Lapkas Cole

46
BAB I IDENTITAS Nama : Ny. I Usia : 5 8 Tahun Status : Menikah Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Ciloto Cipanas Tanggal Masuk : 16 Juli 2015 AUTOANAMNESIS Keluhan Utama : Nyeri perut bagian kanan atas. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas dan daerah epigastrium sejak 2 bulan yang lalu , nyeri menjalar ke punggung , os. merasa kuning sejak 2 minggu yang lalu.os. tidak BAB sejak 7 hari SMRS. BAK lancar berwarna kuning. pasien juga mengeluh M ual (+) dan muntah (+) . Nafsu makan menurun. Demam (-) Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengaku sebelumnya tidak pernah merasakan seperti ini.

description

bedah

Transcript of Lapkas Cole

Page 1: Lapkas Cole

BAB I

IDENTITAS

Nama : Ny. I

Usia : 58 Tahun

Status : Menikah

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Ciloto Cipanas

Tanggal Masuk : 16 Juli 2015

AUTOANAMNESIS

Keluhan Utama :

Nyeri perut bagian kanan atas.

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas dan daerah epigastrium

sejak 2 bulan yang lalu , nyeri menjalar ke punggung , os. merasa kuning sejak 2 minggu yang

lalu.os. tidak BAB sejak 7 hari SMRS. BAK lancar berwarna kuning.pasien juga mengeluh

Mual (+) dan muntah (+). Nafsu makan menurun. Demam (-)

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengaku sebelumnya tidak pernah merasakan

seperti ini.

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Dikeluarga tidak ada yang sakit seperti ini

- Pada keluarga pasien tidak ada yang mempunyai riwayat DM (-) dan hipertensi (-)

Riwayat Pengobatan :

Page 2: Lapkas Cole

Riwayat mengkonsumsi obat-obatan maag dari dokter

Riwayat Psikososial :

Pasien mengakui sering mengkonsumsi makanan berlemak Pasien dulu seorang perokok

3-4 batang/hari kopi 2 gelas/hari

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda-tanda vital

T : 140/110 mmHg

N : 68 x/ menit

RR : 20 x/ menit

S : 36,5° C

Status Generalisata

Kepala : Normocephal, rambut warna hitam, rontok (-)

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (+/+)

Hidung : Tidak tampak adanya deformitas, tidak tampak adanya secret,

tidak tampak adanya perdaharan/epistaksis.

Telinga : normotia , sekret (-), darah (-)

Leher : pembesaran KGB (-) , Pembesaran thyroid (-)

Page 3: Lapkas Cole

Thorax :

Paru-paru

Inspeksi : normochest, pergerakan dada simetris, tidak ada luka bekas operasi

Palpasi : nyeri tekan (-), vokal fremitus sama simetris dekstra sinistra.

Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi : vesikular (+/+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midclavicula sinistra

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni reguler

Abdomen

Inspeksi : distensi abdomen (-), luka bekas operasi (-)

Palpasi : Supel, Nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan hipokondrium dextra (+),

nyeri tekan hipokondrium sinistra (-) hepatomegali (-), spleenomegali (-).

Perkusi : timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal.

Rectal Toucher : Sfingter ani: kontraksi adekuat, Ampulla recti : Mukosa licin,

massa (-), Prostat: konsistensi kenyal, pool atas teraba, sulcus mediana teraba, massa

(-), Sarung tangan: darah (-), feses (-)

