Lapkas glaukoma
-
Upload
sigit-budi-utomo -
Category
Documents
-
view
53 -
download
0
description
Transcript of Lapkas glaukoma
LAPORAN KASUS
GLAUKOMA
Pembimbing :
Dr. Hj. Ratna Mahyudin, Sp.M, MARS
Penyusun :
Yudhistira Adi W – 2010730116
Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu penyakit Mata
Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta
2015
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “Glaukoma” tepat pada
waktu. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta
para pengikutnya hingga akhir zaman. Laporan Kasus ini dibuat dengan tujuan memenuhi
tugas di stase Mata RSIJ Pondok Kopi, dan juga menambah khazanah ilmu.
Terimakasih penulis ucapkan kepada dosen pembimbing dr. Hj. Ratna Mahyudin,
Sp.M, MARS yang telah membantu serta membimbing penulis dalam kelancaran pembuatan
Laporan Kasus ini.
Sesungguhnya kesempurnaan itu hanyalah milik-Nya, dan penulis menyadari
bahwa tidak ada sesuatu yang dihasilkan manusia dalam bentuk sempurna, karena segala
sesuatu selain-Nya pasti memiliki kekurangan, seperti Laporan Kasus yang penulis buat,
masih banyak sekali kekurangannya.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir
kata penulis berharap semoga Laporan Kasus ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi semua pembaca umumnya.
Jakarta, 10 Februari 2015
Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS
2
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. CW
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai BUMN
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Klender
Tanggal Pemeriksaan : 21 Februari 2015
2. Anamnesis
A. Keluhan Utama:
Kedua mata pasien terasa nyeri
B. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke poliklinik Mata RSIJ pondok kopi dengan keluhan kedua mata
pasien terasa nyeri, terkadang mata pasien juga sering berair dan memerah walaupun
tidak pernah dikucek, Penglihatan pasien juga terasa berkurang, hal ini dirasakan
pasien semenjak sekitar 3 bulan yang lalu. Pasien juga mengaku sekitar 1 bulan
terakhir ini sering menderita sakit kepala.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit mata
Pasien mengaku belum pernah mengalami gangguan mata apapun sebelumnya.
D. Riwayat Pengobatan
Pasien pernah beberapa kali berobat ke poliklinik dan hanya mendapat obat tetes
yang pasien tidak tahu jenisnya, namun keluhan tidak kunjung membaik, akhirnya
pasien memutuskan untuk berobat ke spesialis mata.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarganya yang mengalami hal serupa dengan pasien.
3
F. Riwayat Alergi
Pasien menyangkal riwayat alergi obat.
Pasien menyangkal alergi makanan
Pasien menyangkal alergi debu/bulu binatang
G. Riwayat Psikosisoal
Pasien sehari-hari bekerja sebagai Pegawai BUMN di sektor manajemen
3. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
B. Status Lokalis
OD OS
6/12 Visus 6/12
Ortoforia Kedudukan Bola Mata Ortoforia
Baik kesegala arah Pergerakan Bola Mata Baik ke segala arah
TAK Palpebra TAK
TAK Konjungtiva Tarsalis
Superior
TAK
Injeksi Siliar Konjungtiva Bulbi Injeksi Siliar
TAK Konjungtiva Tarsalis
Inferior
TAK
Jernih Kornea Jernih
Dangkal COA Dangkal
coklat, kripte (+) Iris coklat, kripte (+)
4
Bulat, isokor, reflex cahaya
(+)
Pupil Bulat, isokor, reflex cahaya
(+)
Jernih Lensa Jernih
6/7,5 Tonometri 5/7,5
4. Resume
Pasien datang ke poliklinik Mata RSIJ pondok kopi dengan keluhan kedua mata nyeri,
Pandangan menurun, Mata sering berair, Mata terkadang merah dan kepala terasa sakit
sejak sekitar 3 bulan yang lalu.
Pupil : Midriasi O.D.S
Tonometri : OD : 6/7,5, OS : 5/7,5
5. Penatalaksanaan
a. Terapi
Tetes Mata Beta-Blocker
Inhibitor Carbonic Anhidrase
Trabekulektomi+Iridektomi perifer TIO ↓
b. Edukasi :
Hindari emosi (bingung dan takut)
Hindari membaca dekat
Hindari memakai antihistamin dan antispasme
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
A. Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata
glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik,
dan menciutnya lapang pandang.
