Lap.emulsi

28
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011 Modul 4 EMULSIFIKASI A. TUJUAN PERCOBAAN Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu, untuk : Menghitung jumlah emulgator surfaktan yang digunakan untuk membuat emulsi Membuat emulsi yang stabil dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan Mengevaluasi kesetabilan suatu emulsi Menentukan HLB butuh suatu minyak B. LANDASAN TEORI 1. Definisi Emulsi Emulsi adalah sediaan berupa campuran yang terdiri dari dua fase cairan dalam sistem dispersi dimana fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya dimantapkan oleh zat pengemulsi (emulgator). Fase cairan terdispersi disebut fase dalam, sedangkan fase cairan pembawanya disebut fase luar. Tujuan emulsi adalah untuk membuat suatu sediaan yang stabil dan rata dari dua cairan yang tidak dapat bercampur, untuk pemberian obat yang mempunyai rasa lebih enak, serta memudahkan absorpsi obat (Ansel, 1989). Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 1 dari 4

Transcript of Lap.emulsi

Page 1: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

Modul 4

EMULSIFIKASI

A. TUJUAN PERCOBAAN

Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu, untuk :

Menghitung jumlah emulgator surfaktan yang digunakan untuk membuat

emulsi

Membuat emulsi yang stabil dengan menggunakan emulgator golongan

surfaktan

Mengevaluasi kesetabilan suatu emulsi

Menentukan HLB butuh suatu minyak

B. LANDASAN TEORI

1. Definisi Emulsi

Emulsi adalah sediaan berupa campuran yang terdiri dari dua fase

cairan dalam sistem dispersi dimana fase cairan yang satu terdispersi sangat

halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya dimantapkan oleh zat

pengemulsi (emulgator). Fase cairan terdispersi disebut fase dalam,

sedangkan fase cairan pembawanya disebut fase luar. Tujuan emulsi adalah

untuk membuat suatu sediaan yang stabil dan rata dari dua cairan yang

tidak dapat bercampur, untuk pemberian obat yang mempunyai rasa lebih

enak, serta memudahkan absorpsi obat (Ansel, 1989).

Beberapa teori emulsifikasi berikut menjelaskan bagaimana zat

pengemulsi bekerja dalam menjaga stabilitas dari dua zat yang tidak saling

bercampur:

a. Teori tegangan permukaan

Emulsi terjadi bila ditambahkan suatu zat yang dapat menurunkan

tegangan antarmuka di antara dua cairan yang tidak tercampurkan,

sehingga mengurangi tolak-menolak antara kedua cairan tersebut dan

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 1 dari 4

Page 2: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

mengurangi tarik- menarik antarmolekul dari masing-masing cairan, atau

menyebabkan cairan menjadi tetesan-tetesan yang lebih kecil.

b. Teori orientasi bentuk baji

Emulsi terjadi bila ditambahkan suatu zat yang terdiri dari bagian polar

dan non- polar.Karena kedua cairan yang akan dibuat emulsi berbeda pula

muatannya, maka zat ini akan menempatkan dirinya sesuai dengan

kepolarannya.

c. Teori film plastik

Emulsi terjadi bila ditambahkan zat yang dapat mengelilingi antarmuka

kedua cairan, mengelilingi tetesan fase dalam sebagai suatu lapisan tipis

atau film yang diadsorpsi pada permukaan dari tetesan tersebut. Semakin

kuat dan semakin lunak lapisan tersebut maka emulsi yang terbentuk akan

semakin stabil (Anief, 1999; Ansel, 1989).

2. Sifat-Sifat Emulsi

Distribusi ukuran tetesan dalam emulsi farmasetik sangat penting

ditinjau dari pertimbangan stabilitas dan biofarmasetiknya.Makin besar

ukuran tetesan, makin besar dorongan terjadinya koalesensi yang

selanjutnya akan meningkatkan ukuran tetesan. Ukuran tetesan lebih halus,

umumnya meningkatkan stabilitas. Distribusi ukuran tetesan dipengaruhi

karakteristik pengemulsi disamping metode manufaktur.

Emulsi berukuran halus akan meningkatkan absorpsi saluran cerna, dan

hal ini diperlukan untuk sediaan oral yang mengandung nutrisi minyak atau

obat yang larut dalam minyak. Hal yang bertentangan secara klinik dapat

terjadi pada minyak minral. Emulsi parenteral harus diformulasi sedemikian

rupa sehingga ukuran tetesan minyak sama dengan ukuran chylomikro.

Ukuran tidak boleh melebihi 5 µm karena dapat menimbulkan bahaya

embolisme. Sifat reologi emulsi dipengaruhi sejumlah faktor interaksi,

termasuk sifat kontinu perbandingan volume fase, dan distribusi ukuran

tetesan. Untuk LIPR (low internal phase ratio) emulsi, konsistensi emulsi

umumnya sama dengan fase kontinu.

