lapkas bangsal jiwa

50
BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. YW Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 25 tahun Agama : Islam Suku : Sunda Pendidikan Terakhir : SD kelas 6 (tamat) Status Pernikahan : Belum Menikah Pekerjaan : Tidak bekerja Alamat : Baregbeg - Ciamis Tanggal Masuk RS : 24 Desember 2014 II. RIWAYAT PERAWATAN a. Rawat Jalan : Belum pernah b. Rawat Inap :Belum Pernah III. RIWAYAT PSIKIATRI AUTOANAMNESIS Tanggal : 12 Januari 2015 ALLOANAMNESIS Tanggal : 13 Januari 2015 Nama : Ny. Encas 1

description

LAPORAN KASUS PSIKIATRI

Transcript of lapkas bangsal jiwa

Page 1: lapkas bangsal jiwa

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. YW

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 25 tahun

Agama : Islam

Suku : Sunda

Pendidikan Terakhir : SD kelas 6 (tamat)

Status Pernikahan : Belum Menikah

Pekerjaan : Tidak bekerja

Alamat : Baregbeg - Ciamis

Tanggal Masuk RS : 24 Desember 2014

II. RIWAYAT PERAWATAN

a. Rawat Jalan : Belum pernah

b. Rawat Inap :Belum Pernah

III. RIWAYAT PSIKIATRI

AUTOANAMNESIS

Tanggal : 12 Januari 2015

ALLOANAMNESIS

Tanggal : 13 Januari 2015

Nama : Ny. Encas

Hubungan dengan pasien : Ibu kandung, akrab, dapat dipercaya

Autoanamnesis dilakukan dirumah saat home visite kerumah pasien.

Keluhan Utama

Sering keluyuran.

1

Page 2: lapkas bangsal jiwa

Riwayat Penyakit Sekarang

(Alloanamnesa)

Pasien dibawa ke Rumah Sakit pada tanggal 24 Desember 2014 oleh keluarga

pasien dikarenakan pasien sering keluyuran.

4 bulan yang lalu, sebelum masuk RS pasien berhenti minum obat dan berhenti

kontrol. Pada awalnya keadaan pasien baik-baik saja tidak mengalami gangguan perilaku

setelah putus obat.

1 bulan yang lalu, setelah tidak lagi berobat pasien mulai menjukkan gangguan

perilaku seperti mulai bicara meracau, ketawa sendiri, sering kabur dari rumah, merusak

barang, mengamuk dalam rumah, memukul orang lain, membanting ibu kandungnya

sendiri, melempar barang ke ibu nya (agresifitas motorik dan verbal). Menurut pasien,

dirinya mendengar terdapat suara suara yang menyuruhnya untuk membunuh orang lain.

Karena tidak tahan maka keluarga pasien membawa pasien ke pesantren dan disana

selama 20hari, namun tidak ada perubahan perilaku dari pasien tersebut.

4 hari sebelum masuk RS, pasien melarikan diri dari pesantren karena merasa ada

orang yang menyuruhnya untuk ke Jakarta dan menemui adiknya yang sedang bekerja

disana. Pasien ditemukan keluarga sedang duduk berdiam diri, di daerah Limbangan,

Garut, Jawa barat setelah kabur selama 4hari. Setelah itu keluarga memutuskan untuk

membawa pasien ke RSUD Kota Banjar.

(Autoanamnesa)

Pasien mudah diajak berkomunikasi, pasien mulai jarang melamun dan banyak

menceritakan tentang kehidupannya. Pasien mengaku sebelum masuk RS pernah melihat

bayangan. Pasien tidak mengingat dan memahami alasan pasien dirawat di Ruang

Tanjung, RSUD Kota Banjar. Pasien selalu mengatakan alasannya dibawa karena ibunya

membawanya ke RS.

Riwayat Penyakit Dahulu

a. Gangguan psikiatrik

Pasien mengalami perubahan perilaku sejak 6 tahun yang lalu atau pada saat

berusia 19 tahun. Pasien menjadi suka melamun, ketawa-ketawa sendiri, suka

bicara sendiri (autistik). Kebersihan diri juga menjadi kurang, tidak mau mandi.

Lalu kelurga membawa pasien membawa ke RSJ Cisarua untuk berobat. Pasien

2

Page 3: lapkas bangsal jiwa

rutin berobat jalan dan mengkonsumsi obat, bahkan pasien sempat juga telah 4

kali rawat di RSJ. Menurut keluarga pasien, pasien mengalami gangguan perilaku

seperti dikarenakan ingin memiliki pasangan tapi tidak kesampaian. Setelah

pengobatan dilakukan secara teratur sehingga pasien dapat melakukan aktfitas

sehari-hari dengan cukup baik.

b. Gangguan Medik

Keluarga mengatakan bahwa pasien dari kecil dalam kondisi baik. Pasien tidak

pernah dirawat di RSU Banjar. Tidak ada riwayat trauma dan kejang sebelumnya.

c. Penggunaan Zat Psikoaktif

Pasien tidak pernah mengkonsumsi zat psikoaktif, pasien pernah minum minuman

beralkohol kurang lebih 6tahun yang lalu saat bekerja di rumah makan, pasien

merokok kurang lebih setengah sampai satu bungkus perhari sejak usia 19 tahun.

Riwayat Kehidupan Pribadi

a. Riwayat Perkembangan Prenatal dan Perinatal

Pasien dilahirkan dalam keadaan yang sehat tidak ada trauma saat kehamilan dan

saat kehamilan ibu pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan. Pasien lahir normal,

cukup bulan, ditolong oleh paraji, dan langsung menangis. Tidak ada komplikasi

persalinan, trauma lahir, dan cacat bawaan. Riwayat imunisasi tidak diketahui.

b. Riwayat Perkembangan Masa Kanak-kanak Awal (0 – 3 tahun)

Perkembangan fisiknya cukup baik, pola perkembangan motorik juga baik.

Riwayat tumbuh kembang pasien baik (sesuai dengan usianya).

c. Riwayat Kanak-kanak Pertengahan ( 3 – 11 tahun)

Pasien merupakan anak yang pendiam. Sejak sekolah, pasien tidak terlalu

memiliki banyak teman, tidak pernah berkelahi / bermasalah di sekolah dan

lingkungan tempat tinggal. Prestasi di sekolah biasa saja.

d. Riwayat Masa Pubertas dan Remaja

Hubungan sosial

Sikap pasien terhadap orangtua, adik kandung, kerabat, dan tetangga cukup

baik. Pasien dapat bergaul dengan baik dengan teman – temannya.

