Lapkas Asma

41
LAPORAN KASUS PASIEN dengan ASMA BRONKIAL PERSISTEN BERAT dan ISPA Disusun oleh : Frisca Aprillia Halim 07120100055 Pembimbing : dr. Agung Kristyono, Sp.P KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMKITAL MARINIR CILANDAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN PERIODE 14 JULI – 20 SEPTEMBER 2014 1

description

asma

Transcript of Lapkas Asma

  • LAPORAN KASUS

    PASIEN dengan ASMA BRONKIAL PERSISTEN

    BERAT dan ISPA

    Disusun oleh :

    Frisca Aprillia Halim

    07120100055

    Pembimbing :

    dr. Agung Kristyono, Sp.P

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

    RUMKITAL MARINIR CILANDAK

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

    PERIODE 14 JULI 20 SEPTEMBER 2014

    1

  • I. Identitas Pasien

    Nama : Ny. EA

    Usia : 63 tahun

    Jenis Kelamin : Wanita

    Tempat, Tgl. lahir : Jakarta, 15 Desember 1950

    Agama : Islam

    Status : Menikah

    Pekerjaan : Ibu rumah tangga

    Kebangsaan : Indonesia

    Pendidikan terakhir : SMP

    Alamat : KP. Kandang 1/7. 36 Cilandak Timur

    No. RM : 104150

    Tgl, masuk RS : 22 Agustus 2014

    II. Anamnesis

    Didapatkan keterangan dari pasien (autoanamnesis) pada hari Jumat,

    tanggal 22 Agustus 2014 pk 13.30 WIB di poliklinik paru Rumah Sakit Marinir

    Cilandak.

    Keluhan utama : Sesak napas

    Keluhan tambahan : Batuk berdahak

    Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien datang ke Poliklinik paru Rumah Sakit Marinir Cilandak dengan

    keluhan utama sesak napas sejak 6 hari yang lalu. Sesak napas dirasakan terus

    menerus dan semakin lama semakin memburuk. Sesak semakin berat ketika

    pasien terlalu capek. Sesak napas berawal karena pasien terlalu capek. Sesak yang

    disertai dengan bunyi mengi pada saat pasien bernapas. Sesak napas lebih enak

    setelah di uap. Sesak napas yang dirasakan pasien tidak membaik dengan tidur

    maupun obat-obatan yang sudah biasa dikonsumsi oleh pasien. Pasien memiliki

    riwayat asma sejak 29 tahun yang lalu dan pasien sudah berobat. Pasien pernah

    dirawat di rumah sakit fatmawati selama 1 minggu karena sesak napas. Sejak

    2

  • pengobatan tersebut pasien mengatakan asmanya tidak pernah kambuh. Namun,

    sejak 14 tahun terakhir ini pasien merasakan asma sering kambuh. 2 tahun terakhir

    ini semakin sering merasa sesak napas. Biasanya dalam 1 bulan pasien berobat ke

    puskesmas sebanyak 2 sampai 3 kali untuk mengobati asma. Namun, pada 6 hari

    terakhir ini pasien merasakan sesak napas yang terus menerus dan tidak hilang

    dengan istirahat maupun mengkonsumsi obat asma (prednison) yang memang

    sudah biasa dikonsumsi oleh pasien.

    Pada hari selasa tanggal 19 agustus 2014 malam, pasien datang ke UGD

    RSMC dengan keluhan sesak napas. Pasien diberi pengobatan ambroxol,

    salbutamol, metilprednisolon dan cefadroxil. Pasien juga diuap sebanyak 2 kali

    selama 20 menit. Setelah di uap pasien merasa lebih enakan tetapi kurang lebih 4

    jam kemudian pasien sesak napas kembali. Pasien mengatakan dengan

    mengkonsumsi obat yang diberikan dari UGD juga tidak membaik. Oleh karena

    itu, pada hari Rabu tanggal 20 agustus 2014 pagi, pasien datang kembali ke UGD

    RSMC dengan keluhan yang sama. Pada saat itu pasien juga diuap 2 kali selama

    20 menit. Setelah itu pasien merasa lebih enakan, tetapi setelah bangun tidur

    pasien merasakan sesak napas kembali. Oleh karena itu pada hari kamis pasien

    datang ke poliklinik paru. Pasien diuap 1 kali selama 20 menit. Dan diberikan obat

    azitromycin dan obat racik. Setelah di uap pasien merasa lebih baik. Namun, 4

    jam setelah itu pasien merasakan sesak kembali.

    Pasien mengatakan bahwa sesak napas ini sangat mengganggu aktivitas

    pasien, karena pasien merasa lebih cepat capek saat beraktivitas. Selain itu,

    terkadang sesak muncul malam hari sehingga pasien tidak dapat tidur. Riwayat

    nyeri dada dan dada berdebar-debar disangkal. Riwayat tidur menggunakan lebih

    dari 1 bantal disangkal. Riwayat bengkak pada kedua tungkai, perut, serta wajah

    disangkal. Riwayat sakit jantung dan darah tinggi disangkal oleh pasien. Riwayat

    trauma pada dada disangkal.

    Selain itu, pasien juga mengeluh batuk berdahak yang muncul sejak 6 hari

    yang lalu. Timbul bersamaan dengan sesak. Pasien mengatakan dahak berwarna

    putih bening kental dan tidak ada darah susah keluar. Pasien sudah mengkonsumsi

    obat namun tidak membaik. Terkadang pasien merasa dadanya panas saat batuk.

    3

  • Setelah mengkonsumsi obat yang diberikan dari poliklinik paru batuk lebih

    enakan, dahak bisa keluar dan dada tidak terasa panas. Pasien mengatakan setiap

    sesak napas tidak selalu diikuti dengan batuk. Riwayat pengobatan 6 bulan dan

    batuk lebih dari 2 minggu disangkal oleh pasien. Pasien memiliki kebiasaan suka

    makan gorengan. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya pilek. Namun pilek

    yang dirasakan pasien tidak berat dan tidak sampai merasakan hidung tersumbat.

    Ingus berwarna putih bening kental, tidak ada darah dan tidak pernah berwarna

    hijau. Pasien juga sudah berobat untuk pileknya namun belum sembuh. Pasien

    memiliki kebiasaan suka mengkonsumsi minuman dingin.

    Pasien tidak merasakan adanya demam, mual, muntah, sakit kepala. Pasien

    juga tidak merasakan adanya penurunan nafsu makan dan berat badan. Riwayat

    keganasan disangkal pasien. BAK dan BAB pasien normal seperti biasa.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Pasien sebelumnya pernah dirawat hanya karena keluhan sesak napas

    karena asma yang ia derita. Selain itu, pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit.

