Lapkas 1 Fix

57
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1,2 Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi. Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid. Menurut taksiran WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke tahun 2011. Dari jumlahtersebut 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia. Penyakit darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 1

description

anak

Transcript of Lapkas 1 Fix

Page 1: Lapkas 1 Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang1,2

Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya

mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang

berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-

mata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.

Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan

oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal

pembuluh darah otak yang

menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang

mengalami oklusi. Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke

disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus,

embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah

satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik dapat

berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid.

Menurut taksiran WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit

stroke tahun 2011. Dari jumlahtersebut 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia.

Penyakit darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di

dunia. Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan

kanker. Sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia dan sisanya menderita

kelumpuhan sebagian atau total. Hanya15% saja yang dapat sembuh total dari

serangan stroke dan kecacatan.

1

Page 2: Lapkas 1 Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Stroke2

Stroke berdasarkan definisi WHO adalah suatu tanda klinis yang

berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-

gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan

kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.3 Sebagian

besar stroke disebabkan tersumbatnya aliran darah otak yang menyebabkan

iskemiknya jaringan otak, hanya sekitar 13% penderita stroke termasuk

dalam kategori stroke hemoragik.

Terdapat 2 jenis stroke hemoragik, perdarahan intraserebral dan

perdarahan subarachnoid. Perdarahan pada otak lainnya, epidural hematom

dan subdural hematom. Namun perdarahan otak ini disebabkan trauma

kapitis.

2.2. Epidemiologi Stroke1,6

Menurut WHO, 15 juta orang menderita stroke setiap tahun. 5 juta

dari penderita tersebut meninggal, dan 5 juta lainnya mengalami disabilitas

permanen. Stroke merupakan penyebab kematian keempat di Amerika. Sejak

tahun 2001 hingga 2011, angka kematian stroke menurun 21,2%. Hal ini

disebabkan usaha usaha yang dilakukan untuk menurunkan tekanan darah

dan merokok. Akan tetapi, angka stroke secara keseluruhan masih tinggi

disebabkan populasi usia yang semakin meningkat usianya.

Setiap tahun di Amerika Serikat, 795.000 orang mengalami stroke

baru dan rekuren. Pada tahun 2011, setiap 1 dari 20 kematian disebabkan

oleh stroke. Setiap 40 detik, 1 orang mengalami stroke, dan setiap 4 detik, 1

orang meninggal akibat stroke.

2

Page 3: Lapkas 1 Fix

Pada survey tahun 2005, 93% responden mengetahui bahwa rasa

kebas pada sebagian tubuh secara tiba-tiba merupakan salah satu gejala

stroke. Hanya 38% yang menyadari semua gejala stroke dan mencari

pertolongan pertama. Telah diketahui bahwa pasien yang tiba di ruang gawat

darurat dalam waktu 3 jam sejak gejala pertama cenderung untuk mempunyai

lebih sedikit disabilitas dalam 3 bulan daripada yang menerima pertolongan

lebih lambat. Di Indonesia, prevalensi stroke meningkat dari 8,3 per 1.000

penduduk (tahun 2007) menjadi 12,1 per 1.000 penduduk (2013). Prevalensi

stroke pada pria sama banyaknya dengan wanita. Prevalensi penyakit stroke

pada kelompok tertinggi pada usia di atas 75 tahun (43,1‰).

2.3. Faktor Risiko Stroke Hemoragik2,4

2.3.1.Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi

Usia, jenis kelamin, ras, etnis, dan keturunan diketahui merupakan

pertanda risiko stroke. Walaupun faktor risiko ini tidak dapat dimodifikasi,

apabila diketahui adanya faktor risiko ini, memungkinkan untuk diidentifikasinya

pasien dengan risiko yang tinggi, sehingga dapat dilakukan terapi yang lebih cepat

terhadap faktor risiko yang dapat dimodifikasi.

Usia merupakan faktor risiko tunggal yang berperan pada penyakit stroke.

Setiap kenaikan 10 tahun setelah usia 55 tahun, risiko stroke meningkat dua kali

pada pria dan wanita. Insidens stroke ditemukan 1,25 lebih banyak pada pria.

Peningkatan insidens stroke dalam keluarga disebabkan karena beberapa

hal, antara lain, kecenderungan genetik, dan paparan lingkungan atau gaya hidup

yang mirip. Pada penelitian Framingham, menunjukkan bahwa riwayat dari ayah

dan ibu berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. Risiko stroke juga

meningkat apabila ditemukan saudara derajat satu mempunyai penyakit jantung

koroner atau stroke sebelum usia 55 tahun (laki-laki) atau 65 tahun (wanita).

Riwayat seseorang pernah mengalami gejala stroke (TIA/Transient

ischemic attack) meningkatkan risiko 10 kali dibandingkan seseorang yang tidak

3

Page 4: Lapkas 1 Fix

memiliki riwayat stroke. Riwayat penyakit jantung sebelumnya juga memiliki

risiko yang sama.

Pada usia tua, salah satu faktor risiko yang paling penting adalah adanya

amiloid angiopati. Amiloid angiopati serebral (CAA) disebabkan karena mutasi

pada protein prekursor amiloid atau gen protein sistatin C yang diturunkan dengan

pola autosomal dominan. Amiloid angiopati sering asimptomatik, tetapi

merupakan penyebab penting terjadinya perdarahan intraserebral lobaris pada

pasien usia tua.

2.3.2. Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi lainnya yang diketahui

menyebabkan ICH adalah hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, penggunaan

kronik alkohol, kokain, antikoagulan, dan terapi trombolitik. Adanya malformasi

vaskular, aneurisma, vaskulitis, dan keganasan intrakranial juga merupakan faktor

risiko terjadinya stroke hemoragik.

Hipertensi adalah faktor risiko yang paling kuat dan sering memicu ICH.

