkan EKG sebelum dengan pada saat takikardia.

2.1.6 Kepentingan Klinis Takikardi Ventrikel

a. Takikardia Ventrikel Idiopatik

Page 9: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

10

Dijumpai pada pasien dengan jantung normal (tidak ada kelainan

struktur). Umumnya VT tidak berbahaya, tidak mengganggu hemodinamik, dan

tidak menyebabkan kematian mendadak (sudden cardiac death). Namun bila

timbul VT denga laju yang cepat dapat menyebabkan sinkop. Karena disebabakan

oleh fokus ektopik yang terbatas pada satu lokasi maka umumnya sangat mudah

dihilangkan dengan cara ablasi kateter.

b. VT idiopatik alur keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow

tract VT)

Berasal dari RVOT dan jenis VT ini merupakan 90% dari VT

idiopatik.pasien umumnya adalah perempuan muda. VT dapat dapat dicetuskan

oleh ketegangan, emosidan aktivitas fisik. Manifestasi klinis jenis ini dapat berupa

VT yang dicetuskan oleh latihan (exercise-induced VT) atau VT monoformik yang

berulang (repetitive monophormic VT) yang timbul saat istirahat. Pada beberapa

pasien kerap dijumpai dalam bentuk premature ventricular contraction (PVC)

bigemini atau VTnon-sustained yang simpatomatik dan mengganggu.

Pemeriksaan ekokardiografi dan angiografi koroner biasanya normal.

Gambaran ekokardiogram (EKG) menunjukkan suatu takikardi dengan

kompleks QRS lebar, morfologi kompleks QRS left bunddle branch block

(LBBB) pada sandapan V1, dengan aksis kompleks QRS ke arah inferior (right

axis deviation) atau normal.

Umumnya VT jenis ini disebabkan oleh proses otomatisasi, triggered

activity, dan takikardi dengan perantaraan siklik-AMP yang dirangsang oleh

sistem saraf adrenergik dan sensitif terhadap peningkatan kalsium intrasel. Oleh

karena itu dapat diberikan pengobatan dengan obat penyekat kalsium (calsium

channel blocker) seperti verapamil. Sedangkan pada VT jenis lain obat ini adalah

kontraindikasi. Karena salah satu VT jenis ini dicetuskan oleh latihan (exercise

induced) maka obat penyekat beta (beta blocker) juga efektif. Dapat diberikan

metoprolol sampai dosis optimal 2x100 mg per hari. Bila pasien tetap bergejala

maka dapat diberikan terapi definitif dengan ablasi kateter.

Page 10: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

11

Diagnosis banding VT tipe ini adalah jenis VT lainnya. Hanya saja perlu

diperhatikan jenis VT yang paling mirip denganVT ini yaitu Arrhythmogenic

Right Ventricular Dysplasia (ARVD). Perbedaannya adalah pada ARVD

didapatkan adanya infiltrasi lemak pada ventrikel kanan (terdapat kelainan

struktural).

c. VT idiopatik dari ventrikel kiri (Idiopathic Left Ventrikular

Tachycardia =ILVT)

Istilah lain untuk VT jenis ini adalah takikardi fasikular karena adanya

proses reentry pada fasikel posterior dan anterior sebagai penyebab takikardi. Ada

tiga subkelompok pada VT ini, yaitu kelompok yang sensitf terhadap verapamil

(verapamil sensitive), sensitif terhadap adenosine (adenosine sensitive) dan

sensitif terhadap propanolol (propanolol sensitive). Yang terbanyak adalah

kelompok sensitif terhadap verapamil. VT jenis ini umunya diderita oleh pria usia

muda. Pada rekaman EKG permukaan terlihat takikardi dengan morfologi

kompleks QRS berbentuk blok berkas cabang kanan (RBBB), dengan aksis

superior. Kompleks QRS tidak begitu lebar karena fokus takikardi dekat dengan

septum (lokasi jaringan konduksi normal). Takikardi ini sering dikelirukan dengan

SVT karena kompleks QRS tidak terlalu lebar dan sensitif terhadap verapamil

sehingga dapat diterminasi dengan verapamil serperti umumnya SVT.

