Lapkas Fix

download Lapkas Fix

of 43

description

bidubidubidubidubidubidu

Transcript of Lapkas Fix

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangAnestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun. Anestesi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran sangat berperan dalam mewujudkan tugas profesi dokter dalam mempertahankan hidup dan mengurangi penderitaan pasiennya karena dapat mengurangi nyeri dan memberikan bantuan hidup.1 Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau darurat) harus dipersiapkan dengan baik. Tahap penatalaksanaan anestesi yang terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan pemeliharaan, serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.2Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale. Diagnosis epidural hematoma didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan penunjang seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Prognosis epidural hematoma biasanya baik. Mortalitas pasien dengan epidural hematoma yang telah dievakuasi mulai dari 16% - 32%.Pemilihan anestesi untuk pembedahan pasien dengan epidural hematoma tergantung dari umur pasien, status fisik, posisi pembedahan, keterampilan dan kebutuhan dokter pembedah, keterampilan dan pengalaman dokter anestesiologi, serta keinginan pasien.1Laporan ini akan menitikberatkan pembahasan mengenai tatalaksana anestesi pada pasien dengan epidural hematoma yang dilakukan tindakan pembedahan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANESTESI UMUMA. Definisi Anestesi UmumAnestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Agen anestesi umum bekerja dengan cara menekan sistem saraf pusat (SSP) secara reversibel. Anestesi umum diperoleh melalui penggunaan obat-obatan secara injeksi dan atau inhalasi yang ditandai dengan hilangnya respon rasa nyeri (analgesia), hilangnya ingatan (amnesia), hilangnya respon terhadap rangsangan atau refleks dan hilangnya gerak spontan (immobility), serta hilangnya kesadaran (unconsciousness).1,2Anestesi umum memungkinkan pasien untuk mentolerir tindakan pembedahan yang dapat menimbulkan rasa sakit tak tertahankan, yang berpotensi menyebabkan perubahan fisiologis tubuh yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan.1

B. Tujuan Anestesi Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut 1:1. Hipnotik atau sedasi: hilangnya kesadaran2. Analgesik: hilangnya respon terhadap nyeri3. Relaksasi otot C. Pilihan Cara Anestesi 11. Umur Bayi dan anak paling baik dengan anestesi umum. Pada orang dewasa untuk tindakan singkat dan hanya dipermudahkan dilakukan dengan anestesi lokal atau umum.

2. Status fisik Riwayat penyakit dan anestesi terdahulu. Untuk mengetahui apakah pernah dioperasi dan anestesi. Dengan itu dapat mengetahui apakah ada komplikasi anestesi dan pasca bedah. Gangguan fungsi kardiorespirasi berat sedapat mungkin dihindari penggunaan anestesi umum. Pasien gelisah, tidak kooperatif, atau disorientasi dengan gangguan jiwa sebaiknya dilakukan dengan anestesi umum. Pasien obesitas, jika disertai leher pendek dan besar, sering timbul gangguan sumbatan jalan napas atas sesudah dilakukan induksi anestesi. Pilihan anestesi adalah regional, spinal, atau anestesi umum endotrakeal.13. Posisi pembedahanPosisi seperti miring, tungkurap, duduk, atau litotomi memerlukan anestesi umum endotrakea untuk menjamin ventilasi selama pembedahan. Demikian juga pembedahan yang berlangsung lama.4. Keterampilan dan kebutuhan dokter pembedahMemilih obat dan teknik anestesi juga disesuaikan dengan keterampilan dan kebutuhan dokter bedah antara lain teknik hipotensif untuk mengurangi perdarahan, relaksasi otot pada laparotomi, pemakaian adrenalin pada bedah plastik, dan lain-lain.5. Keterampilan dan pengalaman dokter anestesiologi6. Keinginan pasien7. Bahaya kebakaran dan ledakanPemakaian obat anestesi yang tidak mudah terbakar dan tidak eksplosif adalah pilihan utama pada pembedahan dengan alat elektrokauter.1

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Anestesi Umum 21. Faktor respirasiPada setiap inspirasi sejumlah zat anestesi akan masuk ke dalam paru-paru (alveolus). Dalam alveolus akan dicapai suatu tekanan parsial tertentu. Kemudian zat anestesi akan berdifusi melalui membran alveolus. Epitel alveolus bukan penghambat difusi zat anestesi sehingga tekanan parsial dalam alveolus sama dengan tekanan parsial dalam arteri pulmonaris.2Hal yang mempengaruhi hal tersebut adalah:1) Konsentrasi zat anestesi yang dihirup atau diinhalasi: makin tinggi konsentrasinya, makin cepat naik tekanan parsial zat anestesi dalam alveolus.2) Ventilasi alveolus: makin tinggi ventilasi alveolus, makin cepat meningginya tekanan parsial alveolus dan keadaan sebaliknya pada hipoventilasi.