Emulsi a/m biasanya lebih kental dari emulsi m/a, dan konsistensi emulsi

sistem m/a meningkat dengan penambahan Gom dan pengental lain yang

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 2 dari 4

Page 3: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

menunjukkan sifat aliran plastik atau pseudoplastik. Beberapa campuran

pengemulsi berinteraksi dengan air membentuk fase viskoelastik kontinu,

menghasilkan krem semi solid m/a (Agoes, 2006).

3. Penggunaan Emulsi

Berdasarkan penggunaannya, emulsi dibagi dalam dua golongan, yaitu:

1) Emulsi untuk pemakaian dalam

Emulsi untuk pemakaian dalam meliputi pemakaian peroral dan injeksi

intravena. Emulsi untuk pemakaian dalam digunakan secara internal

untuk nutrisi, obat, dan bahan (agen) diagnostik. Emulsi oral biasanya

merupakan tipe minyak dalam air. Bau dan rasa tidak enak minyak

medisinal, secara keseluruhan atau parsial, dapat ditutupi jika diberikan

dalam bentuk emulsi. Fasa luar air secara efektif mengisolasi minyak dari

lidah dan memungkinkan rasa tidak enak ditelan dengan mudah dengan

meminum air (Anief, 1999; Agoes, 2006).

2) Emulsi untuk pemakaian luar

Emulsi untuk pemakaian luar digunakan pada kulit atau membran

mukosa, seperti linimen, losion, dan krim (Anief, 1999).

4. Zat Pengemulsi

Pemilihan zat pengemulsi sangat penting dalam menentukan

keberhasilan pembuatan suatu emulsi yang stabil. Agar berguna dalam

preparat farmasi, zat pengemulsi harus mempunyai kualitas tertentu,

diantaranya harus dapat dicampurkan dengan bahan formulatif lainnya, tidak

mengganggu stabilitas dari zat terapeutik, tidak toksik dalam jumlah yang

digunakan, serta mempunyai bau, rasa, dan warna yang lemah (Ansel,

1989).

Zat pengemulsi dapat digolongkan berdasarkan sumber sebagai berikut:

a) Golongan karbohidrat, seperti gom, tragakan, agar, dan pektin.

b) Golongan protein, seperti gelatin, kuning telur, dan kasein

c) Golongan alkohol berbobot molekul tinggi, seperti steril alkohol setil

alkohol, gliseril monostearat, kolesterol, dan turunan koleterol.

d) Golongan surfaktan (sintetik), bisa yang bersifat anionik, kationik, dan

nonionik.

e) Golongan zat padat terbagi halus, seperti bentonit, magnesium klorida,

dan alumunium hidroksida (Ansel, 1989).

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 3 dari 4

Page 4: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

5. Penggolongan Emulsi

Dengan penambahan surfaktan dan zat pengemulsi lain, tipe emulsi

yang terbentuk tidak selalu merupakan fungsi fasa volume dan urutan

pencampuran, tetapi juga kelarutan relatif dari pengemulsi dalam minyak

dan air. Pada umumnya, fasa dengan pengemulsi paling larut menjadi fase

kontinyu (Agoes, 2006).

Berdasarkan jenisnya, emulsi dibagi dalam dua golongan, yaitu:

a. Emulsi jenis m/a

Emulsi yang terbentuk jika fase dalam berupa minyak dan fase luarnya

air, disebut emulsi minyak dalam air (m/a). Polimer hidrofilik dan

surfaktan akan mendorong pembentukan emulsi minyak dalam air (m/a).

b. Emulsi jenis a/m

Emulsi yang terbentuk jika fase dalamnya air dan fase luar berupa

minyak, disebut emulsi air dalam minyak (a/m) Surfaktan lipofilik

mendorong pembentukan emulsi air dalam minyak (m/a) (Anonim, 1978;

Agoes, 2006).

6. Penentuan Jenis Emulsi

Menentukan jenis emulsi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

a. Metode konduktivitas listrik

Aliran listrik dihantarkan oleh emulsi m/a karena adanya zat-zat ionik

dalam air.

b. Metode fluoresensi

Minyak dapat berfluoresensi di bawah sinar UV, emulsi m/a menunjukkan

pola titik-titik, sedangkan emulsi a/m berfluoresensi seluruhnya (Lachman

et al., 1994).

c. Metode pewarnaan

Jenis emulsi ditentukan dengan penambahan zat warna tertentu, dilihat

dibawah mikroskop. Misalnya, bila emulsi ditambah larutan Sudan III (larut

dalam minyak) terjadi warna merah maka jenis emulsi adalah a/m,

sedangkan bila ditambah larutan metilen blue (larut dalam air) terjadi

warna biru maka tipe emulsi adalah m/a.

d. Metode pengenceran

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 4 dari 4

Page 5: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

Bila ditetesi air emulsi segera dapat diencerkan, maka jenis emulsi adalah

emulsi m/a, sedangkan bila tidak, jenis emulsi adalah emulsi a/m. Hal ini

dapat juga dilihat di bawah mikroskop (Anief, 1999).