Lebih dari 12,7 juta penderita stroke juga menderita hipertensi. Pada kasus stroke

hemoragik, sekitar 60% kasus ICH menderita hipertensi. Risiko ICH diketahui

meningkat berhubungan dengan tingkat tekanan darah sistolik. Hipertrofi

ventrikel kiri juga berhubungan dengan peningkatan stroke hemoragik sebanyak

dua sampai tujuh kali.

Rendahnya sosioekonomi, penyakit mental, dan stres psikososial juga

merupakan faktor risiko stroke. Sosioekonomi rendah diketahui berhubungan

dengan peningkatan risiko stroke. Depresi, adanya stres hidup kronik, dan

gangguan panik meningkatkan risiko terjadinya stroke. Obat-obatan lain seperti

kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon juga meningkatkan risiko stroke.

Faktor risiko lainnya, yaitu konsumsi alkohol, diketahui apabila konsumsi alkohol

satu hinggadua gelas per hari dapat menurunkan risiko sebanyak 30%. Namun,

peminum berat dapat merusak miokardium.

4

Page 5: Lapkas 1 Fix

Koagulopati yang menyebabkan perdarahan disebabkan karena kurangnya

faktor pembekuan atau adanya kelainan pada hepar. Koagulopati yang

menyebabkan ICH biasanya terjadi karena penggunaan antikoagulan, antagonist

platelet, dan obat lainnya yang bersifat antikoagulan. Tingginya kadar kolesterol

total, LDL, dan trigliserida, dan rendahnya kadar kolesterol HDL meningkatkan

risiko stroke. Hal yang sama juga terjadi pada merokok. Merokok secara pasif

merupakan faktor risiko tambahan untuk stroke. Kurangnya aktivitas fisik akan

meningkatkan risiko stroke dan PJK sebanyak 50%.

2.4. Patofisiologi Stroke Hemoragik.11,12,14

Aneurisma intrakranial merupakan lesi yang didapatkan pada 1-6%

pemeriksaan postmortem. Sebagian besar aneurisma ini tidak ruptur dan tetap

tidak terdiagnosis. Sekitar 27.000 kasus perdarahan subarakhnoid baru akibat

rupture aneurisma terjadi setiap tahun (sekitar 5-15%). Rupturnya aneurisma ini

tidak diketahui secara jelas, namun berhubungan dengan hipertensi dan merokok.

Merokok dan hipertensi diketahui menyebabkan defek struktural dengan

menginduksi perubahan endovaskular, terutama di bagian tunika media, yang

menyebabkan kelemahan fokal pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan

aneurysmal ballooning pada bifurkasio arteri.

5

Page 6: Lapkas 1 Fix

Lokasi paling sering terjadinya aneurisma serebri pada daerah sekitar arteri

kommunikans anterior dan arteri serebri anterior, pada percabangan dekat arteri

serebri media dan percabangan antara arteri basiler dan arteri serebri posterior.

Terjadinya perdarahan parenkim otak pada aneurisma tersebut merupakan

perdarahan intraserebral. Perdarahan intraserebral terdiri dari tiga fase, (1)

perdarahan awal, (2) ekspansi hematoma, dan (3) edema perihematom.

Perdarahan awal terjadi karena ruptur arteri serebri yang disebabkan faktor

risiko yang telah disebutkan sebelumnya. Ekspansi hematoma terjadi beberapa

jam setelah gejala awal terjadi dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

Ekspansi ini akan berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam. Ekspansi

hematoma juga akan mengganggu integritas jaringan lokal (cedera otak primer

yang diakibatkan dari efek masa hematom).

Cedera otak sekunder, sebagian besar, menyebabkan perdarahan

intraparenkim otak dan terjadi melalui beberapa mekanisme, seperti (1)

sitotoksisitas darah, (2) hipermetabolisme, (3) eksitotoksisitas, (4) penyebaran

6

Page 7: Lapkas 1 Fix

tekanan, dan (5) stress oksidatif dan inflamasi. Keseluruhan hal ini pada akhirnya

menyebabkan gangguan ireversibel neurovaskular dan diikuti dengan gangguan

sawar darah otak, dan edema yang diikuti kematian sel otak secara masif. Selain

itu, gangguan aliran keluar vena yang terobstruksi akan menginduksi pelepasan

tromboplastin, yang menyebabkan koagulopati.

Lebih dari sepertiga pasien, terjadi ekspansi hematom yang disebabkan

hiperglikemia, hipertensi, dan antikoagulan. Ukuran awal hematom dan kecepatan

penyebaran hematom merupakan salah satu faktor prognostik untuk menentukan

perburukan neurologis. Ukuran hematoma > 30 ml berhubungan dengan tingginya

mortalitas. Diikuti penyebaran hematoma, edema serebri terbentuk sekitar

hematoma yang disebabkan inflamasi dan gangguan sawar darah otak. Edema

peri-hematoma ini merupakan penyebab utama terjadi perburukan neurologis dan

terus berkembang hingga beberapa hari sejak perdarahan awal.

Perdarahan intraserebral mempunyai daerah predileksi pada otak seperti

talamus, putamen, serebelum, dan batang otak. Selain daerah otak yang rusak

karena perdarahan, otak sekeliling dapat rusak karena tekanan yang disebabkan

efek masa hematom. Peningkatan tekanan intrakranial dapat terjadi.

Pada sekitar 40% kasus ICH, perdarahan menyebar sampai ventrikel

serebri menyebabkan perdarahan intraventrikel. Perdarahan intraventrikel dapat

menyebabkan hidrosefalus obstruksi dan memperburuk prognosis. ICH dan

edema yang terjadi dapat mengganggu dan menekan jaringan sekitar. Hal ini yang

menyebabkan gangguan neurologis.36 Tergesernya parenkim otak dapat

meningkatkan tekanan darah intrakranial dengan menyebabkan sindroma herniasi.

Patofisiologi Perdarahan Subarakhnoid

Proses patologis yang terjadi pada PSA adalah terjadi pecahnya darah

arteri secara tiba-tiba yang terjadi pada ruang subarakhnoid atau ke bagian otak.