Pada pasien yang simptomatik dapat diberikan terapi obat-obatan. Bila

gagala dapat dilakukan eliminasi dengan ablasi kateter dengan angka keberhasilan

rata-raat 87%. Ablasi kateter juga diindikasikan pada pasien yang tidak ingin

minum obat dalam jangka waktu lama.

d. Takikardi ventrikel pada kardiomiopati dilatasi non-iskemia

e. Bundle Branch Reentrant Ventricular Tachycardia

VT jenis ini ditemukan sekitar 40% pada pasien kardiomiopati dilatasi

idiopatik (non-iskemia) dan 6% dari seluruh jenis VT yang dirujuk ke

laboratorium elektrofioslogi. Secara klinis VT jenis ini bersifat berbahaya

sehingga menyebabkan sinkop atau henti jantung. Pada EKG biasanya ditandai

Page 11: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

12

oleh kompleks QRS dengan morfologi blok berkas cabang kiri (LBBB). Takikardi

dapat dihilangkan dengan melakukan ablasi kateter pada berkas cabang kanan tapi

kesintasan pasien menurun karena adanya disfungsi ventrikel kiri sebagai

penyerta.

f. Arrythmogenic Right Ventricular Dysplasia (ARVD)

Kelainan ini sangat jarang,biasanya didertita oleh kelompok usia muda,

dimana terdapat infiltrasi lemak dan jaringan parut pada miokard ventrikel kanan.

Karakteristik VT adalh kompleks QRS dengan morfologi blok berkas cabang kiri

(LBBB). Tatalaksana VT jenis ini hampir sama dengan VT iskemia dengan peran

ICD (Implantable Cardioverter Defibrillator) yang efektif utnuk mencegah

kematian jantung mendadak (sudden cardiac death). Terapi pembedahan dengan

mengisolasi daerah yang displastik ternyata tidak efektif karena timbulnya gagal

jantung kanan.

g. Takikardi Ventrikel Iskemia

VT iskemia disebabkan oleh penyakit jantung koroner seperti infark

miokard akut. Secara prognostik VT jenis ini sangat penting karena dapat

menyebabkan kematian jantung mendadak. VT iskemia terjadi karena adanya

jaringan parut di sekitar jaringan sehat. Secara umum, semakin luas jaringan

infark semakin besar peluang terjadinya reentry. VT iskemia cenderung bersifat

fatal karena dapat bedegenerasi menjadi fibrilasi venrtrikel dan kematian

mendadak. Prediktor kematian jantung mendadak adalah adanya riwayat serangan

jantung sebelumnya, penurunan fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi <40%), dan

adanya premature ventricular contraction yang sering.

Terapi VT iskemia pada umunya adalah dengan obat-obatan. Sedangkan

ablasi kateter pada VT iskemia belum memberikan hasil yang memadai.

Page 12: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

13

2.1.7 Tatalaksana Umum

Gambar 6. Algoritma Takikardia (dikutip dari Circulation. 2010;122[suppl

3]:S729 –S767)

a. Tatalaksana pada Keadaan Akut

Bila keadaan hemodinamik stabil, terminasi VT dilakukan dengan

pemberian obat-obatan secara intravena seperti amiodaron, lidokaine,dan

prokainamid. Dua obat yang pertama tersedia di Indonesia. Amiodaron dan

prokainamid lebih unggul dibanding lidokain.

Amiodaron dapat diberikan dengan dosis pembebanan (loading dose)

15mg/menit diberikan dalam 10 menit dan diikuti dengan infus kontinu

1mg/menit selama 6 jam, dan dosis pemeliharaan 0.5 mg/menit dalam 18 jam

berikutnya. Bila gagal dengan obat, dilakukan kardioversi elektrik yang dapat

dimulai denga energi rendah (10 joule dan 50 joule).

Page 13: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

14

Dalam tatalaksana akut perlu dicari faktor penyebab yang dikorekasi

seperti iskemia, gangguan elektrolit, hipotensi dan asidosis. Bila keadaan

hemodinamik tidak stabil (hipotensi,syok, angina,gagal jantung dan gejala

hipoperfusi otak) maka pilihan pertama adalah kardioversi elektrik.

b. Tatalaksana Jangka Panjang

Tujuan terapi jangka panjang adalah mencegah kematian mendadak. Pada

pasien dengan VT non-sustained dan bergejala dapat diberikan obat penyekat

beta. Bila tidak efektif dapat diberikan sotalol atau amiodaron. Pada pasien

dengan riwayat miokard infark akut dan penurunan fungsi ventrikel kiri (fraksi

ejeksi <35%) terdapat VT yang dapat dicetuskan dan tidak dapat dihilangkan

dengan obat, maka ICD lebih lebih unggul dalam menurunkan mortalitas (The

Multicenter Automatic Defibrillator Trial = MADIT). Untuk pencegahan

sekunder kematian mendadak (pasien yang berhasil diselamatkan dari aritmia

fatal) pada pasien pasca infark miokard dengan penurunan fungsi ventrikel kiri,

ICD telah terbukti lebih unggul daripada amiodaron.