Pemberian lemak-lemak atau minyak-minyak secara peroral, baik

sebagai obat yang diberikan tersendiri atau sebagai pembawa untuk obat-

obat yang larut dalam minyak dapat diformulasikan sebagai emulsi minyak

dalam air (m/a). Emulasi untuk pemberian intravena dapat dalam bentuk

m/a, sedangkan untuk pemberian intramuskular dapat diformulasikan

dalam bentuk a/m jika obat yang larut air dibutuhkan untuk depot terapi.

Untuk penggunaan luar dapat digunakan tipe m/a atau a/m (Aulton, 1988).

7. Pembuatan Emulsi

Emulsi dapat dibuat dengan metode-metode di bawah ini:

1. Metode Gom Kering (Metode Kontinental/metode 4:2:1)

Metode ini khusus untuk emulsi dengan zat pengemulsi gom kering. Basis

emulsi (corpus emuls) dibuat dengan empat bagian minyak, dua bagian

air dan satu bagian gom, lalu sisa air dan bahan lain ditambahkan

kemudian. Caranya, minyak dan gom dicampur, dua bagian air kemudian

ditambahkan sekaligus dan campuran tersebut digerus dengan segera

dan dengan cepat serta terus-menerus hingga terdengar bunyi lengket,

dan bahan lainnya ditambahkan kemudian dengan pengadukan.

2. Metode gom basah (metode Inggris)

Metode ini digunakan untuk membuat emulsi dengan musilago atau gom

yang dilarutkan sebagai zat pengemulsi. Dalam metode ini digunakan

proporsi minyak, air dan gom yang seperti pada metode gom kering.

Caranya, dibuat musilago kental dengan sedikit air, minyak ditambahkan

sedikit demi sedikit dengan diaduk cepat. Bila emulsi terlalu kental, air

ditambahkan lagi sedikit agar mudah diaduk dan bila semua minyak

sudah masuk, ditambahkan air sampai volume yang dikehendaki.

3. Metode Botol

Metode ini digunakan untuk membuat emulsi dari minyak-minyak

menguap yang juga mempunyai viskoditas rendah. Caranya, serbuk gom

arab dimasukkan ke dalam sutu botol kering, ditambahkan dua bagian air

kemudian campuran tersebut dikocok dengan kuat dalam wadah tertutup.

M inyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus mengocok

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 5 dari 4

Page 6: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

campuran tersebut setiap kali ditambahkan air. Jika semua air telah

ditambahkan, basis emulsi yang terbentuk bisa diencerkan sampai

mencapai volume yang dikehendaki (Anief, 1999; Ansel, 1989).

8. Kestabilan Sediaan Emulsi

Emulsi stabil jika tetesan fase terdispersi dapat mempertahankan

karakter awalnya, dan masih tetap terdispersi secara uniform ke seluruh fasa

kontinu selama usia guna sediaan. Tidak boleh ada perubahan fasa atau

kontaminasi mikroba selama penyimpanan, bau, warna, dan konsistensinya.

Ketidakstabilan kimia cenderung menyebabkan kestabilan fisika (Agoes,

2006)

A. Kestabilan Fisika

Beberapa hal yang dapat menyebabkan ketidakstabilan emulsi secara

fisika diantaranya:

a) Creaming

Creaming adalah terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan yang satu

mengandung butir-butir tetesan (fase terdispersi) lebih banyak daripada

lapisan yang lain dibandingkan keadaan emulsi awal. Walaupun masih

boleh, terbentuknya cream tidak baik dilihat dari nilai estetika sediaan,

sehingga sebisa mungkin harus dicegah. Beberapa hal yang dapat

mencegah pembentukan cream yaitu:

Memperkecil ukuran tetes-tetes cairan yang terdispersi

Meningkatkan viskositas fase luar/fase kontinyu

Memperkecil perbedaan kerapatan antara kedua fase cairan

Mengontrol konsentrasi fase terdispersi

Laju creaming dinyatakan dengan hukum Stokes sebagai berikut :

V=

dimana v adalah laju creaming (cm/detik), d adalah diameter globul fase

terdispersi (cm), adalah kerapatan fase terdispersi (g/mL), o adalah

kerapatan medium dispersi (g/mL), g adalah percepatan gravitasi (m/s),

dan ήo adalah viskositas medium dispersi (Poise).

b) Koalesensi ( breaking )

Koalesensi adalah peristiwa penggabungan globul-globul minyak

sebagai fase dalam menjadi lebih besar yang menyebabkan emulsi tidak

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 6 dari 4

Page 7: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

terbentuk kembali (pecah). Hal ini dikarenakan koalesensi bersifat

irreversibel.

c) Inversi

Inversi adalah peristiwa berubahnya jenis emulsi dari m/a menjadi

a/m atau sebaliknya (Aulton, 1988)

B. Kestabilan Kimia

Dalam suatu sistem emulsi, zat aktif serta zat-zat tambahan yang

digunakan harus tercampurkan secara kimia. Sebagai contoh,

penambahan alkohol dapat menyebabkan emulsi dengan koloid hidrofilik

mengalami pengendapan sedangkan perubahan pH yang drastis dapat

mengakibatkan pecahnya emulsi.