Riwayat pendidikan

Pendidikan terakhir pasien sampai SD dan tidak melanjutkannya.

3

Page 4: lapkas bangsal jiwa

Perkembangan kognitif

Pasien tidak memiliki gangguan belajar, prestasi belajar dinilai biasa saja.

Perkembangan motorik

Selama ini dirasa baik dan normal. Pasien mampu melakukan aktivitas dan

kegiatan sehari-hari dengan baik seperti makan, minum, toilet, dan kebersihan

diri.

Perkembangan emosi dan fisik

Pasien dinilai memiliki emosi yang biasa saja, kadang senang kadang juga sedih.

Riwayat psikoseksual

Pasien belum pernah mempunyai pacar, dan ibu pasien mengatakan pasien

menyukai seorang wanita tapi wanita tersebut tidak menyukainya. Dan pasien

cenderung mengira ada seorang wanita menyukainya bila wanita tersebut senyum

kepadanya.

e. Riwayat Masa Dewasa

Riwayat pekerjaan

Pasien dahulu pernah bekerja di Rumah Makan pada usia 16-19 tahun.

Riwayat pernikahan

Pasien belum pernah menikah sama sekali.

Riwayat keagamaan

Pasien beragama Islam, menurut keluarga, pasien rajin sholat dan mengaji.

Riwayat aktivitas sosial

Pasien bergaul cukup dengan teman-temannya, tidak punya banyak teman,dan

jarang membawa teman temannya ke rumah, pasien juga lebih senang

menyendiri.

Riwayat hukum

Pasien tidak pernah bermasalah secara hukum.

f. Riwayat Keluarga

Pasien merupakan anak ke lima dari tujuh bersaudara. Ayah pasien sudah

meninggal dunia. Ibu pasien bekerja sebagai buruh. Dirumah pasien tinggal

dengan ibu kandungnya. Diantara keluarga pasien tidak ada yang mengalami

gangguan jiwa.

4

Page 5: lapkas bangsal jiwa

Pohon Keluarga.

Ibu Ayah

Keterangan :

Laki-laki Perempuan Gangguan jiwa Pasien

g. Situasi Kehidupan Sekarang

Pasien tinggal bersama ibu kandungnya.

Berdasarkan home visite ke rumah pasien pada Selasa sore didapatkan: rumah

yang ditinggali pasien adalah milik keluarga pasien sendiri. Kondisi rumah pasien

tampak dari luar terbuat dari semen dan tampak dari dalam terbuat dari semen da

sudah di cat berwarna biru di bagian luar dan dalam rumah, bagian belakang

rumah hanya di semen tapi tidak dicat. Rumah dengan luas 30 x 40m, berada di

dekat jalan raya, beratapan genteng terdiri dari 2 kamar tidur, ruang tamu, 1 dapur

dan 1 kamar mandi.

Rumah terbilang cukup jika hanya untuk tempat tinggal yang hanya dihuni oleh 2

orang. Lantai terpasang keramik. Perabot yang ada dirumah yaitu 1 TV, 1 meja

tamu, 2tempat duduk yang panjang, 1 tempat tidur yang terbuat dari besi berkasur

kapuk, dan 1 kasur lipat yang terdapat pada kamar satuya.

Sirkulasi udara dalam rumah baik. Akses jalan menuju rumah pasien masuk ke

dalam sedikit jalan kecil di sebelah SPBU. Pasien mempunyai 1 kendaraan motor.

Jarak antara rumah pasien dengan tetangga sebelah rumah berdekatan.

5

Page 6: lapkas bangsal jiwa

h. Tanggapan keluarga setelah pasien dirawat

Keluarga inti tidak merasa malu memiliki keluarga yang dirawat di RSUD Banjar.

Keluarga menyadari sepenuhnya bahwa pasien sedang sakit dan perlu perawatan

khusus di RSUD untuk penyakitnya. Keluarga optimis pasien akan sembuh dari

gangguan jiwanya khususnya ibunya yang tampak sangat sayang kepada pasien.

i. Tanggapan tetangga sekitar rumah setelah pasien dirawat

Tetangga sekitar rumah pasien mendukung pasien dan masih optimis bahwa

pasien bisa sembuh. Tetangga sekitar mayoritas tidak menganggap pasien gila,

tetapi masih ada tetangga yang menganggap pasien gila, tetapi hanya minoritas.

6

Page 7: lapkas bangsal jiwa

IV. STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

Penampilan

Pasien seorang laki-laki, dengan tinggi 160cm dan berat badan 55kg. Pasien

berkulit sawo matang, menggunakan baju yang disediakan oleh RSUD Banjar.

Pasien saat itu menggunakan pakaian rawat inap bangsal tanjung, berwarna hijau.

Pasien mempunyai kebiasaan menggaruk-garuk kepala yang dirasa nyeri dan

gatal. Pasien banyak dan melamun.

Perilaku dan aktivitas psikomotor

Pasien nampak sedih, perhatian pasien kurang baik, tidak berminat untuk

diwawancara. Konsentrasi pasien kurang baik.Namun,saat ditanya pasien selalu

terlihat bingung. Saat ditanya mengenai keluarga pasien bisa menjawab dengan

benar.

Pembicaraan ( speech )

Cara berbicara : Spontan, kadang irrelevan.

Volume berbicara : Kecil

Kecepatan berbicara : normal

Gangguan berbicara : Tidak ada afasia, tidak ada disartria, tidak ada ekolalia.

B. Alam Perasaan

Mood : Sedih

Afek : Depresif

Kesesuaian : Sesuai

7

Page 8: lapkas bangsal jiwa

C. Gangguan Persepsi

Halusinasi

o Auditorik : Ada (Pasien mendengar suara yang menyuruhnya untuk

membunuh orang lain)

o Visual : Ada (Sebelum masuk RS, pasien mengaku pernah

melihat bayangan)

o Taktil : Tidak ada

o Gustatorik : Tidak ada

Ilusi : Tidak ada

D. Gangguan Pikir

o BentukPikir : Autistik(+)

o Proses Pikir

o Produktivitas : Terbatas

o Kontinuitas

Assosiasi longgar : Ada

Inkoherensia : Tidak ada.

Neologisme : Tidak ada.

Flight of Idea : Tidak ada.

