Lapkas Hady

43
BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN : Nama : Masria Br. Harahap Jenis kelamin : Perempuan Umur : 65 tahun Suku bangsa : Mandailing Alamat : Dusun Panigoran Labuna Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Keluhan Utama: Nyeri dada kiri sampai ke punggung. Riwayat Penyakit Sekarang: Os datang ke RSHM dibawa oleh keluarganya dengan keluhan nyeri di dada pada bagian kiri, dan menjalar hingga ke punggung. Nyeri dialami sejak tadi malam sebelum masuk rumah sakit dan bersifat hilang timbul. Os mengatakan sebelumnya belum pernah menderita penyakit seperti ini. Diketahui bahwa sebelum menderita nyeri dada, dua tahun yang lalu os terkena herpes zoster di lokasi yang dikeluhkan. Riwayat Penyakit Dahulu: Hipertensi (+) 1

description

jjkj

Transcript of Lapkas Hady

Page 1: Lapkas Hady

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN :

Nama : Masria Br. Harahap

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 65 tahun

Suku bangsa : Mandailing

Alamat : Dusun Panigoran Labuna

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Keluhan Utama:

Nyeri dada kiri sampai ke punggung.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Os datang ke RSHM dibawa oleh keluarganya dengan keluhan nyeri di

dada pada bagian kiri, dan menjalar hingga ke punggung. Nyeri

dialami sejak tadi malam sebelum masuk rumah sakit dan bersifat

hilang timbul. Os mengatakan sebelumnya belum pernah menderita

penyakit seperti ini. Diketahui bahwa sebelum menderita nyeri dada,

dua tahun yang lalu os terkena herpes zoster di lokasi yang dikeluhkan.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Hipertensi (+)

Hiperkolesterolemia (+)

Penyakit Jantung (-)

Trauma (-)

Riwayat Penggunaan Obat:

- Obat hipertensi

Riwayat Pekerjaan dan Sosial Ekonomi : (-)

1

Page 2: Lapkas Hady

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum

Kesadaran : Komposmentis , GCS = 15 (E4 M6 V5)

Kooperatif : Kooperatif

Tekanan darah : 140/80 mmHg

Frekuensi nadi : 80 x/menit

Frekuensi nafas : 22 x/menit

Suhu : 36,3C

Status Internus

Keadaan Regional

Kepala : Tidak ada kelainan

Rambut : Hitam bercampur uban, tidak mudah rontok.

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Kulit : Tidak ada kelainan.

KGB : Tidak ada pembesaran.

Telinga : Otorrhea (-), Tinnitus (-)

Hidung : Septum Deviasi (-), Rinorrhea (-)

Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tidak hiperemis.

Leher : JVP 5-2 cm H2O

Thorak

Paru :

Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : Fremitus tactil dan vokal simetris kanan dan kiri

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung:

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus cordis tidak teraba

2

Page 3: Lapkas Hady

Perkusi : Batas jantung kiri : 1 jari medial LMCS RIC V

Batas jantung kanan : LSD

Batas jantung atas : RIC II

Auskultasi : regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Soepel, simetris, datar

Palpasi : Nyeritekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+ ) normal

Korpus vertebrae

Inspeksi : deformitas (-)

Palpasi : gibus (-)

Status Neurologikus

1. Tanda rangsangan selaput otak

Kaku kuduk : (-)

Brudzinsky I : (-)

Brudzinsky II : (-)

Tanda Kernig : (-)

2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

Kejang : Tidak Ada

Muntah proyektil : Tidak Ada

Sakit kepala progresif : Tidak Ada

3. Pemeriksaan Nervus Kranialis

N. I (Olfaktorius)

Penciuman Kanan Kiri

Subjektif + +

3

Page 4: Lapkas Hady

Objektif (dengan bahan) Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N. II (Optikus)

Penglihatan Kanan Kiri

Tajam penglihatan + +

Lapangan pandang + +

Melihat warna + +

Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N. III (Okulomotorius)

Kanan Kiri

Bola mata Bulat Bulat

Ptosis (-) (-)

Gerakan bulbus Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Strabismus (-) (-)

Nistagmus (-) (-)

Ekso/endotalmus (-) (-)

Pupil

Bentuk

Refleks cahaya

Refleks akomodasi

Refleks konvergensi

Bulat

(+)

(+)

(+)

Bulat

(+)

(+)

(+)

N. IV (Trochlearis)

Kanan Kiri

Gerakan mata ke bawah + +

Sikap bulbus Normal Normal

Diplopia - -

4

Page 5: Lapkas Hady

N. VI (Abducen)

Kanan Kiri

Gerakan mata ke lateral + +

Sikap bulbus Normal Normal

Diplopia - -

N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri

Motorik

Membuka mulut

Menggerakkan rahang

Menggigit

Mengunyah

+

+

+

+

+

+

+

+

Sensorik

Divisi oftalmika

- Refleks kornea

- Sensibilitas

(+)

(+)

(+)

(+)

Divisi maksila

- Refleks masetter

- Sensibilitas

(+)

(+)

(+)

(+)

Divisi mandibula

- Sensibilitas (+) (+)

N. VII (Fasialis) Plica nasolabialis kanan lebih datar

Kanan Kiri

Raut wajah simetris

Sekresi air mata (+) (+)

Fissura palpebra (+) (+)

5

Page 6: Lapkas Hady

Menggerakkan dahi (+) (+)

Menutup mata (+) (+)

Mencibir/ bersiul (+) (+)

Memperlihatkan gigi (+) (+)

Sensasi lidah 2/3 depan (+) (+)

Hiperakusis (-) (-)

N. VIII (Vestibularis)

Kanan Kiri

Suara berbisik + +

Detik arloji + +

Rinne tes Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Weber tes Tidak diperiksa