Peningkatan tekanan di dalam mata (intraocular pressure) adalah salah satu
penyebab terjadinya kerusakan syaraf mata (nervus opticus) dan menunjukkan adanya
gangguan dengan cairan di dalam mata yang terlalu berlebih. Ini bisa disebabkan oleh
mata yang memproduksi cairan terlalu berlebih, cairan tidak mengalir sebagaimana
mestinya melalui fasilitas yang ada untuk keluar dari mata (jaringan trabecular
meshwork) atau sudut yang terbentuk antara kornea dan iris dangkal atau tertutup
sehingga menyumbat/ memblok pengaliran daripada cairan mata.
Tekanan bola mata umumnya berada antara 10-21 mmHg dengan rata-rata 16
mmHg. Tekanan bola mata dalam sehari dapat bervariasi yang disebut variasi diurnal.
Pada orang tertentu tekanan bola mata dapat lebih dari 21mmHg yang tidak pernah
disertai kerusakan serabut saraf optic (hipertensi okuli).
Makin tinggi tekanan bola mata, makin cepat terjadi kerusakan pada serabut
retina saraf optik. Pada orang tertentu dengan tekanan bola mata rendah telah
memberikan kerusakan pada serabutsaraf optic (low tension glaucoma-glaukoma
tekanan rendah).
Sebagian orang yang menderita glaukoma namun masih memiliki tekanan di
dalam bola matanya normal, penyebab dari tipe glaukoma semacam ini diperkirakan
adanya hubungan dengan kekurangan sirkulasi darah di daerah syaraf/nervus opticus
mata. Meski glaukoma lebih sering terjadi seiring dengan bertambahnya usia, glaukoma
dapat terjadi pada usia berapa saja. Risiko untuk menderita glaukoma diantaranya
adalah riwayat penyakit glaukoma di dalam keluarga (faktor keturunan), suku bangsa,
diabetes, migraine, tidak bisa melihat jauh (penderita myopia), luka mata, tekanan
darah, penggunaan obat-obat golongan cortisone (steroids).
Glaukoma adalah keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal disertai
gangguan lapang pandang dan atrofi papil saraf optic. Tekanan bola mata normal
6
terletak antara 15-21 dengan tonometer Schiotz. Bila tekanan mata 22mmHg suspek
glaucoma.
Tekanan bola mata pada glaukoma tidak berhubungan dengan tekanan darah.
Tekanan bola mata yang tinggi akan mengakibatkan gangguan pembuluh darah retina
sehingga mengganggu metabolisme retina, yang kemudian di susul dengan kematian
saraf mata. Pada kerusakan serat saraf retina akan mengakibatkan gangguan pada
fungsi retina. Bila proses berjalan terus, maka lama-kelamaan penderita akan buta total.
B. Epidemiologi
Di Indonesia, glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi penduduk.
Umumnya penderita glaukoma telah berusia lanjut. Pada usia diatas 50 tahun, tingkat
resiko menderita glaukoma meningkat sekitar 10%. Hampir separuh penderita
glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut.
C. Etiologi
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokular ini, disebabkan
1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar.
2. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah
pupil (glaukoma hambatan pupil).
3. Penyakit keturunan.
4. Glaukoma dapat timbul akibat penyakit atau kelainan dalam mata (glaukoma
sekunder).
5. Glaukoma dapat diakibatkan penyakit lain di tubuh.
6. Glaukoma dapat disebabkan efek samping obat.
Glaukoma merupakan penyakit yang tidak dapat dicegah, akan tetapi bila
diketahui dini dan diobati maka glaukoma dapat diatasi untuk mencegah kerusakan
lanjutnya.
D. Patofisiologi
7
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel
ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti dalam
retina serta berkurangnya akson di nervus optikus. Diskus optikus menjadi atrofik,
disertai pembesaran cawan optik.