    Riwayat TB paru, hipertensi, diabetes, jantung, hati, ginjal, dan keganasan

    disangkal oleh pasien. Pasien memiliki riwayat asma sejak 29 tahun yang lalu

    sampai sekarang. Pasien juga memiliki riwayat maag.

    Riwayat Operasi

    Pasien tidak mempunyai riwayat operasi sebelumnya.

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Ayah pasien tidak memiliki riwayat penyakit apapun, riwayat DM, HT,

    TB, keganasan dan asma disangkal. Ibu pasien memiliki riwayat asma. Kakak dan

    adik pasien tidak memiliki riwayat asma, dari 5 bersaudara hanya pasien saja yang

    memiliki riwayat asma.

    4

  • Pedigree keluarga Ny. EA

    Keterangan :

    Asma (Perempuan)

    Sehat (laki-laki)

    Sehat (Perempuan)

    Menikah

    Anak

    laki=laki (meninggal)

    Perempuan asma (meninggal)

    Riwayat Obat

    Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi prednison bila pasien merasa

    sesak napas. Pasien memiliki kebiaasan mengkonsumsi obat tersebut sejak pasien

    menderita asma. Selain itu, pasien juga memiliki kebiasan mengkonsumsi obat

    batuk jika pasien batuk. Pasien tidak pernah menggunakan obat semprot untuk

    mengatasi asma yang diderita.

    Riwayat Alergi

    Pasien mengatakan bahwa ia memiliki alergi makanan yaitu telur ayam

    dan ikan asin. Biasanya jika pasien mengkonsumsi telur ayam atau ikan asin

    pasien merasakan gatal pada tubuhnya. Pasien mengatakan terkadang asma yang

    diderita dapat timbul dengan adanya asap rokok. Pasien mengatakan asma lebih

    sering muncul bila pasien terlalu capek dan keadaan dingin. Pasien tidak memiliki

    alergi terhadap obat-obatan.

    5

    Ayah

    Kakak 1 Kakak 2 Adik pasien

    Ibu

    Pasien

    Kakak 3

    Suami

  • Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi

    Pasien seorang ibu rumah tangga. Pasien mengatakan terkadang ia terlalu

    capek karena mengurus keperluan suami dan anak-anaknya.

    Pasien tinggal dirumah kecil sekitar kampung kandang dengan ventilasi

    yang cukup baik. Setiap kamar dirumah pasien menggunakan kipas angin.

    Terkadang suami pasien merokok tetapi setiap suaminya merokok pasien selalu

    menghindar dari asap rokok.

    Pasien tidak mengkonsumsi alkohol maupun obat-obatan terlarang. Pasien

    tidak memiliki kebiasaan berolahraga. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok.

    III. Pemeriksaan Fisik

    Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Jumat 22 Agustus 2014.

    Keadaan umum : tampak sakit sedang

    Kesadaran : kompos mentis

    Tanda-tanda vital :

    Tekanan darah : 150/100 mmHg

    Nadi : 88 x/menit, isi cukup, reguler, kanan = kiri

    Laju pernapasan : 28 x/menit

    Suhu tubuh : 36 0 C

    Data Antopometri

    Tinggi badan : 135 cm

    Berat badan : 40 kg

    IMT : 21.94 (normal)

    Status Generalisata

    o Kepala : normosefali, rambut hitam tidak mudah dicabut, tidak terdapat benjolan ataupun luka.

    o Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung

    (++/++), gerak bola mata terkonjugasi ke segala

    6

  • arah.

    o Telinga : deformitas -/-, nyeri tekan -/-, serumen -/-o Hidung : simetris, septum di tengah, sekret -/-, epistaksis -/-,

    tidak ada pernapasan cuping hidung.

    o Mulut & Tenggorokan Bibir : kering, simetris, tidak pucat

    Gigi : utuh, tidak ada karies

    Lidah : normal, tidak kotor, tidak ada deviasi, pergerakan

    baik, tidak ada tremor, mukosa mulut basah

    Palatum : normal, tidak ada celah langit-langit

    Tonsil : T1/T1, kripta tidak melebar, detritus -/-,

    hiperemis (-)

    Faring : arkus simetris, uvula di tengah, hiperemis (-)

    o Leher : bentuk normal, simetris, tidak teraba pembesaran KGB leher maupun aksila, JVP 5 + 1 cm.

    o Toraks Paru

    Pemeriksaan Hemitoraks kanan Hemitoraks kiriInspeksi Pergerakan dada normal,

    sela iga tidak melebar maupun menyempit

    Pergerakan dada normal, sela iga tidak melebar maupun menyempit

    Palpasi Taktil fremitus normalvokal fremitus ka = ki

    Taktil fremitus normalvokal fremitus ka = ki

    Perkusi SonorBatas paru hepar : ICS VI midklavikularis dekstra

    SonorBatas paru hepar : ICS VI midklavikularis sinistra

    Auskultasi SN. Vesikuler +/+

    Rhonki + ++ +

    Wheezing+ +

    SN. Vesikuler +/+

    Rhonki + ++ +

    Wheezing+ +

    7

  • + + + +

    Jantung

    Inspeksi : tidak terlihat iktus kordis

    Palpasi : iktus kordis teraba

    Perkusi :

    o Batas atas : ICS III linea midclavicular sinistrao Batas kiri : ICS V line midclavicula sinistrao Batas kanan : ICS IV parasternalis dekstra.

    Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

    o Abdomen Inspeksi: datar, venektasi (-), kaput medusa (-), bekas luka (-).

    Palpasi : supel, bising usus +, nyeri tekan (-).

    Hepar & Lien tidak teraba. Ballotement -/-

    Perkusi: timpani pada seluruh lapang perut, nyeri ketok CVA -/-.

    Auskultasi : bunyi bising usus 6x / menit.

    o Anogenital Genitalia : tidak dilakukan

    Anus : tidak dilakukan

    o Ekstremitas : akral hangat, clubbing finger -/-, edema -/-, capillary refill time < 2 detik.

    o Kulit : tidak pucat, tidak sianosis, tidak ikterik, lesi kulit (-) turgor kulit baik.

    IV. Pemeriksaan Penunjang

    1. Laboratorium (22 Agustus 2014) :

    Pemeriksaan Hasil Nilai normalHb 12 12-16 mg/dlHt 41 37 54 %Leukosit 4.6 5 ribu 10 ribu/ulTrombosit 209 150 ribu 400 ribu/ul

    8

  • Gula darah puasa 145 < 200 mg/dlSGOT 26 < 35 u/lSGPT 26 < 35 u/lUreum 37 20-50 mg/dlCreatinin 0.83 0.8 1.1 mg/dl

    2. Foto Thorax PA (30 Agustus 2014) :

    Trakea : lurus tidak terdorong ke kanan maupun ke kiri

    Sinus kostofrenikus dan diafragma kanan dan kiri baik.

