Lapkas Cole
-
Upload
fathin-rahmani-salman -
Category
Documents
-
view
16 -
download
0
description
Transcript of Lapkas Cole
BAB I
IDENTITAS
Nama : Ny. I
Usia : 58 Tahun
Status : Menikah
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Ciloto Cipanas
Tanggal Masuk : 16 Juli 2015
AUTOANAMNESIS
Keluhan Utama :
Nyeri perut bagian kanan atas.
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas dan daerah epigastrium
sejak 2 bulan yang lalu , nyeri menjalar ke punggung , os. merasa kuning sejak 2 minggu yang
lalu.os. tidak BAB sejak 7 hari SMRS. BAK lancar berwarna kuning.pasien juga mengeluh
Mual (+) dan muntah (+). Nafsu makan menurun. Demam (-)
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengaku sebelumnya tidak pernah merasakan
seperti ini.
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Dikeluarga tidak ada yang sakit seperti ini
- Pada keluarga pasien tidak ada yang mempunyai riwayat DM (-) dan hipertensi (-)
Riwayat Pengobatan :
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan maag dari dokter
Riwayat Psikososial :
Pasien mengakui sering mengkonsumsi makanan berlemak Pasien dulu seorang perokok
3-4 batang/hari kopi 2 gelas/hari
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital
T : 140/110 mmHg
N : 68 x/ menit
RR : 20 x/ menit
S : 36,5° C
Status Generalisata
Kepala : Normocephal, rambut warna hitam, rontok (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (+/+)
Hidung : Tidak tampak adanya deformitas, tidak tampak adanya secret,
tidak tampak adanya perdaharan/epistaksis.
Telinga : normotia , sekret (-), darah (-)
Leher : pembesaran KGB (-) , Pembesaran thyroid (-)
Thorax :
Paru-paru
Inspeksi : normochest, pergerakan dada simetris, tidak ada luka bekas operasi
Palpasi : nyeri tekan (-), vokal fremitus sama simetris dekstra sinistra.
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : vesikular (+/+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni reguler
Abdomen
Inspeksi : distensi abdomen (-), luka bekas operasi (-)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan hipokondrium dextra (+),
nyeri tekan hipokondrium sinistra (-) hepatomegali (-), spleenomegali (-).
Perkusi : timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Rectal Toucher : Sfingter ani: kontraksi adekuat, Ampulla recti : Mukosa licin,
massa (-), Prostat: konsistensi kenyal, pool atas teraba, sulcus mediana teraba, massa
(-), Sarung tangan: darah (-), feses (-)
Ekstremitas atas : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Ekstremitas bawah : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 13,8 12-16 g/µL
Hematokrit 39,0 37-47 %
Eritrosit 4,41 4.2-5.4 10 /µL
Leukosit 8.9 4.8-10.8 10 /µL
Trombosit 382 150-450 10 /µL
MCV 88,5 80-94 /L
MCH 31.3 27-31 Pg
MCHC 35.4 33-37 %
RDW-SD 44,5 37-54 fL
PDW 15,6 9-14 fL
MPV 7,9 8-12 fL
Differential
LYM % 17.6 26-36 %
MXD % 4.2 0-11 %
NEU % 75.8 40-70 %
Absolut
LYM # 1.57 1,00-1,43 10 /µL
MXD # 4.2 0-1,2 10 /µL
NEU # 6.78 6.78 10 /µL
KIMIA KLINIK
Glukosa Rapid
Sewaktu
203 <180 Mg%
Fungsi hati
AST(SGOT) 151 15-37 U/L
ALT(SGPT) 236 12-78 U/L
Fungsi ginjal
Ureum 8.5 10-50 Mg%
Kreatinin 0.8 0-1,0 Mg%
Elektrolit
Natrium (Na) 134.6 135-148 mEq/L
Kalium (K) 3,82 3,50-5,30 mEq/L
Calcium ion 0,63 1,15-1,29 Mmol/L
Kimia klinik
Bilirubin total 7.67 0.2-1.1 Mg%
Direk/indirek
bilirubin
Bilirubin direk 6.02 0-0.3 Mg%
Bilirubin indirek 1.65 Mg %
Pemeriksaan USG
kesan:
- Biliariektasis double duct sig (+) ec sugestif massa caput pancreas
- Tidak tampak pembesaran KGB paraaorta
- Tidak tampak metastasis intrahepatal
Resume
Ny. I 58 tahun datang ke RS dengan nyeri perut kanan atas sejak 2 minggu yang
lalu.. Awalnya pasien merasa nyeri perut tidak jelas letaknya, kemudian nyeri dirasakan
pada bagian kanan atas dan epigastrium kemudian menjalar ke bagian punggung. tidak
BAB sejak 7 hari , BAK lancar berwarna kuning.mual (+) muntah (+). Nafsu makan
menurun Demam (-)
Pemeriksaan Fisik
TD : 140/100 mmHg
Nadi : 68x/menit
Napas : 20x/menit
Suhu : 36,5o C
Status Lokalis
Abdomen
Inspeksi : distensi abdomen (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan hipokondrium dextra (+), nyeri
tekan hipokondrium sinistra (-) hepatomegali (-), spleenomegali (-).