Efek peningkatan tekanan intraokular dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan
besar peningkatan tekanan intraokular. Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan
intraokular mencapai 60-80 mmHg, menimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris
yang disertai edema kornea dan kerusakan nervus optikus. Pada glaukoma sudut
terbuka primer, tekanan intraokular biasanya tidak meningkat lebih dari 30 mmHg dan
kerusakan sel ganglion terjadi setelah waktu yang lama, sering setelah beberapa tahun.
Pada glaukoma tekanan normal, sel-sel ganglion retina mungkin rentan mengalami
kerusakan akibat tekanan intraokular dalam kisaran normal atau mekanisme
kerusakannya yang utama mungkin iskemia caput nervus optikus.
Pada glaukoma simpleks ditemukan perjalanan penyakit yang lama akan tetapi
berjalan terus sampai berakhir dengan kebutaan yang disebut sebagai glaukoma absolut.
Karena perjalanan penyakit demikian maka glaukoma simpleks disebut sebagai maling
penglihatan.
E. Klasifikasi Glaukoma
Klasifikasi Vaughen untuk glaukoma adalah sebagai berikut:
Glaukoma primer
Glaukoma dengan etiologi tidak pasti, dimana tidak didapatkan kelainan yang
merupakan penyebab glaukoma. Glaukoma ini didapatkan pada orang yang telah
memiliki bakat bawaan glaukoma seperti:
Bakat dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau susunan
anatomi bilik mata yang menyempit.
Mungkin disebabkan kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan
(goniodisgenesis), berupa trabekulodisgenesis, irisdogenesis dan korneodisgenesis
dan yang paling sering berupa trabekulodisgenesis dan goniodisgenesis.
8
Glaukoma bersifat bilateral, yang tidak selalu simetris dengan sudut bilik mata
terbuka ataupun tertutup, pengelompokan ini berguna untuk pelaksanaan dan
penelitian.
Glaukoma sudut primer dibagi menjadi dua, yaitu :
A. Glaukoma primer sudut tertutup (sempit)
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit
sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan
menghambat humor aqueos mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke
depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang
posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari
penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang
berat, penglihatan yang kabur dan terlihat halo. Penempelan iris menyebabkan
dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang
hebat. Glaukoma sudut tertutup adalah glaukoma primer yang ditandai dengan
sudut bilik mata depan yang tertutup, bersifat bilateral dan herediter. Sudut sempit
dengan hipermetropia dan bilik mata dangkal berbahaya memakai obat
antihistamin dan antispasme.
Pembagian Glaukoma sudut tertutup:
a. Fase prodorma (fase nonkongestif)
Pada stadium ini terdapat penglihatan kabur, melihat halo (gambar
pelangi) sekitar lampu atau lilin, disertai sakit kepala, sakit pada mata dan
kelemahan akomodasi. Keadaan ini berlangsung 0,5-2 jam. Bila serangannya reda,
mata menjadi normal kembali.
b. Akut (fase kongestif)
Glaukoma akut mudah terjadi pada mata yang mempunyai bakat sudut
bilik matanya tetutup, seperti pada hipermetropia. Glaukoma primer dengan
sudut mata depan sempit atau tertutup bersifat bilateral dan herediter.
Serangan glaukoma akut dapat datang dengan tiba-tiba dan penglihatan
akan sangat turun, disertai dengan sakit yang berat di belakang kepala, mual
dan muntah terutama di malam hari. Pasien terlihat sakit, dan kadang-kadang
9
akibat adanya gejala yang disertai dengan muntah, maka sering disangkal
penderita sakit perut.
Mata pasien dengan kongestif akut sangat merah, konjungtiva sangat
kemotik, dengan injeksi siliar, kornea keruh, pupil setengah lebar dengan reaksi
terhadap sinar yang kurang atau sama sekali tidak ada. Bilik mata depan
dangkal dan di dalam bilik mata terdapat efek Tyndal yang positif. Mata pada
perabaan terasa keras seperti kelereng akibat tekanan bola mata yang sangat
tinggi. Tekanan bola mata sangat tinggi dan tidak jarang samapai mencapai 60-
70 mmHg. Bila tekanan bola mata tidak diturunkan segera, maka akan terjadi
penurunan tajam penglihatan yang menetap.