Sirkumstansial : Tidak ada.

o Isi pikir

o Gangguan isi pikiran : Terbatas

8

Page 9: lapkas bangsal jiwa

Waham

Bizarre : Tidak ada

Persekutorik/paranoid : Tidak ada

Curiga : Tidak Ada

Kejar : Tidak ada

Referensi : Tidak ada

Kebesaran : Tidak ada

Thought of insertion : Tidak ada

Thought of broadcasting : Tidak ada

Thought of withdrawal : Tidak Ada

Delution of control : Tidak Ada

Obsesi : Tidak ada

E. Sensorium dan Kognitif (Fungsi Intelektual)

Kesadaran : Composmentis

Taraf Pendidikan : kelas 6 SD hingga tamat

Orientasi :Baik

o Waktu (pasien mampu menyatakan sekarang ini siang/sore/malam)

o Tempat (pasien dapat menyebutkan bahwa saat ini sedang berada di RS)

o Orang (pasien tahu bahwa ia sedang diwawancarai oleh Dokter (Dokter

Muda)

o Daya ingat : Kurang

9

Page 10: lapkas bangsal jiwa

o Daya ingat jangka panjang baik (pasien dapat mengingat alamat rumah,

nama sekolah SD)

o Daya ingat jangka pendek cukup (pasien dapat mengingat menu sarapan

pagi tadi dan namun kadang tidak dapat mengingat nama dokter muda

kemarin)

o Daya ingat yang baru-baru ini terjadi (pasien dapat mengingat kapan ia

datang ke rumah sakit dan diantar oleh ibu)

o Daya ingat segera kurang (pasien dapat mengingat nama dokter muda yang

wawancara saat itu, dan susah mengulang dengan baik urutan nama benda

“gelas, piring, sendok”)

Konsentrasi : Konsentrasi kurang

F. Daya Nilai

Daya nilai sosial : Baik

Menurut pasien mencuri adalah perbuatan tidak baik.

Uji daya nilai : Kurang

Misalnya jika pasien menemukan dompet (dengan identitas pemilik) dijalan

dan terdapat uang Rp. 1.000.000,- ia bingung untuk mengembalikan dompet

beserta uang tersebut kemana.

Daya nilai realitas: Baik

G. Reality Test Ability (RTA) : cukup

H. Tilikan : Tilikan derajat I

Pasien tidak menyadari bahwa dirinya sakit.

10

Page 11: lapkas bangsal jiwa

V. PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Internus

1. Keadaan umum : tampak sakit sedang

2. Kesadaran : compos mentis

3. Tekanan Darah : 110/70 mmHg

4. Nadi : 80x/menit

5. Suhu : 36oC

6. Pernapasan : 20x/menit

7. Kulit : sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor baik,

kelembaban normal, efloresensi primer/sekunder (-)

8. Kepala : normocephali, rambut warna hitam, agak panjang,

distribusi merata, terdapat tinea korporis pada regio

temporalis sinistra.

9. Mata : pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+,

refleks cahaya tidak langsung +/+,

konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

10. Hidung : normosepta, sekret -/-

11. Telinga : normotia, serumen -/-

12. Mulut : oral higenes (-)

13. Tenggorok : T1/T1, faring tidak hiperemis

14. Leher : KGB tidak teraba membesar

15. Paru : suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

16. Jantung : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

17. Extremitas :

- Atas : akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-), edema (-)

- Bawah : akral hangat, cianosis (-), edema (-)

18. Genitalia : tidak diperiksa

b. Status Neurologikus

Saraf kranial (I-XII) : dalam batas normal

Tanda rangsang meningeal : (-)

11

Page 12: lapkas bangsal jiwa

Refleks fisiologis : (+) normal

Refleks patologis : (-)

Motorik : Dalam batas normal

Sensorik : Dalam batas normal

Fungsi luhur : Baik

Gangguan khusus : Tidak ada

Gejala EPS : (-)

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan

VII. IKHTISAR PENEMUAN YANG BERMAKNA

RTA : Cukup

Mood : Sedih

Afek : Depresif, sesuai

Gangguan persepsi : Ada

Gangguanbentuk pikir : Tidak realistik, Autistik (+)

Gangguan proses pikir : Asosiasi longgar (+)

Gangguan isi pikir : Tidak Ada

Tilikan : Tilikan derajat I

Faktor stressor :- Keinginan untuk memiliki pasangan.

VIII. FORMULASI DIAGNOSTIK

Berdasarkan PPDGJ-III kasus ini digolongkan kedalam :

AKSIS I : F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran

Terdapat gejala kehilangan minat dan kegembiraan dan berkurangnya energi

(menurunnya aktivitas) disertai perasaan sedih dan tertekan. Konsntrasi dan

12

Page 13: lapkas bangsal jiwa

perhatian berkurang. Tidur dan makan terganggu. Pasien awalnya datang dalam

keadaan depresi, saat diberikan antidepresi selama kurang lebih 1 minggu lalu

menjadi muncul adanya mania dan banyak bicara. Afek depresi, sesuai. Terdapat

halusinasi auditorik dan visual. Tilika tip I, pasien tidak mengetahui bahwa pasien

sakit dan butuh pengobatan.

AKSIS II : Diagnosis tertunda

AKSIS III : Tidak ada diagnosis

AKSIS IV : Masalah “support system”

AKSIS V : GAF SCALE 1 tahun 80-71 & GAF SCALE Pulang 70-61

IX. EVALUASI MULTIAKSIAL

AKSIS I : F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran

AKSIS II : Diagnosis tertunda

AKSIS III : Tidak ada diagnosis

AKSIS IV : Masalah “support system”

AKSIS V : GAF SCALE 1 tahun 80-71 & GAF SCALE Pulang 70-61

X. DAFTAR MASALAH

a. Organobiologik : Tidak ada.

b. Psikologi : halusinasi auditorik dan visual, agresitifitas motorik dan verbal.

c. Sosial/ Keluarga : Keinginan memiliki pasangan. Pasien merasa iri karena adik

pasien telah menikah dan mempunyai anak. Putus obat.

IX. PROGNOSIS

Faktor - faktor yang mendukung kearah prognosis baik:

o Keluarga pasien dan tetangga pasien masih mendukung pasien untuk sembuh.

Faktor - faktor yang mendukungkearah prognosis buruk:

13

Page 14: lapkas bangsal jiwa

o Keluarga memiliki kekhawatiran yang sedikit berlebih bila pasien tampak mulai

gelisah, keluargapun ikut gelisah dan melaporkan ke RS.

Kesimpulan prognosisnya adalah:

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

X. PENATALAKSANAAN

Rawat ruang isolasi tanpa fiksasi

Observasi agresivitas

1. Farmakoterapi

Cepezet injeksi 50 mg ( 1/2 amp – 0 – 1/2 amp ) selama 4 hari.