Ketengikan minyak nabati karena oksidasi oleh oksigen atmosfer,

atau depolimerisasi pengemulsi makromolekular akibat hidrolisis, atau

penguaraian karena mikroba adalah contoh ketidakstabilan kimia yang

secara langsung terkait dengan sifat komponen individu emulsi.

Penambahan antioksidan dan pengawet yang sesuai dapat meminimalkan

masalah ini. Efek kimia yang lebih umum adalah interaksi antara bahan

aktif dan eksipien emulsi, atau antara sesama eksipien. Hal ini hanya

dapat diatasi dengan mengubah formulasi. Jika interaksi melibatkan zat

pengemulsi, sifat sebagai pengemulsi kemungkinan akan rusak dan

menyebabkan emulsi pecah. Contoh: bahan kationik seperti surfaktan

(misal setrimonium bromida) atau obat (misal neomisin sulfat)

ditambahkan pada krem air yang distabilkan dengan surfaktan ionik,

seperti Na-lauril sulfat (Agoes. 2006).

C. Kestabilan Biologi

Kontaminasi emulsi oleh mikroorganisme dapat mempengaruhi sifat

fisikokimia sediaan, seperti perubahan warna dan bau, hidrolisis lemak

dan minyak, serta pecahnya emulsi. Oleh karena itu, perlu penambahan

zat pengawet antimikroba untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme

(Aulton, 1988).

9. Evaluasi Sediaan Emulsi

Evaluasi sediaan emulsi dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari

suatu sediaan emulsi pada penyimpanan. Evaluasi ini dapat dilakukan

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 7 dari 4

Page 8: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

melalui pengamatan secara organoleptis (rasa, bau, warna, konsistensi),

pengamatan secara fisika (rasio pemisahan fase, viskositas,

redispersibilitas, uji tipe emulsi, ukuran globul fase dalam, sifat aliran),

pengamatan secara kimia (pengukuran pH), secara biologi (angka cemaran

mikroba).

D. MONOGRAFI ZAT AKTIF

Zat aktif yang digunakan pada saat praktikum, dengan monografi sebagai

berikut (Farmakope Indonesia, Ed. III, 1979. Hal 56) :

1. Span 80 (4:567)

Nama resmi : Sorbitan monooleat

Nama lain : Sorbitan atau span 80

RM : C3O6H27Cl17

Pemerian : Larutan berminyak, tidak berwarna, bau

karakteristik dari asam lemak.

Kelarutan : Praktis tidak larut tetapi terdispersi

dalam air dan dapat bercampur dengan

alkohol sedikit larut dalam minyak biji kapas.

Kegunaan : Sebagai emulgator dalam fase minyak

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

HLB Butuh : 4,3

2. Tween 80 (4: 509)

Nama resmi : Polysorbatum 80

Nama lain : Polisorbat 80, tween

Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berwarna,

hampir tidak mempunyai rasa.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P

dalam etil asetat P dan dalam methanol P,

sukar larut dalam parafin cair P dan dalam

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 8 dari 4

Page 9: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

biji kapas P

Kegunaan : Sebagai emulgator fase air

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

HLB Butuh : 15

3. Air suling (4:96)

Nama resmi : Aqua destilata

Nama lain : Air suling

RM/BM : H2O / 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai fase air

4. Minyak kelapa (4 ;

456)

Nama resmi : Oleum Cocos

Nama lain : Minyak kelapa

Bobot jenis : 0,845 – 0,905 g/ml

Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna atau

kuning pucat; bau khas, tidak tengik

Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95%) P

pada suhu 600C; sangat mudah larut

dalam kloroform P dan juga mudah

larut dalam eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung

dari cahaya, di tempat sejuk.

Kegunaan : sebagai fase minyak

E. ALAT DAN BAHAN

1. Alat

Pipet tetes

Gelas Ukur

Tabung raksi

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 9 dari 4

Page 10: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

Gelas Beaker

Tangas Air

Pengaduk elektrik

Tabung sedimentasi

Alat tulis

2. Bahan

Tween 80

Span 80

Air

Minyak kelapa

F. PROSEDUR KERJA

Penentuan HLB butuh minyak dengan jarak HLB lebar

R/Minyak 20g

Emulgator total 3%

(Tween 80 dan Span 80)

Air ad. 100gr

Dibuat lima seri tipe emulsi sengan ketentuan, adalah :

Tipe Emulsi Nilai HLB Butuh

1 5

2 7

3 9

4 11

5 13

Dihitung jumlah Tween 80 dan Span 80 yang dibutuhkan untuk membuat

kelima tipe emulsi tersebut.

