Lapkas Dengue Pirngadi READY

76
Laporan Kasus Dengue Haemorrhagic Fever OLEH : GUNNASHRIA RAMAKRISHNAN (110100462) PAVITRADEVI A/P N.KANNADHAS (110100444) SILVIA YANITA KARINA (110100260) TIMOTIUS KEVIN NATANAEL (110100296) MUHAMMAD IHSAN (110100033)

description

njtyjemdtudtrudruiyp9oymyunhserynndyoinuybtvt,oimnuygtfrbtunjtyjbtyfh

Transcript of Lapkas Dengue Pirngadi READY

Page 1: Lapkas Dengue Pirngadi READY

Laporan Kasus

Dengue Haemorrhagic Fever

OLEH :

GUNNASHRIA RAMAKRISHNAN (110100462)

PAVITRADEVI A/P N.KANNADHAS (110100444)

SILVIA YANITA KARINA (110100260)

TIMOTIUS KEVIN NATANAEL (110100296)

MUHAMMAD IHSAN (110100033)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUD PIRNGADI

MEDAN

2016

Page 2: Lapkas Dengue Pirngadi READY

i

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal : 06 Februari 2016

Nilai :

COW Pembimbing COW Pembimbing

(dr. Guntur Ginting) (dr. Juang)

Page 3: Lapkas Dengue Pirngadi READY

ii

Page 4: Lapkas Dengue Pirngadi READY

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

kasus ini dengan judul “Dengue Haemorrhagic Fever”.

Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen

Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen

pembimbing, yakni dr. Guntur Ginting dan dr. Juang yang telah meluangkan

waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini

sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari

kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis

mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan

laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan kasus ini bermanfaat. Akhir kata

penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 06 Februari 2016

Penulis

Page 5: Lapkas Dengue Pirngadi READY

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................iii

DAFTAR ISI......................................................................................................iv

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................1

1.1.Latar Belakang...................................................................................1

1.2.Definisi...............................................................................................2

1.3.Epidemiologi 3

1.4.Etiologi...............................................................................................11

1.5.Patogenesis 11

1.6.Manifestasi Klinis 14

1.7.Diagnosis . 18

1.8.Diagnosis Banding 21

1.9.Penatalaksanaan 21

1.10.Kriteria Merujuk 28

1.11.Pencegahan dan Edukasi 29

1.12.Komplikasi 31

1.13.Prognosis 31

BAB 2 STATUS ORANG SAKIT .....................................................................32

BAB 3 FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN ..............................................41

BAB 4 DISKUSI KASUS .................................................................................48

BAB 5 KESIMPULAN ....................................................................................52

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...53

LAMPIRAN

Page 6: Lapkas Dengue Pirngadi READY

5

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu sindrom keparahan dari demam

dengue yang ditandai dengan adanya manifestasi perdarahan. Penyakit ini disebabkan oleh

virus dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotipe:

DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti yang terinfeksi virus dengue. Demam berdarah dengue, bentuk sindrom yang

berat dari demam dengue merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di

seluruh dunia. Selama lebih dari tiga dekade, terjadi peningkatan yang drastis dari frekuensi

demam berdarah dengue. Dengue dapat ditemukan di daerah beriklim tropis maupun

subtropis di seluruh dunia, terutama di kawasan perkotaan dan pinggiran kota.1

Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat seiring dengan meluasnya

infeksi ke wilayah yang baru. Setiap tahunnya, diperkirakan sebanyak 50 juta infeksi DBD

terjadi di berbagai belahan dunia dan sebanyak 500.000 penderita DBD memerlukan

perawatan rumah sakit dengan jumlah kematian sebesar 2,5% dari jumlah tersebut. Dalam

laporannya, WHO mencatat kejadian epidemik DBD pertama kali terjadi di Filipina pada

tahun 1953-1954.2,3

Di Indonesia, penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di kota Surabaya

dan Jakarta dengan jumlah total penderita sebanyak 58 orang dan 24 orang diantaranya

meninggal dunia. Sejak saat itu, jumlah kasus DBD terus mengalami peningkatan seiring

dengan meluasnya daerah endemis DBD, dari dua provinsi dan dua kota pada tahun 1968

menjadi 32 provinsi (97%) dan 382 kabupaten/kota (77%) pada tahun 2009. Pada tahun 2014,

sampai bulan Desember tercatat penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668

orang, dan 641 diantaranya meninggal dunia.1,4

1.2 Definisi

Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu sindrom yang mengenai terutama anak-

anak di Asia Tenggara, dapat dibedakan dari demam dengue dengan manifestasi perdarahan

seperti trombositopenia dan hemokonsentrasi, serta disebabkan oleh empat jenis virus dengue

yang memiliki antigen berbeda.4

1.3 Epidemiologi

Page 7: Lapkas Dengue Pirngadi READY

6

Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat seiring dengan meluasnya

infeksi ke wilayah yang baru. Diperkirakan sebanyak 50 juta orang terinfeksi DBD setiap

tahunnya dan sebanyak 2,5 miliar orang atau sekitar 40% populasi dunia bertempat tinggal di

daerah endemik DBD. Laporan dari WHO menyebutkan DBD menjadi endemik di lebih dari

100 negara di kawasan Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik

Barat. Kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat merupakan wilayah dengan angka

insindensi infeksi DBD tertinggi.2,3

Gambar 1.1 Daerah dengan Risiko Tinggi untuk Infeksi DBD2

Gambar 1.2 Jumlah Rata-rata Kasus DBD per Tahun yang Terdata WHO Tahun 1955-20083

Page 8: Lapkas Dengue Pirngadi READY

7

Setiap 10 tahun, jumlah rata-rata kasus DBD yang dilaporkan ke WHO terus mengalami

peningkatan. Dari tahun 2000 hingga 2008, jumlah rata-rata kasus DBD yang dilaporkan

berjumlah 1.656.870 kasus, sekitar 3,5 kali lipat lebih banyak dibandingkan grafik pada tahun

1990-1999, dimana jumlah kasus DBD yang dilaporkan hanya sebesar 479.848 kasus.3

1.3.1 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue di Kawasan Asia Tenggara

Data WHO menyebutkan bahwa dari 2,5 miliar populasi penduduk di seluruh dunia yang

bertempat tinggal di daerah endemik DBD dan memiliki risiko tinggi untuk terinfeksi

dengue, sebanyak 1,3 miliar penduduk bertempat tinggal di 10 negara yang berada di dalam

kawasan Asia Tenggara. Sampai tahun 2003, hanya 8 negara di kawasan Asia Tenggara yang

melaporkan kasus DBD.3

Gambar 1.3 Jumlah Kasus DBD dan Angka Morbiditasnya di Kawasan Asia Tenggara Tahun 1985-20093

Data statistik dari WHO-SEARO di atas menunjukkan jumlah kasus DBD mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun. Walaupun demikian, tingkat morbiditas kasus DBD

mengalami penurunan sejak tahun 1985 dan hal ini disebabkan oleh peningkatan kualitas

penanganan kasus DBD di kawasan Asia Tenggara.3

Page 9: Lapkas Dengue Pirngadi READY

8

1.3.2 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue di Indonesia

Di Indonesia, DBD menjadi masalah kesehatan utama. Sejak tahun 1986 terjadi

peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kota yang menjadi daerah endemik DBD, dari

dua provinsi dan dua kota, menjadi 32 provinsi dan 382 kabupaten/kota pada tahun 2009.

Provinsi Maluku dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak pernah melaporkan kasus DBD.

Peningkatan jumlah kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk

yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan

distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya.1

Gambar 1.4 Angka Insidensi DBD per 100.000 Penduduk di Indonesia Tahun 20091

Kasus DBD berdasarkan kelompok umur dari tahun 1993-2009 mengalami pergeseran.

