Lapdul Rdtr Sungai Penuh_29.10.2012

115
BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH LAPORAN PENDAHULUAN i KATA PENGANTAR LAPORAN PENDAHULUAN ini merupakan salah satu hasil dari Kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Sungai Penuh yang dilaksanakan dibawah koordinasi Dinas Pekerjaan Umum Kota Sungai Penuh. LAPORAN PENDAHULUAN ini berisikan Pendahuluan, Dinamika Perkembangan Penataan Ruang, Kebijakan Pembangunan, Gambaran Umum Wilayah Perencanaan, Metodologi dan Pendekatan, Rencana Kerja, serta Organisasi Pelaksanaan dan Uraian Tugas. Semoga LAPORAN PENDAHULUAN ini dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan tahap selanjutnya. Dan atas bantuan semua pihak kami ucapkan terima kasih. Sungai Penuh, Oktober 2012 Tim Penyusun

description

Lapdul Rdtr Sungai Penuh_29.10.2012

Transcript of Lapdul Rdtr Sungai Penuh_29.10.2012

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN i

    KATA PENGANTAR

    LAPORAN PENDAHULUAN ini merupakan salah satu hasil dari Kegiatan Penyusunan Rencana

    Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Sungai Penuh yang dilaksanakan dibawah koordinasi Dinas

    Pekerjaan Umum Kota Sungai Penuh.

    LAPORAN PENDAHULUAN ini berisikan Pendahuluan, Dinamika Perkembangan Penataan

    Ruang, Kebijakan Pembangunan, Gambaran Umum Wilayah Perencanaan, Metodologi dan

    Pendekatan, Rencana Kerja, serta Organisasi Pelaksanaan dan Uraian Tugas.

    Semoga LAPORAN PENDAHULUAN ini dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan tahap

    selanjutnya. Dan atas bantuan semua pihak kami ucapkan terima kasih.

    Sungai Penuh, Oktober 2012

    Tim Penyusun

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN ii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR I

    DAFTAR ISI II

    DAFTAR TABEL VI

    DAFTAR GAMBAR VII

    BAB I PENDAHULUAN I-1

    1.1 LATAR BELAKANG I-1

    1.2 MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN I-2

    1.3 RUANG LINGKUP I-2

    1.3.1 RUANG LINGKUP WILAYAH I-2

    1.3.2 RUANG LINGKUP MATERI I-2

    1.4 DASAR HUKUM I-3

    1.5 METODOLOGI I-6

    1.6 SISTEMATIKA I-8

    BAB II DINAMIKA PERKEMBANGAN PENATAAN RUANG DALAM PENYUSUNAN RDTR II-1

    2.1 PEMAHAMAN DASAR-DASAR PERENCANAAN KOTA II-1

    2.1.1 PEMAHAMAN DASAR-DASAR PERENCANAAN KOTA II-1

    2.1.2 PARADIGMA PENATAAN RUANG DI INDONESIA PASCA UU 26 TAHUN 2007 II-4

    2.1.3 HIRARKI DAN JENIS RENCANA TATA RUANG II-8

    2.1.4 RDTR DALAM KERANGKA PENATAAN RUANG DI INDONESIA II-10

    2.2 KEBERADAAN RDTR DALAM RANGKAIAN PELAKSANAAN PENATAAN RUANG II-11

    2.2.1 KEDUDUKAN RDTR DALAM KERANGKA PENATAAN RUANG DI INDONESIA II-11

    2.2.1.1 Persyaratan RDTR II-12

    2.2.1.2 Muatan RDTR II-13

    2.2.1.3 Format RDTR II-14

    2.2.1.4 Masa Berlaku RDTR II-14

    2.2.2 PENYUSUNAN RDTR DAN PERATURAN ZONASI II-14

    2.2.2.1 RDTR dan Proses Penyusunannya II-14

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN iii

    2.2.2.2 Penyusunan Peraturan Zonasi Sebagai Instrument Pengendalian Dan

    Pemanfaatan Ruang II-16

    2.2.2.3 Kedudukan Peraturan Zonasi Dalam Kerangka Proses Penyusunan

    Rencana Tata Ruang II-18

    2.2.2.4 Kedudukan Peraturan Zonasi Dalam Kerangka Proses Pemanfaatan

    Ruang Dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang II-19

    2.2.2.5 Kedudukan Peraturan Zonasi Dalam Kerangka Perangkat

    Pengendalian II-20

    2.2.2.6 Pertimbangan Mitigasi Bencana dalam Pengembangan Kawasan

    Perkotaan II-23

    BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KOTA SUNGAI PENUH III-1

    3.1 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KOTA SUNGAI PENUH TAHUN 2005 2025

    (PERDA NO 6 TAHUN 2012) III-1

    3.2 RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SUNGAI PENUH (PERDA NO.5/2012) III-2

    3.2.1 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG KOTA SUNGAI PENUH III-2

    3.2.2 STRUKTUR RUANG KOTA SUNGAI PENUH III-6

    3.2.3 POLA RUANG KOTA SUNGAI PENUH III-7

    3.2.3.1 Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung III-7

    3.2.3.2 Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya III-8

    BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN IV-1

    4.1 GAMBARAN UMUM KOTA SUNGAI PENUH IV-1

    4.1.1 ADMINSTRASI DAN LETAK GEOGRAFIS IV-1

    4.1.2 KONDISI FISIK DASAR IV-5

    4.1.2.1 Kondisi Fisiografis IV-5

    4.1.2.2 Kondisi Topografi IV-5

    4.1.2.3 Klimatologi IV-6

    4.1.2.4 Jenis Tanah IV-6

    4.1.2.5 Hidrologi IV-6

    4.1.2.6 Kebencanaan IV-7

    4.1.3 PENGGUNAAN LAHAN KOTA IV-9

    4.1.4 KEPENDUDUKAN IV-12

    4.1.4.1 Jumlah dan Karakteristik Penduduk IV-12

    4.1.4.2 Sosial Budaya Masyarakat IV-14

    4.1.5 PEREKONOMIAN KOTA IV-14

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN iv

    4.2 GAMBARAN UMUM KECAMATAN SUNGAI PENUH IV-17

    4.2.1 KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASIF IV-17

    4.2.2 KARAKTERISTIK KEPENDUDUKAN IV-19

    4.2.3 PENGGUNAAN LAHAN IV-20

    4.2.4 POTENSI PENGEMBANGAN KOTA IV-22

    4.2.4.1 Perkembangan Kawasan Terbangun IV-22

    4.2.4.2 Keberadaan Pusat-Pusat Kegiatan Kota IV-22

    4.2.4.3 Potensi Lansekap Kota IV-23

    4.2.4.4 Keberadaan Bangunan Bersejarah IV-24

    BAB V METODOLOGI DAN PENDEKATAN V-1

    5.1 PENDEKATAN PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) V-1

    5.2 METODOLOGI TEKNIS V-5

    5.2.1 PENDEKATAN DAN METODOLOGI DALAM PROSES IDENTIFIKASI AWAL DAN PENDATAAN V-5

    5.2.1.1 Pendekatan Studi Dokumenter dalam Identifikasi dan Kajian Materi

    Pekerjaan V-5

    5.2.1.2 Metode Survey V-5

    5.2.1.3 Metode Observasi V-9

    5.2.1.4 Metode Survey Blok V-9

    5.2.1.5 Metode Wawancara V-12

    5.2.1.6 Metode Survey Instansional V-12

    5.2.1.7 Kebutuhan Data dan Peta V-12

    5.2.2 PENDEKATAN DAN METODOLOGI DALAM PROSES ANALISIS PERENCANAAN V-15

    5.2.2.1 Pendekatan Analisis Perencanaan V-15

    5.2.2.2 Metode Analisis Perencanaan V-16

    5.2.2.3 Metode Analisis Kependudukan V-19

    5.2.3 PENDEKATAN DAN METODOLOGI DALAM PERUMUSAN KONSEP DAN PENYUSUNAN

    RENCANA DETAIL TATA RUANG V-21

    5.2.3.1 Pendekatan Preskriptif dalam Perumusan Konsep Pengembangan

    Kawasan V-22

    5.2.3.2 Pendekatan Interpretasi Kebutuhan Perencanaan V-22

    5.2.4 BERBAGAI PENDEKATAN DAN METODE PENYUSUNAN RENCANA DETAIL LAINNYA V-24

    5.2.4.1 Pendekatan Perencanaan Incremental-Strategis dan Strategis

    Proaktif dalam Penyusunan RDTR dan Zoning Regulation Kawasan

    Perkotaan V-24

    5.2.4.2 Identifikasi Permasalahan Pembangunan dan Perwujudan Ruang

    Kawasan V-26

    5.2.4.3 Perkiraan Kebutuhan Pelaksanaan Pembangunan Kawasan V-28

    5.2.4.4 Pendekatan Pelibatan Pelaku Pembangunan V-32

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN v

    5.2.4.5 Metode Analisis SWOT V-33

    BAB VI RENCANA PELAKSANAAN PEKERJAAN VI-1

    6.1 TAHAPAN RENCANA KERJA VI-1

    6.1.1 TAHAP PERSIAPAN VI-1

    6.1.2 TAHAP SURVEI VI-1

    6.1.3 TAHAP ANALISIS VI-2

    6.1.4 TAHAP RANCANGAN RENCANA VI-2

    6.1.5 TAHAP PENYUSUNAN RENCANA VI-3

    6.2 WAKTU PELAKSANAAN KERJA VI-3

    6.3 STRUKTUR ORGANISASI PELAKSANA PEKERJAAN VI-5

    6.4 STRUKTUR ORGANISASI KONSULTAN VI-6

    6.5 JADWAL PENUGASAN PERSONIL VI-7

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN vi

    DAFTAR TABEL

    Tabel II-1 Tingkat Ketelitian Peta Rencana Sesuai Perundang-Undangan Peta Wilayah II-10

    Tabel II-2 Prosedur Penyusunan Peraturan Zonasi II-20

    Tabel II-3 Proses Penetapan Aturan Dalam Peraturan Zonasi II-21

    Tabel IV-1 Luas Wilayah Kota Sungai Penuh dan Pembagian Daerah Administrasi

    Menurut Kecamatan Tahun 2011 IV-3

    Tabel IV-2 Ketinggian Kota Sungai Penuh IV-5

    Tabel IV-3 Klasifikasi Lereng di Kota Sungai Penuh IV-5

    Tabel IV-4 Jenis Tanah di Kota Sungai Penuh IV-6

    Tabel IV-5 Susunan Batuan Kota Sungai Penuh IV-8

    Tabel IV-6 Penggunaan Lahan Kota Sungai Penuh Tahun 2010 IV-10

    Tabel IV-7 Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Sungai Penuh Tahun 2006 - 2010 IV-12

    Tabel IV-8 Kepadatan Penduduk Kota Sungai Penuh Tahun 2010 IV-12

    Tabel IV-9 Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur Kota Sungai Penuh Tahun 2009

    - 2010 IV-13

    Tabel IV-10 Penduduk Kota Sungai Penuh menurut Jenis Pekerjaan IV-14

    Tabel IV-11 Luas Kecamatan Sungai Penuh Menurut Desa Tahun 2010 IV-17

    Tabel IV-12 Jumlah Penduduk Kecamatan Sungai Penuh Tahun 2010 IV-19

    Tabel IV-13 Kepadatan Penduduk di Kecamatan Sungai Penuh Menurut Desa IV-20

    Tabel IV-14 Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Sungai Penuh Menurut Desa IV-21