Pemeriksaan USG Abdomen
kesan:
- Biliariektasis double duct sig (+) ec sugestif massa caput pancreas
- Tidak tampak pembesaran KGB paraaorta
- Tidak tampak metastasis intrahepatal
Differential diagnosis :
Obstruksi jaundice e.c cholelitiasis susp. Mirizzi syndrom Obstruksi jaundice e.c choledocolitiasis Pankreatitis Sirosis hepatis Hepatitis
Rencana tatalaksana
1. Medikamentosa :
- Ranitidine
- Ondansetron
- Ketorolac
- Cefotaxime
2. Operatif :
Laparoscopic Cholesytectomy + by pass
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Obstruksi Jaundice
Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik menyebabkan terjadinya
kolestasis yang disebut sebagai ikterus obstruktif saluran empedu, sebelum sumbatan melebar.
Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat dan ini merupakan tanda adanya kolestasis.
Infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian pembentukan abses menyertai demam dan
septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit ikterus obstruktif. (5)
Anatomi dan Histologis
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat
dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Kandung empedu terletak tepat
dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu terdiri atas fundus, korpus, infundibulum, dan
kolum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana
fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung tulang rawan costa IX
kanan. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati dan ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian
disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum inter lobaris. Saluran ini
kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya
membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai duodenum terdapat
cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
empedu sebelum disalurkan ke duodenum.
Histologi
Saluran empedu dilapisi epitel toraks dengan bentuk seperti kriptus, yang didalamnya
terdapat sel mukus yang berselang-seling. Sel oto polos yang jarang akan ditemukan di dalam
dinding fibrosa duktus utama. Dinding vesika biliaris memiliki empat lapisan. Daerah fundus,
korpus dan infundibulum ditutupi oleh peritoneum viseralis. Perimuskularis dibawahnya
merupakan jaringan lapisan ikat dengan penonjolan yang bervariasi dan kaya pembuluh darah
dan pembuluh limfe. Tunika muskularis mengandung serabut otot longitudinalis. Tunika mukosa
dilapisi epitel toraks tinggi, yang bila terjadi peradangan, bisa berinvaginasi secara dalam untuk
membentuk sinus Rokitansky-Aschoff. Sel yang mensekresi mukus hanya menonjol pada daerah
kollum.
Vaskularisasi
Suplai arteri ke batang saluran empedu ekstrahepatik proksimal muncul dari cabang kecil
yang berasal dari arteri hepatika lobaris, dan vaskularisasi duktus koledokus distal oleh cabang
dari arteri gastroduodenalis dan arteri pankreatikoduodenalis superior. Arteri sistika yang ke
vesika biliaris biasanya berasal dari arteri hepatika dekstra yang terletak posterior lateral
terhadap duktus heaptikus komunis. Selama kolesistektomi, arteri sistika ditemukan pada basis
duktus sistikus dalam segitiga Calot, tiga sisiya dibatasi oleh duktus hepatikus komunis, duktus
sistikus, dan hati. Drainase vena ke batang saluran empedu ekstrahepatik dan vesika biliaris
langsung ke vena porta.
