Lapkas epiLepsi

33
LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : An.Z Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 12 tahun Agama : Islam Pekerjaan : Pelajar Alamat : Cipinang ALLO-ANAMNESIS Keluhan Utama : Kejang saat dirumah sejak 1 hari yang lalu Keluhan Tmbahan : Lemas (+), pusing (+), muntah (+), nyeri perut (+), nafsu makan berkurang, demam (-) Riwayat Penyakit Sekarang 1 hari SMRS Kejang pada saat dirumah pada siang hari, kejang berlangsung ± 20 menit, saat kejang dan setelah kejang anak sadar, saat kejang seluruh tubuh kaku, kedua tangan dan kaki lurus kedepan, badan melengkung kedepan, kedua mata melirik ke atas. Setelah kejang anak langsung muntah dan lemas, muntah 1x, muntah menyembur , pusing dirasa berputar, nyeri pada ulu hati, nafsu makan menurun, BAB dan BAK lancar. 2 jam sebelum masuk rumah sakit, anak kejang, kejang ± 20 menit, saat dan setelah kejang anak sadar, tipe kejang 1

description

laporan kasus epilepsi

Transcript of Lapkas epiLepsi

Page 1: Lapkas epiLepsi

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An.Z

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 12 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Cipinang

ALLO-ANAMNESIS

Keluhan Utama : Kejang saat dirumah sejak 1 hari yang lalu

Keluhan Tmbahan : Lemas (+), pusing (+), muntah (+), nyeri perut (+), nafsu makan

berkurang, demam (-)

Riwayat Penyakit Sekarang

• 1 hari SMRS Kejang pada saat dirumah pada siang hari, kejang berlangsung ± 20

menit, saat kejang dan setelah kejang anak sadar, saat kejang seluruh tubuh kaku,

kedua tangan dan kaki lurus kedepan, badan melengkung kedepan, kedua mata

melirik ke atas. Setelah kejang anak langsung muntah dan lemas, muntah 1x, muntah

menyembur , pusing dirasa berputar, nyeri pada ulu hati, nafsu makan menurun, BAB

dan BAK lancar.

• 2 jam sebelum masuk rumah sakit, anak kejang, kejang ± 20 menit, saat dan setelah

kejang anak sadar, tipe kejang sama seperti kejang saat 1 hari SMRS, anak lemas,

pusing(+) pusing dirasa berputar, muntah(-), nyeri pada ulu hati(+), nafsu makan

menurun, BAB dan BAK lancar.

1

Page 2: Lapkas epiLepsi

Riwayat Penyakit Dahulu

. Anak tidak pernah kejang seperti ini sebelumnya, riwayat kejang demam disangkal, 1

tahun yang lalu anak mengalami kecelakan ada benturan di kepala saat jatuh kepala

bagian belakang terbentur dan sesaat setelah jatuh anak muntah,muntah menyembur 1x,

kaki kiri patah (tibia), semenjak setelah kecelakaan anak sering mengeluh pusing dan

muntah.

Riwayat Penyakit Keluarga

Di keluarga tidak ada yang pernah kejang seperti ini.

Riwayat Pengobatan

Belum berobat sebelumnya

Riwayat Psikososial

Anak sekolah kelas 1 SMP , sesuai dengan usia anak, anak bermain dengan teman sebaya,

makan teratur.

STATUS GENERALIS

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital

- TD : 110/70 mmHg

- Nadi : 80x/menit (kuat, cukup, regular)

- RR : 24x/menit

- Suhu : 36,6 ºC

- BB : 50 kg

- TB : 165 cm

- Kepala : normochepal

Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)

Hidung : normonasi, deviasi septum (-), sekret (-)

Mulut : mukosa bibir kering (-), sianosis (-), lidah tremor (-), faring hiperemis

(-),

2

Page 3: Lapkas epiLepsi

tonsil T1-T1, gigi geligi tidak lengkap

Telinga : normotia, sekret (-)

Leher    : KGB tidak membesar, JVP tidak meningkat

Thorax

Jantung : BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : bentuk datar

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), organomegali (-), nyeri epigastrium (-)

Auskultasi : BU (+) normal

Ekstremitas

Atas : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

Bawah : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

STATUS NEUROLOGIK

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4 M6 V 5

Rangsang Meningeal

Kaku Kuduk (+)

Laseque/Kernig tidak terbatas

Brudzinki I/II/III = (-/-/-)

Patrick (-/-) Kontrapatrick (-/-)

Saraf Kranial

N.I (Olfaktorius)

Daya Pembau : normosmia (+/+)