Pada perdarahan subarakhnoid, perdarahan disebabkan dari aneurisma Berry pada

salah satu arteri pada dasar otak, sekitar sirkulus Willis.

7

Page 8: Lapkas 1 Fix

Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada

percabangan arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena atau

tumor. Efek patologis dari perdarahan subarakhnoid bersifat multifokal. Pada

PSA, terjadi iritasi meningens yang mengakibatkan peningkatan TIK dan

mengganggu autoregulasi serebri. Gangguan ini dapat terjadi dengan adanya

vasokonstriksi akut, agregasi platelet mikrovaskular, dan hilangnya perfusi

mikrovaskular serebri yang menyebabkan penurunan aliran darah otak dan

iskemik serebri.

2.5. Diagnosis Stroke Hemoragik9,13,14

Perdarahan intraserebral merupakan kegawatdaruratan. Diagnosis dan

manajemen yang cepat diperlukan karena perburukan terjadi pada beberapa jam

setelah onset serangan. Lebih dari 20% pasien akan mengalami penurunan GCS >

2 poin sebelum tiba pada pelayanan kesehatan gawat darurat dan penilaian awal

pada ruang gawat darurat. Apabila terjadi penurunan kesadaran sebanyak 6 poin

pada pasien prehospital, telah diketahui angka mortalitasnya > 75%.18 Hal yang

perlu dilakukan adalah menentukan apakah stroke yang diderita adalah stroke

infark atau hemoragik. Pembuatan diagnosis stroke iskemik atauperdarahan di

8

Page 9: Lapkas 1 Fix

pusat neurologis tidak sulit karena adanya CT-Scan, tetapi karena alat ini hanya

dijumpai pada kota besar, maka diagnosis harus dibuat berdasarkan pemeriksaan

klinis.

2.5.1. Anamnesis

Hal yang harus diketahui adalah mengenai onset gejala, apakah gejala

dialami pada saat pasien sedang beraktivitas, bagaimana perjalanan gejala, faktor

risiko yang ada pada pasien, berapa kali serangan telah dialami oleh penderita.

Apakah serangan disertai nyeri kepala, mual dan muntah. Hal lain yang perlu

ditanyakan juga adalah apakah pasien mengalami kesemutan separuh badan,

gangguan penglihatan, apakah terjadi penurunan intelektualitas, dan riwayat

pemakaian obat sebelumnya. Riwayat trauma juga perlu ditanyakan.

2.5.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tanda vital, pemeriksaan umum

meliputi kepala, jantung, paru, abdomen, dan ekstremitas. Pemeriksaan kepala dan

leher (cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda distensi vena

jugular pada gagal jantung kongestif.)

Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis

terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap

dan cara jalan, refleks koordinasi, sensorik, dan fungsi kognitif. Skala stroke yang

digunakan adalah NIHSS (National Institutes of Heart Stroke Scale). Hipertensi

(tekanan darah sistolik di atas 220 mmHg) biasanya ditemukan pada stroke

hemoragik. Tekanan darah awal yg tinggi berhubungan dengan kerusakan

neurologis dini. Hal yang sama juga berlaku pada demam.

Onset akut defisit neurologis, perubahan kesadaran atau status mental

lebih sering ditemukan pada stroke hemoragik. Hal ini disebabkan karena

peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus dapat juga terjadi karena darah

pada ruang subarakhnoid.

9

Page 10: Lapkas 1 Fix

Defisit Fokal Neurologis

Defisit neurologis yang terjadi tergantung daerah otak yang terlibat.

Apabila terkena pada hemisfer yang kiri, sindroma berikut dapat terjadi:

1. Hemiparesis kanan

2. Kehilangan sensorik pada bagian kanan tubuh

3. Kecenderungan melihat pada sebelah kiri

4. Kehilangan lapangan pandang sebelah kanan

5. Afasia

- Apabila terjadi pada hemisfer sebelah kanan, terjadi hal sebaliknya dari yang telah

disebutkan di atas.

- Apabila perdarahan terjadi pada serebellum, pasien berisiko tinggi terjadi herniasi

dan kompresi batang otak. Herniasi akan menyebabkan penurunankesadaran

yang cepat dan mengakibatkan apnea dan kematian.

- Tanda lain dari perdarahan pada serebelum atau batang otak dapat berupa ataxia,

vertigo atau tinitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis,

kehilangan fungsi sensorik sebagian tubuh atau keempat ekstremitas,

gangguan sensorik pada separuh tubuh atau keempat ekstremitas, kelemahan

orofaringeal atau disfagia, crossed signs (wajah ipsilateral dan badan

kontralateral).

Sindrome stroke lainnya berhubungan dengan perdarahan intraserebral,

bervariasi mulai dari nyeri kepala ringan sampai gangguan neurologis. Perdarahan

serebri pada onset awal dapat menimbulkan kejang.

Tabel 2.1. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik

Gejala Stroke hemoragik Stroke iskemik

Permulaan Sangat akut Sub akut

Waktu serangan Aktifitas Bangun pagi

10

Page 11: Lapkas 1 Fix

Peringatan sebelumnya - ++

Nyeri kepala ++ -

Muntah ++ -

Kejang ++ -

Penurunan kesadaran ++ +/-

Bradikardi +++ (dari hari I) + (hari ke 4)

Perdarahan di retina ++ -

Papiledema + -

Kaku kuduk, kerning,

brudzinsky

++ -

Ptosis ++ -

Lokasi Subkortik Kortik/subkortik

Tabel 2.2. Perbedaan Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarakhnoid

Gejala Perdarahan intraserebral Perdarahan subarachnoid

Nyeri kepala ++ +++

Kaku kuduk + +++

Kerning + +++

Gangguan N. III dan

N.IV

+ (bila besar ) +++

Kelumpuhan Biasanya hemiplegi Hemiparesis

Cairan serebrospinal Eritrosit >1000 Eritrosit >2500

11

Page 12: Lapkas 1 Fix

Hipertensi ++ -

2.5.3. Pemeriksaan Penunjang

Gejala stroke yang ditandai dengan nyeri kepala hebat, muntah, tekanan

darah sistolik > 220 mmHg, defisit neurologis fokal, gangguan kesadaran, dan

onset secara tiba-tiba diasumsikan merupakan stroke hemoragik. Untuk

membedakan perdarahan atau iskemik dan penyebab gangguan neurologis yang

lain, pemeriksaan neuroimaging stroke yang merupakan gold standard adalah

CTScan atau MRI.