Sistem Limfatik
Drainase pembuluh limfe batang hepatobiliaris bersifat sentrifugal. Pembuluh dari
parenkim hati dan batang saluran empedu intrahepatik berkonvergensi pada porta hepatis dan
berjalan sepanjang duktus hepatikus komunis di dalam ligamentum hepatoduodenale untuk
memasuki sisterna khili dan kemudian duktus torasikus. Limfe vesika biliaris berdrainsase
sepanjang duktus sistikus ke dalam jalinan ini. Pada kolesistisis, kelenjar limfe yang membesar
khas bisa ditemukan pada kollum vesika biliaris (nodus limfatikus duktus sistikus) maupun pada
sambungan duktus sistikus dengan koledokus serta sepanjang bagian supraduodenal distal dari
duktus koledokus.
Persyarafan Sistem Saluran Empedu
Persyarafan otonom batang saluran empedu terdiri dari serabut saraf simpatis (nervus
vagus) dan simpatis (torasika) yang mengikuti jalannya suplai vaskular. Persyarafan vagus
muncul dari vagus anterior serta penting dalam mempertahankan tonus dan kontraktilitas vesika
biliaris. Serabut simpatis aferen memperantarai nyeri kolik biliaris. Sebagian produksi empedu
dipengaruhi oleh kendali otonom.
Gambar 1 anatomi system hepatobilier
Fisiologis
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 600-1200
ml/hari.Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Diluar waktu makan,
empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di akan mengalami
pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu
dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap,
yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volume nya 80-90%. Empedu
dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.
Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak
menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian
masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot
polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga
memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam – garam empedu
dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu
pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi dari kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua
hal berikut ini yaitu :
a. Hormonal :Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang
paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
Neurogen :Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan
lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung
empedu. (3)
Empedu
Empedu secara primer terdiri dari air, lemak organic dan elektrolit yang secara normal
disekresi oleh hepatosit. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar
(90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam
empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan
produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali
produksi normal kalau diperlukan.
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
- Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam
empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang
lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pancreas serta asam
empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui
membran mukosa intestinal.
- Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang
penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan
kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.
Metabolisme bilirubin
Karena eritrosit yang sudah tidak berguna lagi di degradasi di dalam sistem
retikuloendotelial, maka hemoglobin dilepaskan dan diubah menjadi biliverdin. Pigmen ini
direduksi menjadi bilirubin yang tak larut air yang tak terkonjugasi (bilirubin indirect yang
diukur dengan reaksi van den bergh), diangkut ke dalam darah dan terikat pada albumin,
diekstraksi oleh hepatosit. Di dalam sitoplasma, bilirubin diangkut oleh protein Y dan Z ke
retikulum endoplasma. Dengan adanya glukoronil transferase, bilirubin dikonjugasikan dengan
asam glukoronat dan dalam jumla lebih sedikit dengan sulfat, untuk membentuk bilirubin
glukoronida dan bilirubin sulfat. Bilirubin terkonjugasi yang larut dalam air ini (bilirubin direct)
kemudian disekresi ke dalam kanalikuli biliaris melalui mekanisme transpor aktif yang sama
dengan yang dimiliki oleh garam organik lain, tetapi berbeda dari sekresi garam empedu. Beban
bilirubin harian bagi sekresi sekitar 30 mg. Di dalam usus, bakteri usus mengubah bilirubin ke
kelas senyawa yang dikenal sebagai urobilinogen. Urobilinogen ini terutama diekskresikan di
dalam feses, tetapi sebagian di reabsorpsi dan di ekstraksi oleh hepatosit untuk memasuki
sirkulasi enterohepatik atau diekskresikan di dalam urin.
Gambar 2
Patofisiologis
Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan
dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan
metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan produk
metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon. (4)
Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen
empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan
cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi
pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat
menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D,
K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan,
seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. (4)
Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin
terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam empedu
berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid
menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati
dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak
terpengaruh. (4)
Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi mitokondria
dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu hidrofobik
mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah fungsi sel
penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi
asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal
bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.
