Lap.emulsi
-
Upload
hendi-mulyana -
Category
Documents
-
view
89 -
download
0
Transcript of Lap.emulsi
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Modul 4
EMULSIFIKASI
A. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu, untuk :
Menghitung jumlah emulgator surfaktan yang digunakan untuk membuat
emulsi
Membuat emulsi yang stabil dengan menggunakan emulgator golongan
surfaktan
Mengevaluasi kesetabilan suatu emulsi
Menentukan HLB butuh suatu minyak
B. LANDASAN TEORI
1. Definisi Emulsi
Emulsi adalah sediaan berupa campuran yang terdiri dari dua fase
cairan dalam sistem dispersi dimana fase cairan yang satu terdispersi sangat
halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya dimantapkan oleh zat
pengemulsi (emulgator). Fase cairan terdispersi disebut fase dalam,
sedangkan fase cairan pembawanya disebut fase luar. Tujuan emulsi adalah
untuk membuat suatu sediaan yang stabil dan rata dari dua cairan yang
tidak dapat bercampur, untuk pemberian obat yang mempunyai rasa lebih
enak, serta memudahkan absorpsi obat (Ansel, 1989).
Beberapa teori emulsifikasi berikut menjelaskan bagaimana zat
pengemulsi bekerja dalam menjaga stabilitas dari dua zat yang tidak saling
bercampur:
a. Teori tegangan permukaan
Emulsi terjadi bila ditambahkan suatu zat yang dapat menurunkan
tegangan antarmuka di antara dua cairan yang tidak tercampurkan,
sehingga mengurangi tolak-menolak antara kedua cairan tersebut dan
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 1 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
mengurangi tarik- menarik antarmolekul dari masing-masing cairan, atau
menyebabkan cairan menjadi tetesan-tetesan yang lebih kecil.
b. Teori orientasi bentuk baji
Emulsi terjadi bila ditambahkan suatu zat yang terdiri dari bagian polar
dan non- polar.Karena kedua cairan yang akan dibuat emulsi berbeda pula
muatannya, maka zat ini akan menempatkan dirinya sesuai dengan
kepolarannya.
c. Teori film plastik
Emulsi terjadi bila ditambahkan zat yang dapat mengelilingi antarmuka
kedua cairan, mengelilingi tetesan fase dalam sebagai suatu lapisan tipis
atau film yang diadsorpsi pada permukaan dari tetesan tersebut. Semakin
kuat dan semakin lunak lapisan tersebut maka emulsi yang terbentuk akan
semakin stabil (Anief, 1999; Ansel, 1989).
2. Sifat-Sifat Emulsi
Distribusi ukuran tetesan dalam emulsi farmasetik sangat penting
ditinjau dari pertimbangan stabilitas dan biofarmasetiknya.Makin besar
ukuran tetesan, makin besar dorongan terjadinya koalesensi yang
selanjutnya akan meningkatkan ukuran tetesan. Ukuran tetesan lebih halus,
umumnya meningkatkan stabilitas. Distribusi ukuran tetesan dipengaruhi
karakteristik pengemulsi disamping metode manufaktur.
Emulsi berukuran halus akan meningkatkan absorpsi saluran cerna, dan
hal ini diperlukan untuk sediaan oral yang mengandung nutrisi minyak atau
obat yang larut dalam minyak. Hal yang bertentangan secara klinik dapat
terjadi pada minyak minral. Emulsi parenteral harus diformulasi sedemikian
rupa sehingga ukuran tetesan minyak sama dengan ukuran chylomikro.
Ukuran tidak boleh melebihi 5 µm karena dapat menimbulkan bahaya
embolisme. Sifat reologi emulsi dipengaruhi sejumlah faktor interaksi,
termasuk sifat kontinu perbandingan volume fase, dan distribusi ukuran
tetesan. Untuk LIPR (low internal phase ratio) emulsi, konsistensi emulsi
umumnya sama dengan fase kontinu.
Emulsi a/m biasanya lebih kental dari emulsi m/a, dan konsistensi emulsi
sistem m/a meningkat dengan penambahan Gom dan pengental lain yang
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 2 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
menunjukkan sifat aliran plastik atau pseudoplastik. Beberapa campuran
pengemulsi berinteraksi dengan air membentuk fase viskoelastik kontinu,
menghasilkan krem semi solid m/a (Agoes, 2006).
