Lapkas Fome

44
BAB I PENDAHULUAN Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit yang diderita oleh hampir semua golongan masyarakat di seluruh dunia. Jumlah penderita hipertensi sendiri terus bertambah setiap tahunnya. Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Riset Kesehatan Daasar (RISKESDAS) tahun 2007 mendapatkan prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia cukup tinggi yakni mencapai 31,7% dengan penduduk yang mengetahui dirinya menderita hipertensi hanya 7,2% dan yang minum obat antihipertensi hanya 0,4%. Sedangkan Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on High Blood Pressure VII (JNC- VII), hampir 1 milyar orang menderita hipertensi di dunia. Data tahun 2010 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 28,6% orang dewasa berusia 18 tahun ke atas menderita hipertensi. 1,2,3,4,5 Di Indonesia sendiri berdasarkan Profil Data Kesehatan Indonesia 2011, hipertensi termasuk ke dalam 10 besar penyakit rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit pada tahun 2010 dengan jumlah kasus sebanyak 1

description

lapkas tb

Transcript of Lapkas Fome

Page 1: Lapkas Fome

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit yang

diderita oleh hampir semua golongan masyarakat di seluruh dunia. Jumlah

penderita hipertensi sendiri terus bertambah setiap tahunnya. Sampai saat ini

hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di negara maju maupun

negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Riset Kesehatan Daasar

(RISKESDAS) tahun 2007 mendapatkan prevalensi hipertensi pada penduduk

umur 18 tahun ke atas di Indonesia cukup tinggi yakni mencapai 31,7% dengan

penduduk yang mengetahui dirinya menderita hipertensi hanya 7,2% dan yang

minum obat antihipertensi hanya 0,4%. Sedangkan Menurut Joint National

Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on High Blood

Pressure VII (JNC-VII), hampir 1 milyar orang menderita hipertensi di dunia.

Data tahun 2010 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 28,6% orang dewasa

berusia 18 tahun ke atas menderita hipertensi.1,2,3,4,5

Di Indonesia sendiri berdasarkan Profil Data Kesehatan Indonesia 2011,

hipertensi termasuk ke dalam 10 besar penyakit rawat inap dan rawat jalan di

rumah sakit pada tahun 2010 dengan jumlah kasus sebanyak 19.874 pasien rawat

inap dan 80.615 pasien rawat jalan. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah

hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menurut

provinsi, provinsi Kalimantan Selatan (39,6%), Jawa Timur (37,4%), Bangka

Belitung (37,2%), Jawa Tengah (37,0%), Sulawesi Tengah (36,6%), DI

Yogyakarta (35,8%), Riau (34,0%), Sulawesi Barat (33,9%), Kalimantan Tengah

(33,6%), dan Nusa Tenggara Barat (32,4%), merupakan provinsi yang

mempunyai prevalensi hipertensi lebih tinggi dari angka nasional (31,7%).6

1

Page 2: Lapkas Fome

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien :Tn. M

Umur : 52 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani

Alamat : ds.Krueng Baroe, Samudera

Waktu Pemeriksaan : 15 juli 2015

II. ANAMNESIS

a. Keluhan utama : Nyeri kepala

b. Keluhan Tambahan : Sulit tidur

c. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Puskesmas samudera dengan keluhan nyeri

kepala yang dirasakan ± 2 minggu yang lalu, ketika nyeri kepala muncul

keringat dan Os merasa sulit tidur. Keluhan ini diakui berlangsung terus

menerus dan semakin memberat. Selain itu os juga mengeluhkan nyeri

pada bagian belakang leher dan rasa pegal-pegal pada punggung serta

kaki. Os juga kadang-kadang merasa pusing berputar dan merasa

kelelahan, kesemutan ditangan dan kaki, namun os mengaku tidak merasa

mual atau sampai muntah. Jantung berdebar-debar (-), gangguan

penglihatan (-), BAB dan BAK normal.

d. Riwayat Pengobatan :

Os mengaku bahwa ia terkadang mengkonsumsi obat sakit kepala

yang dijual di warung untuk mengatasi nyeri kapala yang dialaminya.