Ekstremitas atas : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

Ekstremitas bawah : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

Pemeriksaan Penunjang

Page 4: Lapkas Cole

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hematologi Rutin

Hemoglobin 13,8 12-16 g/µL

Hematokrit 39,0 37-47 %

Eritrosit 4,41 4.2-5.4 10 /µL

Leukosit 8.9 4.8-10.8 10 /µL

Trombosit 382 150-450 10 /µL

MCV 88,5 80-94 /L

MCH 31.3 27-31 Pg

MCHC 35.4 33-37 %

RDW-SD 44,5 37-54 fL

PDW 15,6 9-14 fL

MPV 7,9 8-12 fL

Differential

LYM % 17.6 26-36 %

MXD % 4.2 0-11 %

NEU % 75.8 40-70 %

Absolut

LYM # 1.57 1,00-1,43 10 /µL

MXD # 4.2 0-1,2 10 /µL

NEU # 6.78 6.78 10 /µL

KIMIA KLINIK

Glukosa Rapid

Sewaktu

203 <180 Mg%

Fungsi hati

AST(SGOT) 151 15-37 U/L

ALT(SGPT) 236 12-78 U/L

Fungsi ginjal

Page 5: Lapkas Cole

Ureum 8.5 10-50 Mg%

Kreatinin 0.8 0-1,0 Mg%

Elektrolit

Natrium (Na) 134.6 135-148 mEq/L

Kalium (K) 3,82 3,50-5,30 mEq/L

Calcium ion 0,63 1,15-1,29 Mmol/L

Kimia klinik

Bilirubin total 7.67 0.2-1.1 Mg%

Direk/indirek

bilirubin

Bilirubin direk 6.02 0-0.3 Mg%

Bilirubin indirek 1.65 Mg %

Pemeriksaan USG

kesan:

- Biliariektasis double duct sig (+) ec sugestif massa caput pancreas

- Tidak tampak pembesaran KGB paraaorta

- Tidak tampak metastasis intrahepatal

Resume

Ny. I 58 tahun datang ke RS dengan nyeri perut kanan atas sejak 2 minggu yang

lalu.. Awalnya pasien merasa nyeri perut tidak jelas letaknya, kemudian nyeri dirasakan

pada bagian kanan atas dan epigastrium kemudian menjalar ke bagian punggung. tidak

BAB sejak 7 hari , BAK lancar berwarna kuning.mual (+) muntah (+). Nafsu makan

menurun Demam (-)

Page 6: Lapkas Cole

Pemeriksaan Fisik

TD : 140/100 mmHg

Nadi : 68x/menit

Napas : 20x/menit

Suhu : 36,5o C

Status Lokalis

Abdomen

Inspeksi : distensi abdomen (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal.

Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen

Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan hipokondrium dextra (+), nyeri

tekan hipokondrium sinistra (-) hepatomegali (-), spleenomegali (-).

Pemeriksaan USG Abdomen

kesan:

- Biliariektasis double duct sig (+) ec sugestif massa caput pancreas

- Tidak tampak pembesaran KGB paraaorta

- Tidak tampak metastasis intrahepatal

Differential diagnosis :

Obstruksi jaundice e.c cholelitiasis susp. Mirizzi syndrom Obstruksi jaundice e.c choledocolitiasis Pankreatitis Sirosis hepatis Hepatitis

Rencana tatalaksana

Page 7: Lapkas Cole

1. Medikamentosa :

- Ranitidine

- Ondansetron

- Ketorolac

- Cefotaxime

2. Operatif :

Laparoscopic Cholesytectomy + by pass

BAB II

Page 8: Lapkas Cole

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Obstruksi Jaundice

Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik menyebabkan terjadinya

kolestasis yang disebut sebagai ikterus obstruktif saluran empedu, sebelum sumbatan melebar.

Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat dan ini merupakan tanda adanya kolestasis.

Infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian pembentukan abses menyertai demam dan

septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit ikterus obstruktif. (5)

Anatomi dan Histologis

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat

dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Kandung empedu terletak tepat

dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu terdiri atas fundus, korpus, infundibulum, dan

kolum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana

fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung tulang rawan costa IX

kanan. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati dan ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian

disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum inter lobaris. Saluran ini

kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya

membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai duodenum terdapat

cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan

empedu sebelum disalurkan ke duodenum.

Histologi

Saluran empedu dilapisi epitel toraks dengan bentuk seperti kriptus, yang didalamnya

terdapat sel mukus yang berselang-seling. Sel oto polos yang jarang akan ditemukan di dalam

dinding fibrosa duktus utama. Dinding vesika biliaris memiliki empat lapisan. Daerah fundus,

korpus dan infundibulum ditutupi oleh peritoneum viseralis. Perimuskularis dibawahnya

merupakan jaringan lapisan ikat dengan penonjolan yang bervariasi dan kaya pembuluh darah

dan pembuluh limfe. Tunika muskularis mengandung serabut otot longitudinalis. Tunika mukosa

dilapisi epitel toraks tinggi, yang bila terjadi peradangan, bisa berinvaginasi secara dalam untuk

Page 9: Lapkas Cole

membentuk sinus Rokitansky-Aschoff. Sel yang mensekresi mukus hanya menonjol pada daerah

kollum.