3. Penggunaan Emulsi
Berdasarkan penggunaannya, emulsi dibagi dalam dua golongan, yaitu:
1) Emulsi untuk pemakaian dalam
Emulsi untuk pemakaian dalam meliputi pemakaian peroral dan injeksi
intravena. Emulsi untuk pemakaian dalam digunakan secara internal
untuk nutrisi, obat, dan bahan (agen) diagnostik. Emulsi oral biasanya
merupakan tipe minyak dalam air. Bau dan rasa tidak enak minyak
medisinal, secara keseluruhan atau parsial, dapat ditutupi jika diberikan
dalam bentuk emulsi. Fasa luar air secara efektif mengisolasi minyak dari
lidah dan memungkinkan rasa tidak enak ditelan dengan mudah dengan
meminum air (Anief, 1999; Agoes, 2006).
2) Emulsi untuk pemakaian luar
Emulsi untuk pemakaian luar digunakan pada kulit atau membran
mukosa, seperti linimen, losion, dan krim (Anief, 1999).
4. Zat Pengemulsi
Pemilihan zat pengemulsi sangat penting dalam menentukan
keberhasilan pembuatan suatu emulsi yang stabil. Agar berguna dalam
preparat farmasi, zat pengemulsi harus mempunyai kualitas tertentu,
diantaranya harus dapat dicampurkan dengan bahan formulatif lainnya, tidak
mengganggu stabilitas dari zat terapeutik, tidak toksik dalam jumlah yang
digunakan, serta mempunyai bau, rasa, dan warna yang lemah (Ansel,
1989).
Zat pengemulsi dapat digolongkan berdasarkan sumber sebagai berikut:
a) Golongan karbohidrat, seperti gom, tragakan, agar, dan pektin.
b) Golongan protein, seperti gelatin, kuning telur, dan kasein
c) Golongan alkohol berbobot molekul tinggi, seperti steril alkohol setil
alkohol, gliseril monostearat, kolesterol, dan turunan koleterol.
d) Golongan surfaktan (sintetik), bisa yang bersifat anionik, kationik, dan
nonionik.
e) Golongan zat padat terbagi halus, seperti bentonit, magnesium klorida,
dan alumunium hidroksida (Ansel, 1989).
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 3 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
5. Penggolongan Emulsi
Dengan penambahan surfaktan dan zat pengemulsi lain, tipe emulsi
yang terbentuk tidak selalu merupakan fungsi fasa volume dan urutan
pencampuran, tetapi juga kelarutan relatif dari pengemulsi dalam minyak
dan air. Pada umumnya, fasa dengan pengemulsi paling larut menjadi fase
kontinyu (Agoes, 2006).
Berdasarkan jenisnya, emulsi dibagi dalam dua golongan, yaitu:
a. Emulsi jenis m/a
Emulsi yang terbentuk jika fase dalam berupa minyak dan fase luarnya
air, disebut emulsi minyak dalam air (m/a). Polimer hidrofilik dan
surfaktan akan mendorong pembentukan emulsi minyak dalam air (m/a).
b. Emulsi jenis a/m
Emulsi yang terbentuk jika fase dalamnya air dan fase luar berupa
minyak, disebut emulsi air dalam minyak (a/m) Surfaktan lipofilik
mendorong pembentukan emulsi air dalam minyak (m/a) (Anonim, 1978;
Agoes, 2006).
6. Penentuan Jenis Emulsi
Menentukan jenis emulsi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Metode konduktivitas listrik
Aliran listrik dihantarkan oleh emulsi m/a karena adanya zat-zat ionik
dalam air.
b. Metode fluoresensi
Minyak dapat berfluoresensi di bawah sinar UV, emulsi m/a menunjukkan
pola titik-titik, sedangkan emulsi a/m berfluoresensi seluruhnya (Lachman
et al., 1994).
c. Metode pewarnaan
Jenis emulsi ditentukan dengan penambahan zat warna tertentu, dilihat
dibawah mikroskop. Misalnya, bila emulsi ditambah larutan Sudan III (larut
dalam minyak) terjadi warna merah maka jenis emulsi adalah a/m,
sedangkan bila ditambah larutan metilen blue (larut dalam air) terjadi
warna biru maka tipe emulsi adalah m/a.
d. Metode pengenceran
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 4 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Bila ditetesi air emulsi segera dapat diencerkan, maka jenis emulsi adalah
emulsi m/a, sedangkan bila tidak, jenis emulsi adalah emulsi a/m. Hal ini
dapat juga dilihat di bawah mikroskop (Anief, 1999).
Pemberian lemak-lemak atau minyak-minyak secara peroral, baik
sebagai obat yang diberikan tersendiri atau sebagai pembawa untuk obat-
obat yang larut dalam minyak dapat diformulasikan sebagai emulsi minyak
dalam air (m/a). Emulasi untuk pemberian intravena dapat dalam bentuk
m/a, sedangkan untuk pemberian intramuskular dapat diformulasikan
dalam bentuk a/m jika obat yang larut air dibutuhkan untuk depot terapi.