Tingginya angka perburukan neurologis setelah ICH untuk mengetahui

apakah perdarahan aktif dapat berlanjut selama beberapa jam setelah onset. CT-

Scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi, ukuran infark atau

perdarahan, apakah perdarahan dapat menyebar ke ruang intraventrikular, serta

membantu perencanaan operasi. Di antara pasien yang diperiksa head CT dalam 3

jam setelah onset ICH, 28-38% mengalami ekspansi hematoma. Ekspansi

hematom diketahui merupakan perburukan klinis dan peningkatan morbiditas

danmortalitas.

Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan infark pada fase akut dalam

beberapa saat setelah serangan yang dengan pemeriksaan CT-Scan belum terlihat.

Sedangkan pemeriksaan MRI pada perdarahan intraserebral baru dapat terdeteksi

setelah beberapa jam pertama perdarahan. Pemeriksaan ini rumit serta

memerlukan waktu lama sehingga kurang digunakan pada stroke perdarahan akut.

Angiografi dilakukan pada kasus yang selektif terutama pada perdarahan

intraserebral non hipertensi, perdarahan yang letaknya atipis. Untuk mencari

kemungkinan AVM, aneurisma atau tumor sebagai penyebab perdarahan

intraserebral.

Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah darah lengkap,

elektrolit, kadar ureum, kadar kreatinin, dan glukosa. Kadar kreatinin yang tinggi

berhubungan dengan adanya ekspansi hematom. Kadar glukosa yang tinggi juga

12

Page 13: Lapkas 1 Fix

menunjukkan adanya ekspansi hematoma dan prognosis yang lebih buruk.

Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk menentukan keadaan hematologi

yang mempengaruhi stroke, misalnya anemia atau polisitemia. Selain itu, kadar

gula darah diperiksa untuk mengetahui adanya DM. Tingginya kadar gula darah

berkaitan dengan angka kecacatan dan kematian. Kadar gula darah diperiksa juga

untuk menyingkirkan hipoglikemia yang memberikan gambaran klinik

menyerupai stroke.

Pemeriksaan elektrolit serum untuk memeriksa osmolaritas serum yang

berkaitan dengan dehidrasi dan pemberian osmoterapi pada penderita stroke

dengan peningkatan tekanan intrakranial. Faal hemostasis seperti jumlah

trombosit, waktu protrombin, dan tromboplastin (aPTT) diperlukan untuk

pemakaian obat antikoagulan dan trombolitik.

Pemeriksaan elektrokardiografi untuk mengetahui adanya iskemik dan

aritmia jantung atau penyakit jantung lainnya untuk menilai fungsi jantung. Foto

toraks digunakan untuk menilai besar jantung ataupun adanya edema paru.

Pemeriksaan lain yang diperlukan pada keadaan tertentu seperti tes faal hati,

saturasi oksigen, analisa gas darah, toksikologi, kadar alkohol dalam darah, pungsi

lumbal (apabila dugaan kuat perdarahan subarakhnoid, tetapi gambaran CT scan

normal), elektroensefalografi (terutama pada paralisis Todd).

Untuk membedakan stroke iskemik akut dan stroke perdarahan, jika sarana

tidak memungkinkan, dapat menggunakan sistem skoring Siriraj Stroke Score.

Rumus Siriraj Stroke Score

(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan

darah diastolik) – (3 x tanda ateroma) – 12

Skor < -1 menunjukkan kemungkinan stroke iskemik

Skor > 1 menunjukkan kemungkinan stroke perdarahan

Catatan:

Derajat kesadaran: sadar = 0

13

Page 14: Lapkas 1 Fix

Mengantuk/stupor = 2

Koma/semikoma = 2

Nyeri kepala: Tidak ada nyeri kepala = 0

Nyeri kepala = 1

Tanda ateroma: Tidak ada tanda ateroma = 0

Tanda ateroma

(diabetes, angina, penyakit arteri perifer) = 1

2.6. Diagnosis Banding2,3,8

Diagnosis banding stroke hemoragik adalah stroke iskemik. Perbedaan klinisnya

dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Kejang lebih sering ditemukan pada stroke iskemik dan terjadi pada 28%

stroke hemoragik. Pada perdarahan subarakhnoid perdarahan mengiritasi

meningens. Hal ini menyebabkan gejala nyeri kepala hebat yang tiba-tiba dan

14

Page 15: Lapkas 1 Fix

kaku kuduk. Sering juga dijumpai adanya kehilangan kesadaran sementara pada

saat perdarahan terjadi. Onset yang terjadi secara tiba-tiba ini yang membedakan

perdarahan subarakhnoid dari nyeri kepala dan kaku kuduk dari meningitis, yang

terjadi dalam beberapa jam. Migren terkadang dapat menyebabkan nyeri kepala

hebat secara tiba-tiba tetapi tanpa kaku kuduk.

Perdarahan intraserebral pada bagian kapsula interna akan menyebabkan

gangguan berat pada motorik, sensorik, dan gangguan penglihatan pada sisi

kontralateral tubuh (hemiplegia, hemianestesi, dan hemianopia homonim). Pada

pons, kehilangan fungsi motorik dan sensorik pada keempat ekstremitas,

berhubungan dengan gangguan fungsi batang otak. Perdarahan pada pons

merupakan perdarahan dengan tingkat mortalitas yang sangat tinggi. Perdarahan

pada sistem ventrikular, baik berasal dari perdarahan subarakhnoid atau

intraserebral, merupakan pertanda prognosis yang buruk. Apabila terjadi,

perdarahan ini sering menyebabkan kematian dalam waktu beberapa jam setelah

perdarahan.