    Cor : membesar (16 : 28 x 100% = 57.14%), kalsifikasi arkus aorta

    Hillus :

    - Hillus kanan baik.

    - Hillus kiri baik

    Pulmo :

    - Corakan bronkovaskular paru kanan dan kiri kasar. Tak

    tampak infiltrat maupun kavitas pada paru kanan dan kiri.

    Tulang-tulang dada baik.

    9

    16 cm

    28 cm

  • Kesan : Cardiomegali

    Elongasi aorta

    Corakan bronkitis meningkat

    V. Follow up

    Hari/ tanggal KeluhanSabtu

    23 08 - 2014

    S : Sesak napas + dan bertambah berat bila dari kamar mandi

    atau bergerak dan lebih enak bila berbaring, batuk +,

    dahak +, pilek +

    O : TD : 120/90

    Nadi : 80 kali / menit, isi cukup, reguler

    RR : 22 kali / menit

    Suhu : 36oc

    Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+

    THT : T1/T1, faring tenang

    Thorax : Cor : S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

    Pulmo : Vesikuler,

    Rhonki muncul saat ekspirasi

    + ++ +

    Wheezing muncul saat ekspirasi

    + ++ +

    Abd : Supel, datar, BU +, NT -

    Eks : akral hangat, capillary refil time < 2 detik, edema -

    A : Asma Bronkial persistent berat +ISPA

    P : O2 3-4 liter / menit via nasal kanul (k/p)

    IVFD NaCl : Aminophilin 1 ampul 16 tpm

    inj metilprednison 3 x 125 mg (iv)

    azitromycin 1 x 500 mg

    10

  • Nebulizer combivent : bisolvon : NaCl per 8 jamMinggu 24 08 -2014

    S : Sesak napas + (sedikit berkurang), batuk +, dahak +,

    pilek +, semalam tidak dapat tidur karena pasien lain berisik

    O : TD : 140/90

    Nadi : 88 kali / menit, isi cukup, reguler

    RR : 24 kali / menit

    Suhu : 36oc

    Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+

    THT : T1/T1, faring tenang

    Thorax : Cor : S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

    Pulmo : Vesikuler,

    Rhonki

    + ++ +

    Wheezing

    + ++ +

    Abd : Supel, datar, BU +, NT -

    Eks : akral hangat, capillary refil time < 2 detik, edema -

    A : Asma Bronkial persistent berat + ISPA

    P : O2 3-4 liter / menit via nasal kanul (k/p)

    IVFD NaCl : Aminophilin 1 ampul 16 tpm

    inj metilprednison 3 x 125 mg (iv)

    azitromycin 1 x 500 mg

    Nebulizer ventolin : bisolvon : NaCl per 8 jamSenin 25 08 -2014

    S : Sesak napas + (berkurang), batuk +, dahak +, pilek +,

    kadang ulu hati nyeri bila terlambat makan, semalam sudah

    bisa tidur. Riwayat maag +

    O : TD : 140/80

    Nadi : 80 kali / menit, isi cukup, reguler

    RR : 20 kali / menit

    11

  • Suhu : 36,5oc

    Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+

    THT : T1/T1, faring tenang

    Thorax : Cor : S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

    Pulmo : Vesikuler,

    Rhonki

    + ++ +

    Wheezing

    + ++ +

    Abd : Supel, datar, BU +, NT +

    Eks : akral hangat, capillary refil time < 2 detik, edema -

    A : Asma Bronkial persistent berat + ISPA

    P : O2 3-4 liter / menit via nasal kanul (k/p)

    IVFD NaCl : Aminophilin 1 ampul 16 tpm

    inj metilprednison 3 x 125 mg (iv)

    azitromycin 1 x 500 mg

    Nebulizer ventolin : bisolvon : NaCl per 6 jam

    Bricasma 2 x ampul (subcutan)Selasa 26 08 2014

    S : Sesak napas + (berkurang), batuk +, dahak +, pilek +, habis

    dari kamar mandi dan habis batuk sesak. Uluhati sudah tidak

    nyeri. Semalam setelah diberikan obat suntik menjadi

    berdebar-debar dan badan terasa gemetar.

    O : TD : 140/80

    Nadi : 84 kali / menit, isi cukup, reguler

    RR : 24 kali / menit

    Suhu : 36,5oc

    Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+

    12

    ++

  • THT : T1/T1, faring tenang

    Thorax : Cor : S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

    Pulmo : Vesikuler,

    Rhonki

    - -- -

    Wheezing

    + ++ +

    Abd : Supel, datar, BU +, NT -

    Eks : akral hangat, capillary refil time < 2 detik, edema -

    A : Asma Bronkial persistent berat + ISPA membaik

    P : O2 3-4 liter / menit via nasal kanul (k/p)

    IVFD NaCl : Aminophilin 1 ampul 16 tpm

    inj metilprednison 3 x 125 mg (iv)

    azitromycin 1 x 500 mg

    Nebulizer ventolin : bisolvon : NaCl per 6 jam

    Bricasma 2 x ampul (subcutan) stop karena pasien

    mengeluh berdebar-debarRabu 27 08 -2014

    S : Sesak napas + (berkurang), batuk + (berkurang), dahak +,

    pilek +

    O : TD : 140/80

    Nadi : 80 kali / menit, isi cukup, reguler

    RR : 20 kali / menit

    Suhu : 36,5oc

    Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+

    THT : T1/T1, faring tenang

    Thorax : Cor : S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

    Pulmo : Vesikuler,

    Rhonki

    13

  • - -+ -

    Wheezing

    - -- -

    Abd : Supel, datar, BU +, NT -

    Eks : akral hangat, capillary refil time < 2 detik, edema -

    A : Asma Bronkial persistent berat + ISPA membaik

    P : O2 3-4 liter / menit via nasal kanul (k/p)

    IVFD NaCl : Aminophilin 1 ampul 16 tpm

    inj metilprednison 3 x 125 mg (iv)

    azitromycin 1 x 500 mg

    Nebulizer ventolin : bisolvon : NaCl per 12 jamKamis 28 08 2014

    S : Tadi pagi setelah dari kamar mandi tiba-tiba sesak, batuk +

    (berkurang), dahak +, pilek +

    O : TD : 120/80

    Nadi : 80 kali / menit, isi cukup, reguler

    RR : 24 kali / menit

    Suhu : 36,4oc

    Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+

    THT : T1/T1, faring tenang

    Thorax : Cor : S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

    Pulmo : Vesikuler,

    Rhonki

    - -- -

    Wheezing

    - -- -

    Abd : Supel, datar, BU +, NT -

    Eks : akral hangat, capillary refil time < 2 detik, edema -

    14

  • A : Asma Bronkial persistent berat + ISPA membaik

    P : O2 3-4 liter / menit via nasal kanul (k/p)