2.2 Gagal Jantung Kongestif

2.2.1 Definisi

Gagal jantung adalah suatu sindroma klinik yang diinisiasi karena adanya

abnormalitas jantung1 akibat kelainan struktur atau fungsi2, dimana jantung tidak

mampu memompakan darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme tubuh, walaupun darah balik masih normal. Dikatakan gagal jantung

kongestif adalah apabila gagal jantung kiri dan kanan terjadi pada saat yang

sama3.

2.2.2 Epidemiologi

Gagal jantung adalah penyakit kardiovaskular yang paling cepat

berkembang, dimana mengenai 2-3% dari seluruh populasi. Prevalensinya

meningkat sesuai dengan usia, menyerang antara 10-20% dari populasi usia 70

Page 14: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

15

tahun keatas4. Penderita yang telah mengalami gagal jantung tetap bertahan hidup

sampai beberapa tahun dengan pengobatan yang baik. Penelitian Framingham

menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% pada wanita3,5.

2.2.3 Klasifikasi

Ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk mengklasifikasikan

gagal jantung, yaitu; gagal jantung akut-kronik, curah tinggi-curah rendah,

forward-backward, kanan-kiri, sistolik-diastolik. `

Tabel 2.1 Pengertian Berbagai Terminologi Klasifikasi Gagal Jantung1

Terminologi Pengertian

Akut-kronik Klasifikasi klinis berdasarkan gejala dan kecepatan onset

Curah tinggi-curah

rendah

Klasifikasi patofisiologi berdasarkan keadaan dimana

kebutuhan metabolik tubuh terhadap sirkulasi meningkat

dengan fungsi jantung yang normal (curah tinggi) atau

keadaan dimana terjadi penurunan fungsi jantung sehingga

tidak mampu memenuhi kebutuhan sirkulasi metabolik

normal

Forward-

backward

Klasifikasi klinis berdasarkan menurunnya curah jantung

(forward), seperti hipotensi dan perfusi perifer yang sedikit

atau kemampuan jantung memompakan darah hanya terjadi

dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi, akibat

kongesti sistemik dan vena pumonal.

Kanan-kiri Klasifikasi klinis yang menunjukkan bagian jantung sebagai

penyebab yang spesifik, seperti ketidaknyamanan abdomen,

edema perifer (kanan), dispnea, hipotensi, dan perfusi

perifer yang sedikit (kiri)

Sistolik-diastolik Klasifikasi patofisiologi berdasarkan abnormalitas primer

jantung yaitu penurunan kontraktilitas ventrikel (sistolik)

atau gangguan relaksasi ventrikel (diastolik)

Page 15: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

16

2.2.4 Etiologi

Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan gagal jantung adalah sebagai

berikut. (Tabel 2.2)

Tabel 2.2. Klasifikasi Umum Penyebab Gagal Jantung1

Penyakit Jantung Koroner Aritmia dan Gangguan Konduksi

Jantung

Takiaritmia

Bradiaritmia

Gangguan Konduksi Intraventrikular

Penyakit Miokardial Intrinsik

Dilated cardiomyopathy

Hypertrophic cardiomyopathy

Restrictive cardiomyopathy

Curah Jantung Tinggi

Anemia

Tirotoksikosis

Kehamilan

Arteriovenous fistula

Sirosis hati

Paget’s disease

Renal cell carcinoma

Penyakit Jantung Katup

Congenital

Age-related/calcific

Infective endocarditis

Immunological (e.g., rheumatic fever)

Collagen disease (e.g., Marfan’s

syndrome)

Neoplastic (metastases, carcinoid

syndrome)

Penyakit Perikardium

Constrictive pericarditis

Pericardial effusion with tamponade

Penyakit Jantung Bawaan

Hipertensi

Sistemik

Pulmonal

Page 16: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

17

Sementara itu, ada beberapa keadaan yang dapat menjadi faktor-faktor

presipitasi terjadinya gagal jantung, sebagaimana tertera pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.3. Faktor yang Dapat Memperberat Gejala-gejala Gagal Jantung6

Peningkatan Kebutuhan Metabolik

Demam

Infeksi

Anemia

Takikardia

Hipertiroidisme

Kehamilan

Peningkatan Volume Sirkulasi (Preload Bertambah)

Konsumsi garam berlebihan

Kelebihan masukan cairan

Gagal ginjal.

Kondisi-kondisi yang Meningkatkan Afterload

Hipertensi tidak terkontrol

Emboli paru (menambah afterload ventrikel kanan)

Kondisi-kondisi yang Mengganggu Kontraktilitas

Obat-obat inotropik negatif

Iskemia miokardial atau infark

Masukan etanol berlebihan.

Kegagalan memperoleh Pengobatan Gagal Jantung

Detak Jantung yang Seering Lambat

2.2.5 Patofisiologi

Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan

pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta

perubahan neurohormonal yang kompleks7.