2. Faktor sirkulasi Terdiri dari sirkulasi arterial dan sirkulasi vena. Faktor yang mempengaruhi2:1) Perubahan tekanan parsial zat anestesi yang jenuh dalam alveolus dan darah vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestesi diserap jaringan dan sebagian kembali melalui vena.2) Blood gas partition coefisien adalah rasio konsentrasi zat anestesi dalam darah dan dalam gas bila keduanya dalam keadaan keseimbangan. Bila kelarutan zat anestesi dalam darah tinggi/BG koefisien tinggi maka obat yang berdifusi cepat larut di dalam darah, sebaliknya obat dengan BG koefisien rendah, maka cepat terjadi keseimbangan antara alveoli dan sirkulasi darah, akibatnya penderita mudah tertidur waktu induksi dan mudah bangun waktu anestesi diakhiri.3) Aliran darah yaitu aliran darah paru dan curah jantung. Makin banyak aliran darah yang melalui paru makin banyak zat anestesi yang diambil dari alveolus, konsentrasi alveolus turun sehingga induksi lambat dan makin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat anestesi yang adekuat.3. Faktor jaringan1) Perbedaan tekanan parsial obat anestesi antara darah arteri dan jaringan.2) Koefisien partisi jaringan atau darah: kira-kira 1,0 untuk sebagian besar zat anestesi kecuali halotan.3) Kecepatan metabolisme obat4) Aliran darah terdapat dalam 4 kelompok jaringan2:a) Jaringan kaya pembuluh darah (otak, jantung, hepar, ginjal). Organ-organ ini menerima 70-75% curah jantung hingga tekanan parsial zat anestesi ini meninggi dengan cepat dalam organ-organ ini. Otak menerima 14% curah jantung.b) Kelompok intermediet (otot skelet dan kulit)c) Jaringan sedikit pembuluh darahd) Relatif tidak ada aliran darah (ligament dan tendon).

4. Faktor zat anestesiBermacam-macam zat anestesi mempunyai potensi yang berbeda-beda. Untuk menentukan derajat potensi ini dikenal adanya MAC (minimal alveolar concentration atau konsentrasi alveolar minimal) yaitu konsentrasi terendah zat anestesi dalam udara alveolus yang mampu mencegah terjadinya tanggapan (respon) terhadap rangsang rasa sakit. Makin rendah nilai MAC, makin tinggi potensi zat anestesi tersebut.1

E. Stadium Anestesi Umum Kedalaman anestesi harus dimonitor terus menerus oleh pemberi anestesi, agar tidak terlalu dalam sehingga membahayakan jiwa penderita, tetapi cukup adekuat untuk melakukan operasi. Kedalaman anestesi dinilai berdasarkan tanda klinik yang didapat. Guedel membagi kedalaman anestesi menjadi 4 stadium, yaitu1:1) Stadium IDisebut juga stadium analgesi atau stadium disorientasi. Dimulai sejak diberikan anestesi sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini.2) Stadium IIDisebut juga stadium delirium atau stadium exitasi. Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai nafas teratur. Pada stadium ini terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apne dan hiperpnu, tonus otot rangka meningkat, inkontinensia urin dan alvi, muntah, midriasis, hipertensi serta takikardia. Stadium ini membahayakan penderita, karena itu harus segera diakhiri. Keadaan ini bisa dikurangi dengan memberikan premedikasi yang adekuat, persiapan psikologi penderita dan induksi yang halus dan tepat. 3) Stadium IIIStadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana yaitu:a. Plana 1: Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak pupil miosis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai menurun).b. Plana 2: Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi.c. Plana 3: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).d. Plana 4: Pernapasan tidat teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil sangat midriasis; refleks cahaya hilang, refleks sfingter ani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun). 4) Stadium lVStadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.

F. Tahapan Tindakan Anestesi Umum1. Penilaian dan persiapan pra-anestesiPersiapan pra-bedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya kecelakaan dalam anestesi. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan bugar. Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi, dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.4a) Penilaian pra-bedah1) AnamnesisRiwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal, atau sesak napas pasca bedah sehingga dapat dirancang anestesi berikutnya dengan baik. Beberapa peneliti menganjurkan obat yang dapat menimbulkan masalah di masa lalu sebaiknya jangan digunakan ulang misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam waktu 3 bulan atau suksinilkolin yang menimbulkan apnea berkepanjangan juga jangan diulang. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya.4

2) Pemeriksaan fisikPemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, atau lidah relatif besar sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi. Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.43) Pemeriksaan laboratoriumUji laboratorium dilakukan atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah (Hb, leukosit, masa perdarahan, dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.44) Kebugaran untuk anestesiPembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien dalam keadaan bugar. Sebaliknya pada operasi sito, penundaan yang tidak perlu harus dihindari.4 Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang adalah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat perkiraan risiko anestesi karena efek samping anestesi tidak dapat dipisahkan dari efek samping pembedahan.1,4 Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia. Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang. Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat sehingga aktivitas rutin terbatas. Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tidak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat. Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.5) Masukan oralRefleks laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesi harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesi. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam, dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tidak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi. Minuman air putih, teh manis sampai 3 jam, dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesi.2Fasting Guideline Pre-operatif (American Society of Anesthesiologist, 2011)4Usia pasienIntake oralLama puasa (jam) puasa yg diberikan