Ditimbang masing-masing: minyak, air, Tween, dan Span 80 sejumlah yang

dibutuhkan.

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 10 dari 4

Page 11: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

Dicampurkan bahan-bahan sesuai dengan fasenya masing-masing, kemudian

dipanaskan keduanya diatas tangas 60o-70oC. Dimana masing-masing fase

adalah:

Fase minyak : dicampurkan minyak dan Span 80

Fase air : dicampurkan air dan Tween 80

Ditambahkan perlahan fase minyak kedalam fase air dan aduk selama 5

menit.

Masukan emulsi kedalam sedimentasi dan beri lebel sesuai dengan nilai HLB

masing-masing (diusahakan tinggi emulsi sama setiap tabung

sedimentasinya)

Diamati kestabilan emulsi selama 6 hari. Bila terjadi creaming ukur tinggi

emulsi yang membentuk cream.

Tentukan nilai HLB yang paling stabil

G. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN BAHAN

HLB butuh 5

(gram emulgator . HLB butuh) = { (gr T80.HLB T80) + (gr S80-HLB S80)

3 . 5 = { (a . 15) + (3 - a) . 4,3 ) }

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 11 dari 4

Page 12: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

15 = 15 a + 12,9 – 4,3 a

15 = 12,9 + 10,7 a

10,7 a = 15 – 12,9

a =

a =0 ,196 gram

*jumlah tween 80 yang dibutuhkan = 0,196 gram

*jumlah span 80 yang dibutuhkan = (3 - 0,196) = 2, 804 gram

HLB butuh 7

(gram emulgator . HLB butuh) = { (gr T80.HLB T80) + (gr S80-HLB S80)

3 . 7 = { (a . 15) + (3 - a) . 4,3 ) }

21 = 15 a + 12,9 – 4,3 a

21 = 12,9 + 10,7 a

10,7 a = 21 – 12,9

a =

a = 0,757 gram

*jumlah tween 80 yang dibutuhkan = 0,757 gram

*jumlah span 80 yang dibutuhkan = (3 - 0,757) = 2 , 243 gram

HLB butuh 9

(gram emulgator . HLB butuh) = { (gr T80.HLB T80) + (gr S80-HLB S80)

3 . 9 = { (a . 15) + (3 - a) . 4,3 ) }

27 = 15 a + 12,9 – 4,3 a

27 = 12,9 + 10,7 a

10,7 a = 27 – 12,9

a =

a = 1 , 317 gram

*jumlah tween 80 yang dibutuhkan = 1, 317 gram

*jumlah span 80 yang dibutuhkan = (3 - 1, 317 ) = 1 , 683 gram

HLB butuh 11

(gram emulgator . HLB butuh) = { (gr T80.HLB T80) + (gr S80-HLB S80)

3 . 11 = { (a . 15) + (3 - a) . 4,3 ) }

33 = 15 a + 12,9 – 4,3 a

33 = 12,9 + 10,7 a

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 12 dari 4

Page 13: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

10,7 a = 33 – 12,9

a =

a = 1, 878gram

*jumlah tween 80 yang dibutuhkan = 1, 878 gram

*jumlah span 80 yang dibutuhkan = (3 - 1 ,878 ) = 1, 122 gram

HLB butuh 13

(gram emulgator . HLB butuh) = { (gr T80.HLB T80) + (gr S80-HLB S80)

3 . 13 = { (a . 15) + (3 - a) . 4,3 ) }

39 = 15 a + 12,9 – 4,3 a

39 = 12,9 + 10,7 a

10,7 a = 39 – 12,9

a =

a = 2 , 439 gram

*jumlah tween 80 yang dibutuhkan = 2, 439 gram

*jumlah span 80 yang dibutuhkan = (3 - 2, 439) = 0, 561 gram

H. PERHITUNGAN DAN HASIL PENGAMATAN

Hasil dari pengukuran creaming yang telah di lakukan setelah pembekuan

emulsi , diperoleh datasebagai berikut :

HLB Tinggi creaming (cm)

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 13 dari 4

Page 14: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

Hari 0 Hari 1 Hari 4

5 4.4 4.5 4.5

7 4.6 4.5 4.4

9 4.6 4.5 4.5

11 5.2 5.1 4.9

13 4.3 4.4 4.4

I .PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan emulsifikasi. Percobaan ini

bertujuan agar  mahasiswa  mampu  menghitung  jumlah  emulgator

golongan  surfaktan  yang digunakan dalam pembuatan emulsi,  membuat

emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan, mengevaluasi

ketidak stabilan suatu emulsi dan menentukan HLB butuh minyak yang

digunkan dalam opembuatan emulsi.