    IVFD NaCl : Aminophilin 1 1/2 ampul 16 tpm

    inj metilprednison 3 x 125 mg (iv)

    azitromycin 1 x 500 mg

    Nebulizer ventolin : bisolvon : NaCl per 12 jamJumat 29 08 2014

    S : Tadi pagi setelah dari kamar mandi tiba-tiba sesak, batuk +

    (berkurang), dahak +, pilek +

    O : TD : 120/80

    Nadi : 80 kali / menit, isi cukup, reguler

    RR : 24 kali / menit

    Suhu : 36,4oc

    Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+

    THT : T1/T1, faring tenang

    Thorax : Cor : S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

    Pulmo : Vesikuler,

    Rhonki

    - -- -

    Wheezing

    - -- -

    Abd : Supel, datar, BU +, NT -

    Eks : akral hangat, capillary refil time < 2 detik, edema -

    A : Asma Bronkial persistent berat + ISPA membaik

    P : O2 3-4 liter / menit via nasal kanul (k/p)

    IVFD NaCl : Aminophilin 1 1/2 ampul 16 tpm

    inj metilprednison 3 x 125 mg (iv)

    azitromycin 1 x 500 mg

    Nebulizer ventolin : bisolvon : NaCl per 12 jamRawat Jalan Aminophilin 3x1

    15

  • Ambroxol 3x1

    Salbutamol 2x2 mg

    Metilprednison 2x4 mg

    Disarankan untuk kontrol 1 minggu setelah keluar rumah sakit

    Rencana Treatment:

    - Seretide 250 2x1

    - Ventolin inhaler 3x1 (jika serangan)

    VI. Diagnosis Kerja

    - Asma Bronkial persistent berat

    - ISPA

    VII. Diagnosis Banding

    PPOK

    Penyakit jantung kongestif

    Bronkiektasis

    Tuberkulosis

    VIII. Penatalaksanaan

    o Diagnosa Rencana spirometri

    X-ray thorax PA

    Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, Lekosit, Trombosit)

    o Terapi Non-Medikamentosa :

    O2 2-3 liter / menit via nasal kanul.

    Cari dan hindari faktor pencetus. Pada pasien ini faktor

    pencetusnya adalah aktivitas dan dingin oleh karena itu pasien

    tidak boleh terlalu capek dan berlebihan dalam beraktivitas

    dan harus menghindari dingin.

    16

  • Medikamentosa :

    IVFD NaCl 0.9% : aminophilin 1 ampul 16 tpm

    Inj Metilprednison 3 x 125 mg (iv)

    Jam 14.00 22.00 06.00

    Azitromycin 1 x 500 mg

    Nebulizer combivent : ventolin : NaCl tiap 8 jam

    o Monitoring Observasi tanda-tanda vital.

    Observasi keluhan utama pasien, dengan menanyakan

    apakah sesaknya bertambah atau berkurang.

    Observasi batuk pasien, dengan menanyakan apakah batuk

    berkurang dan dahak bisa keluar atau tidak.

    o Edukasi Memberi tahu pasien tentang penyakitnya.

    Memberitahu pasien untuk mencari apa saja faktor-faktor

    lain yang dapat menyebabkan asma kabuh dan menyarankan

    untuk menghindari faktor-faktor pencetus tersebut

    Menyarankan pasien untuk banyak beristirahat dan tidak

    melakukan aktivitas berlebihan

    Memberi tahu pasien untuk istirahat yang cukup dan makan

    makanan yang bergizi.

    IX. Prognosis

    Quo ad vitam : dubia ad bonam

    Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

    Quo ad sanationam : dubia ad bonam

    17

  • X. Tinjauan Pustaka

    Definisi

    Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan

    berbagai sel inflamasi dan elemennya yang berhubungan dengan hiperreaktivitas

    bronkus, sehingga menyebabkan episodik berulang berupa mengi, sesak napas,

    rasa berat di dada, dan batuk terutama malam atau dini hari. Episodik perburukan

    berkaitan dengan luasnya peradangan, variabilitas, beratnya obstruksi jalan napas

    yang bersifat reversibel baik spontan ataupun dengan pengobatan. 1

    Etiologi

    Faktor risiko yang dapat mempengaruhi perkembangan asma terdiri dari 2

    faktor yaitu faktor pejamu terutama genetik dan faktor lingkungan. Selain itu ada

    dipengaruhi juga oleh faktor pencetus yang dapat mempengaruhi timbulnya

    gejala. Faktor pencetus terdiri dari alergen, infeksi virus pernapasan, polutan dan

    obat-obatan. 2

    Mekanisme dan patofisiologi asma

    Inflamasi jalan napas bersifat kronik dan persisten tetapi memberikan

    gejala episodik. Inflamasi yang terjadi meliputi seluruh sistem saluran napas

    termasuk saluran napas atas, tetapi efek fisiologiknya dominan terlihat pada

    saluran napas bawah. Pola inflamasi pada asma, baik asma alergik, asma akibat

    18

    Faktor pejamu

    Genetik: Genetik alergi

    Genetik hipereaktivitas bronkusGenetik asma

    ObesitasJenis kelamin

    Faktor lingkungan

    Alergen :debu,serpihan, bulu binatang

    tepung, jamurInfeksi pernapasan terutama karena virus

    Sensitisasi lingkungan kerja (okupasi)Asap rokok (aktif, pasif)

    Polusi udara

    ASMA

  • aspirin, asma pada exercise adalah sama. Sel inflamasi yang terlibat adalah sel

    mast, eosinofil, limfosit T terutama Th2, sel dendritik, makrofag dan neutrofil.