Hari ke IV diganti oral :

Risperidon tablet 2 mg (1tab – 0 – 1tab)

Kalxetin tablet 20 mg ( 1tab – 0 – 0 )

Chlorpromazin tablet 100 mg ( 1/2 tab– 0 – 1tab )

Depakote tablet 250 mg (1tab – 0 – 0 )

Schizonoat injection DEPO (1amp – 0 – 0 )/ bulan

2. Terapi Psikoterapi

a. Memotivasi pasien agar minum obat teratur dan kontrol rutin setelah pulang dari

perawatan.

Dengan cara memberi tahu akibat yang terjadi apabila tidak rutin minum obat,

seperti : “Bapak/Ibu, harus rutin minum obat yang diresepkan oleh dokter,

karena apabila tidak rutin, gejala-gejala yang menyebabkan bapak/ibu dirawat

akan muncul kembali dan mungkin bapak/ibu akan dirawat kembali”

14

Page 15: lapkas bangsal jiwa

b. Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi masalah

serta memberikan dorongan agar lebih terbuka bila mempunyai masalah dan

jangan memperberat pikiran dalam menghadapi suatu masalah.

c. Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat yang diminum tidak

menimbulkan ketergantungan justru sebagai pengontrol zat kimia di otak agar

gejala yang dialami pasien bisa terkontrol dan pasien bisa menjalani

kehidupan sehari-hari seperti sebelum sakit.

3. Terapi Kognitif

Menjelaskan pada pasien tentang penyakit dan gejala-gejalanya, menerangkan

tentang gejala penyakit yang timbul akibat cara berfikir, perasaan dan sikap terhadap

masalah yang dihadapi.

Apabila tedapat beban pikiran yang berlebihan pada pasien akan menimbulkan

kekambuhan gejala lagi, walaupun pasien diterapi obat. Hal ini pentingnya

pengetahuan pasien tentang keadaan pasien tersebut.

4. Terapi Sosial

Melibatkan pasien secara aktif dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok di RS agar ia

dapat beraktivitas dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Proses terapi aktivitas kelompok pada dasarnya lebih kompleks dari pada terapi

individual, oleh karena itu untuk memimpinya memerlukan pengalaman dalam

psikoterapi individual. Dalam kelompok terapis akan kehilangan sebagian otoritasnya

dan menyerahkan kepada kelompok.

Terapis sebaiknya mengawali dengan mengusahakan terciptanya suasana yang tingkat

kecemasannya sesuai, sehingga pasien terdorong untuk membuka diri dan tidak

menimbulkan atau mengembalikan mekanisme pertahanan diri. Setiap permulaan dari

suatu terapi aktivitas kelompok yang baru merupakan saat yang kritis karena

prosedurnya merupakan suatu yang belum pernah dialami oleh anggota kelompok dan

mereka dihadapkan dengan orang lain.

Setalah pasien berkumpul, mereka duduk melingkar, terapis memulai dengan

memperkenalkan diri terlebih dahulu dan juga memperkenalkan co-terapis dan

kemudian mempersilahkan anggota untuk memperkenalkan diri secara bergilir, bila

15

Page 16: lapkas bangsal jiwa

ada anggota yang tidak mampu maka terapis memperkenalkannya. Terapis kemudian

menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur terapi kelompok dan juga masalah

yang akan di bicarakan dalam kelompok. Topik atau masalah dapat ditentukan oleh

terapis atau usul pasien. Ditetapkan bahwa anggota bebas membicarakan apa saja,

bebas mengkritik siapa saja termasuk terapis. Terapis sebaiknya bersifat moderat dan

menghindarkan kata-kata yang dapat diartikan sebagai perintah. Keadaan ini mungkin

ada indikasi bahwa ada beberapa pasien masih perlu mengikuti terapi individual. Bisa

juga terapis merangsang anggota yang banyak bicara agar mengajak temannya yang

kurang banyak bicara. Dapat juga co-terapis membantu mengatasi kemacetan.

Kalau terjadi kekacauan, anggota yang menimbulkan terjadinya kekacauan

dikeluarkan dan terapi aktivitas kelompokn berjalan terus dengan memberikan

penjelasan kepada semua anggota kelompok. Setiap komentar atau permintaan yang

datang dari anggota diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Terapis bukanlah guru,

penasehat, atau bukan pula wasit.

Diakhir terapi aktivitas kelompok, terapis menyimpulkan secara singkat pembicaraan

yang telah berlangsung / permasalahan dan solusi yang mungkin dilakukan.

Dilanjutkan kemudian dengan membuat perjanjian pada anggota untuk pertemuan

berikutnya.

5. Terapi Keluarga

Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit pasien, penyebabnya, faktor

pencetus, perjalanan penyakit dan rencana terapi serta memotivasi keluarga pasien

untuk selalu mendorong pasien mengungkapkan perasaaan dan pemikirannya.

Dikarenakan banyak keluarga pasien akibat stigma masyarakat, keluarga pasien

menjadi malu, sehingga keluarga kekurangan empati terhadap pasien sendiri. Hal ini

harus dicegah, dengan memberikan dukungan kepada keluarga, untuk menyayangi

pasien selayaknya keluarga yang sedang sakit dan butuh perhatian keluarga untuk

kesembuhannya.

6. Terapi Pekerjaan

Memanfaatkan waktu luang dengan melakukanhobi atau pekerjaan yang bermanfaat.

Kita bantu untuk memulihkan pekerjaan yang tepat sehingga pasien mempunyai

aktifitas rutin sehari-hari layaknya orang normal.

16

Page 17: lapkas bangsal jiwa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada

fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses

berfikir. Disebut Bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik dua

kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi.

Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari

gangguan mood, dimana seseorang mengalami kondisi atau episode dari depresi dan/atau manik,

hipomanik, dan/atau kondisi campuran. Jika dibiarkan tanpa terapi, akan menghasilakan kondisi

psikiatrik dengan disabilitas berat. Perbedaan antara gangguan bipolar dan unipolar (juga dikenal

dengan “major depression”) adalah bahwa gangguan bipolar melibatkan kondisi mood yang

“energetik” atau “teraktivasi” sebagai tambahan dari kondisi mood yang depresi.

Durasi dan intensitas dari kondisi mood bervariasi secara luas diantara orang-orang dengan

penyakit tersebut. Fluktuasi dari satu kondisi mood ke kondisi lainnya disebut dengan “cycling”

atau mood swings. Mood swing menyebabkan kelainan tidak hanya pada mood seseorang, tetapi

juga pada level energi, pola tidur, level aktivitas, ritme social dan kemampuan berpikir

seseorang. Banyak orang yang mengalami disabilitas untuk beberapa waktu lamanya dan ketika

hal tersebut terjadi mereka mengalami gangguan fungsi yang berat.