Etiologi
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya
adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing askaris
sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput
pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum
hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran
empedu. (5)Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista
koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter papila
vater. (5)Ringkasnya etiologi disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma, karsinoma
ampulla, karsinoma pankreas, striktur bilier.
Manifestasi Klinis
Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice obstruktif.
Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga
kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang menjalar ke
punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan karsinoma pankreas. Jaundice
yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi mungkin disebabkan
karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga
diduga sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier).
Cholelithiasis
Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu di dalam kandung
empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Istilah
kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung
empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu
yang terbentuk di dalam kandung empedu.
.
Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak terjadi pada orang dewasa dan
usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di negara
lain di Asia Tenggara dan sejak tahun 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis
dengan ultrasonografi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40
tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut,
diet tinggi lemak dan genetik.
Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan
atas 3 (tiga) golongan.
1. Batu kolesterol. Berbentuk oval, multifokal ataumulberry dan mengandung lebih dari
70% kolesterol
2.Batu kalsium bilirubin (pigmen coklat). Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah
dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
3.Batu pigmen hitam. Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti
bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi
Patogenesis
Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang terbesar yang
terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995
sebagai berikut :
1.Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa sebagai :
Batu Kolesterol Murni
BatuKombinasi
Batu Campuran (Mixed Stone)
2.Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar kolesterolnya paling
banyak 25 %. Bisa berupa sebagai :
Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen kalsium
Batu pigmen murni
3.Batu empedu lain yang jarang
Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi :
Batu Kolesterol
Batu Campuran (Mixed Stone)
Batu Pigmen.
Batu Kolesterol
Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase :
a. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut
dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah
larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh
kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam
empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi
dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini
kolesterol akan mengendap.
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :
Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh lebih
banyak.
Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi supersaturasi.
Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)
Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi.
Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum
terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik).
Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar
chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol
dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB
pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.
b.Fase Pembentukan inti batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa
berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti
batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang mengendap karena perubahan
rasio dengan asam empedu.
c.Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa
berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup
kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke
dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi
akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.
Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total
parental nutrisi yang lama, setelah operasi
Batu bilirubin/Batu pigmen
Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok :
a. Batu calcium bilirubinat (batu infeksi)
b. Batu pigmen murni (batu non infeksi)
Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase :
a. Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang
berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sickle cell. Pada keadaan infeksi saturasi
bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut.
Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia coli.
Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja
glukuronidase.
b.Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh bakteri,
bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen
dengan inti telur atau bagian badan dari cacing Ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari
Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.
Patofisiologi
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu diklasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90% batu
empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50%kolesterol) atau batu campuran
(batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen,
yang mana mengandung <20 kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu
antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak
sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu. Pada keadaan normal,asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu
dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated)
oleh substansi berpengaruh (kolesterol,kalsium,bilirubin), akan berkristalisasi dan
membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk terjebak dalam
kandung empedu, kemudian terbentuk Kristal bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan
membentuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliari stasis, dan kandungan empedu
merupakan predisposisi pembentukan batu empedu.
Manifestasi Klinis
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi dan
menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi
dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.
Terdapat nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang
timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang menjalar sampai di daerah subkapula
disertai nausea, vomitus, dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba
pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus
dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0mg/dl). Apabila kadar
bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik.
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini
berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah
kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan
inflamasi akut.
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 – 60
menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke
abdomen kanan, ke pundak,punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina
pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum
pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.
Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini
timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut.
Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan sering mengalami
serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis
kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo
kolitiasis,panleneatitis dan kolongitis.
Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus
(koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran empedu
(koledokolitiasis primer).
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan
gejala atau menyebabkan obstruksi temporer diampula vateri sehingga timbul pankreatitis
akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan
akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar.
Diagnosis
Anamnesis
Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah asimptomatis. Keluhan yang
mungkin timbul adalah dyspepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak. Pada yang simptomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin
berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian.Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-
tiba.