Vaskularisasi

Suplai arteri ke batang saluran empedu ekstrahepatik proksimal muncul dari cabang kecil

yang berasal dari arteri hepatika lobaris, dan vaskularisasi duktus koledokus distal oleh cabang

dari arteri gastroduodenalis dan arteri pankreatikoduodenalis superior. Arteri sistika yang ke

vesika biliaris biasanya berasal dari arteri hepatika dekstra yang terletak posterior lateral

terhadap duktus heaptikus komunis. Selama kolesistektomi, arteri sistika ditemukan pada basis

duktus sistikus dalam segitiga Calot, tiga sisiya dibatasi oleh duktus hepatikus komunis, duktus

sistikus, dan hati. Drainase vena ke batang saluran empedu ekstrahepatik dan vesika biliaris

langsung ke vena porta.

Sistem Limfatik

Drainase pembuluh limfe batang hepatobiliaris bersifat sentrifugal. Pembuluh dari

parenkim hati dan batang saluran empedu intrahepatik berkonvergensi pada porta hepatis dan

berjalan sepanjang duktus hepatikus komunis di dalam ligamentum hepatoduodenale untuk

memasuki sisterna khili dan kemudian duktus torasikus. Limfe vesika biliaris berdrainsase

sepanjang duktus sistikus ke dalam jalinan ini. Pada kolesistisis, kelenjar limfe yang membesar

khas bisa ditemukan pada kollum vesika biliaris (nodus limfatikus duktus sistikus) maupun pada

sambungan duktus sistikus dengan koledokus serta sepanjang bagian supraduodenal distal dari

duktus koledokus.

Persyarafan Sistem Saluran Empedu

Persyarafan otonom batang saluran empedu terdiri dari serabut saraf simpatis (nervus

vagus) dan simpatis (torasika) yang mengikuti jalannya suplai vaskular. Persyarafan vagus

muncul dari vagus anterior serta penting dalam mempertahankan tonus dan kontraktilitas vesika

Page 10: Lapkas Cole

biliaris. Serabut simpatis aferen memperantarai nyeri kolik biliaris. Sebagian produksi empedu

dipengaruhi oleh kendali otonom.

Gambar 1 anatomi system hepatobilier

Fisiologis

Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara  600-1200

ml/hari.Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Diluar waktu makan,

empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di akan mengalami

pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu

dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap,

yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volume nya 80-90%. Empedu

dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.

Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak

menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian

masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot

polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga

memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam – garam empedu

dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu

pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi dari kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua

hal berikut ini yaitu :

Page 11: Lapkas Cole

a. Hormonal :Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan

merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang

paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.

Neurogen :Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan

lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung

empedu. (3)

Empedu

Empedu secara primer terdiri dari air, lemak organic dan elektrolit yang secara normal

disekresi oleh hepatosit. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar

(90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam

empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan

produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali

produksi normal kalau diperlukan.

Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :

-    Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam

empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang

lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pancreas serta asam

empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui

membran mukosa intestinal.

-    Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang

penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran  hemoglobin, dan

kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.

Metabolisme bilirubin

Karena eritrosit yang sudah tidak berguna lagi di degradasi di dalam sistem

retikuloendotelial, maka hemoglobin dilepaskan dan diubah menjadi biliverdin. Pigmen ini

direduksi menjadi bilirubin yang tak larut air yang tak terkonjugasi (bilirubin indirect yang

diukur dengan reaksi van den bergh), diangkut ke dalam darah dan terikat pada albumin,

Page 12: Lapkas Cole

diekstraksi oleh hepatosit. Di dalam sitoplasma, bilirubin diangkut oleh protein Y dan Z ke

retikulum endoplasma. Dengan adanya glukoronil transferase, bilirubin dikonjugasikan dengan

asam glukoronat dan dalam jumla lebih sedikit dengan sulfat, untuk membentuk bilirubin

glukoronida dan bilirubin sulfat. Bilirubin terkonjugasi yang larut dalam air ini (bilirubin direct)

kemudian disekresi ke dalam kanalikuli biliaris melalui mekanisme transpor aktif yang sama

dengan yang dimiliki oleh garam organik lain, tetapi berbeda dari sekresi garam empedu. Beban

bilirubin harian bagi sekresi sekitar 30 mg. Di dalam usus, bakteri usus mengubah bilirubin ke

kelas senyawa yang dikenal sebagai urobilinogen. Urobilinogen ini terutama diekskresikan di

dalam feses, tetapi sebagian di reabsorpsi dan di ekstraksi oleh hepatosit untuk memasuki

sirkulasi enterohepatik atau diekskresikan di dalam urin.