Dari tahun 1993 hingga tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah kelompok

umur <15 tahun, tahun 1999-2009 kelompok umur terbesar yang menderita DBD adalah

kelompok umur ≥15 tahun. Dari data statistik ini terlihat adanya perubahan pola penyakit

DBD, dimana dulu DBD cenderung menyerang anak-anak di bawah umur 15 tahun, saat ini

telah menyerang seluruh kelompok umur, bahkan sebagian besar penderita DBD lebih

banyak berada dalam kelompok usia produktif.1

Page 10: Lapkas Dengue Pirngadi READY

9

Gambar 1.5 Persentase Kasus DBD Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 1993-20091

Distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2008, persentase penderita laki-

laki dan perempuan hampir sama. Jumlah penderita berjenis kelamin laki-laki adalah 10.463

orang (53,78%) dan perempuan berjumlah 8.991 orang (46,23%). Hal ini menggambarkan

bahwa risiko menderita DBD berdasarkan jenis kelamin hampir sama.1

Gambar 1.6 Persentase Kasus DBD Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 20081

1.3.3. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue di Provinsi Aceh

Provinsi Aceh memiliki jumlah penduduk sebesar 4.726.001 jiwa, dengan jumlah

penduduk laki-laki sebesar 2.361.933 jiwa dan perempuan sebesar 2.364.068 jiwa. Jumlah

kasus DBD yang tercatat dalam laporan Depkes tahun 2012 adalah sebanyak 2.269 kasus

dengan kasus kematian sebanyak 7 kasus. Kasus DBD di Provinsi Aceh memiliki IR sebesar

48/100.000 penduduk dengan CFR sebesar 0.3%.5

Page 11: Lapkas Dengue Pirngadi READY

10

Gambar 1.7 Angka Insidensi DBD di Provinsi Aceh Tahun 20125

1.4 EtiologiPenyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus,

famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang

terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah

Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod

Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan

mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.6

1.5 PatogenesisVirus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes menyerang organ RES seperti sel

kupfer di sinusoid hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfatikus, sumsum tulang serta

paru-paru. Dalam peredaran darah virus akan difagosit oleh monosit. Setelah genom virus

masuk ke dalam sel maka dengan bantuan organel-organel sel genom virus akan memulai

membentuk komponen-komponen strukturalnya, setelah berkembang biak di dalam

sitoplasma sel maka virus akan dilepaskan dari sel. Diagnosis pasti dengan uji serologis pada

infeksi virus dengue sulit dilakukan karena semua flavivirus memiliki epitop pada selubung

protein yang menghasilkan cross reaction atau reaksi silang. Infeksi oleh satu serotipe virus

DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotipe tersebut, tetapi tidak ada cross

protective terhadap serotipe virus yang lain. Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri dari

protein C (capsid), M (membran) dan E (envelope). Virus intraseluler terdiri dari protein pre-

membran atau pre-M. Glikoprotein E merupakan epitope penting karena mampu

membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin

yang berperan dalam proses absorbsi pada permukaan sel, (reseptor binding), mempunyai

fungsi fisiologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion. Secara in vitro antibodi

Page 12: Lapkas Dengue Pirngadi READY

11

terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi fisiologis: netralisasi virus, sitolisis komplemen,

Antibodi Dependent Cell-mediated Cytotoxicity (ADCC) dan Antibodi Dependent

Enhancement. Secara in vivo antibodi terhadap virus DEN berperan dalam 2 hal yaitu:

1. Antibodi netralisasi memiliki serotype spesifik yang dapat mencegah infeksi infeksi

virus.

2. Antibodi non netralisasi memiliki peran reaksi silang dan dapat meningkatkan infeksi

yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Perubahan patofisiologis dalam DBD dan DSS dapat dijelaskan oleh 2 teori yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hipotesis Antibody

Dependent Enhancement (ADE). Teori infeksi sekunder menjelaskan bahwa apabila

seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, maka akan terdapat kekebalan

terhadap infeksi virus jenis tersebut untuk jangka waktu yang lama. Pada infeksi primer virus

dengue antibodi yang terbentuk dapat menetralisir virus yang sama. Namun jika orang

tersebut mendapat infeksi sekunder dengan jenis virus yang lain, maka virus tersebut tidak

dapat dinetralisasi dan terjadi infeksi berat. Hal ini disebabkan terbentuknya kompleks yang

infeksius antara antibodi heterolog yang telah dihasilkan dengan virus dengue yang berbeda.

Selanjutnya ikatan antara kompleks virus-antibodi (IgG) dengan reseptor gamma Fc pada sel

akan menimbulkan peningkatan infeksi virus DEN. Kompleks antibodi meliputi sel makrofag

yang beredar dan antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi dan internalisasi sehingga

makrofag akan mudah terinfeksi sehingga akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF-α dan juga

Platelet Activating Factor Selanjutnya dengan peranan TNF-α akan terjadi kebocoran

dinding pembuluh darah, merembesnya plasma ke jaringan tubuh karena endotel yang rusak,

hal ini dapat berakhir dengan syok. Proses ini juga menyertakan komplemen yang bersifat

vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma dan perdarahan yang

dapat mengakibatkan syok hipovolemik. Pada bayi dan anak-anak berusia dibawah 2 tahun

yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi virus DEN, maka dalam tubuh anak

tersebut telah terjadi Non Neutralizing Antibodies sehingga sudah terjadi proses Enhancing

yang akan memacu makrofag sehingga mengeluarkan IL-6 dan TNF-α juga PAF. Bahan-

bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel pembuluh darah dan sistem

hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan. Pada teori kedua

(ADE), terdapat 3 hal yang berkontribusi terhadap terjadinya DBD dan DSS yaitu antibodies

enhance infection, T-cells enhance infection serta limfosit T dan monosit. Teori ini

menyatakan bahwa jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi

Page 13: Lapkas Dengue Pirngadi READY

12

tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi yang terdapat dalam

tubuh tidak dapat menetralisir penyakit, maka justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.

Disamping kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain yang berusaha menjelaskan

patofisiologi DBD, diantaranya adalah teori virus yang mendasarkan pada yang ditemukan

berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya sedangkan teori antigen-antibodi

mendasarkan pada kenyataan bahwa terjadi penurunan aktifitas sistem komplemen yang

ditandai dengan penurunan C3, C4, dan C5. Teori ini juga didukung dengan adanya pengaruh

kompleks imun pada penderita DBD terhadap aktifitas komponen sistem imun. Penelitian

bahwa patogenesis DBD/DSS umumnya disebabkan oleh disregulasi respon imunologik.

Monosit/makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan mensekresi monokin yang berperan

dalam patogenesis dan gambaran klinis DBD/DSS. Penelitian in vitro oleh Ho LJ dkk 2001

menyebutkan bahwa Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi antigen

HLA B7-1, B7-2, HLA-DR, CD11b dan CD83. Sel dendritik yang terinfeksi virus dengue ini

sanggup memproduksi TNF-α dan IFN-γ namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-2. Oberholzer

dkk, 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T. Pada infeksi fase akut

terjadi penurunan populasi limfosit CD2+, CD4+, dan CD8+. Demikian pula juga didapati

penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear. Di dalam plasma pasien DBD/DSS

terjadi peningkatan konsentrasi IFN-γ, TNF-α dan IL-10 peningkatan TNF-α berhubungan

dengan manifestasi perdarahan sedangkan IL-10 berhubungan dengan penurunan trombosit

sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi penekanan jumlah dan fungsi limfosit T,

sedangkan sitokin proinflamasi TNF-α berperan penting dalam keparahan dan patogenesis

DBD/DSS dan meningkatnya IL-10 akan menurunkan fungsi limfosit T dan trombosit.

Infeksi virus dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan rasio

CD4/CD8, produksi yang berlebihan dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan

hepatosit yang akan menyebabkan terjadinya apoptosis dan disfungsi dari sel-sel tersebut.