Gejala dari gangguan bipolar biasanya tetap sama dari satu episode ke episode lainnya pada

seorang pasien, tetapi gejalanya dapat bertambah buruk atau malah membaik. Gejala dari manik

mencakup euphoria, peningkatan kepercayaan diri, bicara cepat, pikiran yang berlomba-lomba,

iratabilitas yang berlebihan, peningkatan energi dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur. Gejala

dari depresi mencakup kesedihan, hilangnya minat pada aktifitas sehari-hari, cepat lelah dan

adanya pikiran-pikiran tentang kematian. Gejala psikotik seperti halusinasi dan waham juga

dapat muncul.

Untuk hipomanik, gejalanya biasanya lebih tidak destruktif seperti mania dan orang-orang

dengan hipomanik biasanya mengalami lebih sedikit gejala daripada mereka yang mengalami

17

Page 18: lapkas bangsal jiwa

manik secara komplit. Durasinya juga lebih pendek dari pada mania. Hal ini seringkali menjadi

keadaan yang “artistik” dari kelainan ini, karena terdapat flight of ideas, pemikiran yang brilliant

dan peningkatan energi. Sementara siklotimik menyerupai gejala bipolar campuran, hanya saja

destruktifitasnya tidaklah seperti manik atau depresif dan perjalanan penyakitnya kronis.

Gangguan bipolar seringkali disalah-diagnosa karena orang yang sedang manik cenderung untuk

tidak mencari pengobatan. Ketika terapi dicari saat episode depresif, kondisi ini dapat

disalahtafsirkan sebagai gangguan depresi mayor. Diagnosis dari gangguan bipolar melibatkan

sebuah evaluasi tentang kesehatan jiwa. Evaluasi ini mencakup riwayat lengkap dari gejala,

termasuk onset, durasi dan keparahannya. Penegakan diagnosis juga mencakup pengekslusian

penyebab lain yang dapat menyerupai gejala gangguan bipolar seperti penggunaan zat terlarang

atau kelainan tiroid.

II. EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini mengenai sekitar 1% hingga 1,5% dari total populasi dan mungkin sekitar

2% jika gejala-gejala bipolar II diikutsertakan. Prevalensi penyakit ini cenderung untuk

meningkat dari tahun ke tahun. Wanita dan laki-laki memiliki peluang yang sama untuk terkena

penyakit yang sering kali menimbulkan disabilitas ini, tetapi faktor hormonal dapat berpengaruh

pada perbedaan jenis kelamin.

Kelainannya seringkali muncul pada saat masa remaja atau dewasa awal (dengan rata-

rata usia 25 hingga 35 tahun) dan berpengaruh terhadap penderita sepanjang sisa hidupnya.

Walaupun sebelumnya dianggap sebagai gangguan pada orang dewasa, sekarang didapati bahwa

anak kecil juga ternyata dapat menderita dari gangguan bipolar ini. Semakin awal onsetnya,

semakin besar pula kemungkinan dari timbulnya gejala psikotik dan semakin jelas terlihat pula

hubungan genetiknya.

Morbiditas dan mortalitas yang signifikan yang berhubungan dengan gangguan bipolar

inilah yang menjadikan penyakit ini sebagai problema mayor kesehatan publik. Insidens yang

tercatat kemungkinan kurang dari insidens yang terjadi sebenarnya karena pelaporan yang

kurang dan kurangnya pengenalan akan episode manik dan hipomanik. Prevalensi bipolar II dan

siklotimia adalah rendah karena kebanyakan penelitian hanya mengikut sertakan gangguan

bipolar I saja. Meskipun ketika pola bipolar II diikut sertakan, kesulitan untuk menetapkan

18

Page 19: lapkas bangsal jiwa

riwayat dari episode hipomanik mengacu pada diagnosis yang kurang. Menetapkan diagnosis

siklotimia malah lebih sulit lagi.

Gangguan bipolar secara signifikan mempengaruhi ekonomi. Ia dapat menghasilkan gangguan

dan disabilitas fungsional dan membebani perusahaan-perusahaan di USA sebanyak 14,1 juta

dolar pertahunnya, menurut NIH. Menurut NAMI penyakit ini menempati urutan ke-6 dari

penyebab utama penyakit yang menimbulkan disabilitas diseluruh dunia dan merupakan

diagnosis kesehatan jiwa yang paling mahal, baik untuk pasien dan penyedia asuransi.

III. ETIOLOGI

Sekarang, penyebab gangguan bipolar diketahui multifaktor. Mencakup aspek bio-

psikososial.Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di

otak.Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kana-kanak, stres yang menyakitkan,

stres kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya.

A. Faktor Genetik

Penelitian keluarga telah menemukan bahwa kemungkinan menderita suatu

gangguan mood menurun saat derajat hubungan kekeluargaan melebar. Sebagai

contoh, sanak saudara derajat kedua (sepupu) lebih kecil kemungkinannya dari pada

sanak saudara derajat pertama. Penurunan gangguan bipolar juga ditunjukkan oleh

fakta bahwa kira-kira 50 persen pasien gangguan bipolar memiliki sekurangnya satu

orangtua dengan suatu gangguan mood, paling sering gangguan depresif berat. Jika

satu orangtua menderita gangguan bipolar, terdapat kemungkinan 25 persen bahwa

anaknya menderita suatu gangguan mood. Jika kedua orang tua menderita gangguan

bipolar, terdapat kemungkinan 50-75 persen anaknya menderita gangguan mood.

Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan

kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari

kromosom tersebut yang benar-benar terlibat.Beberapa diantaranya yang telah

diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22.

Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21)

berisiko rendah menderita gangguan bipolar.

19

Page 20: lapkas bangsal jiwa

Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar,

peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmitter dengan Gangguan bipolar.

Neurotransmitter tersebut adalah dopamine, serotonin, noradrenalin. Gen-gen yang

berhubungan dengan neurotransmitter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang

mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, cathecol-

ometiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT). Penelitian terbaru

menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu gen yang

mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF).

BDNF adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps,

neurogenesis, dan perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam mood.

Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat tiga penelitian

yang mencari tahu hubungan antara BDNF dengan Gangguan bipolar dan hasilnya

positif.