Untuk penggunaan luar dapat digunakan tipe m/a atau a/m (Aulton, 1988).
7. Pembuatan Emulsi
Emulsi dapat dibuat dengan metode-metode di bawah ini:
1. Metode Gom Kering (Metode Kontinental/metode 4:2:1)
Metode ini khusus untuk emulsi dengan zat pengemulsi gom kering. Basis
emulsi (corpus emuls) dibuat dengan empat bagian minyak, dua bagian
air dan satu bagian gom, lalu sisa air dan bahan lain ditambahkan
kemudian. Caranya, minyak dan gom dicampur, dua bagian air kemudian
ditambahkan sekaligus dan campuran tersebut digerus dengan segera
dan dengan cepat serta terus-menerus hingga terdengar bunyi lengket,
dan bahan lainnya ditambahkan kemudian dengan pengadukan.
2. Metode gom basah (metode Inggris)
Metode ini digunakan untuk membuat emulsi dengan musilago atau gom
yang dilarutkan sebagai zat pengemulsi. Dalam metode ini digunakan
proporsi minyak, air dan gom yang seperti pada metode gom kering.
Caranya, dibuat musilago kental dengan sedikit air, minyak ditambahkan
sedikit demi sedikit dengan diaduk cepat. Bila emulsi terlalu kental, air
ditambahkan lagi sedikit agar mudah diaduk dan bila semua minyak
sudah masuk, ditambahkan air sampai volume yang dikehendaki.
3. Metode Botol
Metode ini digunakan untuk membuat emulsi dari minyak-minyak
menguap yang juga mempunyai viskoditas rendah. Caranya, serbuk gom
arab dimasukkan ke dalam sutu botol kering, ditambahkan dua bagian air
kemudian campuran tersebut dikocok dengan kuat dalam wadah tertutup.
M inyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus mengocok
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 5 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
campuran tersebut setiap kali ditambahkan air. Jika semua air telah
ditambahkan, basis emulsi yang terbentuk bisa diencerkan sampai
mencapai volume yang dikehendaki (Anief, 1999; Ansel, 1989).
8. Kestabilan Sediaan Emulsi
Emulsi stabil jika tetesan fase terdispersi dapat mempertahankan
karakter awalnya, dan masih tetap terdispersi secara uniform ke seluruh fasa
kontinu selama usia guna sediaan. Tidak boleh ada perubahan fasa atau
kontaminasi mikroba selama penyimpanan, bau, warna, dan konsistensinya.
Ketidakstabilan kimia cenderung menyebabkan kestabilan fisika (Agoes,
2006)
A. Kestabilan Fisika
Beberapa hal yang dapat menyebabkan ketidakstabilan emulsi secara
fisika diantaranya:
a) Creaming
Creaming adalah terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan yang satu
mengandung butir-butir tetesan (fase terdispersi) lebih banyak daripada
lapisan yang lain dibandingkan keadaan emulsi awal. Walaupun masih
boleh, terbentuknya cream tidak baik dilihat dari nilai estetika sediaan,
sehingga sebisa mungkin harus dicegah. Beberapa hal yang dapat
mencegah pembentukan cream yaitu:
Memperkecil ukuran tetes-tetes cairan yang terdispersi
Meningkatkan viskositas fase luar/fase kontinyu
Memperkecil perbedaan kerapatan antara kedua fase cairan
Mengontrol konsentrasi fase terdispersi
Laju creaming dinyatakan dengan hukum Stokes sebagai berikut :
V=
dimana v adalah laju creaming (cm/detik), d adalah diameter globul fase
terdispersi (cm), adalah kerapatan fase terdispersi (g/mL), o adalah
kerapatan medium dispersi (g/mL), g adalah percepatan gravitasi (m/s),
dan ήo adalah viskositas medium dispersi (Poise).
b) Koalesensi ( breaking )
Koalesensi adalah peristiwa penggabungan globul-globul minyak
sebagai fase dalam menjadi lebih besar yang menyebabkan emulsi tidak
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 6 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
terbentuk kembali (pecah). Hal ini dikarenakan koalesensi bersifat
irreversibel.
c) Inversi
Inversi adalah peristiwa berubahnya jenis emulsi dari m/a menjadi
a/m atau sebaliknya (Aulton, 1988)
B. Kestabilan Kimia
Dalam suatu sistem emulsi, zat aktif serta zat-zat tambahan yang
digunakan harus tercampurkan secara kimia. Sebagai contoh,
penambahan alkohol dapat menyebabkan emulsi dengan koloid hidrofilik
mengalami pengendapan sedangkan perubahan pH yang drastis dapat
mengakibatkan pecahnya emulsi.