    Sedangkan sel struktur jalan napas yang terlibat dalam produksi mediator

    inflamasi dan berkontribusi dalam proses inflamasi kronik adalah sel epitel jalan

    napas, sel otot polos jalan napas, sel endotelial pembuluh darah bronkus, sel

    fibroblas dan miofibroblas dan serabut saraf jalan napas. Selain itu terdapat

    mediator yang terlibat yaitu kemokin, sisteinil leukotrien, sitokin, histamin, oksida

    nitrat, dan prostaglandin D2..2,3

    Kontraksi otot polos bronkus sebagai respon terhadap mediator

    neurotransmiter yang bersifat bronkokonstriktor yang merupakan mekanisme

    utama obstruksi jalan napas pada asma dan memberikan respon baik dengan obat

    bronkodilator.2

    Proses inflamasi kronik lain yang berkaitan dengan perbaikan jaringan

    yang menghasilkan perubahan struktur pada asma disebut airway remodelling

    yang sering dikaitkan dengan beratnya asma ireversibel obstruksi jalan napas. 2

    Perubahan struktur jalan napas tampak sebagai fibrosis subepitelial akibat

    deposit serabut kolagen dan proteoglikan di bawah membran basalis. Selain itu

    fibrosis juga terjadi pada lapisan lain dinding jalan napas dengan deposit kolagen

    dan proteoglikan. Perubahan struktur ini juga disebabkan oleh penebalan otot

    polos jalan napas (hipertrofi dan hiperplasia), proliferasi pembuluh darah bronkus,

    dan peningkatan sel goblet epitel jalan napas dan kelenjar mukus submukosa.2

    Obstruksi jalan napas dipengaruhi beberapa faktor yaitu bronkokonstriksi,

    edema dinding saluran napas, penebalan dinding jalan napas, dan hipersekresi

    mukus. Bronkokonstriksi dipengaruhi kontraksi otot polos bronkus yang

    merupakan dasar reversibilitas pada asma. Edema dinding saluran napas

    merupakan akibat inflamasi kronik pada asma yang meningkat pada saat

    eksaserbasi akut. Penebalan dinding jalan napas akibat penebalan membran basal

    merupakan perubahan struktur jalan napas yang disebut airway remodelling,

    faktor tersebut menyebabkan asma tidak sepenuhnya reversibel. Hipersekresi

    mukus menyebabkan sumbatan lumen jalan napas oleh lendir yang mengental

    merupakan hasil inflamasi yaitu hipersekresi mukus dan eksudasi inflamasi.2,3,4

    19

  • Tanda khas kelainan fungsional asma adalah penyempitan jalan napas

    sebagai respons rangsangan atau hipereaktif yang pada tidak terjadi pada orang

    normal. Hipereaktivitas bronkus berkaitan dengan proses inflamasi jalan napas

    dan menunjukkan respon reversible sebagian dengan pengobatan.2

    Beberapa faktor yang berhubungan dengan hipereaktivitas bronkus adalah

    kontraksi otot polos bronkus, uncoupling of airway contraction, penebalan

    dinding jalan napas, dan serabut sensorik yang tersensitisasi oleh inflamasi.

    Kontraksi otot polos bronkus disebabkan karena volume otot yang meningkat dan

    kontraksi sel-sel otot. Uncoupling of airway contraction disebabkan karena

    perubahan dinding jalan napas akibat inflamasi yang menghasilkan penyempitan

    jalan napas dan hilangnya kontraksi maksimum jalan napas. Penebalan dinding

    jalan napas disebabkan edema dan perubahan struktur yang menambah

    penyempitan jalan napas. Serabut sensorik yang tersensitisasi karena inflamasi

    sehingga menimbulkan penambahan bronkokonstriksi saat respons dengan

    rangsangan atau stimuli.2,4

    Gejala

    Gejala asma yaitu batuk berulang, sesak napas, rasa berat di dada, dan

    napas berbunyi (mengi). Tidak ada gejala khas asma karena berbagai gejala dapat

    ditemukan pada gangguan pernapasan lain seperti bronkitis, PPOK dan lain-lain.

    Akan tetapi, gambaran dan pola gejala khas asma yaitu episodik, variabilitas dan

    reversibel. Episodik adalan serangan yang berulang atau hilang timbul yang

    diantaranya terdapat periode bebas serangan. Variabilitas adalah variasinya pada

    waktu-waktu tertentu seperti perubahan cuaca, akibat provokasi pencetus seperti

    alergen, iritasn dan lain-lain. Variabilitas dapat memburuk pada malam atau dini

    hari. Reversibel adalah meredanya gejala dengan atau tanpa obat bronkodilator

    agonis beta 2 kerja singkat (SABA) karena adanya mekanisme obstruksi jalan

    napas pada asma terutama didominasi oleh kontraksi otot polos bronkus.3

    Kondisi yang mendukung diagnosis asma yaitu disertai gejala lain seperti

    rinitis alergi, gejala atopi seperti konjungtivitis alergi dan dermatitis alergi,

    mempunyai riwayat alergi dalam keluarga, dan bila batuk pilek berlangsung lebih

    dari 10 hari dan sering terjadi komplikasi saluran napas bawah.2

    20

  • Diagnosis

    Pemeriksaan fisik pada asma dapat ditemukan normal saat stabil atau

    eksaserbasi dan dapat ditemukan klinis yang berat saat eksaserbasi akut berat.

    Pemeriksaan fisik yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi,

    yang merupakan tanda terdapat obstruksi jalan napas. Wheezing umumnya

    bilateral, polifonik dan lebih terdengar pada fase ekspirasi. Pada pemeriksaan fisis

    dapat tidak terdengar mengi atau hanya terdengar jika melakukan ekspirasi paksa.

    Hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan napas yang tidak berat sehingga

    intensitas bunyi napas tambahan tidak keras, nada tidak tinggi dan hanya

    terdengar pada 1 fase pernapasan yaitu ekspirasi. Semakin berat obstruksi jalan

    napas, semakin tinggi nadanya, semakin keras intensitasnya dan terdengar pada

    kedua fase pernapasan. Pada obstruksi jalan napas yang sangat berat, mengi tidak

    terdengar dan pasien tampak gelisah bahkan kesadaran menurun serta sianosis.

    Kondisi ini disebut silent chest. Tanda klinis asma lain yang dapt ditemukan saat

    eksaserbasi akut adalah peningkatan nadi dan frekuensi napas, penggunaan otot

    bantu napas, pulsus paradoksus, dan lain-lain.1,2,3

    Pemeriksaan penunjang pada asma terdiri dari pemeriksaan penunjang

    standar dan tambahan. Pemeriksaan yang wajib dilakukan pada asma adalah

    pemeriksaan faal paru standar dengan spirometri untuk menilai obstruksi jalan

    napas, reversibilitas, dan variabilitas. Terdapat berbagai metode yang dapat

    digunakan untuk menilai faal paru tetapi spirometri merupakan metode yang

    paling dianjurkan. 1,2

    Pemeriksaan faal paru standar dengan spirometri untuk menilai obstruksi

    jalan napas reversibilitas dan variabilitas. Penilaian obstruksi jalan napas dengan

    manuver paksa untuk mendapatkan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1),