2

Page 3: Lapkas Fome

Seminggu yang lalu, Os sudah berobat ke puskesmas diberi captopril tapi

tidak ada perubahan. Os tetap merasakan pusing dan nyeri kepala.

e. Riwayat Penyakit Dahulu :

Sering merasakan keluhan yang sama karena mempunyai riwayat

hipertensi. Kemudian Os berobat dan kambuh lagi. Riwayat penyakit

jantung (-), DM (-), riwayat operasi (-), asma (-), bronkitis (-).

f. Riwayat Penyakit Keluarga :

Os mengaku ayahnya dulu pernah menderita tekanan darah tinggi.

Saat ini tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama

seperti os.

g. Riawayat Alergi :

Os tidak mempunyai riwayat alergi.

h. Riwayat Psikososial :

Os mengaku seringkali mengkonsumsi makanan yang asin seperti

ikan asin hampir setiap hari. Os juga sering mengkonsumsi makanan yang

digoreng, jarang mengkonsumsi buah dan sayur serta jarang berolahraga.

Makan teratur sehari 3 kali, os mengaku mengkonsumsi rokok sehari 1

bungkus, mengkonsumsi kopi 2 gelas perhari.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Tekanan darah : 170/110 mmHg

Frekuensi nadi : 92 x/menit

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Suhu : 36,7oC

Berat badan : 72 Kg

3

Page 4: Lapkas Fome

Tinggi badan : 165 cm

IMT : 26,42 kg/m²

Status generalis

Kepala-Leher

Kulit : Berwarna sawo matang, ikterus (-), sianosis (-)

Kepala : Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut

berwarna hitam terdistribusi merata, tidak mudah

dicabut

Mata OD : Bentuk normal, Konjungtiva anemis (+),

sklera tidak ikterik, palpebral superior et inferior

tidak edema, pupil bulat dengan diameter kurang

lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)

OS : Bentuk normal, Konjungtiva anemis, skelra

tidak ikterik, palpebral superior et inferior tidak

edema, pupil bulat dengan diameter kurang lebih 3

mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)

Telinga : Bentuk normal, tidak ada sekret, tidak ada serumen

Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi,

tidak ada sekret

Mulut : Bentuk normal, bibir lembab, lidah tidak kotor,

letak uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil

T1-T1, mukosa mulut tidak ada kelainan

Leher : Pembesaran KGB -/-

4

Page 5: Lapkas Fome

T horax

Paru-paru :

Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi

Palpasi : Tidak teraba massa

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler +/+, ronchi -/-, whezzing -/-

Jantung :

Inspeksi : Pulsasi iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis teraba pada ICS IV linea midclvicula

sinistra, tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS V linea sternalis dextra,

batas jantung kiri pada ICS V linea midklavikula sinistra.

A bdomen

Inspeksi : tampak cembung

Palpasi : soepel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar & lien

tidak teraba

membesar, turgor kulit baik

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+), normal

Ekstremitas

Inguinal-genitalia-anus : tidak diperiksa

5

Page 6: Lapkas Fome

IV. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah rutin

Urinalisa

Foto Rontgen thorax

EKG

V. DIAGNOSIS KERJA

Hipertensi grade 2

VI. PENATALAKSANAAN

a. Promotif : Menjelaskan tentang penyakit hipertensi

b. Preventif : Diet rendah garam, olahraga teratur, menghindari faktor

risiko seperti merokok, alkohol dan stress

c. Kuratif :

Terapi Medikamentosa :

- Captopril 25 mg 3x1

- Amlodipin 5 mg 1x1

- Parasetamol 500 mg 3x1 tab/2 tab

Terapi nonmedikamentosa :

- Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan

kebiasaan makan penderita hipertensi

- Menghindari stress. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi

pasien penderita hipertensi

- Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada

pasien penderita hipertensi untuk melakukan olahraga senam

aerobic atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali

seminggu. Selain itu menghentikan kebiasaan merokok dan

mengurangi minum minuman beralkohol.

d. Rehabilitatif : -

6

Page 7: Lapkas Fome

VII. PROGNOSIS

Ad vitam: dubia ad bonam

Ad sanationam: dubia ad bonam

Ad fungsionam: dubia ad bonam

7

Page 8: Lapkas Fome

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari

140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah

diukur dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat

(80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat

nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit

selama 5 menit sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi.1

Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan

sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah

hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang

sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report

of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and

Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah

pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,

hipertensi derajat 1 dan derajat 2.2

II. EPIDEMIOLOGI

Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah

yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti

stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung

dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam

kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara

yang ada didunia 3. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka

jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah 2. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara

berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di

perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini

didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan

penduduk saat ini.3

8

Page 9: Lapkas Fome

III. ETIOLOGI

Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui

dengan pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan

khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan.

Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu

seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan

vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita

hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif

hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang

dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.4

IV. FAKTOR RISIKO

Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain

faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang

dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi.2

a. Faktor genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan

menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini

berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya

rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan

hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita

hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat

hipertensi.1 Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan

riwayat hipertensi dalam keluarga.5

b. Umur

Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan

umur. Pasien yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai

tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini

9

Page 10: Lapkas Fome

merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah

usianya.6 Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya

oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka

tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri

akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen

pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur

menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena

kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur

sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat

sampai decade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung

menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan

fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan

aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor

pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal

juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi

glomerulus menurun.7

c. Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan

wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum

menopause.8 Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh

hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density

Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor

pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek

perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas

wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai

kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini

melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut

dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan

umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur

45-55 tahun.7

10

Page 11: Lapkas Fome

d. Etnis

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam

dari pada yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti

penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang

lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopressin lebih besar. 3

e. Obesitas

Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan

darah pada kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National

Institutes for Health USA (NIH, 1998), prevalensi tekanan darah tinggi

pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38%

untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18%

untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi

normal menurut standar internasional). 8

Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat

menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan

darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi

saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada

ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma,

dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium

dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus.8

f. Pola asupan garam dalam diet

Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization

(WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi

risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah

tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam)

perhari.9 Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi

natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya

cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler

meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut

11

Page 12: Lapkas Fome

menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada

timbulnya hipertensi. 10

Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi

natrium/sodium.Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium

klorida (garam dapur), penyedap masakan monosodium glutamate (MSG),

dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang

dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh.

Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak memasak

masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG. 11

Tabel 3.1 Kandungan Natrium pada Beberapa Makanan.12

Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok

berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna

dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.3

Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari

12

Page 13: Lapkas Fome

Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek

yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok,

36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok

perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek

terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam

penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek

dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari.13

g. Tipe kepribadian

Secara statistik pola perilaku tipe A terbukti berhubungan

dengan prevalensi hipertensi. Pola perilaku tipe A adalah pola perilaku

yang sesuai dengan kriteria pola perilaku tipe A dari Rosenman yang

ditentukan dengan cara observasi dan pengisian kuisioner self rating dari

Rosenman yang sudah dimodifikasi. Mengenai bagaimana mekanisme

pola perilaku tipe A menimbulkan hipertensi banyak penelitian

menghubungkan dengan sifatnya yang ambisius, suka bersaing, bekerja

tidak pernah lelah, selalu dikejar waktu dan selalu merasa tidak puas. Sifat

tersebut akan mengeluarkan katekolamin yang dapat menyebabkan

prevalensi kadar kolesterol serum meningkat, hingga akan mempermudah

terjadinya aterosklerosis.14 Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh

darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf

simpatis. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas

sosial, ekonomi, dan karakteristik personal. 3

V. GEJALA KLINIK

Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada

penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang

normal hipertensi yaitu sakit kepala, pusing, gelisah, jantung berdebar,

13

Page 14: Lapkas Fome

perdarahan hidung, sukar tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga

berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari.

Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi

gangguan; penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral

(otak) yang mengakibatkan kejang dan perdarahan pembuluh darah otak

yang mengakibatkan kelumpuhan, ganguan kesadaran hingga koma .15

VI. KLASIFIKASI

Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada

pengukuran rata-rata dua kali pengukuran pada masing-masing kunjungan

VII. PATOFISIOLOGI

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui

terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I

converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam

mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang

14

Tabel 3.2 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII3

Page 15: Lapkas Fome

diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal)

akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,

angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang

memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi

utama.5 Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik

(ADH) dan rasa haus.ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari)

dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.

Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke

luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi

osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler

akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler.

Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan

meningkatkan tekanan darah.5

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari

korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki

peranan penting pada ginjal. Untuk mengatu rvolume cairan ekstraseluler,

aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengancara

mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan

diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler

yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.5

15

Page 16: Lapkas Fome

Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan

multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi

tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator

hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler,

viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi

neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor

meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat

berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.4 Perjalanan penyakit

hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadang-kadang

muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik

yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan

komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil,

jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas hipertensi

dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan

meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada

pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian

16

Gambar 3.1 Patofisiologi hipertensi 16

Page 17: Lapkas Fome

menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi

dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.4

VIII. DIAGNOSIS HIPERTENSI

Sebelum dibuat diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran

berulang paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda selama empat

sampai enam minggu. Pengukuran dirumah dapat menggunakan

sfigmomanometer yang tepat sehingga menambah jumlah pengukuran

untuk analisis.17

17

Gambar 3.2 Perjalanan alamiah hipertensi Primer yang tidak terobati 5

Page 18: Lapkas Fome

Sedangkan menurut Depkes (2006), upaya deteksi faktor

risiko penyakit hipertensi dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai

berikut :18

1. Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri,

riwayat penyakit, riwayat anggota keluarga, perubahan aktifitas atau

kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor

psikososial lingkungan keluarga, dan lain-lain)

2. Pengukuran tekanan darah.

3. Pengukuran indeks antropometri, seperti pengukuran berat badan dan

tinggi badan.

4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang

dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya

kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi.

Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium,

natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL).

Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens

kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan

ekokardiografi.16

IX. PENATALAKSANAAN

a. Target Tekanan Darah

Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi

target tekanan darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target

tekanan darah untuk pasien penyakit ginjal kronik dan diabetes adalah ≤

130/80 mmHg. American Heart Association (AHA) merekomendasikan

target tekanan darah yang harus dicapai, yaitu 140/90 mmHg, 130/80

mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik

atau ekuivalen penyakit arteri kronik, dan ≤ 120/80 mmHg untuk pasien

dengan gagal jantung. Sedangkan menurut National Kidney Foundation

(NKF), target tekanan darah yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg

18

Page 19: Lapkas Fome

untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan < 125/75

mmHg untuk pasien dengan > 1 g proteinuria.2

b. Algoritme Penanganan Hipertensi

Gambar 3.3 Algoritme penanganan hipertensi menurut JNC 7. 3

19

Page 20: Lapkas Fome

c. Modifikasi Gaya Hidup

Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan

darah memiliki implikasi baik untuk pencegahan dan pengobatan

hipertensi. Promosi kesehatan modifikasi gaya hidup direkomendasikan

untuk individu dengan pra-hipertensi dan sebagai tambahan terhadap

terapi obat pada individu hipertensi. Intervensi ini untuk risiko penyakit

jantung secara keseluruhan. Meskipun dampak intervensi gaya hidup pada

tekanan darah akan lebih terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam

percobaan jangka pendek, penurunan berat badan dan pengurangan NaCl

diet juga telah ditunjukkan untuk mencegah perkembangan hipertensi.

Pada penderita hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak

menghasilkan penurunan tekanan darah yang cukup untuk menghindari

terapi obat, jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol

tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang efektif menurunkan

tekanan darah adalah mengurangi berat badan, mengurangi asupan NaCl,

meningkatkan asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol, dan pola diet

yang sehat secara keseluruhan.2

Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk

menurunkan tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata

penurunan tekanan darah 6,3/3,1 mmHg diobseravsi setelah penurunan

berat badan sebanyak 9,2 kg. Berolah raga teratur selama 30 menit seperti

berjalan, 6-7 perhari dalam seminggu, dapat menurunkan tekanan darah.

Ada variabilitas individu dalam hal sensitivitas tekanan darah terhadap

NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki dasar genetik. Berdasarkan

hasil meta-analisis, menurunkan tekanan darah dengan membatasi asupan

setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl (75-125 meq) menyebabkan penurunan

tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada hipertensi dan penurunan lebih

rendah pada orang darah normal. Konsumsi alkohol pada orang yang

mengkonsumsi tiga atau lebih minuman per hari (minuman standar berisi

~ 14 g etanol) berhubungan dengan tekanan darah tinggi, dan penurunan

20

Page 21: Lapkas Fome

konsumsi alkohol dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. Begitu pula

dengan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet

kaya akan buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah lemak efektif dalam

menurunkan tekanan darah. 2

Tabel 3.3 Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi

hipertensi.3

21

Page 22: Lapkas Fome

Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk

mengurangi tekanan darah, mencegah atau memperlambat insiden dari

hipertensi, meningkatkan efikasi obat antihipertensi, dan mengurangi

risiko penyakit kardiovaskular. 3

d. Terapi Farmakologi

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis

hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7 adalah: 3

a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist

b. Beta Blocker (BB)

c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)

d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)

e. Angiotensin II Receptor Blocker atau Areceptor antagonist/blocker

(ARB)

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai

secara bertahap, dan target tekanan darah tercapai secara progresif dalam

beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi

dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan

pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis

obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah

awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis

obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum

mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis

obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis rendah.

Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah,

baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan

kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi

terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan

kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah. 3

22

Page 23: Lapkas Fome

Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien

adalah:

a. CCB dan BB

b. CCB dan ACEI atau ARB

c. CCB dan diuretika

d. AB dan BB

e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat

Tabel 3.4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat

Antihipertensi. 3

23

Tabel 3.5. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7. 3

Page 24: Lapkas Fome

X. KOMPLIKASI

Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya

penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan

penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko

terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan

mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan

hidup sebesar 10-20 tahun. 19

24

Page 25: Lapkas Fome

Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila

penyakitnya tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa

organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung

dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal. Dengan pendekatan sistem

organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi,

yaitu: 20

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang

mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina,

gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan

kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner

dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh

pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain

yangdapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak

sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai

sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada

hipertensi maligna. 21

25

Tabel 3.6 Komplikasi Hipertensi20

Page 26: Lapkas Fome

Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi

ditentukan tidak hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum

adanya kerusakan organ target serta faktor risiko lain seperti merokok,

dislipidemia dan diabetes melitus. 21Tekanan darah sistolik melebihi 140

mmHg pada individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor risiko

kardiovaskular yang penting. Selain itu dimulai dari tekanandarah 115/75

mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko penyakit

kardiovaskuler sebanyak dua kali. 22

XI. PROGNOSIS

Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan

pengobatan yang tepat. Terapi dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan

obat-obatan antihipertensi biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat

yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci

untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah mendeteksi dan

mengobati sebelum kerusakan terjadi.16

BAB IV

PEMBAHASAN

I. ASPEK KLINIS

Pada kasus ini, pasien adalah seorang laki-laki berumur 52 tahun

dengan keluhan utama nyeri kepala. Nyeri kepala dirasakan ± 2 minggu

yang lalu, ketika nyeri kepala muncul keringat dan Os merasa sulit tidur.

Keluhan ini diakui berlangsung terus menerus dan semakin memberat.

Selain itu os juga mengeluhkan nyeri pada bagian belakang leher dan rasa

pegal-pegal pada punggung serta kaki. Os juga kadang-kadang merasa

pusing berputar dan merasa kelelahan, kesemutan ditangan dan kaki,

26

Page 27: Lapkas Fome

namun os mengaku tidak merasa mual atau sampai muntah. Jantung

berdebar-debar (-), gangguan penglihatan (-), BAB dan BAK normal.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 170/110

mmHg. Frekuensi nadi: 92 x/menit, laju pernapasan : 20 x/menit, suhu

aksila : 36,7oC, berat badan : 72 Kg, tinggi badan : 165 cm. IMT : 26,42

kg/m²

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140

mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur

dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari

ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi

duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama 5 menit

sampai 30 menit setelah merokok atau minum kopi. Seseorang dinyatakan

mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg.

Menurut The Joint National Committee on Detection, Evaluation and

Treatment of High Blood Pressure (JNC- VII) dikatakan hipertensi derajat

2 bila didapatkan tekanan darah sistolik> 160 mmHg, dan tekanan

diastolik > 100, oleh karena itu pasien pada laporan kasus ini dapat

didiagnosis menderita Hiperetnsi derajat 2.

Untuk pelaksanaan pada pasien ini diberikan captopril 25 mg, 3x1

tablet serta diberikan pula amloidipin, dan parasetamol untuk membantu

mengurangi keluhan nyeri yang dirasakan.