Emulsi adalah suatu sistem dispersi yang secara termodinamik tidak

stabil, terdiri dari paling sedikit dua cairan yang tidak bercampur dan satu

diantaranya terdispersi sebagai globul-globul dalam cairan lainnya. Emulsi

yang akandibuat pada percobaan ini adalah emulsi minyak dalam air.

Kestabilan emulsi tergantung dari emulgator yang digunakan. Creaming

merupakan salah satu bentuk ketidak stabilan emulsi yang akan diamati pada

percobaan ini.

Creaming merupakan suatu peristiwa terjadinya  lapisan-lapisan

dengan konsentrasi  yang berbeda-beda di  dalam  emulsi. Lapisan dengan

konsentrasii paling pekat akan berada di sebelah atas atau bawah tergantung

dari bobot jenis fase.

Pada percobaan emulsifikasi ini akan dibuat satu seri emulsi dengan

nilai HLB butuh masing-masing 5,7,9,11,dan13. Bahan yang digunakan adalah

minyak dan air, sedangkan untuk emulgator digunakan emulgator kombinasi

surfaktan yaitu Tween 80 dan Span 80.

Proses pengerjaan diawali dengan menghitung jumlah Tween 80 dan

Span yang dibutuhkan untuk setiap nilai HLB butuh mulai dari HLB butuh 5

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 14 dari 4

Page 15: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

sampai HLB 13. Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah Tween 80 dan Span

yang dibutuhkan adalahsebagai berikut :

HLB Tween 80 Span 80

5 0.196 2.804

7 0.757 2.243

9 1.317 1.683

11 1.878 1.122

13 2.439 0.561

Setelah  mengetahui  jumlah  masing-masing  Tween  80  dan

Span yang digunakan, praktikan kemudian membuat emulsi untuk masing-

masing nilai HLB butuh. Pertama-tama  dilakukan  penimbangan  seluruh

bahan  sejumlah  yang  dibutuhkan. Kemudian minyak dicampurkan dengan

Span 80. Minyak dicampur dengan Span 80 karena Span bersifat non polar, hal

ini dapat diketahui dari nilai HLB Span yang relative rendah yaitu 3,8 sehingga

sesuai dengan sifat minyak yang nonpolar.  Selanjutnya, air dicampurkan

dengan Tween 80.

Pencampuran Tween 80 dengan air karena nilai HLB Tween 80 relatif

tinggi yaitu sebesar 15. Nilai HLB yang tinggi menunjukkan bahwa Tween 80

bersifat polar sehingga dapat bercampur dengan air yang bersifat polar. Kedua

erlenmeyer yang telah berisi campuran tersebut kemudian dipanaskan di atas

penangas air pada suhu 60oC selama 30menit. Setelah dipanaskan, campuran

minyak dimasukkan ke dalam campuran air dan diaduk menggunakan

pengaduk elektrik berupa besi magnet selama 5 menit dengan kecepatan 500

rpm. Pengaduk elektrik digunakan untuk pengadukan campuran  karena

pengaduk elektrik dapat mengaduk dengan kecepatan yang sangat tinggi

dimana pada pembuatan  emulsi  ini  diperlukan  pengadukan  dengan

kecepatan  tinggi  agar  fase terdispersi tidak menyatu lagi sehingga terbentuk

emulsi yang baik. Pada saat peletakan besi magnet ke dalam campuran

diharapkan besi magnet terletak di tengah-tengah agar proses pengadukan

merata pada seluruh bagian campuran.

Terbentuknya emulsi ditandai dengan berubahnya warna campuran

menjadi putih susu. Setelah 5 menit emulsi yang terbentuk diangkat darii

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 15 dari 4

Page 16: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

penangas dan dimasukkan kedalam tabung sedimentasi dan diberi tanda

sesuaii dengan nilai HLB-nya.  Tinggi emulsi dalam tabung diusahakan sama

agar mempermudah dalam membandingkan kestabilan dari tiap emulsi.

Selanjutnya, diamati ketidakstabilan emulsi yang terjadi selama 3 hari.

Dari hasil pengamatan, setelah emulsi dipindahkan ke dalam tabung

sedimentasi semua emulsi mengalami creaming. Terbentuknya creaming

menandakan emulsi yang terbentuk tidak stabil. Creaming yang terbentuk

mengarah ke atas. Dari hasil pengukuran tinggi creaming pada saat hari ke-0

atau hari pelaksanaan praktikum, diperoleh data sebagai berikut :

HLB Nilai Creaming (cm)

5 4.4

7 4.6

9 4.6

11 5.2

13 4.3

Dari data pada tabel di atas terlihat bahwa semua HLB mengalami

creaming sehingga dapat dikatakan tidak ada yang stabil. Tinggi creaming

pada emulsi dengan HLB 10 jauh lebih tinggi dibandingkan tinggi creaming

pada emulsi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa emulsi minyak kelapa

dengan air pada HLB 11 paling tidak stabil jika dibandingkan dengan emulsi

pada HLB lainnya.