N.II (Optikus ) Kanan Kiri

Visus 6/6 6/6

Lapang Pandang normal normal

Funduskopi belum dapat melakukan

Papil edema belum dapat melakukan

3

Page 4: Lapkas epiLepsi

Arteri:vena belum dapat melakukan

N.III (Okulomotorius) Kanan Kiri

Ptosis : - -

Gerakan Bola Mata

Atas : baik / baik

Bawah : baik / baik

Medial : baik / baik

Pupil : bulat, isokor, Ø ODS 3 mm

Refleks cahaya langsung : + / +

Refleks cahaya tidak langsung : + / +

Akomodasi : baik baik

N.IV (Trokhlearis) Kanan Kiri

Gerakan mata ke medial bawah : baik / baik

N.V (Trigeminus) Kanan Kiri

Menggigit : normal

Membuka Mulut : normal

Sensibilitas

5.1.(oftalmikus) : + +

5.2.(maksilaris) : + +

5.3 (mandibularis) : + +

Reflek kornea : + +

Refleks bersin : normal

Daya Kecap Lidah 2/3 depan : normal

N.VI (ABDUSENS) Kanan Kiri

Gerakan mata ke lateral : baik / baik

N.VII (FASIALIS) Kanan Kiri

Kerutan kulit dahi : + +

Menutup mata kuat : + +

Mengangkat alis : normal normal

4

Page 5: Lapkas epiLepsi

Menyeringai : normal normal

Parese N. VII dextra sentral

N.VIII (Vestibulochoclearis) KANAN KIRI

Tes Bisik : tidak dilakukan

Tes Rinne : tidak dilakukan

Tes Weber : tidak dilakukan

Tes Schwabach : tidak dilakukan

N. IX (Glosofaringeus) Dan N. X (Vagus)

Arkus faring : gerakan simetris

Daya kecap lidah 1/3 belakang : tidak dilakukan

Uvula : letak ditengah, gerakan simetris

Menelan : Normal

Refleks muntah : + kanan kiri

N. XI (Aksesorius) Kanan Kiri

Memalingkan Kepala : baik baik

Mengangkat Bahu : baik baik

N.XII (Hipoglosus)

Sikap lidah : normal

Atropi otot lidah : (-)

Tremor lidah : (-)

Fasikulasi lidah : (-)

Motorik

Kekuatan Otot 5 5

5 5

tonus otot : normal

5

Page 6: Lapkas epiLepsi

Atrofi : tidak ada

Sensorik Kanan Kiri

Nyeri : Ektremitas Atas : normal normal

Ekstremitas Bawah : normal normal

Raba : Ektremitas Atas : normal normal

Ekstremitas Bawah : normal normal

Suhu : tidak dilakukan

Fungsi Vegetatif

Miksi : baik

Defekasi : baik

Fungsi luhur

MMSE : tidak dilakukan

Reflek Fisiologis Refleks Patologis

Reflek bisep : ++/++ Babinski : -/-

Reflek trisep : ++/++ Chaddock : -/-

Reflek brachioradialis : ++/++ Oppenheim : -/-

Reflek patella : ++/++ Gordon : -/-

Reflek Achilles : ++/++

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah Hasil Rujukan

Hemoglobin 16,1 mg/dl 11,5-14,5 g/dL

Hematokrit 42 37-45 %

Trombosit 309.10^3/ul 150-400 103/µl

Leukosit 20,5 ↑ 5,0-11103/µl

SGPT 10,40 u/l 10.00-45.00

6

Page 7: Lapkas epiLepsi

SGOT 19,20 u/l 10.00-35.00

GDS 103 70-110 mg/%

Ureum 18 10-50 mg%

Creatinin 0,6 0,67-1,17 mg%

Pemeriksaan Darah Hasil Rujukan

Diff count

Basofil 0,2 % 0,0-1,0%

Eosinofil 0,2 % 1,0 -3,0 %

Neutrofil 82,1 % 37,0-72,0

Limfosit 9,9 % 20,0 -40,0

Monosit 7,6 % 2,0 – 8.0

Elektrolit Hasil Rujukan

Natrium 145 mmol/l 132-145

Kalium 4,27 mmol/l 3,50-5,50

Klorida 116 mmol/l 98-110

Resume :

Anak Z 12 tahun datang ke RSIJ Pondok Kopi dengan keluhan utama kejang saat

dirumah sejak 1 hari yang lalu, kejang berlangsung ± 20 menit, saat kejang dan setelah

kejang anak sadar, saat kejang seluruh tubuh kaku, kedua tangan dan kaki lurus

kedepan, badan melengkung kedepan, kedua mata melirik ke atas. Setelah kejang anak

7

Hasil EEG Fokal epileptikus di temporal kanan

Page 8: Lapkas epiLepsi

langsung muntah dan lemas, muntah 1x, muntah menyembur, pusing (+), bak dan bab

lancar.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, GCS 15, tanda vital

dalam batas normal, tanda rangsang meningen (+).

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb meningkat, leukositosis, neutrofil

meningkat, limfosit menurun, klorida meningkat.

Pada pemeriksaan EEG didapatkan fokal epileptikus di temporal kanan.