    Tabel V-1 Identifikasi Kebutuhan Data dalam Penyusunan RDTR V-6

    Tabel V-2 Jenis Kegiatan Untuk Survey Blok Dalam Penyusunan RDTR Kecamatan

    Sungai Penuh V-10

    Tabel V-3 Daftar Kebutuhan Data Dalam Penyusunan RDTR Kecamatan Sungai Penuh V-13

    Tabel V-4 Daftar Kebutuhan Peta Dalam Penyusunan RDTR Kecamatan Sungai Penuh V-15

    Tabel VI-1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kota

    (RDTR) dan Peraturan Zonasi VI-4

    Tabel VI-2 Jadwal Penugasan Personil VI-7

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN vii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar II-1 Pembagian Kewenangan dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang II-7

    Gambar II-2 Jenis dan Hirarki Produk Rencana berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 II-9

    Gambar II-3 Komposisi Muatan Rencana Tata Ruang II-11

    Gambar II-4 Kerangka Penyusunan Peraturan Zonasi II-18

    Gambar II-5 Kedudukan Peraturan Zonasi dalam Kerangka Proses Penyusunan Rencana

    Tata Ruang II-19

    Gambar II-6 Kedudukan Peraturan Zonasi Dalam Kerangka Perangkat Pengendalian II-20

    Gambar II-7 Contoh Zoning Regulation dan Zoning Text Dalam Penyusunan Rencana

    Detail Tata Ruang (RDTR) II-22

    Gambar II-8 Upaya Mitigasi Bencana Alam Secara Menyeluruh II-23

    Gambar IV-1 Peta Administrasi Kota Sungai Penuh IV-4

    Gambar IV-2 Peta Penggunaan Lahan Eksisting Kota Sungai Penuh IV-11

    Gambar IV-3 Piramida Penduduk Kota Sungai Penuh IV-13

    Gambar IV-4 Peta Administrasi Kecamatan Sungai Penuh IV-18

    Gambar V-1 Kerangka Pendekatan Penyusunan RDTR Kecamatan Sungai Penuh V-4

    Gambar V-2 Keterlibatan Pelaku Pembangunan Dalam Penyusunan Rencana V-32

    Gambar V-3 Matriks SWOT Analysis V-34

    Gambar VI-1 Struktur Organisasi Proyek VI-5

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN I-1

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Dalam rangka tercapainya pemenuhan kebutuhan masyarakat secara layak sesuai dengan

    standar kebutuhan yang semestinya maka upaya yang ditempuh pemerintah berupa

    pembangunan. Perkembangan penduduk suatu kota mempengaruhi kondisi internal kota

    didalamnya. Perkembangan ini disebabkan oleh pertambahan penduduk yang tinggi

    sedangkan lahan perkotaan terbatas. Kegiatan kota yang tinggi memerlukan suatu sarana dan

    prasarana yang baik termasuk didalamnya utilitas dan perumahan. Apabila perkembangan

    kota tidak didukung oleh pembangunan baik secara fisik maupun non fisik, maka

    perkembangan kota ini akan tidak sehat dan akan membawa konsekuensi negatif pada

    perkembangan kota.

    Upaya untuk mengkoordinasikan pembangunan sektoral di daerah yang selama ini telah

    dilakukan dalam bentuk pemanfaatan rencana tata ruang, dapat diamati masih belum mantap.

    Hal ini terutama dikaitkan dengan keberadaan rencana tata ruang belum merupakan suatu

    kesatuan dengan pola dasar pembangunan daerah, baik dari segi substansinya maupun

    landasan perundangannya.

    Dengan adanya kondisi pembangunan di Kota Sungai Penuh yang masih kurang berkembang,

    untuk mengantisipasi dan diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah kota yang timbul,

    maka perlu adanya rencana penataan ruang kota yang bersifat umum, detail maupun teknis.

    Untuk mengantisipasi perkembangan ke depan, terutama dengan adanya Undang-undang

    Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai pengganti Undang-undang Nomor 24

    Tahun 1992, diperlukan peninjauan kembali terhadap produk rencana tata ruang yang sudah

    ada.

    Rencana Detail Tata Ruang juga merupakan rencana yang menetapkan blok-blok peruntukkan

    pada kawasan fungsional perkotaan, sebagai penjabaran kegiatan kedalam wujud ruang,

    dengan memperhatikan keterkaitan antara kegiatan dalam kawasan fungsional, agar tercipta

    lingkungan yang harmonis antara kegiatan utama dan kegiatan penunjang dalam kawasan

    fungsional tersebut.

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN I-2

    1.2 Maksud, Tujuan, dan Sasaran

    Tujuan dari Penyusunan RDTR Kota Sungai Penuh adalah :

    Sebagai arahan bagi masyarakat dalam pengisian pembangunan fisik kawasan,

    Sebagai pedoman bagi instansi dalam menyusun zonasi, dan pemberian perijinan

    kesesuaian pemanfaatan bangunan dengan peruntukan lahan.

    Sasaran dari Penyusunan RDTR Kota Sungai Penuh adalah :

    Menciptakan keselarasan, keserasian, keseimbangan antar lingkungan permukiman

    dalam kawasan.

    Mewujudkan keterpaduan program pembangunan antar kawasan maupun dalam

    kawasan.

    Terkendalinya pebangunan kawasan strategis dan fungsi kota, baik yang dilakukan

    pemerintah maupun masyarakat/swasta

    Mendorong investasi masyarakat di dalam kawasan.

    Terkoordinasinya pembangunan kawasan antara pemerintah dan masyarakat/swasta.

    1.3 Ruang Lingkup

    1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah

    Letak Geografis Kota Sungai Penuh antara 1010 14' 32'' BT sampai dengan 1010 27' 31'' BT dan

    020 01' 40'' LS sampai dengan 020 14' 54'' LS. Dengan luas keseluruhan 39.150 ha, Secara

    administrasi batasan wilayah Kota Sungai Penuh sebagai berikut :

    Sebelah Utara : Kecamatan Depati Tujuh Kabupaten Kerinci.

    Sebelah Selatan : Kecamatan Sitinjau Laut, dan Kecamatan Keliling Danau Kabupaten

    Kerinci.

    Sebelah Barat : Kab. Pesisir dan Kab. Mukomuko.

    Sebelah Timur : Kecamatan Air Hangat Timur.

    Kota Sungai Penuh terdiri dari lima kecamatan.

    1.3.2 Ruang Lingkup Materi

    Muatan RDTR kawasan meliputi struktur dan sistematika tujuan dan sasaran pembangunan

    kawasan perencanaan, perumusan kebijakan dan strategi pengembagnan kawasan, identifikasi

    potensi dan masalah kawasan, analisis ruang makro dan mikro kawasan perumusan kebutuhan

    pengembangan dan penataan ruang kawasan, perumusan rencana detail tata ruang kawasan,

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN I-3

    perumusan dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang, sebagai mana digambarkan

    dalam uraian berikut:

    Persiapan penyusunan RDTR

    Pengumpulan dan pengolahan data;

    Analisa kawasan perencanaan

    Perumusan dan ketentuan teknis rencana detail

    Pengendalian rencana detail

    Kelembagaan dan peran serta aktif masyarakat

    1.4 Dasar Hukum

    Dalam penyusunan RDTR Kota Sungai Penuh akan berlandaskan Undang-undang, peraturan

    pemerintah, peraturan menteri maupun pada peraturan daerah Kota Sungai Penuh, landasan

    tersebut terdiri dari :

    1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun

    1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274).

    2. Undang-Undang 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran negara Republik

    Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317).

    3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan

    Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara

    Nomor3419).

    4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun

    1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427).

    5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran

    Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3469).

    6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara

    Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3470).

    7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran

    Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478).

    8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran

    Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699).

    9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

    Pokok Agraria.

    10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas

    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

    11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

    12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

    Angkutan Jalan.

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN I-4

    13. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

    14. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun

    2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377).

    15. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

    Nasional.

    16. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 2004

    Nomor 132, tambahan Lembaran Negara Nomor 4444).

    17. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun

    1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881).

    18. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999

    Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888).

    19. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara

    Tahun 2003 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4169).

    20. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan

    Pelestarian Alam.

    21. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Dampak Lingkungan Hidup

    (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838).

    22. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk

    Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran

    Negara 3934).

    23. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Tambahan Lembaran

    Negara Nomor 4489).

    24. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan.

    25. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal

    di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor

    3373).

    26. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai.

    27. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan.

    28. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan

    Lalu Lintas Jalan.

    29. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak

    dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.

    30. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan

    Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.

    31. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan

    Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

    32. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan Kawasan

    Hutan.

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN I-5

    33. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan

    Tanah.

    34. Peraturan Pemeritah Republik Indonesia Nomor 60 tahun 2009 tentang Perubahan Atas

    Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan.

    35. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol.

    36. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi.

    37. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan.

    38. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman

    Pengelolaan Kawasan Perkotaan.

    39. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata

    Ruang Wilayah Nasional.

    40. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan

    Penataan Ruang.

    41. Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengelolaan Tanah bagi Pelaksanaan

    Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

    42. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

    43. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan Tanah bagi Kawasan

    Industri.

    44. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Kawasan Jabodetabekpunjur.

    45. Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan

    Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

    46. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang

    Pertanahan.

    47. Keputusan Presiden Nomor 4 tahun 2009 tentang Koordinasi Penataan Ruang Nasional.

    48. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha

    dan/atau kegiatan yang wajib di lengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan

    hidup.

    49. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 2004 tentang Pedoman Koordinasi

    Penataan Ruang Daerah.

    50. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Prasyarat

    Teknis Bangunan Gedung.

    51. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan

    Kawasan Perkotaan.

    52. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Ruang Terbuka

    Hijau di Perkotaan.

    53. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan

    Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.

    54. Standar Nasional Indonesia Nomor 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan

    Lingkungan Perumahan di Perkotaan.

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN I-6

    55. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sungai

    Penuh.

    56. Peraturan Daerah No 6 Tahun 2012 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang

    Daerah Kota Sungai Penuh.

    57. Peraturan Daerah No 12 Tahun 2012 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

    Daerah Kota Sungai Penuh.

    1.5 Metodologi

    Metodologi penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Sungai Penuh

    dilakukan dalam 4 tahap yaitu pendahuluan/persiapan, pemahaman terhadap kondisi wilayah

    perencanaan dan kedalaman materi analisa keruangan dan sistem kegiatan, serta perumusan

    Rencana Detail Tata Ruang.

    1. Tahap Persiapan

    Tujuan pada tahap ini adalah untuk mengidentifikasi kondisi awal dan dan dapat

    memberikan suatu potret awal dari wilayah perencanaan berdasarkan data-data yang

    akan diperoleh. Beberapa langkah yang dilaksanakan dalam tahap pendahuluan/persiapan

    ini adalah sebagai berikut:

    Studi kepustakan untuk menentukan visi, misi, dan tujuan serta mengumpulkan

    kebijaksanaan, strategi, rencana dan perogram yang terdapat dalam dokumen

    Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sungai Penuh, serta dokumen lain yang berkaitan.