Page 17: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

18

Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang

menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi

mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron

(sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk

memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga7.

Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga

cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas

serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul

berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi

simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit,

hipertofi dan nekrosis miokard fokal7.

Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin,

angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor

renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang

pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan

merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium

dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek

pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung7.

Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama

yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat.

Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap

peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain

Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel,

kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel

pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan

vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai

respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis

terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi

natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal

jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker

Page 18: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

19

diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita

gagal jantung7.

Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya

pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didapatkan pada

pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia7.

Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan

peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada

pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi

endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung.

Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary artery capillary wedge

pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan endotelin-1

antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya

remodelling vaskular dan miokardial akibat endotelin7.

Page 19: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

20

Page 20: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

21

Gambar 7. Patofisiologi Gagal Jantung

Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan

kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri

menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab

tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel

kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada

penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 %

penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada

penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic yang

timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri7.

2.2.6 Gejala dan Manifestasi Klinis

Gejala-gejala dan manifestasi klinis yang timbul pada gagal jantung dapat

berbeda tergantung dari penyebab primernya, apakah gagal jantung kanan ataupun

kiri walaupun hal ini masih kontroversi, karena tidak cukup spesifik. Pada gagal

jantung kiri, gejalanya dapat berupa dispnea, ortopnea, paroxysmal nocturnal

dyspnea (PND), dan fatigue. Kemudian pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai

diaforesis, takikardia, takipnea, pulmonary rales, P2 mengeras, S3 gallop

(disfungsi sistolik), dan S4 (disfungsi diastolik). Sedangkan pada gagal jantung

kanan, gejalanya yaitu edema perifer, rasa tidak nyaman pada abdomen region

kuadran kanan atas (akibat pembesaran hepar). Pada pemeriksaan klinisnya dapat

ditemukan peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, dan edema perifer.

Gejala-gejala gagal jantung biasanya diklasifikasikan menurut derajat

kriteria berdasarkan New York Heart Association (NYHA) yang dikenal dengan

kelas fungsional (functional class/fc). Derajat functional class seorang pasien

dapat berubah-ubah sewaktu-waktu6.

Page 21: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

22

Tabel 2.4. Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan New York Heart

Association6

Kelas Definisi

I Tidak ada batasan aktivitas fisik

II Batasan aktifitas meningkat. Dispnea dan fatigue dirasakan dengan

aktifitas sedang (contoh: menaiki tangga dengan cepat)

III Aktifitas mulai terbatas. Dispnea dan fatigue dirasakan dengan aktifitas

minimal (contoh: menaiki tangga dengan berjalan lambat)

IV Aktifitas sangat terbatas. Gejala muncul dalam keadaan istirahat

Sedangkan ACC/AHA (American Heart Association) membuat sistem

klasifikasi penyakit gagal jantung kedalam 4 stadium:

Stadium I, yaitu kelompok pasien yang beresiko tinggi mengalami gagal

jantung yaitu penderita hipertensi, penyakit jantung koroner, dan diabetes.

Stadium II, pasien dengan penyakit jantung struktural tanpa simptom.

Dengan keadaan pernah mengalami infark miokard, hipertrofi ventrikel kiri,

disfungsi sistolik ventrikel kiri yang asimptomatis.

Stadium III, pasien dengan penyakit jantung struktural dan menunjukan

adanya gejala gagal jantung seperti disfungsi sistolik ventrikel kiri, dispnea,

kelelahan, retensi cairan atau gejala gagal jantung lainnya.

Stadium IV, pasien dengan simptom gagal jantung meski telah mendapatkan

terapi yang maksimal. Pasien umumnya harus menjalani rawat inap secara

berulang6.

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis

Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis adanya

gagal jantung antara lain foto toraks, EKG 12 lead, ekokardiografi, pemeriksaan

darah, angiografi dan tes fungsi paru.

Page 22: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

23

a. Foto Toraks

Pada pemeriksaan foto toraks dapat ditemukan adanya pembesaran

siluet jantung (Cardio Thoraxic Ratio > 50%), gambaran kongesti vena

pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena

pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada

fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila

tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada

lapangan paru yang menunjukkan adanya edema paru bermakna. Dapat

pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang

lebih banyak terkena adalah bagian kanan7.

b. Elektrokardiografi (EKG)

Pada EKG didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh

penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat

dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara

lain gelombang Q, abnormalitas ST – T, hipertrofi ventrikel kiri,

bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto

toraks keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan

gagal jantung sebagai penyebab dispneu pada pasien sangat kecil

kemungkinannya7.

c. Ekokardiografi

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat

berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan

gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita

yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah: semua pasien dengan

tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan

murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta

penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard

anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat

Page 23: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

24

mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik,

mengetahui adanya gangguan katup, besarnya ejection fraction (EF),

serta mengetahui risiko emboli7.

d. Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia

sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya

penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat

berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul

hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan

adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu

dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga

mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan

serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme

inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat

terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretik

tanpa suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia

timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal,

penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal

jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH)

gambarannya abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid,

albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan.

Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung

dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah

300 pg/ml7.

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk menegakkan diagnosis

gagal jantung kongestif2.

a. Kriteria Mayor

Paroksismal nokturnal dispnea

Distensi vena leher

Page 24: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

25

Ronki paru

Kardiomegali

Edema paru akut

Gallop S3

Peninggian tekanan vena jugularis

Refluks hepatojugular

b. Kriteria Minor

Edema ekstremitas

Batuk malam hari

Dispnea d’effort

Hepatomegali

Efusi pleura

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Takikardia (>120 x/menit)

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria

minor2.

2.2.8 Penatalaksanaan

Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung ditujukan pada 5 aspek,

yaitu: 1) mengurangi beban kerja, 2) memperkuat kontraktilitas miokard, 3)

mengurangi kelebihan cairan dan garam, 4) melakukan tindakan dan pengobatan

khusus terhadap penyebab, faktor-faktor pencetus dan kelainan yang mendasari3.

a. Tindakan umum

Aktivitas dibatasi sesuai dengan beratnya keluhan (kelas fungsional) 3.

b. Pengobatan:

Mengurangi Beban jantung dan Kelebihan Cairan

Obat yang digunakan untuk mengatasi retensi dan kelebihan

cairan adalah diuretika. Bila gagal jantung dan beban cairan ringan,

biasanya cukup dengan membatasi asupan cairan dan diuretika oral.

Diuretik yang biasa digunakan adalah dari golongan thiazid dan loop

Page 25: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

26

diuretic. Diuretik potassium sparring seperti spironolakton kurang

efektif dibandingkan dengan diuretik lainnya, namun bisa memperkuat

kerja diuretik lain tersebut3.

Obat lain yang mengurangi beban awal dan beban akhir adalah

vasodilator, dalam hal ini yang paling banyak dipakai adalah nitrat

(nitrogliserin, dll). Efek utama nitrat adalah dilatasi pembuluh darah,

sehingga menyebabkan preload berkurang dan tekanan pembuluh paru

serta tekanan pengisian ventrikel kiri menurun. Selain itu, ia juga

mengurangi tahanan yang harus diatasi oleh pompa jantung. Yang

banyak dipakai sekarang ini baik pada serangan akut maupun kronik

adalah ACE-Inhibitor, nitrat long acting, prazosis, dan hidralazin3.

Memperkuat Kontraktilitas Miokard

Penurunan kontraktilitas atau disfungsi sistolik sering

disebabkan oleh penyakit jantung iskemik atau koroner terutama

penderita dengan infark miokard yang luas. Juga pada kardiomiopati

dilatasi dan miokarditis, dan pada stadium lanjut kelainan dengan

kelebihan beban volume akibat regurgitasi3.

Obat-obat yang dipergunakan untuk memprkuat kontraktilitas

(inotropik) adalah preparat digitalis, simpatomimetik seperti dopamin

dan dobutamin, dan golongan inotropik lain seperti amrinon.

Penggunaan digitalis terutama untuk memperbaiki curah jantung pada

keadaan curah jantung rendah dan pada gagal jantung dengan

takiaitmia supraventrikel (fibrilasi atrium, dll). Dopamin terutama

bermanfaat pada gagal jantung dengan hipotensi dimana efek

vasokonstriksi perifer diharapkan akan membantu sirkulasi.

Dobutamin bisa bermanfaat pada gagal jantung berat dengan tekanan

pembuluh dan paru yang tinggi namun tekanan sistemik dalam batas

normal3.

Amrinon menyebabkan penurunan tekanan pengisian ventrikel

kiri dan kanan dan meningkatkan curah jantung. Efeknya sama dengan

Page 26: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

27

kombinasi dopamin dan dobutamin, bermanfaat pada gagal jantung

yang sudah refrakter dengan pengobatan digoksin, diuretik dan

vasodilator3.

Rekomendasi saat ini untuk gagal jantung kelas II dan III

meliputi3:

Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40-80

mg).

Digitalis (digoksin) pada penderita dengan fibrilasi atrium

maupun irama sinus.

ACE-Inhibitor (captopril 25-75 mg atau enalapril 5 mg sampai

maksimal 20 mg sehari, atau dosis setara dengan ACE-I yang

lainnya).