Glaukoma ini terjadi apabila terbentuk iris bombe yang menyebabkan
sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer dan akibat pergeseran
diafragma lensa-iris ke anterior disertai perubahan volume di segmen posterior
mata.
Terapi
Pertama-tama harus diingat bahwa glaukoma akut merupakan masalah
pembedahan. Pengobatan dengan obat-obatan harus dilaksanakan sebagai
pertolongan darurat.
Miotik: yang paling mudah didapat adalah pilokarpin 2-4% tetes mata
yang diteteskan tiap menit 1 tetes selama 5 menit, kemudian disusul 1 tetes
tiap jam sampai 6 jam.
Carbonic anhidrase inhibitor: yang biasa dipakai adalah tablet
asetozolamid 250 mg, 2 tablet sekaligus, kemudian disusul tiap 4 jam 1
tablet sampai 24 jam.
Obat hiperosmotik: yang paling mudah adalah larutan gliserin 50% yang
diberikan oral. Dosis 1-1,5 gram/kg BB (0,7-1,5 cc/ Kg BB). Untuk
praktisnya dapat dipakai 1 cc per KgBB. Gliserin ini harus diminum
sekaligus. Tidak banyak gunanya apabila diminum sedekit demi sedikit.
Karena gliserin ini terlalu manis, sehingga memberikan rasa mual pada
penderita. Obat lain hiperosmotik ialah mannitol 20% yang diberikan
perinfus ± 60 tetes permenit
10
Morfin: suntikan 10-15 mg mengurangi rasa sakit dan mengecilkan pupil.
Hasil pilokarpin adalah miosis dan karenanya melepaskan iris dari jaringan
trabekulum. Sudut bilik mata depan akan terbuka. Daya kerja asetazolamid
adalah mengurangi pembentukan akuos humor. Gliserin dan mannitol
mempetinggi daya osmosis plasma.
Pembedahan
Obat-obatan di atas dapat diberikan bersama-sama, tetapi hanya
merupakan pengobatan darurat dan jangka pendek. Pembedahan tetap harus
direncakan.
Sebelum pembedahan. Tiap glaukoma akut harus diobati terlebih
dahulu. Dengan cara seperti tersebut dia atas, tekanan bola mata yang tadinya
sangat tinggi diturunkan dahulu sampai di bawah 25 mmHg. Apabila mata
masih terlalu merah, dapat ditunggu sampai mata lebih putih, dan kemudian
penderita di bedah.
o Iridektomi perifer
Indikasi: pembedahan ini digunakan untuk glaukoma dalam fase
prodromal, glaukoma akut yang baru saja terjadi atau untuk tindakan
pencegahan pada mata sebelahnya yang masih sehat.
Teknik: pada prinsipnya dibuat lubang di bagian perifer iris.
Maksudnya adalah untuk menghindari hambatan pupil. Iridektomi ini
biasanya dibuat di sisi temporal atas.
o Pembedahan Filtrasi
Indikasi: Pembedahan filtrasi dilakukan kalau glaukoma akut sudah
berlangsung lama atau penderita sudah masuk stadium glaukoma kongestif
kronik.
Trepanasi Elliot: Sebuah lubang kecil berukuran 1,5 mm dibuat di
daerah kornea skleral, kemudian ditutup oleh konjungtica dengan tujuan
agar akuous humor mengalir langsung dari bilik mata depan ke
subkonjungtiva.
Sklerotomi Scheie kornea-skleral dikauterisasi agar luka tidak
menutup kembali dengan sempurna, dengan tujuan agar aquoushumor
mengalir langsung dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva.
11
Trabekulektomi yaitu dengan mengankat trabekulum sehingga
terbentuk celah untuk mengalirkan cairan mata masuk ke dalam kanal
Sclemm
B. Glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronis)
Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ), yang meliputi kedua
mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut
terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular.
Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran
schlemm, dan saluran yang berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi.
Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan
sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan
nyeri mata yang timbul.
Glaukoma sudut terbuka primer adalah glaukoma yang penyebabnya tidak
ditemukan dan ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka.