Schwabach tes

- Memanjang

- Memendek

Tidak diperiksa

Nistagmus

- Pendular

- Vertikal

- Siklikal

(-) (-)

Pengaruh posisi kepala (-) (-)

N. IX (Glossopharyngeus)

Sensasi lidah 1/3 belakang (+)

Refleks muntah (Gag Rx) (+)

N. X (Vagus)

6

Page 7: Lapkas Hady

Kanan Kiri

Arkus faring Simetris Simetris

Uvula Simetris Simetris

Menelan (+) (+)

Suara Normal Normal

Nadi Teratur Teratur

N. XI (Asesorius)

Kanan Kiri

Menoleh ke kanan (+) (+)

Menoleh ke kiri (+) (+)

Mengangkat bahu kanan (+) (+)

Mengangkat bahu kiri (+) (+)

N. XII (Hipoglosus)

Kanan Kiri

Kedudukan lidah dalam simetris simetris

Kedudukan lidah dijulurkan Simetris simetris

Tremor (-)

Fasikulasi (-)

Atropi (-)

4. Pemeriksaan koordinasi

Cara berjalan Disartria (-)

Romberg tes (-) Disgrafia (-)

Ataksia (-) Supinasi-pronasi -

Reboundphenomen (-) Tes jari hidung -

7

Page 8: Lapkas Hady

Test tumit lutut - Tes hidung jari -

5. Pemeriksaan fungsi motoric

a. Badan Respirasi

Duduk

Teratur

Normal

b. Berdiri dan

berjalan

Gerakan spontan

Tremor

Atetosis

Mioklonik

Khorea

(-)

(-)

(-)

(-)

c. Ekstremitas Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Normal Normal Normal Normal

Kekuatan 55555 55555 55555 55555

Tropi Normotropi normotropi normotropi normotropi

Tonus Normotonus Hipotonus normotonus hipotonus

Pemeriksaan sensibilitas

Sensibiltas taktil +/+

Sensibilitas nyeri +/+

Sensiblitas termis +/+

Sensibilitas kortikal +/+

Pengenalan 2 titik +/+

Pengenalan rabaan +/+

6. Sistem reflex

a. Fisiologis Kanan Kiri

Biseps ++ +

Triseps ++ +

KPR ++ +

8

Page 9: Lapkas Hady

APR ++ +

Dinding perut ++ +

b. Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri

Hoffmann-

Tromner

(-) (-) Babinski (-) (-)

Chaddocks (-) (-)

Oppenheim (-) (-)

Gordon (-) (-)

Schaeffer (-) (-)

7. Fungsi otonom

- Miksi : baik

- Defekasi : baik

- Sekresi keringat: baik

8. Fungsi luhur : Baik

Kesadaran Tanda Dementia

Reaksi bicara Baik Refleks glabella (-)

Fungsi intelek Baik Refleks snout (-)

Reaksi emosi Baik Refleks menghisap (-)

Refleks memegang (-)

Refleks palmomental (-)

Pemeriksaan laboratorium

Darah Rutin : Hb : 12,4 gr/dl

Leukosit : 6.200/mm3

Trombosit : 276.000/mm3

Hematokrit : 34,6%

Kimia darah : Gula darah sewaktu : 157 mg/dl

9

Page 10: Lapkas Hady

Asam urat : 3,4 mg/dL

Kimia klinik : Natrium (Na) : 135 mEq/L

Diagnosis :

DIAGNOSA FUNGSIONAL :

DIAGNOSA ETIOLOGIK : Herpes Zoster

DIAGNOSA ANATOMIK : Thorax posterior sinistra

DIAGNOSA KERJA : Post Herpetic Neuralgia ec. Herpes Zoster

Terapi :

Amitripilin 25 mg 2x0,5 tab

Carbamazin 200 mg 2x1 tab

Gabapentin 300 mg 3x1 tab

BAB I

10

Page 11: Lapkas Hady

PENDAHULUAN

  Nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik

danemosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan

jaringanyang sudah atau berpotensi terjadi, atau dijelaskan berdasarkan

kerusakantersebut. Definisi ini menghindari pengkorelasian nyeri dengan suatu

rangsangan (stimulus). Definisi ini juga menekankan bahwa nyeri bersifat

subjektif dan merupakan suatu sensasi sekaligus emosi.

 

Secara patologik nyeri dikelompokkan pada nyeri adaptif atau nyeri

akutatau nyeri nosiseptif, dan nyeri maladaptif sebagai nyeri kronik juga disebut

sebagai nyeri neuropatik serta nyeri psikologik atau nyeri idiopatik. Nyeri

akutatau nosiseptif yang diakibatkan oleh kerusakan jaringan, merupakan salah

satu sinyal untuk mempercepat perbaikan dari jaringan yang rusak. Sedangkan

nyerineuropatik disebut sebagai nyeri fungsional merupakan proses sensorik

abnormalyang disebut juga sebagai gangguan sistem alarm. Nyeri idiopatik yang

tidak  berhubungan dengan patologi baik neuropatik maupun nosiseptif

danmemunculkan gejala gangguan psikologik memenuhi somatoform seperti

stres,depresi, ansietas dan sebagainya.

  Klasifikasi dari nyeri kronik digolongkan dalam 3 kategori : nyeri yang

disebabkan oleh penyakit atau kerusakan pada jaringan itu sendiri (nyeri

nosiseptif, seperti osteoarthritis), nyeri yang disebabkan oleh penyakit

ataukerusakan sistem somatosensori (nyeri neuropatik), dan gabungan antara

nyerinosiseptif dan neuropatik (nyeri gabungan).