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai
mual dan muntah. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada
waktu menarik nafas dalam.
Pemeriksaan Fisik
Batu kandung empedu
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak
anatomis kandung empedu.Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari
tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.
Batu saluran empedu
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati
dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala
ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus
klinis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Kadar
bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar
fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang
setiap setiap kali terjadi serangan akut.
Pemeriksaan radiologis
Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang
mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada
peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,kandung empedu kadang
terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara
dalam usus besar, di fleksura hepatica.
Ultrasonografi
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra
hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis
atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus
koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus.
Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relative murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan
ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun
serum diatas 2mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut
kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian
fungsi kandung empedu.
Faktor Risiko
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin
banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya
kolelitiasis, antara lain :
1.Jenis Kelamin.
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria.
Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas
pengosongan kandung empedu.
2.Usia.
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
orang dengan usia yang lebih muda.
3.Berat badan (BMI).
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi
kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung
empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/
pengosongan kandung empedu.
4.Makanan.
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5.Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih
besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
6.Aktifitas fisik.
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini
mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
7.Penyakit usus halus.
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes,
anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
8.Nutrisi intravena jangka lama.
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk
berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko
untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis antara lain kolesistitis akut,
kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu
empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut
akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.
a. Kolesistitis Akut
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu disertai
keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. (Lesmana, 2009). Hampir semua
kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang terjebak dalam
kantong Hartmann. Komplikasi ini terdapat pada lima persen penderita kolesistitis.
Kolesistitis akut tanpa batu empedu disebut kolesistitis akalkulosa, dapat ditemukan pasca
bedah.
Pada kolesistitis akut, faktor trauma mukosa kandung empedu oleh batu dapat
menyebabkan pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin di dalam empedu menjadi
lisolesitin, yaitu senyawa toksik yang memperberat proses peradangan. Pada awal
penyakit, peran bakteria agaknya kecil saja meskipun kemudian dapat terjadi supurasi
(nanah/pernanahan). Komplikasi kolesistitis akut adalah empiema, gangrene, dan
perforasi.
Perjalanan kolesistitis akut bergantung pada apakah obstruksi dapat hilang sendiri
atau tidak, derajat infeksi sekunder, usia penderita, dan penyakit lain yang memperberat
keadaan, seperti diabetes mellitus.
Perubahan patologik di dalam kandung empedu mengikuti pola yang khas. Proses
awal berupa udem subserosa, lalu perdarahan mukosa dan bercak-bercak nekrosis dan
akhirnya fibrosis. Gangren dan perforasi dapat terjadi pada hari ketiga setelah serangan
penyakit, tetapi kebanyakan pada minggu kedua. Pada penderita yang mengalami resolusi
spontan, tanda radang akut baru menghilang setelah empat minggu, tetapi sampai
berbulan-bulan kemudian sisa peradangan dan nanah masih tetap ada. Hampir 90%
kandung empedu yang diangkat dengan kolesistektomi menunjukan jaringan parut lama,
yang berarti pada masa lalu pernah menderita kolesistitis, tetapi umumnya penderita
menyangkal tidak pernah merasa ada keluhan. (Sjamsuhidajat, 2011).
b. Kolesistitis Kronik
Kolesistitis kronik adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu,
yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat. Kolesistitis
kronik merupakan kelainan kandung empedu yang paling umum ditemukan. Penyebabnya
hampir selalu batu empedu. Penentu penting untuk membuat diagnosa adalah kolik bilier,
dispepsia, dan ditemukannya batu empedu pada pemeriksaan ultrasonografi atau
kolesistografi oral. Keluhan dispepsia dicetuskan oleh makanan “berat” seperti gorengan,
yang mengandung banyak lemak, tetapi dapat juga timbul setelah makan bermacam jenis
kol. Kolik bilier yang khas dapat juga dicetuskan oleh makanan berlemak dan khas kolik
bilier dirasakan di perut kanan atas. (Sjamsuhidajat, 2011).
c. Kolangitis Akut
Kolangitis akut adalah infeksi bakterial yang akut dari saluran empedu yang
tersumbat baik secara parsial atau total; sumbatan dapat disebabkan oleh penyebab dari
dalam lumen saluran empedu misalnya batu koledokus, askaris yang memasuki duktus
koledokus atau dari luar lumen misalnya karsinoma caput pankreas yang menekan duktus
koledokus, atau dari dinding saluran empedu misalnya kolangio-karsinoma atau striktur
saluran empedu.