Mekanisme glaukoma sudut terbuka ini lain daripada mekanisme
glaukoma sudut tertutup. Kalau yang terkahir ini diakibatkan jaringan trabekulum
tertutup oleh iris, hambatan pada glaukoma sudut terbuka terletak di dalam
jaringan trabekulum sendiri. Akuos humor dengan leluasa mencapai lubang-
lubang trabekulum, tetapi sampai di dalam terbentur celah-celah trabekulum yang
sempit hingga akuos humor tidak dapat keluar dari bola mata dengan bebas.
Gambaran kliniknya yaitu
Glaukoma sudut terbuka tidak memberi tanda-tanda dari luar
Perjalanan penyakit perlahan-lahan dan progresif dengan merusak papil saraf
optik (ekskavasi)
Biasanya penderita baru sadar bila keadaan telah lanjut
Diagnosis sering baru dibuat kalau dilakukan tonometri rutin pada penderita
yang misalnya datang hanya untuk ganti kaca mata. Sifat glaukoma jenis ini
adalah bilateral, tetapi biasanya yang satu mulai lebih dahulu. Kebanyakan
ditemukan pada penderita umur 40 tahun ke atas.
Tajam penglihatan umumnya masih baik kalau keadaan belum lanjut. Tetapi
tajam penglihatan tidak boleh menjadi patokan akan adanya glaukoma atau
12
tidak. Tekanan bola mata lebih dari 24 mmHg dan tidak terlalu tinggi seperti
pada glaukoma kronik.
Pada funduskopi ditemukan ekskavasi apabila glaukoma sudah berlangsung
lama. Pemeriksaan lapangan pandang perifer tidak menunjukkan kelainan
selama glaukoma masih dini, tetapi lapang pandangan sentral sudah
menunjukkan skotoma parasentral.
Apabila glaukoma sudah lebih lanjut, lapang pandangan perifer pun akan
menunjukkan kerusakan. Pada gonioskopi akan ditemukan sudut bilik mata
depan yang lebar.
Gambar 6. Sumbatan pada trabekular meshwork memperlambat aliran aqueos,
sehingga meningkatkan TIO.
Pengobatan glaukoma sudut terbuka diberikan secara teratur dan
pembedahan hanya dilakukan bila pengobatan tidak mencapai hasil yang
memuaskan.
Pengobatan dengan obat-obatan:
- Miotik:
o Pilokarpin 2-4%, 3-6 kali 1 tetes sehati (membesarkan pengeluaran cairan
mata-outflow)
13
o Eserin ¼-1%, 3-6 kali 1 tetes sehari (membesarkan pengeluaran cairan
mata-outflow)
- Simpatomimetik
o Epinefrin 0,5-2%, 1-2 kali 1 tetes sehari (menghambat produksi akuos
humor)
- Beta-bloker
o Timolol maleate 0,25-0,50%, 1-2 kali tetes sehari (menghambat produksi
akuos humor)
- Carbonic anhidrase inhibitor
o Asetozolamid 250 mg, 4 kali I tablet (menghambat akuos humor). Kalau
pada glaucoma akut obat-obat diberi bersamaan, pada glaucoma sudut
terbuka, obat-obat diberikan satu demi satu atau kalau perlu kemudian
baru dikombinasi. Kalau tidak berhasil, frekwensi tetes mata dinaikan atau
prosentasi obat ditingkatkan atau ditambah dengan obat tetes lain seperti
epinefrin atau tablet asetozolamid.
Pembedahan
Apabila obat-obatan yang maksimal tidak berhasil menahan tekanan bola
mata di bawah 21mmHg dan lapang pandangan terus mundur, dilakukan
pembedahan. Jenis pembedahan yang dipakai adalah trepanasi Elliot atau
pembedahan sklerotomi Scheie. Akhir-akhir ini operadi yang menjadi popular
adalah trabekulektomi.
Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab yang
menimbulkannya. Peningkatan TIO yang terjadi sebagai suatu manifestasi dari penyakit
mata lain disebut glaucoma sekunder. Kelainan mata lain dapat menimbulkan
meningkatnya tekanan bola mata. Glaukoma timbul akibat kelainan di dalam bola mata,
yang dapat disebabkan:
Kelainan lensa, katarak imatur, hipermatur dan dislokasi lensa.