< 6 blnClear fluidBreast milkFormula milk23420 cc/kg

6 bln 5 thnClear fluidFormula milkSolid24610 cc/kg

>5 thnClear fluidSolid2610 cc/kg

Adult, op. pagiClear fuid Solid2Puasa mulai jam 12 mlm

Adult, op. siangClear fluidSolid2Puasa mulai jam 8 pagi

b) PremedikasiSebelum pasien diberi obat anestesi, langkah selanjutnya adalah dilakukan premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesi diberi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesi di antaranya:2,41) Menimbulkan rasa nyaman bagi pasiena) Menghilangkan rasa khawatir melalui: Kunjungan pre-anestesi. Pengertian masalah yang dihadapi. Keyakinan akan keberhasilan operasi.b) Memberikan ketenangan (sedatif).c) Membuat amnesia.d) Mengurangi rasa sakit (analgesik non-narkotik atau narkotik).e) Mencegah mual dan muntah.2) Memudahkan atau memperlancar induksiPemberian hipnotik sedatif atau narkotik.3) Mengurangi jumlah obat-obat anestesiPemberian hipnotik sedatif atau narkotik.4) Menekan refleks-refleks yang tidak diinginkan (muntah atau liur)5) Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan lambungPemberian antikolinergik atropin, primperan, rantin, atau H2 antagonis.Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam 1 jam, secara intramuskuler minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan secara intravena. Obat akan sangat efektif sebelum induksi. Jika pembedahan belum dimulai dalam waktu 1 jam dianjurkan pemberian premedikasi intramuskuler, subkutan tidak dianjurkan. Semua obat premedikasi jika diberikan secara intravena dapat menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropin dan hiosin. Hal ini dapat dikurangi dengan pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan.3Obat-obat yang sering digunakan3:1) Analgesik narkotika) Petidin (amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBBb) Morfin (amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBBc) Fentanyl (fl 10cc = 500 mg), dosis 1-3gr/kgBB2) Hipnotika) Ketamin (fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBBb) Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB3) Sedatifa) Diazepam/valium/stesolid (amp 2cc = 10mg), dosis 0,1 mg/kgBBb) Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg), dosis 0,1mg/kgBBc) Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBBd) Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB4) Antikolinergika) Sulfas atropin (antikolinergik) (amp 1cc = 0,25 mg), dosis 0,001 mg/kgBB5) Neuroleptika) Droperidol, dosis 0,1 mg/kgBB

2. Induksi anestesiMerupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuskuler, atau rektal. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesi langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesi sampai tindakan pembedahan selesai.3Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan STATICS:S: Scope - Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringoskop pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.T: Tube - Pipa trakea pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).A: Airway - Pipa mulut faring (guedel, oro-tracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.T: Tape - Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.I: Introducer - Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel)yang mudah dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.C : Connector - Penyambung antara pipa dan peralatan anestesi.S : Suction - penyedot lendir, ludah, dan lain-lainnya.

Macam-macam induksi pada anestesi umum yaitu:a. Induksi intravenaPaling banyak dikerjakan. Indikasi intravena dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut, dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.1 Obat-obat induksi intravena 31. Tiophental (pentothal, tiophenton) Sediaan ampul 500 mg atau 1000 mg. Sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% (1 ml = 25 mg). Hanya digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikan perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Bergantung dosis dan kecepatan suntikan tiophental akan menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi, hipnosis, anestesi, atau depresi napas. Tiophental menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan intrakranial, dan diduga dapat melindungi otak akibat kekurangan O2. Dosis rendah bersifat anti-analgesik. Kontra Indikasi:1) Anak-anak di bawah 4 tahun2) Shock , anemia, uremia dan penderita-penderita yang lemah3) Gangguan pernafasan: asthma, sesak nafas, infeksi mulut dan saluran nafas4) Penyakit jantung5) Penyakit hati6) Penderita yang terlalu gemuk sehingga sukar untuk menemukan vena yang baik.2. Propofol (diprivan, recofol)Propofol ( 2,6 diisopropylphenol ) merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena. Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml = 10 mg). Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4-12 mg/kg/jam, dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. Pengenceran hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita hamil. Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui, tapi diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA A (Gamma Amino Butired Acid).63. Ketamin (ketalar)Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan rapid acting non barbiturate general anesthesia. Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, serta pasca anestesi dapat timbul mual-muntah, pandangan kabur, dan mimpi buruk. Sebelum pemberian sebaiknya diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis 0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg. Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuskuler 3-10 mg. Ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1 ml = 10 mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10% (1 ml = 100 mg).64. Opioid (morfin, petidin, fentanyl, sufentanyl)Diberikan dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskuler sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesi opioid digunakan fentanyl dosis 20-50 mg/kg dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.6