II. RESUME

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa

pasien menderita Hipertensi derajat 2. Pasien kurang memiliki

pengetahuan tentang penyakitnya sehingga melakukan pola hidup yang

salah, sering makan ikan asin, kurang berolahraga, merokok.Pasien

mengakui bahwa rumahnya memiliki ventilasi yang kurang dan udara

dalam ruangan yang panas. Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi oleh

karena itu pasien disarankan untuk melakukan pencegahan sekunder untuk

mencegah komplikasi yang dapat timbul dengan meminum obat secara

teratur, kontrol tekanan darahnya secara rutin minimal 1 bulan sekali dan

27

Page 28: Lapkas Fome

olahraga teratur, mengurangi stress dengan berekreasi, memperbaiki pola

makan dan melakukan hal-hal yang terdapat dalam perilaku hidup sehat.

Sedangkan keluarga pasien sebagai kelompok risiko tinggi, dianjurkan

untuk berperilaku hidup dengan pola makan yang sehat dan menlakukan

olahraga secara teratur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wade, A Hwheir, D N Cameron, A. 2003. Using a Problem Detection

Study (PDS) to Identify and Compare Health Care Privider and

Consumer Views of Antihypertensive therapy. Journal of Human

Hypertension, Jun Vol 17 Issue 6.

2. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid I Edisi IV. Jakarta: FK UI. 2006

3. Armilawaty, Amalia H, Amirudin R. Hipertensi dan Faktor Risikonya

dalam Kajian Epidemiologi. Bagian Epidemiologi FKM UNHAS.

2007.http;//www.Cermin Dunia Kedokteran.com

28

Page 29: Lapkas Fome

4. Sharma S, et all. Hypertension. Last Update Aug 8, 2008.

http//:www.emedicine.com.

5. Anonim.Hipertensi.Primer.http://www.scribd.com/doc/3498615/

HIPERTENSI PRIMER?autodown=doc.

6. Oktora R. Gambaran Penderita Hipertensi Yang Dirawat Inap di Bagian

Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari

Sampai Desember 2005, Skripsi, FK UNRI, 2007, hal 41-42.

7. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Hypertensive Vascular Disease. Dalam:

Robn and Cotran Pathologic Basis of Disease, 7th edition.

Philadelpia: Elsevier Saunders, 2005.

8. Cortas K, et all. Hypertension. Last update May 11 2008.

http//:www.emedicine.com

9. Shapo L, Pomerleau J, McKee M. Epidemiology of Hypertension and

Associated Cardiovascular Risk Factors in a Country in Transition.

Albania: Journal Epidemiology Community Health 2003

10. Widayanto D. Apa Manfaat Garam Sebagai Bahan Pengawet.

http://id.answers.yahoo.com/question/index;_ylt=Aj3eh2PdCnd0po

.ZrHRTkNLVRg x.;_ylv=3?qid=20080814042051AAWyOOk.

11. Sianturi G. Cegah Hipertensi dengan Pola Makan. Last update 27 Februari

2003. www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?

newsid1046314663,16713, - 24k.

12. Waspadji S dkk. Daftar Bahan Makanan Penukar. Divisi Metabolik

Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan Instalasi Ilmu Gizi

RS Cipto Mangunkusuno, Jakarta, 2004.

13. Bowman ST et al. Clinical Research Hypertension. A Prospective Study of

Cigarette Smokey And Risk of Inciden Hypertension In Bringham

And Women Hospital Massachucetts, 2007.

14. Sarwoyo HD dan Hendarwo M. Pola Perilaku Type A (PPTA) Pada

Penyakit Jantung Koroner (PJK). Fakultas Kedokteran Universitas

Brawijaya, Malang.

http://www.tempo.co.id/medika/arsip/092002/art-2.htm.

29

Page 30: Lapkas Fome

15. Cahyono, Suharjo. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Jakarta :

Kanisius.

16. Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC

17. Gray, Huon. 2005. Kardiologi Edisi IV. Jakarta: Erlangga.

18. Depkes 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit

Hipertensi. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak

Menular Depkes RI.

19. Cardiology Channel. Hypertension (High Blood Pressure); http://www.

Cardiologychannel.com

20. Hoeymans N, Smit HA, Verkleij H, Kromhout D. Cardiovascular Risk

Factors in Netherlands. Eur Heart , 1999.p 520.

21. Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hipertensi Primer Dalam Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.

22. Ridjab DA. Pengaruh Aktifitas Fisik Terhadap Tekanan Darah. Majalah

Kedokteran Atmajaya, Volume 4, Nomor 2 2005. hal.73.

30