Demikian pula sistem koagulasi dan fibrinolisis yang ikut teraktivasi. Kerusakan trombosit

akibat dari reaksi silang autoantibodi anti-trombosit, karena produksi berlebihan dari IL-6

yang berperan besar dalam terbentuknya antibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel, serta

meningkatnya level dari tPA dan defisiensi koagulasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa

kebocoran plasma pada DBD/DSS merupakan akibat dari proses kompleks yang melibatkan

aktivasi komplemen, induksi kemokin dan kematian sel apoptosis. Dugaan bahwa IL-8

berperan penting dalam kebocoran plasma dibuktikan secara invitro melalui kultur primer

monosit manusia yang diinfeksi oleh virus DEN-2, diperkirakan hal ini disebabkan aktifasi

Page 14: Lapkas Dengue Pirngadi READY

13

dari NF-kappa 8, terjadi penurunan level IL-6 dan soluble intercellular molecule-1 pada anak

dengan DSS. Ini berarti ada kehilangan protein dalam sirkulasi karena kebocoran plasma.6

Gambar 1.8 Patofisiologi DHF6

1.6 Manifestasi Klinis

Infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik dan simtomatik.7 Infeksi virus dengue

simtomatik merupakan penyakit sistemik dan dinamis, dibagi menjadi demam yang tidak

khas, demam berdarah, atau Demam Berdarah Dengue (DBD) termasuk Sindroma Syok

Dengue (SSD) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.87,8,9 Manifestasi klinis bergantung

pada strain virus dan faktor host seperti usia, status kekebalan dan lain-lain.7

Page 15: Lapkas Dengue Pirngadi READY

14

Gambar 1.9 Manifestasi Infeksi Virus Dengue7

a) Demam yang tidak khas

Bayi, anak-anak dan orang dewasa yang telah terinfeksi virus dengue, terutama untuk

pertama kalinya (infeksi dengue primer), dapat menimbulkan demam yang tidak dapat

dibedakan dari infeksi virus lainnya. Ruam makulopapular dapat muncul saat demam

atau mungkin muncul pada saat penurunan suhu badan sampai normal. Gejala

pernapasan dan saluran pencernaan bagian atas umum dijumpai.7

b) Demam berdarah

Demam berdarah paling umum dijumpai pada anak-anak yang lebih tua, remaja dan

orang dewasa. Demam akut dan demam kadang-kadang bifasik yang disertai dengan

sakit kepala, mialgia, artralgia, ruam, leukopenia dan trombositopenia juga dapat

diamati. Kadang-kadang perdarahan yang tidak biasa seperti perdarahan

gastrointestinal, hipermenorea dan epistaksis dapat terjadi.7

c) Demam Berdarah Dengue (DBD)

DBD lebih sering terjadi pada anak-anak kurang dari 15 tahun di daerah

hiperendemis, hal ini berkaitan dengan infeksi dengue berulang. Namun, kejadian

DBD pada orang dewasa juga meningkat. DBD ditandai dengan onset akut dari

demam yang tinggi dan berhubungan dengan tanda-tanda dan gejala yang mirip

dengan demam dengue pada fase demam awal. Adanya diatesis hemoragik umum

seperti tes torniket positif, petekie, mudah memar dan / atau perdarahan saluran cerna

Page 16: Lapkas Dengue Pirngadi READY

15

pada kasus yang berat. Pada akhir fase demam, ada kecenderungan untuk terjadinya

syok hipovolemik (sindroma syok dengue) akibat kebocoran plasma.7

d) Sindroma Syok Dengue (SSD)

Merupakan manifestasi yang jarang dijumpai, dikarenakan adanya keterlibatan organ

yang parah seperti hati, ginjal, otak atau jantung. Manifestasi yang jarang ini mungkin

berhubungan dengan koinfeksi, komorbiditas atau komplikasi syok berkepanjangan.

Kebanyakan pasien DBD yang memiliki manifestasi ini adalah hasil dari syok

berkepanjangan dengan kegagalan organ atau pasien dengan komorbiditas atau

koinfeksi.7

Infeksi virus dengue simtomatik memiliki manifestasi klinis yang luas. Setelah masa

inkubasi, gejala akan muncul secara tiba-tiba yang diikuti oleh tiga fase yaitu fase demam,

fase kritis dan fase pemulihan, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.9. Tingkat keparahan

penyakit ini biasanya akan lebih jelas saat penurunan suhu badan mencapai normal yaitu

transisi dari fase demam ke awal fase kritis.2,8

Gambar 1.10 Perjalanan Penyakit Demam Berdarah8

Page 17: Lapkas Dengue Pirngadi READY

16

a) Fase demam

Pasien biasanya mengalami demam yang tinggi secara tiba-tiba. Fase demam akut ini

biasanya berlangsung 2-7 hari dan sering disertai dengan kemerahan pada wajah,

eritema kulit, sakit badan, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital, fotofobia, rubeliform

eksantema dan sakit kepala. Beberapa pasien mungkin menunjukkan gejala nyeri

tenggorokan dan injeksi konjungtiva. Anoreksia, mual dan muntah sulit untuk

membedakan DBD dari penyakit demam non-dengue pada awal fase demam. Tes

torniket positif dalam fase ini meningkatkan probabilitas infeksi dengue. Manifestasi

perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa (misalnya dari

hidung dan gusi) dapat dijumpai. Mudah memar, perdarahan vagina (pada wanita usia

subur) dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama fase ini meskipun jarang

dijumpai. Pembesaran hati dapat dijumpai setelah beberapa hari demam. Kelainan

pada pemeriksaan laboratorium awal adalah penurunan progresif dari jumlah sel darah

putih, hal ini meningkatkan kemungkinan infeksi dengue.8

b) Fase kritis

Selama transisi dari fase demam ke fase tanpa demam, pasien dengan peningkatan

permeabilitas kapiler dapat menimbulkan manifestasi dengan tanda-tanda

peringatan/warning sign, sebagai akibat dari kebocoran plasma. Tanda-tanda

peringatan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.10, menandai awal dari fase

kritis dimana keadaan pasien menjadi lebih buruk saat penurunan suhu badan

mencapai normal dan biasanya berlangsung pada hari ke 3-8. Leukopenia yang

progresif diikuti dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat mengawali

terjadinya kebocoran plasma. Hematokrit yang meningkat juga merupakan tanda

lainnya. Kebocoran plasma yang signifikan secara klinis biasanya berlangsung 24-48

jam. Tingkat kebocoran plasma bervariasi. Selain kebocoran plasma, manifestasi

perdarahan seperti mudah memar dan perdarahan sering terjadi.8

Page 18: Lapkas Dengue Pirngadi READY

17

Gambar 1.11 Warning Sign8

c) Fase pemulihan

Setelah fase kritis 24-48 jam, reabsorpsi bertahap cairan kompartemen ekstravaskuler

berlangsung di 48-72 jam berikutnya. Keadaan umum membaik, nafsu makan

kembali, gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil, dan diuresis

terjadi kemudian. Beberapa pasien memiliki eritematosa konfluen atau ruam petekie

dengan daerah kecil kulit normal, digambarkan sebagai isles of white in the sea of red.

Beberapa mungkin mengalami keluhan gatal. Bradikardia dan perubahan

elektrokardiografi sering dijumpai selama tahap ini. Hematokrit stabil atau mungkin

lebih rendah karena efek dilusi cairan. Jumlah sel darah putih biasanya mulai naik,

setelah penurunan suhu badan mencapai normal tetapi pemulihan jumlah trombosit

biasanya setelah kenaikan dari jumlah sel darah putih.8

Page 19: Lapkas Dengue Pirngadi READY

18

1.7 Diagnosis

a) Klasifikasi

Tabel 1.1 Klasifikasi Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue menurut WHO 20117

DD/DBD Derajat Tanda dan gejala Laboratorium

DD Demam disertai minimum 2 gejala

dibawah ini :

Nyeri kepala

Nyeri retro-orbital

Nyeri otot

Nyeri sendi/tulang

Ruam kulit makulopapular

Manifestasi perdarahan

Tidak ada tanda perembesan

plasma

Leukopenia (jumlah sel

darah putih ≤5000

sel/mm3 )

Trombositopenia

(jumlah trombosit

<150.000 sel/mm3 )

Peningkatan hematokrit

(5%-10%)

Tidak ada bukti

perembesan plasma

DBD I Demam dan manifestasi perdarahan

(uji bendung positif) dan adanya

tanda perembesan plasma

Trombositopenia

<100.000 sel/mm3

Peningkatan hematokrit

≥20%

DBD II Seperti derajat I ditambah dengan

perdarahan spontan

Trombositopenia

<100.000 sel/mm3

Peningkatan hematokrit

≥20%

DBD* III Seperti derajat I atau II ditambah

kegagalan sirkulasi (nadi lemah,

tekanan nadi ≤ 20 mmHg,

hipotensi, gelisah)

Trombositopenia

<100.000 sel/mm3

Peningkatan hematokrit

≥20%

DBD* IV Seperti derajat III ditambah

dengan syok hebat dengan tekanan

darah dan nadi yang tidak terdeteksi

Trombositopenia

<100.000 sel/mm3

Peningkatan hematokrit

≥20%

Keterangan *: DBD derajat III dan IV merupakan Sindroma Syok Dengue

b) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam

dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit

Page 20: Lapkas Dengue Pirngadi READY

19

dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran

limfosit plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell

culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR, namun

karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi

spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG lebih banyak.9

Parameter Laboratorium yang dapat diperiksa antara lain3 :

1. Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis

relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB)

>15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.

2. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari 3-8.

3. Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukan peningkatan

hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

4. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-dimer, atau FDP

pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

5. Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinuria akibat kebocoran plasma.

6. SGOT/SGPT dapat meningkat.

7. Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

8. Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

9. Golongan darah atau cross match: bila akan diberikan transfusi darah atau

komponen darah.

10. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

- IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang

setelah 60-90 hari.

- IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

11. Uji HI: dilakukan pengumpulan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari

perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.

12. NS 1: Antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari

ke-8. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93% dengan spesifisitas 100% sama

tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur virus. Hasil negatif NS1 tidak

menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.

Page 21: Lapkas Dengue Pirngadi READY

20

Gambar 1.12 Marker virologi dan serologi infeksi dengue berdasarkan waktu penyakit8

c) Pemeriksaan radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila

terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.

Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites

dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.9

1.8 Diagnosis Banding7,8

1. Arbovirus: virus Chikungunya

2. Penyakit virus lain: Campak, rubella, Epstein-Barr Virus (EBV), Enterovirus,

influenza, hepatitis A, Hantavirus.

3. Infeksi Bakteri: meningokoksemia, leptospirosis, tipus, melioidosis, penyakit riketsia,

demam skarlatina

4. Infeksi Parasit: Malaria.

1.9 Penatalaksanaan

Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam berdarah dengue, prinsip utama adalah

terapi suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling

penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama

cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan

sumplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara

Page 22: Lapkas Dengue Pirngadi READY

21

bermakna. Terdapat lima protokol berdasarkan PAPDI (Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit

Dalam Indonesia) bersama divisi Tropik dan Infeksi, dan Divisi Hematologi dan Onkologi

Medik FK UI sebagai berikut9:

Protokol 1. Penanganan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa syok.9

Digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita

DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan

indikasi rawat.

Seseorang yang tersangka DBD di Unit Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan

hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila :

1. Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000 sel/mm3, pasien

dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam

waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, Leukosit dan trombosit tiap

24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Unit Gawat

Darurat.

2. Hb, Ht normal tetapi trombosit <100.000 sel/mm3 dianjurkan untuk dirawat.

3. Hb,Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.

Gambar 1.13 Observasi dan Pemberian Cairan Suspek DBD Dewasa tanpa Syok di IGD9

Page 23: Lapkas Dengue Pirngadi READY

22

Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat.9

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka di

ruang rawat diberikancairan infus kristaloid sesuai dengan rumus : 1500 + {20 x (BB dalam

kg-20)}. Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg : 1500 +{20 x (55-20)}= 2200 ml. Setelah

pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :

1. Bila Hb, Ht meningkat 10-20 % dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap

seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht dan trombosit dilakukan tiap 12 jam.

2. Bila Hb, Ht meningkat > 20 % dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan sesuai

dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht

Gambar 1.14 Pemberian Cairan pada Suspek DBD Dewasa di Ruang Rawat9

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%.9

Meningkatnya Ht > 20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak

5 %. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan

kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian

cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit menurun,

frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus

dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan

bila keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3

ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantaun keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat

dihentikan 24-48 jam kemudian.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tapi keadaan tetap tidak

membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun < 20

Page 24: Lapkas Dengue Pirngadi READY

23

mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10

ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan

menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi

bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15

ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan

tanda-tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok

dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti

terapi pemberian cairan awal ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok

dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti

terapi pemberian cairan awal.

Gambar 1.15 Penatalaksaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit > 20%9

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa.9

Page 25: Lapkas Dengue Pirngadi READY

24

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah perdarahan

hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan

saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematokezia), perdarahan saluran kencing

(hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan

sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan

tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan

dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht dan trombosis serta

hemostasis harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb,Ht dan trombosit sebaiknya diulang

setiap 4-6 jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda

koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai

indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan APTT

yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit

hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah

trombosit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

Gambar 1.16 Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa9

Protokol 5. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa.9

Page 26: Lapkas Dengue Pirngadi READY

25

Apabila berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang harus

diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan

intravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue

sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan dan renjatan dapat

terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapat pertolongan/pengobatan,

penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda tanda

renjatan dini dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.

Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi

cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan – pemeriksaan yang

harus dilakukan adalah pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas

darah, kadar natrium, kalium dan klorida serta ureum dan kreatinin.

Pada fase awal, cairan elektrolit diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah

15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100 mmHg

dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan

volume yang cukup, akral teraba hangat dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1

ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120

menit keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-

120 menit kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-

48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis

cukup maka pemberian cairan infus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan plasma

yang mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus

terus diberikan akan terjadi keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat

terjadi).

Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan terutama

dalam waktu 48 jam pertama setelah terjadi renjatan (karena selain proses patogenesis

penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20 % saja yang menetap

dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah

renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran,

tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan nafas, pembesaran hati, nyeri tekan

daerah hipokondrium kanan dan epigastrik serta jumlah diuresis. Diuresis diusahakan 2

ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah trombosit dapat

dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit. Bila setelah fase awal pemberian cairan

ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi

20-30 ml/kgBB dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum

Page 27: Lapkas Dengue Pirngadi READY

26

teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti

perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan,

tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahn (internal bleeding) maka pada

penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.

Sebelum cairan kristaloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat

cairan tesebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20

ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk

memantau kecukupan caian dilakukan pemasangan kateter vena sentral dan pembeian koloid

dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB dengan sasaran tekanan vena sentral

15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi

terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID dan infeksi sekunder.

Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum

teratasi maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor.

Page 28: Lapkas Dengue Pirngadi READY

27

Gambar 1.17 Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa1

1.10 Kriteria Merujuk

Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), Dengue Hemmorhagic

Fever masuk dalam area kompetensi 4A, dimana lulusan dokter mampu membuat diagnosis

klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas, yaitu

kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter, sedangkan Dengue Shock Syndrome masuk

dalam area kompetensi 3B yaitu lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan

memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa

atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien, lulusan dokter mampu

Page 29: Lapkas Dengue Pirngadi READY

28

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter

juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.10

Indikasi rawat inap

Penderita infeksi Dengue yang harus dirawat inap adalah seperti berikut3:

1. Bila ditemukan tanda bahaya, keluhan dan tanda hipotensi, perdarahan, gangguan organ

(ginjal, hepar, jantung dan nerologik), kenaikan hematokrit pada pemeriksaan ulang,

efusi pleura dan asites.

2. Komorbiditas (kehamilan, diabetes mellitus, hipertensi, tukak peptik, dll).

3. Kondisi sosial tertentu (tinggal sendiri, jauh dari fasilitas kesehatan dan transportasi

sulit).

1.11 Pencegahan dan Edukasi

Tidak ada vaksin untuk melindungi dari dengue. Vaksin untuk pencegahan terhadap

infeksi virus dan obat untuk penyakit DB/DBD belum ada dan masih dalam proses penelitian.