20

Page 21: lapkas bangsal jiwa

B. Faktor Biologis

Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat

perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui

pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography

(PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada

korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen

Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdale dan

hippocampus. Korteks prefrontal, amygdale, dan hippocampus merupakan bagian

dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).

Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak

penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin

yang membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar

saraf. Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar

saraf tidak berjalan lancar.

C. Faktor Psikososial

1. Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan

Satu pengamatan klinis yang telah lama yang telah direplikasi adalah bahwa

peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode

pertama gangguan suasana perasaan daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut

telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I.

2. Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness)

Di dalam percobaan dimana binatang secara berulang dipaparkan dengan kejutan

listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang akhirnya menyerah dan tidak

melakukan usaha sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar

bahwa mereka tidak berdaya.Pada manusia yang terdepresi, kita dapat menemukan

keadaan ketidakberdayaan yang mirip. Menurut teori ketidakberdayaan yang

21

Page 22: lapkas bangsal jiwa

dipelajari, depresi dapat membaik jika klinisi mengisi pada pasien yang terdepresi

suatu rasa pengendalian dan penguasaan lingkungan.Klinisi menggunakan teknik

perilaku berupa dorongan yang menyenangkan dan positif di dalam usaha tersebut.

3. Teori kognitif

Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif yang

sering adalah melibatkan distorsi negatif, pengalaman hidup, penilaian diri yang

negatif, pesimisme, dan keputusasaan.Pandangan negatif yang dipelajari tersebut

selanjutnya menyebabkan perasaan depresi.Seorang ahli terapi kognitif berusaha

untuk mengidentifikasi hal yang negatif dengan menggunakan tugas perilaku, seperti

mencatat dan secara sadar memodifikasi pikiran pasien.

IV. KRITERIA DIAGNOSTIK DAN PEMERIKSAAN FISIK

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III ,

gangguan afektif bipolar ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan

pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri

dari peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau

hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan

energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar

episode.Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu

sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama.

Episode pertama bisa timbul pada setiap usia dari masa kanak-kanak sampai tua.

Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang

menderita bipolar maka risiko penyakit akan lebih berat, kronik bahkan refrakter.

22

Page 23: lapkas bangsal jiwa

A. Kriteria Diagnostik

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar

dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II.Gangguan bipolar I atau tipe klasik

ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar

II ditandai dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang

berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami penderita.

1. F31 Gangguan Afektif Bipolar

Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang-kurangnya dua) yang

menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan tingkat aktivitasnya jelas

terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana

perasaan (mood) serta peningkatan enersi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan

pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan energi

dan aktivitas (depresi).

Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode.

Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu

sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar

6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua

macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stres atau

trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakkan diagnosis).

2. F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini Depresif Ringan atau Sedang

a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan

(F32.0) ataupun sedang (F32.1), dan

b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau

campuran di masa lampau.

Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya gejala

somatic dalam episode depresif yang sedang berlangsung.

23

Page 24: lapkas bangsal jiwa

F31.30 Tanpa gejala somatik

F31.31 Dengan gejala somatik

3. F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala

Psikotik

a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat

tanpa gejala psikotik (F32.2), dan

b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau

campuran di masa lampau.

4. F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala

Psikotik

a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat

dengan gejala psikotik (F32.3), dan

b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau

campuran di masa lampau.

Jika dikehendaki, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau

tidak serasi dengan afeknya.

Episode Depresif

Walaupun banyak penelitian telah berusaha untuk menemukan perbedaan yang dapat

dipercaya antara episode depresif gangguan bipolar dan episode gangguan depresif, perbedaan

tersebut sulit ditemukan.Di dalam situasi klinis, hanya riwayat penyakit pasien, riwayat keluarga,

dan perjalanan penyakit di masa mendatang dapat membantu membedakan kedua kondisi

tersebut.

1. F32 Episode Depresif

Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di bawah ini, ringan

(F32.0), sedang (F32.1), dan berat (F32.2 dan F32.3), gejala utama yang ditemukan

adalah :

- Afek depresif

- Kehilangan minat dan kegembiraan

- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

24

Page 25: lapkas bangsal jiwa

Gejala lainnya adalah :

a) Konsentrasi dan perhatian berkurang

b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe

ringan sekali pun)

d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

f) Tidur terganggu

g) Nafsu makan berkurang

2. F32.0 Episode Depresif Ringan

Suasana perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan, dan

mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala dari depresi yang paling khas,

dan sekurang-kurangnya dua gejala dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala

lain (untuk F32.-) harus ada untuk menegakkan diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala

yang berat diantaranya.Lamanya episode berlangsung ialah sekurangkurangnya sekitar 2

minggu.Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang

gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan kegiatan sosial,

namun mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi sama sekali.

Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan adanya sindrom somatik :

F32.00 Tanpa gejala somatik

Kriteria untuk episode depresif ringan telah dipenuhi, dan tidak ada atau hanya

sedikit sekali Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala paling khas yang

ditentukan untuk episode depresif ringan (F32.0), ditambah sekurang-kurangnya tiga (dan

sebaiknya empat) gejala lainnya. Beberapa gejala mungkin amat menyolok, namun tidak

esensial apabila secara keseluruhan ada cukup banyak variasi gejalanya.Lamanya

keseluruhan episode berlangsung ialah sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu.Individu

yang mengalami episode depresif taraf sedang biasanya menghadapi kesulitan nyata

untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah tangga.Karakter kelima

dapat digunakan untuk menentukan adanya sindrom somatik :gejala somatik

25

Page 26: lapkas bangsal jiwa

F32.01 Dengan gejala somatik

Kriteria untuk episode depresif ringan telah dipenuhi, dan empat atau lebih gejala

somatik juga ditemukan. (jika hanya dua atau tiga gejala somatik ditemukan tetapi luar

biasa beratnya, maka penggunaan kategori ini mungkin dapat dibenarkan)

3. F32.1 Episode Depresif Sedang

F32.10 Tanpa gejala somatik

Kriteria untuk episode depresif sedang telah dipenuhi, dan tidak ada atau hanya

sedikit sekali gejala somatik

F32.11 Dengan gejala somatik

Kriteria untuk episode depresif sedang telah dipenuhi, dan ada empat atau lebih

gejala somatik juga ditemukan. (jika hanya dua atau tiga gejala somatik ditemukan tetapi

luar biasa beratnya, maka penggunaan kategori ini mungkin dapat dibenarkan)

4. F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik

Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan ketegangan atau

kegelisahan yang amat nyata, kecuali apabila retardasi mental merupakan ciri

terkemuka.Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak berguna mungkin mencolok,

dan bunuh diri merupakan bahaya nyata terutama pada beberapa kasus berat.Anggapan

disini ialah bahwa sindrom somatik hampir selalu ada pada episode depresif berat.