Ketengikan minyak nabati karena oksidasi oleh oksigen atmosfer,
atau depolimerisasi pengemulsi makromolekular akibat hidrolisis, atau
penguaraian karena mikroba adalah contoh ketidakstabilan kimia yang
secara langsung terkait dengan sifat komponen individu emulsi.
Penambahan antioksidan dan pengawet yang sesuai dapat meminimalkan
masalah ini. Efek kimia yang lebih umum adalah interaksi antara bahan
aktif dan eksipien emulsi, atau antara sesama eksipien. Hal ini hanya
dapat diatasi dengan mengubah formulasi. Jika interaksi melibatkan zat
pengemulsi, sifat sebagai pengemulsi kemungkinan akan rusak dan
menyebabkan emulsi pecah. Contoh: bahan kationik seperti surfaktan
(misal setrimonium bromida) atau obat (misal neomisin sulfat)
ditambahkan pada krem air yang distabilkan dengan surfaktan ionik,
seperti Na-lauril sulfat (Agoes. 2006).
C. Kestabilan Biologi
Kontaminasi emulsi oleh mikroorganisme dapat mempengaruhi sifat
fisikokimia sediaan, seperti perubahan warna dan bau, hidrolisis lemak
dan minyak, serta pecahnya emulsi. Oleh karena itu, perlu penambahan
zat pengawet antimikroba untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme
(Aulton, 1988).
9. Evaluasi Sediaan Emulsi
Evaluasi sediaan emulsi dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari
suatu sediaan emulsi pada penyimpanan. Evaluasi ini dapat dilakukan
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 7 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
melalui pengamatan secara organoleptis (rasa, bau, warna, konsistensi),
pengamatan secara fisika (rasio pemisahan fase, viskositas,
redispersibilitas, uji tipe emulsi, ukuran globul fase dalam, sifat aliran),
pengamatan secara kimia (pengukuran pH), secara biologi (angka cemaran
mikroba).
D. MONOGRAFI ZAT AKTIF
Zat aktif yang digunakan pada saat praktikum, dengan monografi sebagai
berikut (Farmakope Indonesia, Ed. III, 1979. Hal 56) :
1. Span 80 (4:567)
Nama resmi : Sorbitan monooleat
Nama lain : Sorbitan atau span 80
RM : C3O6H27Cl17
Pemerian : Larutan berminyak, tidak berwarna, bau
karakteristik dari asam lemak.
Kelarutan : Praktis tidak larut tetapi terdispersi
dalam air dan dapat bercampur dengan
alkohol sedikit larut dalam minyak biji kapas.
Kegunaan : Sebagai emulgator dalam fase minyak
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
HLB Butuh : 4,3
2. Tween 80 (4: 509)
Nama resmi : Polysorbatum 80
Nama lain : Polisorbat 80, tween
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berwarna,
hampir tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P
dalam etil asetat P dan dalam methanol P,
sukar larut dalam parafin cair P dan dalam
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 8 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
biji kapas P
Kegunaan : Sebagai emulgator fase air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
HLB Butuh : 15
3. Air suling (4:96)
Nama resmi : Aqua destilata
Nama lain : Air suling
RM/BM : H2O / 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai fase air
4. Minyak kelapa (4 ;
456)
Nama resmi : Oleum Cocos
Nama lain : Minyak kelapa
Bobot jenis : 0,845 – 0,905 g/ml
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna atau
kuning pucat; bau khas, tidak tengik
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95%) P
pada suhu 600C; sangat mudah larut
dalam kloroform P dan juga mudah
larut dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung
dari cahaya, di tempat sejuk.
Kegunaan : sebagai fase minyak
E. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
Pipet tetes
Gelas Ukur
Tabung raksi
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 9 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Gelas Beaker
Tangas Air
Pengaduk elektrik
Tabung sedimentasi
Alat tulis
2. Bahan
Tween 80
Span 80
Air
Minyak kelapa
F. PROSEDUR KERJA
Penentuan HLB butuh minyak dengan jarak HLB lebar
R/Minyak 20g
Emulgator total 3%
(Tween 80 dan Span 80)
Air ad. 100gr
Dibuat lima seri tipe emulsi sengan ketentuan, adalah :
Tipe Emulsi Nilai HLB Butuh
1 5
2 7
3 9
4 11
5 13
Dihitung jumlah Tween 80 dan Span 80 yang dibutuhkan untuk membuat
kelima tipe emulsi tersebut.