b. Induksi intramuskuler 6Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara intramuskuler dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

c. Induksi inhalasi 61. N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) Berbentuk gas, tidak berwarna, bau manis, tidak iritasi, tidak terbakar, dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastetik lemah dan analgesi kuat sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan tunggal, sering dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain seperti halotan.2. Halotan (fluotan)Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya cukup dalam, stabil, dan sebelum tindakan diberikan analgesik semprot lidokain 4% atau 10% sekitar faring-laring. Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2. Induksi dimulai dengan aliran O2 > 4 ltr/mnt atau campuran N2O:O2 = 3:1. Aliran > 4 ltr/mnt. Kalau pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan, untuk kemudian kalau sudah tenang dinaikan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan. Kelebihan dosis dapat menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard, dan inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesik lemah tetapi anestesi kuat. Halotan menghambat pelepasan insulin sehingga mininggikan kadar gula darah.3. EnfluranEfek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif disbanding halotan. Depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik dibanding halotan.4. Isofluran (foran, aeran)Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Peninggian aliran darah otak dan tekanan intrakranial dapat dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner.5. Desfluran (suprane)Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%) bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi napas seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi.6. Sevofluran (ultane)Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi di samping halotan.d. Induksi per rektal 6Obat anestesi diserap lewat mukosa rectum kedalam darah dan selanjutnya sampai ke otak. Dipergunakan untuk tindakan diagnostic (katerisasi jantung, roentgen foto, pemeriksaan mata, telinga, oesophagoscopi, penyinaran dsb) terutama pada bayi-bayi dan anak kecil. Juga dipakai sebagai induksi narkose dengan inhalasi pada bayi dan anak-anak. Syaratnya adalah:1.Rectum betul-betul kosong2.Tak ada infeksi di dalam rectum. Lama narkose 20-30 menit.Obat-obat yang digunakan:- Pentothal 10% dosis 40 mg/kgBB- Tribromentothal (avertin) 80 mg/kgBB

e. Induksi mencuri 10Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi biasa hanya sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien tetapi kita berikan jarak beberapa sentimeter sampai pasien tertidur baru sungkup muka kita tempelkan.

3. Rumatan anestesi (maintenance)Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total), dengan inhalasi, atau dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan (hipnosis) sekedar tidak sadar, analgesik cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri, dan relaksasi otot lurik yang cukup.6Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanyl 10-50 g/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesik cukup sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa tetapi pasien ditidurkan dengan infus propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena, pelumpuh otot, dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2. Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu, atau dikendalikan.6

4. Tatalaksana jalan napas 7Hubungan jalan napas dan dunia luar melalui 2 jalan: Hidung menuju nasofaring Mulut menuju orofaringHidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum durum dan palatum molle dan dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring menuju esofagus dan laring dipisahkan oleh epiglotis menuju ke trakea. Laring terdiri dari tulang rawan tiroid, krikoid, epiglottis, dan sepasang aritenoid, kornikulata, dan kuneiform.1. Manuver tripel jalan napasTerdiri dari:1) Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital2) Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula3) Mulut dibukaDengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas sehingga gas atau udara lancer masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.2. Jalan napas faringJika maneuver tripel kurang berhasil maka dapat dipasang jalan napas mulut faring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat hidung (naso-pharyngeal airway).3. Sungkup mukaMengantar udara atau gas anestesi dari alat resusitasi atau sistem anestesi ke jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke trakea lewat mulut atau hidung.4. Sungkup laring (laryngeal mask)Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkainya dapat berupa pipa keras dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten. Dikenal 2 macam sungkup laring:1) Sungkup laring standar dengan 1 pipa napas.2) Sungkup laring dengan2 pipa yaitu 1 pipa napas standar dan lainnya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esofagus.5. Pipa trakea (endotracheal tube)Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).6. LaringoskopiFungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop merupakan alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal 2 macam laringoskop:1) Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa.2) Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut Mallapati dibagi menjadi 4 gradasi.