2. 11 Penatalaksanaan Stroke Hemoragik8,9,14

A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat

1. Evaluasi cepat dan diagnosis

2. Terapi umum (suportif)

a. stabilisai jalan napas dan pernapasan

b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi

c. pemeriksaan awal fisik umum

d. pengendalian peninggian TIK

e. penanganan transformasi hemoragik

f. pengendalian kejang

g. pengendalian suhu tubuh

h. pemeriksaan penunjang

B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)

Terapi medik pada PIS akut:

a. Terapi hemostatik 1

15

Page 16: Lapkas 1 Fix

Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat

haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten

terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat

untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.

Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.

Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-

significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah

lebih dari 3 jam.

b. Reversal of anticoagulation 1

Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan

fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin

K.

Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K

dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR

lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah

sehingga aman untuk jantung dan ginjal.

Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang

memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.

Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor

replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.

Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer

weight heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan

trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan

dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya.

Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka

pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya

perdarahan.

c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM

Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap

kontroversial.

Tidak dioperasi bila: 1

16

Page 17: Lapkas 1 Fix

Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis

minimal.

Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan

perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih

mungkin untuk life saving.

Dioperasi bila: 1

Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan

klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi

ventrikel harus secepatnya dibedah.

PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau

angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome

yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.

Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang

memburuk.

Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia

muda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih

menguntungkan.

B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid

1. Pedoman Tatalaksana 1

a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):

Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk

untuk upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.

Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan

dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan

O2 2-3 L/menit.

Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.

Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-

kelainan neurologi yang timbul.

b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih

intensif: 1

17

Page 18: Lapkas 1 Fix

Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di

ruang gawat darurat.

Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin

jalang nafas yang adekuat.

Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.

Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan

penilaian status neurologi.

2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1

a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan

antihipertensi saja tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan

ulang setelah terjadi PSA, namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam

pengobatan pasien dengan PSA.

b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan

pada keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk

terjadinya vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada

operasi yang ditunda.

c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.

d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1

a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan

ulang setelah rupture aneurisma pada PSA.

b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang

setelah PSA, banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan

hasil akhir tidak berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang

segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih baik serta lokasi

aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang

segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik

khusus.

c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi

untuk perdarahan ulang.

4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1

18

Page 19: Lapkas 1 Fix

a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3

atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin

oral terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh

vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau

intravena tidak bermakna.

b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H

yaitu hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan

mempertahankan “cerebral perfusion pressure” sehingga dapat

mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat vasospasme. Hati-hati

terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak

dilakukan embolisasi atau clipping.

c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu

bermakna.

d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada

pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional.

e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:

Pencegahan vasospasme:

Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.

3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.

Jaga keseimbangan cairan.

Delayed vasospasm:

Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.

Berikan 5% Albumin 250 mL IV.

Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge

pressure 12-14 mmHg.

Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.

Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.

5. Antifibrinolitik

Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat

yang sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau

tranexamid acid dengan dosis 6-12g/hari.1

6. Antihipertensi 1

19

Page 20: Lapkas 1 Fix

a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah

sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90

mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).

b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan

TDD lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.

c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2

mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse

dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan

karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.

d. Untuk menjaga TDS jangan menurun (di bawah 120 mmHg) dapat

diberikan vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik

penumbra yang mungkin terjadi akibat vasospasme.

7. Hiponatremi

Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila

perlu diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat

terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam

pertama.1

Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau

0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya

dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan

untuk pengobatan hiponatremi.1

8. Kejang

Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan

tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien

yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma

arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk

menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti

konvulsan sebagai profilaksis.1

Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV.

Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400

mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk

menghentikan kejang1.

20

Page 21: Lapkas 1 Fix

Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada

penderita yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada

penderita yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya,

hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri media1.

9. Hidrosefalus1

a. Akut (obstruksi)

Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.

Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi

(atau drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya

dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi.

b. Kronik (komunikan)

Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara

temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.

10. Terapi Tambahan 1

a. Laksansia (pencahar) diperlukan untuk melembekkan feses secara regular.

Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau

pneumatic compression devices.

b. Analgesik:

Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.

Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.

Tylanol dengan kodein.

Hindari asetosal.

Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:

Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.

Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.

Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.

Propofol 3-10 mg/kg/jam.

Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:

Antagonis H2

Antasida

Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.

21

Page 22: Lapkas 1 Fix

Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali

sehari.

Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

2. 12 Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik

Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang

paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering

mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga

berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut

adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada

pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran

dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal

yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas

permanen.2

Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi

serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah

berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.

Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume

hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat

buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa

meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan

antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga

memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2

2. 13 Pencegahan Stroke Hemoragik

Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan

mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun

kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa

pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1

Mengatur pola makan yang sehat

Melakukan olah raga yang teratur

Menghentikan rokok

Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat

22

Page 23: Lapkas 1 Fix

Memelihara berat badan yang layak

Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi

Penanganan stres dan beristirahat yang cukup

Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat

Pemakaian antiplatelet

Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah

pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor

risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA,

dislipidemia, dan sebagainya.1

BAB III

LAPORAN KASUS

23

Page 24: Lapkas 1 Fix

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. M

Umur : 65 Tahun

Alamat : Pulau Jambu

Pekerjaan : Petani

Agama : Islam

Status Perkawinan : Kawin

No. RM : 12-31-86

Tanggal Masuk : 25/10/2015

Ruang/Kelas : ICU

B. ANAMNESIS : Allo -anamnesa

I. Keluhan Utama: Pasien datang dengan penurunan kesadaran

II. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran 2 jam

SMRS. Pasien ditemukan tergeletak ditempat tidur setelah

habis sarapan. Pasien tidak mengalami fase sadar meskipun

sudah diberikan rangsangan dengan suara maupun dengan

rangsangan nyeri. Oleh keluarga pasien langsung dibawa ke

puskesmas setempat kemudian baru dirujuk ke RSUD

Bangkinag. sebelum pasien dibawa ke Puskesmas pasien

mengalami muntah sebanyak 2x dan mengorok.