Ditimbang masing-masing: minyak, air, Tween, dan Span 80 sejumlah yang
dibutuhkan.
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 10 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Dicampurkan bahan-bahan sesuai dengan fasenya masing-masing, kemudian
dipanaskan keduanya diatas tangas 60o-70oC. Dimana masing-masing fase
adalah:
Fase minyak : dicampurkan minyak dan Span 80
Fase air : dicampurkan air dan Tween 80
Ditambahkan perlahan fase minyak kedalam fase air dan aduk selama 5
menit.
Masukan emulsi kedalam sedimentasi dan beri lebel sesuai dengan nilai HLB
masing-masing (diusahakan tinggi emulsi sama setiap tabung
sedimentasinya)
Diamati kestabilan emulsi selama 6 hari. Bila terjadi creaming ukur tinggi
emulsi yang membentuk cream.
Tentukan nilai HLB yang paling stabil
G. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN BAHAN
HLB butuh 5
(gram emulgator . HLB butuh) = { (gr T80.HLB T80) + (gr S80-HLB S80)
3 . 5 = { (a . 15) + (3 - a) . 4,3 ) }
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 11 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
15 = 15 a + 12,9 – 4,3 a
15 = 12,9 + 10,7 a
10,7 a = 15 – 12,9
a =
a =0 ,196 gram
*jumlah tween 80 yang dibutuhkan = 0,196 gram
*jumlah span 80 yang dibutuhkan = (3 - 0,196) = 2, 804 gram
HLB butuh 7
(gram emulgator . HLB butuh) = { (gr T80.HLB T80) + (gr S80-HLB S80)
3 . 7 = { (a . 15) + (3 - a) . 4,3 ) }
21 = 15 a + 12,9 – 4,3 a
21 = 12,9 + 10,7 a
10,7 a = 21 – 12,9
a =
a = 0,757 gram
*jumlah tween 80 yang dibutuhkan = 0,757 gram
*jumlah span 80 yang dibutuhkan = (3 - 0,757) = 2 , 243 gram
HLB butuh 9
(gram emulgator . HLB butuh) = { (gr T80.HLB T80) + (gr S80-HLB S80)
3 . 9 = { (a . 15) + (3 - a) . 4,3 ) }
27 = 15 a + 12,9 – 4,3 a
27 = 12,9 + 10,7 a
10,7 a = 27 – 12,9
a =
a = 1 , 317 gram
*jumlah tween 80 yang dibutuhkan = 1, 317 gram
*jumlah span 80 yang dibutuhkan = (3 - 1, 317 ) = 1 , 683 gram
HLB butuh 11
(gram emulgator . HLB butuh) = { (gr T80.HLB T80) + (gr S80-HLB S80)
3 . 11 = { (a . 15) + (3 - a) . 4,3 ) }
33 = 15 a + 12,9 – 4,3 a
33 = 12,9 + 10,7 a
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 12 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
10,7 a = 33 – 12,9
a =
a = 1, 878gram
*jumlah tween 80 yang dibutuhkan = 1, 878 gram
*jumlah span 80 yang dibutuhkan = (3 - 1 ,878 ) = 1, 122 gram
HLB butuh 13
(gram emulgator . HLB butuh) = { (gr T80.HLB T80) + (gr S80-HLB S80)
3 . 13 = { (a . 15) + (3 - a) . 4,3 ) }
39 = 15 a + 12,9 – 4,3 a
39 = 12,9 + 10,7 a
10,7 a = 39 – 12,9
a =
a = 2 , 439 gram
*jumlah tween 80 yang dibutuhkan = 2, 439 gram
*jumlah span 80 yang dibutuhkan = (3 - 2, 439) = 0, 561 gram
H. PERHITUNGAN DAN HASIL PENGAMATAN
Hasil dari pengukuran creaming yang telah di lakukan setelah pembekuan
emulsi , diperoleh datasebagai berikut :
HLB Tinggi creaming (cm)
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 13 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Hari 0 Hari 1 Hari 4
5 4.4 4.5 4.5
7 4.6 4.5 4.4
9 4.6 4.5 4.5
11 5.2 5.1 4.9
13 4.3 4.4 4.4
I .PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan emulsifikasi. Percobaan ini
bertujuan agar mahasiswa mampu menghitung jumlah emulgator
golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan emulsi, membuat
emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan, mengevaluasi
ketidak stabilan suatu emulsi dan menentukan HLB butuh minyak yang
digunkan dalam opembuatan emulsi.
Emulsi adalah suatu sistem dispersi yang secara termodinamik tidak
stabil, terdiri dari paling sedikit dua cairan yang tidak bercampur dan satu
diantaranya terdispersi sebagai globul-globul dalam cairan lainnya. Emulsi
yang akandibuat pada percobaan ini adalah emulsi minyak dalam air.