    Inventarisir data primer dengan cara observasi ataupun wawancara dengan

    masyarakat, juga pengumpulan data sekunder dengan melakukan survei instansional

    untuk mengumpulkan informasi-informasi yang dibutuhkan.

    Melakukan kajian mengenai gambaran awal atas kondisi eksisting, yang terdiri atas

    kondisi fisik, sosial, ekonomi dan prasarana dan sarana dasar, serta merumuskan

    potensi dan permasalahan di wilayah studi yang terangkum dalam laporan

    pendahuluan.

    2. Tahap Identifikasi Wilayah Perencanaan

    Pada tahap ini, sasaran utamanya adalah mengidentifikasi karakteristik dari wilayah

    perencanaan berdasarkan data-data yang diperoleh maupun hasil observasi lapangan.

    Beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah sebagai berikut:

    Studi kepustakaan untuk menentukan visi, misi, dan tujuan serta mengumpulkan

    kebijaksanaan, strategi, rencana dan program yang terdapat dalam dokumen Rencana

    Tata Ruang Wilayah Kota Sungai Penuh, serta dokumen yang berkaitan.

    Inventarisir data primer dengan cara observasi ataupun wawancara dengan

    masyarakat, juga pengumpulan data sekunder dengan melakukan survey instansional

    mengumpulkan informasi-informasi yang dibutuhkan.

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN I-7

    Merumuskan potensi, permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam

    pembangunan di wilayah studi baik yang telah, sedang dan akan dilaksanakan.

    Membuat kompilasi data atas kondisi eksisting kawasan perencanaan, yang terdiri atas

    kondisi sumberdaya alam, manusia, buatan, kondisi kegiatan sosial dan ekonomi.

    3. Tahap Analisa Keruangan dan Sistem Kegiatan

    Tahap ini dimaksudkan untuk memahami kondisi ruang wilayah, dengan memperhatikan

    kebijaksanaan yang ada. Analisa yang dilakukan meliputi analisis kondisi ekisting dan

    kecenderungan di masa mendatang, dengan menggunakan data-data yang telah

    dikumpulkan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah:

    Analisis Kebijaksanaan Pembangunan Wilayah Kota Sungai Penuh

    Analisis regional dan keterkaitan wilayah perencanaan dengan kawasan sekitarnya

    Analisis perekonomian dan sistem kegiatan

    Analisis sumberdaya, manusia dan buatan yang meliputi:

    - Kondisi fisik geografis

    - Kondisi kependudukan dan kualitas pendidikan

    - Kondisi sarana dan prasarana wilayah perencanaan

    Analisis pola penggunaan lahan yang meliputi:

    - Kawasan budidaya

    - Kawasan lindung

    4. Tahap Perumusan Rencana dan Program

    Pada tahap ini akan dilakasanakan kegiatan perumusan rencana kota yang disusun

    berdasarkan hasil pengkajian pada tahap sebelumnya. Adapun muatan dari tahap

    perumusan rencana dan program ini adalah:

    1) Perumusan rencana struktur ruang atau struktur pelayanan, meliputi Rencana

    Distribusi Penduduk Kawasan Perkotaan, Rencana Struktur Pelayanan Kegiatan

    Kawasan Perkotaan, Rencana Sistem Jaringan Pergerakan, dan Rencana Sistem

    Jaringan Utilitas.

    2) Perumusan rencana alokasi pemanfaatan ruang, menggambarkan ukuran, fungsi serta

    karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam, yang dituangkan dalam blok-blok

    peruntukan, dengan memperhatikan pedoman yang ada yaitu pedoman pelaksanaan

    pembangunan kawasan perkotaan, meliputi arahan kepadatan bangunan, arahan

    ketinggian bangunan, arahan perpetakan bangunanm arahan garis sempadan, rencana

    penanganan blok peruntukan, serta rencana penanganan prasarana dan sarana.

    3) Perumusan rencana pengendalian pemanfaatan ruang, berupa kegiatan pengawasan

    penertiban terhadap pemanfataan ruang berdasarkan mekanisme perijinan,

    pemberian insentif dan disinsentif, pemberian kompensasi, mekanisme pelaporan,

    mekanisme pemantauan, mekanisme evaluasi dan mekanisme pengenaan sanksi.

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN I-8

    1.6 Sistematika

    Laporan Pendahuluan merupakan laporan pertama dalam rangkaian pelaporan yang harus

    disusun dalam pelaksanaan pekerjaan Penyusunan RDTR Kecamatan Sungai Penuh ini. Pada

    dasarnya laporan pendahuluan berisi usulan metodologi pelaksanaan dan rencana

    pelaksanaan pekerjaan ini. Laporan ini disusun dalam 5 (lima) bab dengan sistematika sebagai

    berikut :

    BAB 1 PENDAHULUAN

    Bab pendahuluan ini berisi tentang latar belakang pekerjaan, maksud, tujuan dan

    sasaran serta ruang lingkup dari pelaksanaan pekerjaan Penyusunan RDTR

    Kecamatan Sungai Penuh ini.

    BAB 2 DINAMIKA PERKEMBANGAN PENATAAN RUANG DALAM PENYUSUNAN RDTR

    Bab ini berisi uraian tentang pengertian perencanaan ruang dengan segala

    tingkatannya, serta kedudukan dari RDTR dalam system perencanaan ruang yang

    berlaku saat ini.

    BAB 3 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KOTA SUNGAI PENUH

    Bab ini berisi uaraian tentang kajian kebijakan dalam penyusunan tata ruang Kota

    Sungai Penuh

    BAB 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

    Bab ini berisi uaraian tentang kajian gambaran umum wilayah Kota Sungai Penuh dan

    kawasan perencanaan Kecamatan Sungai Penuh.

    BAB 5 METODOLOGI DAN PENDEKATAN

    Bab ini berisi usulan pendekatan serta metodologi yang akan digunakan dalam

    pelaksanan pekerjaan ini. Diuraikan pula rencana metodologi teknis yang dapat

    digunakan untuk melakukan analisis pada setiap aspek yang terkait dalam proses

    penyusunan RDTR ini.

    BAB 6 RENCANA PELAKSANAAN PEKERJAAN

    Bab ini berisi usulan rencana pelaksanaan pekerjaan yang meliputi rencana tahapan

    pelaksanaan, rencana jadwal pelaksanaan, usulan tenaga ahli dan struktur organisasi

    pelaksanaan pekerjaan.

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-1

    BAB II DINAMIKA PERKEMBANGAN PENATAAN RUANG DALAM

    PENYUSUNAN RDTR

    2.1 PEMAHAMAN DASAR-DASAR PERENCANAAN KOTA

    2.1.1 Pemahaman Dasar-Dasar Perencanaan Kota

    Bagian berikut akan membahas landasan teoritis mengenai kawasan perkotaan itu sendiri.

    Pengertian kota dapat ditinjau dari beberapa lingkup yaitu :

    1. Secara Geografis : Kota adalah suatu wilayah dengan wilayah terbangun (built up area)

    yang lebih padat dibandingkan dengan wilayah sekitarnya. Secara geografis kota berlokasi

    pada suatu lokasi strategis.

    2. Secara Fisik: Kota merupakan suatu wilayah yang didominasi oleh struktur binaan (man

    made structure).

    3. Secara demografis: Kota adalah wilayah dimana terdapat konsentrasi penduduk yang

    jumlah dan tingkat kepadatannya lebih tinggi dibanding wilayah sekitarnya.

    4. Secara Statistis: Kota merupakan suatu wilayah yang besaran atau ukuran penduduknya

    sesuai dengan batasan atau ukuran kriteria kependudukan kota.

    5. Secara Sosial : Kota merupakan suatu wilayah di mana terdapat kelompok kelompok sosial

    masyarakat yang bersifat beragam (heterogen) - tradisional-modern; formal - informal;

    maju terbelakang.

    6. Secara Ekonomi : Kota adalah suatu wilayah di mana terdapat kegiatan usaha masyarakat

    yang sangat beragam (heterogen) dengan dominasi sektor kegiatan non pertanian atau

    sektor kegiatan primer seperti perdagangan, industri, pelayanan jasa, perkantoran ,

    perangkutan dll. Pada kehidupan kota terdapoat suatu sirkulasi dan mobilitas finansial

    yang tinggi baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

    7. Secara Administratif : Kota merupakan suatu wilayah kewenangan pemerintahan yang

    dibatasi oleh suatu garis batas kewenangan administrasi pemerintahan yang ditetapkan

    berdasarkan Undang Undang.

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-2

    Perkembangan dan pertumbuhan kota pada dasarnya merupakan konsekwensi dari berbagai

    perubahan sosial budaya, sosial ekonomi dan politik. Salah satu faktor yang sangat kuat

    berpengaruh atas perkembangan kota adalah karena pertambahan penduduk, baik secara

    alami maupun karena migrasi desa-kota dan perkembangan, perubahan kegiatan usaha dan

    kehidupan penduduk kota tersebut. Keadaan ini mengakibatkan timbulnya berbagai

    permasalahan di perkotaan, seperti meningkatnya kebutuhan akan fasilitas sarana dan

    prasarana.

    Enam tahapan Perkembangan Kota, meliputi :

    Tahap I : Terjadinya pengelompokan (konsentrasi) manusia dengan berbagai kegiatan dan

    mobilitasnya pada suatu lokasi geografis yang dapar memenuhi kebutuhan tempat

    tinggal, berusaaha, bekerja terutama dalam sekotor agraris dan berkomunikasi ke

    tempat lain. Tahapan pertama ini masih dalam skala lingkup yang terbatas disebut

    sebagai Eopolis.

    Tahap II : Terjadinya pengelompokan manusia yang semakin padat dalam proporsi jumlah

    penduduk dengan ruang. Kegiatan usaha dan kerja sudah lebih berorientasi kepada

    kegiatan non agraris seperti perdagangan (pertukaran), pengolahan bahan baku

    menjadi barang pakai, kegiatan pertukaran dan kegiatan pasar yang semakin luas,

    perhubungan antar lokasi konsentrasi manusia dengan berbagai kegiatan dan

    pertukaran alat tukar (finansial) yang semakin intensif. Fenomena tahapan kedua

    ini disebut sebagai Polis

    Tahap III : Terjadinya peningkatan fungsi dan kemampuan kota untuk semakin menempatkan

    atau menanpung manusia dari berbagai kegiatan fungsional telah membuka

    hubungan bahkan hubungan kesaling bergantungan antara suatu polis (kota) induk

    dengan wilayah, kota kota lain atau desa desa lain yang berada di dalam wilayah

    sekitarnya. Dengan demikian akan terjadi suatu formasi kota induk (mother city)

    dengan konurbasi dari kota kota kecil atau menengah yang berada di dalam wilayah

    di sekitar kota induk. Dalam keadaan ini suatu kota induk bukan merupakan suatu

    kota parasitik yang berkembang sendiri dengan dukungan wilayah sekitarnya tetapi

    akan saling memiliki kepentingan yang saling menunjang (mutual dependency).