Gambar 2

Page 13: Lapkas Cole

Patofisiologis

Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan

dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan

metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan produk

metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon. (4)

Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen

empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan

cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi

pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat

menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D,

K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan,

seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. (4)

Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin

terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam empedu

berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid

menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati

dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak

terpengaruh. (4)

Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi mitokondria

dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu hidrofobik

mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah fungsi sel

penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi

Page 14: Lapkas Cole

asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal

bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.

Etiologi

Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya

adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing askaris

sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput

pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum

hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran

empedu. (5)Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista

koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter papila

vater. (5)Ringkasnya etiologi disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma, karsinoma

ampulla, karsinoma pankreas, striktur bilier.

Manifestasi Klinis

Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice obstruktif.

Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga

kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang menjalar ke

punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan karsinoma pankreas. Jaundice

yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi mungkin disebabkan

karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga

diduga sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier).

Cholelithiasis

Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu di dalam kandung

empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Istilah

kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung

empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu

yang terbentuk di dalam kandung empedu.

Page 15: Lapkas Cole

.

Epidemiologi

Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak terjadi pada orang dewasa dan

usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di negara

lain di Asia Tenggara dan sejak tahun 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis

dengan ultrasonografi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40

tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut,

diet tinggi lemak dan genetik.

Klasifikasi

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan

atas 3 (tiga) golongan.

1. Batu kolesterol. Berbentuk oval, multifokal ataumulberry dan mengandung lebih dari

70% kolesterol

2.Batu kalsium bilirubin (pigmen coklat). Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah

dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.

3.Batu pigmen hitam. Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti

bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi

Patogenesis

Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang terbesar yang

terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995

sebagai berikut :

1.Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa sebagai :

Batu Kolesterol Murni

BatuKombinasi

Batu Campuran (Mixed Stone)

Page 16: Lapkas Cole

2.Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar kolesterolnya paling

banyak 25 %. Bisa berupa sebagai :

Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen kalsium

Batu pigmen murni

3.Batu empedu lain yang jarang

Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi :

Batu Kolesterol

Batu Campuran (Mixed Stone)

Batu Pigmen.

Batu Kolesterol

Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase :

a. Fase Supersaturasi

Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut

dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah

larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh

kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam

empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi

dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini

kolesterol akan mengendap.

Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :

Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh lebih

banyak.

Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi supersaturasi.

Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)

Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi.

Page 17: Lapkas Cole

Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum

terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik).

Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar

chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol

dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB

pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.

b.Fase Pembentukan inti batu

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa

berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti

batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang mengendap karena perubahan

rasio dengan asam empedu.

c.Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa

berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup

kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke

dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi

akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.

Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total

parental nutrisi yang lama, setelah operasi

Batu bilirubin/Batu pigmen

Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok :

a. Batu calcium bilirubinat (batu infeksi)

b. Batu pigmen murni (batu non infeksi)

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase :

a. Saturasi bilirubin

Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang

berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sickle cell. Pada keadaan infeksi saturasi

Page 18: Lapkas Cole

bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut.

Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia coli.

Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja

glukuronidase.

b.Pembentukan inti batu

Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh bakteri,

bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen

dengan inti telur atau bagian badan dari cacing Ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari

Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.

Patofisiologi

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu diklasifikasikan berdasarkan bahan

pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90% batu

empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50%kolesterol) atau batu campuran

(batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen,

yang mana mengandung <20 kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu

antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak

sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.

Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam

kandung empedu. Pada keadaan normal,asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu

dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated)

oleh substansi berpengaruh (kolesterol,kalsium,bilirubin), akan berkristalisasi dan

membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk terjebak dalam

kandung empedu, kemudian terbentuk Kristal bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan

membentuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliari stasis, dan kandungan empedu

merupakan predisposisi pembentukan batu empedu.

Manifestasi Klinis

Page 19: Lapkas Cole

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi dan

menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi

dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.

Terdapat nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang

timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang menjalar sampai di daerah subkapula

disertai nausea, vomitus, dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba

pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus

dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0mg/dl). Apabila kadar

bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik.

Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini

berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah

kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan

inflamasi akut.

Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 – 60

menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke

abdomen kanan, ke pundak,punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina

pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum

pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.

Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini

timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut.

Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan sering mengalami

serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis

kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo

kolitiasis,panleneatitis dan kolongitis.

Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus

(koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran empedu

(koledokolitiasis primer).

Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan

gejala atau menyebabkan obstruksi temporer diampula vateri sehingga timbul pankreatitis

Page 20: Lapkas Cole

akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan

akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar.

Diagnosis

Anamnesis

Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah asimptomatis. Keluhan yang

mungkin timbul adalah dyspepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan

berlemak. Pada yang simptomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,

kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin

berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam

kemudian.Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-

tiba.

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai

mual dan muntah. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada

waktu menarik nafas dalam.

Pemeriksaan Fisik

Batu kandung empedu

Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak

anatomis kandung empedu.Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu

penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari

tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.

Batu saluran empedu

Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati

dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala

ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus

klinis.

Pemeriksaan Penunjang

Page 21: Lapkas Cole

Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada

pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Kadar

bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar

fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang

setiap setiap kali terjadi serangan akut.

Pemeriksaan radiologis

Foto polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya

sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang

mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada

peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,kandung empedu kadang

terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara

dalam usus besar, di fleksura hepatica.

Ultrasonografi

Page 22: Lapkas Cole

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra

hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis

atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus

koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus.

Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relative murah,

sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan

ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun

serum diatas 2mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut

kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian

fungsi kandung empedu.

Page 23: Lapkas Cole

Faktor Risiko

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin

banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya

kolelitiasis, antara lain :

1.Jenis Kelamin.

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria.

Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi

kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga

meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon

(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas

pengosongan kandung empedu.

2.Usia.

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang

dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan

orang dengan usia yang lebih muda.

3.Berat badan (BMI).

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi

kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung

empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/

pengosongan kandung empedu.

4.Makanan.

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi

gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat

menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

5.Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih

besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.

6.Aktifitas fisik.

Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini

mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

Page 24: Lapkas Cole

7.Penyakit usus halus.

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes,

anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

8.Nutrisi intravena jangka lama.

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk

berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko

untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis antara lain kolesistitis akut,

kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu

empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut

akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.

a. Kolesistitis Akut

Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu disertai

keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. (Lesmana, 2009). Hampir semua

kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang terjebak dalam

kantong Hartmann. Komplikasi ini terdapat pada lima persen penderita kolesistitis.

Kolesistitis akut tanpa batu empedu disebut kolesistitis akalkulosa, dapat ditemukan pasca

bedah.

Pada kolesistitis akut, faktor trauma mukosa kandung empedu oleh batu dapat

menyebabkan pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin di dalam empedu menjadi

lisolesitin, yaitu senyawa toksik yang memperberat proses peradangan. Pada awal

penyakit, peran bakteria agaknya kecil saja meskipun kemudian dapat terjadi supurasi

(nanah/pernanahan). Komplikasi kolesistitis akut adalah empiema, gangrene, dan

perforasi.

Perjalanan kolesistitis akut bergantung pada apakah obstruksi dapat hilang sendiri

atau tidak, derajat infeksi sekunder, usia penderita, dan penyakit lain yang memperberat

keadaan, seperti diabetes mellitus.

Page 25: Lapkas Cole

Perubahan patologik di dalam kandung empedu mengikuti pola yang khas. Proses

awal berupa udem subserosa, lalu perdarahan mukosa dan bercak-bercak nekrosis dan

akhirnya fibrosis. Gangren dan perforasi dapat terjadi pada hari ketiga setelah serangan

penyakit, tetapi kebanyakan pada minggu kedua. Pada penderita yang mengalami resolusi

spontan, tanda radang akut baru menghilang setelah empat minggu, tetapi sampai

berbulan-bulan kemudian sisa peradangan dan nanah masih tetap ada. Hampir 90%

kandung empedu yang diangkat dengan kolesistektomi menunjukan jaringan parut lama,

yang berarti pada masa lalu pernah menderita kolesistitis, tetapi umumnya penderita

menyangkal tidak pernah merasa ada keluhan. (Sjamsuhidajat, 2011).

b. Kolesistitis Kronik

Kolesistitis kronik adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu,

yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat. Kolesistitis

kronik merupakan kelainan kandung empedu yang paling umum ditemukan. Penyebabnya

hampir selalu batu empedu. Penentu penting untuk membuat diagnosa adalah kolik bilier,

dispepsia, dan ditemukannya batu empedu pada pemeriksaan ultrasonografi atau

kolesistografi oral. Keluhan dispepsia dicetuskan oleh makanan “berat” seperti gorengan,

yang mengandung banyak lemak, tetapi dapat juga timbul setelah makan bermacam jenis

kol. Kolik bilier yang khas dapat juga dicetuskan oleh makanan berlemak dan khas kolik

bilier dirasakan di perut kanan atas. (Sjamsuhidajat, 2011).