Namun, terjadi kemajuan besar dalam pengembangan vaksin dengue/ dengue berat. Tiga

tetravalen vaksin hidup yang telah dilemahkan berada di tahap pengembangan, yaitu pada uji

klinis tahap II dan tahap III dan 3 kandidat vaksin lainnya (berdasarkan subunit, DNA dan

platform virus yang tidak aktif yang dimurnikan) berada pada tahap awal pengembangan

klinis, sehingga pengendaliannya terutama ditujukan untuk memutus rantai penularan, yaitu

dengan pengendalian vektornya.12,13

Beberapa metode pengendalian vektor telah banyak diketahui dan digunakan oleh

program pengendalian DBD di tingkat pusat dan di daerah yaitu12:

1. Manajemen lingkungan

Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan untuk mengurangi bahkan

menghilangkan habitat perkembangbiakan nyamuk vektor sehingga akan mengurangi

kepadatan populasi. Manajemen lingkungan hanya akan berhasil dengan baik kalau

dilakukan oleh masyarakat, lintas sektor, para pemegang kebijakan dan lembaga swadaya

masyarakat melalui program kemitraan.12

2. Pengendalian Biologis.

Pengendalian secara biologis merupakan upaya pemanfaatan agen biologi untuk

pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis yang sudah digunakan dan terbukti

mampu mengendalikan populasi larva vektor DB/DBD adalah dari kelompok bakteri,

predator seperti ikan pemakan jentik dan cyclop (Copepoda).12

Page 30: Lapkas Dengue Pirngadi READY

29

3. Pengendalian Kimiawi

Pengendalian secara kimiawi masih paling populer baik bagi program pengendalian

DBD dan masyarakat. Insektisida kalau digunakan secara tepat sasaran, tepat dosis, tepat

waktu dan cakupan akan mampu mengendalikan vektor dan mengurangi dampak negatif

terhadap lingkungan dan organisme yang bukan sasaran. Namun penggunaan insektisida

dalam jangka tertentu secara akan menimbulkan resistensi vektor.12

4. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat merupakan proses panjang dan memerlukan ketekunan, kesabaran

dan upaya dalam memberikan pemahaman dan motivasi kepada individu, kelompok,

masyarakat, bahkan pejabat secara berkesinambungan. Program yang melibatkan

masyarakat adalah mengajak masyarakat mau dan mampu melakukan 3M plus atau

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dilingkungan mereka yang berfungsi untuk

mengurangi nyamuk adalah menghilangkan tempat nyamuk bertelur.12

PSN adalah kegiatan memberantas jentik di tempat pengembangbiakan nyamuk dengan

cara 3M Plus12,14:

a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air seminggu sekali, seperti bak

mandi/wc, drum, dll

b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan dan lain-

lain.

c. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air

hujan.

d. Plus adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk dengan

cara7 :

i. Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah (Abatisasi). Abate 1% ditaburkan ke

dalam penampungan air dengan takaran 1 gram untuk 10 liter air.

ii. Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk

iii. Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk

iv. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok

v. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi

vi. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar

Page 31: Lapkas Dengue Pirngadi READY

30

1.12 Komplikasi

Komplikasi DBD dapat terjadi akibat syok yang tidak teratasi yang menimbulkan

asidosis metabolik dan perdarahan yang parah yang dapat menimbulkan DIC (Disseminated

Intravascular Coagulation) dan kegagalan organ.3

Pemberian cairan yang berlebihan dapat menyebabkan efusi masif, kongesti paru akut

dan atau kerusakan organ hati. Selain itu, syok yang terlalu lama dan pemberian cairan yang

tidak tepat dapat menyebabkan gangguan metabolik ataupun elektrolit. Gangguan metabolik

yang sering ditemukan antara lain, hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia, dan kadang-

kadang hiperglikemi juga dapat ditemukan. Beberapa gangguan tersebut dapat

mengakibatkan kondisi yang lebih buruk, seperti ensefalopati.3

1.13 Prognosis

Demam berdarah biasanya merupakan penyakit self-limiting dengan angka kematian

kurang dari 1%. Dengan penatalaksanaan yang tepat, Demam Berdarah Dengue memiliki

angka kematian 2-5%. Ketika tidak diobati, Demam Berdarah Dengue memiliki tingkat

kematian setinggi 50%. Pasien yang hidup biasanya sembuh tanpa gejala sisa dan membuat

kekebalan terhadap serotipe dengue yang menginfeksi. Tingkat kematian sindrom syok

dengue bervariasi menurut negara, sekitar 12% sampai 44%.15

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keparahan penyakit antara lain sebagai

berikut15:

1. Umur pasien

2. Kehamilan

3. Status gizi

4. Etnis

5. Urutan infeksi dengan serotipe dengue yang berbeda

6. Genotipe virus

7. Kualitas dan tingkat perawatan medis yang tersedia

Page 32: Lapkas Dengue Pirngadi READY

31

BAB 2

STATUS ORANG SAKIT

Nomor RM : 00.98.59.57

Tanggal Masuk: 31 Januari 2015 Dokter Ruangan:dr. Herwindo

Jam: Dokter Chief of Ward:dr. Guntur Ginting

Ruang: Asoka 2 Ruang XIV bed 15 Dokter Penanggung Jawab Pasiendr. Haryani A, Sp.PD

ANAMNESIS PRIBADI

NAMA : Rohani SitumeangUmur : 21 tahunJenis Kelamin : PerempuanStatus Perkawinan : Belum menikah Pekerjaan : MahasiswiSuku : BatakAgama : KristenAlamat : Jl. Taduan no. 137 Lumban Holb

ANAMNESIS PENYAKIT

Keluhan utama : Bintik merah

Telaah : Hal ini dialami os sejak 1 hari yang lalu pada kedua tangan dan kedua

kaki. Gatal tidak dijumpai, rasa panas tidak dijumpai, bengkak tidak dijumpai. Riwayat

demam dijumpai 3 hari yang lalu selama 4 hari. Demam dialami tiba-tiba dengan suhu yang

tinggi, yang dialami sepanjang hari. Mengigil tidak dijumpai. Demam turun dengan obat

penurun panas namun tidak mencapai suhu normal. Nyeri kepala dijumpai. Nyeri sendi tidak

dijumpai, nyeri otot tidak dijumpai, nyeri di sekitar mata tidak dijumpai. Mual dijumpai,

muntah tidak dijumpai. Riwayat mimisan dan gusi berdarah tidak dijumpai. Riwayat muntah

hitam ataupun BAB hitam tidak dijumpai. Batuk tidak dijumpai. BAB dijumpai biasa, BAK

dijumpai biasa. Haid dijumpai biasa.

RPT : Tidak jelas

RPO : Tidak jelas

ANAMNESIS ORGAN

Jantung Sesak Napas: - Edema: -

Page 33: Lapkas Dengue Pirngadi READY

32

Angina Pektoris: - Palpitasi: -Lain-lain: -

Saluran Pernafasan Batuk-batuk: - Asma, bronkitis: -Dahak : - Lain-lain: -

Saluran Pencernaan Nafsu Makan: biasa Penurunan BB: -Keluhan Menelan: - Keluhan Defekasi: -

Keluhan Perut: - Lain-lain: -Saluran Urogenital Sakit BAK: - BAK tersendat: -

Mengandung batu: - Keadaan urin: dbnHaid: dbn Lain-lain:-

Sendi dan Tulang Sakit Pinggang: - Keterbatasan Gerak: -Keluhan Persendian: - Lain-lain: -

Endokrin Haus/Polidipsi: - Gugup: -Poliuri: - Perubahan suara: -Polifagi: - Lain-lain: -

Saraf Pusat Sakit Kepala: + Hoyong: -Lain-lain: -

Darah dan Pembuluh Darah

Pucat: - Perdarahan: -Petechiae: - Purpura: -

Lain-lain: purpura lokalisata di ekstremitas sup dan inf, sinistra & dextra

Sirkulasi Perifer Claudicatio Intermitten: - Lain-lain: -

ANAMNESIS FAMILI : Tidak ada riwayat keluarga yang memiliki keluhan yang sama

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK

STATUS PRESENS:

Keadaan Umum Keadaan Penyakit

Sensorium : Compos Mentis Pancaran Wajah: biasaTekanan darah : 100/60 mmHg Sikap Paksa : -Nadi : 76 x/i, reg/irreg, t/v: cukup Refleks Fisiologis : +Pernafasan : 22 x/i Refleks Patologis : -Temperatur : 36.3°C

Anemia (-/-), Ikterus (-/-), Dispnu (-)Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-)