DIAGNOSIS

• DIAGNOSIS KERJA

• Diagnosa Klinis : Epilepsi

• Diagnosa Etiologi : Kejang suspek menigitis

• Diagnosa Lokalis : Fokus epileptikus di temporal kanan

Diagnosa Faktor Resiko : Epilepsi ec suspek post trauma

PENATALAKSANAAN

O2 : 3 L / menit

IVFD Asering 12 jam

Ceftriakson 2x 1gr

Fenitoin 3x 100 mg

Asam folat 2x1

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

FOLLOW UP

Tgl/jam S O A P

8

Page 9: Lapkas epiLepsi

02/10/13

Hari -1

Kejang (-)

Badan pegal-

pegal

Pusing(+) sedikit

KU: sakit sedangKesadaran: cmBerbicara: dbnMotorik : dbnTD: 100/60mmHg, HR: 80 x/menit,RR: 22 x/ menit,

S: 36,80CMotorik: tonus normal, atrofi (-)Sensorik/ Veg baikFL tidak dilakukanHb 14,6 mg/dlLeukosit 10.300/ulHT 39 %

Trombosit 258.103

Epilepsi Terapi lanjutkan

Tgl/jam S O A P

02/10/13

Hari -2

Kejang (-)

Badan pegal-

pegal

Pusing(-)

KU: sakit sedangKesadaran: cmBerbicara: dbnMotorik : dbnTD: 100/60mmHg, HR: 80 x/menit,RR: 22 x/ menit,S: 36,80CMotorik: tonus normal, atrofi (-)5,5,5,5Sensorik/ Veg baikFL tidak dilakukanHb 14,6 mg/dlLeukosit 10.300/ulHT 39 %Trombosit 258.103

Epilepsi Terapi lanjutkan

Boleh pulang

Tinjauan Pustaka

Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang muncul

disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas muatan listrik

abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksismal dengan berbagai macam

9

Page 10: Lapkas epiLepsi

etiologi.

Sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi yang dikenal dengan nama epileptic seizure

adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara paroksismal, yang disebabkan

oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang spontan dan bukan disebabkan

oleh suatu penyakit otak akut (“unprovoked”).

Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan sebagai berikut

yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan cenderung untuk berulang.

Sedangkan gejala dan tanda-tanda klinis tersebut sangat bervariasi dapat berupa gangguan

tingkat penurunan kesadaran, gangguan sensorik (subyektif), gangguan motorik atau kejang

(obyektif), gangguan otonom (vegetatif) dan perubahan tingkah laku (psikologis).

Etiologi

Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di otak. Sekitar 70%

kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi idiopatik dan

30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik, misalnya

trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik

dan metabolik. Epilepsi kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya

belum diketahui, misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome.

Bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya

epilepsi,

Sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi menjadi

20%-30%.

Beberapa jenis hormon dapat mempengaruhi serangan epilepsi seperti hormon estrogen,

hormon tiroid (hipotiroid dan hipertiroid) meningkatkan kepekaan terjadinya serangan

epilepsi, sebaliknya hormon progesteron, ACTH, kortikosteroid dan testosteron dapat

menurunkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi

.

Kita ketahui bahwa setiap wanita di dalam kehidupannya mengalami perubahan keadaan

hormon (estrogen dan progesteron), misalnya dalam masa haid, kehamilan dan menopause.

Perubahan kadar hormon ini dapat mempengaruhi frekwensi serangan epilepsi.

Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsi

idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada

anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam

klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE.

10

Page 11: Lapkas epiLepsi

Epidemiologi

Pada dasarnya setiap orang dapat mengalami epilepsi. Setiap orang memiliki otak dengan

ambang bangkitan masing-masing apakah lebih tahan atau kurang tahan terhadap

munculnya bangkitan. Selain itu penyebab epilepsi cukup beragam: cedera otak, keracunan,

stroke, infeksi, infestasi parasit, tumor otak. Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun

perempuan, umur berapa saja, dan ras apa saja. Jumlah penderita epilepsi meliputi 1-2%

dari populasi. Secara umum diperoleh gambaran bahwa insidensi epilepsi menunjukan pola

bimodal: puncak insidensi terdapat pada golongan anak dan usia lanjut.

Klasifikasi

Klasifikasi epilepsy berdasarkan ILAE 1981 adalah sebagai berikut:

A. Epilepsi Parsial

1. Epilepsi parsial sederhana (tanpa hilangnya kesadaran)

• Epilepsi dengan gejala motorik atau sensorik atau dengan panca indera (seperti halusinasi,

perasaan seperti dijalari listrik atau melihat cahaya berkedip)

• Epilepsi dengan gejala gangguan fungsi otonomik tubuh seperti wajah kemerahan, pucat,

rasa tidak enak ulu hati, berkeringat.

• Epilepsi dengan gejala psikis seperti ilusi, halusinasi, keadaan seperti bermimpi (dreamy

state)

2. Epilepsi Parsial Kompleks (dengan hilangnya kesadaran)

• Pada awalnya berupa epilepsi parsial sederhana tetapi diikuti dengan hilangnya

kesadaran.

• Sejak awal serangan epilepsi telah disertai hilangnya kesadaran.

3. Epilepsi Umum Sekunder.

• Epilepsi parsial sederhana atau kompleks yang berkembang menjadi epilepsi umum.

B. Epilepsi Umum

11

Page 12: Lapkas epiLepsi

1. Absensus (petit mal)

Jenis yang jarang, umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja.

Penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan kepala terkulai.

Kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari.

2. Epilepsi miklonik

Biasanya tjd pada pagi hari, setelah bangun tidur. Pasien mengalami sentakan yang tiba-

tiba jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pada pasien normal

3. Epiklepsi konik

4. Epilepsi tonik

5. Epilepsi atonik

6. Epilepsi tonik-klonik

C. Epilepsi yang tidak diklasifikasikan

Patogenesis

Sistem saraf merupakan communication network (jaringan komunikasi). Otak berkomunikasi

dengan organ-organ tubuh yang lain melalui sel-sel saraf (neuron). Pada kondisi normal,

impuls saraf dari otak secara elektrik akan dibawa neurotransmitter seperti GABA (gamma-

aminobutiric acid) dan glutamat melalui sel-sel saraf (neuron) ke organ-organ tubuh yang

lain. Faktor-faktor penyebab epilepsi di atas menggangu sistem ini, sehingga menyebabkan

ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf dan menimbulkan kejang yang merupakan

salah satu ciri epilepsi. Faktor mencetus epilepsi antara lain tekanan, kurang tidur, sensitif

pada cahaya yang terang (fotosensitif), dan minum minuman keras.

12

Page 13: Lapkas epiLepsi

Patofisiologi

1. Patofisiologi Epilepsi Umum 

Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara lengkap adalah

epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum, onset dimulai usia 3-8 tahun

dengan karakteristik klinik yang menggambarkan pasien “bengong” dan aktivitas normal

mendadak berhenti selama beberapa detik kemudian kembali ke normal dan tidak ingat

kejadian tersebut. Terdapat beberapa hipotesis mengenai absans yaitu antara lain absans

berasal dari thalamus, hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa

penelitian menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara

thalamus dan korteks serebri. Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras thalamo-

kortikal akibat adanya mutasi ion calsium sehingga menyebabkan aktivasi ritmik korteks saat

sadar, dimana secara normal aktivitas ritmik pada korteks terjadi pada saat tidur non-REM.

Patofisiologi epilepsi yang lain adalah disebabkan adanya mutasi genetik. Mutasi genetik

terjadi sebagian besar pada gen yang mengkode protein kanal ion (tabel 1). Contoh:

Generalized epilepsy with febrile seizure plus, benign familial neonatal convulsions.

Pada kanal ion yang normal terjadi keseimbangan antara masuknya ion Na+ (natrium

influks) dan keluarnya ion kalium (kalium efluks) sehingga terjadi aktivitas depolarisasi dan

repolarisasi yang normal pada sel neuron. Jika terjadi mutasi pada kanal Na+ seperti yang

terdapat pada generalized epilepsy with febrile seizures plus, maka terjadi natrium influks

yang berlebihan sedangkan kalium refluks tetap seperti semula sehingga terjadi depolarisasi

dan repolarisasi yang berlangsung berulang kali dan cepat atau terjadi hipereksitasi pada

neuron. Hal yang sama terjadi pada benign familial neonatal convulsion dimana terdapat

mutasi kanal kalium sehingga terjadi efluks kalium yang berlebihan dan menyebabkan

hipereksitasi (depolarisasi-repolarisasi)

2. Patofisiologi Epilepsi Parsial 

Patofisiologi epilepsi parsial yang dapat diterangkan secara jelas adalah epilepsi lobus

temporal yang disebabkan oleh sklerosis hipokampus. Pada sklerosis hippokampus terjadi

hilangnya neuron di hilus dentatus dan sel piramidal hipokampus. Pada keadaan normal

terjadi input eksitatori dari korteks entorhinal ke hippokampus di sel granula dentatus dan

input inhibitori dari interneuron di lapisan molekular dalam (inner layer molecular).

Sel granula dentatus relatif resisten terhadap aktivitas hipersinkroni, dan dapat menginhibisi

propagasi bangkitan yang berasal dari korteks entorhinal. 

13

Page 14: Lapkas epiLepsi

Pada sklerosis hippocampus terjadi sprouting akson mossy-fiber balik ke lapisan molekular

dalam (karena sel pyramidalis berkurang). Mossy fibers yang aberant ini menyebabkan

sirkuit eksitatori yang rekuren dengan cara membentuk sinaps pada dendrit sel granula

dentatus sekelilingnya. Di samping itu interneuron eksitatori yang berada di gyrus dentatus

berkurang (yang secara normal mengaktivasi interneuron inhibitori), sehingga terjadi

hipereksitabilitas.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi neurogenesis postnatal di hippocampus.