    kapasitas vitas paksa (KVP), dan arus puncak ekspirasi (APE). Obstruksi jalan

    napas berdasarkan rasio VEP1 dan KVP (VEP1/KVP) yang normal diatas 75-80%

    pada dewasa sedangkan pada anak-anak >90%. bila nilai yang didapatkan

    dibawah nilai tersebut maka dinyatakan sebagai obstruksi jalan napas. Menilai

    reversibilitas dilakukan dengan menilai perubahan cepat dari VEP1 atau APE

    setelah pemberian bronkodilator (SABA). Reversibilitas sebesar perubahan VEP1

    21

  • 12% dan 200 ml dari sebelum bronkodilator dan setelah pemberian bronkodilator

    mengindikasikan terdapat respons bronkodilator artinya obstruksi jalan napas

    yang terjadi di dominasi oleh konstraksi otot polos bronkus.1,2,3,5

    Selain itu penilaian faal paru dapat dilakukan dengan menggunakan alat

    peak expiratory flow rate meter (PEFR) untuk mengukur arus puncak ekspirasi

    (APE). Pengukuran APE dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan

    monitoring asma. Pengukuran APE digunakna untuk penilaian reversibilitas dan

    variabilitas.1,2

    Penilaian reversibilitas1,2

    Perubahan (APE meningkat >= 60 l/mnt atau 20%) setelah pemberian

    bronkodilator mengindikasikan terdapat respons bronkodilator.

    Penilaian variabilitas1,2

    Variabilitas harian dinilai dengan mengukur APE pagi dan malam

    untuk mendapatkan nilai terendah dan tertinggi setiap hari selama 1-2

    minggu. Nilai variasi diurnal APE > 20% (selama 2 minggu)

    mengindikasikan terdapat varabilitas yang lebih dari normal oleh

    karena itu kemungkinan diagnosis asma.

    Variabilitas harian = APE malam APE pagi x 100%

    (APE malam + APE pagi)

    Pemeriksaan penunjang lain yang dibutuhkan untuk mendiagnosis asma

    adalah uji provokasi bronkus, uji alergi, dan pemeriksaan serum IgE spesifik. Uji

    provokasi bronkus untuk menilai hiperreaktivitas bronkus dengan inhalasi

    metakolin atau histamin karena pada asma pemeriksaan fisis dan faal paru normal.

    Pemeriksaan ini merefleksikan sensitivitas saluran napas terhadap faktor-faktor

    yang menimbulkan gejala. Hal dari uji ini menunjukkan dosis atau konsentrasi zat

    provokasi yang menimbulkan penunrunan VEP 20%. Uji provokasi bronkus

    sensitif untuk diagnosis asma tetapi mempunyai spesifisitas terbatas yaitu dengan

    hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten pada pasien tanpa

    inhalasi kortikosteroid, sedangkan hasil positif tidak selalu berarti pasein tersebut

    asma karena hiperreaktivitas bronkus dapat terjadi pada banyak kondisi atau

    penyakit lain seperti kistik fibrosis, PPOK, bronkiektasis. 1,2,5

    22

  • Uji alergi untuk menilai status alergi karena terdapat hubungan yang erat

    antara asma dengan alergi sehingga meningkatkan probabilitas diagnosis asma

    pada pasien dengan pernapasan yang konsisten asma. Uji alergi ini untuk menilai

    status alergi dan mengidentifikasi alergen sebagai faktor risiko perburukan asma.

    Uji alergi dengan tusuk kulit sering kali dilakukan meskipun memungkinkan

    adanya positif palsu sehingga konfirmasi pajanan alergen yang relevan dengan

    gejala harus dilakukan.1,2

    Pemeriksasan serum IgE spesifik dengan hasil positif tidak selalu berarti

    penyakitnya berdasar alergi atau menyebabkan asma. Penurunan IgE total tidak

    mempunyai nilai sebagai uji diagnostik alergi atau atopi.1,2

    Diagnosis banding

    Berbagai kondisi atau penyakit yang dapat menjadi diagnosis banding

    asma adalah sindrom hiperventilasi dan serangan panik, obstruksi saluran napas

    atas dan benda asing, disfungsi pita suara, bronkitis kronik, PPOK, bronkiolitis

    atau diffuse pan bronchiolotis, dan kondisi lain yang bukan repiras misalnya gagal

    ginjal ventrikular. 2

    Klasifikasi asma Tabel 1. Derajat Asma 1,2

    Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paru1 Intermiten - Gejala < 1x/mgg

    -Tidak ada gejaal diluar eksaserbasi- Eksaserbasi singkat

    = 80% prediksi

    variabilitas VEP1 atau APE < 20%

    2 Persisten ringan

    - Gejala > 1x/mgg tetapi < 1 x/hari- Eksaserbasi mengganggu aktivitas dan tidur- Membutuhkan bronkodilator setiap hari

    > 2x/bulan VEP1 atau APE >= 80% prediksi

    variabilitas VEP1 atau APE 20-30%

    3 Persisten sedang

    - Gejala setiap hari- Eksaserbasi mengganggu aktivitas dan tidur

    > 1x/minggu VEP1 atau APE 60-80% prediksi

    23

  • - Membutuhkan bronkodilator setiap hari

    variabilitas VEP1 atau APE >30%

    4 Persisten berat

    - Gejala setiap hari- Eksaserbasi sering- Aktivitas fisik terbatas

    Sering VEP1 atau APE 30%

    Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan kondisi terkontrolnya asma1,2

    DERAJAT KONTROL ASMAPenilaian Kontrol Asma (lebih dari 4 minggu terakhir)

    Karakteristik Terkontrol total(semua kriteria)

    Terkontrol sebagian (minimal 1 kriteria setiap minggunya)

    Tidak terkontrol

    Gejala harian Tidak ada (= 2 x/minggu Terdapat >= 3 kriteria dari asma terkontrol sebagian dalam setiap minggu.

    Keterbatasan aktivitas

    Tidak ada ada

    Asma malam Tidak ada adaKebutuhan pelega Tidak ada

    (

  • Hiposensitisasi dengan menyuntikkan dosis kecil alergen yang dosisinya

    makin ditingkatkan diharapkan tubuh dapat membentuk IgG yang

    mencegah alergen berikatan dengan IgE pada sel mast.

    Mencegah pelepasan mediator2,6

    Pemberian natrium kromolin dapat mencegah spasme bronkus yang

    dicetuskan alergen dimana mekanisme kerjanya dengan mencegah penglepasan

    mediator mastosit. Obat ini hanya digunakan untuk profilaktik pada terapi

    pemeliharaan karena tidak dapat mengatasi spasme bronkus yang sudah terjadi.

    Efektif unutk asma pada anak yang disebabkan karena alergi. Golongan agonis

    beta 2 dan teofilin bersifat sebagai bronkodilator dan mencegah pelepasan

    mediator.