Kelainan uvea, uveitis anterior.
Trauma, hifema dan inkarserasi iris.
Pascabedah,blokade pupil, goniosinekia.
14
Terapinya ialah pengontrolan TIO dengan cara-cara medis dan bedah, serta
mengatasi penyakit yang mendasari apabila mungkin.
A. Glaukoma akibat kelainan lensa
Dislokasi lensa
Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara spontan,
misalnya pada sindrom Marfan. Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan
pada aperture pupil yang menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut. Dislokasi
posterior ke dalam vitreus juga berkaitan dengan glaucoma meskipun
mekanismenya belum jelas. Hal ini mungkin disebabkn oleh kerusakan sudut pada
waktu dislokasi traumatik.
Intumesensi Lensa
Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami perubahan-
perubahan katarak sehingga ukurannya membesar secara bermakna. Lensa ini
kemudian dapat melanggar batas bilik mata depan, menimbulkan sumbatan pupil
dan pendesakan sudut, serta menyebabkan glaucoma sudut tertutup. Terapi berupa
ekstraksi lensa, segera setelah tekanan intraocular terkontrol secara medis.
Glaukoma fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocran kapsul lensa
anterior dan memungkinkan protein-protein lensa yang mencair masuk ke dalam
bilik mata depan. Terjadi reaksi peradangan di bilik mata depan, anyaman
trabekular menjadi edema dan tersumbat oleh protein-protein lensa, dan
menimbulkan peningkatan TIO akut. Ekstraksi lensa merupakan terapi definitive,
dilakukan segera setelah TIO terkontrol secara medis dan terapi steroid topical telah
mengurangi peradangan intraocular.
B. Glaukoma akibat trauma
Cedera kontusio bola mata dapat disertai dengan peningkatan dini TIO
akibat perdarahan ke dalam bilik mata depan (hifema). Darah bebas menyumbat
anyaman trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera. Terapi awal
dilakukan dengan obat-obatan, tetapi mungkin dilakukan tindakan bedah bila
tekanannya tetap tinggi, yang kemungkinan besar terjadi bila ada episode
perdarahan kedua.
15
Cedera kontusio berefek lambat pada tekanan intraocular; efek ini timbul
akibat kerusakan langsung pada sudut.Selang waktu antara cedera dan timbulnya
glaucoma mungkin menyamarkan hubungan tersebut. Secara klinis, bilik mata
depan tampak lebih dalam daripada mata yang satunya, dan gonioskopi
memperlihatkan resesi sudut. Terapi medis biasanya efektif, tetapi mungkin
diperlukan tindakan bedah.
Laseradi atau robek akibat kontusio pada segmen anterior sering disertai
dengan hilangnya ilik mata depan. Apabila bilik mata tidak segera dibentuk kembali
setelah cedera-baik secara spontan, dengan inkasersarsi iris ke dalam luka, atau
secara bedah- akan terbentuk sinekia anterior perifer dan menyebabkan penutupan
sudut yang ireversibel.
Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital, khususnya sebagai glaukoma infantil (buftalmos),
adalah glaukoma akibat penyumbatan pengaliran keluar cairan mata oleh jaringan sudut
bilik mata yang terjadi oleh adanya kelainan kongenital. Kelainan ini akibat terdapatnya
membran kongenital yang menutupi sudut bilik mata pada saat perkembangan bola
mata, kelainan pembentukan kanal schlemm dan saluran keluar cairan mata yang tidak
sempurna terbentuk.
Tanda klinis glaukoma kongenital
50% kasus glaucoma kongenital bermanifestasi sejak lahir, 70% kasus
didiagnosis dlama 6 bulan pertama dan 80% kasus terdiagnosis di akhir tahun pertama
dan 80% kasus terdiagnosis di akhir tahun pertama. Gejala paling dini dan paling sering
adalah epifora. Dapat dijumpai fotofobia dan berkurangnya kilau kornea. Tanda
utamanya adalah peningkatan tekanan intraocular. Pencekungan diskus optikus akibat
glaucoma merupakan kelainan yang terjadi relative dini dan yang terpenting. Temuan-
temuan lanjut meliputi peningkatan diameter kornea (melebihi 11,5 mm dianggap
bermakna), edema epitel, robekan membrane Descement, dan peningkatan kedalaman
bilik mata depan (yang disertai pembesaran generalisata segmen anterior mata), serta
edema dan kekeruhan stroma kornea.