Pengamatan  pada  hari-hari berikutnya  menunjukkan  bahwa semua

emulsi mengalami creaming.  Tinggi creaming yang terjadi pada masing-

masing emulsi berbeda setiap harinya. Tinggi creaming yang terjadi dari awal

pengamatan sampai hari ke-5 dapat dilihat pada tabel berikut :

HLBTinggi creaming (cm)

Hari 0 Hari 1 Hari 2

5 4.4 4.5 4.5

7 4.6 4.5 4.4

9 4.6 4.5 4,5

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 16 dari 4

Page 17: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

11 5.2 5.1 4,9

13 4.3 4.4 4.4

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa semua emulsi yang dibuat

ternyata tidak stabil karena terjadi creming pada semua tabung sedimentasi.

Walaupun oleh beberapa peneliti creaming tidak dipertimbangkan sebagai

ketidak stabilan, namun creaming berpotensi  terhadap  terjadinya

penggabungan  fase  dalam  yang  sempurna.  Jadi, semakin tinggi creaming

yang terjadi, semakin besar pula potensii fase dalam untuk bergabung secara

sempurna.

Dari hari ke-0 sampai hari kesatu tinggi emulsi dalam tabung

sedimentasi mencapai 4.5 cm, hal ini menunjukkan bahwa pada emulsi terjadi

proses Creaming ke bawah. Adapun creaming yang terbentuk pada emulsi I ini

mengarah  ke  bawah (kecepatan  sedimentasi positif) yang  ditandai  dengan

menurunnya  tinggi  emulsii  dalam  tabung  dan  disebabkan  oleh  kerapatan

fase terdispersi ( dalam hal ini minyak ) yang lebih besar daripada kerapatan

air sehinggaendapan cenderung bergerak ke bawah. Pada emulsi I dengan

nilai HLB 5 ini, energi bebas permukaan yang dihasilkan oleh proses creaming

relatif rendah karena endapan cenderung bergerak ke bawah mendekati fase

emulsi. Oleh karena itu, ketidak stabilan emulsi yang disebabkan oleh proses

creaming ini dapat segera dikembalikan dalam bentuk kestabilannya dengan

pengocokan yang tidak terlalu kuat (emulsi cenderung stabil ).

Pada emulsi II dengan nilai HLB 7, mengalami penurunan tinggi

creaming dalam tabung sedimentasi. Pada emulsi II ini penurunan tinggi

creaming terjadii pada hari pertama yaitu dari 4,6 cm menjadi 4,5 cm, hari

kedua terjadi penurunan tingg iemulsi dalam tabung sedimentasi dari 4.5 cm

menjadi 4.4 cm.

Pada emulsi III dengan nilai HLB 9, mengalami penurunan tinggii

creaming dalam tabung sedimentasi. Pada emulsi III ini penurunan tinggi

creaming terjadi pada hari pertama yaitu dari 4,6 cm menjadi 4,5 cm, pada

hari kedua tetap hall ini menunjukkan bahwa pada emulsi tidak lagi terjadi

proses creaming  ke bawah. Adapun creaming yang terbentuk pada emulsi III

ini mengarah  ke  bawah  ( kecepatan  sedimentasi  positif  )  yang  ditandai

dengan menurunnya  tinggi  emulsi  dalam  tabung  dan  disebabkan  oleh

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 17 dari 4

Page 18: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

kerapatan  fase terdispersi ( dalam hal ini minyak ) yang lebih besar daripada

kerapatan air sehingga endapan cenderung bergerak ke bawah.

Pada emulsi IV dengan nilai HLB 11, mengalami penurunan tinggi

creaming dalam tabung sedimentasi. Pada emulsi IV ini penurunan tinggi

creaming terjadi pada hari pertama yaitu dari 5,2 cm menjadi 5,1 cm, pada

hari kedua dari 5,1 cm menjadi 4.9 cm, Pada emulsi dengan HLB 11 ini tidak

ada tinggi creaming yang tetap, setiap hari mengalamiperubahan tinggi

creaming.

Pada emulsi V dengan nilai HLB 13, mengalami penurunan tinggi

creaming dalam tabung sedimentasi. Pada emulsi V ini penurunan tinggi

creaming terjadi pada hari pertama yaitu dari 4,3 cm menjadi 4,4 cm, pada

hari kedua dari 4,4 cm tetap hal ini menunjukkan bahwa pada emulsi tidak lagi

terjadi proses creaming  ke bawah.

Dari uraian diatas dapat terlihat bahwa, emulsi dengan nilai HLB 7 dan

13 merupakan emulsi yang paling stabil karena memiliki laju creaming yang

sangat kecil sehingga tinggi creaming tidak berubah dalam beberapa hari.