    Terjadilah suatu kota Metropolis dengan Wilayah Metropolitannya

    Tahap IV : Dominasi dari beberapa kota metropolis yang masing masih sudah membentuk

    suatu wilayah metropolitan menyebabkan semakin luasnya hubungan fungsional

    maupun demografis antara wilayah metropolitan dari suatu metropolis dengan

    wilayah wilayah metropolitan dengan metropolis metropolis lainnya. Maka akan

    terjadi suatu koalisi antara beberapa wilayah metropolitan dengan metropolisnya

    dalam suatu kesatuan yang sangat besar melewati batas wilayah kewenangan

    daerah. Kejadian ini disebabkan oleh karena hubungan kepentingan sosial, ekonomi

    maupun fisik dari suatu wilayah mtropolitan yang satu dengan wilayah wilayah

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-3

    metropolitan lainnya. Maka terjadilah suatu wilayah yang secara masif tumbuh

    berkembang sebagai suatu wilayah terbangun. Dengan demikian akan terjadi suatu

    formasi wilayah metropolitan induk dalam suatu kolusi (coalescence) dengan

    wilayah metropolitan lainnya yang berbatasan langsung. Dalam keadaan ini ada

    kalanya suatu wilayah metropolitan mengingat semakin besarnya peran yang harus

    ditanggung akan menjadi wilayah parasitik dari wilayah metropolitan tetangganya

    atau akan mendjadi suatu wilayah koalitif yang saling menunjang. Terjadilah suatu

    kota raksasa yang disebut sebagai Megalopolis dengan wilayah megalopolitannya.

    Tahap V : Terjadinya suatu kota besar yang sangat ditentukan oleh pertimbangan kapitalisme.

    Kota merupakan suatu pusat kewenangan ekoniomi dan politik sehingga

    kesemuanya kekuatan yang ada dalam kota besar hanyalah untuk kepentingan

    pengembangan ekonomi dan kekuasaan pemerintahan. Peran kota dalam hal

    perekonomian dan penguasaan pemerintah demikian besarnya sehingg pranan

    kota akan ditentukan oleh kekuatan kekuatan ekonomi (pemodal) dan penguasa

    pemerintahan (politik). Terjadilah suatu kota raksasa yang diatur secara tunggal

    oleh kekuiatan politik pemerintahan yang berkoalisi dengan pemodal untuk

    memperoleh kekuatan ekonomi. Saat ini kota raksasa ini dikatakan sebagai Kota

    Tirani (Tyrannopolis).

    Tahap VI : Terjadinya suatu kota besar yang sudah mencapai keadaan limit penunjang

    kebutuhan kehidupannya sehingga kota kota raksasa ini akan kehilangan

    kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berbagai kelengkapan kota

    mengalami degradasi secara besar besaran dalam mencari nafkah, memenuhi

    kebutuhan fasilitas, dan utilitas umum. Untuk memperoleh kebutuhannya

    penduduk kota tidak akan segan segan untuk memperebutkannya dengan berbagai

    cara apapun. Baik pemerintah kota maupun penduduknya akan berbuat anarkis

    untuk memenuhi kebutuhannya atau mengatur kotanya. Kepemntingan

    pemenuhan kebutuhan individual akan menentukan pola kehidupan kota. Survival

    akan ditetukan oleh kekuatan fisik kelompok atau individu. Pada saat ini suatu kota

    akan menjadi suatu kota yang penuh anarki. Kota pada tahapan ini disebut sebagai

    Nekropolis atau Anarkopolis.

    Ruang kota yang berkualitas terbentuk dari beberapa elemen rancang kota. Menurut Shirvani

    (1985) elemen ini merupakan komponen-komponen yang dapat diatur dalam perancangan

    kota, yaitu :

    a. Tata guna lahan, kebijakan tata guna lahan berkaitan dengan menentukan fungsi-fungsi

    yang sesuai untuk kawasan tertentu. Modifikasi pola tata guna lahan dapat meningkatkan

    ragam kegiatan pada lingkungan binaan. Penetapan guna lahan dan densitas

    pembangunan pada kawasan memberikan kemungkinan karakter berbeda kawasan.

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-4

    b. Tata massa bangunan, berkaitan dengan konfigurasi dan raut massa bangunan. Peraturan

    tentang massa bangunan mencakup hal-hal seperti ketinggian maksimum, sempadan, FAR,

    material, langgam, tekstur dan koefisien bangunan.

    c. Sirkulasi dan parkir, sirkulasi terkait dengan guna lahan pada kawasan. Sirkulasi

    merupakan elemen pembentuk pola dan struktur lingkungan binaan. Sirkulasi mampu

    memberi karakter dan pendukung aktivitas pada suatu kawasan tertentu. Kapasitas

    pelayanan kawasan yang direncanakan berbanding lurus dengan rute pencapaian dan

    ruang parkir.

    d. Ruang terbuka, ruang terbuka dapat dikatakan sebagai unsur ruang alam yang dibawa ke

    dalam kota. Korelasi massa membentuk derajat ketertutupan baik berupa linier maupun

    node. Secara visual ruang terbuka memberikan persepsi visual dan orientasi penggunanya.

    Ruang terbuka kota harus mempunyai keterkaitan dengan elemen lain suatu kota dan

    kemudahan akses bagi semua warga kota. Ruang terbuka meliputi taman kota, ruang

    terbuka hijau, dan elemen pendukung seperti vegetasi, bangku, kolam, kios, dan

    sebagainya.

    e. Jalur pejalan, jalur pejalan merupakan elemen yang aktraktif dan menyumbangkan

    vitalitas sebuah kota. Pertimbangan dalam merancang jalur pejalan adalah faktor

    kapasitas, keamanan dan kenyamanan baik fisik maupun psikis. Elemen perancangan jalur

    pejalan meliputi tata vegetasi, sistem penanda, perabot jalan, material, dimensi,

    perawatan, durabilitas dan fleksibilitas.

    f. Kegiatan pendukung, aktivitas pendukung meliputi fungsi-fungsi yang dapat memperkuat

    karakter ruang publik kota. Rancangan ruang urban harus mampu menarik orang dan

    kegiatan yang beragam. Integrasi kegiatan indoor maupun outdoor merupakan salah satu

    aspek perencanaan.

    g. Penanda Kawasan, penanda kawasan dapat berupa informasi umum dan komersial. Aspek

    perancangan penanda kawasan yang perlu diatur adalah dimensi dan tampilannya agar

    tidak merusak tampilan kawasan secara keseluruhan

    2.1.2 Paradigma Penataan Ruang di Indonesia Pasca UU 26 Tahun 2007

    Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 yang baru diberlakukan membawa perubahan yang

    cukup signifikan dalam proses penataan ruang. Beberapa hal mendasar yang berubah antara

    lain : matra laut dan ruang bawah tanah yang diatur dalam penataan ruang, hirarki dan

    kedalaman rencana tata ruang, jangka waktu perencanaan hingga 20 tahun untuk semua

    jenjang rencana, pengaturan pengendalian yang cukup jelas melalui zoning regulation, insentif

    dan disisentif, pemberian sanksi hukum, dan sebagainya.

    Berikut hal-hal menonjol yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 :

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-5

    1. Penataan Ruang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang Nusantara yang Aman, Nyaman,

    Produktif dan Berkelanjutan.

    2. Perwujudan Tujuan Penataan Ruang dilakukan dengan Strategi Umum seperti Penyiapan

    Kerangka Strategis Pengembangan Penataan Ruang Nasional dan Strategi Khusus berupa

    Penyiapan Peraturan Zonasi, Pemberian Insentif dan Disinsentif, Pengenaan Sanksi, dan

    lain-lain.

    3. Produk perencanaan tata ruang tidak hanya bersifat Administratif akan tetapi juga

    mengatur perencanaan tata ruang yang bersifat Fungsional dan di klasifikasikan ke dalam

    Rencana Umum dan Rencana Rinci Tata Ruang.

    4. Penataan Ruang Wilayah Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota dilakukan secara

    Berjenjang dan Komplementer sehingga saling melengkapi satu dengan yang lain,

    bersinergi, dan tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dalam penyelenggaraannya.

    5. Undang-undang Penataan Ruang telah mengakomodasi perkembangan lingkungan

    strategis seperti pengaturan Ruang Terbuka Hijau (Rth) di Perkotaan dan Daerah Aliran

    Sungai (DAS), Standar Pelayanan Minimal (SPM), integrasi penataan ruang Darat, Laut,

    dan Udara, Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Penataan Ruang Kawasan Perkotaan dan

    Perdesaan, dan Aspek Pelestarial Lingkungan Hidup.

    6. Untuk menjamin pelaksanaan UU Penataan Ruang yang tertib dan konsisten telah diatur

    Ketentuan Peralihan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan Kelembagaan Penataan

    Ruang.

    Dengan telah diakomodasikannya berbagai isu strategis penataan ruang di dalam UU Penataan

    Ruang, diharapkan nantinya penyelenggaraan penataan ruang dapat lebih berdayaguna dan

    berhasilguna.

    Strategi Umum dan Strategi Impelementasi Penyelenggaraan Penataan Ruang

    Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang

    aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan

    Ketahanan Nasional dengan :

    a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

    b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya

    buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia; dan

    c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap

    lingkungan akibat pemanfaaatan ruang.

    Strategi Umum

    a) Menyelenggarakan penataan ruang wilayah nasional secara komprehensif, holistik,

    terkoordinasi, terpadu, efektif dan efisien dengan memperhatikan faktor-faktor politik,

    ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan kelestarian lingkungan hidup

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-6

    b) Memperjelas pembagian wewenang antara Pemerintah, pemerintah provinsi, dan

    pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang

    c) Memberikan perhatian besar kepada aspek lingkungan/ekosistem

    d) Memberikan penekanan kepada aspek pengendalian pemanfaatan ruang

    Strategi Implementasi

    a) Penerapan prinsip-prinsip komplementaritas dalam rencana struktur ruang dan

    rencana pola ruang RTRW Kabupaten/Kota dan RTRW Provinsi.

    b) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) harus dapat dijadikan acuan pembangunan,

    sehingga RTRW harus memuat arah pemanfaatan ruang wilayah yang berisi indikasi

    program utama jangka menengah lima tahunan.

    c) Pemanfaatan ruang harus mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang

    berkelanjutan dan tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.

    d) Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi,

    perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, dan pengenaan sanksi.

    e) Penegakan hukum yang ketat dan konsisten untuk mewujudkan tertib tata ruang.

    Penyelenggaraan Penataan Ruang

    Pembagian Kewenangan yang lebih Jelas antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan

    Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang diatur dalam Undang-

    Undang Nomor 26 Tahun 2007, sebagaimana terlihat pada skema berikut :

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-7

    Gambar II-1 Pembagian Kewenangan dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-8

    2.1.3 Hirarki dan Jenis Rencana Tata Ruang

    Sehubungan dengan tingkat kepentingan dan lingkup strategi permasalahannya, maka rencana

    tata ruang disusun secara bertahap dan dalam jenjang cakupan yang berurutan. Secara

    sistematis jenjang cakupan rencana ini dimulai dari lingkup yang lebih luas dan substansinya

    menyeluruh hingga ke jenjang cakupannya semakin terinci (detailed). Semakin kecil cakupan

    wilayahnya, maka rencana tersebut semakin terinci dan semakin tertuju kepada segi fisik yang

    lebih nyata.