Keadaan Gizi: Underweight Turgor Kulit: Baik/ Sedang / Jelek

TB = 162 cm

BB = 52 kg

Page 34: Lapkas Dengue Pirngadi READY

33

BW = BB x 100 % = 39 %

TB-100 58

BW = 67,2 % IMT : 19,8 kg/m2 Kesan: Normoweight

KEPALA: bulat medial

Mata :konjungtiva palpebra pucat (-/-), ikterus (-/-), pupil: isokor/unisokor,ukuran: 3 mm, refleks cahaya direk (+/+) / indirek (+/+) kesan dalam batas normalLain-lain: -

Telinga: dalam batas normalHidung: dalam batas normalMulut : lidah : dalam batas normal, atrofi papil (-)

gigi geligi : dalam batas normaltonsil/faring : dalam batas normal

LEHER:

Struma membesar/ tidak membesar, tingkat: (-) , nodular / multi nodular / diffusePembesaran kelenjar limfa (-), lokasi: (-) , jumlah (-), konsistensi (-), mobilitas:(-), nyeri tekan (-)Posisi trakea: medial, TVJ: R-2 cm H2OKaku kuduk (-), lain-lain: (-)

THORAX DEPAN

InspeksiBentuk : Simetris fusiformisPergerakan : Tidak ada ketinggalan bernapas

PalpasiNyeri tekan : Tidak adaFremitus suara : Stem Fremitus kanan = kiriIktus : teraba ICS V 1 cm medial LMCS

PerkusiParu : Sonor

Batas Paru-Hati R/A : R: ICS V LMCD / A: ICS VI LMCDPeranjakan : ± 1 cm

JantungBatas atas jantung : ICS II LMCSBatas kiri jantung : ICS V 1 cm medial LMCSBatas kanan jantung : ICS V LPSD

AuskultasiParu

Suara pernafasan : VesikulerSuara tambahan : Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)

Jantung

Page 35: Lapkas Dengue Pirngadi READY

34

M1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 > A1, desah sistolis (-), tingkat (-)Desah diastolis (-), lain-lain: (-)HR: 76 x/menit reg/ireg intensitas: cukup

THORAX BELAKANG

Inspeksi : Simetris fusiformis, tidak ada ketinggalan bernapasPalpasi : Stem Fremitus kanan = kiriPerkusi : SonorAuskultasi :

Suara pernafasan : Vesikuler melemah s/d menghilang pada lap. paru kanan tengah sampai bawah

Suara tambahan : Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)

ABDOMEN

InspeksiBentuk : SimetrisGerakan Lambung/Usus : Tidak terlihat Vena Kolateral : Tidak dijumpaiCaput Medusae : Tidak dijumpai

PalpasiDinding Abdomen : soepel, H/L/R:ttb

HATIPembesaran : Tidak ada pembesaranPermukaan : Tidak terabaPinggir : Tidak terabaNyeri tekan : Tidak dijumpai

LIMFAPembesaran : (-), Schuffner: (-), Haecket: (-)

GINJALBallotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain : (-)

UTERUS/OVARIUM : Tidak dilakukan pemeriksaan

TUMOR : Tidak dijumpai

PerkusiPekak Hati : +Pekak Beralih : -

AuskultasiPeristaltik usus : NormoperistaltikLain-lain : -

PinggangNyeri Ketuk (-), Kiri / Kanan

Page 36: Lapkas Dengue Pirngadi READY

35

INGUINAL : pembesaran KGB (-)

GENITALIA LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaanSpincter ani : Tidak dilakukan pemeriksaanAmpula : Tidak dilakukan pemeriksaanMukosa : Tidak dilakukan pemeriksaanSarung tangan : Feses / Lendir / Darah

ANGGOTA GERAK ATAS

Deformitassendi : -Lokasi : -Jari Tabuh : -Tremor Ujung Jari : -Telapak tangan sembab : -Sianosis : -Eritema palmaris : -Lain-lain : Purpura lokalisata di kedua

ekstremitas superior

ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan

Edema : - -Arteri Femoralis : + +Arteri Tibialis Posterior : + +Arteri DorsalisPedis : + +Refleks KPR : + +Refleks APR : + +Refleks Fisiologis : + +Refleks Patologis : - -Lain-lain : Purpura

lokalisata di ekstremitas inferior

Page 37: Lapkas Dengue Pirngadi READY

36

Pemeriksaan Laboratorium Rutin

Darah Kemih TinjaHb : 12.80 g/dLEritrosit : 4.52 x106/mm3

Leukosit: 3.11x103/mm3

Trombosit: 54 x103/mm3

Ht: 38.4%Hitung Jenis : Eosinofil : 1 % Basofil : 0.3 % Neutrofil : 32.2 % Limfosit : 54.30 % Monosit : 12.2 %

Kesan: Leukopenia, trombositopenia

Warna : KuningProtein : -Reduksi : -Bilirubin : -Urobilinogen : +

SedimenEritrosit : -Leukosit :-Epitel : -Silinder : -

Warna: coklatKonsistensi: lunakEritrosit: Leukosit: Amoeba/Kista: -

Telur CacingAscaris: -Ankylostoma: -T. Trichiura: -Kremi: -

RESUME

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Purpura lokalisata

Telaah : Hal ini sudah dialami o.s sejak 1 hari ini di

kedua ekstremitas superior dan kedua ekstremitas

inferior. Febris dialami o.s 3 hari yang lalu selama 4

hari, dialami secara tiba-tiba dan langsung tinggi.

Febris turun dengan obat penurun panas namun tidak

mencapai suhu normal.

STATUS PRESENS

Keadaan Umum : Sedang

Keadaan Penyakit : Sedang

Keadaan Gizi Normal

PEMERIKSAAN FISIK

Status PresensSensorium : Compos MentisTD : 100/60 mmHgHR : 76 x/menitRR : 22 x/menitTemp : 36.3 0C

Kepala dalam batas normalThorax

Page 38: Lapkas Dengue Pirngadi READY

37

dalam batas normalAbdomen dalam batas normalEkstremitas CRT < 2 detik Purpura lokalisata di ekstremitas superior dan inferior

LABORATORIUM

RUTIN

Kesan: Leukopenia, trombositopenia

Urine Kesan : normal Tinja : Warna: coklatKonsistensi: lunakKesan : normal

DIAGNOSIS BANDING

1. DHF 2. Cikungunya3. Malaria4. Demam Tifoid

DIAGNOSIS

SEMENTARA

Dengue Hemorrhagic Fever

PENATALAKSANAAN

Aktivitas : Tirah baring

Diet : Diet M II

Tindakan suportif : IVFD RL 500 cc habis dalam 20

menit (cek TD,HR,RR ulang), dilanjutkan dengan

IVFD RL 30gtt/i (makro)

Medikamentosa:

Ranitidine tab 2x150 mg Paracetamol 3x500mg (k/p)R/ Balance Cairan Pantau vital sign dan tanda-tanda renjatan

Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjutan

1. Darah rutin

2. Urinalisa, Feses rutin

3. Elektrolit, AGDA

4. RFT, LFT

5. IgM dan IgG anti dengue

Page 39: Lapkas Dengue Pirngadi READY

38

6. Tubex, Tes Widal

7. Foto thorax dan EKG

8. SDT tipis dan tebal

Page 40: Lapkas Dengue Pirngadi READY

39

BAB 3

FOLLOW UP

TGL S O A PTerapi Diagnostik

31/1/ 2016

Demam (-), ptechie (+), gusi berdarah (-), epistaksis (-), mual (+), muntah (+)

Sens : CM, TD:100/60 mmHg, HR : 76x/i, RR:22 x/i, Temp : 36,3CKepala: Mata: anemis (-/-)THM: dalam batas normalLeher: dalam batas normalThorax:SP : vesikulerST:-Abdomen:Inspeksi: simetrisPalpasi: soepel, nyeri epigastrium(+)Perkusi: timpaniAuskultasi: normoperistaltikEkstremitas: edema(-/-)Atas : ptechie (+/+)Bawah : ptechie (+/+)