Pada malam harinya pasien mengeluhkan nyeri kepala, namun

pasien masih beraktifitas seperti biasa. Setelah bangun tidur

pasien masih mengeluhkan nyeri kepala, tetapi Pasien tidak

mengkonsumsi obat untuk menghilangkan nyeri kepalanya

tersebut.

III. Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat diabetes melitus (+)

- Riwayat hipertensi (+)

24

Page 25: Lapkas 1 Fix

- Riwayat alergi obat/makanan disangkal.

- Riwayat serangan stroke sebelumnya disangkal.

- Riwayat penyakit jantung disangkal.

- Riwayat trauma (-)

IV. Riwayat Penyakit Keluarga:

- Ayah pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama dengan

pasien.

V. Riwayat Pribadi dan Sosial:

- Pasien dahulu sehari-hari bekerja sebagai petani.

C. PEMERIKSAAN FISIK

I. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit berat

Kesadaran : soporokoma

Tinggi badan : 150 cm

Berat badan : 48 kg

Tanda Vital

- Tekanan darah : 203/74 mmHg

- Frekuensi nadi : 76 x/menit, reguler.

- Frekuensi Pernafasan : 42 x/menit

- Suhu : 36.1 oC

Rambut : Warna hitam dan putih, panjang

Kelenjar Getah Bening

- Leher : tidak ada pembesaran

- Aksila : tidak ada pembesaran

- Inguinal : tidak ada pembesaran

Kepala

Mata : Seklera tidak kuning, konjungtiva tidak pucat, refleks

pupil berkurang.

Hidung : Sekret tidak ada, deviasi septum tidak ada.

Mulut : Bibir kering (-).

Telinga : Serumen (+)

Leher : DBN

25

Page 26: Lapkas 1 Fix

Thoraks

a. Paru-paru

Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga tidak ada.

Palpasi : Fremitus suara +/+, simetris kanan dan kiri.

Perkusi : Sonor kedua lapang paru.

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Ronkhi tidak ada, wheezing ada.

b. Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : Ictus cordis teraba. Thrill tidak ada.

Perkusi :

- Batas jantung kanan: SIC IV linea parasternalis dekstra.

- Batas jantung kiri : SIC V 1 jari medio linea midclavicula

sinistra.

Auskultasi : Bunyi jantung I & II, reguler, gallop tidak ada, Murmur

tidak ada.

Abdomen

Inspeksi : Perut tampak datar, ascites tidak ada.

Auskultasi : Bising usus positif

Palpasi :DBN.

Perkusi : DBN

Ekstremitas

Superior : Akral hangat, edema(-), sianosis(-), kelemahan lengan kanan,

hanya bergerak jika diberi rangsangan nyeri.

Inferior : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), kelemahan tungkai

kanan, hanya bergerak jika diberikan rangsangan nyeri.

Status Neurologis

A. Tanda Rangsang Selaput Otak:

Kaku Kuduk : Negatif

26

Page 27: Lapkas 1 Fix

Brudzinski I : Negatif

Brudzinski II : Negatif

Kernig Sign : Negatif

B. Tanda Peningkatan Tekanan intrakranial:

Pupil : Anisokor, diameter pupil kanan 3 mm, kiri 2 mm.

Refleks cahaya : -/+

C. Pemeriksaan Saraf Kranial:

N.I (N. Olfaktorius)

Penciuman Kanan Kiri

Subyektif TDL TDL

Obyektif dengan bahan TDL TDL

N. II (N. Opticus )

Pengelihatan Kanan Kiri

Tajam pengelihatan TDL TDL

Lapangan pandang TDL TDL

Melihat warna TDL TDL

Funduskopi TDL TDL

N. III (N. Okulomotorius)

Kanan Kiri

Bola mata Normal Normal

Ptosis Tidak ada Tidak ada

Gerakan bola mata Normal Normal

Strabismus Tidak ada Tidak ada

Nistagmus Tidak ada Tidak ada

Ekso/Endophtalmus Tidak ada Tidak ada

Pupil :

Bentuk

Refleks cahaya

Normal

Negatif

Normal

Positif

27

Page 28: Lapkas 1 Fix

Refleks akomodasi

Refleks konvergensi

Normal

Normal

Normal

Normal

N. IV (N. Trochlearis)

Kanan Kiri

Gerakan mata

kebawah

Normal Normal

Sikap bulbus Normal Normal

Diplopia TDL TDL

N. V (N. Trigeminus)

Kanan Kiri

Motorik :

Membuka mulut

Menggerakkan rahang

Menggigit

Menguyah

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sensorik :

Divisi Optalmika

- Reflek kornea

- Sensibilitas

Divisi Maksila

- Reflek masseter

- Sensibilitas

Divisi Mandibula

- Sensibilitas

Normal

Tidak dinilai

Sulit dinilai

Tidak dinilai

Tidak dinilai

Normal

Tidak dinilai

Sulit dinilai

Tidak dinilai

Tidak dinilai

N. VI (N. Abducen)

Kanan Kiri

Gerakan mata lateral Normal Normal

Sikap bulbus Normal Normal

Diplopia Sulit dinilai Sulit dinilai

28

Page 29: Lapkas 1 Fix

N. VII (N. Facialis)

Kanan Kiri

Raut wajah Normal Normal

Sekresi air mata Sulit dinilai Sulit dinilai

Fisura palpebra Normal Normal

Menggerakkan dahi Sulit dinilai Sulit dinilai

Menutup mata Sulit dinilai Sulit dinilai

Mencibir/bersiul Sulit dinilai Sulit dinilai

Memperlihatkan gigi Sulit dinilai Sulit dinilai

Sensasi lidah 2/3 depan Sulit dinilai Sulit dinilai

Hiperakusis Sulit dinilai Sulit dinilai

N.VIII (N. Vestibulochoclearis)