ISDN pada penderita dengan kemampuan aktifitas yang

terganggu atau adanya iskemia yang menetap. ISDN diberikan

bertahap dimulai dosis kecil 10-15 mg 3 kali sehari, dengan

masa istirahat 8 jam sehari untuk mengurangi efek toleransi.

Semua obat-obat ini haruslah dititrasi secara bertahap.

c. Tindakan khusus

Tindakan khusus terutama ditujukan pada kelainan yang

mendasari gagal jantung. Pada gangguan mekanis akibat stenosis

katup, valvuloplasti balon atau pembedahan perlu dilakukan bila

keadaan memungkinkan. Angiografi koroner perlu dilakukan pada

penderita yang diduga menderita penyakit jantung koroner3.

Pada waktu perawatan gagal jantung berat, penatalaksanaan

akan lebih terarah apabila dalam dilakukan pemantauan hemodinamik

terutama tekanan vena sentral dan tekanan pembuluh baju paru3.

2.2.9 Prognosis

Page 27: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

28

Laju mortalitas setelah 5 tahun terdiagnosis adalah berkisar antara 45-

60%, dimana laki-laki lebih buruk dibandingkan perempuan. Pasien-pasien

dengan gejala yang berat (NYHA fc III atau IV) memiliki 1-year survival rate

berkisar 40%6.

2.3 Penyakit Jantung Koroner

2.3.1 Definisi

Menurut WHO, penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit pembuluh

darah yang menyuplai otot jantung. Penyakit jantung koroner sering disebut

sebagaipenyakit jantung iskemik atau penyakit arteria koronaria. Burns dan

Kumar (2003) mengatakan bahwa PJK merupakan sekelompok sindrom yang

berkaitan erat yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen

miokardium dan aliran darah ke miokardium.Penyakit Jantung Koroner adalah

penyakit arteri koroner ditandai dengan adanya endapan lemak yang berkumpul di

dalam sel yang melapisi dinding suatu arteri koroner dan menyumbat aliran darah.

2.3.2 Epidemiologi

Berdasarkan hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRTN) dalam 10

tahun terakhir angka penderita penyakit jantung koroner mengalami peningkatan.

Pada tahun 1991, angka kematian akibat penyakit jantung koroner adalah sekitar

16 %. Pada tahun 2001, angka kematian meningkat menjadi 26,4 %. Angka

kematian akibat penyakit jantung koroner diperkirakan mencapai 53,5 per

100.000 penduduk di negara Indonesia.

2.3.3 Etiologi

Mekanisme dasar yang menyebabkan sindrom manifestasi klinis dari

penyakit jantung koroner adalah penurunan aliran darah ke arteri koroner yang

salah satu penyebabnya adalah Aterosklerosis, dimana akibat kerusakan arteri

koroner, suplai darah untuk kebutuhan jantung tidak terpenuhi, sehingga terjadi

ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke miokardium dan kebutuhan oksigen.

Page 28: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

29

Akibat proses Aterosklerosis yang berlangsung terus-menerus, terjadi sumbatan

total arteri koroner oleh trombus, sehingga terjadi iskemia dan infark miokardium.

2.3.4 Proses Aterosklerosis

Atheroma (berasal dari kata Yunani untuk gruel, yaitu sejenis makanan

terbuat dari gandum) atau plak ateromatosa terdiri atas lesi fokal meninggi yang

berawal di dalam intima, memiliki inti lemak (terutama kolesterol dan ester

kolesterol) yang lunak, kuning, dan grumosa serta dilapisi oleh selaput fibrosa

putih yang padat.

Oleh sebab itu formasi atheroma merupakan proses kunci dari

aterosklerosis. Aterosklerosis (WHO) adalah perubahan variabel intima arteri

yang merupakan akumulasi fokal lemak, kompleks karbohidrat, darah dan hasil

produk, jaringan fibrous, dan deposit kalsium yang kemudian diikuti dengan

perubahan lapisan media, yang menonjol kedalam dan menyumbat lumen

pembuluh.

Faktor risiko terjadinya progresivitas Aterosklerosis antara lain:

Umur

Jenis kelamin (pria lebih seing terkena, akibat penelitian yang

menunjukkan estrogen merupakan faktor protektif terhadap wanita)

Riwayat keluarga, apakah ada riwayat gangguan pada metabolisme lipid,

riwayat keluarga, apakah ada anggota keluarga dekat yang menderita

hipertensi dan diabetes.

Merokok

Hiperlipidemia

Hipertensi

Diabetes melitus yang merangsang hiperkolesterolemia.