Gambar 1. Klasifikasi struktur faring Berdasarkan Mallampati6

7. IntubasiIntubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glotis sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut:1) Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapunKelainan anatomi, bedah kasus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas, dan lain-lainnya.2) Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasiMisalnya saat resusitasi memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, dan ventilasi jangka panjang.3) Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasiAdapun prosedur dalam pelaksanaan intubasi meliputi: Persiapan1) Persiapan alat yang dibutuhkan seperti: laringoskop, ET, stilet, dan lain-lain.2) Masih siap pakai atau alat bantu napas.3) Obat induksi seperti: pentotal, ketalar, diprivan, dan lain-lain.4) Obat pelumpuh otot seperti: suksinil kolin, atrakurium, pavulon, dan lain-lain.5) Obat darurat seperti: adrenalin (efinefrin), SA, mielon, dan lain-lain. Tindakan1) Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap.2) Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin fasikulasi (+).3) Jika fasikulasi (-) ventilasi dengan O2 100% selama kira-kira 1 menit.4) Batang laringoskop dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong kepala sedikit ekstensi mulut membuka.5) Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi sedikit, menyelusuri kanan lidah, dan menggeser lidah ke kiri.6) Cari epiglotis tempatkan bilah di depan epiglotis (pada bilah bengkok) atau angkat epiglotis (pada bilah lurus).7) Cari rima glotis (dapat dengan bantuan asisten dengan menekan trakea dar luar).8) Temukan pita suara warnanya putih dan sekitarnya merah.9) Masukan ETT melalui rima glotis.10) Hubungkan pangkal ETT dengan mesin anestesi dan atau alat bantu napas (alat resusitasi)Adapun kesulitan dalam intubasi yaitu: Leher pendek berotot Mandibula menonjol Maksila atau gigi depan menonjol Uvula tidak terlihat Gerak sendi temporo-mandibular terbatas Gerak vertebra servikal terbatasAdapun komplikasi pada intubasi yaitu: Selama intubasi1) Trauma gigi geligi2) Laserasi bibir, gusi, laring3) Merangsang saraf simpatis4) Intubasi bronkus5) Intubasi esofagus6) Aspirasi7) Spasme bronkus Setelah ekstubasi1) Spasme laring2) Aspirasi3) Gangguan fonasi4) Edema glotis-subglotis5) Infeksi laring, faring, trakeaSedangkan untuk pelaksanaan ekstubasi harus memperhatikan hal-hal berikut ini:1) Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar jika: Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi2) Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan catatan tidak akan terjadi spasme laring.3) Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan cairan lainnya.

5. Pasca anestesi5Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama yang menggunakan anestesi umum maka perlu melakukan penilaian terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu diobservasi di ruang recovery room (RR).51) Aldrete score6,7Nilai warna Merah muda: 2 Pucat: 1 Sianosis: 0Pernapasan Teratur, batuk, menangis: 2 Depresi: 1 Apnea atau obstruksi: 0Sirkulasi Tekanan darah menyimpang < 20% dari normal: 2 Tekanan darah menyimpang 20-50% dari normal: 1 Tekanan darah menyimpang > 50% dari normal: 0Kesadaran Sadar penuh: 2 Bereaksi terhadap rangsangan: 1 Tidak berespons: 0Pergerakan Gerak bertujuan: 2 Gerak tak bertujuan: 1 Tidak bergerak: 0Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan.

2) Steward score (anak-anak)6,7Pergerakan Gerak bertujuan: 2 Gerak tak bertujuan: 1 Tidak bergerak: 0Pernapasan Batuk, menangis: 2 Pertahankan jalan napas: 1 Perlu bantuan: 0Kesadaran Menangis: 2 Bereaksi terhadap rangsangan: 1 Tidak bereaksi: 0Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan.

G. Mesin dan Peralatan Anestesi Fungsi mesin anestesia (mesin gas) ialah menyalurkan gas atau campuran gas anestetik yang aman ke rangkaian sirkuit anestetik yang kemudian dihisap oleh pasien dan membuang sisa campuran gas dari pasien. Rangkaian mesin anestesia sangat banyak ragamnya, mulai dari yang sangat sederhana sampai yang diatur oleh komputer. Mesin yang aman dan ideal ialah mesin yang memenuhi persyaratan berikut 10:1. Dapat menyalurkan gas anestetik dengan dosis tepat2. Ruang rugi (dead space) minimal3. Mengeluarkan CO2 dengan efisien4. Bertekanan rendah5. Kelembaban terjaga dengan baik6. Penggunaannya sangat mudah dan amanKomponen dasar mesin anestetik terdiri dari :1. Sumber O2, N2O dan udara tekan2. Alat pantau tekanan gas (pressure gauge)3. Katup penurun tekanan gas (pressure reducing valve)4. Meteran aliran gas (flow meter)5. Satu atau lebih penguap cairan anestetik (vaporizers)6. Lubang keluar campuran gas (common gas outlet)7. Lubang O2 darurat (oxygen flush control)Berdasarkan sistim aliran udara pernapasan dalam rangkaian alat anestesi, anestesi dibedakan menjadi 4 sistem, yaitu : Open, semi open, closed, dan semi closed 6:1. Sistem open adalah sistem yang paling sederhana. Di sini tidak ada hubungan fisik secara langsung antara jalan napas penderita dengan alat anestesi. Karena itu tidak menimbulkan peningkatan tahanan respirasi. Di sini udara ekspirasi babas keluar menuju udara bebas. Kekurangan sistem ini adalah boros obat anestesi, menimbulkan polusi obat anestesi di kamar operasi, bila memakai obat yang mudah terbakar maka akan meningkatkan resiko terjadinya kebakaran di kamar operasi, hilangnya kelembaban respirasi, kedalaman anestesi tidak stabil dan tidak dapat dilakukan respirasi kendali.2. Dalam sistem semi open alat anestesi dilengkapi dengan reservoir bag selain reservoir bag, ada pula yang masih ditambah dengan klep 1 arah, yang mengarahkan udara ekspirasi keluar, klep ini disebut non rebreating valve. Dalam sistem ini tingkat keborosan dan polusi kamar operasi lebih rendah dibanding sistem open.3. Dalam sistem semi closed, udara ekspirasi yang mengandung gas anestesi dan oksigen lebih sedikit dibanding udara inspirasi, tetapi mengandung CO2 yang lebih tinggi, dialirkan menuju tabung yang berisi sodalime, disini CO2 akan diikat oleh sodalime. Selanjutnya udara ini digabungkan dengan campuran gas anestesi dan oksigen dari sumber gas ( FGF /Fresh Gas Flow) untuk diinspirasi kembali. Kelebihan aliran gas dikeluarkan melalui klep over flow. Karena udara ekspirasi diinspirasi lagi, maka pemakaian obat anestesi dan oksigen dapat dihemat dan kurang menimbulkan polusi kamar operasi.4. Dalam sistem closed prinsip sama dengan semi closed, tetapi disini tidak ada udara yang keluar dari sistem anestesi menuju udara bebas. Penambahan oksigen dan gas anestesi harus diperhitungkan, agar tidak kurang sehingga menimbulkan hipoksia dan anestesi kurang adekuat, tetapi juga tidak berlebihan, karena pemberian yang berlebihan bisa berakibat tekanan makin meninggi sehingga. menimbulkan pecahnya alveoli paru. Sistem ini adalah sistem yang paling hemat obat anestesi dan tidak menimbulkan polusi. Pada sistem closed dan semiclosed juga disebut system rebreathing, karena udara ekspirasi diinspirasi kembali, sistem ini juga perlu sodalime untuk membersihkan CO2. Pada system open dan semi open juga disebut sistem nonrebreathing karena tidak ada udara ekspirasi yang diinspirasi kembali, sistem ini tidak perlu sodalime. Untuk menjaga agar pada sistem semi open tidak terjadi rebreathing, aliran campuran gas anestesi dan oksigen harus cepat, biasanya diberikan antara 2 3 kali menit volume respirasi penderita.