Suatu bangkitan mencetuskan peningkatan aktivitas mitosis di daerah proliferatif gyrus

dentatus sehingga terjadi diferensiasi sel granula dentatus baru dan pada akhirnya terjadi

ketidakseimbangan eksitasi dan inhibisi. Teori patofisiologi yang lain adalah terjadi

perubahan komposisi dan ekspresi reseptor GABAa. Pada keadaan normal, reseptor

GABAa terdiri dari 5 subunit yang berfungsi sebagai inhibitori dan menyebabkan

hiperpolarisasi neuron dengan cara mengalirkan ion klorida. Pada epilepsy lobus temporal,

terjadi perubahan ekspresi reseptor GABAa di sel granula dentatus berubah sehingga

menyebabkan sensitivitas terhadap ion zinc meningkat dan akhirnya menghambat

mekanisme inhibisi. Mekanisme epilepsi lain yang dapat diterangkan adalah terjadinya

epilepsi pada cedera otak. Jika terjadi suatu mekanisme cedera di otak maka akan terjadi

eksitotoksisitas glutamat dan menigkatkan aktivitas NMDA reseptor dan terjadi influx ion

calsium yang berlebihan dan berujung pada kematian sel. Pada plastisitas maka influx ion

calsium lebih sedikit dibandingkan pada sel yang mati sehingga tidak terjadi kematian sel

namun terjadi hipereksitabilitas neuron.

3. Patofisiologi Anatomi Seluler 

Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera kepala, stroke, tumor

otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan saraf yang tidak normal

(neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang mengakibatkan mutasi. Mutasi

genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada cedera maupun stroke ataupun tumor akan

mengakibatkan perubahan dalam mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang

mengarah pada gangguan pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus)

inilah yang bisa menimbulkan bangkitan listrik di otak. Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi

tanpa ditemukan kerusakan anatomi (focus) di otak. Disisi lain epilepsi juga akan bisa

mengakibatkan kelainan jaringan otak sehingga bisa menyebabkan disfungsi fisik dan

retardasi mental.

14

Page 15: Lapkas epiLepsi

Dari sudut pandang biologi molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh

ketidakseimbangan sekresi maupun fungsi neurotransmiter eksitatorik dan inhibitorik di otak.

Keadaan ini bisa disebabkan sekresi neurotransmiter dari presinaptik tidak terkontrol ke

sinaptik yang selanjutnya berperan pada reseptor NMDA atau AMPA di post-sinaptik.

Keterlibatan reseptor NMDA subtipe dari reseptor glutamat (NMDAR) disebutsebut sebagai

patologi terjadinya kejang dan epilepsi. Secara farmakologik, inhibisi terhadap NMDAR ini

merupan prinsip kerja dari obat antiepilepsi.

Beberapa penelitian neurogenetik membuktikan adanya beberapa faktor yang

bertanggungjawab atas bangkitan epilepsi antara lain kelainan pada ligand-gate (sub unit

dari reseptor nikotinik) begitu juga halnya dengan voltage-gate (kanal natrium dan kalium).

Hal ini terbukti pada epilepsi lobus frontalis yang ternyata ada hubungannya dengan

terjadinya mutasi dari resepot nikotinik subunit alfa. Berbicara mengenai kanal ion maka

peran natrium, kalium dan kalsium merupakan ion- ion yang berperan dalam sistem

komunikasi neuron lewat reseptor. Masuk dan keluarnya ion-ion ini menghasilkan bangkitan

listrik yang dibutuhkan dalam komunikasi sesame neuron. Jika terjadi kerusakan atau

kelainan pada kanal ion-ion tersebut maka bangkitan listrik akan juga terganggu

sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal ion ini berperan dalam kerja reseptor

neurotransmiter tertentu. Dalam hal epilepsi dikenal beberapa neurotransmiter seperti

gamma aminobutyric acid (GABA) yang dikenal sebagai inhibitorik, glutamat (eksitatorik),

serotonin (yang sampai sekarang masih tetap dalam penelitian kaitan dengan epilepsi,

asetilkholin yang di hipokampus dikenal sebagai yang bertanggungjawab terhadap memori

dan proses belajar.

Gejala Klinis

1. Epilepsi Umum 

a. Major

 

Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan sekunder Epilesi

grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-tonik. Manifestasi

klinik kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama, perbedaan terletak pada

ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejang-

kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu didahului aura yang memberi

manifestasi sesuai dengan letak focus epileptogen pada permukaan otak. Aura dapat

berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tak enak,

15

Page 16: Lapkas epiLepsi

mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya.

Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga aktivitas penderita

terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otot-otot berkontraksi sangat

hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Udara paru-paru

terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang dinamakan jeritan

epilepsi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang klonik yang seolah-olah

mengguncang-guncang dan membanting- banting tubuh si sakit ke tanah. Kejang

tonik-klonik berlangsung 2 – 3 menit. Selain kejang-kejang terlihat aktivitas vegetatif

seperti berkeringat, midriasis pupil, reflek cahaya negatif, mulut berbuih dan sianosis.

Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam keadaan stupor

sampai koma. Kira-kira 4 – 5 menit kemudian penderita bangun, termenung dan

kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan dapat setiap jam

sampai setahun sekali.

b. Minor 

Elipesi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang

idiopatik. Meliputi kira-kira 3 – 4% dari kasus epilepsi. Umumnya timbul pada anak

sebelum pubertas (4 – 5 tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang

berlangsung tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat

dipertahankan Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah

sadar biasanya penderita dapat melanjutkan aktivitas semula. Bangkitan dapat

berlangsung beberapa ratus kali dalam sehari. Bangkitan petit mal yang tak

ditanggulangi 50% akan menjadi grand mal. Petit mal yang tidak akan timbul lagi

pada usia dewasa dapat diramalkan berdasarkan 4 ciri, yaitu timbul pada usia 4 - 5

tahun dengan taraf kecerdasan yang normal, harus murni dan hilang kesadaran

hanya beberapa detik, mudah ditanggulangi hanya dengan satu macam obat, pola

EEG khas berupa gelombang runcing dan lambat dengan frekuensi 3 kali/detik.

Bangkitan mioklonus. Bangkitan berupa gerakan involunter misalnya anggukan

kepala, fleksi lengan yang teijadi berulang-ulang. Bangkitan terjadi demikian

cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau tidak.

Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensorik. Bangkitan akinetik.

Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena menurunnya tonus otot

dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau mencari pegangan dan

kemudian dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan

akinetik) dapat terjadi pada seorang penderita dan disebut trias Lennox-Gastaut.

16

Page 17: Lapkas epiLepsi

Spasme infantil. Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai salaamspasm atau sindroma

West. Timbul pada bayi 3 - 6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki. Penyebab

yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang

luas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan

pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas, lengan

ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau tangisan,

miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat. Bangkitan motorik. Fokus

epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan kejang pada salah satu atau

sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang kesadaran. Penderita

seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai pada ujung jari

tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh lengan. Manifestasi

klinik ini disebut Jacksonian marche.

2. Epilepsi parsial (20% dari seluruh kasus epilepsi). 

a. Bangkitan sensorik 

Bangkitan sensorik adalah bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus

epileptogen pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak

di gyrus post centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian

tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota

badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan

dapat mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang.

b.Epilepsi lobus temporalis. 

Jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang

khas sekali. Manifestasi klinik fokalitas ini sangat kompleks karena fokus

epileptogennya terletak di lobus temporalis dan bagian otak ini meliputi kawasan

pengecap, pendengar, penghidu dan kawasan asosiatif antara ketiga indra tersebut

dengan kawasan penglihatan. Manifestasi yang kompleks ini bersifat psikomotorik,

dan oleh karena itu epilepsi jenis ini dulu disebut epilepsi psikomotor. Bangkitan

psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik la-zimnya berupa automatisme.

Manifestasi klinik ialah sebagai berikut: Kesadaran hilang sejenak, dalam keadaan

hilang kesadaran ini penderita masuk ke alam pikiran antara sadar dan mimpi

(twilight state), dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi yang terdiri dari halusinasi

17

Page 18: Lapkas epiLepsi

dan automatisme yang berlangsung beberapa detik sampai beberapa jam.

Halusinasi dan automatisme yang mungkin timbul : Halusinasi dengan automatisme

pengecap, halusinasi dengan automatisme membaca, halusinasi dengan

automatisme penglihatan, pendengaran atau perasaan aneh.

Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis epilepsi didasarkan terutama pada anamnesa berikut aloanamnesa. Di

samping itu, pemeriksaan klinis umum dan pemeriksaan neurologik umum dan

khusus dapat menghasilkan data yang harus diintegrasikan dalam anamnesala-

loanamnesa supaya diagnosis yang mantap dapat tercapai.

1. Anamnesa/aloanamnesa

a. Fokalitas

Setiap aura yang dilaporkan penderita menunjuk kepada serangan epilepsi fokal.

Serangan epileptik yang mengenai daerah tubuh setempat, baik yang bersifat

motorik, sensorik, ataupun autonom harus diklasifikasikan sebagai serangan epilepsi

fokal.

b. Riwayat keluarga

Adanya anggota keluarga yang epileptik atau penyakit-penyakit yang erat

hubungannya dengan epilepsi.

c. Riwayat penyakit terdahulu

Infeksi serebral (ensefalitis, meningitis), riwayat stroke, ataupun trauma kapitis dan

kontusio serebri dapat dihubungkan dengan terjadinya fokus epileptikus.

d. Riwayat kehamilan dan kelahiran

Adanya trauma lahir atau gangguan cerebral dalam masa intrauterin, seperti infeksi

viral ataupun trauma abdominal dan keadaan-keadaan hipokalsemi yang dialami ibu

selama masa kehamilan.

18

Page 19: Lapkas epiLepsi

2. Pemeriksaan fisik dan neurologis

Memeriksa ada tidaknya kelainan pada organ-organ tubuh seperti hati dan limpa,

ada tidaknya dehidrasi dan tanda infeksi serta ada tidaknya defisit neurologis atau

kelainan neuropsikologis.

3. Pemeriksaan Elektroensefalografi

Pada epilepsi, fase tonik ditandai dengan bentuk spike yang beramplitudo tinggi dan

berfrekuensi rendah dengan aktivitas yang cepat. Pada fase klonik, spike yang

beramplitudo tinggi akan diselingi oleh wave yang lambat (sejalan dengan kontraksi

dan relaksasi otot) membentuk spike and wave pattern.