    Pada awalnya penyusunan rencana kota di Indonesia telah diatur melalui Permendagri No. 2

    Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota. Mengingat peraturan perundang-

    undangan yang telah ada belum dapat menampung tuntutan perkembangan pembangunan,

    maka Pemerintah mengeluarkan Undang-undang No. 24 Tahun 1992 mengenai Penataan

    Ruang. Tata ruang yang dimaksud dalam undang-undang tersebut adalah wujud struktural dan

    pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Mengacu pada UU No 24 Tahun

    1992, jenis rencana tata ruang dibedakan menurut hirarki adminstrasi pemerintahan, fungsi

    wilayah serta kawasan, dan kedalaman rencana. UU No. 26 Tahun 2007 membawa perubahan

    yang cukup signifikan terhadap produk rencana tata ruang, yaitu bukan hanya berdasar pada

    wilayah administrasi saja, tetapi dapat didasarkan pada fungsional dari suatu kawasan.

    Setiap tingkatan rencana tata ruang tersebut memiliki cakupan wilayah perencanaan yang

    berbeda dengan maksud yang berbeda pula.. Dengan berlakunya UU No. 26 Tahun 2007

    tentang Penataan Ruang, maka acuan penataan ruang di Indonesia haruslah mengikuti UU No.

    26 Tahun 2007. Dalam setiap proses perumusannya, rencana tata ruang kota tersebut selalu

    mengacu kepada kebijakan-kebijakan lain yang secara luas terkait dalam suatu struktur

    kebijakan pembangunan, yang dimulai dari kebijakan skala nasional, regional hingga kebijakan

    pembangunan kota itu sendiri.

    Substansi rencana tata ruang biasanya dibedakan dari yang sangat makro sampai ke sangat

    rinci. Pada masa Undang-Undang Penataan Ruang No. 24 tahun 1992 maupun UU No. 26

    Tahun 2007, judul tidak mencerminkan substansi. Pada masa sebelum Undang-Undang No. 24

    tahun 1992 maupun UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, judul baik dari RTR

    tingkat wilayah dan RTR di tingkat kawasan, judul jenis RTR sangat mencerminkan substansi

    atau isi.

    Tingkat kedalaman pengamatan atau skala rencana sangat dipengaruhi oleh isi dan produk dari

    setiap jenis RTR. Pada skala mana isi dan produk tersebut dapat diamati dasar-dasar

    penyusunannya di lapangan dan kemudian dapat ditampilkan dengan baik agar manfaatnya

    dapat tercapai.

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-9

    Gambar II-2 Jenis dan Hirarki Produk Rencana berdasarkan UU No 26 Tahun 2007

    Di dalam penjelasan UU Penataan Ruang No. 24/1992 pasal 19 maupun UU No. 26 Tahun 2007

    tingkat ketelitian rencana disesuaikan dengan perundang-undangan yang mengatur peta

    wilayah. Namun demikian tingkat dalam penjelasan pasal 19 ini adalah tingkat ketelitian

    dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tingkat ketelitian yang dimaksud/diminta adalah

    tingkat ketelitian minimal. Pengertian minimal ini untuk skala peta dikandung arti bahwa suatu

    rencana tata ruang dapat digambarkan dalam peta wilayah berskala yang lebih besar.

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-10

    Tabel II-1 Tingkat Ketelitian Peta Rencana Sesuai Perundang-Undangan Peta Wilayah

    Pra UUPR No.24/1992 UUPR No.24/1992

    UUPR No.26/2007

    Jenis/Jenjang Skala Peta Jenis/Jenjang Skala Peta (Minimal)

    SNPPTR 1 : 1.000.000 RTRW Nasional 1 : 1.000.000

    RSTRP 1 : 250.000 RTRW Provinsi 1 : 250.000

    RUTRD 1 : 1.000/50.000 RTRW kab/kot 1 : 1.000/ 50.000

    RUTR Perkotaan 1 : 50.000 RTR-K perkotaan RTR-K pedesaan, RTR Rinci

    RUTRK 1 : 10.000

    RDTRK 1 : 5.000

    RTRK 1: 1.000

    2.1.4 RDTR Dalam Kerangka Penataan Ruang di Indonesia

    Perkembangan suatu kota atau wilayah, pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari ruang.

    Ruang ini menjadi suatu wadah atau tempat bagi berlangsungnya aktivitas kehidupan manusia

    dan makhluk hidup lainnya (pasal 1 ayat 1 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang),

    yang berarti pula tempat terjadinya segala pembangunan dan perkembangan suatu kota.

    Terkait dengan hal ini, untuk menciptakan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan

    berkelanjutan diperlukan suatu proses penataan ruang yang pada intinya merujuk pada suatu

    sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan

    ruang (pasal 1 ayat 1 UU No. 26 Tahun 2007). Dalam UU No. 26 Tahun 2007 sebagai pengganti

    UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, proses penataan ruang ini merupakan bagian

    dari proses pelaksanaan1. Proses ini berlaku untuk semua wilayah, baik dalam lingkup

    nasional, regional, maupun lokal.

    Proses perencanaan tata ruang itu sendiri sebagai bagian dari pelaksanaan penataan ruang,

    pada dasarnya, dilakukan dengan mengikuti berbagai ketentuan atau tata cara minimum yang

    berlaku untuk mendapatkan kualitas produk rencana tata ruang yang bagus. Adapun

    ketentuan atau tata cara minimum dalam penyusunan rencana detail tata ruang tersebut

    diatur dalam Permen Pekerjaan Umum No.20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan

    Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. Terkait dengan pekerjaan

    Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Sungai Penuh Kota Sungai Penuh.

    Pemahaman mengenai produk rencana tata ruang beserta proses dan prosedur

    penyusunannya menjadi suatu yang penting, karena nantinya menjadi dasar dalam

    penyusunan RDTR kawasan di lokasi yang menjadi salah satu keluaran dalam rangkaian

    pekerjaan ini.

    1 Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, proses penyelenggaraan penataan ruang meliputi

    pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Dalam proses pelaksanaan meliputi

    perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang sebelumnya adalah menjadi

    domain dari penataan ruang itu sendiri.

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-11

    2.2 Keberadaan RDTR dalam Rangkaian Pelaksanaan Penataan Ruang

    Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, keberadaan UU No. 26 Tahun 2007 tentang

    Penataan Ruang, telah membawa perubahan baru dalam penyelenggaraan penataan ruang di

    Indonesia. Salah satunya terkait dengan pengadaan RDTR sebagai suatu bentuk rencana rinci

    tata ruang. Dalam sudut pandang ini, RDTR pada dasarnya diselenggarakan pada tingkat

    daerah (kabupaten/kota) yang ada akhirnya ditetapkan dalam suatu dokumen peraturan

    daerah.

    Keberadaan kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Sungai

    Penuh ini pada intinya merupakan suatu bentuk kegiatan yang dibiayai dan dilaksanakan oleh

    Pemerintah Kota Sungai Penuh untuk mewujudkan rencana detail tata ruang yang mendukung

    terciptanya kawasan strategis maupun kawasan fungsional secara aman, produktif, dan

    berkelanjutan. Sebagai bagian dari suatu proses bantek, kegiatan penyusunan RDTR dalam

    rangkaian kegiatan ini harus memperhatikan 3 hal, yaitu adanya pembangunan kesadaran

    aparat/pelaku pembangunan daerah, fasilitasi kegiatan, dan inisiasi tindak lanjut.

    2.2.1 Kedudukan RDTR dalam Kerangka Penataan Ruang di Indonesia

    Dalam UU No. 26 Tahun 2007 ini, perencanaan tata ruang merupakan suatu proses untuk

    menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana

    tata ruang. Proses perencanaan tata ruang salah satunya menghasilkan produk yang disebut

    sebagai rencana tata ruang, yang pada intinya memuat mengenai struktur ruang dan pola

    ruang. Kebutuhan mengenai perwujudan struktur ruang dan pola ruang tersebut berbeda-

    beda sesuai dengan tingkat rencana tata ruang. Terkait dengan hal tersebut, saat ini dikenal 2

    (dua) kelompok rencana tata ruang, meliputi rencana umum dan rencana rinci. Rencana

    umum pada dasarnya memuat mengenai kebijakan umum dari penataan ruang suatu wilayah

    atau kawasan, sedangkan rencana rinci adalah penjabaran operasionalisasi dari rencana umum

    yang dalam pelaksanaannya tetap memperhatikan aspirasi masyarakat (penjelasan pasal 14

    ayat 1 (b)).

    RENCANA TATA

    RUANG KAWASAN

    RENCANA DETAIL

    Pengaturan Struktur

    Pemanfaatan Ruang

    Pengaturan Pola

    Pemanfaatan Ruang

    Sumber : Keputusan Menteri Kimpraswil No. 327/KPTS/M/2002

    Gambar II-3 Komposisi Muatan Rencana Tata Ruang

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-12

    Di dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang juga memuat mengenai arahan

    pengendalian pemanfaatan ruang sebagai suatu bentuk perwujudan tertib tata ruang (Pasal 1

    ayat 15). Arahan pengendalian tersebut diwujudkan dalam berbagai instrumen pengendalian

    yang minimal terdiri atas arahan peraturan zonasi (zoning regulation), arahan perizinan,

    arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. Arahan perturan zonasi ini nantinya

    menjadi pertimbangan dalam penyusunan dokumen peraturan zonasi yang diturunkan dari

    dokumen RDTR Kecamatan Sungai Penuh Kota Sungai Penuh.

    2.2.1.1 Persyaratan RDTR

    Rencana Detail Tata Ruang Kota adalah rencana yang disusun dan ditetapkan Pemerintah

    Daerah dengan prasyarat perencanaan sebagai berikut :

    1. RDTR disusun menurut bagian wilayah kota yang telah ditetapkan fungsi kawasannya

    dalam struktur ruang RTRW Kota.

    2. RDTR dapat ditentukan menurut kawasan yang mempunyai nilai sebagai kawasan yang

    perlu percepatan pembangunan, pengendalian pembangunan, mitigasi bencana, dan

    lainya.

    3. RDTR mempunyai wilayah perencanaan mencakup sebagian atau seluruh kawasan

    tertentu yang terdiri dari beberapa unit lingkungan perencanaan, yang telah terbangunan

    ataupun yang akan dibangun.

    4. RDTR mempunyai skala perencanaan 1: 5000 atau lebih besar sesuai dengan kebutuhan

    tingkat kerincian dan peruntukan perencanaannya.

    5. RDTR merupakan salah satu pedoman pembangunan daerah yang memiliki kekuatan

    hukum berupa Peraturan Daerah (Perda)

    6. RDTR ini dilakukan dengan memeriksa kesesuaian semua rencana dan ketentuan sektoral

    baik horizontal, vertikal, diagonal seperti UU, PP, Kepres, Kepmen, Perda, KepGub, KepWal

    atau KepBup, SKB, NSPM dan pedoman-pedoman yang menunjang termasuk produk pra

    desain serta desain kegiatan sektoral tersebut.