 

  International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan

nyeri neuropatik adalah nyeri yang dihasilkan dari penyakit atau kerusakan

darisistem saraf perifer atau sentral, dan berasal dari kelainan fungsi sistem

nervus. Awalnya, nyeri neuropatik digunakan hanya untuk menggambarkan nyeri

yang berhubungan dengan neuropatik perifer, dan nyeri sentral pada lesi di sistem

11

Page 12: Lapkas Hady

saraf  pusat yang berhubungan dengan nyeri. Nyeri neurogenik menyangkut

semua penyebab, baik perifer maupun sentral.

Nyeri neuropatik yang didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi jaringan

saraf baik perifer maupun sentral bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti

amputasi, toksis (akibat khemoterapi) metabolik (diabetik neuropati) atau

jugainfeksi misalnya herpes zoster pada neuralgia pasca herpes dan lain-lain.

Nyeri pada neuropatik bisa muncul spontan (tanpa stimulus) maupun dengan

stimulus atau juga kombinasi.

BAB II

ISI

12

Page 13: Lapkas Hady

A. Definisi

  Nyeri post herpetikum (Neuralgia Post Herpetik = NPH / Post

Herpetic Neuralgia = PHN) merupakan nyeri persisten yang muncul setelah ruam

Herpes Zoster telah sembuh (biasanya dalam 1 bulan). Nyeri ini terjadi

disepanjang serabut saraf yang mengikuti pola ruam segmental dari Herpes

Zoster.

  Neuralgia ini dikarakteristikan sebagai nyeri seperti terbakar, teriris

ataunyeri disetetik yang bertahan selama berbulan-bulan bahkan dapat

sampaitahunan. Burgoon, 1957, mendefinisikan neuralgia paska herpetika sebagai

nyeriyang menetap setelah fase akut infeksi. Rogers, 1981, mendefinisikan

sebagainyeri yang menetap satu bulan setelah onset ruam herpes zoster. Tahun

1989,Rowbotham mendefinisikan sebagai nyeri yang menetap atau berulang

setidaknyaselama tiga bulan setelah penyembuhan ruam herpes zoster. Dworkin,

1994,mendefinisikan neuralgia paska herpetika sebagai nyeri neuropatik yang

menetapsetelah onset ruam (atau 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster).

Tahun1999, Browsher mendefinisikan sebagai nyeri neuropatik yang menetap

atautimbul pada daerah herpes zoster lebih atau sama dengan tiga bulan setelah

onsetruam kulit. Dari berbagai definisi yang paling tersering digunakan adalah

definisimenurut Dworkin. Sesuai dengan definisi sebelumnya maka The

InternationalAssociation for Study of Pain (IASP) menggolongkan neuralgia post

herpetikasebagai nyeri kronik yaitu nyeri yang timbul setelah penyembuhan usai

atau nyeriyang berlangsung lebih dari tiga bulan tanpa adanya malignitas.

 NPH umumnya didefinisikan sebagai nyeri yang timbul lebih dari 3

bulansetelah onset (gejala awal) erupsi zoster terjadi. Nyeri umumnya

diekspresikansebagai sensasi terbakar (burning) atau tertusuk-tusuk (shooting)

atau gatal(itching). Nyeri ini juga dihubungkan dengan gejala yang lebih berat lagi

sepertidisestesia, parestesia, hiperstesia, allodinia dan hiperalgesia. Pada pasien

13

Page 14: Lapkas Hady

dengan NPH, biasanya terjadi perubahan fungsi sensorik pada area yang terkena.

Padasatu penelitian, hampir seluruh penderita memiliki area erupsi yang sangat

sensitive terhadap nyeri, dengan sensasi abnormal terhadap sentuhan ringan, nyeri

atautemperature pada area kulit yang terkena. Nyeri umumnya dipresipitasi

olehgerakan (allodinia mekanik) atau perubahan suhu (allodinia termal).

Sementara pada penelitian lainnya dinyatakan bahwa derajat defisit sensorik

berhubungandengan beratnya nyeri. Selain itu, pasien dengan NPH lebih

cenderung mengalami perubahan sensorik dibanding penderita dengan zoster yang

sembuh tanpaneuralgia.

B. Etiologi

  Neuralgia post herpetik disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster. Virus

varisella zoster merupakan salah satu dari delapan virus herpes yang menginfeksi

manusia. Virus ini termasuk dalam famili herpes viridae. Struktur virus terdiri dari

sebuah icosahedral nucleocapsid yang dikelilingi oleh selubung lipid.

Ditengahnya terdapat DNA untai ganda. Virus varisella zoster memiliki

diameter sekitar 150-200 nm. Infeksi primernya secara klinis dikenal dengan

Varicella(chicken pox), umumnya terjadi pada anak-anak. Tipe Virus yang

bersifat patogen pada manusia adalah herpes virus-3 (HHV-3), biasa juga disebut

dengan varisellazoster virus (VZV).

Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion

kranialis terutama nervus kranialis V (trigeminus) pada ganglion gasseri cabang

oftalmik dan vervus kranialis VII (fasialis) pada ganglion genikulatum.

14

Page 15: Lapkas Hady

Tabel 1 : Tipe-tipe Virus Herpes pada Manusia(dikutip dari kepustakaan 8)

C. Patofisiologi

Infeksi primer virus varisella zoster dikenal sebagai varicella atau

cacar air. Pajanan pertama biasanya terjadi pada usia kanak-kanak. Virus ini

masuk ketubuh melalui sistem respiratorik. Pada nasofaring, virus varisella zoster

bereplikasi dan menyebar melalui aliran darah sehingga terjadi viremia dengan

manifestasi lesi kulit yang tersebar di seluruh tubuh. Periode inkubasi sekitar 14-

16 hari setelah paparan awal. Setelah infeksi primer dilalui, virus ini bersarang

diganglia akar dorsal, hidup secara dorman selama bertahun-tahun.