Kolangitis akut dapat terjadi pada pasien dengan batu saluran empedu karena
adanya obstruksi dan invasi bakteri empedu. Gambaran klinis kolangitis akut yang klasik
adalah trias charcot yang meliputi nyeri abdomen kuadran kanan atas, ikterus dan demam
yang didapatkan pada 50% kasus. Kolangitis akut supuratif adalah trias charcot yang
disertai hipotensi, oliguria, dan gangguan kesadaran.
Spektrum dari kolangitis akut mulai dari yang ringan, yang akan membaik sendiri,
sampai dengan keadaan yang membahayakan jiwa di mana dibutuhkan drainase darurat.
Penatalaksanaan kolangitis akut ditujukan untuk: a) Memperbaiki keadaan umum pasien
dengan pemberian cairan dan elektrolit serta koreksi gangguan elektrolit, b) Terapi
antibiotic parenteral, dan c) Drainase empedu yang tersumbat. Beberapa studi acak
tersamar memperlihatkan keunggulan drainase endoskopik dengan angka kematian yang
jauh lebih rendah dan bersihan saluran empedu yang lebih baik dibandingkan operasi
terbuka. Studi dengan control memperkuat kesimpulan bahwa angka kematian dengan
ERCP hanya sepertiga dibandingkan dengan operasi terbuka pada pasien dengan
kolangitis yang berat. Oleh karenanya, ERCP merupakan terapi pilihan pertama untuk
dekompresi bilier mendesak pada kolangitis akut yang tidak respon terhadap terapi
konservatif. (Lesmana, 2009).
d. Pankreatitis bilier akut atau pankreatitis batu empedu
Pankreatitis adalah reaksi peradangan pancreas. Pankreatitis bilier akut atau
pancreatitis batu empedu baru akan terjadi bila ada obtruksi transien atau persisten di
papilla Vater oleh sebuah batu. Batu empedu yang terjepit dapat menyebabkan sepsis
bilier atau menambah beratnya pankreatitis.
Sejumlah studi memperlihatkan pasien dengan pankreatitis bilier akut yang ringan
menyalurkan batunya secara spontan dari saluran empedu ke dalam duodenum pada lebih
dari 80% dan sebagian besar pasien akan sembuh hanya dengan terapi suportif
kolangiografi. Sesudah sembuh pada pasien ini didapatkan insidensi yang rendah kejadian
batu saluran empedu sehingga tidak dibenarkan untuk dilakukan ERCP rutin.
Sebaliknya, sejumlah studi menunjukan bahwa pasien dengan pancreatitis bilier
akut yang berat akan mempunyai resiko yang tinggi untuk mempunyai batu saluran
empedu yang tertinggal bila kolangiografi dilakukan pada tahap dini sesudah serangan.
Beberapa studi terbuka tanpa kontrol memperlihatkan sfingterektomi endoskopik pada
keadan ini tampaknya aman dan disertai penurunan angka kesakitan dan kematian.
(Lesmana, 2009).
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan/
menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung
empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat
terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sistikus secara menetap maka mungkin akan
dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu
empiema,biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon,
omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistelkolesistoduodenal. Penyumbatan duktus
sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat
mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat
membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu
yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari
kandung empedu. Batu ini dapat terus sampai duktus koledokus kemudian menetapa
simtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus
koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan
pankretitis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel
kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada bagian tersempit
saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.
Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukanpengobatan. Nyeri yang hilang-
timbul bisa dihindari atau dikurangidengan menghindari atau mengurangi makanan
berlemak.