    Melebarkan saluran napas dengan bronkodilator2,6,7

    Simpatomimetik :

    Agonis beta 2 salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol

    Epinefrin diberikan subcutan sebagai pengganti agonis beta 2 pada

    serangan asma berat

    Aminofilin dipakai saat serangan akut. Diberikan dosis awal dan dosis

    pemeliharaan

    Kortikosteroid sistemik bukan bronkodilator tetapi tidak secara

    langsung dapat melebarkan saluran napas. Dipakai pada asma akut atau

    terapi pemeliharaan asma berat.

    Antikolinergik (ipatropium bromida) suplemen bronkodilator agonis

    beta 2 pada asma.

    Mengurangi respon dengan meredam inflamasi saluran napas 1,2,6,7

    Pada dasarnya obat anti asma dipakai untuk mencegah dan mengendalikan

    gejala asma. Fungsi penggunaan obat anti asma antara lain :

    Pencegah (controller)1,2,6,7

    25

  • Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,

    diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma

    terkontrol pada asma persisten. Termasuk golongan ini yaitu obat-obat anti

    inflamasi dan bronkodilator kerja panjang.

    Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :

    Kortikosteroid inhalasi

    Kortikosteroid sistemik

    Sodium kromoglikat

    Nedokromil sodium

    Metilsantin

    Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi

    Agonis beta-2 kerja lama, oral

    Leukotrien modifiers

    Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)

    Glukokortikosteroid inhalasi

    Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma.

    Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru,

    menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi

    frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualitas hidup. Steroid

    inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai

    berat).1,2,6,7

    Tabel 3. Dosis glukokortikosteroid inhalasi

    DEWASA DOSIS

    RENDAH

    DOSIS

    MEDIUM

    DOSIS

    TINGGI

    Obat

    Beklametason

    dipropionat

    Budesonid

    Flunisolid

    Flutikason

    200-500 ug

    200-400 ug

    500-1000 ug

    100- 250 ug

    400 1000 ug

    500-1000 ug

    400-800 ug

    1000-2000ug

    250 500 ug

    1000 2000 ug

    >1000 ug

    > 800 ug

    > 2000 ug

    > 500 ug

    > 2000 ug

    26

  • Triamsinolon

    asetonid

    ANAK DOSIS DOSIS DOSIS

    Obat

    Beklometason

    dipropionat

    Budesonid

    Flunisolid

    Flutikason

    Triamsinolon

    asetonid

    100-400 ug

    100-200 ug

    500-750 ug

    100-200 ug

    400-800 ug

    400-800 ug

    200-400 ug

    1000-1250 ug

    200-500 ug

    800-1200 ug

    >800 ug

    >400 ug

    >1250 ug

    >500 ug

    >1200 ug

    Glukokortikosteroid sistemik

    Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks

    terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik

    daripada steroid oral jangka panjang.1,2,

    Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)

    Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma

    persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk

    menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.1,2,

    Metilsantin

    Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner

    seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat

    digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan

    pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal

    paru.1,2,6,7

    27

  • Agonis beta-2 kerja lama

    Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan

    formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti

    lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos,

    meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti

    pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan

    basofil.1,2,6,7

    tabel 4. agonis beta 2

    Onset Durasi ( Lama kerja )

    Singkat Lama

    Cepat Fenoterol

    Prokaterol

    Salbutamol/Albuterol

    Tetrabutalin

    pirbuterol

    Formeterol

    Lambat Salmeterol

    Leukotriene modifiers

    Merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.

    Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan

    menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise.

    Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi.

    Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga

    mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas

    (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).1,2,6,7

    Pelega (Reliever)

    Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,

    memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan

    gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki

    28

  • inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.1,2,6,7

    Termasuk pelega adalah:1,2,6,7

    Agonis beta2 kerja singkat

    Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik sebagai obat pelega bila

    penggunaan bronkodilator lain sudah optimal tetapi hasil belum

    tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).

    Antikolinergik

    Aminofillin

    Adrenalin

    Agonis beta-2 kerja singkat

    Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan

    prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja

    (onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu

    relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier,

    menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan

    mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan

    sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exerciseinduced asthma.1,2,6,7

    Metilsantin

    Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah

    dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.2

    Antikolinergik

    Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek

    penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas.

    Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal

    intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang

    disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium

    bromide dan tiotropium bromide.1,2,6,7

    29

  • Adrenalin

    Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat.

    Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia

    lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat

    diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside

    monitoring).1,2,6,7

    Umumnya pasien melakukan kunjungan 1-3 bulan bergantung kondisi asma

    dan yang terkait. Pengontrol memberikan perbaikan optimal dalam waktu 3-4

    bulan (kurang lebih 12 minggu) bergantung kondisi asmanya. Dalam pemberian

    pengontrol secara umum terdapat 2 hal yang harus diperhatikan yaitu :1,2

    Menurunkan pengobatan pengontrol (stepping down)

    Menurunkan pengobatan setelah mencapai asma terkontrol. Pertahankan

    kondisi terkontrol sehinggal diyakini stabil umumnya 3-6 bulan, kemudian

    turunkan pengobatan bertahap dengan tetap mempertahankan kondisi asma

    terkontrol.

    Menghentikan pengobatan terkontrol bila tidak ada gejala selama 1 tahun

    walau dalam dosis pengontrol terendah.

    Menaikkan pengobatan

    jika kebutuhkan reliever > 1-2 x/hari. Dosis peningkatan 4 kali lipat yang

    setara dengan kortikosteroid oral diberikan selama 7-14 hari kemudia

    kembali ke dosis sebelumnya.

    30

  • Gambar 1. Rencana pengobatan asma berdasarkan berat serangan

    Gambar 2. Obat asma yang terdapat di Indonesia

    31

  • Gambar 3. Obat pengontrol asma

    32

  • Gambar 4. obat pelega asma

    33

  • Interpretasi ACT (Asthma Control Test)

    Gambar 5. ACT

    tabel 5. Interpretasi ACT

    Nilai / skor Arti Apa yang harus dilakukan tatalaksana

  • dilakukan serta identifikasi jika ada perburukan.