Kestabilan emulsi tergantung dari emulgator yang digunakan. Creaming
merupakan salah satu bentuk ketidak stabilan emulsi yang akan diamati pada
percobaan ini.
Creaming merupakan suatu peristiwa terjadinya lapisan-lapisan
dengan konsentrasi yang berbeda-beda di dalam emulsi. Lapisan dengan
konsentrasii paling pekat akan berada di sebelah atas atau bawah tergantung
dari bobot jenis fase.
Pada percobaan emulsifikasi ini akan dibuat satu seri emulsi dengan
nilai HLB butuh masing-masing 5,7,9,11,dan13. Bahan yang digunakan adalah
minyak dan air, sedangkan untuk emulgator digunakan emulgator kombinasi
surfaktan yaitu Tween 80 dan Span 80.
Proses pengerjaan diawali dengan menghitung jumlah Tween 80 dan
Span yang dibutuhkan untuk setiap nilai HLB butuh mulai dari HLB butuh 5
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 14 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
sampai HLB 13. Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah Tween 80 dan Span
yang dibutuhkan adalahsebagai berikut :
HLB Tween 80 Span 80
5 0.196 2.804
7 0.757 2.243
9 1.317 1.683
11 1.878 1.122
13 2.439 0.561
Setelah mengetahui jumlah masing-masing Tween 80 dan
Span yang digunakan, praktikan kemudian membuat emulsi untuk masing-
masing nilai HLB butuh. Pertama-tama dilakukan penimbangan seluruh
bahan sejumlah yang dibutuhkan. Kemudian minyak dicampurkan dengan
Span 80. Minyak dicampur dengan Span 80 karena Span bersifat non polar, hal
ini dapat diketahui dari nilai HLB Span yang relative rendah yaitu 3,8 sehingga
sesuai dengan sifat minyak yang nonpolar. Selanjutnya, air dicampurkan
dengan Tween 80.
Pencampuran Tween 80 dengan air karena nilai HLB Tween 80 relatif
tinggi yaitu sebesar 15. Nilai HLB yang tinggi menunjukkan bahwa Tween 80
bersifat polar sehingga dapat bercampur dengan air yang bersifat polar. Kedua
erlenmeyer yang telah berisi campuran tersebut kemudian dipanaskan di atas
penangas air pada suhu 60oC selama 30menit. Setelah dipanaskan, campuran
minyak dimasukkan ke dalam campuran air dan diaduk menggunakan
pengaduk elektrik berupa besi magnet selama 5 menit dengan kecepatan 500
rpm. Pengaduk elektrik digunakan untuk pengadukan campuran karena
pengaduk elektrik dapat mengaduk dengan kecepatan yang sangat tinggi
dimana pada pembuatan emulsi ini diperlukan pengadukan dengan
kecepatan tinggi agar fase terdispersi tidak menyatu lagi sehingga terbentuk
emulsi yang baik. Pada saat peletakan besi magnet ke dalam campuran
diharapkan besi magnet terletak di tengah-tengah agar proses pengadukan
merata pada seluruh bagian campuran.
Terbentuknya emulsi ditandai dengan berubahnya warna campuran
menjadi putih susu. Setelah 5 menit emulsi yang terbentuk diangkat darii
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 15 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
penangas dan dimasukkan kedalam tabung sedimentasi dan diberi tanda
sesuaii dengan nilai HLB-nya. Tinggi emulsi dalam tabung diusahakan sama
agar mempermudah dalam membandingkan kestabilan dari tiap emulsi.
Selanjutnya, diamati ketidakstabilan emulsi yang terjadi selama 3 hari.
Dari hasil pengamatan, setelah emulsi dipindahkan ke dalam tabung
sedimentasi semua emulsi mengalami creaming. Terbentuknya creaming
menandakan emulsi yang terbentuk tidak stabil. Creaming yang terbentuk
mengarah ke atas. Dari hasil pengukuran tinggi creaming pada saat hari ke-0
atau hari pelaksanaan praktikum, diperoleh data sebagai berikut :
HLB Nilai Creaming (cm)
5 4.4
7 4.6
9 4.6
11 5.2
13 4.3
Dari data pada tabel di atas terlihat bahwa semua HLB mengalami
creaming sehingga dapat dikatakan tidak ada yang stabil. Tinggi creaming
pada emulsi dengan HLB 10 jauh lebih tinggi dibandingkan tinggi creaming
pada emulsi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa emulsi minyak kelapa
dengan air pada HLB 11 paling tidak stabil jika dibandingkan dengan emulsi
pada HLB lainnya.