Pengobatan pada glaukoma infantil adalah pembedahan. Pada anomali
perkembangan segmen anterior, angka keberhasilan goniotomi jauh lebih rendah, dan
16
mungkin dianjurkan trabekulotomi atau trabekulektomi. Paada kasus aniridia (iris tidak
berkembang), dilakukan tindakan bedah drainase glaukoma.
Glaukoma Absolut
Glaukoma absolute merupakan stadium akhir glaukoma, dimana sudah terjadi
kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada
glaukoma absolute, kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan
eksvakasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Sering mata
dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan
penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali
akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolute dapat dengan memberikan sinar beta badan
siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan
pengankatan bola mata karena telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
a. Pemeriksaan Khusus Glaukoma
Sebelum melakukan penanganan lanjut hendaknya dilakukan pemeriksaan
terlebih dahulu sesuai dengan gejala yang ada pada penderita:
i. Tonometri Palpasi
Adalah pemeriksaan umtuk menentukan tekanan bola mata dengan cepat, yaitu
dengan memakai ujung jari pemeriksa tanpa alat khusus (tonometer). Dengan menekan
bola mata dengan jari pemeriksa diperkirakan besarnya tekanan didalam bola mata.
Penilaian dilakukan dengan pengalaman sebelumnya yang dapat menyatakan
tekanan mata N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang menyatakan tekanan mata lebih
tinggi atau lebih rendah daripada normal.
ii. Tonometer Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan
kornea dengan beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Pada tonometer
Schiotz bila tekanan rendah atau bolamata empuk maka beban akan dapat mengidentasi
lebih dalam dibanding bila tekanan bola mata tinggi atau bola mata keras.
Bila tekanan lebih tinggi 20 mmHg dicurigai adanya glaukoma, bila tekanan
lebih dari pada 25 mmHg pasien menserita glaukoma
iii. Oftalmoskopi
17
Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina. Dengan oftalmoskop
dapat dilihat saraf optik didalam mata dan akan dapat ditentukan apakah tekanan bola
mata telah mengganggu saraf optik.
iv. Tonografi
Tonografi bertujuan untuk mengukur daya kemampuan pengaliran aquous
humor atau daya pengosongan cairan mata pada sudut bilik mata.
Dengan mempergunakan tonometer Schiotz elektrik dihubungkan dengan alat
pencatat untuk mengetahui hasil tekanan yang menurunkan tekanan bola mata bila
diberi tekanan berkesinambungan. Pencatatan pada kertas yang berkesinambunganm
akan memberikan gambaran tonogram.
v. Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut bilik mata dengan
goniolens. Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung keadaan patologik
sudut mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada susut bilik mata seperti
benda asing. Dengan gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita dan
malahan dapat menerangkan penyebab suatu glaukoma sekunder.
vi. Penilaian diskus Optikus
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya (depresi
sentral)-cawan fisiologik-yang ukurannya tergantung pada jumlah relative serat
penyusun nervus optikus terhadap ukuran lubang sclera yang harus dilewati oleh serat-
serat tersebut. Pada mata hiperopia, lubang skleranya kecil, sehingga cawan optic juga
kecil; pada matamiopia hal yang sebaliknya terjadi. Atrofi optikus akibat glaucoma
menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas yang terutama ditandai oleh berkurangnya
substansia diskus yang terdeteksi sebagai pembesaran cawan diskus optikus disertai
dengan pemucatan diskus di daerah cawan. Bentuk-bentuk lain atrofi optikus
menyebabkan pemucatan luas tanpa peningkatan pencekungan diskus optikus.