Sedangkan untuk emulsi dengan nilai HLB 5,9 dan 11 merupakan emulsi yang

paling tidak stabil karena memiliki laju creaming yang sangat besar, karena

sebagian besar terjadi perubahan tinggi creaming setiap harinya. Namun jika

dibandingkan antara emulsi dengan nilai HLB 5,9 dan11, yang paling tidak

stabil adalah emulsi dengan HLB 9, sebab laju penurunan creamingnya amat

cepat dari tinggi creaming di hari percobaan sebesar 4,3 cm menjadi 4,5 cm di

hari pengamatan kedua.

Ketidakstabilan emulsi dapat terjadi karena penggunaan emulgator

yang tidak sesuai, selain itu penurunan suhu yang tiba-tiba dapat

menyebabkan emulsi menjadi tidak stabil. Penambahan air secara langsung

dalam campuran juga mempengaruhi pembentukan emulsi yang tidak stabil.

Pengaruh emulgator yang tidak sesuai setiap senyawa memiliki

karakteristik tertentu dalam suatu emulgator. Dalam hal ini minyak dengan air,

dan emulgator yang dipakai adalah span 80 dan tween 80. Hasil yang

maksimal dalam emulsifikasi ini apabila minyak dicampur dengan span.

Pengaruh suhu dalam proses emulsifikasi ini terjadi kesalahan persepsi

dimana saat proses pengadukan berakhir emulsi langsung dituangkan ke

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 18 dari 4

Page 19: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

dalam tabung sedimentasi. Seharusnya suhu dituhunkan secara perlahan –

lahan, baru dimasukkan ke dalam tebung sedimentasi.

Penambahan air Saat penambahan air ke dalam span harus dilakukan

sedikit demi sedikit agar air yang diaduk nanti lebih merata, namun dalam

praktikum ini air langsung dicampur ke dalam span. Hal ini dapat

menyebabkan span sedikit menggumpal dan distribusinya tidak merata.

J. KESIMPULAN

1. Emulsi adalah suatu sistem dispersi yang secara termodinamika tidak

stabil, terdiridari paling sedikit dua cairan yang tidak bercampur dan satu

diantaranya terdispersisebagai globul-globul dalam cairan lainnya. Sistem

ini umumnya distabilkan denganemulgator.

2. Creaming adalah suatu peristiwa terjadinya lapisan-lapisan dengan

konsentrasi yangber beda-beda di dalam emulsi

3. Emulsi dengan bahan air dan minyak kelapa menggunakan emulgator

Tween dan Span dengan HLB 5,7,9,11,dan13 tidak stabil karena mengalami

creaming, dimana creaming yang terbentuk mengarah ke atas.

4. Ketidakstabilan emulsi dapat terjadi karena penggunaan emulgator yang

tidak sesuai, selain itu penurunan suhu yang tiba-tiba dapat menyebabkan

emulsi menjadi tidak stabil. Penambahan air secara langsung dalam

campuran juga mempengaruhi pembentukan emulsi yang tidak stabil.

5. yang paling tidak stabil adalah emulsi dengan HLB 9, sebab laju penurunan

creamingnya amat cepat dari tinggi creaming di hari percobaan sebesar 4,3

cm menjadi 4,5 cm di hari pengamatan kedua.

6. emulsi dengan nilai HLB 7 dan 13 merupakan emulsi yang paling stabil

karena memiliki laju creaming yang sangat kecil sehingga tinggi creaming

tidak berubah dalam beberapa hari.

7. Ketidakstabilan emulsi dapat terjadi karena penggunaan emulgator yang

tidak sesuai, selain itu penurunan suhu yang tiba-tiba dapat menyebabkan

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 19 dari 4

Page 20: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

emulsi menjaditidak stabil. Penambahan air secara langsung dalam

campuran juga mempengaruhipembentukan emulsi yang tidak stabil.

DAFTAR PUSTAKA

1. Martin, A et.al. 1993. Farmasi Fisika. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

2. Ditjen POM., (1979), “Farmakope Indonesia”, Edisi III, Depkes RI, Jakarta, 474,

509.

3. Ansel, H.C., (1989), “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, edisi IV, Terjemahan

Farida Ibrahim, UI Press, Jakarta.

4. Anief, Moh., (2005)., ”Ilmu Meracik Obat”, cetakan XII, Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta.143, 147.

5. http://muhammadcank.wordpress.com. Diakses pada tanggal 29 Mei 2011.

6. http://signaterdadie.wordpress.com. Diakses pada tanggal 29 Mei 2011.

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 20 dari 4

Page 21: Lap.emulsi

Laporan Praktikum Farmasi Fisika 2011

Bandun

g, ................................... 2011

Mengesahkan

Asisten Penanggungjawab Kelompok, Nilai Laporan Praktikum,

________________________________ ______________________________

Lab. Farmasi Terpadu Unit E – Farmasi Fisika – Department of Pharmacy – Bandung Islamic University 21 dari 4