H. Kontraindikasi Anestesi Umum 6,7Adapun kontraindikasi dalam anestesi umum meliputi:a. Mutlak: dekompensasio kordis derajat III-IV dan AV blok derajat II total (tidak ada gelombang P).b. Relatif: hipertensi berat atau tidak terkontrol (diastolik >110 mmHg), diabetes melitus tidak terkontrol, infeksi akut, sepsis, dan glomerulonefritis akut.Kontraindikasi mutlak ialah pasien sama sekali tidak boleh diberikan anestesi umum sebab akan menyebabkan kematian, apakah kematian DOT (death on the table) meninggal di meja operasi atau selain itu. Kemudian kontraindikasi relatif ialah pada saat itu tidak bisa dilakukan anestesi umum tetapi melihat perbaikan kondisi pasien hingga stabil mungkin baru bisa diberikan anestesi umum.7

2.2 EPIDURAL HEMATOM A. Definisi Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan epidural hematoma. Desakan oleh hematom akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar.1,3 Hematoma epidural (EDH) merupakan kumpulan darah di antara duramater dan tabula interna karena trauma (Gambar-1). Pada penderita traumatic hematoma epidural, 85-96% disertai fraktur pada lokasi yang sama. Perdarahan berasal dari pembuluh darah -pembuluh darah di dekat lokasi fraktur. 15Sebagian besar hematoma epidural (EDH) (70-80%) berlokasi di daerah temporoparietal, di mana bila biasanya terjadi fraktur calvaria yang berakibat robeknya arteri meningea media atau cabang-cabangnya, sedangkan 10% EDH berlokasi di frontal maupun oksipital. Volume EDH biasanya stabil, mencapai volume maksimum hanya beberapa menit setelah trauma, tetapi pada 9% penderita ditemukan progresifitas perdarahan sampai 24 jam pertama 8,15,16

B. Insiden dan EpidemiologiDi Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh.(2,9)60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1. (9) Tipe- tipe : (6)1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri2. Subacute hematoma ( 31 % )3. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena C. PatofisiologiPada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.(8)Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. (8)Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.(1)Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.(1)Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.(1)Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar. (8)Sumber perdarahan : (8) Artery meningea ( lucid interval : 2 3 jam ) Sinus duramatis Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena diploicaEpidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.(8,10)

2.5 EtiologiHematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.(2,9)Pada keadaan yang normal, sebenarnya tidak ada ruang epidural pada kranium. Dura melekat pada kranium. Perdarahan biasanya terjadi dengan fraktur tengkorak bagian temporal parietal yang mana terjadi laserasi pada arteri atau vena meningea media. Pada kasus yang jarang, pembuluh darah ini dapat robek tanpa adanya fraktur. Keadaan ini mengakibatkan terpisahnya perlekatan antara dura dengan kranium dan menimbulkan ruang epidural. Perdarahan yang berlanjut akan memaksa dura untuk terpisah lebih lanjut, dan menyebabkan hematoma menjadi massa yang mengisi ruang.Oleh karena arteri meningea media terlibat, terjadi perdarahan yang tidak terkontrol, maka akan mengakibatkan terjadinya akumulasi yang cepat dari darah pada ruang epidural, dengan peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang cepat, herniasi dari unkus dan kompresi batang otak.1,4,5,6