Indikasi pemeriksaan elektroensefalografi pada pasien epilepsi adalah:

- Membantu menegakkan diagnosis

- Menentukan jenis serangan dan lokasi focus

- Menentukan prognosis pada kasus-kasus tertentu

- Melacak fokus pada kasus-kasus yang klinis dicurigai epilepsy

- Menentukan fokus untuk tindakan operasi

4. Pencitraan struktural dan fungsional

Pencitraan dapat dilakukan dengan menggunakan CT-Scan atau MRI.

Indikasi pencitraan struktural dan fungsional pada pasien epilepsi adalah:

- Dilakukan pada semua kasus serangan pertama yang diduga memiliki kelainan structural

- Terdapat defisit neurologis fokal

- Serangan pertama pada usia diatas 40 tahun

- “Intractable epilepsi” untuk persiapan operasi

- Epilepsi serangan parsial

19

Page 20: Lapkas epiLepsi

Diagnosa Banding

PENYAKIT PERSAMAAN PERBEDAAN

1. Sinkope (pingsan) Tidak sadarkan diri, lemah Muka pucat, tek darah menurun, EEG

normal

2. Histeria Terdapat bangkitan, ada suara sebelum bangkitan, refleks kornea negatif Muka

tidak sianotik, gerakan tertentu, refleks kornea positif, EEG normal.

3.Cataplexy

(tonus dan kekuatan otot yang menghilang mendadak) Lemah, kejang menyerupai atonik

Dirangsang oleh emosi yang kuat, mengantuk yang lama

4. Migrain 

(tipe nyeri kepala yang sangat sakit) Paresthesia, kebutaan sementara, sakit kepala Nyeri

kepala yang sangat hebat, EEG normal, evolve in minute

5. Transient Ischemic Attack (TIA)

Episode sementara disfungsi serebral akibat gangguan aliran darah ke otak Lemah, paralisis

sebelah badan, kebutaan sementara Gangguan darah ke otak, EEG normal

6. Mioklonus Nocturnal Benigna (gerakan terkejut tiba-tiba pada permulaan tidur)

Pergerakan fleksi pada jari, persendian dan siku. Timbulnya selalu pada waktu malam, EEG

normal

7. Hypoglycemia Lemah, sinkope Biasanya pada pasien diabetes

8. Panic attack Takut, sinkope Sakit dada, palpitasi, EEG normal

9. Transient Global Amnesia 

20

Page 21: Lapkas epiLepsi

(episode anterograde amnesia) Tidak kenal keadaan sekeliling Gejala tidak berulang, tidak

bisa membuat memori baru

Tatalaksana

Setelah diagnosa ditetapkan maka tindakan terapeutik diselenggarakan. Semua

orang yang menderita epilepsi, baik yang idiopatik maupun yang non-idiopatik,

namun proses patologik yang mendasarinya tidak bersifat progresif aktif seperti

tumor serebri, harus mendapat terapi medisinal. Obat pilihan utama untuk

pemberantasan serangan epileptik jenis apapun, selain petit mal, adalah luminal

atau phenytoin. Untuk menentukan dosis luminal harus diketahui umur penderita,

jenis epilepsinya, frekuensi serangan dan bila sudah diobati dokter lain. Dosis obat

yang sedang digunakan. Untuk anak-anak dosis luminal ialah 3-5 mg/kg/BB/hari,

sedangkan orang dewasa tidak memerlukan dosis sebanyak itu. Orang dewasa

memerlukan 60 sampai 120 mg/hari. Dosis phenytoin (Dilatin, Parke Davis) untuk

anak-anak ialah 5 mg/kg/BB/hari dan untuk orang dewasa 5-15 mg/kg/BB/hari. Efek

phenytoin 5 mg/kg/BB/hari (kira-kira 300 mg sehari) baru terlihat dalam lima hari.

Maka bila efek langsung hendak dicapai dosis 15 mg/kg/BB/hari (kira-kira 800

mg/hari) harus dipergunakan.

Efek antikonvulsan dapat dinilai pada ‘follow up’. Penderita dengan frekuensi

serangan umum 3 kali seminggu jauh lebih mudah diobati dibanding dengan

penderita yang mempunyai frekuensi 3 kali setahun. Pada kunjungan ‘follow up’

dapat dilaporkan hasil yang baik, yang buruk atau yang tidak dapat dinilai baik atau

buruk oleh karena frekuensi serangan sebelum dan sewaktu menjalani terapi baru

masih kira-kira sama. Bila frekuensinya berkurang secara banding, dosis yang

sedang dipergunakan perlu dinaikan sedikit. Bila frekuensinay tetap, tetapi serangan

epileptik dinilai oleh orangtua penderita atau penderita epileptik Jackson

motorik/sensorik/’march’ sebagai ‘enteng’ atau ‘jauh lebih ringan’, maka dosis yang

digunakan dapat dilanjutkan atau ditambah sedikit. Jika hasilnya buruk, dosis harus

dinaikan atau ditambah dengan antikonvulsan lain.