Penatalaksanaan dari batu empedu tergantung dari stadium penyakit. Saat batu tersebut
menjadi simptomatik maka intervensi operatif diperlukan. Biasanya yang dipakai ialah
kolesistektomi. Akan tetapi, pengobatan batu dapat dimulai dari obat-obatan yang digunakan
tunggal atau kombinasi yaitu terapi oral garam empedu (asam ursodeoksikolat), dilusi kontak
dan ESWL. Terapi tersebut akan berprognosis baik apabila batu kecil < 1 cm dengan tinggi
kandungan kolesterol.
Konservatif
Penanganan operasi pada batu empedu asimptomatik tanpa komplikasi tidak dianjurkan.
Indikasi kolesistektomi pada batu empedu asimptomatik ialah
- Pasien dengan batu empedu > 2cm
- Pasien dengan kandung empedu yang kalsifikasi yang resikko tinggi keganasan
- Pasien dengan cedera medula spinalis yang berefek ke perut. (Heuman, 2011).
Disolusi batu empedu
Agen disolusi yang digunakan ialah asam ursodioksikolat. Pada manusia,
penggunaan jangka panjang dari agen ini akan mengurangi saturasi kolesterol pada
empedu yaitu dengan mengurangi sekresi kolesterol dan efek deterjen dari asam empedu
pada kandung empedu. Desaturasi dari empedu mencegah kristalisasi.
Dosis lazim yang digunakan ialah 8-10 mg/kgBB terbagi dalam 2-3 dosis harian
akan mempercepat disolusi. Intervensi ini membutuhkan waktu 6-18 bulan dan berhasil
bila batu yang terdapat ialah kecil dan murni batu kolesterol. (Klingensmith, Chen, 2008).
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang
lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar
telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi
adjuvant asam ursodeoksilat. (Klingensmith, Chen, 2008).
Operatif
Open kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,
diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma duktus
empedu, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien
yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara
keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan
pada penderita diatas 65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %. (Doherty, 2010).
Kolesistektomi laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan
lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya
yang lebih murah. Indikasi pembedahan batu kandung empedu adalah bila simptomatik,
adanya keluhan bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat. Indikasi lain
adalah yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar,
berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering menimbulkan kolesistitis akut dibanding
dengan batu yang lebih kecil. Kontra indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka
yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat
dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus
sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan,
namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi
kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal
dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat
digunakan untuk aktifitas olahraga. (Hunter, 2007).
Beberapa pasien dapat mengalami gejala sindrom pasca kolesistektomi seperti
dispepsia, diare yang kemungkinan disebabkan oleh sekresi berlebihan dari garam
empedu, nyeri bilier yang disebabkan oleh spasme sfingter oddi. (Engram, 2009).
Diet
Prinsip perawatan dietetik pada penderita batu kandung empedu adalah memberi
istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil
kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk memberi makanan
secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh.
Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung
empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat
menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan. (Lesmana, 2009).
Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi, maka
diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan
sangat membantu.
Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu :
- Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.
- Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi.
- Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
- Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi. (Lesmana, 2009).
Pencegahan
Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh
jumlah lemak yang dimakan karena sel –sel hepatik mensintesis kolesterol dari
metabolisme lemak, sehingga dianjurkan/ dibatasi dengan makanan cair
rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari
lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke
dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti : buah yang dimasak,
, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi /
teh.
PROGNOSIS
Prognosis nya adalah tergantung dari besar atau kecilnya ukuran batu empedu,
karena akan menentukan penatalaksanaannya, serta ada atau tidak dan berat atau
ringannya komplikasi. Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang
berada di dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun demikian,
dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil yang didapatkan biasanya
baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bernard M. Jaffe and David H.Berger. Brunicardi F. Charles et all. Schwartz’s: Principles
of Surgery 9th Edition. USA: Mc Graw Hill Companies. 2010.
2. Sabiston Textbook of Surgery 17th Edition.
3. Price, Sylvia A, Lorraine M Willson. pathophisiology Jakarta : EGC. 2005.
4. Stead LG, Stead SM, Kaufman MS, Kent TS, Anand N. First Aid For The Surgery
Clerkship. Mc-Graw-Hill: Medical Publishing.