2.3.5 Patogenesis Aterosklerosis

Pada pembuluh darah terjadi kerusakan endotel yang berlangsung

progresif, ditambah adanya faktor resiko. Hal ini menyebabkan disfungsi endotel

sehingga permeabilitas endotel meningkat dan leukosit mudah menempel pada

Page 29: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

30

endotel yang rusak. Penimbunan lipoprotein terutama LDL dan struktur

teroksidasinya di pembuluh darah. LDL masuk ke tunika intima melalui

endotelium yang rusak. LDL yang teroksidasi dan melekat pada tunika intima

berubah menjadi lipid proinflamatori, sehingga menarik monosit dan limfosit T

melewati endotelium. Monosit berubah menjadi makrofag dan mendeposit banyak

LDL menjadi sel busa (foam cells). Foam cells akan mengeluarkan toksin untuk

mengaktivasi inflamasi dan respon imun. Selanjutnya, akumulasi lipid yang

mengandung makrofag merangsang pembentukan fatty streak sehingga

menghasilkan lebih banyak toksin oksigen radikal yang akan menyebabkan

respon imunologik dan respon inflamatori lebih parah. Hal ini akan menyebabkan

kerusakan dinding pembuluh yang lebih berat. Pada akhirnya timbul atheroma

(fibrous plaque) yang terdiri dari lemak, jaringan fibrosa, kolagen, kalsium, debris

seluler, dan kapiler. Proses ini disebabkan proliferasi sel otot polos yang

menghasilkan kolagen dan bermigrasi ke fatty streak. Proses ini diperantarai oleh

berbagai Tumor growth factor. Atheroma kemudian berkalsifikasi dan menonjol

ke permukaan dalam pembuluh darah dan mengganggu perjalanan darah ke

jaringan, terutama ketika latihan. Inilah yang menyebabkan munculnya symptom

angina. Bila terbentuk trombus terus-menerus, akan memblok aliran darah. Bila

terjadi di arteri koroner, akan menyebabkan iskemia dan infark.

Page 30: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

31

Gambar 8. Formasi atheroma dalam proses Aterosklerosis serta manifestasinya

dalam pembuluh darah

(dikutip dari Buku Ajar Patologi. 2007:369-378)

2.3.6 Faktor Risiko

Menurut American College of Cardiology (1996) dalam Krummel (2004),

terdapat 4 kategori faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit

kardiovaskular.

Faktor risiko kategori 1 adalah faktor risiko di mana intervensi telah

terbukti menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Adapun yang termasuk

dalam faktor risiko kategori 1, yaitu merokok (cigarette smoking), kolesterol

LDL, diet tinggi lemak atau kolesterol, hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri.

Faktor risiko kategori 2 adalah faktor risiko di mana intervensi sepertinya

menurunkan insiden penyakit kardiovaskular. Adapun yang termasuk dalam

faktor risiko kategori 2, yaitu diabetes mellitus, inaktivitas fisik, ko lesterol HDL,

trigliserida, obesitas, dan status menopause wanita (Krummel, 2004).

Faktor risiko kategori 3 adalah faktor risiko yang berhubungan dengan

peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, di mana jika dimodifikasi, mungkin

menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Adapun yang termasuk dalam faktor

Page 31: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

32

risiko kategori 3, yaitu faktor psikososial, lipoprotein (a), homosistein, stres

oksidatif, dan konsumsi alkohol (Krummel, 2004).

Faktor risiko kategori 4 adalah faktor risiko yang berhubungan dengan

risiko penyakit kardiovaskular yang tidak dapat dimodifikasi, atau jika

dimodifikasi, sepertinya tidak menurunkan risiko. Adapun yang termasuk dalam

faktor risiko kategori 4, yaitu umur, jenis kelamin pria, status sosioekonomi yang

rendah, riwayat penyakit kardiovaskular dini pada keluarga (Krummel, 2004)

2.3.7 Klasifikasi

Bergantung pada kecepatan dan keparahan iskemia yang disebabkan

penyempitan arteria koronaria dan respons miokardium, penyakit jantung koroner

dapat dibedakan berdasarkan sindrom koroner yang muncul, yaitu:

(1) Angina Pektoris Stabil

Angina Pektoris Stabil ditandai oleh hal berikut:

Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya, dengan

penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri s/d lengan dan jari-jari bagian

ulnar, punggung/pundak kiri.

Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa

tertindih/berat di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari

bawah diafagma, seperti diremas-remas. Pada keadaan yang berat

disertai keringat dingin dan sesak nafas.

Kuantitas. Nyeri yang pertama sekali timbul biasanya agak nyata, dari

beberapa menit sampai kurang dari 20 menit.