Terapi pengobatan epilepsy

21

Page 22: Lapkas epiLepsi

a. Obat pertama yang paling lazim dipergunakan:

(seperti: sodium valporat, Phenobarbital dan phenytoin)

Ini adalah anjuran bagi penderita epilepsi yang baru,

b. Obat kedua yang lazim digunakan:

(seperti: lamotrigin, tiagabin, dan gabapetin)

Jika tidak terdapat perubahan kepala penderita setelah mengunakan obat pertama, obatnya

akan di tambah dengan dengan obatan kedua.

Lamotrigin telah diluluskan sebagai obat pertama di Malaysia.

Obat baru yang diperkenalkan tidak dimiliki efek samping, terutama dalam hal kecacatan

sewaktu kelahiran.

Komplikasi

Menderita epilepsi mendatangkan beberapa resiko terhadap diri anda atau orang lain yang

perlu anda antisipati, diantaranya:

- Jatuh, jika anda jatuh saat mendapat serangan epilepsi, anda mungkin akan melukai

kepala anda atau menderita patah tulang.

- Tenggelam, jika anda menderita epilepsi, resiko tenggelam meningkat 15 kali lipat

dibandingkan orang lain karena kemungkinan bangkitan epilepsi ketika berada di dalam air. 

- Kecelakaan, epilepsi dapat menyebabkan anda kehilangan kesadaran atau kontrol selama

berkendara atau mengoperasikan peralatan. Anda sebaiknya telah bebas dari epilepsi ketika

anda mulai berkendara.

- Komplikasi pada masa kehamilan, bangkitan epilepsi selama masa kehamilan dapat

membahayakan ibu dan anak. Beberapa jenis obat epilepsi juga meningkatan resiko cacat

pada janin. Jika anda menderita epilepsi dan berkeinginan untuk hamil, berdiskusilah

dengan dokter anda. Umumnya wanita dapat hamil dan melahirkan bayi yang sehat. Anda

22

Page 23: Lapkas epiLepsi

perlu berhati-hati dalam memonitor keadaan anda selama masa kehamilan dan mengatur

pengobatan anda. Perencanaan yang benar dengan dokter anda mutlak diperlukan.

Kondisi-kondisi lain yang dapat membahayakan jiwa jarang terjadi, tetapi tetap mungkin

terjadi adalah sebagai berikut:

- Status epilepticus. Kondisi ini terjadi dimana bangkitan epilepsi berlangsung lebih dari 5

menit atau beberapa bangkitan terjadi terus menerus tanpa ada masa sadar diantara

bangkitan-bangkitan itu. Status epileptikus beresiko menyebabkan kerusakan otak

permanen atau kematian..

- Sudden unexplained death in epilepsy (SUDEP). Tak diketahui penyebab jelas dari

SUDEP. Hal ini umumnya terjadi pada penderita epilepsi yang bangkitannya tidak terkontrol.

Resiko terhadap SUDEP lebih tinggi pada penderita epilepsi tonik-klonik (grand mal).

Kurang dari 1 dari 1000 penderita epilepsi meninggal karena SUDEP.

Prognosis

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa angka risiko kekambuhan berkisar antara

16-81% setelah mengalami kejang non febris tunggal. Penelitian kekambuhan serangan

lainnya yang berbasis populasi menunjukkan angka 56-81%. National General Practice

Study of Epilepsy (NGSPE) melalui studi diskriptif prospektif melaporkan bahwa risiko

terhadap kekambuhan setelah serangan mencapai 61% dalam 1 tahun dan 78% dalam 3

tahun berikutnya.

Banyak penelitian mendapatkan risiko yang lebih tinggi terhadap kekambuhan setelah

mengalami serangan dengan penyebab yang jelas. Hauser mendapatkan 37% pasien

mengalami serangan kedua setelah trauma kepala, dibandingkan 28% kasus idiopatik. Pada

penelitian selanjutnya didapatkan bahwa pasien dengan kausa tumor atau stroke mengalami

angka kekambuhan 77% setelah 55 tahun dibandingkan 45% serangan idiopatik.

Beberapa faktor prediksi tingginya angka kekambuhan setelah mengalami serangan afebril

pertama adalah:

1. Defisit neurologis sewaktu lahir

2. Usia < 16 tahun atau > 65 tahun

3. Serangan parsial

4. Latar belakang lesi structural

23

Page 24: Lapkas epiLepsi

Dari penelitian prospektif terhadap pasien stroke, didapatkan hasil bahwa lesi di kortikal dan

jenis hemoragik mempunyai hubungan positif yang kuat timbulnya serangan. Tidak satupun

dari kasus serangan yang muncul saat awal stroke berkembang menjadi serangan ulang

atau epilepsi, namun 50% serangan yang muncul setelah berselang lama dari onset stroke

berkembang menjadi epilepsi. Pada penelitian terbaru didapatkan bahwa serangan yang

muncul awal dari onset stroke cukup banyak tapi tidak berdampak pada out come serta tidak

berulang meski tidak diobati dengan anti epilepsi.

24