D. Gejala Klinis Pada anamnesa didapatkan riwayat cedera kepala dengan penurunan kesadaran. Pada kurang lebih 50 persen kasus kesadaran pasien membaik dan adanya lucid interval diikuti adanya penurunan kesadaran secara perlahan sebagaimana peningkatan TIK. Pada kasus lainnya, lucid interval tidak dijumpai, dan penurunan kesadaran berlangsung diikuti oleh detoriasi progresif. Epidural hematoma terkadang terdapat pada fossa posterior yang pada beberapa kasus dapat terjadi sudden death sebagai akibat kompresi dari pusat kardiorespiratori pada medulla. Pasien yang tidak mengalami lucid interval dan mereka yang terlibat pada kecelakaan mobil pada kecepatan tinggi biasanya akan mempunyai prognosis yang lebih buruk.1 Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardia. Pada tahap akhir kesadaran akan menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralaterak juga akan mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi, yang merupakan tanda kematian.3Tanda Diagnostik Klinik Epidural Hematoma :71. Lucid interval (+)2. Kesadaran makin menurun3. Late hemiparese kontralateral lesi4. Pupil anisokor5. Babinsky (+) kontralateral lesi6. Fraktur daerah temporalGejala dan Tanda Klinis Epidural Hematoma di Fossa Posterior :71. Lucid interval tidak jelas2. Fraktir kranii oksipital3. Kehilangan kesadaran cepat4. Gangguan serebellum, batang otak, dan pernafasan5. Pupil isokor

E. Diagnosis Diagnosis epidural hematoma didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan penunjang seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Adanya garis fraktur yang menyokong diagnosis epidural hematoma bila sisi fraktur terletak ipsilateral dengan pupil yang melebar garis fraktur juga dapat menunjukkan lokasi hematoma.3 Computed tomografi (CT) scan otak akan memberikan gambaran hiperdens (perdarahan) di tulang tengkorak dan dura, umumnya di daerah temporal dan tampak bikonveks.

BAB IIILAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIENNama: Tn MYJenis Kelamin: laki-lakiUsia: 32 tahunAgama: IslamSuku: Dayak Alamat: Kampung Tengah, Gg Gotong Royong Sui RayaNo. RM: 369385Diagnosis Pre Op: Chronic EDH (L) Occipital B. ANAMNESISAnamnesis dilakukan tanggal 23 September 2015. a. Keluhan utamaNyeri kepala sebelah kiri bawah.b. Riwayat penyakit sekarangSejak 2 tahun yang lalu, pasien mengeluh gigi geraham sebelah kiri berlubang dan nyeri. Nyeri dirasakan hingga ke bagian telinga sebelah kiri. Nyeri seperti berdenyut semakin lama semakin berat. Selain itu pasien juga mengeluh telinga berdenging, namun tidak ada pengeluaran cairan dari telinga. Pasien juga mengaku pendengarannya tidak terganggu.Sejak 1 bulan yang lalu, pasien merasakan sakit kepala di sebelah kiri bawah. Nyeri terasa seperti ditekan-tekan dan semakin lama dirasa semakin parah, hingga akhirnya pasien memeriksakan diri kerumah sakit.

c. Riwayat penyakit dahulu1) Riwayat jatuh dan terbentur di bagian kepala disangkal2) Riwayat asma disangkal3) Riwayat alergi makanan dan obat disangkal4) Riwayat hipertensi dan diabetes disangkal5) Riwayat pernah operasi sebelumnya disangkald. Riwayat penyekit keluarga:Riwayat asma, alergi, kencing manis, hipertensi dan riwayat penyakit yang sama dengan pasien disangkal. e. Riwayat Sosial EkonomiPasien merokok sejak belasan tahun yang lalu.

C. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan umum:Tampak sakit sedang Kesadaran :Compos mentis, GCS 15Tanda vital:Tekanan darah120/70 mmHgNadi74x/menit Respiratory Rate18 x/menit Suhu36,2C Berat Badan 51 kgKepala:Didapatkan adanya bengkak/hematom pada regio occipital kiri Mata :Pupil isokor (3/3mm), Refleks cahaya (+/+), sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)Telinga :Bentuk normal, deformitas (-), sekret (-)Hidung :Bentuk normal, deformitas (-), sekret (-)Tenggorokan:Hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)Leher:Pembesaran KGB (-)Thoraks:ParuInspeksi =>Simetris, retraksi (-), sikatriks (-)Palpasi=>nyeri tekan (-)Perkusi =>SonorAuskultasi =>vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)JantungInspeksi =>Ictus cordis tampak di ICS 5 linea midclavicularis sinistraPalpasi=>Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra, lebar 1 jariPerkusi =>batas jantung tidak melebar, batas jantung kanan di ICS 5 linea sternalis sinistra, batas jantung kiri ICS 5 di linea midclavicularis sinistraAuskultasi =>S1 dan S2 normal, irama regular, murmur (-) gallop (-)AbdomenInspeksi=>supel, simetris, tidak ada kelainan kulitAuskultasi=>BU (+) normalPalpasi=>nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak terabaPerkusi=>Timpani (+)EkstremitasSuperior =>Edema (-), akral dingin, sianosis (-), jari tabuh (-)Inferior=>Edema (-), akral dingin, sianosis (-), jari tabuh (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Laboratorium Pemeriksaan24-04-2013Nilai normal