 Patogenesis terjadinya herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus

varisella zoster yang hidup secara dorman di ganglion. Imunitas seluler

berperandalam pencegahan pemunculan klinis berulang virus varicella zoster

dengan mekanisme tidak diketahui. Hilangnya imunitas seluler terhadap virus

dengan bertambahnya usia atau status imunokompromis dihubungkan dengan

reaktivasi klinis. Saat terjadi reaktivasi, virus berjalan di sepanjang akson menuju

ke kulit. Pada kulit terjadi proses peradangan dan telah mengalami denervasi

15

Page 16: Lapkas Hady

secara parsial. Di sel-sel epidermal, virus ini bereplikasi menyebabkan

pembengkakan,vakuolisasi dan lisis sel sehingga hasil dari proses ini terbentuk

vesikel yang dikenal dengan nama “Lipschutz inclusion body‟.

Gambar 1 : Patologi Herpes Zoster 

  Neuralgia Post Herpetik memiliki patofisiologi yang berbeda dengan nyeri

herpes zoster akut. NPH, komplikasi dari herpes zoster, adalah sindrom nyeri

neuropatik yang dihasilkan dari kombinasi inflamasi dan kerusakan akibat

virus pada serat aferen primer saraf sensorik. Setelah resolusi infeksi primer

varicella,virus tetap aktif di ganglia sensorik. Virus ini diaktifkan kembali atau

mengalami reaktivasi, bermanifestasi sebagai herpes zoster akut, dan berhubungan

dengan kerusakan pada ganglion, saraf aferen primer, dan kulit. Studi

histopatologi telah menunjukkan fibrosis dan hilangnya neuron (dalam ganglion

dorsal), jaringan parut, serta kehilangan akson dan mielin (pada saraf perifer yang

terlibat), atrofi(dari tanduk dorsal sumsum tulang belakang), dan peradangan

(sekitar saraf tulang belakang) dengan infiltrasi dan akumulasi limfosit. Selain itu,

16

Page 17: Lapkas Hady

ada pengurangan saraf inhibitor berdiameter besar dan peningkatan neuron

eksitasi kecil, pada saraf perifer.

Mekanisme terjadinya neuralgia pasca herpetika dapat berlainan pada

setiap individu sehingga manifestasi nyeri yang berhubungan dengan

neuralgia pascaherpetika juga berlainan. Replikasi virus di dalam ganglion

dorsalis menyebabkan respon inflamasi berupa pembengkakan, perdarahan,

nekrosis dan kematian sel neuron. Proses perjalanan virus ini menyebabkan

kerusakan pada saraf. Inflamasi pada saraf perifer dapat berlangsung beberapa

minggu sampai beberapa bulan dan dapat menimbulkan demielinisasi, degenerasi

wallerian dan proses sklerosis.

 Kemudian virus akan menyebar secara sentrifugal sepanjang saraf menuju

ke kulit, menyebabkan inflamasi dan kerusakan saraf perifer. Kadang-kadang

virus menyebar secara sentripetal ke arah medula spinalis (mengenai area

sensorik dan motorik) serta batang otak. Hal ini menyebabkan sensitisasi ataupun

deaferenisasi elemen saraf perifer dan sentral.

Sensitisasi saraf perifer terutama terjadi pada nosiseptor serabut saraf C

yang halus dan tidak bermyelin. Sensitisasi ini menyebabkan ambang sensoris

terhadap suhu menurun, menimbulkan heat hyperalgesia, yakni nyeri seperti

terbakar. Selain itu juga terjadi letupan ektopik dari nosiseptor C yang

rusak sehingga timbul alodinia, yakni rasa nyeri akibat stimulus yang pada

keadaan normal tidak menimbulkan rasa nyeri. Sebagai respon atas

menghilangnya sebagian besar input serabut saraf C karena kerusakan tersebut,

terbentuk tunas-tunas serabut saraf Aβ yang menerima rangsang non-noksius

mekanoseptor dilapisan superfisial kornu dorsalis medula spinalis. Pertunasan ini

menyebabkan hubungan antara serabut saraf Aβ yang tidak menghantarkan nyeri

dengan serabut saraf C, sehingga stimulus yang tidak menyebabkan nyeri (raba

halus) dipersepsikan sebagai nyeri.

17

Page 18: Lapkas Hady

 Selain sensitisasi perifer dapat juga terjadi sensitisasi sentral yang

menyebabkan terjadinya nyeri spontan maupun nyeri yang diprovokasi, berupa

alodinia dan hiperalgesia. Sensitisasi sentral disebabkan oleh aktivitas ektopik

dariserabut saraf aferen. Neurotransmiter eksitatorik utama di medula spinalis

adalah glutamat yang berikatan dengan reseptor N-Metil-D-Aspartat (NMDA).

Glutamat diproduksi oleh serabut saraf aferen primer di kornu dorsalis. Pada

keadaan istirahat glutamat akan mengaktivasi reseptor ionotropik α-amino-3-

hidroksi-5-metil-4-isoksazol propionate (AMPA), reseptor kainat, dan reseptor

metabotropik glutamat (mGluRs), sedangkan reseptor NMDA diblok oleh ion

magnesium sehingga mencegah masuknya ion natrium dan kalsium yang akan

terjadi saat glutamat berikatan dengan reseptor NMDA tersebut. Aktivasi pasca

sinap yang berulang akan menyebabkan sumasi potensial sinaptik dan depolarisasi

membrane yang progresif. Hal ini menyebabkan reseptor NMDA terbebas dari

blok ion magnesium yang selanjutnya menyebabkan influks kation-kation ke

dalam sel dan depolarisasi membran makin progresif.