Semua ketiga gejala khas yang ditentukan untuk episode depresof ringan dan sedang

harus ada, ditambah sekurang-kurangnya empat gejala lainnya, dan beberapa di antaranya

harus berintensitas berat.Namun, apabila gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi)

menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak

gejalanya secara terinci.Dalam hal demikian, penentuan menyeluruh dalam subkategori

episode berat masih dapat dibenarkan.

Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,

akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka mungkin dibenarkan

untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.Selama episode depresif

berat, sangat tidak mungkinpenderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan

atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.Kategori ini hendaknya

26

Page 27: lapkas bangsal jiwa

digunakan untuk episode depresif berat tunggal tanpa gejala psikotik, untuk episode

selanjutnya harus digunakan subkategori dari gangguan depresif berulang.

5. F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas,

disertai waham, halusinasi atau stupor depresif.Wahamnya biasanya melibatkan ide

tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat merasa

bertanggung jawab atas hal itu.Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara

yang menghina atau bau kotoran atau daging membusuk.Retardasi psikomotor yang berat

dapat menuju pada stupor.Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan

sebagai serasi atau tidak serasi dengan suasana perasaan (mood).

B. Pemeriksaan Fisik

1. Penampilan

Orang yang menunjukkan suatu periode depresi mungkin menunjukkan sedikit

sampai tidak ada kontak mata. Pakaian mereka mungkin tidak terawat, kotor,

berlubang, kumal, serta tidak cocok dengan ukuran badan. Bila seseorang kehilangan

berat badan secara signifikan, ukuran pakaiannya tidak akan cocok. Kebersihan diri

tercermin dari mood mereka yang rendah, yang ditunjukkan dengan badan yang

kurus, tidak bercukur, dan tidak membersihkan diri. Pada wanita, kuku jari tangannya

mungkin terdapat lapisan warna yang berbeda atau sebagian warna yang rusak pada

kuku mereka, bahkan cenderung kotor juga pada tangannya. Rambut mereka juga

tidak terurus. Bila orang ini bergerak, afek depresi jelas terlihat. Mereka bergerak

dengan lambat dan sangat sedikit yang menunjukkan retardasi psikomotor. Mereka

juga berbicara dengan suara yang pelan atau suara yang monoton.

2. Afek/Suasana Perasaan

Afek depresi.Kesedihan mendominasi suasana hati seseorang dalam episode

depresi.  Penderita merasa sedih, tertekan, kehilangan, kosong dan terisolasi. 

27

Page 28: lapkas bangsal jiwa

3. Pikiran

Penderita mempunyai pemikiran yang mencerminkan kesedihan mereka. Gagasan

yang negatif, perhatian nihilistik, dan mereka mempunyai suatu istilah bahwa “

mereka bagaikan gelas yang separuh kosong”. Pemikiran mereka lebih berfokus

tentang kematian dan tentang bunuh diri.

4. Persepsi

Terdapat 2 format dari tipe depresi yang dijelaskan. Dengan psikotik dan tanpa

psikotik. Dengan psikotik, penderita mempunyai khayalan dan halusinasi yang sesuai

atau tidak dengan suasana hati. Penderita merasa telah berdosa, bersalah, dan

merasakan penyesalan yang sangat dalam.

5. Bunuh Diri

Angka kejadian bunuh diri banyak terjadi pada penderita depresi. Mereka adalah

individu yang mencoba dan berhasil dalam usaha bunuh diri.

6. Pembunuhan/Kekerasan

Pembunuhan yang dilakukan oleh penderita biasanya diikuti dengan bunuh diri.

Pada beberapa penderita depresi biasanya merasa dunia sudah tidak berguna lagi

untuknya dan untuk orang terdekatnya/orang lain.

7. Tilikan/Insight

Depresi dapat mempengaruhi penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri.

Penderita biasanya gagal dalam melakukan tindakan yang penting sebab mereka

sangat jatuh dan menurun dalam mengenali diri mereka sendiri. Meraka memiliki

sedikit pengertian terhadap diri mereka sendiri.

8. Kognitif

Pada depresi dan manik yang berat, penderita dapat mengalami kesulitan dalam

berkonsentrasi dan memusatkan perhatiannya.

28

Page 29: lapkas bangsal jiwa

V. PENATALAKSANAAN

A. Penentuan Kegawatdaruratan

Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya,

seperti depresi atau manik, dan derajat keparahan fase tersebut.Contoh, seseorang dengan

depresi yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri memerlukan/mengindikasikan

pengobatan rawat inap.Sebaliknya, seseorang dengan depresi moderat yang masih dapat

bekerja, diobati sebagai pasien rawat jalan.

1. Rawat Inap

a. Berbahaya untuk diri sendiri

Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat terlihat dengan resiko yang

signifikan untuk bunuh diri.Percobaan bunuh diri yang serius dan idea spesifik

dengan rencana menghilangkan bukti, memerlukan observasi yang ketat dan

perlindungan pencegahan. Namun, bahaya bagi penderita bisa datang dari aspek lain

dari penyakit, contohnya seorang penderita depresi yang tidak cukup makan beresiko

kematian.

b. Berbahaya bagi orang lain

Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa orang lain, contohnya

seorang penderita yang mengalami depresi yang berat meyakini bahwa dunia itu

sangat suram/gelap, sehingga ia berencana untuk membunuh anaknya untuk

membebaskan mereka dari kesengsaraan dunia.

c. Hendaya Berat

Adakalanya depresi yang dialami terlalu dalam, sehingga orang tidak dapat

melakukan fungsinya sama sekali, meninggalkan orang seperti ini sendirian sangat

berbahaya dan tidak menyembuhkannya.

d. Kondisi medis yang harus dimonitor

Contohnya penderita gangguan jiwa yang disertai gangguan jantung harus berada

di lingkungan medis, dimana obat psikotropik dapat dimonitor dan diobservasi.

29

Page 30: lapkas bangsal jiwa

2. Rawat inap parsial atau program perawatan sehari

Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun memiliki tingkat

pengendalian dan lingkungan hidup yang stabil.Contohnya, penderita dengan depresi

berat yang berpikir akan bunuh diri tapi tidak berencana untuk melakukannya dan dapat

memiliki tingkat motivasi yang tinggi bila diberi banyak dukungan interpersonal,

terutama sepanjang hari dan dengan bantuan dan keterlibatan dari keluarga. Keluarga

harus selalu berada di rumah setiap malam dan harus peduli terhadap penderita.Rawat

inap parsial juga menjembatani untuk bisa segera kembali bekerja.Kembali secara

langsung ke pekerjaan seringkali sulit bagi penderita dengan gejala yang berat, dan rawat

inap parsial memberi dukungan dan hubungan interpersonal.