Hematologi

Hemoglobin9,9 g/dl13,2-17,3

Leukosit8.600/l3.800-10.600

Hematokrit29,5 %40-52

Eritrosit4,79 x 106/l4,4-5,9

Trombosit374.000/l150.000-440.000

CT6305-15

BT2001-3

Gol. DarahA

Kimia Klinik

SGOT25,6 U/L8-33

SGPT45,4 U/L3-35

Ureum26,6 mg/dL10-50

Creatinin1,2 mg/dL0,7-1,5

GDS148 mg/dL74-139

Seroimmunologi

HbsAgNegatifNegatif

HIVNegatifNegatif

CT Scan Kepala Tanpa Kontras

Ekspertise E. RENCANA ANESTESIJenis Anestesi: General Anestesi Teknik Anestesi: GA intubasi, SC, ETT no. 7,0Status ASA: ASA IIPenatalaksanaan : Persiapan operasia. Informed consentb. Persetujuan operasi tertulis (+)c. Pasien dipuasakan 6 sebelum operasid. Kateter urin e. IVFD RL 20 tpmf. Persiapan WB 1 kolf

F. TATALAKSANA ANESTESI1. Di ruang persiapana. Pasien masuk ke ruang persiapan operasib. Pemeriksaan kembali : identitas pasien, persetujuan operasi, lama puasa 6 jam, dan darah yang akan diperlukan.c. Pastikan pasien terlah terpasang infus dan kateter urin.d. Persiapkan peralatan dan obat-obatan anestesi.2. Di ruang operasia. Pasien masuk ke ruang operasi, manset dan indikator saturasi oksigen dipasang serta monitor menyala.b. Dilakukan premedikasi dengan midazolam 5 mg dan fentanyl 100 g secara IVc. Dilakukan induksi dengan propofol 150 mg IV, segera kepala diekstensikan, facemask didekatkan pada hidung dengan O2 4 lpm. Setelah refleks bulu mata menghilang, atracurium besilat 30 mg diinjeksikan secara IV. Dilakukan pemijatan ambu hingga saturasi 100%. Sesudah tenang dilakukan intubasi dengan endotrakeal tube no. 7,5 Setelah terpasang dengan baik dihubungkan dengan mesin anestesi untuk mengalirkan O2 2 lpm, N2O 2 lpm dan isoflurance 1,5 vol %. Nafas dikendalikan dengan ventilator.d. Setelah anestesi berjalan dengan baik, operasi dimulai,e. Tanda-tanda vital terus dimonitor sampai operasi selesai dan pasien dipindahkan ke ruang pemulihan sebelum dibawa kembali ke bangsal.

Monitoring Selama AnestesiJamTensiNadiSa02Tindakan

11.40135/8767100%

11.45135/8572100%

11.50108/5959100%

11.55154/7988100%Isoflurance (-)

12.00143/8864100%

12.05163/9878100%

12.10134/9055100%Isoflurance 1 volume %

12.1590/4955100%Isoflurance 0,4 volume %

12.20103/6880100%

12.25118/6774100%

12.30101/5274100%Isoflurance 1 volume %

12.3591/4565100%Isoflurance 1 volume %

12.4086/4260100%Injeksi Efedrin 10 mg

12.45127/7558100%Injeksi Sulfas Atropine 0,5 mg

12.47157/98114100%Injeksi atracurium 10 mg

12.50108/61110100%

12.55108/61117100%Injeksi atracurium 10 mg

13.0092/48109100%Injeksi Ketorolak 60 mg Injeksi Efedrin 10 mgInjeksi Tramadol 100 mg

13.05167/115118100%

13.10115/71118100%

13.15105/60116100%

3. Di ruang pemulihanMonitoring Pasca AnestesiJamNadiRR

13.30122100%

13.40101100%

Jumlah cairan yang masuk selama operasi: 1200 mlJumlah urin yang keluar selama operasi : 500 mlJumlah darah yang keluar selama operasi: 400mlAldrete Score

4. Diagnosis Post OperasiPost Craniectomy dengan Empyema

5. Instruksi Pasca Anestesia. Posisi terlentangb. Tirah baring 24 jamc. Kontrol tanda-tanda vitald. Cek Hb Post Op, jika