Kanan Kiri

Suara berbisik TDL TDL

Detik arloji TDL TDL

Renne test TDL TDL

Scwabach test TDL TDL

Webber test :

Memanjang

Memendek

TDL

TDL

TDL

TDL

Nistagmus

Pendular

Vertikal

Siklikal

TDL

TDL

TDL

TDL

TDL

TDL

Pengaruh posisi kepala Sulit dinilai Sulit dinilai

N..IX (N. Glossofaringeus)

29

Page 30: Lapkas 1 Fix

Kanan Kiri

Sensasi lidah 1/3 belakang TDL TDL

Reflek muntah/gangguan

reflek

TDL TDL

N. X (N. Vagus)

Kanan Kiri

Arkus faring Sulit dinilai Sulit dinilai

Uvula Sulit dinilai Sulit dinilai

Menelan Sulit dinilai Sulit dinilai

Artikulasi Sulit dinilai Sulit dinilai

Suara Sulit dinilai Sulit dinilai

Nadi 76 x/menit 76x/menit

N. XI (N. Assesorius)

Kanan Kiri

Menoleh ke kanan Normal Normal

Menoleh ke kiri Normal Normal

Mengangkat bahu ke kanan

Sulit dinilai Sulit dinilai

Mengangkat bahu ke kiri Sulit dinilai Sulit dinilai

N. XII (N. Hipoglossus)

Kanan Kiri

Kedudukan lidah di dalam TDL TDL

Kedudukan lidah dijulurkan

TDL TDL

Tremor Fasikulasi Atrofi

TDL TDL

D. Pemeriksaan Koordinasi dan keseimbangan

Cara berjalan TDL Tes tumit lutut TDL

30

Page 31: Lapkas 1 Fix

Romberg test TDL Disgrafia TDL

Ataksia TDL Supinasi-pronasi TDL

Rebound phenomen TDL Tes jari-hidung TDL

Tandem walking tes TDL Tes jari-jari TDL

Steping tes TDL Tes hidung-hidung

TDL

E. Pemeriksaan Fungsi Motorik

A. Berdiri dan Berjalan Kanan Kiri

Gerakan spontan TDL TDL

Tremor TDL TDL

Atetosis TDL TDL

Mioklonik TDL TDL

Khorea TDL TDL

B. Ekstremitas Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai

Kekuatan Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai

Trofi Normotrofi Normotrofi Normotrofi Normotrofi

Tonus Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai

F. Pemeriksaan SensibilitasSensibilitas taktil Tidak dinilai

Sensibilitas nyeri Os merespon ketika diberikan rangsangan nyeri kuat

31

Page 32: Lapkas 1 Fix

Sensibilitas termis Tidak dinilai

Sensibilitas kortikal Tidak dinilai

Stereognosis Tidak dinilai

Pengenalan 2 titik TDL

Pengenalan rabaan TDL

G. Sistem RefleksRefleks Fisiologis Kanan Kiri

Kornea Normal Normal

Berbangkis Normal Normal

Laring Tidak dinilai Tidak dinilai

Masseter Normal Normal

Dinding perut Normal Normal

Atas Normal Normal

Bawah Normal Normal

Tengah Normal Normal

Biseps Sulit dinilai Sulit dinilai

Triseps Sulit dinilai Sulit dinilai

APR +2 +2

KPR +2 +2

Bulbokavernosus - -

Kremaster -

Sfingter Normal

Refleks Patologis Kanan Kiri

32

Page 33: Lapkas 1 Fix

Lengan

Hoffman-Tromner Negatif Negatif

Tungkai

Babinski Negatif Positif

Chaddoks Negatif Negatif

Oppenheim Negatif Negatif

Gordon Negatif Negatif

Schaeffer Negatif Negatif

Klonus kaki Negatif Negatif

3. Fungsi Otonom Miksi : Normal Defekasi : Normal Sekresi keringat : Normal

4. Fungsi LuhurKesadaran Tanda Demensia

Reaksi bicara TDL Reflek glabella TDL

Fungsi intelek TDL Reflek snout TDL

Reaksi emosi TDL Reflek menghisap TDL

Reflek memegang TDL

Refleks palmomental TDL

B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah rutin: Hb: 12,7 gr/dl Ureum : 25 mg/dl

Trombosit : 287 mm3 Creatinin : 0.5 mg/dl

33

Page 34: Lapkas 1 Fix

Leukosit : 21,9 mm3

GDS: 251 mg/dl

RENCANA PEMERIKSAAN TAMBAHAN

1. CT Scan

2. MRI

C. MASALAH

Diagnosis

Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran + Hemiparese dextra

+ Parese N VII + N XII

Diagnosis Topik : Subkortek serebri sinistra

Diagnosis Etiologi : Perdarahan intraserebral

Diagnosis Sekunder : Hipertensi grade II

D. PEMECAHAN MASALAH

Terapi Umum:

- Pembebasan jalan nafas dengan suction

- Oksigenasi jika diperlukan untuk mencegah hipoksia

- Pengendalian sirkulasi darah agar tidak terjadi penurunan perfusi ke

jaringan otak

- Manajemen cairan dan elektrolit

- Mengatur posisi kepala lebih tinggi 15-30°, sehingga memperbaiki venous

return

- Mengatasi kejang

- Mengatasi rasa nyeri

- Menjaga suhu tubuh normal <37,5°C

- Menghilangkan rasa cemas

Terapi Khusus

- IVFD Ringer laktat 20 tpm

- Manitol 20% 4x125 tappering

- Inj. Citicoline (golongan Neuroprotektan) 500 mg 2 x 1

34

Page 35: Lapkas 1 Fix

- Inj. Asam tranexamat 500 mg 2×1

- Amlodipin tab 5 mg 1x1

- Ranitidine 2x1 amp

BAB IV

DISKUSI KASUS

35

Page 36: Lapkas 1 Fix

Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 2 jam sebelum

masuk rumah sakit. Hal ini menunjukkan kemungkinan besar adanya defisit

neurologis pada pasien tersebut. Maka, harus dipertimbangkan pada setiap pasien

yang mengalami defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan

tingkat kesadaran merupakan gambaran klinis dari stroke.