3. Rawat jalan

Pengobatan rawat jalan memiliki 4 tujuan utama :

a) Mencari stressornya dan mencari cara untuk menanganinya. Stressor ini dapat

berasal dari keluarga atau pekerjaan, dan bila terkumpul dapat mendorong

penderita menjadi depresi. Hal ini merupakan bagian dari psikoterapi.

b) Memonitor dan mendukung pemberian obat. Pengobatan membuat perubahan

yang luar biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan mencegah efek

samping. Penderita memiliki rasa yang bertentangan dengan pengobatan mereka.

Mereka mengetahui bahwa obat membantu dan mencegah mereka untuk dirawat

inap, namun mereka juga menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu, harus

dibantu untuk mengarahkan perasaan mereka dan membantu mereka untuk mau

melanjutkan pengobatan.

c) Membangun sekumpulan orang yang peduli. Hal ini merupakan satu dari banyak

alasan bagi para praktisi setuju dengan ambivalensi penderita tentang pengobatan.

Seiring perjalanan waktu, kekuatan sekumpulan orang yang peduli membantu

mempertahankan gejala penderita dalam keadaan minimum dan membantu

penderita tinggal dan diterima di masyarakat.

d) Edukasi. Klinisi harus membantu edukasi bagi penderita dan keluarga tentang

penyakit bipolar. Mereka harus sadar dan waspada terhadap bahaya

penyalahgunaan zat, situasi yang mungkin memicu kekambuhan, dan peran

30

Page 31: lapkas bangsal jiwa

pengobatan yang penting. Dukungan kelompok bagi penderita dan keluarga

memiliki arti penting yang sangat luar biasa.

Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan

oleh para praktisi, termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah endokrin,

infeksi, komplikasi sistem urinari, dan gangguan keseimbangan elektrolit.

VI. TERAPI

A. Terapi Farmakologi

Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang dialami

penderita. Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik,

agitasi, agresi, dan gangguan tidur. Antipsikosis atipikal semakin sering digunakan

untuk episode manik akut dan sebagai mood stabilizer.Antidepresan dan ECT juga

dapat digunakan untuk episode depresi akut (contoh, depresi berat). Selanjutnya,

terapi pemeliharaan/maintenance dan pencegahan juga harus diberikan.

Pengalaman klinis menunjukkan bahwa jika diterapi dengan obat mood stabilizer,

penderita gangguan bipolar akan mengalami lebih sedikit periode manik dan depresi.

Obat ini bekerja dengan caramenstabilkan mood penderita (sesuai namanya), juga

dapat menstabilakn manik dan depresi yang ekstrim. Antipsikosis atipikalseperti

ziprasidone, quetiapine, risperidone, aripiprazole dan olanzapine, kini juga sering

digunakan untuk menstabilkan manik akut, bahkan untuk menstabilkan mood pada

depresi bipolar.

B. Terapi Non Farmakologi

1. Konsultasi

Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu

sesuai bila penderita tidak menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan

medikasi.

31

Page 32: lapkas bangsal jiwa

2. Diet

Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors

(MAOIs), tidak ada diet khusus yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak

merubah asupan garam, karena peningkatan asupan garam membuat kadar litium

serum menurun dan menurunkan efikasinya, sedangkan mengurangi asupan

garam dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas.

3. Aktivitas

Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan

olahraga/aktivitas fisik. Jadwal aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik

aktivitas fisik dan jadwal yang reguler meupakan kunci untuk bertahan dari

penyakit ini. Namun, bila aktivitas fisik ini berlebihan dengan peningkatan

respirasi dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas

litium.

4. Edukasi

Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal dan

lanjutan. Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita,

namun juga melalui keluarga dan sistem disekitarnya. Fakta menunjukkan edukasi

tidak hanya meningkatkan ketahanan dan pengetahuan mereka tentang penyakit,

namun juga kualitas hidupnya.

o Penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini mengurangi

perasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan yang adekuat.

o Memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit terutama tanda

awal, pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan terhadap adanya perubahan

memudahkan langkah-langkah pencegahan yang baik.

o Membantu penderita mengidentifikasi dan mengatasi stressor di dalam

kehidupannya.

o Informasi tentang kemungkinan kekambuhan penyakitnya.

32

Page 33: lapkas bangsal jiwa

33

Page 34: lapkas bangsal jiwa

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous, Skizofrenia. Av.at.http://id.wikipedia Indonesia.org/wiki/Skizofrenia

2. Gangguan kejiwaan dan macamnya [Internet]. 2007 [diunduh diunduh 6 Januari 2015].

Diunduh dari: http://ikhwah.informe.com/gangguan-kejiwaan-dan-macamnya-dt262.html

3. Kaplan, HI, Sadock, BJ, Grebb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis psikiatri, ed 7, vol 1,

1997 : 685-693.

4. Luana N, Skizofrenia dan gangguan psikotik lannya. Av.At:http//www.Ikatan Dokter

Indonesia Cabang Jakarta Barat.co.id

5. Maramis, W.F Skizofrenia dalam Cacatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya, 194 : 215-

227.

6. Maslim R, Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, Jakarta, 2002 : 6-7

7. Maslim R, Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Ganggguan Waham, dalam Buku Saku

Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III, Jakarta, 2003 : 46-51

8. NIMH. Bipolar disorder [Internet]. 2010 [diunduh 6 Januari 2015]. Diunduh dari:

http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bipolar-disorder/complete-index.shtml

9. Roxanne DE. Bipolar disorder (mania) [Internet]. 2011 [diunduh diunduh 6 Januari

2015]. Diunduh dari: http://www.medicinenet.com/bipolar_disorder/article.htm

10. Rusdi M. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu

Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2001.

11. Sinaga, BR. Diagnosis Skizofrenia dan Penatalaksanaan Skizofrenia dalam Skizofrenia

dan Diagnosis Banding, Jakarta 2007 : 42-77

12. Soreff S. Bipolar affective disorder treatment & management [Internet]. 2011. [diperbarui

11 Jan 2011; diunduh diunduh 6 Januari 2015. Diunduh dari;

http://emedicine.medscape.com/article/286342-treatment

34