Pengamatan pada hari-hari berikutnya menunjukkan bahwa semua
emulsi mengalami creaming. Tinggi creaming yang terjadi pada masing-
masing emulsi berbeda setiap harinya. Tinggi creaming yang terjadi dari awal
pengamatan sampai hari ke-5 dapat dilihat pada tabel berikut :
HLBTinggi creaming (cm)
Hari 0 Hari 1 Hari 2
5 4.4 4.5 4.5
7 4.6 4.5 4.4
9 4.6 4.5 4,5
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 16 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
11 5.2 5.1 4,9
13 4.3 4.4 4.4
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa semua emulsi yang dibuat
ternyata tidak stabil karena terjadi creming pada semua tabung sedimentasi.
Walaupun oleh beberapa peneliti creaming tidak dipertimbangkan sebagai
ketidak stabilan, namun creaming berpotensi terhadap terjadinya
penggabungan fase dalam yang sempurna. Jadi, semakin tinggi creaming
yang terjadi, semakin besar pula potensii fase dalam untuk bergabung secara
sempurna.
Dari hari ke-0 sampai hari kesatu tinggi emulsi dalam tabung
sedimentasi mencapai 4.5 cm, hal ini menunjukkan bahwa pada emulsi terjadi
proses Creaming ke bawah. Adapun creaming yang terbentuk pada emulsi I ini
mengarah ke bawah (kecepatan sedimentasi positif) yang ditandai dengan
menurunnya tinggi emulsii dalam tabung dan disebabkan oleh kerapatan
fase terdispersi ( dalam hal ini minyak ) yang lebih besar daripada kerapatan
air sehinggaendapan cenderung bergerak ke bawah. Pada emulsi I dengan
nilai HLB 5 ini, energi bebas permukaan yang dihasilkan oleh proses creaming
relatif rendah karena endapan cenderung bergerak ke bawah mendekati fase
emulsi. Oleh karena itu, ketidak stabilan emulsi yang disebabkan oleh proses
creaming ini dapat segera dikembalikan dalam bentuk kestabilannya dengan
pengocokan yang tidak terlalu kuat (emulsi cenderung stabil ).
Pada emulsi II dengan nilai HLB 7, mengalami penurunan tinggi
creaming dalam tabung sedimentasi. Pada emulsi II ini penurunan tinggi
creaming terjadii pada hari pertama yaitu dari 4,6 cm menjadi 4,5 cm, hari
kedua terjadi penurunan tingg iemulsi dalam tabung sedimentasi dari 4.5 cm
menjadi 4.4 cm.
Pada emulsi III dengan nilai HLB 9, mengalami penurunan tinggii
creaming dalam tabung sedimentasi. Pada emulsi III ini penurunan tinggi
creaming terjadi pada hari pertama yaitu dari 4,6 cm menjadi 4,5 cm, pada
hari kedua tetap hall ini menunjukkan bahwa pada emulsi tidak lagi terjadi
proses creaming ke bawah. Adapun creaming yang terbentuk pada emulsi III
ini mengarah ke bawah ( kecepatan sedimentasi positif ) yang ditandai
dengan menurunnya tinggi emulsi dalam tabung dan disebabkan oleh
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 17 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
kerapatan fase terdispersi ( dalam hal ini minyak ) yang lebih besar daripada
kerapatan air sehingga endapan cenderung bergerak ke bawah.
Pada emulsi IV dengan nilai HLB 11, mengalami penurunan tinggi
creaming dalam tabung sedimentasi. Pada emulsi IV ini penurunan tinggi
creaming terjadi pada hari pertama yaitu dari 5,2 cm menjadi 5,1 cm, pada
hari kedua dari 5,1 cm menjadi 4.9 cm, Pada emulsi dengan HLB 11 ini tidak
ada tinggi creaming yang tetap, setiap hari mengalamiperubahan tinggi
creaming.
Pada emulsi V dengan nilai HLB 13, mengalami penurunan tinggi
creaming dalam tabung sedimentasi. Pada emulsi V ini penurunan tinggi
creaming terjadi pada hari pertama yaitu dari 4,3 cm menjadi 4,4 cm, pada
hari kedua dari 4,4 cm tetap hal ini menunjukkan bahwa pada emulsi tidak lagi
terjadi proses creaming ke bawah.
Dari uraian diatas dapat terlihat bahwa, emulsi dengan nilai HLB 7 dan
13 merupakan emulsi yang paling stabil karena memiliki laju creaming yang
sangat kecil sehingga tinggi creaming tidak berubah dalam beberapa hari.