c. Kolangitis Akut

Kolangitis akut adalah infeksi bakterial yang akut dari saluran empedu yang

tersumbat baik secara parsial atau total; sumbatan dapat disebabkan oleh penyebab dari

dalam lumen saluran empedu misalnya batu koledokus, askaris yang memasuki duktus

koledokus atau dari luar lumen misalnya karsinoma caput pankreas yang menekan duktus

koledokus, atau dari dinding saluran empedu misalnya kolangio-karsinoma atau striktur

saluran empedu.

Kolangitis akut dapat terjadi pada pasien dengan batu saluran empedu karena

adanya obstruksi dan invasi bakteri empedu. Gambaran klinis kolangitis akut yang klasik

Page 26: Lapkas Cole

adalah trias charcot yang meliputi nyeri abdomen kuadran kanan atas, ikterus dan demam

yang didapatkan pada 50% kasus. Kolangitis akut supuratif adalah trias charcot yang

disertai hipotensi, oliguria, dan gangguan kesadaran.

Spektrum dari kolangitis akut mulai dari yang ringan, yang akan membaik sendiri,

sampai dengan keadaan yang membahayakan jiwa di mana dibutuhkan drainase darurat.

Penatalaksanaan kolangitis akut ditujukan untuk: a) Memperbaiki keadaan umum pasien

dengan pemberian cairan dan elektrolit serta koreksi gangguan elektrolit, b) Terapi

antibiotic parenteral, dan c) Drainase empedu yang tersumbat. Beberapa studi acak

tersamar memperlihatkan keunggulan drainase endoskopik dengan angka kematian yang

jauh lebih rendah dan bersihan saluran empedu yang lebih baik dibandingkan operasi

terbuka. Studi dengan control memperkuat kesimpulan bahwa angka kematian dengan

ERCP hanya sepertiga dibandingkan dengan operasi terbuka pada pasien dengan

kolangitis yang berat. Oleh karenanya, ERCP merupakan terapi pilihan pertama untuk

dekompresi bilier mendesak pada kolangitis akut yang tidak respon terhadap terapi

konservatif. (Lesmana, 2009).

d. Pankreatitis bilier akut atau pankreatitis batu empedu

Pankreatitis adalah reaksi peradangan pancreas. Pankreatitis bilier akut atau

pancreatitis batu empedu baru akan terjadi bila ada obtruksi transien atau persisten di

papilla Vater oleh sebuah batu. Batu empedu yang terjepit dapat menyebabkan sepsis

bilier atau menambah beratnya pankreatitis.

Sejumlah studi memperlihatkan pasien dengan pankreatitis bilier akut yang ringan

menyalurkan batunya secara spontan dari saluran empedu ke dalam duodenum pada lebih

dari 80% dan sebagian besar pasien akan sembuh hanya dengan terapi suportif

kolangiografi. Sesudah sembuh pada pasien ini didapatkan insidensi yang rendah kejadian

batu saluran empedu sehingga tidak dibenarkan untuk dilakukan ERCP rutin.

Sebaliknya, sejumlah studi menunjukan bahwa pasien dengan pancreatitis bilier

akut yang berat akan mempunyai resiko yang tinggi untuk mempunyai batu saluran

empedu yang tertinggal bila kolangiografi dilakukan pada tahap dini sesudah serangan.

Page 27: Lapkas Cole

Beberapa studi terbuka tanpa kontrol memperlihatkan sfingterektomi endoskopik pada

keadan ini tampaknya aman dan disertai penurunan angka kesakitan dan kematian.

(Lesmana, 2009).

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan/

menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung

empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat

terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sistikus secara menetap maka mungkin akan

dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu

empiema,biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon,

omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistelkolesistoduodenal. Penyumbatan duktus

sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat

mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat

membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu

yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.

Batu kandung empedu dapat masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari

kandung empedu. Batu ini dapat terus sampai duktus koledokus kemudian menetapa

simtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus

koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan

pankretitis.

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel

kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada bagian tersempit

saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.

Penatalaksanaan

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukanpengobatan. Nyeri yang hilang-

timbul bisa dihindari atau dikurangidengan menghindari atau mengurangi makanan

berlemak.