    7. RDTR merupakan pedoman berkekuatan hukum yang merupakan arahan pembangunan

    daerah untuk :

    a. Perijinan pemanfaatan ruang

    b. Perijinan letak bangunan dan bukan bangunan,

    c. Kapasitas dan intensitas bangunan dan bukan bangunan

    d. Penyusunan zonasi

    e. Pelaksanaan program pembangunan

    Menetapkan dan mengoperasionalisasikan Rencana Detail Tata Ruang Kota, perlu

    mempertimbangkan beberapa aspek kebutuhan pembangunan daerah, baik untuk

    kepentingan ekonomi, sosial, budaya, politik dan lingkungan. Oleh karena itu RDTR merupakan

    perwujudan Kegiatan yang membentuk suatu kawasan kedalam ruang, yang terukur baik

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-13

    memenuhi aspek ekonomi, sosial, budaya, keamanan, kenyamanan, keserasian dan

    keterpaduan, serta berkesinambangan. Dengan memperhatikan keterkaitan antar kegiatan,

    yaitu tercipta lingkungan yang harmonis antara kegiatan utama, kegiatan penunjang serta

    pelengkapnya dalam suatu kawasan.

    2.2.1.2 Muatan RDTR

    Struktur dan sistematika Rencana Detail Tata Ruang Kota memuat langkah-langkah penentuan

    tujuan dan sasaran pembangunan kawasan perencanaan, perumusan kebijakan dan strategi

    pengembangan kawasan, identifikasi potensi dan masalah kawasan, analisis ruang makro dan

    mikro kawasan, perumusan kebutuhan pengembangan dan penataan ruang kawasan,

    perumusan rencana detail tata ruang kawasan, pengaturan ketentuan amlop ruang, dan

    ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang, sebagaimana digambarkan dalam uraian berikut.

    1. Persiapanan penyusunan RDTR;

    2. Pengumpulan dan pengolahan data;

    a. Inventarisasi

    b. Elaborasi

    3. Analisa kawasan perencanaan

    a. Analisa struktur kawasan perencanaan

    b. Analisa peruntukan blok rencana

    c. Analisa prasarana transportasi

    d. Analisa Fasilitas Umum

    e. Analisa utilitas umum

    f. Analisa amplop ruang

    g. Analisa kelembagaan dan peran serta masyarakat

    4. Perumusan dan ketentuan teknis rencana detail

    h. Konsep rencana

    i. Produk rencana detail tata ruang

    Rencana struktur ruang kawasan

    Rencana peruntukan blok

    Rencana penataan bangunan dan lingkungan (amplop ruang)

    Indikasi Program pembangunan

    Legalisasi rencana detail tata ruang

    5. Pengendalian rencana detail

    j. Tujuan

    k. Komponen pengendalian

    Zonasi

    Aturan insentif dan dis insentif

    Perijinan dalam pemanfaatan ruang

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-14

    Pengendalian Pemanfaatan Ruang Melalui Pengawasan

    6. Kelembagaan dan peran serta aktif masyarakat :

    l. Peran kelembagaan,

    m. Peran serta masyarakat

    2.2.1.3 Format RDTR

    Format Rencana Detail Tata Ruang Kota mempertimbangkan faktor ekonomis dan kebutuhan

    pembangunan daerah, untuk itu pengaturan skala perencanaan adalah :

    1. Produk RDTR mempunyai skala perencanaan 1: 5.000

    2. Sedangkan kegiatan yang memerlukan pendetailan yang lebih rinci, kegiatan analisis

    dibuat dalam peta kerja 1:1.000., atau sebaliknya pada fungsi ruang yang ektensif

    (pertanian, perkebunan, kehutanan) skala peta dapat lebih kecil 1:25.000

    3. Format peta analisis sekurang-kurang skala 1:5000, untuk lingkungan yang lebih detail

    dibuat dalam skala 1:1000.

    4. Peta dasar dapat menggunakan sumber hasil foto udara, citra satelit, disarankan setiap

    daerah telah memiliki foto udara pada kawasan perkotaan, kawasan cepat tumbuh, dan

    kawasan strategis kota.

    5. Format laporan disajikan dalam buku berukuran A-4, terkecuali pada laporan akhir dalam

    format A-3, dengan album peta A-1(full color).

    6. Dokumen RDTR merupakan bagian dari rencana wilayah, yang ditetapkan serendahnya

    melalui Keputusan kepala daerah.

    2.2.1.4 Masa Berlaku RDTR

    Rencana Detail Tata Ruang Kota dilaksanakan dalam rentang waktu 20 (dua puluh) tahun, atau

    sesuai dengan masa berlaku Rencana Tata Ruang Wilayah, dan ditinjau kembali setiap 5 (lima)

    tahun.

    2.2.2 Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi

    2.2.2.1 RDTR dan Proses Penyusunannya

    Berdasarkan Permen Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan

    Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, RDTR (Rencana Detail Tata

    Ruang) pada dasarnya merupakan penjabaran dari rencana umum tata ruang. Dalam RDTR ini

    memuat mengenai :

    Rencana pemanfaatan ruang bagian wilayah kabupaten/kota secara rinci;

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-15

    Penetapan blok-blok peruntukan pada kawasan fungsional sebagai suatu bentuk

    penjabaran kegiatan dalam wujud ruang;

    Program pembangunan yang lebih rinci sebagai penjabaran dari indikasi program

    dalam rencana umum.

    Sebagai suatu pendetailan dari suatu rencana umum, maka segala bentuk kebijakan spasial

    dalam RDTR dan peraturan zonasi ini dituangkan dalam skala peta yang lebih besar yaitu skala

    1: 5.000 atau lebih. Secara khusus RDTR dan peraturan zonasi berfungsi untuk:

    Kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota berdasarkan RTRW;

    Acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan

    ruang yang diatur dalam RTRW;

    Acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang;

    Acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang; dan

    Acuan dalam penyusunan RTBL.

    Sedangkan manfaat RDTR dan peraturan zonasi yaitu sebagai:

    Penentu lokasi berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi dan lingkungan

    permukiman dengan karakteristik tertentu;

    Alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan pelaksanaan

    pembangunan fisik kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah

    Daerah, swasta dan/atau masyarakat;

    Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian wilayah sesuai dengan

    fungsinya dalam struktur ruang kabupaten/kota secara keseluruhan; dan

    Ketentuan bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun program

    pengembangan kawasan dan pengendalian pemanfaatan ruangnya pada tingkat BWP

    atau Sub BWP.

    Berdasarkan Permen Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan

    Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, masing-masing dokumen

    rencana telah dijelaskan muatan minimal yang harus tercakup. Untuk dokumen RDTR dan

    perturan zonasi muatan minimalnya adalah sebagai berikut :

    Tujuan penataan Bagian Wilayah Perkotaan (BWP);

    Rencana Pola Ruang yang terdiri dari rencana zona lindung dan zona budidaya;

    Rencana Jaringan Prasarana yang meliputi; rencana pengembangan jaringan

    pergerakan, jaringan energi/kelistrikan, jaringan telekomunikasi, jaringan air minum,

    jaringan drainase, jaringan air limbah dan pengembangan prasarana lainnya.

    Penetapan SUB BWP yagn diprioritaskan penanganannya;

    Ketentuan pemanfaatan ruang; dan

    Peraturan zonasi

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-16

    Terkait dengan keberadaan UU Penataan Ruang yang terbaru yaitu UU No. 26 Tahun 2007,

    dalam proses penyusunan rencana tata ruang termasuk didalamnya penyusunan RDTR perlu

    memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :

    1. Sinkronisasi rencana tata ruang, dimana dalam hal ini semua dokumen rencana yang

    disusun harus terintegrasi satu sama. Selain itu, sinkronisasi juga dilakukan terhadap

    kegiatan penataan ruang lainnya meliputi sikronisasi dengan pengaturan, pembinaan, dan

    pengawasan penataan ruang.

    2. Pemanfaatan media tayang dalam penataan ruang, dimana diarahkan sebagai suatu upaya

    sosialisasi terhadap dokumen penataan ruang yang sudah ada. Dengan media tayang yang

    menarik dan informatif diharapkan ada suatu pemahaman yang lebih baik terkait dengan

    perencanaan tata ruang yang dilakukan tersebut.

    3. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang, dimana diarahkan sebagai suatu bentuk

    perwujudan tertib tata ruang. Arah pengendalian pemanfaatan ruang tersebut menjadi

    penting terkait dengan banyaknya penyimpangan terhadap dokumen perencanaan yang

    telah disusun. Arahan pengendalian tersebut dapat berupa pengaturan zonasi, aturan

    insentif dan disinsentif, aturan sanksi, dan aturan perizinan.

    2.2.2.2 Penyusunan Peraturan Zonasi Sebagai Instrument Pengendalian Dan Pemanfaatan

    Ruang

    Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU no. 32 Tahun 2004

    tentang Pemerintahan Daerah, masing-masing Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menyusun

    Rencana Tata Ruang Kawasan Kota/Perkotaan. Untuk dapat mengefektifkan pelaksanaannya,

    diperlukan suatu Aturan Pola Pemanfaatan Ruang (Zoning Regulation) sebagai alat operasional

    rencana tata ruang. Materi Aturan Pola Pemanfaatan Ruang ditetapkan berdasarkan kondisi

    kawasan kota/perkotaan yang direncanakan. Semakin besar dan semakin kompleks kondisi

    kota, semakin beragam jenis-jenis zona yang harus diatur.

    Di beberapa negara maju, istilah Aturan Pola Pemanfaatan Ruang dikenal dengan berbagai

    istilah seperti land development, zoning code, zoning regulation, zoning resolution, urban

    code, planning act dan lain sebagainya. Pengertian dasar istilah-istilah ini adalah sama, yaitu

    mengatur ketentuan-ketentuan teknis tentang pembangunan kota. Adapun Peraturan Zonasi

    (Zoning regulation) di negara-negara berkembang diprioritaskan terutama untuk kawasan yang

    memiliki trend perkembangan relatif tinggi.

    Aturan Pola Pemanfaatan Ruang memiliki tujuan sebagai berikut:

    Mengatur keseimbangan keserasian pemanfaatan ruang dan menentukan program

    tindak operasional pemanfaatan ruang atas suatu satuan ruang;

    Melindungi kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan masyarakat;

    Meminimumkan dampak pembangunan yang merugikan;

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-17

    Memudahkan pengambilan keputusan secara tidak memihak dan berhasil guna serta

    mendorong partisipasi masyarakat (pengendalian pemanfaatan ruang : pengaturan

    perijinan).

    Untuk melengkapi standar dan acuan/pedoman penataan ruang maupun sebagai bahan

    rujukan kegiatan perencanaan tata ruang, Direktorat Penataan Ruang Nasional Ditjen

    Penataan Ruang Departemen Kimpraswil mengeluarkan pedoman Penyusunan ATURAN POLA

    RUANG (ZONING REGULATION) KAWASAN PERKOTAAN yang diterbitkan pada bulan April

    2003.

    Dalam kaitan dengan pengelolaan lahan, kedudukan aturan ini juga menjadi acuan dalam

    pengembangan lahan atau land development. Pihak yang akan melaksanakan pengembangan

    lahan harus menjabarkan kegiatannya sesuai dengan Aturan Pola Pemanfaatan Ruang di

    kawasan yang akan menjadi lokasi pengembangan lahannya. Demikian pula sebaliknya,

    instansi yang berwenang dalam memberikan perijinan akan menggunakan Aturan Pola

    Pemanfaatan Ruang ini sebagai dasar pemberian ijin.