DHF - Tirah baring - Diet M II- IVFD RL cor 2 Fls selanjutnya 30 gtt/i

makro- IVFD Fimahes 1 Fls/hari 20 gtt/i makro - Ranitidin 2x150mg tab

- Darah rutin/12jam

- Bleeding time

1/2/ 2016 Demam (-), ptechie (+), gusi berdarah (-), epistaksis (-), mual (-), muntah (-)

Sens : CM, TD:100/70 mmHg, HR : 71x/i, RR:22 x/i, Temp : 36,9CKepala: Mata: anemis (-/-)THM: dalam batas normalLeher: dalam batas normal

DHF dd Demam Tifoid

- Tirah baring - Diet M II- IVFD RL 30 gtt/i makro- IVFD Fimahes 1 Fls/hari 20 gtt/i makro - Ranitidin 2x150mg tab

- Darah rutin/12jam

- Bleeding time- IgG, IgM anti

dengue- Tes tubex- Elektrolit

Page 41: Lapkas Dengue Pirngadi READY

40

Thorax:SP : vesikulerST:-Abdomen:Inspeksi: simetrisPalpasi: soepel, nyeri epigastrium(-)Perkusi: timpaniAuskultasi: normoperistaltikEkstremitas: edema(-/-)Atas : ptechie (+/+)Bawah : ptechie (+/+)

- HST

2/2/ 2016 Demam (-), ptechie (+), gusi berdarah (-), epistaksis (-), mual (-), muntah (-)

Sens : CM, TD:110/70 mmHg, HR : 76x/i, RR:22 x/i, Temp : 36,9CKepala: Mata: anemis (-/-)THM: dalam batas normalLeher: dalam batas normalThorax:SP : vesikulerST:-Abdomen:Inspeksi: simetrisPalpasi: soepel, nyeri epigastrium(-)Perkusi: timpaniAuskultasi: normoperistaltikEkstremitas: edema(-/-)

DHF dd Demam Tifoid

- Tirah baring - Diet M II- IVFD RL 30 gtt/i makro- IVFD Fimahes 1 Fls/hari 20 gtt/i makro - Ranitidin 2x150mg tab

Hasil lab : Hb : 12 mg/dL Ht : 35,9 % Plt : 97.000 APTT : 31.1 IgG dan IgM

anti dengue (-)

Page 42: Lapkas Dengue Pirngadi READY

41

Atas : ptechie (+/+)Bawah : ptechie (+/+)

Page 43: Lapkas Dengue Pirngadi READY

42

TANGGAL JENIS PEMERIKSAAN

SATUAN HASIL RUJUKAN

30Desember 2015

HEMATOLOGIDarah Lengkap (CBC):Hemoglobin (HGB)Eritrosit (RBC)Leukosit (WBC)Hematokrit Trombosit (PLT)MCVMCHMCHCRDWHitung Jenis:

Neutrofil Limfosit Monosit Eosinofil Basofil Neutrofil absolut Limfosit absolut Monosit absolut Eosinofil absolut Basofil absolut

g/dL108/mm3

103/mm3

%103/mm3

fLpgg%%

%%%%%

103/µL103/µL103/µL103/µL103/µL

12.905.353.3737.70970.5024.1034.2014.10

20.2057.309.807.405.300

0,681.930.330.250.18

13.2-17.34.20-4.874.5-11.043-49150-45085-9528-3233-3511.6-14.8

37-8020-402-81-60-1

2.7-6.51.5-3.70.2-0.40-0.100-0.1

MORFOLOGI- Eritrosit : hipokrom mikrositer- Leukosit : bentuk normal- Trombosit : sulit dinilai

Kesan : leukopeni + trombositopenia

Page 44: Lapkas Dengue Pirngadi READY

43

TANGGAL JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN30 Desember 2015

FAAL HEMOSTATISPT

P/KINRAPTT

P/KWaktuTrombin

P/Kfibrinogen D-Dimer

KIMIA KLINIKHATI

AlbuminMET.KH

KGDsGINJAL

Ureum Kreatinin

ELEKTROLIT Natrium Kalium Klorida

IMUNOSEROLOGI

VIRUS Anti DHF IgM Anti DHF IgG

THORAKS DEWASA PA KESIMPULAN RADIOLOGIS

EFUSI PLEURA KANAN

URINALISIS Warna Protein Reduksi Bilirubin Urobilinogen

Sedimen Eritrosit LeukositSilinder Epitel

detik

detik

detikmg/dlng/ml

g/dL

mg/dL

mg/dLmg/dL

mEq/LmEq/LmEq/L

LpbLpbLpbLpb

24.2/13.701.75

42.2/34.5

20.7/17.5163.01000

2.8

85.00

2.100.58

1343.5107

-+

Kuning----

0-11-2-

10-12

< 500

3.5 – 5.0

< 200

< 500.50 – 0.90

135 – 1553.6 – 5.596 – 106

Page 45: Lapkas Dengue Pirngadi READY

44

TINJA Warna Konsistensi Leukosit Amoeba/kista

Telur cacing Ascaris Ankylostoma T.trichura kremi

Coklat---

----

Page 46: Lapkas Dengue Pirngadi READY

TANGGAL JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN31Desember 2015

HEMATOLOGIDarah Lengkap (CBC):Hemoglobin (HGB)Eritrosit (RBC)Leukosit (WBC)Hematokrit Trombosit (PLT)MCVMCHMCHCRDWHitung Jenis:

Neutrofil Limfosit Monosit Eosinofil Basofil Neutrofil absolut Limfosit absolut Monosit absolut Eosinofil absolut Basofil absolut

g/dL108/mm3

103/mm3

%103/mm3

fLpgg%%

%%%%%

103/µL103/µL103/µL103/µL103/µL

11.504.703.2933.3030070.9024.5034.5014.30

34.7041.3013.409.401.200

1.141.360.440.310.04

13.2-17.34.20-4.874.5-11.043-49150-45085-9528-3233-3511.6-14.8

37-8020-402-81-60-1

2.7-6.51.5-3.70.2-0.40-0.100-0.1

45

Page 47: Lapkas Dengue Pirngadi READY

BAB 4

DISKUSI

Teori Kasus

Epidemiologi

- Dari data statistik Depkes RI tahun

2009 terlihat adanya perubahan pola

penyakit DBD, dimana dulu DBD

cenderung menyerang anak-anak di

bawah umur 15 tahun, saat ini telah

menyerang seluruh kelompok umur,

bahkan sebagian besar penderita DBD

lebih banyak berada dalam kelompok

usia produktif

- Jumlah kasus DBD di Provinsi

Sumatera Utara sebanyak 35.76%

menurut angka Insidensi DBD per

100.000 Penduduk di Indonesia Tahun

2009.

Pasien merupakan seorang perempuan

berusia 22 tahun. Pasien bertempat

tinggal di Jl. Taduan no. 137 Lumban

Holb.Daerah tempat tinggal pasien

termasuk ke dalam wilayah Provinsi

Sumatera Utara.

Manifestasi Klinis

Infeksi virus dengue simtomatik

memiliki manifestasi klinis yang luas.

Setelah masa inkubasi, gejala akan

muncul secara tiba-tiba yang diikuti oleh

tiga fase yaitu :

1. Fase demam (Hari ke 1-3)

Pasien biasanya mengalami 1. Pada kasus, os mengeluhkan demam

yang tinggi secara tiba-tiba dan

46

Page 48: Lapkas Dengue Pirngadi READY

demam yang tinggi secara tiba-

tiba. Fase demam akut ini

biasanya berlangsung 2-7 hari

dan sering disertai dengan

kemerahan pada wajah, eritema

kulit, sakit badan, mialgia,

artralgia, nyeri retro-orbital,

fotofobia, rubeliform eksantema

dan sakit kepala.

2. Fase kritis (Hari ke 4-6)

Selama transisi dari fase demam

ke fase tanpa demam, pasien

dengan peningkatan

permeabilitas kapiler dapat

menimbulkan manifestasi

dengan tanda-tanda

peringatan/warning sign, sebagai

akibat dari kebocoran plasma.

Kebocoran plasma yang

signifikan secara klinis biasanya

berlangsung 24-48 jam. Tingkat

kebocoran plasma bervariasi.