Neuralgia pasca herpetika juga dapat terjadi akibat proses deaferenisasi,

yakni hilangnya serabut saraf aferen sensoris baik yang berdiameter besar maupun

kecil. Lesi pada serabut saraf perifer maupun sentral dapat memacu terjadinya

remodeling dan hipereksitabilitas membran sel. Lesi yang masih terhubung

dengan badan sel akan membentuk tunas-tunas baru.Tunas-tunas baru ini ada

yang mencapai organ target, sedangkan yang tidak mencapai organ target akan

membentuk neuroma, di neuroma ini akan terakumulasi berbagai kanal ion,

terutama kanal ion natrium, molekul-molekul transduser dan reseptor-reseptor

baru, sehingga pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya letupan ektopik,

mekanosensitivitas abnormal, sensitivitas terhadap suhu dan kimia. Letupan

ektopik dan sensitisasi berbagai reseptor akan menyebabkan timbulnya nyeri

spontan dan nyeri yang diprovokasi. Letupan spontan pada neuron sentral yang

terdeaferenisasi akan menyebabkan terjadinya nyeri konstan pada area tersebut.

Kemudian, setelah gejala prodromal timbul lesi makulopapular

eritematosa unilateral mengikuti dermatom kulit dan dengan cepat berubah bentuk

menjadilesi vesikular. Nyeri yang timbul mempunyai intensitas bervariasi dari

18

Page 19: Lapkas Hady

ringan sampai berat sehingga sentuhan ringan saja menimbulkan nyeri yang

begitu mengganggu penderitanya. Setelah 3-5 hari dari awal lesi kulit, biasanya

lesi akanmulai mengering. Durasi penyakit biasanya 7-10 hari, tetapi biasanya

untuk lesikulit kembali normal dibutuhkan waktu sampai berminggu-minggu.

Penyakit ini dapat sangat mengganggu penderitanya. Gangguan

sensorik yang ditimbulkan diperberat oleh rangsangan pada kulit dengan hasil

hiperestesia,allodinia dan hiperalgesia. Nyeri yang dirasakan dapat mengacaukan

pekerjaan si penderita, tidur bahkan sampai mood sehingga nyeri ini dapat

mempengaruhi kualitas hidup jangka pendek maupun jangka panjang pasien.

Nyeri dapatdirasakan beberapa hari atau beberapa minggu sebelum timbulnya

erupsi kulit. Keluhan yang paling sering dilaporkan adalah nyeri seperti rasa

terbakar, parestesi yang dapat disertai dengan rasa sakit (disestesi), hiperestesia

yang merupakan respon nyeri berlebihan terhadap stimulus, atau nyeri seperti

terkena/ tersetrumlistrik. Nyeri sendiri dapat diprovokasi antara lain dengan

stimulus ringan/ normal(allodinia), rasa gata-gatal yang tidak tertahankan dan

nyeri yang terus bertambah dalam menanggapi rangsang yang berulang.

Pada masa gelembung-gelembung herpes menjadi kering, orang sakit

mulai menderita karena nyeri hebat yang yang dirasakan pada daerah kulit

yangterkena. Nyeri hebat itu bersifat neuralgik. Di mana nyeri ini sangat panas

dantajam, sifat nyeri neuralgik ini menyerupai nyeri neuralgik idiopatik, terutama

dalam hal serangannya yaitu tiap serangan muncul secara tiba-tiba dan

tiapserangan terdiri dari sekelompok serangan-serangan kecil dan besar. Orang

sakit dengan keluhan sakit kepala di belakang atau di atas telinga dan tidak enak

badan.Tetapi bila penderita datang sebelum gelembung-gelembung herpes

timbul,untuk meramalkan bahwa nanti akan muncul herpes adalah sulit sekali.

Bedanya dengan neuralgia trigeminus idiopatik ialah adanya gejala defisit

sensorik. Danfenomena paradoksal inilah yang menjadi ciri khas dari neuralgia

post herpatik,yaitu anestesia pada tempat-tempat bekas herpes tetapi pada

timbulnya serangan neuralgia, justru tempat-tempat bekas herpes yang anestetik

19

Page 20: Lapkas Hady

itu yang dirasakansebagai tempat yang paling nyeri. Neuralgia post herpatik

sering terjadi di wajahdan kepala. Jika terdapat di dahi dinamakan neuralgia

postherpatikum oftalmikumdan yang di daun telinga neuralgia postherpatikum

otikum.

Manifestasi klinis klasik yang terjadi pada herpes zoster adalah

gejala prodromal rasa terbakar, gatal dengan derajat ringan sampai sedang pada

kulit sesuai dengan dermatom yang terkena. Biasanya keluhan penderita

disertaidengan rasa demam, sakit kepala, mual, lemah tubuh. 48-72 jam

kemudian,setelah gejala prodromal timbul lesi makulopapular eritematosa

unilateral mengikuti dermatom kulit dan dengan cepat berubah bentuk menjadi

lesivesikular. Nyeri yang timbul mempunyai intensitas bervariasi dari ringan

sampai berat sehingga sentuhan ringan saja menimbulkan nyeri yang begitu

mengganggu penderitanya. Setelah 3-5 hari dari awal lesi kulit, biasanya lesi akan

mulai mengering. Durasi penyakit biasanya 7-10 hari, tetapi biasanya untuk lesi

kulit kembali normal dibutuhkan waktu sampai berminggu-minggu. Intensitas dan

durasi dari erupsi kulit oleh karena infeksi herpes zoster dapat dikurangi

dengan pemberian acyclovir (5x800mg/hari) atau dengan famciclovir atau

valacyclovir. Manifestasi klinis neuralgia paska herpetika adalah penyakit yang

dapat sangat mengganggu penderitanya.