    Bagan 1. pengobatan asma

    35

    Pasien mengalami eksaserbasi

    Nilai berat eksaserbasi

    Pengobatan awal :- O2 mencapa saturasi > 90% dws, 95% ank- inhalasi agois beta 2 kerja singkat melalui

    Nebulizer tiap 20 mnt dlm 1 jam- Kortikosteroid sistemik

    Nilai ulang kondisi pasien stlh 1 jam

    - O2- nebulizer (agonis beta 2 singkat

    + antikolinergik singkat) 1 jam- kortikosteroid sistemik

    Lanjutkan pengobatan 1-3jam kl perbaikan

    - O2- nebulizer (agnis neta 2 singkat + antikolinergik singkat) 1 jam

    - kortikosteroid sistemik- pertimbangkan magnesium IV

    Nilai ulang setelah 1-2 jam pengobatan lanjutan

    Eksaserbasi sedang atau berat

    Eksaserbasi sedangAPE 60-80%

    Gejala + otot bantu napas

    Eksaserbasi berat APE

  • Bagan 2. respon klinis asma

    Komplikasi

    Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah status asmatikus,

    atelektasis, hipoksemia, dan pneumothoraks. Status asmatikus adalah gejala asma

    yang memburuk dengan terjadinya komplikasi terhadap asma tersebut sehingga

    bertambahnya gejala terhadap distress pernapasan. Gejala yang muncul adalah

    pernapasan wheezing, rhonki kemudian berlanjut pernapasan labored

    (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis,

    respirasi sianosis, dyspnea, dan berakhir dengan tachypnea.

    XI. Resume

    Pasien wanita, 63 tahun datang ke poliklinik paru RSMC dengan keluhan

    sesak napas sejak 6 hari yang lalu yang dirasakan terus menerus. Sesak disertai

    dengan bunyi mengi saat bernapas. Sesak dirasakan lebih memburuk ketika pasien

    36

  • terlalu capek atau kadang saat malam hari. Pasien sudah berobat 2 kali ke UGD

    namun tidak membaik. Sesak terasa lebih enak jiga diuap. Pasien memiliki

    riwayat asma sejak 29 tahun yang lalu. Biasanya pencetus asma pada pasien

    adalah aktivitas yang berlebihan dan keadaan dingin. Pasien mengeluhkan adanya

    batuk berdahak disertai pilek sejak 6 hari yang lalu. Dahak dan ingus berwarna

    putih bening kental tidak ada darah. Batuk membaik setelah diberikan obat dari

    poli klinik karena dahak bisa keluar dan dada terasa dingin. Sebelumnya dahak

    susah keluar dan dada terasa panas saat batuk. Pasien tidak memiliki riwayat

    batuk lama, batuk darah, maupun pengobatan penyakit paru. Ibu pasien memiliki

    riwayat penyakit asma.

    Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

    Keadaan umum : tampak sakit sedang

    Kesadaran : kompos mentis

    Tanda-tanda Vital

    Tekanan darah : 150/100 mmHg

    Nadi : 88 x/menit

    Laju napas : 28 x/menit.

    Status Lokalis

    Paru :

    Pemeriksaan Hemitoraks kanan Hemitoraks kiriInspeksi Pergerakan dada normal,

    sela iga tidak melebar maupun menyempit

    Pergerakan dada normal, sela iga tidak melebar maupun menyempit

    Palpasi Taktil fremitus normalvokal fremitus ka = ki

    Taktil fremitus normalvokal fremitus ka = ki

    Perkusi SonorBatas paru hepar : ICS VI midklavikularis dekstra

    SonorBatas paru hepar : ICS VI midklavikularis sinistra

    Auskultasi SN. Vesikuler +/+Rhonki

    + ++ +

    SN. Vesikuler +/+Rhonki

    + ++ +

    37

  • Wheezing+ ++ +

    Wheezing+ ++ +

    Laboratorium 22 agustus 2014:

    Pemeriksaan Hasil Nilai normalHb 12 12-16 mg/dlHt 41 37 54 %Lekosit 4.6 5 ribu 10 ribu/ulTrombosit 209 150 ribu 400 ribu/ulGula darah puasa 145 < 200 mg/dlSGOT 26 < 35 u/lSGPT 26 < 35 u/lUreum 37 20-50 mg/dlCreatinin 0.83 0.8 1.1 mg/dl

    Foto Thorax 30 januari 2014 :

    38

  • Trakea : lurus tidak terdorong ke kanan maupun ke kiri

    Sinus kostofrenikus dan diafragma kanan dan kiri baik.

    Cor : membesar (16 : 28 x 100% = 57.14%), kalsifikasi arkus aorta

    Hillus :

    - Hillus kanan baik dan hillus kiri baik

    Pulmo :

    - Corakan bronkovaskular paru kanan dan kiri kasar. Tak tampak

    infiltrat maupun kavitas pada paru kanan.

    Tulang-tulang dada baik.

    Kesan : Cardiomegali

    Elongasi aorta

    Corakan bronkitis meningkat

    Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang

    dilakukan pasien didiagnosis asma bronkial persisten berat. Tergolong persisten

    berat karena gejala yang timbul pada pasien ini mencakup semua kriteria

    klasifikasi asma pada tingkat persisten berat yaitu aktivitas fisik terbatas, gejala

    39

  • terus menerus, dan sering terjadi eksaserbasi akut.

    Oleh karena itu, pada pasien ini diberikan pengobatan O2 3-4 liter/menit jika

    diperlukan, IVFD RL : aminophilin, nebulizer ventolin : bisolvon : NaCl,

    azitromycin dan metilprednison. Dengan pengobatan tersebut keluhan pasien

    membaik dan pasien dapat berobat jalan setelah pasien mendapat perawatan

    selama 1 minggu. Untuk terapi rawat jalan diberikan aminophilin, ambroxol,

    salbutamol, dan metilprednison. Pasien disarankan untuk kontrol 1 minggu setelah

    keluar rumah sakit dan kemudian diberikan rencana terapi seretide untuk

    mengontrol asma dan ventolin yang digunakan pada saat serangan.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. RiyantoBS, HisyamB. AsmaBronkial. Dalam: BukuAjar IlmuPenyakitDalam. Jilid I. Edisi ke 5. Jakarta : PusatPenerbitanDepartemenIlmuPenyakitDalamFKUI.2010.h40414.2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & PenatalaksanaandiIndonesia.2011.3. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsipprinsip IlmuPenyakitDalam.IsselbacherKJetal,editor.Jakrta:EGC.2000.131118.4. Rahmawati I, Yunus F, WiyonoWH. Patogenesis dan PatoAisiologi Asma.JurnalCerminKedokteran.2003;141.56.

    5. MorrisMJ.Asthma.[updated2011June13;cited2011June29].Availablefrom:http://emedicine.medscape.com/article/296301overview#showall6. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. MajalahKedokteranIndonesia.Nopember2008;58(11),44451.7. DewanAsmaIndonesia.YouCanControlYourAsthma:ACTNOW!.Jakarta.

    40

  • 2009May4th.Availablefrom:http://indoneisanasthmacouncil.org/index.phpoption=com_content&task=view&id=13&Itemid=5

    41