Sedangkan untuk emulsi dengan nilai HLB 5,9 dan 11 merupakan emulsi yang
paling tidak stabil karena memiliki laju creaming yang sangat besar, karena
sebagian besar terjadi perubahan tinggi creaming setiap harinya. Namun jika
dibandingkan antara emulsi dengan nilai HLB 5,9 dan11, yang paling tidak
stabil adalah emulsi dengan HLB 9, sebab laju penurunan creamingnya amat
cepat dari tinggi creaming di hari percobaan sebesar 4,3 cm menjadi 4,5 cm di
hari pengamatan kedua.
Ketidakstabilan emulsi dapat terjadi karena penggunaan emulgator
yang tidak sesuai, selain itu penurunan suhu yang tiba-tiba dapat
menyebabkan emulsi menjadi tidak stabil. Penambahan air secara langsung
dalam campuran juga mempengaruhi pembentukan emulsi yang tidak stabil.
Pengaruh emulgator yang tidak sesuai setiap senyawa memiliki
karakteristik tertentu dalam suatu emulgator. Dalam hal ini minyak dengan air,
dan emulgator yang dipakai adalah span 80 dan tween 80. Hasil yang
maksimal dalam emulsifikasi ini apabila minyak dicampur dengan span.
Pengaruh suhu dalam proses emulsifikasi ini terjadi kesalahan persepsi
dimana saat proses pengadukan berakhir emulsi langsung dituangkan ke
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 18 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
dalam tabung sedimentasi. Seharusnya suhu dituhunkan secara perlahan –
lahan, baru dimasukkan ke dalam tebung sedimentasi.
Penambahan air Saat penambahan air ke dalam span harus dilakukan
sedikit demi sedikit agar air yang diaduk nanti lebih merata, namun dalam
praktikum ini air langsung dicampur ke dalam span. Hal ini dapat
menyebabkan span sedikit menggumpal dan distribusinya tidak merata.
J. KESIMPULAN
1. Emulsi adalah suatu sistem dispersi yang secara termodinamika tidak
stabil, terdiridari paling sedikit dua cairan yang tidak bercampur dan satu
diantaranya terdispersisebagai globul-globul dalam cairan lainnya. Sistem
ini umumnya distabilkan denganemulgator.
2. Creaming adalah suatu peristiwa terjadinya lapisan-lapisan dengan
konsentrasi yangber beda-beda di dalam emulsi
3. Emulsi dengan bahan air dan minyak kelapa menggunakan emulgator
Tween dan Span dengan HLB 5,7,9,11,dan13 tidak stabil karena mengalami
creaming, dimana creaming yang terbentuk mengarah ke atas.
4. Ketidakstabilan emulsi dapat terjadi karena penggunaan emulgator yang
tidak sesuai, selain itu penurunan suhu yang tiba-tiba dapat menyebabkan
emulsi menjadi tidak stabil. Penambahan air secara langsung dalam
campuran juga mempengaruhi pembentukan emulsi yang tidak stabil.
5. yang paling tidak stabil adalah emulsi dengan HLB 9, sebab laju penurunan
creamingnya amat cepat dari tinggi creaming di hari percobaan sebesar 4,3
cm menjadi 4,5 cm di hari pengamatan kedua.
6. emulsi dengan nilai HLB 7 dan 13 merupakan emulsi yang paling stabil
karena memiliki laju creaming yang sangat kecil sehingga tinggi creaming
tidak berubah dalam beberapa hari.
7. Ketidakstabilan emulsi dapat terjadi karena penggunaan emulgator yang
tidak sesuai, selain itu penurunan suhu yang tiba-tiba dapat menyebabkan
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 19 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
emulsi menjaditidak stabil. Penambahan air secara langsung dalam
campuran juga mempengaruhipembentukan emulsi yang tidak stabil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Martin, A et.al. 1993. Farmasi Fisika. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
2. Ditjen POM., (1979), “Farmakope Indonesia”, Edisi III, Depkes RI, Jakarta, 474,
509.
3. Ansel, H.C., (1989), “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, edisi IV, Terjemahan
Farida Ibrahim, UI Press, Jakarta.
4. Anief, Moh., (2005)., ”Ilmu Meracik Obat”, cetakan XII, Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.143, 147.
5. http://muhammadcank.wordpress.com. Diakses pada tanggal 29 Mei 2011.
6. http://signaterdadie.wordpress.com. Diakses pada tanggal 29 Mei 2011.
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 20 dari 4
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011
Bandun
g, ................................... 2011
Mengesahkan
Asisten Penanggungjawab Kelompok, Nilai Laporan Praktikum,
________________________________ ______________________________
Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 21 dari 4