Gangguan sensorik yang ditimbulkan diperberat oleh rangsangan pada

kulit dengan hasil hiperestesia, allodinia dan hiperalgesia. Nyeri yang dirasakan

dapat mengacaukan pekerjaan si penderita, tidur bahkan sampaimood sehingga

nyeri ini dapat mempengaruhi kualitas hidup jangka pendek maupun jangka

panjang pasien. Nyeri dapat dirasakan beberapa hari atau beberapa minggu

sebelum timbulnya erupsi kulit. Keluhan yang paling seringdilaporkan adalah

nyeri seperti rasa terbakar, parestesi yang dapat disertai denganrasa sakit

(disestesi), hiperestesia yang merupakan respon nyeri berlebihanterhadap

stimulus, atau nyeri seperti terkena/ tersetrum listrik. Nyeri sendiri dapat

diprovokasi antara lain dengan stimulus ringan/ normal (allodinia), rasa gata-

20

Page 21: Lapkas Hady

gatalyang tidak tertahankan dan nyeri yang terus bertambah dalam menanggapi

rangsang yang berulang.

D. Diagnosisa.

 

A. Anamnesis

  Nyeri erupsi vesikuler sesuai dengan area dermatom merupakan gejala

tipikal herpes zoster. Seiring dengan terjadinya resolusi pada erupsi kulit,nyeri

yang timbul berlanjut hingga 3 bulan atau lebih, atau yang dikenal sebagai nyeri

post herpetik. Nyeri ini sering digambarkan sebagai rasa terbakar, tertusuk-tusuk,

gatal atau tersengat listrik.

B. Pemeriksaan Fisik 

1. Nyeri kepala, yang timbul sebagai respon dari viremia.

 

2. Munculnya area kemerahan pada kulit 2-3 hari setelahnya

3. Daerah terinfeksi herpes zoster sebelumnya mungkin terdapat

skar kutaneus

4. Sensasi yang ditimbulkan dapat berupa hipersensitivitas terhadap sentuhan

maupun suhu, yang sering misdiagnosis sebagai miositis, pleuritik,

maupun iskemia jantung, serta rasa gatal yang misdiagnosis sebagai

urtikaria

5. Muncul blister yang berisi pus, yang akan menjadi krusta (2-3 minggu

kemudian)

21

Page 22: Lapkas Hady

6. Krusta yang sembuh dan menghilangnya rasa gatal, namun nyeri

yangmuncul tidak hilang dan menetap sesuai distribusi saraf (3-4

minggusetelahnya).

7. Alodinia, yang ditimbulkan oleh stimulus non-noxius, seperti

sentuhanringan

8. Perubahan pada fungsi anatomi, seperti meningkatnya keringat padaarea

yang terkena nyeri ini.

C. Pemeriksaan Penujang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Pemeriksaan neurologis pada nervus trigeminus dan

pemeriksaanneurologis lainnya.

 

2. Elektromiografi (EMG) untuk melihat aktivitas elektrik pada nervus

 

3. Cairan cerebrospinal (CSF) abnormal dlm 61% kasus

4. Pleositosis ditemui pada 46% kasus, peningkatan protein 26% danDNA

VZV 22% kasus.

 

5. Smear vesikel dan PCR untuk konfirmasi infeksi.

 

6. Kultur viral atau pewarnaan immunofluorescence bisa digunakanuntuk

membedakan herpes simpleks dengan herpes zoster 

 

22

Page 23: Lapkas Hady

7. Mengukur antibodi terhadap herpes zoster. Peningkatan 4 kali

lipatmendukung diagnosis herpes zoster subklinis.

E. Penatalaksanaan

 Secara umum terapi yang dapat kita lakukan terhadap kasus

penderitadengan neuralgia paska herpetika dibagi menjadi dua jenis, yaitu terapi

farmakologis dan terapi non farmakologis.

a. Terapi farmakologis:

 

1. Antivirus

 

Intensitas dan durasi erupsi kutaneus serta nyeri akut pada herpes

zoster yang timbul akibat dari replikasi virus dapat dikurangi dengan pemberian

asiklovir, Valacyclovir, Famciclovir. Asiklovir diberikan dengan dosisanjuran 5 x

800 mg/hari selama 7-10 hari diberikan pada 3 hari pertama sejak lesi muncul.

Efek samping yang dapat ditemukan dalam penggunaan obat ini adalah mual,

muntah, sakit kepala, diare, pusing, lemah,anoreksia, edema, dan radang

tenggorokan. Valasiklovir diberikan dengan dosis anjuran 1 mg/hari selama 7 hari

secara oral. Efek samping yang dapat ditemukan dalam penggunaan obat ini

adalah mual, muntah, sakitkepala, dan nyeri perut. Famsiklovir diberikan dengan

dosis anjuran 500mg/hari selama 7 hari selama 7 hari. Efek samping dalam

penggunaan opbat ini adalah mual, muntah, sakit kepala, pusing, nyeri.

 

2. Analgesik 

 

Terapi sistemik umumnya bersifat simptomatik, untuk nyerinya

diberikanan algetik. Jika diserta infeksi sekunder deberikan antibiotic. Analgesik

nonopioid seperti NSAID dan parasetamol mempunyai efek analgesik

perifer maupun sentral walaupun efektifitasnya kecil terhadap nyeri neuropatik.

23

Page 24: Lapkas Hady

Sedangkan penggunaan analgesik opioid memberikan efektifitas

lebih baik. Tramadol telah terbukti efektif dalam pengobatan nyeri neuropatik.