    Masyarakat dan stakeholder lain dapat berpartisipasi dalam seluruh mekanisme pengaturan

    zoning :

    Tahap penyusunan aturan : penyediaan data/informasi, pemberian masukan/saran

    Pemanfaatan aturan : menerapkan aturan zoning dan memelihara lingkungan

    berdasarkan aturan zoning

    Pengendalian aturan : partisipasi menegakkan transparansi penerapan aturan zoning dengan

    cara pengawasan, memberikan koreksi atau tanggapan terhadap pemanfaatan ruang yang

    menyimpang dari aturan yang ditetapkan oleh daerah.

    Institusi yang terkait dalam penyusunan dan penerapan Aturan Pola Ruang adalah instansi dan

    pihak yang terkait dengan pelaksanaan pembangunan kota, yaitu :

    DPRD sebagai institusi yang terkait dalam pengesahan aturan menjadi Peraturan

    Daerah

    BAPEDA

    Kantor atau Dnas Pertanahan

    Dinas PU atau Dinas Kimpraswil atau Dinas Tarkim

    Dinas Tata Kota

    Dinas Pertanian

    Dinas Perindustrian dan Perdagangan

    Dinas Bangunan

    Dinas Pertamanan

    BUMN/BUMD dan Swasta : PT TELKOM, PLN, PDAM, PN GAS, Operator Telekomunikasi

    Seluler

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-18

    Pihak-pihak yang menggeluti masalah pelaksanaan pembangunan fisik kota, yaitu Organisasi

    Masyarakat, Perguruan Tinggi, Organisasi Profesi.

    2.2.2.3 Kedudukan Peraturan Zonasi Dalam Kerangka Proses Penyusunan Rencana Tata

    Ruang

    Terkait dengan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Sungai Penuh, dan

    sebagai bagian dari suatu proses penataan ruang, keberadaan Peraturan Zonasi tidak dapat

    dipisahkan dari suatu kerangka kebijakan penataan ruang. Berdasarkan Konsep Dasar Panduan

    Penyusunan Peraturan Zonasi Wilayah Perkotaan, keberadaan Peraturan Zonasi ini dalam

    kerangka kebijakan tersebut dapat dilihat dari 3 sudut pandang, yaitu dalam kaitannya dengan

    proses penyusunan Rencana Tata Ruang, dalam proses pemanfaatan ruang dan pengendalian

    pemanfaatan ruang, serta dalam kerangka perangkat pengendalian pembangunan.

    Dalam kerangka proses penyusunan Rencana Tata Ruang, Peraturan Zonasi merupakan bentuk

    pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan ruang sebagaimana yang telah diatur dalam

    RTRW Kota dan untuk melengkapi aturan pembangunan pada penetapan penggunaan lahan

    yang telah ditetapkan dalam RDTRK. Terkait dengan hal ini, maka Peraturan Zonasi menjadi

    suatu rujukan dalam penyusunan rencana yang lebih rinci dari RDTRK seperti Rencana Teknik

    Ruang Kawasan (RTRK), atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Secara skematik,

    kerangka proses penyusunan Peraturan Zonasi ini dapat dilihat pada gambar berikut.

    Gambar II-4 Kerangka Penyusunan Peraturan Zonasi

    Sumber : Konsep Dasar Panduan Penyusunan Peraturan Zonasi Wilayah Perkotaan

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-19

    2.2.2.4 Kedudukan Peraturan Zonasi Dalam Kerangka Proses Pemanfaatan Ruang Dan

    Pengendalian Pemanfaatan Ruang

    Dalam kerangka proses pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, Peraturan

    Zonasi ini menjadi suatu panduan rinci mengenai pemanfaatan ruang dan pengendalian

    pemanfaatan ruang sebagaimana diatur dalam RTRW Kota. Walaupun merupakan penjabaran

    dari RTRW Kota, dalam kaitannya dengan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan

    ruang, Peraturan Zonasi ini perlu dipahami sebagai sesuatu yang berbeda dari RDTRK. Adapun

    perbedaan antara keduanya adalah :

    Peraturan Zonasi memiliki tingkat ketelitian yang sama dengan RDTRK namun

    mengatur lebih rinci dan lebih lengkap

    RDTRK merupakan salah satu jenjang rencana tata ruang kota yang memuat mengenai

    arahan perencanaan ruang, sedangkan Peraturan Zonasi merupakan salah satu

    perangkat pengendalian pemanfaatan ruang yang memuat ketentuan teknis dan

    administratif pemanfaatan ruang dan pengembangan tapak

    Peraturan Zonasi lebih diarahkan untuk melengkapi aturan pemanfaatan ruang dalam

    RDTRK yang telah ditetapkan

    Peraturan Zonasi ini dalam kaitannya dengan kerangka proses pemanfaatan ruang dan

    pengendalian pemanfaatan ruang menjadi rujukan perijinan, pengawasan, dan

    penertiban dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Selain itu, Peraturan Zonasi ini

    menjadi landasan untuk manajemen lahan dan pengembangan tapak. Secara

    diagramatis kedudukan Peraturan Zonasi dalam kerangka pemanfaatan ruang dan

    pengendalian pemanfaatan ruang dapat dilihat pada gambar berikut.

    Gambar II-5 Kedudukan Peraturan Zonasi dalam Kerangka Proses Penyusunan Rencana Tata

    Ruang

    Sumber : Konsep Dasar Panduan Penyusunan Peraturan Zonasi Wilayah Perkotaan

    KegiatanIntensitas

    Tata Masa BangunanSarana dan Prasarana

    Indikasi Program

    Manajemen Lahan(Kawasan)

    Land Development(persil ; blok ; sektor)

    Undang-Undang Manajemen Lahan

    Peraturan, Perijinan, Pengawasan, Penertiban,

    Kelembagaan

    Peraturan Zonasi- Peraturan dan Peta

    - Kelembagaan dan Administrasi

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-20

    2.2.2.5 Kedudukan Peraturan Zonasi Dalam Kerangka Perangkat Pengendalian

    Dalam kerangka perangkat pengendalian pembangunan, sebagaimana telah dijelaskan di atas,

    Peraturan Zonasi ini merupakan salah satu dari sekian banyak perangkat pengendalian yang

    ada, terutama yang terkait dengan proses perizinan. Peraturan Zonasi menjadi salah satu dasar

    rujukan dalam memeriksa kesesuaian pemohonan ijin. Peraturan Zonasi ini bukan sesuatu

    yang tunggal, didalamnya terdapat berbagai teknik yang menjadi suatu varian dan diterapkan

    sesuai dengan lokasi, kasus, maupun kondisi yang ada.

    Gambar II-6 Kedudukan Peraturan Zonasi Dalam Kerangka Perangkat Pengendalian

    Tabel II-2 Prosedur Penyusunan Peraturan Zonasi

    TAHAPAN TUJUAN KOMPONEN

    MEMBUAT TIPOLOGI ZONA Memastikan penggunaan lahan ditempatkan di tempat yang benar Memastikan tersedia ruang yang cukup

    4 Zona dasar dirinci atas 15 sub zona Zona spesifik (fungsi khusus)

    MENENTUKAN NORMA ZONA

    Mengatur ketentuan dasar pengembangan zona

    4 Zona dasar dirinci atas 15 sub zona Zona spesifik (fungsi khusus)

    MENENTUKAN KRITERIA Menentukan persyaratan dasar, Persyaratan dasar : aksesibilitas,

    PLAN

    RTRWN

    RTRWP

    RTRWK

    RDTRK

    RTBL

    ZONING

    REGULATIONS

    AND

    STANDAR

    GUIDELIN

    LEGISLATI

    PERMI DEVELOPMENT

    Relevant

    standards to

    urban planning

    and

    Performance Zoning

    Special Zoning

    Bonus Zoning

    TDR

    Negotioned Devt

    Flood Plain Zoning Conditional Uses

    Non-Conforming Uses

    Spot Zoning Floating Zoning

    Exclusionaary Zoning

    Contract Zoning

    Growth Control Etc

    Special Site Control

    Site Plan Control

    Building, Housing amd Sanitary Codes

    Design and Historic Preservation,

    Etc

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-21

    TAHAPAN TUJUAN KOMPONEN

    ZONA kriteria teknis dan kriteria ekologis bagi masing-masing tipologi zona

    kompatibilitas, fleksibilitas, ekologi Persyaratan teknis : persyaratan kesehatan, persyaratan keandalan sarana dan prasarana lingkungan Persyaratan ekologis : keserasian-keseimbangan lingkungan fisik dengan sos-bud

    MENENTUKAN PENGGUNAAN ZONA

    Menentukan peraturan penggunaan, fasilitas zona dan teknis pembangunan

    Identifikasi paket penggunaan zona Peraturan penggunaan zona Peraturan penggunaan tambahan zona Peraturan penyediaan fasilitas lingkungan permukiman Peraturan teknis pembangunan zona

    Tabel II-3 Proses Penetapan Aturan Dalam Peraturan Zonasi

    KONDISI AWAL KOTA MEMILIKI RTRW ADA ZONING REGULATION

    Evaluasi RTRW Memantapkan zoning regulation

    KOTA MEMILIKI RTRW TANPA ZONING REGULATION

    Menyusun zoning regulation Menetapkan zoning regulation sebagai

    amandemen RTRW

    KOTA BELUM MEMILIKI RTRW Menyusun RTRW termasuk zoning regulation Menetapkan RTRW (termasuk zoning

    regulation)

    PROSES PENETAPAN ZONING REGULATION

    Persiapan Evaluasi RTRW dan aturan pelaksanaannya Penyusunan rencana kerja Administrasi dan teknis

    Pengumpulan data dan informasi Fisik dasar Penggunaan lahan dan bangunan Sempadan bangunan dan ketinggian lantai

    bangunan Kondisi prasarana lingkungan Perda pemanfaatan lahan, bangunan dan

    prasarana lingkungan kota Referensi zoning regulation dari kota lain

    Perumusan rancangan zoning regulation yang akan menjadi instrumen pengendalian pembangunan kota

    Pembahasan rancangan zoning regulation

    Penetapan zoning regulation

    MUATAN ZONING REGULATION

    Substansi zoning (materi yang diatur, kedalaman materi yang diatur, pengelompokan materi yang diatur

    Arahan penentuan zona Ketentuan penggunaan zona Peraturan pembangunan Pengendalian pemanfaatan zona

    Kelembagaan dan prosedur pengesahan Kelembagaan Tugas dan wewenang Jenis perijinan Proses perijinan Peranserta masyarakat Proses peninjauan kembali

    PEMANFAATAN ZONING REGULATION

    Sbg instrumen pengendalian pembangunan

    Sbg pedoman penyusunan rencana operasional

    Sbg panduan teknis pengembangan lahan di kawasan perkotaan

    Sbg alat bantu pencegahan dampak pembangunan yang merugikan

    Sbg rujukan rancang bangun bangunan dan prasarana

    Sbg jaminan kepastian hukum dalam pelaksanaan pembangunan

    PENGENDALIAN Kegiatan pemantauan Pemantauan pemanfaatan zona, fungsi kawasan,

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-22

    ZONING REGULATION sarana dan prasarana, kesesuaian terhadap peraturan pembangunan yang telah ditetapkan

    Kegiatan evaluasi dan peninjauan kembali Merekam perubahan-perubahan sejalan dengan perkembangan kota

    Penertiban Pengenaan sanksi Pembatalan ijin pembangunan Penundaan pembangunan Dan/atau penerapan persyaratan2 teknis

    PENINJAUAN KEMBALI Tujuan : Mengakomodir kemungkinan

    pemanfaatan baru dari bangunan dan lahan

    Mengakomodir alihfungsi bangunan dan lahan

    Mengakomodir kebutuhan akan ketentuan teknis yang lebih sesuai

    Mengakomodir dampak yang belum diperhitungkan

    Posisi Zoning Regulation setelah peninjauan kembali : Diganti karena banyak perubahan yang

    mendasar Diperbaiki karena terjadi beberapa simpangan Diberi aturan tambahan bila ada materi yang

    kurang

    Pada gambar berikut akan ditampilkan contoh dari sebuah produk zoning regulation yang

    merupakan zoning map beserta legal text dari zoning regulation tersebut.