Selain kebocoran plasma,

manifestasi perdarahan seperti

mudah memar dan perdarahan

sering terjadi.

3. Fase pemulihan (Hari ke 7-8)

Setelah fase kritis 24-48 jam,

reabsorpsi bertahap cairan

semakin memberat hingga 3 hari

setelahnya. Demam disertai dengan

sefalgia. Hal ini merupakan fase

demam yang dialami oleh os.

2. Pada hari ke 4 demam mulai turun.

Tanda-tanda pendarahan dijumpai

pada hari ke-5 berupa purpura di kedua

ekstremitas sinistra dan dextra. Hal ini

merupakan fase kritis yang dialami

oleh os.

3. Pada hari ke 7 keadaan os mulai

membaik yang ditandai dengan nafsu

makan mulai membaik.Pada pasien

juga dijumpai purpura di ekstremitas

sinistra dan dekstra semakin

membaik.Hal ini merupakan fase

47

Page 49: Lapkas Dengue Pirngadi READY

kompartemen ekstravaskuler

berlangsung di 48-72 jam

berikutnya. Keadaan umum

membaik, nafsu makan kembali,

gejala gastrointestinal mereda,

status hemodinamik stabil, dan

diuresis terjadi kemudian.

Beberapa pasien memiliki

eritematosa konfluen atau ruam

petekie dengan daerah kecil kulit

normal, digambarkan sebagai

isles of white in the sea of red.

Beberapa mungkin mengalami

keluhan gatal.

pemulihan pada os.

Diagnosis

1. Klasifikasi WHO 2011

2. Pemeriksaan Laboratorium

- Leukosit: dapat normal atau

menurun.

- Trombosit: umumnya terdapat

trombositopenia pada hari 3-

8.

- Peningkatan hematokrit >

20% dari hematokrit awal,

umumnya dimulai pada hari

ke-3 demam.

- Hemostasis: pemeriksaan PT,

APTT, Fibrinogen, D-dimer,

atau FDP

1. Berdasarkan klasifikasi WHO tahun

2011, pasien tergolongkan dalam

Dengue Haemorrhagic Fever Grade II.

Hal ini dikarenakan saat os datang ke

RSUD Pirngadi dijumpai adanya

demam tinggi secara tiba- tiba dan

bintik perdarahan dikulit berupa

purpura. serta djumpai adanya

kegagalan sirkulasi yang masih

terkompensasi berupa TD 100/80

mmHg.

2. Dari hasil pemeriksaan laboratorium

dijumpai leukopenia : 3700/mm3,

trombositopenia : 97000/mm3, Hb :

48

Page 50: Lapkas Dengue Pirngadi READY

- Protein/albumin

- SGOT/SGPT

- AST/ALT

- Ureum, kreatinin

- Elektrolit

- Imunoserologi : IgM dan IgG

terhadap dengue.

- Antigen NS 1 .

4.26/106/uL dan Ht 35.90%. IgM anti-

dengue : (-), IgG anti-dengue : (-).

Penatalaksanaan

Tidak ada terapi yang spesifik untuk

demam berdarah dengue, prinsip utama

adalah terapi suportif. Pemeliharaan

volume cairan sirkulasi merupakan

tindakan yang paling penting dalam

penanganan kasus DBD. Asupan cairan

pasien harus tetap dijaga, terutama

cairan oral. Jika asupan cairan oral

pasien tidak mampu dipertahankan,

maka dibutuhkan sumplemen cairan

melalui intravena untuk mencegah

dehidrasi dan hemokonsentrasi secara

bermakna.

Pasien datang dengan tanda-tanda syok

sehingga diberikan:

- IVFD RL 10cc/kgbb, habis dalam 20

menit cek ulang TD apabila

tidak respon dilanjutkan

pemberian IVFD RL 20cc/kgbb

habis dalam 20 menit.

- Berikan cairan koloid (HES)

10CC/kgbb tetes cepat habis dalam

2-4jam (400cc).

- TD stabil Pemberian HES

diturunkan menjadi 7cc/kgbb

(280cc) dalam 4 jam TD stabil

- HES turun ke 5cc kgbb (200cc) dlm

4 jam

- TD stabil 3cc kgbb (120cc) dalam

4 jam

- TD stabil 1cc/kgbb (40cc/jam)

selama 8 jam 320cc dalam 8 jam

- Saat kondisi pasien tetap stabil

Cairan koloid diganti menjadi cairan

49

Page 51: Lapkas Dengue Pirngadi READY

kristaloid 1cc/kgbb/jam + pemberian

ranitidine 2 x 150mg tab

Prognosis

Demam berdarah biasanya merupakan

penyakit self-limiting dengan angka

kematian kurang dari 1%. Pasien yang

hidup biasanya sembuh tanpa gejala sisa

dan membuat kekebalan terhadap

serotipe dengue yang menginfeksi.

Tingkat kematian sindrom syok dengue

bervariasi menurut negara, sekitar 12%

sampai 44%.

Pasien datang dengan kondisi klinis

yang mengarah pada kegagalan

sirkulasi (tekanan darah lemah) dan

dengan penatalaksanaan yang adekuat,

tampak perbaikan secara klinis

maupun laboratorium sehinggan pasien

dinyatakan sembuh dan diizinkan

untuk pulang.

50

Page 52: Lapkas Dengue Pirngadi READY

BAB 5

KESIMPULAN

Pasien bernama Rohani Situmeang, usia 22 tahun menderita Dengue

Haemorrhagic Fever Grade II.

Pasien ini diberikan:

Tirah baring

Diet M II

IVFD RL 30gtt/i makro

Ranitidine 2 x 150 mg tab

Paracetamol 3x500mg (k/p)

51

Page 53: Lapkas Dengue Pirngadi READY

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI. Topik

utama: demam berdarah dengue. Buletin Jendela Epidemiologi Vol. 2.

2010: 1.

2. World Health Organization. Dengue : Guidelines For Diagnosis,

Treatment, Prevention and Control. New Edition 2009. Geneva: WHO

Library Cataloguing Data; 2009.

3. WHO-SEARO (Regional Office for South-East Asia). Comprehensive

guidelines for prevention and control of dengue and dengue hemorrhagic

fever. 2011: 1.

4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Modul pengendalian

demam berdarah dengue; BAB I: kurikulum pelatihan manajemen

pengendalian DBD. 2011: 1.

5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Provinsi

Aceh Tahun 2012. 2013: 20.

6. Kurane, Dengue Hemorrhagic Fever with Spesial Emphasis on

Immunopathogenesis. Comparative Immunology, Microbiology &

Infectious Disease. 2007; Vol 30:329-40.

7. World Health Organization. Comprehensive Guidelines for Prevention and

Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Revised and

expanded edition. Geneva: WHO Library Cataloguing Data; 2011.

8. World Health Organization. Handbook for Clinical Management of

Dengue. Geneva: WHO Library Cataloguing Data; 2012.

9. Suhendro, Nainggolan L, Chen K dan Pohan HT. Demam Berdarah

Dengue. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M dan

Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6. Jilid II. Jakarta:

Interna Publishing; 2014. hlm. 539-48.

52

Page 54: Lapkas Dengue Pirngadi READY

10. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.

Jakarta Pusat : Konsil Kedokteran Indonesia, 2012. ISBN 979-15546-41

11. Sudjana, Primal. Diagnosis Dini Penderita Demam Berdarah Dengu

Dewasa. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Jendela

Epidemiologi. 2010;(2). 21-24.

12. Sunowati, Supratman. Masalah Vektor Demam Berdarah Dengu (DBD)

dan Pengendaliannya di Indonesia. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi. 2010;(2). 26-30

13. World Health Organization. Fact Sheet: Dengue and Severe Dengue. 2015.

Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/

[Diakses pada 31 Desember 2015].

14. Nimmannitya, S., 2011. Dengue & Dengue Hemorhagic Fever. In: Cook,

G.C., Zumila, A.I., ed., 2011. Manson’s Tropical Disease, 23nd ed. USA:

Elsevier.

15. Shepherd, Moore Suzanne. Dengue. Medscape. Availale from:

http://emedicine.medscape.com/article/215840-overview#a6 [Diakses

pada 02 Januari 2015].

53