Bekerja sebagai agonis opioid yang juga menghambat reuptake norepinefrin dan

serotonin. Pada sebuah penelitian, jika dosis tramadol dititrasi hingga maksimum

400 mg/hari dibagi dalam 4 dosis. Namun, efek  pada sistem saraf pusat dapat

menimbulkan terjadinya amnesia pada orangtua. Hal yang harus diperhatikan

bahwa pemberian opiat kuat lebih baik dikhususkan pada kasus nyeri yang berat

atau refrakter oleh karena efek toleransi dan takifilaksisnya. Dosis yang

digunakan maksimal 60 mg/hari.1,22. Oxycodone berdasarkan penelitian

menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan plasebo dalam meredakan nyeri,

allodinia, gangguan tidur, dan kecacatan.

3. Anti epilepsi

 

Mekanisme kerja obat epilepsi ada 3, yakni dengan 1) memodulasi

voltage-gated sodium channel dan kanal kalsium, 2) meningkatkan efek inhibisi

GABA, dan 3) menghambat transmisi glutaminergik yang bersifat eksitatorik.

Gabapentin bekerja pada akson terminal dengan memodulasi masuknya kalsium

pada kanal kalsium, sehingga terjadi hambatan. Karena bekerja secara sentral,

gabapentin dapat menyebabkan kelelahan, konfusi,dan somnolen. Dosis yang

dianjurkan sebesar 1800-3600 mg/d. Karbamazepin, lamotrigine bekerja pada

akson terminal dengan memblokade kanal sodium, sehingga terjadi hambatan.

Pregabalin bekerja menyerupai gabapentin. Onset kerjanya lebih cepat. Seperti

halnya gabapentin, pregabalin bukan merupakan agonis GABA namun

berikatandengan subunit dari voltage-gated calcium channel, sehingga

mengurangi influks kalsium dan pelepasan neurotransmiter (glutamat, substance

P, dan calcitonin gene-related peptide) pada primary afferent nerve

terminals.Dikatakan pemberian pregabalin mempunyai efektivitas analgesik

baik  pada kasus neuralgia paska herpetika, neuropati diabetikorum dan

24

Page 25: Lapkas Hady

pasiendengan nyeri CNS oleh karena trauma medulla spinalis. Didapatkan pula

hasil perbaikan dalam hal tidur dan ansietas.

4. Anti depressan

 

Anti depressan trisiklik menunjukkan peran penting pada kasus

neuralgia paska herpetika. Obat golongan ini mempunyai mekanisme

memblok reuptake (pengambilan kembali) norepinefrin dan serotonin. Obat ini

dapat mengurangi nyeri melalui jalur inhibisi saraf spinal yang terlibat

dalam persepsi nyeri. Pada beberapa uji klinik obat anti depressan

trisiklik amitriptilin, dilaporkan 47-67% pasien mengalami pengurangan

nyeritingkat sedang hingga sangat baik. Amitriptilin menurunkan reuptake

saraf  baik norepinefrin maupun serotonin. dengan pemberian tricyclic anti

depressant seperti amiitriptyline dengan dosis, 25-150 mg/d secaraoral. Obat ini

akan lebih efektif bila dikombinasikan dengan phenitiazine.TCA telah terbukti

efektif dalam pengobatan nyeri neuropatik dibandingSSRI (selective serotonine

reuptake inhibitor) seperti fluoxetine, paroxetine, sertraline, dan citalopram.

Alasannya mungkin dikarenakanTCA menghambat reuptake baik serotonin

maupun norepinefrin,sedangkan SSRI hanya menghambat reuptake serotonin.

Efek sampingTCA berupa sedasi, konfusi, konstipasi, dan efek kardiovaskular

seperti blok konduksi, takikardi, dan aritmia ventrikel. Obat ini juga dapat

meningkatkan berat badan, menurunkan ambang rangsang kejang, danhipotensi

ortostatik. Anti depressan yang biasa digunakan untuk kasus neuralgia post

herpetika adalah amitriptilin, nortriptiline, imipramine,desipramine dan lainnya.

 

5. Terapi topikal

 

Anestesi lokal memodifikasi konduksi aksonal dengan menghambat

voltage-gated sodium channels. Inaktivasi menyebabkan hambatan terhadap

terjadinya impuls ektopik spontan. Obat ini bekerja lebih baik  jika kerusakan

pada neuron hanya terjadi sebagian, fungsi nosiseptor tetapada, dan adanya

25

Page 26: Lapkas Hady

jumlah kanal sodium yang berlebih. Mekanisme lainnya adalah dengan

memodifikasi aktivitas NMDA.

b. Terapi non farmakologis

1. Akupunktur 

 

Akupunktur banyak digunakan sebagai terapi untuk menghilangkan

nyeri.Terdapat beberapa penelitian mengenai terapi akupunktur untuk kasus

neuralgia paska herpetika. Namun penelitian-penelitian tersebut masih

menggunakan jumlah kasus tidak terlalu banyak dan terapi tersebut dikombinasi

pula dengan terapi farmakologis.

 

2. TENS (stimulasi saraf elektris transkutan)

 

Penggunaan TENS dilaporkan dapat mengurangi nyeri secara parsial

hingga komplit pada beberapa pasien neuralgia paska herpetik. Tetapi penggunaan

TENS-pun dianjurkan hanya sebagai terapi adjuvan/tambahan disamping terapi

farmakologis.

 

3. Vaksin

 

Penggunaan vaksin untuk mencegah timbulnya Neuralgia Post

herpertika pada orang lanjut usia yaitu umur 60 tahun keatas dengan dosis 1 ml

diberikan secara sub kutan ternyata efektif. Dari 107 orang yang menderita

neuralgia post herpetika kemudian diberikan vaksin ternyata dapat mereduksi

nyeri yang ditimbulkan hingga 66,5 %.