Pada glaucoma, mungkiin terdapat pembesaran kosentrik cawan optic atau
pencekungan (cupping) superior dan inferior dan disertai pembentukan takik (notching)
fokal di tepi diskus optikus. Kedalaman cawan optic juga meningkat karena lamina
kribrosa tergeser ke belakang. Seiring dengan pembentukan cekungan, pembuluh retina
di diskus tergeser kea rah hidung. Hasil akhir proses pencekungan pada glaucoma
adalah apa yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian tepinya.
Rasio cawan-diskus adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus
optikus pada pasien glaucoma. Besaran tersebut adalah perbandingan antara ukuran
18
cawan optic terhadap diameter diskus, misalnya cawan kecil-rasionya 0,1 dan
cawanbesar-0,9. Apabila terdapat kehilangan lapangan pandang atau peningkatan
tekanan intraocular, rasio cawan-diskus lebih dari 0,5 atau terdapat asimetri yang
bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan adanya atrofi glaukomatosa.
Penilaian klinis diskus optikus dapat dilakukan dengan optalmoskopi langsung
atau dengan pemeriksaan menggunakan lensa 78 dioptri atau lensa kontak kornea
khusus yang member gambaran tiga dimensi.
Bukti klinis lain adanya kerusakan neuron pada glaucoma adalah atrofi lapisan
serat saraf retina, yang mendahului timbulnya kelainan diskus optikus. Kerusakan ini
dapat terdeteksi dengan oftalmoskopi atau foto fundus, keduanya dilengkapi dengan
cahaya bebas-merah, optical coherence tomography, scanning laser polarimetry, atau
scanning laser tomography.
vii. Pemeriksaan Lapangan Pandang (Perimetri)
Perimetri dilakukan untuk mencari batas luar persepsi sinar perifer dan melihat
kemampuan penglihatan daerah yang sama dan dengan demikian dapat dilakukan
pemeriksaan defek lapangan pandang.
viii. Pachymetry
Adalah suatu tes yang relatif baru digunakan untuk managemen glaucoma.
Pachymetry menentukan ketebalan dari kornea. Setelah mata dibuat mati rasa dengan
obat-obat tetes bius, ujung dari pachymeter disentuhkan dengan ringan pada permukaan
depan mata (kornea). Studi-studi terakhir menunjukkan bahwa ketebalan kornea pusat
dapat mempengaruhi pengukuran tekanan intraocular. Kornea yang lebih tebal dapat
memberikan pembacaan tekanan mata yang tinggi secara salah dan kornea yang lebih
tipis dapat memberikan pembacaan tekanan yang rendah secara salah. Lebih jauh,
kornea-kornea tipis mungkin adalah suatu faktor risiko tambahan untuk glaucoma.
ix. Tes provokasi
Tes minum air
Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam.
Kemudian disuruh minum 1 L air dalam 5 menit. Lalu tekanan intraokular
diukur setiap 15 menit selama 1,5 jam. Kenaikan tensi 8 mmHg atau lebih,
dianggap mengidap glaukoma.
Pressure congestive test
19
Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg, selama 1 menit.
Kemudian ukur tensi intraokularnya. Kenaikan 9 mmHg, atau lebih
mencurigakan, sedang bila lebih dari 11 mmHg pasti patologis.
Tes steroid
Diteteskan larutan deksametason 3-4 dd g 1, selama 2 minggu.
Kenaikan tensi intraokular 8 mmHg menunjukkan glaukoma.
Uji kopi
Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bola mata
naik 15-20 mmHg setelah minum 20-40 menit menunjukkan adanya
glaukoma.
Uji kamar gelap
Pada uji ini dilakukan pengukuran tekanan bola mata dan kemudian
pasien dimasukkan ke dalam kamar gelap selama 60-90 menit. Pada akhir
90 menit tekanan bola mata diukur. 55% pasien glaukoma sudut tertutup
akan menunjukkan hasil yang positif, naik 8 mmHg.
DAFTAR PUSTAKA
20
Vaughan, Daniel, Taylor Asbury, Paul Riordan. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta ;
Widya Medika. 2002.
Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2009.
Ilyas, Sidarta, Muzakkir Tanzil, dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008.
Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Sagung Seto. 2002.
21