Gradasi beratnya nyeri dada telah dibuat oleh Canadian Cardiovascular

Society (CCS) sebagai berikut:

Kelas I: Aktivitas sehari –hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1- 2 lantai

dan lain–lain tak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pada latihan

yang berat, berjalan cepat serta terburu – buru waktu kerja atau berpergian

Page 32: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

33

Kelas II: Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya angina pectoris timbul bila

melakukan lebih berat dari biasanya, seperti jalan kaki 2 blok, naik tangga lebih

dari 1 lantai atau terburu-buru, berjalan menanjak.

Kelas III: Aktivitas sehari-hari nyata terbatas, angina timbul bila berjalan 1-2

blok, naik tangga 1 lantai dengan kecepatan yang biasa.

Kelas IV: Angina Pektoris bias timbul waktu istirahat sekalipun. Hampir semua

aktivitas dapat menimbulkan angina, termasuk mandi, menyapu dan berjalan.

(2) Sindrom Koroner Akut ( Acute Coronary Syndrome)

Sindrom Koroner Akut adalah spektrum kondisi klinis mulai dari angina

tak stabil sampai kepada ST-elevasi Miokardial Infark, sebagai akibat dari iskemia

miokardium13. Secara klinis, nyeri dada akut, bersifat tipikal, lebih dari 20 menit.

Tipikal yang dimaksudkan adalah rasa tidak nyaman di retrosternal, semakin

parah dengan aktivitas dan berkurang dengan istirahat atau nitrat. EKG dan

pengukuran enzim jantung secara kualitatif/kuantitatif merupakan media yang

digunakan sebagai kriteria dalam membedakan jenis sindrom koroner akut13.

Tabel 2.5 Perbedaan Karakteristik Sindrom Koroner Akut14

Karakteristik Unstable Angina Pektoris (UAP)

NSTEMI STEMI

Gejala tipikal Crescendo, istirahat,atau onset baru angina berat

Nteri dada berat yang memanjang, lebih berat dan radiasi lebih luas daripada angina biasa

ECG ST depressi dan/atau T wave inversi

ST depressi dan/atau T wave inversi

ST elevasi (gel Q kemudian)

Serum biomarkers Tidak Ya Ya

(Sumber: Pathophysiology of Heart Disease. 2012:174)

2.3.8 Penatalaksanaan

2.3.8.1 Penatalaksanaan Angina Pektoris Stabil

Tujuan pengobatan terutama adalah mencegah kematian dan terjardinya

serangan jantung (infark)12. Pengobatan Farmakologis yaitu:

Page 33: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

34

Aspirin

Penyekat beta

Angiotensin Converting Enzyme, terutama bila disertai hipertensi atau

disfungsi LV

Pemakaian obat-obatan untuk penurunan LDL, pada pasien dengan

LDL>130 mg/dl (target< 100 mg/dl)

Nitrogliserin untuk mengontrol angina

Antagonis kalsium atau nitrat jangka panjang

Klopidogrel

Reperfusi miokardium dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti

intervensi koroner dengan balon dan pemakaian stent sampai operasi CABG12.

Penatalaksanaan Unstable Angina Pektoris dan NSTEMI

Terapi UAP/ NSTEMI adalah dengan memberikan obat-obatan anti

iskmia, anti agregasi trombosit, obat antitrombin, dan juga revaskularisasi

pembuluh koroner13.

2.3.8.2 Penatalaksanaan STEMI

Sedikit perbedaan pada STEMI adalah adanya penggunaan obat

fibrinolitik14.

Komplikasi

Komplikasi MI yang dapat terjadi antara lain15:

Iskemia Rekuren

Aritmia

Aritmia cukup sering terjadi selama MI akut dan merupakan

penyebab utama mortalitas di unit gawat darurat.

Mekanisme yang mendasari aritmogenesis setelah MI adalah

sebagai berikut.

Page 34: Lapkas Kardiologi_ventricular Tachycardia Chf Ec Cad

35

Tabel 2.6 Aritmia Pada MI akut15

Rhythm Cause

Sinus Bradycardia ↑vagal tone

↓SA nodal artery perfusion

Sinus Tachycardia Pain and anxiety

Heart failure

Volume depletion

Chronotropic drugs

APBs, arial fibrillation Heart failure

Atrial ischemia

VPBs, VT, VF Ventricular ischemia

Heart failure

AV block (1°,2°, 3°) IMI: ↑vagal tone and ↓AV nodal artery

flow

AMI: extensive destruction of conduction tissue

Disfungsi Miokardial

Infark Ventrikel Kanan

Komplikasi Mekanikal

Perikarditis

Tromboembolisme

Disfungsi Miokardial

Infark Ventrikel Kanan

Komplikasi Mekanikal

Perikarditis

Tromboembolisme