F. Pencegahan

26

Page 27: Lapkas Hady

Cara mencegah Nyeri Post Herpetikum ini adalah dengan mencegah

terinfeksinya virus Zoster itu sendiri. Pencegahan neuralgia pasca herpetika dapat

diusahakan dengan kombinasi agen antiviral dan usaha agresif mengurangi

nyeriakut pada pasien herpes zoster. Kombinasi ini diharapkan akan mengurangi

kerusakan saraf dan nyeri akut. Terapi antiviral harus dimulai segera setelah

diagnosis ditegakkan, dan lebih baik jika dimulai pada tiga atau empat

hari pertama. Terapi antiviral diharapkan dapat menghentikan replikasi virus,

sehingga durasi penyakit akan lebih singkat, dan menurunkan kejadian

neuralgia pasca herpetika. Antiviral yang dapat digunakan adalah asiklovir,

valasiklovir,atau famsiklovir. Terapi analgetika akan mengurangi nyeri yang

merupakan faktor risiko utama neuralgia pasca herpetika.

 Telah dikembangkan vaksin pencegahan herpes zoster yang

direkomendasikan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC)

bagimereka yang berusia 60 tahun atau lebih. Dalam penelitian klinis yang

melibatkan ribuan lansia berusia 60 tahun atau lebih, vaksin ini mengurangi risiko

herpeszoster sebesar 51% dan risiko neuralgia pasca herpetika sebesar 67%.

Efek  proteksi vaksin ini dilaporkan dapat mencapai 6 tahun atau bahkan lebih.

  Selain itu, The United States Advisory Committee on Immunization

Practices(ACIP) juga telah merekomendasikan lansia diatas umur 60 tahun

untuk memperoleh vaksin herpes zoster ini sebagai bagian dari perawatan

kesehatanrutin.Vaksin Oka-strain hidup baru-baru ini telah disetujui oleh Food

and Drug  Administration untuk mencegah Varicella.

G. Prognosis

Sindrom nyeri yang timbul pada PNH ini cenderung beresolusi

denagnlambat. Pada pasien-pasien dengan PNH, kebanyakan berespon dengan

baik terhadap obat-obatan analgesik, seperti pada antidepressan trisiklik, namun

pada sebagian kasus, nyeri yang dirasakan semakin memburuk dan tidak

beresponterhadap terapi yang diberikan.

27

Page 28: Lapkas Hady

 Umumnya prognosisnya baik, di mana ini bergantung pada

tindakan perawatan sejak dini. pada umumnya pasien dengan neuralgia post

herpetika respon terhadap analgesik seperti antidepressan trisiklik. Jika terdapat

pasiendengan nyeri yang menetap dan lama dan tidak respon terhadap terapi

medikasi maka diperlukan pencarian lanjutan untuk mencari terapi yang sesuai.

 Prognosis ad vitam dikatakan bonam karena neuralgia paska herpetic

tidak menyebabkan kematian. Kerusakan yang terjadi bersifat lokal dan hanya

mengganggu fungsi sensorik. Prognosis ad functionam dikatakan bonam karena

setelah terapi didapatkan perbaikan nyata, dan pasien dapat beraktivitas

baik seperti biasa. Prognosis ad sanactionam bonam karena walaupun risiko

berulangnya HZmasih mungkin terjadi sebagaimana disebutkan dari literatur,

selama pasienmempunyai daya tahan tubuh baik kemungkinan timbul kembali

kecil.

28

Page 29: Lapkas Hady

DAFTAR PUSTAKA

1. Rabey M, M. Manip. Post-herpetic Neuralgia: Possible Mechanisms for

Pain Relief with Manual Therapy. 2003. London: Science Direct. p180-184.

2. Turk D, Ronald M. Handbook of Pain Assessment. Edisi 2. 2001.

London:The Guilford Press.

3. Aminoff M, Francois B, Dick F. Postherpetic Neuralgia; dalam Handbook

of Clinical Neurology. Editor: C Peter. Volume 81. Edisi 3. 2006.

Canada:Elsevier. p654-674.

4. Dubinsky R, et al. Practice Parameter: Treatment of Postherpetic

Neuralgia.2004. American Academy of Neurology. p959-965.

5. Alvin W. Postherpetic Neuralgia; dalam Medscape Reference. Editor:

RobertA. 2012.

6. Kost R, Stephen E. Postherpetic Neuralgia: Pathogenesis, Treatment,

andPrevention. 1996. The New England Journal of Medicine. p32-40.

7. Roxas M. Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia: Diagnosis

andTherapeutic Considerations. Volume 11. 2006. Alternative Medicine

Review. p102-111.

8. Jericho B. Postherpetic Neuralgia: A Review. Volume 16. 2010. Chicago:The

Internet Journal of Orthopedic Surgery.

9. Panlilio L, Paul J, Srinivasa N.Current Management of

Postherpetic Neuralgia; dalam The Neurologist. Volume 8. 2002. Baltimore.

p339-350.

10. Regina, Lorettha W. Neuralgia Pascaherpetika. Volume 39. 2012.

Jakarta. p416-419.

11. Gharibo C, Carolyn K. Neuropathic Pain of Postherpetic Neuralgia.

2011. New York: Pain Medicine News. p84-91.

12. Bowsher D. The Management of Postherpetic Neuralgia. 1997. Liverpool:The

Fellowship of Postgraduate Medicine. p623-629.

13. Scadding J. Neuropathic Pain. Volume 3. 2003. ACNR. p8-14.

29

Page 30: Lapkas Hady

14. Alvin W. Postherpetic Neuralgia Clinical Presentation; dalam

MedscapeReference. Editor: Robert A. 2012

30