Penatalaksanaan dari batu empedu tergantung dari stadium penyakit. Saat batu tersebut

menjadi simptomatik maka intervensi operatif diperlukan. Biasanya yang dipakai ialah

kolesistektomi. Akan tetapi, pengobatan batu dapat dimulai dari obat-obatan yang digunakan

Page 28: Lapkas Cole

tunggal atau kombinasi yaitu terapi oral garam empedu (asam ursodeoksikolat), dilusi kontak

dan ESWL. Terapi tersebut akan berprognosis baik apabila batu kecil < 1 cm dengan tinggi

kandungan kolesterol.

Konservatif

Penanganan operasi pada batu empedu asimptomatik tanpa komplikasi tidak dianjurkan.

Indikasi kolesistektomi pada batu empedu asimptomatik ialah

- Pasien dengan batu empedu > 2cm

- Pasien dengan kandung empedu yang kalsifikasi yang resikko tinggi keganasan

- Pasien dengan cedera medula spinalis yang berefek ke perut. (Heuman, 2011).

Disolusi batu empedu

Agen disolusi yang digunakan ialah asam ursodioksikolat. Pada manusia,

penggunaan jangka panjang dari agen ini akan mengurangi saturasi kolesterol pada

empedu yaitu dengan mengurangi sekresi kolesterol dan efek deterjen dari asam empedu

pada kandung empedu. Desaturasi dari empedu mencegah kristalisasi.

Dosis lazim yang digunakan ialah 8-10 mg/kgBB terbagi dalam 2-3 dosis harian

akan mempercepat disolusi. Intervensi ini membutuhkan waktu 6-18 bulan dan berhasil

bila batu yang terdapat ialah kecil dan murni batu kolesterol. (Klingensmith, Chen, 2008).

Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang

lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar

telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi

adjuvant asam ursodeoksilat. (Klingensmith, Chen, 2008).

Operatif

Page 29: Lapkas Cole

Open kolesistektomi

Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu

simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,

diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma duktus

empedu, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien

yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara

keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan

pada penderita diatas 65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %. (Doherty, 2010).

Kolesistektomi laparoskopik

Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan

lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya

yang lebih murah. Indikasi pembedahan batu kandung empedu adalah bila simptomatik,

adanya keluhan bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat. Indikasi lain

adalah yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar,

berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering menimbulkan kolesistitis akut dibanding

dengan batu yang lebih kecil. Kontra indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka

yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat

dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus

sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan,

namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi

kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal

dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat

digunakan untuk aktifitas olahraga. (Hunter, 2007).

Beberapa pasien dapat mengalami gejala sindrom pasca kolesistektomi seperti

dispepsia, diare yang kemungkinan disebabkan oleh sekresi berlebihan dari garam

empedu, nyeri bilier yang disebabkan oleh spasme sfingter oddi. (Engram, 2009).

Diet

Page 30: Lapkas Cole

Prinsip perawatan dietetik pada penderita batu kandung empedu adalah memberi

istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil

kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk memberi makanan

secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh.

Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung

empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat

menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan. (Lesmana, 2009).

Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi, maka

diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan

sangat membantu.

Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu :

- Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.

- Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi.

- Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.

- Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi. (Lesmana, 2009).

Pencegahan

Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh

jumlah lemak yang dimakan karena sel –sel hepatik mensintesis kolesterol dari

metabolisme lemak, sehingga dianjurkan/ dibatasi dengan makanan cair

rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari

lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke

dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti : buah yang dimasak,

, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi /

teh.

PROGNOSIS

Page 31: Lapkas Cole

Prognosis nya adalah tergantung dari besar atau kecilnya ukuran batu empedu,

karena akan menentukan penatalaksanaannya, serta ada atau tidak dan berat atau

ringannya komplikasi. Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang

berada di dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun demikian,

dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil yang didapatkan biasanya

baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bernard M. Jaffe and David H.Berger. Brunicardi F. Charles et all. Schwartz’s: Principles

of Surgery 9th Edition. USA: Mc Graw Hill Companies. 2010.

2. Sabiston Textbook of Surgery 17th Edition.

3. Price, Sylvia A, Lorraine M Willson. pathophisiology Jakarta : EGC. 2005.

4. Stead LG, Stead SM, Kaufman MS, Kent TS, Anand N. First Aid For The Surgery

Clerkship. Mc-Graw-Hill: Medical Publishing.