    Gambar II-7 Contoh Zoning Regulation dan Zoning Text Dalam Penyusunan Rencana Detail

    Tata Ruang (RDTR)

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-23

    2.2.2.6 Pertimbangan Mitigasi Bencana dalam Pengembangan Kawasan Perkotaan

    Pada dewasa ini konsep pembangunan yang sesuai (utamanya di wilayah pesisir) adalah yang

    bersifat proaktif, yaitu mencegah (prevent), memperbaiki (mitigate) dan

    mengurangi/memperkecil (reduce) dari kerugian-kerugian dan dampak lingkungan yang terjadi

    akibat adanya potensi bencana.

    Langkah-langkah tersebut dituangkan dalam penataan ruang melalui pengelolaan ruang yang

    tanggap terhadap bencana, yang selanjutnya dapat sebagai dasar dalam tahapan rekonstruksi

    dan rehabilitasi pasca terjadinya bencana.

    Program pengelolaan ruang berupa kesiapan dalam menghadapi resiko bencana, dengan

    dikembangkannya perencanaan spasial untuk mendorong pemanfaatan ruang (pemanfaatan

    lahan) yang lebih tepat, berdasarkan pada hasil studi/kajian tentang karakteristik tipe bencana,

    frekuensi terjadinya bencana, tingkat keparahan akibat bencana dan lokasi (zonasi) terjadinya

    bencana. Dalam hal bencana gempabumi, gunungapi, tsunami dan banjir dilengkapi dengan

    data historis tentang kejadiannya.

    Secara menyeluruh upaya mitigasi bencana alam dapat dilakukan dengan upaya struktur (fisik)

    dan upaya non struktur (non fisik). Untuk lebih jelasnya mengenai upaya mitigasi bencana

    alam secara menyeluruh untuk mengurangi besarnya kerugian akibat bencana dapat dilihat

    berikut ini.

    Gambar II-8 Upaya Mitigasi Bencana Alam Secara Menyeluruh

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-24

    Pengelolaan kawasan dari bahaya bencana alam pada dasarnya tidak terlepas dari berbagai

    faktor dan aspek yang mempengaruhinya, baik politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Oleh

    karena itu dalam upaya pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana haruslah

    mempertimbangan aspek-aspek tersebut.

    Usaha mitigasi bencana yang direncanakan didasarkan kepada tinjauan berbagai tingkatan

    wilayah yaitu pada lingkup nasional yang diarahkan berdasarkan rencana tata ruang nasional;

    pada lingkup daerah provinsi yang secara lebih spesifik berdasarkan ancaman bencana dalam

    lingkup provinsi serta pada lingkup daerah kabupaten dan daerah kota.

    Enam hal pokok dalam pengembangan wilayah dan kota yang tanggap terhadap bencana

    adalah :

    1. Pencegahan

    Pembatasan wilayah yang dapat dibangun untuk mendirikan bangunan. Dalam usaha

    pencegahan ini juga dilakukan pembatasan perkembangan penggunaan lahan pada

    wilayah wilayah yang rentan kemungkinan bencana alam seperti wilayah yang rawan

    banjir, rentan kelongsoran, rentan gempa bumi dan tsunami, wilayah wilayah sesar ,

    maupun dari bagian wilayah yang sudah atau sedang dieksploitasi seperti wilayah pasca

    penambangan terutama batu bara, wilayah penambangan mineral atau bahan bangunan

    (galian C), tanah garapan atau pembukaan lahan pada wilayah lereng,pengembangan

    wilayah penyanggah (buffer area) pada industri pencemar.

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN II-25

    2. Penyiapan suatu struktur bangunan yang tingkat keamanannya tinggi

    Desain struktur bangunan dengan tingkat keamanan yang tinggi misalnya bangunan yang

    dipertinggi dengan dukungan tiang tiang pada wilayah banjir atau konstruksi khusus yang

    anti gempa (anchored building construction). Dalam hubungan ini juga termasuk

    perancangan lokasi tapak dan struktur konstruksi bangunan yang sesuai dengan sifat

    lingkungan fisik seperti lokasi pada jarak aman, orientasi perletakan bangunan dari gejala

    bencana alam, konstruksi pondasi dan bangunan tahan terhadap suatu bentuk bencana

    alam tertentu (gempa bumi, longsor, banjir, badai , amblesan).

    3. Pembatasan pemanfaatan dan penggunaan lahan

    Untuk jenis penggunaan lahan seperti perumahan, industri, pusat perdagangan, pertanian

    harus diatur dalam usaha menghadapi bencana pada wilayah yang bersangkutan.

    Demikian pula pemanfaatan lahan misalnya kepadatan penduduk, kepadatan bangunan

    harus diatur dengan peraturan di dalam menghadapi potensi bencana di suatu wilayah

    tertentu, pembatasan kepadatan penggunaan lahan dengan pembatasan KDB, KLB,

    ketinggian bangunan.

    4. Pengembangan Sistem Peringatan

    Beberapa jenis bencana dapat diperkirakan untuk mem-punyai waktu guna melakukan

    tindakan darurat. Sistem peringatan dini dilakukan melalui sosialisasi reguler, sistem

    komunikasi peringatan, sistem informasi melalui media elektronik dan media cetak;

    peningkatan pema-haman masyarakat tentang lingkungannyadan pengembangan pola

    perilaku masyarakat terhadap lingkungannya.

    5. Penetapan Kebijaksanaan dan Peraturan Daerah Tentang Pembangunan Dalam Mitigasi

    Bencana

    Penetapan kebijaksanaan dan peraturan penggunaan lahan (peruntukan bagian wilayah,

    peraturan bangunan, peraturan penetapan intensitas penggunaan lahan yang sesuai

    dengan lingkungan, jaringan prasarana dan pengamanan lingkungan.

    6. Asuransi Kebencanaan

    Sistem suatu jaminan asuransi dari pemerintah daerah untuk penduduk yang berada di

    dalam wilayah rentan bencana dapat diusahakan dengan sistem yang disesuaikan dengan

    kemampuan ekonomi masyarakat

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN III-1

    BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KOTA SUNGAI PENUH

    3.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Sungai Penuh

    Tahun 2005 2025 (Perda No 6 Tahun 2012)

    Perencanaan pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan

    pembangunan nasional, yang disusun dalam jangka panjang, jangka menengah dan jangka

    pendek, oleh karena itu untuk memberikan arah dan tujuan dalam mewujudkan cita-cita dan

    tujuan daerah sesuai dengan visi, misi dan arah kebijakan daerah, maka perlu disusun Rencana

    Pembangunan Jangka Panjang Daerah kurun waktu 20 (dua puluh) tahun mendatang.

    RPJP Daerah Kota Sungai Penuh digunakan sebagai pedoman dalam menyusun RPJM Daerah

    Kota Sungai Penuh pada masing-masing tahapan dan periode RPJM Daerah Kota Sungai Penuh

    sesuai denganvisi, misi, dan program Kepala Daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat.

    RPJM Daerah tersebut dijabarkan lebih lanjut ke dalam Rencana KerjaPemerintah Daerah

    (RKPD) yang merupakan rencana pembangunan tahunan daerah, yang memuat prioritas

    pembangunan daerah,rancangan kerangka ekonomi makro, yang mencakup gambaran

    perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal serta program dan kegiatan

    Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota Sungai Penuh.

    Tujuan yang ingin dicapai dengan ditetapkannya Peraturan Daerah tentang RPJP Daerah Kota

    Sungai Penuh Tahun 2005-2025 adalah untuk (a) mendukung kelancaran koordinasi antar

    pelaku pembangunan dalam pencapaian tujuan daerah, (b) menjamin terciptanya integrasi,

    sinkronisasi dan sinergisitas baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi

    pemerintah pusat dan daerah, (c) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,

    penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan, (d) menjamin tercapainya penggunaan sumber

    daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan serta (e) mengoptimalkan

    partisipasi masyarakat.

    keterkaitan dokumen RPJPD dengan dokumen rencana pembangunan daerah lain, secara

    hubungan dapat dijelaskan sebagai berikut:

    1. RPJPD Kota Sungai Penuh 2005-2025 disusun mengacu pada RPJP Nasional Tahun

    2005-2025. Keterkaitan dengan RPJPD Kota Sungai Penuh disamping dengan dokumen

    lainnya, adalah guna memahami posisi kerangka sistem perencanaan pembangunan

    nasional dan menyelaraskan antara visi, misi arah dan kebijakan pembangunan serta

  • BIDANG TATA RUANG DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

    LAPORAN PENDAHULUAN III-2

    tahapan dan prioritas pembangunan jangka panjang sehingga muatan RPJPD Kota

    Sungai Penuh tercipta sinkronisasi dan sinergi baik dalam pelaksanaan pembangunan

    maupun arah pembangunan dengan tetap memperhatikan visi dan misi RPJP Nasional

    2005-2025, dengan harapan akan terwujudnya kesejahteraan masyarakat

    sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945.

    2. RPJPD Kota Sungai Penuh 2005-2025 disusun mengacu pada RPJP Provinsi Jambi Tahun

    2005-2025 dan RPJMD Provinsi Jambi 2011-2015, yang merupakan pola dasar utama

    yang tidak terpisahkan dari visi dan misi pemerintah Provinsi Jambi yang diarahkan

    pada pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan Provinsi Jambi 2005-2025. Untuk

    mewujudkan visi pembangunan jangka panjang tersebut ditempuh melalui 6 (enam)

    misi pembangunan yaitu :1) Mewujudkan daerah yang memiliki keunggulan

    kompetitif, 2) Mewujudkan masyarakat beriman, bertaqwa dan berbudaya, 3)

    Mewujudkan masyarakat demokratis dan budaya hukum, 4) Mewujudkan kondisi yang

    aman, tentram dan tertib, 5) Mewujudkan pembangunan yang merata dan

    berkeadilan, 6) Mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Pada tahap kedua

    RPJMD Provinsi Jambi yang dimuat di dalam RPJPD Provinsi Jambi, fokus

    pembangunan diarahkan pada peningkatan kualitas pelayanan dasar, pertumbuhan

    ekonomi serta peningkatan kualitas pengelola