Pada pasien ini didapatkan muntah sebanyak 2x saat di rumah sebelum

dibawa ke Puskesmas menuju rumah sakit. Pada malam harinya pasien

mengeluhkan nyeri kepala namun tidak diobati dan pasien tetap beraktifitas

seperti biasa. Pada pasien didapatkan Riwayat Hipertensi (+) dan riwayat diabetes

mellitus (+).

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu

tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global)

dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat

menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.3

Sedangkan definisi stroke hemorogik sendiri adalah pecahnya pembuluh

darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan

serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut

menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan

juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya.

Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi

jaringan otak dan menekan batang otak13.

Pada pasien ini di diagnosa sebagai stroke hemoragik, karena :

- Terjadi penurunan kesadaran secara mendadak ketika pasien sedang

beraktivitas.

- Sebelum tidak sadar pasien mengeluh nyeri kepala

- Riwayat muntah proyektil 2x ketika masih dirumah

- Pasien memiliki riwayat hipertensi

- Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus

- pada pemeriksaan fisik, TD : 203/74 mmHg

- Keadaan umum tampak sakit berat, Kesadaran soporokoma dengan

GCS=6 E2M2V2. Status motorik pada pasien ini sulit dinilai namun

36

Page 37: Lapkas 1 Fix

memberikan kesan adanya hemiparese dextra karena ketika

dirangsang dengan nyeri tungkai dan tangan kiri dapat bergerak aktif

namun tangan dan tungkai kanan tidak memberikan reaksi. Reflex

cahaya berkurang, pupil bulat anisokor dengan diameter 3mm/2mm,

refleks patologis ditemukan babinski pada tungkai kanan (+).

- Berdasarkan Algoritma Stroke Gajah Mada

- Berdasarkan Skor Sirriraj

(2,5 x Kesadaran) + (2 x Vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x

diastole) – (3 x n Ateroma) – 12

= (2,5 x 2) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 74) – (3 x 1) – 12

= (5 + 2 + 2 + 7,4 - 0) -12

= 16,4 – 12

= 4,4

Berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan Algoritmna Stroke

Gajah Mada dan Skor Stroke Sirriraj, maka pasien ini masuk ke dalam

kategori Stoke Hemoragik.

37

Page 38: Lapkas 1 Fix

Terapi umum pada pasien ini adalah bed rest, O2 5 liter/ menit

untuk mengingkatkan sirkulasi oksigen bagi otak, IVFD RL 20 tpm

untuk pengendalian sirkulasi darah agar tidak terjadi penurunan perfusi

ke jaringan otak, pemasangan NGT agar pasien tetap dapat asupan

nutrisi makanan, pemasangan kateter urin sebagai kontrol cairan dan

pembuangan urin, diet rendah garam untuk mencegah semakin

tingginya tekanan darah pasien.

Terapi khusus adalah pemberian manitol 20% 4x125 cc drip karena

pada pasien ini didapatkan tanda-tanda peningkatan TIK, injeksi

citicholin 2x500 mg sebagai vasodilator perifer dan aktivator serebral,

injeksi asam tranexamat 500 mg 2x1 sebagai anti fibrinolitik, injeksi

ranitidin 2x1 ampul sebagai antagonis H2, serta Amlodipin 10 mg 1x1

tab sebagai antihipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

38

Page 39: Lapkas 1 Fix

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter

Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.

2. World Health Organization (WHO). 2004. Atlas Country Resources for Neurological Disorders 2004. Department of Mental Health and Substance Abuse, World Health Organization. Available from: http://www.who.int/mental_health/neurology/epidemiology/en/index.html. [Accessed 15 March 2015].

3. Sjahrir H. 2003. Stroke Iskemik. Medan: Yandira Agung;4. Lipska K, Sylaja PN, Sarma PS, Thankappan KR, Kutty VR, Vasan RS, et

al. 2007. Risk Factors for Acute Ischaemic Stroke in Young Adults in South India. J Neurol Neurosurg Psychiatry, 78(9): 959-963.

5. Langhome P, Denis M. 1998. Stroke Units: An Evidence Based Approach. BMJ publishing group.

6. American Stroke Association. 2013. Hemorrhagic Stroke. Available from: http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/TypesofStro 31 ke/HemorrhagicBleeds/Hemorrhagic-Strokes- Bleeds_UCM_310940_Article.jsp. [Accessed 16 March 2015].

7. WHO. 2003. Risk Factors. Available from:

http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/cvd_atlas_03_risk_factors.

pdf . [Accessed 15 March 2015].

8. Mullins ME, Lev MH, Schellingerhout D, Gonzalez RG, Schaefer PW.

Intracranial hemorrhage complicating acute stroke: how common is

hemorrhagic stroke on initial head CT scan and how often is initial clinical

diagnosis of acute stroke eventually confirmed?. AJNR Am J Neuroradiol.

Oct 2005;26(9):2207-12.

9. Liebeskind DS, Oconnor RE, Huff JS, Kirshner HS, Krause RS,

LutsepHL. 2015. Hemorrhagic Stroke. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/1916662-overview#showall.

[Accessed 13 March 2015].

10. Auer RN, Sutherland GR. Primary intracerebral hemorrhage:

pathophysiology. Can J Neurol Sci. Dec 2005;32 Suppl 2:S3-12.

11. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.

Available at: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview.

39

Page 40: Lapkas 1 Fix

12. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit

ed.6.EGC, Jakarta. 2006

13. Sotirios AT. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme Stuttgart. 2000

14. Mahar Mardjono. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-11. Jakarta. 2006.

PT. Dian rakyat

40